Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
Nisrina Alifia (11180510000180)
Ahmad Raihan Ramadhan (11180510000263)
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang
telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,
penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Mengkaji
sejarah perkembangan hadis sangat penting dan mendasar sebelum
mengkaji secara lebih jauh tentang hadis. Mengetahui perkembangan
hadis, baik dari perkembangan riwayat-riwayatnya maupun
pembukuannya, sangat diperlukan karena dipandang menjadi satu
kesatuan dengan studi hadis.
Dalam sejarah penghimpunan dan kodifikasi hadis mengalami
perkembangan yang agak lamban dan bertahap dibandingkan
perkembangan kodifikasi Al Qur’an. Hal ini wajar saja karena Al Qur’an
pada masa Nabi sudah tercatat seluruhnya sekalipun sangat sederhana, dan
mulai dibukukan pada masa Abu Bakar Khalifah pertama dari Khulafa Ar-
Rasyidin sekalipun dalam penyempurnaannya dilakukan pada masa
Utsman bin Affan yang disebut dengan tulisan Utsmani (Khathth Usmani).
Sedangkan penulisan hadist pada masa Nabi secara umum justru
malah dilarang. Masa pembukuannya pun terlambat sampai pada masa
abad ke 2 Hijriyah dan mengalami kejayaan pada abad ke 3 Hijriyah.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Pengumpulan dan Pembukuan Hadits
Telah diketahui bahwa dalam abad pertama Hijrah, mulai dari zaman Rasul,
masa Khulafa’ Rasyidin dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir
abad pertama Hijrah, hadits-hadits itu berpindah dari mulut ke mulut. Masing-
masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kekuatan hafalannya. Pada masa itu
mereka belum terdorong untuk membukukannya. Hafalan mereka terkenal kuat.
Kekuatan hafalan para sahabat dan tabi’in diakui sejarah.
Ketika kekhalifahan dipegang kembali oleh Umar bin Abd al-Aziz seorang
khalifah dari dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan wara’ ini tergeraklah
hatinya untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa para perawi yang
membendaharakan hadits dalam kepalanya, kian lama kian banyak yang
meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan dikumpulkan
dalam buku-buku (dewan-dewan) hadits dan para perawinya, mungkinkah hadits-
hadits itu akan lenyap dari permukaan bumi dibawa bersama oleh para
penghafalnya ke alam barzah.1
Untuk mewujudkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H, Khalifah meminta
kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazmin
supaya membukukan hadits Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang
terkenal, Amrah binti Abd ar-Rahman bin Sa’ad bin Zurarah bin Ades, seorang
ahli fiqh, murid Aisyah, dan hadits-hadits yang ada pada Al-Qasim bin
Muhammad bin Abi Bakr ash-Shidiq, seorang pemuka tabi’in dan salah seorang
fuqaha tujuh Madinah.
Salah satu cara yang dilakukan oleh Umar bin Abd al-Aziz ialah dengan
menuliskan surat lalu mengirimkan surat tersebut kepada gubernur Madinah untuk
semua wilayah kekuasaannya supaya membukukan hadits yang ada pada ulama
yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Adapun ulama besar yang
membukukan hadits atas kemauan khalifah itu diantaranya Abu Bakar
1 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 52.
Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab az-Zuhry, seorang tabi’in yang
ahli dalam bidang fiqh dan hadits. Dialah ulama besar yang mula-mula
membukukan hadits atas anjuran khalifah.
Kitab hadits yang ditulis oleh Ibnu Hazm yang merupakan kitab hadits yang
pertama yang ditulis atas perintah kepala negara, namun tidak sampai kepada kita
karena tidak terpelihara dengan semestinya. Selain itu, kitab ini tidak
membukukan seluruh hadits yang ada di Madinah.
Adapula Al-Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhry yang
membukukan seluruh hadits yang ada di Madinah. Dia memang terkenal sebagai
seorang ulama hadits yang besar di masanya.2
Setelah pembukuan hadits ini mulai berkembang, para ulama besar berlomba-
lomba membukukan hadits atas anjuran Abu Abbas as-Saffah dan anak-anaknya
dari khalifah-khalifah Abbasiyah. Diantara para pengumpul pertama hadits yang
tercatat sejarah adalah:
2 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 53.
h. Di Rey, Jarir adh-Dhabby (110 H / 728 M – 188 H / 804 M)
Semua ulama besar yang membukukan hadits adalah ahli-ahli hadits abad ke-2
Hijrah. Adapun kitab hadits yang paling tua yang ada di tangan umat Islam
dewasa ini ialah Al-Muwaththa’ susunan Imam Malik atas perintah Khalifah Al-
Manshur.
As-Sayuthy berkata dalam kitab Tarikh al-Khulafa, “Dalam tahun 143 H, ulama
Islam mulai membukukan hadits, fiqh dan tafsir, di antaranya Ibnu Juraij Makkah,
Imam Malik di Madinah, Al-Auza’y di Syam, Ibnu Abi Arubah dan Hammad di
Bashrah, Ma’mar al-Azdy di Yaman, Sufyan ats-Tsaury di Kufah.3
Pada abad kedua ini, para ulama membukukan hadits dilakukan dengan tidak
menyaringnya. Mereka tidak hanya membukukan hadits saja, melainkan juga
fatwa-fatwa sahabat, bahkan fatwa-fatwa tabi’in, semua itu dibukukan bersama-
sama. Maka dalam kitab-kitab itu terdapat hadits-hadits marfu’, mauquf , dan
hadits maqthu’.
Pada masa pengumpulan dan pembukuan hadits ini kitab-kitab hadits telah
banyak dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua. Akan tetapi yang terkenal
dalam kalangan ahli hadits ialah:
3 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 54.
c. Al-Jami’, susunan Abd ar-Razzaq ash-Shan’any (211 H)
4 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 55.
sejumlah 613 dan yang maqthu’ 285. Sebab itu, banyak yang membuat
syarah (penjelasan)nya dan mukhtashar (ringkasan)nya.
5 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 56.
6. Bertambah Luasnya Pemalsuan Hadits
7 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 58.
8 Umar, Ilmu Hadis (Kudus :Nora Media Enterprise, 2011), h.168
Atas perhatian dan kebijaksana khalifah Umar ibn Abd Aziz
(Khalifah ke VII dari khalifah bani umayah) mengumpulkan hadis yang
berguna menyelamatkan hadis dari kemusnahan dan pemalsuan. Alasan
dari Umar ibn Abd Aziz terhadap hadis, antara lain:
1.Shahih Bukhari
Disusun oleh Imam Bukhari (194-256 H/810-870 M), nama
lengkap: Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-
Mughirah al-Ja'fai. Jumlah keseluruhan hadits dalam kitab ini adalah 7.275
(termasuk hadits yang mengalami pengulangan).
2. Shahih Muslim
Disusun oleh Imam Muslim (206 H-261 H), nama lengkap: Abul
Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi. Imam Muslim merupakan
murid dari Imam Bukhari. Jumlah keseluruhan hadits dalam kitab ini
adalah 12.000 (termasuk hadits yang mengalami pengulangan)11
4. Sunan Tirmidzi
Atau lebih terkenal dengan nama Al-Jami’ yang disusun oleh Imam
Tirmidzi (209-279 H/824-892 M), nama lengkap: Abu Isa Muhammad bin
Isa bin Surah At Turmudzi. Kitab ini menjadi kitab pokok untuk mengenal
hadits-hadits hasan, dan Imam Tirmidzi tergolong orang yang sering
menyebutkannya.
5. Sunan Nasa’i
11 Muhammad Abu Zahwu, Hadis dan para ahli Hadis, (Mesir : Syirkah Sahimah Misriyah, t.th),
h. 246
Disusun oleh Imam Nasa’i (215-303 H / 839-915 M), nama
lengkap: Ahmad bin Syu'aib Al Khurasany. Sunan An-Nasa’i disebut
sebagai yang dianggap berada di urutan ketiga yang paling shahih setelah
kitab Shahihain Bukhari-Muslim. Kitab ini disebut juga Al-Sunan Al-
Sughra (Sunan yang Kecil) karena merupakan kitab ringkasan yang
memuat sekitar 5.270 hadits yang diseleksi dari karya aslinya yaitu Al-
Sunan Al-Kubra.12
7. Musnad Ahmad
Disusun oleh Imam Ahmad bin Hanbal (781 - 855 M, 164 - 241 H), nama
lengkap: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al
Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Kitab ini
merupakan kitab dengan jumlah hadits terbanyak. Imam Ahmad menyusun
kitab ini berdasarkan sahabat yang lebih awal masuk Islam dan lebih
utama kedudukannya dalam Islam. 13
D. Kitab Al-Mustadrak
12 Muhammad Abu Zahwu, Hadis dan para ahli Hadis, (Mesir : Syirkah Sahimah Misriyah, t.th),
h. 247
13 Muhammad Abu Zahwu, Hadis dan para ahli Hadis, (Mesir : Syirkah Sahimah Misriyah, t.th),
h. 247
Merupakan jenis kitab hadits yang menghimpun hadits-hadits
shahih yang tidak di riwayatkan dalam kitab-kitab hadits shahih lain, dan
hadits-hadits yang ditinggalkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Menurut
bahasa, al-Mustadrak mengandung arti berkenaan dengan temuan.
Agaknya, ia disebut al-mustadrak karena penulisannya menemukan hadits
yang “amat berharga” karena kesahihannya, tetapi tidak sempat diliput
oleh al-Bukhari dan Muslim.
Seperti Kitab al-Mustadrak ‘alâ al-Shahîhayn (selanjutnya
disingkat al-Mustadrak) dalam versi terbaru yang diterbitkan oleh
Maktabah Nizâr Mushthafâ al-Bâz Makkah al-Mukarramah (Riyadh) pada
tahun 2000 (cetakan pertama) sebanyak 10 jilid (4051 halaman) yang
terdiri dari 8 jilid kandungan hadis-hadis al-Mustadrak (3160 halaman)
dan 2 jilid (halaman 3161-4051) yang berisi fihris -fihris (al-Fahâris al-
Fanniyyah li al-Kitâb). Bagian 2 jilid al-Fahâris ini terdiri 4 bagian yaitu:
Fihris awâ`il al-ahâdît, Fihris al-a’lâm li al-shahâbah wa al-tâbi’în,
Fihris al-rijâl al-ladzîna takallama fîhim al-Imâm al-Dzahabî fî al-
Talkhîsh Jarh wa ta’dîl, Al-mu’jam al-lafzhî murattab hijâ`iyya.
E. Kitab Al-Mustakhraj
Merupakan jenis kitab yang disusun dengan mengambil hadits-
hadits dari kitab hadits tertentu. Tetapi, jalur sanad yang diambil oleh
penyusunannya berbeda dari jalur sanad yang di tempuh oleh hadits
tersebut. Penyusun al-mustadrak menempuh sanad lewat gurunya, dan
ternyata, guru tadi memiliki sanad yang sama dengan sanad guru penyusun
kitab yang di takhrij, atau kedua guru tersebut bertemu sanad pada
periwayat diatasnya, Dengan demikian, ditemukanlah sanad baru pada
lapisan periwayat tertentu untuk sebuah hadits yang sama. 14
14 .M. Hasbi as Shidiqi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis (Jakarta : Bulan Bintang, 1981),
,h.323
Salah satu kitab mustakhraj adalah al-Mustakhraj ala Shahih al-
Bukhori yang disebut muka tadi.
F. Kitab Al-Athraf
Al- Athraf merupakan setiap kitab yang hanya menyebutkan
sebagian hadits yang dapat menunjukkan lanjutan hadits yang dimaksud,
kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad satu kitab ataupun
sanad dari beberapa kitab. Para penulis biasanya menyusun urutannya
berdasarkan musnad para sahabat dengan susunan nama sesuai huruf-huruf
hijaiyah, kemudian menyebutkan pangkal hadits yang dapat menunjukkan
ujungnya seperti hadits nabi: “Kulukum ra’in…”, “ Buniyal Islamu” ‘Ala
Khamsin…”, dan “Al-Imanu Bidh’un wa Sab’una Syu’batan…”, demikian
seterusnya.
15Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013),
cet.7, h.63.
16 Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h.100.
Shahih Ibnu Hibban, Mustadrak Al-Hakim, Mustakhraj Abi Uwanah,
Syarh Ma’ani Al-Atsar karya Ath-Thahawi, dan Sunan Ad-Daraquthni.
Jumlahnya menjadi 11 karena Shahih Ibnu Khuzaimah hanya berisi
seperempatnya saja.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Permulaan masa pembukuan hadits dimulai ketika kekhalifahan
dipegang kembali oleh Umar bin Abd al-Aziz seorang khalifah dari
dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan wara’ ini tergeraklah hatinya
untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa para perawi yang
membendaharakan hadits dalam kepalanya, kian lama kian banyak yang
meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan
dikumpulkan dalam buku-buku (dewan-dewan) hadits dan para
perawinya, mungkinkah hadits-hadits itu akan lenyap dari permukaan
bumi dibawa bersama oleh para penghafalnya ke alam barzah.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sebagai penulis mengakui akan
masih banyaknya kekurangan dan kecacatan dalam makalah ini. Untuk itu
kami sangat memohon agar pembaca dapat mengajukan kritik dan saran
sebagai acuan perbaikan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 3, h. 52-58
Umar, Ilmu Hadis (Kudus :Nora Media Enterprise, 2011), h.168-169
Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis ,( Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006), h.19
Muhammad Abu Zahwu, Hadis dan para ahli Hadis, (Mesir : Syirkah Sahimah Misriyah, t.th), h.
246 -247
M. Hasbi as Shidiqi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis (Jakarta : Bulan Bintang, 1981), h.323
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013),
cet.7, h.63-64