Anda di halaman 1dari 23

Daftar Isi

Daftar Isi………………………………………………………………………………………….1
I. TOPIK INTI...............................................................................................................................2
A. PENGANTAR ULUMUL QUR’AN.......................................................................................2
1. Pengertian dan Nama-Nama Al-Qur’an......................................................................................2
2. Kedudukan dan Fungsi Al-Qur’an...............................................................................................3
B. ONTOLOGI ULUMUL QUR’AN...........................................................................................4
1. Pengertian Ulumul Qur’an...........................................................................................................4
2. Ruang Lingkup Al-Qur’an...........................................................................................................4
3. Latar Belakang Lahirnya ‘Ulum Al-Qur’an................................................................................4
4. Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an...................................................................5
II. EFISTIMOLOGI ‘ULUM AL-QUR’AN...............................................................................6
A. WURUD.....................................................................................................................................6
1. Nuzul Al-Qur’an..........................................................................................................................6
2. Asbab Nuzul Al-Qur’an...............................................................................................................7
3. Ayat Makkiyah dan Madaniyyah.................................................................................................8
4. Penulisan (Rasm) Al-Qur’an.......................................................................................................9
5. Nasikh dan Mansukh.................................................................................................................11
6. Munasabah dalam Al-Qur’an....................................................................................................12
B. DILALAH................................................................................................................................13
1. Karakter Lafazh Al-Qur’an........................................................................................................13
2. Uslub Al-Qur’an........................................................................................................................15
3. Tafsir Al-Qur’an........................................................................................................................18
4. Ijaz Al-Qur’an............................................................................................................................21

1
I. TOPIK INTI

A. PENGANTAR ULUMUL QUR’AN

1. Pengertian dan Nama-Nama Al-Qur’an


- Pengertian Al Qur'an secara etimologi (bahasa)
Secara bahasa, Al Qur'an berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak dari kata
benda (masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang berarti bacaan atau
sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Konsep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai
pada salah satu surah al Qur'an yaitu pada surat al Qiyamah ayat 17 - 18.
- Pengertian Al Qur'an secara terminologi (istilah islam)
Secara istilah, al Qur'an diartikan sebagai kalam Allah swt, yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat, disampaikan dengan jalan mutawatir dari
Allah swt sendiri dengan perantara malaikat jibril dan mambaca al Qur'an dinilai ibadah
kepada Allah swt.
- Nama-Nama Al-Qur’an
Al-Qur’an mempunyai banyak nama, dan nama-nama itu antara lain sbb:
1. Al-Kitab, yang artinya buku atau kitab. Nama ini diambil dari firman Allah berikut ini.

Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa“. (QS. Al-Baqarah: 2)

2. Al-Furqan, artinya pembeda. Maksudnya adalah Al-Qur’an menerangkan secara jelas


mana yang benar dan mana yang salah. Nama ini diambil dari firman Allah berikut ini.

Artinya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-
Nya (Muhamad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”. (QS. Al-
Furqan : 1)

3. Adz-Dzikru, yang berarti peringatan. Al-Qur’an dikatakan Adz-Dzikru karena banyak


ayat-ayatnya yang berisi peringatan kepada manusia. Nama ini diambil dari firman Allah
yaitu:

Artinya: “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula)
yang memelihranya“. (QS. Al-Hijr: 9)

4. Al-Huda, artinya petunjuk. Al-Qur’an dikatakan Al-Huda karena ayat-ayatnya berisi


petunjuk bagi manusia. Nama ini diambil dari firman Allah berikut ini.

2
Artinya: “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang benar dan yang bathil),…”(QS. Al-Baqarah: 185)

5. An-Nur, berarti cahaya. Dikatakan An-Nur karena petunjuk-petunjuknya adalah sebagai


penerang hati. Nama ini diambil dari firman Allah berikut ini.

Artinya: “…Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak
memiliki cahaya sedikitpun.” (QS. An-Nur: 40)

6. Asy-Syifa’, artinya obat atau penyembuh. Nama ini diambil dari ayat berikut ini.

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)

7. At-Tanzil, artinya yang diturunkan. Nama ini Allah gunakan dalam firmanNya berikut
ini.

Artinya: “Dan sesungguhnya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta
alam“. (QS. Asy Syu’ara’: 192)

2. Kedudukan dan Fungsi Al-Qur’an


- Kedudukan Al-Qur’an adalah sebagai kalamullah dan wahyu. Yang dimaksud kalamullah
adalah al-Qur’an itu ucapan Allah yang disampaikan kepada nabi melewati Malaikat
Jibril. Sedangkan wahyu Allah adalah isyarat atau insting.
- Fungsi al-Qur’an bagi kehidupan itu sangat banyak, diantaranya sebagai berikut:
a. Sebagai petunjuk jalan yang lurus
b. Merupakan mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW
c. Menjelaskan kepribadian manusia dan yang membedakannya dari makhluk lainnya
d. Merupakan penyempurna bagi kitab-kitab Allah yang telah turun sebelumnya
e. Menjelaskan masalah yang pernah diperselisihkan umat sebelumnya

3
f. Al-Quran sebagai obat untuk segala penyakit
g. Tuntunan dan hukum untuk umat manusia.

