dan ( آيatau )آايي.1 Adapun menurut Istilah, ayat adalah bagian dari Al-
1
Majma`ul Lughah Al-`Arabiah, Al-Mu`jam Al-Wasith, bab hamzah, (Kairo:
Majma`ul Lughah Al-`Arabiah, 1429 H), cet. 4, h. 35.
2
Ahmad Izuddin Khalfullah Al-Burhan fii Taujih Mutasyabih Al-Qur’an, (Kairo:
Dar Al-Wafa’), h. 240
3
Majma`ul Lughah Al-`Arabiah, Al-Mu`jam Al-Wasith, h. 836
4
Abdullah bin Hisyam, Audhahul Masalik ila alfiyat ibn Malik, bab na`t, (Beirut:
Dar Ibn Hazm, 1429 H) cet. 1, h. 140
Sedangkan penambahan huruf Al-Ta’ Marbuthoh pada akhiranya
karena kata tersebut di nisbatkan pada kata ayat yang menunjukan female
atau Muannats. Sehingga jadilah istilah Ayat Kauniyah yang apabila
diartikan secara harfiyah berdasarkan makna masing-masing kata tersebut
menjadi: “Tanda-tanda yang berbicara tentang segala hal-hal yang
nampak yang bisa di rasakan dan saksikan oleh panca indera.5
Adapun definisi ayat kauniyah adalah: “Setiap komponen yang
dinisbatkan kepada makhluq yang berwujud yang telah Allah ciptakan
seperti langit, bumi dan seisinya dari makhluk hidup. Dan setiap makhluk
hidup mulai dari dzatnya, sifatnya, dan karakteristiknya termasuk dalam
definisi ayat kauniyah”.6
2. Urgensi Ayat-ayat Kauniyah menurut para ulama.
Ayat-ayat kauniyah memiliki posisi yang sangat penting dalam Al-
Qur’an. Hal ini dapat dilihat dari kuantitas ayat-ayat Al-Qur’an yang
membicarakan tentang fenomena alam. Di dalam Al-Qur’an terdapat
lebih dari 750 ayat yang menunjuk pada fenomena alam. Jika
dibandingkan dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum, maka
ayat-ayat kauniyah ini jauh lebih banyak jumlahnya. Hal ini
sesungguhnya menunjukkan betapa urgennya memahami ayat-ayat kauniyah
sebagai proses pemahaman terhadap alam raya dan segenap isinya.
Andi Rosadisastra dalam kitabnya, Tafsir Ayat Kauniyah Relasi
Metode Saintifik dengan Tafsir Al-Qur’an menyebutkan beberapa fungsi
ayat kauniyah hasil temuan para ulama dan ilmuan, diantaranya, yang
pertama, didasarkan kepada fungsi Al-Tabyin yaitu menjelaskan teks Al-
Qur’an dengan perangkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang
5
Akhmad Rusydi, “Tafsir Ayat Kauniyah”, Jurnal Ilmiyah Al-Qalam 8, no. 17,
[2016]: h. 122
6
Abdul Majid Muhammad Alwan, Tesis: “Al-Ayat Al-Kauniyah Disrosah
Aqodiyah”, h. 24
dikemukakan oleh sang mufassir dalam konteks perkembangan ilmu.
kekurangannya, seringkali terjadi ketidaksinkronan antara ayat yang
dipilih dengan tema sains yang dijelaskan. Yang kedua, didasarkan
kepada fungsi I’jaz yaitu, pembuktian atas kebenaran teks Al-Qura’an
menurut teori ilmu pengetahuan atau teknologi (IPTEK) yang selanjutnya
dapat memberikan stimulan atau dapat ditindaklanjuti oleh para ilmuwan
dalam meneliti (investigasi) Observasi ilmu pengetahuan lewat penafsiran
teks teks Al-Qura’an. kekurangannya, seringkali menjadi justifikasi
bahwa ayat Al-Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan, dengan
kenyataan bahwa teori sains Justru malah lebih dahulu muncul dari isi
penafsirannya yang dikaitkan dengan ayat tertentu. Dan yang ketiga,
didasarkan kepada fungsi istikhraj al-alim yaitu: hasil penafsiran atas teks
atau ayat-ayat Al-Qur’an mampu memberikan isyarat bagi lahirnya teori
ilmu pengetahuan atau teknologi dalam (iptek). kekurangannya, masih
sulit dilakukan untuk mendapatkan fungsi ini, karena memang
mengharuskan memiliki dua keilmuan yang mumpuni dan memadai di
kedua bidang ilmu yang dimaksud (Ilmu Tafsir dan ilmu terkait Bidang
sains yang dibahas).7
Adapun pendapat para ulama mengenai Urgensi ayat-ayat
kauniyah, penulis mencoba mengkaji beberapa pendapat para ulama yang
berbicara mengenai Urgensi ayat kauniyah sebagai berikut:
7
Andi Rosadisastra, Tafsir Ayat Kauniyah Relasi Metode Saintifik dengan Tafsir
Al-Qur’an, (Serang: CV Cahaya Minolta, 2014).
pembahas yang mengaitkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan teori ilmiah
yang berubah-ubah dan mereka mengambil faedah dalam keterasingan
mereka terhadap tafsir ayat Al-Qur’an dengan pembahasan ilmiah
secara umum. Seakan-akan mereka selalu ingin mengaitkan seluruh
yang berkaitan dengan ilmu dalam medan hipotesa terhadap Al-Qur’an
sebagai kitab petunjuk dan mukjizat”.8 Beliau melanjutkan
“bahwasanya proses tafsir ayat kauniyah adalah mengambil faidah dari
perkembangan ilmu pengetahuan guna memahami berbagai ayat
tentang alam (kauniyah) atau ayat tentang psikologi yang terdapat
dalam Al-Qur’an lalu berusaha untuk menyingkap petunjuk ayat yang
dimaksud dengan hakikat ilmu dan teori ilmiah yang membatasi para
ahli”.9
Dari pernyataannya Ali Iyazzi diatas, jadi nampaknya beliau
menerima lahirnya sebuah teori ilmiah dari hasil penafsiran terhadap
suatu ayat atau fungsi istikhraj al-‘alim dengan catatan bahwa Bahwa
hal itu adalah sebatas penafsiran yang dibatasi oleh terbatasnya teori
ilmiah, sehingga jika didapati adanya kekeliruan dalam teori ilmiah
yang dikeluarkan dari hasil penafsiran ayat Al-Qur’an maka yang
keliru adalah si penafsirnya disebabkan terbatasnya teori ilmiah atau
wawasan sang mufassir tentang ilmu pengetahuan (termasuk
teknologi), bukan keseluruhan atas teks Al -Qur’an yang tersebutOleh
karena itu, diperlukan adanya kerjasama antara ilmuwan dengan ulama
ahli tafsir, atau dalam bahasa lain diperlukan dua paradigma sekaligus
jika hendak menafsirkan Al-Qur’an terutama ayat-ayat kauniyah atau
ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan atau teori ilmiah
yaitu paradigma ilmu pengetahuan atau sains yang terkait dengan ayat
8
Muhammad Ali Iyyazi, Al-Mufassirun Hyatuhum wa Manhajuhum, (Teheran:
Wizarat Al-Tsaqofah wa Al-Irsyad Al-Islami,1966, Jilid 1), cet. 1, h. 127
9
Al-Mufassirun Hyatuhum wa Manhajuhum, Ibid, h. 128 - 130
dan paradigma teori penafsiran ayat Al-Qur’an atau Ulumul Quran,
agar produk penafsiran atau hasil penafsiran mufassir terhadap ayat-
ayat kauniyah itu sendiri tidak jauh dengan ma’na atau tujuan
diturunkanya ayat tersebut.
10
Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman fii Tafsir
Kalam Al-Manan, (Riyadh: Dar As-Salam Li An- nasy wa At-Tauzi’ 2002), Cet. 2, h.
74
bahwa mereka itu diciptakan untuk sesuatu yang benar, dan
bahwasanya semua itu adalah lembaran-lembaran ayat, kitab-kitab, dan
dalil-dalil atas apa yang dikabarkan oleh Allah tentang diri-Nya dan
keesaan-Nya, dan apa yang dikabarkan oleh para rasul tentang hari
kiamat, dan bahwasanya semua itu adalah hal-hal yang ditundukkan,
yang tidak sulit bagi dzat yang mengatur dan mengelolanya. Maka
dapat engkau ketahui bahwa alam atas maupun alam bawah, semuanya
membutuhkan-Nya dan bergantung kepada-Nya, dan bahwa Dia adalah
Dzat Yang Maha kaya secara pribadi dari seluruh makhluk. Tiada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan tiada rabb selain-
Nya”.11
11
Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman fii Tafsir
Kalam Al-Manan, Ibid h.74
12
Abu bakar Jabir Al-Jazairi, Aisaru At-Tafasir Likalami Al‘Aliy Al-Kabir,
Jilid 1, (Riyadh: Rasm Liddi’ayah wa I’lan, 1990), Cet. 3, h. 140
Kemudia beliau melanjutkan 6 ayat kauniyah yang terdapat
dalam QS Al Baqarah ayat 164 sebagai berikut, “Pertama, penciptaan
langit dan bumi merupakan penciptaan yang agung, hanya bisa
dilakukan oleh Dzat yang Maha Mampu melakukan segala sesuatu.
