Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pembimbing:
Dr. Ajid Hakim M.ag
2023 M/1445 H
Daftar Isi
BAB 1 : PENDAHULUAN
Latar belakang.....................................................................................................................3
Rumusan masalah................................................................................................................4
BAB 2: PEMBAHASAN
AL-QUR’AN DAN ASPEK-ASPEKNYA
Pengertian Al-qur’an...........................................................................................................5
Nama-nama Alqur’an..........................................................................................................6
Perbedaan antara Alqur’an, Hadist Qudsi, dan Hadist Nabawi............................................7
Cakupan kandungan Al-qur’an...........................................................................................8
BAB 3: PENUTUPAN
Penutupan...........................................................................................................................9
Simpulan............................................................................................................................10
Saran..................................................................................................................................11
Daftar Pustaka...................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian al-Qur’an?
2. Apa saja nama-nama al-Qur’an?
3. Apa perbedaan antara al-qur’an, hadits qudsi, dan hadits nabawi?
4. Apa cakupan kandungan dalam al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qur’an
Ditinjau dari segi bahasa, secara umum diketahui bahwa kata al-qur’an (القران
ٌ) berasal dari kata ق@@راyang berarti mengumpul atau menghimpun. Qira’ah berarti
merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan lainnya dalam satu ungkapan kata
yang teratur. Al-qur’an asalnya sama dengan qira’ah, yaitu akar kata (mashdar-
infinitif) dari qara’a, qira’atan wa qur’anan. Allah menjelaskan:
)18( ) َفِإَذ اَقَر ْأَنُه َفاَّتِبْع ُقْر َء اَنُه17( إَّن َع َلْيَناَج ْم َعُه َو ُقْر َء اَنُه
“Sesungguhnya Kami-lah yang bertanggung jawab mengumpulkan (dalam dadamu) dan
membacakannya (pada lidahmu). Maka apabila kami telah menyempurnakan bacaannya
(kepadamu, dengan perantara Jibril), maka bacalah menurut bacaannya itu.” (Al-
Qiyamah: 17-18)
Disamping itu masih ada lagi bentuk mashdar dari lafadh qara’a yaitu qur’ (
)ُقْر ءtanpa alif dan nun yang mengikuti wazan fu’l ( )ُفْع ٌل. Dengan demikian kata qara’a
mempunyai tiga wazan (bentuk/sighat) mashdar, yakni qur’an ( )قرآن, qira’ah, dan qur’
()ُقْر ء. Ketiga wazan tersebut tetap memiliki satu makna yaitu bacaan. Lebih lanjut
beliau menyatakan bahwa kata al-Qur’an merupakan bentuk mashdar yang
mengandung fungsi makna isim maf’ul (yang di......), sehingga maknanya menjadi yang
dibaca atau bacaan.
Para Ahli ushul fiqih menetapkan bahwa al-Qur’an adalah nama bagi
keseluruhan al-Qur’an dan nama untuk bagian-bagiannya yang diturunkan kepada
Muhammad SAW. Maka jadilah ia sebagai identitas diri.
Dalam menta’rifkan al-Qur’an, para ulama berbeda redaksionalnya. Akan
tetapi, pada dasarnya, tidak lepas dari unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kalamullah
2. Dengan perantara malaikat jibril as.
3. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
4. Sebagai mu’jizat
5. Ditulis dalam mushaf
6. Ditulis secara mutawatatir
7. Diangggap ibadah orang yang membacanya
8. Dimulai dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas
9. Sebagai ilmu laduni bersifat global
10. Mencakup segala hakikat kebenaran
11. Berbahasa Arab
Adapun hakikat al-Qur’an menurut para mutakallimin ialah makna yang
berdiri pada dzat Allah SWT. Ulama’ Mu’tazilah berpendirian bahwa hakikat al-
Qur’an adalah huruf-huruf dan suara yang dicipta (mahluk) oleh Allah SWT, yang
setelah wujud kemudian hilang lenyap. Dua ulama’ yang meniadakan kemakhlukan al-
Qur’an mengemukakan bahwa Allah SWT. Menyebut manusia dalam 18 tempat
sebagai makhluk, tetapi menyebut al-Qur’an dalam 54 tempat tanpa menyebut sebagai
makhluk. Lagi pula firman Allah SWT. Yang menyebutkan al-Qur’an dan manusia
secara bersamaan, dibedakan antara keduanya (55:2-3)
Adapun secara bahasa, pengertian al-Qur’an sebagai berikut:
1. Menurut Manna’ Qattan, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang bacaannya dianggap sebagai ibadah.
2. Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni (wft 1390 H) mandefinisikan Al-Qur’an sebagai
kalam Allah yang tiada tandingannya yang bernilai mu’jizat, diturunkan kepada nabi
terakhir (khatam al-anbiya’ = )خاتماالنبى@@اءdengan perantara malaikat jibril yang
tertulis pada pada mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan bacaannya termasuk
ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
3. Menurut Al-Suyuthi menerangkan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad yang tidak ditandingi oleh penentangannya walau
hanya sekedaar satu surat.
4. Para ahli agama (Ahli Ushul) berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah nama bagi
kalamAllah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam
mushaf.
Dengan definisi tersebut diatas sebagaimana dipercaya Muslim, firman Allah
yang diturunkan kepada nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan al-
Qur’an seperti kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, atau kitab Injil yang
diturunkan kepada umat Nabi Isa. Demikian pula kalam Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah,
seperti hadits qudsi, tidak termasuk al-Qur’an.
B. Nama-nama Al-Qur’an
As-Suyuti menyebut bahwa musannif kitab al-Burhan fi Musykilati al-qur’an
yaitu Abul Ma’ali Syaidalah telah meneliti ada 55 nama al-Qur’an sesuai dengan
firman allah sendiri, yaitu:
1. Al-Qur’an (bacaan)
Wahyu Allah yang diturunkan sebagai kitab terakhir diberi nama Al-Qur’an yang
berarti bacaan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Nama inilah yang
paling terkenal dan dikenal baginya, serta paling sering disebut dalam al-Qur’an itu
sendiri. Paling tidak sebanyak lima puluh kali kata ini disebut dalam al-Qur’an. Di
antara pemakaian kata al-Qur’an sebagai salah satu nama bagi wahyu terakhir adalah
tercantum dalam beberapa surat sebagai berikut:
)9( ِإَّن َهَذ ااْلُقرَء اَن َيهِد ىِلَّلِتى ِهَى َأْقَو اُم
“Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus. “(Al-Isra’ : 9)
)185(...... َش ْهُرَر َم َض اَن الِذ ى ُاْنِز َلِفيِه اْلُقرَء اُن
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya
diturunkan permulaan al-Qur’an.... “(Al-Baqarah : 185)
﴾87﴿ َو َلَقْد َء اَتْيَٰن َك َسْبًعا ِّم َن ٱْلَم َثاِنى َو ٱْلُقْر َء اَن ٱْلَعِظ يَم
“ dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-
ulang dan al-Qur’an yang agung.” (Al-Hijr:87)
Selanjutanya mengenai penggunaan al-Qur’an sebagai nama bagi kitab al-Qur’an
tersebut dapat diperhatikan dalam ayat-ayat berikut ini, yakni surat al-Isra’ ayat 88,
surat Thaha ayat 2, surat an-Naml ayat 6, surat al-Ahqaf ayat 29, surat al-Waqi’ah ayat
77, surat al-Hasyr ayat 21, dan al-Dahr ayat 23.
