Anda di halaman 1dari 11

METODE TAFSIR AL-MAR’AH FI AL-QUR’AN

KARYA MUTAWALLI AS-SYA’RAWI


Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Tafsir

Disusun Oleh:

Chintya Alya Kharisma 07040320116

Atik Suryani 07020320033

Dosen Pengampu:

Dr. Abu Bakar, M. Ag.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2022
A. Pendahuluan

Al-Qur’an di turunkan oleh Allah untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia
dengan perantaranya yakni Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an hadir untuk menjawab
beraneka persoalan yang ada. Ia hadir untuk menjadi petunjuk terhadap yang benar.
Beragam pembahasan tercakup di dalamnya, mulai dari penciptaan manusia,
terbentuknya alam semesta, pun pembahasan mengenai wanita atau perempuan. Dalam
memaknai ayat Al-Qur’an, adakalanya tidak bisa dipahami berdasarkan teksnya saja.
Maka dari itu dibutuhkan penafsiran. Adapun makalah ini akan memaparkan mengenai
seorang mufasir, yakni Mutawalli as-Sya’rawi dengan kitabnya yakni Al-Mar’ah fi Al-
Qur’an, yang mana kitab itu sebagai jawaban atas pandangan-pandangan yang
menyimpang terkait Islam dan Al-Qur’an yang seakan-akan mendiskriminasi kaum
perempuan.
B. Pembahasan
a. Biografi Mutawalli as-Sya’rawi

Mutawalli as-Sya’rawi memiliki nama lengkap Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi


al-Husaini.1 Ia lahir di Desa Daqadus, Kecamatan Mait Ghamair, Kabupaten Dakhaliyah,
Mesir, pada 17 Rabi’ul Tsani 1329 H atau sekitar 16 April 1911 M, yang mana saat itu
kondisi Mesir berada dalam kekuasaan Inggris. As-Sya’rawi memiliki nasab yang
tersambung pada Ahl al-Bait, yakni dari jalur Husein ra.2 As-Sya’rawi wafat pada 22
Safar 1419 H/ 17 Juni 1998 M.
As-Sya’rawi tumbuh di keluarga yang sederhana. Ayahnya adalah seorang petani
yang menggarap sendiri sawah yang disewanya. Ayahnya dikenal sebagai seseorang
yang memiliki perangai yang sangat terpuji dan alim dalam beribadah. Pendidikan as-
Sya’rawi dimulai dengan menghafal Al-Qur’an dengan gurunya, Syekh Abdul Majid
Pasya, yang merupakan salah seorang ulama di daerahnya dan berhasil mengkhatamkan
hafalannya di usia 11 tahun. 3 Ia menempuh pendidikan sekolah dasar pada tahun 1926 di
SD al-Azhar Zaqaziq. Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya setelah
1
Debibik Nabilatul Fauziah, “Metodologi Tafsir Asy-Sya’rawi”, (Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir),
h. 235

2
Riesti Yuni Mentari, “Penafsiran Al-Sya’rawi Terhadap Al-Qur’an Tentang Wanita Karir”, (Skripsi: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 27

3
Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir Asy-Sya’rawi”, (Jurnal Studi Qur’an Vol. 01, No. 2, Januari 2017), h.
147
2
memperoleh ijazah sekolah dasar di tahun 1932. Tahun 1936 ia memperoleh ijazahnya
di sekolah menengah, kemudian melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar jurusan
bahasa Arab pada tahun 1937 dan lulus di tahun 1941. Ia pun lanjut ke jenjang studi
berikutnya (setingkat S2) di universitas yang sama dengan jurusan yang sama dan lulus
dengan predikat cum laude di tahun 1943.4
Setelah menyelesaikan studinya, as-Sya’rawi berkelana di dunia pendidikan
sebagai pengajar di beberapa perguruan tinggi Timur Tengah, seperti di al-Azhar Tantha,
al-Azhar Iskandariyah, Zaqaziq, Universitas Ibn Abdul Aziz Makkah, Universitas
Ummul Qura’ Makkah, dll. As-Sya’rawi juga aktif mengisi kegiatan sosial keagamaan,
seperti menjadi khatib, mengisi ceramah, mengisi pengajian tafsir Qur’an yang disiarkan
langsung di televisi Mesir dalam acara Nur ‘ala Nur. Nama as-Sya’rawi pun kemudian
dikenal. Masyarakat menyaksikan dan mendengarkan tayangan itu selama kurang lebih
25 tahun.5
Posisi yang Pernah Diemban oleh As-Sya’rawi:6

