Anda di halaman 1dari 47

2013

Pengantar Ini adalah adalah EE-book pertama saya, yang saya buat sendiri dari isi dan designdesign-nya. E-book ini berisikan tiga kisah sinting sinting yang sangat nggak penting,. Tokoh utama dalam cerita ini adalah seorang siswa menengah atas bernama Barjo. Semoga karya sederhana ini dapat menghibur para pembaca.

Salam hangat, hangat, Randy Syahrizal


randy.syahrizal@yahoo.com blog: http://randy-prd.blogspot.com

Dharmawangsa
Kalian boleh bandel, tapi harus cantik maen Jacky Sipakkar (Penemu aliran Pakkarisme)

Disebuah rumah tua dikawasan jalan Yos Sudarso ramai didatangi anakanak muda. Rumah itu diberi nama Dharmawangsa, ukurannya mirip kerajaan. Rumah itu diyakini orang-orang sekitar sebagai rumah tua yang menyimpan banyak teka-teki. Aktifitasnya dimulai sejak pukul 07.30 WIB dan berakhir pada pukul 14.00 WIB. Rumahnya sangat besar, terdiri dari tiga lantai dan puluhan kamar dengan bermacam-macam fungsi. Namun fungsi kamar yang paling sering dikunjungi anak-anak muda adalah tempat belajar. Semua orang nyaris percaya, bahwa kedatangan anakanak muda itu bukanlah tulus untuk belajar, melainkan karena keterpaksaan. Rumah tua ini memang selalu didatangi anak-anak muda setiap tahunnya. Penjaga rumah tua itu bernama Jacky Sipakkar. Seorang Batak yang berpenampilan sangar, berkulit hitam dan berhidung pesek. Setiap pagi dia sudah berjaga-jaga dipintu rumah, tepat disamping pagar. Dia berdiri tegap sambil menikmati kreteknya. Bagi anak-anak muda, dia sangat baik meski terkadang menjengkelkan. Dia sangat dipuja karena sikap komprominya. Terlepas dari itu, para gadis tidak menyukai kumis tipisnya dan bau nafasnya.

Sejak pukul 06.00 pagi dia sudah keluar rumah dan berdiri didepan pagar. Sewaktu majikan sedang mandi, Jacky menyempatkan diri menikmati sarapan diwarung sebelah rumah. Makanan favoritnya adalah Lontong utang, jika dibayar tunai dia kurang menyenanginya. Majikannya seorang anggota parlemen dari Partai Matahari, seseorang yang tenang pembawaannya, tapi memiliki hati sepanas matahari. Dia tak suka berbicara kepada semua anak buahnya kecuali bicara soal kenaikan biaya belajar. Jika anak buahnya bicara soal kenaikan gaji, dia langsung tinggal pergi. Rombongan anak-anak muda itu satu persatu datang sejak pukul 07.00 WIB, berseragam putih dan membawa tas. Yang dibawa adalah buku tulis dan buku pelajaran, serta pena dan penghapus. Tak lupa bagi lelaki membawa rokok, yang terselip disela-sela dompet. Tidak ada yang membawa senjata tajam, kecuali anak muda yang bernama Barjo, itupun cuma sebatang tusuk gigi, yang dia pakai setelah jam makan siang nanti. Sepuluh menit kemudian, angkot berhenti tepat didepan pagar rumah tua, dan anak muda bertampang tua turun tergesa-gesa. Namanya Yopi Dores dan para pengikutnya disebut Yopers. Wajahnya kusam dan rambutnya acak-acakan. Mandi atau tidak, tak berpengaruh baginya. Tetap saja wajahnya seperti tidak mandi. Dia tidak langsung masuk rumah, dan langkahnya berbalik arah menuju warung lontong. Dia pesan rokok dan membakarnya. Disana sudah berkumpul kawanan perokok aktif, diantaranya 1. Ozy, seorang yang mirip dengan Nobita dalam cerita Doraemon, 2. Barjo, seorang yang lebih mirip petani ketimbang pelajar, 3. Ami, seorang yang berambut kriting dan suka kentut, 4. Mance, seorang pemabuk yang menyamar menjadi pelajar, setiap pagi mulutnya sudah bau alkohol, 5. Praja, seorang yang baik hati, rajin belajar dan tak punya kebiasaan buruk selain bertengkar rebutan perempuan dan 6. Jaka,

seorang maling kecil yang bercita-cita untuk menjadi kaya raya dengan mengasah keterampilan malingnya. Yopi membuka pembicaraan. Ada yang bawa buku Matematika..? tanya Yopi. Kau lupa ya, kita kan beda ruangan, jadwal belajar kita tidak sama. Kata Ozy. Jadi gak ada ya..? tanya Yopi lagi. Coba tanya sama Dila, mungkin dia bawa. Jelas Mance. Dila adalah seorang gadis yang diam-diam menaruh hati kepada Yopi. Yang dia suka dari Yopi sudah pasti tahi lalatnya dibawah bibir, dan aroma keringatnya yang bau kuli. Dia bilang aroma itu sangat laki-laki, dan dia bisa tertidur menghirupnya. Untuk alasan itulah, Dila selalu bersikap manis kepada Yopi. Makanya kalau belajar bawa buku, jangan bawa pisau.. ujar Jaka. Hei, kau diam saja disitu. Gak usah kau nasehati aku. Kalau saja aku punya bukti tentang kasus buku ku yang kau curi, pasti sudah aku lapor kau kepada Pak Udin. Ancam Yopi. Astagfirullah, jangan fitnah Yop. Aku ini anak Haji, jadi gak mungkin mencuri. Bela Jaka. Waktu hampir menunjukkan pukul 07.30, dan saatnya masuk kelas untuk belajar. Namun gerombolan perokok itu belum juga beranjak dari tempat duduknya. Mereka masih menikmati sisa-sisa terakhir asap rokoknya. Pak Udin yang dari tadi sudah memantau mereka pun mengambil tindakan.

Diam-diam dia menuju warung itu, tapi gerombolan itu rupanya sudah tau dan tak mau kehilangan akal. Mereka langsung membuang rokok dan mulai berpura-pura berdiskusi soal fisika. Barang bukti pun menghilang. Pak Udin pun harus gagal untuk kesekian kalinya. Dengan geram dia hanya melemparkan wajah bengisnya kedepan gerombolan itu, dan serentak gerombolan itu pergi menuju rumah tua dibarengi pukulan keras dari Pak Udin dipundak mereka. Pak Udin ibarat Polisi dirumah itu. Dia bertugas menangkap anak-anak yang bandel dan memberi hukuman kepada mereka. Sebenarnya wajah Pak Udin sangat manis, dan lebih cocok berprofesi musisi ketimbang polisi. Wajahnya sekilas mirip dengan musisi Ebiet G Ade, dan dia selalu menyulap wajahnya sebengis Hitler dengan tujuan ditakuti oleh anakanak muda. Mereka sudah berada diruangan belajar, tak kurang dari 300 jumlahnya. Hanya satu yang tersisa, yakni Agung Jaya Suprana. Dia patut diteladani jika keterlambatan adalah sikap mulia. Namun faktanya tidak demikian. Dia selalu dihukum karena perangainya itu. Hukumannya bervariasi, dan kali ini dia dapat hukuman jalan jongkok mengelilingi halaman rumah. Biasanya dia selalu lolos jika tidak terlihat oleh Pak Udin. Kalau Jacky Sipakar bisa disuap dengan dua keping cd film porno dan sebungkus kretek. Suap itu berlaku untuk keterlambatan seminggu. Agung Jaya Suprana adalah anak muda yang luar biasa. Dia sudah mampu mencari uang meskipun usianya masih 16 tahun. Sebagian besar uang yang dia dapat adalah dari judi. Dia adalah pelopor judi di rumah itu, dan tentu saja pelopor alam gaib, konon alam gaib sudah merasuk kedalam jiwanya dan sudah menjadi cita-citanya menjadi konsultan alam gaib kelak. Setiap hari waktunya dihabiskan disebuah pohon asem tua, tempat dia

memberi sesaji kepada penghuni pohon dan meminta nomor jitu untuk judi togel. Pelajaran sudah dimulai, dan doa sudah dipanjatkan. Mereka bersiap-siap membuka buku pelajaran. Entah apa sebabnya sang guru mendadak meninggalkan ruangan, dan pergi menuju toilet. Rupa-rupanya dia belom setoran tadi pagi. Waktu yang sedikit itu dimanfaatkan oleh anak-anak muda untuk mengasah kreatifitasnya. Si Mance yang berada dibawah pengaruh alkohol langsung menggoda Lia, seorang gadis genit yang berpenampilan menor. Dia memuji-muji paras Lia dan tangannya mendarat dipaha putih gadis itu. Lia hanya tersenyum, sesekali menangtang Mance. Ah gak geli pun..kau masih newbie rupanya, Hahahhah ejek Lia. Mance tak mau kalah, tangannya semakin gencar bergerilya. Upayanya berhasil, dan Lia mengaku kalah. Konsentrasi Lia buyar. Ami yang diamdiam memantau peristiwa itu mendadak sesak nafas. Sementara Ozy dan Barjo main dorong-dorongan dengan harapan bisa memeluk Vita seakanakan tak sengaja. Upaya Ozy berhasil, dan Vita yang genit hanya tersenyum saja. Nafas Ami semakin sesak, dan karena tidak tahan dia pun pergi me kamar mandi untuk ritual mengendorkan urat syaraf. Setelah kendor, Ami kembali keruangan. Tentunya peristiwa tadi tidak lagi menarik, dan Ami mengalihkan konsentrasi pada sebuah buku tulis. Dia memprediksi pertandingan bola antara Barcelona melawan Real Betis nanti malam. Karena lelah, dia tertidur. Sementara, Ari sibuk melukis gambar cicak berkepala mirip guru tadi. Doni yang bertugas menjadi kurir meberi aba-aba yang berarti guru mereka segera datang, dan mereka pun kembali duduk manis, kecuali Ami

