Anda di halaman 1dari 4

Nama : Opilona Badriyah

Tugas Landasan Pedagogik Resume Kelompok 3

NIM : 1605278
Kelas : B
RESUME KAJIAN ANTROPOLOGIS FILSAFI TERHADAP HAKIKAT MANUSIA DAN
PENDIDIKAN
Antropologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata antrophos berarti manusia, dan logos
berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Ratna
(2013:63) yang mengatakan bahwa antropologi adalah ilmu pengetahuan mengenai manusia dalam masyarakat.
Antropologi dipecah menjadi dua bagian, yakni antropologi fisik/biologis dan antropologi budaya. Antropologi
pendidikan berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dalam rangka
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia khususnya dalam dunia pendidikan.
Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia disebut antropologi filsafat. Pertama, aliran serba zat.
Aliran ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Dalam hal ini, manusia disebut
zat atau materi Kedua, aliran serba ruh. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia
ini adalah roh. Hakikat manusia juga adalah ruh, sementara zat adalah manifestasi dari ruh. Ketiga adalah aliran
dualisme, aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani
dan ruhani. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat keduanya saling memengaruhi. Keempat, aliran
eksistensialisme. Aliran filsafat modern berpandangan bahwa hakikat manusia merupakan eksistensi dari
manusia. Hakikat manusia adalah apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Di sini, manusia dipandang
tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme, tetapi dari segi eksistensi manusia di dunia ini.
Paedagogiek diartikan sebagai ilmu pendidikan, sedangkan paedagogie diartikan sebagai pendidikan.
pembahasan paedagogiek adalah teori-teori mendidik, sementara paedagogie lebih menekankan pada urusan
praktek. Keduanya harus berjalan secara berdampingan untuk memperkuat peningkatan kualitas dan mencapai
tujuan pendidikan.
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (dalam, Ahmadi dan Uhbiyati, 2003:69) pendidikan artinya
mendidik. Makna pendidikan dapat dipahami secara khusus dan secara luas. Dalam arti khusus, Lavengeld
(Sadulloh, 2009:54) mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Sedangkan, Henderson (Sadulloh, 2009:55)
mengartikan pendidikan sebagai suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Jadi, pendidikan berlangsung sepanjang hayat guna
meningkatkan kesejahteraan hidup. Manusia membutuhkan pendidikan. Hal ini disebabkan karena fungsi utama
dari pendidikan adalah mengembangkan seluruh potensi manusia yang ada ke arah yang lebih baik. Ilmu
filsafat memiliki banyak aliran. Akan tetapi, topik yang akan dibahas dalam makalah ini hanya meliputi
Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Eksistensialisme dan Pancasila.
Pertama aliran idealisme, paham ini berpendapat bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya.
Manusia ada karena ada unsur tidak terlihat yang mengandung sikap dan tindakan manusia. Manusia lebih
dipandang sebagai makhluk kejiwaan atau kerohanian, sehingga untuk menjadi manusia peralatan yang
digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang hanya mencakup peralatan panca indera,
melainkan juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi guna menentukan kualitas manusia
(Harkaman, 2013). Ruh merupakan hakikat yang sebenarnya, sementara benda atau materi disebut sebagai
penjelmaan dari ruh atau sukma (Jalaluddin dan Idi, 2012). Inti terpenting dalam ajaran ini adalah bahwa
manusia menganggap ruh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi
kehidupan manusia.
Kedua aliran realisme, aliran ini berpandangan bahwa objek persepsi indrawi dan pengertian sungguhsungguh ada, terlepas dari indra dan budi yang menangkapnya karena objek itu memang dapat diselidiki,
dianalisis, dipelajari lewat ilmu, dan ditemukan hakikatnya lewat ilmu filsafat (Eureka Pendidikan, 2014). Inti
dari aliran ini ialah mementingkan jasmani (materi) dan rohani (spirit/ide).
Ketiga aliran pragtisme, dalam Encyclopedia Americana (Tafsir, 2012:190), kata Pragmatisme diambil
dari bahasa Yunani, yaitu kata pragma yang berarti tindakan atau perbuatan. Dalam interpretasi filosofis
pragmatisme, Kartadinata (2014) mengutarakan bahwa kognisi terkait erat dengan tindakan dan bukan untuk
dipahami menggunakan teori-teori umum dan abstrak. Paham aliran ini menurut Dewey, adalah metode berpikir
dan bertinfak secara kreatif (imaginatif) dan berorientasi pada masa depan. Penggunaan pragmatis dan
pragmatisme dalam pendidikan, misalnya mengaitkan pragmatisme dengan learning by doing/ sekadar trial
and error. Pandangan ini memisahkan tindakan dari pemikiran yang menurut Dewey menghalangi terjadinya