Kedua, pergantian siang dan malam serta waktunya, yang ini panjang
dan yang itu lebih pendek. Ketiga, melajunya kapal-kapal di lautan
dengan bentuk yang begitu besar, membawa beratus-ratus ton barang
dan hal yang bermanfaat bagi manusia dalam kehidupannya. Keempat,
turunnya hujan dari langit yang bermanfaat bagi kehidupan bumi
dengan tumbuh-tumbuhan dan tanaman-tanamannya setelah
sebelumnya mati. Kelima, berhembusnya angin baik berupa angin
panas atau dingin, membantu pernyerbukan tanaman dan terkadang
tidak, bertiup ke timur dan barat, ke selatan dan utara sesuai dengan
kebutuhan manusia dan yang diminta dalam hidupnya. Keenam, awan
yang berada di antara langit dan bumi, keberadaannya dan wujudnya di
suatu daerah ke daerah lain, agar dapat menurunkan hujan di sini dan
tidak turun hujan di daerah lain sesuai kehendak Allah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Pada ayat-ayat ini terdapat enam petunjuk yang besar dan dalil
yang kuat terhadap wujud Allah Ta’ala, ilmu dan kekuasaan-Nya serta
hikmah dan rahmat-Nya. Allah Rabb semesta alam, ilah bagi orang-
orang yang pertama dan datang kemudian tidak ada Rabb dan Ilah
selain-Nya.13
d. Wahbah Az-Zuhaili (1436 H)
Beliau dalam kitabnya At-Tafsir Al-Wajiz dalam menafsirkan
ayat kauniyah QS Al Baqarah ayat 164 mengatakan: “Sesungguhnya
13
Abu bakar Jabir Al-Jazairi, Aisaru At-Tafasir Likalami Al‘Aliy Al-Kabir, Jilid
1, (Riyadh: Rasm Liddi’ayah wa I’lan, 1990), Cet. 3, h. 140
dalam penciptaan langit, bumi dan sesuatu di antara keduanya berupa
makhluk-makhluk yang menakjubkan, perbedaan siang dan malam
dengan adanya penerangan dan kegelapan, panas dan dingin, panjang
dan pendek, pergantian antara keduanya, perahu yang berlayar di bumi
agar bisa dimanfaatkan manusia untuk dinaiki, membawa barang, dan
lain-lain, hujan dan hawa dingin yang diturunkan oleh Allah melalui
awan yang kemudian Dia menghidupkan bumi dengan tanam-tanaman
setelah mengalami kegersangan, berbagai jenis hewan yang tersebar di
penjuru bumi, pergerakan angin ke seluruh penjuru arah, dan awan
yang tunduk kepada perinta Allah. Sesungguhnya dalam semua itu
terdapat dalil-dalil atas keberadaan dan keesaan Allah SWT bagi kaum
yang mau berpikir.14
ْ َ ُ ُ ٰ َ ُ
َ ََ ً ُ ُ َ الَّذيْ َنَّ َي ْذك ُر ْو َنَّ ه
َّاّٰللَّ ِق َي ًاماَّ وقع ْوداَّ وعلىَّ جن ْو ِب ِه ْمَّ َو َيتفك ُر ْونَّ ِف ْيَّ خل ِقَّ الس ٰم ٰو ِت ِ
َ َ َ َ َ ٰ ْ ُ ً َ َ ٰ َ َْ َ َ َ َ
َ اَّع َذ َْْ َ
َّ ار
َِّ ابَّالن اطلاَِّۚسبحنكَّف ِقن
ِ والار ِضَِّۚربناَّماَّخلقتَّهذاَّب
14
Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Wajiz, (Demaskus: Dar Al-Fikr), h. 26
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din,
15
16
QS Ali Imron: 191
17
Abu Al-Qasim Ali bin Ishaq bin Khalaf Al-Baghdadi, seorang penyair yang
terkenal dengan “Az-Zahiy”, meninggal pada tahun 352 H di Baghdad. Lihat
https://www.taraajem.com/persons. Diakses pada 29 Juni 2022. Pukul 21.38 WIB
18
Abu Sulaiman Daud bin Nusair At-Tha’I Al- Kufi, seorang alim ulama yang
terkenal di zamanya, seorang Faqih, Ahli Hadis dan Zuhud, meninggal di kufah
tahun 166 H. Lihat https://tarajm.com/people/10133. Di akses 29 Juni 2022. Pukul
21.57 WIB
rumahnya adalah maling, dan tatkala pemilik rumah itu mengetahui
bahwa yang jatuh ke dalam rumahnya adalah Daud At-Tha’i ia pun
memasukan pedangnya ke sarungnya, ia pun bertanya kepada Daud At-
Tha’i, apa yang membuatmu jatuh dari atas atap rumah ke dalam
rumahku? Lalu Daud At-Tha’i pun menjawab, aku tidak sadar jikalau
diriku sudah terjatuh.19
19
bu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, h.
1800
20
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Tafsir Al-Quran Al-Karim Surat Fushilat,
(Al-Qasim: Muasasah As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Al-Khairiyah,
2017), cet. 1, h. 331 - 332
yang diturunkan di Mekah, dan Surah Madaniyah adalah Surah yang
diturunkan di Madinah. Yang kedua,dan ini pendapat yang lebih kuat,
bahwasanya Surah Makiyah diturunkan sebelum hijrah walaupun turunya
diluar mekah, dan Surah Madaniyah diturunkan setelah hijrah walaupun
turunya di Mekah. Yang ketiga, Surah Makiyah berisi seruan kepada
penduduk Mekah, adapun Surah Madaniyah berisi seruan kepada
penduduk Madinah, Surah Makiyah biasanya diawali dengan seruan ياأيها
21
Imam Az-Zarkasyi, Al-Burhan fii Ulumil Quran, (Kairo: Dar Al-Hadis,2006)
h. 132
22
Imam Az-Zarkasyi, Al-Burhan fii Ulumil Quran, (Kairo: Dar Al-Hadis,2006)
h. 133
Madaniyah, Surah-surah Makiyah terdiri dari 85 Surah, adapun Surah-
surah Madaniyah terdiri dari 29 Surah. Berikut pembagian surah Makiyah
sesuai urutan turunya surah adalah sebagai berikut: Al-Alaq, Nun, Al-
Muzammil, Al-Mudatsir, Al-Lahab, At-Takwir, Al-A’la, Al-Lail, Al-Fajr,
Ad-Dhuha, Al-Insyirah, Al-Asr, Al-Adiyat, Al-Kautsar, At-Takatsur, Al-
Ma’un, Al-Kafirun, Al-Fil, Al-Falaq, An-Nas, Al-Ikhlas, An-Najm, Abasa,
Al-Qadr, Asy-Syams, Al-Buruj, At-tin, Al-Quraisy, Al-Qari’ah, Al-
Qiyamah, Al-Humazah, Al-Mursalat, Qaf, Al-Balad, At-Tariq, Al-Qamar,
Shad, Al-A’raf, Jin, Yasin, Al-Furqan, Fatir, Maryam, Taha, Al-Waqiah,
Asy-Syuara, An-Naml, Al-Qashash, Al-Isra’, Yunus, Hud, Yusuf, Al-Hijr,
Al-‘Anam, Ash-Shofat, Luqman, Saba’, Az-Zumar, Ghafir, Fussilat, Asy-
Syuro, Az-Zukhruf, Ad-Dukhan, Al-Jatsiyah, Al-Ahqaf, Adz-Dzariyat, Al-
Ghasyiyah, Al-Kahf, An-Nahl, Nuh, Ibrahim, Al-Anbiya, Al-Mu’minun,
As-Sajdah, At-Tur, Al-Mulk, Al-Haqqah, Al-Ma’arij, An-Naba’, An-
Naziat, Al-Infithor, Al-Insyiqaq, Ar-Rum, Al-‘ankabut, dan Al-Muthofifin.
Adapuan pembagian surah Madaniyah sesuai urutan turunya
surathdi Madinah sebagai berikut: Al-Baqarah, Al-Anfal, Ali-Imran, Al-
Ahzab, Al-Mumtahanah, An-Nisa, Az-Zalzalah, Al-Hadid, Muhammad,
Ar-Ra’d, Ar-Rahman, Al-Insan, At-Talaq, Al-Bayyinah, Al-Hasyr, An-
Nasr, An-Nur, Al-Haj, Al-Munafiqun, Al-Mujadalah, Al-Hujurat, At-
Tahrim, As-Shaff, Al-Jumuah, At-Taghabun, Al Fath, At-Taubah dan Al-
Maidah.
Itulah pembagian surah sesuai dengan tempat turunya dan sesuai
urutan turunya surah. Kemudian para ulama tafsir berbeda pendapat
mengenai status surah Al-Fatihah, sahabat Ibnu Abbas, dilanjutkan oleh
para Tabi’in seperti Dhohak, Muqatil dan Al-Atho’ mengatakan
bahwasanya surah Al-Fatihah termasuk surah Makiyah, adapun Imam
Mujahid seorang Tabi’in di Madinah mengatakan surah Al-Fatihah adalah
surah Madaniyah.23
Setelah mengelompokan Surah Makiyah dan Madaniyah sesuai
urutan turunya surah, barulah dapat dilakukan pemetaan Ayat-ayat
Kauniyah dalam Surah Makiyah dan Ayat-ayat Kauniyah dalam surah
Madaniyah. Prof. Agus Purwanto seorang ahli Fisika Teoretis Universitas
Hiroshima Jepang dalam bukunya Ayat-Ayat Semesta mengatakan setelah
dia membaca langsung Al-Quran dan terjemahanya, kemudian kemudian
mengambil ayat yang berhubungan dengan alam seperti kata air, api, batu,
bulan, bumi, langit, matahari, zarrah dan yang lainya, beliau menemukan
ada 1.108 ayat yang berbicara mengenai ayat-ayat Kauniyah24. angka ini
tentunya berbeda secara signifikan dengan angka yang dikemukakan oleh
Syaikh Thanthawi dalam kitabnya Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an al-
Karim yang hanya menemukan kurang lebih 750 ayat-ayat Kauniyah.
Namun beliau kemudian memilah ayat-ayat Kauniyah yang menuntun
pada konstruksi ilmu kealaman dan mana yang bukan. Karena tidak
semua ayat yang memuat elemen alam disebut ayat kauinyah, dan setelah
dipilah ayat-ayat kauniyah yang dikemukakan Agus Purwanto dalam
bukunya berjumlah 815 ayat.
