Anda di halaman 1dari 10

A.

Landasan Filosofis Pendidikan


Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa salah satu
landasan dalam pengembangan kurikulum adalah landasan filosofis. Filsafat
memegang peranan yang penting dalam kurikulum sama halnya dengan filsafat
pendidikan . Kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti Perenialisme,
Esensialisme, Eksistensialisme, Idealisme, Progresivisme dan Rekonstruksisisme dan
lain-lain. Dalam pengembangan kurikulum kita senantiasa berpijak pada aliran-aliran
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan.

Menurut Brubactus ( Uyoh Sadulloh,2006,96 ) mengelompokkan filsafat pendidikan


pada dua kelompok besar yaitu filsafat pendidikan progresif dan filsafat pendidikan
konserfatif, yang pertama didukung oleh filsafat Fragmatisme dari John Dewey dan
Romantik Naturalisme dari Roosseau yang kedua didasari oleh filsafat Idealisme
Religius. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan Esensialisme,
Perenialisme dan sebagainya. Akan dibahas beberapa filsafat pendidikan yaitu :
1. Idealisme
Filsafat ini lebih menekankan bahwa manusia adalah jiwanya, rokhanianya yakni apa
yang disebut Mind. Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari
dunianya bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia.
Jiwa (mind) merupakan faktor utama manusia yang menghasilkan semua aktifitas
manusia, badan atau jasmani tanpa jiwa tidak akan memiliki apa-apa. Pandangan
tentang pengetahuan mengatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera
tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tipuan belaka,
sifatnya maya (bayangan) yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya. Teori
pengetahuan Idealisme adalah rasionalisme yang mengemukakan bahwa indera kita
hanya memberikan materi mentah bagi pengetahuan. Pengetahuan tidak ditemukan
berdasarkan indera, melainkan konsepsi dalam prinsip-prinsip sebagai hasil aktifitas
jiwa. Indera dapat menipu manusia yang berpikir tidak sesuai antara pengamatan
dilapangan dengan kenyataan , apalagi pengamatan indera bisa dipengaruhi oleh ilusi,
halusinasi dan fantasi. Pandangan tentang pendidikan adalah pendidikan harus
menekankan kesesuaian batin antara manusia dan alam semesta it must emphasize
the innate harmony between man and universe ( Kneller, 1971,9) . Selanjutnya
Horne mengatakan pendidikan merupakan proses abadi dan proses penyesuaian dari
perkembangan mental maupun fisik, bebas dan sadar terhadap Tuhan,
dimanifestasikan dalam lingkungan intelektual, emosional dan berkemauan,

pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan yaitu pribadi yang ideal. Menurut
Power ( Uyoh Sadullah, 2007 : 102-103 ) implikasi filsafat pendidikan Idealisme
sebagai berikut :
1. Tujuan Pendidikan; Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter
dan mengembangkan bakat atau kemampuan serta kebaikan sosial.
2. Kedudukan Siswa; Bebas untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
dasarnya/bakatnya.
3. Peran Guru; Bekerjasama dengan alam dalam proses pengembangan manusia
terutama bertanggung jawab dalam lingkungan pendidikan siswa.
4. Kurikuler; Pendidikan liberal untuk kemampuan rasial dan pendidikan praktis
untuk memperoleh pekerjaan.
5. Metode; Diutamakan metode dialektikal, tetapi metode lain yang efektif dapat
dimanfaatkan.
2. Realisme
Filsafat ini memandang realitas secara dualistik. Realisme berpendapat bahwa
hakekat relitas adalah dunia fisik dan dunia rokhani. Pandangannya tentang
pengetahuan bahwa dunia yang kita amati bukan hasil akal atau jiwa (mind) manusia,
melainkan dunia sebagaimana adanya subtansialistis, sebab akibat, dan aturan-aturan
alam bukan suatu proyeksi akal atau jiwa manusia melainkan merupakan suatu
penampilan atau alam itu sendiri. Selanjutnya menurut realisme natural ilmiah bahwa
pengetahuan yang sahih adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman
empiris, dengan jalan observasi atau penginderaan yang dikenal dengan teori
pengetahuan emphirisme. Menurut emphirisme pengalaman merupakan faktor
fundamental dalam pengetahuan, sehingga merupakan sumber dari pengetahuan
manusia. Mengenai konsep pendidikan Relisme Natural Brubacher (1950)
mengemukakan bahwa pendidikan berkaitan dengan dunia di sini dan sekarang.
Dunia bukan sesuatu yang eksternal, tidak abadi , melainkan hukum alam. Jiwa
(mind) merupakan produk alam dan bersifat biologis, berkembang dengan cara
menyesuaikan diri dengan alam. Pendidikan menurut realisme natural haruslah ilmiah
dan yang menjadi obyek penelitiannya adalah obyek dalam alam. Menurut Power
( Uyoh Sadulloh, 2006 : 112 ) mengemukakan implikasi pendidikan Realisme sebagai
berkut :
1. Tujuan Pendidikan; Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial.

2. Kedudukan Siswa; Dalam hal pelajaran, penguasan pengetahuan yang handal dapat
dipercaya. Dalam hal disiplin peraturan yang baik adalah essensi untuk belajar.
Disiplin mental dan moral diperlukan untuk memperoleh pembelajaran.
3. Peranan Guru; Menguasai pengetahuan, terampil dan teknik mengajar dan dengan
keras menuntut prestasi dari siswa.
4. Kurikulum; Kurikulum Komprehensif mengcakup semua pengetahuan yang
berguna. Berisikan pengetahuan liberal dan pengetahuan praktis.
5. Metode; Belajar bergantung pada pengetahuan baik langsung maupun tidak
langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning
(SR) merupakan metode utama bagi Realisme sebagai pengikut Behaviorisme.
3. Materialisme
Filsafat ini memandang bahwa hakekat Realisme adalah materi, buku rohani bukan
spiritual atau supranatural. Landasan dalam berpikir adalah Positivisme. Menurut
Positivisme kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya.
Jumlah itu dapat diukur, oleh karena itu segala yang ada dapat diamati dan diukur.
Sebaliknya segala yang tidak dapat diamati dan diukur secara ilmiah berarti tidak
dapat dipelajari secara positif. Menurut Tohmas Hobbes yang dikutip oleh ( Hasan
hadiwijono, 1980) sebagai pengikut Emphirisme Materialistik. Ia berpendapat bahwa
pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang
asas-asas yang diperoleh dan dilakukan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang
memberikan kepastian pengetahuan melalui akal hanya memiliki fungsi mekanis
semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses belajar. Merupakan
proses kondisionisasi lingkungan. Menurutnya perilaku manusia adalah hasil
pembentukan melalui lingkungan. Implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar)
menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang emphiris
sebagai hasil kajian sains, serta perilaku sosial sebagai hasil belajar.
Menurut Power (Uyoh Sadulloh, 2006 : 117) beberapa implikasi pendidikan
Positivisme Behaviorisme yang bersumber pada filsafat Materialisme sbb :
1. Tujuan Pendidikan; Perubahan perilaku mempersiapkan manusia sesuai dengan
kapasitasnya untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
2. Kedudukan Siswa; Tidak ada kebebasan perilaku oleh kekuatan dari luar. Pelajaran
sudah dirancang siswa dipersiapkan untuk hidup mereka dan dituntut untuk belajar.

3. Peranan Guru; Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses
pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
4. Kurikulum; Isi pendidikan mengcakup pengetahuan yang dapat dipercaya dan
diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
5. Metode; Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi ( Conditioning ) ,
operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi.

4. Pragmatisme
Filsafat Pragmatisme dikenal juga dengan nama Progresivisme. Menurut Made
Pidarta (2000 : 91) Pragmatisme / Progresivisme mempunyai jiwa perubahan,
relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah dan perubahan nyata. Menurut filsafat ini
tidak ada tujuan yang pasti dan tidak ada kebenaran yang pasti. Tujuan dan kebenaran
itu bersifat reaktif. Apa yang sekarang dipandang benar belum tentu karena ditinjau
dalam kehidupan, tahun depan belum tentu dianggap benar. Ukuran kebenaran adalah
yang berguna bagi manusia. Pandangan tentang pengetahuan filsafat ini yakni bahwa
akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja
menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan secara emphiris. Pengetahuan
sebagai transaksi antara manusia dengan lingkungan dan kebenaran merupakan
bagian dari pengetahuan. Pengalaman senantiasa berubah, maka akal tidak
memerlukan
pengetahuan
yang
tetap
dan
abadi.
Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berpikir pada kemajuan hidup.
Filsafat ini juga berpandangan bahwa metoda intelegensi merupakan cara ideal untuk
memperoleh pengetahuan. Kita mengerti segala sesuatu dengan penempatan dan
pemecahan masalah. Intelegensi mengajukan hipotesis untuk memecahkannya.
Hipotesis yang mampu memecahkan masalah secara gemilang adalah hipotesis yang
menjelaskan fakta-fakta dari masalah tersebut.Pandangan filsafat Pragmatisme
tentang pendidikan yang dikemukakan oleh John Dewey didasarkan pada 3 (tiga)
pokok pemikiran:
1. Pendidikan merupakan kekuatan untuk hidup
2. Pendidikan sebagai pertumbuhan
3. Pendidikan sebagai fungsi sosial ( Uyoh Sadulloh, 2006 : 125 )
Power (1982) Uyoh Sadulloh (2006 : 133) mengemukakan implikasi filsafat
pendidikan Pragmatisme terhadap pelaksanaan pendidikan sebagai berikut :

1. Tujuan pendidikan; Memberikan pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam


hidup sosial dan pribadi.
2. Kedudukan Siswa; Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa
dan kompleks untuk tumbuh. Dan untuk mempercepat proses perkembangan
ditekankan juga prinsip mendisiplinkan diri sendiri, sosialisasi dan demokratisasi.
3. Peranan Guru; Mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa tanpa
mengganggu minat dan kebutuhannya.
4. Kurikulum; Berisi pengalaman yang teruji dan dapat diubah. Minat dan kebutuhan
siswa dapat menentukan kurikulum. Menghilangkan perbedaan antara pendidikan
liberal dan pendidikan praktis atau pendidikan jabatan. Selanjutnya menurut Made
Pidarta (2000 : 92) kurikulum pragmatis adalah kehidupan itu sendiri, artinya
kurikulum tidak dibatasi pada hal-hal yang bersifat akademis.
5. Metode; Metode aktif yakni Learning by Doing ( belajar sambil bekerja ).

5. Eksistensialisme
Menurut Callahan , Made Pidarta (2000 : 92) bahwa kenyataan atau kebenaran adalah
ekstensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Manusia adalah bebas akan
menjadi apa orang itu ditentukan oleh komitmennya sendiri. Seseorang akan menjadi
tahu tentang sesuatu melalui pengalaman. Hal ini tergantung pada tingkat kesadaran
masing-masing untuk mencari pengalaman. Sedangkan menurut S. Nasution ( 1988 )
filsafat ini menekankan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan
benar. Norma-norma hidup ditentukan oleh individu masing-masing secara bebas.
Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri atau merealisasikan diri.
Pendidikan menurut filsafat ini bertujuan mengembankan kedewasaan individu,
memberikan kesempatan untuk bebas memilih etika, mendorong perkembangan
pengetahuan diri sendiri. Materi pelajaran harus memberi kesempatan aktif sendiri.
Merencanakan dan melaksanakan sendiri baik secara mandiri maupun kelompok.
Materi yang dipelajari ditentukan kepada kebutuhan langsung dalam kehidupan
manusia.
Menurut Power, Uyoh Sadulloh (2006 : 135) mengemukakan implikasi pendidikan
pada filsafat Ektensialisme terhadap pelaksanaan pendidikan yaitu :
1. Tujuan Pendidikan; Mendorong individu mengembangkan potensi untuk

pemenuhan diri
2. Kedudukan Siswa; Peserta didik perlu mendapatkan pengalaman sesuai dengan
perbedaan individu mereka.
3. Peran Guru; Memberikan semangat dan membimbing siswa. Guru harus bersifat
demokratis dengan teknik mengajar tidak langsung.
4. Kurikulum; Memberi kebebasan siswa dan meningkatkan kepekaan personal.
Materi yang dipelajari ditentukan kepada kebutuhan langsung dalam kehidupan
manusia.
5. Metode; Proses belajar mengajar dialok antara siswa, serta teknik belajar
experiment di problem solving ( pemecahan masalah ).
6. Progresivisme
Filsafat ini sebenarnya bukan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat melainkan
suatu gerakan atau perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Pandangannya
tentang pengetahuan adalah bahwa pengetahuan yang benar untuk masa kini yang
benar belum tentu benar pada masa mendatang. Makanya cara yang terbaik untuk
mempersiapkan siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah
membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang memungkinkan
mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk memenuhi
yang relevan pada saat ini. Cara memperoleh pengetahuan yang benar sepakat dengan
pandangan Dewey yaitu menekankan pengamatan indera, belajar sambil bekerja dan
mengembangkan intelegensia, sehingga anak dapat menemukan ( memecahkan
masalah ) yang dihadapi. Menurut Kheller (1971) ada beberapa prinsip pendidikan
menurut pandangan
Progresivisme diantaranya :
1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup, kehidupan yang
baik adalah kehidupan intelegensia, yaitu kehidupan yang mengcakup interpretasi dan
rekonstruksi pengalaman.
2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anda, individu yang
dijadikan sebagai dasar motivasi belajar.
3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi pertimbangan terhadap
pemberian pokok masalah ( subject Matter ) . Belajar harus dapat memecahkan
masalah yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan anak.

4. Peranan guru tak langsung melainkan memberikan petunjuk kepada siswa.


5. Sekolah harus memberikan semangat bekerja sama, bukan mengembangkan
persaingan.
6. Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan
(Uyoh Sadulloh, 2006 : 149). Menurut Peter F Oliva (1995 : 200) berpendapat sikat
Progresivisme yang menyatakan bahwa anak harus memahami pengalaman
pendidikan di sini dan sekarang, mempunyai filosofi bahwa pendidikan adalah hidup
dan belajar dengan melakukan sesuatu. Pada Progresivisme mendorong sekolah agar
menyediakan pelajaran kepada setiap individu yang berbeda baik dalam mental, fisik,
emosi, spiritual dan perbedaan status sosial. Implikasi filsafat Progresivisme terhadap
perkembangan pendidikan adalah :
1. Tujuan Pendidikan; Memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk
berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus
menerus.
2. Kedudukan Siswa; Pengalaman anak adalah rekonstruksi yang terus menerus dari
keinginan dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan isi
mata pelajaran yang logis.
3. Peran Guru; Peranan guru adalah membimbing siswa dalam kegiatan pemecahan
masalah dan kegiatan proyek. Guru menolong siswa dalam menentukan dan memilih
masalah-masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan,
menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan.
4. Kurikulum; Disusun berdasarkan pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi,
maupun pengalaman sosial.

7. Perenialisme
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, kebenaran dan keindahan daripada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Oliva F Peter (1995 : 195) mengatakan bahwa kurikulum sebuah akademik dengan
tata bahasa, retorika, logika, bahasa lama dan baru, matematika dan peradaban dunia.
Implikasi filsafat Perenialisme akan dunia pendidikan di antaranya :

1. Tujuan Pendidikan; Memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan


tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah.
Penekanannya
kepada
kemampuan
hipotesis
rasional
manusia.
2. Kedudukan Siswa; Dapat menekankan pada pertumbuhan intelektual dengan
mempelajari
bidang-bidang
seni
dan
sains
3.
Peran
Guru;
Agar
menekankan
pemikiran
yang
benar.
4. Kurikulum; Menciptakan manusia terpelajar secara kultur melalui seni dan sains.
Menekankan pertumbuhan intelek dengan luteratur sekolah dan karya besar para ahli.
8. Esensialisme
Filsafat Esensialisme memiliki beberapa kesamaan dengan Perenialisme. Filsafat ini
lebih menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan serta
keterampilan kepada peserta didik, agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar
substansi kurikulum yang mempersiapkan manusia untuk hidup di masyarakat.
Oliva F Peter (1995 : 197) menyatakan bahwa bentuk pokok kurikulum adalah
sebuah rencana essensial tentang organisasi kurikulum dan teknik-teknik pembagian
pelajaran, dengan les sebagai metodenya. Karya ilmiah yakni merupakan kemampuan
mendaur ulang apa yang telah dipelajari, merupakan nilai yang tertinggi, pendidikan
diawasi di bagian persiapan menerapkan maksud pendidikan, seperti pengawasan
terhadap
lapangan
kerja
dan
kehidupan.
Implikasi filsafat Esensialisme terhadap pelaksanaan pendidikan adalah :
1. Tujuan Pendidikan; Tujuan pendidikan adalah meneruskan warisan budaya dan
sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun
waktu
yang
lama,
serta
merupakan
suatu
kehidupan.
2. Kedudukan Siswa; Sekolah bertanggung jawab atas pemberian pelajaran yang logis
atau dapat dipercaya . Sekolah berkuasa untuk menuntut hasil belajar siswa. Siswa
pergi ke sekolah untuk belajar bukan untuk mengatur pelajaran.
3. Peranan Guru; Guru harus terdidik secara moral, ia merupakan orang yang dapat
dipercaya dan secara teknis harus memiliki kemakhiran dalam mengesahkan proses
belajar.
4. Kurikulum; Di pendidikan dasar, membaca, menulis dan berhitung. Keterampilan
berkomunikasi adalah essensial untuk mencapai prestasi skolastik dan hidup sosial
yang layak. Kurikulum sekolah berisikan apa yang harus diajarkan.
5. Metode; Metoda tradisional menekankan pada inisiatif guru
9.Rekonstruksisme

Merupakan kolaborasi lanjutan dari aliran Progresivisme. Pada Rekonstruksisme


peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan tentang
perbedaan individu juga penekanannya pada pemecahan masalah dan berpikir kritis.
Power, Ulyo Sadollah (2006 : 171) mengemukakan implikasi filsafat
Rekonstruksisme di dalam pendidikan adalah :
1. Tema; Pendidikan merupakan usaha sosial. Misi sekolah adalah untuk
meningkatkan
rekonstruksi
sosial.
2. Tujuan Pendidikan; Pendidikan bertanggung jawab dan menciptakan aturan sosial
yang ideal. Transmisi budaya adalah essensial dalam masyarakat yang majemuk.
Transmisi budaya harus mengenal fakta budaya yang majemuk terebut.
3. Kedudukan Siswa; Nilai-nilai budaya siswa dibawah ke sekolah merupakan hal
yang berharga. Keluhuran pribadi dan tanggungjawab sosial ditingkat merekalah rasa
hormat
diterima
semua
latar
belakang
budaya.
4. Peran Guru; Guru harus mewujudkan rasa hormat yang sejati terhadap semua
budaya. Baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya. Pelajaran sekolah
harus mewakili budaya masyarakat.
5. Kurikulum; Kurikulum sekolah tidak boleh di dominasi oleh budaya mayoritas
maupun oleh budaya yang ditentukan atau disukai. Semua budaya dan nilai-nilai yang
berhubungan
berhak
untuk
mendapatkan
tempat
dalam
kurikulum.
6. Metode; Sebagai kelanjutan dari pendidikan progresif metode aktivitas (learning by
Doing) Dari aliran-aliran filsafat tersebut di atas, masing-masing memiliki
keunggulan dan kelemahan, oleh karena itu dalam praktek pengembangan kurikulum
penetapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara efektif untuk lebih
mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait
dengan
pendidikan.
Kemudian aliran filsafat Perenialisme, Esensialisme, Eksistensialisme dan Idealisme
merupakan aliran filsafat yang mendasari model kurikulum subjek akademis,
sedangkan filsafat Progresivisme, Pragmatisme memberikan dasar bagi
pengembangan kurikulum. Model kurikulum, pendidikan pribadi/kompetensi
sedangkan Rekonstruksisme banyak diterapkan dalam pengembangan model
kurikulum berbasis kompetensi. Khusus di negara kita tampaknya mulai terjadi
pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yakni lebih menitik beratkan
pada
filsafat
Rekonstruksisme.
B. Falsafah Pendidikan Nasional

Pengembangan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah Negara Pancasila.


Pendidikan Nasional sebagai bagian dari usaha pembangunan nasional, merupakan
usaha yang sangat penting dalam membentuk manusia indonesia seutuhnya seperti
yang dicita-citakan. Oleh karena itu sistem Pendidikan Nasional harus berdasarkan
Pancasila dan ditujukan ke arah pembentukan manusia Pancasialistis.
Oleh karena itu maka kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa : Falsafah
Pancasila pada hakekatnya merupakan falsafah pendidikan dalam sistem Pendidikan
Nasional.
C. Tujuan Pendidikan
Tujuan kurikulum adalah tujuan yang hendak dicapai setiap program pendidikan dan
pembelajaran. Tujuan kurikulum merupakan program tujuan pendidikan pada
umumnya dan tujuan kelembagaan pada khususnya yang dirumuskan secara bertahap,
berjenjang dan berkesinambungan. Menurut Oemar Hamalik (2007,129)
mengemukakan pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik
yang mengcakup pengetahuan (kognitif) sikap (efektif) keterampilan (skill) perilaku
hasil tindakan, serta pengalaman exploratis (pengalaman lapangan).

Anda mungkin juga menyukai