Anda di halaman 1dari 10

KLASIFIKASI HADIS DARI SEGI KETERSAMBUNGAN SANAD

Oleh:
Chintya Alya Kharisma (07040320116), Este Nazila Fajri (07040320117),
Moch. Faizal Karim (E03219023)

Sumber pokok ajaran Islam setelah Al-Qur’an adalah hadis. Hadis sudah mulai
dikaji sejak zaman Rasulullah dan mengalami perkembangan dari masa ke masa. Unsur
pokok hadis ada dua, yaitu sanad dan matan. Berdasarkan ketersambungan sanadnya, maka
kita akan mengenal hadis dengan klasifikasinya. Adapun artikel ini akan membahas
klasifikasi hadis dari segi ketersambungan sanadnya.

Pertama, hadis muttashil. Pengertian muttashil secara etimologi merupakan bentuk


isim fa’il dari kata kerja ittashala (‫ – )إتصل‬yattashilu (‫ )يتصل‬yang artinya lawan kata dari
terputus. Sesuatu yang maushul dinamakan juga muttashil yang artinya menyambung.1
Secara terminologi hadis muttashil merupakan hadis yang sanadnya sambung baik secara
marfu’ maupun mauquf. Contoh muttashil marfu’ seperti hadis Malik dari Ibn Syihab dari
Salim bin Abdullah dari ayahnya dari Rasullullah SAW bahwa beliau bersabda: “begini...
begini…”. Contoh Muttashil Mauquf seperti hadis Malik dari Nafi’ dari Ibn Umar
bahwasannya dia berkata: begini... begini…”2 Secara keseluruhan maksud dari muttashil
yaitu hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW atau kepada
sahabat.
Derajat hadis muttashil atau maushul ini sama dengan halnya hadis musnad, yakni
memiliki nilai sahih, hasan, dan daif disebabkan kelemahan rawinya bukan karena
terputusnya sanad, melainkan kedua hadis tersebut memilki perbedaan, yakni sambungnya
sanad itu khusus sampai kepada Rasullullah (musnad), sedangkan muttashil atau maushul
bisa sampai kepada Rasullullah dan sahabat. Lantas, apakah perkataan tabiin bisa termasuk
dalam kategori muttashil? Al-‘Iraqi berkata: “Mengenai perkataan tabiin, jika memang
bersambung sanadnya sampai kepada mereka , tidak bisa sama sekali disebut sebagai
muttashil, tapi dalam keadaan taqyid (terikat) penyebutan itu diperbolehkan. Realita tentang

1
Manan Ar Rasikh, Kamus Istilah-istilah Hadits,(Darul Falah) hal-150

2
Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis( Taisir Musthalah al-Hadits), (Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah,2010) hal-
172
perkataan mereka misalnya, mereka berkata. “Hadis ini muttashil kepada Said bin Musayyab,
atau kepada Az-Zuhri, atau kepada Malik” dan semacamnya. 3

Kedua, hadis munqathi’. Secara etimologi kata munqathi’ merupakan isim fa’il dari
lafaz Al-Inqitha’, yang berarti lawan dari bersambung.4 Pengertiannya secara terminologi
adalah hadis yang di sanadnya gugur seorang rawi atau dua orang rawi atau lebih dengan
syarat tidak berturut-turut5. Definisi lain dapat dikemukakan disini, yaitu :

‫ال َك ْوِنِِ َما‬ ِ َ‫ْي إِثْن‬


َ ‫ان الَ َح‬ ِ ‫ط ِِف م‬
ِ ْ ‫وض َع‬ ِ
َ َ ‫اَب ِِف َم ْوض ِع أ َْو َس َق‬
ْ َ ‫الص َح‬
ِ ‫ط ِمن رواتِِه و‬
َّ ‫اح ٌد قَ ْب َل‬ َ َ ُ ْ َ ‫ُه َو َما َس َق‬
ِ ْ َ‫ُمتَ والِي‬
.‫ْي‬ َ
“ Hadis yang gugur rawinya sebelum sahabat , di satu tempat atau gugur dua orang pada dua
tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.”6
Contoh apabila digambarkan sanadnya:
Achmad Ibn Syuaib – Quttaibah Ibn Said – Abu Awanah – Hisyam Ibn Ruwah – Fatimah
binti Mundzir – Ummu Salamah – Rasullullah SAW