Kemudian setelah penulis melakukan pengamatan dan
pengelompokan ayat-ayat kauniyah dari 815 ayat yang dikemukakan oleh
Prof. Agus Purwanto dalam bukunya Ayat-ayat Semesta, penulis
menemukan ada 687 ayat kauniyah dalam surah makiyah, dan ada 128
ayat Kauniyah dalam surah madaniyah,
23
Imam Az-Zarkasyi, Al-Burhan fii Ulumil Quran, (Kairo: Dar Al-Hadis,2006)
h. 136 - 137
24
Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta: Sisi Al-Qur’an yang Terlupakan
(Bandung: Mizan, 2008), h. 29.
B. Perkembangan Metodologi Dakwah
1. Dakwah Etimologi dan Terminologi
Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa), dakwah berasal
dari bahasa arab, yaitu – يدعو – دعوة دعىyang mempunyai beberapa ma’na
25
Majma’ Al-Lughoh Al-Arobiyah, Al-Mu’jam Al Wasit, (Kairo: Maktabah As-
Syuruq Ad-Dauliyah, 2004), cet. 4, h. 286
jihad fi sabilillah, untuk mewujudkan dan menegakan syariat Allah di atas
muka bumi ini.26
Beliau juga menambahkan bahwasanya dakwah adalah usaha
orang yang beriman dalam mewujudkan ajaran atau syariat islam secara
kaffah (sempurna) serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,
juga aktivitas seorang muslim dalam menguatkan aqidah serta hubungan
vertikal yaitu hubungan hamba dengan tuhanya, dan hubungan horizontal
yaitu hubungan antara manusia baik dalam ruang lingkup secara khusus,
seperti individu, keluarga dan masyarakat serta dalam ruang lingkup
secara global yaitu seluruh ummat islam di dunia untuk meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat.27
Prof. DR. Tutty A.S, menulis tentang definisi dakwah adalah
proses transaksional untuk terjadinya perubahan perilaku individual yang
bernilai positif melalui proses-proses komunikasi, persuasi, dan
pembelajaran yang berkelanjutan (Nur, n.d.).28
26
Sayyid Qutub, Fi Zhilal Al-Qura’an, (Beirut: Dar Al Syuruk 1994), cet 3, h.
1493
27
Ibid, h. 689
28
Nur, D. M. (n.d.). DAKWAH TEORI, DEFINISI DAN MACAMNYA.
penyakit rohani, ia juga harus mampu menjadi seoarang pemimpin dalam
masyarakat, menjadi suri tauladan yang baik. Jika seorang politikus
adalah pemimpin dan tokoh masyarakat yang hanya memberikan manfaat
dunianya, maka seorang da’I adalah pemimpin dan tokoh masyarakat
yang memberikan manfaat dunia dan akhirat. Maka para da’I kemudian di
harapkan untuk dapat membangun peradaban di tengah masyarakat,
mampu melahirkan generasi Rabbani, sehingga dapat memberikan
pengaruh yang signifikan dalam agamanya dan dalam negaranya.29
Ahmad Muhammad jamil dalam kitabnya menuliskan “Pengertian
dakwah sering di pahami dengan pengertian yang sempit, seperti hanya di
artikan sebagai nasehat, ceramah, dan pidato di masjid-masjid saja,
padahal hakikat dakwah mempunyai makna yang sangat luas. Dakwah
adalah kata-kata baik, perilaku baik dan ajakan untuk berbuat baik
kapanpun dan dimanapun, medan dakwah juga tentunya tidak terbatas
hanya di masjid saja, tapi sesungguhnya medan dakwah sangatlah luas,
seperti di perguruan tinggi, instansi pemerintahan yang sejatinya perlu
adanya perbaikan dalam sistemnya, kemudian di pasar, mall serta setiap
tempat yang memerlukan adanya islah, atau perbaikan karena tidak sesuai
dengan norma serta nilai-nilai islami, sehingga dakwah dapat
mewujudkan tujuanya yaitu penerapan syariah dalam kehidupan
bermasyarakat dari segi Aqidah maupun akhlaq.30
Adapun menurut Prof. Dr. Achmad Mubarak, dakwah secara
umum adalah usaha mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain agar
mereka bersikap serta mempunyai perilaku seperti apa yang diinginkan
atau di dakwahkan oleh da’I, maka setiap da’I dari masing masing agama
29
Al-Bakhi Al-Khuli, Tadzkirat Ad-Duat, (Kuait: Maktabah Al Falah, 1979), h.
7-8
30
Ahmad Muhammad Jamil, Qadlaya Mu’ashirah Fi Muhkamat Al-Fikr Al-
Islami, (Kairo: Dar Al-Shahwat, 1980), h. 57-58
ataupun kelompok pasti berusaha dapat mempengarui orang lain agar
memiliki sikap atau memiliki tungkah laku sesuai dengan ajaran mereka.
Dengan demikian pengertian dakwah islam adalah aktifitas atau usaha
untuk mempengarui orang lain atau mad’uwwin agar memiliki sikap atau
memiliki tungkah laku sesuai dengan ajaran islam.31
Dengan demikian, dari beberapa definisi yang di berikan oleh para
ulama, maka penulis mendefinisikan dakwah adalah sebuah proses ajakan
atau seruan kepada manusia untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
serta berkomitmen dengan keinmananya tersebut untuk terus beramal
sholih menjalankan perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang Allah,
didasari dengan hikmah atau ilmu dan dengan cara yang baik, serta
membantah apa yang dituduhkan kepada islam dengan cara yang baik
pula.
َّ بلغواَّعنيَّولوَّآية
31
Nur, D. M. (n.d.). DAKWAH TEORI, DEFINISI DAN MACAMNYA.
Yang artinya: “Sampaikanlah dariku (Rasulullah SAW) walaupun
hanya satu ayat.32
Maka kuwajiban menyampaikan pesan Nabi Muhammad SAW
atau kuwajiban berdakwah bukan hanya pekerjaan para da’I, akan tetapi
kuwajiban setiap muslim atau Muslimah, karean perintah hadis diatas
adalah sebuah perintah secara umum, tidak hanya ditujukan kepada
seorang da’I saja. Maka hendaknya kita memperhatuikan perintah hadis
tersebut, meski para ulama mengatakan bahwa perinyah tersebut tidak
menunjukan kepada kuwajiban.
Strategi dakwah di zaman Nabi Muhammad SAW tentunya
berbeda dengan zaman kontemporer atau zaman sekarang ini, terlebih jika
kita melihat sarana dakwah yang digunakan untuk sekarang ini, Namun
esensi dakwah di zaman Nabi saw dan sekarang tetap sama, dengan
tujuan dakwah nabi dan para sahabat serta salaf as-shalih yaitu menyeru
kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Dakwah di zaman
Nabi SAW tentunya belum menggunakan media dakwah atau sarana
komunikasi yang canggih, berbeda dengan era sekarang yang
menggunakan sarana komunikasi dakwah semakin canggih yang
mengikuti perkembangan zaman. Sarana seperti ini dalam satu sisi, dapat
memperlancar dan memaksimalkan kegiatan dakwah. Semakin lancar dan
cepat kegiatan dakwah, maka agama Islam semakin tumbuh, menyebar,
dan berkembang ke seluruh negeri bahkan penjuru dunia sekalipun.
Sebaliknya bila kegiatan dakwah melambat maka berarti denyut jantung
agama Islam melemah. Dengan demikian, kegiatan dakwah, merupakan
kewajiban bagi setiap orang, dan secara kelembagaan ditangani oleh para
pengembang dakwah, para dai, para muballig dalam usaha internalisasi,
transmisi, dan transformasi pesan-pesan ajaran dīn al-Islām.
32
HR Al-Bukhari
Aktualisasi dakwah di tengah-tengah masyarakat, haruslah
didasarkan pada pada kondisi mad’uwwin atau audience, dan dengan
berbagai situasi serta kondisi wilayah dakwah. Yang demikian ini
merupakan strategi dakwah Nabi SAW, yang Ketika berdakwah di
Mekkah tidak seperti berdakwah di Madinah, karena faktor situasi, maka
beliau menyampaikan dakwah di Mekah dimulai dengan dakwah secara
terbatas pada keluarga dan sahabat-sahabat terdekatnya, juga materi
dakwah yang disampaikan lebih banyak pada Tazkiyatunafs. adapun
ketika di Madinah beliau menyampaikan dakwah tersebut di kalangan
masyarakat luas, dengan materi dakwah yang lebih condong pada Halal
dan Haram. Hal ini menunjukan bahwa dakwah yang baik hendaknya
selaras dan sejalan dengan siatusi dan kondisi yang dialami oleh
masyarakat, karena dakwah sejatinya mengajak dan menyeru kepada
kebaikan, serta untuk menyelesaikan masalah dan juga persoalan di
tengah masyarakat, bukan malah sebaliknya yaitu menambah masalah
dikarenkan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat.
Pada zaman modern seperti sekarang ini, yakni era kontemporer
yang ditandai semakin maju berkembangnya teknologi dan arus informasi
juga komunikasi, maka munculah berbagai media yang dapat digunakan
sebagai perangkat dakwah misalnya alat-alat elektronika seperti televisi,
radio, faximile, internet dan media-media lainya. Hal ini tentunya menjadi
hal yang sangat mendukung dan memudahkan dakwah.33
Oleh sebab itu media dakwah adalah sarana dan senjata yang harus
dikuasai oleh para da’I untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada
target dakwah atau mad’uwwin, sehingga apa yang disampaikan dapat
membuahkan hasil secara maksimal, beberapa media dakwah yang dapat
33
Hj. Mualiaty Amin, “Information Technology (It) Dan Urgensinya Sebagai
Media Dakwah Era Kontemporer”, Jurnal Dakwah Tabligh 12, No. 02, Desember 2013:
184 - 185
digunakan oleh para da’I pada masa teknologi seperti sekarang ini adalah
media sosial, yang semuanya sepakat bahwa media sosial merupakan
salah satu media dakwah yang paling ampuh untuk digunakan pada masa
ini, seperti Youtube, Facebook, Twiter, Tiktok dan media sosial lainya.
