Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

DALIL LINGUISTIK

DARI SEGI CAKUPAN KEUMUMAN DAN SEGI PEMAKNAAN

(‘Amm, Khas, Haqiqat dan Majaz)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh


Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Zidny Nafi’ Hasbi, S.E, S.IF, M.E

Disusun Oleh : Kelompok 9

HESTY SUFIANTI PURWANDARI (NIM. 2281131083


ADETYA (NIM. 2281131060)
KHOIRUN NIAM (NIM. 22811310773)
MUHAMMAD SYAFI’I (NIM. 2281131079)
MUSPI (NIM. 2281131092)

PROGRAM STUDI PJJ (PENDIDIKAN AGAMA ISLAM) PAI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam dunia studi agama, terutama dalam konteks Islam, dalil linguistik
adalah salah satu aspek penting yang digunakan untuk memahami dan
menafsirkan teks-teks suci, seperti Al-Quran dan Hadis. Dalil linguistik mencakup
dua aspek utama, yaitu segi cakupan keumuman (mutlaq) dan segi pemaknaan
(ma'nawi) dalam bahasa Arab. Aspek-aspek ini memiliki peran yang sangat
penting dalam penafsiran teks-teks agama dan membentuk dasar dari pemahaman
hukum Islam, etika, dan ajaran-ajaran agama secara umum.

1. Segi Cakupan Keumuman (Mutlaq)

Dalam konteks dalil linguistik, segi cakupan keumuman (mutlaq)


merujuk pada ketentuan atau pernyataan dalam teks-teks suci yang
dirumuskan secara umum, tanpa batasan atau spesifikasi yang jelas. Sebagai
contoh, dalam Al-Quran, terdapat banyak ayat yang dirumuskan dengan kata-
kata yang bersifat umum, seperti "barangsiapa" atau "siapa pun," tanpa
menyebutkan batasan-batasan tertentu. Hal ini membuka ruang bagi penafsir
dan ahli ushul fiqh (ilmu hukum Islam) untuk memahami bagaimana
ketentuan-ketentuan ini harus diterapkan dalam berbagai konteks kehidupan.

Segi cakupan keumuman ini memiliki implikasi besar dalam hukum


Islam karena memungkinkan pembaruan hukum dan penyesuaian terhadap
perubahan zaman. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan dalam
menentukan batasan-batasan yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Oleh
karena itu, memahami segi cakupan keumuman dalam dalil linguistik sangat
relevan dalam menjawab pertanyaan hukum Islam dalam berbagai situasi
kehidupan.

2. Segi Pemaknaan (Ma'nawi)

Segi pemaknaan (ma'nawi) dalam dalil linguistik berkaitan dengan


pemahaman makna teks-teks suci yang tidak selalu terbatas pada makna
harfiah kata-kata. Dalam bahasa Arab, terdapat banyak istilah khusus, majaz
(makna metafora), dan bentuk-bentuk retorika lain yang digunakan dalam Al-
Quran dan Hadis. Pemahaman segi pemaknaan ini memerlukan pengetahuan
mendalam tentang bahasa Arab, budaya, dan konteks historis di mana teks-
teks tersebut diturunkan.

Segi pemaknaan ini sangat penting dalam menafsirkan teks-teks suci


dengan benar. Kesalahan dalam pemahaman makna dapat mengarah pada
penafsiran yang salah dan mungkin bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh
karena itu, pemahaman yang tepat tentang segi pemaknaan dalam dalil
linguistik sangat krusial dalam konteks penafsiran dan aplikasi teks-teks suci.

Makalah ini akan mengkaji lebih lanjut kedua aspek penting dalam dalil
linguistik, yaitu segi cakupan keumuman dan segi pemaknaan. Kami akan
mengeksplorasi bagaimana kedua aspek ini digunakan dalam ushul fiqh,
proses penentuan hukum Islam, dan tafsir Al-Quran dan Hadis. Melalui analisis
yang mendalam tentang dalil linguistik, makalah ini akan mencoba
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana bahasa dan
pemaknaan memainkan peran sentral dalam pemahaman ajaran Islam dan
hukum syariah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana segi cakupan keumuman dalam dalil linguistik memengaruhi
pemahaman dan aplikasi hukum Islam dalam konteks berbagai situasi
kehidupan?
2. Apa peran segi pemaknaan (ma'nawi) dalam dalil linguistik dalam proses
penafsiran teks-teks suci seperti Al-Quran dan Hadis, dan bagaimana
pemahaman yang salah terhadap segi pemaknaan dapat memengaruhi
penafsiran dan aplikasi ajaran agama?
3. Bagaimana ulama dan ahli hukum Islam menggunakan pengetahuan tentang
segi cakupan keumuman dan segi pemaknaan dalam dalil linguistik untuk
mengatasi tantangan interpretasi dan penentuan hukum Islam dalam berbagai
konteks zaman?
4. Bagaimana pemahaman yang mendalam tentang bahasa Arab dan konteks
historis berperan dalam memahami segi pemaknaan dalam dalil linguistik, dan
apa implikasinya dalam penafsiran teks-teks suci?
5. Bagaimana penggunaan dalil linguistik yang benar dapat memfasilitasi
pembaruan hukum Islam dan menjaga relevansi ajaran agama dengan
perkembangan zaman?