Dalam susunan sanad tersebut digambarkan bahwa Fatimah tidak mendengar hadis
tersebut dari Ummu Salamah, sebab waktu Ummu Salamah meninggal, Fatimah ketika itu
masih kecil dan tidak pernah bertemu dengannya. Jadi jelas bahwa diantara Fatimah dan
Ummu Salamah ada seorang rawi yang gugur. Oleh karena itu hadis ini disebut munqathi’.
Jadi secara keseluruhan maksud dari hadis munqathi yaitu hadis yang sanadnya terputus
dimanapun tempat terputusnya, baik terputusnya pada bagian awal, tengah maupun akhir
sanad.

Contoh lain seperti pada hadis yang diriwayatkan oleh Abdurrazak dari at-Tsauri
dari Abi Ishak dari Yazid bin Yutsai’I dari Hudaifah secara marfu’:

‫ْي‬ ِ ٌّ ‫إِ َّن ولَّي تُموها أََب بك ٍر فَ َق ِو‬


ٌْ ‫ي أَم‬ َ َ َ ُ َْ

3
Ibid .

4
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadits,(Bumi Aksara) hal-164

5
Ibid.

6
Ibid .
“Apabila kalian menyerahkan perkara itu kepada Abu Bakar, maka ia adalah orang yang kuat
lagi terpercayai.”

Dalam hadis ini terdapat satu orang sanad yang gugur yang terletak dipertengahan sanad. Ia
adalah Syarik, yang gugur (dan letaknya) antara at-Tsauri dan Abi Ishak. At-Tsauri tidak
mendengar secara langsung hadisnya dari Abu Ishak, melainkan mendengar secara langsung
hadisnya dari Syarik mendengar hadisnya dari Abu Ishak.7 Hukum hadis munqathi’ yaitu
lemah, dengan kata lain tidak dapat digunakan sebagai hujjah dalam agama Islam.

Ketiga, hadis mursal. Pengertian hadis mursal secara etimologi yaitu isim maf’ul
dari lafaz arsala, yang berarti melepaskan. Jadi, seakan-akan dari ikatan sanad, dan tidak
terikat dengan rawi yang terkenal.8 Secara terminologi, hadis mursal adalah hadis yang
disandarkan oleh tabiin secara langsung kepada Nabi SAW tanpa menyebut nama sahabat
yang diriwayatkan. Gambarannya adalah bahwa seorang tabiin (baik tabiin senior maupun
junior) mengatakan Rasullullah SAW bersabda begini... begini..., atau telah mengerjakan
begini... begini..., atau dilakukannya sesuatu perbuatan dengan kehadiran beliau begini...
begini.... Bentuk seperti ini dikatakan hadis mursal menurut pakar hadis. Contoh hadis
Mursal:

‫هرة أنه بَلغَهُ أن النيب صلي هللا عليه‬ ٍ


َ ‫شيم عن ُحصْي عن معاذ بن ُز‬
ٌ ‫ثَنا ُه‬,‫ ح ّدثَنَا ُم َس ّد ٌد‬: ‫داود‬
ُ ‫قل أبُ ْو‬
.‫ت‬ ِ ِ
ُ ‫ك أَفطَْر‬
َ ‫ اللهم لك صمت وعلي رزق‬:‫طر قال‬
َ ْ‫وسلم كا َن إذَا أف‬
“Berkata Imam Dawud (no.2358), telah menceritakan kepada kami Musaddad (ia berkata):
telah menceritakan kepada kami: Husyaim, dari Husain, dari Muadz bin Zuhroh,
sesungguhnya telah sampai kepadanya, bahwa Nabi SAW apabila berbuka (puasa) beliau
mengucapkan (doa) : Allahumma lakashumtu wa ‘ala rizqika afthortu, (Ya Allah, karena-Mu
aku berbuka dan atas rizki dari-Mu aku berbuka).”

7
Dikeluarkan oleh al-Hakim di dalam kitab Ma'rifatu 'Ulum al-Hadits., hal.36.
Dikeluarkan pula oleh Ahmad, al-Bazzar, at-Thabrani di dalam al-Ausath dengan makna seperti itu. Lihat juga di
dalam kitab Majmu' az-Zawaid., juz V/176//Thahan Mahmud, Ilmu Hadits Praktis( Tafsir Musthalahal Hadits),
(Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah,2010) hal-92

8
Mahmud Thahan, Op.Cit, hal-84
Hadis ini mursal karena Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang tabiin bukan sahabat Nabi SAW9
Selain hadis mursal tabiin, maka para ulama kita telah membagi hadis mursal kepada Mursal
Jali, Mursal Khafi dan Mursal Sahabi.
Mursal Jali adalah suatu hadis yang diriwayatkan seorang rawi dari seorang syekh
(guru), tetapi guru ini tidak sama dengannya. Contohnya:

‫ ثنا هشيم عن داود بن عمرو عن عبد هللا بن أَب زكراي ع ن أب ي درداء‬: ‫(أبوداؤد) حدثنا مسدد قال‬

‫قال قال رسول هللا ص إنكم تدعون يوم القيامة أبمسائكم و أمساء آَبئكم فأحسنوا أمسائكم‬
“Abu Daud berkata, "telah menceritakan kepada kami, Musaddad, ia berkata, "Telah
menceritakan kepada kami, Husyaim, dari Daud ibn Amr dari Abdullah ibn Abi Zakaria, dari
Abid Darda, ia berkata, "Telah bersabda Rasulullah Saw, "Sesungguhnya kamu akan
dipenggal pada hari kiamat dengan nama-nama kamu dan dengan nama-nama bapak kamu.
Oleh karena itu, perbaguslah nama-namakamu”.

Secara sederhana susunan sanadnya adalah:

Abu Daud – Musaddad – Husyaim – Daud ibn Amr – Abdullah ibn Abi Zakaria – Abu Darda'
– Rasulullah SAW. Sanad ini dikatakan putus karena Abdullah ibn Abi Zakaria dan Abu
Darda' tidak semasa. Sebab Abu Darda' meninggal tahun 32 H, yaitu pada masa pemerintahan
Utsman ibn Affan. Sedang Abdullah ibn Abi Zakaria wafat pada tahun 117 H. Kalau
ditakdirkan umur Abdullah 117 tahun, masih juga belum bertemu.10

Mursal khafi artinya putus yang tersembunyi atau putus yang tidak jelas. Mursal
khafi adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang rawi yang semasa atau
sezaman dengannya, akan tetapi ia tidak pernah bertemu dengannya.11 Dari sini dapatlah kita
membedakan di antara hadis mudallas yang disyaratkan rawi tersebut bertemu dengan
syekhnya dengan mursal khafi yang hanya semasa tetapi tidak pernah bertemu. Hadis mursal
khafi ini termasuk kedalam kelompok hadis daif yang tidak boleh dipakai sebagai hujah.

9
Abdul Hakim Bin Amir Abdat, Pengantar Ilmu Musthalahul Hadits, (Darul Qolam) hal-272

10
Totok Jumantoro, Op.Cit, hal-168

11
Abdul Hakim Bin Amir Abdat,Op.Cit, hal-273
Setelah mendefinisikannya, Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Perbedaan antara
mudallas dan mursal al-khafi sangat tipis. Redaksinya bisa didapat dengan apa-apa yang
kami sebutkan di sini, bahwa tadlis khusus pada orang yang meriwayatkan dari orang yang
diketahui pertemuannya dengan dirinya. Sedangkan jika hidup dalam satu masa, tetapi tidak
dikenal bahwa ia bertemu dengannya, maka itulah mursal al-khafi. Orang yang ketika
mendefinisikan tadlis memasukkan faktor hidup dalam satu masa sekalipun tidak saling
bertemu, maka seharusnya memasukkan mursal al-khafi kedalam definisinya. Yang paling
benar adalah dengan membedakan antara keduanya12