2. Al- Kitab (catatan / yang ditulis)
)2( ِلَك ٱْلِكَٰت ُب اَل َرْيَب ِفيِه ُهًدى ِّلْلُم َّتِقي
َٰذ
“Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa” (Al-Baqarah: 2)
3. Busyro (kabar gembira)
)102( ُقْل َنَّز َل ۥُه ُر وُح ٱْلُقُد ِس ِم ن َّرِّبَك ِبٱْلَح ِّق ِلُيَثِّبَت ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا َو ُهًدى َو ُبْش َر ٰى ِلْلُم ْسِلِم ي
“Katakanlah, "Rohulkudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Tuhanmu dengan
kebenaran, untuk meneguhkan (hati) orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk
serta kabar gembira bagi orang yang berserah diri (kepada Allah)." (An-Nahl: 102)
4. Ilmu (ilmu pengetahuan)
..... )61( َفَم ْن َح ٓاَّج َك ِفيِه ِم ۢن َبْعِد َم ا َج ٓاَء َك ِم َن ٱْلِع ْلِم
“Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu...” (Ali
‘Imran: 61)
5. Al-Urwatil wusqo (tali yang kuat)
َّٰط
ٓاَل ِإْك َر اَه ِفى ٱلِّديِن َقد َّتَبَّيَن ٱلُّر ْشُد ِم َن ٱْلَغِّى َفَم ن َيْك ُفْر ِبٱل ُغوِت َو ُيْؤ ِم ۢن ِبٱِهَّلل َفَقِد ٱْس َتْم َس َك ِبٱْلُعْر َو ِة ٱْلُو
)256( ْثَقٰى اَل ٱنِفَص اَم َلَها َو ٱُهَّلل َسِم يٌع َع ِليٌم
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar
kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh)
pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.” (Al-Baqarah: 256)
6. Al-Haq (kebenaran), dalam surat Ali ‘Imran: 62
7. Jablullah (tali Allah SWT), dalam surat Ali ‘Imran: 104
8. Bayan (keterangan), dalam surat Ali ‘Imran: 138
9. Munadi (penyeru), dalam surat Ali ‘Imran: 193
10. Nurun Mubin (cahaya terang), dalam surat an-Nisa’: 174
11. Muhaimin (penyaksi), dalam surat al-Maidah: 48
12. Adl (keadilan), dalam surat al-An’am: 115
13. Siratunmustaqim (jalan yang lurus), dalam surat al-An’am: 157
14. Basha’ir (penjelasan), dalam surat al-A’raf: 203
15. Kalamullah (firman Allah), dalam surat at-Taubah: 6
16. Hakim (bijaksana), dalam surat Yunus:1
17. Mauidhah (nasehat), dalam surat Yunus: 51
18. Huda (petunjuk), dalam surat Yunus: 57
19. Rahmat (kasih sayang), dalam surat Yunus: 57
20. Arabi (berbahasa arab), dalam surat Yunus: 2
21. Qashas (kisah-kisah), dalam surat Yunus: 3
22. Balagh (penyampai), dalam surat Ibrahim: 5
23. Syifa’ (penawar), dalam surat al-Isra’: 87
24. Qayyim (lurus), dalam surat al-Kahfi: 2
25. Wahyu, dalam surat an-Nisa’: 45
26. Dzikr (peringatan), dalam surat al-Anbiya: 50
27. Mubarok (diberkati), dalam surat al-Anbiya: 50
28. Zabur, dalam surat al-Anbiya: 50
29. Al-Furqon (Pembeda), dalam surat al-Furqan: 1
30. Tanzil (yang diturunkan), dalam surat asy-Syu’ara’:192
31. Ahsanal Hadits (perkataan terbaik), dalam surat az-Zumar: 23
32. Matsani (yang diulang-ulang), dalam surat az-Zumar: 23
33. Mutasyabih (yang serupa), dalam surat az-Zumar: 23
34. As-Shidq (kebenaran), dalam surat az-Zumar: 33
35. Basyir (kabar gembira), dalam surat Fushshilat: 4
36. Nadhir (ancaman), dalam surat Fushshilat: 4
37. Aziz (mulia), dalam surat Fushshilat: 41
38. Ar-Ruh, dalam surat asy-Syura:52
39. Ali (yang tinggi), dalam surat az-Zukhruf:40
40. Mubin (yang nyata), dalam surat az-Zukhruf: 2
41. Hikmah (kebijakasanaan), dalam surat al-Qamar: 5
42. Karim (mulia sekali), dalam surat al-Waqiah: 77
43. Tadzkirah (peringatan), dalam surat al-Haqqah:49
44. Ajab (mengherankan), dalam surat al-Jin: 1
45. Amrullah (keputusan Allah), dalam surat ath-Thalaq: 5
46. Nabaun Adhim (berita agung), dalam surat An-Naba’: 201
47. Suhuf (lembaran-lembaran), dalam surat ‘Abasa: 13
48. Mukarramah (yang dimuliakan), dalam surat ‘Abasa: 13
