Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS MAKNA SELAWAT-NYA ALLAH DALAM Q.

S AL-AHZAB

AYAT 56 MELALUI PERSPEKTIF TEORI WAHDATUL WUJUD IBN

ARABI

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Tugas Metode Penelitian
Oleh:
MOHAMMAD AZKA TAHIYYA
21105010015

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2023
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan mukjizat yang diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril. Turunnya Al-Qur’an dimaksudkan
agar dapat dijadikan pedoman umat Islam untuk menjalani kehidupan di muka
bumi. Al-Qur’an diturunkan bukan secara utuh sekaligus, melainkan bertahap,
menjawab problem sesuai dengan kebutuhan kondisi dan situasi persoalan yang ada
saat itu.1 Meski begitu, kebenaran Al-Qur’an akan selalu tetap relevan hingga
kehidupan manusia di muka bumi berakhir.
Hampir seluruh ulama sepakat bahwa kebenaran kandungan Al-Qur’an
merupakan sumber utama ajaran Islam diperoleh, setelah itu baru Hadis (sunah
Nabi), lalu Ijma’, dan yang terakhir Qiyas. Adapun dalam beberapa kasus, ulama
Mu’tazilah mendahulukan akal dibanding Al-Qur’an.2 Meski begitu, Al-Qur’an
tetap harus dipegang teguh umat Islam untuk diyakini kebenarannya. Kebenaran
yang dimaksud meliputi segala aspek, yakni termasuk perihal ritus-ritus
peribadatan, muamalah, akidah, hingga ke tingkat hubungan tertinggi spiritualitas
seorang muslim kepada Tuhannya.
Oleh karenanya, setiap muslim wajib hukumnya mempelajari dan menelaah isi
kandungan dari Al-Qur’an agar dapat menjalani ajaran-ajaran Islam dengan baik
dan benar. Akan tetapi, memahami Al-Qur’an bukan perkara mudah. Hal ini karena
Al-Qur’an ditulis menggunakan bahasa Arab yang tidak semua orang, terkhusus
orang selain bangsa Arab mengerti dan memahami. Kendati penerjemahan Al-
Qur’an ke dalam bahasa ‘ajam (non-Arab) sekarang lebih mudah, tetap saja
memahami Al-Qur’an tidak semudah memahami bacaan cerita novel, atau bahkan
karangan ilmiah apapun.
Untaian Al-Qur’an memiliki susunan kalimat, kata, dan huruf yang indah.
Bahasa yang digunakan mengandung nilai kesusastraan yang teramat tinggi
nilainya. Tidak ada satu makalah syair-pun yang mampu menandinginya. Bahkan
untuk membuktikannya,3 Allah sendiri memberikan tantangan kepada siapa saja