Contohnya hadis yang diriwayatkan dari Abdurrazaq dari Ats Tsauridari Abi Ishaq
dari Zaid ibn Yasyu'a dari Hudzaifah dari Nabi SAW, ujarnya:

‫أما إن وليتموها أَببكر فقوي أمْي‬


“Ketahuilah, jika kamu angkat Abu Bakar untuk mengendalikan urusanmu, maka adillah ia,
seorang kuat dan kepercayaan”.13
Sanad hadis ini ada dua tempat putusnya. Menurut yang sebenarnya, Abdurrazaq menerima
dari Nu'man ibn Abi Syaibah dari ats-Tsauri dan ats-Tsauri menerimanya dari Syarih yang
menerima dari Abu Ishaq.

Mursal sahabi yaitu, apa-apa yang diriwayatkan oleh seorang sahabi dari Nabi SAW
dengan tidak mendengarkan langsung dari beliau, baik karena ia masih sangat kecil, atau
karena masuk Islam belakangan, atau karena sebab lain.14 Hukum mazhab yang benar dan
masyhur yang diikuti oleh para ahli hadis dan fuqaha serta mayoritas ahli ilmu adalah bahwa
hadis demikian bisa dijadikan hujah.

Hadis mursal sahabi merupaka hadis sahih masyhur, yang ditetapkan oleh jumhur
bahwa hadis itu sahih dan bisa dijadikan sebagai hujah, karena riwayat sahabat dari tabiin itu
sangat jarang. Jika para sahabat meriwayatkan dari tabiin, para sahabat pun menjelaskannya.
Apabila para sahabat tidak menjelaskannya dan berkata “Rasulullah SAW bersabda”, maka

12
Manan Ar Rasikh, Kamus Istilah-istilahHadits,(Darul Falah) hal-170

13
Totok Jumantoro, Op.Cit, hal-169

14
Ibid., hal-170
pada dasarnya mereka telah mendengarnya dari sahabat yang lain. Dibuangnya sahabat tidak
merusak, hal ini sudah pernah dibahas.15

Ada yang mengatakan bahwa mursal sahabi itu seperti mursal yang lainnya dilihat
dari sisi hukumnya. Pernyataan semacam ini daif mardud (lemah dan tertolak). Contohnya:

‫ وبرز وظاهر‬:‫ أشهد عل ي ب درا ؟ قال‬:‫عن أَب إسحاق سأل رجل الرباء وأان أمسع قال‬
)‫ البخاري‬.‫ر‬.‫(ص‬
“Dari Abi Ishaq (ia berkata), “Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Baraa'-sedang saya
mendengarkan. Orang itu bertanya, “Adakah Ali ikut dalam peperangan Badar? Jawab
Baraa', “Ya, bahkan ia berperang tanding dan memakai dua lapis baju besi”.

Dalam riwayat tersebut diterangkan bahwa Baraa' adalah seorang sahabat Nabi SAW. Ia tidak
turut dalam perang Badar tetapi ia berkata kepada orang ("ya"), bahkan Ali berperang tanding
dalam perang Badar tersebut...". Oleh karena Baraa' tidak ikut, tentulah ia mengetahui Ali itu
berperang dari seorang sahabat yang ikut dalam perang atau boleh juga ia mendengar hal
"Ali" tersebut dari Nabi. Maka jalan riwayat seperti di atas dinamakan mursal sahabi.16

Keempat, hadis mu’allaq yang mana secara bahasa kata mu’allaq berasal dari kata
‘allaqo yang artinya menggantungkan atau mengaitkan sesuatu dengan sesuatu.17 Hadis
mu’allaq yaitu hadis yang awal sanadnya dihapus/dihilangkan sebanyak satu atau lebih
secara berurutan atau bahkan sampai akhir.18 Bentuk-bentuk hadis mu’allaq yang pertama

adalah dihapus/dihilangkan semua sanadnya sehingga hanya tersisa semisal :‫"قل رسول هللا ﷺ‬

"‫كذا‬ Rasulullah SAW. bersabda begini dan begini.19 Kedua, dihapus/dihilangkan semua

sanadnya kecuali sahabat, atau kecuali sahabat dan tabiin.20 Contoh hadis mu’allaq adalah

15
Mahmud Thahan, Op.Cit, hal-87

16
Totok Jumantoro, Op.Cit, hal-171

17
Mahmud Thahan, Op.Cit, hlm. 81

18
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al- Hasani, al-Qawaid al-Asasiyyah fi ‘ilm Musthalah Hadits, hlm. 27

19
Mahmud Thahan, Loc.Cit

20
Ibid.
seperti yang terdapat pada pendahuluan topik di kitab sahih Bukhari, yaitu pembahasan
mengenai paha

"‫"و قال أبو موسى غطى النيب ﷺ ركبتيه حْي دخل عثمان‬
yang artinya Abu Musa berkata, “Nabi SAW. menutupi kedua lututnya ketika ‘Utsman
masuk”.21 Hadis ini mu’allaq karena imam Bukhari telah menghapus seluruh sanadnya
sehingga yang tersisa hanya Abu Musa yang merupakan seorang sahabat.

Hadis mu’allaq merupakan hadis daif karena tidak memenuhi syarat hadis sahih
maupun hasan, yaitu dalam hal ketersambungan sanad.22 Menurut Mahmud Thahan, hadis
mu’allaq yang terdapat dalam kitab sahih Bukhari dan sahih Muslim, ia memiliki hukum
khusus. Pertama, jika disebutkan menggunakan bentuk kalimat yang pasti (sighat jazm),
seperti qala (telah berkata), dzakara (telah menyebutkan), haka (telah menceritakan), maka
hukumnya sahih berdasar pada yang dijadikan sandarannya.23 Kedua, jika disebutkan
menggunakan bentuk kalimat yang lemah (sighat tamridl), seperti qila (dikatakan), dzukiro
(disebutkan), hukiya (diceritakan), maka ia tidak dapat langsung dihukumi sahih berdasar
yang menjadi sandarannya, bisa saja hukumnya sahih, hasan, ataupun daif.24 Hukum hadis
mu’allaq yang terdapat dalam kitab sahih Bukhari menurut at-Turmuzy, jika ia disebutkan
menggunakan sighat jazm maka dianggap sahih dan dapat diamalkan, tapi jika menggunakan
sighat tamridl, maka tidak dapat diamalkan karena dianggap daif.25 Menurut Hasbi ash-
Shiddeiqy, hukum hadis mu’allaq jika disebutkan dengan bentuk kalimat yang pasti, maka
dihukumi sahih. Namun, jika disebutkan dengan bentuk kalimat yang tidak pasti, maka tidak
dapat dikatakan sahih tapi tidak juga dihukumi dengan sangat lemah.26 Berdasar pada
pendapat-pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum hadis mu’allaq yang

21
Ahda Bina, al-Hadits al-Mu’allaq, 11 Agustus 2020, https://www.ahdabina.com/hadits-muallaq-pengertian-
dan-contoh/, diakses pada Minggu, 12 September 2021, Pukul 10.35 WIB

22
Ali Sati, Kehujjahan Hadis Dha’if di Kalangan Ahli, Yurisprudentia, Vol. 4, No. 2, Desember 2018, hlm. 136

23
Mahmud Thahan, Op.Cit, hlm. 82

24
Ibid.

25
Kehujahan Hadis Mu’allaq Sebagai Dalil Hukum, BAB IV, hlm. 57-58,
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:N_UEf5tgB3oJ:library.walisongo.ac.id/digilib/files/di
sk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006-mukhamadhe-933-BAB4_219-1.pdf+&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id, diakses pada 13
September 2021, Pukul 19.20 WIB

26
Ibid., hlm. 59
terdapat pada kitab sahih Bukhari dan Muslim jika penyebutannya menggunakan sighat jazm,
maka dapat dijadikan hujah karena dianggap sahih. Namun, jika penyebutannya
menggunakan sighat tamridl, maka tidak dapat dijadikan hujah karena dianggap daif.
Walaupun demikian, adanya hadis tersebut dalam kitab sahih menunjukkan kesahihan
asalnya. Teruntuk peneliti yang hendak menjadikan hadis ini sebagai dalil, sebaiknya
memperhatikan kelayakannya untuk dijadikan hujah.27

Pembahasan yang kelima, yaitu hadis mu’dlal. Secara bahasa, mu’dlal berasal dari
kata a’dlalahu yang artinya memberatkan.28 Hadis mu’dlal merupakan hadis yang sanadnya
terputus sebanyak dua atau lebih secara berurutan.29 Hadis mu’dlal merupakan hadis daif.
Statusnya lebih buruk dari hadis mursal dan munqathi.30 Adapun contoh hadis mu’dlal seperti
yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Ma’rifatu Ulumil Hadits, beliau berkata, telah
meriwayatkan kepada kami Abu Bakr bin Abi Nashr, beliau berkata, telah meriwayatkan
kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Qadhy, beliau berkata, telah meriwayatkan
kepada kami Al-Qa’ni, dari Malik, bahwasanya beliau menyampaikan kepadanya bahwa Abu
Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

‫ َوالَ يُ َكلِّ ُف ْو ِم َن الْ َع َم ِل َما الَ يُ ِطْي ُق‬، ‫ف‬


ِ ‫لِلْمملُو ِك طَعامه وكِسوتُه َِبلْمعرو‬
ُْْ َ ُ َ ْ َ ُ ُ َ ْ ْ َ
“Setiap budak itu harus diberi makan dan pakaian yang baik, tidak dibebani pekerjaan yang
berlebihan kecuali yang ia mampu”.
Hadis tersebut merupakan hadis mu’dlal karena antara Malik dan Abu Hurairah ada dua
orang rawi yang digugurkan secara berturut-turut, yaitu Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.
Hadis mu’dlal tergolong mardud (tertolak) karena tidak diketahui keadaan perawi yang
digugurkan. Apakah mereka tergolong orang-orang yang diterima periwayatannya atau
tidak.31

27
Ali Sati, Op.Cit, hlm. 138

28
Mahmud Thahan, Op.Cit, hlm. 89

29
Ali Sati, Loc.Cit

30
Mahmud Thahan, hlm. 90

31
Ghiyats Aiman, Makalah Ulumul Hadits, 09 Maret 2019,
https://yogyakarta1999.blogspot.com/2019/03/makalah-hadits-mudhal.html
Pembahasan selanjutnya adalah mengenai musnad dan musnid. Musnad berasal dari
kata ‫ اسند‬yang mempunyai arti menyandarkan, menggabungkan atau menisbatkan. Kemudian
di ubah menjadi maf'ul bih ‫ مسند‬artinya disandarkan, digabungkan atau dinisbatkan. Dalam
istilah hadis, musnad ialah sesuatu yang bersambung sanadnya dan marfu' disandarkan
dengan Nabi SAW. Hadis musnad adalah hadis yang bersambung sanadnya dari awal hingga
akhir, tetapi sandarannya hanya kepada Nabi Muhammad SAW melainkan bukan sahabat
atau tabiin.32

Kriteria hadis musnad yaitu bersambungnya sanad serta penyandarannya kepada


Nabi Muhammad SAW, atau dalam kata lain hadis musnad itu pasti muttasil dan marfu'.
Oleh karna itu tidak boleh terdapat keguguran didalamnya. Seperti halnya hadis mudallas dan
hadis mursal kahfi tidak disebut dengan musnad karena terputus sanadnya. Sebagaimana
hadis maqthu' maupun mauquf bukanlah musnad. Karena hadis maqthu' ujung sanadnya
kepada tabiin, sedangkan mauquf ujung sanadnya kepada para sahabat.

