Anda di halaman 1dari 16

Makalah Sharaf

TAUKID FI’IL DENGAN NUN


DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK IV
ZUHAFNI MAWADDAH

PUTRI NADIA

SYARAH

DOSEN: ZAINAL ABIDIN, LC, MA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para
sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita semua selaku umatnya.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sharaf
jurusan Pendidikan Bahasa Arab dengan judul “NUN TAUKID”

Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan yang telah
diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada:

1. Orang tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril
mapun materil.
2. Dosen pembimbing mata kuliah Sharaf, Zainal Abidin, Lc, MA.
3. Dan umumnya kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan serta motivasi
dalam penyelesaian makalah ini.

Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama ini mendapat balasan yang
berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.

Medan, April 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Nun Taukid .................................................................................. 2


B. Pembagian Nun Taukid.................................................................................. 2
C. Fi’il-fi’il yang dapat dimasuki Nun Taukid ................................................... 3
D. Hukum Nun Taukid pada Fi’il Mudhari’ ....................................................... 3
E. Hukum Nun dan Fi’il yang ditaukidkan dengan Nun .................................... 7
F. Contoh Pentashrifan Fi’il Shahih & Mu’tal
yang disertai dengan Nun Taukid .................................................................. 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................... 13
B. Saran .............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sharaf dan nahwu adalah ilmu yang tidak dapat terlepas dalam kajian bahasa Arab.
Keduanya perlu dipelajari untuk mengetahui kaidah-kaidah bahasa Arab. Maka untuk
mengkaji keduanya dibutuhkan seperangkat sarana untuk mendukung keberhasilan dalam
berbahasa arab.

Sharaf adalah ilmu yang berhubungan dengan bahasa Arab, membahas tentang
perubahan kata, asal-usul kata atau keadaannya. Pembahasan dalam sharaf sangat kompleks.
Misalnya kata kerja atau fi’il. Sharaf akan memberikan paparan tentang fi’il, perubahannya,
jenis-jenisnya, dan lain sebagainya. Dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai Nun
Taukid yang menyertai fi’il, yaitu Nun Taukid Tsaqilah dan Nun Taukid Khafifah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nun Taukid?
2. Apa sajakah pembagian Nun Taukid?
3. Fi’il-fi’il apa sajakah yang dapat dimasuki Nun Taukid?
4. Bagaimana hukum Nun Taukid pada Fi’il Mudhari’?
5. Bagaimana hukum Nun dan Fi’il yang ditaukidkan dengan Nun?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian Nun Taukid
2. Untuk mengetahui pembagian Nun Taukid
3. Untuk mengenal fi’il-fi’il yang dapat dimasuki Nun Taukid
4. Untuk mengetahui hukum Nun Taukid pada Fi’il Mudhari’
5. Untuk mengetahui hukum Nun dan Fi’il yang ditaukidkan dengan Nun

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nun Taukid

Taukid berasal dari kata ‫ ت َ ْو ِك ْيدًا‬-‫ يَت َ َو َّكد‬-َ‫تو َّكد‬


َ “menegaskan, menguatkan,

meyakinkan”. Taukid secara bahasa berarti pengukuhan, penguatan, penegasan.

Nun Taukid adalah َ‫ت َ ْل َحق ْال ِف ْعل اَي ِ ْالم ْست َ ْقبَل‬, nun yang berfungsi untuk meyakinkan,

yang masuk pada fi’il yang berzaman mustaqbal (masa yang akan datang).1

Fi’il dapat diklasifikasikan dari segi muakkad dan ghairu muakkad.2

1. Fi’il Muakkad, yaitu fi’il yang berkonjungsi dengan nun taukid.

Seperti: ‫َي ْنص َر َّن‬


2. Fi’il Ghairu Muakkad, yaitu fi’il yang tidak berkonjungsi dengan nun taukid.

Seperti : ‫َيك ْون‬

B. Pembagian Nun Taukid

Nun Taukid yang berfungsi menaukidi fi’il itu ada dua bentuk :

1. Nun Taukid Tsaqilah, yaitu nun bertasydid (berat karena bertasydid).

ِ ‫َي ْنص ْرن‬


Contoh: ‫َان‬ ِ ‫ َي ْنص َر‬،‫يَ ْنص َر َّن‬
،‫ان‬
2. Nun Taukid Khafifah, yaitu nun yang bersukun (ringan karena sukun).