Adapun beberapa media dakwah yang digunakan oleh Rasulullah
SAW dalam menyampaikan risalah Allah SWT kepada para sahabatnya
antara lain:
Pertama, Media dakwah bil lisan yaitu menyampaikan dakwah
dengan lisan seperti ceramah Nabi kepada sahabatnya berupa penguatan
iman dan Tazkiyatunnufus, juga tausiyah kepada kaum Quraisy agar mau
menerima dan memeluk Islam, termasuk ajakan Nabi kepada pamanya
Abu Thalib sebelum kematianya serta khutbah Nabi yang dilakukan di
mimbar beliau. Juga semua hadis-hadis nabi yang bersifat Qauliyah
semuanya masuk kedalam media dakwah bil lisan. Salah satu contoh
dakwah bil lisan Rasulullah SAW dalam hadisnya, yaitu hadis yang
sangat masyhur yaitu hadis Niat:
َ ُ َ ُ ْ َ َ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ
َ ْ ُ َ َ
ََّّت َّرسول
َّ َّس ِمع:اّٰلل َّعن َّه َّقال
َّ َّ ضيَ َ
َّ اب َّر
َّ ِ ن َّالخط
َّ ِ ر َّب َ َ
َّ ص َّعم
َّ نين َّأبي َّحف
َّ ؤم ُ
ِ ير َّالم َّ ْ ع
َِّ ن َّأ ِم
َ َّ ُ َ َّ ُ َ َْ َ ُْ َُ َ َ َ ََْ ُ َ
ََّّ،ل َّ ْام ِرئَّ َّ َما َّن َوى
َّ ِ َّ َو ِإنما َّ ِلك،ات يالن
ِ ِ ِ ب َّ َّ
ال م ع الأ َّ ا م نإِ َّ (( َّ :ل اّٰلل َّعلي َِّه َّوسل َّم َّيقو
َّ َّ اّٰلل َّصلى
َِّ
َُْ ُ ُ ْ ْ َ َ ْ ََ َ ُ ُ ْ َ ُ ُ ْ ْ َ َ ْ َ َ
ََّّهج َرت َّه َّ ِلدنيا
َِّ َّ ت َّ َّوم،اّٰلل َّ َو َر ُس ْول ِِه
َّ ن َّكان َِّ َّاّٰلل َّ َو َر ُس ْول َِِّه َّف ِهج َرتهَّ َّ ِإلى
َِّ َّت َّ ِهج َرت َّه َّ ِإِلى
َّ ن َّكان
َّ فم
ْ َ َ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ ُ َْ َ ْ َْ َ ُْ ُ
ََّ َّف ِهج َرت َّهَّ ِإلىَّماَّهاج،َّأ َّوَّام َرأةََّّين ِكحها،ي ِصيبها
َّ َّ.))َّرَّ ِإلي َِّه
34
Abu Zakariya Yahya An-Nawawi, Al-Arba’in An-Nawawiyah, (Kairo:
Darussalam, 2007), Jilid 4, h. 3
35
Ahmad Hatta, dkk., The Great Story Of Muhammad saw., (Jakarta: Maghfirah
Pustaka, 2011), hlm. 435.
di internet, yang kemudian dakwah bil kitabah, atau melalui media tulisan
tidak hanya ajang untuk mengepresikan gagasanya atau ekspresi
seseorang saja, namun juga menjadi sebuah media dakwah yang sangat
penting.
Dakwah bil kitabah atau menggunakan tulisan ataupun surat
tentunya bukanlah cara yang baru dalam metode atau media dakwah,
justru manusia terbaik, da’I terbaik dan terhebat sepanjang masa, yaitu
Nabi Muhammad SAW lah yang pertama kali mengenalkan media
dakwah bil kitabah ini, yaitu dengan menulis surat yang di kirimkan
kepada para penguasa atau raja-raja di luar islam pada saat itu. Hal ini
merupakan contoh yang real yang Rasulullah SAW tempuh dalam
berdakwah yaitu dakwah bil kitabah yang secara tidak langung
mencontohkan kepada ummatnya ke akuratan dakwah menggunakan surat
dalam mengajak orang nonmuslim bahkan para penguasa dan raja-raja
untuk masuk ke dalam Islam.
Sejarah mencatat, setelah berlakunya perjanjian Hudaibiyah
Rasulullah SAW mulai gencar dakwah bil kitabah dengan mengajak para
raja-raja sekitar jazirah arab pada masa itu untuk masuk kedalam Islam
pada akhir tahun ke enam Hijriyah36, karena setelah perdamaian
Hudaibiyah Nabi SAW dan para sahabat sedikit dapat bernafas dengan
lega, dan Islam mendapat ruang gerak yang sedikit bebas untuk bergerak,
untuk menyiarkan syariatnya, hal inilah yang kemudia di manfaatkan oleh
Rasulullah SAW untuk menulis surat kepada Raja-raja dunia dan para
pemimpin jazirah Arab, mengajak mereka untuk masuk kedalam Islam
dengan cara yang bijaksana dan lemah lembut. Dan juga Rasulullah SAW
sangat memperhatikan utusan yang diperintahkan untuk membawa
36
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Qatar: Wizarah
Auqaf, 2007), h. 350
suratnya kepada Raja-raja tersebut. Seorang utusan yang layak dan
mengetahui bahasa dan negaranya.37
Ada empat raja pada zaman itu dan beberapa pimpinan kabilah-
kabilah di jazirah arab yang menjadi target atau objek dakwah Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam menggunakan media bil kitabah atau media
surat, karena informasi bahwa surat-surat yang dikirim kepada raja tidak
akan diterima jika tidak menggunakan stempel, maka Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam membuat stempel dari cincin yang terbuat
dari perak, yang terukir dalam cincin tersebut Muhammad Rasulullah
kemudia beliau memilih para sahabatnya yang mempunyai kapasitas
keilmuan yang cukup dan cakap untuk membawa misi yang sangat
penting tersebut. Di antara raja-raja yang dikirim surat oleh Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam adalah:
a. Raja Najasyi, Raja Habasyah (Ethiopia)
Kepada Najasyi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
mengirim sahabatnya yang Bernama ‘Amr bin Umayyah Ad-Dhomri,
isi surat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada Najasyi
adalah seruan Tauhid kepada Allah SWT dan keimanan terhadap nabi
Isa AS bahwasanya Isa AS adalah seorang Nabi dan Rasul yang
merupakan putera Maryam. Raja Najasyi menerima surat tersebut
dengan sangat antusias dan kemudian beliau menyatakan
keislamanya. Pada tahun 9 Hijriyah raja Najasyi meninggal dunia, hal
inipun diketahui oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
melewati wahyu, lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
37
Abul Hasan Ali Al-Hasan An-Nadwi, Shirah Nabawiyah, Sejarah Lengkap
Nabi
Muhammad SAW, Cet. ke-6, Penerjemah: M. Halabi Hamdi dkk.,
(Yogyakarta: Darul Manar, 2011), hlm. 341.
menyatakan duka dan melaksankan sholat Ghoib untuknya Bersama
para sahabat.
َ ُ ُ َ َ
ُ ْ َ َ ُ ً ْ َ ُ ْ َ َ َ َ ًٔ ْ َ
َّّٰللََِّّۚف ِإنَّت َول ْواََّّفقولواََّّٱش َهدواََّّ ِبأنَّا َّ ِ ذَّ َبعضناَّ َبعضاَّأ ْر َب ًابَّاَّ َِّمنَّد
َِّ ونَّٱ َّ ِبهِ ۦََّّشيـَّاَّولاَّيت ِخ
َ
َُّم ْس ِل ُمون
38
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Riyadh:
Darussalam, 2010), h. 300
dakwah beliau menggunakan perbuatan adalah Ketika beliau
memparatekan tata cara berwudhu kepada para sahabatnya.
