….”
Dari kutipan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa asal-muasal munculnya filsafat dari
pemikiran kritis manusia terhadap cerita, kejadian yang dialami, atau alam sekitarnya.
Pemikiran tersebut berbeda-beda tiap manusia sehingga tercipta muara-muara pemikiran
yang berbeda-beda pula. Ada pemikiran yang bermuara pada ketuhanan “God sense”
sehingga jawaban-jawaban atas pikiran kritis yang muncul mengacu pada kebenaran yang
bersumber pada Tuhan. Ada pula pemikiran yang bermuara pada Earth centered atau
berpatokan pada alam, sehingga sesuatu yang berasal dari alam atau yang sifatnya alami
itu dianggap baik. Selain itu, ada pula pemikiran yang bermuara pada Man-
centered, beranggapan bahwa sesuatu yang baik itu berdasarkan pengalaman yang sudah
dialami atau suatu akibat. Berdasarkan muara-muara pemikiran tersebut, munculah
berbagai aliran filsafat yang berpengaruh terhadap cara pandang penganutnya serta
berkontribusi besar terhadap gaya hidup serta prinsip hidupnya. Salah satu aliran filsafat
tersebut adalah “Filsafat Naturalis” yang berada di area Earth centered.
Naturalisme mempunyai beberapa pengertian, yaitu dari segi bahasa, Naturalisme berasal
dari dua kata, “Natural” artinya “Alami” dan “Isme” artinya “Paham”. Aliran naturalisme
dapat juga disebut sebagai “Paham Alami”. Maksudnya, bahwa setiap manusia yang terlahir
ke bumi ini pada dasarnya memiliki kecenderungan atau pembawaan yang baik dan tak ada
seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk.
Tokoh lain adalah Aristoteles. Ia termasuk tokoh filsafat yang rasional. Pemikiran filsafatnya
lebih maju karena dasar-dasar sains diletakkan. Ia berpendapat bahwa makhluk hidup di
dunia ini terdiri atas dua prinsip, yaitu prinsip matter dan form. Matter memberikan
substansi sesuatu, sedangkan form memberikan pembungkusnya.
Form disebut juga materi yaitu badan, sedangkan matter disebut juga rohani. Badan
material manusia pasti mati, sedangkan yang memberikan bentuk kepada materi adalah
jiwa. Jiwa manusia mempunyai beberapa fungsi yaitu memberikan hidup vegetatif (seperti
jiwa tumbuh-tumbuhan), lalu memberikan hidup sensitif (seperti jiwa binatang) akhirnya
membentuk hidup intelektif. Oleh karena itu jiwa intelektif manusia mempunyai hubungan
baik dengan dunia materi maupun dengan dunia rohani, maka Aristoteles membedakan
antara bagian akal budi yang pasif dan bagian akal budi yang aktif. Bagian akal budi yang
pasif berhubungan dengan materi, dan bagian akal budi yang yang aktif berhubungan
dengan rohani. Mayer dalam Tafsir (2012 : 61) memberikan contoh lainnya, kepercayaan
pada Tuhan. Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada Tuhan. Tuhan itu menurut
Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan (tidak
mempedulikan) dengan alam ini. Ia bukan persona.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, penulis berkesimpulan bahwa filsafat aliran
naturalisme ini begitu menjunjung tinggi alam sebagai sarana utama dalam kehidupan
manusia, bahkan Tuhan pun diyakini tidak ada hubungannya atau tidak peduli dengan alam.
Landasan kebenaran berpatokan pada pemikiran ilmiah yang dapat dibuktikan
kebenarannya secara nyata.
Adapun naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari
seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi penganut
paham naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah
merupakan dasar utama dalam keberadaan aliran filsafat naturalisme karena belajar
merupakan sesuatu yang natural. Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar
subjek, melainkan mengajar murid.
Spencer (Wakhudin dalam makalah Ahmad, 2012) juga menjelaskan tujuh prinsip dalam
proses pendidikan beraliran naturalisme, adalah:
Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M.Arifin dan Aminuddin R.
dalam makalah Ahmad, 2012), yaitu :
1. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan pengalaman di dalam dirinya secara
alami.
2. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik
berperan sebagai fasilitator, menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian
anak ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh
bimbingan dan sugesti dari pendidik. Serta memberikan tanggung jawab belajar pada diri
anak didik sendiri.
3. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan
menyediakan lingkungan belajar yang beorientasi pada pola belajar anak didik. Anak didik
diberi kesempatan menciptalan lingkungan belajarnya sendiri.
Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas.
Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik
yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu.
Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah
sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam
dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam ( Harold H. Titus e.al. 1984)
Aliran naturalisme mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah kedua
orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi penganut paham naturalis perlu dimulai jauh hari
sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar utama dalam keberadaan
aliran filsafat naturalisme karena belajar merupakan sesuatu yang natural. Paham naturalisme
memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan mengajar murid.
Menurut paham naturalisme paling tidak ada lima tujuan pendidikan, kelima pendapat itu
disampaikan oleh Spencer dalam Sudrajat (2013) yang terdiri dari (1) Pemeliharaan diri; (2)
Mengamankan kebutuhan hidup; (3) Meningkatkan anak didik; (4) Memelihara hubungan sosial
dan politik; (5) Menikmati waktu luang. Dari lima tujuan pendidikan ini, jelas bahwa aliran
naturalisme ini mementingkan manfaat pendidikan dengan menjadikan pemeliharaan diri
menjadi faktor utama yang kemudian disusul dengan kebutuhan hidup. Kedua faktor tersebut
akan tercapai jika faktor faktor ketiga secara maksimal dilaksanakan. Agar maksimal maka
faktor keempat dan kelima yang kemudian menjadi perhatian dalam melakukan pendidikan.
Selain itu menurut Spencer dalam Sudrajat (2013), ada enam prinsip dalam proses pendidikan
beraliran naturalisme. Delapan prinsip tersebut adalah:
Dengan demikian, aliran naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang bersifat
paedosentris, artinya, faktor kemampuan anak didik menjadi pusat kegiatan proses belajar dan
mengajar. Nampaknya, paham aliran naturalis, saat ini diterapkan dalam kurikulum baru yang
sedang digulirkan oleh pemerintah, yaitu kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 ini proses
pendekatan proses pembelajaran berupa pendekatan saintifik. Intinya, pendekatan tersebut
menitikberatkan pada penggalian potensi-potensi siswa atau dikenal dengan istilah student
centered, namun tanpa mengabaikan landasan utama pendidikan yaitu prinsip religius. Peran
guru selama proses pembelajaran hanya sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator bagi
siswa. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan dapat terbentuk generasi-generasi berakhlak
baik, aktif sebagai pelopor, dan kreatif dalam menciptakan inovasi-inovasi.