Anda di halaman 1dari 11

FILSAFAT REKONSTRUKTIVISME

DAN PENDIDIKAN
Filed under: filsafat, pendidikan, rekontsruksime — Tinggalkan komentar
Februari 21, 2011
A. Pendahuluan
Secara filosofis, filsafat rekonstruktivisme terdiri dari dua buah pemikiran, yaitu (1) Masyarakat
memerlukan rekonstruktsi/perubahan, (2) perubahan sosial tersebut melibatkan baik perubahan
pendidikan dan penggunaan pendidikan dalam merubah masyarakat. Menurut Hamalik (2007:62)
premis utama dari filsafat ini adalah untuk menjadikan sekolah sebagai agen perubahan ( change
agents) dalam rekonstruksi sosial.
Para filsof rekonstruktivisme mempunyai sikap terhadap perubahan tersebut bahwa mereka
mendukung individu untuk mencari kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya dan pada saat
ini. Aliran filsafat rekonstruktivisme dapat menjadi alat yang reponsif karena saat ini kita
dihadapkan pada sejumlah permasalahan masyarakat yang berhubungan dengan ras,
kemiskinan, peperangan, kerusakan lingkungan dan teknologi yang tidak manusiawi yang
membutuhkan rekonstruksi/perubahan dengan segera. Para individu di abad 20 kebingungan
tidak hanya oleh perubahan yang telah terjadi, tetapi juga dengan kemungkinan perubahan pada
masa yang akan datang yang harus dibuat jika kita hendak mengatasi masalah-masalah yang
ada. Sedangkan ada banyak orang pintar dan mempunyai pandangan yang berpikir dan
menegembangkan tentang perubahan sosial yang belakangan ini disebut dengan filsafat
rekonstruktivisme.
B. Latar Belakang Sejarah Rekonstruktivisme
Plato adalah salah satu tokoh dari aliran rekonstruksivisme. Dia membuat sebuah garis besar
tentang perencanaan bagi kondisi dimana pendidikan akan menjadi sebuah bahan untuk
membentuk masyarakat baru dan lebih baik. Plato yakin sekali kondisi ini sangat diinginkan
masyarakat. Walaupun usaha Plato untuk mewujudkan masyarakat seperti itu gagal. Paling tidak
dia telah maju selangkah pada masanya.
Karl Marx adalah salah satu tokoh aliran rekonstruksivisme yang menggambarkan perubahan
dunia berdasarkan aliran komunisme Internasional. Hal yang menarik dari Karl Mark adalah dia
adalah seorang doktor filsafat tetapi lebih banyak menulis tentang perekonomian. Menurut Marx,
Pendidikan digunakan sebagai alat untuk mendokrin masyarakat ke arah sikap yang menerima
dan mendukung pandangan tentang kekayaan. Para buruh dirampas kebebasan mereka dengan
bekerja dan memproduksi uang, ini adalah keadaan dimana pekerja tidak menyadarinya. Para
pekerja dieksploitasi oleh sistem, kemampuan produktifitas mereka sesuai dengan pertukaran
yang disimbolkan dengan nilai uang. Pendidikan adalah sebuah cara/alat untuk masuk kedalam
sistem ini dengan mengembangkan minat kelas atas yang berkuasa menggunakan kurikulum
fomal dan informal atau tersembunyi yang mendorong kepatuhan. Hal ini dicapai melalui cara
dimana sekolah di kontrol oleh pemerintah elit yang berkuasa. Sekolah sebaliknya mengontrol
siswa melalui peraturan dan kebijakan, prosedur disiplin dan kurikulum. Buku teks disensor
ketika mereka menentang pandangan konvensional terhadap perekonomian dan pemerintahan
demikian juga seperti sex, agama dan persoalan-persoalan lain yang sensitif. Guru sering
mengembangkan sikap yang berat sebelah dengan cara yang tidak disadarinya. Siswa
mengontrol satu sama lainnya melalui tekanan kelompok pasangan yang dapat menjadi
pengaruh yang kuat dan tidak disadari. Dalam melaksanakan hal ini akan berarti menjatuhkan
sistem ekonomi kita saat ini dan mengadakan sesuatu hal yang bersifat pendidikan menghadapi
peningkatan kesadaran sosial dari kontrol ekonomi yang akan membuat orang-orang mampu
menjadi sebuah hasil bukan sebagai alat.