َّعنَّ حمرانَّ مولىَّ عثمانَّ بنَّ عفانَّ أنهَّرأىَّ عثمانَّ دعاَّ بوضوءَّ فأفرغَّ على
َّتمضمض
َّ ََّّ ثمَّ أدخلَّ يمينهَّ فيَّ الوضوءَّ ثم،َّ فغسلهماَّ ثلاثَّ مرات،يديهَّ منَّ إنائه
َََّّّ ثمَّ مسح،َّ ويديهَّ إلىَّ المرفقينَّ ثلاثا،َّ ثمَّ غسلَّ وجههَّ ثلاثا، َّواستنشقَّ واستنثر
َّوسلم
َّ ََّّ رأيتَّ النبيَّ صلىَّ اّٰللَّ عليه: ََّّ ثمَّ قال،َّ ثمَّ غسلَّكلتاَّ رجليهَّ ثلاثا،برأسه
َّلا
َّ ََّّ منَّ توضأَّ نحوَّ وضوئيَّ هذاَّ ثمَّ صلىَّ ركعتين: ََّّ وقال،يتوضأَّ نحوَّ وضوئيَّ هذا
َّ ُ
.َّي ِحدثَّفيهماَّنفسهَّغفرَّاّٰللَّلهَّماَّتقدمَّمنَّذنبه
39
Ibnul Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram, (Surabaya: Dar Al-Abidin) h. 19
َّ"منَّدلَّعلى
َّ :َّقالَّرسولَّاّٰللَّصلىَّاّٰللَّعليهَّوسلم:عنَّابنَّمسعودَّرضيَّاّٰللَّعنهَّقال
َّ "خيرَّفلهَّمثلَّأجرَّفاعله
َّ
a. Al Qur’an Al-Karim
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak sekali ayat yang berhubungan
tentang kabar berita para Rasul yang mulia disertai kejadian dan
tantangan yang mereka hadapi dalam berdakwah. Terlebih apa yang
kemudian di gambarkan dalam Al-Qur’an mengenai perjungan Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam dalam berdakwah. Ayat-ayat yang mulia
itu tentunya merupakan gambaran bagaimana dakwah Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam, yang mana hal tersebut menjadi keharusan untuk
dipelajari dan dipahami oleh setiap muslim, sebagaimana pemahaman
dalam hal-hal agama yang lainya, karena Allah subhanahu wata’ala
tidaklah memberikan informasi tersebut kecuali agar kita mengambil
40
Abu Zakariya Yahya An-Nawawi, Riyadhu As-Shalihin, (Demaskus: Dar
Ibnu Katsir, 2007) h. 79
ilmu darinya sehingga mempermudah kita dalam menjalankan tugas
dakwah.41
b. Sunnah An-Nabawiyyah
Didalam sunnah nabawiyyah terdapat banyak sekali hadis-hadis
yang berkaitan dengan perintah berdakwah dan media-medianya,
sebagaimana siroh nabawiyyah dan yang dialami oleh Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam di Mekah dan di Madinah. Dan keberhasilah beliau
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam menghadapi tantangan-
tantangan dakwah yang tidak mudah, semua itu kemudian
memberikan kita sebuah pelajaran yang sangat berharga dalam metode
dakwahnya. Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah
melewati banyak sekali peristiwa dan kondisi yang mungkin akan
dialami juga oleh seorang da’I di setiap zaman atau tempat. Maka
dimanapun seorang da’I berada dan dalam kondisi apapun yang
dihadapinya, maka ia akan mendapati kondisi yang sama atau mirip
dengan kondisi yang pernah nabi alami dan para sahabat. Maka
seorang da’I hendaknya memanfaatkan untuk lebih memahami siroh
41
Abdul Karim Zaidan, Usul Ad-Dakwah, (Beirut: Mu’sasah Ar-Risalah,
2002), cet. 9, h. 413
nabawiyyah sehingga dapat mempermudah dalam menjalankan
dakwahnya.
Ada hikmah dalam setiap cobaan dan ujian yang dilalui oleh
para Nabi dan Rasul dalam dakwahnya, yaitu sehingga para
penerusnya dari kalangan sahabat, tabi’in dan para ulama mengetahui
apa yang harus dilakukan dalam menghadapi cobaan dan ujian dalam
dakwahnya, bahkan dalam kehidupanya. Maka hadis-hadis Nabi dan
siroh nabawiyyah merupakan praktek amaliyyah yang Allah
perintahkan kepada Nabi dan Rasul dalam dakwah dan penyampaian
risalah-Nya, dan apa yang Allah wahyukan kepada mereka dalam
segala hal, tidaklah seorang da’I lalai dalam mempelajari dan
memahaminya.
c. Sejarah para Ulama’ salaf (terdahulu)
Dalam sejarah ulama-ulama sakaf dari kalangan sahabat
radhiallahu anhum dan para tabi’in terdapat pelajaran dan ilmu yang
sangat berharga dalam dakwah yang dapat kita ambil manfaatnya,
mereka lah manusia yang paling mengetahui syari’at dan fiqih
dakwah, karena mereka dibimbing langsung oleh manusia terbaik,
sehingga para ulama hingga sekarang masih mengambil ilmu dari
mereka.
d. Istinbath dari para Fuqoha’ (Ulama Fiqih)
Para ulama fiqih lah yang mengetahui tentang hukum-hukum
syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan
syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat
terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang
bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad. Dan dari hukum-
hukum inilah yang mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan
dakwa, seperti hukum ‘amr bil ma’ruf wa nahyu anil munkar yaitu
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari keburukan,
kemudian jihad dan muamalah. Dan mereka lah yang mencantumkan
pokok pembahasan syariat atau hukum-hukum ini dalam bab kitab-
kitab fiqih mereka. Dan segala macam ijtihadiyyah atau perkara-
perkara ijtihad dalam dakwah dan yang berhubungan denganya, yang
wajib atau seharusnya di pelajari karena merupakan bagian dari
metode an cara berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala
termasuk bagian dari agama seperti ibadah dan muamalah lainya.
e. At-Tajarub (pengalaman / eksperimen)
Eksperimen seseorang dalam berdakwah merupakan hal yang
baik unuk dijadikan sumber refrensi, apalagi seseorang yang memang
focus dalam bidang tersebut, maka bagi seorang da’I harus memiliki
pengalaman yang cukup dalam medan dakwah merupakan poin
penting dalam merealisasikan refrensi atau sumber dakwag yang
sudah di bahas di atas, karena penerapan atau praktek akan dapat
mengetahui bagian-bagian yang tidak seharusnya dilakukan, dan harus
di hindari pada masa yang akan dating. Maka pengalaman merupakan
hal yang sangat berharga dalam berdakwah, pengalaman yang tidak
akan pernah ternilai harganya. Maka itu merupakan prinsip seorang
mu’min, karena bahwasanya seorang mu’min tidak akan mengulangi
kesalahanya untuk kedua kalinya. Sebagaiman kita mengetahui
pentingnya pengalaman pribadi, kita juga harus mengakui pentingnya
pengalaman orang lain, kita harus mengambil ilmu dan pelajaran dari
pengalaman orang lain dalam dakwahnya dari metode dan cara
menyampain agar dakwah yang disampaikan akan mendapat hasil
yang optimal.42
4. Metode Dakwah Nabi Muhammad SAW
Metode adalah suatu cara yang bisa ditempuh atau ditentukan
secara jelas untuk mencapai suatu tujuan, atau rencana atau sistem dan
tata pikir manusia. Sedangkan dalam metodologi pengajaran agama islam
disebutkan bahwa metode adalah Suatu cara yang yang sitematis dan
umum dalam mencari suatu kebenaran ilmiah. Adapun metode dakwah
adalah suatu cara yang digunakan oleh da’I dalam menyampaikan materi
dakwah, dalam menyampaikan pesan atau materi dakwah maka sebuah
metode sangat penting perananya, karena sebuah pesan yang baik jika
disampaikan dengan metode yang tidak benar, maka bisa saja pesan
tersebut akan ditolak. Jika kita melihat perjalanan dakwah para nabi dan
rasul yang Allah utus kepada kaumnya, tentunya memiliki metode atau
cara masing-masing dalam berdakwah, begitupula dengan Nabi
Muhammad shalallahu alaihi wasallam mempunyai metode dalam
berdakwah, maka jika kita berbicara tentang metode dakwah, maka
baiknya merujuk pada QS An-Nahl ayat 125
ُ َ ْ َ َ ْ ْ ُ ْ َ
َ َ َ َْ َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َ َّ َ ْ َ ٰ ُ ْ ُ
ََُّّۗهيَّاحسنِ ادلهم َِّبال ِتيِ الحكم ِةَّوالمو ِعظ ِةَّالحسن ِةَّوج
ِ ادع َِّالىَّس ِبي ِلَّر ِبك َِّب
َ ْ َ ْ ُْ ُ َْ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ُ َْ َ َ ُ َ َ
َّ ن
َّ ِانَّربكَّهوَّاعلم َِّبمنَّضلَّعنَّس ِبي ِل ٖهَّوهوَّاعلم َِّبالمهت ِدي
43
Muhammad Munir, Managemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 32 -
33
pemahaman yang berbeda dari orang lain. Maka termasuk hikmah dalam
berdakwah adalah berdakwah dengan dasar ilmu, bukan kebodohan,
memulai dengan aulawiyyat (perkara yang paling penting) dan prioritas,
lalu yang lebih penting darinya, dan yang lebih dekat dengan pemikiran
mereka agar kemudin mudah untuk dipahami, dengan cara (simpatik)
yang lebih mendatangkan sambutan lebih baik, dengan penuh
kelembutan dan persuasive”.44
Dalam hal ini Sayyid Qutub mengatakan bahwa dakwah dengan
metode hikmah itu adalah dimana seorang da’I memperhatikan situasi
dan kondisi masyarakat atau mad’uwwin sebelum menentukan tema yang
akan disampaikan. Dakwah dengan hikmah juga bisa di gambarkan
dimana seorang da’I berdakwah dengan menggunkan kemampuan dalam
menyampaikan pesan dakwah, sehingga dapat dipahami oleh masyarakat
dengan mudah. Maka dengan hikmah ini seorang da’I dianjurkan untuk
menyampaikan materi dakwah yang kekinian, faktual dan real,
memperhatikan problematika dan isu dalam masyarakat yang sedang
viral, kemudian mencarikan atau menawarkan solusi dari permasalahan
atau kejadian tersebut sesuai dengan ajaran islam.
