Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam filsafat modern dikenal beberapa aliran-aliran diantaranya aliran
rekontrusionisme di zaman modern ini banyak menimbulkan krisis di
berbagai bidang kehidupan manusia terutama dalam bidang pendidikan
dimana keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan
yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Untuk mengatasi krisis kehidupan modern tersebut aliran
rekonstrusionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina konsensus
yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan
umat manusia.
Oleh karena itu pada aliran rekonstruksionisme ini, peradaban manusia
masa depan sangat di tekankan. di samping itu aliran rekonstruksionisme
lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan
sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah latar belakang lahirnya aliran rekonstruksionisme?
2. Apa yang dimaksud dengan aliran rekonstruksionisme?
3. Siapa sajakah tokoh aliran rekonstruksionisme?
4. Apa sajakah prinsip aliran rekonstruksionisme?
5. Bagaimana pandangan aliran rekonstruksionisme dan penerapannya
dalam pendidikan?
6. Apa sajakah teori pendidikan aliran rekonstruksionisme?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui latar belakang lahirnya aliran rekonstruksionisme.
2. Mengetahui pengertian dari aliran rekonstruksionisme.
3. Mengetahui tokoh-tokoh aliran rekonstruksionisme.
4. Mengetahui prinsip-prinsip yang ada pada aliran rekonstruksionisme.

1
5. Mengetahui pandangan aliran rekonstruksionisme dan penerapannya
dalam pendidikan.
6. Mengetahui teori pendidikan aliran rekonstruksionisme.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Lahirnya Aliran Rekonstruksionisme


Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg
pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang
pantas dan adil. Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada pada saat sekarang ini (Sutrisno, 2014: 199).
Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa pendidikan hendaknya
memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali
masyarakat agar menjadi lebih baik. Karena itu pendidikan harus
mengembangkan ideologi kemasyarakatan yang demokratis.
Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari
gerakan progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-
masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. Dalam aliran
rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan
memperbaharui kurikulum lama.
Progresivisme pendidikan didasarkan pada keyakinan bahwa
pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau
bidang studi. Ini berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksionisme yaitu guru
harus menyadarkan anak didik terhadap masalah-masalah yang dihadapi
manusia untuk diselesaikan, sehingga anak didik memiliki kemampuan
memecahkan masalah tersebut.

B. Pengertian Aliran Rekonstruksionisme


Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang
berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata

3
susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern .
Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran
perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Kedua aliran
tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang
mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan
kesimpangsiuran.
Meskipun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama
dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai
visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk
mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran
perenialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam
kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka anggap paling ideal.
Sementara itu, aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan
berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan
pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari
kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata kehidupan
manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan
lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak
tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru.
Aliran rekonstuksionisme bercita-cita untuk mewujudkan dan
melaksanakan sinthesa atau perpaduan ajaran Kristen dan demokrasi modern
dengan teknologi modern dan seni modern didalam suatu kebudayaan yang
dibina bersama oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa sedunia.
Rekonstruksionisme mencita-citakan terwujudnya suatu dunia baru,
dengan kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam kontrol
mayoritas umat manusia. Dengan kata lain, perkataan aliran
rekonstruksionisme adalah aliran yang menghendaki agar anak didiknya
dapat dibandingkan kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan
diri dengan tuntutan perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat

4
adanya pengaruh dari ilmu pengetahuaan dan teknologi. Dengan penyesuaian
seperti anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.
Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran rekonstruksionisme
bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan nasional berada
dalam pengayoman atau subordinat dari kedaulatan dan otoritas internasional.
Rekontruksi pendidikan menuntut individu menjadi lebih baik dan
dapat berkompromi terhadap perubahan dan berperan aktif dalam menciptakan
perubahan. Tujuan adanya rekontruksi pendidikan berupaya agar anak didik
dalam pembelajaran lebih peka dana aktif dalam perubahan zaman sehingga
anak bisa siap dalam menghadapi majunya zaman yag penuh dengan
perkembangan.