Bila kita melihat pemikiran Plato sampai dengan Skinner, kita dapat tahu bahwa mereka
merekomendasikan pendidikan sebagai alat utama bagi perubahan sosial. Plato, sebagai contoh,
pemikirannya tentang pendidikan adalah sebagai sine qua non dari masyarakat yang baik. Marx
melihat pendidikan sebagai cara untuk menolong kaum proletariat mengembangkan sebuah
pengertian kesadaran sosial (social conciousness), penulis kristen berpendapat penggunaan
pendidikan sebagai alat penanaman kesetian agama, tehnokrat moderen melihat pendidikan
sebagai cara untuk mengembangkan perubahan teknis dan memberikan individu keterampilan
yan perlu bagi kehidupan dalam masyarakat teknologi maju.
Di Amerika serikat, sejumlah orang memandang pendidikan sebagai alat bagi reformasi sosial.
Salah satu tokohnya, John Dewey. Dewey memandang pendidikan sebagai alat bagi perubahan
baik kemanusian dan sosial. Aliran filsafat pragmativisme yang menjadi pemikiran Dewey
dihubungkan dengan penolakan terhadap hal-hal yang absolut dan menerima hal-hal yang
bersifat relatif saja. Rekonstruksivisme moderen pada dasarnya adalah aliran filsafat
pragmativisme dan berhutang banyak terhadap pemikiran Dewey. Aliran rekonstruksivisme
mengembangkan hal-hal seperti metode ilmiah, pemecahan masalahan, naturalisme dan
kemanusiaan. Inti dari divergensi antara filsof rekonstruksivisme dan pragmativisme tidak
berhubungan dengan ke arah hal yang umum tapi lebih dalam interpretasi bagaimana metode
pragmtisvisme dapat digunakan. Walaupun aliran pragmatisvisme menganjurkan perubahan yang
terus menerus dalam pendekatan kedepan kearah persoalan-persoalan kemasyarakatan dan
sosial, aliran ini menjadi sebuah alat untuk membantu manusia untuk menyesuaikan diri di
dalam kemasyarakatan dibandingkan untuk merubah masyarakat. Akan selalu ada sebuah
kebutuhan bagi pendidikan untuk menyesuaikan masyarakat dengan nilai-nilai sosial dan
budaya, tetapi filsof rekonstruksivisme tidak percaya hal ini adalah peran utama pendidikan yang
seharusnya dilaksanakan. Pendidikan bagi pandangan filsof rekonstruktivisme adalah untuk
berperan sebagai alat perubahan yang segera dan berkelanjutan.
C. Filsafat Rekonstruksivisme
Rekonstruksivieme tidak tepat disebut sebagai sebuah filsafat dalam banyak makna filsafat
tradisional. Rekonstruksivisme lebih memperhatikan susunan sosial dan budaya dimana kita
berada. Kita bisa sebut rekonstruksivisme sebagai filsafat sosial murni. Filsafat ini berkonsentrasi
pada kondidi sosial dan budaya dan bagaimana hal-hal tersebut dapat dibuat lebih cocok bagi
partisipasi manusia.
George S. Counts dan Theodore Brameld adalah dua orang yang menjadi contoh dari pandangan
ini. Brameld lebih kearah peran filosof secara tradisional, dan telah menulis tentang hakikat
filsafat rekonstruksivisme. Counts adalah siswa yang aktif yang tertarik dalam kegiatan sosial.
Tulisan dan kegiatan profesionalnya lebih perhatian dengan kegiatan sosial itu sendiri.
 George S. Counts (1889-1974)
Counts berasal dari latar belakang kehidupan pedesaan dan menghabiskan kehidupan
dewasanya di beberapa universitas di Amerika. Dian terlibat dalam perjalanan dan studi di luar
negeri, khususnya Uni Soviet. Dia adalah kenalan dari John Dewey dan dia dipengaruhi banyak
oleh filsof sosial aktivisme.
