100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
110 tayangan27 halaman
Hadits tentang "cinta tanah air adalah bagian dari iman" ditetapkan sebagai hadits palsu oleh sejumlah ulama besar seperti Imam al-Shaghaniy, Imam al-Suyuthiy, dan Syaikh al-Albaniy. Hadits palsu tidak boleh dijadikan dalil hukum dan hanya boleh digunakan terbatas dalam konteks nasihat dan amalan kebajikan.
Hadits tentang "cinta tanah air adalah bagian dari iman" ditetapkan sebagai hadits palsu oleh sejumlah ulama besar seperti Imam al-Shaghaniy, Imam al-Suyuthiy, dan Syaikh al-Albaniy. Hadits palsu tidak boleh dijadikan dalil hukum dan hanya boleh digunakan terbatas dalam konteks nasihat dan amalan kebajikan.
Hadits tentang "cinta tanah air adalah bagian dari iman" ditetapkan sebagai hadits palsu oleh sejumlah ulama besar seperti Imam al-Shaghaniy, Imam al-Suyuthiy, dan Syaikh al-Albaniy. Hadits palsu tidak boleh dijadikan dalil hukum dan hanya boleh digunakan terbatas dalam konteks nasihat dan amalan kebajikan.
َ ّات ُقوا ْال َح ْ َو َمن،ديث َع ّني ا ّال َما َع ِل ْم ُت ْم َف َم ْن َك َذ َب َع َل ّى ُم َت َع ّم ًدا َف ْل َي َت َب ّو ْا َم ْق َع َد ُه ِم َن ّالنار ِ ْ ْ َ َْ ْ ُ ْ َ ّ َ ُ َ َ ْ َ ّ َ َ َ قال ِفي القرا ِن ِبرا ِي ِه فليتبوا مقعده ِمن الن ِار “Janganlah kalian mengatakan suatu hadits dariku, kecuali apa yang aku ajarkan pada kalian, karena barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah mengambil tempatnya di neraka dan barangsiapa berbicara tentang Al-Qur’an berdasarkan ra’yunya (pemikirannya sendiri-pen.), maka bersiap-siaplah mengambil tempatnya di neraka.” (HR. Ibn ‘Abbas. Hadits hasan) Imam Abu al-A’la al-Mubarakfuri mengatakan: “Hadits hasan, dan Imam Ahmad pun meriwayatkan hadits ini melalui jalur lainnya.” Imam Abu al-A’la al-Mubarakfuri –penyusun kitab Tuhfatul Ahwadzi- menjelaskan: "اتقوا الحديث" اي احذروا روايته "عني" والمعنى ال تحدثوا:قوله عني "اال ما علمتم" اي انه من حديثي “Sabda Nabi SAW: Perhatikanlah al-hadits” yakni perhatikanlah periwayatannya “dariku” dan maknanya adalah janganlah kalian mengatakan dariku “kecuali apa yang aku ajarkan pada kalian” yakni diketahui bahwa hadits tersebut memang dariku (Nabi SAW).” Imam al-Shaghaniy Dalam kitab Mawdhuu’aat menyatakan:
االحاديث المنسوبة الى محمد بن سرور البلخي كلها
ومنها. واحاديث شهر بن حوشب كذلك وهللا اعلم.موضوعة .) (حب الوطن من االيمان:قولهم “Hadits-hadits yang dinisbahkan pada Muhammad bin Surur al-Bulkhiy semuanya adalah hadits palsu, begitu pula hadits-hadits yang diriwayatkan Syahr bin Hawsyab, wallaahu a’lam. Diantaranya pernyataan: “Cinta tanah air adalah sebagian dari keimanan.”
Lihat: Mawdhuu’aat al-Shaghaaniy, karya Imam al-Raadhiy al-Shaghaaniy.