C. Pandangan Rekonstruksionisme
a. Pandangan Ontologis
Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu bersivat
universal, realita itu ada dimana-mana dan sama disetiap tempat. Untuk
mengerti realita, kita tidak hanya harus melihat sesuatu yang konkrit tetapi
juga sesuatu yang khusus, karena realita yang kita ketahui dan hadapi tidak
terlepas dari suatu sistem, selain substansi yang dipunyai dari tiap sesuatu
tersebut. Sebagai substansi, tiap realita itu selalu bergerak dan berkembang
dari potensialitas menuju aktualitas, sehingga gerakan tersebut mencakup
tujuan dan terarah, guna mencapai tujuannya masingmasing dengan
caranya sendiri, karena tiap realita memiliki perspektif tersendiri.
Pada prinsipnya aliran rekonstruksionisme memandang alam
metafisika merujuk dualism. Aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini
mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber, yakni hakikat
materi dan hakikat ruhani. Kedua macam hakikat ini memiliki ciri yang
bebas dan berdiri sendiri, azali dan abadi.Dan hubungan keduanya
menciptakan hubungan dalam alam. Pada umumnya manusia tidak sulit
menerima prinsip dualism ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir
dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, sementara kenyataan

5
batin segera diakui dengan adanya akal dan perasaan hidup. Dibalik gerak
realita sesungguhnya terdapat kausalitas yang menjadi pendorong dan
penyebab utama atau kausa prima.Kausa prima ialah Tuhan, yang
menggerakkan Kausa prima ialah Tuhan, yang menggerakkan sesuatu.
Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekali sunyi dari substansi.
b. Pandangan Epistimologis
Kajian epistimologis, aliran ini lebih merujuk kepada pendapat
aliran pragmatism dan perenialisme.Menurut aliran ini, untuk memahami
realita memerlukan suatu asas tahu. Maksudnya, kita tidak mungkin
memahami realita ini tanpa melalui proses pengalaman dan hubungan
dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan ilmu pengetahuan.
Karenanya, baik indera maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk
pengetahuan yang sesungguhya.
Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar dari suatu kebenaran
dapat dibuktikan dengan self-efidence, yakni bukti yang ada pada diri
sendiri, realita dan eksistensinya. Dengan kata lain pengetahuan yang
benar buktinya ada di dalam pengetahuan ilmu itu sendiri. Sebagai
ilustrasi, adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain atas
eksistensi Tuhan. Pedoman aliran ini berasal dari ajaran Aristoteles yang
membicarakan dua hal pokok, yakni pikiran (ratio) dan bukti (efidence)
yang menggunakan jalan silogisme. Silogisme menunjukkan hubungan
logis antara premis mayor, premis minor, dan kesimpulan (conclusion),
yang memakai cara pengambilan kesimpulan deduktif dan induktif.
c. Pandangan Aksiologis
Dalam proses interaksi sesama manusia diperlukan nilai-nilai.
Begitu juga dalam hubungan manusia dengan alam semesta, prosesnya
tidak mungkin dilakukan dengan sikap netral. Dalam hal ini, manusia
sadar ataupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian, yang
merupakan kecenderungan manusia. Tapi secara umum ruang lingkup
pengertian “nilai” ini tidak terbatas. Menurut Barnadib, aliran
rekontruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas

6
supranatural, yaitu menerima nilai natural yang universal, yang abadi,
berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah emanasi
potensial yang berasal dari Tuhan. Atas dasar pandangan inilah tinjauan
tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahui. Kemudian manusia
sebagai subjek telah memiliki potensi-potensi keabadian dan keburukan
sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu akan tetap tinggi nilainya bila tidak
dikuasai oleh hawa nafsu, disinilah akal berperan menentukan.
D. Tokoh-Tokoh Aliran Rekonstruksionisme
Aliran filsafat rekonstruksionisme dipelopori oleh Goerge Count dan
Harold Rugg pada 1930 (Sutrisno, 2014: 199). Mereka bermaksud
membangun masyarakat baru, masyarakat yang dipandang pantas dan adil. Ide
gagasannya selanjutnya didukung oleh pemikiran progresif Dewey, dan
menjelaskan bahwa aliran rekonstruksionisme berlandaskan filsafat
pragmatism. Meskipun mereka banyak terinspirasi pemikiran Theodore
Brameld, khususnya dengan beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari
‘Pattern of Educational Philosophy (1950), Toward recunstucted Philosophy
of Education (1956), dan Education of power (1965)’.
1. Caroline Pratt.
Caroline Pratt merupakan seorang guru muda yang inovatif.
Caroline Pratt mengungkapkan ide-ide dari Friedrich Froebel tentang
sesuatu yang dapat memberikan anak-anak kesempatan untuk mewakili
dunia mereka. Dia merancang unit blok yang menjadi bahan dasar di
sekolah-sekolah di seluruh Amerika Serikat.  
2. Harold Rugg (1886-1960).
Dia adalah seorang guru, insinyur, sejarawan, ahli teori pendidikan,
dan mahasiswa psikologi dan sosiologi. Banyak ide-ide novel Rugg
tentang pengembangan kurikulum yang diterapkan di seri sosialnya studi
buku, diterbitkan dengan judul umum “Mengubah Manusia dan
Masyarakat" antara 1929 dan 1940. Rugg juga menjabat sebagai psikolog
pendidikan di Sekolah Lincoln Eksperimental. 

7
E. Prinsip-Prinsip Aliran Rekonstruksionisme
1. Masyarakat dunia sedang dalam kondisi krisis, jika praktik-praktik yang
ada sekarang tidak dibalik, maka peradaban yang kita kenal ini akan
mengalami kehancuran.
Persoalan-persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam yang
terbatas, kesenjangan global dalam distribusi (penyebaran) kekayaan,
poliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaan teknologi
yang ‘sembrono’  dan tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia
kita sekarang dan akan memusnahkannya jika tidak dikoreksi sesegera
mungkin. Persoalan-persoalan tersebut menurut kalangan
rekonstruksionisme, berjalan seiring dengan tantangan totaliterisme
modern, yakni hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas
dan meningkatnya kedunguan fungsional penduduk dunia. Singkatnya,
dunia sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial, militer dan ekonomi
pada skala yang terbayangkan. Persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut
sudah sedemikian beratnya sehingga tidak dapat lagi diabaikan.
2. Solusi efektif satu-satunya bagi pesoalan-pesoalan dunia kita adalah
penciptaan sosial yang menjagat.
Kerjasama dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi
penduduk dunia yang berkembang terus yang menghuni dunia dengan
segala keterbatasan sumber daya alamnya. Era teknologi telah
memunculkan saling ketergantungan dunia, di samping juga kemajuan-
kemajuan di bidang sains. Di sisi lain, kita sedang didera kesenjangan
budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Menurut
rekonstruksionisme, umat manusia sekarang hidup dalam masyarakat
dunia yang mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan
kebutuhan-kebutuhan material semua orang. Dalam masyarakat ini, sangat
mungkin muncul penghayal karena komunitas internasional secara
bersama-sama bergelut dari kesibukan menghasilkan dan mengupayakan
kekayaan material menuju ke tingkat dimana kebutuhan dan kepentingan
manusia dianggap paling penting. Dunia semasa itu, orang-orang