Karya Count terhadap filsafat rekonstruksivisme tidak terlalu banyak tetapi karyanya banyak
dibaca luas, Dare the Schools Build a New Social Order? tema utama dari buku tersebut
menyerang para pendidik Amerika. Counts kembali dari Uni Soviet pada tahun 1930, dimana dia
telah membuat studi mendalam tentang perjuangan negara. Melihat Amerika Serikat kesulitan
dalam depresi kebingunan sosial, dia mencoba untuk membangkitkan para pendidik kepada
posisi strategis mereka dalam rekonstrusi sosial dan budaya. Pesan utama dari Counts adalah
ketika pendidikan secara historis digunakan sebagai alat untuk memperkenalkan masyarakat
terhadap tradisi budaya, kondisi sosial dan budaya diubah oleh sain moderen, teknologi dan
indrustri dimana pendidikan harus digunakan sebagai kekuatan positif bagi penyusunan pola
budaya baru dan menghilangkan kejahatan masyarakat. Dia berkata bahwa pendidik harus
memandang kemungkinan bagi perubahan sosial yang radikal dan penerapan dari perubahan
tersebut. Dia juga berpendapat bahwa pendidik harus melepaskan status quo dan harus
mengambil tugas yang lebih sulit dari reformasi sosial.
Counts di kritisi dan dianggap sebagai simpatisan Uni Soviet. Kritikan menunjukkan bahwa
sekolah tidak dapat melaksanakan tugas besar tersebut, tetapi pandangan Counts tidak semata-
mata terhadap sekolah saja tetapi radikalismenya lebih dalam. Baginya semua institusi dan
praktis sosial harus diteliti dengan kritis dan sekolah berperan sebagai alat yang masuk akal
dimana rasional penelitian dapat dibuat. Reformasi sebenarnya harus berdasarkan budaya dan
menyeluruh.
Kneller (1971:248) membuat resume filsafat rekonstruksivisme yang dikemukan oleh Brameld
1. Pendidikan harus berjalan sendiri dan sekarang saatnya penciptaan susunan sosial baru
yang mengisi nilai-nilai dasar budaya kita dan di saat yang sama sejalan dengan kekuatan sosial
dan ekonomi yang mendasarinya.
2. Masyarakat baru pasti merupakan sebuah demokrasi sesungguhnya yang lembaga dan
sumber utamanya dikontrol oleh masyarakat itu sendiri.
3. Siswa, sekolah dan pendidikan itu sendiri adalah kondisi yang tidak dapat ditawar-tawar
oleh kekuatan sosial dan budaya.
4. Guru harus meyakinkan siswanya tentang kevaliditasan dan urgensi dari solusi
rekonstruksionis, tetapi guru tersebut harus melakukan hal tersebut dengan teliti untuk prosedur
demokrasi.
5. Proses dan hasil pendidikan harus di ubah secara komplit untuk memenuhi tuntutan
hadirnya krisis budaya dan untuk menyesuaikan dengan penemuan sain behaviorisme.
 Theodore Brameld (1904-1987)
Orang yang paling berpengaruh dalam pembangunan rekonstruksivisme kedalam filsafat
pendidikan adalah Theodire Brameld. Penulis banyak buku, termasuk Toward a Reconstructed
Philosophy of Education, Education as Power dan Patterns of educational philosophy , Brameld
mengajar filsafat dan filsafat pendidikan, tinggal di Puerto Rico dan mempunyai kantor di
berbagai univrsitas di Amerika.
Brameld memandang reconstruksivisme sebagai filsafat krisis, tidak hanya dalam hal pendidikan
tetapi juga budaya. Dia melihat manusia ada dipersimpangan jalan – satu jalan mengarah ke
pengrusakan, dan yang lain ke arah keselamatan. Dari kesemua diatas, dia melihat
rekonstruksivisme sebagai filsafat nilai, hasil dan tujuan. Ketika dia telah mempunyai pemikiran
definit tentang jalan mana yang harus kita ambil, dia menunjukan bahwa dia yakin jalan mana
yang akan ditempuh.
Menurut Brameld, kita dihadapkan dengan kebingungan yang besar dan bertentangan dengan
budaya moderen. Kita mempunyai kapasitas pembagian yang besar bagi kebaikan disatu sisi,
dan kapasitas mengerikan untuk pengrusakan pada sisi lain. kita harus membuat tujuan yang
jelas untuk kelangsungan hidup. Dalam istilah yang lebih luas, ini adalah panggilan penyatuan
dunia. Kita harus meninggalkan kebiasan nasionalisme yang sempit dan merangkul masyarakat
dalam pengertian yang mendunia. Hal ini melibatkan pemerintahan dunia dan peradapan dunia.
Pada dasarnya, Brameld berusaha untuk memberikan kita kemungkinan alternatif bagi
masyarakat baru.
