Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengertian dan Nama-Nama Al-Qur’an

1. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an secara etimologis berasal dari kata "qara‘a, yaqra‘u, qira‘atan


atau qur‘anan" yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dommu)
huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kepada bagian lain secara teratur. Dikatakan
al-Qur’an karena ia berisikan intisari semua kitabullah dan intisari dari ilmu
pengetahuan.1 Al-Qur’an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup (way of
life) oleh kaum muslim yang tidak ada keraguan di dalamnya. Al-Qur’an mengandung
ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia dan
dalam berbagai permasalahannya. Al-Qur’an bagaikan sumber mata air yang ti- dak
pernah kering ketika manusia mengambil dan mengkaji hikmah isi kandungan- nya.
Sudah tentu tergantung kemampuan dan daya nalar setiap orang dan kapan pun masanya
akan selalu hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu
permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masa- lah pendidikan. Al-
Qur'an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendi- dikan sangat penting.
Jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam, akan ditemukan bebera- pa prinsip dasar
pendidikan yang dijadikan sumber inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka
membangun pendidikan yang bermutu.2 Al-Qur’an disampaikan oleh Nabi Muhammad
kepada para sahabatnya kemudian mereka menerima dan menghafal serta
menuliskannya. Turunnya al-Qur’an dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi
masyarakat, baik di Makkah maupun Madinah. Ayat-ayat Alquran tidak turun dalam
ruang yang kosong. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap ayat yang turun memiliki
latar belakang sosial dan situasi sesuai dengan tempat dan waktu ayat itu diturunkan.3

Al-Qur’an memang sukar diberi batasan dengan definisi-definisi logika


yang mengelompokkan segala jenis, bagian-bagian serta ketentuan ketentuannya yang

1
Qara‘a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun, dan qira‘ah berarti menghimpun huruf-huruf
dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Alquran pada mulanya
seperti qira‘ah, yaitu masdar (infinitif) dari kata qara‘a-qira‘atan-qur‘anan. Lihat Firman Allah (Q.S. al-
Qiyamah: 17-18)
2
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta:Univ
3
Munzir Hitami, Pengantar Studi Al-Qur’an Teori dan Pendekatan, (Yogyakarta: PT. LkiS Printing
Cemerlang, 2012), 19-20.
khusus, mempunyai genus, diferrentia dan propium, sehingga definisi Alquran
mempunyai batasan yang benar-benar konkrit. Definisi yang konkrit untuk al-Qur’an
ialah menghadirkannya dalam pikiran atau dalam realita seperti misalnya kita menunjuk
sebagai al-Qur’an kepada yang tertulis di dalam mushaf atau terbaca dengan lisan. Untuk
itu kita katakan: Al-Qur’an adalah apa yang ada di antara dua jilid buku, atau dapat
dikatakan juga: Al-Qur’an ialah bismillahi al-rahman al-rahim, al-hamdulillahirabb
al-‘alamin .... sampai dengan minal-jinnati wa al-nas. Para ulama menyebutkan definisi
al-Qur’an yang mendekati maknanya dan membedakannya dari yang lain dengan
menyebutkan bahwa al-Qur’an adalah kalam atau Firman Allah yang diturunkan, 4 kepada
Muhammad Saw.5 yang pembacaannya merupakan suatu ibadah." 6 Dalam definisi,
"kalam" merupakan kelompok jenis yang meliputi segala kalam. Dan dengan
menghubungkannya kepada Allah (Kalamullah) berarti tidak termasuk semua kalam
manusia, jin dan malaikat.

2. Nama-Nama Al-Qur’an

Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan nama bagi


kitab suci-Nya yang agung dan menyifatinya dengan sifat-sifat yang mulia dan
agung.Yang kesemuanya membuktikan agungnya kemuliaan pemilik nama dan sifat
tersebut. Demikian pula sebagai pertanda bahwa al-Qur’an merupakan dasar dan pondasi
bagi semua ilmu yang bermanfaat dan sebagai pedoman kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Kita berkewajiban -ketika membaca al-Qur’an dan merenungi makna yang
terkandung di dalamnya- untuk berhenti merenungkan ayat-ayat yang memaparkan
nama-nama dan sifat-sifatnya, karena sesungguhnya tidak ada orang yang mengetahui
tentang Kalamullah (Al-Qur’an) daripada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sehebat apapun

4
Dan dengan kata-kata "yang diturunkan" maka tidak termasuk Kalam Allah yang sudah khusus menjadi
milik-Nya.
5
Dan membatasi apa yang diturunkan itu hanya "kepada Muhammad Saw.", tidak termasuk yang
diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti Taurat, Injil dan yang lain. Lihat Manna‘ Khalil al-
Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, 18.
6
Sedangkan "yang pembacaannya merupakan suatu ibadah" mengecualikan hadis ahad dan hadis-hadis
qudsi bila berpendapat bahwa yang diturunkan dari Allah itu katakatanya sebab kata-kata "pembacaannya
sebagai ibadah" artinya perintah untuk membacanya di dalam salat dan lainnya sebagai suatu ibadah.
Sedangkan qira‘at ahad dan hadis-hadis qudsi tidak demikian halnya. Lihat Manna‘ Khalil al-Qattan,
Studi Ilmu-Ilmu Quran, 18.
orang-orang menggambarkan Kitabullah dan menyifatkan apa yang terkandung di
dalamnya. Al-Qur’an –demi Tuhannya seluruh manusia- jauh lebih agung dari itu.
Berikut ini, sekelompok nama-nama dan sifat- sifat al-Qur’an Al-Azhim yang
terpenting, yaitu sebagai berikut:

Pertama: Al-Furqan

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menamai al-Qur’an dengan: Al-Furqan (Pembeda antara


yang hak dan yang batil) dalam 4 ayat dalam kitab-Nya yang penuh berkah, yaitu:

a. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

‫َتَباَر َك ٱَّلِذ ى َنَّز َل ٱْلُفْر َقاَن َع َلٰى َع ْبِدِهۦ ِلَيُك وَن ِلْلَٰع َلِم يَن َنِذ يًرا‬

“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya,
agar ia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (Q.S. Al-
Furqan : 1)
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai sebab penamaan al-Qur’an dengan Al Furqan
menjadi beberapa pendapat, yaitu:
Dinamakan dengan Al-Furqan, karena al-Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur.
Di mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkannya dalam rentang waktu 23 tahun.
Sementara kitab-kitab samawi sebelumnya, diturunkan seluruhnya dengan sekali turun.
Pendapat ini didukung oleh bacaan “Farraqnaahu” yang ra’ dibaca tasydid.
Kedua: Al-Burhan
Penamaan al-Qur’an dengan Al-Burhan terdapat dalam satu ayat dalam al Qur’an, yaitu
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

‫َٰٓيَأُّيَها ٱلَّناُس َقْد َج ٓاَء ُك م ُبْر َٰه ٌن ِّم ن َّرِّبُك ْم َو َأنَز ْلَنٓا ِإَلْيُك ْم ُنوًرا ُّم ِبيًنا‬

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu.”
(Q.S. An-Nisaa’ : 174)
Ayat ini berbicara kepada setiap pemeluk agama; baik Yahudi, Nasrani, orang-orang
musyrik ataupun lainnya, bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menjadikan al-
Qur’an ini sebagai hujjah atas mereka, yang menjelaskan kebatilan keyakinan yang
mereka anut berupa agama yang telah dihapus. Fenomena keagungan al-Qur’an dan
kedudukannya yang tinggi tampak begitu jelas dari sisi penamaannya dengan Al-Burhan.
Itu karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan al-Qur’an sebagai hujjah atas hamba
hamba-Nya, menerangkan kepada mereka kebatilan agama yang mereka anut. Ia hujjah
yang disampaikan dengan cara yang beragam, supaya dapat dicerna sesuai dengan
keragaman pemahaman dan wawasan mereka. Dan ini merupakan bukti dari rahmat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan keMahabijaksanaan-Nya.

Ketiga: Al-Haq

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menamakan al-Qur’an dengan Al-Haq dalam beberapa


tempat dalam kitab-Nya (Al-Qur’an). Kita akan menyebutkan beberapa ayat yang
berhubungan dengan tema kita, yaitu:

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

‫َو ِإَّن ۥُه َلَح ُّق ٱْلَيِقيِن‬


“Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar kebenaran yang diyakini.” (Q.S. Al-
Haaqqah : 51)

Maksud adalah “Dan sesungguhnya al-Qur’an itu datang dari sisi Allah Subhanahu Wa
Ta’ala adalah Haq (benar), tiada ada keraguan yang meliputinya, dan tak ada keraguan
yang memasukinya.”7 Dari penamaan al-Qur’an Al-Karim dengan Al-Haq, terlihat
dengan jelas keagungannya dan kedudukannya yang tinggi. Manusia wajib mengimani
Al-Haq ini (Al-Qur’an) dan menyambut seruannya. Karena ia bersumber dari Tuhan
Yang Maha Esa dan Maha Mulia. Tiada kebenaran selain kebenarannya. Di dalamnya
juga terdapat sindiran terhadap kitab-kitab samawi yang telah menyimpang, karena telah
tercampurnya kebenaran dan kebatilan.

7
Fath al-Qadir, oleh al-Syaukani (5/401)
Keempat: Al-Naba’ al-‘Azhim (Kabar yang Agung)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menamakan al-Qur’an dengan Al-Naba’ Al-Azhim pada dua
tempat, yaitu di dalam surah Shaad dan surah An-Naba’. Tidak diragukan lagi bahwa al-
Qur’an itu merupakan kabar yang agung. Sejak manusia diciptakan dan diadakan, tidak
pernah terlihat dan terdengar seperti al-Qur’an Al-Azhim ini. Dia agung dalam uslub
(gaya bahasa)nya, agung dalam nasihatnya, agung dalam maknanya, agung dalam
keindahan susunan katanya, agung dalam balasan dan siksaannya, agung dalam hokum-
hukumnya, agung dalam perintah dan larangannya, agung dalam beritanya, dan agung
dalam kisahnya serta perumpamaannya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫ُقْل ُهَو َنَبٌؤ ۟ا َع ِظ يٌم‬


“Katakanlah: “Berita itu adalah berita yang besar, yang kamu berpaling daripadanya.”
(Q.S. Shaad : 67-68)

Yakni berita yang besar dan urusan yang mulia, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang
telah mengutusku (Muhammad) kepada kalian, “Yang kamu berpaling daripadanya”
maknanya yang kalian lalai. Mereka tidak mengetahui hakikatnya, tidak menghayati
kebenaran yang terkandung di dalamnya dan tidak mau mengenali pengaruhnya yang
besar pada sejarah kehidupan manusia dan pada garis perjalanan yang panjang, Mereka
bertumpu pada teori picik dan pandangan sempit yang dilontarkan oleh para pendusta
berita besar ini (Al-Qur’an), yang selalu berpikir untuk mengecilkan perannya dalam
kehidupan manusia dan dalam menetapkan garis sejarahnya.8

Kelima: Al-Balagh

Allah Subhanahu Wa Ta’ala memuji al-Qur’an dengan firman-Nya:

8
Lihat Fi Zhilal al-Qur’an, (5/3026)
‫َٰه َذ ا َبَٰل ٌغ ِّللَّنا َو ِلُينَذ ُرو۟ا ِهۦ َو ِلَيْع َلُمٓو ۟ا َأَّن ا ُهَو َٰل ٌه َٰو ِح ٌد َو ِلَيَّذ َّك َر ُأ۟و ُلو۟ا‬
‫ِإ‬ ‫َم‬ ‫ِب‬ ‫ِس‬

‫ٱَأْلْلَٰب ِب‬
“(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka
diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah
Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (Q.S.
Ibrahim : 52)

As-Sa‟dy rahimahullah9 menyatakan:

“Ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan keterangan yang nyata tentang al-
Qur’an, Dia memuji al-Qur’an ini dengan firman-Nya:“Ini adalah penjelasan yang
sempurna bagi manusia”. Maksudnya menjelaskan dan memberikan petunjuk yang
sempurna (kepada manusia) untuk mencapai puncak keluhuran, meraih tempat dan
kedudukan yang paling utama, disebabkan apa yang terkandung di dalamnya yang
berupa ajaran-ajaran prinsip, persoalan furu‟iyah dan semua ilmu yang dibutuhkan oleh
hamba-hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala. “Dan supaya mereka diberi peringatan
dengannya,” karena kandungannya berupa peringatan terhadap perilaku buruk dan
perbuatan apa saja yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan ancaman siksa kepada
pelakunya.”
Di dalam al-Qur’an Al-Azhim juga terdapat penyampaian yang sempurna, tidak
membutuhkan kepada petunjuk kitab-kitab samawi lainnya yang telah menyimpang,
apatah lagi undang-undang buatan manusia. Itu semua menunjukkan tentang
keagungannya, ketinggian martabat dan kedudukannya di sisi Allah Subhanahu Wa
Ta’ala. Oleh karena itu, sepatutnya Al-Qur‟an ini diagungkan di hati orang-orang yang
beriman, agar mereka dapat sampai menuju surga yang penuh kenikmatan.

9
Ia adalah Abdurrahman bin Nashir al-Sa’dy dari Kabilah Tamim. Tumbuh di Kota Qasim dan berguru
pada ulama Hanabilah yang ada di sana. Ia memiliki wawasan yang sangat baik dalam bidang Fikih. Ia
menyibukkan diri dengan mengkaji karya-karya Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, dan mengambil
manfaat yang sangat banyak darinya. Di antara karyanya adalah Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir
Kalam alManna, al-Qaul al-Sadid fi Maqashid al-Tauhid, dan lainnya. Wafat pada tahun 1376 H. Lihat
Muqaddimah Kitab Taisir al-Karim al-Rahman.
Keenam: Al-Ruh

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫َو َك ٰذ ِلَك َاْو َح ْيَنٓا ِاَلْيَك ُرْو ًحا ِّم ْن َاْم ِرَناۗ َم ا ُكْنَت َتْد ِرْي َم ا اْلِكٰت ُب َو اَل‬

‫اِاْل ْيَم اُن َو ٰل ِكْن َج َع ْلٰن ُه ُنْو ًرا َّنْهِد ْي ِبٖه َم ْن َّنَش ۤا ُء ِم ْن ِع َباِد َناۗ َو ِاَّنَك َلَتْهِد ْٓي ِاٰل ى‬

‫ِص َر اٍط ُّم ْسَتِقْيٍۙم‬

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah kami.
Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui: apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula
mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur’an itu cahaya, yang Kami
tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.” (Q.S.
AsySyuura : 52)

Abu As–Su’ud rahimahullah mengenai firman-Nya: “Ruhan (wahyu)” bahwa maknanya


adalah10: “Ia adalah al-Qur’an yang kedudukannya bagi hati manusia seperti ruh bagi
tubuh yang akan menghidupkannya untuk selamanya.” Dengan demikian, di antara
fenomena keagungan al-Qur’an dan ketinggian derajatnya adalah bahwasanya ia
mempunyai kedudukan seperti ruh bagi tubuh yang menghidupkan hati dan jiwa. Ia
adalah sumber kehidupan bagi seluruh kemanusiaan. Barang siapa yang tidak beriman
dengan ruh (Al-Qur’an) ini berarti dia telah mati, walaupun dia masih melaksanakan
aktifitas makan dan minum.

Ketujuh: Al-Mau’izhah

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس َقْد َج ۤا َء ْتُك ْم َّم ْو ِع َظٌة ِّم ْن َّرِّبُك ْم َو ِش َفۤا ٌء ِّلَم ا ِفى الُّص ُد ْو ِۙر‬

‫َو ُهًد ى َّو َر ْح َم ٌة ِّلْلُم ْؤ ِمِنْيَن‬


10
Tafsir Abi al-Su’ud (8/38)
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada.“ (Q.S. Yunus : 57)

Maksudnya adalah bahwa al-Qur’an itu berisi pelajaran bagi orang yang membacanya
dan memahami maknanya.11 Al-Mau’izhah maksudnya adalah Al-Qur’an, karena
Mau’izhah itu sesungguhnya bisa berupa perkataan yang menyeru kepada kebaikan dan
mencegah dari yang mungkar, melembutkan hati, menjanjikan balasan dan mengancam
dengan siksaan. Dan yang demikian itu merupakan sifat al-Qur’an yang mulia. 12 Al-
Qur’an juga merupakan pelajaran yang penuh hikmah dan terperinci. Ia ibarat cambuk
bagi hati. Dan pada saat yang sama ia sebagai penggembira dan sumber kebahagiaan. Ia
memerintahkan segala yang baik dan mencegah setiap yang buruk. Maka wajib bagi kita
untuk mempelarinya dengan penuh kerelaan hati, penerimaan yang total dan kepasrahan
diri yang sempurna.

Kedelapan: Al-syifa’ (Obat Penawar)

Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi nama al-Qur’an dengan Al-Syifa’


(obat penawar) pada tiga tempat di dalam kitab-Nya, yaitu:

a. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس َقْد َج ۤا َء ْتُك ْم َّم ْو ِع َظٌة ِّم ْن َّرِّبُك ْم َو ِش َفۤا ٌء ِّلَم ا ِفى الُّص ُد ْو ِۙر‬

‫َو ُهًد ى َّو َر ْح َم ٌة ِّلْلُم ْؤ ِمِنْيَن‬


“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada.” (Q.S. Yunus : 57)

Maksudnya adalah obat penawar dari penyakit-penyakit hati (mental), yang justru lebih
berat akibatnya daripada penyakit-penyakit yang menempel di badan, seperti: keragu-
raguan terhadap kebenaran, kemunafikan, dengki, iri hati dan yang senada dengan itu. 13
Dan di antara bukti keagungan al-Qur’an Al-Karim dan ketinggian derajatnya serta

11
Fath al-Qadir, al-Syaukani (2/453)
12
Tafsir al-Tsa’alibi, 2/181.
13
Ruh al-Ma’ani (11/176)
kekuatan pengaruhnya adalah bahwa di dalamnya ada obat penawar yang mujarab untuk
menyembuhkan penyakit akidah yang batil dan akhlak yang tercela serta penyakit
jasmani. Penawarnya juga menjangkau penyakit-penyakit modern yang kronis, jika saja
manusia mengambil ajarannya, dan obat penawarnya yang bermanfaat, serta
mengamalkannya.

Kesembilan: Ahsan Al-Hadits (Pembicaraan Terbaik)

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

‫ُهّٰللَا َنَّز َل َاْح َس َن اْلَحِد ْيِث ِكٰت ًبا ُّم َتَش اِبًها َّم َثاِنَۙي َتْقَش ِع ُّر ِم ْنُه ُج ُلْو ُد اَّلِذ ْيَن‬

‫َيْخ َش ْو َن َر َّبُهْم ۚ ُثَّم َتِلْيُن ُج ُلْو ُدُهْم َو ُقُلْو ُبُهْم ِاٰل ى ِذ ْك ِر ِهّٰللاۗ ٰذ ِلَك ُهَد ى ِهّٰللا َيْهِد ْي‬

‫ِبٖه َم ْن َّيَش ۤا ُء ۗ َو َم ْن ُّيْض ِلِل ُهّٰللا َفَم ا َلٗه ِم ْن َهاٍد‬


“Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik.” (Q.S. Az-Zumar : 23)

Maksudnya adalah perkataan yang paling bijaksana, dan dialah al-Qur’an. 14 Inilah pujian
dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap kitab (suci)-Nya; Al-Qur’an Al-Azhim, yang
diturunkan kepada Rasul-Nya yang mulia. Yaitu bahwasanya Al-Qur’an itu adalah
perkataan yang paling baik dan ucapan yang paling indah secara mutlak. Bahwa al-
Qur’an Al-Azhim itu adalah sebaik-baiknya perkataan secara mutlak dan sebaik-baik
kitab yang diturunkan dari Kalam (perkataan) Allah Subhanahu Wa Ta’ala, baik dilihat
dari sisi kefasihan lafazhnya dan keterangannya, kemuliaan maknanya, menghimpun
banyak kosa kata dan penggunaannya. Kesemuanya itu menunjukkan tentang keagungan
al-Qur’an, kebesarannya serta ketinggian kedudukan dan nilainya.

B. Sejarah Turunnya Al-Qur’an (Nuzulul Qur’an)

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan


Malaikat Jibril selama kurang lebih 22 tahun 2 bulan 22 hari. Al-Qur’an terdiri 114
surat, dengan surat terpanjang terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah, dan terpendek

14
Tafsir al-Samarqandy, (3/173)
terdiri dari 3 ayat, yaitu Al-Asr, Al-Kauthar, dan Al-Nasr. Sebagian ulama menyatakan
jumlah ayat dalam al-Qur’an adalah 6.236, sebagian lagi menyatakan 6.666. Perbedaan
jumlah ayat ini disebabkan karena perbedaan pandangan tentang kalimat Basmalah pada
setiap awal surat (kecuali al-Taubah). Kemudian tentang kata-kata pembuka surat yang
terdiri dari susunan huruf-huruf seperti Ya Sin, Alif Lam Mim, Ha Mim dll. Ada yang
memasukkannya sebagai ayat, ada yang tidak mengikut sertakannya sebagai ayat. Untuk
memudahkan pembacaan dan penghafalan, para ulama membagi al-Qur’an dalam 30 juz
yang sama panjang, dan dalam 60 hizb (biasanya ditulis di bagian pinggir al-Qur’an).
Masing-masing hizb dibagi lagi menjadi empat dengan tanda-tanda al-rub (seperempat),
al-nisf (seperdua), dan al-sulus (tiga perempat). Selanjutnya al-Qur’an dibagi pula
dalam 554 ruku’, yaitu bagian yang terdiri atas beberapa ayat. Setiap satu ruku’ ditandai
dengan huruf ain di sebelah pinggirnya. Surat yang panjang berisi beberapa ruku.
Sedang surat yang pendek hanya berisi satu ruku. Nisf al-Qur’an (tanda pertengahan al-
Qur’an), terdapat pada surat al-Kahfi ayat 19 pada lafal walyatallataf yang artinya:
“hendaklah ia berlaku lemah lembut”.
Untuk memahami al-Qur’an secara benar dan tepat, sejarah15 turunnya al-Qur’an
(Ilmu asbab al-nuzul) sebagai suatu keniscayaan yang mesti diketahui oleh setiap orang
yang ingin mengkaji alQur’an. Al-Qur’an diturunkan dalam dua periode. Pertama;
periode Mekah, yaitu saat Nabi saw bermukim di Mekah (610-622 M) sampai Nabi
SAW melakukan hijrah. Ayatayat yang diturunkan pada masa itu disebut ayat-ayat
Makkiyah, yang berjumlah 4.726 ayat, meliputi 89 surat; Kedua; adalah Periode
Madinah, yaitu masa setelah Nabi saw hijrah ke Madinah (622-632 M). Ayat-ayat yang
turun dalam periode ini dinamakan ayatayat Madaniyyah, meliputi 1.510 ayat dan
mencakup 25 surat. Dengan membagi sejarah turunnya al-Qur’an menjadi dua periode,
hal itu memudahkan bagi para pengkaji al-Qur’an untuk memahami petunjuk al-Qur’an
secara utuh dan tujuan-tujuan pokok dalam al-Qur’an. Karena tujuan utama

15
Menurut Sartono Kartodirdjo, sejarah adalah usaha dan perbuatan deskripsi tentang masa lampau
dengan merekonstruksikan “apa yang terjadi” dan diuraikan sebagai cerita. Dengan kata lain, kejadian-
kejadian penting yang diseleksi dan diatur menurut proses waktu sedemikian sehingga tersusun sebagai
cerita atau story. Lihat Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Suatu
Alternatif (Gramedia, Jakarta, 1984), 5.
mempelajari ilmu asbab al-nuzul adalah bagaimana mestinya al-Qur’an itu dipahami
secara proporsional dan benar. Sebagai contoh bagaimana memahami terminologi dan
perintah jihad dalam perpsktif ilmu asbab al-nuzul?. Dan bagaimana sesungguhnnya
mengetahui sejarah turunnya ayat al-Qur’an (asbab al-nuzul) ayat sangat membantu
dalam memahami ayat al-Qur’an.
Dengan demikian, beberapa Hadis di atas menunjukkan adanya variasi bentuk
jihad yang diakui dalam Islam sesuai dengan sabda Nabi. Jihad tidak selalu identik
dengan peperangan dan pertempuran, tetapi makna jihad berubah bentuk sesuai dengan
situasi dan kondisinya. Menurut sabda Nabi yang popular, jihad dalam bentuk
peperangan adalah jihad terkecil (al-jihâd al-Ashghar), sedangkan jihad menghadapi
diri sendiri adalah jihad terbesar (al-Jihâd al-Akbar). Berdasarkan pemaparan di atas,
bisa disimpulkan bagaimana arti jihad bisa berubah tergantung situasi dan kondisinya.
Ayat - ayat al-Qur’an yang menggunakan kata jihad (ayat-ayat jihad) telah jelas makna
dan tujuannya. Tidak mengalami penyempitan makna dalam arti perang seperti yang
dipahami sebagian orang selama ini. Jihad dapat diartikan seluas-luasnya, sesuai dengan
konteks sosial dan kemampuan yang dihadapi dan dimiliki umat Islam. Kesesuaian
antara makna jihad dengan konteks sosial bukan berarti proses penyempitan tetapi
merupakan proses kontekstualisasi ajaran Islam. Inilah salah satu faktor penting
mengetahui ilmu asbab al-nuzul, mengetahui kondisi ayat di mana diturunkan.

dafpus

Asmuni, A. (2017) “Alquran Dan Filsafat (Alquran inspirator Bagi Lahirnya Filsafat),”
Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis, 5(01), p. 1. Tersedia:
https://doi.org/10.24235/diyaafkar.v5i01.4331.

Djunaid, H. (2014) “Konsep Pendidikan Dalam Alquran (Sebuah Kajian Tematik),”


Lentera Pendidikan : Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 17(1), pp. 139–150.
Tersedia: https://doi.org/10.24252/lp.2014v17n1a10.

Nufus, Z. (2019). Persepsi Santri Putri Pesantren Al-Ghurobā’Tumpang Krasak Jati


Kudus Terhadap Alquran Surah al-A’raf Ayat 180 Tentang Al-Asmā’al-
Ḥusna (Doctoral dissertation, IAIN Kudus).
Namadan Sifat quran - alukah.net (tidak ada tanggal). Tersedia:
https://www.alukah.net/books/files/book_11564/bookfile/namadan_sifat_quran.pd
f (Diakses: Maret 11, 2023).

Zuhdi, Achmad. 2021. Studi Al-Qur’an. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.

AL-QUR’AN DALAM SEJARAH (Diskursus Seputar Sejarah Penafsiran al-Qur‟an)


(tidak ada tanggal) Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya islam. Tersedia:
http://stitalamin.ac.id/jurnal/index.php/alamin/index (Diakses: Maret 12, 2023).

Anda mungkin juga menyukai