Anda di halaman 1dari 9

Imam Bukhari mengatakan bahwa makna istajibu ialah penuhilah, dan limayuhyikum artinya sesuatu

yang memperbaiki keadaan kalian.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan kepada kami Rauh,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari khubaib ibnu Abdur Rahman yang mengatakan, "Saya
pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan hadis berikut dari Abu Sa'd ibnu Al-Ma'la r.a. yang
menceritakan bahwa ketika ia sedang salat, tiba-tiba Nabi Saw. lewat dan memanggilnya, tetapi ia tidak
memenuhi panggilannya hingga ia menyelesaikan salatnya. Setelah itu barulah datang kepada beliau.
Maka beliau Saw. bertanya,' Apakah gerangan yang menghalang-halangi dirimu untuk datang kepadaku?
Bukankah Allah Swt. telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan'Allah dan seruan
Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al Anfaal:24)
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu surat yang paling
besar dari Al-Qur’an sebelum aku keluar dari Masjid ini.' Rasulullah Saw. bangkit untuk keluar dari
masjid, lalu saya mengingatkan janji beliau itu." Mu'az mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah, dari Khubaib ibnu

Abdur Rahman, bahwa ia pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan hal berikut dari Abu Sa'id,
bahwa ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. yang mengatakan surat yang dimaksud di
atas, yaitu firman Allah Swt. yang mengatakan: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Fatihah:
2) hingga akhir surat. Itulah yang dimaksud dengan sab’ul masani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang
dalam salat).

Demikianlah menurut lafaz yang diketengahkannya berikut huruf-hurufnya tanpa ada yang dikurangi.
Pembahasan mengenai hadis ini telah disebutkan dalam tafsir surat Al-Fatihah berikut semua jalur
periwayatannya.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kepada sesuatu yang memberi kehidupan
kepada kalian. (Al Anfaal:24) Yakni kepada perkara yang hak.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang memberi kehidupan
kepada kalian. (Al Anfaal:24) Maksudnya kepada Al-Qur'an ini, di dalamnya terkandung keselamatan,
kelestarian, dan kehidupan.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang memberi kehidupan
kepada kalian. (Al Anfaal:24) Di dalam agama Islam terkandung kehidupan bagi mereka yang pada
sebelumnya mereka mati karena kekafiran.

Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz
Zubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah
dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian.
(Al Anfaal:24) Yakni kepada peperangan yang menyebabkan Allah memenangkan kalian dengan
melaluinya, sebelum itu kalian dalam keadaan terhina (kalah). Allah menjadikan kalian kuat karenanya,
sebelum itu kalian dalam keadaan lemah. Dan Dia mencegah musuh kalian untuk dapat menyerang
kalian, sebelum itu kalian kalah oleh mereka.

Firman Allah Swt.:

...dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah menghalang-halangi orang mukmin dan kekafiran, serta orang kafir
dan keimanan. Demikianlah menurut riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya secara mauquf
(hanya sampai pada Ibnu Abbas). Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih, tetapi
keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya. Imam Ibnu Murdawaih telah
meriwayatkannya melalui jalur lain dengan sanad yang marfu' (sampai kepada Nabi Saw.), tetapi
predikatnya tidak sahih, mengingat sanadnya lemah, justru yang berpredikat mauquf-lah yang sahih
sanadnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id Ikrimah, Ad-Dahhak, Abu Saleh, Atiyyah,
Muqatil bin Hayyan, dan As-Saddi.

Menurut riwayat lain, dari Mujahid, sehubungan dengan makna firman-Nya:

...mendinding antara manusia dan hatinya

Maksudnya yaitu hingga Allah meninggalkan (membiarkan)nya sampai dia tidak menyadarinya.

Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah Allah menghalang-halangi antara seseorang dan hatinya,
sehingga ia tidak dapat beriman —tidak pula kafir— kecuali hanya dengan seizin Allah.
Qatadah mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan firman-Nya:

dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaaf:16)

Banyak hadis dari Rasulullah Saw. yang menerangkan hal yang selaras dengan pengertian ayat ini.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu
Sufyan, dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa
berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Anas ibnu
Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan
kepada apa yang engkau sampaikan, maka apakah engkau merasa khawatir terhadap iman kami?'
Rasulullah Saw. menjawab: 'Ya, sesungguhnya hati manusia itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah
Swt. Dia membolak-balikkannya'.”

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam pembahasan mengenai takdir, bagian
dari kitab Jami-nya, dari Hannad ibnus Sirri, dari Abu Mu'awiyah Muhammad ibnu Hazim Ad-Darir (tuna
netra), dari Al-A'masy yang namanya ialah Sulaiman ibnu Mahran, dari Abu Sufyan yang namanya Talhah
ibnu Nafi', dari Anas, kemudian Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini hasan. Telah diriwayatkan
pula melalui berbagai perawi yang tidak hanya seorang, semuanya bersumber dari Al-A'masy. Dan
sebagian dari mereka telah meriwayatkannya dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. Tetapi hadis
Abu Sufyan dari Anas lebih sahih sanadnya.

Hadis lain diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab Musnad-nya. Dia mengatakan bahwa:

telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari
Al-Hakam, dari Ibnu Abu Laila, dari Bilal r.a., bahwa Nabi Saw. pernah berdoa dengan doa berikut: Wahai
(Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu

Hadis ini jayyid sanadnya, hanya padanya terdapat inqita’. Tetapi sekalipun demikian predikat hadis ini
sesuai syarat ahlus sunan, hanya mereka tidak mengetengahkannya.

Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:


telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari
Al-Hakam, dari Ibnu Abu Laila, dari Bilal r.a., bahwa Nabi Saw. pernah berdoa dengan doa berikut: Wahai
(Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu

Hadis ini jayyid sanadnya, hanya padanya terdapat inqita’. Tetapi sekalipun demikian predikat hadis ini
sesuai syarat ahlus sunan, hanya mereka tidak mengetengahkannya.

Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:

telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Ibnu Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Bisyr ibnu Ubaidillah Al-Hadrami, ia mendengar
dari Abu Idris Al-Khaulani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an Al-
Kilabi r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Tidak ada suatu hati pun
melainkan berada di antara kedua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Tuhan semesta alam. Jika
Dia menghendaki kelurusannya, maka Dia akan meluruskannya, dan jika Dia menghendaki kesesatannya,
maka Dia akan menyesatkannya Dan tersebutlah bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut:
Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Nabi Saw. telah
bersabda pula: Neraca itu berada di tangan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Dialah Yang
merendahkan dan yang mengangkatnya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abdur Rahman
ibnu Yazid ibnu Jabir, lalu disebutkan hal yang semisal.

telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Ibnu Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Bisyr ibnu Ubaidillah Al-Hadrami, ia mendengar
dari Abu Idris Al-Khaulani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an Al-
Kilabi r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Tidak ada suatu hati pun
melainkan berada di antara kedua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Tuhan semesta alam. Jika
Dia menghendaki kelurusannya, maka Dia akan meluruskannya, dan jika Dia menghendaki kesesatannya,
maka Dia akan menyesatkannya Dan tersebutlah bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut:
Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Nabi Saw. telah
bersabda pula: Neraca itu berada di tangan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Dialah Yang
merendahkan dan yang mengangkatnya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abdur Rahman
ibnu Yazid ibnu Jabir, lalu disebutkan hal yang semisal.
telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Al-
Ma'la ibnu Ziyad, dari Al-Hasan, bahwa Siti Aisyah pernah mengatakan bahwa di antara doa-doa yang
sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah: Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati. tetapkanlah
hatiku pada agama-Mu. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya engkau sering sekali mengucapkan doa ini." Maka beliau Saw. menjawab: Sesungguhnya
kalbu anak Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah jika Dia menghendaki kesesatannya
(niscaya Dia membuatnya sesat), dan jika Dia menghendaki kelurusannya (niscaya Dia membuatnya
lurus)

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:

telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah
menceritakan kepadanya Syahr, ia telah mendengar Ummu Salamah menceritakan bahwa-di antara doa
yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah: Ya Allah Wahai Tuhan Yang membolak-balikkan hati,
tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah hati itu dapat dibolak-balikkan?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya, tidak sekali-
kali Allah menciptakan manusia dari Bani Adam melainkan kalbunya berada di antara dua jari kekuasaan
Allah Swt. Jika Dia menghendaki kelurusannya (tentu Dia meluruskannya), dan jika Dia menghendaki
kesesatannya (tentu Dia menyesatkannya). Maka kami memohon kepada Allah Tuhan kami. semoga Dia
tidak menyesatkan hati kami sesudah Dia menunjuki kami. DanJkami memohon kepada-Nya semoga Dia
menganugerahkan kepada kami dari sisi-Nya rahmat yang luas. Sesungguhnya Dia Maha Pemberi
karunia. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sudikah
kiranya engkau mengajarkan kepadaku suatu doa yang akan kubacakan untuk diriku sendiri?" Rasulullah
Saw. bersabda: Tentu saja. Ucapkanlah, "Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosa-dosaku,
lenyapkanlah kedengkian hatiku, dan lindungilah aku dari

telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah
menceritakan kepadanya Syahr, ia telah mendengar Ummu Salamah menceritakan bahwa-di antara doa
yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah: Ya Allah Wahai Tuhan Yang membolak-balikkan hati,
tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah hati itu dapat dibolak-balikkan?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya, tidak sekali-
kali Allah menciptakan manusia dari Bani Adam melainkan kalbunya berada di antara dua jari kekuasaan
Allah Swt. Jika Dia menghendaki kelurusannya (tentu Dia meluruskannya), dan jika Dia menghendaki
kesesatannya (tentu Dia menyesatkannya). Maka kami memohon kepada Allah Tuhan kami. semoga Dia
tidak menyesatkan hati kami sesudah Dia menunjuki kami. DanJkami memohon kepada-Nya semoga Dia
menganugerahkan kepada kami dari sisi-Nya rahmat yang luas. Sesungguhnya Dia Maha Pemberi
karunia. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sudikah
kiranya engkau mengajarkan kepadaku suatu doa yang akan kubacakan untuk diriku sendiri?" Rasulullah
Saw. bersabda: Tentu saja. Ucapkanlah, "Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosa-dosaku,
lenyapkanlah kedengkian hatiku, dan lindungilah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan selama
Engkau membiarkan aku hidup.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:

telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah
menceritakan kepadanya Abu Hani, ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman Al-Habli mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: Sesungguhnya hati Bani Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha
Pemurah seperti halnya satu hati, Dia mengaturnya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian
Rasulullah Saw. berdoa: Ya Allah, Tuhan Yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami untuk taat
kepada Engkau.

Hadis ini diketengahkan oleh Imam Muslim secara munfarid dari Imam Bukhari. Dan ia meriwayatkannya
bersama Imam Nasai melalui hadis Haiwah ibnu Syuraih Al-Misri.

Abdur Razzaq ibnu Abu Qatadah dan Az-Zuhri mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir ketika Rasulullah Saw. mengutusnya kepada Bani Quraizah untuk
menyampaikan pesan beliau agar mereka tunduk di bawah hukum Rasulullah Saw. Lalu orang-orang
Bani Quraizah meminta saran dari Abu Lubabah mengenai hal tersebut, maka Abu Lubabah
mengisyaratkan kepada mereka dengan tangannya ke arah tenggorokannya, yang maksudnya ialah
disembelih, yakni mati.

Kemudian Abu Lubabah sadar bahwa dengan perbuatannya itu berarti dia telah berbuat khianat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Maka ia bersumpah bahwa dirinya tidak akan makan hingga mati atau Allah
menerima tobatnya.
Lalu Abu Lubabah pergi ke masjid Madinah dan mengikat dirinya di salah satu tiang masjid. Dia tinggal
dalam keadaan demikian selama sembilan hari hingga tak sadarkan dirinya karena kepayahan. Maka
Allah menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya bahwa tobat Abu Lubabah diterima.

Kemudian orang-orang datang kepadanya menyampaikan berita gembira bahwa Allah telah menerima
tobatnya. Mereka bermaksud akan melepaskan ikatannya dari tiang masjid itu, tetapi Abu Lubabah ber-
sumpah bahwa jangan ada seorang pun yang melepaskannya dari tiang masjid itu selain Rasulullah Saw.
dengan kedua tangannya sendiri. Akhirnya Rasulullah Saw. melepaskan ikatannya, lalu berkatalah Abu
Lubabah, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bernazar bahwa seluruh hartaku akan aku
habiskan untuk sedekah." Maka Rasulullah Saw.bersabda :

Cukuplah bagimu dengan menyedekahkannya sepertiga darinya

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris. telah menceritakan kepada kami Abdul
Aziz, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnul Haris At-Taifi, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdullah ibnu Aun As-Saqafi, dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang mengatakan bahwa
ayat berikut diturunkan berkenaan dengan terbunuhnya Usman r.a., yaitu firman-Nya: Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. (Al Anfaal:27), hingga akhir ayat.

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Bisyr ibnu Ma'ruf, telah
menceritakan kepada kami Syababah ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul
Muharram yang mengatakan bahwa ia pernah bersua dengan Ata ibnu Abu Rabah, lalu Ata
menceritakan kepadanya bahwa Jabir ibnu Abdullah pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu
Sufyan keluar dari Mekah (mengadakan perjalanan). Lalu Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Saw.
dan menyampaikan kepadanya bahwa Abu Sufyan berada di tempat anu dan anu. Maka Rasulullah Saw.
bersabda, "Sesungguhnya Abu Sufyan sekarang telah berada di tempat anu dan anu. Maka berangkatlah
kalian untuk menyerangnya, tetapi rahasiakanlah misi kalian." Tetapi ada seorang munafik berkirim
surat kepada Abu Sufyan, bahwa Muhammad sedang mencarinya, maka dia diminta waspada. Maka
Allah menurunkan firman-Nya: Janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul(Nya) dan (Juga) janganlah
kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian. (Al Anfaal:27), hingga akhir ayat.

Hadis ini garib sekali, dan sanad serta teksnya masih perlu dipertimbangkan

Di dalam kitab Sahihain disebutkan kisah mengenai Hatib ibnu Abu Balta'ah, bahwa ia menulis surat
kepada orang-orang Quraisy untuk memberitahukan tentang rencana Rasulullah Saw. terhadap mereka
di tahun kemenangan atas kota Mekah. Maka Allah memperlihatkan hal itu kepada Rasul-Nya. Lalu
Rasulullah Saw. mengirimkan suatu pasukan untuk mengejar pengirim surat tersebut, hingga surat itu
berhasil dicegah dan dikembalikan, lalu Hatib dihadapkan kepada Rasulullah Saw. Dan Hatib mengakui
perbuatannya itu. Saat itulah Umar ibnul Khattab bangkit, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah
saya memenggal batang lehernya, karena sesungguhnya dia telah berkhianat terhadap Allah dan Rasul-
Nya serta kaum mukmin?" Rasulullah Saw. bersabda:

Biarkanlah dia. karena sesungguhnya dia telah ikut dalam Perang Badar. Tahukah kamu, mudah-
mudahan Allah memperhatikan ahli Badar dan Dia berfirman, "Berbuatlah sesuka kalian, sesungguhnya
Aku telah mengampuni kalian."

Menurut kami, pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa ayat ini bermakna umum, sekalipun
benar bahwa ayat ini diturunkan karena latar belakang yang bersifat khusus. Menurut jumhur ulama, hal
yang terpakai ialah keumuman dari makna yang dikandungnya, bukan latar belakangnya yang khusus.
Perbuatan khianat bersifat umum mencakup semua dosa kecil dan dosa besar yang bersifat permanen
dan yang tidak permanen.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
juga janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian. (Al Anfaal:27)
Amanat artinya sesuatu yang dipercayakan oleh Allah kepada hamba-Nya, yakni hal-hal yang fardu.
Dikatakan la takhunu artinya janganlah kalian merusak amanat.

Menurut riwayat lain disebutkan:

janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-(Nya).

Yang dimaksud dengan amanat ialah meninggalkan perintah-Nya dan mengerjakan kemaksiatan.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair,
dari Urwah ibnuz Zubair sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu 'janganlah kalian menampakkan
kebenaran di hadapannya yang membuatnya rela kepada kalian, kemudian kalian menentangnya dalam
hati kalian dan cenderung kepada selainnya, karena sesungguhnya hal tersebut merusak amanat kalian
dan merupakan suatu pengkhianatan terhadap diri kalian sendiri.

As-Saddi mengatakan, apabila mereka mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, berarti mereka mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepada diri mereka. Selanjutnya ia mengatakan pula bahwa dahulu
mereka mendengar pembicaraan dari Nabi Saw., lalu mereka membocorkannya kepada kaum musyrik.
Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan, Allah melarang kalian berbuat khianat terhadap Allah dan Rasul-
Nya, janganlah kalian berbuat seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang munafik.

Anda mungkin juga menyukai