8
berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang lebih baik (secara material)
sebagai tujuan akhir.
3. Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi tatanan
sosial.
Sekolah-sekolah yang merefleksikan nilai-nilai sosial dominan,
menurut rekonstruksionisme hanya akan mengalihkan penyakit-penyakit
politik, sosial, dan ekonomi yang sekarang ini mendera umat manusia.
Sekolah dapat dan harus mengubah secara mendasar peran tradisionalnya
dan menjadi sumber inovasi baru. Tugas mengubah peran pendidikan
amatlah penting, karena kenyataan bahwa manusia sekarang mempunyai
kemampuan memusnahkan diri. Kalangan rekontruksionis di satu sisi
tidak memandang sekolah sebagai memiliki kekuatan untuk menciptakan
perubahan sosial seorang diri. Di sisi lain, mereka melihat sekolah sebagai
agen kekuatan utama yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat,
karena ia menyantuni anak-anak didik selama usia mereka yang paling
peka. Dengan demikian, ia dapat menjadi penggerak utama pencerahan
masalah-masalah sosial dan agitator utama perubahan sosial.
4. Metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip
demokratis yang bertumpu pada kecerdasan “asali” jumlah mayoritas
untuk merenungkan dan menawarkan solusi yang paling valid bagi
persoalan-persoalan umat manusia.
Dalam pandangan kalangan rekonstruksionisme, demokrasi adalah
sistem politik yang terbaik karena sebuah keharusan bahwa prosedur-
prosedur demokratis perlu digunakan di ruangan kelas setelah para peserta
didik diarahkan kepada kesempatan-kesempatan untuk memilih di antara
keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, dan sosial.
Brameld menggunakan istilah pemihakan defensif untuk
mengungkapkan posisi (pendapat) guru dalam hubungannya dengan item-
item kurikuler yang kontroversial. Dalam menyikapi ini, guru
membolehkan uji pembuktian terbuka yang setuju dan yang tidak setuju
dengan pendapatnya, dan ia menghadirkan pendapat-pendapat alternatif

9
sejujur mungkin. Di sisi lain, guru jangan menyembunyikan pendirian-
pendiriannya. Ia harus mengungkapkan dan mempertahankan
pemihakannya secara publik. Di luar ini, guru harus berupaya agar
pendirian-pendiriannya diterima dalam skala seluas mungkin. Tampaknya
telah diasumsikan oleh kalangan rekonstruksionisme bahwa persoalan-
persoalan itu sedemikian clear-cut (jelas-tegas) sehingga sebagian besar
akan setuju terhadap persoalan-persoalan dan solusi-solusi jika dialog
bebas dan demokratis diizinkan.
5. Jika pendidkan formal adalah bagian yang tak terpisahkan dari solusi
sosial dalam krisis dunia sekarang, maka ia harus secara aktif
mengerjakan perubahan sosial.
Pendidikan harus memunculkan kesadaran peserta didik akan
persoalan-persoalan social dan mendorong mereka secara aktif
memberikan solusi.

F. Pandangan Aliran Rekonstruksionisme dan Penerapannya Dalam


Pendidikan
Pandangan aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap
pendidikan yaitu pertama kita harus mengetahui pengertian dari filsafat. Yang
mana filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu
khusus. Menurut Runes (1971: 235), bahwa filsafat adalah keterangan rasional
tentang sesuatu yang merupakan prinsip umum yang kenyataannya dapat
dijelaskan dengan membedakan pengetahuan rasional dan pengetahuan
empiris (sains).
Filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi
pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap
pribadi warga negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang
didinginkan dan diwariskan. Aliran rekonstruksionisme sepaham dengan
aliran perenialisme dalam tindakan mengatasi krisis kehidupan modern. Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia
merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan

10
kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali
manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula
demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk
dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa
merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis
dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi
bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan
suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas
kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa
membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan
masyarakat bersangkutan. Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme
memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa
alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni
hakikat materi dan hakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri
yang bebas dan berdiri sendiri, sama dengan azali dan abadi, dan hubungan
keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. akhirnya akan dapat
memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga
keluaran yang dihasilkan (anak didik).
G. Teori Pendidikan Aliran Rekonstruksionisme
1. Tujuan Pendidikan
a. Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama
untuk melakukan perubahan sosial,     ekonomi dan politik dalam
masyarakat.
b. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan
”insinyur-insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai
tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
c. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran
para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang
dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada

11
mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi
masalah tersebut.
2. Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan
kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian
menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan
penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
3. Kurikulum
Kurikulum berisi mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-
kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-
masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia, yang
termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi peserta didik sendiri, dan
program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi
kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu
sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan
masalah.
4. Pelajar
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia
pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk
menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun
masyarakat masa depan.
5. Pengajar
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-
masalah yang dihadapi umat manusia, membantu mereka merasa
mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat
untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi
kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-
beda sebagai suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan

12
masalah yang menjanjikan keberhasilannya (Mudyahardjo, 2002: 156-
157).
Teori pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan oleh
Brameld (Kneller, 1971) terdiri atas 5, yaitu :

a. Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka


menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya
kita, dan selaras dengan mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan
sosial masyarakat modern.
b. Masyarakat  harus berada dalam kehidupan demokratis sejati, di mana
sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya
sendiri.
c. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan
budaya sosial.
d. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara
bijaksana dan memperhatikan prosedur yang demokratis.
e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan
tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan
krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan
sains sosial. Yang terpenting dari sains sosial adalah mendorong kita
untuk menemukan nilai-nilai, di mana manusia percaya atau tidak
bahwa nilai-nilai itu besifat universal (Sadulloh, 2003: 168-169).
H. Integrasi Filsafat Rekonstruksionisme dalam Pembelajaran Matematika
Integrasi filsafat ke dalam pembelajaran matematika, salah satunya
melalui aliran filsafat rekonstruksionisme. Aliran ini diasumsikan cukup
relevan dengan pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan dalam
pandangan filsafat rekonstruksionisme beranggapan bahwa sekolah harusnya
mampu memainkan perannya sebagai agen pembaharu terhadap berbagai
persoalan yang menimpa zaman. Selain itu, aliran filsafat rekonstruksionisme
akan mengajak siswa lebih berpikir kreatif, kritis, dan mandiri, melalui
kecakapan hidup atau keterampilan yang diberikan oleh guru. Sehingga pada

13
pembelajaran matematika, guru tidak hanya mengajarkan rumus-rumus dan
hitungan angka-angka, akan tetapi guru juga mesti membantu siswa dalam
menemukan sebuah rumus terhadap persoalan yang diberikan oleh guru. Guru
harus turut serta ikut membentuk pemikiran siswa dalam memahami ilmu
matematika. Sehingga siswa tidak hanya dituntut untuk mempelajari rumus-
rumus yang ada namun siswa pun harus pula dituntut untuk mampu
menemukan rumus yang ada. Guru memfasilitasi siswa dengan menyediakan
alat-alat peraga matematika, buku cetak, dan referensi-referensi yang lain,
kemudian siswa dengan berbagai sumber yang disediakan akan mampu
membentuk dirinya atas segala persoalan kematematikaan.
Problematika kematematikaan perihal kurangnya angka minat
matematika diharapkan dapat tereduksi melalui integrasi filsafat
rekonstruksionisme ke dalam proses pembelajaran. Sehingga berbagai survei
yang hendak dilakukan akan mengangkat derajat Indonesia dalam dunia
pendidikan, khususnya bidang matematika. Karena siswa telah siap menjadi
Problem Solver atas segala problem yang hendak menerpa.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat rekontruksionisme mengasumsikan bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang mempunyai orientasi ke masa lalu dan sekarang dengan
tujuan pendidikan terhadap pembentukkan masyarakat yang lebih baik
dengan kurikulum sebagai rekonstruksi sosial mengutamakan kepentingan
sosial di atas kepentingan individu yang tujuannya adalah tanggung jawab
tentang masa depan masyarakat. Pengaruh filsafat rekonstruksionisme
terhadap pendidikan yaitu adanya perubahan rancangan kurikulum, metode,
media, azas belajar, budaya dan sumber belajar ke arah yang lebih progresif
yang dianggap mampu menjawab tantangan jaman.
B. Saran
Setelah mempelajarai aliran rekonstruksionisme, maka sebagai calon
guru seharusnya mampu memahami dan kelak menerapkannya. Seorang guru
harus mampu menyadarkan peserta didik terhadap masalah-masalah yang
dihadapi, seorang guru harus membantu peserta didik mengidentifikasi
masalah-masalah untuk dipecahkan. Guru juga harus mampu mendorong
peserta didik untuk dapat berfikir tentang alternative-alternatif dalam
memecahkan masalah dikehidupan modern ini.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Muhammad. 2015. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Mudyahardjo. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sutrisno, Aliet Noorhayati. 2014. Telaah Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:


Deepublish.

17

Anda mungkin juga menyukai