Anda di halaman 1dari 9

CINTA ABDINEGARA

SINOPSIS

“Saya terima nikah dan kawinnya Keyla Azalea Wijaya binti Nugroho Wijaya dengan
seperangkat alat sholat dan maskawin tersebut dibayar tunai” ucap seorang laki-laki
secaraalantang dalam satu kali tarikan nafas.

“SAH” tegas para saksi yang hadir.

..........

Pernikahan seharusnya menjadi momen paling bahagia bagi kedua mempelai dan
keluarga. Ya memang itu yang seharusnya terjadi. Namun, apa jadinya jika dalam suatu
pernikahan terdapat satu hati yang harus tersakiti. Hati yang berusaha untuk merelakan dan
mengorbankan kebahagiannya demi melihat lak-laki yang dicintainya bahagia.

.............

Bulir-bulir bening mulai jatuh dan membasahi pipi seorang perempuan nan anggun
dan cantik yang duduk dibelakang laki-laki yang sangat ia cintai. Laki-laki yang baru saja
melaksanakan ijab kabul didepan para wali dan saksi, bahkan didepan matanya sendiri. Sakit.
Itu yang ia rasakan sekarang. Ikhlas. Ya, itu yang seharusnya dilakukan. Itulah konsekuensi
yang harus dijalani.

Hai readers, salam sehat dari Author.....

Tulisan pertama jangan dibully ya. Mohon kritik dan sarannya buat Authornya.

Cerita ini menceritakan tentang lika-liku kisah cinta sama abdinegara nii

Mana suaranya ni yang pengen banget jadi pasangan abdinegara

Tetap yakin sama pasangan yaaa. Kalian hebat bisa menjalin hubungan dan melewati
segala masalah tanpa kata pergi dan memilih untuk tetap bertahan sama pasangan kalian.
Walaupun sering diremehin sama orang-orang disekeliling kalian kalau hubungan
kalian ga berhasil karena keseringan LDR.

Semangat LDR kalian hebat!

Happy reading!

Bagian 1

Kenal

Kenalin gue Aurelie Roseline Diandra. Gadis yang bisa dibilang ga pinter-pinter amat
dan ga goblok-goblok banget lah ya. Hobi gue rebahan dan ngehayal tapi cita-citanya mau
jadi orang sukses. Kira-kira sukses lewat jalur mana ya. Jalur mimpi sih kalo menurut gue.
Kelebihan gue gaada dan kekurangan gue cuma satu yaitu “gak punya kelebihan”. Gue
anak ke empat dari lima bersaudara. Buset banyak bett anak emak gue ya. Wkwk. Tapi
gapapa katanya banyak anak banyak rejeki si. Yaa walaupun rejekinya gak memulu soal duit
dan harta. Dari kelima anak gue satu-satunya yang dijadiin harapan sama orang tua. Ntahlah
gue sendiri aja masih ragu sama kemampuan sendiri tapi dipundak gue dipaksa kuat buat
mikul harapan kedua orang tua.

“oyyyy ” suara nyaring hampir aja bikin pendengaran gue berhenti berfungsi.

“eh copot. Sialan lo” umpat gue. Dan dia hanya terkekeh melihat gue yang mengumpatnya
gajelas.

“ ngehayal teros kerjaan lo”

“ sotoy lu” sinis gue

“ yee emang itu kerjaan lu. Ngehayal apaan coba. Ngayal nikah sama mas Gilang ya. Hayo
ngaku” ledek Alexa. Sahabat Aurelie dari kecil. Gadis bertubuh kecil, suara cempreng, tapi
umurnya lebih tua dari gue.

“ ogah” sarkas gue

“ idih ngejilat ludah sendiri baru tau rasa lo”


“najis”

“eh BTW cowok gue ntar ada latihan PASKIB ni. Temenin gue nonton dia latihan ya. Plisss”
ucapnya memohon dengan tangan yang disatukan didepan dada.

“hemm” jawab Aurelie dengan mengerlingkan bola matanya malas.

Itulah kita, dua sejoli yang kepribadiannya bebanding terbalik seratus delapan puluh
derajat. Tapi saling memahami satu sama lain dan itu yang membuat persahabatan ini hingga
sekarang ini. Kadang marahan-baikan, marahan-baikan, begitu terus.

“Istirahat ditempat grak” suara pelatih PASKIBRA yang memandu jalannya latihan
menggema hingga keseluruh penjuru lapangan. Terlihat dua orang gadis yang duduk di tribun
sedang asik memperhatikan manusia-manusia yang dijemur ditengah terik matahari sambil
sesekali berceloteh satu sama lain.

“astaga Rel, yaammpun sumpah ya ternyata cowok gue kalo lagi keringetan gitu makin cakep
aja ya. Nambah damage berkali-kali lipat” heboh Alexsa kegirangan sambil menepuk-nepuk
bahu Aruelie.

“apaan si alay lu. Orang biasa aja gitu” Aurel menggerak-gerakkan bahunya seolah-olah
menyuruh Alexa untuk menghentikan tingkahnya.

“sirik amat lu mah” Alexa menghentikan aktivitasnya dan memanyunkan bibirnya sebal. Tak
lama iapun berlari menghampiri seorang laki-laki yang keluar dari barisan pasukan PASKIB .
Aurelie hanya membuang nafas berat dan kembali menatap layar handphonenya. Sedangkan
Alexa, yaaa taulah ngapain.Bbucin ditempat umum. Gasopan sekali didepan para jones
seperti Aurel.

“ Xa balik yok” ajak Aurel

Alexa menghentikan aktivitasnya mengelap keringat Azka dan menoleh ke Aurel. “lo mau
balik sekarang?”

“bosen gue liat lu berdua”

“yaelah. Iri bilang bos. Ntar gue kabarin mas Gilang biar kesini”
“buru-buru amar Rel, gamau nongki dulu bareng kita? Sama anak-anak lain juga?” tanya
Azka menawarkan.

“anjir lu mah. Gak deh Az makasih tawarannya. Dah ah mau balik gue. Puas-puasin sana
pacarannya. Bye” Aureli menggendong tasnya dan mulai melangkah pergi.

Terik matahari siang ini cukup membuat tenggorokan kering. Serasa tubuh ingin
masuk kedalam kulkas untuk mendinginkan hati dan menenangkan pikiran yang kacau. “Hah
ingin rasanya aku menghilang sebentar untuk menenangkan diri” batin Aurelie yang
memantau kedatangan mikrolet dari ujung jalan.

“telolet......telolet.......” suara klakson mikrolet mulai terdengar dari halte


pemberhentian. Aurel beranjak dari duduknya dan berdiri dipinggir jalan mengantri dengan
penumpang lain yang ingin naik.

“assalammualaikum” aurel memasuki rumah dan langsung menuju kekamarnya untuk


merebahkan tubuhnya diatas kasur. Niat hati ingin memejamkan matanya sekejap tiba-tiba
notif handpone menundanya untuk melakukan itu.

TING........

“Assalammualaikum , save yaa Alvaro” sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal.

Aurel mengernyitkan dahi sambil menerawang dan mengira-ira siapa yang bernama Alvaro.
Ia melempar handponenya keatas kasur dan ngeluyur keluar kamar tanpa membalasnya.

Heyyo guys. Gimana part pertamanya ni?

penasaran ga sama kelanjutan ceritanya Aurel?

Author masih bingung ni minta sarannya untuk konflik dikeluarganya Aurel dong 

Terimakasih sudah mau mampir kecerita ini

Minta kritik dan saran yang positifnya guys!

Happy reading :D
Bagian 2

PRANG....