yang tertidur. Sang guru pun masuk kelas. Pandangan guru tersebut tertuju kepada Ami. Guru yang mirip dengan tokoh kartun Mario Bross ini pun menyusun bangku belajar sedemikian rupa menyerupai tempat tidur. Pelan-pelan dia melangkah menuju tempat duduk Ami, dan pelanpelan berbisik tepat ditelinga Ami. Ami, kalau mau tidur didepan aja, sudah bapak siapkan untuk kamu. Ami kaget bukan tanggung. Dia usap air liurnya yang mengalir dan mengusap-usap matanya untuk memastikan peristiwa yang memalukan itu. Ternyata benar, dan dia sangat malu sekali. Sementara serombongan kelas hanya tertawa keras menyaksikan peristiwa itu. Dengan tampang bodoh dia ikuti perintah guru tersebut dan tidur dikursi yang tersusun. Saat itu pelajaran pun dimulai dan Ami tak bisa memejamkan mata karena malu. Akhirnya jam yang dinanti-nanti tiba, yakni istirahat. Waktu ini dimanfaatkan oleh para pria untuk menghisap rokok, tentunya harus segera dilakukan dimenit-menit pertama, karena seperti biasa dipertengahan waktu istirahat, Pak Udin selalu memeriksa semua ruangan untuk menangkap anak-anak yang merokok. Waktu istirahat juga dimanfaatkan oleh si Wiwid dan Nilam untuk berjualan nasi kotak. Suasana belajar berubah menjadi pasar dalam hitungan menit. Luar biasa. Sementara rombongan Ozy, Mance, Ami dan Barjo pergi menuju kamar mandi. Disanalah mereka menyalakan rokok sebatang dan dihisap bersama-sama. Jacky Sipakkar yang berdiri dikantin sudah mencium asap rokok. Meskipun pesek, namun lubang hidungnya besar, dan tak sulit

baginya untuk menangkap bau asap itu. Jacky berpikir bahwa ini adalah kesempatan emasnya. Dia menggerebek kawanan itu. Hayo..ketangkap juga kalian. Ozy yang terburu-buru menghisap rokok hampir saja membuang rokoknya karena kaget. Setelah sadar yang menggerebek adalah Jacky Sipakkar, dia hanya senyum saja. Hallaaahh bos, macam baru kerja disini aja. Capek dari tadi belajar bos. Ujar Ozy. Seperti biasa bos, 2 keping cd Porno dan sebungkus kretek sudah kita siapkan. Jelas Mance. Ok. Gitu baru anak muda. Kalian boleh nakal, tapi harus cantik main.. ucap Jacky Sipakkar. Konon kalimat Sipakkar itulah yang sering dikutip Barjo. Dia lebih setuju kalimat itu dari pada pepatah rajin pangkal pandai dan hemat pangkal kaya. Sementara itu Yopi Dores lebih dahulu menghabiskan rokoknya. Dia tergolong manusia nekat. Dia menghabiskan rokok didalam ruangan belajar. Dia nekat karena punya barisan pendukung fanatik yang disebut Yopers. Para Yopers dengan kagum melihat tokoh idolanya memainkan kepulan asap rokok. Mereka bangga karena telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan Yopi Dores. Sambil memainkan asap rokok, Yopi Dores juga berceramah didepan barisan pendukungnya. Kali ini dia bicara cinta. Dia bilang bahwa cinta itu datang tiba-tiba, dan berakhir seperti perkelahian dua orang bersaudara

yang tolak menolak ketika disuruh ibunya membersihkan taik burung yang tercecer diteras rumah. Para Yopers itu tertawa geli mendengarnya. Dan Dila, hanya tersenyum manis, sambil mengucap kalimat pujian. Oh Yopi, so sweett.. ucap Dila. Jam istirahat berakhir, dan semua orang masuk keruangan. Kejenuhanpun segera dimulai lagi. Dan mereka harus menjalani kejenuhan itu hingga lonceng pulang menggema.

Barjo Sang Ketua Kelas


Barjo Laksana Diraja, lahir di Medan, pada pertengahan Agustus 1984. Bercita-cita ingin menjadi polisi, sebagai cita-cita yang maksimal, dan minimal pemain PSMS Medan. Untuk cita-cita yang pertama, konon dia telah banyak memakai waktu paginya untuk berlari dan membentuk otot, meski yang timbul kepermukaan adalah kerangka dan tulang paru-paru. Tapi dia masih ucapkan syukur Alhamdulillah, karena masih ada yang menonjol dari dirinya. Dia adalah anak bungsu. Meski begitu, dia berbeda dengan bungsubungsu yang lain. Tak sedikitpun dia mempunyai ciri-ciri anak manja. Namun dia sepakat untuk tidak sering-sering mandi, karena dia percaya bahwa mandi adalah kegiatan yang dapat mengikis tubuhnya. Karena masih bercita-cita polisi, tentunya dia mendambakan tubuh yang besar. Dan dia mulai tertarik untuk terapi manja atau mandi jarang. Dia memiliki jiwa kepemimpinan, atau bahasa kantorannya adalah

leadership. Sejak kecil dia mengasah keterampilan itu, dan bakat


kepemimpinannya sudah dia tunjukkan saat dia memimpin terjun bebas dari atas jembatan yang menjembatani Sungai Deli. Dari situ, dia selalu dipercaya kawan-kawannya untuk memimpin loncat bebas dan selalu memimpin tindakan kabur saat aktifitas maling Mangga yang dilakoninya kepergok oleh yang punya. Tak lama dari peristiwa yang membanggakan itu, dia pun menjadi pemimpin yang tak tertandingi. Lalu, tak sulit baginya mengasah kepemimpinan dimasa-masa mendatang. Awal tahun 2001, tanpa sepengetahuannya, dia didaftarkan oleh orang tuanya untuk belajar di rumah tua Dharmawangsa. Tentunya pilihan ini bukanlah kehendaknya. Dia sangat tidak suka aktifitas yang itu-itu saja.

Alasan ini mudah dimengerti, karena memang lapangan bola yang terletak di Jalan Budi Pembangunan itu sangat tidak menarik lagi dimatanya. Dia juga bosan dengan Es Kelapa racikan Ajo, dan muak dengan Burger lokal milik Wak Tedjo. Akhirnya, ada juga yang membuat dia menerima keputusaan untuk menuntut ilmu dirumah tua itu, yakni rumah makan minang yang terletak disebelah kanan lapangan bola, sebelum rel kereta api, dan rendang jengkolnya selalu membuat dia tak ingin berpisah jauh dari lokasi itu. Barjo memang anak muda yang patuh kepada orang tuanya. Tak sedikit pun dia membantah keputusan tersebut. Dia menjalaninya dengan lapang dada. Tahun-tahun pertama pun dia lalui dengan ikhlas. Ditahun-tahun pertama, perlu waktu baginya menyesuaikan diri. Barjo ini memang terhitung manusia yang memiliki prinsip, dan dia bukanlah Bunglon yang bisa masuk kemana saja. Tahun-tahun pertama adalah tahun berkenalan dan mencari geng yang sesuai selera. Tapi dia tidak mendapatkannya. Banyak teman-temannya yang gemar balapan liar, atau masuk geng SPHOT yakni singkatan dari Suka Pamer Harta Orang Tua, dan dia memilih ikut kumpulan Terusan

