Anda di halaman 1dari 3

Mengenal Pemikiran Tafsir Semantik Toshihiko Izutsu dalam Kajian Al-Quran Part II

Oleh : Diki Ramadhan

Pada bagian pertama, penulis baru menjelaskan tentang biografi serta perjalanan
intelektual Izutsu serta sedikit mengenalkan kepada para pembaca tentang tafsir semantik dan
juga pemikiran semantik dasar Toshihiko Izutsu. Di bagian kedua ini, penulis akan lebih
dalam lagi untuk mengulas dan mengkaji tafsir semantik Izutsu dalam kajiannya terhadap Al-
Quran.

Konsep Semantik Al-Quran Perspektif Izutsu

Pada dasarnya, Izutsu bukanlah orang pertama yang menggunakan semantik dalam al-
Qur’an. Karya kesarjanaan klasik, terutama yang berjudul al-Wujuh wa al-Nazhair,
menunjukkan adanya kesadaran semantis oleh ulama klasik muslim. al-Wujuh wa al-Nazhair
merupakan bentuk ikhtiar ulama klasik dalam memahami pesan makna yang dimiliki setiap
kosakata yang dipakai dalam Al-Qur’an. Izutsu menjelaskan bahwa maksud semantik di sini
menurutnya adalah kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu
pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian konseptualWeltanschauung atau
pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa itu, tidak hanya sebagai alat bicara
dan berpikir, tetapi yang lebih penting lagi, pengkonsepan dan penafsiran dunia yang
melingkupinya.

Kaidah semantik ini dimulai dengan membuka seluruh kosa kata Al-Qur’ān, semua
kata penting yang mewakili konsep-konsep penting serta menelaah apa makna kata semua
kata itu dalam konteks Al-Qur’ān, bukan konteks sempit berkaitan dengan alasan turunnya
ayat tertentu, tetapi konteks yang lebih luas. Namun, ini tidak mudah. Kata-kata atau
konsepkonsep di dalam Al-Qur’ān adalah tidak sederhana (simple). Kedudukan masing-
masing saling terpisah, tetapi sangat saling bergantung dan menghasilkan makna konkrit
justru dari seluruh sistem hubungan itu. Artinya, kata-kata itu membentuk kelompok-
kelompok yang beragam, besar dan kecil, dan saling terkait satu sama lain dengan berbagai
cara, lalu pada akhirnya menghasilkan keteraturan yang syumul, sangat kompleks dan rumit
sebagai rangka kerja gabungan konseptual.

Sebagai contoh, pada semantik kufr, kata-kata kunci memiliki hubungan makna dengan
kufr. Kata kufr sebagai kata fokus memiliki makna yang paling luas dibandingkan dengan
kata-kata kunci lain yang maknanya lebih sempit. Kata-kata kunci tersebut menentukan dan
memperjelas maknanya sendiri yang independen. Seperti kata dhalāl yang berarti “sesat”,
termasuk dalam kategori jalan yang menyimpang dari jalan kebenaran, berlawanan dengan
kata Allah, konsepsi yang menunjukkan kepada manusia “jalan kebenaran”. Dengan
demikian dapat ditarik makna pembeda antara kata fokus dengan kata-kata kunci.

Dari hal-hal tersebut, akan terbentuk suatu konsep yang tergambar dalam Al-Quran,
namun untuk menyusun suatu konsep dengan mengambil suatu kata dalam Al-Quran adalah
pekerjaan yang sulit, karena kata-kata atau konsepkonsep dalam Al-Quran itu tidak
sederhana. Kedudukannya masing-masing saling terpisah tetapi saling bergantungan untuk
menghasilkan suatu konsep.

Lanjutan Penelitian Izutsu

Dalam penelitian selanjutnya, mengkaji Al-Quran dari segi historis kosa kata atau
aspek kesejarahan kosa kata Al-Quran. Menurut Izutsu, ada tiga alasan diperlukannya kajian
historis terhadap istilah-istilah kunci Al-Quran. Pertama, pada umumnya kajian terhadap
persoalan tersebut berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda atau lebih, namun sangat
berkaitan erat, biasanya berakhir dengan pandangan yang lebih dalam dan lebih komprehensif
terhadap persoalan tersebut.

Kedua, dengan mengikuti perkembangan semantik beberapa istilah kunci dalam Al-
Quran melalui sistem non Al-Quran yang muncul dalam Islam karena perkembangan zaman,
maka dapat ditemukan keistimewaan makna kata-kata yang ada dalam Al-Quran dengan
sudut pandang yang baru. Ketiga, telaah yang cermat terhadap persoalan kemungkinan dan
signifikansi semantik historis, sebaliknya akan memperjelas keuntungan dan keterbatasan
metode tersebut dan prinsip-prinsip khas semantik statis, sehingga memungkinkan untuk
menggabungkan kedua semantika tersebut dengan cara yang sangat menguntungkan dalam
menganalisis struktur kosakata Al-Quran.

Pendekatan Historis dalam Memahami Kosa Kata Al-Quran

Dalam pandangannya, Izutsu mengungkap bahwa sejarah kata kunci Al-Quran atau semantik
historis dapat dilakukan dengan dua jalan, yaitu diakronis dan sinkronis. Diakronis adalah
pandangan terhadap bahasa yang pada prinsipnya menitikberatkan pada unsur waktu. Dengan
kata lain, diakronis adalah menyelidiki perkembangan bahasa dari satu masa ke masa lain
serta menyelidiki perbandingan suatu bahasa dengan bahasa lain. Dengan demikian, secara
diakronis kosa kata adalah sekumpulan kata yang masing-masing tumbuh dan berubah secara
bebas dengan caranya sendiri yang khas. Sedangkan sinkronis adalah penyelidikan
perkembangan bahasa dari suatu peristiwa yang terjadi dalam satu masa yang terbatas.
Pertumbuhan dan perubahan tersebut tergantung pada masyarakat yang menggunakan kata-
kata tersebut. Makna kata suatu bahasa bisa sudah berkembang, bisa statis, bisa berubah, dan
bisa hilang dari peredaran tergantung dari keadaan dan sikap pemakai bahasa itu.

Kesimpulan

Menurut sistem Al-Quran, semua medan semantik berkaitan dan diatur oleh konsep
sentral dan tertinggi, yaitu Allah. Pengaruhnya tidak saja terhadap konsepkonsep yang
berhubungan dengan agama dan keimanan, tetapi juga semua gagasan moral dan konsep-
konsep yang mewakili aspek-aspek keduniaan dalam kehidupan manusia seperti misalnya
perkawinan, perceraian, warisan, urusan perdagangan, dan lain sebagainya.

Izutsu juga berkata, bahwa ada banyak cara untuk memahamai makna dari satu kata
asing. Yang paling sederhana dan umum adalah memberikan kata padanan dalam bahasa
orang itu sendiri, tetapi kaidah ini kurang dapat dihandalkan. Beliau memberikan contoh kata
Jerman gatte, mempunyai makna yang sama dengan kata Inggris husband (suami di dalam
bahasa Melayunesia).

Maka, dari penjabaran yang penulis lakukan di bagian satu dan ini bahwa pengertian
yang diberikan Izutsu pada dasarnya semantik Al-Quran dan semantik pada teks lain tidaklah
jauh berbeda, yakni mempelajari makna kata. Hanya saja dalam konteks Al-Quran perlu
adanya kata kunci yang menjadi titik temu dari medan semantik dalam kelompok kata di
bawahnya.

Wallahu’alam...

Anda mungkin juga menyukai