1
K M Yusuf, Studi Alquran (Amzah, 2021) <https://books.google.co.id/books?id=uvYrEAAAQBAJ>.
Hlm. 74.
2
Abdul Qadir Muhammad al-Husain, Biografi Abul Hasan al-Asy’ari (Jakarta : Qaf Media Kreativa,
2020), hlm. 48.
3
Muhammad Rashidi Bin Wahab, Mohd Shahrizal Binti Nasir, and Syed Hadzrullathfi Bin Syed
Omar, ‘IMPLIKASI PENAFIAN MAJAZ AL-QURAN TERHADAP NAS-NAS SIFAT MUTASHABIHAT’,
yang meragukan kemukjizatan Al-Qur’an, untuk membuat ayat yang serupa dengan
Al-Qur’an. Akan tetapi tidak ada yanng mampu melakukannya. Hal ini termaktub
dalam Q.S Al-Isra ayat 88.
Dengan demikian, memahami Al-Qur’an memang menjadi tantangan yang sulit
bagi umat Islam. Apalagi Al-Qur’an, sastra puisi karangan manusia saja seringkali
dipahami secara keliru atau minimal kurang tepat oleh selain penciptanya. Maka
dari itu, diperlukan adanya ulama atau orang yang luas ilmunya untuk memberikan
pemahaman mengenai Al-Qur’an kepada masyarakat Islam yang awam. Tentunya
ilmu yang dimaksud adalah yang m empunyai sanad bersambung kepada Nabi
Muhammad, Sang Penerima Wahyu. Tidak ada seorangpun di dunia yang memiliki
pemahaman sebaik pemahaman Nabi Muhammad. Selain itu, ulama tersebut sudah
barang tentu paling tidak memiliki kedekatan dengan Allah, Yang Maha Pemilik
Kalam.
Dalam penelitian ini, penulis mengangkat Q.S al-Ahzab ayat 56 sebagai objek
kajian material. Hal ini karena ayat tersebut sering digunakan sebagai dalil atas
anjuran untuk berselawat kepada Baginda Agung Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wasaallam. Tulisan ini tidak bermaksud mempermasalahkan atau
mengkritisi anjuran ayat tersebut untuk berselawat. Akan tetapi, menanyakan
makna selawat-Nya Allah kepada Nabi Muhammad.
Untuk menghadirkan pemahaman yang tepat terhadap ayat Al-Qur’an, para
ulama memerlukan penafsiran bahkan bila perlu penakwilan. Banyak macam
metode atau cara yang dapat digunakan ulama untuk menafsirkan Al-Qur’an, salah
satunya ialah Metode Tahliliy atau penafsiran berdasarkan analisis. Dalam hal ini,
penulis menggunakan teori wahdatul wujud yang dirumuskan oleh Ibn Arabi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,
penelitian ini bermaksud untuk menganalisis apa makna selawat-Nya Allah
terhadap Nabi Muhammad? Selawat secara etimologi berarti doa atau permohonan,
sedangkan secara terminologi berarti panjatan doa atau permohonan pujian kepada

Jurnal Islam Dan Masyarakat Kontemporari, 8.0 SE-Articles (2014)


<https://journal.unisza.edu.my/jimk/index.php/jimk/article/view/121>. Hlm. 138.
Allah untuk Nabi Muhammad.4 Jika malaikat yang berselawat pada Nabi, maka
tidak ada kejanggalan yang berarti, maksudnya sudah lazim bahwa malaikat yang
berdoa kepada Allah untuk Nabi Muhammad. Akan tetapi, jika Allah sediri yang
berselawat terhadap Nabi Muhammad, maka secara etimologi maupun terminologi
Allah memohonkan pujian untuk Nabi Muhammad. Lantas kepada siapa Allah
memohon? Tentu hal ini tidak bisa diterima dan dibenarkan mentah-mentah
menggunakan pemahaman etimologi maupun terminologi, karena Allah adalah
satu-satunya Dzat yang berhak diberi permohonan, dan Allah tidak butuh bahkan
tidak pantas meminta permohonan apapun kepada siapapun. Hal ini sesuai dengan
Q.S al-Ikhlash ayat 2.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini, maka
hasil yang diharapkan adalah pemahaman mengenai makna selawat-Nya Allah
kepada Nabi Muhammad melalui perspektif wahdatul wujud Ibn Arabi. Dengan
begitu, Q.S al-Ahzab ayat 56 yang masyhur dikumandangkan dan diperdengarkan
di kalangan masyarakat awam dapat dipahami dengan baik dan tepat. Pemahaman
yang tepat, akan menghantarkan pada akidah yang tepat pula dan tidak
menimbulkan kesesatan dalam memahami teks ayat suci Al-Qur’an.
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kiat untuk mengumpulkan, mengetahui, serta
menelaah data atau informasi dari penelitian yang sudah terdahulu. Tinjauan
pustaka ini juga berfungsi untuk memberikan pemahaman yang mendalam terkait
topik yang akan diteliti penulis. Data atau informasi tersebut kemudian dikritisi
serta akan dilakukan peninjauan ulang terkait kelebihan dan kekurangannya.
Dengan begitu, penulis dapat memperoleh bekal untuk membuat hipotesis-hipotesis
yang akan dibuktikan lewat variabel yang akan ditentukan pada bagian tulisan
berikutnya. Selain itu, dari data informasi yang telah dikumpulkan, penulis akan
mencoba membuat pertimbangan untuk kemudian dikembangkan dengan
perspektif yang berbeda. Ada beberapa karya ilmiah dari penulis-penulis yang lebih
dahulu mengangkat topik ini, yakni antara lain :

4
Prayogo, G., Alkaf, I., & Septiana, R. E. (2021). MAULID SIMTUD DUROR DI PONDOK PESANTREN
AR RIYADH 13 ULU PALEMBANG. Al-Misykah: Jurnal Studi Al-qur'an dan Tafsir, 2(1), Hlm. 17.
Pertama, skripsi karya Yudi Noviyanto yang berjudul : Perbedaan Konsep
Penafsiran Al-Qur’an Surat al-Ahzab Ayat 56 Perpektif Tafsir Ahkam Sunni
dengan Syi’ah tentang Sholawat kepada Nabi SAW. Skripsi tersebut diterbitkan
oleh Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
pada tahun 2022. Skripsi ini menguraikan bagaimana hukum selawat, makna
selawat dari Allah kepada Nabi Muhammad, serta hukum selawat kepada selain
Nabi Muhammad lewat konsep penafsiran terhadap Q.S al-Ahzab ayat 56.
Penelitian tersebut menggunakan metode komparatif, yakni mengkomparasikan
antara penafsiran yang dilakukan oleh Muhammad Ali Ashabuni dengan
penafssiran yang dilakukan Miqdad as-Suyuri. Salah satu di antara mereka
diidentifikasi sebagai ulama Sunni, dan yang lainnya sebagai ulama Syi’ah.
Kedua, skripsi karya Muhammad Dzulfikar Haromi yang berjudul : Penafsiran
Al-Qur’an Surat ke 33 al-Ahzab Ayat 56 tentang Shalawat (Studi Komparasi Tafsir
al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an dan al-Misbah). Skripsi tersebut diterbitkan oleh
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta pada tahun 2022. Skripsi tersebut menguraikan apa makna selawat, dan
alasan mengapa mukmin diperintahkan untuk berselawat kepada Nabi Muhammad,
padahal Nabi Muhammad adalah makhluk paling agung di seluruh alam semesta
sepanjang zaman. Uraian tersebut didasarkan pada komparasi antara : kitab Tafsir
al-Mizan yang dikarang oleh Muhammad Husein Thabathabai dengan kitab Tafsir
al-Misbah yang dikarang oleh Muhammad Quraish Shihab.
Ketiga, skripsi karya Muhammad Efendi yang berjudul : Pemaknaan Shalawat
dalam Q.S al-Ahzab Ayat 56 (Studi Analisis “Shalawat Dalail al-Khairat” Pondok
Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus). Skripsi tersebut diterbitkan oleh Fakultas
Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Kudus pada tahun 2017. Skripsi ini
menguraikan tiga hal, yakni bagaimana pemaknaan selawat dalam Q.S al-Ahzab
ayat 56, bagaimana praktik pembacaan selawat Dalail al-Khairat di pondok
pesantren Darul Falah Jekulo Kudus, serta bagaimana motivasi pengamal sehingga
berhasil istiqamah dalam mengamalkannya. Penelitian tersebut dilakukan dengan
cara observasi lapangan.
Keempat, skripsi karya Teguh Rais yang berjudul : Shalawat dalam Q.S al-
Ahzab Ayat 56 dan Implementasinya pada Santri di Pondok Pesantren Salafiyah
Hidayatul Mubtadi’ien Kota Bengkulu (Living Qur’an). Skripsi tersebut diterbitkan
oleh Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah Universitas Islam Negeri Fatmawati
Sukarno Bengkulu pada tahun 2022. menguraikan dua permasalahan, yakni
bagaimana penafsiran selawat dalam Q.S al-Ahzab ayat 56, dan bagaimana praktik
serta implementasinya oleh para santri di Pondok Pesantren Salafiyah Hidayatul
Mubtadi’ien Kota Bengkulu. Penelitian tersebut dilakukan dengan cara observasi
lapangan.
Kelima, skripsi karya Galih Prayogo yang berjudul : Maulid Simtud Duror di
Pondok Pesantren ar-Riyadh 13 Ulu Palembang : Studi Living Qur’an Surat al-
Ahzab 56. Skripsi tersebut diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam Universitas Islam Raden Fatah Palembang pada tahun 2021. Skripsi tersebut
menguraikan bagaimana makna selawat dalam Q.S al-Ahzab ayat 56 dan
bagaimana realisasi pembacaan maulid Simtut Duror dalam Q.S al-Ahzab ayat 56
di Pondok Pesantren ar-Riyadh 13 Ulu Palembang. Penelitian tersebut dilakukan
dengan cara wawancara dan observasi lapangan.
Beberapa penelitian terdahulu mengenai bagaimana makna selawat-Nya Allah
yang ditujukan pada Nabi Muhammad, seringkali ditinjau dari perspektif mufassir
murni. Selain itu, data-data yang diambil juga seringkali melalui observasi lapangan
berdasarkan kegiatan-kegiatan keagamaan seperti maulid, amalan-amalan wirid,
dan lain sebagainya. Beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas adalah
sebagai buktinya. Akan tetapi, dalam penelitian kali ini, penulis akan mencoba
perspektif lain, yakni memaknai selawat Allah kepada Nabi Muhammad lewat teori
wahdatul wujud yang diambil dari pemikiran Ibn Arabi, menggunakan pendekatan
filosofis dan sufistik.
E. Landasan Teori
Secara umum, landasan teori merupakan beberapa variabel yang disusun secara
sistematis dan berlandasan teori yang kuat. Teori atau variabel-variabel yang
disusun tersebut kemudian digunakan untuk membedah topik yang akan diteliti.
Jika disederhanakan, topik yang akan diteliti merupakan objek material, sedangkan
variabel yang digunakan sebagai landasan teori bertindak sebagai pisau analisis
untuk membedah masalah. Dengan begitu, landasan teori akan dijadikan penentu
arah, yakni ke arah mana hipotesis-hipotesis akan dibuat.
Ibn Arabi sendiri seringkali dikelompokkan sebagai seorang filosof Islam.
Perihal apakah Ibn Arabi memang benar-benar kompatibel dikelompokkan sebagai
filosof atau tidak, tergantung bagaimana pengkaji melihat filsafat itu sendiri.
Apabila melihat filsafat sebagai mazhab pemikiran tertentu, sebagaimana beberapa
pengkaji melihat filsafatnya orang barat, maka Ibn Arabi dirasa kurang tepat bila
dikelompokkan sebagai filosof Islam. Akan tetapi, apabila ditarik lebih luas lagi,
filsafat dipandang sebagai suatu tradisi kebijaksanaan dalam artian universal,
termasuk yang bersumber dari kebenaran-kebenaran Islam maupun tradisi warisan
pra-Islam, maka Ibn Arabi sangat tepat dikelompokkan sebagai filosof Islam.5
Ibn Arabi sendiri lebih senang menyebut dirinya sebagai Hakim.6 Ia lebih
tertarik pada pembahasan filsafat, baik itu dari filosof Islam yakni para
pendahulunya maupun filosof pra-Islam seperti Aristoteles. Kecenderungannya itu
bersebab dari pandangannya terhadap mutakallimun, yang dinilai tidak mampu
memasuki pembahasan kosmologi atau ilmu humaniora semacam psikologi secara
kritis. Ia mengatakan bahwa para filosof mampu menggabungkan pengetahuan
tentang Tuhan, alam semesta, matematika, dan logika secara bersamaan.7 Meski
demikian, dalam beberapa kasus, ia juga bersikap kritis terhadap para filosof dan
condong kepada pandangan mutakallimun. Sebagai contoh, ia mendukung doktrin
Asy’ariyyah bahwa kenabian hanya bisa dicapai oleh karunia langsung dari Tuhan,
dan tidak bisa diupayakan untuk mencapainya.8
Perlu diketahui bahwa sebagian besar yang keluar dari perkataan dan apa yang
dituliskan Ibn Arabi dalam karya-karyanya, ialah berasal dari pengalaman
spiritualnya dengan Tuhan. Intuisi mistiknya menjadi tajam, sehingga ia
memperoleh penyingkapan (kasyf) dan pembukaan hijab (futuh) dari hal-hal yang
gaib dari sisi Tuhannya. Dengan demikian, predikat sufi juga sangat pantas
disematkan pada dirinya. Ia memberikan penegasan bahwa penyingkapan yang
diperoleh kaum sufi lebih unggul daripada kemampuan akal. Meski begitu, ia juga
mengamini peran sentral akal dalam memperoleh kebenaran, sehingga untuk
bertauhid peran akal sangat diperlukan.