Suez, yakni sebuah nama yang diambil dari mata pelajaran Sejarah. Nama itu diambil menjadi nama sebuah geng karena mereka jujur tidak
tahu menahu soal ceritera Terusan Suez. Agar persoalan itu bisa diingat sampai akhir hayat, maka mereka menamakan perkumpulan mereka dengan nama tersebut. Mereka berharap suatu saat dapat menceriterakan Terusan Suez kepada anak cucunya kelak. Dengan latarbelakang geng katrok dan kacangan seperti itu, Barjo tentu menuai kesulitan. Sangat sulit bagi dirinya mendapat posisi puncak di

organisasi intra rumah tua Dharmawangsa, karena dia tak punya uang untuk membeli suara, atau mentraktir mereka makan di restoran cepat saji merk Amerika. Situasi inilah yang membuat karirnya menjadi redup. Namun yakinlah, dia tetap pria perkasa. Di geng katrok itu dia menerima pelajaran penting dari teman-temannya. Dia selalu menulis pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik dari kawankawannya itu disebuah buku harian miliknya. Inilah isi buku hariannya: Hai diary..aQuH 9e chEnenG BhaNget NiCHhahhaha, najis.!!emangnya aku Alay..kwakwkawkakwk (tertawa sendiri). Masuk dia edisi serius..!!gini dia ceritanya: Aku suka gaya Ozy, karena gaya perpakaiannya selalu rapi dan meyakinkan. Pasti jika demikian, orang tak mampu menerka isi kantongnya. Apalagi wajahnya mendukung, intelektual sekali..mirip Nobita.. Kalau si Ami, Aku suka gayanya yang tak perduli orang lain. Orang mau bilang apa, dia tak perduli. Sikap ini sangat bagus dikembangkan, karena dengan bersikap acuh tak acuh, orang akan malas mengkritik. Ini penting dalam menjaga stabilitas..!! cuih, bahasaku kayak politisi aja) Kalau si Idil, dia punya kepercayaan diri yang sangat tinggi, terutama saat merangkul cewek. Dia tak perduli meski ketiaknya bau sayur asam. Dan dia suka tebar pesona kepada cewek-cewek dirumah tua. Pelajaran yang bisa kupetik adalah soal PENCITRAAN (huruf capital sengaja agar mudah diingat..hehhehe) Dan terakhir, Kalau Irawan, hal yang baik dari dirinya karena dia selalu merendah. Dengan begitu dia selalu tidak diejek karena kesalahannya, baik sengaja maupun tidak. Semuanya bisa dialasankan dengan sudah saya bilang, saya ini tidak bisa..!! begitulah dia. Pelajaran yang bisa

ditarik dari sini adalah ilmu penjaga gawang, yakni Buang Badan. Kalau Mance, tidak ada yang dapat ditiru kecuali keterampilannya memalak. Suatu saat jika aku jadi Presiden, dia akan aku angkat jadi Dirjen Pajak. Eh, satu lagi..masih ada si Agung Jaya Suprana. Dia terampil dengan dunia alam gaib. Ilmu yang dapat ditarik adalah secepatnya mempelajari alam gaib untuk mensukseskan setiap pemilihan kekuasaan dirumah tua. Lengkap sudah.. Thx ya diary, aku bobo duludada..!!

Dan Barjo sudah sangat siap dengan pelajaran yang didapatkan dan dirangkumkan dalam catatan hariannya. Sayangnya, pemilihan ketua organisasi intra rumah tua Dharmawangsa yang disingkat dengan OSINDH sudah berlangsung dan diketuai oleh seorang yang sangat populer dari geng SPHOT. Tahun kedua dirumah tua itu dia jalani dengan putar haluan, atau banting stir dalam bahasa aktivis. Dia hampir putus asa karena tak sanggup mengikuti kompetisi bergengsi dalamkepemimpinan OSINDH. Dia hampir putus asa, dan dia alihkan cita-citanya ke cita-cita minimalis, yakni pemain sepak bola. Syukurlah, kemauan sekundernya didukung dengan teman sekelasnya yang rata-rata jago main bola. Tentunya mereka bukan berasal dari geng Terusan Suez, melainkan kawanan lain yang mengaku belajar sepak bola

secara otodidak, yakni dengan kebiasaan menendang adik kelas karena berebut cewek. Barjo pun dipercaya menjadi bagian kesebelasan saat bertanding dengan kelas lain. Dia membuktikan prestasi yang luar biasa sebagai Bek saat menjaga daerah pertahanannya dari gempuran tim lawan. Hasilnya, kaki striker tim lawan cidera. Meski berhasil mengamankan gawang dan mampu mempertahankan kemenangan, Barjo harus mendapat imbalan dari aksinya itu, yakni dikeroyok oleh tim lawan, dan teman-temannya tidak membantunya sama sekali. Dia pun putus asa, dan memutuskan akan gantung sepatu dari kesebelasan itu. Ditengah kebuntuan itu, teman dekatnya Irawan datang lagi ke kehidupannya, dan menawarkan ceramah yang gak penting. Begini isinya: Sudahlah, kalau rejeki gak kemana. Mau jadi apa kek, yang penting cair. Cocok kam rasa..? Barjo pikir-pikir, kalimat Irawan ada benarnya juga. Dan dia putuskan untuk menyerahkan takdirnya kepada Tuhan Yang Mahasa Esa, dalam hal ini adalah Allah SWT, karena diam-diam Barjo jga seorang muslim simbolis. Diam-diam juga, Tuhan sepertinya mendengar kepasrahan Barjo. Seperti yang dijanjikan Tuhan kepada umatnya, bahwa dia senantiasa mendengar doa orang-orang yang teraniaya. Barjo tentu masuk dalam golongan ini. Sewaktu memasuki tahun ketiga belajar dirumah tua itu, kawan-kawannya mempercayakan Barjo menjadi ketua kelas, yang bertugas memimpin doa

saat memulai pelajaran, bertanggung jawab terhadap buku absen dan menjadi wakil kawan-kawannya menghadapi wali kelas. Dia menerima tugas ini dengan senang hati. Memang tak mudah bagi dirinya menjalankan tugas, terutama diam-diam ada sebagian golongan yang tak menyukai kepemimpinannya, dan secara sembunyi-sembunyi mendeklarasikan diri sebagai oposisi tetap bagi kelompok Barjo. Beberapa orang (meskipun minoritas) membuat pengelompokan tertutup untuk menggeser posisi Barjo. Pengelompokan itu sama sekali tidak diketahui Barjo dan pendukungnya. Tindakan tersebut juga luput dari pantauan Ozy, seseorang yang bertugas sebagai kontra intelijen dalam geng Terusan Suez. Hari-hari pertama kemenangan kubu Barjo selalu diisi oleh kemeriahan pesta kemenangan. Kubu oposisi mencermati perkembangan pihak Barjo, dan memandang bahwa saatnya mereka bertindak. Peluang emas sudah didepan mata, dan mereka sudah menentukan hari H dan jam J untuk segera melakukan kudeta. Lantas apa tindakan yang akan mereka buat..? Seorang pakar kudeta dari kelompok oposisi yang bernama Manto, menjelaskan hal-hal yang paling mendesak. Dalam sebuah rapat tertutup, dia menyampaikan pendapatnya dengan nada berapi-api. Manto adalah agen bawah tanah yang berkoordinasi langsung oleh petinggi geng SPHOT. "Kawan-kawanku sekalian. Tibalah saatnya kita bertindak untuk mengambil alih kekuasaan dari gembel-gembel itu. Kita tak boleh membiarkan kekuasaan, sekecil apapun kadarnya jatuh ketangan mereka.

Apa jadinya jika sebuah kelas dipimpin oleh seorang yang berwajah mirip petani..?" Dan khalayak hampir ramai seketika tertawa dengan keras. Manto melanjutkan. "Tenang..Tenang. Aku lanjutkan. Kawan-kawanku yang aku sayangi, kita berkepentingan menjaga tradisi dan imej rumah tua ini, seperti apa yang dikenal luas oleh masyarakat sekitar sebagai tempat berkumpulnya anak-anak borju. Kita harus terus mewariskan tradisi Show of Power atas kekayaan orang tua kita, biar dimasa mendatang, tidak ada lagi para gembel yang sanggup masuk ke rumah ini." Dan khalayak hampir ramai pun bertepuk tangan. Manto melanjutkan kembali: "Jika menurut PKI, Jawa adalah Kunci, maka yang menjadi kunci bagi kita adalah mencari titik lemah dari kubu Barjo. Meskipun saya Anti Komunis, --lebih disebabkan pada ketidaktahuan saya akan hal itu-- tapi saya tahu bahwa lalang dan rumput kering pasti sangat mudah terbakar dan menjalar. Saya sudah lakukan riset, bahwa titik lemah kubu Barjo terletak pada persoalan Administratif. Untuk Uji coba kebenaran riset saya, kita harus secepatnya bertindak, yakni melenyapkan buku absen kelas kita. Apakah kawan-kawan setuju..?" "Setujuuu..!!!" jawab khalayak hampir ramai serentak. Sidang pun dilanjutkan, dengan agenda menyusun pelaksanaan tekhnis. Ada beberapa nama yang tersaring sebagai eksekutor, yakni Aam dan Gito. Mereka berdua memang tak diragukan lagi kemampuannya. Selain

