Anda di halaman 1dari 62

BAB II

DISKURSUS AYAT-AYAT KAUNIYAH SEBAGAI METODOLOGI


DAKWAH

A. Konsep Ayat-ayat Kauniyah


1. Definisi ayat-ayat Kauniyah
Ayat kauniyah pada dasarnya merupakan sebuah gabungan yang
terdiri dari dua kata “Ayat” dan “Kaun”, yang tentunya masing-masing
dari dua kata tersebut memiliki makna. Ayat dalam bahasa arab memiliki
makna yang beragam, dalam Al-Mu’jam Al- Wasith ayat menurut bahasa
adalah: Tanda, ibroh, jamaah, dan mukjizat. Memiliki bentuk jama’ (‫)آايت‬

dan (‫ آي‬atau ‫)آايي‬.1 Adapun menurut Istilah, ayat adalah bagian dari Al-

Qur’an, sebab tasmiyahnya adalah bahwa ayat di gunakan sebagai


pemisah firman Allah satu dengan yang lainya, dan ayat juga diartikan
sebagai kumpulan dari pada huruf-huruf Al-Qur’an.2
Sedangkan kata kaun dalam kitab tersebut musytaq (diambil) dari
kata kaana-yakuunu yang bermakna Al-Wujud Al-Mutlaq Al-A’lam yang
berarti sesuatu yang Nampak dan ada, dan kadang bermakna Ism limaa
yahdutsu duf’atan yang berarti sesuatu yang muncul secara tiba-tiba.3
Adapun penambahan huruf Al-Ya’ pada kata kaun menjadi kauniy adalah
karena Al-Ya’ tersebut adalah Al-Ya’ nisbah.4

1
Majma`ul Lughah Al-`Arabiah, Al-Mu`jam Al-Wasith, bab hamzah, (Kairo:
Majma`ul Lughah Al-`Arabiah, 1429 H), cet. 4, h. 35.
2
Ahmad Izuddin Khalfullah Al-Burhan fii Taujih Mutasyabih Al-Qur’an, (Kairo:
Dar Al-Wafa’), h. 240
3
Majma`ul Lughah Al-`Arabiah, Al-Mu`jam Al-Wasith, h. 836
4
Abdullah bin Hisyam, Audhahul Masalik ila alfiyat ibn Malik, bab na`t, (Beirut:
Dar Ibn Hazm, 1429 H) cet. 1, h. 140
Sedangkan penambahan huruf Al-Ta’ Marbuthoh pada akhiranya
karena kata tersebut di nisbatkan pada kata ayat yang menunjukan female
atau Muannats. Sehingga jadilah istilah Ayat Kauniyah yang apabila
diartikan secara harfiyah berdasarkan makna masing-masing kata tersebut
menjadi: “Tanda-tanda yang berbicara tentang segala hal-hal yang
nampak yang bisa di rasakan dan saksikan oleh panca indera.5
Adapun definisi ayat kauniyah adalah: “Setiap komponen yang
dinisbatkan kepada makhluq yang berwujud yang telah Allah ciptakan
seperti langit, bumi dan seisinya dari makhluk hidup. Dan setiap makhluk
hidup mulai dari dzatnya, sifatnya, dan karakteristiknya termasuk dalam
definisi ayat kauniyah”.6
2. Urgensi Ayat-ayat Kauniyah menurut para ulama.
Ayat-ayat kauniyah memiliki posisi yang sangat penting dalam Al-
Qur’an. Hal ini dapat dilihat dari kuantitas ayat-ayat Al-Qur’an yang
membicarakan tentang fenomena alam. Di dalam Al-Qur’an terdapat
lebih dari 750 ayat yang menunjuk pada fenomena alam. Jika
dibandingkan dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum, maka
ayat-ayat kauniyah ini jauh lebih banyak jumlahnya. Hal ini
sesungguhnya menunjukkan betapa urgennya memahami ayat-ayat kauniyah
sebagai proses pemahaman terhadap alam raya dan segenap isinya.
Andi Rosadisastra dalam kitabnya, Tafsir Ayat Kauniyah Relasi
Metode Saintifik dengan Tafsir Al-Qur’an menyebutkan beberapa fungsi
ayat kauniyah hasil temuan para ulama dan ilmuan, diantaranya, yang
pertama, didasarkan kepada fungsi Al-Tabyin yaitu menjelaskan teks Al-
Qur’an dengan perangkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang

5
Akhmad Rusydi, “Tafsir Ayat Kauniyah”, Jurnal Ilmiyah Al-Qalam 8, no. 17,
[2016]: h. 122
6
Abdul Majid Muhammad Alwan, Tesis: “Al-Ayat Al-Kauniyah Disrosah
Aqodiyah”, h. 24
dikemukakan oleh sang mufassir dalam konteks perkembangan ilmu.
kekurangannya, seringkali terjadi ketidaksinkronan antara ayat yang
dipilih dengan tema sains yang dijelaskan. Yang kedua, didasarkan
kepada fungsi I’jaz yaitu, pembuktian atas kebenaran teks Al-Qura’an
menurut teori ilmu pengetahuan atau teknologi (IPTEK) yang selanjutnya
dapat memberikan stimulan atau dapat ditindaklanjuti oleh para ilmuwan
dalam meneliti (investigasi) Observasi ilmu pengetahuan lewat penafsiran
teks teks Al-Qura’an. kekurangannya, seringkali menjadi justifikasi
bahwa ayat Al-Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan, dengan
kenyataan bahwa teori sains Justru malah lebih dahulu muncul dari isi
penafsirannya yang dikaitkan dengan ayat tertentu. Dan yang ketiga,
didasarkan kepada fungsi istikhraj al-alim yaitu: hasil penafsiran atas teks
atau ayat-ayat Al-Qur’an mampu memberikan isyarat bagi lahirnya teori
ilmu pengetahuan atau teknologi dalam (iptek). kekurangannya, masih
sulit dilakukan untuk mendapatkan fungsi ini, karena memang
mengharuskan memiliki dua keilmuan yang mumpuni dan memadai di
kedua bidang ilmu yang dimaksud (Ilmu Tafsir dan ilmu terkait Bidang
sains yang dibahas).7
Adapun pendapat para ulama mengenai Urgensi ayat-ayat
kauniyah, penulis mencoba mengkaji beberapa pendapat para ulama yang
berbicara mengenai Urgensi ayat kauniyah sebagai berikut:

a. Muhammad Ali Iyazzi (1333 H)


Beliau dalam kitabnya Al-Mufassirun Hyatuhum wa Manhajuhum
mengatakan: “Bahwa tafsir ayat kauniyah terhadap Al-Qur’an dalam
perjalanan waktunya seringkali ditandai dengan munculnya para

7
Andi Rosadisastra, Tafsir Ayat Kauniyah Relasi Metode Saintifik dengan Tafsir
Al-Qur’an, (Serang: CV Cahaya Minolta, 2014).
pembahas yang mengaitkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan teori ilmiah
yang berubah-ubah dan mereka mengambil faedah dalam keterasingan
mereka terhadap tafsir ayat Al-Qur’an dengan pembahasan ilmiah
secara umum. Seakan-akan mereka selalu ingin mengaitkan seluruh
yang berkaitan dengan ilmu dalam medan hipotesa terhadap Al-Qur’an
sebagai kitab petunjuk dan mukjizat”.8 Beliau melanjutkan
“bahwasanya proses tafsir ayat kauniyah adalah mengambil faidah dari
perkembangan ilmu pengetahuan guna memahami berbagai ayat
tentang alam (kauniyah) atau ayat tentang psikologi yang terdapat
dalam Al-Qur’an lalu berusaha untuk menyingkap petunjuk ayat yang
dimaksud dengan hakikat ilmu dan teori ilmiah yang membatasi para
ahli”.9
Dari pernyataannya Ali Iyazzi diatas, jadi nampaknya beliau
menerima lahirnya sebuah teori ilmiah dari hasil penafsiran terhadap
suatu ayat atau fungsi istikhraj al-‘alim dengan catatan bahwa Bahwa
hal itu adalah sebatas penafsiran yang dibatasi oleh terbatasnya teori
ilmiah, sehingga jika didapati adanya kekeliruan dalam teori ilmiah
yang dikeluarkan dari hasil penafsiran ayat Al-Qur’an maka yang
keliru adalah si penafsirnya disebabkan terbatasnya teori ilmiah atau
wawasan sang mufassir tentang ilmu pengetahuan (termasuk
teknologi), bukan keseluruhan atas teks Al -Qur’an yang tersebutOleh
karena itu, diperlukan adanya kerjasama antara ilmuwan dengan ulama
ahli tafsir, atau dalam bahasa lain diperlukan dua paradigma sekaligus
jika hendak menafsirkan Al-Qur’an terutama ayat-ayat kauniyah atau
ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan atau teori ilmiah
yaitu paradigma ilmu pengetahuan atau sains yang terkait dengan ayat

8
Muhammad Ali Iyyazi, Al-Mufassirun Hyatuhum wa Manhajuhum, (Teheran:
Wizarat Al-Tsaqofah wa Al-Irsyad Al-Islami,1966, Jilid 1), cet. 1, h. 127
9
Al-Mufassirun Hyatuhum wa Manhajuhum, Ibid, h. 128 - 130
dan paradigma teori penafsiran ayat Al-Qur’an atau Ulumul Quran,
agar produk penafsiran atau hasil penafsiran mufassir terhadap ayat-
ayat kauniyah itu sendiri tidak jauh dengan ma’na atau tujuan
diturunkanya ayat tersebut.

b. Abdurrahman Bin Nasir As-Sa’di (1376 H)


Dalam menafsirkan ayat kauniyah QS Al-Baqarah ayat 164
beliau mengatakan dalam kitabnya Taisir Al-Karim Al-Rahman fii
Tafsir Kalam Al-Manan: “Allah mengabarkan bahwa pada makhluk-
makhluk yang besar tersebut ada tanda-tanda, yaitu dalil-dalil bagi
keesaan Allah, sang pencipta, ketuhanan-Nya, keagungan kekuasaa-
nNya, kasih sayang-Nya, dan seluruh sifat-sifat-Nya, akan tetapi hal itu
“bagi kaum yang mengerti,” maksudnya, bagi mereka yang memiliki
akal sehat yang mereka pakai sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu
sebesar Apakah dari yang dikaruniakan oleh Allah terhadap hamba-
Nya dari akal tersebut, sebesar itu pula dia mengambil manfaat dari
ayat-ayat itu dengan akal, pemikiran, dan perenungannya, maka dalam
“penciptaan langit,” bagaimana ia ditinggikan, diluaskan, dikokohkan,
dan dimantapkan serta apa yang diciptakan oleh Allah padanya seperti
matahari, bulan, dan bintang-bintang, serta pengaturannya demi
kemaslahatan hamba-hamba-Nya.”10

Kemudian belaiu melanjutkan “Kesimpulannya, bahwa setiap


kali seseorang yang berakal merenungkan makhluk-makhluk itu,
pikirannya berkonsentrasi pada indahnya penciptaan, lalu semakin jauh
ia merenungkan hasil hasil ciptaan itu dan segala yang dikandungnya
dari kebaikan dan hikmah yang dalam, niscaya ia akan mengetahui

10
Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman fii Tafsir
Kalam Al-Manan, (Riyadh: Dar As-Salam Li An- nasy wa At-Tauzi’ 2002), Cet. 2, h.
74
bahwa mereka itu diciptakan untuk sesuatu yang benar, dan
bahwasanya semua itu adalah lembaran-lembaran ayat, kitab-kitab, dan
dalil-dalil atas apa yang dikabarkan oleh Allah tentang diri-Nya dan
keesaan-Nya, dan apa yang dikabarkan oleh para rasul tentang hari
kiamat, dan bahwasanya semua itu adalah hal-hal yang ditundukkan,
yang tidak sulit bagi dzat yang mengatur dan mengelolanya. Maka
dapat engkau ketahui bahwa alam atas maupun alam bawah, semuanya
membutuhkan-Nya dan bergantung kepada-Nya, dan bahwa Dia adalah
Dzat Yang Maha kaya secara pribadi dari seluruh makhluk. Tiada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan tiada rabb selain-
Nya”.11

c. Abu bakar Jabir Al-Jazairi (1440 H)


Beliau dalam kitab tafsirnya yang berjudul Aisaru At-Tafasir
Likalami Al‘Aliy Al-Kabir dalam menafsirkan ayat kauniyah QS Al
Baqarah ayat 164 mengatakan: “Ketika sebagian kaum musyrikin
mendengar penetapan hakikat Tauhid ini “Dan Ilah kamu adalah Ilah
ynag Maha Esa” mereka mengatakan, “Apakah ada dalil yang
menunjukkan bahwa Tidak ada ilah yang disembah selain Allah?”
maka Allah menurunkan QS Al Baqarah ayat 164, “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang”
sampai firman-Nya, “bagi kaum yang memikirkan.” Mengandung
penyebutan 6 ayat kauniyah setiap ayat merupakan bukti yang
menunjukkan keberadaan Allah dan kekuasaan-Nya serta ilmu, hikmah
dan rahmat-Nya. Itu semua menjadikan manusia harus beribadah
kepada-Nya saja tanpa selain-Nya.12

11
Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman fii Tafsir
Kalam Al-Manan, Ibid h.74
12
Abu bakar Jabir Al-Jazairi, Aisaru At-Tafasir Likalami Al‘Aliy Al-Kabir,
Jilid 1, (Riyadh: Rasm Liddi’ayah wa I’lan, 1990), Cet. 3, h. 140
Kemudia beliau melanjutkan 6 ayat kauniyah yang terdapat
dalam QS Al Baqarah ayat 164 sebagai berikut, “Pertama, penciptaan
langit dan bumi merupakan penciptaan yang agung, hanya bisa
dilakukan oleh Dzat yang Maha Mampu melakukan segala sesuatu.
Kedua, pergantian siang dan malam serta waktunya, yang ini panjang
dan yang itu lebih pendek. Ketiga, melajunya kapal-kapal di lautan
dengan bentuk yang begitu besar, membawa beratus-ratus ton barang
dan hal yang bermanfaat bagi manusia dalam kehidupannya. Keempat,
turunnya hujan dari langit yang bermanfaat bagi kehidupan bumi
dengan tumbuh-tumbuhan dan tanaman-tanamannya setelah
sebelumnya mati. Kelima, berhembusnya angin baik berupa angin
panas atau dingin, membantu pernyerbukan tanaman dan terkadang
tidak, bertiup ke timur dan barat, ke selatan dan utara sesuai dengan
kebutuhan manusia dan yang diminta dalam hidupnya. Keenam, awan
yang berada di antara langit dan bumi, keberadaannya dan wujudnya di
suatu daerah ke daerah lain, agar dapat menurunkan hujan di sini dan
tidak turun hujan di daerah lain sesuai kehendak Allah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Pada ayat-ayat ini terdapat enam petunjuk yang besar dan dalil
yang kuat terhadap wujud Allah Ta’ala, ilmu dan kekuasaan-Nya serta
hikmah dan rahmat-Nya. Allah Rabb semesta alam, ilah bagi orang-
orang yang pertama dan datang kemudian tidak ada Rabb dan Ilah
selain-Nya.13
d. Wahbah Az-Zuhaili (1436 H)
Beliau dalam kitabnya At-Tafsir Al-Wajiz dalam menafsirkan
ayat kauniyah QS Al Baqarah ayat 164 mengatakan: “Sesungguhnya

13
Abu bakar Jabir Al-Jazairi, Aisaru At-Tafasir Likalami Al‘Aliy Al-Kabir, Jilid
1, (Riyadh: Rasm Liddi’ayah wa I’lan, 1990), Cet. 3, h. 140
dalam penciptaan langit, bumi dan sesuatu di antara keduanya berupa
makhluk-makhluk yang menakjubkan, perbedaan siang dan malam
dengan adanya penerangan dan kegelapan, panas dan dingin, panjang
dan pendek, pergantian antara keduanya, perahu yang berlayar di bumi
agar bisa dimanfaatkan manusia untuk dinaiki, membawa barang, dan
lain-lain, hujan dan hawa dingin yang diturunkan oleh Allah melalui
awan yang kemudian Dia menghidupkan bumi dengan tanam-tanaman
setelah mengalami kegersangan, berbagai jenis hewan yang tersebar di
penjuru bumi, pergerakan angin ke seluruh penjuru arah, dan awan
yang tunduk kepada perinta Allah. Sesungguhnya dalam semua itu
terdapat dalil-dalil atas keberadaan dan keesaan Allah SWT bagi kaum
yang mau berpikir.14

e. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali (505 H)


Dalam kitabnya yang fenomenal Ihya’ ‘Ulum Ad-Din beliau
menuliskan bab “keutmaan tafakur” sebagai isyarat urgensi tafakur
dan tadabur ayat-ayat kauniyah, beliau mengatakan: “Sungguh Allah
telah memerinyahkan untuk bertafakur dan bertadabur dalam ayat-
ayat yang tidak terhitung jumlahnya dalam Al-Qur’an, dan Allah
memuji orang-orang yang selalu bertafakur.15 Allah berfirman dalam
QS Ali Imron ayat 191:

ْ َ ُ ُ ٰ َ ُ
َ ََ ً ُ ُ َ ‫الَّذيْ َنَّ َي ْذك ُر ْو َنَّ ه‬
َّ‫اّٰللَّ ِق َي ًاماَّ وقع ْوداَّ وعلىَّ جن ْو ِب ِه ْمَّ َو َيتفك ُر ْونَّ ِف ْيَّ خل ِقَّ الس ٰم ٰو ِت‬ ِ

َ َ َ َ َ ٰ ْ ُ ً َ َ ٰ َ َْ َ َ َ َ
َ ‫اَّع َذ‬ َْْ َ
َّ ‫ار‬
َِّ ‫ابَّالن‬ ‫اطلاَِّۚسبحنكَّف ِقن‬
ِ ‫والار ِضَِّۚربناَّماَّخلقتَّهذاَّب‬

14
Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Wajiz, (Demaskus: Dar Al-Fikr), h. 26
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din,
15

(Beirut: Dar Ibnu Hazm), cet. 1, h. 1799


Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau.
Lindungilah kami dari azab neraka.”16

Ayat diatas keutmaan orang yang selalu mengingat Allah dalam


segala hal dan kondisi, seraya berdoa dengan penuh keyakinan bahwa
Allah tidak menciptakan alam semesta sia-sia. Maka perintah tafakur
dan tadabur ini hanya pada makhluk ciptaan Allah, bukan pada dzat
Allah SWT. Nabi SAW bersabda dalam hadis Ibnu Abbas yang
diriwayatkan oleh At-Tabrani:
ََّ ََّ َ ََّ ْ َ ََّ
َّ َّ‫يَّاّٰلل‬
ِ ‫واَّف‬ ُ ‫لاَّت َفك‬
‫ر‬ َ ‫َّاّٰلل‬
‫َّو‬،َّ ِ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫يَّخ‬ ‫واَّف‬ ُ ‫َت َفك‬
‫ر‬
ِ ِ ِ

Artinya: “Berfikirlah kamu tentang ciptaan Allah dan


janganlah kamu berfikir tentang (Dzat) Allah.”

Kemudian beliau mengutip perkataan Ishaq bin Khalaf17, ia


berkata: pada suatu malam bulan purnama Daud At-Tha’i18
Rahimahullah menaiki atap rumahnya, ia bertafakur dalam penciptaan
langit dan bumi saraya melihat langit dan menangis, ia pun terlarut
dalam tangisanya sampai jatuh ke rumah tetangganya, ia berkata: lalu
pemilik rumah pun terkejut dan terbangun dari tempat tidurnya dalam
keadaan telanjang sambil membawa pedang, mengira yang masuk ke

16
QS Ali Imron: 191
17
Abu Al-Qasim Ali bin Ishaq bin Khalaf Al-Baghdadi, seorang penyair yang
terkenal dengan “Az-Zahiy”, meninggal pada tahun 352 H di Baghdad. Lihat
https://www.taraajem.com/persons. Diakses pada 29 Juni 2022. Pukul 21.38 WIB
18
Abu Sulaiman Daud bin Nusair At-Tha’I Al- Kufi, seorang alim ulama yang
terkenal di zamanya, seorang Faqih, Ahli Hadis dan Zuhud, meninggal di kufah
tahun 166 H. Lihat https://tarajm.com/people/10133. Di akses 29 Juni 2022. Pukul
21.57 WIB
rumahnya adalah maling, dan tatkala pemilik rumah itu mengetahui
bahwa yang jatuh ke dalam rumahnya adalah Daud At-Tha’i ia pun
memasukan pedangnya ke sarungnya, ia pun bertanya kepada Daud At-
Tha’i, apa yang membuatmu jatuh dari atas atap rumah ke dalam
rumahku? Lalu Daud At-Tha’i pun menjawab, aku tidak sadar jikalau
diriku sudah terjatuh.19

3. Perbedaan Ayat Kauniyah dan Ayat Qauliyah


Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam tafsirnya yang berjudul
Tafsir Al-Quran Al-Karim Surat Fushilat menafsir QS Fushilat ayat 53 –
54 mengatakan: “Dan yang dimaksud ayat Allah adalah tanda-tanda
kebesaran-Nya yang menunjukan atas kesempurnaan ilmu-Nya, Hikmah-
Nya, kekusaan-Nya dan segala sesuatu yang tergolong dalam tauhid
rububiyah. Ketahuilah bahwa ayat terbagi menjadi 2, yang pertama, ayat
qauliyah (syar’iyah) adalah firman dan sabda Nabi Muhammad SAW dari
Al-Qur’an dan hadis. Yang kedua, ayat kauniyah adalah tanda-tanda
kesempurnaan Allah dalam ilmu, penciptaan dan segala sesuatu yang
berhubungan denga tauhid rububiyah, yang mana menjadi mu’jizat yang
tidak dapat di lakukan oleh manusia.20
4. Ayat-ayat Kauniyah dalam Surah Makiyah dan Ayat-ayat
Kauniyah dalam Surah Madaniyah
Surah dalam Al-Quran terbagi menjadi 2 macam, Surah Makiyah dan
Surah Madaniyah, Imam Az-Zarkasyi dalam kitabnya Al-Burhan Fii
Ulumil Quran medefinisikan Surah Makiyah dan Surah Madaniyah
kedalam 3 pendapat, yang pertama, bahwa Surah Makiyah adalah Surah

19
bu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, h.
1800
20
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Tafsir Al-Quran Al-Karim Surat Fushilat,
(Al-Qasim: Muasasah As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Al-Khairiyah,
2017), cet. 1, h. 331 - 332
yang diturunkan di Mekah, dan Surah Madaniyah adalah Surah yang
diturunkan di Madinah. Yang kedua,dan ini pendapat yang lebih kuat,
bahwasanya Surah Makiyah diturunkan sebelum hijrah walaupun turunya
diluar mekah, dan Surah Madaniyah diturunkan setelah hijrah walaupun
turunya di Mekah. Yang ketiga, Surah Makiyah berisi seruan kepada
penduduk Mekah, adapun Surah Madaniyah berisi seruan kepada
penduduk Madinah, Surah Makiyah biasanya diawali dengan seruan ‫ياأيها‬

‫( الناس‬Wahai Manusia), karena mayoritas penduduk Mekah kafir pada


saat itu, meskipun orang yang beriman pun masuk dalam seruan tersebut,
seperti halnya Surah Madaniyah yang biasanya diawali dengan seruan
‫( ياأيها الذين آمنوا‬Wahai orang-orang yang beriman), meski selain orang
yang beriman pun masuk dalam seruan ini.21
Abu Amr Usman bin Said Ad-Dani juga meyebutkan Surah
Makiyah dan Surah Madaniyah, Surah Makiyah adalah Surah yang turun
di Mekah dan di luar mekah sebelum Nabi shalallahu alaihi wasallam
sampai di Madinah. Dan Surah Madaniyah adalah Surah yang turun
setelah hijrah meski diluar Madinah, Surah Makiyah juga berisi seruan
‫( ياأيها الناس‬Wahai Manusia), adapun Surah Madaniyah berisi seruan
‫( ياأيها الذين آمنوا‬Wahai orang-orang yang beriman). Beliau juga
menambahkan, Surah yang berbicara mengenai siksaan, pahala dan
penyebutan kisa ummat terdahulu adalah Surah Makiyah, adapun Surah
yang berisikan larangan dan perintah adalah Surah Madaniyah.22
Dalam Al-Burhan Fii Ulumil Quran, Imam Az-Zarkasyi juga
mengklompokan antara Surah-surah Makiyah dan Surah-surah

21
Imam Az-Zarkasyi, Al-Burhan fii Ulumil Quran, (Kairo: Dar Al-Hadis,2006)
h. 132
22
Imam Az-Zarkasyi, Al-Burhan fii Ulumil Quran, (Kairo: Dar Al-Hadis,2006)
h. 133
Madaniyah, Surah-surah Makiyah terdiri dari 85 Surah, adapun Surah-
surah Madaniyah terdiri dari 29 Surah. Berikut pembagian surah Makiyah
sesuai urutan turunya surah adalah sebagai berikut: Al-Alaq, Nun, Al-
Muzammil, Al-Mudatsir, Al-Lahab, At-Takwir, Al-A’la, Al-Lail, Al-Fajr,
Ad-Dhuha, Al-Insyirah, Al-Asr, Al-Adiyat, Al-Kautsar, At-Takatsur, Al-
Ma’un, Al-Kafirun, Al-Fil, Al-Falaq, An-Nas, Al-Ikhlas, An-Najm, Abasa,
Al-Qadr, Asy-Syams, Al-Buruj, At-tin, Al-Quraisy, Al-Qari’ah, Al-
Qiyamah, Al-Humazah, Al-Mursalat, Qaf, Al-Balad, At-Tariq, Al-Qamar,
Shad, Al-A’raf, Jin, Yasin, Al-Furqan, Fatir, Maryam, Taha, Al-Waqiah,
Asy-Syuara, An-Naml, Al-Qashash, Al-Isra’, Yunus, Hud, Yusuf, Al-Hijr,
Al-‘Anam, Ash-Shofat, Luqman, Saba’, Az-Zumar, Ghafir, Fussilat, Asy-
Syuro, Az-Zukhruf, Ad-Dukhan, Al-Jatsiyah, Al-Ahqaf, Adz-Dzariyat, Al-
Ghasyiyah, Al-Kahf, An-Nahl, Nuh, Ibrahim, Al-Anbiya, Al-Mu’minun,
As-Sajdah, At-Tur, Al-Mulk, Al-Haqqah, Al-Ma’arij, An-Naba’, An-
Naziat, Al-Infithor, Al-Insyiqaq, Ar-Rum, Al-‘ankabut, dan Al-Muthofifin.
Adapuan pembagian surah Madaniyah sesuai urutan turunya
surathdi Madinah sebagai berikut: Al-Baqarah, Al-Anfal, Ali-Imran, Al-
Ahzab, Al-Mumtahanah, An-Nisa, Az-Zalzalah, Al-Hadid, Muhammad,
Ar-Ra’d, Ar-Rahman, Al-Insan, At-Talaq, Al-Bayyinah, Al-Hasyr, An-
Nasr, An-Nur, Al-Haj, Al-Munafiqun, Al-Mujadalah, Al-Hujurat, At-
Tahrim, As-Shaff, Al-Jumuah, At-Taghabun, Al Fath, At-Taubah dan Al-
Maidah.
Itulah pembagian surah sesuai dengan tempat turunya dan sesuai
urutan turunya surah. Kemudian para ulama tafsir berbeda pendapat
mengenai status surah Al-Fatihah, sahabat Ibnu Abbas, dilanjutkan oleh
para Tabi’in seperti Dhohak, Muqatil dan Al-Atho’ mengatakan
bahwasanya surah Al-Fatihah termasuk surah Makiyah, adapun Imam
Mujahid seorang Tabi’in di Madinah mengatakan surah Al-Fatihah adalah
surah Madaniyah.23
Setelah mengelompokan Surah Makiyah dan Madaniyah sesuai
urutan turunya surah, barulah dapat dilakukan pemetaan Ayat-ayat
Kauniyah dalam Surah Makiyah dan Ayat-ayat Kauniyah dalam surah
Madaniyah. Prof. Agus Purwanto seorang ahli Fisika Teoretis Universitas
Hiroshima Jepang dalam bukunya Ayat-Ayat Semesta mengatakan setelah
dia membaca langsung Al-Quran dan terjemahanya, kemudian kemudian
mengambil ayat yang berhubungan dengan alam seperti kata air, api, batu,
bulan, bumi, langit, matahari, zarrah dan yang lainya, beliau menemukan
ada 1.108 ayat yang berbicara mengenai ayat-ayat Kauniyah24. angka ini
tentunya berbeda secara signifikan dengan angka yang dikemukakan oleh
Syaikh Thanthawi dalam kitabnya Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an al-
Karim yang hanya menemukan kurang lebih 750 ayat-ayat Kauniyah.
Namun beliau kemudian memilah ayat-ayat Kauniyah yang menuntun
pada konstruksi ilmu kealaman dan mana yang bukan. Karena tidak
semua ayat yang memuat elemen alam disebut ayat kauinyah, dan setelah
dipilah ayat-ayat kauniyah yang dikemukakan Agus Purwanto dalam
bukunya berjumlah 815 ayat.
Kemudian setelah penulis melakukan pengamatan dan
pengelompokan ayat-ayat kauniyah dari 815 ayat yang dikemukakan oleh
Prof. Agus Purwanto dalam bukunya Ayat-ayat Semesta, penulis
menemukan ada 687 ayat kauniyah dalam surah makiyah, dan ada 128
ayat Kauniyah dalam surah madaniyah,

