Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan kehidupan saat ini merupakan faktor utama banyaknya hal


yang menyebabkan persoalan pendidikan memiliki keterikatan dengan filsafat.
Salah satunya adalah pendidikan selalu berusaha membentuk kepribadian
manusia sebagai subyek sekaligus obyek pendidikan. Dalam konteks ini, 
pendidikan dihadapkan pada perumusan tujuan yang akan dicapai seseorang
setelah pendidikan itu berlangsung.
Tugas ilmu pengetahuan dalam pendidikan dapat dikatakan mengkaji dan
menghubungkan semua keterauran yang teramati. Ilmu pengetahuan bertujuan
untuk menjawab pertanyaan Bagaimana dan Mengapa. Namun, khusus untuk
kasmologi, pertanyaan Mengapa ini memiliki titik tertentu pada kesulitan yan
luar biasa. Sehingga formulasi tujuan pendidikan merupakan persoalan yang
mendasar,  sehingga tidak mungkin dapat dirumuskan dan terjawab oleh
analisis ilmiah yang dangkal, tetapi memerlukan analisis dan pemikiran
filosofis.
Selain persoalan tujuan, seluruh aspek dalam pendidikan mulai dari
konsep, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi membutuhkan
pemikiran filosofis. Dari sini juga kemudian lahir aliran-aliran dan pemikiran
yang berbeda pada para ahli dalam filsafat pendidikan. Salah satu di antara
beberapa aliran filsafat pendidikan tersebut adalah Naturalisme dan
pragmatisme.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang masalah maka disini muncul permasalahan yang
dirumuskanm dalam bentuk pertanyaan yaitu:
1. Apakah definisi aliran naturalisme dan pragmatism ?
2. Bagaimana pandangan para tokoh aliran naturalism dan pragmatism ?
3. Bagaimana Implikasi Natural terhadap pendidikan ?
4. Bagaimana Pragmatisme dalam Pendidikan ?

1
2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis dampak game
pada kepribadian sosial anak dan Manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami definisi aliran naturalism dan pragmatisme.

2. Untuk mengetahui Tokoh-tokoh aliran naturalisme dan Pragmatisme

3. Untuk memahami Aliran Filsafat dalam Pendidikan

BAB II
LANDASAN TEORI
3

2.1 Deskripsi Teori


1.Defenisi Aliran Naturalisme dan pragmatisme
a. Pengertian Naturalisme
Naturalisme mempunyai beberapa pengertian, yaitu dari segi
bahasa, Naturalisme berasal dari dua kata, “Natural” artinya “Alami”
dan “Isme” artinya “Paham”. Nature artinya alam atau yang dibawa
sejak lahir.1
Aliran naturalisme dapat juga disebut sebagai “Paham Alami”.
Maksudnya, bahwa setiap manusia yang terlahir ke bumi ini pada
dasarnya memiliki kecenderungan atau pembawaan yang baik dan tak
ada seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk.

Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam)


sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai
dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik
yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari
fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan
kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah kebalikan dari
istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik
terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di
luar alam (Titus dalam makalah Ahmad, 2012).

Sistem nilai yang bersumber pada paham Naturalisme, berorientasi


kepada naturo-centris (berpusat pada alam), kepada tubuh jasmaniah,
kepada pancaindra, kepada hal-hal yang bersifat aktual (nyata), kepada
kekuatan, kepada kemampuan mempertahankan hidup, dan kepada
organisme (makhluk hidup). Oleh karena itu, Naturalisme
berpandangan menolak hal-hal yang bersifat spiritual dan moral, sebab
kenyataan yang hakiki adalah alam semesta yang bersifat fisik
1
Mukhlison Effendi dan Siti Rodliyah, Ilmu Pendidikan (Ponorogo: PPS Press, 1998), h.
38.
4

(jasmaniah). Jiwa dapat menurun kualitasnya menjadi kenyataan yang


berunsurkan materi. Naturalisme dekat dengan paham materialisme
yang menafikan nilai-nilai moral manusia. Tidak ada kenyataan di balik
kenyataan alam fisik, hingga tak ada alam metafisis.2

Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapat


dengan menurutkan  panggilan natur (fitrah) dari kejadian manusia itu
sendiri. Perbuatan yang baik (susila) menurut aliran ini ialah perbuatan-
perbuatan yang sesuai dengan natur manusia. Baik mengenai fitrah lahir
ataupun mengenai fitrah batin. Kalau lebih memberatkan pada fitrah
lahirnya dinamakan aliran etika materialisme. Tetapi pada aliran
naturalisme ini faktor lahir  batin itu sama beratnya sebab kedua-duanya
adalah fitrah (natur) manusia. Aliran ini cara pemikirannya tentang
etika adalah sebagai berikut : di dalam dunia ini segala sesuatu menuju
satu tujuan saja. Dengan memenuhi panggilan naturnya masing-masing
mereka menuju kebahagiannya yang sempurna. Benda-benda dan
tumbuhan-tumbuhan menuju pada tujuan itu secara otomatis yakni
tanpa pertimbangan atau perasaan. Kalau hewan-hewan menuju tujuan
itu dengan instict (nalurinya) maka manusia menuju tujuan itu dengan
akalnya. Karena itu kewajiban manusia ialah mencapai kesanggupan
akal yang setinggi-tingginya dan melakukan segala amal perbuatan
dengan berpedoman pada akal itu. Alam telah memberikan pada
manusia keinginan untuk hidup terus. Dan dengan dasar mengingini
kelangsungan hidup itulah manusia membeda-bedakan beberapa macam
pekerjaan mana yang membahayakan dan mana yang mengganggu
kelangsungan hidup itu. Kebahagian manusia terletak pada tidak
terganggunya kelangsungan hidup itu. Adanya ancaman terhdap
kelangsungan hidup merupakan hilangnya kebahagiaan manusia.
Ringkasnya aliran ini berpendapat bahwa kebahagiaan itu didapatkan
ketika manusia melakukan hal yang cocok dengan naturnya dan
melangsungkan kehidupannya.
2
Muzayyin Arifin,Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 133
5

Aliran ini dipelopori oleh JJ Rousseau, aliran ini berpendapat


bahwa anak itu lahir dengan “naturenya” sendiri dan dengan sifatnya
sendiri.3 Aliran ini juga berpendapat bahwa pendidikan dan lingkungan
adalah bersifat negative, yang hanya akan merusak saja. maksudnya,
pada hakekatnya semua anak (manusia) sejak dilahirkan adalah baik.
Bagaimana hasil perkembangannya sangat ditentukan oleh pendidikan
yang diterima atau yang mempengaruhinya . jika pengaruh atau
pendidikan itu baik, maka akan menjadi baiklah ia, akan tetapi bila
pengaruh atau pendidikan itu jelek, akan jelek pula hasilnya.

b. Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari dua kata yaitu pragma dan isme. Pragma
berasal dari bahasa Yunani yang berarti tindakan atau action.
Sedangkan pengertian isme sama dengan pengertian isme-isme yang
lainnya yang merujuk pada cara berpikir atau suatu aliran berpikir.
Dengan demikian filsafat pragmatisme beranggapan bahwa fikiran itu
mengikuti tindakan. Aliran ini pertama kali tumbuh di Amerika sekitar
abad 19 hingga awal 20.
William James mengatakan bahwa secara ringkas prgamatisme
adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. untuk mengukur
kebenaran suatu konsep, kita harus mempertimbangkan apa
konsekuensi logis penerapan konsep tersebut. Keseluruhan konsekuensi
itulah yang merupakan pengertian konsep tersebut. Jadi, pengertian
suatu konsep ialah konsekuensi logis itu. Bila suatu konsep yang
dipraktekkan tidak mempunyai akibat apa-apa, maka konsep itu tidak
mempunyai pengertian apa-apa bagi kita.
Sejak dahulu hingga dewasa ini, dunia pendidikan selalu membuka
diri terhadap kemungkinan diterapkannya suatu format pendidikan yang
3
Amien Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional,
1973), h. 36
6

ideal untuk menjawab permasalahan global. Banyak teori telah diadopsi


untuk mencapai tujuan tersebut. Termasuk teori pragmatis dari aliran
Filsafat pragmatisme mencoba mengisi ruang dan waktu untuk turut
mencari solusi terbaik terhadap model pendidikan yang dianggap
selangkah ketinggalan dengan perkembangan pola pikir manusia itu
sendiri.
Seiring dengan perkembangan, dunia pendidikan berupaya
menyelaraskan antara eksplorasi pikiran manusia dengan solusi
tindakan bersama perangkatnya untuk mencapai puncak temuan.
Tekanan utama pragmatisme dalam pendidikan selalu dilandaskan
bahwa subjek didik bukanlah objek, melainkan subjek yang memiliki
pengalaman. Setiap subjek didik tidak lain adalah individu yang
mengalami sehingga mereka berkembang, serta memiliki insiatif dalam
mengatasi problem-problem hidup yang mereka miliki.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan
agar subjek didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di
luar sekolah. Oleh karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari
sebagai bagian dari pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan
untuk menjalani hidup. Di sini pengalaman belajar di sekolah tidak
berbeda dengan pengalaman saat ia belajar di luar sekolah. Pelajar
menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan penuh dari
pemikiran yang relative. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan
pertumbuhan dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam
beradaptasi dengan dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang
menjadi sarana keberhasilan.

2. Pandangan Tokoh Aliran Naturalisme tentang Pendidikan

a. John Amos Comenius (1592-1670).


7

Menurut john amos comenius pemikiran filsafat pendidikan


Naturalisme di bidang  pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu
sesuai dengan perkembangan alam. Sebagai pendeta Protestan sekaligus
paedagog, ia berpandangan bahwa manusia itu diciptakan oleh Tuhan
dan untuk Tuhan.Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas semua
makhluk, karena kemampuannya dalam berfikir. Percikan pemikiran
Comenius berpengaruh  pada teori-teori pendidikannya.
Dalam pendidikan dan pengajaran, Comenius menggunakan
hukum-hukum alam sebagai contoh yang senantiasa tertib dan teratur.
Hukum alam memiliki ciri sebagai berikut : 1. Segalanya berkembang
dari alam 2. Perkembangan alam serba teratur, tidak meloncat-loncat
melainkan terjadi secara  bertahap. 3. Alam, berkembang tidak tergesa-
gesa melainkan menunggu waktu yang tepat, sambil mengadakan
persiapan.
Selain itu Comenius juga mengemukakan bahwa dimensi kedua
dari filsafat pendidikan naturalisme adalah penekanan bahwa belajar itu
merupakan kegiatan melalui Indra. Belajar melalui indra merupakan inti
dari metode belajar Naturalistik. Dalam hal ini guru pertamakali
hendaknya mengenalkan benda kepada anak lebih dahulu, baru setelah
itu penjelasan yang diperinci (exposition) tentang benda tersebut.
b. John Locke (1632-1704)
Dalam buku Essay Concerning Human Understanding. Ia
mengemukakan bahwa teori dalam jiwa diperoleh dari pengalaman
nyata. Dalam formulasi redaksi yang  berbeda dengan maksud yang sama
John Locke mengatakan bahwa, tidak ada sesuatu dalam jiwa tanpa
melalui indra.

Kesimpulan lebih lanjut dari statement Locke adalah jiwa


senantiasa kosong dan hanya terisi apabila ada pengalaman. Oleh karena
alam merupakan spot power bagi  pengisian jiwa, maka proses
pendidikan harus mengikuti tata-tertib perkembangan alam. Kalau alam
8

serba teratur, ia menghendaki pengajaranpun harus teratur. Mata


pelajaran harus diajarkan secara berurutan (sequence) , step by step dan
tidak  bersamaan, misalnya: membaca dulu sampai bisa, kemudian
diikuti dengan  pembelajaran menulis, demikian selanjutnya.

Ide-ide Locke tersebut berseberangan dengan pandangan Platonic


Notion, yang mengatakan bahwa manusia itu lahir dengan ide (gagasan)
pembawaan seperti ide tentang Tuhan, rasa tentang benar dan salah,
kemampuan-kemampuan logik tentang  prinsip-prinsip kontradiksi yang
secara otomatis tanpa melalui belajar. Bagi Locke semua itu harus
dipelajari melalui pemahaman. Oleh sebab itu, Locke berkata "baik
buruknya anak (peserta didik) tergantung pada pendidikannya". Teori
inilah yang kemudian melahirkan konsep Tabularasa atau Blanksheet
dalam pendidikan.

3. Implikasi Naturalisme terhadap Pendidikan


Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan naturalisme
di bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan
perkembangan alam Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas semua
makhluk, karena kemampuannya dalam berfikir. Peserta didik harus
dipersiapkan kepada dan untuk Tuhan. Untuk itu pendidikan yang signifikan
dengan pandangannya adalah pendidikan ketuhanan, budi pekerti dan intelek.
Pendidikan tidak hanya sebatas untuk menjadikan seseorang mau belajar,
melainkan juga untuk menjadikan seseorang lebih arif dan bijaksana.  Dimensi
kedua dari filsafat pendidikan naturalisme yang juga dikemukakan oleh
Comenius adalah penekanan bahwa belajar merupakan kegiatan melalui indra.
Fenomena menarik di bidang pendidikan yang menjadikan alam sebagai
tempat dan pusat kegiatan pembelajaran. Para siswa menyatu dengan alam
sebagai tempat belajar memuaskan keingintahuannya sebab mereka secara
langsung berhadapan dengan sumber dan materi pembelajaran secara riil.
9

Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah


dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi
penganut paham naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum proses pendidikan
dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar utama dalam keberadaan aliran filsafat
naturalisme karena belajar merupakan sesuatu yang natural, oleh karena itu fakta
bahwa hal itu memerlukan pengajaran  juga merupakan sesuatu yang natural juga.
Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan mengajar
murid.

Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat terkenal


yang diperkenalkan Herbert Spencer melalui esai-esainya yang terkenal berjudul
“Ilmu Pengetahuan Apa yang Paling Berharga?”

Kelima tujuan itu adalah :

 Pemeliharaan diri
 Mengamankan kebutuhan hidup
  Meningkatkan anak didik
  Memelihara hubungan sosial dan politik
 Menikmati waktu luang.

Selain kelima tujuan yang disampaikan oleh Spencer, Spencer juga menjelaskan
tujuh  prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme, adalah:

 Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam


 Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik
 Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak
  Memperbanyak ilmu pengetahuan merupakan bagian penting dalam
pendidikan
  Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus
otak
10

4. Filsafat Pragmatisme dalam Pendidikan


Sejak dah ulu hingga dewasa ini, dunia pendidikan selalu membuka diri
terhadap kemungkinan diterapkannya suatu format pendidikan yang ideal
untuk menjawab permasalahan global. Banyak teori telah diadopsi untuk
mencapai tujuan tersebut. Termasuk teori pragmatis dari aliran Filsafat
pragmatisme mencoba mengisi ruang dan waktu untuk turut mencari solusi
terbaik terhadap model pendidikan yang dianggap selangkah ketinggalan
dengan perkembangan pola pikir manusia itu sendiri.
Seiring dengan perkembangan, dunia pendidikan berupaya
menyelaraskan antara eksplorasi pikiran manusia dengan solusi tindakan
bersama perangkatnya untuk mencapai puncak temuan. Tekanan utama
pragmatisme dalam pendidikan selalu dilandaskan bahwa subjek didik
bukanlah objek, melainkan subjek yang memiliki pengalaman. Setiap subjek
didik tidak lain adalah individu yang mengalami sehingga mereka
berkembang, serta memiliki insiatif dalam mengatasi problem-problem
hidup yang mereka miliki.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar
subjek didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar
sekolah. Oleh karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari sebagai
bagian dari pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan untuk menjalani
hidup. Di sini pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan
pengalaman saat ia belajar di luar sekolah. Pelajar menghadapi problem yang
menyebabkan lahirnya tindakan penuh dari pemikiran yang relative. Di sini
kecerdasan disadari akan melahirkan pertumbuhan dan pertumbuhan akan
membawa mereka di dalam beradaptasi dengan dunia yang berubah. Ide
gagasan yang berkembang menjadi sarana keberhasila.
Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas
dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-
sama terlibat dalam masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih
bertanggung jawab terhadap beban dan kewajiban masing-masing.
Sementara, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Model
11

pembelajaran ini berupaya membangkitkan hasrat anak untuk terus belajar,


serta anak dilatih berpikir secara logis. Sebagaimana yang diungkap oleh
Power (Sadulloh, 2003:133) bahwa, implikasi dari filsafat pendidikan
pragmatisme terhadap pelaksanaan pendidikan mencakup tiga hal pokok.
Ketiga hal pokok tersebut, yaitu:
1. Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan pragmatisme adalah
memberikan pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup
sosial dan pribadi.
2.  Kedudukan Siswa, kedudukan siswa dalam pendidikan pragmatisme
merupakan suatu organisasi yang memiliki kemampuan yang luar
biasa dan kompleks untuk tumbuh.
3. Kurikulum,  kurikulum pendidikan pragmatis berisi pengalaman yang
teruji yang dapat diubah. Demikian pula minat dan kebutuhan siswa
yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Guru
menyesuaikan bahan ajar sesuai dengan minat dan kebutuhan anak
tersebut.
4.  Metode, metode yang digunakan dalam pendidikan pragmatisme
adalah metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja),
serta metode pemecahan masalah (problem solving method), serta
metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method).
Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang
memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang
pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar
bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-
sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan
oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
5. Peran Guru. Peran guru dalam pendidikan pragmatisme adalah
mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa
mengganggu minat dan kebutuhannya.
12

Selain hal di atas, pendidikan pragmatisme kerap dianggap sebagai pendidikan

yang mencanangkan nilai-nilai demokrasi dalam ruang pembelajaran sekolah.

Karena pendidikan bukan ruang yang terpisah dari sosial, setiap orang dalam

suatu masyarakat juga diberi  kesempatan untuk terlibat dalam setiap pengambilan

keputusan pendidikan yang ada. Keputusan-keputusan tersebut kemudian

mengalami evaluasi berdasarkan situasi-situasi sosial yang ada.4

4
http://karyailmu99.blogspot.com/2016/08/pendidikan-menurut-aliran-filsafat.html
diakses 6 Juni 2020 pada tanggal 14.00 WIB
13

BAB III
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Aliran naturalisme memandang bahwa manusia diciptakan agar dapat
belajar dan berfikir untuk kembali kepada penciptaNya, dalam hal ini implikasi di
dunia nyata bahwa proses pendidikan dilakukan dengan berafiliasi kepada prinsip
keTuhanan. Implikasi di bidang pendidikan terhadap aliran naturalisme
memandang bahwa sekolah merupakan hal utama yang akan mengembankan
proses belajar tiap peserta didik untuk dapat menemukan dan mengembangkan
kepribadiannya dengan memperhatikan kerakteristik dan perkembangan alam
yang ada.      Kelebihan utama aliran ini indi adalah penghargaannya yang tinggi
terhadap alam , termasuk anak yang lahir secara alamiah akan cenderug baik.
Paham ini bisa melahirkan manusia-manusia yang  demokratis, sebab segala
sesuatu dikembalikan pribadi masing-masing.

Sedangkan aliran pragmatism adalah Pragmatisme berasal dari kata


pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah
suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya
sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara
praktis. Filosif yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William
James dan John Dewey.

4.2 SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak
terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
mengharapkan dari pembaca sumbangsi pikiran dari para pembaca demi
penyempurnaan makalah ini.
14

DAFTAR PUSTAKA

Amien Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan 

Mukhlison Effendi dan Siti Rodliyah, Ilmu Pendidikan .

Muzayyin Arifin,Filsafat Pendidikan Islam .


http://karyailmu99.blogspot.com/2016/08/pendidikan-menurut-aliran-filsafat.html
diakses 6 Juni 2020 pada tanggal 14.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai