Anda di halaman 1dari 24

BAB III

MENGENAL KEPRIBADIAN WAHBAH AZ-ZUHAILI DAN


KARYANYA

A. Biografi singkat Wahbah Az-Zuhaili


1. Kelahiran Wahbah Az-Zuhaili dan Nasabnya
Wahbah Musthafa Az-Zuhaili merupakan seorang alim ulama ahli
fiqih dan tafsir konteporer di abad ke 20 yang sangat terkenal dari Syiria,
dan di belahan dunia, beliau termasuk ke dalam tokoh-tokoh ulama fiqih
dan tafsir yang sangat berjasa dalam dunia pendidikan dan keilmuan
islam. Wahbah Musthafa Az-Zuhaili dilahirkan pada 6 Maret tahun 1932
Masehi atau bertepatan dengan 1531 Hijriyah di kota Dair ‘Athiyah di
kota Syiria, sebelah utara Damaskus. Beliau dilahirkan oleh seorang
wanita yang Sholihah yang telah Allah pilih bernama Fatimah bintu
Musthafa Sa’dah dan ayahandanya yang bernama Musthafa Az-Zuhaili
seorang sosok ayah yang terkenal dengan ketakwaan dan keshalihanya,
beliau juga seorang hafidz Al-Quran, namun ayahandanya bukan seorang
ulama, melainkan adalah seorang petani yang shalih dan kaya.1
Dikutip dari sebuah makalah yang berjudul “Mengenang Syaikh
Wahbah Az-Zuhaili” pada tahun 2014 beliau masuk dalam daftar 500
tokoh yang paling berpengaruh di Dunia, tentunya hal itu merupakan
prestasi yang sangat luar biasa, yang menunjukan bahwa beliau
mempunyai pengaruh dakwah yang sangat besar bagi islam dan kaum
muslimin, hal tersebut tidak lepas dari kesungguhan beliu, sebagaimana
menurut kesaksian para muridnya, beliau dalam sehari meluangkan
waktu kurang lebih 15 jam untuk menulis ataupun membaca. Beliau

Ummul Aiman, “Metode Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili Kajian Tafsir Al-Munir”,


1

MIQOT, Vol. XXXVI, No. 1, Januari 2012, hlm. 3


wafat pada malam sabtu 8 Agustus 2015 pada usia yang ke 83 tahun,
kabar ini tentunya menyebar luas ke seluruh penjuru dunia termasuk
Indonesia. Kematian beliau tentunya merupakan duka yang sangat
mendalam bagi kaum muslimin, telah kehilangan sosok ulama yang
sangat berpengaruh dan telah banyak berkontribusi bagi Islam dan kaum
muslimin, semoga Allah menerima semua amal ibadah beliau.2
2. Pendidikan dan Guru Wahbah Az-Zuhaili
Semenjak kecil, Wahbah Az-Zuhaili mempunyai keinginan belajar
yang tinggi, hal ini terbukti dengan waktu belajarnya yang sangat padat.
Beliau memulai study dalam bidang ilmu syariah pada tingkat sekolah
menengah di salah satu madrasah di Damaskus selama 6 tahun, dan lulus
pada tahun 1952 dengan hasil predikat yang sangat memuaskan. Pada
waktu yang bersamaan beliau juga menempuh pedidikan dalam bidang
sastra di sekolah yang sama. Kemudian beliau melanjutkan pendidikanya
di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir jurusan Syariah dan lulus pada
tahun 1956 dengan predikat yang juga sangat memuaskan. Hal inipun
membuatnya memperoleh ijzah Tadris Al-Lughah Al-Arabiyah
(pengajaran bahasa arab) di Fakultas bahasa arab di Universitas Al-Azhar
Kairo Mesir.
Ketika beliau sedang menjalankan study di Universitas Al-Azhar
Kairo Mesir, beliau juga menempuh pendidikan hukum di Universitas
‘Ayn Syam di Kairo Mesir, dan mendapatka gelar BA
(bachelors/bakaloriat) dengan predikat cum laude (Jayyid) pada tahun
1957. Dan pada tahun 1959 beliau memperoleh gelar Magister dalam
bidang ilmu hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Universitas Kairo.

2
Hidayatullah,”UlamaKontemporer”,http://www.hidayatullah.com.berita.internasio
nal.read.ulama-kontemporer-dunia-syeikh-wahbah-zuhaili-berpulang.html. Diakses pada 10
Oktober 2015.
Kemudian pada tahun 1963 beliau juga berhasil menyelesaikan gelar
doktor dengan nilai sangat tinggi dalam ilmu hukum dan kosentrasi
hukum islam (Islamic Shariah) dengan desertasi yang berjudul Al-Harb
Fi Al-Fiqih Al-Islami: Dirosah Muqaranah bayan Al-Madhab Al-
Tsamaniyah wa Al-Qanun Ad-Dauliyyah Al-‘Am yang artinya (Pengaruh
Perang Terhadap Fiqih Islam: Sebuah Studi Perbandingan yang
Mencangkup Madzhab Delapan dari Hukum Islam dan Hukum
Internasional yang Sekuler).
Setelah memperoleh gelar S3 atau Doktor beliau kemudian memulai
karirnya di bidang pendidikan dan pengajaran. Karir beliau yang pertama
adalah dalam bidang pendidikan yaitu menjadi dosen dimulai dari
Universitas Damaskus, kemudian beliau di angakat menjadi guru besar
pada tahun 1975 dan beliau berusia 43 tahun. Beliau mengisi kuliah di
Fakultas Syari‘ah dan Ilmu Hukum dan fokus pada kajian Hukum Islam,
Filsafat Hukum Islam dan Perbandingan Sistem Hukum. Beliau juga
pernah menjadi pengajar di berbagai Universitas sebagai dosen lepas,
yaitu pada Fakultas Hukum di Benghazi, di Libya (1972-1974), Fakultas
Syari‘ah di Universitas di Uni Emirat Arab (1984-1989), Universitas
Khartoum, di Sudan dan Universitas Islam, di Riyadh. Wahbah Az-
Zuhaili juga pernah menjadi pengajar pada mata kuliah “Dasar-Dasar
Tulisan dan Bukti dalam Hukum Islam” untuk mahasiswa pascasarjana
Sudan, di Pakistan. Keahlian dan keilmuan Wahbah Az-Zuhaili dalam
hukum-hukum Islam telah membuatnya ditugaskan untuk membuat
kurikulum Fakultas Syari‘ah, Universitas Damaskus, pada akhir tahun
1960an.
Karir Wahbah Az-Zuhaili juga cukup banyak dan juga beragam,
beliau adalah salah satu anggota the Royal Society for Research tentang
Peradaban Islam pada Yayasan al-Bayt di Amman (Yordan) dan juga di
berbagai lembaga hukum Islam dunia lainnya, termasuk Majlis al-Ifta di
Syria, Akademi Fiqh Islam di Jeddah (Arab Saudi) dan beberapa
Akademi Fiqh Islam di Amerika Serikat, India dan Sudan. Beliau juga
pernah menjabat sebagai kepala Institut Riset untuk Lembaga-lembaga
Keuangan Islam. Karya-karyanya juga banyak yang membahas
mengenai sistem-sistem hukum sekuler, seperti hukum internasional atau
hukum Uni Emirat Arab. Beliau juga pernah menjabat sebagai konsultan
berbagai lembaga dan perusahaan keuangan Islam, termasuk the
International Islamic Bank. Ia juga dikenal sebagai juru dakwah yang
populer dan mempunyai kredibke tnggi di dunia Islam, di mana ia sering
tampil di TV, radio dan di koran-koran Arab. Wahbah Az-Zuhaili juga
pernah menjadi imam dan penceramah di mesjid Utsmani di Damaskus
dan akhir-akhir ini menjadi penceramah dan pendakwah pada musim
panas di Masjid Badr di kota kelahirannya, Dair ‘Athiyah. Tak hanya itu
Wahbah Az-Zuhaili juga dikenal oleh hal layak sebagai salah seorang
pakar hukum Islam dan ushul fiqih sekelas dunia, sebagaimana ia juga
dikenal sebagai seorang intelektual publik dan penceramah yang populer.
Dalam perannya di Majlis al-Ifta Syria, ia bertugas memberikan fatwa.
Banyak fatwa-fatwa moderat yang beliau sampaikan, termasuk
dukungannya demokrasi Islam, hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan
dalam batasan syariah.3