C. TUJUAN
1. Menggali Pemahaman Mendalam: Menganalisis dengan mendalam konsep segi
cakupan keumuman dan segi pemaknaan dalam dalil linguistik untuk
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang cara teks-teks suci dalam
Islam dapat ditafsirkan dan diterapkan secara benar.
2. Mengkaji Implikasi Hukum Islam: Mempelajari bagaimana segi cakupan
keumuman dan segi pemaknaan dalam dalil linguistik memengaruhi penarikan
hukum Islam dalam berbagai konteks, serta bagaimana hal ini dapat membantu
mengatasi perubahan sosial dan teknologi dalam masyarakat modern.
3. Menyoroti Pentingnya Bahasa Arab dan Konteks Sejarah: Menggarisbawahi
pentingnya pemahaman bahasa Arab dan konteks sejarah dalam menafsirkan
segi pemaknaan dalam dalil linguistik, dan bagaimana pengetahuan ini
memengaruhi penafsiran yang tepat.
4. Mendukung Pembaruan Hukum Islam: Menunjukkan bagaimana pemahaman
yang benar tentang dalil linguistik dapat membantu menjaga relevansi hukum
Islam dengan perkembangan zaman, sekaligus memahami prinsip-prinsip
dasar yang tidak berubah dalam agama Islam.
5. Mendorong Diskusi Ilmiah: Mendorong pembaca untuk terlibat dalam diskusi
ilmiah tentang topik ini dan merangsang minat dalam studi ilmu ushul fiqh,
pemahaman hukum Islam, dan penafsiran teks-teks suci.
6. Memberikan Panduan untuk Praktisi Agama: Memberikan panduan kepada
praktisi agama, seperti ulama, ahli hukum Islam, dan pemimpin agama, tentang
bagaimana mereka dapat menggunakan pemahaman dalil linguistik dalam
pengambilan keputusan yang akurat dan sesuai dengan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan mencapai tujuan-tujuan ini, makalah ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konsep-konsep penting
dalam ushul fiqh dan membantu mempromosikan pemahaman yang akurat dan
kontekstual tentang hukum Islam dalam masyarakat modern.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DALIL LINGISTIK

Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa sebagai sistem komunikasi.


Dalam studi tentang bahasa, terdapat konsep-konsep penting seperti cakupan
keumuman ('am) dan cakupan khusus (khass), serta pemaknaan hakikat (haqiqi)
dan pemaknaan majazi (majaz). Dalam makalah ini, kita akan menjelaskan konsep-
konsep ini dan bagaimana mereka berperan dalam analisis linguistik dalam bahasa
Arab.

1. ‘Am
‘Am ditinjau dari segi bahasa berarti umum dan merata. Dalam ushul
fiqih, ‘am adalah lafadh yang menunjukkan dua atau lebih yang tidak terbatas.
Ada pula yang mengartikan ‘am sebagai lafadh yang mencakup bawahannya.
Sederhananya ‘am adalah lafadh dalam al-Quran yang mencakup dua perkara
atau lebih. Lafadh tersebut mencakup bawahannya. Misalnya lafadh zaidani,
maka lafadh zaidani mencakup dua zaid. Contohnya lagi, semisal an-Nas yang
berarti manusia. makanya lafadh an-Nas mencakup semua manusia tanpa
terkecuali.1

Disamping pengertian ‘am diatas ada beberapa pengertian ‘am menurut


ulama’ lainnya antara lain:

1. Hanafiah yaitu “Setiap lafazh yang mencakup banyak, baik secara lafazh
maupun makna”. Artinya lafadz tersebut mencakup arti secara
keseluruhan;
2. Al-Ghazali yaitu “Suatu lafazh yang menunjukkan dari arah yang sama
kepada dua hal atau lebih”.
3. Al-Bazdawi yaitu “Lafazh yang mencakup semua yang cocok untuk lafazh
tersebut dalam satu kata”.

1
https://iqipedia.com/2022/02/20/am-dan-khas-pengertian-am-lafadh-am-macam-
macam-khas/
4. Uddah ( dari kalangan ulama' Hanbali )" suatu lafadz yang mengumumi
dua hal atau lebih".
5. Imam Abu Zahrah (guru besar usul fiqih di Universitas Al-Azhar,) “Al-Am
sebagai lafadz yang mencakup keseluruhan makna yang dikandungnya
melalui satu ketetapan bahasa” Dalam defenisi ini tidak terkandung
keumuman kandungan atau makna satu, defenisi juga membedakan
antara hal yang mutlak dengan hal yang umum.
6. Prof Hasbi Ash shiddieqy dalam Pengantar Hukum Islamnya, ia
menyebutkan bahwa ‘Aam ialah suatu lafdz yang menunjukkan pada
seluruh afradnya yang dipahamkan.2

Istilah "am" dalam usul fiqh merujuk pada salah satu dari dua jenis
hukum dalam hukum Islam, yang lainnya adalah "khass." Istilah "am" juga
sering disebut sebagai "hukum umum." Hukum "am" atau "hukum umum"
adalah hukum yang dinyatakan dalam bentuk yang umum dan luas, tanpa
pembatasan atau spesifikasi tertentu.

Dalam konteks usul fiqh, ada beberapa prinsip penting yang terkait
dengan hukum "am" ini:

1. Ketidakspesifikasian: Hukum "am" tidak memberikan rincian atau


pembatasan khusus yang mengikat suatu perbuatan atau situasi tertentu.
Ini memungkinkan interpretasi yang lebih luas.
2. Mengikat secara default: Hukum "am" berlaku secara default untuk
semua situasi, kecuali jika ada dalil (bukti) yang menyatakan sebaliknya.
Jadi, jika tidak ada dalil yang lebih spesifik yang mengubah hukum "am,"
maka hukum umum tersebut akan berlaku.
3. Penafsiran: Salah satu peran penting usul fiqh adalah untuk menafsirkan
hukum "am" sesuai dengan konteks, tujuan, dan nilai-nilai Islam. Para
fuqaha (ahli fiqh) melakukan penelitian dan penafsiran hukum "am" untuk
mengaplikasikannya pada situasi konkret dalam kehidupan sehari-hari.

2
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/pemakaianpengertian-lafadz-am-dan-khas-
haqiqat-dan-majaz-zhahir-dan-khafy-dalam-al-quran-oleh-syamsul-hadi-sag-2211
Contoh sederhana dari hukum "am" adalah hukum bahwa memakan
daging hewan halal adalah halal. Ini adalah hukum yang umum dan berlaku
kecuali ada dalil yang menyatakan sebaliknya, misalnya, jika ada dalil yang
mengatakan bahwa daging dari hewan tertentu adalah haram, maka hukum
"am" ini akan tergantikan oleh hukum yang lebih spesifik.

Dalam usul fiqh, kontrast dengan "am" adalah "khass" atau "hukum
khusus," yang merupakan hukum yang dinyatakan dengan pembatasan atau
spesifikasi tertentu. Hukum "khass" biasanya memiliki prioritas atas hukum
"am" jika ada konflik antara keduanya.

Dalam Ushul fiqh, ‘Am memiliki posisi tertentu karena keluasan makna
atau arti yang dikandungnya. Lafaz Am terbagi ke dalam tiga macam:

1. ‘Am yuradu bihi al-am, yaitu am yang tidak dibarengi qarinah (penjelasan)
yang menghilangkan peluang pengkhususan makna.
2. ‘Am yuradu bihi al-khusus, yakni am yang dibarengi qarinah yang
menghilangkan makna umum dan menerangkan bahwa makna am di sana
hanya merujuk kepada beberapa dari seluruh satuannya.
3. ‘Am makhshush, yakni am mutlak. Am jenis ini tidak dibarengi qarinah yang
menghilangkan peluang pengkhususan dan menghilangkan keumumannya.
Jadi, sighat am ini keumumannya mutlak.3

Adapun kaidah ‘Am dalam Ushul fiqh adalah sebagai berikut:

a. Kaidah pertama: Keumuman itu tidak menggambarkan suatu hukum

Lafaz am ini bersifat global dan tidak menunjukkan ketentuan hukum yang
jelas. Contohnya terdapat dalam QS Hud ayat 6:

ِ ٰ ‫َو َما ِم ْن َد ۤاب َّ ٍة ِِف ْ َاْل ْر ِض ِا َّْل عَ ََل ه‬


ٌّ ُ ۗ ‫اّلل ِر ْزقُهَا َوي َ ْع َ َُل ُم ْس تَقَ َّرهَا َو ُم ْس تَ ْو َد َعهَا‬
‫ُك‬
‫ِ ِْف ِك هت ٍب ُّمب ْ ٍِي‬
Artinya :

3
https://www.islampos.com/kaidah-ushul-fikih-249535/
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat
berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS Hud: 6)4

b. Kaidah kedua: Makna tersirat itu memiliki bentuk umum

Maksudnya, makna tersirat dalam sebuah kalimat yang menyimpan


atau mengandung makna umum.

Contohnya, terdapat dalam QS Al Isra’ ayat 23:

‫َوقَ هٰض َرب ُّ َك َا َّْل تَ ْع ُبدُ ْوْٓا ِا َّْل ٓ ِا ََّّي ُه َو ِِبلْ َو ِ َاِل ْي ِن ِا ْح هس نًاۗ ِا َّما ي َ ْبلُغ ََّن ِع ْندَ كَ الْ ِك َ َب‬
‫َا َحدُ ُ َُها ٓ َا ْو ِ هِكهُ َما فَ ََل تَ ُق ْل لَّهُ َما ٓ ُا ٰ ٍف َّو َْل تَْنْ َ ْر ُ َُها َوقُ ْل لَّهُ َما قَ ْو ًْل َك ِريْ ًما‬
Artinya :

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan


menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(QS Al Isra: 23)5

c. Kaidah ketiga: Orang yang memerintahkan sesuatu, maka ia termasuk


dalam perintah tersebut

Maka, hukum juga berlaku bagi orang yang memerintahkannya. Kecuali


Allah SWT, tentu saja.

d. Kaidah keempat: Pelajaran diambil dari keumuman lafaz, bukan dari


kehususan sebab

4
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/11?from=6&to=123

5
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/17?from=23&to=24
Contohnya terdapat dalam hadis nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah.
Dia berkata:

‫للا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََل‬ ِ ‫فَقَا َل َر ُس ْو ُل‬


ُ ‫للا َص ََّل‬
‫الطه ُْو ُر َما ُؤ ُه الْ ِح ُّل َم ْيتَ ُت ُه‬
َّ ‫ُه َو‬
Rasulullah bersabda tentang laut: airnya suci dan mensucikan, serta
bangkainya halal.”6

2. KHAS

Khass adalah salah satu konsep penting dalam bahasa Arab yang
merujuk pada cakupan atau pembatasan suatu konsep atau objek tertentu.
Dalam konteks bahasa Arab, konsep khass mengacu pada sesuatu yang
spesifik atau terbatas, berbeda dari cakupan keumuman (am) yang bersifat
umum atau universal.

Contoh penggunaan konsep khass dapat ditemukan dalam Al-Quran, di


mana beberapa ayat memberikan ketentuan atau pembatasan terhadap suatu
perintah atau larangan.

Sebagai contoh, dalam Surah Al-An'am ayat 108,

ِ‫اّللَ َع ْد ًوۢا بِغَْْي‬


‫اّللِ فَيَ ُسبُّوا ٰه‬ ‫َوََل تَ ُسبُّوا الَّ ِذيْ َن يَ ْدعُ ْو َن ِم ْن ُد ْو ِن ٰه‬
ْۖ ِ‫ِعْل ٍٍۗم َك هذل‬
‫ك َزيَّنَّا لِ ُك ِٰل اَُّم ٍة َع َملَ ُه ْم ُُثَّ اِ هٰل َرّٰبِِ ْم َّمْرِجعُ ُه ْم فَيُنَ بِٰئُ ُه ْم ِِبَا‬
َ

‫َكانُ ْوا يَ ْع َملُ ْو َن‬


Artinya:

6
https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/8355
Janganlah kamu memaki (sesembahan) yang mereka sembah
selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas tanpa (dasar) pengetahuan. Demikianlah, Kami
jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka.
Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu
Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka
kerjakan. (Q.S. Al-an’am: 108)7

Allah memerintahkan umat-Nya untuk tidak mencaci maki dewa-dewa


yang mereka seru selain Allah. Ini adalah contoh penggunaan khass dalam
larangan tersebut, karena mencaci maki khusus terhadap dewa-dewa yang
disembah oleh orang lain.8

Khas adalah lawan dari lafadh ‘am. Khas dalam bahasa berarti tertentu,
sedangkan secara istilah khas adalah lafadh yang tidak mencakup dua atau
lebih. Dalam syarah waraqat di jelaskkan bahwa khas adalah lafadh yang
mencakup sesuatu yang cakupannya, bisa satu, dua, tiga yang masih dalam
cakupannya. Misalnya zaid dua wanita atau tiga laki-laki.

3. HAKIKAT

Secara etimologi, hakikat merupakan dari kata haqqa yang berarti tetap.
Ia bisa bermakna subjek (fa’il); sehingga memiliki arti ‘yang tetap’ atau objek
(maf’ul), yang berarti ‘ditetapkan’. Pengertian Hakikat adalah suatu lafas yang
digunakan menurut asalnya untuk maksud tertentu. Umpamanya kata (kursi)
menurut asalnya memang digunakan untuk tempat tertentu yang memiliki
sandaran dan kaki, tapi saat ini kata kursi dapat diartikan kekuasan, namun
tujuan semula kata kursi bukan itu, tempat duduk.

Menurut Ibnu Subki menyatakan bahwa hakikat adalah lafaz yang


digunakan untuk apa lafaz itu ditentukan pada mulanya. Ibnu Qudamah
mendefinisikannya sebagai lafaz yang digunakan untuk sasarannya semula.

7
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/11?from=6&to=123

8
Abdul, Rauf, "A Thematic Study of Khass and 'Am in the Qur'an," Journal of Qur'anic Studies, vol. 2, no.
1 (2000): 9-22.
Sementara Al-Sarkhisi berpendapat bahwa hakikat adalah setiap lafaz yang
ditentukan menurut asalnya untuk hal tertentu. Menurut Amir Syarifuddin,
semua penjelasan tersebut mengandung makna terminologis tentang haqiqah,
yaitu suatu lafaz yang digunakan menurut asalnya untuk maksud tertentu. 9

4. MAJAZ

Pengertian Majaz adalah suatu lafad yang digunakan untuk menjelaskan


suatu lafad pada selain makna yang tersurat di dalam nash atau teks, karena
adanya persamaan atau keterkaitan baik antara makna yang tersurat di dalam
teks maupun maksud yang terkandung di dalam teks tersebut.

9
http.//jurnal-stainurulfalahairmolek.ac.id/index.php
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam bahasa Arab dan dalam studi linguistik, cakupan keumuman ('am) dan
cakupan khusus (khass) berperan penting dalam pemahaman teks-teks. Begitu juga
dengan pemaknaan hakikat (haqiqi) dan pemaknaan majazi (majaz), yang membantu
kita memahami penggunaan kata-kata dalam arti sebenarnya atau kiasan. Memahami
konsep-konsep ini adalah kunci dalam memahami teks-teks dalam bahasa Arab
dengan lebih mendalam.

Dalam Al-Quran, konsep-konsep ini sering digunakan untuk menyampaikan


ajaran, hukum, dan pesan-pesan ilahi dengan lebih baik kepada umat manusia. Sebagai
penutup, kita dapat melihat betapa pentingnya pemahaman konsep-konsep linguistik
dalam konteks bahasa Arab dan Al-Quran.

Harapannya makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
konsep-konsep linguistik dalam bahasa Arab dan bagaimana mereka diterapkan dalam
pemahaman teks-teks Al-Quran. Referensi yang diberikan dapat digunakan sebagai
titik awal untuk penelitian lebih lanjut tentang topik ini.

DAFTAR PUSTAKA

https://iqipedia.com/2022/02/20/am-dan-khas-pengertian-am-lafadh-am-macam-
macam-khas/
https://www.islampos.com/kaidah-ushul-fikih-249535/

https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/11?from=6&to=123
https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/8355
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/pemakaianpengerti
an-lafadz-am-dan-khas-haqiqat-dan-majaz-zhahir-dan-khafy-dalam-al-quran-oleh-
syamsul-hadi-sag-2211
http.//jurnal-stainurulfalahairmolek.ac.id/index.php

Anda mungkin juga menyukai