pembelajaran secara terdidik (cerdas). Agar terdidik, konsep dan teori perlu digunakan karena mereka
memungkinkan kita memikirkan, mengantisipasi dan merenungkan tindakan dari diri kita sendiri ketika
bertindak.
Keempat aliran eksistensi, paham Eksistensialisme memandang segala sesuatu berdasarkan eksistensi
atau keberadaannya. Dengan kata lain, eksistensial ini membahas tentang bagaimana seseorang itu berada atau
bereksistensi di dunia. Sedangkan Syaripudin dan Kurniasih (2008) mengemukakan Eksistensialisme adalah
berkenaan dengan penyadaran diri manusia melalui pengalaman subjektif dengan menekankan pada keunikan
dan kedudukan manusia sebagai pribadi/ personal. Paham ini menjelaskan bahwa suatu makhluk harus
bereksistensi (Tafsir, 2012), manusia itu ada tapi belum eksis sehingga dibutuhkan penyadaran agar manusia itu
eksis.
Kelima yaitu pancasila, berdasarkan ketetapan MPR Nomor 11/MPR/1978 Pancasila adalah jiwa dan
seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Selain
menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup
manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik
dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat,
alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan ruhaniah (Jalaluddin dan Idi,
2012:167). , filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek ruhaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional.
Singkatnya, tidak ada sistem pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan. Jadi, jelaslah tidak mungkin Sistem
Pendidikan Nasional dijiwai dan didasari oleh sistem filsafat pendidikan yang lain selain Pancasila.
Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara badan dan ruh. Dalam pandangan
Islam, manusia terdiri dari substansi materi dari bumi dan ruh yang berasal dari Tuhan. Mudyahardjo (2001:30)
mendefinisikan filsafat antropologi atau antropologi filsafi sebagai cabang filsafat yang menyelidiki hakikat
manusia sebagai keseluruhan atau manusia seutuhnya. Objek pembahasan antropologi filsafi adalah masalah
hubungan manusia dengan alam, manusia dan Tuhan. Antropologi filsafi membahas hakikat manusia, manusia
dilahirkan tidak berdaya tapi penuh potensi, mendorong lahir dan berkembangnya ilmu mendidik yang
memadukan aspek faktual dengan aspek normatif. Implikasi terhadap pendidikan adalah mengkaji tentang
konsep-konsep manusia seutuhnya sebagai dasar tujuan pendidikan.Pendidikan adalah humanisasi (proses
mewujudkan kemanusiaan, atau proses menuju tercapainya manusia seutuhnya). Tujuan utama dalam hidup
mencapai perwujudnya diri sendiri secara kooperatif.
Filsafat idealisme mengenai pendidikan bertumpu padaide dan yang ideal. Pendidik membantu
peserta didik untuk melakukan refleksi dalam rohani mereka, sehingga mampu terinspirasi oleh contoh-contoh
yang luhur untuk diteladani berdasarkan beberapa standar kesempurnaan. Dalam prakteknya, bantuan tersebut
terdiri dari proses mengajarkan sejumlah nilai yang banyak dikenal dimana-mana, seperti kesehatan jasmani,
kendali diri, menghargai orang lain, kreativitas dan tanggung jawab sosial (Rosyidin, 2007).
Tujuan pendidikan menurut pandangan Realisme adalah peserta didik diarahkan agar dapat
menyesuaikan diri dalam lingkungan alam maupun sosial-budaya. aliran realisme terfokus pada tujuan
pendidikan untuk membina kemampuan manusia melakukan interrelasi yang konstruktif dalam hubungan
manusia sebagai warga masyarakat dan melakukan penyesuaian diri dengan mengelola tanpa terlalu
mengeksploitasi alam. Pendidikan harus dilakukan dengan cara membantu siswa dan anak untuk memahami
dan menerima hukum-hukum alam dan kehidupan apa adanya karena hukum-hukum itu menekan manusia
sebagai hukum alam. Implikasinya yaitu bahwa siswa dengan jiwa yang rentan dan peka, dapat diajar tentang
pendekatan pemecahan masalah yang akan membantunya mempelajari tentang kenyataan objektif.
Aliran pragmatisme terfokus pada penerapan metode berpikir reflektif secara mendasar ke dalam
kurikulum dan metode mengajar. Karena itu mazhab pragmatisme menekankan pentingnya kita melakukan
cara-cara berpikir dengan baik dan berupaya agar pada siswa tumbuh sikap berpikir krritis agar tak mudah
dengan begitu saja menerima sesuatu sebelum dianggap benar (Rosyidin, 2007).
Eksistensialisme dalam pendidikan adalah menghendaki agar pendidikan selalu melibatkan peserta didik
dalam mencari pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing dan menemukan jati dirinya,
karena masing-masing individu adalah makhluk yang unik dan bertanggung jawab atas diri dan nasibnya
sendiri. Jadi, tujuan pendidikan menurut Eksistensialisme adalah agar peserta didik memperoleh pengalaman
hidup yang luas dan komprehensif dalam segala bentuknya sehingga dengan kebebasannya ia menjadi mampu
mewujudkan diri pribadinya sebagai manusia (Syarifudin dan Kurniasih, 2008: 90-91). Eksistensialisme
berpendapat bahwa peserta didik adalah individu yang dapat mengembangkan potensinya masing-masing untuk
mencapai jati dirinya, sedangkan pendidik adalah pembimbing dan stimulator berpikir reflektif melalui
panggilan pertanyaan-pertanyaan, bukan memberi intruksi, memiliki kejuruan ilmiah, integritas, dan kreatifitas

serta figur yang tidak mencampuri perkembangan minat dan bakat peserta didik, sehingga manusia bisa
menjadi manusia yang otentik jika memiliki gairah, keterlibatan dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Pandangan Pancasila terhadap pendidikan (Ahmad dan Uhbiyati, 2003 : 213-216) diantaranya a) sila 1,
Ketuhanan Yang Maha Esa, realisasi sila pertama di sekolah dilakukan dengan cara memberikan pelajaran
agama. setiap anak diharapkan menjadi orang yang baik, lahir batin, jujur, dapat dipercaya kelak dikemudian
hari. b) sila 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Pendidik memberikan pemahaman perikemanusiaan
kepada peserta didik sehingga selama hidupnya, perbuatan mereka sesuai dengan sifat-sifat yang layak bagi
manusia. Rasa kemanusiaan itu harus ditanamkan, dipupuk serta dikembangkan dalam hati anak didik. c) Sila 3
Persatuan Indonesia, Pendidik memupuk, mengembangkan rasa persatuan, rasa cinta tanah air, rasa cinta
bangsa pada anak didik; mendidik agar menjadi warga negara yang baik yang penuh rasa tanggung jawab akan
kemerdekaan dan kedaulatan negara. Misalnya, mempelajari dan mencintai bahasa sendiri di sekolah;
mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sejarah bangsa; mempelajari dan mencintai kebudayaan bangsa;
memperingati hari kebangsaan dengan penuh khidmat; memberikan pengetahuan sejarah dan ilmu bumi yang
merupakan alat yang tepat untuk pendidikan dan kebangsaan dan pendidikan persatuan. d) Sila 4, Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dalam pendidikan dan pengajaran
tidak boleh ada paksaan (asas kekeluargaan). Kita dapat melatih mereka mandiri untuk kepentingan bersama.
e) Sila 5 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, pelajaran yang diberikan hendaklah mengandung
semangat dan tujuan pancasila.Mengembangkan perbuatan yang luhur, menghormati hak orang lain, suka
memberi pertolongan, bersikap hemat, suka bekerja, menghargai hasil karya orang lain dan bersama-sama
mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
Filsafat antropologi menurut Buber bertujuan untuk mereflesikan atau mencerminkan dirinya sebagai
pribadi (Mudyahardjo, 2001:30). Implikasi antropologi filosofis dalam pendidikan. (Mudyahardjo, 2001:30),
diantaranya sebagai berikut.
1. Implikasi dalam praktek pendidikan
Implikasi antropologi filosofis terhadap pendidikan adalah mengkaji tentang konsep-konsep manusia
seutuhnya sebagai dasar tujuan pendidikan.Pendidikan dipandang sama dengan humanisasi (proses
mewujudkan kemanusiaan, atau proses menuju tercapainya manusia seutuhnya), sebab tujuan utama dalam
hidup mencapai perwujudanya diri sendiri secara kooperatif. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada
paparan sebelumnya, antropologi filsafi mendorong berkembangnya ilmu mendidik yang memadukan
aspek faktual dengan aspek normatif.
2. Implikasi dalam pengembangan teori pendidikan
Pengembangan teori pendidikan tentang filsafat antropologi menimbulkan kebutuhan studi filsafat
antropologi di bidang lain. Contohnya filsafat antropologi anak yang tertuju membahas hakikat anak (anak
dilahirkan membawa dosa asal dari Adam dan Hawa di surga; anak dilahirkan sebagai tabula rasa atau
tanpa pembawaan; anak dilahirkan baik; anak dilahirkan tidak berdaya tapi penuh potensi;mendorong lahir
dan berkembangnya pedagogik yang memadukan aspek faktual dengan aspek normatif, yang dipelopori
oleh Herbart (Perpaduan antara aspek filosofis yang menentukan tujuan-tujuan pendidikan dengan aspek
psikologis yang menentukan cara-cara atau metode-metode pendidikan).
Setiap manusia memiliki perbedaan, sehingga seorang pendidik harus sedikit banyak memahami latar
siswa yakni keluarga, budaya, lingkungan siswa. Oleh karena itu, antropologi dibutuhkan sebagai landasan
dalam pendidikan. Landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah
antropologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh : perbedaan kebudayaan masyarakat di
berbagai daerah (misalnya: sistem mata pencaharian, bahasa, kesenian, dsb).
Adapun Implikasi landasan antropologis dalam pendidikan menurut Dikdasmen (Efendi, 2009) adalah
sebagai berikut.
1. Identifikasi kebutuhan belajar masyarakat
2. Keterlibatan partisipasi masyarakat
3. Pemberian pendidikan kecakapan hidup

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A dan Uhbiyati, N. (2003). Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Driyarkara. (1980). Kumpulan Karangan Driyarkara tentang Manusia. Jogjakarta: Penerbit Yayasan Kanisius
Efendi, M. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran: Pengantar ke Arah Pemahaman KBK, KTSP, dan
SBI. Malang: Universitas Negeri Malang.
Eureka Pendidikan (2014). Aliran Filsafat Pendidikan Realisme. Diakses pada tanggal 29 September 2016 dari
situs : http://www.eurekapendidikan.com/2014/10/aliran-filsafat-pendidikan-realisme.html
Harkaman. (2013.).Aliran Aliran Filsafat Idealisme, Materialisme, Eksistensialisme, Monisme, Dualisme, dan
Pluralisme.Diakses

pada

tanggal

28

September

2016

dari

situs:

http://

/HARKAMAN.blogspot.co.id/aliran-aliran-filsafat-Idealisme-Materialisme-Eksistensialisme-MonismeDualisme-dan-Pluralisme.html
Illeris, K. (2011). Contemporary Theories of Learning: Teori-Teori Pembelajaran Kontemporer. Edisi Pertama.
Diterjemahkan oleh: M. Khozim. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. (2012). Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Kartadinata, S. (2014). Politik Jati Diri: Telaah Filosofi dan Praksis Pendidikan bagi Penguatan. Bandung:
UPI Press
Maufur. (2008). Filsafat Ilmu. Bandung: CV. Bintang Warli Artika
Mudyahardjo, R. (2001). Filsafat llmu Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Ratna, N.K. (2013). Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sadulloh, U. (2009). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Syaripudin, T& Kurniasih. (2008). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Percikan Ilmu
Tafsir, A. (2012). Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Chapra. Bandung: Remaja Rosda Karya
Rosyidin, W. (2007). Filsafat Pendidikan, dalam Handbook Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung:
Pedagogiana Press.

Anda mungkin juga menyukai