5
William C. Chittick, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam (Bandung : Mizan, 2003), Hlm. 618.
6
Ibn Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah (Kairo : cetak ulang Beirut, 1911), 1: 240, 1.32.
7
Ibn Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah, 1: 261, 1.7.
8
Ibn Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah, 2: 595, 1.32; 3:37, 1.8: 79, 1.28.
Berada di antara dua kutub disiplin kebenaran – filsafat dan dunia tasawuf, Ibn
Arabi mengalami kegelisahan tentang “Tuhan”. Filsafat mendorong dirinya untuk
bertanya dan mengkritisi tentang bagaimana konsep wujud secara hakikat. Di sisi
lain, posisi atau maqamat dirinya dalam konteks kesufian membantu ia merasakan
wujud Tuhan. Henri Corbin mengatakan bahwa Ibn Arabi mengalami “imajinasi
kreatif”. Bukan sekadar lamunan atau khayalan kosong, yang dimaksud “imajinasi
kreatif” di sini adalah pancaran kasih Tuhan atau imajinasi teofanik.
Hubungan antara kecerdasan intelektual dan kedekatan emosional dengan
praktik sufistik, kemudian menjadikan Ibn Arabi mampu melahirkan konsep yang
dikenal sebagai wahdatul wujud. Secara eksplisit, ia tidak pernah menggunakan
istilah itu dalam seluruh karya-karyanya maupun perkataannya. Akan tetapi, para
murid, pengikut, serta penggemar berat pemikiran atau pandangan setelah eranya-
lah yang mempopulerkan istilah tersebut. Diketahui, Ibn Sab’in yang pertama kali
menggunakan “Wahdatul wujud” sebagai istilah teknis untuk menyebut salah satu
konsep wujud Ibn Arabi.9
Dengan konsep wahdatul wujud, Ibn Arabi menegasikan wujud selain wujud-
Nya Allah itu sendiri. Yang-ada atau eksistensi yang-ada dapat terlihat di alam
semesta ini tidak lain adalah hanya wujud dalam pengertian metaforis saja. Dalam
hal ini Ibn Arabi menggariskan pendirian teoritisnya kepada acuan kalimat : “laa
ilaaha illa Allah”, bahwa wujud yang hakiki hanyalah milik Allah. Dengan kata
lain, andai saja tidak ada wujud hakiki – yakni Allah, maka yang-ada atau eksistensi
yang-ada tidak akan pernah wujud.10 Konsep atau teori inilah yang akan penulis
jadikan sebagai landasan untuk membedah topik yang penulis angkat dalam tulisan
ini.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah penelitian
kualitatif. Dengan metode ini, penulis akan mencoba memahami dan
mengembangkan teori atau hipotesis yang penulis temukan di saat penelitian ini

9
William C. Chittick, Rumi and Wahdah al-Wujud dalam The Heritage of Rumi, ed. A. Benani dan
G. Sabagh (Cambridge : 1994)
10
Muhammad Al-Fayyadl, Teologi Negatif Ibn Arabi : Kritik Metafisika Ketuhanan (Bantul : Lkis
Yogyakarta, 2012), Hlm. 159-163.
berlangsung. Setelah itu, teori atau hipotesis akan diinterpretasikan pada topik yang
penulis angkat, sehingga penulis akan menemukan jawaban serta solusi atas
permasalahan yang dirumuskan. Karena bercorak kualitatif, penelitian ini akan
sangat bergantung pada subjektivitas penulis ketika mengemukakan hasil
penelitian.
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang penulis pilih untuk penelitian ini adalah data literatur. Untuk sumber
literatur yang akan penulis ambil ialah berasal dari sumber primer maupun sumber
sekunder. Sumber primer akan berasal dari karya-karya dan perkataan langsung Ibn
Arabi, sedangkan sumber sekunder bisa berasal dari karya tulis ilmiah, buku, atau
sumber data apapun dari pengkaji, murid, atau bahkan pengkritik pandangan-
pandangan Ibn Arabi. Data dari sumber primer dalam penelitian ini dibutuhkan,
supaya peneliti mampu mengetahui secara langsung pandangan-pandangan atau
pemikiran Ibn Arabi, sehingga juga dapat dipersepsi secara langsung oleh peneliti.
Sedangkan sumber penelitian sekunder dalam penelitian ini dibutuhkan, supaya
tulisan ini kaya akan perspektif dari pengkaji, murid, atau bahkan pengkritik Ibn
Arabi, serta akan memudahkan penulis dalam menemukan hipotesis-hipotesis baru
dan menyimpulkan hasil penelitian.
3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan penulis adalah studi pustaka
atau dokumentasi. Teknik ini penulis nilai tepat digunakan, karena data yang
diperlukan dalam penelitian ini memerlukan ketelitian dalam pencarian dan
pemilahan sumber yang tepat. Kemudian, data-data tersebut akan diolah
menggunakan teknik deskriptif dan analisis. Dengan teknik deskriptif, teori,
pandangan, serta pemikiran Ibn Arabi dapat digambarkan dengan baik dan tepat.
Dengan teknik analisis, data yang telah dideskripsikan kemudian dianalisis secara
mendalam dan dibedah, lalu hasil analisis akan diinterpretasikan dengan rumusan
masalah yang ada, dan akan menghasilkan kesimpulan penelitian.
4. Pendekatan Penelitian
Objek formal atau pisau anasilis yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah pandangan dan pemikiran Ibn Arabi. Sebagaimana yang telah disinggung di
awal, Ibn Arabi merupakan filosof sekaligus sufi, maka pandangan atau
pemikirannya berada di antara dua ruang itu. Oleh karenanya, rasanya tidak adil
jika penulis memilih salah satu pendekatan antara filosofis atau sufistik, maka
penulis memutuskan untuk memilih keduanya untuk dijadikan pendekatan dalam
penelitian ini. Sehingga, nantinya hasil penelitian ini diharapkan sebaik mungkin
dapat mereduksi dan mengadopsi dari pandangan atau pemikiran Ibn Arabi secara
utuh.
G. Sistematika Pembahasan
Tulisan ini mencoba untuk memberikan analisis terhadap makna selawat-Nya
Allah terhadap Nabi Muhammad menggunakan teori wahdatul wujud Ibn Arabi.
Bab pertama, berisi latar belakang kepenulisan ini, yakni alasan-alasan logis yang
mendorong penulis mengangkat topik pembahasan. Lalu, rumusan masalah dan
tujuan serta kegunaan penulisan ini, yakni berisi pertanyaan apa dan bagaimana
makna selawat-Nya Allah kepada Nabi Muhammad, serta menjawab apa manfaat
dan tujuan kepenulisan ini. Kemudian landasan teori yang mengulas beberapa
penelitian terdahulu yang serupa dengan tulisan ini. Tujuannya untuk memberikan
perbandingan tulisan ini dengan penelitian yang terdahulu. Setelah itu kerangka
teori, yakni berisi teori atau variabel yang dijadikan penulis untuk mengkaji topik
dalam tulisan ini. Terakhir, metodologi penelitian, berisi metode yang penulis
gunakan untuk meneliti topik yang penulis angkat untuk menyimpulkan hasil
penelitian.
Bab kedua, berisi biografi, latar belakang pendidikan Ibn Arabi, serta
pemikiran-pemikiran kritis dan pengalaman-pengalaman spiritualnya. Penulis
merasa perlu menjelaskan poin ini, karena akan memberikan pemahaman terhadap
penulis tentang perjalanan intelektual Ibn Arabi yang mempengaruhi jalan
pemikiran dan pengalaman spiritualnya. Dengan begitu, penulis akan lebih mudah
memahami alur berpikir dan bagaimana pengalaman spiritual Ibn Arabi.
Bab ketiga, berisi penjelasan teori wahdatul wujud Ibn Arabi. Teori ini yang
dijadikan sebagai objek kajian formal dalam tulisan ini, yang akan membedah dan
dijadikan pisau analisa terhadap topik pembahasan yang diangkat. Dengan
memahami wahdatul wujud secara utuh dalam satu bab terpisah dengan yang lain,
akan menjadikan pemahaman yang mendalam, yang diharapkan dapat
menghindarkan dari kesalahan analisis.
Bab keempat, berisi analisis terhadap makna selawat-Nya Allah dalam Q.S al-
Ahzab ayat 56 dengan menggunakan teori wahdatul wujud Ibn Arabi. Dengan kata
lain, penginterpretasian teori wahdatul wujud terhadap topik yang dikaji.
Bab kelima, yakni berisi penutup yang memuat kesimpulan atau hasil penelitian
dalam tulisan ini.
Daftar Pustaka
Arabi, Ibn. Al-Futuhat al-Makkiyah. Kairo : cetakan ulang Beirut, 1911.

