Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
1. D
BAB I
PENDAHULUAN
Pada awal dekade tiga puluhan, banyak sektor bisnis lumpuh dan para
politikus tampak tidak sanggup menghadapi bencana ekonomi yang meluas ini.
Dalam konteks sosial-ekonomi tersebut, George S. Counts mengembangkan sebuah
pendekatan yang baru terhadap pendidikan. Sehingga untuk pertama kalinya beliaulah
yang memprakarsai dan menjadi cikal bakal lahirnya aliran filsafat pendidikan
rekonstruksionisme.
Virus kapitalisasi sungguh telah menjangkiti setiap jiwa manusia. Dari situlah,
maka timbullah berbagai krisis, baik krisis yang terjadi di negara sendiri, yaitu
Indonesia, hingga krisis dunia yang semakin tidak terkendalikan. Dalam dunia
pendidikan, yang tengah menjadi sebuah permasalahan paling rumit saat ini adalah
pemahaman dari makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan yang memiliki makna
perubahan manusia menjadi lebih baik telah beralih wujud menjadi sebuah sistem
yang senantiasa menyuguhkan materi-materi dengan berbagai kompetensi yang
dituntut untuk dituntaskan pembelajarannya, tanpa adanya sebuah pemaknaan khusus
akan manfaat dan hikmah dari setiap ilmu yang diajarkan. Dengan pemaknaan
pendidikan yang demikian, maka output-output yang ada hanya akan menjadi
seseorang yang diibaratkan sebuah robot yang dikendalikan oleh mesin-mesin, yang
siap diperbudak oleh tuannya yaitu berupa hawa nafsu. Hal tersebut mengakibatkan
manusia kini menjadi kehilangan jiwa sosial mereka. Maka, diambil dari pemikiran
aliran rekonstruksionisme dalam pendidikan ini adalah sebagai upaya untuk
merombak sistem pendidikan, terutama sistem pendidikan nasional, dengan tujuan
agar para peserta didik dalam menuntut ilmu kelak akan menjadi kaum intelektual
yang dapat mengembangkan peradaban dunia menjadi dunia yang semakin
berkemajuan dan juga beradab, sehingga dunia akan dapat bangkit dari keterpurukan
akibat krisis yang berkepanjangan, terutama krisis moral yang menjadi faktor utama
dari krisis-krisis yang lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat penddidikan rekonstruksionisme dan
idealisme?
2
Teguh Wongso Gandhi H. W., Filsafat Pendidikan (Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan),
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 191.
2. Bagaimanakah pandangan filosofis mengenai filsafat Pendidikan aliran
rekonstruksionisme dan idealism?
3. Bagaimana prinsip-prinsip dalam filsafat rekonstruksionisme dan idealisme?
4. Bagaimana signifikansi filsafat Pendidikan aliran rekonstruksionisme dan
idealisme dalam aplikasi Pendidikan menurut perspektif filsafat Pendidikan islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian tentang filsafat Pendidikan aliran rekonstruksionisme dan
idealisme.
2. Memaparkan pandangan filosofis filsafat Pendidikan aliran rekonstruksionisme
dan idealisme.
3. Mengetahui prinsip-prinsipdalam filsafat Pendidikan aliran rekonstruksionisme
dan idealisme.
4. Mengetahui signifikansi filsafat Pendidikan aliran rekonstruksionisme dan
idealisme dalam aplikasi Pendidikan perspektif filsafat Pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Teguh Wongso Gandhi H. W., Filsafat Pendidikan (Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan),
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 189.
Dari jalan pikiran dan upaya yang berusaha ditempuh oleh aliran
rekonstruksionisme, maka dapat dilihat juga bahwa aliran ini tidak terlepas dari
prinsip pemikiran aliran progresifisme yang mengarah kepada tuntutan kehidupan
modern. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Count bahwa apa yang diperlukan
pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah
rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.
b. Pandangan Epistemologi
Kajian aliran epistemologi ini lebih merujuk pada pendapat
aliran pragmatisme (progressive) dan perennialisme. Berpijak dari pola pemikiran
tersebut bahwa untuk memahami realita alam nyata memerlukan suatu azas tahu
dalam arti bahwa tidak mungkin memahami realita ini tanpa melalui proses
pengalaman dan hubungan dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan suatu
pintu gerbang ilmu pengetahuan. Karenanya, baik indera maupun rasio sama-sama
berfungsi
membentuk pengetahuan, dan akal dibawa oleh panca indera menjadi pengetahuan
dalam yang sesungguhnya.
Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar dari suatu kebenaran dapat
dibuktikan dengan self evidence, yakni bukti yang ada pada diri sendiri, realita dan
eksistensinya. Pemahamannya bahwa pengetahuan
yang benar buktinya ada di dalam pengetahuan ilmu itu sendiri. Sebagai ilustrasi,
adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain atas eksistensi Tuhan
(self evidence). Kajian tentang kebenaran tersebut memerlukan suatu pemikiran
dan metode guna menuntun agar sampai kepada pemikiran yang hakiki.
Penalaran-penalaran memiliki hukum-hukum tersendiri agar
dijadikan pegangan ke arah penemuan definisi atau pengertian yang logis.
Ajaran yang dijadikan pedoman berasal dari Aristoteles yang membicarakan
dua hal pokok, yakni pikiran (ratio) dan bukti(evidence), dengan jalan
pemikirannya adalah silogisme. Silogisme menunjukkan hubungan logis antara
premis mayor, premis minor dan kesimpulan (conclusion), dengan memakai cara
pengambilan kesimpulan deduktif dan induktif.
c. Pandangan Aksiologi
Dalam proses interaksi sesama manusia, diperlukan nilai-nilai. Begitu juga
halnya dalam hubungan manusia dengan sesamanya dan alam semesta tidak
mungkin melakukan sikap netral, akan tetapi manusia sadar ataupun tidak sadar
telah melakukan proses penilaian yang merupakan kecenderungan manusia.
Tetapi, secara umum ruang lingkup (scope) tentang pengertian “nilai” tidak
terbatas.
Barnadib (1992: 69) mengungkapkan bahwa aliran rekonstruksionisme
memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural yakni menerima
nilai natural yang universal, yang
abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah emanasi
(pancaran) yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan dan atas
dasar inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahuinya.
Kemudian, manusia sebagai subjek telah memiliki potensi-
potensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu akan tetap
tinggi nilainya bila tidak dikuasai oleh hawa nafsu belaka, karena itu akal
mempunyai peran untuk memberi penentuan.4
4
Jalaluddin dan Abdullah Idi,Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan (Jakarta:Gaya
Media Pratama, 1997), hlm. 98
3. Prinsip-Prinsip dalam Filsafat Pendidikan Aliran Rekonstruksionisme