Contoh: ‫يَ ْنص َر ْن‬

C. Fi’il-fi’il yang dapat dimasuki Nun Taukid

1
Bahauddin bin Abdullah Ibnu ‘Aqil. Terj. Alfiyyah Ibnu ‘Aqil, ( Sinar Baru Algesindo, 2009), h. 724
2
Shohib Khoironi. Audhahul Manahij, (Jakarta: WCM. Press, 2008) h. 106

5
Nun taukid tsaqilah maupun nun taukid khafifah hanya dapat menyertai fi’il amar dan
fi’il mudhari’ saja.

Fi’il amar dapat ditaukidi dengan nun secara mutlak, seperti:

‫ا ِْجت َ ِهدَ َّن \ ا ِْجتَ ِهدَ ْن‬ = Rajinlah kamu sungguh-sungguh

‫تَ َعلَّ َم َّن \ ت َ َعلَّ َم ْن‬ = Belajarlah kamu sungguh-sungguh

Fi’il madhi tidak dapat ditaukidi secara mutlak. Akan tetapi ada sebagian ulama yang
berpendapat bahwa apabila lafalnya berupa fi’il madhi sedangkan maknanya menunjukkan
waktu yang akan datang (istiqbal), maka boleh ditaukidi dengan nun taukid baik yang tsaqilah
maupun khafifah, walaupun terhitung sedikit, seperti dalam sebuah hadits:

ْ َ ‫كن ا َ َحد ٌ ِم ْنكم الدَّ َّجا َل ا‬


‫ى فَ ِا َّما يد ِْر َك َّن‬ َّ ‫فَ ِا َّما اَد َْر‬

“ Maka apabila salah seorang diantara kamu sungguh-sungguh menemukan dajjal…”3

D. Hukum Nun Taukid pada Fi’il Mudhari’

Nun taukid (nun pengukuh/penguat) saat berada pada fiil mudhari’ memiliki tiga hukum
yaitu: wujuban (wajib), jawaz/ jaiz (boleh), dan imtina’/mamnu’ (dilarang).

1. Wajib Taukid, jika fi’il mudhari’ menjadi jawab qasam/ sumpah (wallahi, tallahi, billahi) serta
mencukupi tiga syarat :
1) harus bersambung dengan Lam jawab qasam, artinya tidak ada pemisah antara lam jawab
qasam dan fiil mudhari’.
2) harus Mustaqbal (menunjukkan waktu yang akan datang)
3) harus Mutsbat (positif/ tidak ada huruf nafi)

Contoh:

ْ َ ‫اَللِ َل َ ِكيدَ َّن أ‬


‫صنَا َمك ْم‬ َّ َ ‫َوت‬

3
Al-Ghulayaini, Mushthafa. Terj. Jami’ud Durusil Arabiyyah, ( Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1991), h. 170

6
“Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu”
(QS. Al-Anbiyaa’ : 57)

2. Dihukumi jaiz, apabila:


َ َ‫طل‬
1) Fiil mudhari’ berada setelah ‫ب‬ َ ‫اَد َوات ال‬, yaitu: lam amar, la nahi, adat istifham,
tamanni (mengharap sesuatu yang tidak mungkin terjadi), tarraji (mengharap
sesuatu yang mungkin terjadi), al’ardh (saran, usul), tahdid (ajakan)

NO CONTOH ARTINYA KETERANGAN


1 ‫اجتَهدَ َّن‬ ْ Rajinlah engkau sungguh-sungguh. Mengandung lam amar

2 ‫سلَ َّن‬ َ ‫ََلتَ ْك‬ Sungguh-sungguh jangan malas. ‫ َل‬Nahiyah


‫ه َْل ت َ ْف َعلَ َّن ْال َخي َْر‬
3 Apakah engkau sungguh-sungguh Adat istifham
telah melakukan kebaikan.
‫لَ ْيت َ َك ت َ ِجدَ َّن‬
4
Sekiranya engkau sungguh-sungguh Tamanni
‫لَعَلَّ َك تَف ْوزَ َّن‬ menemukan…
5
َ َ‫أ َ ََل تَز ْو َر َّن اْ ْل َمد‬
‫ارس‬ Mudah-mudahan engkau sungguh- Tarajji
َ ‫اْ َلو‬
َ‫طانيَّة‬ sungguh beruntung

