Anda di halaman 1dari 2

Judul : MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Replubika

Cetakan : Cet. XXIX, Mei 2018

“Gelap! Melati hanya melihat gelap. Hitam. Kosong. Tak ada warna….

Senyap! Melati hanya mendengar senyap.

Sepi. Sendiri. Tak ada nada…”

Novel Moga Bunda Disayang Allah ini terinspirasi dari kisah nyata yang di alami oleh Hellen
Adams Keller. Beliau awalanya tidaklah buta dan tuli (sekaligus bisu) hingga insiden menimpa
dan membuatnya mengalami keterbatasan itu. Akan tetapi, meski memiliki keterbatasan Ia tetap
dapat berprestasi.

Pada bab awal Tere menjelaskan potongan-potongan kisah yang terjadi. Potongan-potongan
kisah, yang apabila kita hanya membaca bab awal saja, membuat membuat kita kebingungan dan
menebak-nebak kisah yang akan terjadi. Ditambah lagi, kisah pada bagian awal bab adalah kisah
yang menyedihkan dan menegangkan membuat kita semakin penasaran.

Melati adalah seorang gadis kecil yang dulunya sangat periang. Dia sangat suka air dan pergi
kepantai. Layaknya seorang anak kecil, Melati juga suka bermain sambil berlari-lari. Hingga
suatu musibah datang. Musibah yang mengubah seluruh kehidupan Melati. Ia menjadi buta dan
tuli (sekaligus bisu). Belum lagi perlahan ingatan-ingatannya hilang, membuatnya tidak
mengenal dunia, ini, tidak mengenal sosok Bunda, sosok Ayah, dan tidak mengenal penciptanya.

Sang Bunda sendiri tidak pernah putus asa kepada anaknya. Sudah banyak cara dilakukan oleh
Bunda dan Ayah untuk menyembuhkan sang anak. Mulai dari terapi hingga perobatan mahal di
rumah sakit. Akan tetapi semua itu nihil.

Di sinilah sosok Kak Karang muncul. Dulunya, Kak Karang adalah sosok yang sangat
menyayangi anak kecil, pandai bercerita, bercanda dengan anak kecil, hingga mengembalikan
semangat yang hilang pada anak-anak yang berkebutuhan khusus. Ia mendirikan taman baca
untuk membantu anak-anak menambah ilmu. Ia percaya bahwa anak-anak akan menjadi penerus
yang lebih baik.

Akan tetapi, itu semua tidak selancar yang terlihat. Suatu kecelakan menimpa Kak Karang dan
beberapa anak-anak taman baca. Beberapa orang dalam kecelakaan itu tidak terselamatkan, salah
satu gadis kecil yang sangat dekat dengan Kak Karang. Hal ini membuat sikap Kak Karang
berubah 180 derajat. Ini semua berlalu cukup lama.

Suatu hari, takdir menemukan Bundanya Melati dengan Kak Karang. Bunda mencoba menemui
Kak Karang dan berharap Kak Karang dapat membantu Melati. Meskipun Bunda tau keadaan
Kak Karang sekarang, pemabuk, suka keluar saat malam, dan suka marah-marah, tetapi Bunda
yakin jika Kak Karang dapat membantu Melati.

Awalnya Kak Karang menolak mentah-mentah permohonan itu. Dia juga tidak mau berurusan
dengan anak kecil lagi. Bayang-bayang gadis kecil yang amat disayanginya terus
mengahantuinya. Hingga, Ibu dari Kak Karang mencoba menyadarkannya dan membujuk Kak
Karang untuk bangkita dari kertepurukannya. Pada akhirnya, Kak Karang menyetujuinya.

Perjalanan untuk membantu Melati tidak lancar. Perubahan sikap dari Kak Karang yang pemarah
dan Melati yang tidak tahu apa-apa dan tidak bias melihat maupun mendengar membuat Kak
Karang sering membentak Melati, tak jarang pula Melati kena pukul oleh Kak Karang. Melati
juga mengalami luka saka saat mengalami masanya dengan Kak Karang, seperti tangannya yang
terbentur meja beberpa kali, kaki menginjak pecahan gerabah, hingga jatuh sakit karena tidak
diperbolehkan makan beberapa hari. Bunda sempat ingin mengehentikan ini, tetapi Kak Karang
menolak karena saat awal Kak Karang menyetujuinya sudah ada perjanjian.

Sudah banyak cara yang Kak Karang lakukan, tetapi seakan-akan semuanya sia-sia. Melati
memang sudah bisa duduk di kursi dan makan sendiri, tetapi itu tidak cukup. Melati perlu
mengenal dunia ini lebih dari itu. Kak Karang juga hampir menyerah, sudah tidak ada yang bisa
dilukakan. Pada saat inilah keajaiban terjadi. Untuk pertama kalinya, setelah mengalami insiden
itu, melati memegang air hujan. Dia merasa takjud dan senang. Kak Karang menyedari sesuatu,
bukan lewat pengelihatan maupun pendengar cara berkomunikasi dengan Melati, melaikan
dengan indra peraba. Dengan menggunakan indra peraba, Melati dapat mengenal dunianya.

Semua orang sangat gembira ketika mengetahui hal itu. Mereka mencoba untuk menjelaskan
lingkungannya menggunakan indra perabanya. Tidak butuh waktu lama untuk Melati
beradaptasi, bahkan dia bisa berbicara dengan bahasanya sendiri. Tidak ada yang tidak mungkin
di dunia ini jika kita mau bersuha.

Seperti biasa dalam Novel Tere Liye selalu ada pesan moral dan kata-kata bijak. Novel ini
memberi tahu kita bahwa Tuhan itu adil hanya kita saja yang terlalu bebal. Terlalu bodoh untuk
mengerti. Kalimat itu di ulang beberapa kali dalam novel ini. Dalam novel ini juga diberitahukan
bahwa pertolongan Tuhan itu selalu ada, dan selalu datang pada waktu yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai