a. Pengertian
Al-Qur’an berasal dari kata qara’a yang berarti bacaan atau sesuatu yang
tertulis dalam mushaf (shuhuf: lembaran) dan disampaikan kepada manusia secara
Pertama: Al-Qur’an adalah kalmullah atau firman Allah, bukan ucapan Nabi atau
manusia lainnya. Tidak ada sepatah kata pun ucapan Nabi dalam Al-Qur’an,
sehingga pada saat Al-Qur’an diturunkan Nabi melarang menghafal atau mencatat
demikian tidak ada bukti sama sekali pandangan kaum orientalis yang mengatakan
Abdullah yang dilahirkan di Mekkah pada tahun 571 M, Rasul yang terakhir,
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
dihafalkan dan ditulis oleh para sahabat dan kemudian dikumpulkan dalam satu
mushaf yang seluruhnya berisi 30 juz, 114 surat dan 6666 ayat.
Kelima : Al-Qur’an itu disampaikan kepada umat Islam secara mutawatir, atau
terus menerus diturunkan dari generasi ke generasi dalam keadaan tetap dan
Keenam : Al-Qur’an itu jika dibaca bernilai ibadah bagi pembaca dan
pendengarnya. Ini berarti membaca Al-Qur’an itu merupakan kegiatan ritual yang
bernilai ibadah, kendatipun pembaca dan pendengarnya tidak mengetahui arti yang
dibacanya.
Ketujuh : Al-Qur’an itu isinya dimulai dengan surat Al-Fatiha dan diakhiri
dengan surat An-Naas. Ini mengandung arti bahwa susunan surat dan ayat Al-
Qur’an bersifat tetap sejak diturunkan sampai akhir zaman, karena itu sejak
diturunkannya sampai dengan sekarang yang telah berusia hampir Lima belas abad
Al-Qur’an yang berada di tangan umat Islam di berbagai penjuru dunia ini,
susunan surat, ayat dan bacaannya sama, tidak ada dan tidak akan pernah ada versi
yang lain.
b. Nama-nama Al-Qur’an
47
1). Al-Qur’an, kata Al-Qur’an sebagai nama kitab ini disebut dalam firman
Allah:
2). Al-Furqaan, artinya pembeda atau pemisah, yaitu kitab yang membedakan
antara yang haq dan yang bathil, penamaan ini terungkap dalam firman
Allah:
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada
(QS. Al-Furqaan : 1)
3). Adz-Dzikra, artinya peringatan, yaitu kitab suci yang berisi peringatan
4). Al-Kitab, artinya tulisan atau yang ditulis, yaitu kitab suci yang ditulis
“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
2. Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an yang terdiri dari 30 juz, 114 surat, 6666 ayat, 74437 kalimat dan
sebagai berikut:
terkandung segala sesuatu yang menjadi pokok-pokok dari segala aspek kehidupan
dimaksud dengan segala sesuatu pada ayat di atas adalah bahwa Al-Qur’an
dicapai untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat. Secara
c. Janji dan ancaman, sebagai janji kepada orang yang berbuat baik, dan ancaman
d. Sejarah, seperti tentang Nabi-nabi yang terdahulu, masyarakat dan bangsa yang
terdahulu.
e. Ilmu pengetahuan, seperti ilmu mengenai ketuhanan dan agama, hal-hal yang
3. Fungsi Al-Qur’an
Sumber ajaran setiap agama adalah kitab suci, begitu pula dalam Islam, Al-
Qur’an adalah sumber ajaran agama Islam, sumber norma dan hukum Islam yang
pertama dan utama. Inilah fungsi Al-Qur’an, itulah sebabnya Nabi berkata
“Sungguh telah aku tinggalkan untukmu dua perkara, yang kamu tidak akan sesat
selama kamu berpegang kepada keduanya (Al-Qur’an dan Sunnah Rasul)” (HR.
Malik)
“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
“(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk
serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran : 138)
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di
b. Al-Qur’an adalah pembeda atau pemisah antara yang haq dan yang bathil atau
antara yang benar dengan yang salah atau antara yang baik dan yang buruk.
Fungsi ini sesuai dengan nama lain dari Al-Qur’an yaitu Al-Furqaan yang
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada
(QS. Al-Furqaan : 1)
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di
Fungsi ini juga sesuai dengan nama lain yang dipakai oleh Al-Qur’an, yaitu
Adz-Dzikra
52
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
itu tidaklah layak baginya. Al Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.
(QS. Al-Isyra : 82)
Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-
(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk
serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran : 38)
f. Al-Qur’an adalah korektor bagi kitab-kitab suci yang turun sebelumnya atau
mereka,
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang hak dengan yang
bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?”
(QS. Ali Imran :71)
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan
telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek
h. Al-Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan yang sangat menarik untuk dikaji
4. Keautentikan/keaslian Al-Qur’an
keasliannya sebagai kitab suci telah tercemar dimakan zaman. Nasib yang
diturunkan pada masa Rasulullah s.a.w sampai kini Al-Qur’an tetap autentik atau
dalam keasliannya:
penulisan Al-Qur’an telah dimulai di masa hayat Nabi Muhammad s.a.w yang
dikerjakan dengan baik oleh Kutabul-wahyi (dewan penulis wahyu) yang dibentuk
oleh Nabi. Tatkala beliau wafat Al-Qur’an telah selesai didokumentasikan dalam
bentuk tulisan.
Kemudian penulisan Al-Qur’an ini dilanjutkan pada zaman Khalifah Abu Bakar
dengan cara dan bentuk yang lebih sempurna, juga dilakukan oleh Dewan penulis
Selain kepada Al-Qur’an umat Islam wajib percaya akan adanya kitab Zabur Nabi
Daud, Taurat Nabi Musa, dan Injil Nabi Isa, tetapi sayang ketiga kitab suci di luar
Al-Qur’an ini, tidak mempunyai sejarah penulisan yang gemilang sebagaimana Al-
Qur’an. Kitab Injil misalnya, dari empat Injil yang ada sekarang ini, yaitu
Injil Matius, Markus, Lukas dan Yahya yang paling awal ditulis adalah Injil
Matius (ditulis oleh Matius pada tahun 50 M), dan yang paling akhir ditulis
56
adalah Injil Yahya (ditulis oleh Yahya pada tahun 80-90 M), pada hal Nabi
Dengan demikian 17 tahun atau bahkan 47 tahun setelah Nabi Isa tidak ada,
Kedua : Selain Al-Qur’an ditulis, juga dihafal, baik oleh Nabi Muhammad s.a.w
sendiri, maupun oleh para sahabat beliau dan umat Islam pada umumnya.
Dulu setiap kali Nabi menerima wahyu, beliau memang menghafalnya. Pada hari-
hari tertentu hafalan para sahabat diuji oleh Nabi, untuk menghindarkan terjadinya
hafalan Nabi sendiri dikenakan ujian oleh Malaikat Jibril setahun sekali pada bulan
Gerakan menghafal Al-Qur’an ini mendapat sambutan hangat dari umat Islam,
karena mereka terangsang oleh beberapa keutamaan yang akan mereka peroleh
Al-Qur’an.
“Bacalah Al-Qur’an karena apa yang dibaca itu besok pada hari kiamat
“Siapa membaca satu huruf dari kitab Allah, dia memperoleh pahala satu
kebaikan yang terjadi sampai Sepuluh kali. Aku tidak berkata bahwa Alif
Lam Mim itu satu huruf, tetapi Alif adalah satu huruf, Lam satu huruf, dan
Orang yang dpat hafal Al-Qur’an di luar kepala terdapat dimana-mana pada setiap
karena:
a. Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, tetapi turun sedikit demi sedikit selama
Ketiga: Al-Qur’an tidak kehilangan bahasa aslinya yaitu bahasa Arab, dan tetap
terjaga dengan baik dalam bahasa aslinya itu sampai dengan sekarang. Setiap
Allah mengutus seorang Rasul, kapan pun dan di mana pun tentulah sang Rasul
dengan kaumnya itu. Dengan demikian sang Rasul tidak mengalami kesulitan
bahasa dalam menyampaikan wahyu Allah kepada mereka. Hal ini diterangkan
supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang
Dia kehendaki. Dan Dia-lah Rabb Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. ( QS.