Perbedaannya dengan hadis muttashil terletak pada sandarannya. Hadis muttashil


sandarannya bisa kepada nabi dan sahabat. Sedangkan sandaran musnad hanya kepada Nabi
SAW.
ِ َّ ‫حدَّثَنَا عب ُدهللاِ بن يوسوف عن مالِك عن اَب‬
َ ‫الزاند َع ِن‬
‫ قال رسوهللا صلى هللا عليه‬: ‫االعرج عن اَب هريرة قال‬ َ َ ُ ُ ُْ ْ َ
‫ اذا شرب الكلب إانء احدكم فليغسنه سبعا‬: ‫وسلم‬
Memberitakan kepada kami Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Abu Zanad dari Al-Raja' dari
Abu Hurairah berkata : Sesungguhnya Rasulullah bersabda : Jika anjing minum pada bejana
salah satu kamu, maka basuhlah sebanyak tujuh kali. (HR. Al-Bukhari)

Hadis tersebut disebut hadis musnad karena sanadnya bersambung mulai dari Al-Bukhari
sampai kepada Nabi Muhammad dan dapat dikatakan bahwa hadis ini marfu' karena
ujungnya sampai kepada Nabi Muhammad. Berdasarkan contoh hadis diatas sanadnya
bersambung dari awal hingga akhir dan marfu' kepada Nabi Muhammad. Maka dinamakan
hadis Musnad.33

Selanjutnya adalah pembahasan tentang musnid. Musnid merupakan isim fa’il dari
‫ سند‬artinya adalah orang yang menyandarkan. Secara istilah kata ini berarti orang yang

32
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah,2013),265

33
Al-Hakim Naisaburi, Ma’rifah ‘ulum al-Hadis, (Kairo : Maktabah al-Mutanabbi,t,th), 17-18
meriwayatkan suatu hadis yang disertai dengan menyebutkan sanad hadisnya, apakah ia
mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, tetapi hanya sekedar meriwayatkan saja.34
Seperti pendapat Jamaluddin Al-Qosimi

‫أن املسند (بكسر النون) هو من يروي احلديث إبسناده سواء كان عنده علم به أوليس له إالجمرد روايته‬

Artinya : Musnid adalah seseorang yang meriwayatkan hadis dengan sanadnya, baik dia
mengerti apa yang diriwayatkannya atau tidak.

Dalam penjelasan Jamaluddin Al-Qosimi tentang musnid, maka derajat musnid lebih
rendah dari muhaddits, hafid, dan hakim. Karena secara definitif, al-muhaddits merupakan
seseorang yang menyibukkan dirinya dengan mempelajari ilmu hadis, baik hadis diroyah atau
hadis riwayah dengan pengetahuan yang mendalam tentang berbagai riwayat dan derajat
rawinya. Adapun arti dari al-hafid menurut mayoritas ulama hadis ialah murodif dari al-
muhaddits kemudian derajat al-hafid lebih tinggi dari al-muhaddits berdasarkan
pengetahuannya tentang thobaqot tingkatan rawi lebih banyak dari yang tidak diketahuinya.
Sedangkan al-hakim menurut sebagian ulama merupakan seseorang yang menguasai
mayoritas hadis riwayah dan diroyah.35

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan di atas. Berdasar ketersambungan


sanadnya, maka ada hadis mutassil yaitu hadis yang sanadnya sambung baik secara marfu’
maupun mauquf. Hadis munqathi’ yaitu hadis yang di sanadnya gugur seorang rawi, dua
orang rawi atau lebih dengan syarat tidak berturut-turut. Hadis mursal yaitu hadis yang
disandarkan oleh tabiin secara langsung kepada Nabi SAW tanpa menyebut nama sahabat
yang diriwayatkan. Hadis mu’allaq yaitu hadis yang awal sanadnya dihapus/dihilangkan
sebanyak satu atau lebih secara berurutan atau bahkan sampai akhir. Hadis mu’dlal yaitu
hadis yang sanadnya terputus sebanyak dua atau lebih secara berurutan. Musnad yaitu hadis
yang bersambung sanadnya dari awal sampai akhir, tetapi sandarannya hanya kepada Nabi
Muhammad melainkan bukan sahabat maupun tabiin, dan musnid yaitu seseorang yang
meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik dia mengerti apa yang diriwayatkannya atau
tidak mengerti apa yang diriwayatkannya.

34
Mahmud Thahhan, hlm. 15

35
Zhafar al-Tahanawi, Qawa'id fi 'Ulum al-Hadits, hlm. 26

Anda mungkin juga menyukai