44
Abdurrahman As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman, (Riyadh: Darussalam,
2002), h. 525
45
Yuli Umro’atin, Dakwah Dalam Al-Quran, (Surabaya: Jakad Media
Publishing, 2014), h. 66 - 67
As-Sa’di dalam Tafsirnya mengatakan bahwa dakwah dengan Al-
Muidzah Al-Hasanah Yaitu dakwah perintah dan larangan, yang diiringi
dengan targhib (anjuran keutamaan) dan tarhib (ancaman). Baik dengan
(menyampaikan) kemaslahatan yang terkandung oleh perintah-petintah
dan menghitung-hitungnya dan bahaya yang terkandung dalam larangan-
larangan dan menginventariskannya, atau dengan menyebutkan
kemuliaan yang diraih oleh orang-orang yang menegakkan agama Allah
dan penghinaan dan diterima orang yang tidak menjalankannya.46
Yang ketiga adalah Mujadalah Billati Hiya Ahsan (bantahlah
,ereka dengan cara yang lebih baik). Kata Mujadalah adalah Jidal
(perdebatan) yang artinya diskusi atau bukti-bukti yang digunakan untuk
mematahkan alasan atau argumen lawan diskusi dan menjadikanya
berpindah dari argumenya, baik apa yang disampaikan diterima dengan
baik ataupun tidak sama sekali. Menurut Hamka Mujadalah Billati Hiya
Ahsan adalah pertukaran pikiran, yang mana dizaman kita sekarang ini
kemudian disebut polemik atau ikhtilaf, maka jika terjadi hal demikian
ayat ini menyeru kita semua untuk memilih dengan cara yang sebaik -
baiknya. Diantaranya membedakan pokok pembahasan yang sedang di
diskusikan dengan lawan bicara, karena kita boleh berbeda dan boleh
benci terhadap argumen lawan bicara, tapi tidak dengan lawan bicaranya
atau pribadi orang yang sedang kita ajak bicara. Misalnya, seorang yang
belum masuk islam dan belum mengatahui ajaran islam, kemudian
mencela islam karena dia tidak mengetahuinya, maka orang tersebut
harus dibantah dengan cara yang sebaik-baiknya, dan kemudian di ajak
untuk meyakini kepada hal yang benar dengan harapan ia akan
menerimanya. Akan tetapi jika kita membantahnya dengan cara yang
46
Abdurrahman As-Sa’di, Taisir Al-Karim Al-Rahman, (Riyadh: Darussalam,
2002), h. 525
tidak baik sehingga menyakiti hatinya, maka kemungkinan besar ia tidak
akan menerima kebenaran karena sudah kecewa dengan metode dakwah
kita. Maka perdebatan yang baik adalah perdebatan yang tidak
menimbulkan perpecahan atau sifat sombong merasa paling benar, tinggi
hati dan tidak mau mengakui kebenaran padahal ia mengetahuinya,
tentunya sifat ini adalah sifat yang sangat tercela dan tidak akan
menemukan kbenaran dan hidayah Allah SWT.47
Maka ketiga metode ini adalah metode yang di ajarkan
Rasulullah shalallahu alaihi wallam dalam berdakwah, sehingga dapat
diterima dengan baik, sebab dakwah adalah ajakan dan seruan untuk
membawa ummat manusia kepada jalan yang benar, jalan yang Allah
ridhoi, dengan cara yang baik, dengan menebar perdamian bukan dakwah
yang menebar kebencian dan selalu menyalahkan apa yang tidak menjadi
keyakinanya.
C. Periode Dakwah Nabi Muhammad SAW
1. Periode Dakwah Mekah
Periode dakwah Mekah adalah perjuangan dakwah Nabi
Muhammad Sahalallahu alaihi wasallam tatkala masih berada di
Mekah, periode ini juga disebut sebagai periode pembinaan aqidah dan
akhlaq para sahabatnya, dilihat dari mayoritas ayat yang turun selama
periode ini mengenai iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir,
juga berisi tentang kisah-kisah nabi terdahulu, hal ini menunjukan
bahwa periode mekah menitik bertkan pada aqidah dan akhlaq.
Dakwah periode ini kemudian berlangsung selama 12 tahun, 5 bulan,
dan 13 hari sebagaimana yang di sampaikan oleh syaikh Al-Khudhari
47
A.M Ismatullah, Metode Dakwah dalam Al-Quran, (Study Penafsiran
Hamka terhadap QS An-Nahl: 125), dalam Jurnal Lentera , Vol. IXX, No. 2, 165 - 167
dalam kitabnya yang berjudul Tarikh Tasyri’ Al-Islam.48 Kemudian
menurut para ahli sejarah, periode ini juga dibagi menjadi 2 tahapan:
a. Dakwah Sirriyah (Secara Sembunyi-sembunyi)
Pada tahapan pertama ini rasulullah melakukan dakwah secara
sembunyi-sembunyi di lingkungan sukunya dan keluarganya untuk
meninggalkan berhala yang selama ini mereka sembah dan hanya
untuk beribadah menyembah Allah saja. Cara ini ditempuh agar
tidak menimbulkan pertumpahan darah di dalam kaumnya, karena
mereka adalah kaum yang sangat fanatik terhadap apa yang di
lakukan oleh nenek moyang mereka. Tahapan atau cara ini tentunya
sangat efektif agar tidak menarik perhatian karena dakwah nabi
adalah sesuatu yang baru sehingga nantinya tidak menimbulkan
perpecahan dan keributan bahkan peperangan antar suku. Tahapan
ini berlangsung selama 3 tahun. Dakwah ini pertama kali beliau
sampaikan kepada istrinya, Khadijah bintu Khuwailid, kemudian
kerabat terdekatnya seperti Ali bin Abi Thalib dan kemudian kepada
sahabat-sahabat terdekatnya seperti Abu Bakar As-Shidiq.49
Dari Aisyah RA beliau menceritakan: Pada suatu hari Abu
Bakar keluar dari rumahnya hendak menemui Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam, dan keduanya telah menjalin persahabatan dari
masa jahiliyyah, Abu Bakar berkata: Wahai Aba Al-Qasim (Kuniyah
Nabi) engkau telah lama menghilang dari majlis kaumu, dan mereka
menuduhmu engkau telah mencela nenek moyang mereka, maka
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam berkata:
“Sesungguhnya aku adalah utusan Allah, maka aku menyerumu
untuk beriman kepada Allah semata”, maka tatkala nabi selesai dari
48
Muhammad Al-Khudari, Tarikh Tasyri’ Al-Islam, (Beirut: Dar Al-Fikr
1981), h. 8
49
Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014) h. 28
perkataanya, Abu Bakar pun masuk islam, maka Nabi pun
meninggalkanya dengan perasaan yang sangat berbahagia.
Abu Bakar kemudian pergi untuk menemui Utsman bin Affan,
Talhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Awwam, dan Sa’ad bin Abi
Waqqash untuk mengajak mereka masuk islam dan mereka pun
masuk Islam. Kemudian keesokan harinya dia pun pergi menemui
Usman bin Ma’dzun, Abi Ubaidah bin Jarah, Abdurrahman bin Auf,
Abu Salamah bin Abdul Asad dan Al-Arqam bin Abi Al-Arqam
untuk juga mengajak mereka untuk masuk islam, dan mereka pun
semuanya masuk kedalam agama Allah. Rumah Al-Arqam bin Abi
Al-Arqam yang terletak di atas bukit Shofa yang sangat strategis
kemudian di jadikan markas dakwah nabi selama periode ini
berlangsung, tahapan dakwah sirriyyah ini juga dinamakan sebagai
dakwah individual, karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
berdakwah satu demi satu.50
b. Dakwah Jahriyyah (Secara terang-terangan)
Dakwah Jahriyyah adalah perjuangan dakwah Nabi
Muhammad shalallahu alaihi wasallam secara terbuka atau secara
nampak. Tahapan dakwah ini beliau lakukan pada tahun ke empat
kenabian, dan setelah turun QS Asy-Syuara: 214-216:
َْ ْ ُْ َ َ ََ َ َ َ َ َ ْ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َْ َ
ََََِّّّّۚمنَّالمؤ ِم ِنين
ِ اخ ِفضَّجناحكَّ ِلم ِنَّاتبعك
َّ وان ِذرَّع ِشيرتكَّالاقر ِبينََّّۙو
َ ُ ْ َ َّ ْ َ َّ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ َ
َِّۚي ٌء َِّّماَّتع َمل ْون
ْۤ َّان ْيَّب ِر
ِ ِ ف ِانَّعصوكَّفقل
50
Yusuf Khatir, Asalib Ar-Rasul fii Ad-Dakwah wa At-Tarbiyah, (Beirut:
Sunduq At-Takamul) h. 21
yaitu orang-orang mukmin. Jika mereka mendurhakaimu,
katakanlah, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap
apa yang kamu kerjakan.”
Pada tahun keempat dan kelima kenabian, dakwah periode ini,
yaitu dakwah jahriyyah bahwasanya nabi dan para sahabat
mendaptakan banyak sekali tekanan, kedzoliman bahkan siksaan
dari kafir Quraisy penduduk Mekah, sampai tibalah kabar yang
sangat menggembirakan nabi dan para sahabat dengan masuknya
Hamzah bin Abdul Mutholib pamanya nabi pada tahun keenam
kenabian, yang disusul oleh Umar bin Khatab tiga hari setelah
islamnya Hamzah. Dengan islamnya kedua orang inilah, dakwah
kemudian memasuki babak baru, yaitu periode kekuatan dan
kebranian
Maka ayat diatas merupakan perintah kepada Rasulullah untuk
melaksanakan dakwah jahriyyah, setelah turun ayat ini, kemudian
Rasulullah naik ke bukit Shafa dan berseru: “Wahai Bani Fihr,
Wahai Bani Adi’!” Tak lama kemudian mereka berkumpul, bahkan
seorang yang berhalangan hadir, mengutus utusanya untuk mencari
tau apa yang terjadi. Datang pula Suku Qurasy dan Abu Lahab,
kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
“Bagaimana pendapat kalian jika aku mengabarkan kepada kalian
bahwa ada pasukan berkuda di belakang bukit Shafa ini yang akan
menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku?” mereka
menjawab: “Tentu, kami mengenalmu, engkau adalah orang yang
paling jujur diantara kami”, maka Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku pemberi peringatan untuk
kalian, sebelum datang azab yang sangat pedih”. Maka majulah
Abu Lahab yang kemudia menghardik dan mencela nabi dengan
berkata: “Celakalah engkau selama-lamanya, untuk inikah engaku
mengumpulkan kami?” maka turunlah ayat QS Al-Lahab
َ َ َ َ ْ َ
َّ تبت ََّيدآَّا ِب ْيَّل َهبَّوت
ُۗب
51
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Kairo: Dar A-
Wafa’, 2010), h. 84
jamaah haji, setelah berdiskusi cukup lama antara pembesar
Quraisy, akhirnya mereka sepakat untuk menjuluki
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebagai tukang sihir.
3) Penawaran
Diantara tawaran yang mereka ajukan kepada Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam adalah berupa ibadah secara
bergantian, yaitu dalam satu tahun Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam beribadah kepada tuhan mereka, lalu di
tahun berikutnya mereka beribadah kepada Allah SWT,
tawaran yang hampir membuat Rasulullah setuju itu
langsung di tolak oleh Allah SWT dengan menurunkan QS
Al-Kafirun.
4) Penindasan dan Penyiksaan
Beberapa bulan berlalu, upaya mereka pun belum
membuahkan hasil yang memuaskan, maka kaum Quraisy
kembali berkumpul untuk bermusyawarah menentukan
langkah dan strategi selanjutnya dalam menghentikan
dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, musyawarah
yang langsung dipimpin oleh pamanya sendiri yaitu Abu
Lahab itu akhirnya menyepakati cara kekerasan terhadap
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam beserta para
sahabatnya. Namun tidak semua orang berani melakukan
kekerasan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,
hanya tokoh-tokoh mereka saja yang berani melakukanya,
seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Ubay bin Khalaf dan yang
lainya. Berbagai tindakan penindasan dan kekerasan pernah
diterima oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dari
para pembesar Quraisy, salah satunya pernah sesekali
sewaktu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sholat
didepan Ka’bah, sementara para pembesar Quraisy sedang
berkumpul di samping Ka’bah, disaat Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam sujud, salah seorang dari mereka mengambil
isi perut unta yang baru disembelih, lalu isi perut unta itupun
di lemparkan ke atas pundak Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam yang sedang bersujud sehingga beliau tidak dapat
bangun dari sujudnya, tak lama kemudian Fatimah putri
beliau pun datang dan mengangkat kotoran unta tersebut
daru tubuh ayanhandanya tercinta. Dan tidak hanya
Rsulullah saja yang menerima kekerasan dan penindasan dari
kafir Quraisy, tapi para sahabatpun juga mendapatkan
penyiksaan dan penindasan bahkan pembunuhan.
5) Hijrah ke Habasyah
Semakin hari tekanan dan penindasan orang-orang kafir
Quraisy terhadap kaum muslimin semakin dahsyat, hal ini
mendorong para sahabat untuk mencari temoat yang aman
untuk menjaga dan mempertahankan agama mereka, maka
pada bulan Rajab tahun ke 5 kenabian Hijrahlah rombongan
pertama dari para sahabat ke negeri Habasyah (Ethiopia),
mereka berjumlah 12 orang laki-laki dan 4 orang perempuan
yang di pimpin oleh Utsman bin Affan uang di dampingi
istrinya Ruqayyah binti Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam. Setelah berlangsung sekian lama, kekejaman kafir
Quraisy semakin menjadi-jadi sehingga Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam kembali mengizinkan para
sahabatnya umtuk Hijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya.
Maka berangkatlah rombongan yang kedua ini yang
berjumlah 83 orang laki-laki dan 19 orang perempuan
menuju Habasyah.
6) Rencana membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
Setelah berbagai cara yang telah dilakukan oleh kafir
Quraisy gagal, akhirnya sampailah kepada keputusan mereka
untuk membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,
disebutkan dalam beberapa riwayat, ternyata beberapa upaya
untuk membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
telah dilakukan oleh mereka, namun upaya demi upaya
mereka juga gagal karena Allah SWT selalu melindungi
hamba yang di kasihiNya tersebut.
7) Boikot Umum
Setelah kegagalan yang di lakukan oleh kafir Quraisy
dalam menghntikan dakwah Nabi shalallahu alaihi
wasallam, mereka pun bersepakat untuk memboikot Bani
Hasyim dan Bani Muthalib dengan melarang mengadakan
pernikahan, jual beli, bergaul, berkunjung, dan berbicara
dengan mereka kecuali mereka mau menyerahkan Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam untuk dibunuh. Kesepakatan
tersebut mereka tulis dan mereka gantungkan di Ka’bah.
Akibat pemboikotan tersebut Bani Hasyim dan Bani
Mutholib menjadi terisolir di perkampungan Abu Thalib,
baik yang beriman maupun yang kafir. Pemboikotan tersebut
berlangsung selama 3 tahun.
8) Tahun Kesedihan (‘Amul Huzn)
Pada tahun ke 10 kenabian tepatnya 6 bulan setelah
berakhirnya pemboikotan, meninggalah pamanya yang selalu
melindunginya Abu Thalib dalam keadaan masih
berkeyakinan dengan keyakinan nenek moyangnya yaitu
dalam kemusyrikan. Dua bulan setelah wafatnya Abu Thalib
meninggal pula istrinya yang tercinta Khadijah Al-Kubra
pada usia ke 65 sedangkan Rasululah shalallahu alaihi
wasallam berusia 50 tahun. Dua kejadian ini tentunya sangat
besar pengaruhnya bagi Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam dalam hidupnya. Sementara itu tekanan dan
ancaman orang-orang kafir semakin menjadi-jadi karena
tidak ada yang melindunginya lagi seperti pamanya Abu
Thalib.
9) Berdakwah ke Thaif
Pada tahun ke 10 kenabian, tepatnya pada bulan Syawwal,
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam didampingi oleh
pembantunya Zaid bin Harisah berangkat menuju Thaif,
sebuah kota antara tang berjarak sekitar 90 km dari kota
Mekah. Setiap beliau melewati suatu perkampungan, beliau
menyampaikan dakwah islam kepada mereka. Namun tidak
satupun yang mau menerimanya. Setibanya di Thaif
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menemui tokoh-tokoh
Thaif untuk menyampaikan dakwah islam kepada mereka,
namun hasilnya sama saja mereka malah menolaknya
mentah-mentah. Rosulullah shalallahu alaihi wasallam
menetap di Thaif selama 10 hari, namun setiap beliau
berdakwah untuk mengajak penduduk Thaif untuk menerima
dakwah islam, nereka justru mengusirnya, bahkan lebih itu
para pembesar Thaif memprovokasi masyarakat awam untuk
menyerang Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan
mencaci makinya bahkan mengejar-ngejar Rasulullah dan
melemparinya menggunakan batu hingga kaki beliau
berdarah-darah. Mereka tidak berhenti mengejar keduanya
sehingga keduanya berlindung di kebun milik ‘Utbah dan
Syaibah sekitar 5 km dari kota Thaif.
10) Isra Mi’raj
Ditengah kesedihan yang sangat mendalam karena di
tiggal oleh orang-orang terdekat, sementara tekanan,
ancaman dan penindasan dari pihak Kafir Quraisy kian
bertambah. Maka terjadilah sebuah peristiwa besar yang
sangat berpengaruh dalam sejarah, yaitu peristiwa Isra’
Mi’raj Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Tidak ada
kesepakatan yang pasti dari para sejarawan mengenai
terjadinya peristiwa ini. Namun yang pasti adalah bahwa
peristiwa tersebut terjadi pada akhir masa keberadaan
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam di Mekah sebelum
hijrah ke Madinah.52
Setelah terjadinya deretan peristiwa di atas, sesaat menjelang
Hijrah ke Madinah, terjadi dua kali kesepakatan secara rahasia di
bukit Aqabah. Kesepakatan ini antara Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam dan para pemuka suku Aus dan Khazraj yang datang dari
Yatsrib (Madinah) yang mana kemudian kesepakatan ini dikenal
dengan Baiat Aqabah yang terjadi pada musim haji tahun ke 12
kenabian. Dengan berlangsungnya Baiat Aqabah kesempatan untuk
memperluas dakwah ke Yatsrib terbuka lebar, dalam Baiat Aqabah
pertama itu ada 12 orang yang bersumpah kepada Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam untuk berjanji untuk tidak
52
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Kairo: Dar A-
Wafa’, 2010), h. 84
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak, tidak melakukan dusta dan tidak
bermaksat kepada Allah dan RasulNya.
Kemudian pada musim haji ke 13 kenabian, kaum muslimin
dari Madinah yang berjumlah sekitar 70 orang ikut dalam
rombongan orang-orang musyrik untuk melakukan ibadah haji.
Setibanya disana mereka segera menghubungi Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam, lalu dengan rahasia, mereka sepakat bertemu di
hari tasyriq di suatu lembah Aqabah di dekat Jumrah Ula di Mina
untuk melakukan Baiat. Pada hari yang telah ditentukan, di tengah
malam yang gelap gulita, sambil mengendap endap agar tidak
dikehui oleh rombongan dari kalangan kaum musrikin, mereka pergi
ke lembah Aqabah. Mereka saat itu berjumlah 73 orang laki-laki dan
2 orang perempuan. Sementara itu Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam datang bersama Abbas bin Abdul Muthalib yang saat itu
masih memeluk agama nenek moyangnya, namun dengan senang
hati bersedia mengantar keponakanya Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam. Mulailah satu persatu dari mereka berbaiat kepada
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dengan cara berjabat tangan,
untuk selalu patuh dan taat kepada Allah dan RasulNya, serta
berjanji melindungi Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
sebagaimana melindungi diri mereka sendiri dan anak istri mereka,
dan balasan mereka pun adalah Syurga. Demikianlah Baiat Aqabah
kedua yang juga dinamakan juga dengan Baiat Kubra berakhir
dengan penuh rasa persaudaraan dan komitmen yang teguh untuk
saling membela Islam, dari sinilah kekuatan dan masa depan islam
yang akan menggetarkan dunia dimulai.
Setelah Islam mendapatkan wilayah yang siap menampung
mereka. maka sejak itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah. Tentunya
tantangan hijrah sangatlah berat, para sahabat harus menanggung
berbagai macam resiko agar dapat berhijrah ke Madinah, ada yang
meninggalkan sanak saudaranya, hartanya, bahkan ada yang
terncam jiwanya. Namun demikan satu persatu berhasil berhijrah ke
Madinah, mereka umumnya pergi berkelompok-kelompok dengan
sembunyi-sembunyi, sedikit saja dari mereka yang berhijrah dengan
terang-terangan. Selang dua bulan lebih setelah Baiat Aqabah kedua
tahun 13 kenabian, akhirnya semua sahabat berhasil berhijrah ke
Madinah dan tidak ada kaum muslimin di Mekah kecuali Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam, Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib yang
ditahan oleh kaum musyrikin, serta Asma’ binti Abu Bakar dan
Abdullah bin Abu Bakar yang mengakhirkan hijrah untuk melayani
ayahandanya dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Sementara
itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menunggu perintah untuk
berhijrah, Abu Bakar yang telah bersiap-siap untuk berhijrah,
kemudian diminta Rasulullah untuk menemaninya berhijrah
bersamanya.
Setelah mengetahui kepergian sahabat Nabi shalallahu alaihi
wasallam ke Madinah, para pembesar kafir Quraisy sangat
ketakutan, mereka merasa keberadaan mereka secara ideologis dan
ekonomi sangat terancam. Maka pada hari kamis 26 Shafar tahun 14
kenabian diadakan pertemuan yang paling penting dalam sejarah
suku Quraisy di Darunnadwah, tempat yang mereka biasa gunakan
untuk membicarakan masalah-masalah penting di tengah
masyarakat. Pada pertemuan tersebut semua utusan dari suku-suku
Quraisy hadir dalam upaya memadamkan cahaya dakwah
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, hadir pula setan yang
menyerupai orang tua dari Najd untuk ikut mengutarakan
pendapatnya dalam pertemuan tersebut. Setelah berdiskusi sekian
lama, akhirnya mereka sampai pada sebuah kesepakatan untuk
membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, usulan itu
diutarakan oleh Abu Jahal, dengan cara setiap suku mengirimkan
seorang pemudanya yang paling gagah perkasa serta dibekali
sebilah pedang yang tajam, kemudian mereka diperintahkan untuk
membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam secara
bersamaan. Pendapat inilah yang akhirnya disepakati, dan ternyata
dikuatkan oleh orangtua dari Najd tadi.
Berikut beberapa peristiwa penting sebelum dimulainya dakwah
periode Madinah yang berhasil penulis rangkum dari kitab Ar-Rahiq
Al-Makhtum:
1. Hijrahnya Rasulullah
Setelah kesepakatan membunuh Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam telah diambil, malaikat Jibril segera memberitahukan
kepada Rasulullah tentang rencana tersebut. Dia juga
memberitahukan bahwa Allah telah mengizinkanya untuk
berhijrah ke Madinah. Rasulullah dengan bergegas menuju
rumah Abu Bakar di siang hari yang terik yang biasanya jarang
orang lalu lalang pada waktu tersebut. Sesempainya di rumah
Abu Bakar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam meminta
mengkosongkan rumah Abu Bakar guna menjelaskan rencana
perjalanan hijrah kepada Abu Bakar. Abu Bakar ketika
mendengar kabar tersebut sangat bahagia dan sangat gembira,
menjadi orang yang terpilih untuk menemani Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam untuk berhijrah ke Madinah, setelah
itu kemudian Rasulullah kembali ke rumahnya untuk menunggu
datangnya malam.
2. Pengepungan Rumah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
Pada saat bersamaan para pembesar suku Quraisy sudah
bersiap-siap untuk melaksanakan rencana mereka yang mereka
siapkan sejak siang hari dengan sangat matang. Mereka telah
memilih 11 orang dari masing-masing suku untuk menunaikan
rencana pembunuhan tersebut. Ketika malam tiba, mereka
bergerakdengan mengintai rumah Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam, pembunuhan akan dilakukan ketika beliau tidur,
berdasarkan kesepakatan, mereka akan melakukan eksekusi
tersebut pada tengah malam, mereka sangat yakin rencana
tersebut akan berhasil dilakukan. Namun dibalik semua itu ada
Allah yang selalu melindungi HambaNya yang melindungi
kekasihNya dengan kehendakNya, Allah berfirman dalam QS Al-
Anfal ayat 30:
َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ َ َ َْ َ ُ ْ
ََُّۗواِ ذَّ َي ْمك ُرَّ ِبكَّ ال ِذينَّ كفرواََّّ ِليث ِبتوكَّ اوَّ يقتلوكَّ اوَّ يخ ِرجوك
َ
َّ ص ُر ْو
َّ ن ُْ
ِ يب
53
Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014) h. 28
Setiap kaum yang sudah penulis sebutkan di atas tentunya
memiliki ideologi dan karakteristik masing-masing yang tentunya juga
membutuhkan sentuhan dakwah yang berbeda juga dalam rangka
menyatukan dan membentuk masyarakat yang baru, masyarakat yang
kompak dan kuat. Berikut penulis sampaikan periode dakwah Madinah
yang penulis batasi sebelum perintah berjihad, sehingga pembahasan
tidak terlalu panjang yang juga berhasil penulis rangkum dari kitab
Siroh terbaik yaitu kitab Ar-Rahiq Al-Makhtum karya Shafiyurrahman
Al-Mubarakfuri.
1. Membangun Masjid
Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam setibanya di Madinah adalah membangun masjid
Nabawi, yang di bangun di tempat berhentinya unta Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam di tanah yang beliau beli dari kedua
anak yatim. Pembangunan masjid dimulai dan Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam ikut serta dalam pembangunan masjid
tersebut yang tentunya menambah semangat para sahabat untuk
lebih giat dalam kerja bakti. Kiblat masjid mengarah ke Baitul
Maqdis sebelum turun ayat perubahan arah Kiblat 17 bulan
setelah hijrahnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Setelah
selesai membangun masjid, Rasulullah kemudian membangun
perumahan untuk istri-istrinya tepat di sampaing masjid Nabawi.
Masjid saat itu tidak hanya digunakan untuk shalat saja,
melainkan juga digunakan untuk tempat berkumpul dan
membicarakan berbagai hal penting serta digunakan untuk
menyelesaikan perkara di antara meraka. Selain itu juga
digunakan untuk tempat tinggal bagi kaum Muhajirin yang tidak
mendapatkan tempat tinggal atau sanak saudara di Madinah.
2. Mempersaudarakan antara kaum Muhajrin dan Anshar
Langkah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berikutnya
adalah mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Kejadian tersebut berlangsung di rumah Anas bin Malik yang
saat itu berkumpul 90 orang dari kalangan Muhajirin dan Anshar.
Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
mempersaudarakan mereka satu persatu untuk saling tolong
menolong dan saling mewarisi, sehingga turun ayat mengenai
persaudaraan ini:
ْ
َ َّ ُ َ ه ه ٰ
ْ ْ َ ٰ َْ ْ ُ ُ َْ َ َْْ ُ ُ
َ
َُّۗانَّ اّٰللَّ ِبك ِلَّ شيء
ِ َّاّٰلل
ِ ََّّكت ِب
ِ امَّ بعضهمَّ اولىَّ ِببعضَّ ِفي
ِ واولواَّ الارح
َ
َّ َّࣖع ِل ْي ٌم
َ َ
َ الجنة
.ََّّبسلام
َّ .هَّويده
ِ سلمَّالمسلمونَّمنَّلسا ِن َُّ
ِ َّالمسلمَّمن
ُّ لأخيهَّماَّي ُ ُ
َّ .َّلنفسه
ِ حب َّ ََّّحتىَّيحب
َّ َّلاَّيؤمنَّأحدكم
54
HR Ibnu Hibban
55
HR At-Tabrani
56
HR Muslim
57
HR Al-Bukhari
dalam menciptakan pola hubungan yang baik di tengah
masyarakat muslim Madinah. Sehingga masyarakat pada zaman
sahabat menjadi zaman keemasan yang manjadi panutan
sepanjang sejarah hingga hari kiamat. Hal ini terjadi karena
mereka mendapatkan pendidikan rohani langsung dari Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam selain sebagai Nabi dan Rasul beliau
juga berperan sebagai pemimpin yang agung, berwibawa, dan
berakhlak mulia, sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat
Madinah bahkan bagi sesmesta alam.
4. Perjanjian dengan Kaum Yahudi Madinah
Keberadaan dan peran masyarakay Yahudi sebagai salah satu
bagian kota Madinah tidak dapat dipungkiri, walaupun sejatinya
mereka sangat membenci Islam dan kaum Muslimin, tapi pada
masa itu mereka menyembunyikan kebencian tersebut dan tidak
menampaka permusushan. Karena itu Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam perlu mengadakan perjanjian dengan mereka
untuk semakin menguatkan pondasi masyarakat Madinah yang
memang hidup saling berdampingan. Inti perjanjian Raslullah
shalallahu alaihi wasallam dengan mereka adalah untuk saling
menjaga keamanan bersama, saling menasehati, saling membantu,
bersama sama melindungi Madinah dari serangan musuh,
menghormati kepercayaan masing-masibg dan tidak boleh
menyerang atau saling memusuhi, dan jika ada pertikaian di
antara mereka, maka rujukanya adalah Allah dan RasulNya.
Dengan demikian selesailah Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam dalam membentuk satu masyarakat yang sangat ideal
sehingga memenuhi syarat untuk di sebut sebagai sebuah tatanan
Negara yag berdaulat di Madinah, dengan kekuasaan yang sah
dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebagai
pemimpinya.58
58
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, (Kairo: Dar A-
Wafa’, 2010), h. 84