Imam al-Suyuthiy menyatakan: لم اقف.حديث حب الوطن من اإليمان .عليه Lihat: al-Durar al-Muntatsirah fii al-Ahaadiits al-Musytaharah karya Imam al- Suyuthiy & Tadzkiratul Mawdhuu’aat karya al-Fataniy. الجد الحثيث في بيان ما ليس بحديث (دار الراية: الرياض -الطبعة الولى ١٤١٢هـ ١٩٩١ -م) للعالمة الشيخ احمد بن عبد الكريم العامري الغزي: حب الوطن من اإليمان (ليس بحديث) ”“Bukan hadits Nabi Muhammad SAW Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaniy mengungkapkan: و معناه غير مستقيم اذ ان حب الوطن. ) و غيره7 كما قال الصغاني ( ص.موضوع كل ذلك غريزي في االنسان ال يمدح بحبه و ال هو من،كحب النفس و المال و نحوه اال ترى ان الناس كلهم مشتركون في هذا الحب ال فرق في ذلك بين، لوازم االيمان مؤمنهم و كافرهم؟ “Hadits palsu, sebagaimana dinyatakan Imam al-Shaghaaniy (hlm. 7) dan para ulama lainnya. Dan maknanya tidak benar karena cinta tanah air seperti cinta diri, cinta harta dan yang semisalnya, semua jenis cinta ini bersifat naluriyyah belaka, tidak ada pujian (dari Allah dan Rasul-Nya) terhadap rasa cinta ini dan tidak termasuk konsekuensi keimanan. Bukankah engkau melihat orang-orang bisa berserikat dalam jenis cinta ini tidak ada perbedaan antara orang-orang yang mengaku beriman dan orang-orang kafir di antara mereka?” Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (1/110), Muhammad Nashiruddin al-Albaniy. Ketika “Cintah tanah air” diklaim sebagai bagian dari keimanan, maknanya sama seperti hadits shahih: َ إ َ ُ إ ٌ َ ُّ َ ُ إ َ ً َ إ َ َ ُ ُ إ َ ٌ إ إ ِاإليمان ِبضع و ِستون شعبة والحياُ شعبة ِمن ِاإليم ِان “Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah bagian dari iman.” (HR. Al-Bukhari) Padahal hal tersebut tidak boleh ditetapkan kecuali berdasarkan hujjah syar’iyyah. Maka penetapan cabang keimanan dengan hadits palsu jelas tertolak dan wajib ditolak. ِ • Syaikh Al-Azhari asy-Syafi’i menegaskan bahwa hadits “hubbul wathon minal iman” adalah maudhu` (palsu). (Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits al-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid al-Mursalin, Syaikh Muhammad bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i (w. 1328 H) (Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999)) • Imam As-Sakhawi (w. 902 H) menegaskan kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maqashid al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ‘ala Alsinah, halaman 115. Penilaian palsunya hadits tersebut juga dapat dirujuk pada referensi-referensi (al-maraji’( lainnya sebagai berikut : • Kasyful Al-Khafa` wa Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al- ‘Ajluni (w. 1162 H), Juz I hal. 423; • Ad-Durar Al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Masyhurah, karya Imam Suyuthi (w. 911 H), hal. 74; • At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Imam Az- Zarkasyi (w. 794 H), hal. 11. Hadits maudhu’ adalah hadits yang didustakan (al-hadits al- makdzub), atau hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu`) yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Artinya, pembuat hadits maudhu` sengaja membuat dan mengadakan-adakan hadits yang sebenarnya tidak ada (Lihat: Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hal. 35; Dr. Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 89). • Kitab Taysiir Mushthalah Al- Hadiits • Syaikh Dr. Mahmud Ath- Thahhan (Ustadz di Kulliyyatul Hadiits – Universitas Islam Madinah) Dalam Qaamuus al-‘Iqaab dijelaskan: َ َ فهو مصنوع مختلق ملصق بالنبي،ل يجوز اعتباره ول الستدلل به ول هو صفة،صلى هللا عليه وسلم وليس هو مما قاله او فعله او ا ّقره ُ ُ َإ .خلقية او خلقية له صلى هللا عليه وسلم “Tidak boleh mengambil simpulan hukum dan berdalil dengannya (hadits palsu), ia dibuat secara dusta dinisbahkan pada Nabi SAW, padahal ia bukan termasuk ucapan, perbuatan atau persetujuan Nabi SAW, bukan pula termasuk karakter penciptaan atau sifat Nabi SAW.” Memang ada segolongan ulama yang berpendapat bolehnya menggunakan hadits dha’if dalam fadhaa’il al-a’maal dan nasihat (meski yang dikuatkan (rajih): hadits dha’if tidak boleh dijadikan sebagai dalil apapun), namun mereka mensyaratkan tiga hal, salah satunya sebagaimana dinyatakan Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalaniy: ّ ان يكون الضعف غير شديد “Tingkat kelemahan hadits tersebut tidak boleh lemah sekali.”
Muhammad bin Su’uud al-Islaamiyyah. • Kitab Taysiir Mushthalah Al- Hadiits • Syaikh Dr. Mahmud Ath- Thahhan (Ustadz di Kulliyyatul Hadiits – Universitas Islam Madinah) Al-Hafizh Al-Imam Al-Nawawi: قال العلماء من المحدثين والفقهاء وغيرهم :يجوز ويستحب العمل في الفضائل والترغيب والترهيب بالضعيف ما لم يكن موضوعا، واما االحكام كالحالل والحرام والبيع والنكاح والطالق وغير ذلك فال ُيعمل فيها اال بالحديث الصحيح او الحسن اال ان يكون في احتياط في شيء من ذلك ،كما اذا ورد حديث ضعيف بكراهة ّ بعض البيوع او االنكحة ،فان المستحب ان َ يتنزه عنه ولكن ال يجب.
Tuhfatul Abraar bi Nukt al-Adzkaar al-Nawawiyyah, Al-Imam Jalaluddin al-Suyuthiy. “(Sebagian) ulama dari golongan ahli hadits, ahli fikih, dan lainnya berkata: diperbolehkan dan disukai beramal dalam amalan-amalan fadhilah, nasihat dan peringatan dengan hadits dha’if, selama bukan hadits palsu. Adapun hukum-hukum halal - haram, jual beli, menikah, thalaq, dan lain-lain, maka tidak diamalkan kecuali berdasarkan hadits shahih atau hasan, pengecualiannya jika hadits dha’if digunakan agar orang berhati- hati dalam hal tersebut, misalnya jika disebutkan hadits dha’if tentang apa yang dibenci dalam jual beli dan pernikahan. Dan disunnahkan untuk meninggalkannya namun tidak wajib.” Catatan Kaki dalam Kitab Al-Adzkaar Al-Nawawiyyah, Al- Hafizh al-Imam al-Nawawi.: فمن ائمة اهل العلم من ل يرون العمل بالحديث الضعيف ً مطلقا كابن معين والبخاري ومسلم وابن العربي الفقيه وابن حزم وغيرهم “Dan di antara para Imam ahli ilmu yang tidak mengadopsi pendapat beramal (menggunakan) dengan hadits dha’iif secara mutlak adalah Imam Ibn Ma’in, al- Bukhari, Muslim, Ibn al-’Arabiy al-Faqiih, Ibn Hazm, dll.” Dan hadits palsu adalah seburuk-buruknya jenis hadits dha’iif. Dalam sebuah kitab kajian ilmu hadits dinyatakan: َّ و فمنه،عف ر اته ِوخفته ُ َ ض ةدَّ ش ب َ س َ بح ة َ متفاوت َ اتبوالضعيف على مر ِ ِ ُّ وشر،قسمه علماُ المصطلح إلى انواع كـثيرةّ وقد،جداًّ والضعيف،الضعيف .انواعه الموضوع “Dan hadits dha’iif dibagi ke dalam sejumlah tingkatan yang berbeda-beda berdasarkan tingkat kelemahan dan kelalaian para perawinya. Diantaranya dikatakan lemah (dha’iif), lemah sekali (dha’iif jiddan). Dan sungguh para ulama ahli ilmu hadits telah membaginya ke dalam banyak jenis, dan yang paling buruk adalah hadits palsu (al-mawdhuu’).” Lihat: al-Hadiits (lil mustawaa’ al-raabi’) (hlm. 40), Sub Bab. Hukm al-‘Amal bil Hadiits al-Dha’iif, Jaami’ah al-Imaam Muhammad bin Su’uud al-Islaamiyyah. Imam Abu al-A’la al-Mubarakfuri menjelaskan: "فليتبوا مقعده من النار" اي ليهيــيُ مكانه من النار قيل المر للتهديد وقيل المر بمعنى الخبر،والوعيد “Maka bersiap-siaplah mengambil tempat kediamannya di neraka” yakni bersiap-siaplah menduduki tempatnya kelak di neraka. Dikatakan pula bahwa lafazh perintah ini bermakna peringatan keras dan kecaman, dan dikatakan pula bahwa maknanya adalah khabar.” Referensi: Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ al-Tirmidzi , Imam Abu al-A’la al-Mubarakfuri