Juru Pedamai
Bayi nomor lima itu berkening luas, ayahku menamainya Aqil Barraq Badruddin. Makna
namaku kurang lebih Anak sholeh berjidat mangilap yang tidak akan melakukan hal-hal yang tak
masuk akal dalam hidupnya.
Ternyata, harapan menggelora, hancur berserakan. Aku belum sekolah. Saat itu aku
bersekongkol dengan adikku si nomor enam yang juga bujang,. Kejadian itu,menjaji memorandum
priemer kejahatanku.
Bulan puasa, aku melubangi buku-buku bamboo dg linggis. Kuisi air dan karbit, lalu
kuarahkanke jendela masjid saat tarawih. Gas karbit yang mampat dalam lubang yang sempit
berdentum saat sumbunya kusulut. Jamaah kocar-kacir. Aku ditangkap. Malamnya aku didamprat
ibuku. Ayah yang pendiam hanya menatapku. Lalu memboncengkanku ke PN Timah. Sepanjang
jalan, ayah menasehatiku.
Pengembara Samia
Kejadian meriam bamboo ituadalah bukti nama Aqil Barraq Badruddin terlalu barat untukku.
Ayah memutuskan untuk menggantinya. Demi menemukan nama baru, Ayah berunding dengan
orang yang berseragam. “sudah kutemukan nama itu, Bu!”. Nama ini dapat membuat orang menjadi
bijak.
Ayah : arti nama ini adalah pria lemahlembut dan berjiwa besar!
Aku : wah bagus sekali ya!
Wadhudh, itulah namanya.
Sayang, penggembara samia yang bijak bestari itu menjelma menjelma menjadi garong. Tak
lama nama itu dilekatkan padaku, aku memimpin komplotan santri untuk menjarah tambul. “Ketua
Wadhudh,” begitu santri santri memanggilku. Dengan sodokan sebungkus kuaci, kuhasut adikku
untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan pengeras suara masjid. Aku dan Ayah kena siding.
Wajah ayah biru menahan malu. Ak menggerut ketakutan. Majelis menuntut ayah bertindak tegas.
Posisinya serbasalah. Berat sekali cobaan ayah. Suasana hening. “akan kuganti namanya!”.
Partner in Crime
Semuanya semakin indah karena keluarga kami memungut Arai, sepupuku, yang mendadak
sebatang kara yang genap berusia delapan tahun. Aku memanggilnya Lone Ranger, ia memanggilku
Tonto. Dan kami menjadi partner in crime.
Ayah kembali memikirkan namaku. Ia kehabisan nama untukku. “baiklah Bujang, searang
pikirkan sendiri nama untukmu!”. “ayah, bagaimana kalau Andrea?”. “kalau begitu maumu Bujang,
apa tadi? Andrea….. ah, bagus juga kedengarannya, tak ada salahnya dicoba,…”.
Ibu tak setuju. Ayah menangkis. Mulai malam itu aku punya nama baru. Aku menarik
kesimpulan, ternyata tabiat orang tak berhubungan dengan gelar yang disimat kepadanya. Kebenaran
sederhana itu membuat hatiku ngilu.
Rahasia Grafitasi
Ia tersenyum, aku tak dapat bernapas. “Namaku A Ling…” katanya menyalamiku. Minggu
depan kami akan bertemu. Kami akan naik komedi putar, Sabtu sore. Kudatangi took kelontong
Sinar Harapan milik ayahnya, A Miauw. Tiba-tiba A Ling muncul langsung menarik tanganku, kita
kabur. Rupanya tak aneh selain orang di mabuk cinta. Segalanya tiba-tiba berubah menjadi serba
baik. Taikong Hamim! Sama sekali bukan guru ngaji yang kejam, tapi, ia manusia terpilih penegak
syiar islam, ulama terpenting penelamat anak-anak.
Aku ngaji dengan khusyuk. Taikong bergegas menemui ayah ibuku. “tak pernah kulihat
taikong seperti ini, Pak Cik,” Ayah kget, sumringah, ibu ternganga.
Wawancara
Tamat SMA aku dan Arai merantau ke Jawa. Di Bogor kami melamar kerja. Sebuah usaha
distributor memanggil untuk wawancara. Kami mempersiapkan diri dengan membaca buku Tiga
Serampai Rahasia Sukses Wawancara. Ternyata calon majikan kami, seorang wanita mungil berkulit
putih.
Meski gagal dengan gadis kecil itu tapi tak mengapa. Berbekal ijasah SMA kami melamar lagi.
Sebuah perusahaan penyedia keperluan dapur memanggil. Kantor perusahaan itu adalah sebuah
ruko. Didalamnya, seorang perempuan gemuk berbalik. Ia mengamati kami yang berdiri di ambang
pintu ruko. “kalian diterima”, katanya. Esoknya perempuan itu menyuruh kami naik ke bak mobil
pick up, berkeliling, lalu menurunkan kami di sebuah perumahan. Jadilah kami seles man. Hany
abeberapa minggu bekerja kami di pecat. Penjualan kami memalukan. Nasibku membaik diterima di
kantor pos. arai merantau ke Kalimantan, bekerja dan kuliah di sana. Sambil bekerja aku melanjutkan
kuliah. Aku dan Arai berhasil menyelesaikan kuliah dengan tepat waktu. Kami mengikuti tes
beasiswa untuk sekolah strata dua ke Eropa. Aku memutuskan keluar dari kantor pos.
Saputangan
Aku dan arai menerima surat pengumuman tes beasiswa itu di belitong. Dr. Woodward
meluluskan tes beasiswa kami. Aku gembira. Berbulan-bualn ku tekuni buku tebal yang runyam
sebelum menyusun proposal risetku. Arai berusaha menghubungi Zakiyah Nurmala untuk
berpamitan. Perempuan itu tetep indiffient, tak acuh. Sementera aku merindukan A ling. Aku dan
Arai akan pergi jauh, doa ayah lebih panjang dari biasanya. Minggu pagi, kami bertolak ke Bandara
Soekarno Hatta naik Fokker 28 dari bandara perintis Buluh Tumbang. Kami berpamitan, ayah
mennyerahkan bungkusan untuk kami. Pesawat kecil itu terangkat, kulihat ayah melambai-lambaikan
saputangan, saputangan yang dulu sring dipakai untuk mengikat kakiku di sepeda forevernya.
Curly
Tiba di Bandara Schippol. Masih dalam lingkar pemanas Bandara Schippol. Kami celingukan
mencri petugas administrasi itu. Ia gadis muda yang luarbiasa cantik, Aku seakan menatap majalah
Vogue. Ia bernama Famke. Aku berkenalan dengannya dan aku disebut Curly olehnya. Aku takjub
melihat gadis belanda ini. Tak sedikitpun ia kedinginan.