َ ‫هلَّ يَ ْر َع ِو َي َّن اْلغَا ِو‬


‫ي‬ ‘ardh
Tidakkah sungguh-sungguh engkau
mengunjungi sekolah-sekolah negeri
‫ع ْن غ َِيه‬
َ .
7

Hendaknya orang yang sesat Tahdhidh


sungguh-sungguh berhenti dari
sesatnya

2) Fiil mudhari’ sebagai syarat setelah ‫( ادوات الشرط‬in, man, ma, lau, dll) yang
disertai dengan ‫ ما‬zaidah .

7
contoh:

(dan ini sudah mendekati wajib menurut sebagian ulama) ...‫ا ّما تجتهدن‬

   


…   

“Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka memohonlah


perlindungan kepada Allah…”( Q.S. Fushilat: 36)

Apabila adatnya bukan berupa ‫ ان‬maka pentaukidannya tergolong sedikit.

Contoh:

َ َ ‫سافِ َر َّن ا‬
‫سافِر‬ َ ‫َمتَى ا‬
“Kapan engkau sunggguh-sungguh berpergian akupun akan berpergian”

3) Fiil mudhari’ dinafikan menggunakan ‫ آل‬dan tidak berkedudukan sebagai jawab


qasam.

Contoh:

   


....    

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang zhalim saja diantara kamu…”(Q.S. Al-Anfal:25)

4) Fiil mudhari’ terletak setelah ‫ ما‬zaidah tanpa didahului adatu syarthi.

Contohnya:

‫بعين ما أ َ َر َينَّ َك‬

8
“Dengan mata, sungguh-sungguh aku melihat kamu”

3. Mamnu’ Taukid, ada pada dua tempat :


1) Menjadi jawab qasam tapi tidak mencukupi tiga syarat diatas,
- apabila ada pemisah antara Lam Qasam dengan Fiil Mudhari‘(‫ قد‬,‫ سوف‬,‫(س‬

contoh:

َ ‫يك َرب َُّك فَت َ ْر‬


‫ضى‬ َ ‫ف ي ْع ِط‬ َ َ‫َول‬
َ ‫س ْو‬
“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu
menjadi puas” (QS. Adh-Dhuhaa : 5)

- Fi’ilnya digunakan untuk zaman haal (sekarang) bukan Istiqbal, contoh :

Contoh:

ِ ‫وربي َل َق ْوم ِب‬


‫واج ِب ْي اآلن‬
“Demi Tuhanku, aku lagi melaksanakan kewajibanku sekarang.”

- Fi’il yang digunakan Manfi bukan Mutsbat ( terdapat huruf nafi)

Contoh:

‫وهللا ال أ قوم العدل‬

“Demi Allah saya tidak akan menegakkan keadilan”

2) Apabila tidak diawali dengan sesuatu yang menyebabkan penaukidannnya


berhukum Jaiz (seperti qasam, adat thalab, nafi, adat syarat dan ‫ ما‬zaidah.

Contoh :

ِ ‫َكثْ َرة ال ِعت َا‬


َ ‫ب ت ْو َرث البَ ْغ‬
‫ض ِاء‬
“Sering mencela mewariskan kebencian”

9
E. Hukum Nun dan Fi’il yang ditaukidkan dengan Nun
1. Nun taukid khafifah tidak boleh terletak setelah dhamir tatsniyyah, sehingga tidak
boleh diucapkan (‫) َو هللاِ لَت َ ْذ َهبَانَ ْن‬, atau setelah nun niswah, sehingga tidak boleh

diucap-kan ( ‫)َلَ ت َ ْذ َه ْبن َْن‬.

Sedangkan apabila fi’il mudhari’ bertemu waw jama’ atau ya’ mukhatabah, maka
boleh disertai nun taukid khafifah, seperti ( ‫)ا ْذ َهبِ ْن‬.

2. Apabila nun taukid tsaqilah terletak setelah dhamir tatsniyyah, maka alif ditetapkan
dan nun taukid tsaqilah dibaca kasrah, karena untuk menyerupakan nun itu dengan
nun tatsniyyah dalam isim, seperti (‫ )ا ْكتبا َ ِن‬dan (‫) ِليَ ْكتبا َ ِن‬.

Jika fi’il mud‫ا‬ari’nya marfu’, maka nun tanda rafa’ juga dibuang untuk menghindari
bertemunya tiga nun berturut-turut, seperti (‫ )ت َ ْكتبا َ ِن‬yang asalnya adalah (‫)ت َ ْكتباَنِ َّن‬.

3. Apabila nun taukid terletak setelah waw jama’ yang huruf sebelumnya dibaca
dhammah, atau ya’ mukhathabah yang huruf sebelumnya dibaca kasrah, maka waw
jama’ atau ya’ mukhathabah dibuang, untuk mengihindari bertemunya dua sukun, dan
harakat huruf sebelum waw dan ya’ tetap seperti keadaan semula.

Contoh:

NO LAFAL ASAL ARTINYA/KETERANGAN


1 ‫ا ْكتب َّن‬ ‫ا ْكتبو َّن‬ Menulislah kamu semua sungguh-
sungguh/Fi’il amar bertemu wawu
jamak
َّ ‫ا ْكت ِب‬
‫ين‬
2 ‫ا ْكتبِ َّن‬ Menulislah sungguh-sungguh kamu
perempuan/Fi’il amar bertemu ya’
‫ِل َي ْكتب ْو َّن‬ mukhathabah
3
‫ِليَ ْكتب َّن‬
Hendaklah mereka sungguh-sungguh
menulis/Fi’il mudhari’ majzum dengan
lam amar bertemu wawu jamak

10
Jika fi’il mudhari’nya marfu’, maka nun tanda rafa’ pertama kali dibuang lalu waw
dan ya’ dibuang karena bertemunya dua sukun setelah membuang nun. Contoh:

No LAFAL ASAL ARTINYA/KETERANGAN


1 ‫هل ت َ ْذهَب َّن‬ ‫ت َ ْذهَب ْون ََّن‬ Apakah kamu semua sungguh-
sungguh pergi/wawu fa’il dan
nun rafa’ dibuang.

2
‫هَل ت َ ْذ َه ِب َّن‬ ‫ت َ ْذ َه ِب ْين ََّن‬ Apakah kamu perempuan
sungguh-sungguh pergi/ya’ fa’il
dan nun rafa’ dibuang

4. Jika huruf sebelum waw jama’ dan ya’ mukhathabah yang bertemu dengan nun
dibaca fathah, maka waw dan ya’ tetap seperti semula. Hanya saja untuk waw dibaca
dhammah dan untuk ya’ dibaca kasrah.

Contoh:

NO LAFAL ASAL ARTINYA/KETERANGAN


1 ‫ه َْل تَ ْخشَو َّن‬ ‫ت َ ْخش َْون ََّن‬ Apakah kamu semua
sungguh-sungguh takut/waw
tetap dan dibaca dhammah,
nun rafa’ dihilangkan.

2
‫اِ ْخشَو َّن‬ ‫اِ ْخش َْو َّن‬ Takutlah sungguh-sungguh
kamu semua/wawu tetap dan
dibaca dhammah.

11
5. Apabila nun taukid bertemu dengan huruf akhir fi’il yang diisnadkan (disandarkan)
kepada dhamir mustatir atau isim dzahir, maka huruf terakhir dari fi’il tersebut dibaca
fathah, seperti (‫)ا ْكتبَ َّن‬. Dan jika berupa fi’il yang mu’tal akhir dengan alif, maka alif

kita ganti ya’, seperti (‫س َعيَ َّن‬


ْ ِ‫)ا‬.
6. Apabila yang ditaukidi fi’il amar yang dimabnikan dengan membuang huruf
akhirnya, atau fi’il mudhari’ yang dijazamkan dengan membuang huruf akhirnya,
maka kita kembalikan huruf terakhirnya –jika huruf tersebut adalah ya’ atau waw-
dengan dimabnikan fathah. Contoh:

‫ادْع‬ menjadi ‫ ادْع َو َّن‬/ ‫ادْع َو ْن‬


7. Apabila nun niswah bertemu nun taukid tsaqilah, maka diwajibkan untuk memisah
keduanya dengan alif untuk menghindari berkumpulnya beberapa nun, seperti

(‫ ) َي ْكت ْبنَا ِن‬dan (‫)ا ْكت ْبنَا ِن‬.


8. Apabila Nun tukid khafifah bertemu dengan huruf sesudahnya yang dibaca sukun,
maka nun taukid khafifah dibuang untuk menghindari berkumpulnya dua sukun,
seperti: ‫ = ا ً ْك ِر َم ْال َك ِري َْم‬Muliakanlah sungguh-sungguh orang yang mulia

(asalnya adalah ‫) ا ً ْك ِر َم ْن ْال َك ِري َْم‬4


F. Contoh Pentashrifan Fi’il Shahih & Mu’tal yang disertai dengan Nun Taukid

FI’IL SHAHIH AKHIR


NUN TAUKID KHAFIFAH NUN TAUKID TSAQILAH
DHAMIR FI’IL MUDHARI’
MAJHUL MA’LUM MAJHUL MA’LUM

َ ‫ي ْن‬
‫ص َر ْن‬ ‫يَ ْنص َر ْن‬ َ ‫ي ْن‬
‫ص َر َّن‬ ‫يَ ْنص َر َّن‬ ‫هو‬
- - ‫ان‬ َ ‫ي ْن‬
ِ ‫ص َر‬ ِ ‫يَ ْنص َر‬
‫ان‬ ‫هما‬
َ ‫ي ْن‬
‫صر ْن‬ ‫يَ ْنصر ْن‬ َ ‫ي ْن‬
‫صر َّن‬ ‫يَ ْنصر َّن‬ ‫هم‬
َ ‫ت ْن‬
‫ص َر ْن‬ ‫ت َ ْنص َر ْن‬ َ ‫ت ْن‬
‫ص َر َّن‬ ‫ت َ ْنص َر َّن‬ ‫هي‬
- - ‫ان‬ َ ‫ت ْن‬
ِ ‫ص َر‬ ِ ‫ت َ ْنص َر‬
‫ان‬ ‫هما‬
- - ‫َان‬ َ ‫ي ْن‬
ِ ‫ص ْرن‬ ِ ‫يَ ْنص ْرن‬
‫َان‬ ‫هن‬

4
Ibid, h. 177-183

12
‫ت ْن َ‬
‫ص َر ْن‬ ‫ت َ ْنص َر ْن‬ ‫ت ْن َ‬
‫ص َر َّن‬ ‫ت َ ْنص َر َّن‬ ‫انت‬
‫َ‬
‫‪-‬‬ ‫‪-‬‬ ‫ان‬ ‫ت ْن َ‬
‫ص َر ِ‬ ‫ت َ ْنص َر ِ‬
‫ان‬ ‫انتما‬
‫ت ْن َ‬
‫صر ْن‬ ‫ت َ ْنصر ْن‬ ‫ت ْن َ‬
‫صر َّن‬ ‫ت َ ْنصر َّن‬ ‫انتم‬
‫ت ْن َ‬
‫ص ِر َّن‬ ‫ت َ ْنص ِر َّن‬ ‫ت ْن َ‬
‫ص ِر َّن‬ ‫ت َ ْنص ِر َّن‬ ‫ت‬
‫ان ِ‬
‫‪-‬‬ ‫‪-‬‬ ‫ان‬ ‫ت ْن َ‬
‫ص َر ِ‬ ‫ت َ ْنص َر ِ‬
‫ان‬ ‫انتما‬
‫‪-‬‬ ‫‪-‬‬ ‫َان‬ ‫ت ْن َ‬
‫ص ْرن ِ‬ ‫ت َ ْنص ْرن ِ‬
‫َان‬ ‫انتن‬
‫ا ْن َ‬
‫ص َر ْن‬ ‫ا َ ْنص َر ْن‬ ‫ا ْن َ‬
‫ص َر َّن‬ ‫ا َ ْنص َر َّن‬ ‫انا‬
‫ن ْن َ‬
‫ص َر ْن‬ ‫نَ ْنص َر ْن‬ ‫ن ْن َ‬
‫ص َر َّن‬ ‫نَ ْنص َر َّن‬ ‫نحن‬

‫اِ ْفت َ َح ْن‬ ‫اِ ْفت َ َح َّن‬ ‫انت‬


‫َ‬
‫اِ ْفت َ َح ِ‬

‫‪FI’IL AMAR‬‬
‫‪-‬‬ ‫ان‬ ‫انتما‬
‫اِ ْفتَح ْن‬ ‫اِ ْفتَح َّن‬
‫‪-‬‬ ‫اِ ْفت َ ِح ْن‬
‫‪-‬‬ ‫اِ ْفت َ ِح َّن‬
‫انتم‬
‫ت‬
‫ان ِ‬
‫‪-‬‬ ‫اِ ْفت َ َح ِ‬
‫ان‬ ‫انتما‬
‫‪-‬‬ ‫اِ ْفت َ ْحن ِ‬
‫َان‬ ‫انتن‬

‫‪FI’IL MU’TAL AKHIR‬‬


‫’‪MUDHARI‬‬

‫‪NUN TAUKID KHAFIFAH‬‬ ‫‪NUN TAUKID TSAQILAH‬‬


‫‪DHAMIR‬‬
‫‪MAJHUL‬‬ ‫‪MA’LUM‬‬ ‫‪MAJHUL‬‬ ‫‪MA’LUM‬‬
‫‪FI’IL‬‬

‫ي ْغزَ َو ْن‬ ‫يَ ْغز َو ْن‬ ‫ي ْغزَ َو َّن‬ ‫يَ ْغز َو َّن‬ ‫هو‬
‫‪-‬‬ ‫‪-‬‬ ‫ي ْغزَ َو ِ‬
‫ان‬ ‫يَ ْغز َو ِ‬
‫ان‬ ‫هما‬
‫ي ْغزَ و ْن‬ ‫يَ ْغز ْن‬ ‫ي ْغزَ و َّن‬ ‫يَ ْغز َّن‬ ‫هم‬

‫‪13‬‬
‫ت ْغزَ َو ْن‬ ‫ت َ ْغز َو ْن‬ ‫ت ْغزَ َو َّن‬ ‫ت َ ْغز َو َّن‬ ‫هي‬
‫‪-‬‬ ‫‪-‬‬ ‫ت ْغزَ َو ِ‬
‫ان‬ ‫ت َ ْغز َو ِ‬
‫ان‬ ‫هما‬
‫‪-‬‬ ‫‪-‬‬ ‫ي ْغزَ ن ِ‬
‫َان‬ ‫َي ْغزن ِ‬
‫َان‬ ‫هن‬
‫ت ْغزَ َو َّن‬ ‫ت َ ْغز َو ْن‬ ‫ت ْغزَ َو َّن‬ ‫ت َ ْغز َو َّن‬ ‫انت‬
‫َ‬
‫‪-‬‬ ‫‪-‬‬ ‫ت ْغزَ َو ِ‬
‫ان‬ ‫ت َ ْغز َو ِ‬
‫ان‬ ‫انتما‬
‫ت ْغزَ و ْن‬ ‫ت َ ْغز ْن‬ ‫ت ْغزَ و َّن‬ ‫ت َ ْغز َّن‬ ‫انتم‬
‫ت ْغ ِز ْن‬ ‫ت َ ْغ ِز ْن‬ ‫ت ْغزَ َّن‬ ‫ت َ ْغ ِز َّن‬ ‫ت‬
‫ان ِ‬
‫‪-‬‬ ‫‪-‬‬ ‫ت ْغزَ َو ِ‬
‫ان‬ ‫ت َ ْغز َو ِ‬
‫ان‬ ‫انتما‬
‫‪-‬‬ ‫ت ْغزَ ْو ِ‬
‫نان‬ ‫ت َ ْغزن ِ‬
‫َان‬ ‫انتن‬
‫ا ْغزَ َو ْن‬ ‫ا َ ْغز َو ْن‬ ‫ا ْغزَ َو َّن‬ ‫ا َ ْغز َو َّن‬ ‫انا‬
‫ن ْغزَ َو ْن‬ ‫نَ ْغز َو ْن‬ ‫ن ْغزَ َو َّن‬ ‫نَ ْغز َو َّن‬ ‫نحن‬
‫ا ْغز َو ْن‬ ‫ا ْغز َو َّن‬ ‫انت‬
‫َ‬
‫‪-‬‬ ‫ا ْغز َو ِ‬
‫ان‬ ‫انتما‬

‫‪FI’IL AMAR‬‬
‫‪-‬‬ ‫ا ْغز ْن‬
‫ا ْغ ِز ْن‬
‫‪-‬‬ ‫ا ْغز َّن‬
‫ا ْغ ِز َّن‬
‫انتم‬
‫ت‬
‫ان ِ‬
‫‪-‬‬ ‫ا ْغز َو ِ‬
‫ان‬ ‫انتما‬
‫‪-‬‬ ‫ا ْغزن ِ‬
‫َان‬ ‫انتن‬

‫‪14‬‬
BAB III

PENUTUP

FI’IL

Muakkad= fi’il yang berkonjungsi dengan Ghairu Muakkad= fi’il yang tidak berkonjungsi
nun taukid. Seperti : ‫يَك ْون‬ dengan nun taukid. Seperti : ‫يَك ْون‬

NUN TAUKID

(nun untuk penegasan/ meyakinkan, yang


masuk pada fi’il yang berzaman mustaqbal)

Nun Taukid Tsaqilah, yaitu nun bertasydid Nun Taukid Khafifah, yaitu nun yang bersukun
(berat karena bertasydid). Contoh: ‫يَ ْنص َر َّن‬ (ringan karena sukun). Contoh: ‫َي ْنص َر ْن‬

FI’IL MUDHARI’ = ‫تَعَلَّ َم ْن‬ \ ‫تَعَلَّ َم َّن‬


FI’IL AMAR = ‫اِجْ ت َ ِهدَ ْن‬ \
‫اِجْ ت َ ِهدَ َّن‬

HUKUM NUN TAUKID PADA FI’IL


MUDHARI’

WAJIB JAIZ MAMNU’

 Sebagai jawab  Berada setelah ‫اَد َوات‬  Sebagai jawab qasam


qasam ‫ب‬َ َ‫طل‬
َ ‫ال‬ tetapi tidak memenuhi
- Bersambung dengan  Menjadi syarat 3 syarat
lam jawab qasam setelah ‫ادوات الشرط‬  tidak diawali dengan
- Mustaqbal  Manfi (ada huruf nafi) sesuatu yang
- Mutsbat  terletak menyebabkan
setelah ‫ ما‬zaidah tanpa penaukidannnya
didahului ‫ادوات الشرط‬ berhukum Jaiz
15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghulayaini, Mushthafa. 1991. Terj. Jami’ud Durusil Arabiyyah, ( Semarang: CV. Asy-
Syifa’)

Al-Gulayaini, Mushthafa. 2007. Jami’ud Durusil Arabiyyah, ( Beirut: Darl Al-Fikr)

Bahauddin bin Abdullah Ibnu ‘Aqil. 2009. Terj. Alfiyyah Ibnu ‘Aqil, ( Sinar Baru Algesindo)

Khoironi, Shohib. 2008. Audhahul Manahij, (Jakarta: WCM. Press)

Ni’mah, Fuad. Mulakkhas Qawa’id allughah al ‘arabiyyah, ( Beirut: Darl Ast- Tsaqafah al
Islamiyyah)

16

Anda mungkin juga menyukai