itu, mereka berdua juga dekat dengan kubu Barjo, dengan diam-diam rupanya mengabdi pada geng SPHOT. Hari H dan Jam J sudah diputuskan, yakni hari Sabtu, 7 Oktober 2002, jam 13.00 (tepat jam pulang). Kedua eksekutor itu telah membagi tugas. Aam bertugas mengalihkan perhatian Barjo dengan menawarkan jasa mengatur berkencan dengan Mila, perempuan yang ditaksir Barjo, dan Gito mengeksekusi buku absen saat target lengah. Hari ini tepat hari sabtu, yakni hari H kaum oposisi. Mereka berdua bersikap seperti biasa kepada Barjo dan geng Terusan Suez. Dan tidak ada gerak gerik mencurigakan yang bisa tercium oleh Ozy. Semuanya berjalan sesuai rencana. Jarum jam sudah menunjukkan angka 12 pas, artinya waktu pulang sudah dekat. Saat-saat genting seperti ini, Aam sudah memainkan perannya, untuk jualan jasa kencan. Dan tentu saja, Barjo sangat menyukai tawaran itu. Barjo pun dengan khidmat mendengar penjelasan dan arahan dari Aam, dan dia nyaris tak menduga sesuatu yang besar bermula dari situ. Jarum jam sudah bergeser ke angka 6, dan itu artinya jam pulang sudah sangat dekat. Barjo pun mengeluarkan buku absen dari tas nya, hendak memeriksa kembali absensi hari ini, dan segera turun untuk melaporkan absensi diruang bawah. Selang beberapa menit, dia naik lagi kelantai dua, dan masuk kedalam kelas. Buku absen masih dalam genggamannya. Dan kemudian, lonceng pulang pun berbunyi. Barjo kemudian menginstruksikan kawan-kawannya untuk berdoa sebelum pulang. Mereka pun berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing sembari mengucapkan sampai jumpa kepada guru. Setelah itu semuanya berdesak-desakan untuk segera turun kebawah. Tentu saja

geng Terusan Suez juga ikut berdesak-desakan, karena mereka sudah merindukan aroma asap rokok. Aam memulai aksinya. Disaat berdesak-desakan itu, tangan kanan Aam merangkul bahu Barjo, tanda keakraban. Disitulah Gito mulai beraksi dari belakang, dengan memanfaatkan kancing tas Barjo yang memang sudah rusak. Gito membukanya pelan-pelan hingga terbuka sebagian, sedangkan Aam masih saja bicara soal rencana kencan Barjo dan Mila. Seperti lagu dangdut, Barjo pun terlena. Buku absen akhirnya jatuh ketangan gito, dan tahap pertama dari misi kudeta sudah berhasil. tepat didepan warung, Aam dan Barjo pun berpisah. Barjo segera bergabung dengan teman-teman satu geng nya. Aam dan Gito yang dengan sukses melaksanakan misinya secepat kilat melapor dengan pimpinan geng SPHOT. "Lapor ketua, tugas sudah berhasil dengan mulus. Apa arahan selanjutnya..?" tanya Aam. "Segera jumpai Manto." "Siap ketua..!!" Mereka menjumpai Manto, dan ternyata sedang ada rapat lanjutan diruangan tertutup. Saat itu Manto langsung menerima laporan Aam dan Gito, dan dia pun kembali lagi berpidato. "Bagus kawan-kawan. Langkah kita sudah didepan mata. Hari senin pasti keadaan sudah kisruh. Kau Mila (menunjuk kearah Mila), harus penuhi janji kencan yang telah dibuat Aam untuk Barjo. Kau harus laksanakan tugas ini dengan baik, agar Barjo tidaklangsung kasak-kusuk

dulu. Kita tak mau mengambil resiko, karena jika Barjo tahu buku absen itu hilang, dia pasti melapor kepada gengnya, dan kita tak mau geng itu membuat aksi sweeping. Kau mengerti..?" tanya Manto kepada Mila. Sebenarnya Mila enggan, apalagi dia tak ingin terlihat tetangganya jika dia sampai kencan dengan pemuda berwajah petani itu. Dengan berat hati, Mila pun menyanggupinya. Malam yang ditunggu-tunggu Barjo pun tiba. Dia sudah mandi sore sejak pukul 16.00 WIB, sesuatu yang sangat jarang dilakukannya. Dia mengangkat gagang telpon dan memencet nomor telepon Mila. "Halo, Mila ada..?" "Ini dengan Mila. Siapa ya..? "Ni Barjo, Mil. Aku jemput sekarang bisa..?" "Hmm..hmm..gimana ya, Ok deh." jawab Mila. Barjo menjemput Mila, Dan Mila juga sudah bersiap-siap. Mila berjalan menuju jalan besar, dia hendak menunggu Barjo disitu, karena takut diketahui oleh tetangganya. Barjo pun melintas, dan Mila memanggilnya. Barjo menghampiri dan Mila naik keatas Motor Barjo. Keduanya berangkat kesebuah tempat yang diduga romantis. Ditempat itu, Barjo memberanikan diri mengungkapkan isi hatinya yang sudah dia pendam selama 2 tahun, 3 bulan, 24 hari. "Mil, sebenarnya aku sayang sama kamu. Mau gak jadi pacar Aku..?" dijawab Mila. "Kok bisa sayang sih, kan kita baru aja dekat. Mila bingung mau jawab apa. Kita temen dekat duluaja ya.." sambil tersenyum. Barjo sadar kalau ini bentuk penolakan, dan dia sudah terbiasa dengan itu. Karena tak mau semakin

rugi, Barjo buru-buru mengajak gadis itu pulang, dia takut pesanan Mila semakin bertambah banyak. "Sudah kuduga, selalu saja begitu alasannya." gumam Barjo sendirian. Barjo pun bisa dengan cepat mengikhlaskan kejadian tadi karena memang sudah terbiasa ditolak. Kejadian itu segera dilupakan Barjo, dan dia tinggal tidur. Keesokan siang, Barjo terbangun. Irawan datang kerumahnya dengan membawa beberapa batang rokok. Irawan memutar kaset System Of A Down, dan bernyanyi dengan bahasa Inggris semampunya. Perut Barjo sakit, dan pamit ke WC. Selepas dari buang hajat, dia manawarkan ide cemerlang kepada Irawan, "Kita bikin cerpen porno yuk..?" dijawan Irawan, "Gila kau. Objeknya siapa..?" dijawab Barjo: "Objeknya Vita dan Tari, gimana..?" dijawab Irawan: "Ok." Keduanya pun adu keterampilan menulis dan berimajinasi dengan objek kedua gadis itu. Dan hasilnya hampir sama, karena memang mereka sangat terinspirasi pada cerita-cerita karangan Fredi S. Setelah selesai, secara bergantian mereka baca, dan mereka tertawa geli dengan imajinasi masing-masing. Tak terasa sudah malam, dan Irawan pamit pulang kerumahnya. Mereka pun beristirahat untuk aktifitas besok, kembali kerumah tua Dharmawangsa. Keesokan hari telah tiba. Barjo sudah terlihat cemas. Saat dia menyusun buku pelajaran sesuai roster hari ini, dia kaget bukan kepalang karena buku absen tidak lagi berada didalam tasnya. "Mungkin saja tinggal dikelas." gumamnya. Sesampai dirumah tua, seperti biasa guru akan

memeriksa absen, dan Barjo gagal menemui buku absen tersebut didalam kelas. "Buku Absen mana Jo?" tanya Guru. "Hmm, anu Bu, hmm..ketinggalan Bu." Jawab Barjo polos. "Ngaku saja, kemana buku Absennya kamu buat..? tanya Guru lagi meyakinkan. "Hmm..hmm.." "Mungkin hilang Bu." jawab Budi, yang diam-diam juga bergabung dengan oposisi. "Benar begitu, Jo..?" tanya Guru. Barjo hanya bisa diam. Karena terlalu lama diam, sang Guru pun naik darah. "Kalau kau tidak mengaku, kalian sekelas akan saya hukum." Ancam Guru. "Ngaku saja lah Jo, kau sengaja kan..? jangan karena ulahmu, kami ikut jadi korban." bujuk Budi. "Saya bersumpah Bu, saya tidak tahu kemana perginya buku Absen itu. Sumpah demi kakak ipar, bu." jelas Barjo. "Saya tak mau tahu, jika tidak ada yang mengaku telah menghilangkan buku absen, semuanya saya hukum. Saya hitung sampai 3, Satu...(semuanya diam), Duaaa...(masih diam)..Tiii (suara bergemuruh dari kaum oposisi, ngaku lah Jo..ngaku aja Jo), tiigaaa. KELUAR KALIAN SEMUA..!!!

Mereka pun keluar, dan dijemur di panas terik, dengan tangan berposisi hormat melihat bendera Merah Putih yang berkibar. Tak kurang dari 45 orang telah berbaris dibawah terik matahri. Sinarnya yang menyengat kulit, dan panasnya yang menghantam kepala, lambat laun membuat beberapa dari mereka menggerutu. Pagi menjelang siang yang sangat sial bagi mereka. Harusnya mereka berada didalam ruangaan berkipas angin sembari belajar. Barisan yang mirip kain jemuran itu mengundang perhatian Pak Udin, dan dia mendekati barisan tersebut, lalu bertanya kepada salah seorang gadis. "Kenapa kalian dihukum..?" "Buku absen hilang pak." jawab yang ditanya. "Mengapa bisa hilang? tanya Pak Udin lagi. "Barjo yang menghilangkan Pak, tapi dia gak ngaku, makanya kita dihukum semua." jawab yang ditanya lagi. Mendengar penjelasan singkat itu, mata Pak Udin memerah, begitu juga mukanya. Sepertinya dia sangat marah, dan tatapan sinis-nya dia lemparkan kearah Barjo. Dan Barjo hanya menunduk saja. Kali ini Pak Udin tidak main tangan seperti biasanya. Dia berlalu saja dihadapan barisan itu. "Sial kita..!! gara-gara si Barjo nih..!! uda ngaku aja kau..!!" pinta salah seorang yang sama dihukum dalam barisan.

"Apa yang harus Ku akui..? Demi Allah, bukan Aku pelakunya." jawab Barjo. "Najis, uda maling, bawa nama Allah segala.." caci gadis yang berdiri disamping Barjo. Mendengar caci maki itu, Barjo hanya bisa diam. Dalam hatinya mendongkol, dan dia tidak bisa menerima tuduhan ini. Disamping caci maki itu, pria yang bernama Tedi, berwajah seperti Joker dalam cerita Batman pun ikut ambil rencana. Dia berkata kepada anak buahnya yang bernama Angga dan Ahmad. "Gara-gara dia kita dihukum seperti ini, harus kita kasih pelajaran anak ini." "Kita sikat aja bos..!!" usul Ahmad. "Iya bos, sikat aja." tegas Angga. "Ok, jam pulang nanti, kita sikat dia." jawab Tedi mengakomodir keinginan anak buahnya. Sudah hampir dua jam mereka berdiri disitu, dan lonceng istirahat pun menggema. Anak-anak pun keluar dari kelasnya masing-masing, dengan mayoritas tujuan utamanya adalah kantin. Namun, barisan hukuman itu belum mendapat aba-aba tentang bagaimana mereka harus menikmati waktu istirahat. Dan anak-anak yang keluar itupun sebagian besar mengejek barisan hukuman, sisanya hanya cuek saja. Kali ini Barjo benarbenar merasa bersalah.

Geng SPHOT tampak senang sekali. Lukman sebagai pimpinan


tertinggi geng itu tampak puas dengan kinerja anak buahnya. Dia

kemudian memeluk Manto, tanda pujiannya atas keberhasilan taktik Manto. Dia keluarkan cerutu Jawa dari ranselnya dan membakarnya dengan angkuh. Mila dan Ika tersenyum bangga, dan memasang wajah manis dihadapan Lukman dan Manto. Kedua gadis itu sangat berharap disukai oleh Lukman dan Manto, tapi sayang, keduanya tak pernah mencintai wanita dengan tulus. Sementara itu, para pimpinan geng Terusan Suez tampak murung melihat beberapa pimpinan yang lain berada dibarisan hukuman. Selain Barjo, pimpinan geng yang juga ada dibarisan itu antara lain terdapat Ozy dan Paul. Ami, Irawan, Mance dan Jicky sangat sedih melihat rekannya difitnah dan dihukum seperti itu. Tapi mereka bingung hendak berlaku apa. Meminta suaka politik sudah pasti tak bisa. Geng yang miskin ini tak punya suara dirumah tua Dahrmawangsa. Saat mereka melintas, Irawan dan jicky mendekati Barjo dan berbisik: "Sabar Jo, kita tak mungkin tinggal diam. Kita akan buktikan kalau Kau tidak bersalah." ucap Irawan. "Ok Brother, aku masih kuat dengan pengakuanku. Masalahnya memang panas terik ini membuatku tak kuat lagi, apalagi caci maki merekamereka ini..." jawab Barjo. "Ya, kami faham. Kami akan bergerak secepatnya." "Terima kasih brother." ucap Barjo. Lonceng masuk telah berbunyi, dan seluruh anak-anak muda telah masuk keruangannya masing-masing, kecuali barisan hukuman. Selang beberapa

menit kemudian, Bu Eva yang memberi hukuman-pun muncul. Suasana pun mendadak ricuh. "Bu, sampe kapan bediri terus bu ? kan Barjo yang salah Bu." begitulah suara yang terdengar gemuruh itu berkata-kata. "Diam semuanya." teriak Bu Eva. "Kita akan buka sidang, bagi yang tidak mengaku, bersiaplah pasang niat untuk segera mengaku, karena kalian tak dapat lagi berdusta..!" seru Bu Eva. Barisan hukuman kemudian dipersilahkan kembali keruangan kelas oleh Bu Eva, dan disana sudah menunggu Bu Ati, seorang Guru Agama Islam, dan seorang gadis bernama Ratna, berusia 15 tahun, setahun lebih muda dari barisan hukuman. Wajah gadis itu sangat misterius, dengan lingkaran seputar mata berwarna biru kehitam-hitaman, menyerupai hantu. Mereka memasuki kelas dan duduk dibangkunya masing-masing sembari menghela nafas kelelahan. "Bagaimana..? Sudah mau mengaku..?" Tanya Bu Eva. Suara gemuruh muncul lagi secara serentak, kecuali dari mulut Ozy dan Paul. "Sudahlah, ngaku aja Jo.." "Bagaimana Barjo..?" tanya Bu Ita. "Bukan saya Bu." jawab Barjo singkat. "Baiklah anak-anak. Kalau tidak ada yang mau mengaku, biar Ratna yang akan memeriksa kalian satu persatu. Silahkan Ratna..!!" suruh Bu Eva.

Ratna pun bergerak dari tempat asalnya, dia memperhatikan satu persatu wajah seisi ruangan kelas. Sesekali pandangannya melihat tajam ke arah Angga dan Ahmad, lalu kearah Dila, kemudian berhenti agak lama kearah Aam dan Gito. Dia menatap mereka sangat lama. "Apakah mereka..?" tanya Bu Eva. Tapi Ratna menggelengkan kepala saja,tanda bukan mereka pelakunya. Ratna kemudian berjalan menyusuri 3 lorong pemisah antara barisan kursi pertama, kedua dan ketiga. Ratna tampaknya tidak mencurigai kaum perempuan. Dibarisan ketiga, Ratna berhenti tepat disamping kursi Barjo. Secepat kilat dia lemparkan wajahnya kehadapan Barjo, dan menatap mata Barjo dengan tajam. Barjo pun risih bercampur takut. "Kau kenapa sih..? tambah jelek kalau kau melotot." ucap Barjo. Tapi Ratna tak perduli, malah wajahnya semakin garang saja dan hampir tak berkedip. Barjo pun semakin suntuk. "Apakah dia pelakunya..?" tanya Bu Eva. Tapi Ratna tak menjawab dan seperti tak mendengar perkataan Bu Eva.

"Wooi, kau tuli ya? ditanya Bu Eva tuh..!!" ucap Barjo. Ratna tiba-tiba marah dan memukul meja Barjo. Bu eva dan Bu Ati datang untuk melerai dan menarik tangan Ratna. Mereka bertiga kemudian musyawarah diruangan lain. Selang beberapa saat, Bu Ati dan Ratna datang lagi, tapi Bu eva tidak terlihat.

"Saya sudah tahu siapa pelakunya." ucap Bu Ati. "Siapa Bu..?" jawab mereka serentak. "Tuh.." kata Bu Ati singkat sambil mengarahkan bibir monyongnya ke arah Barjo. Semua orang menolehkan kepala ke arah Barjo. "Sudah kuduga, memang dia pelakunya." kata Tedi menghakimi. "Tenang. Tenang semuanya." pinta Bu Ati menengahi. "Kau tidak mau mengaku, Barjo..?" tanya Bu Ati lembut. "Tidak..!" jawab Barjo singkat. "Saya ini guru Agama, tak mungkin bohong." bela Bu Ati. "Kenapa tidak mungkin, sedangkan bercerita Nabi saja, ibu berbohong. Masa' cerita sejarah Muhammad dikait-kaitkan dengan persoalan artis yang menjual kelamin demi popularitas..? apa nyambungnya..? trus atas dasar apa saya harus percaya kepada seorang guru Agama yang hobinya ngikutin gosip selebritis dan menyebarkan berita cabul didalam kelas seolah-olah hal itu adalah bagian dari materi ajar." "Diam kau..!!" potong Bu Ati. "Kau berani melawan ya." "Tenang dulu Bu. Kita kembali ke pokok persoalan aja. Dari mana Ibu bisa yakin kalau si Barjo pelakunya..?" Sambung Ozy membela rekannya.

"Ok..Ok. Saya akan jawab. Ratna panjang lebar sudah berbicara kepada kami, kalau yang dia rasakan pelakunya adalah Barjo." "Dari mana dia tahu? ngomong aja gak pernah dari tadi." sela Barjo. "Ratna itu adalah murid yang luar biasa. Dia punya indera ketujuh. Dia pernah meninggal dunia dan hidup kembali." "Pantesan mirip hantu." bisik Barjo kepada Ozy, teman sebangkunya. Ozy pun tertawa kecil. "Dia bilang pelakunya berkulit cokelat hampir hitam, berambut cepat, berwajah jelek, dan menyebut nama Barjo. Ditambah lagi, Ratna sangat lama melihat Barjo. Sudah dapat dipastikan kalau Barjo pelakunya..?" kata Bu Ati meyakinkan. "Tapi, dia tidak punya bukti bahwa saya pelakunya..?" sambung Barjo membela dirinya. "Gak perlu pake bukti-bukti lagi. Analisanya sudah kuat. Kau sengaja menghilangkan buku absen untuk menyelamatkan Jicky, temanmu yang sering bolos itu kan..? dibayar berapa kau sama si Jicky..? tanya Bu Ati sambil menunjuk muka Jicky. Jicky yang memang gemar bolos hanya bisa tertunduk saja, dan sesekali merasa bersalah. "Tapi gak bisa begitu dong bu, demi Allah saya bersumpah, kalau saya bukan pelakunya. Lagian masak Ibu lebih percaya mayat hidup ketimbang orang hidup beneran..?" jawab Barjo.

"Jangan kau hina dia Barjo, kau bisa kualat nanti. Dia itu punya kesaktian." "Kalau gitu, kita buktikan saja." Ibu Ati mengabulkan tantangan Barjo dan segera membawa Ratna kehadapan Barjo. Dan sekarang, Ratna sudah tepat berada dihadapan Barjo.

"Hei, tukang fitnah. Kau ini makhluk apa sih..?" Ratna terlihat geram. Dia langsung melipat tangannya tanda kemarahannya. "Ngomong dong, kenapa diam aja..? atau jangan-jangan kau bisu..?" Ratna masih diam. Tapi dia benar-benar marah. Tak disangka, dia akhirnya bicara juga. "Ko jaat, ngejek atna aja dali tadi, pa salah atna? atna liat yang nyuli buku absennya pake sempak walna ijo." dengan suara celat tak beraturan. Konon cerita dari keluarga Ratna, dia mendadak jadi celat setelah hidup kembali. Lidahnya semakin pendek, dan kalimatnya sangat tidak jelas. Karena itulah, Ratna jarang berbicara. "Hahahahhha..hahahha..ngomong aja gak beres. Pantesan aja Ibu nuduh saya. Yang dibilang Ratna itu pelakunya pake sempak Hijo, bukannya Barjo." "Interupsi Bu." sela seorang pria bernama Aam.

"Kita gak bisa buktikan, jika sempak hijo panduannya, tapi yang jelas, buku absen itu dipegang oleh Barjo. Mungkin saja Barjo waktu itu memakai sempak berwarna Hijo." sambung Aam lagi. "Ya, kau benar juga. Ayolah Barjo, ngaku saja. Kalau kau mengaku, kami akan maafkan kesalahanmu." bujuk Bu Ati. "Tidak. Saya tidak akan mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan. Saya punya bukti kuat, selain warna putih, sempak saya yang lain hanya berwarna hitam." bela Barjo untuk dirinya. "Ratna, kenapa kau jadi bingung, nak..? tadi kau bilang Barjo pelakunya. Sekarang kenapa kau bilang pelakunya pakai sempak hijo?" tanya Bu Ati lembut dengan harapan Ratna bisa menarik kata-katanya tadi. Tapi sayang, Ratna kadung malu dengan bicaranya yang celat, memilih diam saja dengan menundukkan kepalanya. Kasus ini pun menjadi rancu. Barjo tetap pada pendiriannya tidak mau mengakui, dan Bu Ati selalu mencari upaya untuk menyalahkan Barjo. Tapi, mayoritas seisi kelas sudah sedikit lega, dan mereka sudah bisa becanda dengan santai. "Yasudah lah, kita lupain aja kasus ini." ucap Dila kepada kawankawannya. Diam-diam, Tedi dan anak buahnya turut senang, karena bolos mereka menjadi hilang mengikuti buku absen yang hilang. Tapi mereka pura-pura tidak menyenangi kejadian ini dengan tetap memasang wajah garang kepada Barjo.

Bu Ati pun menjadi bingung dan segera turun ke lantai satu bersama Ratna dengan niat hendak melaporkan perkembangan sidang tadi kepada bu Eva. Ditengah jalan, mereka berpapasan dengan Lukman dan Manto, pemimpin geng SPHOT yang tampak baik dimata para Guru. "Gimana Bu..? Barjo kena sangsi apa..?" tanya Lukman. "Ibu juga bingung Man, kasusnya jadi kabur begini." jawab Bu Ati. "Oh, yasudah Bu. Kalau memang terbukti Barjo pelakunya, harus diberi sangsi yang berat Bu. Karena tindakan ini namanya sabotase. Saya masuk dulu ya Bu." "Oh iya, pasti dihukum." Jawab Bu Ati Singkat. Lukman dan Manto tampak tidak tenang, karena gagal meyakinkan teman-teman sekelas Barjo untuk bisa memaksa Barjo mengakui kesalahan yang tidak dibuatnya. Kasus yang membingungkan itupun ditutup, dan buku absen yang baru diberikan kepada Barjo. Tapi kubu geng SPHOT masih bergerilya meyakinkan sekelas Barjo bahwa pelakunya adalah Barjo. Mereka kemudian memanipulasi data, bahwa mereka telah menemukan bukti, yakni sebuah sempak berwarna hijo terbuang di halaman belakang rumah Barjo. Rencana geng SPHOT ini tentunya bertujuan agar jabatan ketua kelas tidak lagi dipegang oleh Barjo. Propaganda geng SPHOT berhasil juga. Saat penyerahan buku absen baru, sebagian rombongan kelas yang terdiri dari Dila, Mila, Aam, Gito, Ahmad, Tedi dan Angga, secara serentak menolak penyerahan buku itu kembali ketangan Barjo dan menyerukan pemilihan ketua kelas

yang baru. Seruan mereka disambut baik oleh Barjo dengan sikap terbuka. Tapi, kali ini keberuntungan tidak berpihak kepada geng SPHOT, karena tidak ada dari kawanan sekelas yang bersedia mencalonkan diri. Secara otomatis, jabatan itu kembali dipegang Barjo, dan kasus itu berakhir dengan desas-desus terus menerus, yakni Barjo sebagai tertuduh.

--Selesai--

Menggeliat Menggeliat Penuh Hasrat


Awan mendadak cerah, padahal pagi tadi sangat mendung. Hampir saja Ozy melupakan sekolah karena cuaca dingin membisikan kalimat tidur panjang ketelinganya. Namun ayahnya tak mau kompromi. Dengan suara yang keras dia berusaha membangunkan Ozy untuk kesekian kalinya. Dan Ozy pun menyerah. Dia bangkit dari tidurnya, mandi, berpakaian dan berangkat ke Dharmawangsa. Diwarung tempat biasa kawanan perokok nongkrong dia turun dan singgah sejenak untuk menghabiskan sebatang rokok. Mereka bercerita tentang tawuran kemaren dengan sekolah tetangga. Saat-saat yang paling menegangkan dari adegan tawuran itu, Yopi Dores memanfaatkannya dengan mencatat nomor polisi mobil yang kacanya pecah akibat terlempar batu. "Kawan-kawan kita pada begok ya, hobinya kok tawuran, menang kalah sama-sama bonyok..hahahhaha." Kata Yopi Dores. "Yang menang itu sudah pasti Yopi.." sambung Barjo. "Yoi bro..! kena tiga angka coy, menang besar kita hari ini." Dari kejauhan, Pak Udin kembali lagi memulai aksinya, yakni memantau kawanan perokok itu. Dia menyusun siasat agar bisa menangkap basah kawanan itu. Tapi lagi-lagi, jasa kurir lebih cepat dari usahanya. Ami yang baru turun dari becak dengan kekasihnya Tita, anak baru pindahan Jakarta itu, memberi aba-aba kepada kawanan. Kawanan itu langsung menghilangkan barang bukti, dan Pak Udin kembali lagi menuai kegagalan. Pak Udin patut bersedih karena kegagalan berkali-kali.

"Ayo cepat pergi dari sini, liat tuh si Udin mukanya ketat kayak sempak baru..!!" Seru Barjo. "Kalah Togel mungkin dia.." celoteh si Ari, lelaki yang tidak merokok namun gemar melukis. Terlepas dari celotehan-celotehan itu, mereka pun tetap beranjak dari tempat itu menuju ruangan belajar Dharmawangsa. Mereka berlima pun berpapasan dengan Jacky Sipakkar saat hendak menaiki anak tangga. Dia langsung menarik tangan Ozy. "Mana cd pornonya, coy..?" "Gampang itu, gak mungkin lah aku kasih disini..." "Ok! atur aja nanti ya! " "Sip!" Hari-hari disemester ini adalah hari-hari terakhir mereka belajar di Dharmawangsa, sebentar lagi sudah tiba waktunya ujian kelulusan. Belajar pun semakin intensif. Empat orang dari kawanan perokok itu rupa-rupanya berkehendak juga untuk lulus diperguruan tinggi negeri. Mereka pun masuk kedalam bimbingan belajar. Sepulang sekolah, mereka harus belajar lagi, dan semua dilakukan demi untuk lulus kuliah di PTN. Kawanan itu sudah berada dikelas, dan pagi ini dimulai dengan mata pelajaran Sejarah. Selang beberapa menit, Bu Arni pun tiba dikelas. Semuanya sudah berkumpul, kecuali Mance, yang mendadak telat pagi ini. Memang akhir-akhir ini beberapa kawanan itu disibukkan oleh beberapa kegiatan, selain bimbingan belajar, mereka juga bikin band,

untuk mentas diperpisahan nanti. Bandnya belum memiliki nama, karena sangat susah bagi mereka untuk hal tersebut. Pelajaran sudah dimulai. Kali ini bu guru bercerita tentang Terusan Suez yang memisahkan Arab dengan Mesir di Afrika. Sudah 10 menit dia bercerita, namun banyak diantara mereka yang bingung harus menghayalkan apa, terutama soal Arab dan Mesir. Mau berkhayal soal TKI sudah tentu tak mungkin, karena temanya tak begitu. Ami yang duduk paling sudut bangku belakang tampak bengong kebingungan. Mungkin dalam pikirannya berkecamuk prihal Terusan Suez. kira-kira benda apa itu ya..? kok susah membayangkannya..? begitulah kira-kira. Limabelas menit berselang, dan pintu pun diketuk oleh seorang lelaki yang diduga Mance. ternyata benar, dia lah orangnya. "Spada..!!" Bu Arni cuek aja, dan melanjutkan materinya soal terusan suez. "Spada..Spada, ada orang gak ya..?" Mendengar kalimat Mance barusan, sontak Bu Arni kaget bukan kepalang. Dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Mance. Dia jambak rambut Mance dan mengayunkannya ke kanak dan ke kiri, sambil merepet tentunya. "Apa kau bilang..? enak aja kau bilang spada, harusnya kau bilang Assalamuallaikum..!!" Ricky, temen dekat Ami yang menyaksikan peristiwa tragis itu mendadak geli, rupa-rupanya pikiran joroknya merajai kepalanya. Ricky langsung berbisik ketelinga Ami.

"Kau lihat itu Mi, si Mance diperlakukan persis pasien Bandar Baru yang gak sanggup bayar.." Mendengar ucapan Ricky, Ami pun mendadak tertawa kekeh tanpa dia sadar. Bu Arni semakin berang. "Mulut kau itu, kalau gak suka belajar sama saya, silahkan keluar!" Mendengar ancaman serius itu, semuanya mendadak diam, termasuk si Mance. Dengan tergopoh-gopoh dan kepala berat, Mance berjalan ketempat duduknya. Dan seperti biasa, mulutnya bau alkohol. Konsentrasi Bu Guru pun buyar. Rupanya dia sangat marah, dan memilih keluar ruangan sejenak. Tak lama berselang, koordinator panitia pentas seni masuk kedalam kelas dan memanggil beberapa nama panitia untuk rapat, diantaranya yang dipanggil adalah: Ami, Mance, Irawan, dan Sigek. Sedangkan yang lain tetap harus tinggal didalam kelas untuk belajar. Bu Arni mengintip dari kejauhan. Dia merasa lega, akhirnya tanpa diusir sekalipun, si Mance dkk sudah keluar. Dia pun melanjutkan pelajarannya sampai selesai. Ozy yang hari itu malas belajar pun mencari cara agar bisa ikut rapat. Sesudah mata pelajaran sejarah selesai, disusul dengan mata pelajaran Akutansi, dan Ozy tahu betul pelajaran itu sangat membosankan. Ozy mencari cara dengan berpura-pura kencing, dan si guru memberikannya izin. Saat berjalan menuju toilet dan melintas di Mushola, Sigek menghampiri Ozy. Dia berkata : "Sini aja ikut rapat, ngapain belajar, toh kita lulus juga kok." bujuknya.

Ozy yang kepalang malas belajar pun mengikuti bujukan Sigek. Ozy sudah berada ditempat rapat, dan duduk manis disitu. Guru Akutansi yang mirip Mario Bross itu pun resah pikirannya, karena Ozy tak kunjung tiba dikelas. Dari lantai dua, dia melihat sosok yang diduga mirip Ozy sedang duduk dalam rapat panitia pentas seni. Dia hendak menjemput Ozy dan turun kebawah. Rupanya Ozy tahu rencana Pak Guru tersebut. Dengan cepat dia pergi dari ruang rapat dan hendak kembali ke kelas. Pak Guru pun geram melihat tingkahnya, dan mengejar Ozy. Guru dan murid itu pun berkejaran persis Tom and Jerry. Setibanya dikelas, Ozy langsung kenal pukulan maut, dan diusir keluar kelas. Meski terasa sakit, tapi Ozy bahagia karena keputusan Pak Guru sungguh sangat bijaksana. Lonceng pulang bergema, dan seluruh pemuda dan pemudi itu keluar dan pulang kerumah masing-masing. Kawanan perokok itu pun bingung mau kemana. Hari ini tidak ada jadwal bimbingan belajar. Lagi pula hari ini hari Jum'at. Ozy menawarkan latihan band dirumahnya, dan kawanan itupun setuju. Mereka berangkat berenam, yakni Ozy, Irawan, Ami, Mance, Idil, dan Barjo. Mereka tiba dirumah Ozy pukul 12.00 WIB. Adzan Jum'at pertama telah berkumandang. Mereka disambut oleh Ayah Ozy, dan ayahnya menyuruh mereka Solat Jum'at. Ami beralasa: "Aku gak ikut ya, belum mandi wajib." "Aku juga, celanaku uda tiga hari belum ganti." kata Barjo. "Aku sudah pasti gak bisa, soalnya tiap hari aku minum alkohol..hehehhe." sambung Mance.

Ozy bingung. Dia pun menawarkan solusi yang adil. "Gimana kalau kita cabut solat aja...?" "Kemana..?" Tanya Irawan. "Ke Studio Musik aja." usul Ozy. Mereka berenam sepakat, dan segera berangkat. Setibanya di studio musik, mereka menyewa studio selama satu jam. Mereka bingung mau memainkan lagu apa. Terkadang main lagu Slank, sesekali lagu Creed dan lagu-lagu lama miliknya Hellowen. Tapi mereka tidak puas, terutama karena suara Mance yang sumbang dan gebukan drum Ami yang temponya sering kejar-kejaran. Waktu satu jam mereka habiskan untuk coba-coba lagu saja. Dan mereka kembali keruma Ozy tepat jam pulang Solat Jum'at. Setiba dirumah Ozy, mereka makan siang. Sewaktu makan, Mance yang juga anggota Bokepers memulai ceritanya tentang film Maria Ozawa yang baru saja ditontonnya semalam. "Aku punya VCD Ozawa yang baru, besok aku bawa." kata Mance. "Bagus gak..?" sambung Irawan. "Gila cuy, Menggeliat Penuh Hasrat lah..." jawab Mance. "Bagus juga tuh.." Sambung Barjo. "Bagus apanya..?" tanya Ozy. "Bagus juga untuk nama band kita, disingkat jadi MPH, yakni Menggeliat Penuh Hasrat." jawab Barjo.

Mereka pun tertawa, dan mereka akhirnya setuju untuk menamakan band mereka dengan nama MPH Band. Dan selanjutnya :

Satu lagi band papan bawah dirumah tua Dharmawangsa dideklarasikan. Personilnya tak lain adalah kawanan perokok yang sering dicari-cari Pak Udin dan Jacky Sipakkar. Mereka adalah: 1. Ivan: Seorang vokalis bersuara merdu dan sudah sering mendapat penghargaan vokalis rock terbaik dalam setiap festival band rock kota Medan. Kemampuan olah vocalnya tak perlu diragukan lagi. Sayang, dialah satu-satunya personil yang bukan dari rumah tua Dharmawangsa. 2. Ozy: Seorang gitaris rock yang doyan dengan musik rock jaman baholak. Dia penggemar Helloween, Van Hallen dan Aerosmith. Dia juga kagum dengan Nelly Furtado. Dan tentunya dia sangat membenci Bung Rhoma,karena konon, tembang bang Haji yang berjudul "Begadang" dan "Judi" kerap mengusik kehidupannya. 3. Irawan: Gitaris Metal satu ini harus mengalah dengan selera temantemannya yang cenderung menyukai lagu rock dengan suara melengking. 4. Idil: Seorang basis dadakan. Sebelumnya tidak pernah mempunyai grup band. Dia bergabung dengan MPH Band karena ingin dilihat cewek incarannya saat manggung nanti. 5. Ami: Drumer satu ini tak perlu diragukan lagi loyalitasnya. Dia sangat loyal kepada kawan-kawan, karena hanya itulah yang membuat dia dipakai

menjadi drumer. Jangan bicara skill kepadanya, karena dia pasti akan menjawab dengan ringan, yakni "elleh"

dan berikut ini personil tambahan


6. . Mance: Seorang pemabuk yang menyamar menjadi pelajar. Dia adalah pemalak ulung. Dia direkrut oleh grup ini karena kelihaiannya memobilisasi dana latihan dari memalak kawan-kawan. 7. Barjo: Dia berperan sebagai tukang foto. Dia sangat menyukai tugas ini, karena ingin menjadi bagian dari MPH Band. Dan siang ini mereka merencanakan untuk membahas lagu-lagu yang akan dibawakan pada pentas seni mendatang. Lagu-lagu yang sering dibawakan adalah "Forever and One dan If I Knew" miliknya Helloween dan "Perpisahan" miliknya Kaisar. Ketiga lagu itu memang telah disiapkan matang-matang oleh mereka. Mata pelajaran yang sangat membosankan bagi Irawan, yakni Bahasa Inggris terasa lama berakhir. Padahal dia sudah sangat bosan diruangan itu. Terlebih yang menjadi guru adalah Bu Richa, yang selalu bersikap sinis kepada Irawan. Sikap sinis itu terjadi pada peristiwa "Kaki Tak Sopan" Begini ceritanya. Sebulan yang lalu, bu Richa tampak sedang murung. Wajahnya lesu, dan seisi ruangan tak ada yang berani menegurnya. Sudah 15 menit dia berada diruangan, namun tak satupun perintah membuka halaman buku seperti biasa diperintahkannya. Sudah tentu Bu Richa semakin suntuk. Pasalnya, ternyata dia ingin diperhatikan. Dia pengen salah satu saja dari rombongan kelas bertanya dengan nada manis kepadanya. Misalnya begini:

"Ibu kenapa..? Kok ibu murung? ibu sedih ya?" Tapi tak seorang pun yang sanggup bertanya demikian. Batas toleransi pun sudah berakhir. Bu Richa langsung marah. Pandangannya langsung terlempa kewajah Irawan, dan turun ke kakinya. "Irawan, turunkan kakimu, kamu itu tidak sopan." Ucapnya ketus. Irawan kaget. Padahal kaki setengah bersila dibangku yang mempunyai meja kecil seperti bangku mahasiswa sudah lazim terjadi. Bahkan bukan hanya Irawan saja, hampir semua anak lelaki berposisi demikian, dan Irawan pada saat itu duduk dibarisan paling belakang. "Barisan depan kakinya juga begitu, kenapa cuma saya yang disuruh turun..?" jawab Irawan. "Kamu turunkan atau saya yang keluar dari kelas ini." ancam Bu Richa. Irawan bergumam sendirian. Batinnya mengatakan: "Kalau malas ngajar ya gak usah ngajar, aku lebih senang kalau begitu. Lagian urusan rumah tangga dibawa-bawa ke kelas." "Kenapa kamu diam, ayo jawab!" Perintah Bu Richa. Irawan tak menjawab. Dia juga tak menurunkan kakinya. Bu Richa langsung mengambil tindakan, dan keluar dari kelas itu. Selang 5 menit, Irawan dipanggil keruangan Pak Udin, seorang yang mengurusi tindak kriminal dan kenakalan dirumah tua itu. Irawan pun pergi keruangan beliau. "Irawan, kenapa lagi kamu..? sudah mau lulus saja kok gak bisa menjaga kelakuan..?" tanya Pak Udin. "Begini pak.."

"Ah sudahlah, Aku sudah tau ceritanya." potong Pak Udin. "Yasudah, kalau begitu saya permisi." ucap Irawan. "Sebentar, ini surat panggilan untuk orang tua mu, mungkin dengan begitu kamu bisa berubah." jelas Pak Udin. Irawan mengambil surat itu, dan dia jijik sekali dengan aturan sepihak dirumah tua itu. Dia sudah berencana untuk memberikan surat itu kepada tukang becak, yang akan dia suruh menjadi orang tuanya. Irawan kembali ke kelas, dan disitu dia melihat Bu Richa sedang mengajar. Irawan nyelonong saja tanpa mengucapkan salam, dan dia kembali mengangkat kakinya seperti tadi. Bu Richa tau tentang kaki Irawan yang sengaja diangkatnya, dan dia diam saja. Bu Richa lalu bicara kepada forum. "Kalian sudah mau lulus, dan saya sangat senang. Kalian mau nilai berapa..? dimulai dari depan." ucap bu Richa. Satu persatu mereka mengutarakan nilai yang diinginkan, dan mayoritas ingin nilai 8 dan 9. Tiba giliran Irawan, dan Bu Richa melewatkannya, langsung kepada Ricky dan Ami, teman sebangku Irawan. Namun Ami yang masih famili dengan bu Richa resah juga karena kawannya tak diperhatikan. Dia langsung bertanya: "Kenapa Irawan tak ditanya soal nilai bu..?" "Dia bersalah, dan tak punya inisiatif untuk minta maaf." tegas bu Richa.

Ami berbisik kepada Irawan. "Ayo, minta maaf saja..!!" dan dijawab Irawan: "Gak salah kok minta maaf, aku gak hidup dari makan nilai kok." jawab Irawan. Lonceng pulang berdering. Dan mereka berkumpu lagi untuk latihan, dan ini latihan terakhir, karena esok hari saat yang dinanti-nanti tiba, yaitu pentas seni. Idil mengajak Vita, gadis genit yang diincarnya untuk ikut latihan, sekaligus dia mau pamer kalau dirinya sudah jadi anak band. Diluar gerbang rumah tua Dharmawangsa, Ivan telah menanti kawanan itu. Mereka berangkat menuju studio musik, dan memulai latihannya. HAsilnya cukup memuaskan. Mereka berhasil membawakan tiga tembang itu dengan baik, dan mereka telah siap untuk beraksi esok hari. Ada banyak band yang akan unjuk gigi esok, dan mereka tak perduli. Keesokan harinya, mereka sudah berkumpul sejak pukul 10.00 WIB. Mereka telah siap, dan mereka mendapat jadwal manggung pada pukul 15.00 WIB. Waktu yang lama itu mereka pergunakan dengan kegiatan yang berbeda-beda. Kalau Mance tak usah ditanya lagi, dia sedang pesta miras di lantai 3, dan Idil sedang berciuman dengan Vita di lantai 2. Ozy dan Irawan menghabiskan rokok berbatang-batang tepat dihadapan Pak Udin, menunjukkan dirinya bahwa mereka telah dewasa, dan akan keluar dari rumah tua itu. Pak Udin hanya bisa dongkol melihat tingkah tengik kedua anak itu. Kalau Ami sibuk merayu Nova, berharap gadis itu mau menerima cintanya. Sedangkan Barjo sibuk dengan kameranya, dia mencari-cari objek yang ganjil untuk difotonya, semisal, melihat sempak cewek yang terlihat sedikit karena memakai rok mini, atau memotret orang yang sedang ngupil dan garuk-garuk pantat.

Tibalah saatnya jadwal manggung MPH, dan pembawa acara sudah memanggil band tersebut. NAmun yang dipanggil tak kunjung datang, masih sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Idil dan Ami buru-buru turun kebawah, begitu juga dengan Ami, Ozy dan Irawan. Karena agak sedikit lama, pembawa acara setengah berkelakar berkomunikasi dengan penonton. "Ada yang tau kepanjangan MPH..?" "gaaakkkk penttiiiingggg.." jawab penonton. "Kepanjangannya adalah Menggeliat Penuh Hasrat." Dan penonton pun tertawa terpingkal-pingkal. Personil MPH pun naik keatas panggung, dan cek sound, dan Ivan pun menjelaskan kepada penonton prihal lagu yang akan dibawakannya. Semua personil telah siap dengan alatnya, dan lagu pertama pun dimulai, "Forever and One" milik Helloween. Penonton yang menyaksikan biasa aja. Memang lagu ini bukanlah lagu populer dijaman itu. Tapi tampaknya guru-guru sangat menikmatinya, terlebih lagi Bu Richa. Lagu ini mengingatkan Bu Richa saat kekasihnya mendorongnya dengan keras saat dia bermain ayunan, dan beliau pun terjatuh. Karena peristiwa itu mereka putus. Bu Richa menangis mendengarkan lagu ini, dan pikirannya tertuju pada mantan kekasihnya. Pak Udin pastilah tak mengerti lagu ini. Apa lagi lagu ini berbahasa inggris. Dia lebih menyenangi lagu-lagu lama milik Black Brothers, Pance F Pondaag atau Dedy Dores, kalau musik luar dia hanya suka gendang Qasidah.

Lagu itu selesai sudah sesaat setelah Ozy memainkan melodi gitarnya. Menyusul lagu kedua, miliknya Kaisar, yang berjudul "Perpisahan." Lagu ini mendapat perhatian penonton bukan karena mereka hafal, tapi karena tema acaranya memang berpisah dengan rumah tua Dharmawangsa, yang juga berarti berpisah dengan kawan-kawan. Untungnya Pak Udin tahu lagu ini. Dan dia tampak serius mendengarkan. Rupa-rupanya Jacky Sipakkar pun ikut sedih, ternyata lagu itu mengingatkannya pada Boru Situmeang, yang gagal dinikahinya karena uang Sinamot nya kurang. Padahal dia sangat mencintai gadis itu, dan cintanya kandas karena kemiskinan. Setelah selesai dengan lagu penutupnya, MPH pun turun panggung, dan Bu Richa menghampiri mereka dan dengan bangga memuji-muji mereka. "Kalian kreatif dan sanggat terampil bermusik." puji Bu Richa. Irawan yang masih kesal dengan ulah Bu Richa diam saja, dan memperlihatkan mimik wajah yang tidak senang. Lalu Bu Richa bertanya kepada Irawan: "Kamu masih tidak mau minta maaf?" "Saya tetap tidak merasa bersalah, saya tidak akan minta maaf." jawab Irawan singkat. "Yasudah." jawab Bu Richa tak kalah singkat, dan kemudian pergi meninggalkan personil MPH.

Anda mungkin juga menyukai