« الصالة خير من النوم الصالة خير من النوم هللا أكبر هللا أكبر ال إله إال هللا: »فإن كان صالة الصبح قلت
Dari Anas bin Malik berkata, “Bagian dari sunnah adalah seorang muadzin
berkata pada adzan fajar, “hayya ‘alal falah” kemudian berkata, “ash-shalatu
khairum minan naum”,Allahu akbar, Allahu akbar.” Diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dalam shahihnya, Ad-Daruquthny, Al Baihaqy. Al baihaqy berkata,
“sanadnya shahih”[4] Lihat Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab: vol. 3, hal. 99-100
Meluruskan Pemahaman
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin –rahimahullah– berkata, “Sebagian
kaum muslimin di zaman ini ada yang menyangka bahwa adzan yang diucapkan
padanya dua kalimat ini (at-tatswib) adalah adzan sebelum fajar. Syubhat
mereka dalam hal ini adalah bahwa dalam sebagian riwayat hadis terdapat
lafadz:
Jika engkau adzan yang pertama untuk shalat subuh, maka ucapkanlah, “ash-
shalatu khairum minan naum.”[6] HR Abdurrazaq (1821), Ahmad (3/408), Abu
Dawud, Kitab Ash-Shalatu, Bab Kaifa Al Adzan, no. (501), An-Nasa`I, Kitab Al
Adzan, Bab Adzan fis Safar (2/7), no. (632) dari Abu Mahdzurah [Muhaqqiq
Syarh Al Mumti’]
Dengan hadis ini mereka menyangka bahwa at-tatswib untuk adzan di akhir
malam. Karena mereka menamainya dengan adzan awal. Dan mereka berkata
bahwa at-tatswib pada adzan setelah masuk waktu subuh sebagai bid’ah.
Kita katakan: bahwa anggapan ini disebabkan karena kekeliruan yang pertama.
Khairiyyah terkadang digunakan untuk sesuatu yang paling wajib. Sebagaimana
firman Allah,
Maksudnya adalah lebih baik dari jual beli. Dan diketahui bahwa menghadiri
shalat jumat ke mesjid hukumnya wajib. Walau demikian Allah berfirman, “Yang
demikian itu lebih baik bagimu.” Dengan demikian, jika melakukan at-tatswib
pada adzan sebelum subuh, maka kita katakan, hal itu disyariatkan.”[10]
Pada dasarnya, setiap waktu shalat memiliki satu adzân. Namun khusus waktu
shalat Shubuh, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan
dikumandangkannya dua adzan. Dasarnya adalah hadit berikut ini : Dari Ibnu
Umar Radhiyallahu anhuma beliau berkata, “Dahulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam memiliki dua muadzin, Bilal dan Ibnu Ummi Maktum yang buta. Beliau
bersabda, ‘Sesungguhnya Bilal akan mengumandangkan adzân di waktu malam,
maka makan dan minunlah kalian sampai Ibnu Ummi maktum
mengumandangkan adzan’.” [HR. Muslim no. 1.092] Imam an-Nawawi
rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menjelaskan sunnahnya melakukan dua
adzân untuk shalat Subuh; satu sebelum terbit fajar, dan satu lagi pada awal
terbitnya fajar.”[1] Syarah Shahîh Muslim 7/202.
Namun jika masyarakat memilih satu adzân saja, hendaknya itu dilakukan pada
awal terbitnya fajar. Hikmah dari adanya adzân pertama ini disebutkan dalam
riwayat yang lain, Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzân di malam hari
untuk membangunkan orang yang tidur dan mengembalikan orang yang qiyamul
lail di antara kalian. [HR an-Nasa`i no. 641, dihukumi shahih oleh al-Albani]
Maksudnya agar orang yang masih tidur bangun untuk sahur atau shalat, dan
orang yang sudah melaksanakan shalat tahajjud kembali sahur atau istirahat
sejenak menjelang Shubuh. Karenanya saat menentukan waktu adzân pertama,
hendaknya hikmah ini diperhatikan. Berikan waktu yang cukup untuk sahur atau
shalat dalam interval antara dua adzân. Di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi,
interval antara dua adzân ini dibuat satu jam persis. Adapun bacaan الَّصالُة َخ ْيٌر ِمَن
الَّن ْو ِمdikumandangkan saat adzân yang kedua, yaitu yang setelah terbit fajar.
Sebagian orang salah meletakkannya dan mengumandankannya pada adzân
pertama karena salah dalam memahami hadits. Hadits tersebut adalah sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Jika engkau mengumandangkan adzân
pertama untuk Subuh, ucapkanlah الَّصالُة َخ ْيٌر ِمَن الَّن ْو ِمdua kali, dan jika iqâmat
ucapkanlah َقْد َق اَمِت الَّصالُة َقْد َق اَمِت الَّصالُةdua kali.” [Mushannaf Abdurrazzaq no. 1.
779] Yang dimaksud dengan adzân pertama dalam hadits ini adalah adzân
setelah terbit fajar, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Antara
dua adzân ada shalatnya. Antara dua adzân ada shalatnya.” [HR. al-Bukhâri no.
624 dan Muslim no. 838] Yang dimaksud dengan dua adzân di sini adalah adzân
dan iqamah, disebut demikian karena taghlîb (adzan dimenangkan atas iqamah).
[2] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Shahîh Muslim 1/573
Jadi yang dimaksud adzân yang pertama adalah adzân yang kita kenal dan
dilakukan setelah fajar menyingsing, dan adzân yang kedua adalah iqâmat.
Karenanya, saat Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu menambahkan adzân
beberapa saat sebelum shalat Jum’at, para perawi hadits menyebutnya sebagai
adzân yang ketiga, meskipun secara urutan itu adalah adzân yang pertama.[3]
Majmu’ Fatâwâ al-‘Utsaimin 12/177.