Rekonstruksionis cenderung melihat persoalan secara menyeluruh. Mereka mengerti bahwa
persoalan saling tumpang tindih dan dalam memecahkan satu masalah kita hanya dapat
menciptakan satu hal baru, walupun demikian mereka mempertahankan bahwa jika masyarakat
dapat didorong melihat permasalahan dalam perspektif yang lebih luas. Rekonstruksionis
menuding bahwa rekayasa yang sedikit demi sedikit hanya sering diselesaikan dengan tidak
sungguh-sungguh dibandingkan memecahkan persolan tesebut.
Rekonstruksionis merupakan masyarkat kontenporer yang kritis. Mereka menunjukan
pertentangan dan kemunafikan kehidupan masyarakat moderen. Pendidikan harus menolong
siswa yang berhubungan dengan persoalan tersebut dengan mencoba untuk mengarahkan
mereka untuk menjadi agen perubahan. Counts sebagai contoh menyarankan bahwa pendidik
seharusnya masuk ke wilayah seperti politik, dimana perubahan besar dapat dicapai. Dia juga
menyarankan bahwa guru harus aktif dalam suatu organisasi agar dapat menimbulkan
perubahan. Menurut rekonstruksionis, siswa harus berpikir lebih tentang hal-hal seperti
pemerintahan dunia, dunia tampa sekolah, dan pendekatan-pendekatan untuk mengakhiri
perang, kefanatikan dan perang.
Sebagai sebuah pergerakan pendidikan yang belum lama, filsafat rekonstruksivisme telah
mempengaruhi pendidik dalam berpikir hal yang baru tentang peran pendidikan.
Rekonstruksionis telah berada di barisan depan dalam pencarian untuk membuat pendidikan
menjadi kekuatan sosial yang aktif. Mereka juga sudah memperjuangkan peran pendidik sebagai
agen perubahan utama dan telah merubah sekolah dengan cara yang akan memberikan
sumbangan kepada masyarakat baru dan lebih baik Karena filsafat rekonstruksionis merupakan
pergerakan yang relatif baru dalam pendidikan, sangat sulit untuk menilai pengaruhnya secara
keseluruhan pada saat ini.
D. Rekonstruksivisme sebagai Filsafat Pendidikan
Karakteristik yang paling menonjol bagi para pendidik yang beraliran rekonstrukvisme adalah
pandangan mereka bahawa masyarakat moderen sedang menghadapi krisis untuk bertahan
hidup dan sekolah menempati posisi yang strategis dalam menghadapi krisis tersebut dan
memberikan pondasi yang kuat untuk beratahan hidup.
Pendidikan dan Krisis Manusia
Saat ini begitu banyak pendidik yang menyebut diri mereka sebagai pendidik yang beraliran
rekonstruktivisme. Masyarakat bagi Rekonstruksi Pendidikan (Society for Educational
Reconstruction, SER) yang didirikan pada tahun 1969 yang menindak lanjuti pemikiran-
pemikiran para ahli rekontruksivisme dalam skala yang lebih luas. Pernyataan kebijakan yang
dikeluarkan oleh SER mengajukan dua tujuan dasar dari aliran rekonstuksivisme, (1) Kontrol
demokrasi terhadap keputusan-keputusan yang mengatur kehidupan manusia dan (2) masyarkat
dunia yang damai. Para ahli aliran rekonstruksivisme berpendapat pendidik dimana saja
seharusnya dibantu untuk memperlihatkan sosial mereka yang mendalam terhadap siswa
mereka dengan keefektifan yang optimum. Mereka mendorong para pemimpin yang mampu
menerapkan nilai rekonstrusivisme kedalam program pendidikan eksperimental didalam sekolah
dan masyarakat.
Para ahli rekonstruksivisme melihat perjuangan utama dalam masyarakat saat ini antara mereka
yang mengharapkan untuk memelihara kemasyarakatan sebagai mana adanya dan mereka yang
berpendapat bahwa perubahan yang besar diperlukan untuk membentuk suatu masyarakat yang
lebih responsif terhadap kebutuhan individu. Bagi para pendidik, untuk membuat perubahan
yang nyata dalam masyarakat, para ahli rekonstruksivisme memaksa mereka untuk terlibat dalam
permasalah diluar kelas dan sekolah mereka.
