Anda di halaman 1dari 86

PRIMADONA DAN MOS WANTED

Tidak pernah ada yang mengecewakan dari pagi hari. Langit yang berkontras antara hitam
dan putih, lampu-lampu jalan yang belum sepenuhnya dimatikan, udara yang begitu segar, serta
hembusahan angin yang mendatangkan dingin. Membuat jaket semakin erat memeluk tubuh para
manusia yang sudah beraktifitas pagi. Dan pagi hari adalah di mana rasa kantuk masih tertinggal,
bola mata sayu yang sering hampir tutup. Kemudian meninggalkan Kasur menjadi cobaan paling
berat di pagi hari.

Gadis berusia tujuh belas bernama lengkap Zahera Syanala, sedang melawan cobaan yang
kerap kali hadir di pagi hari. Di dalam mobil fortuner hitam, demi mempertahankan kesadaran
supaya tetp terjaga, ia membaca novel jebolan aplikasi Wattpat

MOS

MOS itu sangat melelahkan. Begitu pendapatnya. Dibandingkan


mendapat suatu pelajaran berharga tertentu, ia lebih merasa mendapat
kejadian-kejadian memalukan sepanjang MOS. Merasa jika berlangsungnya
MOS hanya tradisi mempermainkan junior atau murid baru seperti dirinya.
Semua penilaian tersebut ada di dalam kepalanya, tidak ia muntahkan menjadi
suatu kritik atau komentar. Memang apa yang bisa anak baru kelas 10 seperti
dirinya lakukan selain menuruti tradisi MOS?

“Kiel, udah dapet tanda tangan berapa?” tanya anak cowok berambut
tipis nyaris botak baru cukur. Cowok yang juga memiliki kulit sawo matang
serta tubuh lebih tinggi dari temannya yang ia tanyai itu menenteng buku tulis
bersampul cokelat.

Zyakiel Dirandra atau yang biasa disapa Kiel. Cowok bertubuh pendek
jika dibandingkan teman-temannya, berkulit putih, hidung mancung, bibir tipis
dan gigi kelinci itu menatap sayu tak bersemangat temannya yang bernama
Bagas—yang bertanya padanya. Sama seperti Bagas yang menenteng buku
tulis, Zyakiel pun demikian. Mereka juga sama-sama mengenakan seragam
putih biru dengan topi berbentuk kerucut di atas kepala.

“Baru tiga. Susah. Mereka aneh-aneh mintanya,” jawab Zyakiel.

Hari MOS kedua. Semua murid kelas 10 diharuskan meminta tiga puluh
tanda tangan kepada kakak kelas mereka di kelas 11 dan 12, bebas mau sama
siapapun. Kebanyakan, senior menjadikan kesempatan tersebut untuk
mengerjai murid kelas 10. Menyuruh murid kelas 10 melakukan apapun
perintah dari mereka, seperti menyanyi, menari, ngelawak atau apapun yang
merepotkan.

Bagas menghela napas, merasa prihatin dengan temannya sejak SMP.


Terlebih lagi ia mengetahui jelas bagaimana sifat Zyakiel yang pemalu dan tidak
mudah berinteraksi dengan orang lain. Jadi kegiatan yang seperti ini pasti
sangat membebaninya.
“Kiel, bisa dihukum lo kalau cuma dapet segitu. Gue aja udah dapet 20,”
nasihat Bagas.

Zyakiel menghela napas. Sudah sangat pasrah dengan nasibnya.


Matahari di jam sembilan pagi cukup terik, menguras tenaga dan menciptakan
banyak keringat. Sampai-sampai rambutnya yang berponi dan agak tebal ini
lepek. “Nggak tau deh. Nanti minta tolong sama Orion aja kali, ya.”

Bagas melotot, ia baru tersadar dari sesuatu yang sangat penting.


Berhubung saling berhadapan dengan Zyakiel, ia cengkeram kedua pundaknya,
menariknya hingga mendekat. “Anjir! Gue baru inget lo punya sepupu MOST
WANTED. Kalau tau gini nggak perlu deh kita susah payah minta tanda tangan.
Cukup menggunakan ordal, semuanya aman.”

Zyakiel terkekeh kaku. Terdengar cukup mudah. Namun sebenarnya


tidak semudah itu. Sebab ada tiga orang aneh di dekat Orion, tiga orang aneh
yang akan mempersulitnya. Tiga orang aneh tersebut temannya Orion, Zyakiel
mengenal mereka.

“Ayo.” Bagas yang bersemangat menarik tangan Zyakiel, tetapi ditahan


hingga hanya bergerak satu langkah.

“Ayo kemana?” tanya Kiel tidak mengerti.

“Menggunakan orang dalem,” Bagas tersenyum licik.

🍭🍭🍭

Ah, jika ditanya apa hal yang paling Zyakiel sesali di hari-hari barunya
menjadi anak SMA, maka saat ini lah hari penyesalannya. Berhadapan dengan
Orion dan ketiga teman dekat Orion. Oke, mari kita mengenal lebih jauh siapa
Orion dan ketiga temannya. Orion Nahari, murid-murid seantero Brawijaya
menjulukinya MOS WANTED dengan sifat cool dan memiliki banyak
penggemar. Tubuh Orion tinggi, berbentuk ideal, rambutnya sama seperti
Zyakiel, tetapi tidak berponi depan lantaran seringnya ke belakangi atau tanpa
sadar menjadi belah tengah yang berantakan.

Selanjutnya memperkenalkan sahabat-sahabat dekat Orion. Heri, cowok


pecicilan suka melawak dan otaknya cukup dewasa. Viro, sama saja pecicilan
juga, tapi lebih banyaknya bagian tertawa atau sekedar ikut-ikutan saja. Yang
terakhir ini yang paling menyusahkan. Miko. Zyakiel sulit menilai cowok itu.
Miko sangat apa ya....menyebalkan karena selalu menempel kepadanya, selalu
bersikap seolah ia adalah Ayahnya Zyakiel.

“Oh, jadi Kiel baru dapet tiga. Terus jadinya minta tolong nih,” Viro
mengeraskan suaranya, tangannya berlipat di dada dan menatap penuh
semangat mengerjai.

Zyakiel dan Bagas menghampiri keempat seniornya yang dianggap


sebagai orang dalem ini ke kantin.

“Boleh kok. Tapi ada syaratnya. Nanti kalau lo memenuhi syarat ini, gue
bakal jamin buku lo udah penuh tanda tangan,” Miko tersenyum penuh
muslihat.

Zyakiel menelan ludah. Firasatnya tidak enak. Lebih baik ia diam saja.

“Apa syaratnya?” Bagas yang justru menanggapi semangat.

“Kiel manggil gue Kaka,” Miko tersenyum puas seraya melirik ekspresi
Zyakiel yang bisa dinyatakan cukup terkejut.
“Ogah-“

“Oke!”

Jawaban antara Zyakiel dan Bagas cukup berseberangan. Membuat


keduanya langsung menoleh saling tatap. Bagas dengan ekspresi datarnya dan
Zyakiel dengan ekspresi terkejutnya.

“Kenapa setuju?” protes Zyakiel pada Bagas.

“Cuma manggil Kaka doang apa susahnya?”

“Susah!”

Heri tertawa. “Gue setuju syarat dari Miko.”

“Gue juga setuju!” Viro mengangkat tangannya.

Kemudian ketiga orang aneh itu saling bertos. Menyisakan Orion yang
sekedar tersenyum. Tidak berniat membela diantara kedua kubu.

“Ayo, Kiel. Waktunya bentar lagi,” Bagas menyenggol bahu Zyakiel.

Zyakiel membeku di tempatnya. Kepalanya tertunduk, kedua bahunya


meninggi dan kedua tangan mengepal erat. Bahkan matanya terpejam, dalam
hati merutuki nasibnya yang kalah jumlah. Tidak ada yang berpihak padanya.
Mereka semua sengkokol. Sangat menyesal sebelumnya berbangga hati bisa
memakai orang dalam, tapi ternyata hanya menyusahkan diri sendiri.

Kedua bahu Zyakiel bergetar pertanda betapa kerasnya ia berusaha


memutus urat malu. Setelah dirasa cukup memiliki nyali, ia mengangkat
wajahnya menatap ketiga orang aneh di hadapannya. “Kak Miko, Kak Viro, Kak
Heri.....tolong bantu saya....” napas Zyakiel tercekat, suaranya habis sampai tak
terdengar. Kedua telinganya memerah, digigit bibir bawahnya yang sedikit
gemetar.

Hening.

Serempak semuanya terpesona oleh sosok Zyakiel. Oleh suara serak


Zyakiel yang begitu lirih dan wajah merah padamnya yang bahkan sering
memalingkan wajah.

Bibirnya terbuka membantu pernapasan yang terasa sulit sekali. Alisnya


mengerucut ke bawah hampir menyatu dengan kelopak mata. “Udah, kan!
Sekarang tolong bantuin!” pekik Zyakiel marah sekaligus malu yang hanya
dijadikan objek pajangan yang dlihat tanpa respon.

Kompak, Miko, Viro dan Heri langsung menerjang tubuh Zyakiel,


memeluknya erat hingga Zyakiel merasa engap.

“Imut! Ini terlalu imut!” histeris Heri.

“Duh, aduh, sakit, panas. Tolong lepas dong! Kak Orion tolong!” pada
akhirnya Zyakiel meminta pertolongan dari Orion, Kaka sepupu

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Tempat Persembunyiin

Gadis berambut kuncir dua itu berdiri bersandar pada tembok. Meneguk air mineral yang
baru saja dibelinya di kantin. Sangat melelahkan menjadi panitia MOS. Bukan kemauannya terlibat
oleh kegiatan ini, semua ini salah Renata yang menulis namanya sebagai murid sukarelawan panita
MOS. Memang setiap daftar murid kelas 11 tersebut tidak dikantungi secara mentah-mentah. Ada
yang namanya elimininasi. Sialnya, namanya tidak tereliminasi. Dan ia tahu alasannya. Sebab ia
berteman dekat dengan Sagatara Pratama, atau biasa dipanggil Tama. Sagatara masuk jejeran cowok
populer di Brawijaya, memiliki koneksi luas termasuk anak-anak OSIS. Jadi sangat mudah untuk
menjadikan dirinya yang berteman dengan Sagatara tersebut sebagai panitia MOS.

Membungkuk, ia menghela napas berat. “Gara-gara Rena sama Tama gue jadi harus ikut
kegiatan capek kayak gini,” keluhnya.

“Nala, lo nggak papa?” seorang laki-laki mendatanginya, ikut membungkuk dengan tangan
bersimpuh di pundaknya.

Gadis itu, Zahera Syanala atau yang dikenal dengan Nala, langsung menegakkan tubuhnya
merapat pada tembok di belakang. Tersenyum kaku, kurang nyaman oleh tangan laki-laki di
pundaknya. Terlebih lagi Zahera tidak terlaku dekat dengan laki-laki itu, hanya sekedar kenal. “Gue
nggak papa,” responnya.

“Kalau lo capek mending istirahat, Nal. Jangan dipaksa. Sebentar lagi juga mau jam istirahat

Tumpukan Hadiah

Nala tersenyum kaku ketika baru saja duduk di tempatnya, mau mengeluarkan buku dari
kolong meja justru menemukan banyak hadiah. Ini bukan yang pertama kali baginya menemukan
hadiah di kolong meja. Mungkin hampir setiap hari ia mendapat hadiah. Sangat beragam, ada yang
memberinya makanan sampai barang.

Nala mengeluarkan semua hadiah dari kolong mejanya. Menghela napas ketika bingung mau
ia apakan semua hadiah ini? Rasanya tidak enak terus mendapat hadiah dari orang lain. Apalagi Nala
tahu atas dasar apa mereka memberinya hadiah.

"Dapet hadiah lagi?" Tama yang baru saja masuk ke kelas berdiri di samping Nala sambil
berdecak pinggang. "Nih." ia berikan permen hot pop ke Nala.
Nala menerimanya. Ia buka bungkus permen hot pop, memasukannya ke mulut. Ia dan Tama
memang penggila permen hot pop. "Iya." katanya menghela napas.

"Yaudah yang makanan buat gua." Tama mengambil beberapa makanan di atas meja Nala.
"Yang barang-barang lo simpen. Hargai aja pemberian orang."

"Jangan diambil semua Tam. Sisain buat Rena." Nala mengambil beberapa cemilan yang
semula sudah dipilih Tama.

"Iya, iya. Rena nomor satu, gua nomor dua." Tama cemberut seperti seorang kaka yang tidak
dianggap adiknya.

Nala terkekeh oleh sikap Tama yang kekanak-kanakan. "Gua juga nomor dua di hati lo, kan?"
sindir balik Nala. Dan sindiran itu berhasil karena langsung mengubah ekspresi Tama.

Tama berdecak. "Berisik!" ia acak rambut Nala.

"Arghh Tama!" Nala menggeser duduknya agar menjauh dari tangan Tama. Ia rapihkan
rambutnya.

"Nala! Nalaaa!!!" suara cempreng yang cukup nyaring itu menggema bersamaan dengan
langkah kaki seorang gadis cantik berwajah jutek yang baru saja masuk kelas. "Nala!!" teriaknya lagi.

"Kenapa Ren?" tanya Nala.

"Bisa nggak suaranya jangan dibacotin gitu?" tanya Tama kesal.

"Nggak bisa. Gua itu suka kehebohan dan keberisikan. Jadi nggak bisa kalo suaranya pelan."
ujar Rena bangga.

"Kenapa Ren manggil gua?" tanya Nala.

"Yelah palingan cuma manggil. Nggak penting. Kayak nggak tau dia aja lo." Tama menunjuk
Rena.

Rena memukul lengan Tama. "Gua manggil karena beneran." katanya kesal. Ia tatap Nala
yang sedang menunggu jawabannya. "Disuruh ke ruang guru sama bu Nani."

"Suruh ngapain?" tanya Tama.

"Palingan urusan ketua kelas." saut Rena tidak terlalu perduli. Ia duduk di tempatnya.
🍭🍭🍭🍭🍭🍭

Setelah keluar dari ruang guru, Nala harus membawa tumpukan buku tulis milik murid
kelasnya. Sebagai ketua kelas memang sudah kewajibannya dalam hal mengumpulkan tugas atau
mengembalikan buku.

Nala refleks menghentikan langkahnya, menoleh ke atas begitu mendengar suara bell
menggema yang menandakan pelajaran segera dimulai. Setelah bell berhenti berbunyi, baru ia
kembali melangkah.

"Heh, apa-apaan nih?"

Langkah Nala terhenti lagi begitu mendengar suara yang tidak jauh di depannya. Nada
suaranya terdengar marah dan terkejut.

"Kenapa kak main bully gitu? Mau saya laporin ke guru?"

Nala termenung. Memang bukan urusannya. Namun rasanya begitu enggan untuk
melangkah. Ia lebih memilih berdiam diri memperhatikan kejadian di depannya. Seorang siswi, yang
Nala tebak anak kelas 10 duduk di lantai. Dua siswi lainnya, yang Nala kenal teman seangkatannya,
kelas 11, berdiri di depan siswi kelas 10 itu. Sepertinya kedua siswi teman angkatannya melakukan
bullying. Mereka berdua memang suka sok berkuasa. Nala terkadang juga muak dengan sikap sok
senioritas mereka berdua.

Kemudian ada seorang cowok diantara mereka. Seragamnya terpakai rapih. Tapi dasinya
belum diikat, hanya dibiarkan menggantung di leher. Tubuhnya agak pendek. Mungkin hanya
setinggi 157cm. Wajahnya imut dan manis. Nala sepertinya baru pertama kali bertemu dengan
cowok itu.

"Ngapain sih lo ikut campur urusan cewek? Mau jadi banci?" yang bertanya dengan nada
marah itu namanya Sela.

"Justru kalo saya diem, berarti saya banci. Masa orang dibully saya diem?" tantang balik
cowok itu.

"Udah Sel. Mending kita balik aja." yang memberi saran ke Sela namanya Winta.
"Rese lo!" Sela menghentakkan kakinya. Kemudian berjalan melewati cowok itu. Disusul oleh
Winta di belakangnya.

"Lo gapapa?" cowok itu mengulurkan tangannya.

"Makasih ya." cewek itu menjabat tangan cowok itu, berdiri dari duduknya.

"Ah, gua lupa harus ke kelas. Gua duluan ya." cowok itu berubah panik setelah melihat jam
tangannya. Ia melangkah terburu-buru.

Karena terus melihat ke jam tangannya, cowok itu tak sengaja menyenggol Nala yang
memang masih mematung di tempatnya.

"Akh-" Nala memekik. Ia yang dari tadi melamun langsung tersadar berkat senggolan cowok
itu.

Cowok itu menatap Nala. "Maaf kak saya nggak sengaja." meski sebenarnya cowok itu buru-
buru ingin pergi menuju kelasnya. Ia justru mengurungkan niatnya tersebut dan lebih memilih
berdiri di depan Nala. Ia ingin meminta maaf dengan benar dan sopan.

"Iya gapapa kok. Gua aja yang salah diem di sini."

"Sekali lagi maaf kak." katanya, dengan ekspresi bingung dan tidak enak hati.

Nala terkekeh pelan. "Gapapa." Nala bisa menebak kalau cowok itu tidak akan pergi duluan
sebelum dirinya pergi, sekalipun sebenarnya cowok itu buru-buru. Nala yang peka dengan hal
tersebut pun mengambil inisiatif untuk pergi duluan.

Di tengah perjalanan menuju kelas tiba-tiba saja senyum Nala mengembang dari
sebelumnya ia tahan. Rasanya begitu geli sampai ingin tertawa.

"Lucu." gumamnya.

Iya, cowok tadi memang sangat lucu. Wajah buru-burunya, wajah paniknya saat menabrak
Nala dan sikapnya yang kaku, tapi sopan serta ramah. Benar-benar lucu.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Dua Visual

Banyak pasang mata yang fokusnya ke satu tujuan. Ke tempat dimana yang menjadi sumber
keberisikan di kantin. Tempat dimana banyak cowok bertubuh tinggi bergaya urakan layaknya anak
nakal. Di tempat itu mereka begitu asik bercanda, tertawa dan membuat rusuh. Mereka adalah
sekumpulan cowok populer di sekolah yang selalu menjadi pusat perhatian.

"Ganteng banget."

"Mereka keren banget sih."

"Idaman banget."

"Jadi mau gabung sama mereka."


"Gila, aura mereka beda banget."

Banyak siswi di kantin yang tidak bisa melepaskan pandangan dari gerombolan cowok-
cowok itu. Bahkan terang-terangan memuji gerombolan cowok tersebut. Siapapun memang akan
terpikat oleh perkumpulan cowok-cowok populer di sekolah.

"Gila sih Orion ganteng banget." Rena menjadi salah satu pengagum perkumpulan cowok
populer di sekolah. Terutama Orion.

"Apa bagusnya coba? Gantengan gua." sungut Tama. Memakan baso yang tadi dibelinya.

Nala cuma tertawa geli mendengar perkataan Tama. Tidak bisa dipungkiri kalau Tama tidak
hanya sedang omong kosong atau menyombongkan diri. Faktanya Tama merupakan cowok paling
ganteng di kelas dan masuk jejeran MOST WANTED. Banyak cewek yang menyukai Tama. Anehnya
Tama yang populer ini sangat betah nongkrong bareng Nala dan Rena.

"Jangan ngaco deh ya! Lo sama Orion itu ibarat air kolam sama air laut! Jauh!" protes Rena.

Perkataan Rena tidak bisa disangkal. Orion Naharis memang pemegang kosong satu di
sekolah. Cowok paling ganteng dan paling berpengaruh di sekolah. Hampir semua siswi terpincut
oleh pesona seorang Orion Naharis. Sayangnya Orion terkenal cuek dan dingin. Belum pernah ada
gosip Orion dekat sama cewek. Yang ada justru kabar bertambahnya jumlah cewek yang ditolak
Orion.

Nala menopang dagu. Permen hot pop menggantung di bibirnya. Pandangannya mengikuti
pandangan Rena ke arah gerombolan cowok populer itu. Bukan ke arah Orion seperti kebanyakan
siswi. Melainkan ke arah cowok yang berdiri di samping Orion. Cowok yang paling pendek diantara
cowok lainnya. Cowok yang sedang tertawa dengan temannya. Cowok yang juga menggantung
permen hot pop di bibirnya.

"Manis." gumam Nala yang terkesima melihat tawa cowok itu.

"Nala!" panggilan dari Chiko, si ketua OSIS, berhasil membangunkan Nala dari lamunan.

Nala menurunkan kedua tangan ke atas meja. "Kenapa Ko?" tanyanya.

"Dipanggil sama kepala sekolah."

"Ngapain?" tanya Rena kepo.


"Disuruh jadi model ikon sekolah." jawab Chiko. "Bareng sih MOST WANTED." Chiko
menunjuk Orion.

"Bareng Orion?" Rena yang justru heboh.

"Iya."

"Udah sono Nal. Cepat sono lo temuin Orion. Nanti gua minta photo kalian berdua." Rena
yang sangat antusias mendorong-dorong tubuh Nala agar berdiri dari duduknya.

"Kenapa jadi lo yang heboh sih?" ketus Tama.

"Biarin!"

Nala terkekeh pelan. Ia berdiri dari duduknya. "Yaudah gua duluan." pamitnya.

🍭🍭🍭🍭🍭🍭

Nala cuma tersenyum kaku saat MOST WANTED yang digilai hampir semua siswi di kelas
berdiri di dekatnya. Mengenakan seragam rapih dan lengkap. Kejadian yang sangat jarang untuk
seorang Orion yang badboy. Kalau siswi lain lihat pasti bisa histeris.

"Zahera, Orion. Kalian kenapa berdirinya jauh-jauhan? Mendekat." ujar kepala sekolah yang
berdiri di depan mereka bersama tukang photo.

Ini memang bukan yang pertama kali untuk Nala dan Orion photo bersama. Mereka sudah
menjadi ikon sekolah sejak kelas sepuluh. Hanya saja sekarang menjadi lebih canggung karena Orion
yang dulunya tidak terlalu terkenal sudah menjadi MOST WANTED.

Nala menggeser dirinya ke samping. Ia menoleh ke arah Orion. Kalau dilihat-lihat Orion
sangat berbeda dari yang dulu. Orion sewaktu kelas sepuluh masih terlihat agak baby face. Kalau
sekarang benar-benar keliatan lebih keren, lebih dewasa dan lebih tampan. Orion juga lebih tinggi
dari kelas sepuluh. Nala saja hanya sedagunya.

"Kenapa?" tanya Orion, menatap datar Nala.

Nala yang ketahuan sedang mengamati Orion langsung meluruskan pandangannya. "Nggak."
jawabnya. Ia sangat malu kepergok oleh Orion. Rasanya mau kabur.
"Ayo lebih dekat lagi." perintah kepala sekolah.

Orion mendekati Nala sampai bahunya menempel ke bahu Nala. Nala yang terkejut langsung
menoleh ke samping. Orion sangat dekat dengannya. Buru-buru ia menghadap depan sebelum
kepergok lagi oleh Orion.

"Rileks dan senyum." kata tukang photo.

Sesi photo bersama Orion pun berjalan lancar. Diambil beberapa photo dengan gaya
berbeda dan di tempat yang juga berbeda. Kebanyakan senyum membuat mulut Nala pegal. Beda
dengan Orion yang tidak harus senyum. Tidak disuruh juga oleh tukang photo ataupun kepala
sekolah. Mungkin karena Orion sudah sangat menawan tanpa senyuman.

"Kalian tuh dua visualnya sekolah. Cocok kalo sampai jadian." kata kepala sekolah diselingi
tawa.

Nala yang sedang memencet-mencet pipinya sampai terkejut. "Hah? Apa pak?" tanyanya
tidak konek.

"Kalian berdua cocok. Kenapa nggak jadian aja?" ledek kepala sekolah. Tukang photo ikutan
tertawa.

Nala cuma terkekeh garing. Bingung harus merespon bagaimana. Memang banyak yang
bilang kalau ia dan Orion dua visual yang sangat serasi. Banyak yang berusaha mencombalangi
mereka berdua. Nala sampai capek sendiri kalau dirinya selalu dikaitkan oleh Orion. Dibilang senang
tidak, dibilang keberatan juga tidak. Biasa saja. Nala tidak punya perasaan ke Orion.

"Saya sama cewek kayak gini?" Orion menunjuk Nala dengan wajah datar.

Nala merapatkan bibirnya mendengar bahasa yang digunakan Orion. Apa coba maksud
Orion bilang cewek kayak gini? Emang ia cewek yang seperti apa? Kok Nala jadi kesal, ya?

"Emang gua cewek kayak gimana?" tanya Nala sewot.

"Pak udah selesai, kan? Saya balik duluan." Orion tidak memperdulikan pertanyaan Nala.
Bahkan tidak menatap Nala. Setelah pamit langsung pergi begitu saja, tanpa salim.

"Nyeselin." gerutu Nala memperhatikan Orion berjalan menjauh.


🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Ikut!

"Gila sih lo berdua visual banget." Rena terus saja mengagumi photo Nala dan Orion ketika
menjadi ikon sekolah.

Nala cuma tersenyum mendengar celoteh Rena yang tak kunjung usai. Rena seperti ibu yang
sedang melihat anak dan menantunya. Kegirangan sendiri. Padahal hanya sebuah photo dan hanya
photo bersama Orion. Apa Orion sebegitu mengagumkannya? Sampai seolah sebuah keajaiban bila
bisa photo bersamanya?

"Padahal gua cuma photo sama Orion deh, bukan Lee min ho." ujar Nala.

"Orion itu Le min ho versi lokal."


Nala tidak menanggapi Rena lagi. Ia lebih memilih menoleh ke sekitarnya mencari Tama
yang tidak gabung bersamanya. Nala mau makan permen hot pop. Biasanya Tama menyimpan
banyak stok.

"Tama mana?" tanya Nala yang tidak menemukan Tama di sekitar lapangan.

Pengambilan nilai olahraga sudah selesai dari beberapa waktu yang lalu. Hanya saja karena
masih ada sisa waktu olahraga, pak Andri selaku guru olahraga membebaskan kegiatan murid-murid.
Jadi jangan heran kalau melihat murid di kelas Nala pada asik bermain di lapangan atau rebahan di
lantai koridor dekat lapangan.

"Noh di koridor." Rena yang duduk bersama Nala di pinggir lapangan menunjuk sosok Tama
di koridor. Tama sedang asik mengobrol bersama anak cowok lainnya.

Nala berdecak. "Yah jauh." ia merenggut sedih.

"Mau ngapain?"

"Minta permen."

"Heran deh. Nggak lo, nggak Tama. Suka banget makan permen hot pop." Rena menggeleng
miris dengan pandangan lurus ke depan.

"Enak sih." kata Nala sembari terkekeh.

"Oh ya Nal. Nanti malem lo mau ikut?"

"Kemana?"

"Ada teman seangkatan kita mau manggung gitu di cafe. Temannya si Orion. Nah
rencananya banyak yang mau join ke Zero cafe nanti malem. Enak juga kan bisa ketemu Orion dan
cogan lainnya?" Rena mengangkat alis dengan senyuman lebar.

"Males banget. Mending gua di rumah belajar."

"Udah sih nggak usah belajar. Belajar mulu lo. Tanpa belajar juga udah pintar, kan?"

"Justru gua pintar karena belajar." Nala mendorong Rena. "Ren main raket yuk." Nala berdiri
dari duduknya. Membersihkan belakang celananya yang kotor. Lalu mengambil raket dan kok yang
tergelatak di lapangan.
"Mager, capek. Main noh sama Rima." Rena menunjuk cewek berambut pendek yang
sedang bermain bulu tangkis seorang diri.

"Yaudah." Nala meninggalkan Rena. Menghampiri Rima yang asik dengan dunianya sendiri.
"Rim!" panggilnya.

Rima berhenti bermain bulu tangkis. Ia menatap Nala. "Kenapa Nal?"

"Main raket yuk." ajak Nala, tidak lupa memamerkan senyuman lebar agar Rima luluh.

"Oh iya ayo."

Nala sudah mengambil jarak beberapa meter di depan Rima. Ia memukul kok duluan ke arah
Rima. Diterima Rima dengan baik. Mereka berdua bermain bulu tangkis tanpa kok terjatuh sama
sekali. Keduanya tidak ada yang mau mengalah. Berusaha menjatuhkan kok ke arah lawan.

"Woy!" teriakan itu memekik nyaring dari pinggir lapangan ketika kok yang dipukul Nala
justru melewati Rima dan nyasar ke tempat yang salah.

Rima dan Nala menoleh ke sumber pekikan. Mereka berdua terkejut. Masih mending kalau
kok mengenai murid lain. Sedangkan ini kok mengenai gerombolan Orion yang sedang melintas di
pinggir lapangan.

"Yah, Nal, Orion tuh!" ujar Rima panik. Tidak mau cari masalah dengan Orion atau teman-
temannya.

"Duh, gimana dong?" Nala ikutan panik.

"Ambil aja. Terus minta maaf."

Mau tidak mau, meski enggan Nala tetap melangkah ke arah gerombolan cowok populer itu.
Ia bisa melihat jelas koknya sedang dipegang Orion. Apa tadi koknya mengenai Orion, ya? Nala tidak
melihatnya dengan jelas.

"Maaf gua nggak sengaja lempar koknya." kata Nala, berdiri di depan mereka.

Mereka, gerombolan cowok populer itu justru bengong. Bukannya menjawab perkataan
Nala, mereka justru menatap kagum sosok Nala yang rambut panjangnya sedang dikuncir kuda,
wajah yang berkeringat dan mengenakan kaos olahraga.
Zahera Syanala, biasa dipanggil Nala. Siswi paling cantik di sekolah. Wajar melihat reaksi
cowok-cowok itu bila berhadapan dengan Nala. Nala memang selalu berhasil membungkam cowok
di sekitarnya dengan pesona yang dimilikinya.

"Gila, cantik banget." kata Miko tanpa sadar.

"Bidadari nyasar, ya?" tanya Viro.

"Bidadari bisa main raket?" tanya Heri.

Nala tersenyum kaku. Bukannya merespon permintaan maafnya, mereka justru memuji dan
terus menatapnya seperti itu. "Maaf gua nggak sengaja soal koknya." ujar Nala mengulang
perkataannya sebelumnya.

"Iya gapapa."

Nala tertegun. Langsung menoleh ke sumber suara. Sejak tadi ia panik karena harus
berurusan dengan Orion dan teman-temannya. Sampai tidak sadar ada satu cowok diantara mereka.
Yang paling pendek dan manis. Cowok yang pernah tidak sengaja menabraknya, cowok yang akhir-
akhir ini menarik perhatiannya.

"S-sekali lagi maaf." sekarang bukan rasa takut yang ada di dalam diri Nala. Melainkan gugup
dan malu. Jantungnya berdebar kencang harus bertatap wajah dengan cowok itu.

"Lo sengaja?" semua kesan romantis di sekitar Nala langsung hancur begitu mendengar
suara dingin Orion yang menuduh.

"Gua nggak sengaja." kata Nala.

"Lain kali kalo nggak bisa main jangan main. Cuma bikin bahaya orang lain." ujar Orion
dingin.

Benar-benar deh. Orion memang pantas disebut berhati dingin. Sifatnya sudah seperti
bongkahan es. Bahkan berdiri di dekatnya membuat Nala kedinginan sampai rasanya mau
membeku.

"Gua main raket biar bisa!" ketus Nala.

"Udah, udah Ion. Gua rasa dia nggak sengaja." bela Heri. Dia paling tidak suka lihat cewek
cantik menderita.
Orion menatap dingin Heri. Lalu menatap Nala di depannya. Ia lempar kok ke sembarangan
arah. "Ambil tuh."

Nala mengepalkan kedua tangannya. Padahal ia sudah ke sini baik-baik. Tapi si bongkahan es
itu justru melemparkan koknya. Kan bisa ngasih dengan cara yang baik!

Nala tidak mau punya masalah dengan Orion. Ia berbalik untuk mengambil koknya.

"Ion lo nggak boleh gitu sama dia. Kasian." ujar Viro.

"Iya, lo bisa kasih baik-baik." Miko ikut bicara.

"Biarin." jawab dingin Orion.

Dan Nala bisa mendengar jelas perbincangan mereka karena dirinya belum jauh dari jarak
mereka. Menyebalkan sekali si Orion! Sikapnya keterlaluan!

"Nanti malem pada dateng, kan ke Zero cafe?" tanya Orion, mengalihkan topik. Malas bahas
soal cewek yang menurutnya asing.

"Iya dateng."

Nala yang berjongkok perlahan berdiri mendengar percakapan tersebut. Tadi Orion
bertanya, lalu yang jawab si cowok manis itu. Berarti nanti malam dia juga ada di Zero cafe? Cowok
itu datang?

Nala langsung berlari menjauh dari cowok-cowok itu. Ia terus berlari. Bahkan melewati Rima
yang sejak tadi menunggunya. Baru berhenti saat sudah ada di depan Rena.

"Lo ngapain lari-lari gitu? Diapain sama Orion?" tanya Rena. Sejak tadi ia memperhatikan
Nala yang menghampiri kelompoknya Orion.

"Ren...." napas Nala tersengal-sengal. "Gua...mau ikut!" katanya tidak jelas.

"Hah?"

"Gua mau ikut ke Zero cafe nanti malem!"


🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Cold Prince

Nala menatap dirinya di depan kaca. Memastikan kalau malam ini penampilannya sempurna.
Sebenarnya ia bukan cewek ribet yang terlalu mementingkan gaya. Bahkan Nala tidak pernah
memakai make up. Ia hanya memakai bedak bayi dan liptin. Namun malam ini berbeda.

Bukan berbeda yang akan terjadi suatu keajaiban dunia seperti hujan salju. Bukan berbeda
yang seperti itu. Bukan keadaannya yang berbeda. Melainkan suasananya. Malam ini sangat spesial
dan yang paling ditunggu-tunggu.

Nala menyentuh dadanya. Belum apa-apa jantungnya sudah berdebar seperti ini. Ada yang
aneh dengan dirinya belakangan ini. Semenjak cowok itu menabraknya, cowok manis si adik kelas.
Padahal Nala bukan cewek genit yang suka cari perhatian. Hanya cowok itu yang membuat
Nala ingin diperhatikan dan kalau bisa diingat.

"Gua nggak akan malu-maluin di depan dia, kan?" tanya Nala pada dirinya sendiri.

"Kenapa gua jadi deg-deggan ya? Ketemu aja belum." Nala mengepalkan kedua tangannya.

"Gua kenapa sih? Aneh banget." Nala menundukkan kepalanya.

Sebelumnya Nala tidak pernah tertarik soal cowok. Dia sering menolak cowok yang
menyatakan cinta kepadanya. Dia juga secara khusus meminta Rena dan Tama melindunginya agar
tidak ada cowok yang minta nomor hpnya.

Apa ia sombong jika begitu? Ia hanya tidak ingin nomornya tersebar. Ia tidak suka
menyimpan nomor orang yang nantinya hanya akan jadi penonton statusnya saja.

"Udah. Gua harus berangkat sekarang."

🍭🍭🍭🍭🍭🍭

Sekitar jam delapan malam Nala sudah sampai di depan cafe. Sengaja ia tidak masuk duluan
karena merasa malu. Memang banyak murid dari sekolahnya yang datang. Itu pun yang ceweknya
kebanyakan kaka kelas. Ada juga cewek seangkatannya. Namun Nala tidak akrab sama mereka.
Walaupun tadi sempat ditawarin masuk bareng, Nala menolaknya dengan alasan menunggu Rena.

Yang ditunggu belum juga datang. Katanya sih kena macet di tengah jalan. Rena harus pergi
ke rumah neneknya dulu makanya tidak bisa berangkat bareng Nala. Terpaksa Nala minta dianterin
supir pribadinya.

Khusus malam ini Rena melarang keras Nala untuk mengajak Tama ikut serta. Soalnya kalau
ada Tama, Rena jadi tidak leluasa mengangumi para cogan. Tama pasti nanti akan menganggu atau
rewel membandingkan dirinya dengan para cogan itu. Intinya Tama pengganggu.

Nala menoleh ke belakang. Zero cafe sudah ramai dan heboh. Dari luar sampai terdengar
suara obrolan dan tawa. Beberapa temannya Orion sudah ada yang datang.

Cowok itu belum datang. Cowok manis itu tidak terlihat dari balik jendela. Apa cowok itu
ketutupan? Soalnya cowok itu pendek. Karena kecil siapa tahu jadi tidak terlihat, kan? Nala tidak
sabar ingin melihat penampilannya di luar sekolah. Cowok itu kira-kira pakai baju apa ya?
Rambutnya diapain ya? Harumnya apakah akan sama saat di sekolah?

"Rena lama banget-aw-" Nala memekik terkejut saat dirinya yang hendak berbalik ke depan
justru ditabrak oleh seseorang yang jalan ke arahnya.

Orion!

Cowok yang menabraknya adalah Orion. Cowok itu malam ini....bisa dikatakan cukup
tampan. Memakai flanel dengan daleman kaos putih. Rambutnya tertata rapih disisir ke belakang.
Rahangnya tegas, hidungnya mancung dan sorot matanya tajam. Aroma tubuhnya sangat
menyengat. Aroma parfum maskulin. Dengan penampilan sesempurna itu, wajar Orion dijuluki
prince.