23
Imam Az-Zarkasyi, Al-Burhan fii Ulumil Quran, (Kairo: Dar Al-Hadis,2006)
h. 136 - 137
24
Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta: Sisi Al-Qur’an yang Terlupakan
(Bandung: Mizan, 2008), h. 29.
B. Perkembangan Metodologi Dakwah
1. Dakwah Etimologi dan Terminologi
Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa), dakwah berasal
dari bahasa arab, yaitu – ‫ يدعو – دعوة دعى‬yang mempunyai beberapa ma’na

(arti) seperti, mengajak, menyeru, memanggil, mendoakan kepada-nya


(kebaikan) dan mendoakan atas-nya (kejelekan).25
Menurut terminologi (istilah) dakwah mempunyai beberapa
pengertian yang telah banyak didefinisikan oleh para ulama dan pakar
diantaranya sebagai berikut:
Sayyid Qutub dalam kitabnya Fii Zhilali Al-Qur’an memberikan
definisi dakwah adalah sebuah ajakan atau seruan yang mengantarkan
kepada kehidupan yang sempurna. Dakwah menurut Sayyid Qutub
mempunyai lima prinsip dasar yang dapat menjadikan seseroang
mendapatakan kehidupan yang sempurna, maka kelima prinsip dasar yang
beliau maksudkan adalah: Pertama, ajakan dan seruan kepada aqidah atau
tauhid yang melarang manusia dari penyembahan kepada selain Allah
SWT. Kedua, Ajakan untuk mentaati hukum-hukum Allah SWT yang
dikenal dengan prinsip syariah, ajakan ini menjadikan manusia sama di
hadapan hukum, terlepas dari kepentingan individua tau kelompok
tertentu yang mempunyai pengaruh di dalam masyarakat. Ketiga, seruan
kepada pola hidup yang sesuai dengan fitrah manusia, yang telah di atur
dalam Islam. Keempat, seruan kepada kehidupan yang mulia sesuai
dengan aqidah dan kehidupan yang memanusiakan manusia, terbebas dari
perbudakan terlebih penyembahan kepada sesame manusia. Kelima,
seruan dan ajakan serta anjuran untuk berjuang menegakan islam atau

25
Majma’ Al-Lughoh Al-Arobiyah, Al-Mu’jam Al Wasit, (Kairo: Maktabah As-
Syuruq Ad-Dauliyah, 2004), cet. 4, h. 286
jihad fi sabilillah, untuk mewujudkan dan menegakan syariat Allah di atas
muka bumi ini.26
Beliau juga menambahkan bahwasanya dakwah adalah usaha
orang yang beriman dalam mewujudkan ajaran atau syariat islam secara
kaffah (sempurna) serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,
juga aktivitas seorang muslim dalam menguatkan aqidah serta hubungan
vertikal yaitu hubungan hamba dengan tuhanya, dan hubungan horizontal
yaitu hubungan antara manusia baik dalam ruang lingkup secara khusus,
seperti individu, keluarga dan masyarakat serta dalam ruang lingkup
secara global yaitu seluruh ummat islam di dunia untuk meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat.27
Prof. DR. Tutty A.S, menulis tentang definisi dakwah adalah
proses transaksional untuk terjadinya perubahan perilaku individual yang
bernilai positif melalui proses-proses komunikasi, persuasi, dan
pembelajaran yang berkelanjutan (Nur, n.d.).28

Menurut Al-Bahi Al-Khuli dakwah adalah mengajak orang lain


kepada ideologi atau pemikiran yang selaras dengan norma-norma islam
melalui tulisan, perkataan atau perbuatan yang dilakukan secara konsisten
atau terus menerus, dengan menggunakan semua media dakwah yang
memungkinkan untuk memudahkan dalam dakwah tersebut. Maka
seorang yang berdakwah secara konsisten, ia harus mampu berprofesi
ganda, selain ia berprofesi sebagai da’I, artinya adalah pembicara dan
tokoh panutan dan tokoh masyarakat, ia juga harus mampu berprofesi
sebagai dokter hati, yang mampu menyembuhkan dari penyakit hati atau

26
Sayyid Qutub, Fi Zhilal Al-Qura’an, (Beirut: Dar Al Syuruk 1994), cet 3, h.
1493
27
Ibid, h. 689
28
Nur, D. M. (n.d.). DAKWAH TEORI, DEFINISI DAN MACAMNYA.
penyakit rohani, ia juga harus mampu menjadi seoarang pemimpin dalam
masyarakat, menjadi suri tauladan yang baik. Jika seorang politikus
adalah pemimpin dan tokoh masyarakat yang hanya memberikan manfaat
dunianya, maka seorang da’I adalah pemimpin dan tokoh masyarakat
yang memberikan manfaat dunia dan akhirat. Maka para da’I kemudian di
harapkan untuk dapat membangun peradaban di tengah masyarakat,
mampu melahirkan generasi Rabbani, sehingga dapat memberikan
pengaruh yang signifikan dalam agamanya dan dalam negaranya.29
Ahmad Muhammad jamil dalam kitabnya menuliskan “Pengertian
dakwah sering di pahami dengan pengertian yang sempit, seperti hanya di
artikan sebagai nasehat, ceramah, dan pidato di masjid-masjid saja,
padahal hakikat dakwah mempunyai makna yang sangat luas. Dakwah
adalah kata-kata baik, perilaku baik dan ajakan untuk berbuat baik
kapanpun dan dimanapun, medan dakwah juga tentunya tidak terbatas
hanya di masjid saja, tapi sesungguhnya medan dakwah sangatlah luas,
seperti di perguruan tinggi, instansi pemerintahan yang sejatinya perlu
adanya perbaikan dalam sistemnya, kemudian di pasar, mall serta setiap
tempat yang memerlukan adanya islah, atau perbaikan karena tidak sesuai
dengan norma serta nilai-nilai islami, sehingga dakwah dapat
mewujudkan tujuanya yaitu penerapan syariah dalam kehidupan
bermasyarakat dari segi Aqidah maupun akhlaq.30
Adapun menurut Prof. Dr. Achmad Mubarak, dakwah secara
umum adalah usaha mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain agar
mereka bersikap serta mempunyai perilaku seperti apa yang diinginkan
atau di dakwahkan oleh da’I, maka setiap da’I dari masing masing agama

29
Al-Bakhi Al-Khuli, Tadzkirat Ad-Duat, (Kuait: Maktabah Al Falah, 1979), h.
7-8
30
Ahmad Muhammad Jamil, Qadlaya Mu’ashirah Fi Muhkamat Al-Fikr Al-
Islami, (Kairo: Dar Al-Shahwat, 1980), h. 57-58
ataupun kelompok pasti berusaha dapat mempengarui orang lain agar
memiliki sikap atau memiliki tungkah laku sesuai dengan ajaran mereka.
Dengan demikian pengertian dakwah islam adalah aktifitas atau usaha
untuk mempengarui orang lain atau mad’uwwin agar memiliki sikap atau
memiliki tungkah laku sesuai dengan ajaran islam.31
Dengan demikian, dari beberapa definisi yang di berikan oleh para
ulama, maka penulis mendefinisikan dakwah adalah sebuah proses ajakan
atau seruan kepada manusia untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
serta berkomitmen dengan keinmananya tersebut untuk terus beramal
sholih menjalankan perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang Allah,
didasari dengan hikmah atau ilmu dan dengan cara yang baik, serta
membantah apa yang dituduhkan kepada islam dengan cara yang baik
pula.

2. Media dakwah Nabi Muhammad SAW


Sejak Rasulullah SAW menerima pesan-pesan wahyu dari Allah
SWT melelui malaikat Jibril untuk menegakkan amar ma’ruf nahyi
munkar, menyeru kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran,
dakwah bukan saja sekedar menjadi pilihan namun menjadi kuwajiban
yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim. karena dakwah adalah
kewajiban dan tanggung jawab setiap muslim dan Muslimah,
sebagaimana hadis nabi yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dalam
Shahihnya:

َّ ‫بلغواَّعنيَّولوَّآية‬

31
Nur, D. M. (n.d.). DAKWAH TEORI, DEFINISI DAN MACAMNYA.
Yang artinya: “Sampaikanlah dariku (Rasulullah SAW) walaupun
hanya satu ayat.32
Maka kuwajiban menyampaikan pesan Nabi Muhammad SAW
atau kuwajiban berdakwah bukan hanya pekerjaan para da’I, akan tetapi
kuwajiban setiap muslim atau Muslimah, karean perintah hadis diatas
adalah sebuah perintah secara umum, tidak hanya ditujukan kepada
seorang da’I saja. Maka hendaknya kita memperhatuikan perintah hadis
tersebut, meski para ulama mengatakan bahwa perinyah tersebut tidak
menunjukan kepada kuwajiban.
Strategi dakwah di zaman Nabi Muhammad SAW tentunya
berbeda dengan zaman kontemporer atau zaman sekarang ini, terlebih jika
kita melihat sarana dakwah yang digunakan untuk sekarang ini, Namun
esensi dakwah di zaman Nabi saw dan sekarang tetap sama, dengan
tujuan dakwah nabi dan para sahabat serta salaf as-shalih yaitu menyeru
kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Dakwah di zaman
Nabi SAW tentunya belum menggunakan media dakwah atau sarana
komunikasi yang canggih, berbeda dengan era sekarang yang
menggunakan sarana komunikasi dakwah semakin canggih yang
mengikuti perkembangan zaman. Sarana seperti ini dalam satu sisi, dapat
memperlancar dan memaksimalkan kegiatan dakwah. Semakin lancar dan
cepat kegiatan dakwah, maka agama Islam semakin tumbuh, menyebar,
dan berkembang ke seluruh negeri bahkan penjuru dunia sekalipun.
Sebaliknya bila kegiatan dakwah melambat maka berarti denyut jantung
agama Islam melemah. Dengan demikian, kegiatan dakwah, merupakan
kewajiban bagi setiap orang, dan secara kelembagaan ditangani oleh para
pengembang dakwah, para dai, para muballig dalam usaha internalisasi,
transmisi, dan transformasi pesan-pesan ajaran dīn al-Islām.

32
HR Al-Bukhari
Aktualisasi dakwah di tengah-tengah masyarakat, haruslah
didasarkan pada pada kondisi mad’uwwin atau audience, dan dengan
berbagai situasi serta kondisi wilayah dakwah. Yang demikian ini
merupakan strategi dakwah Nabi SAW, yang Ketika berdakwah di
Mekkah tidak seperti berdakwah di Madinah, karena faktor situasi, maka
beliau menyampaikan dakwah di Mekah dimulai dengan dakwah secara
terbatas pada keluarga dan sahabat-sahabat terdekatnya, juga materi
dakwah yang disampaikan lebih banyak pada Tazkiyatunafs. adapun
ketika di Madinah beliau menyampaikan dakwah tersebut di kalangan
masyarakat luas, dengan materi dakwah yang lebih condong pada Halal
dan Haram. Hal ini menunjukan bahwa dakwah yang baik hendaknya
selaras dan sejalan dengan siatusi dan kondisi yang dialami oleh
masyarakat, karena dakwah sejatinya mengajak dan menyeru kepada
kebaikan, serta untuk menyelesaikan masalah dan juga persoalan di
tengah masyarakat, bukan malah sebaliknya yaitu menambah masalah
dikarenkan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat.
Pada zaman modern seperti sekarang ini, yakni era kontemporer
yang ditandai semakin maju berkembangnya teknologi dan arus informasi
juga komunikasi, maka munculah berbagai media yang dapat digunakan
sebagai perangkat dakwah misalnya alat-alat elektronika seperti televisi,
radio, faximile, internet dan media-media lainya. Hal ini tentunya menjadi
hal yang sangat mendukung dan memudahkan dakwah.33
Oleh sebab itu media dakwah adalah sarana dan senjata yang harus
dikuasai oleh para da’I untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada
target dakwah atau mad’uwwin, sehingga apa yang disampaikan dapat
membuahkan hasil secara maksimal, beberapa media dakwah yang dapat

33
Hj. Mualiaty Amin, “Information Technology (It) Dan Urgensinya Sebagai
Media Dakwah Era Kontemporer”, Jurnal Dakwah Tabligh 12, No. 02, Desember 2013:
184 - 185
digunakan oleh para da’I pada masa teknologi seperti sekarang ini adalah
media sosial, yang semuanya sepakat bahwa media sosial merupakan
salah satu media dakwah yang paling ampuh untuk digunakan pada masa
ini, seperti Youtube, Facebook, Twiter, Tiktok dan media sosial lainya.
Adapun beberapa media dakwah yang digunakan oleh Rasulullah
SAW dalam menyampaikan risalah Allah SWT kepada para sahabatnya
antara lain:
Pertama, Media dakwah bil lisan yaitu menyampaikan dakwah
dengan lisan seperti ceramah Nabi kepada sahabatnya berupa penguatan
iman dan Tazkiyatunnufus, juga tausiyah kepada kaum Quraisy agar mau
menerima dan memeluk Islam, termasuk ajakan Nabi kepada pamanya
Abu Thalib sebelum kematianya serta khutbah Nabi yang dilakukan di
mimbar beliau. Juga semua hadis-hadis nabi yang bersifat Qauliyah
semuanya masuk kedalam media dakwah bil lisan. Salah satu contoh
dakwah bil lisan Rasulullah SAW dalam hadisnya, yaitu hadis yang
sangat masyhur yaitu hadis Niat:
َ ُ َ ُ ْ َ َ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ
َ ْ ُ َ َ
ََّّ‫ت َّرسول‬
َّ ‫ َّس ِمع‬:‫اّٰلل َّعن َّه َّقال‬
َّ َّ ‫ضي‬َ َ
َّ ‫اب َّر‬
َّ ِ ‫ن َّالخط‬
َّ ِ ‫ر َّب‬ َ َ
َّ ‫ص َّعم‬
َّ ‫نين َّأبي َّحف‬
َّ ‫ؤم‬ ُ
ِ ‫ير َّالم‬ َّ ْ ‫ع‬
َِّ ‫ن َّأ ِم‬

َ َّ ُ َ َّ ُ َ َْ َ ُْ َُ َ َ َ ََْ ُ َ
ََّّ،‫ل َّ ْام ِرئَّ َّ َما َّن َوى‬
َّ ِ ‫ َّ َو ِإنما َّ ِلك‬،‫ات‬ ‫ي‬‫الن‬
ِ ِ ِ ‫ب‬ َّ َّ
‫ال‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫الأ‬ َّ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ن‬‫إ‬ِ َّ (( َّ :‫ل‬ ‫اّٰلل َّعلي َِّه َّوسل َّم َّيقو‬
َّ َّ ‫اّٰلل َّصلى‬
َِّ

َُْ ُ ُ ْ ْ َ َ ْ ََ َ ُ ُ ْ َ ُ ُ ْ ْ َ َ ْ َ َ
ََّّ‫هج َرت َّه َّ ِلدنيا‬
َِّ َّ ‫ت‬ َّ ‫ َّوم‬،‫اّٰلل َّ َو َر ُس ْول ِِه‬
َّ ‫ن َّكان‬ َِّ َّ‫اّٰلل َّ َو َر ُس ْول َِِّه َّف ِهج َرتهَّ َّ ِإلى‬
َِّ َّ‫ت َّ ِهج َرت َّه َّ ِإِلى‬
َّ ‫ن َّكان‬
َّ ‫فم‬

ْ َ َ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ ُ َْ َ ْ َْ َ ُْ ُ
ََّ ‫َّف ِهج َرت َّهَّ ِإلىَّماَّهاج‬،‫َّأ َّوَّام َرأةََّّين ِكحها‬،‫ي ِصيبها‬
َّ َّ.))َّ‫رَّ ِإلي َِّه‬

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab


radhiallahuanhu, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallahu`alaihi
wa sallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan (tergantung niatnya).
Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia
niatkan. Siapa yang hijrahnya) karena (ingin mendapatkan keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan
Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan
yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.34
Hadis ini adalah salah satu metode atau media dakwah Rasulullah
SAW kepada para sahabatnya bil lisan, dimana beliau menyampaikan
bahwa semua amalan ibadah tergantung niatnya masing-masing. Dan
tentunya masih banyak sekali contoh dakwah Nabi SAW bil lisan, yang
kemudian di contoh oleh para sahabat, mulai dari Abu Bakar As-Shidiq,
kemudah Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib,
serta sahabat-sahabat beliau yang lainya, semenjak Nabi SAW masih
hidup, atau sesudah Nabi SAW meninggal dunia yang kemudian di
lanjutkan oleh para Tabi’in, Tabi’u Tabiin dan para Da’i.
Yang kedua, Media dakwah yang Rasulullah SAW gunakan adalah
dakwah bil kitabah, atau media surat. Surat merupakan salah satu media
dakwah dalam bentuk tulisan dan sebagai wasilah untuk mengajak
sesorang untuk beriman dan beramal shalih.35 Dan pada saat ini dakwah
menggunakan media tulisan menjadi salah satu media yang sangat penting
dalam proses menyampaikan pesan-pesan dakwah, seperti majalah, buku,
surat kabar hingga artikel-artikel, makalah, jurnal dan masih banyak yang
lainya yang pada saat ini menjadi salah satu syarat dalam instansi
Pendidikan yang harus di tempuh oleh setiap pendidik ataupun mahasiswa
dalam menyelesaikan studinya. Maka salah satu akses untuk mengetahui
dunia islam khususnya sangatlah mudah di peroleh melalui media tulisan

34
Abu Zakariya Yahya An-Nawawi, Al-Arba’in An-Nawawiyah, (Kairo:
Darussalam, 2007), Jilid 4, h. 3
35
Ahmad Hatta, dkk., The Great Story Of Muhammad saw., (Jakarta: Maghfirah
Pustaka, 2011), hlm. 435.
di internet, yang kemudian dakwah bil kitabah, atau melalui media tulisan
tidak hanya ajang untuk mengepresikan gagasanya atau ekspresi
seseorang saja, namun juga menjadi sebuah media dakwah yang sangat
penting.
Dakwah bil kitabah atau menggunakan tulisan ataupun surat
tentunya bukanlah cara yang baru dalam metode atau media dakwah,
justru manusia terbaik, da’I terbaik dan terhebat sepanjang masa, yaitu
Nabi Muhammad SAW lah yang pertama kali mengenalkan media
dakwah bil kitabah ini, yaitu dengan menulis surat yang di kirimkan
kepada para penguasa atau raja-raja di luar islam pada saat itu. Hal ini
merupakan contoh yang real yang Rasulullah SAW tempuh dalam
berdakwah yaitu dakwah bil kitabah yang secara tidak langung
mencontohkan kepada ummatnya ke akuratan dakwah menggunakan surat
dalam mengajak orang nonmuslim bahkan para penguasa dan raja-raja
untuk masuk ke dalam Islam.
Sejarah mencatat, setelah berlakunya perjanjian Hudaibiyah
Rasulullah SAW mulai gencar dakwah bil kitabah dengan mengajak para
raja-raja sekitar jazirah arab pada masa itu untuk masuk kedalam Islam
pada akhir tahun ke enam Hijriyah36, karena setelah perdamaian
Hudaibiyah Nabi SAW dan para sahabat sedikit dapat bernafas dengan
lega, dan Islam mendapat ruang gerak yang sedikit bebas untuk bergerak,
untuk menyiarkan syariatnya, hal inilah yang kemudia di manfaatkan oleh
Rasulullah SAW untuk menulis surat kepada Raja-raja dunia dan para
pemimpin jazirah Arab, mengajak mereka untuk masuk kedalam Islam
dengan cara yang bijaksana dan lemah lembut. Dan juga Rasulullah SAW
sangat memperhatikan utusan yang diperintahkan untuk membawa

36
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Qatar: Wizarah
Auqaf, 2007), h. 350
suratnya kepada Raja-raja tersebut. Seorang utusan yang layak dan
mengetahui bahasa dan negaranya.37
Ada empat raja pada zaman itu dan beberapa pimpinan kabilah-
kabilah di jazirah arab yang menjadi target atau objek dakwah Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam menggunakan media bil kitabah atau media
surat, karena informasi bahwa surat-surat yang dikirim kepada raja tidak
akan diterima jika tidak menggunakan stempel, maka Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam membuat stempel dari cincin yang terbuat
dari perak, yang terukir dalam cincin tersebut Muhammad Rasulullah
kemudia beliau memilih para sahabatnya yang mempunyai kapasitas
keilmuan yang cukup dan cakap untuk membawa misi yang sangat
penting tersebut. Di antara raja-raja yang dikirim surat oleh Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam adalah:
a. Raja Najasyi, Raja Habasyah (Ethiopia)
Kepada Najasyi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
mengirim sahabatnya yang Bernama ‘Amr bin Umayyah Ad-Dhomri,
isi surat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada Najasyi
adalah seruan Tauhid kepada Allah SWT dan keimanan terhadap nabi
Isa AS bahwasanya Isa AS adalah seorang Nabi dan Rasul yang
merupakan putera Maryam. Raja Najasyi menerima surat tersebut
dengan sangat antusias dan kemudian beliau menyatakan
keislamanya. Pada tahun 9 Hijriyah raja Najasyi meninggal dunia, hal
inipun diketahui oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
melewati wahyu, lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam

37
Abul Hasan Ali Al-Hasan An-Nadwi, Shirah Nabawiyah, Sejarah Lengkap
Nabi
Muhammad SAW, Cet. ke-6, Penerjemah: M. Halabi Hamdi dkk.,
(Yogyakarta: Darul Manar, 2011), hlm. 341.
menyatakan duka dan melaksankan sholat Ghoib untuknya Bersama
para sahabat.

b. Raja Muqauqis, penguasa Mesir

Untuk membawa surat kepada raja Muqauqis Rasulullah


shalallahu ‘alaihi wasallam memilih seoarang sahabat yang Bernama
Hathib bin Abi Baltha’ah. Dalam suratnya Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam menyeru dan mendakwahkan Islam kepadanya,
beliau mengutip fiman Allah SWT dalam QS Ali Imran ayat 64:
َ ُ َ َ َ َ َ َٰ ْ َ ْ َ ْ ُ
َ ُْ ََ َ َ ُ َْ َْ ََْ
َّ‫ك‬
َّ ‫ّٰلل َّولا َّنش ِر‬ َّ ‫ب َّتعال َّْواَّ َّ ِإل َّٰىَّك ِل َمةَّ َّ َس َوآءٍۭ َّ َبيننا َّ َو َبينك َّْم َّألا َّنعب‬
َّ ‫د َّ ِإلا َّٱ‬ َّ ‫ل َّ ََٰٓيأه‬
َّ ِ ‫ل َّٱل ِكت‬ َّ ‫ق‬

َ ُ ُ َ َ
ُ ْ َ َ ُ ً ْ َ ُ ْ َ َ َ َ ًٔ ْ َ
َّ‫ّٰللََِّّۚف ِإنَّت َول ْواََّّفقولواََّّٱش َهدواََّّ ِبأنَّا‬ َّ ِ ‫ذَّ َبعضناَّ َبعضاَّأ ْر َب ًابَّاَّ َِّمنَّد‬
َِّ ‫ونَّٱ‬ َّ ‫ِبهِ ۦََّّشيـَّاَّولاَّيت ِخ‬

َ
َّ‫ُم ْس ِل ُمون‬

Artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada


suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika
mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah,
bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".

Raja Muqauqis menerima utusan Rasulullah shalallahu ‘alaihi


wasallam dengan sangat baik, bahkan terjadi dialog dan
perbincangan di antara mereka berdua, kemudian raja Muqauqis pun
membalas surat dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam serta
mengeirim hadiah berupa keledai dan dua budak Wanita yang
Bernama Mariah dan Siirin, namun demikan sang raja belum
menyatakan keislamanya. Mariah diambil Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam sebagai budak, kemudian lahirlah darinya seorang
putra yang diberi nama Ibrahim.

c. Raja kisra, penguasa Persia


Untuk membawa surat ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
mengutus sahabat yang Bernama Abdullah bin Huzaifah as-Sahmi.
Setelah surat diberikan kepada raja Kisra dan setelah membacanya,
dengan penuh kesombongan dan keangkuhan, surat itupun
dirobeknya sebagai tanda penolakan terhadap dakwah Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian hal tersebut pun disampaikan
oleh Abdullah bin Huzaifah kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam, lalu beliau berdoa: “Semoga Allah Robek (hancurkan)
Kerajaanya”.
Tak berselang lama, doa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
pun diijabah oleh Allah SWT, kemudian terjadi kudeta yang
dilakukan oleh anaknya sendiri yang Bernama Syirowaih bin Kisra,
ia membunuh ayahnya kemudian menduduki tahta raja.

d. Raja Heraklius penguasa Ramawi bezantium Timur

Untuk membawa surat ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam


mengutus sahabat yang Bernama Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi,
setelah sampai surat tersebut kepada Heraklius, diapun memanggil
Abu Sufyan (pembesar Quraisy) yang kebetulan saat itu sedang
berada di Syam wilayah kekuasaan Romawi Timur. Kemudian
terjadilah percakapan yang Panjang antara Heraklius dengan Abu
Sufyan mengenai kepribadian Rasulullah SAW dan ajaran Islam.

Dari percakan Panjang itu Heraklius mengetahui kepribadian


Rasulullah SAW dan ajaran Islam yang di bawanya, Heraklius pun
mengetahui adanya kesamaan dengan ajaran ahli kitab yang di
anutnya, dan juga selaras dengan ramalan ramalan yang tertulis
dalam kitab-kitab mereka. Bahkan dari percakapan itu juga menjadi
sebuah sebab islamnya Abu Sufyan sesudah Fathul Mekah. Lalu
Heraklius memberikan sejumlah uang dan kain kepada Dihyah
sebagai hadiah untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Demikian seterusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam


mengirim utusanya untuk membawa misi penting kepada raja-raja
dan beberapa kepala suku di Hijaz dan Najd sebagai salah satu bentuk
strategi dakwah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yaitu dakwah
bil kitabah. Diantara mereka tentunya ada yang masuk Islam dan ada
yang masih tetap dalam kekufuranya, akan tetapi yang terpenting
adalah bahwa orang-orang diluar islam telah mengenal Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam dan dakwah beliau telah sampai kepada
mereka.38

Yang ketiga, Media dakwah yang Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi


wasallam gunakan adalah dakwah bil fi’li (dakwah dengan
perbuatan), maksudnya semua perilaku Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi
wasallam yang beliau lakukan dalam kehidupan sehari-hari
merupakan media dakwah beliau untu menyampaikan pesan-pesan
Ilahi, mulai dari cara bagaimana beliau jalan, cara bagaimana beliau
tidur, cara bagaimana beliau mandi dan cara bagaimana beliau
beribadah kepada Allah SWT, dalam sholat maupun ibadah-ibadah
yang lainya. sampai sikap diam nabi pun para ulama mengatakan
bahwa itu dapat di jadikan sebuah hukum. Adapaun salah satu

38
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Riyadh:
Darussalam, 2010), h. 300
dakwah beliau menggunakan perbuatan adalah Ketika beliau
memparatekan tata cara berwudhu kepada para sahabatnya.

َّ‫عنَّ حمرانَّ مولىَّ عثمانَّ بنَّ عفانَّ أنهَّرأىَّ عثمانَّ دعاَّ بوضوءَّ فأفرغَّ على‬

َّ‫تمضمض‬
َّ َّ‫َّ ثمَّ أدخلَّ يمينهَّ فيَّ الوضوءَّ ثم‬،‫َّ فغسلهماَّ ثلاثَّ مرات‬،‫يديهَّ منَّ إنائه‬

ََّّ‫َّ ثمَّ مسح‬،‫َّ ويديهَّ إلىَّ المرفقينَّ ثلاثا‬،‫َّ ثمَّ غسلَّ وجههَّ ثلاثا‬، َّ‫واستنشقَّ واستنثر‬

َّ‫وسلم‬
َّ َّ‫َّ رأيتَّ النبيَّ صلىَّ اّٰللَّ عليه‬: َّ‫َّ ثمَّ قال‬،‫َّ ثمَّ غسلَّكلتاَّ رجليهَّ ثلاثا‬،‫برأسه‬

َّ‫لا‬
َّ َّ‫َّ منَّ توضأَّ نحوَّ وضوئيَّ هذاَّ ثمَّ صلىَّ ركعتين‬: َّ‫َّ وقال‬،‫يتوضأَّ نحوَّ وضوئيَّ هذا‬
َّ ُ
.َّ‫ي ِحدثَّفيهماَّنفسهَّغفرَّاّٰللَّلهَّماَّتقدمَّمنَّذنبه‬

“Suatu ketika ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu meminta air


wudhu, kemudian dia berwudhu. Beliau membasuh kedua telapak
tangannya 3 kali. Kemudian berkumur-kumur dan istintsar
(mengeluarkan air dari hidung, tentunya didahului memasukkan air
ke hidung; istinsyaq). Lalu membasuh wajahnya 3 kali. Setelahnya
membasuh tangan kanannya sampai ke siku 3 kali. Kemudian
membasuh tangan kirinya dengan cara yang sama. Selanjutnya
beliau mengusap kepalanya dengan air (1 kali). Terakhir membasuh
kaki kanannya sampai mata kaki 3 kali, lalu membasuh kaki kirinya
dengan cara yang sama. Kemudian Utsman mengatakan, “Aku
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu seperti
wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, “Siapa yang berwudhu
seperti wudhuku ini, kemudian dia shalat dua rakaat dengan tanpa
menyibukan jiwanya, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu”39

Itulah beberapa media dakwah Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi


wasallam yang dapat penulis sampaikan, yang kemudian hendaknya
di pelajari oleh seorang da’I dalam dakwahnya. pelaksanaan dakwah
menggunakan metode tertentu haruslah melihat fenomena dan
kebudayaan dalam masyarakat tersebut. Dengan kata lain metode
dakwah seharusnya menyesuaikan dengan kondisi mad’uwwin dan
harus sangat berhati-hati dalam penyampainya. Jika seorang da’I
tepat dalam memilih metode dakwah kemudian dijalankan secara
harmonis maka dakwah akan disambut dengan baik. Namun jika
salah satu metode tidak berhasil, maka jangan terlalu dipaksakan
kepada sasaran dakwah. Karena akan menimbulkan perpecahan
bahkan permusuhan di kalangan mad’uwwin.

3. Sumber Refrensi Dakwah dalam Islam


Dakwah merupakan kuwajiban setiap muslim dan muslimah serta
merupakan bukti kecintaan kepada baginda Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wasallam. Maka dakwah merupakan profesi para Nabi dan
Rosul, tentunya itu merupakan perbuatan yang paling mulia, karena
dengan kita berdakwah, menyeru seseorang kepada kebaikan, maka kita
akan medapatkan pahala seseorang yang melakukan perbuatan baik
tersebut tanpa dikurangi dari kebaikanya sedikitpun, Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim:

39
Ibnul Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram, (Surabaya: Dar Al-Abidin) h. 19
َّ‫"منَّدلَّعلى‬
َّ :‫َّقالَّرسولَّاّٰللَّصلىَّاّٰللَّعليهَّوسلم‬:‫عنَّابنَّمسعودَّرضيَّاّٰللَّعنهَّقال‬

َّ "‫خيرَّفلهَّمثلَّأجرَّفاعله‬
َّ

Artinya: dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah


shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa saja yang menunjukan
kepada kebaikan maka baginya seperti pahala yang melakukanya.40

Maka dakwah seharusnya berdasarkan apa yang Nabi ajarkan dan


apa yang Nabi contohkan, juga harus berdasarkan dengan refrensi yang
kuat dan valid agar dakwah dapat tersampaikan dengan baik dan juga
dapat diterima dengan baik pula, Dr. Abdul Karim Zaidan meuliskan
dalam kitabnya yang berjudul Usul Ad-Dakwah, beliau menyebutkan
setidaknya ada 5 refrensi dakwah yang dapat menjadi rujukan dalam
berdakwah, refrensi tersebut antara lain:

a. Al Qur’an Al-Karim
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak sekali ayat yang berhubungan
tentang kabar berita para Rasul yang mulia disertai kejadian dan
tantangan yang mereka hadapi dalam berdakwah. Terlebih apa yang
kemudian di gambarkan dalam Al-Qur’an mengenai perjungan Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam dalam berdakwah. Ayat-ayat yang mulia
itu tentunya merupakan gambaran bagaimana dakwah Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam, yang mana hal tersebut menjadi keharusan untuk
dipelajari dan dipahami oleh setiap muslim, sebagaimana pemahaman
dalam hal-hal agama yang lainya, karena Allah subhanahu wata’ala
tidaklah memberikan informasi tersebut kecuali agar kita mengambil

40
Abu Zakariya Yahya An-Nawawi, Riyadhu As-Shalihin, (Demaskus: Dar
Ibnu Katsir, 2007) h. 79
ilmu darinya sehingga mempermudah kita dalam menjalankan tugas
dakwah.41

Maka kisah Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad shalallahu


‘alaihi wasallam adalah sebagai peneguh hati dan pelipur lara bagi
dakwah nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa semua hinaan dan
cacian serta rintangan dalam dakwah yang nabi alami ternyata juga
dialami oleh nabi-nabi sebelum beliau, ini tentunya menjadi motivasi
bagi Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam untuk terus
berjuang di jalan Allah subhanahu wata’ala dan motivasi bagi
ummatnya.

b. Sunnah An-Nabawiyyah
Didalam sunnah nabawiyyah terdapat banyak sekali hadis-hadis
yang berkaitan dengan perintah berdakwah dan media-medianya,
sebagaimana siroh nabawiyyah dan yang dialami oleh Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam di Mekah dan di Madinah. Dan keberhasilah beliau
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam menghadapi tantangan-
tantangan dakwah yang tidak mudah, semua itu kemudian
memberikan kita sebuah pelajaran yang sangat berharga dalam metode
dakwahnya. Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah
melewati banyak sekali peristiwa dan kondisi yang mungkin akan
dialami juga oleh seorang da’I di setiap zaman atau tempat. Maka
dimanapun seorang da’I berada dan dalam kondisi apapun yang
dihadapinya, maka ia akan mendapati kondisi yang sama atau mirip
dengan kondisi yang pernah nabi alami dan para sahabat. Maka
seorang da’I hendaknya memanfaatkan untuk lebih memahami siroh

41
Abdul Karim Zaidan, Usul Ad-Dakwah, (Beirut: Mu’sasah Ar-Risalah,
2002), cet. 9, h. 413
nabawiyyah sehingga dapat mempermudah dalam menjalankan
dakwahnya.
Ada hikmah dalam setiap cobaan dan ujian yang dilalui oleh
para Nabi dan Rasul dalam dakwahnya, yaitu sehingga para
penerusnya dari kalangan sahabat, tabi’in dan para ulama mengetahui
apa yang harus dilakukan dalam menghadapi cobaan dan ujian dalam
dakwahnya, bahkan dalam kehidupanya. Maka hadis-hadis Nabi dan
siroh nabawiyyah merupakan praktek amaliyyah yang Allah
perintahkan kepada Nabi dan Rasul dalam dakwah dan penyampaian
risalah-Nya, dan apa yang Allah wahyukan kepada mereka dalam
segala hal, tidaklah seorang da’I lalai dalam mempelajari dan
memahaminya.
c. Sejarah para Ulama’ salaf (terdahulu)
Dalam sejarah ulama-ulama sakaf dari kalangan sahabat
radhiallahu anhum dan para tabi’in terdapat pelajaran dan ilmu yang
sangat berharga dalam dakwah yang dapat kita ambil manfaatnya,
mereka lah manusia yang paling mengetahui syari’at dan fiqih
dakwah, karena mereka dibimbing langsung oleh manusia terbaik,
sehingga para ulama hingga sekarang masih mengambil ilmu dari
mereka.
d. Istinbath dari para Fuqoha’ (Ulama Fiqih)
Para ulama fiqih lah yang mengetahui tentang hukum-hukum
syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan
syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat
terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang
bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad. Dan dari hukum-
hukum inilah yang mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan
dakwa, seperti hukum ‘amr bil ma’ruf wa nahyu anil munkar yaitu
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari keburukan,
kemudian jihad dan muamalah. Dan mereka lah yang mencantumkan
pokok pembahasan syariat atau hukum-hukum ini dalam bab kitab-
kitab fiqih mereka. Dan segala macam ijtihadiyyah atau perkara-
perkara ijtihad dalam dakwah dan yang berhubungan denganya, yang
wajib atau seharusnya di pelajari karena merupakan bagian dari
metode an cara berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala
termasuk bagian dari agama seperti ibadah dan muamalah lainya.
e. At-Tajarub (pengalaman / eksperimen)
Eksperimen seseorang dalam berdakwah merupakan hal yang
baik unuk dijadikan sumber refrensi, apalagi seseorang yang memang
focus dalam bidang tersebut, maka bagi seorang da’I harus memiliki
pengalaman yang cukup dalam medan dakwah merupakan poin
penting dalam merealisasikan refrensi atau sumber dakwag yang
sudah di bahas di atas, karena penerapan atau praktek akan dapat
mengetahui bagian-bagian yang tidak seharusnya dilakukan, dan harus
di hindari pada masa yang akan dating. Maka pengalaman merupakan
hal yang sangat berharga dalam berdakwah, pengalaman yang tidak
akan pernah ternilai harganya. Maka itu merupakan prinsip seorang
mu’min, karena bahwasanya seorang mu’min tidak akan mengulangi
kesalahanya untuk kedua kalinya. Sebagaiman kita mengetahui
pentingnya pengalaman pribadi, kita juga harus mengakui pentingnya
pengalaman orang lain, kita harus mengambil ilmu dan pelajaran dari
pengalaman orang lain dalam dakwahnya dari metode dan cara
menyampain agar dakwah yang disampaikan akan mendapat hasil
yang optimal.42
4. Metode Dakwah Nabi Muhammad SAW
Metode adalah suatu cara yang bisa ditempuh atau ditentukan
secara jelas untuk mencapai suatu tujuan, atau rencana atau sistem dan
tata pikir manusia. Sedangkan dalam metodologi pengajaran agama islam
disebutkan bahwa metode adalah Suatu cara yang yang sitematis dan
umum dalam mencari suatu kebenaran ilmiah. Adapun metode dakwah
adalah suatu cara yang digunakan oleh da’I dalam menyampaikan materi
dakwah, dalam menyampaikan pesan atau materi dakwah maka sebuah
metode sangat penting perananya, karena sebuah pesan yang baik jika
disampaikan dengan metode yang tidak benar, maka bisa saja pesan
tersebut akan ditolak. Jika kita melihat perjalanan dakwah para nabi dan
rasul yang Allah utus kepada kaumnya, tentunya memiliki metode atau
cara masing-masing dalam berdakwah, begitupula dengan Nabi
Muhammad shalallahu alaihi wasallam mempunyai metode dalam
berdakwah, maka jika kita berbicara tentang metode dakwah, maka
baiknya merujuk pada QS An-Nahl ayat 125

ُ َ ْ َ َ ْ ْ ُ ْ َ
َ َ َ َْ َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َ َّ َ ْ َ ٰ ُ ْ ُ
َُّۗ‫َّهيَّاحسن‬ِ ‫ادلهم َِّبال ِتي‬ِ ‫الحكم ِةَّوالمو ِعظ ِةَّالحسن ِةَّوج‬
ِ ‫ادع َِّالىَّس ِبي ِلَّر ِبك َِّب‬

َ ْ َ ْ ُْ ُ َْ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ُ َْ َ َ ُ َ َ
َّ ‫ن‬
َّ ‫ِانَّربكَّهوَّاعلم َِّبمنَّضلَّعنَّس ِبي ِل ٖهَّوهوَّاعلم َِّبالمهت ِدي‬

Artinya: Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah424)


dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang
42
Abdul Karim Zaidan, Usul Ad-Dakwah, (Beirut: Mu’sasah Ar-Risalah,
2002), cet. 9, h. 415
tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang
mendapat petunjuk.
Berlandaskan ayat diatas maka metode dakwah Nabi shalallahu
alaihi wasallam ada tiga metode:
1) Bi Al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi
dan kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada
kemampuan mereka, sehingga dalam menjalankan ajaran-ajaran
islam selanjutnya mereka tidak lagi merasa terpaksa atau
keberatan.
2) Al-Muidzah Al-Hasanah yaitu berdakwah dengan
memberikan nasehat-nasehat atau menyampaikan ajaran islam
dengan rasa kasih sayang sehigga nasehat dan ajaran islam yang
disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.
3) Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara
bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya
dengan tidak memberikan tekanan yang kemudian memberatkan
pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah.43
Maka metode dakwah nabi shalallahu alaihi wasallam dan para
sahabatnya serta yang dianjurkan untuk dilakukan oleh ummatnya dalam
berdakwah adalah yang pertama Al-Hikmah (kebijaksanaan). Hikmah
menurut bahasa adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, sama
dengan definisi Al-‘Adlu (Keadilan). Dalam Al-Quran kata Al-Hikmah
juga mempunyai arti yang lain, yaitu berarti Sunnah Nabawiyah seperti
yang terdapat dalam QS Al-Jumuah ayat 2. Adapun Al-Hikmah menurut
istilah adalah sebagaimana yang di katakan oleh Imam As-Sa’di dalam
tafsirnya, Hikmah adalah: “Bahwa setiap orang mempunyai keadaan dan

43
Muhammad Munir, Managemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 32 -
33
pemahaman yang berbeda dari orang lain. Maka termasuk hikmah dalam
berdakwah adalah berdakwah dengan dasar ilmu, bukan kebodohan,
memulai dengan aulawiyyat (perkara yang paling penting) dan prioritas,
lalu yang lebih penting darinya, dan yang lebih dekat dengan pemikiran
mereka agar kemudin mudah untuk dipahami, dengan cara (simpatik)
yang lebih mendatangkan sambutan lebih baik, dengan penuh
kelembutan dan persuasive”.44
Dalam hal ini Sayyid Qutub mengatakan bahwa dakwah dengan
metode hikmah itu adalah dimana seorang da’I memperhatikan situasi
dan kondisi masyarakat atau mad’uwwin sebelum menentukan tema yang
akan disampaikan. Dakwah dengan hikmah juga bisa di gambarkan
dimana seorang da’I berdakwah dengan menggunkan kemampuan dalam
menyampaikan pesan dakwah, sehingga dapat dipahami oleh masyarakat
dengan mudah. Maka dengan hikmah ini seorang da’I dianjurkan untuk
menyampaikan materi dakwah yang kekinian, faktual dan real,
memperhatikan problematika dan isu dalam masyarakat yang sedang
viral, kemudian mencarikan atau menawarkan solusi dari permasalahan
atau kejadian tersebut sesuai dengan ajaran islam.

Kedua, Al-Muidzah Al-Hasanah, secara bahasa arti Al-Muidzah


Al-Hasanah adalah nasehat, adapun menurut istilah nasehat adalah
perkataan yang efisien dan dakwah yang memuaskan, sehingga seorang
audience merasa bahwa apa yang disampaikan oleh da’I adalah sesuatu
yang ia butuhkan dan bermanfaat baginya. Sedangkan jika diartikan
bersamaan denga Al-Hasanah maka maksudnya adalah dakwah yang
menyentuh hati pendengar dengan lembut tanpa adanya paksaan.45 Imam

44
Abdurrahman As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman, (Riyadh: Darussalam,
2002), h. 525
45
Yuli Umro’atin, Dakwah Dalam Al-Quran, (Surabaya: Jakad Media
Publishing, 2014), h. 66 - 67
As-Sa’di dalam Tafsirnya mengatakan bahwa dakwah dengan Al-
Muidzah Al-Hasanah Yaitu dakwah perintah dan larangan, yang diiringi
dengan targhib (anjuran keutamaan) dan tarhib (ancaman). Baik dengan
(menyampaikan) kemaslahatan yang terkandung oleh perintah-petintah
dan menghitung-hitungnya dan bahaya yang terkandung dalam larangan-
larangan dan menginventariskannya, atau dengan menyebutkan
kemuliaan yang diraih oleh orang-orang yang menegakkan agama Allah
dan penghinaan dan diterima orang yang tidak menjalankannya.46
Yang ketiga adalah Mujadalah Billati Hiya Ahsan (bantahlah
,ereka dengan cara yang lebih baik). Kata Mujadalah adalah Jidal
(perdebatan) yang artinya diskusi atau bukti-bukti yang digunakan untuk
mematahkan alasan atau argumen lawan diskusi dan menjadikanya
berpindah dari argumenya, baik apa yang disampaikan diterima dengan
baik ataupun tidak sama sekali. Menurut Hamka Mujadalah Billati Hiya
Ahsan adalah pertukaran pikiran, yang mana dizaman kita sekarang ini
kemudian disebut polemik atau ikhtilaf, maka jika terjadi hal demikian
ayat ini menyeru kita semua untuk memilih dengan cara yang sebaik -
baiknya. Diantaranya membedakan pokok pembahasan yang sedang di
diskusikan dengan lawan bicara, karena kita boleh berbeda dan boleh
benci terhadap argumen lawan bicara, tapi tidak dengan lawan bicaranya
atau pribadi orang yang sedang kita ajak bicara. Misalnya, seorang yang
belum masuk islam dan belum mengatahui ajaran islam, kemudian
mencela islam karena dia tidak mengetahuinya, maka orang tersebut
harus dibantah dengan cara yang sebaik-baiknya, dan kemudian di ajak
untuk meyakini kepada hal yang benar dengan harapan ia akan
menerimanya. Akan tetapi jika kita membantahnya dengan cara yang

46
Abdurrahman As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman, (Riyadh: Darussalam,
2002), h. 525
tidak baik sehingga menyakiti hatinya, maka kemungkinan besar ia tidak
akan menerima kebenaran karena sudah kecewa dengan metode dakwah
kita. Maka perdebatan yang baik adalah perdebatan yang tidak
menimbulkan perpecahan atau sifat sombong merasa paling benar, tinggi
hati dan tidak mau mengakui kebenaran padahal ia mengetahuinya,
tentunya sifat ini adalah sifat yang sangat tercela dan tidak akan
menemukan kbenaran dan hidayah Allah SWT.47
Maka ketiga metode ini adalah metode yang di ajarkan
Rasulullah shalallahu alaihi wallam dalam berdakwah, sehingga dapat
diterima dengan baik, sebab dakwah adalah ajakan dan seruan untuk
membawa ummat manusia kepada jalan yang benar, jalan yang Allah
ridhoi, dengan cara yang baik, dengan menebar perdamian bukan dakwah
yang menebar kebencian dan selalu menyalahkan apa yang tidak menjadi
keyakinanya.
C. Periode Dakwah Nabi Muhammad SAW
1. Periode Dakwah Mekah
Periode dakwah Mekah adalah perjuangan dakwah Nabi
Muhammad Sahalallahu alaihi wasallam tatkala masih berada di
Mekah, periode ini juga disebut sebagai periode pembinaan aqidah dan
akhlaq para sahabatnya, dilihat dari mayoritas ayat yang turun selama
periode ini mengenai iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir,
juga berisi tentang kisah-kisah nabi terdahulu, hal ini menunjukan
bahwa periode mekah menitik bertkan pada aqidah dan akhlaq.
Dakwah periode ini kemudian berlangsung selama 12 tahun, 5 bulan,
dan 13 hari sebagaimana yang di sampaikan oleh syaikh Al-Khudhari

47
A.M Ismatullah, Metode Dakwah dalam Al-Quran, (Study Penafsiran
Hamka terhadap QS An-Nahl: 125), dalam Jurnal Lentera , Vol. IXX, No. 2, 165 - 167
dalam kitabnya yang berjudul Tarikh Tasyri’ Al-Islam.48 Kemudian
menurut para ahli sejarah, periode ini juga dibagi menjadi 2 tahapan:
a. Dakwah Sirriyah (Secara Sembunyi-sembunyi)
Pada tahapan pertama ini rasulullah melakukan dakwah secara
sembunyi-sembunyi di lingkungan sukunya dan keluarganya untuk
meninggalkan berhala yang selama ini mereka sembah dan hanya
untuk beribadah menyembah Allah saja. Cara ini ditempuh agar
tidak menimbulkan pertumpahan darah di dalam kaumnya, karena
mereka adalah kaum yang sangat fanatik terhadap apa yang di
lakukan oleh nenek moyang mereka. Tahapan atau cara ini tentunya
sangat efektif agar tidak menarik perhatian karena dakwah nabi
adalah sesuatu yang baru sehingga nantinya tidak menimbulkan
perpecahan dan keributan bahkan peperangan antar suku. Tahapan
ini berlangsung selama 3 tahun. Dakwah ini pertama kali beliau
sampaikan kepada istrinya, Khadijah bintu Khuwailid, kemudian
kerabat terdekatnya seperti Ali bin Abi Thalib dan kemudian kepada
sahabat-sahabat terdekatnya seperti Abu Bakar As-Shidiq.49
Dari Aisyah RA beliau menceritakan: Pada suatu hari Abu
Bakar keluar dari rumahnya hendak menemui Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam, dan keduanya telah menjalin persahabatan dari
masa jahiliyyah, Abu Bakar berkata: Wahai Aba Al-Qasim (Kuniyah
Nabi) engkau telah lama menghilang dari majlis kaumu, dan mereka
menuduhmu engkau telah mencela nenek moyang mereka, maka
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam berkata:
“Sesungguhnya aku adalah utusan Allah, maka aku menyerumu
untuk beriman kepada Allah semata”, maka tatkala nabi selesai dari

48
Muhammad Al-Khudari, Tarikh Tasyri’ Al-Islam, (Beirut: Dar Al-Fikr
1981), h. 8
49
Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014) h. 28
perkataanya, Abu Bakar pun masuk islam, maka Nabi pun
meninggalkanya dengan perasaan yang sangat berbahagia.
Abu Bakar kemudian pergi untuk menemui Utsman bin Affan,
Talhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Awwam, dan Sa’ad bin Abi
Waqqash untuk mengajak mereka masuk islam dan mereka pun
masuk Islam. Kemudian keesokan harinya dia pun pergi menemui
Usman bin Ma’dzun, Abi Ubaidah bin Jarah, Abdurrahman bin Auf,
Abu Salamah bin Abdul Asad dan Al-Arqam bin Abi Al-Arqam
untuk juga mengajak mereka untuk masuk islam, dan mereka pun
semuanya masuk kedalam agama Allah. Rumah Al-Arqam bin Abi
Al-Arqam yang terletak di atas bukit Shofa yang sangat strategis
kemudian di jadikan markas dakwah nabi selama periode ini
berlangsung, tahapan dakwah sirriyyah ini juga dinamakan sebagai
dakwah individual, karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
berdakwah satu demi satu.50
b. Dakwah Jahriyyah (Secara terang-terangan)
Dakwah Jahriyyah adalah perjuangan dakwah Nabi
Muhammad shalallahu alaihi wasallam secara terbuka atau secara
nampak. Tahapan dakwah ini beliau lakukan pada tahun ke empat
kenabian, dan setelah turun QS Asy-Syuara: 214-216:

َْ ْ ُْ َ َ ََ َ َ َ َ َ ْ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َْ َ
َََِّّّۚ‫َّمنَّالمؤ ِم ِنين‬
ِ ‫اخ ِفضَّجناحكَّ ِلم ِنَّاتبعك‬
َّ ‫وان ِذرَّع ِشيرتكَّالاقر ِبينََّّۙو‬

َ ُ ْ َ َّ ْ َ َّ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ َ
َِّۚ‫ي ٌء َِّّماَّتع َمل ْون‬
ْۤ ‫َّان ْيَّب ِر‬
ِ ِ ‫ف ِانَّعصوكَّفقل‬

Artinya: Berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.


Rendahkanlah hatimu terhadap orang-orang yang mengikutimu,

50
Yusuf Khatir, Asalib Ar-Rasul fii Ad-Dakwah wa At-Tarbiyah, (Beirut:
Sunduq At-Takamul) h. 21
yaitu orang-orang mukmin. Jika mereka mendurhakaimu,
katakanlah, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap
apa yang kamu kerjakan.”
Pada tahun keempat dan kelima kenabian, dakwah periode ini,
yaitu dakwah jahriyyah bahwasanya nabi dan para sahabat
mendaptakan banyak sekali tekanan, kedzoliman bahkan siksaan
dari kafir Quraisy penduduk Mekah, sampai tibalah kabar yang
sangat menggembirakan nabi dan para sahabat dengan masuknya
Hamzah bin Abdul Mutholib pamanya nabi pada tahun keenam
kenabian, yang disusul oleh Umar bin Khatab tiga hari setelah
islamnya Hamzah. Dengan islamnya kedua orang inilah, dakwah
kemudian memasuki babak baru, yaitu periode kekuatan dan
kebranian
Maka ayat diatas merupakan perintah kepada Rasulullah untuk
melaksanakan dakwah jahriyyah, setelah turun ayat ini, kemudian
Rasulullah naik ke bukit Shafa dan berseru: “Wahai Bani Fihr,
Wahai Bani Adi’!” Tak lama kemudian mereka berkumpul, bahkan
seorang yang berhalangan hadir, mengutus utusanya untuk mencari
tau apa yang terjadi. Datang pula Suku Qurasy dan Abu Lahab,
kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
“Bagaimana pendapat kalian jika aku mengabarkan kepada kalian
bahwa ada pasukan berkuda di belakang bukit Shafa ini yang akan
menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku?” mereka
menjawab: “Tentu, kami mengenalmu, engkau adalah orang yang
paling jujur diantara kami”, maka Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku pemberi peringatan untuk
kalian, sebelum datang azab yang sangat pedih”. Maka majulah
Abu Lahab yang kemudia menghardik dan mencela nabi dengan
berkata: “Celakalah engkau selama-lamanya, untuk inikah engaku
mengumpulkan kami?” maka turunlah ayat QS Al-Lahab
َ َ َ َ ْ َ
َّ ‫تبت ََّيدآَّا ِب ْيَّل َهبَّوت‬
ُۗ‫ب‬

Artinya: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar


binasa dia.
Disaat seruan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjadi
bahan pembicaraan, maka turunlah wahyu Allah SWT untuk
mempertegas misi dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
kepada seluruh masyarakat Mekah, ayat tersebut dalam QS Al-Hijr
ayat 94:
َ ْ ْ َ ْ َْ ُْ َ ْ َ ْ َ
َّ ‫فاصدع َِّبماَّتؤ َم ُر ََّواع ِرضَّع ِنَّال ُمش ِر ِك ْي‬
‫ن‬

Artinya: Maka, sampaikanlah (Nabi Muhammad) secara


terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan
berpalinglah dari orang-orang musyrik.
Maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam semakin
mempertegas misi dakwahnya kepada seluruh masyarakat Mekah
saat itu, beliau menyampaikan segala macam kejahiliyahan dan
kemusyirakan, bahwa hakikat berhala-berhala yang disembah dan
nilainya sangat rendah. Beliau menjelaskan bahwa orang yang
menyembah berhala sebagai perantara antara dirinya denga Allah
maka merupakan kesesatan dan kebodohan yang nyata.
Mendengar hal tersebut, memuncaklah kemarahan masyarakat
Mekah. Seruan Tauhid Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan
perkataan sesat atas apa yang mereka lakukan terhadap berhala
mereka secara turun temurun, jelas membuat mereka sangat marah
dan menolak dengan sangat tegas dakwah tersebut. Peryataan dan
dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tak ubahnya
bagaikan kilat yang menyambar, menyababkan gemuruh dan getaran
yang sangat hebat di tengah-tengah mereka.51
Oleh karenanya kaum Quraisy kemudian menempuh segala cara
untuk menghentikan dakwah Nabi shalallahu alaihi wasallam dan
untuk memadamkan cahaya Allah SWT, sehingga terhadilah
berbagai peristiwa untuk mengentikan dakwah nabi shalallahu
alaihi wasallam selama periode dakwah Jahriyyah ini, peristiwa
tersebut antara lain:
1) Utusan Quraisy menghadap Abu Thalib
Sedemikian besar kemarahan masyarakat Quraisy
terhadap dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
hingga akhirnya mereka menempuh cara untuk membujuk
pamanya untuk membujuk Rasulullah menghentikan
dakwahnya, namun Abu Thalib menolak dan Rasulullah pun
melanjutkan dakwanya.
2) Musyawarah untuk mencegah jamaah haji agar tidak
mendengar dakwah Nabi shalallahu alaihi wasallam.
Gagal membujuk Abu Thalib untuk mencegah dakwah
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, orang-orang Quraisy
semakin kebingungan. Apalagi beberapa bulan kedepan akan
datang musim haji, dimana orang-orang arab dari berbagai
penjuru akan berdatangan. Lalu mereka pun berpendapat
bahwa citra rasulullah shalallahu alaihi wasallam harus
dirusak, agar tidak bisa menyampaikan dakwahnya ke

51
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Kairo: Dar A-
Wafa’, 2010), h. 84
jamaah haji, setelah berdiskusi cukup lama antara pembesar
Quraisy, akhirnya mereka sepakat untuk menjuluki
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebagai tukang sihir.
3) Penawaran
Diantara tawaran yang mereka ajukan kepada Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam adalah berupa ibadah secara
bergantian, yaitu dalam satu tahun Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam beribadah kepada tuhan mereka, lalu di
tahun berikutnya mereka beribadah kepada Allah SWT,
tawaran yang hampir membuat Rasulullah setuju itu
langsung di tolak oleh Allah SWT dengan menurunkan QS
Al-Kafirun.
4) Penindasan dan Penyiksaan
Beberapa bulan berlalu, upaya mereka pun belum
membuahkan hasil yang memuaskan, maka kaum Quraisy
kembali berkumpul untuk bermusyawarah menentukan
langkah dan strategi selanjutnya dalam menghentikan
dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, musyawarah
yang langsung dipimpin oleh pamanya sendiri yaitu Abu
Lahab itu akhirnya menyepakati cara kekerasan terhadap
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam beserta para
sahabatnya. Namun tidak semua orang berani melakukan
kekerasan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,
hanya tokoh-tokoh mereka saja yang berani melakukanya,
seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Ubay bin Khalaf dan yang
lainya. Berbagai tindakan penindasan dan kekerasan pernah
diterima oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dari
para pembesar Quraisy, salah satunya pernah sesekali
sewaktu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sholat
didepan Ka’bah, sementara para pembesar Quraisy sedang
berkumpul di samping Ka’bah, disaat Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam sujud, salah seorang dari mereka mengambil
isi perut unta yang baru disembelih, lalu isi perut unta itupun
di lemparkan ke atas pundak Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam yang sedang bersujud sehingga beliau tidak dapat
bangun dari sujudnya, tak lama kemudian Fatimah putri
beliau pun datang dan mengangkat kotoran unta tersebut
daru tubuh ayanhandanya tercinta. Dan tidak hanya
Rsulullah saja yang menerima kekerasan dan penindasan dari
kafir Quraisy, tapi para sahabatpun juga mendapatkan
penyiksaan dan penindasan bahkan pembunuhan.
5) Hijrah ke Habasyah
Semakin hari tekanan dan penindasan orang-orang kafir
Quraisy terhadap kaum muslimin semakin dahsyat, hal ini
mendorong para sahabat untuk mencari temoat yang aman
untuk menjaga dan mempertahankan agama mereka, maka
pada bulan Rajab tahun ke 5 kenabian Hijrahlah rombongan
pertama dari para sahabat ke negeri Habasyah (Ethiopia),
mereka berjumlah 12 orang laki-laki dan 4 orang perempuan
yang di pimpin oleh Utsman bin Affan uang di dampingi
istrinya Ruqayyah binti Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam. Setelah berlangsung sekian lama, kekejaman kafir
Quraisy semakin menjadi-jadi sehingga Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam kembali mengizinkan para
sahabatnya umtuk Hijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya.
Maka berangkatlah rombongan yang kedua ini yang
berjumlah 83 orang laki-laki dan 19 orang perempuan
menuju Habasyah.
6) Rencana membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
Setelah berbagai cara yang telah dilakukan oleh kafir
Quraisy gagal, akhirnya sampailah kepada keputusan mereka
untuk membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,
disebutkan dalam beberapa riwayat, ternyata beberapa upaya
untuk membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
telah dilakukan oleh mereka, namun upaya demi upaya
mereka juga gagal karena Allah SWT selalu melindungi
hamba yang di kasihiNya tersebut.
7) Boikot Umum
Setelah kegagalan yang di lakukan oleh kafir Quraisy
dalam menghntikan dakwah Nabi shalallahu alaihi
wasallam, mereka pun bersepakat untuk memboikot Bani
Hasyim dan Bani Muthalib dengan melarang mengadakan
pernikahan, jual beli, bergaul, berkunjung, dan berbicara
dengan mereka kecuali mereka mau menyerahkan Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam untuk dibunuh. Kesepakatan
tersebut mereka tulis dan mereka gantungkan di Ka’bah.
Akibat pemboikotan tersebut Bani Hasyim dan Bani
Mutholib menjadi terisolir di perkampungan Abu Thalib,
baik yang beriman maupun yang kafir. Pemboikotan tersebut
berlangsung selama 3 tahun.
8) Tahun Kesedihan (‘Amul Huzn)
Pada tahun ke 10 kenabian tepatnya 6 bulan setelah
berakhirnya pemboikotan, meninggalah pamanya yang selalu
melindunginya Abu Thalib dalam keadaan masih
berkeyakinan dengan keyakinan nenek moyangnya yaitu
dalam kemusyrikan. Dua bulan setelah wafatnya Abu Thalib
meninggal pula istrinya yang tercinta Khadijah Al-Kubra
pada usia ke 65 sedangkan Rasululah shalallahu alaihi
wasallam berusia 50 tahun. Dua kejadian ini tentunya sangat
besar pengaruhnya bagi Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam dalam hidupnya. Sementara itu tekanan dan
ancaman orang-orang kafir semakin menjadi-jadi karena
tidak ada yang melindunginya lagi seperti pamanya Abu
Thalib.
9) Berdakwah ke Thaif
Pada tahun ke 10 kenabian, tepatnya pada bulan Syawwal,
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam didampingi oleh
pembantunya Zaid bin Harisah berangkat menuju Thaif,
sebuah kota antara tang berjarak sekitar 90 km dari kota
Mekah. Setiap beliau melewati suatu perkampungan, beliau
menyampaikan dakwah islam kepada mereka. Namun tidak
satupun yang mau menerimanya. Setibanya di Thaif
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menemui tokoh-tokoh
Thaif untuk menyampaikan dakwah islam kepada mereka,
namun hasilnya sama saja mereka malah menolaknya
mentah-mentah. Rosulullah shalallahu alaihi wasallam
menetap di Thaif selama 10 hari, namun setiap beliau
berdakwah untuk mengajak penduduk Thaif untuk menerima
dakwah islam, nereka justru mengusirnya, bahkan lebih itu
para pembesar Thaif memprovokasi masyarakat awam untuk
menyerang Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan
mencaci makinya bahkan mengejar-ngejar Rasulullah dan
melemparinya menggunakan batu hingga kaki beliau
berdarah-darah. Mereka tidak berhenti mengejar keduanya
sehingga keduanya berlindung di kebun milik ‘Utbah dan
Syaibah sekitar 5 km dari kota Thaif.
10) Isra Mi’raj
Ditengah kesedihan yang sangat mendalam karena di
tiggal oleh orang-orang terdekat, sementara tekanan,
ancaman dan penindasan dari pihak Kafir Quraisy kian
bertambah. Maka terjadilah sebuah peristiwa besar yang
sangat berpengaruh dalam sejarah, yaitu peristiwa Isra’
Mi’raj Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Tidak ada
kesepakatan yang pasti dari para sejarawan mengenai
terjadinya peristiwa ini. Namun yang pasti adalah bahwa
peristiwa tersebut terjadi pada akhir masa keberadaan
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam di Mekah sebelum
hijrah ke Madinah.52
Setelah terjadinya deretan peristiwa di atas, sesaat menjelang
Hijrah ke Madinah, terjadi dua kali kesepakatan secara rahasia di
bukit Aqabah. Kesepakatan ini antara Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam dan para pemuka suku Aus dan Khazraj yang datang dari
Yatsrib (Madinah) yang mana kemudian kesepakatan ini dikenal
dengan Baiat Aqabah yang terjadi pada musim haji tahun ke 12
kenabian. Dengan berlangsungnya Baiat Aqabah kesempatan untuk
memperluas dakwah ke Yatsrib terbuka lebar, dalam Baiat Aqabah
pertama itu ada 12 orang yang bersumpah kepada Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam untuk berjanji untuk tidak

52
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Kairo: Dar A-
Wafa’, 2010), h. 84
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak, tidak melakukan dusta dan tidak
bermaksat kepada Allah dan RasulNya.
Kemudian pada musim haji ke 13 kenabian, kaum muslimin
dari Madinah yang berjumlah sekitar 70 orang ikut dalam
rombongan orang-orang musyrik untuk melakukan ibadah haji.
Setibanya disana mereka segera menghubungi Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam, lalu dengan rahasia, mereka sepakat bertemu di
hari tasyriq di suatu lembah Aqabah di dekat Jumrah Ula di Mina
untuk melakukan Baiat. Pada hari yang telah ditentukan, di tengah
malam yang gelap gulita, sambil mengendap endap agar tidak
dikehui oleh rombongan dari kalangan kaum musrikin, mereka pergi
ke lembah Aqabah. Mereka saat itu berjumlah 73 orang laki-laki dan
2 orang perempuan. Sementara itu Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam datang bersama Abbas bin Abdul Muthalib yang saat itu
masih memeluk agama nenek moyangnya, namun dengan senang
hati bersedia mengantar keponakanya Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam. Mulailah satu persatu dari mereka berbaiat kepada
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dengan cara berjabat tangan,
untuk selalu patuh dan taat kepada Allah dan RasulNya, serta
berjanji melindungi Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
sebagaimana melindungi diri mereka sendiri dan anak istri mereka,
dan balasan mereka pun adalah Syurga. Demikianlah Baiat Aqabah
kedua yang juga dinamakan juga dengan Baiat Kubra berakhir
dengan penuh rasa persaudaraan dan komitmen yang teguh untuk
saling membela Islam, dari sinilah kekuatan dan masa depan islam
yang akan menggetarkan dunia dimulai.
Setelah Islam mendapatkan wilayah yang siap menampung
mereka. maka sejak itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah. Tentunya
tantangan hijrah sangatlah berat, para sahabat harus menanggung
berbagai macam resiko agar dapat berhijrah ke Madinah, ada yang
meninggalkan sanak saudaranya, hartanya, bahkan ada yang
terncam jiwanya. Namun demikan satu persatu berhasil berhijrah ke
Madinah, mereka umumnya pergi berkelompok-kelompok dengan
sembunyi-sembunyi, sedikit saja dari mereka yang berhijrah dengan
terang-terangan. Selang dua bulan lebih setelah Baiat Aqabah kedua
tahun 13 kenabian, akhirnya semua sahabat berhasil berhijrah ke
Madinah dan tidak ada kaum muslimin di Mekah kecuali Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam, Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib yang
ditahan oleh kaum musyrikin, serta Asma’ binti Abu Bakar dan
Abdullah bin Abu Bakar yang mengakhirkan hijrah untuk melayani
ayahandanya dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Sementara
itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menunggu perintah untuk
berhijrah, Abu Bakar yang telah bersiap-siap untuk berhijrah,
kemudian diminta Rasulullah untuk menemaninya berhijrah
bersamanya.
Setelah mengetahui kepergian sahabat Nabi shalallahu alaihi
wasallam ke Madinah, para pembesar kafir Quraisy sangat
ketakutan, mereka merasa keberadaan mereka secara ideologis dan
ekonomi sangat terancam. Maka pada hari kamis 26 Shafar tahun 14
kenabian diadakan pertemuan yang paling penting dalam sejarah
suku Quraisy di Darunnadwah, tempat yang mereka biasa gunakan
untuk membicarakan masalah-masalah penting di tengah
masyarakat. Pada pertemuan tersebut semua utusan dari suku-suku
Quraisy hadir dalam upaya memadamkan cahaya dakwah
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, hadir pula setan yang
menyerupai orang tua dari Najd untuk ikut mengutarakan
pendapatnya dalam pertemuan tersebut. Setelah berdiskusi sekian
lama, akhirnya mereka sampai pada sebuah kesepakatan untuk
membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, usulan itu
diutarakan oleh Abu Jahal, dengan cara setiap suku mengirimkan
seorang pemudanya yang paling gagah perkasa serta dibekali
sebilah pedang yang tajam, kemudian mereka diperintahkan untuk
membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam secara
bersamaan. Pendapat inilah yang akhirnya disepakati, dan ternyata
dikuatkan oleh orangtua dari Najd tadi.
Berikut beberapa peristiwa penting sebelum dimulainya dakwah
periode Madinah yang berhasil penulis rangkum dari kitab Ar-Rahiq
Al-Makhtum:
1. Hijrahnya Rasulullah
Setelah kesepakatan membunuh Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam telah diambil, malaikat Jibril segera memberitahukan
kepada Rasulullah tentang rencana tersebut. Dia juga
memberitahukan bahwa Allah telah mengizinkanya untuk
berhijrah ke Madinah. Rasulullah dengan bergegas menuju
rumah Abu Bakar di siang hari yang terik yang biasanya jarang
orang lalu lalang pada waktu tersebut. Sesempainya di rumah
Abu Bakar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam meminta
mengkosongkan rumah Abu Bakar guna menjelaskan rencana
perjalanan hijrah kepada Abu Bakar. Abu Bakar ketika
mendengar kabar tersebut sangat bahagia dan sangat gembira,
menjadi orang yang terpilih untuk menemani Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam untuk berhijrah ke Madinah, setelah
itu kemudian Rasulullah kembali ke rumahnya untuk menunggu
datangnya malam.
2. Pengepungan Rumah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
Pada saat bersamaan para pembesar suku Quraisy sudah
bersiap-siap untuk melaksanakan rencana mereka yang mereka
siapkan sejak siang hari dengan sangat matang. Mereka telah
memilih 11 orang dari masing-masing suku untuk menunaikan
rencana pembunuhan tersebut. Ketika malam tiba, mereka
bergerakdengan mengintai rumah Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam, pembunuhan akan dilakukan ketika beliau tidur,
berdasarkan kesepakatan, mereka akan melakukan eksekusi
tersebut pada tengah malam, mereka sangat yakin rencana
tersebut akan berhasil dilakukan. Namun dibalik semua itu ada
Allah yang selalu melindungi HambaNya yang melindungi
kekasihNya dengan kehendakNya, Allah berfirman dalam QS Al-
Anfal ayat 30:
َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ َ َ َْ َ ُ ْ
َُّۗ‫َواِ ذَّ َي ْمك ُرَّ ِبكَّ ال ِذينَّ كفرواََّّ ِليث ِبتوكَّ اوَّ يقتلوكَّ اوَّ يخ ِرجوك‬

َ ْ ُْ َ ‫ه‬ ‫ََْ ُ ُ ْ َ ََْ ُ ُ ه‬


َّ ‫ن‬ ْ ٰ ُ َ
َّ ‫ُۗواّٰللَّخيرَّالم ِك ِري‬ ُ
َّ‫ويمكرونَّويمكرَّاّٰلل‬

Artinya: (Ingatlah) ketika orang-orang yang kufur


merencanakan tipu daya terhadapmu (Nabi Muhammad) untuk
menahan, membunuh, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu
daya dan Allah membalas tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik
pembalas tipu daya”. (QS Al-Anfal : 30)
Maka pada waktu yang sangat kritis tersebut, Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam memerintahkan kepada Ali bin Abi
Thalib untuk tidur di tempat tidurnya dengan menggunakan
selimutnya yang biasa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
gunakan. Setelah itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
keluar menerobos kepungan mereka yang saat itu Allah cabut
pengelihatan mereka sehingga tidak bisa melihat Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam keluar dari rumahnya. Bahkan beliau
sempat mengambil tanah dengan tanganya dan menuangkanya di
atas kepala mereka, Allah berfirman dalam QS Yasin : 9:
َ ْ ُ َ ْ ُ ٰ ْ َ ْ َ َ ًّ َ ْ ْ َ ْ ًّ َ ْ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ
َّ‫ا‬
َّ ‫وجعلناَّ ِمنَّْۢ بي ِنََّّاي ِدي ِهمَّ سداَّ و ِمنَّ خل ِف ِهمَّ سداَّ فاغشينهمَّ فهمَّ ل‬

َ
َّ ‫ص ُر ْو‬
َّ ‫ن‬ ُْ
ِ ‫يب‬

Artinya: “Kami memasang penghalang di hadapan mereka


dan di belakang mereka, sehingga Kami menutupi (pandangan)
mereka. Mereka pun tidak dapat melihat”. (QS Yasin : 9)
Kemudian pada malam itu juga, Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam, berjalan menuju rumah Abu Bakar emnjelang fajar.
Sementara para pemuda yang mengepung rumah Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam masih menunggu waktu yang tepat
untuk eksekusi tersebut, namun seseorang datang dan
memberitahukan kepada mereka bahwa Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam telah pergi melewati mereka semua tanpa dilihat
oleh mereka. orang itu juga mengatakan bahwa Rasulullah telah
menebarkan debu di atas kepala mereka, mereka pun sangat
terkejut mendapati debu di atas mereka. mereka kemudian
bergegas masuk ke rumah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
dan melihat seseorang yang sedang tidur emnggunakan selimut
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, tatkala selimut itu dibuka,
mereka mndapati Ali bin Abi Thalib yang berada di ranjang
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
3. Menetap 3 hari di Gua Tsur
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam keluar dari rumahnya
pada malam 27 Shafar tahun 14 kenabian. Lalu beliau
mendatangi rumah sahabatnya Abu Bakar As-Shiddiq lewat pintu
belakang mereka berdua segera bergegas berangkat untuk keluar
dari kota Mekah sebelum terbit Fajar. Rasululah memahami
sekali bahwa orang kafir Quraisy tidak akan membiarkanya
untuk Hijrah ke Madinah mereka pasti akan menempuh berbagai
cara untuk mencegah dan mengejar hijrah Nabi shalallahu alaihi
wasallam. Rasulullah dan sahabatnya terus berjalan hingga
kemudian mereka tiba di Gunung Tsur, Gunung yang tinggi
menjulang, curam dengan jalan yang terjal sehingga sulit untuk
di daki, lalu pada ketinggian tersebut mereka beristrirahat di
sebuah gua yang di kenal dengan Gua Tsur. Di dalam gua
tersebut mereka berdua menetap dan bersembunyi selama 3 hari
3 malam, Abdullah bin Abu Bakar mempunyai tugas untuk
menyampaikan informasi dari kaum Quraisy setiap malamnya,
dan menjelang ia kembali ke kota sehingga di pagi hari ia sudah
berada di tengah masyarakat Mekah tanpa menimbulkan
kecurigaan. Sementara itu Amir bin Fuhaira budak Abu Bakar
menggembala kambing di sekitar tempat tersebut untuk
menghilangkan jejak Abdullah bin Abu Bakar dan juga bertugas
untuk memberikan susu kambingnya kepada Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam dan Abu Bakar.
4. Menuju Madinah
Setelah upaya pencarian yang menjadi saimbara sudah mulai
mereda, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersiap-siap
berangkat menuju Madinah, sebelumnya beliu telah menyewa
seorang petunjuk jalan yang bernama Abdullah bin Uraiqith,
mereka berjanji untuk bertemu di depan gua Tsur setelah tiga
malam berikutnya dengan dua hewan tunggangan. Sementara itu
Asma’ binti Abu Bakar bertugas untuk menyiapkan perbekalan
untuk keduanya dalam Hijrah ke Madinah. Mereka berdua
bersama Abdullah bin Uariqith menuju ke arah Yaman, kemudian
ke arah barat menuju pantai, hingga sampai pada tempat yang
tidak biasa di lalui oleh orang-orang, mereka merubah rute
memutar melewati utara dekat laut merah untuk mengkelabui
orang-orang Quraisy yang masih mengejarnya. Ditengah
perjalanan mereka dikejar oleh Suraqah yang mengetahui rute
perjalanan mereka, namun setelah kuda sudah dekat dengan
mereka, beberapa kali kudanya tersungkur dan tidak lagi dapat
menlanjutkan pengejaran itu, Suraqah pun akhirnya menyerah
dan menghentikan pengejaran tersebut.
5. Singgah di Quba
Pada hari Senin 8 Rabiul Awwal tahun 14 kenabian atau
bertepatan dengan tahun pertama Hijriyah, Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam singgah di Quba sebelum melanjutkan
perjalananya ke Madinah, disana beliau menetap selama 4 hari
dan membangun masjid Quba, lalu sholat di sana, masjid inilah
yang pertama kai dibangun oelah Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam. Tak lama Ali bin Abi Thalib menyusul beliau dan
bertemu dengan Rasulullah di Quba, lalu pada hari Jumat
Rasulullah berangkat dari Quba menuju Madinah dengan
pengawalan dari Bani Najjar.
6. Masuk ke Kota Madinah
Selepas sholat Jumat di perkampungan bani Salim bin Auf
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memasuki kota Madinah,
sejak saat itu nama kota Yatsrib diganti menjadi Madinatur Rasul
(Kota Rasul), yang kemudian menjadi lebih terkenal dengan
sebutan kota Madinah Munawwarah. Beliau di sambut oleh kaum
muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar dengan penuh
kebahagiaan dan kegembiraan sambil melantunkan syair Thala’a
Al-Badru yang sangat terkenal. Setelah Rasulullah memasuki
kota Madinah, para sahabat dari kalangan Anshar pun berlomba
untuk menjadikan rumah mereka tempat singgah Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam, namun dengan bijaksana Rasulullah
meminta agar membiarkan untanya berjalan sendiri untuk
memeilihkan tempat untuknya. Setelah unta tersebut berhenti dan
berdekam kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
bertanya: “Siapakah pemilik rumah yang paling dekat dengan
tempat unta ini? Abu Ayyub berkata: “Saya wahai Rasulullah!,
kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam singgah di
rumah Abu Ayyub Al-Anshari.
Sampai disini berakhirlah periode pertama dari dakwah
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yaitu dakwah periode
Mekah.
2. Periode Dakwah Madinah
Periode dakwah Madinah adalah periode perjuangan dakwah
Nabi shalallahu alaihi wasallam di Madinah. Periode ini dimulai
setelah Nabi shalallahu alaihi wasallam memasuki kota Madinah
Periode ini juga di sebut sebagai periode pembinaan dan revolusi
politik53 di dalam masyarakat Madinah yang terdiri dari tiga golongan:
yang pertama adalah Kaum Muslimin yang terdiri dari kaum Muhajirin
(para sahabat yang berhijrah dari Mekah ke Madinah) dan kaum
Anshar (penduduk asli kota Madinah). Yang kedua, adalah Kaum
Musyrikin dan Munafik, di antara mereka yang memang sudah ragu
terhadap keyakinan nenek moyang mereka yang kemudian masuk
islam, dan tidak sedikit pula dari mereka yang masih memusuhi islam
dan memiliki dendam kepada islam, sehingga mereka berpura-pura
masuk islam karena melihat islam di Madinah yang semakin kuat, dan
masih menyembunyikan ke kufuran di hati mereka, mereka itulah
kemudian disebut sebagai orang Munafik, yang dipimpin oleh
Abdullah bin Ubay bin Salul. Dan yang ketiga, Kaum Yahudi, mereka
adalah kaum yang berasal dari ras Yahudi yang sudah bercampur baur
dengan masyarakat arab di Madinah, namun mereka masih berpegang
teguh dengan aturan-aturan dan adat serta keyakinan mereka.
merekalah yang selama ini mengusai perekonamian di Madinah dan
dikenal dengan kaum yang banyak memiliki keahlian. Maka
kedatangan islam ke Madinah tentunya membuat merka terancam serta
menyebabkan kebencian dan kedengkian terhadap Islam dan kaum
Muslimin. Beberapa Kabilah Yahudi yang terkenal di Madinah antara
lain: Bani Qunaiqa’, Bani Nadzir, dan Bani Quraizhah.

53
Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014) h. 28
Setiap kaum yang sudah penulis sebutkan di atas tentunya
memiliki ideologi dan karakteristik masing-masing yang tentunya juga
membutuhkan sentuhan dakwah yang berbeda juga dalam rangka
menyatukan dan membentuk masyarakat yang baru, masyarakat yang
kompak dan kuat. Berikut penulis sampaikan periode dakwah Madinah
yang penulis batasi sebelum perintah berjihad, sehingga pembahasan
tidak terlalu panjang yang juga berhasil penulis rangkum dari kitab
Siroh terbaik yaitu kitab Ar-Rahiq Al-Makhtum karya Shafiyurrahman
Al-Mubarakfuri.
1. Membangun Masjid
Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam setibanya di Madinah adalah membangun masjid
Nabawi, yang di bangun di tempat berhentinya unta Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam di tanah yang beliau beli dari kedua
anak yatim. Pembangunan masjid dimulai dan Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam ikut serta dalam pembangunan masjid
tersebut yang tentunya menambah semangat para sahabat untuk
lebih giat dalam kerja bakti. Kiblat masjid mengarah ke Baitul
Maqdis sebelum turun ayat perubahan arah Kiblat 17 bulan
setelah hijrahnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Setelah
selesai membangun masjid, Rasulullah kemudian membangun
perumahan untuk istri-istrinya tepat di sampaing masjid Nabawi.
Masjid saat itu tidak hanya digunakan untuk shalat saja,
melainkan juga digunakan untuk tempat berkumpul dan
membicarakan berbagai hal penting serta digunakan untuk
menyelesaikan perkara di antara meraka. Selain itu juga
digunakan untuk tempat tinggal bagi kaum Muhajirin yang tidak
mendapatkan tempat tinggal atau sanak saudara di Madinah.
2. Mempersaudarakan antara kaum Muhajrin dan Anshar
Langkah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berikutnya
adalah mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Kejadian tersebut berlangsung di rumah Anas bin Malik yang
saat itu berkumpul 90 orang dari kalangan Muhajirin dan Anshar.
Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
mempersaudarakan mereka satu persatu untuk saling tolong
menolong dan saling mewarisi, sehingga turun ayat mengenai
persaudaraan ini:

ْ
َ َّ ُ َ ‫ه‬ ‫ه‬ ٰ
ْ ْ َ ٰ َْ ْ ُ ُ َْ َ َْْ ُ ُ
َ
َّ‫ُۗانَّ اّٰللَّ ِبك ِلَّ شيء‬
ِ َّ‫اّٰلل‬
ِ َّ‫َّكت ِب‬
ِ ‫امَّ بعضهمَّ اولىَّ ِببعضَّ ِفي‬
ِ ‫واولواَّ الارح‬

َ
َّ َّࣖ‫ع ِل ْي ٌم‬

Artinya: Dan Orang-orang yang mempunyai hubungan


kerabat itu sebagiannya lebih berhak bagi sebagian yang lain
menurut Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. (QS Al-Anfal : 75)
Maka setelah turun ayat ini, waris hanya diberikan kapada
kerabat akat tetapi persaudaraan mereka tetap masih berlaku.
Persaudaraan antara mereka benar-benar diwujudkan oleh
kedua belah pihak dengan sungguh-sungguh, kaum Anshar
sangat besar perhatianya terhadap saudaranya dari kaum
Muhajirin. Mereka sangat mengasihi dan mencintai saudaranya,
mengorbankan hartanya, bahkan mereka kaum Anshar lebih
mementingkan keperluan saudaranya dari kaum Muhajirin
walaupun sejatinya mereka juga membutuhkanya. Sementara
kaum Muhajirin menerimanya dengan sewajarnya dan seperlunya
saja tanpa berlebih lebihan dan tidak menjadikan sebagai
kesempatan untuk memanfaatkan persaudaraan tersebut.
Tindakan persaudaraan ini sangat efektif dalam mengatasi
masalah kesenjangan sosial antara kaum Muhajirin dan Anshar.
3. Perjanjian Islam dan Pembinaan Akhlak
Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengadakan
perjanjian antar sesama muslim dan sebuah komitmen antara
mereka. adan 16 poin perjanjian yang secara umum berisi
mengenai perintah untuk saling tolong menolong, larangan
mendzolimi satu sama lain, menjaga kehormatan, menjaga jiwa
dan menjadikan Allah dan RasulNya sebagai rujukan dari segala
perselisihan di antara mereka. Dengan adanya perjanjian tersebut
kekuatan sendi-sendi masyarakat semakin kuat, bahkan tidak
hanya itu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam juga mendidik
para sahabat untuk menjadi pribadi mu’min yang berkuatlitas,
berjiwa suci, berakhlak mulia, menanamkan kasing sayang di
antara mereka. memper erat tali persaudaraan, giat dalam
beribadah dan taat kepada Allah.
Ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam mengenai Islam yang baik,
Rasulullah menjawab:
ْ َ ُ
َ ‫قرئَّالس‬ ُ َ ُ
.‫ف‬
َّ ‫َّومنَّلمَّتعر‬
ِ ‫لامَّعلىَّمنَّعرفت‬ ‫َّوت‬،‫عام‬ َُّ
َّ ‫طعمَّالط‬ ‫ت‬

Artinya: “Memberi makan dan memberi salam baik kepada


orang yang kamu kenal atau tidak”.
Dalam hadis yang lain Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
juga bersabda:
ُ َ ٌ ُّ َ َ َ ْ ُ َّ
َّ‫لوا‬
َّ ‫يامَّتدخ‬ َّ ُ
َّ ِ‫والناسَّن‬َّ‫يل‬
َّ ِ ‫مواَّالطعام وصلواَّبالل‬
َّ ‫َّوأطع‬
ِ ‫شواَّالسلام‬ َّ ‫أيُّهاَّالن‬
‫اسَّأف‬

َ َ
َ ‫الجنة‬
.َّ‫َّبسلام‬

Artinya: “Wahai manusia, seberkanlah salam, dan berikanlah


makanan, dan sholatlah di waktu malam selagi yang lain masih
tertidur, maka engkau akan masuk Syurga dengan selamat”.54
Dan di antara sabdanya kuwajiban untuk berbuat baik kepada
tetangganya
ْ
ُ َ َ ُ ُ
..‫وائق َّه‬‫ب‬ََّّ
‫ه‬ ‫جار‬َّ‫ن‬َّ ُ َ
‫م‬ ‫أ‬ َ َّ‫لاَّ َي ْد ُخ ُلَّال َجن َة ََّمنَّلا‬
‫ي‬
ِ

Artinya: “Tidak akan masuk Syurga orang yang


tetangganya tidak aman dari kejahatanya”.55

َّ .‫هَّويده‬
ِ ‫سلمَّالمسلمونَّمنَّلسا ِن‬ َُّ
ِ َّ‫المسلمَّمن‬

Artinya: “Seorang muslim yang baik adalah orang muslim


lainya yang selamat dari lisan dan tanganya”.56

ُّ ‫لأخيهَّماَّي‬ ُ ُ
َّ .‫َّلنفسه‬
ِ ‫حب‬ َّ ََّّ‫حتىَّيحب‬
َّ َّ‫لاَّيؤمنَّأحدكم‬

Artinya: “Tidak sempurna keimanan seseorang sahingga ia


mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri”.57
Dan masih banyak sekali hadis-hadis Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam yang lainya yang sangat besar pengaruhnya

54
HR Ibnu Hibban
55
HR At-Tabrani
56
HR Muslim
57
HR Al-Bukhari
dalam menciptakan pola hubungan yang baik di tengah
masyarakat muslim Madinah. Sehingga masyarakat pada zaman
sahabat menjadi zaman keemasan yang manjadi panutan
sepanjang sejarah hingga hari kiamat. Hal ini terjadi karena
mereka mendapatkan pendidikan rohani langsung dari Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam selain sebagai Nabi dan Rasul beliau
juga berperan sebagai pemimpin yang agung, berwibawa, dan
berakhlak mulia, sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat
Madinah bahkan bagi sesmesta alam.
4. Perjanjian dengan Kaum Yahudi Madinah
Keberadaan dan peran masyarakay Yahudi sebagai salah satu
bagian kota Madinah tidak dapat dipungkiri, walaupun sejatinya
mereka sangat membenci Islam dan kaum Muslimin, tapi pada
masa itu mereka menyembunyikan kebencian tersebut dan tidak
menampaka permusushan. Karena itu Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam perlu mengadakan perjanjian dengan mereka
untuk semakin menguatkan pondasi masyarakat Madinah yang
memang hidup saling berdampingan. Inti perjanjian Raslullah
shalallahu alaihi wasallam dengan mereka adalah untuk saling
menjaga keamanan bersama, saling menasehati, saling membantu,
bersama sama melindungi Madinah dari serangan musuh,
menghormati kepercayaan masing-masibg dan tidak boleh
menyerang atau saling memusuhi, dan jika ada pertikaian di
antara mereka, maka rujukanya adalah Allah dan RasulNya.
Dengan demikian selesailah Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam dalam membentuk satu masyarakat yang sangat ideal
sehingga memenuhi syarat untuk di sebut sebagai sebuah tatanan
Negara yag berdaulat di Madinah, dengan kekuasaan yang sah
dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebagai
pemimpinya.58

58
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Kairo: Dar A-
Wafa’, 2010), h. 84

Anda mungkin juga menyukai