Suara bantingan barang-barang pecah belah membangunkan Aurel dari mimpi. Ia


benci suasana seperti ini. Rumah yang harusnya menjadi tempat ternyaman untuk pulang
justru menjadi neraka baginya. Bagaimana tidak, jika hampir hari selal ada kekacauan yang
terjadi di rumah itu. Hal kecil saja selalu jadi akar perdebatan yang selalu berujung pukulan,
cacian, bahkan kekerasan fisik lain. Aurel hanya membekap telinganya dengan bantal dan
berusaha membendung air matanya. Sayup-sayup isakan tangis terdengar ditelinga Aurel.
Hingga...

“Aaaa...” terdengar jeritan keras perempuan dari luar kamar. Tanpa pikir panjang
Aurel langsung bangkit dan berlari ke sumber suara. Terlihat ibunya yang sudah terkapar
dengan luka lebam di tubuh dan wajahnya hingga terdapat darah yang keluar. Aurel hanya
dapat memeluk ibunya yang menangis kesakitan dan berusaha untuk menenangkannya .

“ bu udah ya bu ada Aurel disini. Ibu jangan nangis. Sekarang masuk kamar aurel ya”
Aurel memapah ibunya memasuki kamar dan mendudukkan ibunya di kasur. Ia keluar kamar
dan kembali lagi membawa wadah berisi air es untuk mengompres muka.

“ kenapa si ibu selalu diam” tanya Aurel sambil mengobati memar di wajah ibunya.

“semua salah ibu Rel” ibunya kembali menangis. Terlihat dari raut wajahnya jika
hatinya sangat terluka.

“ bu.. dimana salahnya ibu coba beritau ke Aurel. Gaada bu. Ayah yang salah. Ini
udah keterlaluan, kita harus lapor polisi bu” Aurel mengambil hanpone yang berada diatas
meja.

“ jangan Rel, bagaimanapun jga dia tetep ayah kamu” ibu berusaha mencegahnya.

“ tapi bu....”

“Rel” ibu memotong ucapan Aurel dan menatapnya penuh harap. “ibu yakin ayah
pasti akan berubah. Semua itu perlu waktu. Percaya sama ibu. Yaa” ibu memegang tangan
Aurel dan menatapnya dengan tatapan memohon yang hanya dibaals anggukan oleh Aurel.
Hari minggu, yang seharusnya menjadi hari tenang, santai, dan menyenangkan bagi
semua orang justru malah menjadi hari yang menyebalkan bagi Aurel. Ia iri dengan orang-
orang yang selalu menjadikan rumah sebagai tempat pulang paling nyaman dan keluarga
menjadi tempat bercerita paling tenang. Aurel ingin memiliki keluarga yang harmonis yang
selalu berbagi cerita, yang bertukar pendapat, dan yang selalu support satu sama lain. tapi,
apa yang dia dapat, justru hanya kekerasan fisik, tekanan mental, cacian, hinaan. Mentalnya
hancur. hatinya menjerit. Tapi wajahnya berusaha untuk tersenyum. Matanya dipaksa untuk
tidak menangis, dan tubuhnya dipaksa kuat. Tapi kali ini, pertama kalinya Aurel melihat
ibunya terluka membuatnya semakin hancur. terlebih saat ibu membela ayahnya agar tidak
melaporkannya ke polisi membuat Aurel geram.

Angin sepoi-sepoi mengibaskan rambut Aurel yang tengah duduk ditaman hingga
menutupi setengah wajahnya. Tatapannya seolah kosong, butiran kirstal tiba-tiba lolos dari
sudut matanya. Mungkin itu sedikit membuatnya lega atas apa yang baru saja terjadi.

Terlihat tangan seseorang menyodorkan sapu tangan didepan pengelihatan Aurel.


Sontak ia mendongak dan terlihat seorang laki-laki tengah berdiri dihadapannya. Dengan
segera Aurel memalingkan pandangannya dan menghapus airmata dengan tangannya.

“ pake aja sapu tangannya” laki-laki itu kembali menyodorkan saputangan yang
kemudian diambil oelh Aurel.

“makasih” ucap aurel dengan suara yang masih serak. Ia mengeser dudukya memberi
ruang untuk laki-laki itu duduk.

“sama-sama. Kalau ada masalah sebaiknya diceritain mbak, jangan dipendem sendiri
biar lega” laki-laki itu duduk disebelah Aurel sambil menatap kearah kerumunan anak-anak
yang tengah bermain. Tak ada jawaban apapun dari Aruel.

“lihat deh anak-anak kecil itu. Mereka asik cerita satu sama lain tentang hal-hal
random yang mereka alami. Dan itu membuat mereka senang meskipun ada diantara mereka
yang dimarahi ibunya karna sesuatu. Tapi mereka tetap tersenyum” Aurel mendengarkan
perkataan laki-laki disebelahnya dengan menatap anak-anak yang sedang bermain. Tanpa
sadar Aurel sedikit menarik ujung bibirnya. Laki-laki itu menoleh dan melihat Aurel
tersenyum. ‘ya tuhan manisnya’ batin laki-laki itu.
“eh iya BTW gue chat kemaren kok gak dibales?”

Aurel mengernyitkan dahi sambil berfikir sejenak. “chat? Siapa?”

“Alvaro” jababnya singkat

Aurel berusaha mengingat-ingat soal pesan yang masuk ke ponselnya kemaren. Dan
ia mengingat perihal pesan singkat dari nomor yang tidak dikenalnya. “ooh” jawabnya
berohria dengan mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Oh doang?”

“ lo bukannya anggota PASKIB kan ya?” pertanyaaan itu hanya dijawab anggukan
oleh Alvaro.

“maaf ya gue dapet nomormu dari Azka kemaren waktu kumpul-kumpul. Tadinya gue
mau minta langsung ke lo karna awalnya Azka bilang mau ajak Alexa a sama lo diacara
kemaren. Tapi ternyata lo gak mau ikut” jelas Alvaro.

“it’s oke” singkat Aurel

“kenapa kemaren gamau ikut?” Aurel menggelengkan kepalanya pelan.

“gue pulang dulu ya udah sore” Aurel bersiap menenteng tasnya.

“mau gue anter?”

“gausah. Deket kok. Daah ” Aurel mulai melangkahkan kakinya

“daah. Jangan lupa save nomor gue” teriak Alvaro yang hanya dibalas dengan
acungan jempol dari Aurel yang mulai menjauh.

Semburat senyum tipis terlihat dari raut wajah tampan Alvaro. Cuitan burung-burung
yang beterbangan kesana- kemari untuk kembali kesarangnya menjadi luapan perasaan
Alvaro sekarang ini. Langit senja yang mulai memerah mengantarkan matahri untuk kembali
ke peraduannya. Senja memanglah indah tapi mengapa hanya sementara yang kemudian
menghadirkan malam yang gelap, sunyi, dan menakutkan. Sama halnya dengan Langkah
mungil Aurel menghantarkannya kembali kerumah. Setelah menenangkan fikiran dan
mengembalikan suasana hatinya ia harus kembali ketempat itu lagi. Tempat suram dan selalu
dipenuhi perasaan was-was ketika berada didalamnya. Entah sampai kapan ia harus menjalani
semua itu. Bagaimanapun juga itu tetap menjadi tempatnya kembali sekarang ini. Karena
masih ada ibu dan adiknya yang selalu menanti kehadirannya.
Bagian 3

Alvaro POV

Sore ini, cuaca cukup cerah. Meski matahari masih enggan untuk menampakkan
dirinya. Berhubung gue bosen dirumah gak ngapa-ngapain akhirnya gue mutusin buat
jogging disekitaran komplek. Lumyanlah buat peregangan otot. Sudah lama juga gak jogging.
Sore ini gue joging sendirian. Yaa seperti biasanya temen gue masih asik pacaran sampai
lupa sama cita-citanya.

Gue bersiap dengan pakaian olahraga lengkap. Tak lupa kusumpal telinga dengan
headset yang melantunkan lagu-lagu terkini dari ponsel yang gue setel. Langkah-demi
langkah, gang-demi gang gue lewati hingga tanpa sadar gue menuju kearah komplek
perumahan milik Aurel. Entah kenapa kaki ini mengiringku untuk menuju kesana, tapi
keinginan itu tak dapat kutolak. Aurel, gadis itu. Gue selalu tersenyum jika membayangkan
dirinya. Bagaimana tidak, gadis lugu yang selalu tampil apa adanya, gadis yang cuek, jutek,
dan judes tapi sekalinya senyum bikin orang yang liat meleleh seketika. Bak es krim yang
menjair karena kelamaan terkena panas. Aishhh. Tak terasa jika gue lari sambil senyum-
senyum sendiri kayak orang gila.

Disaat memasuki taman komplek sekitaran rumah Aurel gue sengaja memelankan
ayunan kaki gue sambil sesekali melihat kesekeliling. Hingga kedua bola mataku menatap
sosok wanita yang duduk disalah satu bangku taman dengan pandangan kosong dan raut
muka yang begitu sedih. aku mengenali sosok itu. “Panjang umur” gumamku dengan senyum
kegirangan. Gue melangkah mendekatinya. Langkah demi langkah jarak kami makin dekat
dan pandanganku masih terfokus kearahnya. Hingga gue melihat setetes air mata jatuh dari
pelupuk matanya. Gue menghentikan langkah tepat beberapa meter disampingnya. Apa yang
membuatnya menagnis seperti ini. Akhirnya gue mengeluarkan sapu tangan padanya.
Seketika ia menoleh menatapku kemudian berpaling sambil menyeka airmatanya.
Sepersekian detik pandangan kami bertemeu. Terlihat dari sorot matanya jika dia sedang
tidak bak-baik saja.

“pakai aja sapu tangannya” gue mengulurkan sapu tangan itu dan diterima olehnya.
“makasih” ucapnya singkat

“sama-sama. Kalau ada masalah sebaiknya diceritain mbak, jangan dipendem sendiri
biar lega” gue duduk disebelah perempuan itu. dia diam tak menjawab dengan pandangan
lurus kedepan.

“lihat deh anak-anak kecil itu. Mereka asik cerita satu sama lain tentang hal-hal
random yang mereka alami. Dan itu membuat mereka senang meskipun ada diantara mereka
yang dimarahi ibunya karna sesuatu. Tapi mereka tetap tersenyum” gue mencoba menghibur
Aurel dan menoleh kearahnya. Terlihat ia tersenyum melihat sekumpulan anak kecil yang
asik bermain.

‘ya tuhan manisnya’ batin gue menatapnya beberapa saat hingga tak berkedip. Ini
momen langka yang jarang gue dapet. Andai dia senyum terus kayak gini setiap hari.
Akhirnya kita ngobrol-ngobrol mengenai beberapa hal dengannya. Kita memang satu sekolah
tapi kita jarang ngobrol. Karena dia yang basicnnya seorang introvert hingga gue enggan
untuk mencoba ngobrol dengannya. Karnena takut kalau dicuekin sih wkwk. Kali ini gue
memberanikan diri buat ngedeketin dia dan ternyata dia tidak ssejudes yang orang-orang
bicarakan. Malah kalo kita kenal lebih deket dengannya dia adalah orang yang asik.

Autror POV

Langit malam dengan hiasan bintang yang kerlap-kerlip dan rembulan yang
memancarkan cahayanya menjadi obat penenang bagi setiap insan yang sedang mencari
kedamaian. Angin sejuk yang berhembus menyibakkan rambut seorang gadis yang tengah
duduk di balkon kamarnya. Tangannya tengah sibuk menari bersama pena diatas buku
tugasnya.

Anda mungkin juga menyukai