"Ngapain lo berdiri di depan sini? Ganggu jalan." ketus Orion.

Nala yang semula mengamati Orion. Dan sempat memuji cowok itu dalam hati langsung
membuang pujiannya. Sesempurna apapun Orion. Dia tetap cool prince yang menyebalkan.

"Kalo nabrak orang lain bisa minta maaf nggak? Kok malah jadi nyalahin yang ditabrak?"
Nala tidak mau kalah. Yang salah itu Orion, bukan dirinya.

"Kalo lo nggak berdiri sembarangan. Gua nggak bakal nabrak."

Haaa, benar-benar Orion sangat menyebalkan. Rasanya Nala ingin menendang kaki cowok
itu agar berhenti mengatakan sesuatu yang bikin emosi.

"Udah Ion, udah apa. Lo jangan ribut mulu sama Nala." Miko menarik tangan Orion mundur
ke belakang.

"Cewek secantik Nala tuh nggak pantes diributin, tapi direbutin aja." Viro mengedipkan
sebelah mata menggoda Nala.

"Cewek secantik Nala tuh hukumnya dilindungi, bukan dimarahin." kata Heri. "Maaf kan aa
Orion ya neng Nala." Heri tersenyum, menebar pesona.

Nala cuma tertawa kaku. Menggaruk pipinya yang tidak gatel. Ia tidak tahu harus bicara apa?

"Neng Nala nggak masuk? Mau bareng?" Viro jadi ikutan manggil neng.
"Gua nggak mau nambah orang." ketus Orion. Melirik tajam Nala sebentar. Lalu berjalan
melewati Nala.

Rasa ingin memaki Orion meningkat drastis. Kalau tidak ada temannya Orion. Nala pasti
sudah benar-benr menendang kaki si cool prince itu.

"Ion! Woy! Tunggu! Nala duluan!" Miko memanggil Orion tapi diabaikan. Ia pamit ke Nala
sebentar. Lalu mengejar Orion yang sudah masuk ke cafe.

"Nggak bareng Nal?" tanya Viro.

"Nggak. Gua nunggu Rena. Kalian duluan aja." Nala tersenyum manis.

"Kalo ada yang macem-macem sebut nama gua aja. Ntar gua abisin orang yang ganggu lo."
Heri masih saja tebar pesona.

"Udah Her. Sadar diri." Viro mengusap wajah Heri. Berjalan masuk ke dalam cafe
meninggalkan Heri.

"Bangke lo Ro!" pekik Heri. "Gua masuk duluan Nal." Heri langsung berjalan mengejar Viro.

Nala menghela napas. Rasanya lebih lega saat sendirian. Sial banget dirinya harus sering
terlibat dengan si cool prince yang menyebalkan seperti Orion.

Nala menundukkan kepala. "Nyebelin dasar." gumam Nala.

"Cepat makanya. Jangan lama hahaha." suara yang tidak asing itu terdengar sangat dekat.
Suara tawa yang sangat khas dan lucu. Seorang cowok berjalan ke arah Nala.

Nala tahu siapa pemilik suara itu atau siapa cowok itu. Ia buru-buru mengangkat kepalanya.
Belum terlambat. Karena cowok itu kini berjalan ke arahnya sambil menoleh ke belakang, sedang
mentertawakan temannya. Kemudian cowok itu menghadap ke depan. Dengan sangat jelas Nala
bisa melihat senyum cowok itu. Kemudian cowok itu melewati Nala. Meninggalkan aroma parfum
yang sangat menyegarkan dan enak dihirup.

"Tunggu anjir!" teman cowok itu berlari mengejarnya yang sudah masuk ke cafe.

Nala tidak bisa menahannya lagi. Akhirnya ia tersenyum malu. "Manis banget." ujarnya
senang.
"Siapa yang manis?" tanya Rena yang tiba-tiba saja berdiri di depannya.

"Astaga Ren! Ngagetin banget!" Nala mengusap dadanya. Jantungnya mau copot rasanya.

"Lagi bengong. Sambil bilang, manis banget. Siapa yang manis?" tanya Rena penasaran.

"Orang. Udah ah. Ayo masuk." Nala menarik tangan Rena masuk ke Zero cafe.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Siapa Dia?

Di tengah teriknya matahari. Murid-murid wajib berdiri di lapangan menyelenggarakan


upacara bendera di hari senin. Lamanya proses upacara ditambah panas matahari membuat banyak
murid mengeluh. Banyak dari mereka yang sudah seperti cacing kepanasan, tidak bisa diam.
Rena juga menjadi salah satu murid yang tidak bisa diam. Dari tadi mengeluh panas dan
capek. Rena dengan seenaknya menyender ke Tama yang baris di sampingnya atau menyender ke
Nala yang di belakangnya.

"Gila sih ini panasnya. Gua mau jus alpukat." rengeknya selagi bersandar di bahu Tama.

"Minum kuah bakso aja gimana? Biar seger?" ledek Tama.

"Lo mau gua jadiin sapi giling Tam?" ancam Rena dengan nada suara lelah.

Kalau Rena sudah kehabisan tenaganya, beda lagi dengan Nala yang sangat sehat dan
semangat. Biasanya ia juga sama seperti Rena, menjadikan Tama senderannya, bergantian dengan
Rena. Cuma kali ini entah kenapa Nala tidak merasa lelah.

Dari tempatnya baris terlihat barisan anak kelas 10. Diantara murid kelas 10 itu ada satu
cowok yang menjadi alasan Nala semangat upacara.

Cowok itu memakai topi hingga menutupi satu matanya. Kalau ia ingin melihat temannya
sampai mendongak ke atas biar jelas lihatnya. Di bibirnya menggantung permen hot pop. Sepertinya
cowok itu candunya pada permen hot pop lebih parah dari Nala dan Tama.

Dan yang paling membuat Nala gemes sampai jantungnya berdebar adalah saat cowok itu
tersenyum lebar dengan gagang permen menggantung di bibirnya. Lalu ketika ada guru yang lewat
menghampiri. Cowok itu langsung diam, baris yang rapih. Permennya ia cabut dari mulut dan
mengumpetkannya di belakang.

Nala menunduk dengan bibir melukis senyum. "Gua kenapa sih? Nggak bisa berhenti mikirin
dia. Namanya siapa ya? Gua mau tau namanya." gumam Nala.

🍭🍭🍭🍭🍭🍭

Nala mengunyah somay sembari memperhatikan Tama yang sedang makan chiki. Ia melihat
Tama bukan karena jatuh cinta. Melainkan karena ia bimbang harus bertanya ke Tama soal cowok
itu atau tidak? Karena mungkin saja Tama mengenal cowok itu. Soalnya pas di Zero cafe Nala melihat
mereka berdua ngobrol.

"Tam!" panggil Nala.


"Apaan? Mau permen hot pop?"

"Bukan." tuh kan Nala jadi gugup sendiri. Lidahnya begitu kelu untuk sekedar jujur. Apa ia
tidak usah bertanya saja? Tapi ia juga penasaran.

"Kenapa?" tanya Tama penasaran.

"Gua mau nanya sama lo tentang seseorang." Nala menelan ludah. Membahas soal cowok
itu membuatnya tegang dan salah tingkah.

"Tentang Orion?" timpal Rena sok tahu.

"Bukan. Temannya.....mungkin?" kata Nala kurang yakin.

"Oh kenapa? Yang mana?"

Nala membasahi bibirnya yang kering. Menarik napas dalam-dalam. Kemudian bertanya.
"Anak cowok kelas 10. Orangnya pendek, manis, imut gitu. Suka makan permen hot pop." kata Nala
gugup.

"Iya?" Tama mengernyitkan kening, penasaran sama pertanyaan Nala.

"Dia siapa? Namanya siapa?"

"Oh namanya." Tama mengangguk mengerti. "Zyakiel. Dipanggilnya Kiel. Anak kelas 10IPA-2.
Dia sepupunya Orion."

Nala mengangguk mengerti. Hatinya sangat lega setelah tahu nama cowok itu. "Kiel."
gumamnya senang.

"Yang mana sih?" tanya Rena penasaran dan masih tidak mengerti.

"Sepupunya Orion. Yang paling pendek. Yang itu tuh." Tama menunjuk ke arah gerombolan
Orion. Menunjuk cowok pendek yang sedang duduk di samping Orion.

"Oh itu. Iya, iya gua sering lihat tapi nggak tau nama." Rena mengangguk mengerti.

"Kenapa nanyain Kiel?" tanya Tama menahan senyum.

"Itu....hm....dia....itu...." Nala menundukkan kepala. Ia gugup, bingung dan salah tingkah.


Jantungnya berdebar kencang.
"Itu kenapa? Dia kenapa?" pancing Tama. Puas melihat wajah Nala memerah.

"Lucu." kata Nala pelan.

"Hah? Apa?" Rena tidak mendengar perkataan Nala.

"Dia lucu. Manis gitu." Nala langsung menutup wajahnya. Malu sendiri. "Udah ah jangan
dibahas."

Rena mengernyitkan kening. "Lo suka sama dia?" tanya Rena frontal.

Tama tertawa geli melihat tingkah lucu Nala. Dia punya ide untuk menjahili Nala. "Kiel! Kiel!"
Tama berteriak memanggil Kiel.

"Tam iih apaan sih lo?!" Nala langsung kelabakan. Memukul Tama agar diam tidak
memanggil cowok itu.

Tapi yang namanya Tama suka banget usil. Jadi dia mengabaikan permintaan Nala. "Kiel! Sini
dah sebentar!" teriak Tama lagi.

Kiel menoleh. Bahkan sudah berdiri menatap ke arah Tama. Bukan cuma Kiel yang menoleh.
Melainkan juga teman-teman Orion yang lain juga menoleh. Orion ikutan menoleh dengan wajah
datarnya.

"Tam malu-maluin banget sih lo!" Nala menoleh ke samping, lalu menutupi wajah
sampingnya dengan telapak tangan agar tidak dilihat.

"Kenapa Tam?"

Deg.

Jantung Nala rasanya mau copot mendengar suara Kiel di dekatnya. Harusnya Kiel tidak
perlu menuruti Tama. Harusnya jangan ke sini. Jangan buat Nala bingung. Mau melihatnya tapi malu,
tidak berani.

Tama melirik Nala yang masih menghadap samping, menutup wajahnya dengan tangan. "Lo
nanti nongkrong nggak?" tanya Tama basa-basi.

"Nggak kayaknya sih." jawab Kiel.

"Kiel lo ada permen hot pop? Teman gua minta nih." Tama menyentuh pundak Nala.
Sumpah Nala rasanya mau menendang kaki Tama. Tama memang ember dan sangat
menyebalkan. Lihat saja Nala pasti akan balas dendam.

"Ada." Kiel merogoh kantong celananya. "Ini kak." ia mengulurkan tangannya lurus ke depan
wajah Nala yang menyamping.

Refleks Nala menurunkan tangannya. Ia menghadap depan. Menatap tangan Kiel yang
memegang permen hot pop. Kemudian beranjak menatap wajah Kiel yang sedang diam menunggu
responnya. Biasanya Nala hanya memandangi Kiel dari jauh. Diam-diam ikut tersenyum melihat
tingkah menggemaskan Kiel. Sekarang Kiel ada di depannya. Membuat Nala melupakan sekitarnya
dan hanya ada Kiel di pandangannya. Ah, Nala baru sadar ternyata Kiel memiliki tahi lalat kecil di
bawah pinggir dagunya.

Nala mengambil permen hot pop dari tangan Kiel. "Makasih." katanya malu-malu.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Primadona
Zero cafe sangat ramai oleh anak-anak dari Brawijaya yang memang janjian untuk datang
menonton perform salah satu teman angkatan mereka. Bisa dibilang Zero cafe seolah sedang di
booking oleh mereka. Pengunjung yang lain cuma bisa tersenyum sambil terus memperhatikan
mereka yang rata-rata memiliki wajah tampan.

"Gila, adem banget ya lihat primadona Brawijaya senyum." Heri berdecak kagum
memandang Nala yang sedang duduk bersama Rena.

Berkat perkataan Heri, anak cowok lainnya ikut menoleh ke arah Nala. Reaksi mereka
hampir sama seperti Heri. Langsung terpesona oleh kecantikan Nala. Kecuali Orion yang hanya
melirik sekilas, sama sekali tidak perduli. Kiel juga melihatnya biasa saja. Kalau dibilang cantik, Kiel
mengakui Nala cantik. Namun hanya sekedar pengakuan saja.

"Nala anak IPA-2 kan? Sekelas sama Tama?" tanya Viro.

"Iya temannya si Tama bego!" Heri memukul gemas kepala Viro.

"Dia jarang keluar kelas jadi banyak yang nggak tau soal dia. Padahal cantik banget." Miko
menggeleng kagum melihat sosok Nala.

"Anaknya kalem, susah dideketin."

"Ya makanya lo sadar diri Heri binti Jamal! Lo dan dia imposible!" Miko mengusap kasar
wajah Heri.

"Bangsat! Tangan lo amis bego!" umpat Heri, mengelap wajahnya. Miko cuma tertawa.

"Tadi di depan cafe dia nabrak Orion. Lucu banget mukanya." Viro tertawa gemes
membayangkan ekspresi Nala saat menabrak Orion.

"Gua kalo jadi lo Ion. Pura-pura kesakitan biar dia ngerasa bersalah." Heri menepuk bahu
Orion.

"Lo mah murahan. Sama siapa aja ayo. Beda sama Orion." saut Bagas.

"Dibayar pakai ketoprak juga mau dijadiin kacung." Kiel menunjuk Heri sambil tertawa.

"Kenapa jadi bahas dia?" tanya Orion sensi.


"Yelah Ion lo mah gitu. Namanya cowok ya bahas cewek lah. Masa bahas cabe, tomat,
kemiri." saut Heri. Mengundang gelak tawa.

"Ah gua minta Tama ngenalin gua ke Nala nanti." Miko tersenyum senang dengan idenya.

"Sadar diri Mik." Viro menunjukkan ponselnya dimana terpajang photo Nala dan Orion saat
menjadi ikon Brawijaya. "Masih kalah jauh."

Miko meraih ponsel Viro. "Ion kalo Nala jadian sama lo iklhas gua Ion. Cocok banget lo
berdua."

Heri menyodongkan kepalanya ke layar ponsel. "Anjir berasa lihat emak bapak gua waktu
muda."

"Eh monyong." Viro menepuk bahu Heri. "Kalo ini emak bapaknya. Ngapa anaknya jadi
kecebong gini?"

"Gua sebenarnya cakep bego sewaktu masih di kandungan." balas Heri.

"Terus kenapa sekarang begitu?" tanya Bagas menahan tawa.

"Pas proses keluar dari perut. Muka gua ketabrak tulang selangkangan jadi agak penyok."

Gelak tawa langsung pecah.

"Kiel, Kiel. Ini gua mainin kek. Biar rangking gua naik. Dari kemaren nggak naik bangsat." Viro
menyerahkan ponselnya ke Kiel.

Kiel mengambil ponsel Viro. Langsung memainkan game membantu Viro agar naik level.
"Kasih gua apaan sampai naik level?" tanyanya.

"Gua kasih nomor hp cewek cantik."

"Buat?" tanya Kiel tidak mengerti.

"Buat lo deketin terus jadian."

Miko langsung memukul kepala Viro. "Anak gua masih polos. Jangan lo ajarin jadi fakboi."
"Biarin emang kena-" Viro tidak melanjutkan kalimatnya karena Orion sudah memberinya
tatapan tajam. "Maaf bang. Maaf." Viro mengatupkan kedua tangan, menundukkan kepala meminta
maaf.

"Makanya jangan ngadi-ngadi. Abangnya galak." saut Bagas terkekeh.

"Kiel." panggil Heri.

"Apa?" Kiel masih terus fokus ke layar ponsel.

"Menurut lo Nala gimana?" tanya Heri.

Kiel menghentikan permainan gamenya. Ia menoleh ke arah Nala. Memperhatikan Nala yang
malam ini mengenakan kaos hitam dan rok Levis. Rambut panjang gadis itu dikuncir setengah. Gadis
itu sedang mengobrol dengan Rena.

"Cantik." jawab Kiel.

Kenyataannya Nala memang cantik. Seorang primadona sekolah yang berhasil memikat
banyak hati. Namun saat Kiel bilang cantik. Itu murni karena Nala cantik dan Kiel berpendapat secara
logis tanpa melibatkan perasaan.

"Cantik menurut lo beda sama cantik menurut dia. Kalo lo bilang cantik itu pasti ada rasa
mau pacarin. Tapi dia bilang cantik sama kayak ditanya gimana rasa mangga." ujar Viro ke Heri
sambil menunjuk Kiel.

"Udah makanya gua bilang jangan ngajarin anak kecil cinta-cintaan." Miko berdecak sambil
menggelengkan kepala.

"Kalo mbak Yuli cantik nggak Iel?" tanya Heri. Mbak Yuli adalah penjaga kantin sekolah
berusia tiga puluh tahunan.

"Cantik." jawab Kiel polos.

"Noh." Bagas menunjuk Kiel. "Jawabannya udah ketara banget."

"Bukannya semua cewek itu cantik, ya? Emang ada spesifikasi cantik itu harus kayak
gimana?" Kiel menatap bergantian orang yang mengelilinginya.
Semua orang yang melihat Kiel terbungkam. Kemudian mata mereka berbinar-binar melihat
sosok Kiel yang seperti adik berumur lima tahun. Imut banget!

Miko langsung memeluk Kiel. "Iel imut banget sih anak papah." ujar Miko gemes. Yang
dipeluk cuma cekikan geli, mau melepaskan diri tapi sulit.

"Iel adik ku tercinta." Viro ikutin memeluk gemes Kiel.

"Iel anak mama." Heri mengacak-acak rambut Kiel.

"Lepas! Lepas! Ini lagi rame! Malu-maluin banget sih!" Kiel berusaha memberontak, tapi sulit
karena tubuhnya dipeluk tiga orang.

"Ndak mau lepas iih." ujar Heri manja, memeluk kepala Kiel.

"Ion tolong Ion." ujar Kiel minta bantuan ke Orion yang sedari tadi cuma mengamati sambil
tersenyum kecil.

"Lepasin." satu kata perintah dari Orion membuat ketiga cowok itu menjauhkan diri dari Kiel
sambil mendumel tidak terima.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Prediksi

Orion memang seperti seorang ketua geng. Namun ia tidak memiliki geng. Ia main bersama
teman-temannya dan suka nongkrong tanpa memiliki nama untuk perkumpulan mereka. Orion dan
teman-temannya lebih sering disebut para cogan oleh kebanyakan siswi di sekolah.

Orion itu cuek, jarang bicara, jarang berekspresi, tegas dan tidak perduli dengan orang yang
tidak dekat dengannya. Sikapnya yang dingin dan misterius membuat dirinya ditakuti oleh teman-
temannya serta semua murid di sekolah. Ia memiliki aura yang membuat orang lain bertekuk lutut
menghormatinya. Orion memang cuek, tapi kalau ada temanya yang diusik. Orion jadi yang paling
depan memberi pelajaran.

Beda lagi dengan Kiel. Kebalikan dari Orion. Kiel itu yang paling muda diantara teman-
temannya Orion. Kiel memiliki wajah yang kalem. Sifatnya ceria, mudah tertawa dan Kiel itu sangat
sangat polos. Di kepalanya hanya ada pelajaran, permen hot pop dan game. Kiel memiliki tingkah
yang kekanak-kanakan. Membuat orang di sekitarnya merasa nyaman. Kadang melihat Kiel ngomong
sambil tertawa saja membuat orang yang melihatnya gregetan sampai mau memeluknya. Dan
mereka selalu memperlakukan Kiel seperti adik kecil.

Sekarang mereka, cowok yang dijuluki para cogan. Terdiri dari Orion, Kiel, Viro, Miko, Heri
dan Bagas. Mereka berenam sedang duduk di salah satu bangku kantin menikmati waktu siang
mereka.

Orion duduk tenang di samping Miko. Di depan mereka yang terhalang meja duduk Heri dan
Viro. Kiel duduk di atas meja bersama Bagas. Dua cowok itu, si Kiel dan Bagas adalah satu-satunya
murid kelas 10. Sedangkan yang lainnya kelas 11.

Kiel sedang asik bermain game sampai tertawa sendiri saking kesalnya. Bagas yang duduk di
samping Kiel ikut histeris melihat layar ponsel Kiel. Miko tiduran di paha Kiel. Miko sangat suka
dekat-dekat dengan Kiel. Bagi Miko, Kiel itu wanginya enak dan bikin nyaman. Bisa dibilang Miko itu
bucinnya Kiel, hobinya nempel ke Kiel.
Eh, tapi bukan berarti Miko homo. Tidak, perasaan Miko ke Kiel bukan seperti itu. Bukan
perasaan cinta. Perasaan Miko ke Kiel itu seperti melihat anak balita lagi ngoceh atau melihat kucing
kecil lagi bergerak aktif. Perasaan gemes yang mau selalu nempel.

"Lah ini cewek yang lagi viral itu, kan? Yang syuting mandiri video itu." Heri menunjukan
layar ponselnya ke Viro.

"Iya bangsat." Viro tertawa geli.

"Siapa?" Miko yang tiduran di paha Kiel langsung mengangkat kepalanya.

"Yang videonya lo tonton kemaren bareng Bagas bego!" ujar Viro kesal.

"Oh cewek yang itu." Bagas tertawa namanya disangkut-pautkan. "Dipaksa nonton gua sama
Miko."

"Tapi lo mau juga Bagasat! Jangan sok gua yang ngajarin. Lo emang udah sesat!" Miko emosi
sampai ngomong pakai kuah.

"Yah Iel tangan lo diludahin si Miko." Bagas menunjuk tangan Kiel. Memanas-manasi.

"Nggak bohong si Bagasat Iel. Iel percaya sama kaka, kan?" Miko mengelap tangan Kiel.
Sedangkan Kiel masih sibuk bermain game.

"Percaya." jawab Kiel polos tanpa menoleh.

"Ucu, ucu iihh gemes amat adek kaka." Miko memeluk pinggang Kiel. Mengusel-ngusel
mencium seragam Kiel.

Karena lagi serius main game, jadi Kiel tidak perduli Miko nempel-nempel dengannya. Coba
kalau Kiel lagi sadar, sudah ia dorong Miko agar menjauh.

"Masa ya dari tadi ya. Si Nala ngeliat ke arah sini terus." kata Viro tiba-tiba. Ia menatap Nala
yang duduk di sebelah sana bersama Rena. Posisi Nala ada di belakang Orion dan Miko.

"Iya gua juga ngerasa." timpal Heri yang sedang mengamati Nala.

Bagas menoleh ke samping, ke arah Nala. Kemudian menatap Heri dan Viro. "Kepedean lo!"
ketusnya.

"Serius dah dari tadi ngeliatin ke sini terus." Viro ngotot, merasa dugaannya benar.
"Sekalipun benar lihat ke sini. Palingan si Nala merhatiin Orion. Kan yang paling berkilau
diantara sampah kayak lo semua, kecuali gua, cuma Orion." ujar Miko mengipas-ngipas wajah Orion.

"Brengsek!" Viro menendang kaki Miko yang ada di bawah meja.

"Iya Ion gua rasa ya. Prediksi gua Nala suka sama lo." Heri membulatkan matanya, berbicara
serius.

"Kalian berdua tuh akhir-akhir ini sering terlibat insiden kecil. Berasa kayak sinetron lo
berdua." timpal Viro cengengesan.

"Lo cocok Ion sama Nala. Nggak ada niat mau deketin?" tanya Bagas antusias.

"Berisik." hanya satu kata itu respon dari Orion. Ia langsung memainkan ponselnya, tidak
mau mendengarkan perkataan teman-temannya.

"Prediksi gua Nala suka sama lo Ion. Fiks banget." Heri menjetikan jarinya, percaya diri.

"Ion ayolah. Gua sama Kiel mau mama baru." Miko menggoyang-goyangkan bahu Orion.
Memasang wajah memelas. Dibuat biar menggemaskan, tapi justru bikin mual.

"Heh, lo pikir lo anaknya Orion?" tanya Viro sewot.

"Iya." saut Miko lenjeh. "Gua sama Kiel anaknya papah Orion." Miko memeluk gemes Kiel.

"Najis! Sadar diri lo!" Heri jadi emosi sendiri melihat tingkah sok imut Miko.

"Kiel! Kiel!!" suara Tama berteriak kencang memanggil Kiel.

Teriakan Tama membuat Kiel dan yang lainnya menoleh ke arahnya. Tama terlihat
cengengesan. Sedangkan Nala menutupi wajahnya ke samping, entah menutupi dari apa.

"Sini dah Kiel sebentar!" teriak Tama lagi.

Kiel turun dari atas meja. "Pegangin." ia berikan ponselnya ke Bagas.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Cinta Pertama

Nala malu, benar-benar malu. Rasanya mau mencari tanah dan mengubur dirinya. Ini semua
gara-gara Tama yang frontal. Dengan kurang ajarnya Tama memanggil Kiel sewaktu di kantin tadi.
Kemudian meminta permen atas nama dirinya. Nala malu banget setiap ingat wajah Kiel yang
memberinya permen.

Rena memukul tangan Tama beberapa kali. "Lo sih Tam! Frontal banget!" ketus Rena
menyalahkan Tama karena membuat Nala jadi murung.

Tama mengelus tangannya. "Gua teman yang baik makanya nolongin Nala. Untung juga kan
Nala dikasih permen. Anggap aja kenang-kenagan dari Kiel."

Nala yang geram mengangkat kepalanya dari meja. "Tapi nggak gitu juga! Gua malu tau!"
pekik Nala. Menatap tajam Tama. Rambut yang terkuncir satu sudah berantakan bekas ia acak-acak
sebelumnya saking malunya.

"Terus lo cuma mau ngeliatin dia dari jauh aja gitu? Nggak mau dekat sama dia?" pancing
Tama.

Nala langsung menunduk. "M-mau." jawabnya pelan.

"Nal lo serius suka sama Kiel?" tanya Rena masih tidak menyangka.

Nala menatap Rena. Dengan wajah yang sudah merah seperti tomat Nala mengangguk ragu-
ragu.

"Gua aja ya Nal. Nggak tau soal Kiel kalo lo nggak dari lo. Semua pusat perhatian gua tertuju
ke Orion. Karismanya Orion tuh kuat banget. Padahal ada Orion yang sempurna. Dan lo justru suka
sama Kiel?"

"Emang kenapa?" tanya Nala.


"Masih kalah jauh sama Orion!"

"Namanya perasaan nggak bisa direncanaiin tau!"

"Tetap ja gua masih nggak nyangka gitu."

"Kiel lucu.....imut gitu....bikin gemes...." ujar Nala pelan dan terputus-putus. Berbicara jujur
tentang perasaannya sama saja seperti terjun dari jurang. Bikin jantungan.

"Kayak anak kecil gitu." Rena menatap sinis Nala.

"Gua tetap suka."

"Mau gua kasih tau soal Kiel?"

"Mau!" Nala menjawab langsung dan cepat pertanyaan Tama.

Tama tertawa melihat respon Nala. Apalagi sekarang Nala menatapnya dengan bola mata
berseri-seri. Layaknya anak kecil yang tidak sabar menunggu dikasih permen. Beda sama Rena yang
memijit keningnya. Masih tidak percaya kalau Nala selera cowoknya yang kekanak-kanakan.

"Kiel tuh....." Tama diam sebentar, berpikir. "Nggak pernah pacaran, nggak ngerti cinta-
cintaan atau soal cewek. Lebih suka game, permen hot pop dan makanan atau minuman manis."
kata Tama bingung, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Nggak cocok banget Nal sama lo. Bertolak belakang." saut Rena yang sudah mau bicara dari
tadi.

"Polos, jadi bocah banget orangnya." lanjut Tama. "Beda banget sama lo Nal." Tama
memperhatikan Nala. Berusaha menerka sifat Nala.

Iya memang Nala sangat beda dengan Kiel. Nala itu kalem, dewasa, selalu menyembunyikan
perasaannya dan tidak mudah bergaul dengan orang lain. Jadi jika disandingkan dengan Kiel yang
kekanak-kanakan dan ceria, mungkin mereka justru terlihat seperti adik kaka. Namun sekali lagi Nala
tegaskan. Ia tidak bisa untuk tidak jatuh hati ke Kiel.

"Dia benar-benar nggak ngerti soal cinta-cintaan. Jadi Nal kalo lo suka sama dia. Kasih kode
yang keras, yang frontal. Karena takutnya dia nggak peka." saran Tama.
"T-tapi gua kan juga belum pernah pacaran dan belum pernah deketin cowok.
Jadi....itu....ngasih kodenya gimana ya?" tanya Nala malu-malu. Ini pertama kalinya ia minta
pendapat soal cowok.

Satu persamaan antara Nala dan Kiel. Keduanya sama-sama buta soal percintaan. Belum
pernah pacaran sejak lahir. Bisa dibilang keduanya sejenis manusia polos dan lucu. Bisa kalian
membayangkannya? Dua orang yang polos berusaha menyatu? Apa menurut kalian tidak aneh dan
mengganjal? Bukannya harusnya yang polos sama yang agresif agar seimbang?

"Udah deh Nal dengerin gua. Mending lo sama Orion aja. Jadi seimbang. Polos sama polos
nggak akan ketemu, nggak nyatu." Rena bukannya tidak suka dengan Kiel. Ia hanya berpendapat
jujur sesuai isi hati dan pikirannya.

"Itu lo nggak mau permen hot popnya?" Tama melirik permen hot pop di atas meja Nala.
"Kalo nggak mau buat gua aja."

"Nggak! Ini punya gua dari Kiel!" Nala langsung mengambil permennya. Ia genggam agar
tidak dicuri Tama. Kemudian Nala menatap Rena. "Dan gua mau Kiel! Bukan Orion! Jadi gua yang
akan berubah jadi frontal! Gua yang akan deketin dia duluan!" ujar Nala tegas dan yakin. Sorot
matanya menatap serius Tama dan Rena bergantian.

Awalnya Rena terkejut melihat tekad Nala. Sampai cuma diam dengan mata membesar.
Namun kemudian ia menghela napas. "Akhirnya teman gua yang kalem ini jatuh cinta untuk pertama
kalinya." ujar Rena seperti ibu yang melihat anak bayinya bisa berjalan.

"Bantuin gua buat dapetin Kiel." kata Nala.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Ayo Frontal!

Nala merebahkan tubuhnya di atas kasur. Kemudian ia tersenyum saat mengingat setiap
kejadian yang melibatkan Kiel. Saat Kiel menabraknya. Dimana Nala untuk pertama kalinya mulai
penasaran berujung sering memperhatikan Kiel diam-diam. Nala juga ingat saat tak sengaja
melempar kok ke arah gerombolan Orion, ada Kiel juga di sana. Kejadian di Zero cafe juga tidak bisa
Nala lupakan. Aroma parfume Kiel sangat enak dihirup, menenangkan dan segar. Senyumnya benar-
benar manis. Ah, yang paling berkesan dan tidak akan Nala lupakan adalah saat Kiel memberinya
permen hot pop.

"Arrghhh! Imut banget sih! Bikin gemes!" Nala memeluk guling dan menggoyang-goyagkan
tubuhnya.

Ia tidur menyamping. Melihat kotak kecil. Di dalam kotak itu ada permen yang dikasih Kiel.
Tidak Nala makan. Akan Nala simpan sampai kapanpun sebagai kenangan terindah.

"Kiel kayaknya pas diciptain kebanyakan pake gulanya deh. Bisa manis banget."

Kring!

Bunyi notif chat masuk mengalihkan perhatian Nala. Ia raih ponsel. Memeriksa chat yang
masuk. Ternyata chat dari Tama.

Tama: @KielDirandra tuh nama ignya kiel

Senyum Nala merkah membaca chat Tama. Emang deh Tama paling mengerti dirinya.

Nala: makasih tamtam


Tama: tapi percuma lo stalk. Gk ada poto kiel. Kalo mau liat poto kiel liat aja di ig miko atau
heri

Nala tidak mengerti maksud chat terakhir Tama. Ia mencari jawabannya dengan mengetik
username Kiel di IG. Nala langsung duduk saat ia menemukan IG Kiel. Benar kata Tama. Di IG Kiel
hanya ada video film pemandangan atau potret hasil jepretan. Sepertinya Kiel menyukai dunia film
dan photography. Sama sekali tidak ada photo dirinya sendiri. Followersnya banyak. Mencapai
ribuan.

Nala membuka komentar di salah photo yang diupload Kiel. Ia menscroll ke bawah
komenan. Lalu menemukan salah satu komen yang menarik perhatian.

@Mikomiko uwaahhh anak ku bagus banget videonya. Anak ku tercinta❤️❤️

Tadi Tama bilang kalau ingin melihat photo Kiel di akun IG Miko. Miko itu maksudnya Miko
yang komen seperti ini? Karena penasaran Nala langsung memencet akun username Miko.

"Beneran ada poto Kiel." ujar Nala tidak menyangka.

Di IG Miko. Banyak sekali photo Kiel. Mungkin hampir semua yang diupload adalah photo
Kiel. Kebanyakan photo yang diambil secara candid. Ada photo saat Kiel tidur. Langsung Nala
screenshot. Ada photo Kiel yang lagi makan, pipinya sampai penuh. Lucu. Langsung Nala
screenshoot.

Nala keluar dari IG sebentar untuk ke room chat Tama.

Nala: tam miko siapanya kiel? Kok banyak poto kiel di ignya?

Tak lama kemudian ada balasan dari Tama.

Tama: sama kayak lo. Bucinnya kiel

🍭🍭🍭🍭🍭🍭

"Udah sono." Rena mendorong tubuh Nala agar terus jalan ke depan.

Nala menghadap belakang, menatap tajam Rena. "Ren nggak usah dorong-dorong kali!"
"Katanya suka Kiel, kan? Yaudah harus frontal. Sono pura-pura nggak ada duit, terus minjem
duit dia buat beli es krim."

"Frontal sih frontal Ren. Tapi masa sampai minjem duit? Malu-maluin banget!"

"Biar ada alasan buat balikin duitnya dia. Terus ntar lo minta kenalan deh." Tama ikutan
setuju sama rencana Rena.

"Tapi malu iih." ujar Nala frustasi.

"Kalo malu mending nggak usah deketin cowok kayak Kiel yang nggak bakal peka kalo cuma
dikasih kode biasa. Ayo frontal kalo suka sama bocah, biar peka." Rena terus mendesak Nala.

Nala berdecak. Bibirnya mengerucut. "Iya, iya." katanya mengalah.

"Gua sama Tama nunggu di tukang soto ya. Laper mau makan."

"Iya."

Sebenarnya Nala mau mendekati Kiel. Cuma kalau dipojokin begini jatuhnya Nala terpaksa
menghampiri Kiel yang sedang berdiri di depan cafe es krim. Kiel sedang berdiri menghadap cafe.
Tubuh Kiel agak membungkuk, sibuk menatap ponsel, pasti main game.

Nala berusaha keras mengatur gemuruh detak jantungnya. Berusaha mengatur napasnya
yang terputus-putus. Memaksa kaki yang bergemetar terus melangkah. Sekarang Kiel benar-benar
ada di depannya. Ah, sekarang Nala semakin yakin kalau Kiel lebih pendek darinya.

Nala mencolek pundak Kiel beberapa kali. "Permisi.....permisi..." ujar Nala lembut.

Kiel menoleh. "Iya?" tanyanya.

Deg

Bahkan cara Kiel menoleh saja terlihat imut di mata Nala. Pokoknya apapun yang Kiel
lakukan sangat menggemaskan. Kiel seperti anak kucing di mata Nala. Mau Nala bawa pulang dan
umpetin biar tidak ada yang melihat Kiel selain dirinya.

"Itu..." Nala berbatuk pelan, berusaha menelan ludah. "G-gua mau beli es krim." Nala
menunjuk cafe es krim. "T-tapi nggak bawa uang. Seragam kita sama, berarti lo satu sekolah sama
gua. Jadi maksud gua...gua mau minjem duit sama lo buat beli es krim." Nala langsung menunduk.
Tiba-tiba saja ia menyesal menuruti saran Rena dan Tama. Katanya sih, ayo frontal! Iya,
frontal sih frontal. Tapi masa sampai minjem duit? Itu bukannya frontal, melainkan malu-maluin!

"Gimana lo mau-" Nala tidak meneruskan kalimatnya. Ia cuma membuka bibirnya dengan
mata melotot menatap cowok di samping Kiel yang baru saja menoleh ke arahnya.

Orion!

Nala bersumpah sama sekali tidak sadar kalau ada Orion. Ia pikir Kiel berdiri sendiri dan
orang yang berdiri di sampingnya adalah orang lain. Habis mereka terlihat tidak akrab dan berdiri
dengan ada jarak. Orion berdiri agak depan dari Kiel.

Sekarang apa yang harus Nala lakukan? Orion pasti mendengar perkataannya tadi.

"Lo itu-"

Sebelum Orion melengkapi kalimatnya, Nala sudah putar badan dan berlari sekencang
mungkin dari Kiel dan Orion.

"Aarrghh!! Malu banget! Sumpah malu banget!" Nala terus berlari. Menoleh kiri-kanan
mencari Rena dan Tama yang katanya mau menunggu di tukang soto. Mana lagi tukang sotonya?

Bagaimana cara Nala menghadapi Orion di sekolah? Kalau Orion nyebar gosip dirinya
minjem duit gimana? Mau ditaruh dimana muka Nala? Nala rasanya mau pindah sekolah kalau
membayangkan wajah Orion yang akan mengejeknya. Terus bagaimana tentang Kiel? Apa yang Kiel
pikirkan tentang dirinya, si cewek asing yang minjem duit?

"Duh, dimana lagi Rena sama Tam-" sebuah tangan menarik lengan Nala hingga berhenti
berlari dan tubuhnya mundur ke belakang.

"Tunggu dulu." kata orang di belakang Nala.

Sedetik itu juga Nala langsung memutar tubuh ke belakang. Ia dikejutkan dengan kehadiran
Kiel yang memegang lengannya. Napas cowok itu tak beraturan. Apa Kiel mengejarnya? Kenapa?

"K-kenapa ya?" tanya Nala gugup.

"Kenapa lari? Saya belum kasih, kan?"

"Hah? Apaan?"
Kiel melepaskan lengan Nala. Merogoh kantong bajunya dan memberikan uang ke Nala. "Ini
saya kasih pinjem."

Nala yang sudah tidak bisa membendung rasa malu langsung berubah jadi debu dan kebawa
angin.

Selamat tinggal urat malu.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Bucinnya Kiel

Nala menaruh uang seratus ribu di atas meja. Sekalian menggebrak meja. Membuat Tama
dan Rena yang sedang mengobrol sontak terkejut, langsung menoleh. Nala tanpa memperdulikan
tatapan mereka duduk di bangkunya.

"Nal lo marah soal kemaren?" tanya Rena menebak.

"Tuh duitnya Kiel yang kemaren dia kasih gua." Nala menunjuk uang di meja dengan
dagunya.

"Seenggaknya lo berhasil satu langkah mendekat ke Kiel Nal." kata Tama.

"Gara-gara duit itu gua kehilangan urat malu gua." Nala mengusap wajahnya, mau nangis
saking malunya. "Mana ada Orion. Kalo Orion sadar soal gua gimana?"

"Ya emang kenapa?" tanya Tama.

"Kalo Orion ngomongin jelek tentang gua ke Kiel gimana? Hilang harga diri gua di depan
Kiel."

"Perasaan Orion nggak julid deh." bela Rena.

"Tau ah." Nala melipat kedua tangannya dan menjdikannya bantal. "Gua malu banget."
rengeknya.
"Udah ngejarnya?" tanya Rena.

"Masih mau.....tapi ajaran kalian sesat banget. Nggak ada bagusnya." cibir Nala. "Begonya
gua mau aja ngikutin saran sesat kalian." Nala jadi kasihan sama dirinya sendiri.

Rena tertawa. "Nggak nyangka siswi paling pinter di kelas bisa bego semenjak ngebucin
sama brondong." Rena benar-benar tidak menyangka akan datang hari dimana seorang Nala yang
kalem dan pintar bertekuk lutut di hadapan cowok. Apalagi sama cowok yang lebih muda.

"Lo sama Kiel beda 2 tahun." kata Tama.

Nala mengangkat kepalanya. "Bukannya 1?"

"Desember bulan lalu umurnya Kiel baru 14 tahun. Dia 1 tahun lebih cepat sekolahnya. Dan
kebetulan lahirnya akhir bulan. Jadi berasa beda 2 tahun." Rena dan Nala cuma mengangguk sambil
ber oh mendengar informasi dari Tama.

"Oh ya Tam." Nala baru ingat ada yang ingin ia tanyakan. "Miko Miko itu kakanya Kiel ya?"
tanyanya.

"Miko?" Tama mengernyitkan kening, tidak tahu Miko yang dimaksud Nala.

"Yang lo bilang di chat. Miko yang upload poto Kiel terus."

"Ohhh." Tama berseru panjang, baru mengerti. "Bukan. Kiel punya adik tapi nggak punya
kaka. Miko teman kelas Orion, temannya si Kiel."

"Kok dia upload poto Kiel terus? Kata lo juga dia bucin Kiel, kan?"

"Iya bucinnya Kiel." kata Tama. "Kiel itu kan paling kecil diantara mereka. Terus sikapnya Kiel
polos. Jadi mereka menganggap Kiel kayak adik sendiri gitu. Gua juga kadang suka lucu sama
tingkahnya si Kiel. Kayak anak kecil banget. Nah si Miko ini suka banget nempel ke Kiel. Apa, apa Kiel
lah, itu Kiel lah. Pokoknya kayak anggap Kiel adiknya."

"Emang Kiel lucu sih, bikin gemes." Nala tersenyum sumringah.

🍭🍭🍭🍭🍭🍭

"Kiel, Kiel kita makan somay yok?" ajak Miko. Sudah duduk di samping Kiel.
"Mik kalo mau makan somay lo makan aja sendiri. Nggak perlu ajak Kiel." Viro yang
menjawab.

"Iel jangan minta somay. Kemurahan. Minta yang mahal. Piza kek." Heri mengajari Kiel.

Kiel menoleh ke Miko. "Piza ya?" tanyanya tersenyum polos. Segala pakai ngedipan mata
beberapa kali. Maksudnya mau wink, tapi justru yang kedip kedua matanya bukan satu.

"Iya deh apa yang nggak buat Kiel. Luluh hati abang mah." Miko memeluk Kiel gemes.

"Mik diem apa elah! Ntar gua jatuh!" Bagas yang duduk di sebelah Kiel, paling ujung merasa
terganggu karena dirinya ikut terdorong.

"Gerah." Kiel mendorong Miko. Kiel kalau lagi sadar suka jijik sama tingkah Miko yang
nempel terus. Tapi kalau lagi malas debat, Kiel cuma diam diapain juga sama Miko.

"Iel nggak batuk apa permen terus?" tanya Viro ketika melihat Kiel membuka bungkus
permen hot pop dan memasukannya ke mulut.

"Alhamdulilah nggak. Soalnya banyak minum air putih juga."

"Arrghhh gemes banget anak gua." Miko langsung memeluk tangan Kiel. Lihat? Miko seperti
benalu yang suka nempel ke Kiel.

"Tadi bukannya lo ngaku abangnya? Sekarang jadi bapaknya lo?" tanya Bagas, mendelik jijik
melihat tingkah Miko.

Miko itu anak tunggal. Orang tuanya sangat memanjakannya. Namun Miko sering merasa
kesepian. Ia pengen banget punya adik yang lucu. Kemudian bertemu lah dia dengan Kiel. Miko
kenal Kiel sejak kelas 10. Dari Kiel masih SMP. Miko kenal Kiel karena Orion sering membawa Kiel
yang masih SMP ke tongkrongan.

"Nggak beli makan Iel?" tanya Orion yang semula cuma diam jadi pengamat.

"Mau permen aja." jawab Kiel.

"Nggak ada uang? Makanya jangan asal kasih duit ke orang asing." kata Orion.

"Ngasih ke siapa? Ngasih berapa?" tanya Miko heboh.

"Gapapa." kata Kiel ke Orion.


"Kasih pinjem ke siapa?" tanya Heri ke Orion.

"Nggak kenal." jawab Orion acuh.

"Ngasih pinjem berapa?" tanya Viro.

"Seratus ribu." jawab Orion.

"Duh, duh Kiel lo kok terlalu baik banget? Lo kasih duit ke dia terus sekarang lo nggak bisa
makan." Bagas menggelengkan kepala.

"Kasian. Lagian bukannya harus baik sama orang lain?" semua orang diam berkat perkataan
Kiel. "Emang nggak ada duit tapi masih bisa makan. Nih makan gorengan aja udah cukup." Kiel
mengambil gorengan di meja, memakannya. "Nolong orang nggak bikin mati kok."

"Iel udah yok pindah KK aja. Jadi adek gua kenyang lo." Heri mengepalkan tangan dan
mendelik gregetan.

Miko mengarahkan kamera ke arah Kiel yang sedang makan. Memotretnya beberapa kali.
"Makin bucin gua sama lo dah." Miko tertawa geli.

"Iel abang lo siapa? Miko atau Heri?" pancing Bagas sengaja.

"Orion. Orion kan sepupu gua."

Seketika tawa Viro dan Bagas langsung meledak. Viro sampai memukuli meja memanas-
manasi Miko dan Heri yang mukanya asem menahan senyum.

"Mampus." Orion memamerkan smirk.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Kenalan

Nala sedang berdiri di depan mading. Menempel pengumuman tentang kompetisi


photography yang diadakan seminggu lagi dalam kompetisi Nasional. Sebagai anggota ekskul mading
memang sudah tugas Nala memberikan informasi setiap ekskul atau kegiatan sekolah. Tugasnya juga
mengurus mading agar terlihat rapih, menarik dan enak dilihat.

"Eh, cewek aneh!" seruan itu berasal dari belakang Nala.

Nala yang sedang menempel kertas kompetisi langsung menghela napas. Suara dingin yang
angkuh dan perkataan yang menghinanya. Sangat menyebalkan, menyakiti telinganya. Nala
memutar tubuh. Seorang Orion Naharis. Si cool prince sedang berdiri di depannya saat ini.
Menatapnya datar tanpa minat sama sekali.

"Ap-"

"Jangan lupa balikin duit yang kemaren lo pinjem Kiel." Orion berucap duluan sebelum Nala
selesai bicara.

Nala yang terlanjur membuka mulut cuma mematung. Lalu merapatkan bibirnya. Dari
banyaknya orang kenapa harus Orion yang menagihnya? Bahkan tadi Orion menyebutnya cewek
aneh. Ya, meskipun emang dirinya aneh, orang asing yang pinjem duit. Namun kenapa jadi Orion
yang repot? Kiel saja tidak nagih. Nanti juga Nala pasti balikin uang Kiel. Tentu saja ke Kiel langsung
biar sekalian minta kenalan.
"Iya." kata Nala memalingkan wajah.

"Lain kali kalo nggak ada duit nggak usah pengen beli es krim." Orion berujar demikian
sembari melangkah meninggalkan Nala yang termenung di tempatnya dengan bibir terbuka.

Orion emang pantes dijuluki cool prince. Kalau bisa julukannya ditambahin jadi cool prince
bon cabe. Karena perkataannya sepedes ayam geprek level enam.

Nala menghela napas. Ia masih bisa berpikir jernih. Orion tidak salah sepenuhnya. Ia juga
salah segala acara pinjem duit. "Sabar Nal, sabar." ia elus dadanya menenangkan diri.

🍭🍭🍭🍭🍭🍭

Nala sedang ada di tahap melangkah mendekat. Kalau kemaren ia pura-pura pinjem uang.
Sekarang waktunya mengembalikan uang tersebut sekalian mengajak kenalan. Rena dan Tama
sudah ada di belakangnya, di balik pohon. Menyaksikan Nala berjalan mendekati Kiel yang sedang
duduk di bangku kayu seorang diri.

Tama berbaik hati menolong Nala agar memisahkan Kiel dari gerombolannya. Kalau tidak
dipisahkan. Jarang sekali Kiel seorang diri. Soalnya teman-temannya Orion sangat nempel ke Kiel.
Tama dengan segudang alasan berhasil menarik Kiel ke taman sekolah. Kini Kiel sedang duduk sambil
bermain game.

Nala menoleh ke belakang, melihat ke Tama dan Rena. Kedua orang itu cengengesan sambil
memberi kode agar Nala segera mengajak Kiel bicara atau nanti Kiel keburu bosen yang berakhir
pergi.

Nala berbatuk kecil. "Permisi." katanya.

Kiel mendongak ke samping. "Oh kaka yang waktu itu." katanya mengingat-ingat.

"Iya." Nala menggaruk pipinya. Jadi malu karena Kiel masih mengingatnya. "Gua mau balikin
uang lo." Nala memberikan uang seratus ribu ke Kiel. "Makasih udah pinjemin uang."

Kiel berdiri dari duduknya. Ia menerima uang tersebut, memasukannya ke kantong baju. "Iya
sama-sama."

"Maaf ngerepotin. Padahal nggak kenal tapi asal pinjem uang." ujar Nala malu.
"Saya kenal kaka. Kaka terkenal kok di sekolah." kata Kiel jujur dengan polosnya.

Nala yang mendengar kejujuran Kiel langsung salah tingkah. Biasanya tidak ada cowok yang
sejujur Kiel. Pasti kebanyakan cowok akan basa-basi memutar pembicaraan. Perkataan Kiel memang
seperti godaan. Namun Kiel berkata demikian bukan untuk mencari perhatian atau menggoda.
Melainkan karena memang itu yang ia pikirkan. Tatapannya yang serius dan polos menjelaskan
semuanya.

"M-makasih." Nala menyelipkan rambut di belakang kuping. Damage perkataan Kiel tidak
main-main. Berhasil membuat jantung Nala disko.

Kiel cuma mengangguk. Lalu tersenyum lebar.

Huwaaa, kalau disenyumin semanis itu Nala rasanya mau mengeluarkan ponsel dan
memotret Kiel. Lalu menjadikan photo Kiel sebagai walpaper.

"I-itu.....kita kan belum saling kenal ya..."

"Saya kenal kaka kok." jawab langsung Kiel. Menggagalkan modus Nala.

Nala menelan ludah. Susah memang modus sama anak kecil. Sinyal kodenya suka tidak
ketangkep dan tidak nyambung. Nala kan gengsi harus frontal minta kenalan langsung.

"Tapi...tapi gua nggak kenal lo." kata Nala gagap.

"Oh gitu." Kiel menganggukkan kepala.

"M-makanya gua mau kita kenalan biar kenal gitu." Nala tertawa sumbang.

"Ohhh." Kiel berseru panjang, menganggukkan kepala.

Nala mengulurkan tangannya ke depan wajah Kiel. "Gua Nala." katanya.

Kiel mengelap tangan kanannya ke seragam. Baru setelah itu menjabat tangan Nala. "Saya
Kiel."

"Iya, salam kenal." Nala tersenyum senang.

Kalau kmaren-kemaren cuma bisa lihat Kiel dari jauh. Sekarang mereka sudah berjabat
tangan. Proses pendekatan Nala sudah ada kemajuan. Huwaa Nala senang sekali berpegangan sama
Kiel. Rasanya mau terus menggenggam tangan Kiel. Tidak mau lepas.
"Hmm....anu.....itu.....kak Nala nggak lepasin tangan saya?" tanya Kiel bingung. Soalnya
sudah hampir lima menit mereka terus berjabat tangan.

"Lo panggil gua apa tadi?" tanya Nala antusias.

"Kak Nala."

"Panggil gua lagi."

"Kak Nala?" Kiel mengernyitkan kening. Merasa bingung dengan permintaan Nala.

"Apa Kiel?" tanya Nala lembut dengan senyuman manis.

"Kak Nala yang minta saya manggil kaka, kan?" Kiel tersenyum cangung. Bingung sendiri
sama sikap Nala.

Nala langsung merapatkan bibirnya. Ia harus berhenti tersenyum. Sekarang waktunya


menjaga imaje. Tidak boleh malu-maluin di depan Kiel, meskipun mau.

"Y-yaudah dadah. Gua balik ke kelas dulu."

"Iya."

Nala membalikan tubuh. Melangkah menjauhi Kiel. Senyuman terus terpampang di bibirnya.
Ia angkat tangan kanan yang tadi berjabat tangan dengan Kiel. Ia pandangi telapak tangannya.

"Nggak akan gua cuci." katanya senang.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Selamat pagi

Nala cengengesan sambil menatap tangannya. Sensasi saat Kiel menjabat tangannya masih
terbayang-bayang saking kuat damagenya. Ternyata meskipun terlihat kecil, tangan Kiel tetap
tangan seorang cowok. Besar dan agak kasar. Namun hangat dan pas di tangannya. Seolah tangan
Kiel memang diciptakan untuk tangannya.

Getaran dari ponsel mengalihkan perhatian Nala. Ia yang sedang merentangkan tubuhnya
langsung tengkurep dan meraih ponselnya. Panggilan video dari Tama dan Rena. Ia terima panggilan
itu.

"Gimana, gimana kemaren?" tanya Rena heboh.

Di video terlihat Rena sedang maskeran. Tama sedang minum dengan rambut basah. Pasti
Tama baru mandi.

"Nggak bakal gua cuci tangan gua." Nala terkekeh senang.

Tama berhenti minum. "Lo nggak cebok?" tanyanya terkejut.

"Kalo makan kayaknya pakai kaki." sambung Rena.

"Nggak gitu juga ya konsepnya." Nala jadi males ngomong sama mereka berdua.
"Jorok lo Nal. Bucin jadi jorok." Tama mendelik jijik.

Nala berdecak. "Iih nggak gitu juga. Pokoknya intinya gua nggak bisa lupain sensasi pas dia
genggam tangan gua kyaaaaa!!" Nala berteriak histeris. Lalu tertawa seperti kehilangan akal.

"Tam, teman lo udah gila." ujar Rena menatap datar kelakuan Nala.

"Mana Nala yang kalem dan pinter?" sindir Tama.

"Udah kebawa angin bucin." ledek Rena.

"Beneran deh. Kiel itu imut banget. Polos gitu. Nggak tau. Gua suka Kiel, suka banget." ujar
Nala sambil tertawa senang.

"Terus mau apa lagi setelah minta kenalan?" tanya Rena.

"Mau pegangan tangan. Pegangan tangan sama Kiel enak."

"Nggak gitu urutannya. Lo emang siapanya Kiel mau asal pegang tangan? Mau nyebrang lo?"
ujar Tama. Tidak habis pikir sama kepolosan Nala.

"Terus apa?" tanya Nala.

"Ucapin selamat pagi ke dia setiap hari." saran Rena.

"Si Kiel kalo pagi suka bareng gerombolan Orion. Mau nggak mau lo harus berani nyapa Kiel
depan Orion dkk." Tama memberitahu Nala.

Nala menghela napas tak bersemangat. "Tiba-tiba semangat gua turun kalo bahas Orion."

"Gara-gara dikatain cewek aneh?"

"Ya emang aneh sih tiba-tiba pinjem duit padahal nggak kenal."

"Itu kan salah kalian berdua!" Nala ngegas saking emosinya.

🍭🍭🍭🍭🍭🍭

Nala sudah berdiri di dekat tembok. Dari beberapa menit yang lalu terus memperhatikan ke
arah pagar sekolah. Menunggu Kiel yang tak kunjung datang. Biasanya Kiel datang jam berapa ya?
Apa Nala datang kepagian? Habis Nala terlalu bersemangat sampai tidak memperhatikan jam. Ia
tidak sabar mau ketemu Kiel.

"Nah itu dia!" ujar Nala semangat.

Kiel sedang berjalan bersama gerombolan Orion. Seperti biasanya, Kiel dan Bagas yang
paling muda diantara yang lainnya. Kiel sedang tertawa, bercanda dengan Miko dan Heri. Nala
melihat Miko mengacak gemes rambut Kiel. Kemudian Kiel memukulnya. Suara tawa mereka pecah,
Kiel ikut tertawa.

Melihat Kiel tertawa itu ibarat makan gulali. Manisnya bisa balikin mood yang hancur. Di
bibir Kiel sudah menggantung permen hot pop. Dengan isengnya Bagas mencabut permen dari bibir
Kiel. Kiel yang tidak terima langsung merebutnya kembali. Mereka tertawa lagi.

Sebelum gerombolan para cogan melewatinya, Nala sudah keluar dari tempat
persembunyian. Pura-pura berjongkok mengikat tali sepatu. Begitu mereka mendekat Nala berdiri.
Pura-pura terkejut melihat mereka.

"Oh, kalian? Hai!" sapa Nala sok akrab.

"Eh ada neng Nala. Dateng dari tadi neng?" tanya Viro genit.

"Baru kok." Nala tersenyum menutupi kebohongannya. Padahal kakinya sudah pegal sejak
tadi berdiri.

"Makin cantik aja si neng Nala." puji Heri cengengesan.

Miko memukul kepala Heri. "Lo jangan buat anak orang ketakutan bego!"

"Gua muji bangsat!" Heri mengelus kepalanya.

"Pujian lo tuh kayak ancaman."

"Sialan!"

Heri dan Miko justru bertengkar. Mereka saling tendang dan tonjok. Membuat Kiel, Bagas
dan Viro tertawa ikut memanas-manasin. Kalau Orion cuma bertugas mengamati tanpa ikut terlibat.
Emang dasar bongkahan es batu.

"Eh lo depan cewek cantik nggak ada jaga imajenya banget." Viro menggelengkan kepala.
"Gapapa lucu." saut Nala.

"Makasih." Heri tersenyum manis.

"Dia nggak muji lo bangke!" Viro menendang Heri.

Nala tekekeh sambil melirik Kiel yang lagi tertawa. Manis banget. "Oh yaudah gua duluan
ya." pamit Nala.

"Iya Nal hati-hati." kata Viro.

"Hati-hati Nal." kata Heri.

"Dadah neng Nala." Miko melambaikan tangan.

Nala berjalan meninggalkan mereka. Baru dua langkah berhenti. Balik badan menghadap
mereka lagi. Membuat mereka yang bercanda langsung diam. Mau tahu apa yang Nala ingin
bicarakan.

Nala mengangkat tangannya. "Selamat pagi." katanya malu-malu. Kemudian langsung kabur
begitu saja.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Nomor Telepon

"Selamat pagi." sapa Nala. Mengangkat satu tangannya.

Ini yang kesekian kali Nala menyapa Kiel di depan gerombolannya. Namun cowok imut itu
tidak pernah membalas sapaannya. Ia cuma tersenyum. Sedangkan yang membalas sapaan Nala
adalah Viro, Heri dan Miko. Ketiga cowok itu sangat bersemangat sampai berdebar disapa
primadona sekolah beberapa hari ini.

"Gua duluan ya." Nala memberikan senyuman terbaiknya. Kemudian berbalik, jalan
meninggalkan mereka.

"Gila, gila cantik banget. Kayaknya ada keturunan bidadarinya deh." Heri memeluk gemes
dirinya sendiri.

"Biasa makan berlian campur ayam deh. Bisa kelap-kelip gitu mukanya." saut Viro. Berdecak
kagum memperhatikan Nala yang sudah tidak terlihat.

"Iya cantik banget." Bagas tersenyum menatap jalan yang tadi diambil Nala.

Miko mengusap wajah Bagas. "Gas, Gas, dia nggak mungkin suka sama anak kecil kayak lo!"
Bagas menepis tangan Miko dari wajahnya. "Lah siapa tau dia suka sama brondong?" Bagas
menjulurkan lidahnya.

"Sadar nggak sih beberapa hari ini Nala nyapa kita terus? Gua rasa dia caper sama gua." ujar
Heri kepedean.

"Ri, Ri. Bentar." Miko mengangkat tangannya seperut. "Gua abis berendam di pantai selatan
jadi kuping gua kemasukan pasir amazon." ia korek telinganya. "Tadi lo ngomong apa?" Miko
mendekatkan telinga ke bibir Heri.

"Heh gua ngomong fakta setan!" Heri mendorong kepala Miko. "Dari kemaren Nala nyapa
kita terus."

"Yah nyapa kita bukan berarti nyapa lo dugong!" saut Viro. "Mungkin nyapa gua." Viro
merapihkan rambutnya.

"Palingan nyapa Orion. Suka dia sama Orion makanya caper." tungkas Bagas. Membuatnya
menjadi pusat perhatian.

Serempak mereka semua menatap Orion yang dari tadi cuma diam. Mengamati Orion dari
atas sampai bawah.

"Kenapa?" tanya Orion, mengangkat satu alisnya.

Viro merangkul Orion. "Ion, kayaknya Nala suka sama lo deh. Dia caper sama lo."

Orion menyingkirkan tangan Viro dari lehernya. "Nggak ngurus."

Miko merangkul Kiel. "Ion, gua dan Kiel butuh ibu. Kita setuju kok kalo lo sama Nala." rayu
Miko.

"Kita nggak boleh maksa Orion." saut Kiel.

"Ntar gua kasih permen hot pop." bisik Miko.

"Cocok. Iya cocok." kata Kiel ikut merayu.

Melihat tingkah polos Kiel membuat gelak tawa pecah. Orion saja ikut tersenyum. Miko
sampai langsung memeluk Kiel erat.

"Kyaaa aa Kiel gemes banget. Minta diculik." kata Miko mulai bucin.
Kiel mendorong kuat tubuh Miko sampai jatuh ke tanah. "Iuwh!" Kiel menggelengkan kepala
geli.

Bukannya marah, Miko justru tertawa lucu.

"Mampus!" Heri menendang Miko. "Ayo nak sama ayah." Heri menggandeng tangan Kiel,
jalan duluan.

"Jijik bego Kiel sama lo!" Viro juga menendang kaki Miko. "Kielllll i nedd youu!!" Viro berlari
mengejar Kiel yang sudah dibawa Heri.

🍭🍭🍭🍭🍭🍭

Nala tahu kalau jam segini Kiel sedang olahraga bersama teman kelasnya yang lain. Dari tadi
Nala memperhatikan Kiel dari koridor. Ia melihat Kiel yang sedang bermain bola basket bersama
Bagas. Bukannya mendribble bola basket, Kiel justru menendang-nendang bola basket.

Nala yang gemes sama tingkah Kiel langsung mengeluarkan ponsel. Merekam aksi lucu Kiel.

"Anak siapa itu ya? Lucunya sampai bikin jatuh cinta." Nala jadi ketawa sendiri.

"Ah, ini bukan tujuan gua." Nala menurunkan ponselnya. Menguncinya. "Gua kan mau minta
nomor teleponnya." ujarnya, baru ingat tujuan awal.

Nala melangkah perlahan saat melihat Kiel keluar dari lapangan seorang diri. Tidak tahu mau
kemana. Kiel berjalan sambil mengemut permen hot pop. Kemudian berbelok ke arah kantin.

Nala yang mengikuti Kiel dari belakang langsung lari secepat kilat. Niat hati mau mendahului
Kiel dan mencegat cowok itu. Namun kenyataan tidak sesuai ekspetasi. Belum juga mendahului Kiel,
Nala sudah jatuh ke lantai duluan.

Bruk!!

Suara ketika Nala jatuh ke lantai cukup keras. Sampai membuat lutut Nala sakit bukan main.
Sebenarnya bukan sakitnya yang Nala pikirkan. Melainkan malunya. Sekarang Kiel menoleh ke
belakang, menatap cengo dirinya. Kiel seperti orang bingung apa yang terjadi atau apa yang harus
dia lakukan. Melihat reaksi Kiel, Nala buru-buru menutup wajahnya.

"Aah, malu banget." gumamnya.


"Kak Nala? Kaka baik-baik aja?" Kiel sudah berjongkok di depan Nala. Menatap cemas Nala.

"Ahh malu banget! Jangan lihat gua!" kata Nala, masih menutupi wajahnya.

Kiel langsung berbalik membelakangi Nala. "Iya, saya nggak lihat."

Perlahan Nala menjauhkan tangannya dari wajah. Ia melihat punggung Kiel. "Kenapa harus
jatuh di depan gebetan sih?" gumam Nala mau nangis saking malunya.

"Hmm.....itu....kak Nala kalo ada yang sakit. Mau diobatin?" tanya Kiel tanpa menoleh.

Di dalam kesempitan selalu ada kesempatan. Ide di otak Nala sedang mengalir buat PDKT
dengan Kiel. Ia manfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan

"Iya, lutut gua sakit nih." Nala merintih. Padahal ia sedang tertawa tanpa suara. "Lo tau cara
ngobatin lutut yang sakit?"

"Mau saya bantu obatin di UKS?" tawar Kiel.

"Nggak perlu ke UKS, nggak perlu diobatin. Ada cara lain."

"Apa?"

Nala menyodorkan ponselnya ke bahu Kiel. "Minta nomor hp lo." Nala menahan senyum.

Oke, Nala yang kalem sudah menghilang sejak jatuh cinta dan bucin sama brondong.
Sekarang Nala jadi tukang gombal dan modus. Begini lah kalau anak kalem mainnya sama dua orang
sesat seperti Tama dan Rena.

"Lo boleh menghadap gua." kata Nala lagi.

Kiel menurut. Dia berbalik badan menghadap Nala dengan satu lutut menyentuh lantai. Ia
ambil ponsel Nala. Memencet nomornya dan menyimpannya. Sedangkan Nala cuma diam
mengagumi wajah manis Kiel.

"Ini kak. Udah." Kiel memberikan kembali ponsel Nala.


Tunggu, kok gampang banget ya minta nomor Kiel? Ini Kiel kok jadi gampang banget
dibohongin? Kiel terlalu polos sampai rasanya sangat gampang buat diculik. Nala tidak bisa
membiarkan sifat Kiel yang seperti ini. Harus Nala ajarin yang namanya jual mahal.

"Kok lo asal kasih nomor lo gitu aja?" protes Nala.

"Kak Nala minta, kan?"

"Kalo orang lain yang minta?"

"Saya kasih."

"Nggak boleh! Dengar ya lo itu nggak boleh gampang kasih nomor ke orang lain. Terutama
cewek. Kalo bisa lo nyimpen nomor cewek cuma nomor gua doang."

"Hah? Gimana?" Kiel tidak begitu mengerti maksud perkataan Nala.

"Yah, intinya nggak boleh kasih nomor lo sembarangan. Nanti kalo nomor lo digunain buat
yang nggak, nggak gimana? Kan lo juga yang ribet. Iya, kan?"

"Iya." Kiel setuju dengan Nala.

"Kalo ada yang minta nomor lo. Terutama cewek. Jangan kasih." Nala jadi ngajarin Kiel buat
keuntungan dirinya sendiri.

"Tapi kak bu guru juga pernah minta nomor murid di kelas. Terus saya kasih nomor saya.
Gimana itu?"

"Itu beda lagi ceritanya."

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Teleponan

Nala yang baru keluar kamar mandi langsung terburu-buru menghampiri kasur. Ia duduk di
pinggir kasur. Mengambil ponsel. Membuka WA. Ada nama Kiel di kontaknya. Kalian tahu Nala
memberi nama Kiel apa di kontaknya?

Calon.

Nama yang sederhana tapi memiliki makna yang luar biasa. Serta memiliki harapan yang
tinggi. Tidak lupa dikasih emot kelinci. Karena Kiel itu seperti kelinci.

Nala mengirimi Kiel chat sambil senyum-senyum sendiri.

Nala: assalamualaikum kiel. Ini nala. Selamat malam

Nala meremas gemes ponselnya sembari menunggu balasan dari Kiel. Oh ya Kiel itu kan anak
gamers. Pasti sekarang lagi main game. Kemungkinan besar chat Nala diabaikan sampai selesai main.
"Aah, dia pasti sibuk main game. Mau diprioritasin tapi nggak ada hak." Nala menghela
napas sedih.

Kring!

Bunyi chat masuk membuat Nala hampir melempar ponselnya saking kaget dan senangnya.
Langsung ia nyalakan ponsel yang terkunci. Satu chat dari Kiel. Senyum Nala langsung melebar.

Kiel: walaikumsalam kak nala. Ini nomor orion 08xxxxxxx

Nala langsung melotot. Ini Kiel tidak salah kirim? Kenapa jadi kasih nomor Orion? Kapan Nala
minta nomor Orion? Nala kan mintanya hati Kiel, bukan nomor Orion.

"Kenapa jadi bahas Orion?" Nala menggaruk pipinya.

Penasaran, ia pun langsung menelepon Kiel. Mau nanya langsung maksud Kiel. Hitung-hitung
sekalian modus teleponan sama Kiel.

"Assalamualaikum kak Nala. Kenapa?" tanya Kiel.

Bukannya membelas salam Kiel. Nala untuk sesaat justru menghentak-hentakam tubuhnya
sambil tersenyum girang. Teleponan pertama kali sama Kiel. Suaranya Kiel di telepon lucu banget.
Nyaman di telinga.

Nala berdehem. Menarik kewarasannya kembali. "Walaikumsalam Kiel. Ini kok lo ngasih
nomor Orion ya?"

"Bukannya kak Nala minta nomor hp saya biar bisa chat saya terus minta nomor Orion?"

"Nggak! Gua maunya chattan sama lo!" kata Nala langsung. Namun tidak lama kemudian ia
langsung menutup bibirnya. Sial, Nala keceplosan. Malu banget.

"Hm? Gimana maksudnya kak? Chattan sama saya?"

Nala langsung pura-pura batuk. Ia menoleh kiri-kanan mencari ide. "Bukan


gitu.....gini....hmm...apa ya? Itu...gua mau nambahin kontak. Iya nambahin kontak." Nala terkekeh,
padahal ia sedang menangis tanpa air mata.

"Oh gitu."
"K-kenapa lo bisa mikir gua minta nomor Orion?" tanya Nala. Masih gugup berkat
keceplosan tadi.

"Soalnya biasanya kayak gitu. Cewek-cewek minta nomor saya. Chat saya buat kasih nomor
Orion, minta kenalin ke Orion atau comblangin ke Orion."

Nala mengangguk perihatin. Emang begitu nasib temenan sama MOST WANTED. Sering
dijadikan jembatan penghubung oleh para penggemarnya.

"Lo nggak keberatan mereka kayak gitu?"

"Nggak. Namanya juga bantu."

Tuh kan Kiel polos banget. Nala jadi sayang. Tidak ada hari tanpa Kiel membuat Nala
menggigit jari gemes. Baru kali ini Nala ketemu sama cowok polos yang baik dan punya etika bagus
seperti Kiel. Biasanya kebanyakan cowok di sekitar Nala itu manly, cool, fakboi. Beda sama Kiel. Kiel
itu jarang dan langkah makanya Nala suka.

"Terus Orion nggak marah lo asal kasih nomornya gitu?"

Kiel tertawa. "Marah. Dia kesal. Tapi saya bilang jangan gitu harus hargai, jangan sombong."

"Kiel gua telepon lo gini ganggu nggak ya?"

"Hmm....saya masih bisa buat angkat telepon kak Nala. Nggak terlalu sibuk."

"Udah belajar?"

"Udah. Kak Nala sendiri nggak belajar?"

"Udah, cuma sebentar. Habis bosen."

Kiel tertawa. "Kayaknya begitu penyakit bawaan anak sekolahan kak."

"Berapa lama lo belajar?"

"Belajar bahasa Inggris. Baru buka buku. Lihat tulisannya, wah pake bahasa asing. Nggak
ngerti. Saya tutup lagi deh." Kiel tertawa oleh lawakannya sendiri.

Nala juga ikutan tertawa. Ia baru tahu Kiel yang ia pikir kalem ternyata humoris dan receh
banget. Gampang sekali tertawa.
"Sebenarnya itu bukan belajar namanya kak. Tapi cuma lihat-lihat." lanjut Kiel.

"Lihat doang, belajar nggak." saut Nala.

"Iya." suara tawa Kiel terdengar nyaring.

"Lo lagi main game ya?"

"Iya kak."

"Kenapa sih cowok itu suka main game?"

"Kenapa ya? Mungkin karena asik." Kiel tertawa lagi.

Nala tertawa. "Iya sih."

"Enak soalnya main game kak. Nggak ngebosenin kayak belajar."

"Gua juga pernah main game. Main imposter tapi nggak ngerti mainnya gimana." Nala
tersenyum mendengar suara tawa Kiel yang lucu.

"Terus pernah main yang ML ya namanya? Nggak tau lupa lah namanya. Punyanya Tama.
Belum ada beberapa detik mati. Terus diomelin sama Tama." lanjut Nala.

Kiel tertawa. "Gapapa. Nggak harus bisa kok."

Nala tersenyum. Senang sama perlakuan Kiel padanya. Kiel sangat hangat, baik, receh dan
humoris. Membuat orang lain merasa tenang dan nyaman. Membuat orang lain merasa gemes.
Paling parah bisa bikin sayang.

"Lo sama Orion sepupu ya?"

"Iya. Mamanya Orion kaka ayah saya."

"Berarti kalian dekat banget ya?"

"Iya dari kecil barengan terus. Keluarganya Orion baik ke saya."

"Ohh." Nala mengangguk mengerti. Sebenarnya ia malas membahas Orion. Karena tidak
tahu mau bahas apa lagi, sedangkan ia masih tidak mau mengakhiri panggilan akhirnya jadi bawa-
bawa Orion.
"Kak Nala mau saya titipin salam ke Orion? Gapapa, nggak repotin kok."

"Nggak! Buat apaan?" tanya Nala terkejut.

"Kak Nala aneh. Beda dari cewek yang biasa chat saya. Biasanya mereka mau titip salam ke
Orion atau nanya-nanya tentang Orion."

Huh, mendengar perkataan Kiel membuat Nala kesal sampai rasanya ada keinginan buat
frontal. Mau bilang langsung kalau yang ingin Nala ketahui banyak hal itu bukan tentang Orion. Tapi
tentang Kiel.

"Teman-teman saya, teman-teman Orion bilang kak Nala dan Orion cocok."

Nala beneran kesal. "Kiel pokoknya lo nggak boleh kasih nomor lo ke cewek lain. Ngerti?"
Nala mengalihkan topik.

"Iya kak Nala."

"Dan lo harus tau. Yang orang bilang serasi itu bukan berarti mereka saling cinta."

"Hmm...saya nggak begitu ngerti."

"Lama-lama pasti ngerti."

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Film Biru

Kiel duduk di sofa panjang. Diapit oleh Orion dan Miko di sampingnya. Kiel begitu serius
bermain game sampai sangat heboh. Miko yang duduk di samping Kiel asik memvideokan tingkah
Kiel yang menurutnya lucu. Kalau Orion hanya asik dengan ponselnya.

Di karpet, Bagas, Viro dan Heri sedang duduk bertiga. Fokus mereka ke arah laptop yang ada
di atas meja.

"Gas, lo makan mulu anjir dari tadi!" protes Viro yang kesal melihat Bagas terus ngemil.
Sampai tiga bungkus chiki sudah habis.

"Lagi masa pertumbuhan. Harus banyak makan." saut Bagas. Meraup banyak chiki, lalu
memasukannya ke dalam mulut.

Kiel yang mendengar perkataan Bagas tertawa. "Tumbuh ke samping, Gas?" sindirnya.
"Oh iya sih. Babi emang harus banyak makan. Ah, iya lupa, lupa." kata Viro pura-pura baru
ingat.

Bagas melempar Viro pakai chiki sembari ketawa. "Lo harus banyak minum susu, Ro. Biar
lempar basket masuk ke ring, bukan got." ledek Bagas. Membuat suara tawa pecah.

"Wah, Ro. Dihina sama bocah. Gua kalo jadi lo, Ro, ke dapur." Miko memanas-manasi
keadaan.

"Ngapain?" tanya Orion.

"Nyari makanan sisa buat si babi." Miko menunjuk Bagas.

Padahal Miko yang ngatain. Tapi Viro yang kena imbasnya. Bagas melempari Viro dengan
chiki. Viro yang kehabisan stok sabar mendorong Bagas. Didorong lagi sama Bagas. Alhasil mereka
main dorong-dorongan sampai mengenai Heri yang sibuk menatap laptop.

"Anying kalo mau gelud sono bego! Jangan dekat-dekat gua!" Heri yang emosi mendorong
Viro sampai menabrak Bagas yang akhirnya mereka berdua jatuh ke lantai.

Viro duduk lagi di samping Heri. "Lo ngapain sih sok serius gitu?" tanyanya penasaran.

"Lagi nyetel film bokep nih gua." kata Heri frontal. Sambil tertawa.

"Si bego, orang lagi kumpul malah nonton begituan." Viro mendorong kepala Heri. Tapi ia
sendiri juga ikutan nonton keayar laptop.

Bagas ikutin nonton di samping Viro. "Asikan yang eropa." katanya.

"Udah lo diem aja nyet. Gua lagi fokus." saut Heri. Membuat Bagas dan Viro tertawa.

"Orang bego begitu tuh. Jadi kecipratan dosa laptop lo, Rion." Miko menggelengkan kepala
menatap ketiga temannya.

"Sampai laptop gua eror gara-gara kebanyakan video bokep. Gua samperin ke rumah lo,
Her." ancam Orion.

"Iel! Sini Iel gabung! Nonton bokep bersama-sama kita." ajak Heri.
"Film tentang apa?" tanya Kiel.

"Cara menjadi dewasa. Sini, sini!" Heri mengayunkan tangannya sambil terkekeh.

"Seru? Oh, ayo." Kiel hendak berdiri. Tapi tidak jadi karena ditarik Miko buat duduk lagi.
"Kenapa?" tanyanya bingung.

"Heh, anak setan! Lo kalo mau dosa. Dosa aja sendiri. Jangan ajak anak gua yang polos!"
maki Miko ke Heri.

Si Heri bukannya mikir malah tertawa. "Kiel kan cowok. Wajar lah kalo nonton film beginian.
Biar ngerti nanti gedenya."

"Umurnya baru 14 tahun goblok!" Miko melempar bantal ke Heri tapi yang kena Viro. "Lo
mau ajarin anak kecil jadi kayak lo?"

Viro dan Bagas sudah tidak bisa berhenti tertawa. Miko kalau lagi ngomel soal Kiel mukanya
lucu.

"Nih Bagas aja baru lulus SMP udah nonton bokep?" Heri menunjuk Bagas yang sedang
tertawa.

"Beda tempat lahir bego, Her. Si Kiel lahir di tempat tidur. Bagas lahir di kubangan air. Jadi
otaknya udah kotor dari bayi." jawab Viro.

"Ooh pantes mukanya kayak nggak asing, kayak pernah gua lihat. Muka lo mirip kecebong
yang tinggal di got dekat rumah gua, Gas." kata Heri.

Drrtttt.....drrrttt....

Kiel yang dari tadi cuma tertawa melihat teman-temanya saling menghina, kini pandanganya
teralihkan ke ponsel yang terus bergetar. Panggilan masuk dari Nala.

"Assalamualaikum kak Nala. Kenapa?" tanyanya setelah mengangkat panggilan.

Semuanya langsung hening ketika Kiel menyebut nama Nala. Terkejut dan bingung. Kok bisa
Nala nelepon Kiel? Sejak kapan mereka bertukar nomor telepon? Kiel tidak cerita apapun kepada
mereka.

"Nala telepon Kiel?" tanya Viro heran.


"Anjir! Kiel punya nomor Nala?" Heri ikutan terkejut.

"Kagak tau tai. Lo tanya orangnya langsung." kata Bagas yang kesal dirinya ditanyai.

"Ganggu nggak gua telepon malem-malem gini?" tanya Nala tidak enak hati.

"Nggak kok. Masih jam 8. Belum terlalu malem."

"Oh. Lagi apa?"

"Main di rumah Orion sama yang lainnya."

"Oh. Kalian lagi pada ngapain? Main PS?"

"Nggak. Ini pada ngajakin nonton film bokep-"

Sebelum Kiel meneruskan kalimatnya ponsel Kiel sudah direbut duluan oleh Orion saking
paniknya. Coba kalian bayangin betapa bahayanya kepolosan Kiel. Masa dengan entengnya Kiel jujur
sama Nala lagi mau nonton film bokep?

Yang lainnya juga ikutan panik sampai melotot. Kemudian mereka tertawa ketika ponsel
sudah diambil alih oleh Orion.

Orion berdiri dari duduknya. Menjauh dari Kiel yang menatapnya bingung. "Halo." katanya,
mendekatkan telepon ke telinga.

"Halo Kiel! Kiel tadi lo ngomong apaan? Hah? Lo....lo....Kiel lo nonton-"

"Berisik." Orion memotong perkataan Nala.

"Halo? Ini Kiel?" Nala bingung mendengar suara yang berbeda.

"Gua Orion."

"Hah? Kenapa jadi lo yang angkat teleponnya? Kiel mana? Lo...lo ngajarin apa ke anak kecil?
Lo gila ya?" Nala tidak habis pikir Kielnya yang polos diajarin sesat sama mereka.

"Bukan urusan lo. Lo ngapain telepon Kiel? Mau manfaatin Kiel?"

"Hah?"

"Lo mau minjem duit ke Kiel lagi?"


"Nggak!"

"Jangan manfaatin Kiel." Orion langsung matikan panggilan. "Nih." ia berikan ponsel ke Kiel.

Orion kembali duduk di samping Kiel. "Her, lo ngajak Kiel nonton bokep lagi. Gua seret lo
dari sekolah sampai rumah lo." kata Orion datar, tapi terdengar horor.

Heri langsung merapatkan bibirnya. Mematikan laptop dan menutupnya.

"Mampus!"

"Mampus lo bangsat!"

"Yaaah langsung diem!"

Gelak tawa pecah.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Video Call

Nala melotot saat panggilan dimatikan sepihak oleh Orion. Sumpah, tidak di sekolah atau
dimana pun Orion tetap sangat menjengkelkan dan menyebalkan. Kalau ada yang namanya tampar
online. Sudah Nala tampar Orion sekarang juga. Tampar dua kali. Soalnya kalau sekali tidak cukup.

Nala melempar ponselnya. Memeluk guling dan menjerit kesal. "Orion nyebelin banget!
Nyebelin! Gua masih mau teleponan sama Kiel! Terus apa coba maksudnya bilang gua manfaatin
Kiel?!" Nala terus mendumel kesal.

Ia tidur telentang, menatap langit-langit kamarnya. Dari pada marah-marah tidak jelas.
Mending ia menenangkan diri. Kalau tidak salah tadi Kiel bilang mau nonton bokep, ya?

"B-bokep? Maksud....itu film yang itu?" Nala yang baru sadar langsung malu sendiri.
Menyebut nama filmnya saja membuat wajahnya memerah.
"Kiel kan polos. Palingan mereka yang ngajarin Kiel. Mereka tuh gimana tau? Masa anak
umur 14 tahun diajakin nonton begitu?" Nala terus mengomel sendiri.

Drtt....ddrrtt.....drtt....

Nala menoleh ketika merasakan getaran kecil. Ia meluruskan tangannya, meraih ponsel yang
tak jauh darinya. Awalnya ia biasa saja ketika menatap layar ponsel. Namun begitu sadar itu
panggilan dari Kiel, Nala langsung duduk bersila. Buru-buru mengangkat telepon.

"Halo? Kiel!" kata Nala semangat empat lima.

"Assalamualaikum kak Nala." salamnya.

"Walaikumsalam Kiel."

"Itu kak...maaf tiba-tiba nelepon kaka gini."

"Gapapa kok. Tiba-tiba neleponnya sering aja. Gua senang." Nala menahan tawa.

"Hm? Gimana kak?" ya begini lah respon yang selalu Nala dapati kalau sedang modus ke Kiel.

"Nggak. Kenapa Iel?" Nala masih punya rasa malu untuk bicara jujur.

"Gini kak....soal tadi....soal perkataan saya yang tadi..." Kiel terdengar ragu.

"Yang mana?" Nala tidak mengerti maksud Kiel.

"Yang saya bilang nonton....bokep..."

Nala mengangguk mengerti. "Oh iya. Emang beneran?" tanyanya penasaran.

"Itu...saya tadi emang ditawarin nonton...cuma saya nggak tau itu tentang apa. Saya pikir
sama kayak film Avengers."

Tuh, kan Kiel polos banget. Bagaimana Nala tidak menahan tawa coba? Ahh rasanya Nala
mau bertemu dengan Kiel sekarang. Nala mau mengacak rambutnya yang nampak tebal.

"Tapi tadi Miko udah jelasin ke saya film bokep itu apa....jadi maaf...asal ngomong kayak gitu
ke kak Nala."
"Kenapa harus minta maaf?"

"Bokep itu kan film nggak senonoh. Nggak seharusnya saya bahas soal film kayak gitu ke kak
Nala. Maaf saya ngomong nggak sopan ke kak Nala." suara Kiel mengecil. Seperti anak kecil yang
minta maaf karena sudah berantakin mainan.

Saking gemesnya mendengar suara Kiel. Tanpa sadar Nala memencet video call. Nala harus
melihat langsung wajah Kiel saat minta maaf dengannya.

"Oh? Halo kak Nala." video call tersambung. Kiel sedang duduk di atas kasur. Rambutnya
berantakan. Di bibirnya menggantung permen hot pop. Kiel mengenakan kaos bewarna putih yang
ada gambar orangnya.

"H-hai!" Nala melambaikan tangan. Sekarang Nala justru merasa malu sudah video call Kiel.
Harusnya tadi ia dandan dulu yang rapih biar terlihat cantik di kamera. "Sebentar."

"Oh iya."

Nala meletakan ponsel ke kasur. Ia membuka rambutnya yang semula dikuncir cepol. Lalu
menyisir rambutnya agar rapih. Ia ambil liptin, memakainya di bibir. Baru setelah itu duduk di kasur.
Menghadapkan wajahnya ke kamera lagi.

"Kiel." panggilnya.

Kiel yang semula lagi melamun sambil mengemut permen, kembali menatap layar ponsel.
"Oh kak Nala."

Nala batuk beberapa kali. "Lo nyesel udah ngomong nggak sopan ke gua, kan?" tanyanya.

"Iya."

"Sekarang minta maaf. Gua mau lihat lo minta maaf." kata Nala.

Kiel mencabut permen dari mulutnya. "Kak Nala saya minta maaf udah ngomong nggak
sopan." Kiel menundukkan kepalanya di depan kamera.

Nala menyentuh dadanya. Oke untuk sekian kalinya Nala jatuh lagi ke Kiel. Kiel itu bukan
cuma polos. Tapi juga sopan, punya good attitude, soft dan baik. Jarang di jaman sekarang cowok
memperhatikan dan mengutamakan attitude mereka ke orang lain. Bukan cuma cowok sebenarnya,
tapi semua orang.
Kiel mengangkat kepalanya, menatap layar ponsel. "Mungkin karena saya masih kecil....terus
nggak ikutin jaman...jadi suka ketinggalan berita atau istilah kayak gitu....makanya saya nggak tau
film bokep atau apa itu film bokep..." Kiel memainkan jarinya. Permen sudah kembali menggantung
di bibirnya.

"Ibu saya juga bilang kalo saya harus menghormati dan sopan ke perempuan. Siapapun
perempuannya." Kiel menunduk lagi. "Lain kali saya akan lebih dewasa lagi untuk memahami banyak
hal biar nggak salah ngomong."

"Kiel astagaaa.....lo tuh...." Nala tidak bisa menahan dirinya lagi. Ia tertawa saking gemesnya
sama Kiel yang terlalu polos dan sopan.

"Kak Nala ketawa? Nggak marah?"

"Kenapa gua harus marah?"

"Karena ngomong nggak sopan ke kak Nala. Bisa aja kak Nala jadi risih sama saya."

Yang ada makin jatuh cinta. Mau bilang begitu. Tapi tidak mungkin. Nanti Kiel bisa bingung
dan risih dengan dirinya. Nala tidak mau Kiel menjauh.

"Nggak mungkin gua risih sama lo. Lo telepon gua aja, udah bikin senang." kata Nala.

"Makasih." Kiel terkekeh. Senang mendengar jawaban Nala.

"Lo udah pulang dari rumah Orion?"

"Udah, baru sampai."

"Oh ya katanya lo punya adik ya?"

"Iya. Perempuan. Umur 12 tahun."

"Wah cuma beda dua tahun dong?"

"Iya." Kiel tersenyum lebar.

Malam itu Nala dan Kiel terus video call sampai larut malam. Membicarakan banyak hal.
Mereka juga bercanda sampai tertawa. Dan setiap Kiel tertawa, yang bisa Nala lakukan hanya terus
memencet tombol screen shoot. Tawa Kiel itu manis dan menular. Suara Kiel sangat khas.
🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Salah Paham

Nala habis cerita ke Rena dan Tama tentang perkembangan hubungannya dengan Kiel. Dari
dirinya yang telepon Kiel sampai video call. Nala juga cerita tentang kepolosan Kiel saat bahas film
bokep. Tama langsung tertawa mendengarnya.

"Palingan ajarannya si Heri." tebak Tama. Ia cukup mengerti otak siapa diantara mereka yang
kotor.

"Gua kok kocak ya bayanginnya. Si Orion langsung ngambil alih hpnya Kiel?"

"Iya. Males banget ngomong sama bongkahan es batu." Nala memanyunkan bibirnya.

Karena ini jam pelajaran sebelum istirahat. Dan kebetulan juga gurunya tidak ada. Jadi lah
kelas bebas beraktifitas. Mereka heboh di dalam kelas sembari menunggu bell berakhir pelajaran
untuk pergi ke kantin.
"Terus setelah video call gua harus gimana lagi? Nembak Kiel?" tanya Nala, meminta saran.

"Belum ada satu bulan masa udah nembak. Yang ada lo ditolak." kata Rena pahit, sepahit
kenyataan.

"Pulang bareng aja nggak pernah, kan lo?" tanya Tama.

"Gimana caranya biar gua bisa pulang bareng Kiel? Minta langsung?"

"Nggak gitu juga." Rena melambaikan tangan, pertanda menolak usul Nala.

"Terus?" tanya Nala.

"Lo pas ada mereka nih. Lo pura-pura jatuh. Pura-pura kaki lo keselo. Nanti lo alasan nggak
bawa kendaraan lah gitu."

Nala mengernyitkan kening mendengar ide Rena. Ia menoleh ke Tama yang sudah menahan
tawa. "Sinetron banget nggak sih Tam?"

"Mermaid in love." gelak tawa Tama pecah. Ia mengacak rambut Rena.

"Arh! Berantakan bangke!" Rena menepis tangan Tama.

"Ren kasih saran yang sesuai sama kenyataan aja." ujar Nala.

"Itu tuh udah sesuai kenyataan. Tinggal akting lo aja yang harus natural."

"Serius gua harus kayak gitu?" tanya Nala tidak yakin.

"Kiel orangnya nggak tegaan. Nggak mungkin lihat lo yang keseleo bakal dia tinggal." Rena
berusaha meyakinkan Nala.

Bell istirahat berbunyi nyaring. Disusul oleh suara surakan kegembiraan dari murid-murid.
Tanpa babibu, mereka langsung keluar kelas. Termasuk Nala, Rena dan Tama yang sudah berdiri.

"Tam mau permen." Nala menjulurkan tangan meminta permen.

Tama merogoh kantong celananya. Lalu memberikannya ke Nala. "Nih."

"Makasih." Nala tersenyum manis. Membuka bungkus permen dan memasukannya ke dalam
mulut.
Mereka bertiga berjalan di koridor bersama murid lainnya yang hendak menuju kantin.
Sembari bercerita dan bercanda. Tama menceritakan kejadian kocak yang membuat Nala dan Rena
tertawa.

Kemudian tiba-tiba saja sebuah tangan memegang pergelangan tangan Nala hingga
menghentikan langkahnya. Nala menoleh ke belakang. Tama dan Rena ikut berhenti dan menoleh.

"Orion?" Nala mengernyitkan kening melihat Orion menahan tangannya. "Kena-" belum
selesai Nala bicara. Orion sudah menarik tangannya menjauh dari Tama dan Rena.

Orion terus menarik Nala, entah kemana. Melewati gerombolan murid lainnya. Kejadian
seorang MOST WANTED menarik tangan primadona sekolah tentu saja menarik perhatian. Semua
pasang mata menatap dua visual yang dianggap serasi dan sering dijodoh-jodohkan itu.

"Mau kemana?" Nala menahan tangan Orion sampai berhenti melangkah.

Orion menoleh ke belakang. Melepaskan tangan Nala. Menatap gadis yang sedang mengelus
pergelangan tangannya itu.

"Apa coba narik-narik gua?" Nala bergumam kesal.

"Kemaren lo ngapain telepon Kiel?"

Nala menatap Orion. "Buat apa gua lapor atau cerita tujuan gua ke lo?"

"Lo nggak lagi manfaatin Kiel, kan? Kiel itu terlalu baik. Dia siap nolong orang lain sekalipun
ngerugiin dirinya sendiri. Jadi gua nggak mau lo deketin Kiel kalo cuma buat manfaatin doang."

"Karena gua pernah minjem duit dia. Bukan berarti gua mau manfaatin dia, kan?"

"Terus tujuan lo apa?"

"Ya pokoknya gua nggak ada niat buruk sama dia dan nggak ada urusannya sama lo."

Orion diam. Memperhatikan lagi sosok Nala di depannya. Ada keraguan dari sorot matanya.
"Terus....soal itu...soal yang dibilang Kiel ke lo dia lagi ngapain kemaren...."

"Ah soal lo ngajakin dia nonton bokep-hmp-" Orion menutup mulut Nala sebelum ada orang
yang mendengar dan salah paham oleh omongan Nala.

"Bisa ngomongnya pelan?" tanya Orion berbisik dan penuh penekanan.


Nala mengangguk. Baru setelah itu Orion menjauhkan tangannya dari mulut Nala. Nala
mengelap bibirnya sembari menatap tajam Orion. Kesal tiba-tiba mulutnya dibekap.

"Lo yang ajakin Kiel nonton, kan? Padahal lo itu sepupunya yang lebih tua. Harusnya lo bisa
jaga Kiel yang masih 14 tahun." Nala jadi mengomel.

"Lo tuh berisik banget. Lo emang siapanya?"

Pertanyaan Orion membuat Nala skakmat. Tidak bisa berkata apa-apa. Memang yang bukan
siapa-siapa tidak boleh khawatir, ya?

"Lagian dia nggak nonton bokep dan bukan gua yang ngajakin nonton."

Nala diam. Ia sudah tahu hal itu. Kiel sudah cerita kepadanya.

"Jadi lo jangan salah paham." kata Orion lagi.

"Iya." Nala memalingkan wajahnya.

"Dan jangan ngomong soal itu ke orang lain."

Deg

Sial, untuk yang satu itu Nala tidak ingin membahasnya. Ia terlanjur cerita ke Rena dan
Tama. Semoga saja Orion tidak tahu.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭
Gosip

Nala mengernyitkan kening saat dirinya menjadi pusat perhatian setiap murid yang ia lewati.
Mereka menatap Nala, kemudian berbisik-bisik atau melihat ke ponsel mereka. Nala mengelus
kepalanya. Takut rambutnya yang menjadi alasan mereka terus memperhatikannya. Namun
rambutnya baik-baik saja. Nala juga ngaca di layar ponsel. Tidak ada yang aneh. Wajahnya seperti
biasanya.

"Kenapa sih? Gua aneh, ya?" tanya Nala pada dirinya sendiri.

Karena sudah merasa sangat malu. Ia mempercepat langkahnya. Nala mau kabur dari
tatapan murid-murid di sekitarnya, mau cepat ke kelas.

Nala itu memang primadona dan populer. Namun Nala tidak suka yang namanya jadi pusat
perhatian. Makanya ia tidak mau ikut ekskul yang banyak diminati siswi di sekolah seperti dance,
marching, basket atau cheersleader. Nala lebih memilih ikut ekskul mading. Nala juga orangnya
canggungan, tidak mudah akrab dengan orang lain. Teman sekolah yang paling akrab dengannya
hanya Tama dan Rena.

Setelah sampai di dalam kelas, baru Nala bernapas lega. Duduk di tempatnya dan bermain
ponsel. Bahkan sama teman kelasnya yang lain pun Nala tidak terlalu akrab dan banyak bicara. Kalau
bukan karena Rena dan Tama, mungkin Nala akan jadi penyendiri di sekolah.

"Nalaaaaaa!!!!!" teriakan Rena yang cempreng dan sangat berisik terdengar sampai di dalam
kelas. Beberapa murid yang sudah hadir pagi ini sampai menoleh.

Pintu kelas terbuka dengan kasar. Rena berdiri di ambang pintu dengan napas memburu dan
rambut berantakan karena berlari. Kemudian ia berjalan menghampiri Nala.

"Apa pagi-pagi udah berisik?" tanya Nala heran.

"Nal, lo tau pas kemaren Orion narik tangan lo?"

Nala mengangguk. "Iya."

"Jadi hot news!" Rena menyodorkan ponselnya agar Nala bisa melihat. Ada photo Nala dan
Orion yang sedang bicara di dekat tangga.

"Hah?! Kok bisa ada yang photo sih? Apa coba maksudnya photo-photo kayak gini?" Nala
tidak habis pikir sama mereka yang asal photo hingga menyebabkan adanya gosip seperti ini.

Rena menarik kembali ponselnya. "Nggak tau. Yang jelas jadi heboh. Pada ngira lo jadian
sama Orion."

"Nggak jadian." Nala tidak terima dirinya diterpa gosip. "Itu lo dari siapa?"

"Ada yang nyebar di grup line sekolah. Nggak tau siapa? Makanya lo buka grup. Pada
heboh."

Nala langsung memainkan ponselnya, melihat grup. Benar saja banyak yang komentar.
Mereka semua kemakan oleh gosip yang tidak benar. Nala sama sekali tidak senang saat banyak
yang muji dirinya serasi dengan Orion. Justru dirinya jengah terus disangkut-pautkan oleh Orion.

"Kiel tau soal ini nggak ya?" tanya Nala. Khawatir Kiel jadi salah paham.
"Tau lah pasti. Dia kan juga ada di grup."

"Gua harus jelasin ke dia."

🍭🍭🍭🍭🍭

Ketika jam istirahat baru saja berbunyi. Nala langsung kabur keluar kelas secepat kilat untuk
mendatangi Kiel. Nala tidak mau Kiel berpikir sama seperti yang lainnya. Kalau yang lainnya mengira
Nala dan Orion pacaran atau serasi, Nala tidak perduli. Tapi kalau Kiel juga berpikir seperti itu, Nala
merasa kecewa.

Menyakitkan ketika orang yang disuka berpikir kita menyukai orang lain. Apalagi orang
lainnya itu teman orang yang kita suka.

"Kiel!" Nala berhasil menemukan Kiel yang baru saja keluar dari kamar mandi. Beruntung
Kiel sedang seorang diri. Jadi Nala bisa bicara leluasa.

Kiel berhenti melangkah, menoleh. "Iya kak Nala?"

Nala berdiri di depan Kiel. "Lo udah dengar gosip? Soal gua dan Orion. Photo kita diupload di
grup."

"Iya saya udah lihat dan tau. Emang kenapa kak?"

Nala mengepalkan tangannya. "Siapapun boleh percaya gosip tentang gua. Tapi lo jangan.
Jangan percaya apapun yang gosip omongin tentang gua. Lo hanya harus percaya dari gua langsung."
kata Nala serius. Ada sesuatu yang sesak di dadanya.

Kiel tersenyum. "Saya tau kak. Saya nggak pernah percaya gosip. Apapun yang gosip bilang
tentang kak Nala atau tentang siapapun saya nggak percaya."

"Beneran nggak percaya?" tanya Nala ragu.

"Nggak. Orion juga bilang itu hoax."

"Lo nanya ke Orion?"

"Heri dan Viro yang nanya. Saya sekedar dengar."


Nala langsung menghela napas lega. Sampai rasanya ia sudah bisa kembali bernapas. Karena
merasa capek berlari ke sana-sini mencari Kiel, Nala memutuskan berjongkok.

"Makasih udah nggak percaya soal gosip itu." kata Nala, tersenyum tenang.

Kiel ikut berjongkok. "Kak Nala cuma mau ngomong itu sampai lari-lari nyamperin saya?" Kiel
memiringkan kepala berusaha melihat wajah Nala yang menunduk.

"Iya. Sekarang gua capek." Nala menatap Kiel dengan ekspresi manja, memanyunkan
bibirnya.

"Mau permen?" Kiel menyodorkan permen hot pop. "Kak Nala suka permen hot pop, kan?"

Nala mengambil permen dari Kiel. "Iya suka. Makasih." katanya tersenyum.

"Kaka ngejar saya gini. Lari-lari, ya?"

"Iya. Takut nggak ketemu lo."

"Jangan lari-lari nanti jatuh lagi."

Nala langsung membeku. Diperingati oleh Kiel seperti itu jadi teringat kejadian saat dirinya
jatuh sewaktu mau mengejar Kiel. Ah, Nala jadi malu Kiel masih mengingatnya. Kenapa harus hal
yang memalukan yang diingat sih?

"Kak Nala nggak perlu lari. Nanti juga kita ketemu. Jalan biasa juga saya nya masih kekejar.
Saya nggak pernah jauh dari kak Nala dan nggak kemana-mana. Atau kalau mau kak Nala bisa
manggil saya, hubungi saya. Nanti saya yang dateng ke kaka."

Oke, Nala tahu Kiel berkata demikian bukan tentang perasaan cinta, melainkan tentang agar
dirinya tidak jatuh ke lantai. Namun perkataan Kiel terlalu ambigu. Membuat Nala jadi berasumsi
yang kepedean dan membuat jantung Nala jadi berdebar tidak menentu. Kiel ngomong seperti itu
dengan wajah serius yang polos damagenya bukan main.

Nala menundukkan kepala. Menempelkan keningnya di kedua tangan yang terlipat. Hatinya
belum siap menatap Kiel. Kalau Nala menatap Kiel sekarang, yang ada Nala ingin menculik Kiel.

Kiel memiringkan kepala berusaha melihat wajah Nala. "Kak Nala kenapa?" tanya Kiel heran.

"Kena serangan jantung."


"Hah?"

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Pulang Bareng

Nala sebenarnya tidak mudah percaya oleh bualan omong kosong Rena. Biasanya begitu.
Namun demi cinta, demi Kiel, Nala mengikuti saran Rena yang padahal terlalu sinetron dan
berlebihan. Tama saja sampai tertawa mengatainya bodoh.

Kalian ingat saran Rena yang pura-pura terjatuh di depan Kiel? Nala sedang bersiap-siap
melaksanakan rencana tersebut. Seorang diri Nala menunggu di depan sekolah. Karena tempat
parkir ada di luar sekolah, jadi otomatis semua murid akan berjalan kaki keluar sekolah mengambil
kendaraan mereka di tempat parkir.
Rena sudah pulang duluan karena ada acara keluarga. Rena cuma berpesan untuk
menceritakan keseluruhan kejadiannya nanti. Kalau Tama ada di lapangan basket, sedang ekskul.
Semisal rencana Nala gagal, ia akan menghampiri Tama. Soalnya khusus hari ini Nala tidak bawa
kendaraan. Demi rencananya lancar.

"Itu Kiel." Nala bergumam ketika netranya menemukan sosok Kiel tengah berjalan bersama
teman-temannya. Ada Orion juga. Sebelum akting, Nala merapihkan rambut dan seragam
sekolahnya dulu.

Ketika mereka, para cogan itu, jalan menuju gerbang sekolah sambil bercanda. Sekilas Nala
memperhatikan Kiel. Cowok itu sedang dorong-dorongan sama Bagas. Nala melancarkan
rencananya. Dengan sengaja ia menjatuhkan dirinya.

Bruk!!

Nala meringis kesakitan. Sepertinya ia terlalu menjiwai akting jatuhnya sampai benar-benar
menginjak tali sepatunya sendiri. Sekarang dengkulnya beneran sakit.

"Nala! Nal lo gapapa?" Viro langsung berjongkok di depan Nala.

"Kaki lo ada yang luka?" Heri juga ikutan jongkok.

"Kaki lo nggak kenapa-napa, kan?" Miko merukuk di depan Nala.

Kiel dan Bagas juga berjongkok. Namun tak bersuara. Yang ingin mereka berdua tanyakan
sudah ditanyai oleh temannya yang lain. Hanya Orion yang berdiri. Menatapnya datar.

Sekarang Nala harus mulai akting. "Aduh, kaki gua sakit banget. Pas jatuh kelipet gitu kaki
gua jadi.....sakit buat nekuk....berdiri juga sakit..." Nala meringis sambil mencuri lirikan ke Kiel.
Cowok itu ikut meringis. Sangat lucu. Nala sampai harus berusaha keras menahan senyum.

"Lo pulang naik apa?" tanya Viro.

"Mobil gua lagi dipake jadi gua balik naik angkot mungkin."

"Lo mending cepetan berdiri sebelum angkotnya lewat." kata Orion tanpa belas kasihan.

Nala merapatkan bibir. Memejamkan mata sejenak untuk sekedar menahan emosi. Orion
adalah hal utama yang bisa menyebabkan aktingnya gagal. Cowok itu sepertinya sangat sinis
kepadanya. Tidak tahu karena apa.
"Mau dianter pulang?" tawar Miko.

"Heh? Gapapa? Nggak ngerepotin?" Nala melirik Kiel.

"Gapapa, nggak ngerepotin kok." jawab Miko.

"Gua duluan." Orion dengan kurang ajarnya berjalan melewati Nala begitu saja. Tidak
memperdulikan nasib Nala.

"Orion! Anjir kok lo balik duluan?!" teriak Viro.

"Ini Nala kasian bego!!" teriak Heri.

"Skip!" Orion terus berjalan sambil melambaikan tangan.

"Si kunyuk emang nggak punya hati." Viro berdiri. Mengejar Orion.

"Tunggu kak." kata Kiel ke Nala.

Yang lainnya ikutan mengejar Orion dan meninggalkan Nala seorang diri. Parah sih, ternyata
Orion lebih berharga bagi mereka dibandingkan Nala. Ah, Nala rasanya malu sekali ditinggal
sendirian dalam keadaan duduk di tanah. Setidaknya mereka bantu Nala berdiri dulu baru pergi kek.
Menyebalkan.

"Ah, gagal rencana Rena. Benar, kan? Ini tuh terlalu drama banget. Gua jadi malu sendiri."
Nala menundukkan kepalanya sebawah mungkin. Berusaha menutupi wajahnya.

"Tama mana ya? Udah pulang belum ya? Gua mau pulang. Mau merendamkan diri ke air."
Nala benar-benar merasa malu.

"Kak Nala."

Mendengar suara tak asing memanggilnya membuat Nala mendongakkan kepala. Kiel berdiri
di depannya. Cowok itu tersenyum manis.

"Saya bantu berdiri." Kiel berjongkok. Membantu Nala berdiri dengan lembut dan hati-hati.

"Makasih." Nala tersenyum puas saat dirinya sengaja mencari kesempatan memegang
tangan Kiel. Aroma tubuh Kiel tetap wangi sekalipun sudah sore hari.
Kiel meletakan tangan Nala di lehernya. Membopong tubuh Nala melangkah perlahan.
"Dianterin pulang gapapa, kan?" tanyanya.

"Eh? Gapapa? Nggak ngerepotin?" tanya Nala pura-pura tidak enak hati. Padahal di dalam
hati ia menjerit senang rencananya berhasil.

"Gapapa. Nggak ngerepotin. Kaki kaka sakit kan? Nggak baik naik angkot kalo lagi sakit,
apalagi sendirian."

"Aduh, jadi ngerepotin."

"Gapapa."

"Lo yang anter gua pulang, kan?" tanya Nala penuh harapan.

"Bukan saya. Tapi Orion."

"Hah?" Nala menghentikan langkahnya.

"Orion yang nganter kaka pulang."

"K-kok.....k-kenapa harus Orion?" tanya Nala gagap. Kaget setengah mati.

Kiel mendekat ke Nala. "Bukannya kak Nala senangnya dianter pulang sama Orion?" bisik
Kiel agar tidak didengar siapapun seolah itu merupakan rahasia Nala.

Nggak! Gua maunya sama lo! Nala tersenyum kaku. Di dalam hati ia menjerit histeris.
Cobaan apa lagi ini? Kenapa jadi salah paham seperti ini? Kenapa kodenya tidak sampai ke tujuan
dan justru disalah artikan?

"Kenapa lo berpikir kayak gitu?" tanya Nala.

"Tadi Heri bisikan saya. Katanya kak Nala lagi kodein Orion. Soalnya kaka liatin Orion terus."
bisik Kiel pelan.

Yang gua liatin itu lo! Teriak Nala dalam hati sambil tersenyum terpaksa. Mau menangis
rasanya. Susah banget kirim kode ke Kiel.

"Lo salah. Yang gua harap itu lo-"


"Cepat mau balik bareng nggak?" teriak Orion yang berdiri di depan motornya bersama yang
lainnya, memotong perkataan Nala.

"Iya." Kiel kembali melangkah sambil membopong tubuh Nala.

Sudah, Nala tidak mau tahu lagi. Tidak mau berharap apapun untuk saat ini. Ia sudah patah
semangat. Sangat sangat patah. Sampai mau melakukan sesuatu pun malas. Mau bicara pun juga
malas.

Orion memasangkan helm di kepala Nala. "Bisa naik ke motornya nggak? Perlu gua
gendong?"

Nala tidak menjawab. Ia menatap sinis Orion. Kemudian naik tanpa bantuan Orion. Orion
juga sudah duduk di atas motor ninjanya. Teman-temannya Orion yang sedari tadi menonton
tersenyum sampai tertawa memperhatikan dua visual sekolah pulang bareng.

"Hati-hati lo bawa Nala. Jangan ngebut." kata Heri memperingati.

"Harus pakai perasaan kendarainnya." ledek Viro menahan tawa.

"Kak Nala kalo takut pegangan aja. Orion mau kok." Bagas ikut meledek.

"Lo diem aja Gas. Bilang aja iri kan lo?" Miko mengusap wajah Bagas.

Bagas memukul tangan Miko. Meludah bohongan. "Asin bego tangan lo."

"Orion hati-hati bawa motornya. Kak Nala dadah." Kiel melambaikan tangan saat motor
Orion melaju pergi.

Nala menoleh saat dirinya mulai meninggalkan Kiel. Ia perhatikan Kiel yang melambaikan
tangan kepadanya. Huh, rasanya Nala mau menangis. Bukan ini yang ia harapkan.

"Pegangan. Jangan meluk." kata Orion.

"Nggak." Nala memalingkan wajahnya.

"Ngeyel." Orion sengaja ngegas mendadak membuat Nala refleks memeluk dirinya sambil
berteriak kaget.

"Sengaja lo ya?" tanya Nala menuduh.


"Gua udah peringatin." di dalam helm full facenya, Orion tersenyum.

🍭N🍭E🍭X🍭T🍭

Anda mungkin juga menyukai