Dosen Pengampu:
Abu Sari, M. Ag
Disusun Oleh:
Hubbina Nabila
NIM: 202012134105
1
Yusuf Qardhawi, Masalah-masalah Islam Kontemporer, Penerjemah: Muhammad Ichsan, (Jakarta: Najah Press
1994), Cet. I, h. 219.
2
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi, Cet. I (Yogyakarta: Teras, 2008), h. 42
studi pada Pascasarjana di Universitas al-Azhar dengan konsentrasi Tafsir Hadits. Dan
menyelesaikan pendidikannya, pada program cumlaude.3
Dalam pengetahuan ilmiahnya, Qardhawi banyak mengutip atau mempelajari
karya-karya al-Gazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Syaikh al-Bakhi al-Khauli,
Muhammad Abdullah Darraz serta Syaikh Mahmud Syaltut.4 Ia mengambil menelah
perjuangan gurunya (Hasan al-Banna). Pada masa kekuasaan raja Faruq tahun 1949,
Qadhawi pernah dipenjarakan karena terlibat dalam pergerakan ikhwanul muslimin, pada
bulan April 1956 ia ditangkap dan yang terakhir pada bulan Oktober 1956 ia
dipenjarakan selama 2 tahun. Setelah keluar dari tahanan beliau kemudian hijrah ke
Daha, Qatar dan dari sinilah ia kemudian berjumpa dengan Abd al-Mu’is al-Satar, beliau
merupakan teman seperjuangan Yusuf Qaradhawi dalam mendirikan Madarasah Ma’had
al-Din (Institut Agama) yang cikal bakal lahirnya Fakultas Syari’ah, Qatar yang
berkembang dengan beberapa fakultas dan akhirnya menjadi sebuah Universitas Qatar
yang didirikan bersama dengan Ibrahim Khadim. Qardhawi pernah memegang berbagai
jabatan penting yaitu:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Studi Islam di Universitas Qatar.
2. Direktur Kajian Sunnah dan Sirah di Universitas Qatar.
3. Anggota Lembaga Tertinggi Dewan Fatwa dan Pengawasan Syariah di Persatuan
Bank Islam Internasional.
4. Pakar Fikih Islam di Organisasi Konferensi Islam.
5. Anggota atau Pendiri Yayasan Kebajikan Islam Internasional.
6. Anggota Majelis Pengembangan Dakwah Islamiyah di Afrika
Sikap moderat dan keterbukaan beliau terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
Yusuf al-Qaradawi juga cukup tekenal sebagai ahli hukum dan ahli politik. Dalam hal ini
pemikiran beliau cukup dipengaruhi oleh Syaikh Hasan al-Banna, baginya kekaguman
beliau terhadap Syaikh Hasan al-Banna adalah ulama yang cukup konsisten dalam
menyuarakan ajaran Islam, tanpa terpengaruh oleh paham nasionalisme dan sekularisme
yang dibawa oleh penjajah Mesir dan dunia Islam. Sedangkan wawasan Ilmiahnya lebih
3
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), h. 322.
4
Abdurrahman Qadir, Studi Pembaharuan Hukum Islam, Studi Pemikiran Yusuf Qardhawi tentang Zakat Profesi,
h. 8.
banyak dipengaruhi oleh ulama-ulama alAzhar.5 Yusuf Al Qaradhawi meninggal dunia
pada Senin, 26 September 2022. Syheikh Yusuf Al Qardhawi berpulang dalam usia 96
tahun.
B. Maqasid al-Qur’an Menurut Yusuf al-Qardhawi
Kata Maqasidul Qur‟an adalah bentuk jamak dari kata maqshad yang bermakna
tempat yang diorientasikan atau dituju. Sedangkan al-Qur‟an terambil dari kata qara’a
yaitu bacaan atau himpunan, karena alQur‟an menghimpun huruf dan kalimat ayat-ayat
al-Qur‟an.6 Maka secara bahasa, makna Maqashid al-Qur‟an mempunyai arti sebagai
maksud dan tujuan al-Qur‟an atau Maqashid al-Qur‟an adalah hikmah atau tujuan
diturunkan al-Qur‟an kepada umat manusia dalam rangka menciptakan kemashlahatan
dan mencegah kerusakan.
Maqasid menurut pandangan Yusuf al-Qardhawi bahwa al-Qur’an yang Mulia
telah menyerukan banyak prinsip dan tujuan yang tidak cocok untuk umat manusia.