Kesuksesan Wahbah Az-Zuhaili di bidang pendidikan dan bidang


dakwahnya tentunya tidak lepas dari peran para gurunya yang telah
membimbingnya dengan baik, para guru yang mendidil beliau dari masa
ketika beliau masih di Syiria maupun yang berada di luar Syiria. Guru-
guru beliau di Damaskus dalam bidang hadits dan ulum al-hadits yaitu

Ummul Aiman, “Metode Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili Kajian Tafsir Al-Munir”,


3

MIQOT, Vol. XXXVI, No. 1, Januari 2012, hlm. 4 - 5


Syaikh Hasyim al-Khatib, beliau juga adalah guru Wahbah Az-Zuhaili
di bidang fiqih dan Fiqih As-Syafii, Syaikh Lutfi al-Fayumi yaitu guru
di bidang usul al-Fiqh, mustalah al-hadits dan Ilm al-Nahw, Syaikh
Hasan al- Syati adalah guru dalam ilmu fara‟id, hukum keluarga dan
hukum waqaf, Syaikh Salih al-Farfuri adalah guru ilmu bahasa arab
seperti balaghah dan sastra, Syaikh Mahmud al-Rankusi adalah guru
dibidang aqidah dan ilmu kalam. Adapaun ilmu Tafsir yang beliu
pelajari, beliau belajar dari Syaikh Hasan Habnakah dan Syaikh Sadiq
Habnakah al-Midani. Wahbah Az-Zuhaili juga murid dari Doktor Nazam
Mahmud Nasimi pada bidang Syari’ah serta guru-guru lainnya di
bidang akhlaq, tajwid, tilawah, khitabah, hukum dan lain sebagainya.

Adapun diluar Damaskus seperti di Mesir Wahbah Az-Zuhaili banyak


menimba ilmu dari Syaikh Muhammad Abu Zharah, Syaikh Mahmu
Syaitut, Syaikh Abdurahman Taj, Syaikh Isa Mannun, Syaikh Ali
Muhammad Al-Khafif dalam Mata kuliah Fiqih di Universitas Al-Azhar
Kairo Mesir. Beliau juga belajar Usul Fiqih dari Guru-guru beliau antara
lain Syaikh Jad Al-Rab Ramadhan, Syaikh Mahmood Abd Al-Khaliqk,
Syaikh Abd Al-Ghaniy, Syaikh Hasan Wahdan dan Syaikh Al-
Zahrawwi.4
3. Karya-karyanya (Al-Kutub wa al-Mu’allafaat)
Salah satu tanda keilmuan seseorang adalah lahirnya beberapa karya
karya tulis yang dihasilkan dari tanganya sendiri, begitu pula Wahbah
Az-Zuhaili banyak menulis buku, karya ilmiah, artikel dan karya ilmiah
lainya dalam berbagai disipilin ilmu keislaman, jumlah buku yang
berhasil beliau tulis lebih dari 133 judul buku, dan jika digabung dengan
risalah-risalah kecil maka karya tulis beliau lebih dari 500 judul. Suatu

