Anda di halaman 1dari 37

Sunnah Waktu Dhuha

HR Bukhari: 1981, Muslim: 721.


Pendapat Para Ulama Tentang Sholat Dhuha
1. Disunnahkan untuk dilakukan kadang-kadang saja
2. Tidak disyariatkan, akan tetapi merupakan kebid’ahan
3. Disunnahkan jika tidak melaksanakan sholat malam
4. Dilaksanakan karena suatu sebab

5. Pendapat yang paling tepat: Sholat dhuha itu disunnahkan secara


mutlak. (Merupakan pendapat mayoritas ulama Rahimahumullah)
Pendapat Pertama
• Shalat dhuha disunnahkan untuk dilakukan kadang-kadang saja.
• Mereka berdalil dengan hadis Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dhuha hingga kami
mengatakan beliau tidak meninggalkannya. Dan beliau juga
meninggalkannya hingga kami mengatakan beliau tidak
melakukannya.” HR Ahmad: 11155, Tirmidzi: 477.
• Hadis ini dha’if, karena dalam sanadnya terdapat Athiyyah bin Sa’id al
Aufy. Ad-Daruquthni berkata tentangnya, “Mudhtharibul hadis” Adz-
Dzahabi berkata, “Ia disepakati kedha’ifannya.” Al ‘Ilal Daraquthni:
4/6, al Mughni fi al Dhu’afa, Dzahabi: 2/436.
Hadits Mudhtharib, yaitu hadits yang diriwayatkan dalam
beberapa bentuk yang berbeda dan saling bertentangan antara
satu dengan yang lainnya, kemudian perbedaan dan
pertentangan tersebut tidak dapat dikompromikan dan tidak
dapat ditarjih karena masing- masing bentuk sama kuatnya.
Pendapat Kedua
• shalat dhuha tidak disyariatkan, ia adalah bid’ah. Mereka berdalil
dengan hadis Aisyah radhiyallahu ‘anhu, “Aku tidak pernah melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat pada waktu dhuha,
dan sungguh aku akan melakukannya (jika beliau melakukannya).”
HR Bukhari: 1177.
• Dalam shahih Bukhari juga diriwayatkan dari Muwarriq al Ujly, ia
berkata, “Aku berkata kepada Ibnu Umar, apakah engkau shalat
dhuha?” ia berkata, “Tidak” aku berkata, “Umar?” ia berkata,
“Tidak” aku berkata, “Abu Bakar?” ia berkata, “Tidak” aku berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” ia berkata, “Aku kira tidak.” HR
Bukhari: 1175
Pendapat Ketiga
• disunnahkan untuk melakukan shalat dhuha untuk orang yang tidak
melakukan shalat malam. Adapun jika ia telah melakukan shalat
malam, ia tidak perlu shalat dhuha. Pendapat ini yang dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Lihat: Majmu’ al
Fatawa: 22/284.
Pendapat Keempat
• shalat dhuha dikerjakan karena suatu alasan saja. Karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakannya karena suatu sebab,
seperti pada saat beliau datang dari perjalanan, pembebasan kota
Mekah, kunjungan beliau kepada suatu kaum sebagaimana dalam
hadis ‘Itban dalam shahih Bukhari dan Muslim (HR Bukhari: 840,
Muslim: 33.) , kedatangan beliau ke masjid Quba dan lain-lain.
Pendapat ini yang dipilih oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.
Pendapat Yang Lebih Kuat

Pendapat yang lebih kuat –wallahu a’lam- adalah, shalat dhuha sunnah
secara mutlak, ini adalah pendapat mayoritas ulama dan dipilih oleh guru
kami Ibnu Utsaimin. Lihat: al Mumti’: 4/83.
Dalilnya
Dalil Pertama

a) Hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Kekasihku shallallahu


‘alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tiga perkata: puasa tiga
hari setiap bulan, dua rakaat dhuha dan shalat witir sebelum aku
tidur.” Nabi juga berwasiat dengannya kepada Abu Darda dalam shahih
Muslim (HR Muslim: 722.) dan kepada Abu Dzar dalam sunan Ibnu
AnNasa’i. (HR An Nasa`i dalam Sunan Kubra: 2712, dinilai shahih oleh al
Albani (Shahihah: 2166))
Dalil Kedua
(b) Hadis Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Setiap persendian dalam tubuhmu harus disedekahi setiap
hari. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah,
setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar
makruf adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah
sedekah. Dan semua itu dapat tercukupi dengan dua rakaat shalat
dhuha.” HR Muslim: 720.
• Dalam shahih Muslim dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha terdapat
penjelasan bahwa setiap manusia diciptakan dengan 360 persendian.
Barangsiapa yang bersedekah dengan jumlah ini, maka pada hari itu
ia menghindarkan dirinya dari neraka jahannam.
• Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap manusia diciptakan
dengan 360 persendian. Barangsiapa yang bertakbir, bertahmid,
tahlil, bertasbih, beristighfar, menyingkirkan batu dari jalan
manusia, duri atau tulang, memerintah kepada yang baik dan
mencegah dari perbuatan munkar, jumlah semua itu adalah 360
persendian, maka pada hari itu ia telah menghindarkan dirinya dari
api neraka.” HR Muslim: 1007.
Waktu shalat dhuha dimulai dari sejak meningginya matahari
seukuran tombak, yaitu setelah waktu terlarang shalat.
Berakhir pada waktu sesaat sebelum zawal, yaitu sekitar 10 menit
sebelum masuk waktu zuhur.
Ini berdasarkan hadis Amr bin Abasah radhiyallahu ‘anhu, “Shalat subuhlah,
kemudian berhentilah dari shalat saat matahari terbit hingga ia meninggi…
kemudian shalat lah, karena shalat tersebut disaksikan dan dihadiri, sampai
bayangan sebesar tombak, kemudian berhentilah dari shalat, karena pada
saat itu jahannam dinyalakan.” HR Muslim: 832.
Waktu yang paling utama adalah pada akhir waktunya, yaitu ketika
cuaca cukup panas. Ini berdasarkan hadis Zaid bin Arqam radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat awwabin
adalah ketika matahari sangat panas.” HR Muslim: 748.
Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata, “Makna tarmadhu al fishaal adalah,
panas matahari yang menguat. Fishaal adalah anak-anak unta. Ia termasuk
shalat yang lebih utama dikerjakan pada akhir waktu.” Fatawa Islamiyyah:
1/515.

Guru kami Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Makna tarmadhu al fishaal


yaitu bangkit karena panasnya kerikil kerikil. Ia adalah waktu sekitar 10
menit sebelum zawal.” Al Mumti’: 4/88.
Keutamaan-keutamaan-nya
: ‫فضلها‬
Keutamaannya
1. Shalat dhuha adalah wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada beberapa para sahabatnya, seperti Abu Hurairah, Abu Darda,
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhum sebagaimana yang telah lalu.
Dan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada seseorang,
maka ia pun menjadi wasiat untuk seluruh umatnya.
Sebagaimana jika beliau memerintahkan sesuatu atau melarang
sesuatu kepada seseorang, maka perintah dan larangan itu berlaku
untuk seluruh umatnya –wallahu a’lam.
Keutamaannya
2. Shalat dhuha setara dengan 360 sedekah, sebagaimana dalam
hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu yang telah lalu dalam shahih
Muslim.
3. Shalat dhuha menunjukkan bahwa seorang hamba yang
mengerjakannya termasuk awwab (orang yang kembali kepada
Rabbnya), utamanya jika dikerjakan pada waktu utama, yaitu akhir
waktu sebagaimana dalam hadis Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu
yang telah lalu dalam shahih Muslim
Keutamaannya
4. Shalat dhuha dihadiri dan disaksikan para malaikat, sebagaimana
keterangan dalam hadis Amr bin Abasah radhiyallahu ‘anhu dalam
shahih Muslim. An-Nawawi rahimahullah berkata, sabda beliau,
“Sesungguhnya shalat itu disaksikan dan dihadiri.” Maksudnya dihadiri
oleh para malaikat, sehingga lebih dikabulkan serta mendatangkan
rahmat.” Syarh Muslim, An Nawawi, hadis: 832, Bab Islam Amr bin
Abasah.
Bilangan Rakaatnya
• Jumlah rakaat paling sedikit adalah 2 rakaat. Ini berdasarkan hadis
Abu Hurairah dalam shahih Bukhari Muslim, “Kekasihku berwasiat
kepadaku dengan tiga perkara.” Diantaranya disebutkan, “Dua rakaat
dhuha.” HR Bukhari: 1981, Muslim: 821.
• Adapun jumlah rakaat yang paling banyak adalah, yang benar tidak
memiliki batasan. Ini berbeda dengan sebagian para ulama yang
membatasinya dengan 8 rakaat. Maka, boleh bagi seseorang untuk
shalat lebih dari delapan. Hal ini berdasarkan hadis Aisyah
radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
shalat dhuha empat rakaat, dan terkadang menambahnya
sebagaimana yang Allah kehendaki.” HR Muslim: 719

Anda mungkin juga menyukai