Para pendidik rekonstruksionis cenderung menganggap diri mereka sebagai reformer pendidikan
yang radikal. Tetapi hanya sedikit sekali, rekonstrusionis yang betul-betul memahami kenyataan
bahwa perubahan yang radikal dalam pendidikan tidak dapat terjadi tampa perubahan yang
radikal dalam struktur masyarakat itu sendiri. para sosiologis seperti Chirstoper Jencks
berpendapat bahwa reformasi pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan reformasi pendidikan
secara luas. Hal ini umumnya benarnya bahwa reformasi pendidikan mengikuti reformasi sosial.
Hal ini berarti bagi pendidik terlibat dalam reformasi pendidikan secara effectif, mereka harus
menerapkan dua peranan penting yaitu sebagai pendidik dan aktivis sosial. Harus tidak ada
pemisahan antara kedua peranan tersebut, bagi pendidik rekonstruksionis
E. Tujuan Pendidikan Rekonstruksivisme
Pada dasarnya, aliran rekonstruksionis menekankan pada kebutuhan untuk perubahan, yaitu
perubahan sosial dan tindakan sosial. Pemikiran untuk mengembangkan perubahan didasarkan
atas pemikiran bahwa individu dan masyarakat akan dapat membuat suatu perubahan yang lebih
baik. Mungkin seseorang memandang ide ini dengan sejenis perkembangan evolusioner atau
yang dikenal dengan aliran Hegel yang di hubungkan dengan filosofis Dewey yaitu kita dapat
membantu dalam proses perpindahan sesuatu hal dari kondisi yang kurang diinginkan ke kondisi
yang yang diinginkan. Dengan demikian rekonstruksionis akan melibatkan lebih banyak
masyarakat sebagai agen perubahan (change-agents), untuk merubah diri mereka sendiri atau
dunia disekitar mereka.Mereka menolak filsafat yang abstrak dimana penekanannnya lebih
kepada tahu dibandingkan melakukan. Rekonstruksionis tidak percaya kalau ada konflik antara
tahu dan melakukan, semua tindakan harus dipikirkan terlebih dahulu. Para rekonstruksionis
melihat pendidikan sebagai sesuatu yang melibatkan inidividu dan masyarakat. Pada saat ini
pendidikan cenderung untuk mengisolasi dan memisahkan masyarakat. Rekonstruksionist tidak
berpendapat bahwa kita dapat memisahkan sekolah dari kemasyarakatan dan individu satu sama
lainnya. Para rekonstruksionis berusaha untuk menyatukan dibandingkan memecahan
masyarakat.
George S Count, seorang tokoh aliran ini dengan bukunya Dare the School Build a New Social
Order?berpendapat bahwa aliran progressivisme baru (new progressivisme) akan lebih aktif dan
mengambil kepemimpinan dalam perubahan sosial. Ketika melihat keadaan situasi saat ini, kita
melihat bahwa sekolah dan para pendidik tidak menjadi pemimpin dalam perubahan. Walaupun
ketika masyarakat telah bergerak lebih maju dalam menerima kebiasaan sosial baru, sekolah
lebih sering memelihara gaya masa lalu. Count berpendapat pendidik harus mengambil
kepemimpinan dalam mendapatkan kekuatan (power) dan mengguanakan power tersebut untuk
kebaikan masyarakat. Pendidik harus lebih terlibat dalam kasus-kasus sosial. Dengan cara ini,
mereka akan terlibat dalam memperbaiki pendidikan mereka sendiri dan akan dipergunakan
untuk mendidik yang lain lebih dalam/jauh dibandingkan dengan kegiatan kelas yang ada.
Komunitas dunia, persaudaraan dan demokrasi adalah tiga pemikiran yang dipercaya oleh
rekonstruksionis dan mau untuk menerapkan didalam sekolah dan masyarakat. Sekolah
seharusnya menempatkan pemikiran tersebut melalui kurikulum, admisnistrasi dan dan
pembelajaran. Ketika sekolah tidak dapat diharapkan untuk merekonstrusi/merubah masyarakat
oleh mereka sendiri, rekonstruksionis dapat berperan sebagai model bagai masyarakat dengan
mengadopsi pemikiran tersebut.
F. Metode Pendidikan Rekonstruksivisme
Rekonstruksionis merupakan aliran yang paling kritis di antara metode yang digunakan saat ini
disemua level persekolahan. Hal ini disebabkan metode lama hanya memperkuat nilai-nilai
tradisional dan sikap mereka yang mendasari status quo dan menolak adanya perubahan. Dalam
keadaan tersebut, guru menjadi agen nilai-nilai dan pemikiran tradisional yang sudah menjadi
urat akar dengan tidak disadari. Ada sebuah kurikulum tersembunyi yang mendasari proses
pendidikan dimana siswa dibentuk untuk disesuaikan dengan model kehidupan yang belum ada.
