0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
42 tayangan4 halaman
Lail sedang bertengkar dengan ayahnya karena tekanan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Dia bertemu temannya, Semesta, di atap apartemennya dan menangis. Semesta menghibur Lail dengan berlari di bawah hujan sambil berteriak, membuat Lail merasa lebih baik. Semesta memberi nasihat untuk berkomunikasi dengan ayahnya dengan baik.
Lail sedang bertengkar dengan ayahnya karena tekanan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Dia bertemu temannya, Semesta, di atap apartemennya dan menangis. Semesta menghibur Lail dengan berlari di bawah hujan sambil berteriak, membuat Lail merasa lebih baik. Semesta memberi nasihat untuk berkomunikasi dengan ayahnya dengan baik.
Lail sedang bertengkar dengan ayahnya karena tekanan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Dia bertemu temannya, Semesta, di atap apartemennya dan menangis. Semesta menghibur Lail dengan berlari di bawah hujan sambil berteriak, membuat Lail merasa lebih baik. Semesta memberi nasihat untuk berkomunikasi dengan ayahnya dengan baik.
Lail terbangun dari tidurnya di tengah siang bolong ini, dia
segera mempause lagu yang ia dengarkan dari earphone-nya sejak semalam. Bergadang sudah jadi sahabat sejak pandemi ini, dia sendiri juga bingung bagaimana cara mengatasi kebiasaan buruknya. Dia tak dapat memejamkan matanya sebelum subuh tiba. Lail adalah anak tunggal dalam keluarganya. Tak heran jika kedua orang tuanya sangat menyayanginya dan menginginkan yang terbaik untuknya. Lail lahir dari keluarga yang tergolong mampu, apapun yang ia mau pasti selalu dituruti. Kasih sayang yang didapatkan Lail bisa dikatakan lebih dari cukup. Namun entah mengapa, setiap minggu pasti selalu ada perselisihan antara dia dan ayahnya. Lail tidak suka jika ayahnya bersikap banyak menuntut dalam kehidupannya, apalagi kalau itu tentang nilai sekolahnya. Ayahnya selalu menuntut nilai minimal 90 dalam semua pelajaran. Hal tersebut membuat Lail merasa tertekan. Ya, karena pada dasarnya Lail hanya menyukai kebebasan hehe. Lail adalah anak yang bisa dibilang santai. Ia tidak suka didekte dan diatur oleh siapa pun. Dan dari segala aspek yang paling ia sukai adalah musik, buku, dan game sebagai pelarian dari segala beban hidupnya. Hal itulah yang selalu menjadi percikan- percikan pertikaiannya dengan sang ayah. Mereka berdua tidak sefrekuensi. Sang ayah yang selalu menuntut kesempurnaan dan Lail adalah seseorang yang menyukai kebebasan. “Aku benci ayah!” teriak Lail sambil menahan tangis. Lail, perempuan yang kini berlari keluar dari apartemennya menuju rooftop untuk mencari udara segar setelah berdebat dengan ayahnya untuk yang kesekian kalinya karena bangun kesiangan. Lail muak dengan semua tekanan dari ayahnya itu, dia ingin sekali mengumpat. Namun, ia masih sadar diri kalau yang dihadapinya itu ayahnya. Bagaimanapun, ia harus tetap hormat kepadanya. Kini hanya musik dari earphone-nya yang menurutnya bisa membuat dirinya tenang, namun sepertinya tidak untuk waktu yang lama. Sesampainya di rooftop, Lail memilih untuk duduk di sebuah gazebo yang ada di sudut kolam renang. Lail terdiam, duduk melamun di gazebo memandang jernihnya air kolam renang yang ada di rooftop apartemennya sambil menikmati alunan musik dari earphone-nya. Kota Jakarta cukup terik di hari libur ini. Namun, ketika sedang asyik-asyiknya menikmati belaian angin sepoi-sepoi dan alunan musik kesukaan Lail, tiba-tiba langit muram seolah ikut merasakan suasana hati Lail yang sedang kelabu. Lail berusaha menikmati kelabunya kota Jakarta tanpa bergeming. Sampai-sampai ia tak menyadari ada seseorang yang mendekatinya dan mengajaknya bicara. "Need someone to talk to?" tanya Semesta kepada Lail. Ternyata orang itu adalah Semesta. Semesta dan Lail berteman sejak Lail pindah ke Jakarta untuk ikut ayahnya bekerja. Dia bertemu Semesta di toko piringan hitam dekat apartemennya dan kebetulan mereka sama-sama menyukai lagu-lagu karya Mozart. Awalnya, Semesta bercerita tentang betapa kagumnya dia dengan karya-karya Mozart. Lail juga tak mau kalah hingga akhirnya mereka saling bertukar pengalaman. Obrolan mereka kala itu sangat seru. Dari situlah akhirnya Semesta dan Lail menjadi dekat dan bersahabat. Bagi Lail, Semesta adalah orang yang sangat menyenangkan. Kehadiran Semesta selalu bisa mencairkan suasana. Dia pun mempercayai Semesta sebagai tempat berkeluh kesah saat dia merasa gundah. Dia adalah seseorang yang selalu ada saat Lail sedang membutuhkan seorang teman. Balik lagi ke Semesta yang sedang bertanya kepada Lail. Lail hanya terdiam tidak menjawab, dia masih merasa kesal dengan sikap ayahnya. Bagaimana tidak, ayahnya sampai-sampai meninggikan suaranya saat berbicara kepadanya. Itu bukan yang Lail inginkan dari seorang ayah. Menurutnya, semua bisa dibicarakan dengan baik-baik. “Gue bisa kok diajak bicara baik-baik. Tanpa harus ada bentakan,” kata Lail. Satu per satu rinai hujan mulai turun, bersama dengan tetesan air mata Lail yang sedari tadi ia tahan agar tak berderai. Semesta mencoba menghiburnya. “Lail, coba lihat. Kalau lu nangis, langit pun ikut menangis. Ayo, mana senyum manismu agar dunia pun ikut tersenyum bersamamu,” kata Semesta sambil mengembangkan senyumnya. Hujan semakin deras, dia menarik tangan Lail dan berlari bersama Lail ditengah derasnya hujan. “Berteriaklah sesukamu Lail! Keluarkan semua kekesalan di dunia ini! Terkadang tidak apa-apa untuk menjadi rapuh!” seru Semesta. “Gue lelah dituntut dapet nilai yang memuaskan. Adu mulut sama bokap tiap minggu, setiap argumen bokap pasti selalu minta maaf duluan. Tapi, dia bakal selalu mengulangi hal yang sama. Gue terkadang berharap tidak dilahirkan di dunia ini!” teriak Lail di bawah derasnya hujan di kota Jakarta. “Hidup itu ibarat lu lagi belajar naik sepeda, Lail. Lu pasti bakal terjatuh. Dan lu ga bakal cuman terjatuh sekali atau dua kali, tapi lebih. Dari situlah lu bisa belajar dari kesalahan buat bisa jadi kuat,” jawab Semesta. Lail merenungi kalimat yang dilontarkan Semesta kepadanya. “Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja dengan berjalannya waktu. Maafin ayah kamu dan saling berkomunikasi, ya. I hope it can fix both of you,” sambung Semesta. Semesta berlompat-lompat kecil, disusul oleh Lail yang berlompat-lompat kecil juga. Semesta berhasil membuat Lail kembali tersenyum. Mereka merasa bebas di bawah derasnya hujan. Lail tak salah, Semesta adalah seseorang yang sangat menyenangkan dan seorang pendengar yang baik. Ketika Lail sedang dalam masalah, dia selalu menasihati dan memberikan solusi atas permasalahan yang sedang ia hadapi. Bagi Lail, tidak ada yang menyenangkan di dunia selain bermain-main di bawah ribuan tetes hujan bersama Semesta. “Terima kasih Semesta, kau sudah memberi warna di hidupku,” kata Lail dalam hati. Semestapun begitu menyayangi Lail. Ia berharap Lail selalu mengisi hari-harinya sampai mereka menua bersama.