MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Islam dan Budaya Lokal
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang kami beri judul " Teori Rekonstruksi Budaya"
Adapun makalah ilmiah tentang " Teori rekonstruksi budaya ” ini telah
kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak
pihak khususnya dosen mata kuliah Islam budaya lokal Bapak Ahmad Zaky
Fuady, M. Pd.I sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini.
Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini.
Akhirnya, kami mengharapkan semoga dari makalah tentang "Teori
rekonstruksi Budaya" ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat
memberikan inpirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari Anda
kami tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.
Penyusun
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang plural baik dari segi agama
budaya, etnis, maupun bahasa. Selama puluhan tahun Indonesia dikenal
atau diklaim sebagai bangsa yang sopan, ramah, dan toleran. Dengan
bergam agama, etnis, bahasa, dan kebudayaan lokal yang demikian
kaya, masyarakat Indonesia pada masa-masa pra dan awal kemerdekaan
bisa hidup rukun satu sama lain. Tidak terdengar kasus-kasus konflik
antar agama maupun etnis yang dipicu semata-mata karena perbedaan
latar dan afiliasi kultural dan religius mereka. Setiap kelompok saling
bahu-membah untuk menyongsong kemerdekaan dan tumbuhnya
solidaritas kebangsaan.
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya
adalah beragama islam. Islam Indonesia tidak sama dengan Islam di
Arab. Ketidakamaan itu diarenakan budaya antar Indonesia dan Arab
memang tidak sama. Kearifan lokal (Local wisdom) menjadi salah satu
kunci pembawa agama Islam di Indonesia ini sehingga islam di DDi
Indonesia bisa berkembang di tengah multikultural dan pluralitas bangsa
ini. Ajaran Islam yang melebur dengan budaya lokal yang tidak
bertentangan dengan ajaran agama islam hal ini sesuia dengan tujuan
agama islam yang menebarkan kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan
bagi seluruh alam dan isisnya yaitu islam rohmatallilalamin.
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dan sejarah munculnya aliran rekonstruksionisme?
b. Bagaimana prinsip-prinsip pemikiran aliran rekonstruksionisme?
c. Bagaimana pandangan-pandangan yang ada dalam aliran
rekonstruksionisme?
d. Bagaimana teori pendidikan dalam rekonstruksionisme?
e. Siapakah tokoh-tokoh dari aliran rekonstruksionisme ?
f. Bagaimana Rekonstruksi Budaya Berjalan di Lingkungan Masyarakat ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rekontruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct, yaitu gabungan dari
kata re- yang artinya kembali dan construct yang artinya membangun atau
menyusun. Maka, secara etimologis reconstruct diartikan menyusun
kembali. Sedangkan, dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha merombak tata susunan
lama dalam pendidikan dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak Aliran rekonstruksionisme berusaha membina konsensus
yang paling luas dan mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam
kehidupan manusia.Dari jalan pikiran dan upaya yang berusaha ditempuh
oleh aliran rekonstruksionisme, maka dapat dilihat juga bahwa aliran ini
tidak terlepas dari prinsip pemikiran aliran progresifisme yang mengarah
kepada tuntutan kehidupan modern. Hal tersebut sesuai dengan pandangan
Count bahwa apa yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki
3
perkembangan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat dan
pembentukan serta perubahan tata dunia baru. (Gandhi, 2007)
B. Latar Belakang Kemunculan Aliran Filsafat Rekonstruksionisme
Pada tahun 1930-an, dunia mengalami krisis yang sangat hebat, yaitu
krisis ekonomi yang tidak hentinya terus merongrong perekonomian
dunia. Sistem ekonomi kapitalis telah meningkatkan sikap egosentris
masyarakat dunia. Masa krisis dunia bukan hanya terjadi pada era modern
seperti saat ini, yang tengah gencarnya menghantui setiap penjuru dunia.