B. ONTOLOGI ULUMUL QUR’AN

1. Pengertian Ulumul Qur’an


Ulum berasal dari kata I’lmu, I’lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan menguasai)..
Ulumul qur’an dapat diartikan sebagai sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an,
dan pembahsan itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-pokok bahasan
ulumul qur’an yang pembahasannya meliputi sebab turunnya al-Qur’an, masa kodifikasi, cara
penulisan, ayat-ayat makkiyah dan madaniyyah dan pembahasan lainnya yang menyangkut
tentang al-Qur’an.

2. Ruang Lingkup Al-Qur’an


Ruang lingkup al-Qur’an terdiri dari enam hal pokok, yaitu:
1) Persoalan turunnya Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
2) Persoalan sanad
3) Persoalan Qira’at atau cara pembacaan al-Qur’an
4) Persoalan kata-kata al-Qur’an
5) Persoalan makna-makna al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum
6) Persoalan makna-makna al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata al-Qur’an

3. Latar Belakang Lahirnya ‘Ulum Al-Qur’an


Di masa Rasul SAW dan para sahabat,Ulumul Qur’an belum di kenal sebagai suatu ilmu
yang berdiri sendiri dan tertulis.Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan
struktur bahasa arab yang tinggi dan bila mereka tidak menemukan kesulitan dalam memahami
ayat-ayat tertentu mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.Dengan demikian ada
tiga faktor yang menyebabkan Ulumul qur’an tidak di bukukan di masa Rasul dan
sahabat.Pertama kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar dalam
memahami Al-Qur’an dan Rasul dapat menjelaskan maksudnya.Kedua,sahabat sedikit sekali
yang bisa menulis.Ketiga,adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al-Qur’an. Di masa
Khalifah Usman wilayah islam bertambah luas,keadaan ini menimbulkan kekhawatiran sahabat
akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab dari bangsa arab dan akan terjadinya perpecahan di
kalangan kaum muslimin tentang bacaan Al-Qur’an selama tidak memiliki sebuah Al-Qur’an
yang menjadi standar bacaan.Maka dari itu di salinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah Al-
Qur’an yang di sebut Mushhaf Imam.Dengan terlaksananya penyalinan ini maka Usman telah
meletakkan suatu dasarUlumul Qur’an yang di sebut Rasm Al-Qur’an atau ‘ilm al-Rasm al-
Usmani.

4
4. Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an
Ada dua fase tumbuh dan berkembangnya ulumul qur’an, yaitu fase sebelum kodifikasi
dan fase setelah kodifikasi.
- Pada fase sebelum kodifikasi, ‘ulum al-Qur’an kurang lebih sudah merupakan benih yang
kemunculannya sangat dirasakan semenjak nabi masih ada. Ditandai dengan kegairahan
para sahabat untuk mempelajari al-Qur’an dengan sungguh-sungguh. Hal ini kemudian
mendorong Ibn Taimiyyah untuk mengatakan bahwa nabi sudah menjelaskan apa-apa
yang menyangkut penjelasan Al-Qur’an kepada para sahabatnya.
- Pada fase setelah kodifikasi hanya al-Qur’an lah satu-satunya yang telah dikodifikasi.
Perkembangannya sebagai berikut:
a. perkembangan al-Qur’an pada abad II H, abad ini adalah abad dimana penyusunan
ilmu-ilmu agama.
b. perkembangan ‘ulum al-qur’an pada abad III H, pada abad ini para ulama menyusun
tafsir dan ilmu tafsir.
c. perkembangan ‘ulum al-qur’an pada abad IV H, pada abad ini mulai disusun Ilmu
Gharib Al-Qur’an.
d. perkembangan ‘ulum al-qur’an pada abad V H, pada abad ini disusun Ilmu I’rab Al-
Qur’an dalam satu kitab.
e. perkembangan ‘ulum al-qur’an abad VI H, para ulama menyusun Ilmu mubhamat al-
Qur’an.
f. perkembangan ‘ulum al-qur’an abad VIII H, pada abad ini munculah ulama yang
menyusun ilmu-ilmu baru sedang penulisan kitab al-Qur’an berjalan.
g. perkembangan ‘ulum al-qur’an abad IX dan X H, pada abad ini perkembangan ulumul
qur’an berada dipuncak kesempurnaannya.
i. perkembangan pada abad XIV H, penyusunan kitab-kitab yang membahas al-Qur’an
dari berbagai segi.

5
II. EFISTIMOLOGI ‘ULUM AL-QUR’AN

A. WURUD

1. Nuzul Al-Qur’an

a. Makna dan Kaifiyat Nuzul Al-Qur’an


- Makna Nuzûl: Derivasi kata nuzuul bermakna turun, sebagaimana hal ini disebutkan dalam
Mufradat, Misbah dan Aqrab. Raghib dalam memaknai nuzul berkata, “al-Nuzul fii al-ashl:
huwa inhitat min ‘ulu’ (Nuzul aslinya bermakna turunnya sesuatu dari atas). Na-za-la bermakna
sekali turun. “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu pada waktu yang lain.” (Qs.
Al-Najm [53]:13)
- Kaifiyat atau tata cara penurunan Al-Qur’an itu ada tiga tahap, yang pertama Al-Qur’an turun
secara sekaligus dari Allah ke Lauhul Mahfudz (suatu tempat yang merupakan catatan tentang
segala ketentuan dan kepastian Allah). Yang kedua dari lauhul mahfudz ke bait al-izzah (tempat
yang berada dilangit dunia) dan tahap yang terkahir dari bait al-izzah kedalam hati nabi dengan
jalan yang berangsur-angsur melalui Malaikat Jibril.