- Guru Ma’had al-Azhar di Thantha, kemudian pindah ke Ma’had Iskandariyah,


kemudian ke Zaqaziq
- Dosen Fakultas Syari’ah di Universitas Al-Malik Abdul Aziz (1950)
- Staff Ma’had al-Azhar Thantha (1960)
- Mudir (kepala bagian) Dakwah Islamiyyah Wizarah al-Awkaf (kementrian
perwakafan) (1961)
- Peneliti ilmu-ilmu Arab Universitas Al-Azhar (1962)
- Kepala bagian perpustakaan Universitas Al-Azhar (1964)
- Rektor cabang Universitas Al-Azhar Aljazair (1966)
- Profesor tamu di Universitas Al-Malik Abdul Aziz, Makkah al-Mukarramah, Fakultas
Syari’ah (1970)
- Direktur pascasarjana Universitas Al-Malik Abdul Aziz (1972)
- Menteri Perwakafan dan Menteri Negara Urusan Al-Azhar, Mesir (1976)
- Anggota Majma’ Buhuts Islamiyyah (1980)
- Anggota Dewan Musyawarah Negara, Mesir (1980)
4
Riesti Yuni Mentari, Op. Cit, h. 28

5
Ibid. Ia kutip dari Istibyaroh, Hak-Hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya’rawi, h. 27

6
Maktabah Noor, Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, https://www.noor-book.com/ ‫الكريم‬-‫القرآن‬-‫في‬-‫المرأة‬-‫كتاب‬-
pdf , di akses pada 07/06/2022 pukul 10.00 WIB
3
Karya-Karya Mutawalli as-Sya’rawi

As-Sya’rawi memiliki banyak karya, akan tetapi hampir seluruh karyanya tidak
memiliki tulisan yang ditulisnya sendiri. Karya-karya as-Sya’rawi dicetak dengan cara
mengumpulkan dan menyalin kembali kuliah-kuliah, ceramah-ceramah, diskusi dan
dialog yang pernah beliau sampaikan. As-Sya’rawi mempercayakan pencetakan tafsirnya
pada lembaga Akhbar al-Yaum di bawah pengawasannya langsung.7 Adapun karya-karya
as-Sya’rawi diantaranya adalah Al-Islam wa Al-Mar’ah, Qashash al-Anbiya’, Mu’jizah
al-Qur’an al-Karim, Al-Mar’ah fi Al-Qur’an, Qadla’ wa Qadr, dan masih banyak lagi.

b. Deskripsi Tentang Kitab Al-Mar’ah fi Al-Qur’an

Kitab Al-Mar’ah fi Al-Qur'an merupakan salah satu kitab tafsir karya Muhammad
Mutawalli as-Sya'rawi. Sebagaimana nama kitab itu, al-Mar'ah, yang menjadi fokus
bahasan di dalamnya adalah perempuan. Perlu diketahui, kata al-Mar’ah merujuk pada
perempuan yakni istri. Kitab ini diterbitkan oleh lembaga percetakan yang bernama
Akhbar Yaum. Secara umum, as-Sya’rawi menyebutkan di dalam kitab itu tentang
kondisi perempuan sejak sebelum datangnya Islam yang mana di kala itu perempuan
tidak ada harganya, dipandang rendah derajatnya. Beliau menjelaskan berbagai undang-
undang negara masa lampau seperti Yunani, Romawi, Cina, dan syariat Yahudi, yang
mana berdasar undang-undang itu kaum perempuan di masa sebelum Islam datang
bagaikan barang dagangan yang bisa diperjualbelikan. Perempuan di kala itu tidak
memiliki hak waris, tapi dapat dijadikan sebagai warisan (menjadi objek waris) yang
layak diperebutkan oleh ahli waris lainnya.8
As-Sya’rawi kemudian menjelaskan dalam kitabnya bagaimana keadaan
perempuan setelah Islam datang. Kondisi perempuan setelah Islam datang memiliki
posisi yang dimuliakan, perempuan begitu dihormati. Tradisi buruk terhadap kaum
perempuan di masa-masa sebelumnya, seperti menghinakan, merendahkan, tiada
keadilan, dihapuskan oleh ajaran Islam.9 Jadi secara umum kitab ini ditulis untuk
menjawab persoalan-persoalan mengenai ketidakadilan terhadap perempuan, yang mana

