Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ULUMUL HADITS

Awal Pembukuan Hadits, Al-Muwatha’, Kutubus Sab’ah,


Al-Mustakhraj, Mustadrak dan Athraf

Dosen Pembimbing:

Disusun Oleh:
Nisrina Alifia (11180510000180)
Ahmad Raihan Ramadhan (11180510000263)

Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam


Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang
telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,
penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Mengkaji
sejarah perkembangan hadis sangat penting dan mendasar sebelum
mengkaji secara lebih jauh tentang hadis. Mengetahui perkembangan
hadis, baik dari perkembangan riwayat-riwayatnya maupun
pembukuannya, sangat diperlukan karena dipandang menjadi satu
kesatuan dengan studi hadis.
Dalam sejarah penghimpunan dan kodifikasi hadis mengalami
perkembangan yang agak lamban dan bertahap dibandingkan
perkembangan kodifikasi Al Qur’an. Hal ini wajar saja karena Al Qur’an
pada masa Nabi sudah tercatat seluruhnya sekalipun sangat sederhana, dan
mulai dibukukan pada masa Abu Bakar Khalifah pertama dari Khulafa Ar-
Rasyidin sekalipun dalam penyempurnaannya dilakukan pada masa
Utsman bin Affan yang disebut dengan tulisan Utsmani (Khathth Usmani).
Sedangkan penulisan hadist pada masa Nabi secara umum justru
malah dilarang. Masa pembukuannya pun terlambat sampai pada masa
abad ke 2 Hijriyah dan mengalami kejayaan pada abad ke 3 Hijriyah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah awal pembukuan hadits?


2. Mengapa pada masa pembukuan hadits kitab al- muwaththa’ mendapat
perhatian ulama secara umum ?
3. Bagaimana konsep dari kutbus sab’ah?
4. Apa yang dimaksud dengan mustadrak?
5. Apa yang dimaksud dengan mustakhraj?
6. Apa yang dimaksud dengan Athraf ?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah awal pembukuan hadits.


2. Untuk mengetahui pembukuan hadits kitab al-Muwaththa sehingga
mendapatkan perhatian dari para ulama.

3. Untuk mengetahui konsep dari kutbus sab’ah.

4. Untuk memahami jenis kitab mustakhraj.

5. Untuk memahami jenis kitab mustadrak.

6. Untuk memahami jenis kitab athraf.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Pengumpulan dan Pembukuan Hadits

1. Permulaan Masa Pembukuan Hadits

Telah diketahui bahwa dalam abad pertama Hijrah, mulai dari zaman Rasul,
masa Khulafa’ Rasyidin dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir
abad pertama Hijrah, hadits-hadits itu berpindah dari mulut ke mulut. Masing-
masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kekuatan hafalannya. Pada masa itu
mereka belum terdorong untuk membukukannya. Hafalan mereka terkenal kuat.
Kekuatan hafalan para sahabat dan tabi’in diakui sejarah.
Ketika kekhalifahan dipegang kembali oleh Umar bin Abd al-Aziz seorang
khalifah dari dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan wara’ ini tergeraklah
hatinya untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa para perawi yang
membendaharakan hadits dalam kepalanya, kian lama kian banyak yang
meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan dikumpulkan
dalam buku-buku (dewan-dewan) hadits dan para perawinya, mungkinkah hadits-
hadits itu akan lenyap dari permukaan bumi dibawa bersama oleh para
penghafalnya ke alam barzah.1
Untuk mewujudkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H, Khalifah meminta
kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazmin
supaya membukukan hadits Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang
terkenal, Amrah binti Abd ar-Rahman bin Sa’ad bin Zurarah bin Ades, seorang
ahli fiqh, murid Aisyah, dan hadits-hadits yang ada pada Al-Qasim bin
Muhammad bin Abi Bakr ash-Shidiq, seorang pemuka tabi’in dan salah seorang
fuqaha tujuh Madinah.

Salah satu cara yang dilakukan oleh Umar bin Abd al-Aziz ialah dengan
menuliskan surat lalu mengirimkan surat tersebut kepada gubernur Madinah untuk
semua wilayah kekuasaannya supaya membukukan hadits yang ada pada ulama
yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Adapun ulama besar yang
membukukan hadits atas kemauan khalifah itu diantaranya Abu Bakar

1 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 52.
Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab az-Zuhry, seorang tabi’in yang
ahli dalam bidang fiqh dan hadits. Dialah ulama besar yang mula-mula
membukukan hadits atas anjuran khalifah.
Kitab hadits yang ditulis oleh Ibnu Hazm yang merupakan kitab hadits yang
pertama yang ditulis atas perintah kepala negara, namun tidak sampai kepada kita
karena tidak terpelihara dengan semestinya. Selain itu, kitab ini tidak
membukukan seluruh hadits yang ada di Madinah.
Adapula Al-Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhry yang
membukukan seluruh hadits yang ada di Madinah. Dia memang terkenal sebagai
seorang ulama hadits yang besar di masanya.2
Setelah pembukuan hadits ini mulai berkembang, para ulama besar berlomba-
lomba membukukan hadits atas anjuran Abu Abbas as-Saffah dan anak-anaknya
dari khalifah-khalifah Abbasiyah. Diantara para pengumpul pertama hadits yang
tercatat sejarah adalah:

a. Di kota Makkah, Ibnu Juraij (80 H / 669 M – 150 H / 767 M)

b. Di kota Madinah, Ibnu Ishaq (… H / 151 M - … H / 768 M), Ibnu Abi


Dzi’bin dan Malik bin Anas ( 93 H / 703 M – 179 H / 798 M)

c. Di kota Bashrah, Ar-Rabi’ bin Shabih (… H / … M – 160 H / 777 M),


Hammad bin Salamah (176 H), dan Said bin Abi Arubah (156 H / 773 M)

d. Di Kufah, Sufyan ats-Tsaury ( 161 H)

e. Di Syam, Al-Auza’y (156 H)

f. Di Washith, Husyaim al-Wasyithy (104 H / 772 M – 188 H / 804 M)

g. Di Yaman, Ma’mar al-Azdy (95 H / 753 M – 153 H / 770 M)

2 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 53.
h. Di Rey, Jarir adh-Dhabby (110 H / 728 M – 188 H / 804 M)

i. Di Khurasan, Ibnu al-Mubarak (118 H / 735 M – 181 H / 797 M)

j. Di Mesir, Al-Laits bin Sa’ad (175 H)

Semua ulama besar yang membukukan hadits adalah ahli-ahli hadits abad ke-2
Hijrah. Adapun kitab hadits yang paling tua yang ada di tangan umat Islam
dewasa ini ialah Al-Muwaththa’ susunan Imam Malik atas perintah Khalifah Al-
Manshur.

As-Sayuthy berkata dalam kitab Tarikh al-Khulafa, “Dalam tahun 143 H, ulama
Islam mulai membukukan hadits, fiqh dan tafsir, di antaranya Ibnu Juraij Makkah,
Imam Malik di Madinah, Al-Auza’y di Syam, Ibnu Abi Arubah dan Hammad di
Bashrah, Ma’mar al-Azdy di Yaman, Sufyan ats-Tsaury di Kufah.3

2. Sistem Ulama Abad Kedua Hijrah Membukukan Hadits

Pada abad kedua ini, para ulama membukukan hadits dilakukan dengan tidak
menyaringnya. Mereka tidak hanya membukukan hadits saja, melainkan juga
fatwa-fatwa sahabat, bahkan fatwa-fatwa tabi’in, semua itu dibukukan bersama-
sama. Maka dalam kitab-kitab itu terdapat hadits-hadits marfu’, mauquf , dan
hadits maqthu’.

3. Kitab-kitab Hadits yang Terkenal dalam Abad kedua Hijrah

Pada masa pengumpulan dan pembukuan hadits ini kitab-kitab hadits telah
banyak dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua. Akan tetapi yang terkenal
dalam kalangan ahli hadits ialah:

a. Al-Muwaththa’, susunan Imam Malik (95 H – 179 H)

b. Al-Maghazi wa as-Siyar, susunan Muhammad bin Ishaq (150 H)

3 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 54.
c. Al-Jami’, susunan Abd ar-Razzaq ash-Shan’any (211 H)

d. Al-Mushannaf, susunan Syu’bah bin Hajjaj (160 H)

e. Al-Mushannaf , susunan Sufyan bin Uyainah (198 H)

f. Al-Mushannaf , susunan Al-Laits bin Sa’ad (175 H)

g. Al-Mushannaf , susunan Al-Auza’y (150 H)

h. Al-Mushannaf , susunan Al-Humaidy (219 H)

i. Al-Maghazi an-Nabawiyah, susunan Muhammad bin Waqid al-Aslamy


(130 H – 207 H)

j. Al-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H)

k. Al-Musnad, susunan Zaid bin Ali

l. Al-Musnad, susunan Imam Asy-Syafi’y (204 H)

m. Mukhtalif al-Hadits, susunan Imam Asy-Syafi’y.

4. Kedudukan dan Keadaan Kitab-kitab Hadits Abad kedua Hijrah

Pada abad ini, kitab-kitab yang mendapat perhatian ulama secara


umum ialah Al-Muwaththa’ (susunan Imam Malik), Al-Musnad dan
Mukhtalif al-Hadits (susunan Imam Asy-Syafi’y), serta As-Sirah an-
Nabawiyah atau Al-Maghazi wa as-Siyar (susunan Ibnu Ishaq).
Al-Muwaththa’ merupakan salah satu kitab yang paling terkenal di
antara kitab-kitab hadits abad kedua serta mendapat sambutan yang sangat
besar dari ulama.4 Hal ini dikarenakan kitab ini mengandung 1.726
rangkaian khabar dari Nabi saw., dari sahabat dan dari tabi’in. Khabar
yang musnad sejumlah 600, yang mursal sejumlah 228, yang mauquf

4 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 55.
sejumlah 613 dan yang maqthu’ 285. Sebab itu, banyak yang membuat
syarah (penjelasan)nya dan mukhtashar (ringkasan)nya.

Demikian pula dengan kitab Al-Musnad susunan Asy-Syafi’y yang


mengumpulkan seluruh hadits yang diriwayatkan oleh Asy-Syafi’y dalam
kitabnya Al-Umm. Menurut pentahqiqan Al-Biqa’y, musnad ini bukan
susunan Asy-Syafi’y sendiri, tetapi dipetik dari Al-Umm lalu dikumpulkan
dalam kitab tersendiri oleh Al-Asham. Musnad ini telah disyarahkan oleh
Ibnu Atsir (504 H) dengan kitabnya yang bernama Asy-Syafi. Kitab
musnad ini telah diterbitkan pula isinya oleh As-Sindy.5
Mukhtalif al-Hadits adalah salah satu kitab Asy-Syafi’y yang
penting. Di dalamnya beliau terangkan cara-cara menguatkan sunnah dan
jalan-jalan yang mengharuskan kita menerima hadits ahad. Di dalamnya
juga beliau terangkan cara-cara menyesuaikan hadits-hadits yang kelihatan
bertentangan satu sama lainnya. Serta, terdapat pula hasil perdebatan Asy-
Syafi’y dengan Muhammad bin Al-Hasan. Kitab ini banyak gunanya bagi
mereka yang sangat memperhatikan sunnah.

5. Pemisahan Hadits-hadits Tafsir dan Hadits-hadits Sirah

Dalam abad kedua ini, pemisahan hadits-hadits tafsir dari umum


hadits dan hadits-hadits sirah dan maghazi mulai dipisahkan. Ulama yang
mula-mula memisahkan hadits-hadits yang berpautan dengan sirah ialah
Muhammad bin Ishaq bin Yassar al-Muththaliby (151 H). Kitab ini
diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam, yakni Abu Muhammad Jamaluddin bin
Abd al-Malik bin Hisyam al-Himsyary alMu’afiry (151 H – 213 H). Kitab
ini terkenal dengan nama Sirah Ibni Hisyam. Dan inilah pokok dari kitab-
kitab sirah yang berkembang sesudahnya.

5 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 56.
6. Bertambah Luasnya Pemalsuan Hadits

Di antara hal yang muncul pada abad ini ialah meluasnya


pemalsuan hadits. Dalam masa ini muncullah propaganda-propoganda
politik untuk menumbangkan rezim Amawiyah. Untuk mudah
mempengaruhi massa, dibuatlah hadits-hadits palsu. Dengan demikian,
mereka mudah menarik minat dan perhatian rakyat kepada pemerintah
Abbasiyah. Sebagai imbangannya, muncul pula dari pihak Amawiyah ahli-
ahli pemalsu hadits untuk membendung arus propaganda penganut paham
Abbasiyah.
Di samping itu, muncul pula golongan Zindiq (pura-pura Islam),
tukang kisah yang berupaya menarik minat pendengar untuk
memperhatikan pengajaran-pengajarannya dengan membuat kisah-kisah
palsu yang di sandarkan kepada hadits-hadits maudhu’ (palsu).6 Hal ini
yang menyebabkan sebagian ulama terdorong untuk mempelajari keadaan
perawi-perawi hadits (Ilmu Jarh wa at-Ta’dil) dan pada masa inilah telah
banyak perawi-perawi yang lemah.

7. Tokoh-tokoh Hadits Abad kedua Hijrah

Diantara tokoh-tokoh hadits yang mahsyur dalam abad kedua


Hijrah ialah Malik, Yahya bin Said al-Qaththan, Waki’ bin al-Jarrah,
Sufyan ats-Tsaury, Ibnu Uyainah, Syu’bah bin Hajjaj, Abd ar-Rahman bin
Mahdy, Al-Auza’y, Al-Laits, Abu Hanifah, Asy-Syafi’y.

8. Sebab-sebab Seorang Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in Banyak dapat


Meriwayatkan Hadits

Seorang tabi’in dan tabi’it tabi’in dapat meriwayatkan hadits


dikarenakan mengambil hadits dari banyak sahabat dan dari sesamanya,
maka jumlah riwayat seorang tabi’in biasanya lebih banyak dari seorang
6 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 57.
shahaby dan riwayat tabi’in dan tabi’it tabi’in, lebih banyak dari tabi’in.
begitulah seterusnya.7
B. Kitab Al-Muwaththa’
Al-Muwaththa’ merupakan kitab yang digunakan untuk merujuk
hukum-hukum islam terutama dalam bidang fikih. Al-Muwaththa’ adalah
kitab hadis tertua yang sampai pada saat sekarang ini. Kitab ini disusun
pada pertengahan abad ke 2 Hijriyah, yakni pada masa pemerintahan
Khalifah Ja’far Al-Mansur, ketika Khalifah tersebut meminta agar kitab
Muwaththa’ dapat dijadikan pedoman yang mengikat bagi seluruh daerah
Islam. Melatar belakangi penyusunan al-Muwaththa’ dikarenakan adanya
permintaan dari Khalifah Ja’far al-Mansyur atas usulan Muhammad ibn al-
Muqaffa’ yang sangat prihatin pada perbedaan fatwa dan pertentangan
yang tengah berkembang saat itu, dan mengusulkan pada Khalifah untuk
menyusun undang-undang yang menjadi penengah dan bisa diterima
semua pihak. Kemudian Khalifah Ja’far meminta Imam Malik untuk
menyusun kitab hukum sebagai kitab standar bagi seluruh wilayah Islam.
Disamping itu ada juga yang menyebutkan penyusunan al-
Muwaththa’ adalah adanya permasalahan politik dan keagamaan. Kondisi
politik yang penuh konflik pada masa pemerintahan Daulah Umayyah dan
Abbasiyah yang melahirkan tiga kelompok yaitu Khawarij, Syi’ah, dan
keluarga istana yang mengancam integritas kaum muslim dan
berkembangnya suasana kondisi sosial keagamaan, khususnya di bidang
hukum.
Pentingnya mengetahui kitab al-Muwattha’ imam malik ini, jika
diamati dari sejarah bahwa perkembangan hadis itu ada pada masa
Rasulullah saw, masa sahabat Rasulullah saw, masa tab’in, masa (tadwin
pengumpulan) hadis, dan masa seleksi dan penyusunan hadis. 8

