Anda di halaman 1dari 2

Liza Remuk Redam

Oleh: Melati Julizar

@melatijulizar

Tiik Tiik Tiik

Langit kelabu serta suara rintik hujan yang menyapa dikala pagi itu. Seorang gadis kecil yang sedang
duduk diteras rumahnya sambil menyambut sapaan hujan dan ingin bersalaman. Hujan ini begitu
agresif sekali, tidak ada tanda bahwa hujan ini akan reda dan langitpun enggan untuk merubah
warnanya. Hujan pun terus saja menari tanpa henti dan suasananya menjadi sangat dingin dan si
pemilik rambut ikal, Liza namanya, sudah tak sanggup berada di teras. Dia pun meninggalkan hujan
dan masuk kembali ke rumahnya.

“Nak, darimana kamu? Ibu mencarimu dari tadi?” Begitulah sapaan Ibu pagi ini.

“Maaf ibu, tadi Liza diteras depan, sedang menikmati nyanyian hujan yang sangat merdu” Jawab
Liza.

“Ayo mandi dulu, nanti sekolahnya telat” Ajak Ibu.

“Bu, Boleh tidak kalau hari ini libur saja, hujannya lebat bu” Rayu Liza.

“Hujan adalah Rahmat dari Allah, jadi hujan bukan penghalang untuk mencari ilmu. Jangan jadikan
hujan alasan yaa” Jawab ibu

Liza pun hanya diam dan langsung bergegas untuk mandi, walau ada rasa berat yang
menghampirinya. Otaknya selalu mengganggunya, dorongan otak ini terlalu kuat untuk memintanya
bolos sekolah hari ini, tapi hatinya selalu menolak. Maka lizapun bergegas untuk bersiap-siap ke
Sekolah.

Ternyata hari ini Liza ada tugas presentasi dan dia yang menjadi presentatornya. Dia pun mulai untuk
menyampaikan materinya, tetapi dia sangat gugup dan gemetar. Berulang kali dia mencobanya selalu
saja terbata-bata pengucapannya. Seperti ada petir dan gemuruh ombak di otaknya. Dia sudah tak kuat
dan ingin berhenti, akan tetapi dia terus berjuang sampai materinya selesai dibacakan.

Seketika itu teman sekelompoknya pun menatapnya dengan tatapan maut. Menjauh duduk darinya
dan tak mengajaknya untuk berbicara. Suasana jadi begitu kaku dan tak lagi bersahabat. Sampai
akhirnya presentasi tugas pun selesai dan terdengar suara, kriiing kriiiing kriiing. Aaaaa….. ternyata
itu adalah suara bel istirahat.

Liza duduk di kursinya, tak beranjak dan tak melirik. Dia hanya menulis saja di buku kesayangannya.
Teman-temannya tak ada yang mengajaknya untuk ke kantin, ngobrol dan bercanda seperti biasanya.
Semua seakan meninggalkannya. Liza sangat merasa malu dan tak percaya diri untuk menyapa
siapapun.

Kriiing Kriiing Kriiing

Bel sekolah pun berbunyi, ini pertanda waktunya pulang. Saat menunggu ibu datang untuk
menjemputnya, dia tak sengaja mendengar kata-kata temannya yang ditujukan untuknya seolah
meremehkannya. Bak di sapa petir, gemuruh hati tak henti, badai emosi pun enggan untuk berpindah
sampai kelenjar air mata tak lagi mampu menopang dorongan bulir bening yang siap untuk mengalir
deras.

Keadaan ini berlangsung sangat lama, sampai tiba saatnya dia lulus sekolah dan melanjutkan kuliah di
Perguruan Tinggi ternama. Dia sangat senang, sampai irama jantungnya begitu indah. Liza ini adalah
anak yang pendiam dan tak banyak bicara. Dia akan bicara ketika ada teman yang mengajaknya
bicara. Dia sangat setia dan menyayangi setiap yang menyayanginya dengan sepenuh hati.

Saat duduk di bangku kuliah inilah Liza mulai berani mencoba mempublikasikan tulisannya. Liza si
rambut ikal ini ternyata suka menulis. Hari demi hari dia lalui dan mengisi waktu-waktunya dengan
menulis. Sampai akhirnya tulisanya diterima oleh sebuah penerbit. Otaknya langsung mengeluarkan
Cahaya-cahaya bak petasan dan kembang api. Jantungnya berdegub dengan sangat kencang sekan tak
percaya. Tak henti-hentinya dia mengucapkan Syukur. Sampai mata indahnya menitikkan air mata dan
lihatlah bagaimana cara Allah memperbaiki hatinya yang remuk.

Hikmah dari cerita ini adalah janganlah mudah menyerah dan lakukan apa yang membuatmu Bahagia.

Anda mungkin juga menyukai