4
Muhammadun, “Wahbah Az-Zuhaili dan Pembaruan Hukum Islam”, Mahkamah:
Jurnal Kajian Hukum Islam, Vol. 1, No. 2 (Desember 2016), hlm. 234 - 235
kontribusi yang sangat menakjubkan yang sangat jarang dilakukan oleh
ulama konteporer seperti beliau, sunggu layak beliau di juluki sebagai
Imam As-Sayuthi kecil pada zaman ini, di antara buku-buku yang
populer yang telah beliau tulis antara lain:
1) Athar al-Harb fi al-Fiqh al-Islami - Dirasat Muqaranah, Dar al-Fikr,
Damsyiq, 1963.
2) Al-Wasit fi Usul al-Fiqh, Universiti Damsyiq, 1966.
3) Al-Fiqh al-Islami fi Uslub al-Jadid, Maktabah al-Hadithah, Damsyiq,
1967.
4) Nazariat al-Darurat al-Syar’iyyah, Maktabah al-Farabi, Damsiq,
1969.
5) Nazariat al-Daman, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1970.
6) Al-Ushul al-Ammah li Wahdah al-Din al-Haq, Maktabah
alAbassiyah, Damsyiq, 1972.
7) Al-Alaqat al-Dawliah fi al-Islam, Muassasah al-Risalah, Beirut, 1981.
8) Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, (8 jilid), Dar al-Fikr, Damsyiq, 1984.
9) Usul al-Fiqh al-Islami (dua Jilid), Dar al-Fikr al-Fikr, Damsyiq, 1986.
10) Juhud Taqnin al-Fiqh al-Islami, (Muassasah al-Risalah, Beirut, 1987.
11) Fiqh al-Mawarith fi al-Shari’at al-Islamiyah, Dar al-Fikr, Damsyiq,
1987.
12) Al-Wasaya wa al-Waqf fi al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikr, Damsyiq,
1987.
13) Al-Islam Din al-Jihad La al-Udwan, Persatuan Dakwah Islam
Antarabangsa, Tripoli, Libya, 1990.
14) Kajian Tafsir Munir Karya Wahbah Az-Zuhayli (57-67)
15) al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Shari’at wa al-Manhaj, (16
jilid), Dar al-Fikr, Damsyiq, 1991. al-Qisah al-Qur’aniyyah Hidayah
wa Bayan,Dar Khair, Damsyiq, 1992.
16) Al-Qur’an al-Karim al-Bunyatuh al-Tasyri’iyyah aw Khasa’isuh
alHadariah, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1993.
17) al-Rukhsah al-Syari’at – Ahkamuha wa Dawabituha, Dar al-Khair,
Damsyiq, 1994.
18) Khasa’is al-Kubra li Huquq al-Insan fi al-Islam, Dar al-Maktabi,
Damsyiq, 1995.
19) Al-Ulum al-Shari’at Bayn al-Wahdah wa al-Istiqlal, Dar al-Maktab,
Damsyiq, 1996.
20) Al-Asas wa al-Masadir al-Ijtihad al-Mushtarikat bayn al-Sunnah
waal-Shiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.
21) Al-Islam wa Tahadiyyat al-‘Asr, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.
22) Muwajahat al-Ghazu al-Thaqafi al-Sahyuni wa al-Ajnabi, Dar
alMaktabi, Damsyiq, 1996.
23) al-Taqlid fi al-Madhahib al-Islamiah ‘inda al-Sunnah wa al-Shiah, Dar
al-Maktabi, Damsyiq, 1996
24) Al-Ijtihad al-Fiqhi al-Hadith, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.
25) Al-Uruf wa al-Adat, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.
26) Bay al-Asham, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.
27) Al-Sunnah al-Nabawiyyah, Dar al-Maktabi Damsyiq, 1997.
28) Idarat al-Waqaf al-Khairi, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1998.
29) al-Mujadid Jamaluddin al-Afghani, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1998.
30) Taghyir al-Ijtihad, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
31) Tathbiq al-Shari’at al-Islamiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
32) Al-Zira’i fi al-Siyasah al-Shar’iyyah wa al-Fiqh al-Islami, Dar
alMaktabi, Damsyiq, 1999.
33) Tajdid al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikr, Damsyiq, 2000.
34) Al-Thaqafah wa al-Fikr, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
35) Manhaj al-Da’wah fi al-Sirah al-Nabawiyah, Dar al-Maktabi,
Damsyiq, 2000.
36) Al-Qayyim al-Insaniah fi al-Qur’an al-Karim, Dar al-Maktabi,
Damsyiq, 2000.
37) Haq al-Hurriah fi al-‘Alam, Dar al-Fikr, Damsyiq, 2000.
38) al. Al-Insan fi al-Qur’an, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.
39) Al-Islam wa Usul al-Hadarah al-Insaniah, Dar al-Maktabi, Damsyiq,
2001.
40) Usul al-Fiqh al-Hanafi, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.5
Itulah beberapa karya ilmia yang telah berhasil ditulis oleh Wahbah
Az-Zuhaili, dan tntunya masih banyak sekali karya-karya ilmia lainya
yang tentunya tidak dapat penulis sebutkan semuanya.
4. Pemikiran / Manhaj Wahbah Az-Zuhaili
Wahbah Az-Zuhaili merupakan salah seroang ulama konterporer
(Khalaf) yang karismatik dan mempunyai segudang prestasi dan
keilmuan yang sangat mumpuni di abad ini. Hal tersebut bisa kita lihat
dari banyaknya buku-buku dan kitab-kitab yang beliu tulis, tentunya
sangat penting bagi penulis untuk juga mengetahui pemikiran atau
Manhaj Wahbah Az-Zuhaili sebelum lebih lanjut mengkaji kitab beliau
yang berjudul Tafsir Al-Munir yang insyaAllah akan menjadi bahan
pembahasan pada karya ilmiah atau Tesis ini. Wahbah Az-Zuhaili hampir
menguasi semua bidang keilmuan, mulai dari Al-Quran, Tafsir, Hadis,
Fiqih, Usul Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, Faraid, Hisab, Politik Islam,
Jinayah dan masih banyak yang beliau kuasai.
Setelah penulis menganalisa pemikiran beliau dalam Aqidahnya,
ketika beliau menuliskan muqodimahnya dalam kitab Tafsir Al-Munir,

5
Moch. Yunu, “Kajian Tafsir Munir Karya Wahbah Az-Zuhaili”, Humanistika, Vol.
4, No. 2, (Juni 2018), hlm. 60 - 61
Aqidah beliau adalah Aqidah Ahli sunnah wal jamaah, adapun dalam
Madzhab Fiqihnya, Wahbah Az-Zuhaili cenderung bermadzhab Hanafi,
hal ini disebabkan karena beliau memang hidup di lingkungan ulama-
ulama yang bermadzhab Hanafi, akan tetapi tidak menjadikan beliau
fanatik terhadap madzhabnya dan sangat menghargai pendapat-pendapat
madzhab yang lain. Hal ini terbukti dari penafsiranya dalam kitab Tafsir
Al-Munir beliau mencoba untuk tidak membawa Madzhabnya dalam
menafsirkan ayat Al-Quran, sehingga pembahasanya pun mendekatkan
dengan Al-Haq (kebenaran). Beliau juga menyampaikan dalam
muqodimahnya: “Dan tidak yang semua saya tuliskan terpengaruh oleh
pemikiran atau madzhab tertentu, akan tetapi lebih cenderung kepada
kebenaran yang terkandung dalam Al-Quran Al-Karim, berdasarkan
Tabiat bahasa arab yang terkandung dalam Al-Quran, dan beberapa
istilah syar’I, dengan mengambil penjelasan para ulama terdahulu dan
para mufassir dengan amanah, dan sangat teliti serta sebisa mungkin
menjauhi dari sifat fanatik”.6
Sedangkan dalam masalah teologis, beliau cenderung meyakini
paham ahli sunnah wal jamaah, tetapi tidak terjebak dalam sikap fanatik
dan menghujat madzhab yang lainya, ini terbukti di dalam pembahasanya
mengenai masalah “Melihat Tuhan” di dunia dan di akhirat, yang
terdapat dalam QS Al-An’am ayat 103. Menurutnya Bashar tidak bisa
melihat hakikat Allah yang berkaitan dengan QS Al Baqarah 255, dan
pendapat Ibnu Abbas bawah Bashar tidak bisa melihatNya artinya tidak
bisa melihat di dunia, tetapi orang yang beriman akan melihat tuhanya di
akhirat, hal ini di tafsirkan denga QS Al-Qiyamah ayat 22 – 23 dan
sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim.

6
Wahbah Az-Zuhaili, “Tafsir Al-Munir” (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2001), Jilid 1,
hlm. 11
Adapun pemikiran beliau dalam toleransi dan kebebasan beragama,
beliau meyakini ketika menafsirkan QS Al-Baqarah ayat 256, Wahbah
Az-Zuhaili memberikan sebuah pernyataan yaitu larangan paksaan
dalam beragama, sebab menurutnya agama adalah landasan dan ekpresi
keimanan sesorang yang merupakan bagian dari hidayah. Dan hidayah
adalah otoritas hidayah ada pada Tuhan. Substansi ayat ini menjelaskan
3 hal, yaitu yang pertama, larangan memaksa untuk memeluk agama lain,
kedua, adanya aturan dan undang-undang yang telah Allah tentukan, dan
yang ketiga, konsekuensi dari kebebasan dalam memilih dan meyakini
sebuah agama. Dari pernyataan di atas, Wahbah Az-Zuhaili meyakini
kebebasan manusia untuk memilih agama sebagai ekspresi keyakinan
yang merupakan bagian hak otoritas Tuhan sebagai bimbingan dan
pembiri petunjuk.7 Hal ini dibuktikan dalam sejara kehidupan Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam, pada tahun 10 kenabian ketika beliau
ditinggal oleh pamanya Abu Thalib yang telah mengurusnya dan
melindunginya dari Nabi berusia 8 sampai 50 tahun kurang lebih 42
tahun lamanya, akan tetapi ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
menginginkan pamanya untuk mengucapkan 2 kalimat syahadat,
nyatanya pamanya belum sempat mengatakanya sehingga meninggal
dalam kekafiranya, meskipun selama hidupnya, ia selalu membela dan
melindungi Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Dari kisa ini yakin
bahwa memang hidayah adalah otoritas Tuhan.
Wahbah Az-Zuhaili juga meyakini bahwa ajaran agama islam tidak
didasari dengan kekerasan menggunakan pedang, sebab islam datang
dengan petunjuk bukan jalan kesesatan, dan misi utama diutusnya
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah rahmat bagi semesta alam,

7
Wahbah Az-Zuhaili, “Tafsir Al-Munir” (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2001), Jilid 3,
hlm. 21
bukan untuk menaklukan suatu negara dengan kekerasan. Hingga agama
sejatinya adalah sebuah nilai kebenaran berdasarkan keyakinan dan
tidaklah seseorang merasakan manisnya iman jika atas dasar paksaan.
Alasan yang lainya yang juga sangat masuk akal bagi Wahbah Az-
Zuhaili adalah kebebasan itu sifatnya alamiah merupakan fitrah manusia
yang diberikan oleh Tuhan, sehingga manusia dilahirkan dalam keadaan
merdeka. Argumentasi ini kemudian menunjukan bahwa kebebasan
bukan hanya merupakan HAM saja, melainkan sebuah kuwajiban yang
secara nyata yang Tuhan telah titipkan kepada manusia.8
5. Tazkiyah Para Ulama Terhadapnya
Salah seorang gurunya berkata mengenainya: “Sesungguhnya Syaikh
Wahbah Az-Zuhaili mempunyai posisi khusu di dalam hatiku, ia telah
menguasai hatiku, beliau orang yang Tawahdu’ tanpa terhina, dan sangat
istiqomah dalam ketaatan dan kebaikan, dan mempunyai ketekunan
dalam menuntut ilmu dan mengamalkanya, dan tidaklah ia membaca
suatu kitab kecuali mendapat manfaat darinya”.9
B. Identifikasi kitab Tafsir Al-Munir
1. Latar Belakang Penamaan dan Penulisan
Wahbah Az-zuhaili sejatinya mempunyai 3 buku tafsir yang telah
beliau tulis, pertama, adalah Tafsir Al-Wasith, kedua Tafsir Al-Munir dan
yang ketiga adalah Tafsir Al-Wajiz. Tafsir beliau yang pertama yaitu
Tafsir Al-Wasith terdiri dari tiga jilid, lebih ringkas dari tafsir kedua. Tafsīr
al-Wasith menyuguhkan penjelasan yang lebih ringan dan mudah, tidak
sedetail tafsir yang kedua yaitu Tafsir Al-Munir. Tujuan beliau menulis
tafsirtersebut memang untuk memberikan kemudahan bagi kaum

8
Wahbah Az-Zuhaili, “Huquq Al-Huriyyah fi Al-Alam”, terj: Ahmad Minan (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm. 6-7.
9
Al-Liham dan Badi’ As-Sayyid, “Wahbah Az-Zuhaili Alim Faqih dan Mufassir”,
(Damaskus: Dar Al-Qalam), hlm. 1
muslimin walaupun beliau masih membahas dengan pembahasan seputar
gramatikal dengan menggunakan kata-kata yang cukup asing di telinga.
Kemudian tafsir yang kedua adalah Tafsir Al-Munir unīr fī Al-Aqidah
wa Al-Syari‟ah wa Al-Manhaj, kitab tafsir ini cukup tebal yang memiliki
18 jilid,yang berjumlah kurang lebih 8000 halaman, kitab ini diterbitkan
oleh Dar al-Fikr al-Muashir, di Beirut (Libanon). Percetakan untuk
pertama kalinya terjadi pada tahun 1991, kitab Tafsir Al-Munir termasuk
salah satu kitab tafsir kontemporer yang berisikan kajian komplek dengan
cangkupan yang sangat luas. Kitab kitab tafsir ini kemudia terwujud berkat
rasa cinta dan kesungguhan Wahbah Az-Zuhaili dalam kekaguman dan
kecintaanya terhadap Al-Quran. Hal ini terbukti dari muqoddimahnya
pada bagian tafsirnya dengan menegaskan bahwa Al-Quran
sesungguhnya merupakan satu-satunya kitab yang paling sempurna
yang dapat memberikan inspirasi dalam segala aspek kehidupan. Sebagai
referensi utama Al-Quran mengandung berbagai informasi dari mulai
masa lalu dan masa yang akan detang, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan maupun sejarah, sehingga Wahbah Az-Zuhaili mengatakan
telah menulis ratusan karya ilmiah mengenai Al-Quran, karena Al-Quran
bagaikan samudera ilmu yang tidak akan pernah surut. Menurutnya Al-
Quran juga selaras dan sesuai dengan kebutuhan hidup di masa modern
serta tuntunan-tuntunan kebudayaan dan pendidikan seorang muslim.10
Kata Al-Munir merupakan isim fa‟il dari kata anara yaitu nur yang
memiliki arti cahaya yang artinya yang menerangi atau yang menyinari.
Maka sesuai dengan namanya, Wahbah Az- Zuhaili bermaksud menamai
kitab tafsir ini dengan nama Tafsir Al-Munir agar kitab ini dapat
menyinari orang yang mempelajarinya, dapat menerangi orang yang

10
Wahbah Az-Zuhaili, “Tafsir Al-Munir” (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2001), Jilid 3,
hlm. 5
membacanya, dan dapat memberikan pencerahan bagi siapa saja yang
ingin mendapatkan pencerahan dalam memahami makna kandungan
ayat-ayat Al-Qur‟an dalam kitab tafsirnya ini. Wahbah Az-Zuhaili juga
menegaskan bahwa dengan gaya bahasanya yang tinggi, Al-Quran mampu
mengupas ilmu penge11tahuan dengan sangat luas, namun tetap mampu
menfokuskan tujuan dan target suci dari diturunkannya kitab ini, yaitu
sebagai petunjuk dan manhaj (jalan hidup) yang jauh dari penyimpangan-
penyimpangan. Bagi Wahbah Az-Zuhaili pesan-pesan Al-Quran berpusat
pada merefleksikan akal pikiran, mengasah nalar dan mengeksploitasi
potensi manusia di jalan kebenaran guna memerangi kebodohan dan
keterbelakangan. Dengan demikian, adalah tepat untuk mengklaim bahwa
Al-Quran merupakan sumber ilmu pengetahuan sejak masa Klasik dalam
segala bidang ilmu, termasuk sejarah, sastra, filsafat, tafsir, dan fiqih.12
Dalam Muqaddimah tafsir al-Munir Wahbah Az-Zuhaili yang
mengatakan bahwa tujuan dari penulisan tafsir ini adalah anjuran
kepada umat Islam agar berpegang teguh kepada Al-Quran secara kaafah
(Sempurna). Sebab Al-Quran merupakan dustur atau konstitusi
kehidupan ummat manusia dari berbagai aspek kehidupan. Oleh
karenanya, Wahbah tidak hanya menjelaskan hukum- hukum fiqih
ibadah dan muamalah saja, Akan tetapi ia menjelaskan hukum- hukum
yang disimpulkan dari ayat-ayat Al-Quran secara umum dan kompleks,
dari sekedar pemahaman umum, yang meliputi, akidah dan akhlak, manhaj
dan prilaku, konstitusi umum, dan faedah- faedah yang terpetik dari ayat
Al-Quran baik secara gambling ataupun secara tersirat, yang mana hal ini
selaras dengan firman Allah SWT. Yang disebutkan dalam surah Al-

12
Wahbah Az-Zuhaili, “Tafsir Al-Munir” (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2001), Jilid 3,
hlm. 11
Anfal: 24. Dalam ayat tersebut Allah SWT. dan Rasulullah SAW menyeru
setiap manusia di alam ini kepada kehidupan yang merdeka dan mulia
dalam segala bentuk dan maknanya, islam juga menyeru kepada akidah
atau ideologi yang menghidupkan hati dan akal, membebaskan ilusi
kebodohan dan mistik, membebaskan manusia dari penghambaan
kepada selain Allah, menuju pada Tauhid, dengan kalimat tidak ada tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah.
Adapun tujuan penulisan tafsir al-Munir adalah adanya hubungan
individu muslim dan non muslim dengan Al-Quran yang merupakan
kalamullah. Yang telah terbukti secara pasti tidak ada keraguan
didalamnya dan juga tidak ada tandingannya bahwa ia adalah firman Allah
SWT. Selanjutnya, supaya sepatutnya kita tidak menggunakan ayat-ayat
Al-Quran hanya untuk menguatkan suatu pendapat Madzhab atau
pandang an kelompok maupun organisasi saja, atau juga tidak gegabah
dalam menafsirkan atau mentakwilkan teori ilmiah kuno seperti hurofat
ataupun teori modern.13
2. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Munir
Tafsir Al-Munir adalah sebuah kitab tafsir lengkap yang menafsirkan
Al-Quran mulai dari QS Al-Fatihah sampai An-Nas secara sistematis,
adapaun metode penulisan yang digunakan oleh Wahbah Az-Zuhaili
dalam menulis kitab ini adalah metode Tahlili atau metode Analisis,
sehingga susunan surah dan ayat dalam pembahasan kitab tersebut
mengikuti sususnan Al-Quran. Oleh karenanya dalam penulisan kitab
Tafsir ini beliau cantumkan dar berbagai sisi secara rinci, mulai dari
keutamaan surah, penjelasan kosa kata, menggali kandungan yang ada

13
Wahbah Az-Zuhaili, “Tafsir Al-Munir” (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2001), Jilid 3, hlm.
11
dalam ayat, kemudian menafsirkan ayat serta menyimpulkanya sehingga
sesuai dengan tema masalah fiqhiyah yang sedang di bahas tanpa
mengabaikan munasabah ayat dan asbabunnuzul nya.
Adapun metode penafsiran yang digunakan oleh Wahbah Az-Zuhaili
dalam kitab Tafsir Al- Munir adalah gabungan antara metode Tahlili
(analisis) dan metode semi maudhu‟ī (tematik), karena disamping beliau
menafsirkan Al- Quran sesuai dengan urutan surah-surah sebagaimana
tyang terdapat dalam mushaf Al-Quran, beliau juga memberikan tema
dalam setiap kajian ayat yang sesuai dengan kandungannya dan
mengaitkannya dengan kandungan surah secara keseluruan. Sebagai
contoh surah Al- Baqarah ayat 1 sampai 5 beliau menuliskan tema “Sifat-
sifat orang yang beriman dan balasan bagi orang yang bertakwa”.

Wahbah Az Zuhaili selesai dalam menulis kitab Tafsir Al-Munir pada


hari senin pukul 08.00 pada tanggal 13 Dzulqadah 1408 H atau bertepatan
dengan tanggal 27 Juni 1988 M, dimana Wahbah Az-Zuhaili ketika itu
berusia 56 tahun. Tafsir Al-Munir diterbitkan pertama kali oleh Dar al-
Fikr Beirut Lebanon dan Dar al-Fikr Damsyiq (Damaskus) Suriah dalam
16 jilid pada tahun 1991 M atau bertepatan tahun 1411 H. Wahbah Az-
Zuhaili dalam menulis kitab Tafsir ini mengahabiskan waktu kurang lebih
16 tahun (1975-1991 M), setelah selesai menulis dua kitab lainnya, yaitu
Uṣul al-Fiqh al- Islām (2 jilid) dan al-Fiqh al-Islām wa Adillatuh (8
Jilid).14

Adapun Tafsir Al-Munir yang kemudia dijadikan revrensi utama oleh


penulis adalah cetakan Dār al-Fikr tahun 2016 yang berjumlah 17 jilid.
Jilid pertama menafsirkan QS Al-Fatihah sampai QS Al- Baqarah (2) ayat

14
Faizah Ali Syibromalisi, Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Jakata: UIN Syarif
Hidayatullah, 2012), cet 2, p. 173.
ke-252. Jilid kedua mulai QS Al-Baqarah (2) ayat 253 sampai QS Al-
Nisa (4) ayat 23. Jilid ketiga mulai QS Al-Nisa (4) ayat 24 sampai
QS Al-Maidah (5) ayat 81. Jilid kelima mulai QS Al-A’raf (7) ayat 88
sampai QS Al- Taubah (9) ayat 92. Jilid keenam mulai QS Al-Taubah (9)
ayat 93 sampai QS Yusuf (12) ayat 52. Jilid ketujuh mulai QS Yusuf
(12) ayat 53 sampai surah An-Nahl (16) ayat 128. Jilid ke depalan mulai
dari QS Al-Isra’ (17) ayat satu sampai QS Taha (20) ayat 135. Dan jilid ke
sembilan mulai dari QS Al- Anbiya (21) ayat 1 sampai QS An-Nur (24)
ayat 64. Jilid kesepuluh mulai QS Al-Furqan (25) ayat 1 sampai QS
Al-Ankabut (29) ayat 45. Jilid kesebelas mulai QS Al-Ankabut (29) ayat
46 sampai QS Yasin (36) ayat 27. Jilid kedua belas mulai QS Yasin (36)
ayat 28 sampai QS Fussilat (41) ayat 46. Jilid ketiga belas mulai QS
Fussilat (41) ayat 47 sampai QS Qaf (50) ayat 45. Jilid keempat belas
mulai QS Adz-Dhariyat (51) ayat satu sampai QS Al-Tahrim (66) ayat 12.
Jilid kelima belas mulai QS Al-Mulk (67) ayat satu sampai QS Al-
Nas (114) ayat enam dan (penutup). Adapun jilid ke enam belas berisi
tentang indeks tema-tema dan hadis yang diurutkan berdasarkan abjad
yaitu mulai huruf alif sampai ra‟. Sedangkan jilid yang terakhir, yaitu
jilid ketujuh belas berisikan sama dengan jilid enam belas, yaitu tentang
indeks tema dan hadis namun berdasarkan lanjutan abjad, yaitu huruf
za‟ sampai ya‟. 15
Wahbah Az-Zuhaili meneyelesaikan kitab Tafsir Al-Munir setelah
beliau selesai dari penulisan dua kitab yang juga sangat fenomenal dalam
bidangnya dan sangat terkenal di kalangan kaum muslimin, yang pertama
kitab Ushul Fiqih Al-Islami yang terdiri dari 2 jilid, dan yang kedua Al-
Fiqih Al-Islami Wa Adillatuhu yang terdiri dari 11 jilid, kitab ini sangat

15
Abdul Rahim, “Idiomatologi Al-Quran Telaah Tafsir Al-Munir Karya Wahbah Az-
Zuhaili” p. 125 - 126
diminati oleh kaum muslimin dalam Bab Fiqih, barulah beliau memulai
menulis kitab Tafsir Al-Munir, beliau menulis kitab Tafsir ini di puncak
karir kafaqihanya dan ke ulamaanya, oleh karenanya kiatab ini kemudian
diterjemahkan kedalam berbagai bahasa Dunia, diantaranya bahasa Turki,
bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia.16
Adapun kerangka sistematika penulisan dalam kitab Tafsir Al Munir
yang beliau tulis sebagai berikut:
1) Mengkelompokan penafsiran Al-Quran ke dalam satu topik
pembahasan serta menyertakan judul yang sesuai
2) Penjelasan kandungan dalam setiap surah secara umum
3) Menjelaskan aspek keabsahan dan kerajihanya
4) Meerangkan asbabunnuzul ayat dari riwayat yang paling shahih dan
menghindari riwayat yang dhoif , serta menjelaskan kisah-kisah para
Nabi serta peristiwa-peristiwa besar dalam Islam, seperti perang
Badar, perang Uhud dan peperangan yang lainya dari beberapa
refrensi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
5) Menjelaskan ayat-ayat yang sedang di tafsirkan secara detail dan
rinci
6) Melakuakan istiabath hukum yang mempunyai keterkaitan dengan
ayat yang sedang dibahas.
7) Mencantumkan ilmu Balaghah (retorika) dan I’rab (sintaksis) di
dalam banyak ayat yang sedang beliau bahas, tujuanya unyuk lebih
memperjelas bagi para pembacanya dalam memahami ayat, dengan

16
Baihaki, “Study Kitab Tafsir Al Munir Karya Wahbah Az-Zihaili dan Contoh
Penafsiranya Tentang Pernikahan Beda Agama”, Jurnal Analisis, Vol. 16, No. 1 (Juni 2016),
hlm 135
menjauhi istilah yang mungkin dapat mempersulit pemahanan dan
pembahasan dalam kitab tafsir tersebut.17

Susunan sitematika yang di atas menunjukan betapa banyakanya


hazanah keilmuan yang dimiliki oleh Wahbah Az-Zuhaili. Selain itu belau
juga banyak menyebutkan beberapa faedah yang mempunyai keterkaitan
dengan pembagian juz-juz dalam Al-Quran beserta susunan surah-
surahnya, juga perintah dan larangan, kisa-kisah ummat terdahulu, dan
juga menyenutkan Nasikh dan Mansukh dan lain sebagainya. Selain
menyusun langkah-langkah penulisan tafsir Al-Quran yang sitematis
seperti contoh yang penilis sampaikan di atas, Wahbah Az-Zuhaili juga
mengatakan bahwa dalam menulis tafsirnya beliau banyak merujuk
kepada pendapat ulama-ulama terdahulu, pendapat-pendapat yang di
abadikan dalam karangan literatur yang mereka tulis. Oleh karenanya
beliau menyajikan kajian yang komprehensif dan faktual serta aktual, tidak
jarang kemudian beliau mengambil pemikiran ulama salaf dengan di
gabungkan dengan pendapat ulama-ulama konteporer. Sehingga Tafsir Al-
Munir dapat mengolaborasikan berbagai macam kajian keislaman dari
sumber yang berbeda demi mewujudkan peradaban dan pemahaman
mengenai Al Quran yang integratif dan menyeluruh.18
3. Metode dan Corak Tafsir Al Munir
Jika kita menelaah Tafsir Al-Munir dengan seksama maka kita akan
menemukan bahwa Wahbah Az-Zuhaili mencpba menggabungkan
beberapa metode dalam penulisan kitabnya. Diamati dari aspek sumber
penafsiran , terlihat sangat jelas bahwasanya kitab tfsir ini menggunakan

17
Wahbah Az-Zuhaili, “Tafsir Al-Munir” (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2001), Jilid 3, hlm.
xvii
18
Andy Hariyono, “Analisis Metode Tafsir Wahbah Az-Zuhaili dalam Kitab Al
Munir”, Jurnal Al-Dirayah, Vol. 1, No. 1, (Mei, 2018) hlm. 21 - 22
model penafsiran yang merupakan gabungan antara penafsiran bi al-
ma’tsur (periwayatan) dan model penafsiran bi al-ra’yi (penalaran dan
ijtihad). Perpaduan kedua metode ini merupakan hal yang lumrah dan
banyak dilakukan di kalangan ulama tafsir atau para mufassirin generasi
salaf. Misalnya Ibn Jarir At-Thabari, dalam menulis kitabnya yang
berjudul Tafsir Al-Bayan Fi Tafsir Al-Quran yang sangat fenomenal di
kalangan ulama maupun penuntut ilmu dan menjadi salah satu kitab induk
dan rujukan dalam ilmu tafsir, mencoba menggabungkan kedua metode
ini, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Hal ini terbukti ketika
At-Thabari menjelaskan mengenai riwayat-riwayat yang beliau
cantumkan dan ketika beliau menggali hukum yang terkandung di
dalamnya. Meskipun jika kita kaji ulang ternyata kedua metode ini masih
sering bercampur akan tetapi saling melengkapi satu sama lainya.19
Berbeda dengan apa yang dipraktekan oleh At-Thabari dan beberapa
mufassir lainya, Wahbah Az-Zuhaili dalam menerapkan penafsiran
dengan metode bi al-ma’tsur lebih ringkas, sehingga beberapa riwayat
yang beliau jadikan refrensi dalam menafsirkan ayat Al-Quran adalah
riwayat yang memang paling Shahih menurut para muhaddisin yang
merujuk ke kitab-kitab tafsir klasik. Dengan demikian hampir tidak
ditemukan perdebatan tentang kualitas sanad sebuah hadis yang beliau
cantumkan dalam kitabnya untuk kemudian digunakan untuk mejelaskan
dan menafsirkan sebuah ayat. Dalam aspek yang lainya, Wahbah Az-
Zuhaili dalam menjelaskan atau menafsirkan sebuah ayat, penalaran dan
ijtihad yang dilakukan oleh Wahbah Az-Zuhaili terlihat tdak mendapatkan
porsi yang terlalu banyak, namun masih menempati porsi yang cukup

19
Ummul Aiman, “Metode Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili Kajian Tafsir Al-Munir”,
MIQOT, Vol. XXXVI, No. (1 Januari 2012), hlm. 10
signifikan dalam menjelaskan kandungan ayat. Hal ini disebabkan adanya
pemisahan antara penafsiran ayat At-Tafsir wa Al-Bayan yang merupakan
pemahaman tektual ayat dengan penjelasan Al-Fiqih Al-Hayah yang
merupakan pemahaman terhadap pesan-pesan Al-Quran yang
membicarakan isu dan problematika yang terjadi di tengah masyarakat
baik dalam ruang lingku hukum atau ruang lingkup yang lainya.

Dalam sajian di dalam kitabnya, Wahbah Az-Zuhaili lebih cenderung


mengutamakan pola konteporer atau modern, yaitu metide Tahlili
(Analisis) dan merupakan metode semi tematik, yaitu sebuah metode yang
menjelaskan ayat-ayat Al-Quran dari seluruh aspeknya. Langkah dalam
penafsiran Al-Quran dalam kitab ini juga tersusun sesuai dengan urutan
mushaf, dengan menjelaskan unsur-unsur yang terkait dengan segala hal
yang terkandung oleh ayat Al-Quran, seperti aspek bahasa arab seperti
I’rab, Balaghah dan Munasabah (Korelasi) suatu ayat sengan ayat
sebelumnya atau surah dengan surah yang sebelumnya. Dalam contoh
uraian pembahasan dalam kitabnya, Wahbah Az-Zuhaili menempuh
berbagai langkah yang diperlukan. Beliau lebih cenderung menjelaskan isi
kandungan setiap surah secara global dan mendiskusikan alasan penamaan
sebuah surah dan keutamaannya (fadhîlah). Sebagai contoh ketika beliau
menjelaskan surah Al-Fâtihah, Wahbah Az-Zuhaili menegaskan bahwa
surah Al-Fatihah adalah surah makkiyah yang berjumlah 7 (tujuh) ayat dan
diturunkan setelah surah Al-Mudatstsir. Kandungan surah ini secara global
berkenaan dengan makna (kandungan) Al-Qur’an secara keseluruhan,
mencakup pokok-pokok (ajaran) agama dan cabang-cabangnya yang
meliputi akidah, ibadah, penetapan hukum dan keimanan kepada hari
kebangkitan serta sifat-sifat dan nama-nama Allah Al-husna, pemurnian
akidah, ibadah dan doa, petunjuk dalam mencari hidayah ke agama yang
benar dan jalan yang lurus, juga agar dijauhkan dari jalan orang-orang
yang menyimpang dari hidayah Allah SWT.

Di samping itu, sebagaimana yang diungkapkan pada pengantar


tafsirnya, Wahbah Az-Zuhaili berusaha sekuat tenaga untuk menerapkan
metode tematik dengan menafsirkan ayat-ayat yang berbeda namun masih
memiliki satu tema, seperti jihad, hudûd, warisan, hukum pernikahan, riba
dan khamar. Dalam hal ini metode semi tematik ini, beliu mengaplikasikan
dengan membagi kelompok-kelompok ayat Al-Qur’an (dalam satu surah)
dan menetapkan satu topik/tema yang jelas yang mewakili kandungan
ayat. Kepiawaiannya dalam menentukan tema bagi kelompok ayat tersebut
memberikan gambaran umum kandungan ayat tersebut, seperti penafsiran
surah An-Nisa ayat 71-76 beliau memberikan tema “kaidah perang dalam
Islam” yang akan kemudian diuraikan.20

Dengan langkah-langkah penafsiran tersebut yang telah penulis


sampaikan dari beberapa refrensi, maka dapat penulis simpulkan bahwa
metode penafsiran yang digunakan oleh Wahbah Az-Zuhaili atau metode
yang ditempuhnya adalah gabungan antara metode Tahlili (Analisis) dan
metode Maudzu’I (semi tematik), dimana kedua metode ini adalah metode
yang paling banyak digunakan oleh para mufassir, terutama dari kalangan
khalaf (konteporer), yang belum digunakan oleh para mufassir terdahulu.21
Dengan melihat dari penafsiran yang digunakan oleh Wahbah
Az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya ini, bisa kita katakan bahwa corak tafsir
yang digunakan adalah corak kesastraan (adabi) dan sosial
kemasyarakatan (al-Ijtima‟ī) serta adanya nuansa fiqih, baik fiqih ibadah

20
Ummul Aiman, “Metode Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili Kajian Tafsir Al-Munir”,
MIQOT, Vol. XXXVI, No. (1 Januari 2012), hlm. 10 - 11
21
Muhammad Alif, “Analisis Al-Munasabah Fil Quran”, Jurnal Al Fath, Vol. 03, No.
2 (Desember, 2009) hlm. 133 - 134
atau muamalah. Hal ini ditunjukan banyaknya pembahasan Fiqih Al-
Hayah serta hukum yang terkandung di dalamnya, kita dapat
memakluminya karena beliau sendiri memang sangat terkenal keahliannya
dalam bidang fiqh dengan karya monumentalnya al-Fiqh al- Islami wa
adillatuhu. sehingga bisa dikatakan corak penafsiran Tafsir al-Munir
adalah keselarasan antara Adabi Ijtima‟I dan nuansa fiqhnya atau
penekanan Ijtima‟īnya lebih ke nuansa fiqh.
Maka bisa kita katakan bahwa corak penafsiran yang digunakan
oleh Wahbah Az-Zuhaili adalah corak al-adabi al-„ijtima‟ī (sastra dan
sosial kemasyarakatan) serta al-fiqhi (hukum-hukum Islam). Hal ini terjadi
karena Wahbah Az-Zuhaili memang mempunyai keilmuan dalam bidang
fiqih. juga dalam tafsirnya beliau menyajikan dengan gaya bahasa dan
redaksi yang sangat teliti, penafsirannya juga disesuaikan dengan situasi
dan kondisi yang sedang ramai dan dibutuhkan di tengah- tengah
masyarakat. Selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh
Al-Quran tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik.
Kemudian pada langkah berikutnya penafsiran berusaha
menghubungkan naskah Al-Quran yang sedang dikaji dengan kenyataan
sosial dan sistem budaya yang ada.22
4. Pandangan Ulama Terhadap Tafsir Al-Munir
Dalam bukunya yang berjudul Al- Mufassirun Hayatuhum wa
manhajuhu, Muhammad Ali Iyazi mengatakan bahwa sumber
pembahasan kitab tafsir Al-Munir menggunakan gabungan antara tafsīr
bi ma‟tsur dengan tafsīr bi ar-Ra‟yi hal ini juga sebagaimana di
ungkapkan oleh Wahbah Az-Zuhaili sendiri, menurutnya, Tafsir Al-Munir
bukan hanya kutipan atau kesimpulan dari beberapa kitab tafsir dan

22
Muhammad Sari, “Tafsir Tahlili wa Akhwatuhu”, (Banten: UIN Sultan Maulana
Hasanuddin, 2018), hlm 34
pandangan para mufassirin, akan tetapi ditulis dengan selektifitas yang
shahih, bermanfaat serta mendekati dari pada intisari atau ruh Al-Quran
dengan menghindari pembahasan ikhtilaf ulama yang panjang yang
memang tidak perlu untuk membahasnya.23
Menurut Nasarudin Baidan dalam memberikan pandanganya
terhadap tafsir Al-Munir ia mengatakan bahwa Wahbah mengomparasikan
pendapat para mufassir tafsir klasik dan kontemporer, kemudian
menyimpulkan pendapatnya. Bahwa metode yang dipakai oleh
Wahbah dari sudut cara penjelasan tafsirnya menggunakan metode
muqarin. yakni membandingkan beberapa pendapat atau penafsiran
mufassir klasik dan modern atau kontemporer.
Adapun menurut Muhammad Ridlwan Nasir metode yang digunakan
wahbah dalam kitab tafsir al-munir adalah metode iqtiran (sumber
riwayat) yang shahi didukung dengan akal yang shahih. Dalam tafsirnya
juga tidak jarang ia mengutip penafsiran Al-Razy. Sebagaimana telah
dikenal para cendikiawan bahwa dalam bidang tafsir Al-Quran, ilmu
kalam, dan ilmu mantik, pemikiran Al-Razy sangatlah dipertimbangkan
bahkan dikagumi. Tidak jarang Wahbah setelah menjelaskan satu
pembahasan, ia memperkuat argumentasinya dengan mengutip
langsung pendapat Al-Razy. Seperti ketika menjelaskan surat An-Nisa
ayat 171.24
Oleh karenanya kitab Tafsīr Al-Munīr karya Wahbah Az-Zuhaili ini
merupakan kitab tafsir yang mudah dicerna dan mudah dimengerti, karena
menggunakan bahasa yang cukup mudah, dengan penjelasan yang
sistematis dan dapat dipertanggung jawabkan. Selain itu ia juga

23
Wahbah Az-Zuhaili, “Muqaddimah Tafsir Al-Munir”, (Depok: Gema Insani, 2005),
Jilid 1, hlm 7
24
Muhammad Hambali, “Sekilas Tentang Wahbah Az-Zuhaili”, Jurnal Ilmu Al-Quran
dan Hadis, Vol. 2, No. 2, (Juli 2019), hlm 124
mengkomparasikan pendapat para mufassir klasik dan mufassir modern
dan kemudian menyimpulkanya, Wahbah sendiri juga ikut adil dalam
penafsiran tersebut. Jika, kitab ini cocok bagi siapapun yang ingin
memahami tafsir, karena kitab tafsir ini tidak mengandung unsur fanatisme
madzhab tertentu.

Anda mungkin juga menyukai