Guru tetap memelihara dan mempertahankan sistem melalui tehnik dan proses pengajaran yang
mereka gunakan. Sebagai contoh, badan sekolah menyetujui buku teks yang harus gunakan di
dalam kelas, dan guru yang mengunakan dan menerima materi yang diadopsi tampa banyak
pertanyaan. Buku teks tersebut sering di setujui karena buku tersebut tidak kontrovesial atau
mengandung penyimpangan seperti kepelikan ekonomi, ras atau pemikiran yang poupular dalam
budaya yang dominan.
Alat-alat pembelajaran seperti teks dan tehnik dan proses pengajaran adalah pengaruh-
pengaruh yang salah terhadap siswa. Sebagai contoh, dimana guru di pandang sebagai sumber
pengetahuan dan siswa sebagai penerima yang pasif, cara tersebut di buka bagi siswa untuk
menerima tampa dikritisi walaupun disajikan dalam bentuk apapun. Kepasifan yang menjadi
bagian dari siswa menghilangkan mereka dari setiap peran kreatif dalam menganalisa dan
mengkontruksi bahan ajar, atau membuat penilai atau keputusan. Mungkin persoalan ini paling
terlihat dalam wilayah sudi sosial. Penyusunan bahan ajar dengan pertanyaan dan jawaban yang
sudah menghasilkan siswa untuk berpikiran serupa dan tidak secara kritis tentang sosial,
ekonomi dan susunan politik. Studi sosial disusun untuk mendorong kewarganegaraan yang
baik, tetapi sebuah prasangka yang tetap tentang apakah warga negara yang baik adalah jaminan
sebuah pandangan yang sempit dan picik diantara siswa.
Dalam melaksanakan program pendidikan yang aktif, para guru harus bebas dari kepasifan dan
ketakutan mereka sendiri tentang bekerja secara aktif bagi perubahan. Mereka harus mulai
dengan berfokus pada persoalan sosial yang kritis yang tidak hanya titemukan dalam buku teks
atau yang biasa didiskusi dalam kelas. Guru harus menjadi kritis, analitik dan membedakan
dalam penilaian. Para guru juga harus mendorong pekembangan ini sebagai bagian dari siswa
dengan cara ini aliran filasafat dekonstruksivisme membantu mengembangkan pendekatan
demokrasi untuk persoalan-persoalan sosial dengan mengijinkan siswa untuk mengatasi
kehidupan sisawa secara cerdas. Pada kenyataannya, prosedur demokrasi harus digunakan di
setiap level persekolahan. Artinya siswa akan berperan aktif dalam merumuskan tujuan, metode
dan kurikulum yang digunakan proses kurikulum. Mungkin langkah yang paling penting dari
pendidikan siswa adalah perkembangan kemampuan untuk membuat keputusan dan para
rekonstuksionis mempertahankan bahwa hal ini tidak dapat dilaksanakan diluar praktis
pendidikan demokrasi.
G. Kurikulum Pendidikan Rekonstruksivisme
Para filosof rekonstruksivisme mendorong siswa untuk masuk ke dalam masyarakat dimana
mereka dapat belajar dan menerapkan pembelajaran. Lingkungan kelas tradisional mungkin saja
mempunyai beberapa nilai, tetapi hal yang terpenting dalah untuk meminta para siswa untuk
menggunakan apa yang mereka pelajari dan sekolah tradisional tidak mendukung hal ini.
Salah satu cara menyusun kurikulum adalah dengan memodifikasi inti perencanaan (core plan)
yang di sarankan oleh aliran progrsivisme, yaitu ”wheel curriculum”. Menurut Brameld, inti dari
perencanaan dilihat sebagai pusat dari roda (wheel) sebagai tema utama dalam program sekolah.
Jari-jari (spokes) mewakili studi yang berhubungan seperti diskusi kelompok, pengalaman
lapangan, materi dan studi keterampilan, dan studi vokasi. Pusat roda (hub) dan jari-jari
(spokes) mendukung satu sama lain sedangkan velek (rim) roda berperan dalam kapasitas
sintesis dan penggabungan. Ketika setiap tahun ajaran akan memiliki ”roda” sendiri, akan ada
kontinuitas dari tahun ke tahun dengan masing-masing roda yang membanjiri dan memperkuat
roda lainnya. Walaupun masing-masing tahun akan berbeda, roda tersebut akan mewarisi
persoalan dan solusi dari tahun sebelummnya baik secara kekuatan sentripetal dan sentrifugal.