b. Bukti/Dalil Nuzul Al-Qur’an dan Hikmah Diturunkannya secara Berangsur-angsur


- Bukti/Dalil Nuzul Al-Qur’an
Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur mempunyai dampak dan pengaruh yang
mendalam terhadap penyebaran da’wah Islam. Kebanyakan ulama’ berpendapat, bahwa satu-
satunya kitab samawiy yang diturunkan secara berangsur-angsur hanyalah al-Qur’an.
Hal ini diabadikan oleh Allah SWT di dalam firmannya:

(32). ‫َو َقاَل اَّلِذ يَن َك َفُر وا َلْو اَل ُنِّز َل َع َلْيِه اْلُقْر آُن ُج ْم َلًة َو اِح َد ًةۚ َك َٰذ ِلَك ِلُنَثِّبَت ِبِه ُفَؤ اَدَكۖ َو َر َّتْلَناُه َتْر ِتياًل‬

)33(‫َو اَل َيْأُتوَنَك ِبَم َثٍل ِإاَّل ِج ْئَناَك ِباْلَح ِّق َو َأْح َس َن َتْفِس يًر ا‬

Artinya : berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja?"; Demikianlah untuk memperteguhkan hatimu (Muhammad)
dengannya, dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang

6
kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan
kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.Q.S. (25): 32-33.
- Hikmah diturunkannya secara berangsur-angsur
a. untuk memantapkan hati nabi
b. menentang dan melemahkan para penentang al-Qur’an
c. memudahkan untuk dihapal dan dipahami
d. mengikuti setiap kejadian dan melakukan penahapan dalam penetapan syari’at.
e. membuktikan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah SWT.

c. Surat yang Pertama dan Terakhir Turun


- Yang pertama kali turun, pendapat yang paling shahih mengenai yang pertama kali turun
adalah firman Allah ta’ala:

‫ َع َّلَم اِأْل ْنَس اَن َم ا َلْم َيْع َلْم‬، ‫ اَّلِذ ي َع َّلَم ِباْلَقَلِم‬، ‫ اْقَر ْأ َو َر ُّبَك اَأْلْك َر ُم‬، ‫ َخ َلَق اِأْل ْنَس اَن ِم ْن َع َلٍق‬،‫اْقَر ْأ ِباْس ِم َر ِّبَك اَّلِذ ي َخ َلَق‬

Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu paling mulia. Yang mengajar
manusia dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya
(manusia tersebut).” (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-5)

- Ayat yang terakhir turun adalah,

- ‫اْلَيْو َم َأْك َم ْلُت َلُك ْم ِد يَنُك ْم َو َأْتَمْم ُت َع َلْيُك ْم ِنْع َم ِتي َوَرِض يُت َلُك ُم اِإْل ْس الَم ِد يًنا‬

Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian diin kalian, telah Kucukupkan
kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai diin kalian.” (QS. Al-
Maaidah [5]: 3)

d. Al-Qur’an Turun dengan Tujuh Huruf

Yang dimaksud turun dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa (dialek) dari bahasa-bahasa
Arab dalam satu makna. Seperti kata ‫َعِّج ْل‬, ‫َهُلَّم‬,‫ َتَعال‬, ‫ َأْقِبْل‬dan ‫ َأْس ِر ْع‬yang lafazh-lafazh tersebut
sekalipun berbeda namun maknanya adalah sama (yaitu kemari).

7
2. Asbab Nuzul Al-Qur’an

a. Pengertian Asbab al-nuzul

- Menurut Az-Zarqani, asbab nuzul al-Qur’an adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta
ada hubungannya dengan turunnya ayat al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat
peristiwa itu terjadi.
- Menurut Ash-Shabuni, asbab nuzul al-Qur’an adalah peristiwa atau kejadian yang
menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan
peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau
kejadian yang berkaitan denngan urusan agama.
- Shubhi shalih, menurutnya asbab nuzul al-Qur’an adalah sesuatu yang menjadi sebab
turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai
respon atasnya.
- Mana’ Alqathan, asbab nuzul al-Qur’an adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan
turunnya al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu
kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.

b. Urgensi Asbabul Nuzul

Urgensi asbabul nuzul dalam memahami al-Qur’an, sebagai berikut:

a. Membantu memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-


ayat al-Qur’an.
b. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
c. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
d. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun.
e. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat.

c. Kaidah-Kaidah Asbab An-Nuzul


Kenyataannya bahwa dalam periwayatan asbab al-nuzul ada beberapa riwayat yang
menyebutkan peristiwa-peristiwa yang berbeda tetapi dikatakan sama menjadi asbab al-nuzul
dalam arti khas.

Al-Zarkasyi menyebutkan kaidah-kaidah tersebut, yaitu:


a. Jika ada dua riwayat yang satu shahih dan yang lainnya dha’if, maka yang digunakan
ialah yang shahih dan yang dha’if ditolak.
b. Dua riwayat sama-sama shahih dan salah satunya lebih rajih dari pada yang lain, maka
yang dipegangi adalah riwayat yang rajih dan yang marjuh ditinggalkan.

8
c. Dua riwayat sama-sama shahih dan tidak dapat dirajihkan salah satunya, tetapi dapat
dikompromikan dengan jalan bahwa dua riwayat itu sama-sama menjelaskan asbab al-
nuzul dan ayat tersebut diturunkan setelah dua peristiwa yang disebutkan terjadi
d. Dua riwayat sama-sama shahih, tetapi tidak ada perajihnya.

3. Ayat Makkiyah dan Madaniyyah

a. Cara mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah


Cara mengetahuinya itu, para sarjana muslim berpegang pada dua perangkat pendekatan:
1) Pendekatan transmisi (Periwayatan), para sarjana muslim merujuk kepada riwayat-
riwayat valid yang berasal dari para sahabat, yaitu orang-orang yang besar kemungkinan
menyaksikan turunnya wahyu.
2) Pendekatan analogi (Qiyas), bila dalam surat makkiyah terdapat sebuah ayat yang
memiliki ciri-ciri khusus madaniyyah, ayat ini termasuk kategori ayat madaniyyah.

b. Ciri Spesifik Ayat Makkiyah dan Madaniyyah


1) Makkiyah :
a. Didalamnya terdapat ayat sajdah
b. Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla”
c. Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas”
d. Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu
e. Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali surah Al-Baqarah
f. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf yang terpotong.
2) Madaniyyah :
a. Mengandung ketentuan-ketentuan faraid dan had
b. Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik
c. Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitab.

9
4. Penulisan (Rasm) Al-Qur’an

a. Sejarah Pembukuan dan Pemeliharaan Al-Qur’an


- Pada mulanya Rasulullah dilarang menulis secara terang-teranganan atau khusus karena
mereka khawatir terjadi kekeliruan antara kalam Allah dengan qoul nabi.
- Pada masa Abu Bakar, pada zaman ini penulisan Al-Qur’an itu sebenarnya sudah
dilakukan pada zaman nabi masih ada, namun pada saat itu surat dan ayat ditulis dengan
terpencar-pencar. Lalu Abu Bakar menyusunnya dalam satu mushaf. Lalu disini terjadi
perang yamamah yang menyebabkan 700 orang mufadz meninggal dan banyak yang
murtad.
- Pada masa Umar bin Khatab, sepeninggalnya Abu Bakar suhuf-suhuf al-Qur’an itu
disimpan kepada Umar, dan disimpan oleh Hafsah. Pada masa ini juga mengalami
gejolak politik yaitu perpecahan semakin banyak dan banyak yang memisahkan diri dari
kelompok tertentu.
- Pada masa Utsman bin Affan, pada masa ini Ustman meneruskan pengajaran al-Qur’an.
Ustman mengambil dokumen itu dari Hafsah, lalu membuat kepanitian untuk
membukukan al-Qur’an. Pembentukan panitia itu kemudian munculah istilah Mushaf
Ustmani yang anggotanya antara lain: Zaid bin Haristah, Said bin Tsabit, Abdullah dan
Abdurrahman. Mereka menghapus kitab-kitab yang rancu dan menyempurkan
mushafnya.

b. Pengertian Rasm Al-Qur’an, Istilah dan Kaidahnya


a. Pengertian Rasm Al-Qur’an, Rasm al-Qur’an atau rasm ‘utsmani adalah tata cara
menuliskan al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khalifah Ustman bin ‘Affan.
b. Istilah, istilah yang terakhir lahir bersamaan dengan lahirnya Mushaf Utsman, yaitu
mushaf yang ditulis oleh empat panitia yaitu Zaid bin Haritsah, Zain bin Tsabit, Abdullah
dan Abdurrahman.
c. Kaidah-kadiahnya itu sebagai berikut:
- Al-Hadz, membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf.
- Al-Jiyadah, penambahan. Seperti penambahan huruf alif setelah wawu.
- Al-Hamzah, salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harkat sukun, ditulis
dengan huruf yang ber-harkat sebelumnya.

10
- Badal, penggantian.
- Washl dan Fashl, penyambungan dan pemisahan.
- Kata yang dapat dibaca dua bunyi.

C. Qira’at Al-Qur’an
Qira’at menurut bahasa berasal dari kata qara’a yang artinya membaca. Ada tiga unsur
yang dapat dikatakan sebagai definisi qira’at tersebut, antara lain:
a. Qira’at berakitan dengan cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan salah seorang
imam dan berbeda dengan cara yang dilakukan imam-imam lainnya.
b. Cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur’an itu berdasarkan atas riwayat yang bersambung kepada
Nabi.
c. Ruang lingkup perbedaan qira’at itu menyangkut persoalan lughat, hadzat, I’rab, itsbat dan
washl.

5. Nasikh dan Mansukh

a. Pengertian Nasikh dan Mansukh


Nasakh (an-Nashu) menurut istilah bahasa pengertiannya menunjukkan kepada suatu
ungkapan yang berarti membatalkan sesuatu kemudian menempatkan hal lainnya sebagai
pengganti, dengan cara menghapus sama sekali atau memindahkan.
Secara lughawi, ada empat makna naskh yang sering diungkpakan ulama, diantarnya
sebagai berikut:
1. Izalah atau menghilangkan
2. Tabdil atau penggantian
3. Tahwil atau memalingkan
4. Naql atau memindahkan dari satu tempat ketempat yang lain.

11
b. Dasar-Dasar Penetapan Nasikh dan Mansukh
Ada tiga dasar penetapan nasikh dan mansukh, antara lain sbb:
a. Melalui pentransmisian yang jelas dari nabi atau para sahabatnya.
b. Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh
c. Melalui studi sejarah.

c. Ragam Pendapat Adanya Nasikh Mansukh


a. Menerima keberadaan naskh dalam al-Qur’an. Pendapat ini dikemukakan oleh mayoritas
ulama untuk memperkuat pendaoatnya mereka mengemukakan argumentasi aqilah dan
naqliah.
b. Menolak keberadaan naskh dalam al-Qur’an. Diantara ulama yang masuk kelompok ini
adalah Abu Muslim Al-Ashhafani.

d. Bentuk-Bentuk Naskh dalam Al-Qur’an


Berdasarkan kejelasan dan cakupannya, naskh dalam al-Qur’an dibagi menjadi empat
macam, yaitu:
a. Naskh sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat
terdahulu.
b. Naskh dhimmy, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak
dikompromikan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta kedua-
duanya diketahui waktu turunnya, ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang
terdahulu.
c. Naskh kully, yiatu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan.
d. Naskh juz’iy, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi semua individu dengan
hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu atau menghapus hukum yang bersifat
muthlaq dengan hukum yang bersifat muqayyad.

e. Hikmah adanya Nasikh dan Mansukh


a. Menjaga kemashlahatan hamba
b. Mengembangkan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempuraan seiring
dengan perkembangan dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.

12
c. Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang kemudian
dihapus.
d. Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat.

6. Munasabah dalam Al-Qur’an

a. Pengertian Munasabah
- Menurut Az-Zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami.
- Menurut Manna’ Al-Qaththan, munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa
ungkapan didalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat didalam
qur’an.
- Menurut Ibn Al’ Arab, munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an sehingga
seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan
redaksi.
- Menurut Al-Baqa’I, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mnegetahui alasan-
alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an, baik ayat dengan ayat,
maupun surat dengan surat.

b. Landasan Pemikiran adanya Munasabah Ayat atau Surat dalam Al-Qur’an


Banyak ulama yang mencoba memecah kebuntuan permasalahan yang berkenaan dengan
keterkaitan ayat dan surat dalam al-Qur’an. Abu Bakr al-Naysaburi (324 H.) kemudian dikenal
sebagai pelopor pengenalan hubungan keterkaitan isi dalam al-Qur’an, yang bermula dari
pertanyaannya setiap kali ia dibacakan al-Qur’an, “Mengapa ayat ini diletakkan di samping ayat
ini, dan apa rahasia diletakkan surat ini di samping surat ini?” Adapun pengistilahan yang
digunakan dalam hal tersebut adalah munasabah.

c. Kegunaan Munasabah dalam memahami Al-Qur’an


a. Dari sisi balagah, korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan keutuhan yang indah
dalam tata bahasa al-Qur’an, dan bila dipenggal maka keserasian, kehalusan dan
keindahan ayat akan hilang. Untuk itu imam Ar-Razi berkata,”kebanyakan kehalusan dan
keindahan al-Qur’an dibuang begitu saja, yakni dalam tertib hubungan dan susunanya (al-
Munasabah)

13
b. Ia memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surat, sebab penafsiran Al-
Qur’an dengan ragamnya (Bil Ma’tsur dan Bir- Ra’yi) jelas membutuhkan pemahaman
korelasi (munasabah) antara satu ayat dengan ayat yang lain. Akan fatal akibatnya bila
penafsiran ayat dipenggal-penggal sehingga menghilangkan keutuhan makna.

B. DILALAH

1. Karakter Lafazh Al-Qur’an

a. Klasifikasi petunjuk Dalalah Lafazh Al-Qur’an


 Lafadz Dilihat dari Segi Terang dan Kandungan Makna
1. Ta’rif, yang disebut dzhohirud dalalah ialah suatu lafadz yang menunjuk kepada makna yang
dikehendaki oleh sighat (bentuk) lafadz itu sendiri. Artinya untuk memahami makna dari lafadz
tersebut tidak tergantung kepada suatu hal dari luar.

2. Nash, ialah lafadz yang menunjuk kepada suatu makna yang dikehendaki baik oleh lafadz itu
sendiri maupun oleh siyaqul kalam dan ia masih dapat dita’wilkan, ditafsirkan dan di naskah
dimasa Rasulullah SAW.

3. Mufassar ialah lafadz yang menunjuk kepada makna sebagaimana dikehendaki oleh shighat
lafadz itu sendiri dan siyaqul kalam, tetapi ia tidak dapat dita’wilkan dan ditafsirkan selain oleh
syari’.
4. Muhkam, ialah lafadz yang menunjuk kepada makna sebagaimana dikehendaki oleh sighat
lafadz itu dan siyaqul kalam. Akan tetapi ia tidak dapat dita’wilkan, ditafsirkan dan di naskah
pada saat Rasulullah SAW masih hidup.

 Khafiyud Dalalah

1. Ta’rif, yang dimaksud dengan khafiyud dalalah ialah lafadz yang penunjukannya kepada
makna yang dikehendaki bukan oleh shighat itu sendiri, akan tetapi karena tergantung kepada
sesuatu dari luar lantaran adanya kekaburan pengertian pada lafadznya.

2. Tingkatan lafadz mutasyabih


Para ahli ushul mengklasifikasikan tingkatan lafadz khafiyud dalalah kepada 4 macam:
a. Khafi
Lafadz khafi ialah lafadz yang penunjukkannya kepada maknanya adalah jelas, akan
tetapi penerapan maknanya kepada sebagian satuannya terdapat kekaburan yang bukan
disebabkan oleh lafadz itu sendiri.
b. Musykil

14
Ialah lafadz yang shighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada makna yang dikehendaki.
Akan tetapi, harus ada qorinah dari luar agar menjadi jelas apa yang dikehendakinya.
c. Mujmal
Mujmal ialah lafadz yang shighatnya sendiri tidak menunjukkan makna yang dikehendaki
dan tidak pula didapati qarnah lafdziyah (tulisan) atau keadaan yang menjelaskannya.
d. Mutasyabih
Mutasyabih ialah lafadz yang shighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada makna yang
dikehendakinya dan tidak didapati pula qarinah-qarinah dari luar yang menjelaskannya.

b. Status Petunjuk Dalalah dalam Al-Qur’an

Status atau kedudukan dalalah dalam Al-Qur’an yaitu sebagai penjelas antara dalil Qth’i
dan Dzanni. Dengan kita mempelajari tentang Dalalah, maka kita bisa mengerti makna dalam
Al-Qur’an secara detail. Karena kita membaca saja belum tentu bisa memahami maknanya, tapi
kita mempelajari tentang tingkatan dalalah ini maka kita bisa mengerti dari makna kandungan
nash tersebut.

c. Pendapat Ulama tentang Ta’wil pada Ayat Muhkam Mutasyabihat


Ar-Raghib al-Ashfahani mengambil jalan tengah dalam menghadapi masalah ini. Beliau
membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahui maknanya kepada tiga bagian :

1. Bagian yang tak ada jalan mengetahuinya, seperti waktu terjadi, keluar binatang dari bumi dan
yang sepertinya.

2. Bagian kedua, bagian manusia mengetahui sebab-sebab mengetahuinya, seperti lafadz-lafadz


yang ganjil dari hukum-hukum yang sulit atau rumit.

3. Bagian yang terakhir, bagian yang terletak antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh
sebagian ulama yang rasikh ilmunya, tidak diketahuinya oleh sebagian yang lain.

Sementara para khalaf mentakwilkan sifat-sifat mutasyabihah dengan jalan


mempertanggungjawabkannya kepada majaz yang terdekat, sehingga makna dari ayat-ayat
mutasyabihat tersebut dapat dipahami.

15
2. Uslub Al-Qur’an

a. Fawatih As-Suwar
Fawatih Suwar atau pembuka surat sering disebut huruf Al-muqothatha’ah atau huruf
yang terpotong-potong, menurut As-Suyuti, tergolong dalam ayat mutsyabih. Itulah sebabnya
banyak telaah tafsir untuk mengungkapkan rahasia yang terkandung didalamnya.

Adapun bentuk redaksi fawatih as-suwar didalam Al-Qur’an dapat dijelaskan sebagai
berikut:

a. Terdiri atas satu huruf, terdapat pada sepuluh tempat: surat shad (38): 1 yang diawali huruf
shad; surat Qaf (50):1 diawali huruf qaf; surat Al-Qalam (68);1 yang diawali huruf nun.
b. Terdiri atas dua huruf, terdapat pada sepuluh tempat: Surat Al-Mukmin (40):1; surat
Fushillat (41):1; surat Asy-Syuara (42):1; surat Zukhruf (43):1; surat Ad-Dukhan (44):1;
surat Al-Jatsiyyah (45):1; dan surat Al-Ahqaf (46):1 yang diawali huruf ha mim, surat thaha
(20):1 yang diawali huruf tha ha; surat An-Naml (27):1 yang diawali huruf tha sin; surat Yaa
Siin (36):1 yang diawali huruf ya sin.
c. Terdiri atas tiga huruf, terdapat pada tigabelas tempat: Surat Al-Baqarah (2):1; surat Ali
Imraan (3):1; surat Al-Ankabut (29):1; surat Ar-Rum (30):1; surat Luqman (31):1; surat As-
Sajdah (32):1 yang diawali huruf alim lam mim; surat Yunus (10):1; surat Hud (11);1 surat
Yusuf (12):1; surat Ibrahim (14):1; surat Al-Hijr (15):1 yang diawali huruf alim lam ra; surat
Asy-Syuara (26):1; surat Al-Qhashash (28):1 yang diawali huruf tha sin mim.
d. Terdiri atas empat huruf, terdapat pada dua tempat: surat Al-A’raf (7):1 yang diawali
huruf alim lam mim shad dan surat Ar-Rad (13):1 yang diawali huruf alif lam mim ra.
e. Terdiri dari lima huruf, terdapat pada satu tempat: Surat Maryam (19):1 yang diawali
huruf kaf ha ya ‘ain shad.

b. Ilmu Aqsam Al-Qur’an


Secara etimologi aqsam adalah jamak dari Qasam. Kata Qasam memiliki makna yang
sama dengan kata Half dan Yamin. Secara terminologi memiliki defenisi: “Mengikat hati
(Jiwa) untuk melakukan sesuatu atau tidak.
Unsur-unsur Qasam:
1. Fi’il Qasam (yang muta’addikan dengan huruf Ba’, Wawu, dan Ta’)

16
2. Muqsam Bih
3. Muqsam Alaih
Sumpah (qasam) dalam ucapan sehari-hari merupakan salah satu cara untuk menguatkan
pembicaraan yang diselingi dengan pembuktian untuk mendorong lawan bicara agar bisa
menerima atau mempercayai.

c. Ilmu Amtsal Al-Qur’an


Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal, mitsl dan matsil serupa dengan
syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun maknanya. Amsal dalam sastra adalah
penyerupaan suatu keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu
menyerupakan sesuatu dengan yang aslinya.

Unsur-unsur Amtsal Al-Qur’an


Sebagian Ulama mengatakan bahwa Amtsal memiliki empat unsur, antara lain:
1. Wajhu Syabah yaitu segi perumpamaan
2. Adaatu Tasybih adalah alat yang dipergunakan untuk tasybih
3. Musyabbah adalah yang diperumpamakan
4. Musyabbah bih adalah sesuatu yang dijadikan perumpamaan.
Macam-macam amtsal:
1. Amtsal musharrahah
2. Amtsal kaminah
3. Amtsal mursalah
Faedah-Faedah Amtsal:

- Menggambarkan sesuatu yang abstrak dalam gambaran konkrit.


- Menyingkap sesuatu dan mendekatkan pengertian kepada pemahaman
- Menggambarkan sesuatu yang ghaib dalam bentuk zahir
- Menyatukan makna yang indah dalam ungkapan yang pendek dan mudah
- Memantapkan makna dalam pikiran
- Membuat orang suka dengan cara yang paling simple.

17
d. Ilmu Jadal Al-Qur’an
Secara etimologi, Jadal atau Jidal dalam bahasa Arab dapat dipahami sebagai
”perbantahan dalam suatu permusuhan yang sengit dan berusaha memenangkannya.”
Sedangkan secara terminologi, jadal adalah saling bertukar pikiran atau pendapat dengan
jalan masing-masing berusaha berargumen dalam rangka untuk memenangkan pikiran atau
pendapatnya dalam suatu perdebatan yang sengit (Hasbi, 2009:121).
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai jawaban atau untuk mengungkapkan kehendak Allah dalam rangka penetapan dan
pembenaran aqidah dan qaidah syari’ah dari persoalan-persoalan yang dibawa dan dihadapi
para Rasul, Nabi dan orang-orang shaleh.
2. Sebagai bukti-bukti dan dalil-dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-
pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusia, sehingga menjadi jelas jalan dan
petunjuk ke arah yang benar.
3. Sebagai layanan dialog bagi kalangan yang memang benar-benar ingin tahu, ingin
mengkaji sesuatu persoalan secara nalar yang rasional, atau melalui ibarat maupun melalui
do’a.
4. Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir yang sering
mengajukan pertanyaan atau permasalahan dengan jalan menyembunyikan kebenaran.

e. Ilmu Qashash Al-Qur’an


Qashash Al-Qur’an kisah-kisah yang termuat dalam Al-Qur’an, dimana diceritakannya
tentang pemberitaan mengenai ihwal umat yang telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu
dan peristiwa-peristiwa yang telah, sedang, dan akan terjadi.
Manfaat qashash dalam Al-Qur’an adalah sebagai penunjuk dari Allah yang diemban
para Nabi dan Rasul Allah sebagai penjelasan syari’at ke-Islaman mereka.
Tujuan dari kisah-kisah Al-Qur’an adalah supaya umat manusia bisa mengambil

pelajaran berharga dari kisah tersebut dan membuktikan kebenara Al-Qur’an. Selain itu juga ada

beberapa tujuan dari kisah-kisah Al-Qur’an, antara lain sbb:

a. Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan

b. Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah swt

18
c. Menerangkan bahwa semua agama itu dasarnya satu dan semuanya dari Tuhan Yang Maha

Esa

d. Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan

sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa.

e. Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad saw

dengan agama nabi Ibrahim a.s secara khusus. Dengan agama-agama bangsa Israil pada

umumnya dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hubungan umum antara

semua aga

3. Tafsir Al-Qur’an

a. Pengertian Tafsir
Tafsir Al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang
bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan),
menjelaskan tentang arti dan kandungan Al Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak
di pahami dan samar artinya, dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan
hanya pengetahuan bahasa Arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang
menyangkut Al-Qur'an dan isinya.

b. Ragam Tafsir berdasarkan Sumbernya


- Tafsir Bil Matsur
Kata al-matsur adalah isim maf’ul dari kata atsara ya’tsiru/ ya’tsuru atsran wa
atsaratan yang secara etimologi berarti menyebutkan atau mengutip (naqala) dan
memuliakan atau menghormati (akrama). Al-Atsar juga berarti sunah, hadist, jejak,
bekas, pengaruh dan kesan.
Secara istilah Tafsir bi Al-Matsur adalah penafsiran Al-Qur’an yang berdasarkan
pada penjelasan Al-qur’an sendiri, penjelasan Nabi, penjelasan para sahabat melalui
ijtihadnya dan pendapat tabi’in.
- Tafsir Bil Ra’yi

19
Berdasarkan pengertian etimologi ra’yi berarti keyakinan (I’tikad), analogi
(qiyas), dan ijtihad. Dan ra’yi dalam terminologi tafsir adalah ijtihad.
- Tafsir Bil Isari
Kata al-isyarah adalah sinonim muradif dengan kata al-dalil yang berarti tanda,
petunjuk, isyarat, signal, perintah, panggilan, nasehat dan saran. Sedangkan yang
dimaksud dengan tafsir bil isyari adalah mentakwilkan Al-Qur’an dengan
mengesampingkan makna lahirnya karena ada isyarat tersembunyi yang bisa disimak
oleh orang-orang yang memiliki ilmu tasawwuf.

c. Ragam Tafsir berdasarkan Metodenya


- Metode Tahlili
Secara bahasa, al-tahlili berarti menjadi lepas atau terurai. Maksudnya adalah
metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan
uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
- Metode Ijmali
Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar. Global dan
penjumlahan. Maka dengan demikian yang dimaksud dengan tafsir al-ijmali ialah
penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan Al-
Qur’an melalui pembahasan yang bersifat umum, tanpa uraian apalagi pembahasan yang
panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci.
- Metode al-Muqaran
Al-tafsir al-muqaran ialah yang dilakukan dengan cara membanding-bandingkan
ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki redaksi berbeda-beda padahal isi kandungannya sama,
atau antara ayat-ayat yang memiliki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya
berlainan. Juga termasuk ke dalam metode komporasi ialah menafsirkan ayat-ayat al-
Qur’an yang selintas tinjau tampak berlawanan dengan al-hadis, padahal dalam
hakikatnya sama sekali tidak bertentangan.
- Metode maudhu’i
Kata maudhu’i berasal dari bahasa arab yaitu maudhu’ yang merupakan isim
maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang berarti meletakkan, menjadikan, mendustakan dan
membuat-buat. Arti maudhu’i yang dimaksud di sini ialah yang dibicarakan atau judul

20
atau topik atu sektor, sehingga tafsir maudhu’i berarti penjelasan ayat-ayat Alquran yang
mengenai satu judul/topik/sektor pembicaraan tertentu.

d. Kaidah-Kaidah Penafsiran
Kaidah Tafsir adalah sebagai pedoman dasar yang digunakan secara umum guna
mendapatkan pemahaman atas petunjuk-petunjuk Al-Qur’an. Oleh karena itu penafsiran
merupakan suatu aktivitas yang senantiasa berkembang. Kaidah-kaidah penafsiran akan lebih
tepat jika dilihat sebagai prosedur kerja.
Kaidah-kaidah umum penafsiran Al-Qur’an, sebagai berikut :

1. Tatacara menafsirkan Al-Qur’an

2. Kewajiban memperhatikan konsekuensi makna redaksi Al-Qur’an

3. Tidak ada ayat Al-Qur’an yang saling bertentangan

4. Petunjuk Al-Qur’an tetap relevan dalam setiap ruang dan waktu

5. Pengertian yang samar dirujukkan kepada yang jelas

6. Semua ayat yang menimbulkan keraguan ada penjelasannya

7. Merujukkan ayat Mutasyabih kepada ayat yang Muhkam.

e. Klasifikasi Kitab Tafsir


Tafsir terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Tafsir bi al ma’tsur yang di sebut juga tafsir riwayah atau tafsir manqul. Yaitu tafsir yang

berusaha menjelaskan ayat-ayat alquran berdasarkan pendapat-pendapat Nabi, sahabat dan

ulama

2. Tafsir bi al-ra’yi disebut juga tafsir dirayah yaitu tafsir yang menjelaskan ayat-ayat alquran

berdasarkan akal (rasio) intelektual. Penafsiran bi al ma’tsur yaitu dengan :

a. Penafsiran al-Quran dengan al-Quran.

b. Penafsiran al-Quran dengan hadits.

21
4. Ijaz Al-Qur’an

a. Pengertian I’jaz Al-Qur’an


Dari segi bahasa kata I’jaz berasal dari kata a’jaz, yujizu I’jaz yang berarti melemahkan atau
memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan atau memperlemah. Sedang yang di
maksud dengan Ijaz secara terminology ilmu Al-Qur’an adalah sebagaimana yang di kemukakan
oleh beberpa ahli sebagai berikut. Menurut Manna Khalil Al Qaththan:
Ijaz adalah menempakkan kebenaran Nabi saw dalam pengakuaan orang lain sebagai rosul
utusan Allah SWT dang an menampak kelemahan orang-orang arab untuk menandinginya atau
menghadapi makjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah
mereka.

b. Dasar dan Urgensi Pembahasan I’jaz Al-Qur’an


1. Dasar Pembahasan I’jaz Al-Qur'an
Di antara faktor yang mendasari urgensi pembahasan I’jaz Al-Qur'an adalah kenyataan
bahwa persoalan ini merupakan salah satu di antara cabang-cabang pokok bahasan ulumul Al-
Qur'an (ilmu tafsir).
2. Urgensi pembahasan I’jaz Al-Qur'an
Urgensi pembahasan I’jaz Al-Qur'an dapat dilihat dari dua tataran:
1.Tataran Teologis
Mempelajari I’jaz Al-Qur'an akan semakin menambah keimanan seseorang muslim. Bahkan,
tidak jarang pula orang masuk Islam tatkala sudah mengetahui I’jaz Al-Qur'an.
2. Tataran Akademis
Mempelajari I’jaz Al-Qur'an akan semakin memperkaya khazanah keilmuan keislaman,
khususnya berkaitan dengan ulum Al-Qur'an (ilmu tafsir)

c. Aspek- Aspek Kemakjizatan Al-Qur’an


Aspek-aspek kemakjizatannya adalah sebagai berikut:

1) Susunan suara kata-kata yang digunakan Al-Qur’an terasa lembut dan indah diucapkan.
2) Bahasa Al-qur’an dapat diterima oleh semua lapisan manusia baik orang awam maupun kaum
cendekiawan.
3) Sejalan dengan akal sehat dan dapat menyentuh perasaan, artinya Al-Qur’an mampu memberikan
doktrin kkepada akal dan hati saubari.

22
4) Secara utuh keindahan sajian Al-Qur’an serta susunan keindahan bahasanya tak ubahnya suatu
bingkai yang dapat memukau akal dan mumusatkan tanggapan serta perhatiannya tentu bagi
orang yang memperhatikannya.

23

Anda mungkin juga menyukai