Ibrahim : 4)
58
Kaum Nabi Muhammad s.a.w (yang langsung) ialah bangsa Arab, karena
beliau juga berbicara dalam bahasa Arab dan demikian juga Al-Qur’an yang
bahasa aslinya ini merupakan jaminan keaslian bagi Al-Qur’an. Dengan masih ada
bahasa aslinya ini setiap terjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa lain, dapat
dengan mudah. Apa lagi sistim yang berlaku sampai sekarang, setiap terjemahan
Sungguh rugi besar, bagi kiktab suci yang telah kehilangan bahasa aslinya,
sehingga yang ada dan yang beredar hanyalah terjemahan-terjemahan yang belum
Keempat: Al-Qur’an tetap autentik sepanjang masa, karena Allah sendiri berjanji
5. Kodifikasi Al-Qur’an
angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, ketika Nabi berada di Mekkah turun ayat-
ayat yang kemudian disebut ayat Makiyah dan pada saat Nabi berada di Madinah
pula kepada para sahabat yang kemudian langsung dihafalkan pula oleh mereka.
Selanjutnya para sahabat yang hafal Al-Qur’an disuruh juga oleh Nabi untuk
Pada masa Rasul para sahabatpun menuliskan ayat yang turun pada alat-
alat tulis yang mereka miliki, seperti pelpah korma, batu-batu tipis, dedaunan, kulit
Kodifikasi Al-Qur’an pada dasarnya telah dilakukan pada saat Rasul masih
hidup. Karena pada setiap ayat Al-Qur’an turun Nabi memberikan petunjuk
kepada para sahabat dan sekretaisnya dalam menyimpan ayat-ayat yang telah
ditulis oleh para penulis wahyu dan memerintahkan Ali untuk menyimpannya.
Sebagaimana diungkapkan dalam riwayat Ali bin Ibrahim yang diterima dari Abu
Bakar al-Hadhrami dari Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad, katanya bahwa
terdapat di belakang tempat tidurku yang ditulis dalam suhuf (lembaran) sutra dan
kertas. Ambilah dan kumpulkanlah, dan jangan sampai hilang, sebagaimana kaum
secara sempurna pada masa Rasulullah s.a.w. hanya saja pada masa Rasul
surat-surat) belum dilakukan, karena pada saat itu turunnya Al-Qur’an masih
berlangsung yang kadang-kadang dari surat tertentu tersela oleh turunnya ayat-ayat
dari surat lain, sebelum atau sesudah ayat tersebut, kemudian disusul oleh wahyu
yang terdiri dari ayat-ayat yang merupakan bagian dari surat pertama, sehingga
lama kemudian Rasulullah s.a.w wafat, yaitu pada tahun diturunkannya ayat Al-
Qur’an yang terakhir, sehingga tidak cukup waktu untuk mengumpulkan tulisan
melalui pengajaran Jibril pada penurunan wahyu yang terakhir. Hal ini menjadi
Pada masa sahabat, Al-Qur’an sudah ditulis, tetapi belum terkumpul dalam
satu mushaf, ayat-ayat itu masih berserakan. Pada kekhalifahan Abu Bakar r.a,
Umar bin Khattab menyarankan agar Al-Qur’an ditulis dan dikumpulkan dalam
satu mushaf. Kendatipun pada awalnya Abu Bakar menolak dengan alasan Rasul
tidak pernah melakukannya, tetapi karena keperluan itu dirasakan sangat perlu dan
murtad yang banyak menewaskan para penghafal Al-Qur’an, maka Abu Bakar
memerintahkan Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Umayyah bin Ka’ab dan
Utsman bin Affan menulis dan melakukannya. Setelah disusun mushaf itu
dipegang oleh Umar bin Khattab, dan kemudian setelah Umar wafat disimpan oleh
menjadi rujukan bagi penulisan mushaf selanjutnya, dan tersebar di seluruh dunia
6. Keistimewaan Al-Qur’an
Rasul-Nya. Ia merupakan sumber yang tidak pernah kering bagi para pencari
kebenaran, menjadi rujukan para ahli bahasa, sumber kajian para ahli fuqaha, dan
sumber argumentasi bagi para ahli hukum. Al-Qur’an juga menjadi sumber kajian
bagi para penyair dan pujangga. Al-Qur’an satu-satunya kitab yang berbicara apa
saja topik yang dibicarakan tentang masa lampau, masa kini dan mengabarkan
masa turunnya sampai dengan sekarang tidak ada yang bisa menandingi
1.027.000 huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dengan
padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya, misalnya kata
hayat yang artinya hidup berulang sebanyak 145 kali sama dengan berulangnya
kata maut. Kata akhirat berulang sama jumlahnya dengan kata dunia yaitu
sebanyak 115 kali, kata Malaikat terulang 88 kali sama dengan terulangnya
kata Syeitan. Demikian pula kata yaum yang artinya hari diulang dalam Al-
Qur’an 365 kali, yaitu jumlah hari dalam satu tahun, kata syahr yang artinya
bulan diulang sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun.