7
Debibik Nabilatul Fauziah, Op. Cit, h. 237

8
Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Al-Mar’ah fi Al-Qur’an, (Akhbar Yaum), h. 11-12

9
Eljawiya TV, Wanita dalam Al-Qur’an Menurut Syaikh Mutawalli as-Sya’rawi dalam Kitab Al-Mar’ah fi Al-
Qur’an, (YouTube: https://youtu.be/ebBp1KDV9A8), diakses pada 07/06/2022, Pukul 23.20 WIB
4
pada ayat-ayat Al-Qur’an seakan sebagian teksnya menggambarkan perempuan berada di
posisi kedua setelah laki-laki, padahal justru Islam datang mengangkat derajat kaum
perempuan.
Adapun isi kitab ini terdiri dari 7 bab:
- Bab 1 terdiri dari 6 sub pembahasan:
1. Al-Rijal wa al-Mar’ah
2. Al-Fikru al-Marfudl
3. Al-Mar’ah Qabla al-Islam
4. Al-Mar’ah al-Muftara ‘Alaiha
5. Al-Takamul Baina al-Rijal wa al-Mar’ah
6. ‘Amal al-Mar’ah fi al-Mizan
- Bab 2 terdiri dari 7 sub pembahasan:
1. Ta’addudu al-Zujati
2. Da’aimu al-Istiqrari fi al-Mujtami’i al-Islamiyyi
3. Al-Asas al-Ibahah
4. Nadharat al-Islami ila al-Ta’addudi
5. Mauqif al-Kanisati min al-Thalaqi
6. Ma’na wa lan Ta’dilu
7. Ma’na al-‘Adalah
- Bab 3 terdiri dari 2 sub pembahasan:
1. Mulk al-Yamini .. Ithlaq wa Takrim
2. Nushusun Laha Haqq al-Baqa’i
- Bab 4 terdiri dari 5 sub pembahasan:
1. Al-‘Athifatu baina al-‘Aql wa al-Din
2. Al-‘Aql wa al-Din
3. Nisa’un lahunna Mawaqif: Ummu Salamah
4. Ummu ‘Alqamah
- Bab 5 terdiri dari 5 sub pembahasan:
1. Li al-Dzakari Mitslu Hadz al-Untsayaini
2. Hududu al-‘Alami al-Tajribiyya
3. Nishfu Syahadatan...li madza?
4. Al-Mar’ah wa Masyakil al-Hayati
5. (Wa Adlriyu) Hunna Baina al-Amr wa al-Ibahah
5
- Bab 6 terdiri dari 4 sub pembahasan:
1. Al-Hijabu wa al-Niqabu
2. Al-Hijabu...Li Madza?
3. Al-Nadharatu Muharramatun...Li Madza?
4. La...Li Tabarruj
- Bab 7 terdiri dari 6 sub pembahasan:
1. ‘Amal al-Mar’ah
2. Mata Yubahu al-‘Amalu?
3. Al-Mujtami’u al-Islamiyyu Yu’awinu al-Mar’ah
4. Simatu al-Zauji al-Shalih
5. Mahru al-Taradla
6. Madza Yuhadditzu lil Muwadhafati

c. Metode Tafsir Al-Mar’ah fi Al-Qur’an

Sumber tafsir as-Sya'rawi adalah gabungan antara sumber tafsir bi al-ma'tsur dan
sumber tafsir bi ar-ra'yi, hal tersebut berarti selain menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan
ayat Al-Qur'an, ayat Al-Qur'an dengan hadis nabi, sahabat, tabiin, serta ulama. As-
Sya'rawi juga menafsirkan Al-Qur'an dengan kaidah bahasa arab dan pemikiran serta
ijtihadnya. Hal ini bersesuaian dengan keahliannya di bidang bahasa arab. Tetapi tafsir bi
al-ma'tsur lebih sedikit digunakan oleh as-Sya'rawi dibandingkan dengan tafsir bi ar-
ra'yi.10 Adapun penulisan karyanya yakni dengan menyalin dari ceramah-ceramah yang
as-Sya’rawi sampaikan. Model penafsiran pada kitab Al-Mar’ah fi Al-Qur’an ini
didominasi oleh bentuk ceramah, hanya sebagian yang didukung oleh hadis-hadis.