49. Marfu’ah (ditinggikan), dalam surat ‘Abasa: 14
50. Muthohharoh ( yang disucikan), dalam surat ‘Abasa: 14
51. Majid (yang mulia), dalam surat al-Buruj:21
52. Qaul (pekataan), dalam surat ath-Thariq:13
53. Al-Fasl (yang tegas), dalam surat ath-Thariq:130
54. Al-Hadi (yang memberi petunjuk), dalam surat al-Isra’:9
55. Balighoh (yang sempurna) dalam surat al-Qamar: 5
C. Perbedaan Antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi
Definisi al-Qur’an telah dikemukakan pada halaman sebelumnya. Berikut ini
adalah definisi hadits qudsi dan hadits nabawi:
Hadits Nabawi
Hadits (baru) dalam arti bahasa lawan qadim (lama). Dan yang dimaksud hadits
adalah setiap kata-kata yang diucapkan dan ditulis serta disampaikan oleh manusia
baik kata-kata itu diperoleh melalui pendengarannya atau wahyu, baik dalam keadaan
jaga ataupun dalam keadaan tidur. Adapun menurut istilah, pengertian hadist nabawi
ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan (qaul),
perbuatan (fi'li), persetujuan (taqrir), maupun sifat (wasfi).
Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi saw.,
ِإَّنَم ا ْاَألْع َم اُل ِبالِّنَّياِت َوِإَّنَم ا ِلُك ِّل اْمِرٍئ َم ا َنَو ى
"Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan, setiap orang
bergantung pada niatnya ...."(HR Bukhari).
Yang berupa perbuatan ialah seperti ajarannya kepada para sahabat
mengenai bagaimana cara mengerjakan salat, kemudian ia mengatakan,
َص ُّلوا َك َم ا َر َأْيُتُم وِني ُأَص ِّلي
"Shalatlah seperti kamu melihat aku shalat." (HR Bukhari).
Adapun yang berupa persetujuan adalah seperti ia menyetujui suatu
perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan ataupun
perbuatan; di hadapannya ataupun tidak, tetapi beritanya sampai
kepadanya, seperti makanan biawak yang dihidangkan kepadanya. Dan
persetujuannya dalam satu riwayat, Rasulullah saw. mengutus orang dalam
satu peperangan. Orang itu membaca suatu bacaan dalam shalat yang
diakhiri dengan qul huwallahu ahad. Setelah pulang, mereka menyampaikan
hal itu kepada Rasulullah saw., lalu Rasulullah saw. berkata, "Tanyakan
kepadanya mengapa ia berbuat demikian?" Mereka pun menanyakan, dan
orang itu menjawab, "Kalimat itu adalah sifat Allah dan aku senang
membacanya." Maka Rasulullah saw. menjawab, "Katakan kepadanya
bahwa Allah pun menyenangi dia." (HR Bukhari dan Muslim).
Yang berupa sifat adalah riwayat seperti bahwa Rasulullah saw. selalu
bermuka cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula
kasar, tidak suka berteriak keras, tidak pula berbicara kotor, dan tidak juga
suka mencela.
Hadis nabawi itu ada dua macam. Pertama, yang bersifat tauqifi yaitu
yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu, lalu ia
menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini,
meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi
pembicaraan lebih dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itu
dinisbahkan kepada yang mengatakannya, meskipun di dalamnya terdapat
makna yang diterima dari pihak lain.
Kedua, yang bersifat taufiqi yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah
SAW menurut pemahamannya terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas
menjelaskan Quran atau menyimpulkannya dengan pertimbangan dan
ijtihad. Bagian kesimpulan yang bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu
jika ia benar, dan jika terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu
yang membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti.
Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua bagiannya yang
tauqifi dan taufiqi dengan ijtihad yang diakui oleh wahyu itu bersumber dari
wahyu. Dari inilah makna dari firman Allah tentang Rasul kita Muhammad
)4-3( َو َم ا َينِط ُق َع ِن ٱْلَهَو ٰٓى ِإْن ُهَو ِإاَّل َو ْح ٌى ُيوَح:.saw
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan” (An-Najm:3-4).
Hadits Qudsi
Secara istilah, kata qudsi dinisbahkan kepada kata quds (kesucian). Karena kata
quds itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian secara bahasa. Maka kata
taqdîs berarti mensucikan Allah. Taqdîs sama dengan tathhîr, dan taqaddasa sama
dengan tathahhara (suci, bersih). Seperti dalam firman Allah:
)30( َو َنْح ُن ُنَسِّبُح ِبَح ْم ِد َك َو ُنَقِّد ُس َلَك
“ dan kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan diri kami karena
Engkau....”. (Al-Baqarah:30)
Secara bahasa, hadits qudsi adalah satu hadits yang oleh Nabi Muhammad SAW
disandarkan kepada Allah SWT. Maksudnya, Nabi meriwayatkannya dalam posisi
bahwa yang disampaikannya adalah kalam Allah. Jadi, Nabi itu adalah orang yang
meriwayatkan kalam Allah, tetapi redaksi lafadznya dari nabi sendiri.
Adapun contohnya adalah sebagai berikut:
Contoh pertama, Dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW, mengenai apa
yang diriwayatkannya dari Tuhannya ‘azza wajalla: “Tangan Allah itu penuh, tidak
dikurangi oleh nafkah, baik diwaktu malam ataupun siang hari...”.
Contoh kedua, Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah
SWT berfirman: “aku sesuai dengan apa yang menjadi dugaan hamba-Ku. Aku
bersamanya bila dia menyebut-Ku. Bila dia menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Akupun
menyebutnya di khalayak orang ramai yang lebih baik dari itu...”.
Hadis qudsi maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAW
melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW,
inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalah
nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya hadis
qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara hadis qudsi
dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk ditantang, serta
membacanya pun diangggap ibadah.
Berikut ini tabel perbedaan antara ketiganya adalah sebagai berikut:
al-Qur’an Hadits Nabawi Hadits Qudsi
Makna dan lafadznya Makna dari pemahaman Makna dari Allah, namun
dari Allah Nabi terhadap Firman lafadz dari Nabi sendiri
Allah, kata dan lafadznya
dari Nabi sendiri
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang tiada tandingannya yang bernilai mu’jizat,
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dengan perantara malaikat jibril yang
tertulis pada pada mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan bacaannya termasuk
ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
As-Suyuti menyebut bahwa musannif kitab al-Burhan fi Musykilati al-Qur’an
yaitu Abul Ma’ali Syaidalah telah meneliti ada 55 nama al-Qur’an sesuai dengan
firman Allah sendiri, diantaranya adalah al-Kitab (buku), Busyro (kabar gembira),
‘Ilmu (ilmu pengetahuan), Al-Urwatil wusqo (tali yang kuat), Al-Haq (kebenaran),
Tanzil (yang diturunkan), dan lain sebagainya.
Secara sederdana perbedaan al-Qur’an, hadits qudsi, dan hadits nabawi adalah
jika al-Qur’an makna dan lafadznya dari Allah, hadits qudsi makna dari pemahaman
nabi terhadap firman Allah, kata dan lafadznya dari nabi sendiri. Sedangkan hadits
nabawi makna dari Allah, namun lafadznya dari nabi sendiri.
Di dalam surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an juga memiliki kandungan yang
secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama yaitu
mengenai akidah, ibadah dan muamalah, hukum, akhlak, tadzkir, kisah-kisah umat
terdahulu, Isyarat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya penulis menyadari bahwa masih terdapat
kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
Daftar Pustaka
Al-Qattan Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: PT. Pustaka Litela
AntarNusa.
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.
Hamzah, Muchtolab. 2003. Studi Al-Qur’an Komprehensif. Wonosobo: Gama Media
Shihab, Quraish. 1999. Sejarah & Ulum Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. Syakur.
2001. Ulum al-Qur’an. Semarang: PKPI2 – FAI Universitas Wahid Hasyim.