Kami membagi di sini dengan tujuh di antaranya, yang ditegaskan dan diulang-ulang oleh
Al-Qur'an, dan yang saya maksud adalah yang paling berhati-hati, yaitu:
1. Memperbaiki keyakinan dan persepsi tentang keilahian, risalah dan hari pembalasan.
2. Menentukan harkat dan martabat manusia, khususnya kaum lemah.
3. Mengarahkan manusia kepada ibadah yang baik dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
4. Dakwah untuk menyucikan jiwa manusia.
5. Membentuk keluarga yang baik dan adil terhadap perempuan.
6. Membangun bangsa yang terpercaya bagi kemanusiaan.
7. Dakwah untuk manusia agar saling kerja sama.
Dalam hal ini Yusuf al-Qardhawi membagi 7 dalam Maqasid al-Qur‟an dan
menerangkan atau memerinci dari ketujuh tersebut:
6
Manna’ al-Qattan, Mabahis Al-Qur’an, (Kairo: Maktabah al-Wahbah, t.t.), h. 14.
a. Meletakkan dasar Tauhid
Seruan kepada tauhid adalah dasar dari kebebasan sejati, karena tidak ada
kebebasan bagi orang yang menguduskan manusia atau memuja berhala. Ini
adalah dasar persaudaraan dan kesetaraan, karena didasarkan pada keyakinan
bahwa semua orang adalah hamba Tuhan, dan bahwa mereka adalah anak-anak
dari satu ayah dan satu ibu, jadi mereka adalah saudara satu sama lain, dan bukan
satu sama lain adalah tuannya. untuk satu sama lain. Itulah sebabnya Rasulullah
ﷺdengan ayat mulia ini:
“Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan
jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS. al-Syams [91]: 7-10).
Jiwa, menurut fitrahnya, dosa yang menajiskannya dan menodainya,
kesiapannya untuk kesalehan yang memurnikan dan memurnikannya. Orang dengan
akal dan kehendaknya harus memilih yang mana dari dua jalan: jalan pemurnian atau
jalan keburukan.
Salah satu elemen dasar dari pesan Muhammad saw adalah: Penyucian,
sebagaimana dinyatakan dalam empat ayat Kitab Allah: di antaranya adalah apa yang
datang dalam panggilan Ibrahim dan Ismail kepada bangsa Muslim yang dijanjikan:
“Ya Tuhan kami, dan utuslah di antara mereka seorang Rasul dari kalangan mereka
sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah dan mensucikan mereka bahwa Engkaulah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Al-Baqarah: 129).
Yang tidak diragukan lagi kebenarannya adalah bahwa kebaikan bangsa dan
masyarakat terletak pada kebaikan individunya, dan kebaikan individu terletak pada
kebaikan jiwanya yang berada di antara sisinya, dengan kata lain: dengan mensucikan
jiwa tersebut, sampai mereka bergerak. dari (jiwa yang memerintahkan kejahatan) ke
(jiwa yang menyalahkan) Kemudian (jiwa yang menenangkan).
Hal terpenting yang harus dimiliki oleh jiwa yang suci adalah: akhlak orang-
orang mukmin, yang terlihat dalam Al-Qur'an, terutama di awal Surat al-Anfal dan
orang-orang mukmin, dan di tengah guntur dan turunnya, dan di akhir Kriteria dan
Kamar dan lainnya, yang diwakili dalam karakter Nabi Muhammad saw.
5. Pembentukan keluarga dan kesetaraan perempuan
Di antara tujuan yang Al-Qur‟an: terbentuknya keluarga yang shalih, yang
merupakan tiang masyarakat yang shalih, dan inti bangsa yang shalih.
a. Pernikahan menurut Al-Qur'an
Tidak ada keraguan bahwa dasar pembentukan keluarga adalah perkawinan,
yang mengikat seorang pria dan seorang wanita dengan ikatan hukum yang kuat,
ikatan yang kuat, berdasarkan ketakwaan dari Allah dan keridhaan-Nya.
“Dan ketika Kami mengambil dari mereka perjanjian mereka dan dari kamu, dan
dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa , putra Maryam, dan Kami mengambil dari
mereka perjanjian yang khusyuk” (Qs. Al-Ahzab: 7).
Al-Qur‟an mengungkapkan hubungan antara pasangan, dengan mengatakan:
“Mereka adalah pakaian untuk Anda, dan Anda adalah pakaian untuk mereka?
(Qs. Al-Baqarah: 187).
Ini mengungkapkan sejauh mana kedekatan, pemikiran, kehangatan,
perlindungan, penyembunyian dan perhiasan antara pasangan, yang masing-
masing seperti pakaian bagi pemiliknya.
Al-Qur'an tidak menemukan kesalahan dalam kenikmatan sensual antara
pasangan, bahkan pada malam puasa: "Dibolehkan bagimu pada malam puasa
untuk berbuat baik kepada istrimu" (Qs. Al-Baqarah: 187). Juga tidak ada batasan
kenikmatan antara seorang laki-laki dan istrinya: “Wanita-wanitamu adalah bajak
bagimu, maka datanglah membajakmu ke mana pun kamu mau” (Qs. Al-Baqarah:
223).
c. Keturunan yang baik (soleh dan solehah)
Di antara tujuan pertama keluarga dalam Al-Qur'an: keturunan yang saleh
yang akan menjadi penyejuk mata bagi orang tua. Oleh karena itu, Yang
Maha kuasa berfirman yang artinya:
“Dan Allah menjadikan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri, dan menjadikan
bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu) (Qs. An-Nahl: 72.)
Dan kami telah melihat rasul-rasul terpilih dalam Al-Qur'an meminta
keturunan kepada Allah, yang akan menjadi perpanjangan dari keberadaan
mereka, seperti yang dikatakan Nabi Ibrahim: "Tuhan, berilah aku salah satu dari
orang-orang yang saleh." Jadi kami memberinya kabar gembira tentang seorang
anak baik (Qs. As-Saffat: 100-101)
Dan seperti yang dikatakan Zakariyya: “Berilah aku darimu seorang wali
yang akan mewarisiku dan mewarisi dari keluarga Yakub, dan jadikanlah dia
Tuhan yang penyayang” (Qs. Maryam: 5-6). Maka jawaban ilahi datang
kepadanya: “Oh, Zakaria, kami memberimu kabar baik tentang seorang anak laki-
laki bernama Yahya.
d. Kerukunan umat beragama
Suatu keluarga harus memilki tingkat keharmonisan agama, dan mengapa al-
Qur‟an melarang menikahi orang musyrik, dalam firmanya yang artinya:
Dan kesimpulan dari ayat tersebut menunjukkan kepada kita hikmah dari
larangan ini. Betapa besar perbedaannya, dan seberapa jauh jarak antara orang-
orang yang menyeru ke Neraka mereka adalah orang-orang musyrik dan orang-
orang yang menyeru ke surga dan ampunan, dan mereka adalah Muslim
.
e. Kesetaraan bagi perempuan dan pembebasan mereka dari penindasan kebodohan:
Di antara hal-hal terpenting yang dibawa Al-Qur'an ke sini: keadilan
wanita, pembebasan mereka dari penindasan dan tirani Jahiliyyah dan kontrol
mereka yang tidak adil atas nasib mereka. al-Qur'an menghormati wanita dan
memberinya hak-haknya sebagai manusia, kedermawanannya sebagai seorang
wanita, kedermawanannya sebagai seorang anak perempuan, kedermawanannya
sebagai seorang istri, kedermawanannya sebagai seorang ibu, dan
kedermawanannya sebagai anggota masyarakat.
6. Membangun bangsa yang syahid di atas kemanusiaan
Di antara tujuan dasar Al-Qur'an: pembentukan (bangsa) yang berbeda yang
menerapkan pesannya, mendasarkan hidupnya pada keyakinannya, Syariah dan cita-
citanya, mengangkat generasinya berdasarkan bimbingannya, dan membawa
pesannya ke seluruh dunia, membawa serta rahmat, cahaya, dan kebaikan bagi
seluruh umat manusia.
Terbentuknya bangsa ini bukanlah perkara yang mudah dalam situasi
kemunculan Islam yang terkenal. Islam lahir di Jazirah Arab, yang didasarkan pada
tribalisme dan fanatisme. Suku adalah dasar kesetiaan, dan sumber kebanggaan dan
kepemilikan. Tidak ada tempat bagi keistimewaan suku tanpa adanya pangkat,
melainkan tidak ada eksistensi tanpanya. Itu adalah garis keturunan dan garis
keturunan, dan itu adalah otoritas dan kekuasaan, dan itu adalah ekonomi dan politik.
Islam ingin membangun (bangsa) atas dasar keyakinan dan gagasan, dan
bukan atas dasar materi atau tanah apa pun dari apa manusia membangun bangsa
mereka, seperti ras, warna kulit, bahasa, atau tanah, yang orang tidak memiliki
kehendak dan pilihan. Sebaliknya, itu adalah takdir yang dipaksakan padanya, dan
seseorang tidak memilih jenis kelamin, warna kulit, bahasa, atau tanah tempat dia
dilahirkan. Tapi dia mewarisi semua ini tanpa memiliki pendapat tentangnya.
Islam menginginkan umat Islam menjadi bangsa yang benar, bukan
tergantung level umat manusia, karena tidak didasarkan pada ikatan suku, warna
kulit, daerah atau golongan. Sebaliknya, itu adalah bangsa kepercayaan dan pesan di
atas segalanya.
1. Deskripsi utama umat dalam Al-Qur'an:
Ciri yang paling menonjol yang membedakan bangsa ini dari bangsa lain
adalah empat gambaran yang disebutkan dalam Al-Qur‟an:
a. Kekuasaan.
sumber ilahi, tujuan ilahi. Ini adalah bangsa yang didirikan dengan wahyu
Allah swt dan ajaran dan aturan menjalankannya sampai agamanya selesai.
b. Moderat
Moderat yang menjadikan suatu bangsa menjadi saksi bagi manusia, dan
menjadikannya sebagai tempat kedudukan yang besar bagi umat manusia.
Ini adalah moderasi yang komprehensif (Mampu menagkap wawasan yang luas):
moderasi dalam keyakinan dan persepsi, moderasi dalam ritual dan ibadah,
moderasi dalam moral dan perilaku, moderasi dalam ketertiban dan undang-
undang, dan moderasi dalam pikiran dan perasaan.
a. Dakwah
karena ia adalah bangsa dakwah dan risalah, dan bukan bangsa yang
teralienasi (mengasingkan diri) terhadap dirinya sendiri, melainkan
memonopoli pesan kebenaran, kebaikan, dan petunjuk untuk kepentingan
umat, dan bekerja untuk menyebarkannya di antara orang-orang.
b. Persatuan
“Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang jelas, dan Kami
telah menurunkan bersama mereka Kitab dan Neraca agar manusia dapat menegakkan
keadilan” (Qs. Al-Hadid: 25)
Dengan demikian, ayat tersebut menunjukkan bahwa diutusnya rasul-
rasul dan diturunkannya kitab-kitab itu adalah untuk mencapai tujuan dasar,
yaitu: agar (manusia) menegakkan keadilan, yaitu keadilan, yang dengannya
setiap orang yang memiliki hak yang sama.
d. Perdamaian dunia
Di antara apa yang juga diserukan Islam adalah perdamaian di antara
manusia, bukan perang dan perselisihan. Mungkin hal ini mengejutkan bagi
sebagian orang, karena mereka mengetahui bahwa Islam adalah agama jihad
di jalan Allah, dan bahwa jihad di jalan Allah adalah amal yang terbaik di sisi
Allah, dan bahwa orang yang berpuasa pahalanya besar, dan orang yang
goyah, tidak mendapatkan pahala orang yang berjihad di jalan Allah.
Perlu diketahui jihad dalam islam hanya wajib membela seruan jika
diserang atau rakyaknya dianiaya, dan memerangi umat islam, dan
menyelamatkan umat yang tertindas, jihad tidak diatur untuk agresi,
menyerang ataupun melanggar perdamaian, jihad adalah rahmat dari allah
untuk menjaga perdmaian dunia.
e. Toleransi dengan non-Muslim
Di antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang diserukan Islam di sini:
toleransi dengan non-Muslim, dan berurusan dengan mereka dengan semangat
kemanusiaan yang tinggi yang tidak fanatisme dan tidak menyimpan dendam
terhadap mereka yang menentangnya. Islam mengajarkan untuk sosialisasi
kepada semua umat dan saling bertoleransi.
BAB III
KESIMPULAN
Yusuf Al-Qardhawi dilahirkan di desa Shafth Turaab, mesir bagian barat pada
tanggal 9 september 1926 M, daerah Mahallah al-Kubra Provinsi al-Garbiyah Republik
Arab Mesir. Yusuf Al Qaradhawi meninggal dunia pada Senin, 26 September 2022,
berpulang dalam usia 96 tahun. Dalam pengetahuan ilmiahnya, Qardhawi banyak
mengutip atau mempelajari karya-karya al-Gazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Syaikh
al-Bakhi al-Khauli, Muhammad Abdullah Darraz serta Syaikh Mahmud Syaltut. Ia
mengambil menelah perjuangan gurunya (Hasan al-Banna). Dan memiliki banyak buku
karangan dan merupakan seorang cendikiawan.
Maqasid menurut pandangan Yusuf al-Qardhawi bahwa al-Qur‟an yang Mulia
telah menyerukan banyak prinsip dan tujuan yaitu: Memperbaiki keyakinan dan persepsi
tentang keilahian, risalah dan hari pembalasan, Menentukan harkat dan martabat manusia,
khususnya kaum lemah, Mengarahkan manusia kepada ibadah yang baik dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, Dakwah untuk menyucikan jiwa manusia, Membentuk
keluarga yang baik dan adil terhadap perempuan, Membangun bangsa yang terpercaya
bagi kemanusiaan, Dakwah untuk manusia agar saling kerja sama.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Dahlan, Abdul, (et al), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 2, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve Cet. VII, 2006.
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005.
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi, Cet. 1. Yogyakarta: Teras, 2008.
Qadir, Abdurrahman, Studi Pembaharuan Hukum Islam, Studi Pemikiran Yusuf Qardhawi
tentang Zakat Profesi.
Qardhawi, Yusuf, Masalah-masalah Islam Kontemporer, Penerjemah: Muhammad Ichsan, Cet.1.
Jakarta: Najah Press 1994.