Dari segi waktu Al-Qur’an berbicara tentang masa lampau, masa kini
dan masa yang akan datang. Al-Qur’an berbicara tentang masa lalu berupa
gambaran bagi manusia masa kini, dan masa datang. Al-Qur’an mengoreksi
Al-Qur’an memberi bukti pada manusia yang hidup pada masa kini dan masa
yang akan datang tentang kebenaran firman Allah yang dibuktikan. Misalnya
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
Yunus : 92)
manusia, baik politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Seluruh aspek tersebut
utama. Karena itu tidak ada kitab suci yang berbicara segala hal tentang
dibaca orang dalam sejarah kehidupan manusia, dibaca oleh orang-orang dari
bahkan milyaran orang di seluruh dunia, dengan bacaan yang teratur dan tertib,
tidak ada kitab suci yang diperlakukan seperti itu, kecuali Al-Qur’an.
Jika diperhatikan dari segi sejarah, maka tidak ada kitab suci yang tidak
pernah berubah satu huruf pun dalam kurun waktu ratusan tahun, hanya Al-
Qur’an kitab suci dari sejak diturunkannya seribu lima ratus tahun yang lalu
bersifat materi, tetapi juga kepada makhluk yang bersifat ghaib seperti Jin.
informasi tentang Tuhan dan hal-hal yang ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh
Tuhan yang tidak mungkin diragukan kebenarannya hanya datang dari Tuhan
sendiri, sebab jika dari manusia, maka yang akan didapat hanya hasil
benar tentang Allah, sebab informasi tentang Allah datang dari Allah sendiri.
ada sumber informasi tentang Allah yang dapat dipercaya, kecuali Al-Qur’an.
ghaib, seperti adanya makhluk yang tidak nampak, seperti Jin dan Malaikat,
Hal-hal yang bersifat ghaib itu tidak dapat dipikirkan melalui akal
Informasi itu dapat diungkap dari Al-Qur’an yang merupakan informasi dari
diturunkan sampai dengan sekarang, bahkan hingga akhir zaman. Keaslian ini
umatnya setiap zaman secara mutawatir atau terus menerus, baik melalui
tulisan (mushaf) yang sampai sekarang aslinya masih ada, juga karena setiap
seluruh dunia, karena itu mushaf Al-Qur’an yang ada di tangan umat Islam
B. AS-SUNNAH
1. Pengertian As-Sunnah
menurut istilah adalah “perkataan (ucapan), perbuatan atau taqrir dari Nabi
Muhammad s,a,w”.
b. Sunnah fi’liyah adalah sunnah dalam bentuk perbuatan yang menerangkan atau
c. Sunnah taqririyah adalah ketetapan Nabi, yaitu diamnya Nabi atas perkataan atau
perbuatan yang dilakukan oleh sahabat, lalu dibiarkan oleh Nabi, tidak ditegur atau
dilarangnya.
2. Kedudukan As-Sunnah
Sunnah Nabi menempati kedudukan nomor dua sebagai sumber norma dan
hukum Islam sesudah Al-Qur’an. Karena itu orang Islam selain harus patuh kepada
Al-Qur’an, juga harus taat kepada Sunnah Nabi. Keharusan untuk taat kepada Sunnah
Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. (QS. Ali Imran:132)
Sebagai sumber norma dan hukum Islam kedua sesudah Al-Qur’an, tentu saja
derajat As-Sunnah tidak bisa menyamai apa lagi mengalahkan Al-Qur’an. Derajat Al-
Qur’an adalah lebih tinggi dari pada As-Sunnah Nabi, dan ini disebabkan oleh
beberapa hal:
67
a. Al-Qur’an adalah pokok dan pangkal bagi As-Sunnah, segala yang diuraikan oleh
b. Al-Qur’an adalah kitab Allah, yang lafal maupun maknanya berasal dari Allah,
yang kita menerimanya dari Nabi Muhammad s.a.w dengan jalan mutawatir (jalan
yang membawa keyakinan bahwa yang diterima pasti benar, tidak meragukan
sampai kepada kita melalui jalan mutawatir. As-Sunnah yang mutawatir hanya
mengenai amal praktik sehari-hari, seperti shalat lima waktu, puasa, haji, dan lain-
lainnya.
c. Al-Qur’an kita terima dan yakini kebenarannya secara global dan detail,
Qur’an, tentulah kedudukan yang menjelaskan tidak sama dengan yang dijelaskan.
Nash yang menjelaskan hanyalah sebagai cabang, sedang nash yang dijelaskan
Sebuah hadits Nabi riwayat Tirmidzi menerangkan bahwa sewaktu Mu’az bin
Jabal akan dikirim oleh Nabi ke negeri Yaman Qadhi ia ditanya oleh Nabi:
Aku menentukan hukum dengan apa yang terdapat dalam kitab Allah, jawab
Mu’az.
Kalau hal itu juga tidak terdapat dalam Al-Qur’an ? sambungnya lagi.
diberikan oleh Rasulullah s.a.w melalui sunnah-sunnahnya. Karena itu fungsi As-
Menurut pendapat Imam As-Syafi’i ada lima macam bayan atau penjelasan
a. Bayan Tafsili, penjelasan untuk menjelaskan ayat-ayat mujmal atau ayat-ayat yang
sangat ringkas.
b. Bayan Takhshiyah, penjelaskan untuk menentukan sesuatu dari ayat yang sangat
umum sifatnya.
dimaksud dari dua ayat atau tiga perkara yang mungkin dimaksudkan.
d. Bayan Tasyri’, yaitu penjelasan yang bersifat menetapkan suatu hukum yang tidak
e. Bayan Nasakh, yaitu penjelasan untuk menetapkan mana yang mengganti dan
4. Macam-macam As-Sunnah
3) sunnah Taqriri, yaitu keizinan Nabi, artinya perkataan atau perbuatan yang
dilakukan oleh sahabat yang disaksikan oleh Nabi, dan hal itu tidak
ditegurnya.
2) masyhur, yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh orang banyak tetapi tidak
3) ahad, yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh satu orang perawi atau lebih
yang kuat dan baik hafalannya, materinya baik dan persambungan sanad-
3) sunnah Dha’if, yaitu sunnah yang lemah, baik karena terputus salah satu
sanad-nya atau karena salah seorang pembawanya kurang baik, dan lain-
lain.
4) sunnah Maudhu’, yaitu sunnah yang palsu, sunnah yang dibikin oleh
e. Ditinjau dari segi orang yang berperan dalam berbuat atau berkata, maka sunnah
terbagi:
2) sunnah Mauquf, yaitu sahabat Nabi yang berperan dan Nabi tidak
menyaksikan
Mu’an’an.
Sunnah Mu’anna.
Sejak masa Rasulullah s.a.w., masa Khulafaur Rasyidin, sampai kepada masa
Dinasti Bani Umaiyah pada akhir abad pertama Hijriah, sunnah belum ditulis atau
sahabat tertentu yang diizinkan menulis sekedar untuk kepentingan pribadi. Sebelum
dibukukan As-Sunnah itu beredar dalam kalangan kaum muslimin dari mulut ke
mulut, diriwayatkan secara lisan, kemudian dihafal dan disimpan dalam ingatan.
Di masa hayat Rasulullah s.a.w sendiri, sunnah-sunnah tidak ditulis, boleh jadi
memberitakan dari Abu Sa’id Al-Khudari, bahwa Nabi berkata: “Janganlah engkau
tulis apa yang engkau dengar dariku selain dari Al-Qur’an, siapa yang telah
b. Mengumpulkan sabda-sabda Nabi, tingkah lakunya, dan segala hal ihwal tentang
beliau, bukanlah pekerjaan yang gampang. Orang yang melakukan tugas ini
c. Jumlah orang ketika itu yang pandai menulis dan membaca tidak banyak, kalaupun
d. Bangsa Arab ketika itu, karena umumnya buta huruf (ummi), sangat kuat dan
Hijriah, yaitu pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis, Khalifah ke VIII dari
Dinasti Bani Umaiyah, yang berkuasa tahun 99 – 101 H/717 – 720 M. beliau
a. Proses penulisan Al-Qur’an sudah lama selesai, tidak perlu dikhawatirkan lagi
sunnah-sunnah yang terdapat pada para ulama yang ada pada wilayah mereka masing-
masing. Instruksi pertama pada tahun 100 Hijriah diberikan pada Gubernur Madinah
Abu Bakar Bin Muhammad Ibnu Amir Ibnu Hazm, untuk membukukan sunnah-
72
sunnah Rasul yang terdapat pada dua orang penghafal yang terkenal, yaitu: Amrah
binti Abdir-Rahman Ibnu Sa’ad Ibnu Zurarah Ibnu ‘Ades dan Al-Qasim Ibnu
Dengan adanya instruksi Khalifah Umar kepada para Gubernur tersebut, para
ulama terpanggil pula untuk membukukan sunnah-sunnah. Di antara ulama besar yang
membukukan sunnah-sunnah atas himbauan Khalifah Umar itu ialah Abu Bakar
Muhammad Ibnu Muslim Ibnu Ubaidillah Ibnu Syihab Az-Zuhri seorang ulama
Tetapi sistim pembukuan Sunnah pada abad ke-dua Hijriah belum begitu baik.
dalam pembukuan.
Di antara hasil pembukuan As-Sunnah pada abad ke-dua Hijriah ini ialah
sebuah kitab terkenal bernama Al-Muwath-tha’ yang disusun oleh Imam Malik (95 –
179 H) yang menghimpun 1726 sunnah, fatwa sahabat, dan fatwa tabi’in.
beredar sejak abad ke-tiga Hijriah, akibat kampanye politik berbagai golongan, seperti
Dalam pembukuan sunnah yang lebih sistimatis ini, antara lain para ulama
Usaha ini kemudian diikuti dengan sempurna oleh Imam Buchari (194 256 H
atau 810 – 870 M), dengan kitabnya Al-Jami’ush Shahih yang hanya memuat sunnah-
sunnah shahih saja, kitab yang memuat 9082 buah sunnah ini ditekuninya selama 16
73
tahun, dan merupakan hasil karya agung yang menempati kedudukan pertama di
antara kitab-kitab induk sunnah yang lain. Kata Jumhur ulama kita Al-Jami’ush
Imam Bucari kemudian diikuti oleh muridnya Imam Muslim (206 – 261 H)
dengan kitabnya Shahih Muslim yang memuat sebanyak 7275 buah sunnah shahih
yang disarikan dari 300.000 sunnah. Sunnah karya Imam Muslim yang merupakan
kitab induk sunnah kedua sesudah Shahih Buchari. Shahih Muslim ini penyusunan
sisitimatiknya lebih baik dari Shahih Buchari. Dalam Shahih Muslim sunnah-sunnah
karyanya yang agung itu, muncul pula ulama-ulama lain yang mengikuti jejak
keduanya, masing-masing juga dengan hasil karyanya yang berharga. mereka antara
Karena itu pada abad ketiga Hijriah, terbit kitab-kitab sunnah (urutan sesuai
dengan derajatnya).
a. Shahih Buchari
b. Shahih Muslim
c. Sunan An-Nasa’i
e. Sunan At-Turmudzi
Kelima kitab sunnah inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan Al-Ushulul
Khamsah atau Al-Kutubul Khamsah yang artinya Kitab-kitab induk sunnah yang lima.
Konon di dalam kitab induk yang lima ini telah terhimpun 95 % dari keseluruhan
74
sunnah shahih tentang hukum, sedang selebihnya yang 5 % dikumpulkan oleh kitab-
Disamping kesmua itu, patut juga dicatat hasil karya Ibnu Majah. Beliau
menyusun sunannya, yang kemudian menurut sebagian ulama Sunan Ibnu Majah
merupakan kitab induk juga. Karena itu kitab induk yang lima di atas ditambah dengan
Sunan Ibnu Majah sehingga menjadi apa yang disebut Al-Kutubus-Sittah atau kitab-
yang lebih jauh lagi dalam rangka untuk memelihara sunnah-sunnah Nabi dari segala
hal yang negatif, para ulama ahli sunnah mempunyai berbagai upaya yang efektif dan
jitu, yaitu mereka mengadakan sistim sanad, memeriksakan benar tidaknya sunnah
yang diterima kepada para ahli, menyelidiki keadaan para Perawi, menyusun kaidah-
C. IJTIHAD
1. Pengertian Ijtihad
itu maksud Al-Qur’an lebih lanjut dijelaskan oleh As-Sunnah. Kendatipun masih
banyak persoalan yang dihadapi oleh manusia yang tidak ditetapkan secara pasti, baik
oleh Al-Qur’an maupun oleh As-Sunnah, terlebih lagi kebudayaan manusia dari waktu
diperlukan hukum yang mengatur manusia agar tidak keluar dari syari’at. Untuk itu
diperlukan kajian terus menerus terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk memberi
75
kepastian hukum terhadap suatu tindakan manusia yang belum di atur oleh Al-Qur’an
menetapkan hukum syara’ dengan jalan mengeluarkan dari Al-Qur’an dan As-
Sunnah”. Orang yang melakukan Ijtihad dinamakan Mujtahid, yaitu ahli fikih yang
terhadap suatu hukum agama dengan jalan istimbat dari Al-Qur’an atau As-Sunnah.
kuat kepada benar), karena itu mungkin saja antara satu Mujtahid dengan Mujtahid
lain hasilnya berbeda dalam menetapkan hukum terhadap masalah yang sama. Yang
menyebabkan perbedaan ini bisa saja karena perbedaan pengalaman dalam berijtihad,
karena perbedaan ilmu serta adat kebiasaan yang berpengaruh kepada hasil ijtihad
mereka. Bahkan bisa saja hasil ijtihad pada satu tempat atau Negara berbeda dengan
hasil ijtihad di tempat atau Negara lain. Karena seorang Mujtahid tidak terlepas davri
persoalan budaya yang ada di lingkungannya dan berpengaruh pada hasil ijtihadnya.
Demikian juga hasil ijtihad yang dilakukan pada suatu waktu dapat berbeda dengan
Kendatipun demikian tidak berarti bahwa setiap Mujtahid itu benar atau salah.
Karena yang dapat mengukur kebenaran secara mutlak hanya Allah semata, hal ini
dinyatakan oleh Nabi dalam sabdanya: “Hakim apabila berijtihad dan kemudian dapat
mencapai kebenaran, maka ia mendapat dua pahala. Apabila dia berijtihad kemudian
tidak mencapai kebenaran, maka ia mencapai satu pahala”. (HR. Buchari Muslim).
pasti tidak boleh diijtihadkan lagi, karena masalah yang diijtihadkan yaitu hukum-
76
hukum syara’ yang tidak mempunyai dalil qat’i (pasti), bukan terhadap hukum-hukum
akal dan masalah-maslah yang berhubungan dengan ilmu kalam (aqidah), demikian
pula bukan masalah-masalah yang sudah mempunyai dalil yang qat’i, seperti shalat
kejelasannya melalui ijtihad banyak sekali, karena ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam bidang ilmu kedokteran ditemukan teknologi bayi tabung, alat-alat kontrasepsi
bagi penggunanya di kalangan umat Islam. Karena itu ijtihad akan senantiasa
diperlukan sehingga umat Islam dapat memperoleh hukum yang jelas dan pasti tentang
dapat memberikan jawaban terhadap persoalan yang dihadapi manusia dari zaman ke
a. Macam-macam Ijtihad
macam, yaitu Ijtihad Fardhi dan Ijtihad Jama’i. Ijtihad Fardhi adalah ijtihad yang
dilakukan oleh seorang Mujtahid secara pribadi, sedangkan Ijtihad Jama’i atau
ijma’ adalah ijtihad yang dilakukan oleh para Mujtahid secara berkelompok.
1) qiyas
yang sudah ditentukan oleh nash, disebabkan adanya persamaan dalam ‘illat
antara keduanya.
2) ijma’
ahli ijtihad umat setelah wafatnya Nabi pada suatu masa tentang suatu hukum.
Ijma’ ada dua macam, yaitu ijma’ Qauli (ucapan), dan Ijma’ Sukuti
(diam). Ijma’ Qauli adalah ijma’ dimana para ulama mujahidin menetapkan
Sukuti adalah ijma’ dimana para ulama mujahidin berdiam diri tidak
mengeluarkan pendapatnya atas hasil ijtihad para ulama lain, diam itu bukan
karena takut, atau karena malu tetapi tanda menyetujui pendapat ulama lain
tersebut.
para ulama dan tempat tinggalnya yang tersebar di seluruh pelosok dunia,
dimungkinkan dan ini bukan suatu hal yang menghambat bagi pelaksanaan
3) istihsan
kebaikan, keadilan, kasih sayang dan sebagainya dari A-Qur’an dan Sunnah.
78
4) maslihul marsalah
sesuai dengan tujuan syari’at Islam, kendatipun tidak ada dalil-dalil secara
b. Cara-cara Berijtihad
1) nash Al-Qur’an
2) sunnah Mutawatir
3) sunnah Ahad
5) zahir Sunnah
didapat barulah ditetapkan melalui qiyas atau dengan salah satu dalil yang dapat
diambil salah satu yang dipandang lebih kuat. Apabila sama-sama kuat hendaknya
mensakhkan, atau mencari mana yang dahulu dan yang kemudian, yang dahulu
itulah yang dibatalkan. Kalau tidak diketahui hendaknya berhenti (tawaquf), tidak
79
kemampuan yang optimal saja yang mampu menjadi Mujtahid. Begitulah hati-
4. Syarat-syarat Mujtahid
Berijtihad tidak bisa dilakukan oleh siapa saja, tetapi hendaknya orang
yang berijtihad itu memiliki kapasitas dan kualifikasi ilmu yang memadai. Untuk
Sharaf, Ma’ani, Bayan, Badi, agar dapat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an atau
f. Mengetahui ilmu riwayah dan dapat membedakan mana Sunnah yang shahih
Ijtihad pada masa sekarang ini tidak hanya dilakukan oleh ahli-ahli agama yang
memiliki syarat di atas saja, tetapi juga melibatkan ahli-ahli lain yang relevan dengan
80
masalah yang sedang dibahas, karena ahli agama tidak mungkin menguasai bidang-bidang
lain secara detil dan mendalam. Misalnya materi yang dibahas dalam bidang kedokteran,
maka dalam ijtihad diperlukan keterlibatan ahli kedokteran yang memiliki kapasitas dan
kualifikasi tentang masalah yang sedang dibahas dari segi kedokteran bahkan mungkin
juga diperlukan ahli-ahli dari bidang yang lain terkait dengan masalah yang dibahas.
Sehingga semakin komplek masalah yang diijtihadkan semakin banyak ahli yang harus
dilibatkan. Semakin banyak ahli yang dilibatkan semakin baik ijtihad yang diperoleh.