7 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 58.
8 Umar, Ilmu Hadis (Kudus :Nora Media Enterprise, 2011), h.168
Atas perhatian dan kebijaksana khalifah Umar ibn Abd Aziz
(Khalifah ke VII dari khalifah bani umayah) mengumpulkan hadis yang
berguna menyelamatkan hadis dari kemusnahan dan pemalsuan. Alasan
dari Umar ibn Abd Aziz terhadap hadis, antara lain:

1. Khawatir terhadap hilang hadis-hadis dengan meninggalnya para ulama


2. Khawatir juga akan tercampurnya antara hadis yang sahih dengan hadis
palsu.
Setelah para ulama berhasil memisahkan hadis-hadis yang da’if
dan yang sahih, hadis-hadis yang marfu’ dan mauquf dari yang maqtu.
Munculah kitab-kitab yang disebut Kutub Al-Sittah (kitab induk yang
enam) yaitu Al-Jami’ Al-Shahih susunan imam Al-Bukhari (194-252H),
Al-Jami’ Al-Shahih susunan imam muslim (204-261H), Al-Sunan susunan
Abu Dawud (202-275 H), Al-Sunan susunan AlTirmidzi (200-275 H), Al-
Sunan susunan Al-Nasa’I (215-303 H), dan Al-Sunan susunan Ibnu Majah
(207-273H). 9
Jamak dari Muwaththta’ menurut istilah ahli hadist adalah sebuah kitab
yang tersusun berdasarkan urutan bab-bab fikih dan mencakup hadist-
hadist marfu, mauquf, dan maqthu , sama seperti mushannaf , meskipun
namanya berbeda
Karya-karya al-Muwaththa’at yang terkenal:
a. Al-Muwaththa’ karya Imam Malik bin Anas Al-Madani (wafat 179 H),
dicetak berulang kali.
b. Al-Muwaththa’ karya Ibnu Abi Dzi’b Muhammad bin Abdurrahman Al-
Madani (wafat 158 H)
c. Al-Muwaththa’ karya Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad Al-
Marwazi (293 H)10

C. Kitab Kutubus Sab’ah

9 Umar, Ilmu Hadis (Kudus :Nora Media Enterprise, 2011), h.169


10 Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis ,( Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006), h.19
Kutubus As Sab’ah yang dalam Bahasa Indonesia artinya dalam
Bahasa Indonesia adalah “7 kitab” yang diartikan menurut istilah kepada 7
perawi hadist yang terkenal.

1.Shahih Bukhari
Disusun oleh Imam Bukhari (194-256 H/810-870 M), nama
lengkap: Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-
Mughirah al-Ja'fai. Jumlah keseluruhan hadits dalam kitab ini adalah 7.275
(termasuk hadits yang mengalami pengulangan).

2. Shahih Muslim
Disusun oleh Imam Muslim (206 H-261 H), nama lengkap: Abul
Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi. Imam Muslim merupakan
murid dari Imam Bukhari. Jumlah keseluruhan hadits dalam kitab ini
adalah 12.000 (termasuk hadits yang mengalami pengulangan)11

3. Sunan Abu Dawud


Disusun oleh Imam Abu Dawud (202-275 H/817-889 M), nama
lengkap: Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani. Kitab ini
memuat 4.800 hadits.Beliau adalah salah seorang ulama yang paling luas
perjalanannya.

4. Sunan Tirmidzi
Atau lebih terkenal dengan nama Al-Jami’ yang disusun oleh Imam
Tirmidzi (209-279 H/824-892 M), nama lengkap: Abu Isa Muhammad bin
Isa bin Surah At Turmudzi. Kitab ini menjadi kitab pokok untuk mengenal
hadits-hadits hasan, dan Imam Tirmidzi tergolong orang yang sering
menyebutkannya.
5. Sunan Nasa’i

11 Muhammad Abu Zahwu, Hadis dan para ahli Hadis, (Mesir : Syirkah Sahimah Misriyah, t.th),
h. 246
Disusun oleh Imam Nasa’i (215-303 H / 839-915 M), nama
lengkap: Ahmad bin Syu'aib Al Khurasany. Sunan An-Nasa’i disebut
sebagai yang dianggap berada di urutan ketiga yang paling shahih setelah
kitab Shahihain Bukhari-Muslim. Kitab ini disebut juga Al-Sunan Al-
Sughra (Sunan yang Kecil) karena merupakan kitab ringkasan yang
memuat sekitar 5.270 hadits yang diseleksi dari karya aslinya yaitu Al-
Sunan Al-Kubra.12

6. Sunan Ibnu Majah


Disusun oleh Imam Ibnu Majah (209-273 H/824-887 M), nama lengkap:
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah Al
Quzwaini. Kitab ini menghimpun kurang lebih 4000 hadits yang terpisah
kedalam 32 buku.

7. Musnad Ahmad
Disusun oleh Imam Ahmad bin Hanbal (781 - 855 M, 164 - 241 H), nama
lengkap: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al
Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Kitab ini
merupakan kitab dengan jumlah hadits terbanyak. Imam Ahmad menyusun
kitab ini berdasarkan sahabat yang lebih awal masuk Islam dan lebih
utama kedudukannya dalam Islam. 13

D. Kitab Al-Mustadrak

12 Muhammad Abu Zahwu, Hadis dan para ahli Hadis, (Mesir : Syirkah Sahimah Misriyah, t.th),
h. 247
13 Muhammad Abu Zahwu, Hadis dan para ahli Hadis, (Mesir : Syirkah Sahimah Misriyah, t.th),
h. 247
Merupakan jenis kitab hadits yang menghimpun hadits-hadits
shahih yang tidak di riwayatkan dalam kitab-kitab hadits shahih lain, dan
hadits-hadits yang ditinggalkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Menurut
bahasa, al-Mustadrak mengandung arti berkenaan dengan temuan.
Agaknya, ia disebut al-mustadrak karena penulisannya menemukan hadits
yang “amat berharga” karena kesahihannya, tetapi tidak sempat diliput
oleh al-Bukhari dan Muslim.
Seperti Kitab al-Mustadrak ‘alâ al-Shahîhayn (selanjutnya
disingkat al-Mustadrak) dalam versi terbaru yang diterbitkan oleh
Maktabah Nizâr Mushthafâ al-Bâz Makkah al-Mukarramah (Riyadh) pada
tahun 2000 (cetakan pertama) sebanyak 10 jilid (4051 halaman) yang
terdiri dari 8 jilid kandungan hadis-hadis al-Mustadrak (3160 halaman)
dan 2 jilid (halaman 3161-4051) yang berisi fihris -fihris (al-Fahâris al-
Fanniyyah li al-Kitâb). Bagian 2 jilid al-Fahâris ini terdiri 4 bagian yaitu:
Fihris awâ`il al-ahâdît, Fihris al-a’lâm li al-shahâbah wa al-tâbi’în,
Fihris al-rijâl al-ladzîna takallama fîhim al-Imâm al-Dzahabî fî al-
Talkhîsh Jarh wa ta’dîl, Al-mu’jam al-lafzhî murattab hijâ`iyya.

E. Kitab Al-Mustakhraj
Merupakan jenis kitab yang disusun dengan mengambil hadits-
hadits dari kitab hadits tertentu. Tetapi, jalur sanad yang diambil oleh
penyusunannya berbeda dari jalur sanad yang di tempuh oleh hadits
tersebut. Penyusun al-mustadrak menempuh sanad lewat gurunya, dan
ternyata, guru tadi memiliki sanad yang sama dengan sanad guru penyusun
kitab yang di takhrij, atau kedua guru tersebut bertemu sanad pada
periwayat diatasnya, Dengan demikian, ditemukanlah sanad baru pada
lapisan periwayat tertentu untuk sebuah hadits yang sama. 14

14 .M. Hasbi as Shidiqi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis (Jakarta : Bulan Bintang, 1981),
,h.323
Salah satu kitab mustakhraj adalah al-Mustakhraj ala Shahih al-
Bukhori yang disebut muka tadi.

F. Kitab Al-Athraf
Al- Athraf merupakan setiap kitab yang hanya menyebutkan
sebagian hadits yang dapat menunjukkan lanjutan hadits yang dimaksud,
kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad satu kitab ataupun
sanad dari beberapa kitab. Para penulis biasanya menyusun urutannya
berdasarkan musnad para sahabat dengan susunan nama sesuai huruf-huruf
hijaiyah, kemudian menyebutkan pangkal hadits yang dapat menunjukkan
ujungnya seperti hadits nabi: “Kulukum ra’in…”, “ Buniyal Islamu” ‘Ala
Khamsin…”, dan “Al-Imanu Bidh’un wa Sab’una Syu’batan…”, demikian
seterusnya.

Adapun kitab-kitab Al-Athraf yang terkenal ialah:

a. Athrafu Ash-Shahihaini, karya Muhammad Khalaf bin Muhammad Al-


Wasithi (wafat 401 H).15

b. Al-Asyraf ‘ala Ma’rifah al-A’thraf atau sebuah kitab athraf terhadap


Sunan al-Arba’ah, karya Abu al-Qasim Ali bin Hasan, dikenal dengan
sebutan Ibnu Asakir ad-Dimasqy (wafat 571 H).16

c. Tuhfatul Asyraf bi Ma’rifatil Athraf, atau Athraf Al-Kutub As-Sittah,


karya Al-Hafizh Abul Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizzi (wafat
742 H).

d. Ithaful Maharah bi Athafil Asyarah, karya Al-Hafizh Ahmad bin Ali


Ibnu Hajar Al’-Asqalani (wafat 852 H). Al-Asyarah atau kitab yang
sepuluh adalah: Muwaththa’, Musnad Asy-Syafi’i, Musnad Ahmad,
Musnad Ad-Darimi, Shahih Ibnu Khuzaimah, Muntaqa Ibnul Jarud,

15Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013),
cet.7, h.63.
16 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h.100.
Shahih Ibnu Hibban, Mustadrak Al-Hakim, Mustakhraj Abi Uwanah,
Syarh Ma’ani Al-Atsar karya Ath-Thahawi, dan Sunan Ad-Daraquthni.
Jumlahnya menjadi 11 karena Shahih Ibnu Khuzaimah hanya berisi
seperempatnya saja.

e. Athraf Al-Masanid Al-Asyarah, karya Abul Abbas Ahmad bin


Muhammad Al-Buwaishiri (wafat 840 H). Al-Asyarah atau musnad
yang sepuluh adalah: Musnad Abu Dawud At-Thayalisi, Musnad Abu
Bakar Al-Humaidi, Musnad Mussadad bin Musarhad, Musnad
Muhammad bin Yahya Al-Adani, Musnad Ishaq bin Rahawaih,
Musnad Abu Bakar bin Abi Syaibah, Musnad Ahmad bin Mani’,
Musnad ‘Abd bin Humaid, Musnad Al-Harits bin Muhammad bin Abi
Usamah, dan Musnad Abi Ya’la Al-Mushili.

f. Dzakha’ ir Al-Mawaris fi Ad-Dalalah ‘Ala Mawadhi’ Al-Hadits, ini


merupakan kumpulan athraf kutubus sittah dan Muwaththa’ Imam
Malik, karya Abdul Ghani An-Nabulsi ( wafat 1443 H). kitab ini
merupakan kitab athraf yang terbaru serta di dalamnya memuat nama-
nama para sahabat yang disusun menurut abjad.17

g. Athraf al-Ghara’ib wal-Afrad, karya Muhammad bin Thahir Al-


Maqdisy (wafat 570 H), sebuah kitab athraf terhadap Kutub as-Sittah.
Kitab ini dinilai kurang baik susunannya. Telah ditalkhishkan oleh
Muhammad bin Ali ad-Dimasqy (wafat 765 H).

h. Athraf as-Sittah, karya Al-Hafizh Al-Mizzy, yang telah diikhtisarkan


oleh Az-Zahaby.

i. Ith-haf al-Maharah bi Athraf al-‘Asyrah, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar


al-Asqalany, sebuah kitab athraf terhadap kitab Al-‘Asyrah.18
17 Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013),
cet.7, h.64.
18Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h.100.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Permulaan masa pembukuan hadits dimulai ketika kekhalifahan
dipegang kembali oleh Umar bin Abd al-Aziz seorang khalifah dari
dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan wara’ ini tergeraklah hatinya
untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa para perawi yang
membendaharakan hadits dalam kepalanya, kian lama kian banyak yang
meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan
dikumpulkan dalam buku-buku (dewan-dewan) hadits dan para
perawinya, mungkinkah hadits-hadits itu akan lenyap dari permukaan
bumi dibawa bersama oleh para penghafalnya ke alam barzah.

Al-Muwaththa’ merupakan kitab yang digunakan untuk merujuk


hukum-hukum islam terutama dalam bidang fikih.

Kutbus Sab’ah merupakan kumpulan kitab hadist yang dibuat oleh


7 perawi hadist yang maka dari itu disebut kutubus sab’ah.

Mustadrak merupakan jenis kitab hadits yang menghimpun hadits-


hadits shahih yang tidak di riwayatkan dalam kitab-kitab hadits shahih
lain, dan hadits-hadits yang ditinggalkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Mustakhraj merupakan jenis kitab yang disusun dengan


mengambil hadits-hadits dari kitab hadits tertentu. Tetapi, jalur sanad
yang diambil oleh penyusunannya berbeda dari jalur sanad yang di
tempuh oleh hadits tersebut.
Athraf merupakan setiap kitab yang hanya menyebutkan sebagian
hadits yang dapat menunjukkan lanjutan hadits yang dimaksud,
kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad satu kitab
ataupun sanad dari beberapa kitab.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sebagai penulis mengakui akan
masih banyaknya kekurangan dan kecacatan dalam makalah ini. Untuk itu
kami sangat memohon agar pembaca dapat mengajukan kritik dan saran
sebagai acuan perbaikan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 52-58
Umar, Ilmu Hadis (Kudus :Nora Media Enterprise, 2011), h.168-169
Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis ,( Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006), h.19
Muhammad Abu Zahwu, Hadis dan para ahli Hadis, (Mesir : Syirkah Sahimah Misriyah, t.th), h.
246 -247

M. Hasbi as Shidiqi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis (Jakarta : Bulan Bintang, 1981), h.323

Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013),
cet.7, h.63-64

Anda mungkin juga menyukai