Untuk dapat mengetahui sumber tafsirnya maka dapat diperhatikan tafsir as-
Sya’rawi pada surat An-Nisa ayat 11 yang membahas mengenai warisan perempuan
yang mendapatkan setengah dari bagian laki-laki. Menurut as-Sya’rawi hal tersebut
dikarenakan perempuan tidak memiliki tanggungan selain dirinya sendiri, sedangkan
laki-laki memiliki beban tanggungan hidup seorang perempuan yang ada di dalam
keluarganya. Pada kitab Al-Mar’ah fi Al-Qur’an halaman 83 dijelaskan bahwa anak
perempuan menjadi tanggungan ayahnya, jika ayahnya meninggal maka pamannya harus

10
Debibik Nabilatul Fauziah, Op.Cit, h. 244
6
menanggungnya, selanjutnya apabila perempuan terebut telah menikah, maka suaminya
bertanggung jawab atas hidupnya. Kemudian dalam hal ini as-Sya’rawi menggunakan
nalar logikanya untuk membuktikan keadilan bagian waris antara perempuan dengan
laki-laki. Beliau mencontohkan, “Jika aku memiliki satu anak perempuan dan satu anak
laki-laki, kemudian anda juga memiliki satu anak perempuan dan satu anak laki-laki.
Maka masing-masing anak perempuan mendapat 1/3 waris dan masing-masing anak laki-
laki mendapat 2/3 waris, bayangkan jika mereka keduanya saling menikah, maka mereka
akan mendapatkan bagian yang sama”. Dari contoh tersebut dapat dikategorikan kedalam
sumber tafsir ayat dengat dengan menggunakan akal (tafsir bi al-ra’yi).

Jika diperhatikan dalam tafsir Al-Mar’ah Fi Al-Qur’an, beliau menafsirkan ayat


Al-Qur’an dengan tema yang telah ditetapkan, oleh karenanya metode penafsiran pada
kitab ini adalah maudhu’i. Metode maudhu’i ini menjelaskan beberapa ayat dalam Al-
Qur’an dalam satu tema tertentu yang dijelaskan dengan berbagai macam keterangan dari
segala segi dan dibandingkan dengan berbagai ilmu pengetahuan yang valid serta
membahas tema yang sama, sehingga pembahasannya lebih tuntas dan sempurna11

d. Contoh Penafsiran pada Kitab Al-Mar’ah fi Al-Qur’an


1. Penafsirannya Tentang Hijab Bagi Perempuan
ِ ۗ ِ ِ
َ ‫ك َونِ َساۤء الْ ُمْؤ ِمنِنْي َ يُ ْدنِنْي َ َعلَْي ِه َّن ِم ْن َجاَل بِْيبِ ِه َّن ٰذل‬
‫ك اَ ْدىٰن ٓى اَ ْن يُّ ْعَرفْ َن فَاَل‬ َ ِ‫ك َو َبنٰت‬
َ ‫ٰايَٓيُّ َها النَّيِب ُّ قُ ْل اِّل َْز َواج‬

‫َو َكا َن ال ٰلّهُ َغ ُف ْو ًرا َّر ِحْي ًما‬ َ‫يُْؤ َذيْ ۗن‬12
Terjemah:

“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri


orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”
Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Ada orang yang beranggapan bahwa perempuan muslim sangat dibatasi atau tidak
bisa bebas dalam berpakaian. Hal ini kemudian dijawab oleh as-Sya’rawi dengan
menyebutkan perumpamaan-perumpamaan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari,
11
Moh Tulus Yamani, “Memahami Al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i”, J-PAI, Vol, 1. No, 2. (2015), h.
277

12
QS. Al-Ahzab ayat 59
7
yang secara umum dapat dikatakan “apakah dengan dalih ‘kebebasan’ maka suatu
peraturan harus dilanggar?” Kemudian as-Sya’rawi melanjutkan dengan penjelasannya
terkait untuk apa hijab itu sebenarnya. Setiap orang yang beragama, harus siap dengan
aturan agama mereka, yang mana tentunya aturan itu ada untuk kebaikan mereka sendiri.
Allah lebih tahu apa yang baik untuk kita daripada kita sendiri. 13 Ia selanjutnya
menjelaskan bahwa diaturnya cara berpakaian perempuan yakni dengan berhijab, untuk
menjaga dirinya sendiri dan menjaga sesama perempuan. As-Sya’rawi di sini
mengibaratkan ketika ada seorang istri yang mana kala itu suaminya sedang keluar
rumah dan di luar ia melihat perempuan lain yang tidak berhijab yang lebih muda dan
cantik parasnya, maka akan terjadi dua kemungkinan, yakni tergoda olehnya atau yang
kedua ialah suaminya pulang, akan tetapi kemudian ia membandingkan paras istrinya
yang tak lagi muda dengan perempuan yang tadi ia lihat. Maka peran hijab begitu
penting untuk menjaga diri perempuan, pun menundukkan pandangan laki-laki yang
bukan mahramnya. Selanjutnya as-Sya’rawi menyebutkan firman Allah:

‫َواَل يُْب ِديْ َن ِز ْينََت ُه َّن اِاَّل لُِبعُ ْولَتِ ِه َّن اَْو اٰبَاۤ ِٕى ِه َّن اَْو اٰبَاِۤء بُعُ ْولَتِ ِه َّن اَْو اَْبنَاۤ ِٕى ِه َّن اَْو اَْبنَاِۤء بُعُ ْولَتِ ِه َّن اَْو اِ ْخ َواهِنِ َّن اَْو بَيِن ْٓي‬

ِّ ‫َغرْيِ اُوىِل ااْلِ ْربَِة ِم َن‬


‫الر َج ِال اَ ِو الطِّْف ِل‬ ِ ِ ِ‫هِت‬ ِ‫ِ هِن‬
َ ‫ت اَمْيَانُ ُه َّن اَ ِو التَّابِعنْي‬
ْ ‫ا ْخ َوا َّن اَْو بَيِن ْٓي اَ َخ ٰو َّن اَْو ن َساۤ ِٕى ِه َّن اَْو َما َملَ َك‬
‫ِّساِۤء‬ ِ ٰ ِ َّ 14
َ ‫الذيْ َن مَلْ يَظْ َهُر ْوا َعلى َع ْو ٰرت الن‬

Terjemah:

“dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka,


atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-
laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan
(sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-
laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat perempuan”

Selanjutnya dijelaskan oleh ayat di atas terkait siapa saja yang merupakan mahram
perempuan. As-Sya’rawi kemudian menjelaskan, sebagian orang memandang perintah
13
Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Op. Cit, h. 103

14
QS. An-Nur ayat 31
8
berhijab bagi perempuan adalah hal yang membatasi perempuan dalam berpakaian,
padahal sebenarnya, hijab bagi perempuan merupakan pelindung bagi mereka dan
menjaga mereka dari fitnah.

‫ۢ مِب‬ ٰ ِ ِ ِ ‫قُل لِّْلم ِمنِ يغُضُّوا ِمن اَب‬15


ْ َ‫ك اَْز ٰكى هَلُ ۗ ْم ا َّن اللّهَ َخبِْي ٌر َا ي‬
‫صَنعُ ْو َن‬ َ ‫صا ِره ْم َوحَيْ َفظُْوا ُفُر ْو َج ُه ۗ ْم ٰذل‬
َ ْ ْ ْ َ َ ‫ْ ُ ْؤ نْي‬

Terjemah:

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

Perempuan dilarang memandang paras laki-laki (bukan mahram) kemudian


merenungkan ketampanannya, begitupun sebaliknya, lelaki dilarang memandang paras
perempuan (bukan mahram) kemudian merenungkan kecantikannya. Dalam surat al-
Baqarah ayat 35, as-Sya'rawi menafsirkan bahwa tatapan antara seorang laki-laki dan
perempuan diharamkan karena membawa manusia pada kemaksiatan, sebagaimana
larangan Allah kepada Adam dan Hawa untuk memakan buah khuldi. Allah tidak
mengatakan “jangan makan dari pohon ini”, tetapi sebaliknya, Allah berkata “jangan
mendekati pohon ini”. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan Allah ingin
melindungi mereka dari godaan dosa. Jika Allah berkata kepada mereka “jangan makan
dari pohon ini”, mungkin mereka duduk disampingnya lalu mereka tergoda oleh warna
buahnya atau bentuk buahnya, atau bau yang keluar darinya. Itu sebabnya Allah Swt,
berfirman kepada mereka “Dan janganlah kamu mendekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim”.

Jadi larangan bertatapan antara seorang pria dengan wanita merupakan sebagai
perlindungan. Satu fakta penting dalam kehidupan nyata ialah, pesona wanita dapat
mengganggu pikiran. Tak jarang wanita digunakan sebagai sarana godaan untuk
menghakimi seseorang secara tidak adil. Hal tersebut banyak ditemukan di perusahaan
internasional besar yang menggunakan godaan wanita untuk melakukan bisnis dan
transaksi yang mencurigakan.16

15
QS. An-Nur ayat 30

16
Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Op. Cit, h. 109-111
9
e. Karakteristik Penafsiran

Adapun karakteristik tafsir As-Sya’rawi, jika diamati ketika menafsirkan sebuah


ayat, ia menjelaskan makna suatu kata pada ayat yang ditafsirkan dengan mengeksplorasi
ayat-ayat lain yang menggunakan kata tersebut. Untuk memperkuat penafsirannyanya, ia
terkadang mengutip hadits dan ayat yang terkait dengan ayat yang ditafsirkan. Ia juga
memaknai ayat yang berhubungan dengan ilmu (tafsir ilmi) karena sangat menghormati
perkembangan ilmu pengetahuan dan berusaha mengedepankan keajaiban/mukjizat Al-
Qur'an. Melihat lebih jauh, penafsiran ayat Al-Qur'an tampaknya menjadi yang paling
spesifik, ia dapat memberikan contoh yang masuk akal untuk membuat penafsiran lebih
mudah dipahami.17

C. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita ketahui bahwa kitab Al-Mar’ah fi Al-
Qur’an merupakan salah satu karya Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi. Kitab itu
menjadi bentuk respon atas anggapan terhadap Islam yang mendiskriminasi kaum
perempuan. Untuk menjawab berbagai tuduhan terhadap isi Al-Qur’an yang seakan-akan
pada teksnya menomorduakan posisi perempuan, sebagaimana contoh di atas tadi yakni
mengenai pembagian harta waris.
Penafsiran pada kitab tersebut berdasarkan temanya yakni al-Mar’ah, maka
metode penafsirannya adalah metode maudhu’i atau tematik. Ayat-ayat yang terkait
dengan tema itu dihimpun menjadi satu, kemudian dikaji secara mendalam dari berbagai
aspek yang terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. Al-Mar’ah fi Al-Qur’an. (Akhbar Yaum)

Fauziah, Debibik Nabilatul .“Metodologi Tafsir Asy-Sya’rawi”. (Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir)

Malkan. “Tafsir Asy-Sya’rawi: Tinjauan Biografis dan Metodologis”. (2012). Jurnal Al-Qalam Vol, 29.
No, 2

17
Malkan, “Tafsir Asy-Sya’rawi: Tinjauan Biografis dan Metodologis”, Jurnal Al-Qalam Vol, 29. No, 2. (2012), h.
201
10
Mentari, Riesti Yuni. “Penafsiran Al-Sya’rawi Terhadap Al-Qur’an Tentang Wanita Karir”.(2011).
Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Noor, Maktabah. Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi. https://www.noor-book.com/ -‫في‬-‫المرأة‬-‫كتاب‬


‫الكريم‬-‫القرآن‬-pdf , di akses pada 07/06/2022 pukul 10.00 WIB

Pasya, Hikmatiar. “Studi Metodologi Tafsir Asy-Sya’rawi”. (2017). Jurnal Studi Qur’an Vol. 01, No. 2

TV, Eljawiya. Wanita dalam Al-Qur’an Menurut Syaikh Mutawalli as-Sya’rawi dalam Kitab Al-Mar’ah
fi Al-Qur’an. (YouTube: https://youtu.be/ebBp1KDV9A8), diakses pada 07/06/2022, Pukul
23.20 WIB

Yamani, Moh Tulus. “Memahami Al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i”. (2015) J-PAI, Vol, 1.
No, 2

11

Anda mungkin juga menyukai