Roda itu bersifat sentrifetal karena hal ini menggambarkan orang dalam suatu komunitas
bersama-sama dalam studi umum dan roda itu bersifat sentrifugal karena roda tersebut meluas
dari sekolah ke dalam komunitas yang lebih luas. Dengan demikian, roda tersebut mempunyai
kapasitas untuk menolong transformasi budaya yang berhubungan dengan hubungan dinamis
antara sekolah dan masyarakat.
Dalam hal kurikulum aliran konstruksionis memberikan sebuah kurikulum yang menekankan
atas kebenaran, persaudaraan dan keadilan. Merekan menolak kurikulum yang sempit atau
kurikulum paroki/gereja yang berhubungan hanya dengan pemikiran lokal atau
komunitas.Kurikulum harus diorientasikan pada tindakan oleh keterlibatan siswa dalam proyek-
proyek seperti mengumpulakan sumbangan untuk penyebab-penyebab yang penting,
menginformasikan warga negara tentang persoalan sosial dan penggunaan petisi dan protes.
Para siswa dapat belajar dari buku, tetapi mereka dapat juga belajar dari kegiatan-kegiatan
seperti kampaye pendaftaran pemilih, penelitian konsumen dan kampanye anti polusi dimana
mereka dapat membuat sebuah kontribusi sosial yang asli ketika mereka belajar.
Para ahli filsafat rekonstruksivisme menyadari bahwa filsafat ini sangat mudah untuk
dibudayakan sehingga kita tidak menyadari persoalan-persoalan bangsa lain. Para ahli filsafat
akan mendorong pembelajaran bahasa. Mereka juga mendorong untuk membaca literatur dari
bangsa lain seperti koran dan majalah yang berhubungan dengan persoalan-persoalan dalam
basis dunia yang lebih luas. Pada beberapa sekolah, perhatian diberikan terhadap bangsa lain
dengan kegiatan yang spesial yang didesain untuk menginformasikan siswa tentang kebudayaan
dan kebiasaan yang lain. Kadang-kadang siswa dipakaikan baju dalam kebiasaan dari bangsa
lain, memnyediakan makanan kepada mereka dan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang
memberikan pengertian yang lebih baik dalam hubungan kebudayaan. Para ahli filsafat
rekonstruksivisme ingin para guru berorientasi kemanusiaan dan internasional dalam
pandangan mereka. Mereka harus ahli dalam melibatkan siswa dalam segala jenis tindakan
proyek. Ketika seorang siswa terlibat dalam beberapa kegiaan sosial, kurikulum dapat
menghasilkan sesuatu yang lebih banyak dibandingkan banyak kelas-kelas ceramah.
Siswa tidak hanya berorientasi pada kebudayaannya, tetapi juga siswa juga mereka berorientasi
futuristiki dan harus belajar hal-hal bagi masa depan. Mereka perlu untuk merencanakan
kegiatan yang mengarah ketujuan masa depan,
Para ahli filsafat rekonstruksionis beralasan bahwa jika masyarakat sungguh tertarik dalam hal
kemasyarakatan dan pendidikan, mereka akan menjadi tempat yang penting dimana
keputusan-keputusan tersebut dibuat. Mereka sangat menyarankan tindakan komunitas dan
mengembangkan sejenis pendidikanyang membantu masyarakat dalam memperoleh hak azazi
dan sosial. Para rekonstruksionis berpendapat masyarakat harus terlibat dalam permasalah
komunitas dan dunia dan mereka menjadi aktivis yang efisien dan efektif bagi kelanjutan
reformasi sosial.
Menurut Sukmadinata (1997:93) kurikulum rekontrusi sosial memiliki komponen-komponen
yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda.
a. Tujuan dan isi jurikulum. Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Dalam program
pendidikan ekonomi-politik, umpamanya untuk tahun pertama tujuannya membangun kembali
dunia ekonomi-politik. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah (1)
mengadakan survai secara kritis terhadap masyarakat (2) mengadakan studi tentang hubungan
antara keadaan ekonomi lokal dan ekonomi nasional serta dunia, (3) mengadakan studi tentang
latar belakang historis dan kecenderungan-kecenderungan perkembangan ekonomi,
hubungannya dengan ekonomi lokal (4) mengkaji praktik politik dalam hubungannya dengan
faktor ekonomi (5) memantapkan rencana perubahan praktik politik (6) mengevaluasi semua
rencana dengan
b. Metode. Dalam pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari
keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu
para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing siswa,
baik dalam kegiatan pleno maupun kelompok-kelompok berusaha memecahkan masalah sosial
yang dihadapinya. Keja sama baik antara individu dalam kegiatan kelompok, maupun antar
kelompok dalam kegiatan kelompok, maupun antar kelompok dalam kegiatan pleno sanagt
mewarnai metode rekonstruksi sosial.
c. Evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi para siswa dilibatkan terutama dalam memilih dan
menyusun dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih
dahulu baik ketepatan maupun keluasan isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-
tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitataif. Evaluasi tidaj hanya menilai apa yang
telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat.
H. Kritikan Aliaran bagi Filsafat Rekonstruksivieme dalam Pendidikan
Para rekonstrusionis berpendapat bahwa pendekatan mereka merupakan permulaan yang radikal
bagi aliran filsafat pragamatisme. Benar adanya bahwa posisi dari ahli pragmatis banyak terlibat
dalam hal sosial, ekonomi dan persoalan politik. Walaupun demikian, tidaklah benar untuk
mengatakan John Dewe, seorang tokoh dari filsafat pragmatisvisme, tidak memperjuangkan
solusi yang radikal. Dewey berpendapat solusi bagi persoalan sosial harus dipikirkan secara hati-
hati. Hasil dari pendekatan ini, Dewey adalah orang radikal yang hati-hati, seorang pejuang yang
reflektif dalam perubahan sosial. Kritikus telah sering menyerang aliran ini atas kekurang hati-
hatian Dewe, tuduhan bahwa para analis rekonstruksionis pada masalah sosial dan perbaikan
yang mengiringi menyengsarakan dari kedangkalan. Sering kali para ahli filsafat ini tergesa-
gesa dalam memberikan rekomendasi bagi perubahan. Tuduhan ini menjadi pembicaraan dan
kontroversi yang berhubungan dengan tujuan dan metode dalam pendidikan. Seseorang dapat
menunjukan bahwa pengaruh pragmativisme telah terasa disekolah, tetapi sangat sulit untuk
mencerna setiap pengaruh kongkrit dari rekonstruksivisme. Hal ini disebabkan karena
rekomendasi para ahli pragmatisvisme lebih mudah untuk diterima dan tidak terlalu radikal dari
permukaannya, tetapi pragmatisvisme berhubungan dengan kedalamam dan kemungkinan dari
usulan kaum pragmatisvisme. Lagi pula, kurangnya pegaruh dari para ahli filasafat
rekonstruksivisme langsung kearah kenyataan bahwa rekomendasi mereka tidak populer
terhadap massa atau dengan para pendidik secara umum.
Tuduhan lain yang menentang aliran ini adalah pandangan mereka tentang demokrasi dan
pembuatan keputusan yang masih dipertanyakan. Mereka mulai dengan pemikiran bahwa
perubahan dibutuhkan dan sering mereka menyatakan tujuan dari perubahan harus diamabil
sebelum mereka memulai perjalanan.
Filsafat rekonstruksionis telah memberikan pandangan tentang sebuah dunia yang lsempurna
dan memberikan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini mungkin kelemahan dari filsafat
yang lain bahwa mereka tidak mempunyai tujuan pada masa datang, baik jangka pendek atau
jangka panjang. Perhatian terhadap nilai sosial, keadilan pada manusia, komunitas manusia,
keamanan dunia, keadilan ekonomi, persamaan kesempatan, kebebasan dan demokrasi
merupakan tujuan dari filsafat rekonstruksivisme. Jika benar bahwa filsafat rekonstruksivisme
bersifat tidak sabaran dan tergesa-gesa dalam keinginan untuk menghilangkan kejahatan sosial,
hal tersebut dapat di mengerti karena dunia ini penuh dengan kebencian, kerakusan, perang dan
kefanatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Kneller, F George. 1971. Introduction to Philosophy of Education. New York, NY : John wiley and
Sons Inc.
Ozmon, Howard A dan Samuel M Craver. 1990. Philosophical foundations of education.
Melbourne : Merrill Publishing Company.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai