Anda di halaman 1dari 5

Hujan menjadi salah satu novel favorit saya karena kisahnya yang manis.

Banyak sekali perlajaran dan


hal baru yang akan kamu temui setelah tenggelam membaca karya terbaik Tere Liye ini.

“Jangan pernah jatuh cinta saat hujan. Karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun,
kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu.” ― Tere Liye, Hujan

hujan Judul Buku : Hujan

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Terbit : Januari 2016

Harga : Rp68,000

Tebal : 320 halaman

Ukuran : 13.5 x 20 cm

Cover : Softcover

ISBN : 978-602-03-2478-4

Sinopsis:

Berawal saat sebuah bencana hebat menimpa kota tempat tinggal Lail. Sebuah kota besar dengan
teknologi mutakhir dan paling canggih harus tunduk pada amukan gunung Purba yang berhasil
mempora-porandakan seluruh isi kota. Dalam keadaan paling sulit , Lail dipertemukan dengan Esok,
bocah lima belas tahun yang menyelamatkannya dari musibah letusan gunung purba.

Setelah kejadian mengerikan itu, Lail hanya memiliki Esok di dunia ini. Kedua orang tua Lail tewas dalam
kejadian tersebut. Esok selalu menemani Lail, menghibur saat ia teringat pada ayah dan ibunya dan
Hujan menjadi saksi seluruh kesedihan Lail.

Waktu berjalan cepat tanpa Lail sadari. Dibawah seluruh kesemerautan perubahan iklim yang semakin
tidak karuan akibat rusaknya lapisan stratosfer bumi. Lail tumbuh menjadi sosok gadis mandiri. Lail
tumbuh dewasa bersama segala kesedihan masa lalu, dan kebahagiaan bersama Esok. Namun, entah
sejak kapan perasaan tentram yang selama ini Lail rasakan pada Esok, berubah menjadi sesuatu yang
lebih besar. Lebih dari seseorang yang menyelamatkan hidupnya di terowongan bawah tanah. Lail jatuh
cinta pada Esok, Ilmuan terkenal yang akan menyelamatkan penduduk kota.

Namun Lail tiba-tiba datang ke Pusat Terapi Saraf. Berharap paramedis dapat menghapus ingatannya
tentang hujan—tentang Esok.

Review:

Jika hanya melihat sampulnya, mungkin kamu akan berfikir kisah yang disuguhkan dalam Novel Hujan
sama seperti karya fiksi dengan latar belakang kehidupan sehari-hari. Namun ternyata kisah yang
disampaikan lebih kompleks dari yang kamu perkirakan. Ada segudang kisah manis sekaligus
menyedihkan yang disampaikan penulis. Alur cerita yang diberikan cukup ringan dengan gaya
penceritaan yang mengalir, saya jamin kamu pasti betah membacanya. Tokoh-tokoh sentral lain yang
mucul seperti Mryam, Ibu Suri pengurus panti sosial, Bapak dan Ibu Walikota, serta ibu esok, membuat
kisah Hujan semakin menarik.

Isu-isu penting dunia yang menemani perjalanan kisah cinta Esok dan Lail dibawakan dengan sangat
rapi. Kamu seakan bisa merasakan kondisi yang dialami tokoh dalam cerita. Saya pun merasa degdegan
beberapa kali untuk kemudian kembali lega. Membaca novel ini akan membuatmu ketagihan dengan
karya-karya Tere Liye lainnya.

“Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa
melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.” ―
Tere Liye, Hujan

Sinopsis :

Tentang persahabatan, tentang cinta.

Tentang perpisahan, tentang melupakan, tentang hujan.

LAIL. Menjadi yatim-piatu sejak bencana melanda bumi. Sebuah bencana yang memusnahkan banyak
umat manusia. Kota indah mereka telah hancur oleh gempa bumi berkekuatan 10 skala Richter. Sedikit
sekali dalam catatan sejarah, ada gempa sekuat itu, yang tenaganya mampu menghancurkan benua.
Gedung-gedung bertumbangan, jalan layang rebah, penduduk kota berteriak-teriak, berlarian
menyelamatkan diri. Suara sirene terdengar memekakkan telinga. Belum lagi ditambah tsunami yang
menerjang.

Berita tentang ayahnya telah memukul sisa semangat hidupnya. Ibunya meninggal di lorong kereta
bawah tanah. Meski fisiknya remuk karena lelah, Lail menyukai kesibukannya. Itu membuatnya berhenti
memikirkan banyak hal. Aktivitas Organisasi Relawan menjadi penyembuh dari kenangan kehilangan
ayah dan ibunya. Lail membalas kejamnya takdir dengan membantu orang lain. Mengobati kesedihan
dengan berbuat baik. Kesibukan juga mampu mengusir kerinduannya kepada Esok.

ESOK. Sebelum bencana gunung meletus, dia adalah murid terbaik di sekolah. Setelah gempa, baginya
stadion itu menjadi tempat belajar dan bertualang baru. Selama di penampungan semacam panti,
intensitas antara Lail dan Esok makin akrab. Hingga suatu hari Esok harus pergi, dia diadopsi oleh
keluarga yang akan mengurus segala keperluannya termasuk urusan pendidikan dan masa depannya.
Hingga mulai saat itu intesitas hubungan Esok dan Lail mulai renggang.

Di masa yang akan datang, Lail ingin menghapus hujan dalam memorinya. Kenapa? Karena baginya
setiap hujan akan mengingatkannya pada Esok. Dan itu sangat menyakitkannya. Dia ingin
menghapusnya agar bisa melepaskan semua kesedihan yang menjadi beban hidupnya. Lail sang tokoh
utama justru ingin melupakan memori hujan karena setiap hujan mengingatkannya kenangan-kenangan
manis bersama Esok.

Buku ini tidak hanya menceritakan hubungan antar sepasang manusia, tapi juga hubungan anak dan ibu,
hubungan pertemanan. Bagus sekali pesan moral dari buku ini, salah satunya adalah bahwa dalam
hidup, untuk bahagia, manusia harus belajar melepaskan atau merelakan.

Novel ini dari awal sampai akhir penuh kejutan, tak terasa air mata menetas saking harunya membaca
cerita-nya. Dengan karakter tokoh yang kuat. Tokoh dalam cerita: Lail, Esok (Soka Bahtera), Maryam,
Elijah, Ibu dan Ayah Lail, Ibu nya Elok, Ibu Suri, Pak Walikota, Ibu Walikota, Claudia. Saya suka
persahabatan Lail dan Maryam, terjalin kuat, mengharukan dan indah. Saya suka buku ini, bagi kamu
penggemar karya-karya bang Tere Liye, jangan lewatkan buku ini ya 😀 Sedih, tapi cerinya happy ending
kok 🙂

Berikut ini kutipan-kutipan favorit saya dalam buku Hujan:


Semaju apa pun teknologi di muka bumi, tidak ada yang bisa mencegah kejadian itu. Bencana alam yang
sangat mematikan. (halaman 18)

Kesibukan adalah cara terbaik melupakan banyak hal, membuat waktu melesat tanpa terasa. (halaman
63)

Ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta adalah merasa bahagia dan sakit pada waktu bersamaan. Merasa
yakin dan ragu dalam satu hela napas. Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok. (halaman
205)

Nah, bukankah kamu jatuh cinta pada Soke Bahtera saat gerimis? Waktu-waktu terbaikmu bersamanya
juga saat hujan, kan? Kabar buruk bagimu jika Soke Bahtera ternyata mencintai Claudia. Aku tidak bisa
membayangkan betapa sakitnya kamu setiap kali hujan turun, mengenang semuanya. Itulah kenapa
kamu selalu suka hujan selama ini. Aku sekarang paham. Karena setiap kali menatap hujan, kamu bisa
mengenang banyak hal indah bersama Soke Bahtera. Kebersamaan kalian. Naik sepeda merah. Masuk
akal lagi, bukan?” (halaman 201)

Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana
kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan
sendirinya. (halaman 201)

Orang kuat itu bukan karena dia memang kuat, melainkan karena dia bisa lapang melepaskan (halaman
228)

Mulutmu membantah, tapi wajahmu bilang sebaliknya. (halaman 247)

Ada orang-orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap dalam hati kita saja, tapi tidak bisa
tinggal dalam hidup kita. Maka biarlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh
dunia ini selalu saja ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengam baik justru membawa
kedamaian. (Halaman 255)

Bagian terbaik jatuh cinta adalah perasaan itu sendiri. Kamu pernah merasakan rasa suka, sesuatu yang
sulit dilukiskan kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh pujangga, tidak bisa dijelaskan oleh
mesin paling canggih sekalipun. Bagian terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jadi kenapa
kamu sakit hati setelahnya? Kecewa? Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak
paham betapa indahnya jatuh cinta. (halaman 255 – 256)

Ada banyak hal yang bisa saling dipahami oleh dua sahabat sejati tanpa harus bicara apapun. (halaman
271)

Kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi besok lusa. (halaman 281)

Kita tidak bisa menyelamatkan semua orang. (halaman 289)


Hanya orang-orang kuatlah yang bisa melepaskan sesuatu, orang-orang yang berhasil menaklukkan diri
sendiri. (halaman 298)

Ibu belajar banyak bahwa sebenarnya hanya orang-orang kuatlah yang bisa melepaskan sesuatu, orang-
orang yang berhasil menaklukan diri sendiri. Meski terasa sakit, menangis, marah-marah, tapi pada
akhirnya bisa tulus melepaskan, maka dia telah berhasil menaklukan dirinya sendiri (halaman 298-299)

Jika tidak bisa menerima, tidak pernah bisa melupakan. (halaman 308)

Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa
besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang mereka alami. (halaman
317)

Bukan melupakan yang menjadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka
dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa
melupakan. (halaman 318)

Anda mungkin juga menyukai