Sistem kapitalis telah menumbuhkan sikap kesombongan negara-negara
yang merasa memiliki sistem perekonomian di atas atau yang disebut
dengan negara-negara maju. Amerika merasa sanggup hidup dengan
perekonomian sendiri, hingga akhirnya defisit perdagangan Amerika
mulai terasa sejak menjadi elemen penting ekonomi dunia pada awal abad
ke-17. Antara tahun 1990 sampai tahun 2000 defisit perdagangan Amerika
dari 100 miliar naik menjadi 450 miliar. Krisis yang terjadi di Amerika
tersebut secara otomatis juga telah menjadi krisis bagi dunia. Sedangkan
krisis yang terjadi pada tahun 1930-an pada saat itu juga merupakan
sebuah krisis ekonomi dunia yang menyebabkan terjadinya depresi dunia
sehingga menyebabkan lumpuhnya bangsa-bangsa kapitalis secara
ekonomi. Adanya krisis ini akhirnya berdampak pula kepada pendidikan.
Krisis inilah yang melatarbelakangi munculnya aliran rekonstruksionisme
yang bertujuan untuk dapat berusaha merombak tata susunan lama dalam
pendidikan dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern. (Gandhi, 2007)
4
Krisis dunia yang sedang dialami saat ini antara lain persoalan-
sosial.
5
pendidikan dapat menjadi instrumen untuk mengaburkan tuntutan
D. Metode-metode pengajaran
E. Jika pendidikan formal adalah bagian tidak terpisahkan dari solusi sosial
peserta didik dibuat berani untuk mempertanyakan status quo dan untuk
dan pendidikan. Kajian dan diskusi kritis akan membantu peserta didik
6
ini dan akan membantu mereka mengembangkan alternatif-alternatif bagi
bersifat universal, yang mana realita itu ada di mana dan sama di setiap
tempat. Untuk mengerti suatu realita beranjak dari suatu yang konkrit dan
sebagaimana yang kita lihat dihadapan kita dan ditangkap oleh panca
indra manusia seperti bewan dan tumbuhan atau benda lain disekeiling
kita, dan realita yang kita ketahui dan kita badapi tidak terlepas dari suatu
sistem, selain substansi yang dipunnyai dan tiap-tiap benda tersebut, dan
7
B. Pandangan Ontologis
secara umum ruang lingkup (scope) ten tang pengertian “nilai” tidak
C. Pandangan Epistemologis
bahwa untuk memahami realita alam nyata memerlukan suatu azas tahu
dalam arti bahwa tidak mungkin memahami realita ini tanpa melalui
kebenaran dapat dibuktikan dengan self evidence, yakni bukti yang ada
8
1. Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka
warganya sendiri.
universal.
9
a) Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka
warganya sendiri.
universal.
10
rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia
baru.
11
yang korporat dan di mana semua orang bersama-sama berbagi hal-hal baik
dalam hidup, kemungkinan untuk menjadi salah satu dalam lingkup
internasional. (Jalaludin, 2010)
12
khususnya di Jawa. Keadaan Indonesia dengan heterogenitas budayanya dan
sikap bangsa yang terbuka akan adanya perubahan, akan tetapi dalam hal ini
perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang disesuaikan dengan unsur-
unsur yang sebelumnya sudah ada yaitu nilai dan norma yang ada di dalam
masyarakat. Apabila melihat masalah yang berkaitan dengan sistem sosial
masyarakat khususnya masyarakat desa yang telah berkurang budaya gotong
royongnya, misalnya gotong royong dalam membuat rumah. Dahulu
masyarakat itu membuat rumah bersama-sama dan saling bekerja sama.
Sehingga didalamnya terdapat hubungan timbal balik antar orang yang satu
dengan yang lain. Setiap kesibukan yang ada didalam individu, bisa menjadi
kesibukan juga buat orang lain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu
solidaritas antar individu yang ada menjadi menurun. Karena adanya interaksi
budaya yang dimiliki dengan budaya yang lain yang berbeda. Dan
kebudayaan yang lain itu dianggap lebh maju dan dapat mengerjakan sesuatu
secara efisien. Pergantian sistem gotong royong menjadi sistem borongan atau
pekerjaan buruh mengakibatkan budaya gotong royong menjadi menurun.
Sebenarnya dengan adanya gotong royong akan mendorong masyarakat untuk
berkumpul, bekerja sama dalam lokasi yang sama. Sehingga ini bisa
meningkatkan solidaritas antar anggota masyarakat. Budaya gotong royong
telah diadopsi oleh bangsa Indonesia khususnya Jawa sejak masa kolonialisme
Belanda di Indonesia. bahkan hingga saat ini masih bertahan. Namun, ada
perbedaan yang jelas antara gotong royong pada saat itu dan masa sekarang
ini.
Dahulu kala, gotong royong yang dituangkan dalam bentuk kerja bakti
tidak hanya dilakukan pada hal-hal yang sifatnya untuk kepentingan umum,
seperti halnya membangun masjid, pembangunan jembatan dan lain-lain yang
sifatnya adalah fasilitas untuk kepentingan umum. Bahkan untuk kepentingan-
kepentingan yang sifatnya pribadi seperti hajatan-hajatan rumah tangga yang
juga melibatkan banyak orang. Menurut para ahli yang mengamati interaksi
13
antar individu di dalam masyarakat, gejala diatas merupakan corak kehidupan
masyrakat desa yang mempunyai solidaritas mekanik. Perilaku masyrakat
yang sudah membudaya dengan adanya kebersamaan menjadikan gotong
royong tersebut sebagi budaya yang perlu dilestarikan untuk mengikat
kesatuan kolektif antar kelompok. Hal itu dilakuakn untuk meningkatkan
integrasi terhadap lokalitas dan in group feeling di dalam masyarakat. Budaya
gotong royong tersebut sekarang ini seakan-akan sudah tergerus oleh zaman
seiring dengan arus globalisasi yang ada dan canggihnya tekhnologi sert alih
fungsi tenaga kerja menjadi tenaga mesin. Seiring dengan ditemukannya
banyak discovery menyebabkan pola pikir masyarakat lebih mendasarkan
pada cara kerja yang efektif dan efisien, termasuk dengan alih fungsi tenaga
manusia menjadi tenaga mesin. Hal inilah yang menyebabkan sistem budaya
gotong royong mulai ditinggalkan oleh masyrakat. Meskipun demikian, istilah
gotong royong ini selalu melekat pada tradisi kebudayaan masyarakat jawa
yang memiliki tingkat kekerabatan yang tinggi. Indonesia sebagai negara yang
terbuka akan masuknya kebudayaan asing, terutana budaya- budaya yang
memberikan dampak negatif.Seperti halnya sistem budaya kapitalistik yang
nantinya membuat masyarakat lebih bersifat individual dan mengendorkan
nilai-nilai sosialistik di dalam masyarakat.Mereka lebh cendrung fokus pada
pekerjaan masing-masing dan menilai semuanya dengan uang.Hal ini dapat di
lihat pada masyarakat perkotaan.
Selain itu masuknya budaya barat juga mempengruhi budaya masyarakat
dalam kehidupan sosialnya lebih cuek, bersifat acuh tak avuh dan bersifat
egoistik. Melunturnya sistem budaya sosialistik yang di gantkan dengan
sistem budaya kapitalistik berpengaruh pada perilku masyarakat yang
tercermin pada sistem sosial masyarakat karena perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat merupakan bagian dari perubahan sistem budaya
yang sudah menjadi tonggak atau sendi dari kebudayaan. Apabila sekarang ini
gaya hidup masyarakat sudah mengikuti gaya gidup budaya
14
barat(westernisasi) tidak menutup kemungkinan perilku sosial masyarakat
juga akan berubah. Jadi, perubahan yang demikian akan mengancam integrasi
di dalam masyarakat dalam istilah Sosiologi adalah antended
change(perubahan yang tidak di kehendaki). Faktor perubahan sosial tidak
hanya di pengaruhi dengan masuknya kebudayaan dalam masyarakat(difusi,
asimilasi,penetrasi dan akulturasi) melainkan karena perubahan pola pikir
masyarakat terhadap ketidak puasan terhadap situasi yang ada dan ingin
merubahnya, mungkin masyrakat yang sampai saat ini masih
mempertahankan budaya gotong royoong pun mulai berpikir bahwa kegitan-
kegiatan yang sifatnya sosial tersebut dapat dikerjakan sendiri dengan
membayar orang atau melalui sitem borongan. Kalau sudah seperti ini orang-
ornag yang ada disekitarnya pun enggan untuk turut membantunya, mungkin
ini cocok diterapkan untuk masyarakat perkotaan dengan corak hubungannya
yang gesselscaft[2]. Karena hubungan yang terjadi diantara mereka hanya
berdasar pada kontrak dan kesibukan-kesibukan yang menuntut mereka untuk
fokus bekerja, sehingga tidak ada waktu untuk membaur dengan orang-orang
yang ada disekiternya, apalagi untuk kegiatan seperti gotong royong. Padahal
mereka merasa tanpa gotong royongpun bisa dikerjakan. Masalah seperti
diatas sekarang sudah menjalar pada masyarakat pedesaan, yang notabenenya
memiliki budaya gotong royong yang sanagt kental sekarang sudah mulai
memudar pula. Motivational force[3] masing-masing individu berbeda. Hal
ini terkait dengan pola pikir yang membentuk mereka untuk bertindak, seperti
adanya pengetahuan tentang perbedaan apa yang ada dan apa yang seharusnya
ada. Dala hal ini termasuk individu yang ada di dalam masyarakat
menginginkan adanya kebebasan-kebebasan dalam bertindak tanpa dibatasi
oleh adanya adat dan tradisi. Kemudian, pola pikir terhadap perubahan di
dorong adanya kebutuhan-kebutuhan dari dalam untuk mencapai efisiensi dan
peningkatan produsi atau prestasi kerja yang keduanya disesuaikan dari upaya
yang dilakukan individu terhadap hasil yang telah dilakuaknnya. Jadi mereka
15
tidak mengharapkan adanya bantuan dai masyrakat lain, dan merekapun juga
tidak membantu masyarakat lain. Selain itu, pola pikir yang ada dalam
individu adalah bentukan dari keluarga. Sedangkan keluarga merupakan
tempat untuk sosialisasi yang pertama dalam proses sosialisasi yang
disesuaikan dengan nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat.
Bagaimana di dalam proses sosialisasi individu dikenalkan dengan nilai-nilai
yang berlaku di dalam masyarakat termasuk adat dan tradisi (khususnya
masyarakat desa). Hal ini bertujuan supaya individu dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkunagn, sehingga nantinya tidak terjadi kejutan
budaya( cultural shock). Kemudian keluaraga akan membentuk masyarakat
berdasarkan pada nilai yang telah ditanamkan di dalam keluarga
( reorganisasi)[4]. Masyarakat kota di dalam keluarga menanamkan niali-nilai
individual itulah yang nantinya i terapkan di dalam masyarakat, begitupun
sebalikanya masyarakat desa menanamkan nilai-nilai gotong royong dan kerja
sama. Itulah nantinya yang diterapkan individu dalam masyarakat. Di daerah
Blitar sendiri, sudah sangatjelas perbedaan antara sebelum dan sesudah
adanya perubahan. Terutama kemunculan para borjuis-borjuis kecil, orang-
orang kaya baru yang sudah memiliki pola pikir seperti orang kota yang
individualis. Jadi, untuk menangani masalah seperti diatas dan
mengembalikan sistem sosial yang ada di dalam masyarakat. Maka hal utama
yang harus diutamakan adalah merekonstruksi budaya yang ada didalam
masyarakat tersebut. Karena dengan merekonstruksi budaya secara otomatis
akan mengubah perilaku sosial. Misalnya dengan menggiatkan budaya yang
dahulunya telah luntur kembali, yaitu gotong royong, kerja bakti, bersih desa
dan sebagainya. Hal ini dapat diimplementasikan dengan cara memberikan
sosialisasi kepada masyarakat. Dari sekian contoh yang ada diatas, dapat
disimpulkan bahwa ternyata memang ada keterkaitan yang signifikan antara
sistem sosial dan budaya di dalam masyarakat. Karena perubahan sistem
budaya akan diikuti oleh perubahan sistem sosial yang merupakan abstraksi
16
sekaligus pedoman yang dihasilakan oleh masyarakat melalui perilaku sosial.
(E-Journal, 1974)
BAB III
PENUTUP
17
3.1 Kesimpulan
Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct, yaitu gabungan dari kata re-
yang artinya kembali dan construct yang artinya membangun atau menyusun. Maka,
secara etimologis reconstruct diartikan menyusun kembali. Sedangkan, dalam
konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dalam pendidikan dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak
DAFTAR PUSTAKA
18
E-Journal. 1974. Theories of Education; A Social Reconstructionism. Leading People
Jalaluddin & Abdullah Idi. 2010. Filsafat Pendidikan :Manusia, Filsafat, dan
19