Al-Fayyadl, Muhammad. Teologi Negatif Ibn Arabi : Kritik Metafisika

Ketuhanan. Bantul : Lkis Yogyakarta, 2012.

Al-Husein, Abdul Qadir Muhammad. Biografi Abul Hasan al-Asy’ari. Jakarta :

Qaf Media Kreativa, 2020.

Chittick, William C. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Bandung : Mizan,

2003.

Chittick, William C. Rumi and Wahdah al-Wujud dalam The Heritage of Rumi.

Ed. A. Benani dan G. Sabagh. Cambridge : 1994.

Prayogo, G., Alkaf, I., & Septiana, R. E. (2021). MAULID SIMTUD DUROR

DI PONDOK PESANTREN AR RIYADH 13 ULU PALEMBANG. Al-Misykah:

Jurnal Studi Al-qur'an dan Tafsir, 2(1)

Wahab, Muhammad Rashidi Bin, Mohd Shahrizal Binti Nasir, and Syed

Hadzrullathfi Bin Syed Omar, ‘IMPLIKASI PENAFIAN MAJAZ AL-QURAN

TERHADAP NAS-NAS SIFAT MUTASHABIHAT’, Jurnal Islam Dan

Masyarakat Kontemporari, 8.0 SE-Articles (2014)

Yusuf, K M, Studi Alquran (Amzah, 2021) diakses lewat

<https://books.google.co.id/books?id=uvYrEAAAQBAJ>

Anda mungkin juga menyukai