Anda di halaman 1dari 186

The Chronicles of Narnia #6

Kursi Perak
(The Silver Chair)
by
C.S. Lewis

1|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


KURSI PERAK

BAB SATU
Di Belakang Gimnasium

SAAT itu hari musim gugur yang kelabu dan Jill Pole sedang
menangis di belakang gimnasium. Dia menangis karena mereka
mempermainkannya.
Kisah ini bukan cerita tentang sekolah, jadi aku akan memberitahu
sesedikit mungkin tentang sekolah Jill, yang bukan topik
menyenangkan. Sekolah itu perguruan “koedukasional” bagi anak-
anak laki-laki dan perempuan, yang dulunya disebut sekolah
“campuran”, beberapa orang berkata otak para pengurusnya lebih
tercampur-baur daripada sekolah itu sendiri. Para pengurus sekolah
ini berpikir anak-anak laki-laki dan perempuan seharusnya diizinkan
melakukan apa pun yang mereka sukai.
Dan sayangnya yang disukai sepuluh sampai lima belas anak paling
besar adalah mempermainkan teman-teman mereka. Berbagai macam
hal, tindakan yang mengerikan, terus berlangsung, padahal di sekolah
biasa para guru pasti sudah menemukan dan menghentikan tindakan-
tindakan ini pada pertengahan semester. Tapi bukan itu yang terjadi di
sekolah ini. Atau bahkan kalaupun tindakan-tindakan ini diketahui,
mereka yang melakukannya tidak dikeluarkan atau dihukum.
Kepala Sekolah berkata mereka termasuk kasus psikologis yang
menarik dan memanggil murid-murid mi lalu mengajak mereka bicara
berjam-jam. Dan kalau kau tahu hal-hal yang tepat untuk dikatakan
pada Kepala Sekolah, hasil akhirnya adalah kau akan jadi murid
kesayangan, bukan sebaliknya.

2|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


Itulah sebabnya Jill Pole menangis di hari musim gugur yang kelabu
di jalan setapak lembap antara dinding belakang gimnasium dan
semak-semak. Dan dia belum selesai menangis ketika seorang anak
laki-laki muncul di pojokan gimnasium sambil bersiul, tangannya
dalam kantong. Dia nyaris menabrak Jill.
“Tidak bisakah kau melihat ke mana jalanmu?” kata Jill Pole.
“Baiklah,” kata anak laki-laki itu, “kau tidak perlu marah “
kemudian melihat wajah anak perempuan itu. “Wah, Pole,” katanya,
“ada apa?”
Jill menampilkan ekspresi aneh, yang biasanya terjadi saat kau
berusaha mengatakan sesuatu tapi kemudian menyadari, begitu mulai
bicara, kau akan mulai menangis lagi.
“Mereka, ya? Seperti biasa,” kata anak laki-laki itu sedih,
membenamkan tangannya semakin dalam pada saku.
Jill mengangguk. Dia tidak perlu mengatakan apa pun, bahkan kalau
bisa mengatakannya. Mereka sama-sama tahu.
“Nah, dengarlah,” kata anak laki-laki itu, “tidak ada gunanya bagi
kita..”
Maksudnya baik, tapi cara bicaranya memang mirip orang yang
akan mulai menguliahi. Jill tiba-tiba marah besar (yang memang
sesuatu yang akan kaulakukan kalau tangismu terputus).
“Oh, pergilah, bereskan urusanmu sendiri,” katanya. “Tidak ada
yang memintamu datang, bukan? Dan betapa baiknya dirimu mulai
memberitahu aku apa yang harus kulakukan! Kurasa kau akan bilang
aku harus menghabiskan waktu untuk menjilat mereka dan melakukan
hal-hal yang mereka inginkan, dan datang cepat-cepat kalau mereka
panggil, seperti yang kaulakukan.”

3|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


“Oh, ampun!” kata anak laki-laki itu, duduk di pinggiran berumput
di tepi semak-semak lalu cepat-cepat bangkit lagi karena rumput itu
sangat basah. Dia tidak beruntung bernama Eustace Scrubb, tapi dia
bukan anak jahat.
“Pole!” katanya. “Adilkah itu? Apakah aku pernah melakukan hal
seperti itu semester ini? Bukankah aku membela Carter soal kelinci?
Dan bukankah aku tetap memegang rahasia Spivvins di bawah
siksaan pula? Dan bukankah “
“Aku ti-tidak tahu dan aku tidak peduli,” isak Jill.
Scrubb melihat Jill masih belum tenang, dan menawarkan permen
pedas. Dia ikut makan satu. Jill mulai bisa berpikir lebih jernih.
“Maafkan aku, Scrubb,” katanya. “Aku tidak adil. Kau telah
melakukan semua itu-semester ini.”
“Kalau begitu lupakan semester kemarin, kalau bisa,” kata Eustace.
“Aku orang yang berbeda saat itu. Aku dulu ya ampun! Aku sangat
menyebalkan dulu.”
“Yah, sejujurnya memang ya,” kata Jill.
“Kalau begitu kau merasakan perubahan diriku, bukan?” kata
Eustace.
“Bukan hanya aku,” kata Jill. “Semua bilang begitu. Mereka
menyadarinya. Eleanor Blakiston mendengar Adela Pennyfather
membicarakan perubahanmu di ruang ganti kemarin. Dia bilang,
'Harus ada yang mengurus si Scrubb itu. Dia sangat tidak tahu aturan
semester ini. Kita harus mengurusnya setelah ini.”
Eustace gemetar. Semua murid di Sekolah Eksperimen tahu apa
artinya “diurus” oleh mereka.
Kedua anak terdiam sesaat. Tetes air jatuh dari dedaunan laurel.

4|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


“Kenapa kau begitu berbeda semester lalu?” tanya Jill.
“Banyak hal aneh terjadi padaku saat liburan,” kata Eustace
misterius.
“Misalnya?” tanya Jill.
Eustace diam saja beberapa lama. Kemudian dia berkata: “Dengar,
Pole, kau dan aku membenci tempat ini sebesar siapa pun bisa
membenci apa pun, bukan?”
“Ya, aku membenci tempat ini,” kata Jill.
“Kalau begitu kurasa aku bisa memercayaimu.”
“Kau baik sekali,” kata Jill.
“Ya, tapi ini benar-benar rahasia. Pole, dengar, apakah kau bisa
memercayai berbagai hat? Maksudku, hal-hal yang akan ditertawakan
semua orang di sini?”
“Aku belum pernah mendapat kesempatan memercayai hat seperti
itu,” kata Jill, “tapi kurasa aku bisa melakukannya.”
“Bisakah kau memercayaiku kalau aku bilang aku pernah keluar
dari dunia ini-berada di luar dunia ini-liburan kemarin?”
“Aku tidak mengerti apa maksudmu.”
“Yah, jangan pakai perumpamaan dunia kalau begitu. Misalkan aku
bilang padamu aku pernah pergi ke tempat hewan bisa berbicara dan
tempat ada- eh-sihir dan naga dan yah, semua hat yang kaukenal
dalam dongeng.” Scrubb merasa sangat aneh ketika mengatakan
semua ini dan wajahnya memerah.
“Bagaimana kau bisa sampai di situ?” tanya Jill. Anehnya dia juga
merasa malu.

5|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


“Satu-satunya cara yang mungkin dengan sihir,” kata Eustace
hampir berbisik. “Aku sedang bersama dua sepupuku. Kami hanya
dibawa begitu saja. Mereka pernah ke sana sebelumnya.”
Sekarang setelah mereka berbisik-bisik, entah bagaimana Jill
merasa lebih mudah percaya. Kemudian tiba-tiba kecurigaan besar
menguasai dirinya dan Jill berkata (dengan begitu galak sehingga saat
itu dia mirip harimau betina): “Kalau aku sampai tahu kau
mempermainkanku, aku tidak akan pernah bicara denganmu lagi.
Tidak, tidak, tidak.”
“Aku tidak bohong,” kata Eustace. “Berani sumpah. Aku
bersumpah demi-demi segalanya.” (Saat aku masih bersekolah dulu,
anak-anak akan berkata, “Sumpah demi Tuhan.” Tapi di sekolah aneh
dan jahat ini Tuhan tidak pernah diajarkan.)
“Baiklah,” kata Jill. “Aku percaya padamu.”
“Dan jangan bilang siapa pun?”
“Menurutmu aku ini siapa?”
Mereka sangat bersemangat ketika mengatakan ini. Tapi ketika
telah mengatakannya, Jill melihat ke sekelili ng dan melihat langit
musim gugur yang kelabu, mende ngar suara tetesan air dari claim,
dan memikirkan semu a ketidakberdayaan dalam Sekolah Eksperimen
(saat it u semester yang panjangnya tiga betas minggu dan mereka
masih harus menjalani sebelas minggu), lalu dia berkata: “Tapi apa
gunanya? Kita tidak di sana: kita di sini. Dan kita jelas tidak bisa ke
sana. Atau bisakah kita?”
“Itulah pertanyaanku selama ini,” kata Eustace. “Saat kami kembali
dari tempat itu, ada yang memberitahu kedua anak Pevensie (yaitu
kedua sepupuku) bahwa mereka tidak bisa ke sana lagi. Mereka sudah
tiga kali ke sana. Kurasa mereka sudah menghabiskan giliran mereka.
Tap] dia tidak pernah bilang aku tidak bisa kembali. Tentu dia akan

6|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


berkata begitu, kecuali kalau maksudnya aku akan kembali? Dan aku
tidak bisa berhenti bertanya-tanya, bisakah kita ?”
“Maksudmu, apakah ada sesuatu yang bisa membuatnya terjadi?”
Eustace mengangguk.
“Maksudmu kita bisa menggambar lingkaran di tanah-dan menulis
huruf-huruf aneh di sana-dan berdiri di dalamnya-dan mengucapkan
mantra-mantra?”
“Yah,” kata Eustace setelah berpikir keras sejenak. “Kurasa itulah
yang selama ini kupikirkan, meskipun tidak pernah kulakukan. Tapi
sekarang aku sampai pada kesimpulan, aku merasa semua lingkaran
dan mantra itu payah. Kurasa dia tidak menyukainya. Semua itu akan
membuatnya tampak seperti kita bisa memerintahnya. Padahal
sebenarnya, kita hanya perlu meminta.”
“Siapa sih orang yang selalu kaubicarakan ini?”
“Mereka menyebutnya Aslan di tempat itu,” kata Eustace.
“Namanya aneh sekali!”
“Tidak seaneh dirinya sendiri,” kata Eustace khidmat. “Tapi mari
kita teruskan. Tidak ada ruginya, hanya meminta. Mari berdiri
bersisian, seperti ini. Dan ulurkan tangan dengan telapak ke bawah:
seperti yang mereka lakukan di Pulau Ramandu “
“Pulau apa?”
“Akan kuceritakan lain kali. Dan dia mungkin ingin kita menghadap
timur. Coba lihat, di mana timur?”
“Aku tidak tahu,” kata Jill.
“Benar-benar hebat betapa anak perempuan tidak pernah tahu arah
mata angin,” kata Eustace.

7|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


“Kau juga tidak tahu,” kata Jill kesal.
“Aku tahu, kalau saja kau tidak terus-menerus mengajak bicara.
Aku tahu sekarang. Itu timur, menghadap ke pepohonan laurel itu.
Nah, maukah kau mengulangi kata-kata ini setelahku?”
“Kata-kata apa?” tanya Jill.
“Kata-kata yang akan kuucapkan tentu saja,” jawab Eustace. “Nah “
Dan dia mulai, “Aslan. Aslan, Aslan!”
“Aslan, Aslan, Aslan,” ulang Jill.
“Tolong biarkan kami berdua pergi ke...”
Saat itu terdengar suara dari sisi lain gimnasium, berteriak, “Pole?
Ya. Aku tahu di mana dia. Dia menangis di belakang gimnasium.
Haruskah aku memanggilnya?”
Jill dan Eustace saling memandang, membungkuk di bawah semak-
semak, dan mulai merayap menuruni tebing tanah bersemak yang
curam dengan kecepatan yang mengagumkan. (Berkat metode
pengajaran yang aneh di Sekolah Eksperimen, murid tidak banyak
mengerti bahasa Prancis, Matematika, bahasa Latin, atau hal-hal
seperti itu. Tapi murid belajar banyak tentang melarikan diri dengan
cepat dan tanpa suara ketika dicari mereka.)
Setelah kira-kira satu menit merayap, Eustace dan Jill berhenti
untuk mendengarkan, dan tahu dari suara-suara yang datang bahwa
mereka diikuti.
“Kalau saja pintu itu terbuka lagi!” kata Scrubb saat mereka terus
merayap turun, dan Jill mengangguk. Karena di puncak semak-semak
ada dinding batu tinggi dan di dinding itu ada pintu menuju padang
terbuka. Pintu ini hampir selalu terkunci. Tapi ada saat pintu itu
ditemukan terbuka, atau mungkin hanya sekali itu. Tapi kau bisa
membayangkan betapa kenangan bahkan pada satu kejadian pun bisa
8|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
membuat orang berharap, dan mencoba membuka pintu itu, karena
kalau saja ternyata tidak terkunci, pintu itu merupakan jalan yang
bagus untuk keluar dari wilayah sekolah tanpa kelihatan.
Jill dan Eustace, sekarang sangat kepanasan dan sangat kotor karena
hampir selalu membungkuk dalam-dalam di balik semak-semak,
terengah-engah memanjat dinding. Dan di sanalah pintu itu, tertutup
seperti biasa.
“Rasanya tidak bagus,” kata Eustace sambil memegang gagang
pintu, kemudian, “O-o-oh. Ya ampun!” Karena gagang itu bergerak
dan pintu terbuka.
Sesaat sebelumnya, mereka sama-sama ingin keluar melalui pintu
itu secepat mungkin, kalau saja pintu itu tidak terkunci. Tapi ketika
pintu itu ternyata terbuka, mereka sama-sama berdiri diam. Karena
apa yang mereka lihat cukup berbeda dengan apa yang mereka
bayangkan.
Mereka membayangkan akan melihat tebing padang bersemak yang
terus menanjak sampai menyatu dengan langit musim gugur yang
kelabu. Tapi malah matahari terik yang menyapa mereka. Cahayanya
berpendar melalui pintu seperti terangnya hari bulan Juni masuk
garasi saat kau membuka pintu. Sinar itu membuat tetesan air di
rerumputan berpendar seperti manik-manik dan menunjukkan betapa
kotornya wajah Jill karena bekas air mata. Dan cahaya matahari itu
jelas datang dari sesuatu yang memang tampak seperti dunia lain-
menurut apa yang mereka lihat. Mereka melihat tanah yang lebih
halus, lebih halus dan cerah daripada apa pun yang pernah dilihat Jill,
dan langit biru, serta benda-benda yang begitu terang sehingga
mungkin saja mereka perhiasan atau kupu-kupu besar terbang ke sana
kemari.
Meskipun menginginkan sesuatu seperti ini, Jill ketakutan. Dia
menatap wajah Scrubb, dan melihat anak itu juga takut.

9|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


“Ayo, Pole,” kata Eustace dengan napas tertahan.
“Apakah kita bakal bisa kembali? Apakah aman?” tanya Jill.
Saat itu terdengar teriakan dari belakang mereka, suara kecil yang
kejam dan penuh kebencian, “Ayolah, Pole,” cicit suara itu. “Semua
tahu kau di sana. Turunlah.” Itu suara Edith Jackie, tidak termasuk
mereka tapi salah satu pengikut dan penjilat mereka.
“Cepat!” kata Scrubb. “Marl. Berpegangan tangan. Kita tidak boleh
berpisah.” Dan sebelum Jill menyadari apa yang terjadi, Eustace
meraih tangannya dan mendorongnya melalui pintu itu, keluar dari
halaman sekolah, keluar dari Inggris, keluar dari dunia, dan memasuki
tempat itu.
Suara Edith Jackie menghilang tiba-tiba seperti suara radio ketika
dimatikan. Mereka langsung dikelilingi suara yang berbeda. Suara-
suara itu datang dari benda-benda cemerlang di atas mereka, yang
setelah terlihat jelas ternyata burung-burung. Mereka membuat suara
berisik, tapi jauh lebih mirip musik-musik kelas tinggi yang tidak bisa
langsung kaumengerti begitu mendengarnya-daripada suara burung
mana pun di dunia kita. Tapi, meskipun ada nyanyian burung itu, ada
semacam keheningan memekakkan yang menjadi latar belakang.
Keheningan itu, ditambah dengan kesegaran udara, membuat Jill
merasa mereka pasti berada di puncak gunung yang sangat tinggi.
Scrubb masih memegang tangan Jill dan mereka melangkah maju,
melihat ke segala arah. Jill melihat pohon-pohon besar, seperti pohon
cedar tapi lebih besar, tumbuh di mana-mana. Tapi karena pepohonan
ini tidak tumbuh rapat, dan tidak ada semak-semak, mereka tetap bisa
melihat jauh ke dalam hutan dan ke arah kanan-kirinya. Dan sejauh
Jill bisa melihat, semuanya sama-tanah datar, burung-burung
beterbangan dengan bulu berwarna kuning, biru kehijauan, atau
pelangi, bayangan-bayangan biru, dan kekosongan. Tidak ada angin
mengusik udara yang segar dan cerah itu. Hutan itu sangat sepi.

10 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tepat di depan mereka tidak ada pohon, hanya langit biru. Mereka
terus maju tanpa bicara sampai tiba-tiba Jill mendengar Scrubb
berkata, “Hati-hati!” dan merasakan dirinya ditarik ke belakang.
Mereka berada tepat di bibir jurang.
Jill termasuk orang beruntung yang tidak takut ketinggian. Dia tidak
keberatan berdiri di pinggir jurang. Dia malah agak sebal pada Scrubb
karena menariknya ke belakang “Memangnya aku anak kecil?”
katanya-dan dia mengibaskan tangannya dari genggam an Scrubb.
Ketika melihat betapa pucat temannya, Jill semakin sebal.
“Ada apa?” katanya. Dan untuk menunjukkan dia tidak takut, dia
berdiri sangat dekat pada bibir jurang, bahkan jauh lebih dekat
daripada yang diinginkannya. Kemudian dia memandang ke bawah.
Sekarang dia sadar Scrubb punya alasan untuk pucat, karena tidak
ada jurang di dunia kita yang bisa dibandingkan dengan ini.
Bayangkan dirimu di puncak tebing paling tinggi yang kautahu. Dan
bayangkan kau melihat ke bawah ke dasar. Kemudian bayangkan
tebing itu terus menurun lagi, semakin jauh, sepuluh kali lebih jauh,
dua puluh kali lebih jauh. Dan ketika kau melihat ke bawah ke
kedalaman itu bayangkan benda-benda kecil putih yang mungkin,
pada pandangan pertama, kausangka biri-biri, tapi kemudian kau
sadar bahwa itu awan-bukan gumpalan-gumpalan kecil kabut tapi
awan putih gemuk besar yang beberapa di antaranya sebesar gunung.
Dan akhirnya, di antara awan-awan itu, kau melihat dasar
sesungguhnya, begitu jauh sehingga kau tidak bisa tahu itu padang
atau hutan, tanah atau air, jauh lebih di bawah awan-awan itu daripada
kau di atasnya.
Jill memandangnya. Kemudian dia berpikir mungkin, sebaiknya, dia
bisa mundur selangkah atau lebih dari pinggir tebing, tapi dia tidak
ingin melakukannya karena takut Scrubb bakal berpikir yang tidak-
tidak. Kemudian tiba-tiba dia memutuskan dia tidak peduli pada
pikiran Scrubb, dan dia lebih baik menjauh dari tepian mengerikan itu
11 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dan tidak pernah menertawakan orang yang takut ketinggian lagi.
Tapi ketika mencoba bergerak, ternyata dia tidak bisa. Kakinya seolah
sudah disemen. Semua benda seperti berenang di depan matanya.
“Apa yang kaulakukan, Pole? Kembali si bodoh!” teriak Scrubb.
Tapi suaranya seolah datang dari jauh. Jill merasa Scrubb meraihnya.
Tapi sekarang dia tidak bisa menguasai tangan dan kakinya sendiri.
Terjadi pergulatan singkat di tepian jurang. Jill terlalu takut dan
pusing untuk menyadari apa yang dia lakukan, tapi ada dua hal yang
dia ingat seumur hidup (kedua hal itu sering kembali dalam
mimpinya). Satu adalah dia berontak melepaskan diri dari pegangan
Scrubb, dan yang lain, di saat yang sama, Scrubb sendiri, sambil
menjerit mengerikan, kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke
kedalaman.
Untunglah, Jill tidak punya waktu untuk memikirkan apa yang telah
dia lakukan. Sejenis binatang besar berbulu terang lari ke pinggir
jurang. Dia berbaring, memajukan tubuhnya, dan (inilah yang aneh)
meniup. Bukan mengaum atau mendengus, tapi meniup dari mulutnya
yang terbuka lebar, meniup semantap pengisap debu mengisap. Jill
berbaring begitu dekat pada makhluk itu sehingga bisa merasakan
napasnya b ergetar mantap melalui tubuhnya. Dia berbaring diam
karena tidak bisa bangun. Dia nyaris pingsan, bahkan dia berharap dia
benar-benar pingsan, tapi pingsan tidak bisa terjadi begitu saja.
Akhirnya dia melihat, jauh di bawahnya, titik kecil hitam melayang
menjauh dari tebing namun agak terbang ke atas. Saat titik itu naik,
dia juga semakin jauh. Ketika hampir setinggi tebing, dia sudah
begitu jauh sehingga Jill tidak bisa melihatnya. Benda itu jelas
bergerak menjauh dari mereka dengan sangat cepat. Jill tidak bisa
menghilangkan pikiran bahwa makhluk di sebelahnya meniup benda
itu menjauh. Jadi dia berpaling dan menatap makhluk itu. Dia singa.
***

12 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB DUA
Jill Diberi Tugas

TANPA memandang Jill sama sekali, singa itu bangkit berdiri dan
meniup untuk terakhir kalinya. Kemudian, seolah puas dengan hasil
pekerjaannya, dia berbalik dan berjalan santai menjauh, kembali ke
dalam hutan.
“Pasti ini mimpi, pasti, pasti,” kata Jill pada dirinya sendiri. “Aku
akan segera terbangun.” Tapi itu bukan mimpi, dan dia tidak
terbangun.
“Aku benar-benar ingin kami tidak pernah datang ke tempat
menyeramkan ini,” kata Jill. “Kurasa Scrubb tidak tahu lebih banyak
daripada diriku. Atau kalaupun tahu, dia tidak boleh membawaku ke
sini tanpa memperingatkan seperti apa keadaan di sini. Bukan salahku
dia jatuh ke jurang itu. Kalau dia tidak menggangguku tadi, kami pasti
masih baik-baik saja sekarang.” Kemudian Jill kembali teringat
teriakan Scrubb saat terjatuh, dan menangis.
Menangis tidak apa-apa asalkan secukupnya. Tapi kau harus
berhenti cepat atau lambat, kemudian kau masih harus memutuskan
apa yang harus dilakukan. Ketika berhenti, Jill mendapati dirinya
sangat haus. Dia tadi berbaring tertelungkup, dan sekarang bangkit
duduk. Burung-burung telah berhenti bernyanyi dan ada keheningan
total kecuali satu suara kecil yang terus-menerus datang dari suatu
tempat yang jauh. Jill mendengarkan baik-baik, dan hampir langsung
yakin itu suara air mengalir.
Jill bangkit dan melihat ke sekelilingnya dengan hati-hati. Tidak ada
tanda-tanda keberadaan si singa, tapi begitu banyak pohon di
sekelilingnya sehingga mungkin saja binatang itu berada cukup dekat
tanpa diketahuinya. Mungkin saja ada beberapa ekor singa. Tapi rasa

13 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
haus Jill sangat parah sekarang, dan dia mengumpulkan keberanian
untuk pergi dan mencari air mengalir itu. Dia berjalan berjingkat,
maju mengendap- ngendap dari pohon ke pohon, dan berhenti untuk
men gintip ke sekeliling dalam setiap langkahnya.
Hutan began tenang sehingga tidak sukar memutuskan dari mana
asal suara itu. Suara itu semakin jelas setiap saat, dan lebih cepat
daripada yang dibayangkannya, Jill mencapai padang terbuka dan
melihat sungai, sejernih kaca, mengalir melintasi padang itu
sepelemparan batu jauhnya dari dirinya. Tapi meskipun pemandangan
air membuat Jill sepuluh kali lebih haus daripada sebelumnya, dia
tidak berlari untuk minum. Dia berdiri sediam mungkin seolah dirinya
telah diubah menjadi batu, dengan mulut ternganga lebar. Dan dia
punya alasan yang bagus, tepat di sisi sungai ini berbaringlah si singa.
Binatang itu berbaring dengan kepala mendongak dan kedua cakar
depannya terjulur di depan, seperti singa di Trafalgar Square. Jill
langsung tahu binatang itu sudah melihatnya, karena matanya
memandang tepat ke dalam matanya sesaat kemudian berpaling-
seolah dia cukup mengenal Jill dan tidak terlalu memedulikannya.
Kalau aku lari, dia akan langsung bisa mengejarku, pikir Jill. Dan
kalau aku maju, aku akan langsung menyerahkan diri ke mulutnya.
Yah, anak itu toh tidak bisa bergerak kalaupun mencoba, dan tidak
bisa melepaskan pandangannya dari si singa. Berapa lama ini
berlangsung, Jill tidak yakin, sepertinya berjam-jam. Dan rasa
hausnya menjadi begitu menyiksa sehingga Jill nyaris merasa dia
tidak keberatan dimakan si singa kalau saja dia yakin bisa minum
seteguk penuh sebelumnya.
“Kalau kau haus, kau boleh minum.”
Itulah kata-kata pertama yang Jill dengar setelah Scrubb bicara
padanya di pinggir jurang. Sedetik dia memandang ke sana kemari,
bertanya-tanya siapa yang bicara. Kemudian suara itu kembali

14 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
berkata, “Kalau kau haus, majulah dan minum,” dan tentu saja Jill
ingat apa yang dikatakan Scrubb tentang hewan yang bisa bicara di
dunia lain itu, dan menyadari pasti si singalah yang bicara. Yah, Jill
melihat bibirnya bergerak kali ini, dan suara itu tidak mirip suara
manusia. Suara itu lebih dalam, lebih liar, dan lebih kuat, sejenis suara
yang berat dan keemasan. Suara itu tidak membuat rasa takutnya
berkurang, tapi membuatnya takut dengan cara yang sedikit berbeda.
“Tidakkah kau haus?” tanya si singa.
“Aku hampir mati kehausan,” kata Jill.
“Kalau begitu minumlah,” kata si singa.
“Bolehkah aku bisakah aku apakah kau keberatan kalau pergi
sementara aku minum?” tanya Jill.
Si singa menjawab permintaan ini dengan menatap dan menggeram
dalam. Dan saat menatap tubuhnya yang tidak bergerak, Jill sadar dia
sama saja meminta seluruh gunung menyingkir demi kenyamanan
dirinya.
Suara gemerecik menyegarkan air sungai itu membuat Jill nyaris
gila.
“Maukah kau berjanji tidak akan-melakukan apa-apa padaku, kalau
aku mendekat?” tanya Jill.
“Aku tidak man berjanji,” kata si singa.
Jill begitu haus sekarang, tanpa sadar dia maju selangkah.
“Apakah kau makan anak perempuan?” tanyanya.
“Aku sudah menelan anak-anak perempuan dan laki-laki, wanita
dan pria, raja dan kaisar, kota dan kerajaan,” kata si singa. Dia tidak
mengatakannya dengan cara menyombong, bukan juga dengan

15 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
penyesalan, atau seolah sedang marah. Dia mengatakannya begitu
saja.
“Aku tidak berani mendekat untuk minum,” kata Jill.
“Kalau begitu kau harus mati kehausan,” kata si singa.
“Oh, ya ampun!” kata Jill, main selangkah lebih dekat lagi. “Kurasa
aku harus pergi mencari sungai lain kalau begitu.”
“Tidak ada sungai lain,” kata si singa.
Tidak terpikir oleh Jill untuk tidak memercayai si singa-tidak ada
yang pernah melihat wajah serius hewan tersebut yang bisa
melakukan itu-dan pikirannya tiba-tiba mengambil keputusan sendiri.
Itulah hal terburuk yang pernah harus dilakukannya, tapi dia main ke
sungai itu, berlutut, dan mulai meraup air dengan tangannya. Air itu
air paling dingin, paling menyegarkan yang pernah dirasakannya. Kau
tidak perlu minum banyak, karena air itu langsung memuaskan
dahagamu. Sebelum merasakan air itu, Jill berniat berlari dari si singa
begitu selesai minum. Sekarang, dia menyadari itu akan menjadi
tindakan yang paling berbahaya. Dia bangkit berdiri dan ber diri
dengan bibir masih basah setelah minum.
“Mari sini,” kata si singa. Dan Jill harus melakukannya. Dia nyaris
berada di antara kedua cakar depan si singa sekarang, menatap tepat
ke arah wajahnya. Tapi dia tidak bisa berlama-lama menatapnya, Jill
menunduk.
“Anak manusia,” kata si singa. “Di mana anak yang laki-laki?”
“Dia jatuh ke jurang,” kata Jill, dan menambahkan, “Sir.” Dia tidak
tahu bagaimana harus memanggilnya, dan rasanya tidak hormat bila
tidak memanggilnya apa pun.
“Bagaimana dia bisa jatuh, Anak manusia?”
“Dia berusaha mencegahku terjatuh, Sir.”

16 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Kenapa kau begitu dekat di pinggir jurang, Anak manusia?”
“Aku sedang menyombong, Sir.”
“Itu jawaban yang sangat baik, Anak manusia. Jangan pernah
melakukannya lagi. Dan sekarang” (saat itu untuk pertama kalinya
wajah si singa menjadi sedikit santai) “anak laki-laki itu selamat. Aku
telah meniupnya ke Narnia. Tapi tugasmu akan lebih sulit karena apa
yang telah kaulakukan.”
“Maaf, tugas apa, Sir?” tanya Jill.
“Tugas yang menjadi sebab aku memanggil dirimu dan anak laki-
laki itu ke sini dari duniamu sendiri.”
Ini membuat Jill sangat bingung. “Dia salah mengira aku orang
lain,” pikir Jill. Dia tidak berani mengatakan hal ini pada si singa,
meskipun dia merasa semuanya akan menjadi benang kusut yang
mengerikan kalau tidak mengatakannya.
“Katakan apa yang kaupikirkan, Anak manusia,” kata si singa.
“Aku sedang bertanya-tanya maksudku mungkinkah ada kesalahan?
Karena tidak ada yang memanggil diriku dan Scrubb, tahu bukan.
Kamilah yang meminta datang ke sini. Scrubb berkata kami harus
memanggil nama-nama seseorang-nama yang tidak kukenal dan
mungkin orang itu akan mengizinkan kami masuk. Dan kami
melakukannya, kemudian kami menemukan pintu itu terbuka.”
“Kau tidak akan memanggilku kecuali aku telah memanggilmu
lebih dulu,” kata si singa.
“Kalau begitu, kaulah orang itu, Sir?” tanya Jill.
“Memang. Dan sekarang, dengarkan tugasmu. Jauh di sini di tanah
Narnia, hiduplah seorang raja yang sedih karena dia tidak punya
pangeran penerus keturunan untuk menjadi raja setelah dirinya. Dia
tidak punya pewaris karena putra tunggalnya diculik darinya bertah
17 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
un-tahun yang lalu, dan tidak ada orang di Narnia yang tahu di mana
pangeran itu atau apakah dia masih hidu p. Tapi dia masih hidup. Aku
memberimu perintah ini, te mukanlah pangeran yang hilang itu, entah
kau menem ukannya dan membawanya kembali ke rumah ayahny a,
mati dalam tugas ini, atau kembali ke duniamu sendi ri.”
“Bagaimana caranya?” kata Jill.
“Akan kuberitahu, Nak,” kata si singa. “Ada tanda-tanda yang
merupakan tuntunanku dalam tugasmu. Pertama-tama, begitu Eustace,
si anak laki-laki, menginjak Narnia, dia akan bertemu teman lama
yang baik. Dia harus langsung menyapa teman itu, kalau dia
melakukannya, kalian akan mendapat bantuan besar. Kedua, kau
harus berjalan ke luar Narnia ke arah utara sampai kau menemukan
puing-puing kota kuno para raksasa. Ketiga, kau akan menemukan
tulisan pada batu di kota tua itu, dan kau harus melakukan apa yang
diperintahkan tulisan itu padamu. Keempat, kau akan mengenali si
pangeran yang hilang (kalau kau menemukannya) berdasarkan
petunjuk ini, dia akan menjadi orang pertama yang kautemui dalam
perjalanan yang akan memintamu melakukan sesuatu dalam namaku,
dalam nama Aslan.”
Karena si singa sepertinya telah selesai, Jill berpikir dia harus
mengatakan sesuatu. Jadi dia berkata, “Terima kasih banyak. Aku
mengerti.”
“Nak,” kata Aslan, dengan suara yang lebih ramah daripada
sebelumnya, “mungkin kau tidak mengerti sebaik yang kaupikir. Tapi
langkah pertama adalah mengingat. Ulangi padaku, dengan berurutan,
keempat tanda.”
Jill berusaha, tapi tidak bisa mengulanginya dengan tepat. Jadi si
singa mengoreksinya, dan menyuruhnya mengulangi lagi dan lagi
sampai Jill bisa mengatakan semuanya dengan tepat sempurna. Aslan
sangat sabar dalam hal mi, sehingga ketika sudah selesai, Jill

18 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
memberanikan diri untuk bertanya: “Maaf, bagaimana aku akan
mencapai Narnia?”
“Oh, dengan napasku,” kata si singa. “Aku akan meniupmu ke
sebelah barat dunia seperti aku meniup Eustace.”
“Apakah aku bisa menemuinya tepat waktu untuk memberitahunya
tentang tanda yang pertama? Tapi kurasa itu tidak penting. Kalau dia
melihat teman lama, dia pasti akan menghampiri dan menyapanya,
bukan?”
“Kau tidak punya waktu untuk dibuang-buang,” kata si singa.
“Karena itu aku harus langsung mengirimmu. Marl. Berjalanlah
bersamaku ke tepi jurang.”
Jill ingat dengan baik ketiadaan waktu untuk dibuang-buang itu
merupakan kesalahannya sendiri. Kalau aku tidak begitu bodoh,
Scrubb dan aku pasti masih bersama. Dan dia ikut mendengar semua
instruksi itu bersamaku, pikirnya. Jadi dia melakukan apa yang
diperintahkan padanya. Rasanya sangat menakutkan, kembali ke tepi
jurang, apalagi si singa tidak berjalan di sisinya tapi di belakangnya-
sama sekali tidak membuat suara dengan cakarnya yang lembut.
Tapi jauh sebelum Jill sampai di dekat tepi jurang, suara di
belakangnya berkata, “Diam. Sebentar lagi aku akan meniup. Tapi,
pertama-tama, ingat, ingat, ingatlah tanda-tandanya. Ulangilah pada
dirimu sendiri begitu kau bangun di pagi hari dan sebelum kau tidur
di malam hari, dan ketika kau terbangun di tengah malam. Dan hal
aneh apa pun yang mungkin terjadi padamu, jangan biarkan apa pun
mengalihkan perhatianmu dari mengikuti tanda-tanda. Dan yang
kedua, aku memberimu satu peringatan. Di gunung ini aku sudah
bicara dengan jelas padamu: aku tidak akan sering melakukannya di
Narnia sana. Di gunung ini udara jernih dan pikiranmu terang, ketika
kau semakin turun mendekati Narnia, udara akan menebal. Hati-
hatilah jangan sampai itu memengaruhi pikiranmu. Dan tanda-tanda

19 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
yang sudah kaupelajari di sini, sama sekali tidak akan mirip dengan
apa yang kaubayangkan ketika kau menemukannya di sana. Karena
itu sangatlah penting untuk mengenali mereka dengan hatimu dan
jangan memerhatikan penampilan mereka. Ingatlah tanda-tanda itu
dan percayalah pada mereka. Yang lain tidak penting. Dan sekarang,
Putri Hawa, selamat jalan.”
Suara itu semakin pelan di akhir kata-katanya dan sekarang
menghilang seluruhnya. Jill melihat ke belakangnya. Dia kaget
melihat tebing sudah lebih dari seratus meter di belakang, dan sang
singa sendiri tinggal setitik warna emas di tepian tebing. Jill telah
merapatkan rahang dan mengepalkan tangan, bersiap menyambut
tiupan kencang sang singa, tapi tiupan itu begitu lembut sehingga dia
bahkan tidak menyadari saat dia meninggalkan tebing. Dan sekarang,
tidak ada apa-apa kecuali udara di ribuan demi ribuan meter di
bawahnya.
Jill merasa takut sesaat. Di satu sisi, tanah di bawahnya begitu jauh
sehingga seolah tidak ada hubungan dengan dirinya. Di sisi lain,
mengambang di atas napas singa sangat nyaman. Jill menemukan dia
bisa berbaring atau telungkup dan berbalik-balik ke arah mana pun
yang diinginkannya, seperti yang bisa kaulakukan di air (kalau kau
sudah belajar mengambang dengan benar). Dan karena Jill bergerak
mengikuti kecepatan napas, tidak ada angin, dan udara sepertinya
sangat hangat. Rasanya sama sekali tidak mirip berada dalam
pesawat, karena tidak ada suara dan getaran. Kalau Jill pernah naik
balon udara, dia mungkin merasa keadaan itu lebih mirip naik balon
udara, tapi lebih baik.
Ketika menengok ke belakang, dia bisa melihat untuk pertama
kalinya ukuran sesungguhnya gunung yang ditinggalkannya. Dia
bertanya-tanya bagaimana gunung sebesar itu tidak diliputi salju dan
es-tapi kurasa semua hal seperti itu berbeda di dunia ini, pikir Jill.
Kemudian dia melihat ke bawahnya, tapi dia begitu tinggi sehingga

20 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
tidak bisa memastikan apakah dia mengambang di atas tanah atau
laut, dia juga tidak bisa menentukan kecepatan gerakannya.
“Ya ampun! Tanda-tandanya!” kata Jill tiba-tiba. “Lebih baik aku
mengulanginya.” Dia panik sedetik atau dua detik, tapi dia mendapati
dirinya masih bisa menyebutkan semua tanda itu dengan benar. “Jadi
tidak apa-apa,” katanya, kemudian berbaring di udara seolah di sofa,
dengan mengembuskan napas puas.
“Wah, aku yakin,” kata Jill pada dirinya sendiri beberapa jam
kemudian, “aku sudah tertidur. Tidur di udara nyaman sekali. Aku
ingin tahu apakah sudah ada yang pernah melakukannya sebelum ini.
Kurasa belum pernah ada. Oh, sial-Scrubb mungkin pernah! Dalam
perjalanan yang sama, tidak lama sebelum diriku. Mari l ihat seperti
apa pemandangan di bawah.”
Pemandangan di bawah tampak seperti padang yang luar biasa luas
berwarna biru yang sangat tua. Sejauh pandang tidak ada bukit-bukit,
tapi ada benda-benda putih besar bergerak perlahan melintas. “Itu
pasti awan,” pikir Jill. “Tapi jauh lebih besar daripada yang kami lihat
dari jurang. Kurasa mereka lebih besar karena lebih dekat. Aku pasti
semakin rendah. Aduh, cahaya matahari ini.”
Matahari yang jauh tinggi di atas Jill ketika dia memulai perjalanan,
sekarang cahayanya mulai menyakiti mata. Scrubb cukup benar saat
berkata Jill (aku tidak tahu bagaimana perempuan pada umumnya)
jarang memikirkan arah mata angin. Kalau tahu arah, dia akan tahu,
ketika cahaya matahari menyilaukan matanya, bahwa arah
perjalanannya kurang lebih ke barat.
Menatap padang biru di bawah, Jill memerhatikan ada titik-titik
kecil berwarna lebih muda dan pucat di sana-sini. Itu land pikir Jill.
Kurasa itu pulau-pulau. Memang begitu. Jill mungkin akan agak iri
kalau saja tahu beberapa pulau itu sudah dilihat Scrubb dari geladak
kapal dan bahkan sudah dijejakinya, tapi Jill tidak tahu ini. Kemudian,

21 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
lama setelahnya, Jill mulai melihat ada kerutan-kerutan kecil pada
dataran biru itu, kerutan-kerutan kecil yang pasti merupakan ombak
besar kalau kau berada di bawah, di antaranya. Dan sekarang,
sepanjang horison ada garis gelap tebal yang menebal dan menggelap
begitu cepat sehingga kau bisa melihatnya berkembang. Itulah tanda
pertama yang Jill dapat tentang betapa cepatnya perjalanannya. Dan
dia tahu garis menebal itu pasti tanah.
Tiba-tiba dari sisi kiri (karena angin bertiup dari selatan) awan putih
besar mendekat dengan cepat ke arahnya, kali ini sejajar dengan
dirinya. Dan sebelum menyadari di mana dirinya, Jill masuk tepat ke
tengah kabut yang dingin dan basah. Kejadian itu membuatnya
kehilangan napas, tapi hanya sesaat. Jill keluar dari awan itu sambil
mengerjapkan mata karena silaunya sinar matahari dan merasakan
pakaiannya basah. (Dia mengenakan blazer, sweter, rok pendek,
stoking, dan sepatu yang cukup tebal. Di Inggris harinya kelabu dan
berlumpur.) Dia keluar dari awan di titik yang lebih rend ah daripada
ketika dia memasukinya, dan begitu keluar dia menyadari sesuatu
yang, kurasa, seharusnya dia h arapkan, tapi malah menjadi kejutan
dan membuatnya kaget. Suara-suara. Sampai saat itu perjalanannya
benar-benar hening.
Sekarang, untuk pertama kalinya, Jill mendengar suara-suara ombak
dan jeritan burung cam ar. Dan sekarang juga, dia mencium aroma
laut. Tidak mungkin salah tentang kecepatannya sekarang. Dia me
lihat dua ombak bertabrakan dan semburan buih muncr at di antara
mereka, tapi nyaris tidak melihatnya sebelum kejadian itu lewat
seratus meter di belakangnya. Daratan semakin mendekat dengan
kecepatan tinggi. Jill bisa melihat gunung-gunung jauh di daratan, dan
gunung-gunung lain yang lebih dekat di sisi kirinya. Dia bisa melihat
teluk-teluk dan tanjung-tanjung, hutan-hutan dan ladang-ladang,
pantai berpasir yang membentang. Suara ombak pecah di pantai
semakin keras setiap saat dan menenggelamkan suara laut yang lain.

22 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tiba-tiba daratan terbuka tepat di depannya. Jill mende kati muara
sungai. Perjalanannya sangat lambat sekara ng, hanya beberapa meter
di atas air. Puncak ombak m encapai kakinya dan cipratan besar buih
membuatnya nyaris basah sampai ke pinggang. Sekarang dia se mak
in lambat. Bukannya melayang ke hulu sungai, dia berg erak ke
pinggir sungai di sisi kirinya. Ada begitu banyak hal yang harus
diperhatikan sehingga Jill tidak dapat mengingat semuanya sekaligus,
padang yang begitu halu s dan hijau, perahu dengan warna-warni
begitu cerah sehingga tampak seperti perhiasan berukuran besar,
menara-menara dan benteng-benteng, bendera-bendera berkibar di
udara, kerumunan orang, baju-baju indah, persenjataan, emas, pedang,
suara musik. Tapi semua ini bercampur-baur. Hal pertama yang jelas
bagi Jill adalah dia diturunkan dan berdiri di bawah pepohonan di
dekat pinggiran sungai, dan di sana, hanya beberapa meter darinya,
berdiri Scrubb.
Hal pertama yang dipikirkan Jill adalah betapa kotor, berantakan,
dan secara keseluruhan tidak menariknya penampilan Scrubb. Dan
pikirannya yang kedua adalah betapa basahnya diriku!
***

23 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB TIGA
Pelayaran sang Raja

YANG membuat Scrubb tampak begitu kotor (begitu juga Jill, kalau
saja dia bisa melihat dirinya sendiri) adalah kemegahan lingkungan
sekitar mereka. Sebaiknya aku langsung menceritakannya.
Melalui celah gunung-gunung yang dilihat Jill jauh di tengah
daratan ketika mendekati tempat itu, cahaya matahari terbenam
menyinari padang yang rata. Di sisi jauh padang itu, bendera penanda
arah angin berkilauan tertimpa cahaya, berdiri kastil dengan banyak
menara besar-kecil, kastil paling indah yang pernah dilihat Jill. Di sisi
yang dekat ada galangan kapal dari marmer putih, tertambat pada
galangan ini, kapal itu: kapal yang tinggi dengan dek depan yang
tinggi dan dek belakang yang tinggi, keemasan dan merah, dengan
bendera besar di buritan, dan banyak umbul-umbul berkibar di
deknya, dan sederetan tameng, menyilaukan seperti perak, di
sepanjang pagar pertahanan. Papan jembatannya terpasang di depan
Jill, dan di kakinya, tepat slap untuk naik ke kapal, seorang pria yang
sangat tua. Dia mengenakan mantel mewah berwarna keunguan yang
terbuka di bagian depannya, menunjukkan baju rantai besi peraknya.
Ada lingkaran emas tipis di kepala pria itu. Janggutnya, seputih wol,
hampir mencapai pinggang. Dia berdiri cukup tegak, sebelah
tangannya bersandar pada bahu pria berpakaian mewah yang
sepertinya lebih muda daripada dirinya sendiri, tapi kau bisa melihat
pria itu juga sangat tua dan rapuh. Dia tampak seolah bisa
diterbangkan tiupan angin, dan matanya berair.
Tepat di depan sang raja-yang sedang berbalik untuk bicara pada
rakyatnya sebelum naik ke kapal itu-ada kursi kecil beroda, dan
terikat pada kursi itu, seekor keledai kecil: tidak lebih besar daripada
anjing retriever besar. Di kursi ini duduk dwarf kecil yang gemuk. Dia

24 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
berpakaian semewah sang raja, tapi karena tubuhnya gemuk dan
karena dia duduk membungkuk di antara bantal-bantal, dia tampak
berbeda: dia tampak seperti buntalan kecil bulu, sutra, dan beludru
yang tak berbentuk. Dia sama tuanya dengan sang raja, tapi lebih
sehat dan gembira, dengan mata yang sangat tajam. Kepalanya yang
tidak bertopi, yang botak serta sangat besar, berkilau seperti bola
biliar besar tertimpa cahaya matahari terbenam.
Lebih jauh di belakang, dalam setengah lingkaran, berdiri orang-
orang yang langsung Jill kenali sebagai anggota dewan kerajaan.
Hanya karena pakaian dan persenjataan mereka indah dilihat. Sejauh
itu, mereka lebih mirip hamparan bunga daripada kerumunan orang.
Tapi apa yang benar-benar membuat Jill membelalak kan mata dan
membuka mulutnya selebar mungkin, adalah orang-orang itu sendiri.
Kalau “orang” adalah kata yang tepat. Karena hanya kira-kira satu
dari setiap lima orang itu manusia. Sisanya makhluk-makhluk yang
tidak akan pernah kaulihat di dunia kita. Faun, satyr, centaurus: Jill
bisa mengenali mereka karena pernah melihat gambar mereka. Dwarf
juga. Dan ada banyak binatang yang juga dikenalinya: beruang,
musang, tikus tanah, leopard, tikus, dan berbagai macam burung. Tapi
mereka berbeda dengan binatang-binatang yang bernama sama di
Inggris. Beberapa di antara mereka jauh lebih besar-tikus, misalnya,
berdiri dengan kaki belakang mereka dan tingginya lebih dari enam
puluh sentimeter. Tapi selain itu, mereka semua tampak berbeda. Kau
bisa melihatnya dari ekspresi wajah mereka bahwa mereka bisa
berbicara dan berpikir sebaik dirimu.
Ya ampun! pikir Jill. Ternyata semua ini benar. Tapi sesaat
kemudian dia menambahkan, Aku ingin tahu apakah mereka baik?
Karena dia baru melihat, di sisi luar kerumunan itu, satu atau dua
raksasa dan beberapa makhluk yang sama sekali tidak dikenalinya.
Saat itu Aslan dan tanda-tandanya menyerbu pikirannya. Jill telah
melupakan itu semua selama setengah jam terakhir.

25 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Scrubb!” bisik Jill, meraih tangan temannya. “Scrubb, cepat!
Apakah kau melihat seseorang yang kaukenal?”
“Jadi kau muncul lagi, ya?” kata Scrubb kesal (dan dia memang
punya alasan untuk itu). “Yah, kau bisa diam? Aku ingin
mendengarkan.”
“Jangan bodoh,” kata Jill. “Tidak ada waktu untuk dibuang-buang.
Apakah kau melihat teman lama di sini? Karena kau harus langsung
mendatangi dan bicara dengannya.”
“Apa maksudmu?” kata Scrubb.
“Aslan sang singa berkata kau barns melakukan itu,” kata Jill putus
asa. “Aku bertemu dengannya.”
“Oh, benarkah? Apa yang dia katakan?”
“Dia berkata orang pertama yang kaulihat di Narnia adalah teman
lama, dan harus langsung bicara dengannya.”
“Yah, tidak ada seorang pun yang pernah kulihat dalam hidupku
sebelumnya, dan selain itu, aku tidak tahu apakah ini Narnia.”
“Kupikir kaubilang kau pernah ke sini sebelumnya,” kata Jill.
“Yah, kalau begitu pikiranmu salah.”
“Astaga, menyebalkan sekali! Kaubilang padaku..”
“Ya ampun, diamlah dan dengarkan apa yang mereka katakan.”
Raja sedang bicara pada si dwarf, tapi Jill tidak bisa mendengar apa
yang dikatakannya. Dan, sejauh yang bisa didengarnya, si dwarf tidak
menjawab, meskipun dia sering mengangguk dan menggerakkan
kepala. Kemudian Raja mengeraskan suaranya dan bicara pada
seluruh rakyatnya: tapi suara begitu tua dan pecah sehingga Jill hanya
mengerti sedikit dari pidatonya terutama karena pidato itu tentang
orang-orang dan tempat-tempat yang tidak pernah dia dengar

26 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
sebelumnya. Ketika pidato itu usai, Raja membungkuk dan mencium
kedua belah pipi si dwarf, menegakkan diri, mengangkat tangan
kanannya seolah memberi berkat, dan berjalan, perlahan dan dengan
langkah gontai, menaiki papan jembatan lalu naik ke kapal. Anggota
dewan kerajaan sepertinya sangat terharu dengan kepergian sang raja.
Saputangan dikeluarkan, suara isak terdengar dari semua arah. Papan
jembatan itu diangkat, terompet ditiup dari dek belakang, dan kapal
itu bergerak menjauh dari dermaga. (Kapal itu ditarik perahu dayung,
tapi Jill tidak melihatnya.)
“Sekarang “ kata Scrubb, tapi dia tidak melanjutkan kata-katanya
karena saat itu benda putih besar-sejenak Jill mengira itu layang-
layang datang melayang di udara dan mendarat di kaki Scrubb. Dia
burung hantu putih, tapi begitu besar sehingga tingginya hampir sama
dengan dwarf normal.
Burung itu mengerjapkan dan memicingkan mata seolah dia rabun
dekat, dan menelengkan kepalanya sedikit ke satu sisi, dan berkata
dengan suara lembut yang ramah: “Kuu-kuu, kuu-kuu! Siapa kalian
berdua?”
“Namaku Scrubb, dan ini Pole,” kata Eustace. “Maukah kau
memberitahu kami, kami berada di mana?”
“Di negeri Narnia, di kastil raja, Cair Paravel.”
“Apakah yang baru naik kapal itu Raja?”
“Benar, benar,” kata Burung Hantu sedih, menggelengka n
kepalanya yang besar. “Tapi siapa kalian? Ada aura k eajaiban
memancar dari kalian. Aku melihat kalian dat ang: kalian terbang.
Semua orang lain terlalu sibuk meli hat Raja sehingga tidak ada yang
tahu. Kecuali aku. Aku kebetulan melihat kalian terbang.”
“Kami dikirim ke sini oleh Aslan,” kata Eustace dengan suara pelan.

27 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Kuu-kuu, kuu-kuu!” kata si burung hantu, mengibaskan bulu-
bulunya. “Ini terlalu berat bagiku, malam masih begini awal. Aku
belum menjadi diriku sendiri sampai matahari benar-benar terbenam.”
“Dan kami dikirim untuk menemukan pangeran yang hilang,” kata
Jill, yang dengan gelisah menunggu untuk bisa terlibat dalam
percakapan.
“Inilah pertama kalinya aku mendengar tentang itu,” kata Eustace.
“Pangeran apa?”
“Kau lebih baik langsung bicara pada Lord Regent,” kata si burung
hantu. “Itu dia, di sana dalam kereta keledai, Trumpkin si dwarf.”
Burung itu berbalik dan mulai mem impin jalan, bergumam pada
dirinya sendiri, “Kuu! Kuu-k uu! Apa yang harus dilakukan! Aku
belum bisa berpikir j ernih. Masih terlalu sore.”
“Siapa nama Raja?” tanya Eustace.
“Caspian Kesepuluh,” kata si burung hantu. Dan Jill bertanya-tanya
mengapa Scrubb tiba-tiba berhenti dan wajahnya menjadi sangat
pucat. Jill merasa belum pernah melihat Eustace begitu pucat
sebelumnya. Tapi sebelum Jill punya waktu untuk melontarkan
pertanyaan apa pun, mereka telah mencapai si dwarf, yang barn
mengambil tall kendali keledainya dan bersiap-siap untuk kembali ke
kastil. Kerumunan rakyat telah pecah dan akan bergerak ke arah yang
sama, satu-satu, dua-dua, dan sekumpulan demi sekumpulan, seperti
orang yang pulang dari menonton pertandingan olahraga atau pacuan.
“Kuu-kuu! Ahem! Lord Regent,” kata si burung hantu,
membungkuk sedikit dan mendekatkan paruhnya pada telinga si
dwarf.
“Heh? Apa?” kata si dwarf.
“Dua orang asing, Yang Mulia,” kata Burung Hantu.

28 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Kau pusing! Apa maksudmu?” kata si dwarf. “Aku melihat dua
anak manusia yang kotornya tidak biasa. Apa yang mereka
inginkan?”
“Namaku Jill,” kata Jill sambil melangkah maju. Dia sangat ingin
menjelaskan urusan penting yang membuat mereka datang.
“Anak perempuan itu bernama Jill,” kata si burung hantu, sekeras
yang dia bisa.
“Apa?” tanya si dwarf. “Anak-anak perempuan suka mengutil? Aku
sama sekali tidak percaya. Anak-anak perempuan apa? Mengutil
apa?”
“Hanya ada satu anak perempuan, Yang Mulia,” kata si burung
hantu. “Namanya Jill.”
“Bicara yang keras, bicara yang keras,” kata si dwarf. “Jangan
berdiri berkasak-kusuk dan berbisik-bisik di telingaku. Siapa yang
mengutil?”
“Tidak ada yang mengutil,” teriak si burung hantu.
“Siapa?”
“TIDAK ADA.”
“Baik, baik. Kau tidak perlu berteriak. Aku belum setuli itu. Apa
maksudmu datang kesini memberitahuku tidak ada yang mengutil?
Kenapa harus ada yang mengutil?”
“Lebih baik kauberitahu dia aku Eustace,” kata Scrubb.
“Anak laki-laki itu Eustace, Yang Mulia,” teriak si burung hantu
sekeras yang dia bisa.
“Haus?” kata si dwarf kesal. “Aku berani bertaruh dia haus. Apakah
itu alasan membawanya ke sini? Hei!”

29 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Bukan haus,” kata si burung hantu. “EUSTACE.”
“Biasa haus, ya? Aku yakin aku tidak tahu kau bicara apa.
Kuberitahu ya, Master Glimfeather, ketika aku masih dwarf muda
dulu ada binatang dan burung yang bisa bicara di negeri ini yang
benar-benar bisa bicara. Tidak ada gumaman, bisikan, dan celotehan
ini. Ini tidak bisa ditoleransi lagi. Tidak bisa lagi, Sir. Urnus,
terompetku, tolong “
Faun kecil yang berdiri diam di sisi si dwarf selama itu sekarang
memberikan terompet telinga perak. Benda itu dibuat seperti alat
musik yang disebut serpent, pipanya melengkung tepat di sekitar leher
si dwarf. Sementara si dwarf memasang alat itu, si burung hantu,
Glimfeather, tiba-tiba berbisik pada anak-anak: “Otakku sudah lebih
jernih sekarang. Jangan katakan apa pun tentang pangeran yang
hilang. Akan kujelaskan nanti. Tidak boleh. Tidak boleh. Kuu-kuu!
Oh, apa yang harus dilakukan?”
“Nah,” kata si dwarf, “kalau kau punya sesuatu yang masuk akal
untuk dikatakan, Master Glimfeather, cobalah katakan. Tariklah napas
panjang dan jangan berusaha bicara terlalu cepat.”
Dengan bantuan anak-anak, dan dipotong serangkaian batuk si
dwarf, Glimfeather menjelaskan bahwa orang-orang asing ini dikirim
oleh Aslan untuk mengunjungi negeri Narnia. Si dwarf melirik cepat
kepada mereka dengan ekspresi barn dalam matanya.
“Dikirim sang singa sendiri, hei?” katanya. “Dan dari m'm dari
tempat lain itu di balik akhir dunia, hei?”
“Ya, Yang Mulia,” teriak Eustace ke dalam terompet.
“Putra Adam dan Putri Hawa, hei?” kata si dwarf. Tapi murid-murid
di Sekolah Eksperimen tidak pernah mendengar Adam dan Hawa, jadi
Jill dan Eustace tidak bisa menjawab ini. Tapi sepertinya si dwarf
tidak memerhatikan.

30 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Yah, anak-anakku,” katanya, menjabat tangan yang satu lalu yang
lain dan sedikit menundukkan kepala. “Kalian sangat diterima di sini.
Kalau raja yang baik, majikanku yang malang, tidak baru saja
berlayar ke Seven Isles, dia pasti senang kalian datang. Ini pasti
membawa kembali masa mudanya sesaat-sesaat. Dan sekarang, waktu
yang tepat untuk makan malam. Kalian harus memberitahuku apa
urusan kalian di depan dewan lengkap besok pagi. Master
Glimfeather, uruslah supaya kamar tidur terbaik, pakaian yang
terbaik, dan sebagainya disediakan bagi tamu-tamu ini. Dan
Glimfeather kemarilah..”
Saat itu si dwarf mendekatkan mulutnya pada kepala si burung
hantu, tentu saja, bermaksud berbisik, tapi seperti orang tuli lainnya,
dia tidak bisa mengukur volume suaranya, dan kedua anak
mendengarnya berkata, “Tolong urus supaya mereka dimandikan.”
Setelah itu, si dwarf menyentuh keledainya dan menyuruhnya
bergerak ke arah kastil dengan kecepatan antara berjalan cepat dan
santai (binatang itu sangat gemuk), sementara si faun, burung hantu,
dan anak-anak mengikuti dengan lebih lambat. Matahari telah
terbenam dan udara menjadi dingin.
Mereka menyeberangi lapangan kemudian melalui kebun dan
menuju Gerbang Utara Cair Paravel, yang terbuka lebar. Di dalam,
mereka menemukan lapangan rumput. Cahaya lampu-lampu sudah
tampak dari jendela-jendela aula utama di sebelah kiri mereka dan
dari bangunan rumit di depan mereka. Ke dalam bangunan inilah si
burung hantu memandu mereka, dan di sana seseorang yang sangat
ramah dipanggil untuk melayani Jill. Wanita itu tidak lebih tinggi dari
Jill sendiri, dan jauh lebih kurus, tapi jelas sudah dewasa, seanggun
pohon dedalu, dan rambutnya juga mirip daun-daun dedalu, dan
sepertinya ada lumut di antaranya. Dia mengantar Jill ke kamar
bundar di salah satu menara, tempat kolam mandi kecil tertanam di
lantai dan api yang membakar kayu wangi menyala di perapian datar,

31 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
serta lampu tergantung dengan rantai perak dari atap yang miring.
Jendela membuka ke arah barat negeri Narnia yang aneh ini, dan Jill
melihat warna merah sisa matahari terbenam :; masih berkilau di
gunung-gunung yang jauh. Pemandangan itu membuatnya ingin
mengalami petualangan yang lebih seru dan yakin ini barulah
awalnya.
Ketika telah mandi, menyisir rambutnya, dan mengenakan pakaian
yang disediakan baginya pakaian itu jenis yang bukan saja terasa enak
dipakai, tapi juga tampak bagus, berbau harum, dan suaranya pun
menyenangkan ketika kau bergerak-Jill ingin kembali melihat
pemandangan dari jendela yang menarik itu, tapi dia diganggu
ketukan pintu.
“Masuk,” kata Jill. Dan Scrubb masuk, juga sudah mandi dan
mengenakan pakaian Narnia yang indah. Tapi ekspresi wajahnya
tidak menunjukkan dia menikmatinya.
“Oh, inilah kau akhirnya,” katanya dengan nada kesal,
mengempaskan dirinya sendiri di kursi. “Aku berusaha mencarimu
begitu lama.”
“Yah, sekarang kau sudah menemukanku,” kata Jill. “Menurutku,
Scrubb, tidakkah ini semua sangat menyenangkan dan terlalu indah
untuk dikatakan.” Dia telah melupakan semua tentang tanda-tanda
dan si pangeran yang hilang untuk sesaat.
“Oh! Itulah yang kaupikir, bukan?” kata Scrubb, kemudian setelah
diam sesaat, “Aku harap kita tidak pernah datang.”
“Kenapa?”
“Aku tidak tahan,” kata Scrubb. “Melihat Raja Caspian menjadi pria
tua seperti itu. Ini ini menakutkan.”
“Kenapa, apa ruginya bagimu?”

32 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Oh, kau tidak mengerti. Sekarang setelah dipikir lagi, kau tidak
akan bisa mengerti. Aku belum menceritakan padamu bahwa dunia
ini punya waktu yang berbeda dengan dunia kita.”
“Apa maksudmu?”
“Waktu yang kauhabiskan di sini tidak mengambil waktu kita.
Mengertikah kau? Maksudku, seberapa lamanya pun yang kita
habiskan di sini, kita akan kembali ke Sekolah Eksperimen pada
waktu yang tepat sama ketika kita meninggalkannya “
“Itu tidak menyenangkan “
“Oh, diam! Jangan terus memotong. Dan ketika kau kembali ke
Inggris di dunia kita kau tidak bisa tahu seberapa lama waktu sudah
berjalan di sini. Mungkin sudah bertahun-tahun di Narnia sementara
kita hanya mengalami satu tahun di rumah. Anak-anak Pevensie
menjelaskannya padaku, tapi, bodoh sekali, aku melupakannya. Dan
sekarang sepertinya sudah tujuh puluh tahun-tahun Narnia-berlalu
sejak aku berada di sini dulu. Mengertikah kau sekarang? Dan aku
kembali lalu menemukan Caspian sudah menjadi pria yang sangat
tua.”
“Kalau begitu Raja-lah teman lamamu!” kata Jill. Perasaan ngeri
menyerangnya.
“Kurasa memang dialah orangnya,” kata Scrubb sedih. “Teman
paling baik yang bisa dimiliki seseorang. Dan dulu dia hanya
beberapa tahun lebih tua daripada diriku. Dan melihat pria tua itu
dengan janggut putih, dan mengingat Caspian seperti pagi itu ketika
kami mencapai Lone Islands, atau ketika berkelahi melawan Ular
Laut oh, menakutkan. Lebih buruk daripada kembali dan menemukan
dia sudah meninggal.”
“Oh, diamlah,” kata Jill tidak sabar. “In, jauh lebih parah daripada
yang kaupikir. Kita sudah melewatkan tanda pertama.” Tentu saja

33 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Scrubb tidak mengerti ini. Kemudian Jill menceritakan padanya
tentang percakapannya dengan Asian dan keempat tanda serta tugas
mereka untuk menemukan pangeran yang hilang.
“Jadi mengerti, bukan,” kata Jill mengakhiri, “kau memang melihat
teman lama, tepat seperti kata Asian, dan kau seharusnya langsung
menghampiri serta meng ajaknya bicara. Dan kau tidak
melakukannya, dan sem uanya sudah salah sejak awal.”
“Tapi bagaimana aku bisa tahu?” kata Scrubb.
“Kalau saja kau mendengarkanku ketika aku berusaha
memberitahumu, kita akan baik-baik saja,” kata Jill.
“Ya, dan kalau kau tidak bertindak bodoh di pinggir jurang itu dan
hampir membunuhku baiklah, aku bilang membunuh, dan aku akan
mengatakannya lagi sesering yang kuinginkan, jadi jangan marah-
marah kita pasti berangkat bersama dan sama-sama tahu apa yang
harus dilakukan.”
“Kurasa sang rajalah orang pertama yang kaulihat,” kata Jill. “Kau
pasti sudah berada di sini berjam-jam sebelum aku. Apakah kau yakin
kau tidak melihat orang lain sebelumnya?”
“Aku berada di sini hanya beberapa menit sebelum dirimu,” kata
Scrubb. “Aslan pasti meniupmu lebih cepat daripada diriku. Mengejar
waktu yang hilang: waktu yang kauhilang kan.”
“Jangan begitu jahat, Scrubb,” kata Jill. “Wah! Apa itu?”
Itu lonceng kastil yang berbunyi untuk menandakan waktu makan
malam, dan apa yang sepertinya akan menjadi pertengkaran besar
dengan gembira diakhiri. Mereka berdua sama-sama lapar saat itu.
Makan malam di aula utama kastil merupakan acara paling
mengagumkan yang mereka berdua pernah lihat, karena meskipun
Eustace pernah berada di Narnia sebelumnya, dia menghabiskan

34 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
seluruh waktu kunjungannya di laut dan tidak tahu apa-apa tentang
kemegahan dan keramahan rakyat Narnia di tanah mereka sendiri.
Umbul-umbul terjuntai dari langit-langit, dan setup masakan dibawa
masuk dengan iringan tiupan terompet dan bunyi tambur. Ada sup
yang akan membuat air liurmu menetes hanya dengan
memikirkannya, dan ikan bernama pavender yang enak, daging,
butting, dan kue-kue, serta es, jell, buah, dan kacang-kacangan, serta
semua jenis anggur dan minuman sari buah. Bahkan Eustace menjadi
gembira dan mengakui itu “sesuatu yang pantas disukai”. Dan ketika
semua acara makan dan minum selesai, penyair buta maju dan
menceritakan kisah lama Pangeran Cor, Aravis, serta si kuda Bree,
yang berjudul Kuda dan Anak Manusia, dan berkisah tentang
petualangan yang terjadi di Narnia, Calormen, dan daerah di
antaranya, di Zaman Keemasan ketika Peter menjadi Raja Agung di
Cair Paravel. (Aku tidak punya waktu untuk menuturkannya
sekarang, meskipun kisah itu sangat patut diceritakan.)
Ketika mereka menyeret diri ke tempat tidur, sambil menguap lebar-
lebar, Jill berkata, “Aku berani bertaruh kita tidur nyenyak malam
ini”, karena sangat banyak yang mereka alami hari itu. Kata-kata ini
menunjukkan betapa sedikit seseorang tahu tentang apa yang akan
terjadi pada diri mereka selanjutnya.
***

35 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB EMPAT
Rapat Burung Hantu

LUCU sekali bahwa semakin mengantuk dirimu, semakin lama


waktu yang kaubutuhkan untuk tidur, terutama kalau kau cukup
beruntung punya perapian dalam kamarmu. Jill merasa dia bahkan
tidak bisa mulai berganti pakaian kecuali kalau dia duduk sebentar di
depan perapian terlebih dulu. Dan begitu duduk, dia tidak ingin
bangkit lagi. Dia sudah berkata pada dirinya sendiri lima kali, “Aku
harus tidur,” ketika dikejutkan ketukan di jendela.
Dia berdiri, membuka gorden, dan pertama-tama tidak melihat apa
pun kecuali kegelapan. Kemudian dia terlompat kaget ke belakang,
karena sesuatu yang sangat besar menabrakkan dirinya pada jendela,
menimbulkan suara ketukan keras pada kaca ketika melakukannya.
Pikiran yang sangat tidak menyenangkan terlintas di kepalanya-Siapa
tahu mereka punya kutu raksasa di negeri ini! Iih! tapi kemudian
makhluk itu kembali, dan kali ini Jill hampir yakin dia melihat paruh,
dan paruh itulah yang menimbulkan suara ketukan. Itu sejenis burung
besar, pikir Jill. Mungkinkah elang? Dia tidak terlalu ingin menerima
kunjungan siapa pun bahkan elang, tapi dia membuka jendelanya dan
melihat ke luar. Saat itu juga, dengan suara kepakan keras, makhluk
itu mendarat dl bingkai jendela dan berdiri di sana memen uhi seluruh
jendela, sehingga Jill harus melangkah mun dur memberi ruang bagi
makhluk itu. Dia si burung hantu.
“Sstt, sstt! Kuu-kuu, kuu-kuu,” kata si burung hantu. “Jangan
berisik. Nah, apakah kalian berdua benar-benar jujur tentang tugas
kalian?”
“Tentang pangeran yang hilang, maksudmu?” kata Jill. “Ya,
memang kami mendapat tugas itu.” Karena sekarang dia ingat suara

36 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dan wajah sang singa, yang hampir dilupakannya sepanjang pesta
makan dan acara bercerita di aula.
“Bagus!” kata si burung hantu. “Kalau begitu tidak ada waktu yang
bisa dibuang.
Kau harus langsung pergi dari sini. Aku akan pergi dan
membangunkan manusia satunya. Kemudian aku akan kembali
menjemputmu. Kau lebih baik mengganti semua pakaian istana itu
dan mengenakan sesuatu yang enak untuk perjalanan. Aku akan
kembali sebentar lagi. Kuu-kuu!” Dan tanpa menunggu jawaban, dia
sudah menghilang.
Kalau Jill sudah lebih terbiasa pada petualangan, dia mungkin akan
meragukan kata-kata si burung hantu, tapi ini tak pernah terlintas
dalam pikirannya, dan bayangan menyenangkan tentang pelarian
tengah malam membuatnya melupakan rasa kantuknya. Dia kembali
mengenakan sweter dan celana pendek-ada pisau kecil dalam ikat
pinggang celananya, yang mungkin akan berguna-dan menambahkan
beberapa benda yang ditinggalkan dalam kamar itu untuknya oleh
gadis berambut dedalu. Jill memilih mantel pendek berkerudung yang
mencapai lututnya (Mantel yang tepat sekali kalau turun hujan,
pikirnya), beberapa saputangan dan sebuah sisir. Kemudian dia duduk
dan menunggu.
Dia sudah mulai mengantuk lagi ketika si burung hantu kembali.
“Sekarang kita sudah slap,” katanya.
“Kau lebih baik memandu jalannya,” kata Jill. “Aku belum
mengenal semua lorong ini.”
“Kuu-kuu!” kata si burung hantu. “Kita tidak akan keluar lewat
istana. Tidak bisa. Kau harus naik ke punggungku. Kita akan
terbang.”

37 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Oh!” kata Jill, dia berdiri sambil ternganga, tidak begitu menyukai
ide itu. “Tidakkah aku terlalu berat bagimu?”
“Kuu-kuu, kuu-kuu! Jangan bodoh. Aku sudah membawa anak yang
satu lagi. Nah, tapi padamkan dulu lampu itu.”
Begitu lampu sudah dimatikan, kegelapan malam yang kaulihat
melalui jendela tampak tidak begitu kelam lagi-tidak lagi hitam, tapi
abu-abu. Si burung hantu berdiri di bingkai jendela dengan
membelakangi kamar dan mengembangkan sayapnya. Jill harus
memanjat ke atas tubuhnya yang pendek gemuk, menjepitkan lututnya
di bawah sayap si burung dan berpegangan erat-erat. Bulu-bulunya
terasa sangat hangat dan lembut tapi tidak bisa dipakai berpegangan.
Aku ingin tahu bagaimana perasaan Scrubb saat dia terbang tadi! pikir
Jill. Dan tepat saat dia memikirkan ini, dengan tukikan mengerikan
mereka telah meninggalkan bingkai jendela, dan sayap-sayap
membuat kibasan angin di dekat telinga Jill, sementara udara malam,
dingin, dan lembap, menerpa wajahnya.
Malam itu lebih terang daripada anggapannya, dan meskipun langit
berawan tebal, secercah cahaya keperakan menunjukkan di mana
bulan bersembunyi di balik awan. Padang-padang di bawahnya
tampak abu- abu, dan pepohonan tampak hitam. Angin terasa cukup
keras angin berdesis dan bertiup cukup kencang, yang berarti sebentar
lagi akan hujan.
Si burung hantu berputar sehingga istana sekarang berada di depan
mereka. Sangat sedikit jendela yang masih terang. Mereka terbang di
atasnya, ke arah utara, menyeberangi sungai. Udara semakin dingin,.
dan Jill merasa bisa melihat bayangan putih si burung hantu di air di
bawahnya. Tapi tak lama kemudian mereka berada di sisi utara
sungai, terbang di atas daerah berhutan.
Si burung hantu menggigit sesuatu yang tidak bisa dilihat Jill.

38 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Oh, jangan begitu, tolonglah!” kata Jill. “Jangan mengentak seperti
itu. Kau hampir melemparkanku.”
“Maaf,” kata si burung hantu. “Aku barn makan kelelawar. Tidak
ada yang lebih meng goda seperti kelelawar kecil yang gemuk.
Maukah kutangkapkan satu?”
“Tidak, terima kasih,” kata Jill sambil gemetar.
Si burung hantu terbang lebih rendah seka rang dan benda besar
gelap tadi semakin besar di hadapan mereka. Jill hanya sempat
melihat benda itu menara-bagian menara yang sudah runtuh, yang
dirambati sulur-suluran, pikirnya ketika mendapati dirinya
membungkuk menghindari bingkai lengkung sebuah jendela, saat si
burung hantu masuk bersamanya melalui jendela terbuka yang penuh
sulur tanaman rambat serta sarang labah-labah, meninggalkan malam
abu-abu yang berhawa segar, memasuki ruang gelap dalam puncak
menara itu.
Udara agak pengap di dalam, dan begitu turun dari punggung si
burung hantu, Jill tahu (seperti yang biasa dirasakan orang-orang
entah bagaimana) bahwa tempat itu penuh sesak. Dan ketika suara-
suara mulai terdengar dari segala arah dalam kegelapan “Kuu-kuu!
Kuu-kuu!” Jill tahu tempat itu penuh burung hantu. Dia agak lega
ketika terdengar suara yang benar-benar berbeda: “Apakah itu kau,
Pole?”
“Apakah itu kau, Scrubb?” kata Jill.
“Nah,” kata Glimfeather, “kurasa kita semua sudah berada di sini.
Mari kita buka rapat burung hantu.”
“Kuu-kuu, kuu-kuu. Kau benar. Itu memang harus dilakukan,” kata
beberapa suara.
“Sebentar,” kata suara Scrubb. “Ada sesuatu yang ingin kukatakan
terlebih dulu.”
39 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Silakan, silakan, silakan,” kata para burung hantu, dan Jill berkata,
“Katakan saja.”
“Kurasa kalian semua-burung hantu, maksudku,” kata Scrubb,
“kurasa kalian semua tahu bahwa Raja Caspian Kesepuluh, saat masih
muda, pernah berlayar ke arah timur dunia. Yah, aku bersamanya
dalam pelayaran itu. Bersamanya dan Reepicheep si tikus, Lord
Drinian, dan mereka semua. Aku tahu ini terdengar sulit dipercaya,
tapi orang-orang tidak bertambah tua di dunia kami dalam kecepatan
yang sama dengan di duniamu. Dan apa yang ingin kukatakan adalah
ini, aku setia pada Raja, dan kalau rapat burung hantu ini berkaitan
dengan sejenis plot melawan Raja, aku tidak mau terlib at di
dalamnya.”
“Kuu-kuu, kuu-kuu, kami semua juga burung hantu yang setia pada
Raja,” kata para burung hantu.
“Kalau begitu untuk apa rapat ini?” kata Scrubb.
“Hanya ini,” kata Glimfeather, “kalau sang Lord Regent, si dwarf
Trumpkin, mendengar kalian akan mencari pangeran yang hilang, dia
tidak akan membiarkan kalian pergi. Dia akan mengurung kalian
tidak lama lagi.”
“Ya ampun!” kata Scrubb. “Kau tidak bermaksud Trumpkin
pengkhianat, bukan? Aku sering mendengar tentang dirinya dulu, di
laut. Caspian Raja, maksudku benar benar memercayainya.”
“Oh, tidak,” kata satu suara. “Trumpkin bukan pengkhianat. Tapi
lebih dari tiga puluh jagoan (kesatria, centaurus, raksasa yang baik,
dan macam-macam lagi) pernah sekali-dua kali pergi mencari
pangeran yang hilang, dan tidak pernah ada yang kembali. Dan
akhirnya Raja berkata dia tidak ingin semua jagoan paling berani di
Narnia hilang karena mencari putranya. Dan sekarang tidak ada yang
boleh pergi.”

40 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Tapi Raja pasti membiarkan kami pergi,” kata Scrubb, “ketika
mengetahui siapa diriku dan siapa yang mengirimku.”
(“Mengirim kami berdua,” tambah Jill.)
“Ya,” kata Glimfeather, “kurasa, mungkin sekali, dia
melakukannya. Tapi Raja sedang pergi. Dan Trumpkin akan
memegang erat peraturan. Dia sekeras besi, tapi dia setuli tiang dan
sangat pemarah. Kau tidak akan bisa membuatnya menyadari bahwa
mungkin inilah waktu untuk membuat perkecualian pada peraturan.”
“Kalian mungkin berpikir dia akan mendengarkan kami, karena
kami burung hantu dan semua tahu betapa bijaksana burung hantu
itu,” kata yang lain. “Tapi Trumpkin begitu tua sekarang sehingga
hanya berkata, 'Kau hanya anak ayam. Aku ingat ketika kau masih
telur. Jangan coba-coba mengajariku, Sir. Demi kepiting dan roti
tawar!,”
Burung hantu ini menirukan suara Trumpkin dengan cuk up bagus,
dan terdengar suara tawa burung hantu di m ana-mana. Anak-anak
mulai melihat bagaimana perasaan rakyat Narnia terhadap Trumpkin
sama seperti peras aan orang-orang di sekolah terhadap guru tua, yang
agak ditakuti semua, semua membuat lelucon tentang diri nya namun
tidak ada yang benar-benar membencinya.
“Raja akan pergi berapa lama?” tanya Scrubb.
“Wah, kalau saja kami tahu!” kata Glimfeather. “Mengertilah, ada
desas-desus belakangan bahwa Aslan sendiri terlihat di kepulauan di
Terebinthia, kurasa. Dan Raja berkata dia akan mencoba sekali lagi
sebelum dia meninggal untuk bertemu Aslan sendiri, dan meminta
sarannya siapa yang akan menjadi raja setelah dirinya. Tapi kami
semua takut kalau dia tidak bertemu Aslan di Terebinthia, dia akan
terus ke timur, ke Seven Isles dan Lone Islands-dan lebih jauh lagi.
Dia tidak pernah membicarakannya, tapi kami semua tahu dia tidak

41 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
pernah melupakan perjalanan ke ujung dunia. Aku yakin jauh di dasar
hatinya dia ingin pergi ke sana lagi.”
“Kalau begitu tidak ada gunanya menunggu dia kembali?” tanya
Jill.
“Tidak, tidak ada gunanya,” kata si burung hantu. “Oh, apa yang
harus dilakukan, kuu-kuu! Kalau saja kalian berdua tahu dan langsung
bicara padanya! Dia pasti akan mengatur segalanya-mungkin bahkan
memberi kalian pasukan untuk menyertai kalian mencari sang
pangeran.”
Jill terdiam mendengar ini dan berharap Scrubb cukup baik hati
untuk tidak menceritakan pada para burung hantu kenapa hal itu tidak
terjadi. Ternyata Scrubb cukup baik, atau tepatnya hampir. Dia hanya
bergumam pelan, “Yah, itu bukan salahku,” sebelum berkata keras-
keras:
“Baiklah. Kita harus berusaha tanpa bantuan Raja. Tapi ada satu hal
lagi yang ingin kuketahui. Kalau ini rapat burung hantu, seperti yang
kalian katakan, semuanya adil, terbuka, dan tidak memiliki maksud
jahat, kenapa harus begini rahasia-mengadakannya di tengah
reruntuhan dan di tengah malam, dan sebagainya?”
“Kuu-kuu! Kuu-kuu!” kata beberapa burung hantu. “Di mana kami
harus mengadakan rapat? Kenapa harus ada yang mengadakan rapat
tidak di malam hari?”
“Mengertilah,” jelas Glimfeather, “kebanyakan makhluk di Narnia
memiliki kebiasaan yang sangat tidak alami. Mereka melakukan
berbagai kegiatan di siang hari, di bawah cahaya matahari yang
membakar (uh!) ketika semuanya seharusnya tidur. Dan, sebagai
hasilnya, di malam hari mereka begitu buta dan bodoh sehingga kau
tidak bisa membuat mereka bicara. Jadi kami para burung hantu
memiliki kebiasaan untuk melakukan rapat di jam-jam yang masuk

42 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
akal, tanpa makhluk lain, ketika kami ingin membicarakan berbagai
hal.”
“Aku mengerti,” kata Scrubb. “Yah sekarang, ayo teruskan.
Ceritakan pada kami semua tentang pangeran yang hilang.”
Kemudian seekor burung hantu tua, bukan Glimfeather, menceritakan
kisahnya.
Kira-kira sepuluh tahun yang lalu, sepertinya, ketika Rilian, putra
Caspian, masih kesatria yang sangat muda, dia berkuda bersama Ratu,
ibunya, di suatu pagi bulan Mei ke bagian utara Narnia. Mereka
diiringi banyak prajurit dan dayang, semua mengenakan rangkaian
daun segar di kepala mereka dan membawa terompet tergantung di
sisi tubuh mereka. Tapi mereka tidak membawa anjing pemburu,
karena mereka pergi merayakan muslin semi, bukan berburu.
Ketika hari itu semakin hangat mereka mencapai padang yang indah
tempat mata air membual segar keluar dari tanah, dan di sana mereka
turun dari kuda lalu makan, minum, dan berpesta. Setelah beberapa
lama, Ratu merasa mengantuk, dan mereka membentangkan mantel-
mantel sebagai alas tidurnya di tepi mata air yang berumput, dan
Pangeran Rilian serta sisa rombongannya menjauh dari sang ratu
supaya obrolan dan tawa mereka tidak membangunkannya.
Kemudian, tiba-tiba, kobra besar keluar dari hutan lebat dan mematuk
tangan sang ratu. Semuanya mendengar Ratu menjerit dan buru-buru
mendatanginya, dan Rilian-lah yang pertama mencapai sisinya. Dia
melihat ular itu melata menjauh dari ibunya dan mengejarnya dengan
pedang terhunus.
Ular itu besar, berkilau, dan sehijau racun, jadi Rilian bisa
melihatnya dengan jelas. Tapi ular itu melata cepat ke dalam semak-
semak rapat dan Rilian tidak bisa mengikutinya lagi. Jadi dia kembali
ke sisi ibunya, dan melihat semua pelayannya sibuk di sekeliling
Ratu. Tapi kesibukan mereka sia-sia, karena begitu melihat ibunya,
Rilian tahu tidak ada dokter di dunia yang bisa menyelamatkannya.
43 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Selama nyawanya masih ada, Ratu sepertinya berusaha keras
mengatakan sesuatu pada putranya. Tapi dia tidak bisa berbicara
dengan jelas, dan apa pun pesannya, dia meninggal tanpa berhasil
mengatakannya. Itu terjadi bahkan belum sepuluh menit sejak mereka
pertama kali mendengar jeritannya.
Mereka membawa jenazah Ratu kembali ke Cair Paravel. Dia
ditangisi Rilian dan Raja, juga seluruh rakyat Narnia. Ratu wanita
yang hebat, bijaksana, anggun, dan penuh kegembiraan, mempelai
Raja Caspian yang dibawanya pulang dari ujung timur dunia. Dan
orang-orang berkata darah bintang-bintang mengalir dalam diri Ratu.
Sang pangeran sangat sulit menerima kematian ibunya. Setelah itu,
dia selalu berkuda ke hutan di bagian utara Narnia, mencari ular
berbisa itu, untuk membunuhnya dan membalas dendam.
Tidak ada yang benar-benar memerhatikan hal ini, meskipun
Pangeran pulang dari perjalanan-perja lanannya ini tampak lelah dan
kesal. Tapi kira-kira sebu lan setelah kematian Ratu, ada yang berkata
mereka bi sa melihat perubahan dalam diri sang pangeran. Ada so rot
tertentu dalam matanya seperti orang yang mendap at penglihatan,
dan meskipun dia keluar sepanjang hari, kudanya tidak kelihatan
habis berlari jauh. Salah satu sahabatnya di antara pejabat-pejabat tua
adalah Lord Drinian, yang menjadi kapten kapal ayahnya dalam
perjalanan besar ke bagian timur dunia.
Satu malam Drinian berkata pada sang pangeran, “Yang Mulia
harus segera melupakan mencari ular itu. Balas dendam pada binatang
itu tidak sama seperti pada manusia. Kau menghabiskan tenagamu
dengan sia-sia.” Sang pangeran menjawabnya, “My Lord, aku sudah
hampir melupakan ular itu tujuh hari terakhir ini.” Drinian bertanya
apa sebabnya, kalau memang hampir melupakannya, Rilian terus
berkuda ke hutan bagian utara. “My Lord,” kata sang pangeran, “di
sana aku telah melihat makhluk paling indah yang pernah ada.”

44 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Pangeran yang baik,” kata Drinian, “dengan izinmu, biarkan aku
berkuda bersamamu besok, sehingga aku juga bisa melihat makhluk
indah ini.”
“Dengan itikad baik,” kata Rilian.
Kemudian di saat yang baik keesokan harinya mereka memelanai
kuda mereka dan berkuda dengan kencang ke hutan di sebelah utara,
mencapai mata air yang sama tempat sang ratu meninggal. Drinian
berpikir aneh sekali sang pangeran memilih tempat itu, dibanding
tempat-tempat lain, untuk beristirahat. Dan di sanalah mereka
beristirahat sampai tengah hari, dan saat itu Drinian mendongak lalu
melihat wanita paling cantik yang pernah dilihatnya. Dia berdiri di
sisi utara mata air dan tidak berkata apa-apa tapi melambai ke arah
sang pangeran seolah memintanya mendekat. Wanita itu tinggi besar,
berkilau, dan mengenakan pakaian dari kain tipis sehijau racun. Dan
Pangeran memandanginya seperti orang kehilangan ingatan. Tapi
tiba-tiba wanita itu hilang, Drinian tidak tahu ke mana, dan mereka
berdua kembali ke Cair Paravel. Dalam pikiran Drinian terus terlintas
bahwa wanita itu jahat.
Drinian sangat ragu-ragu apakah dia harus menceritaka n perjalanan
ini pada Raja atau tidak, tapi dia tidak terl alu ingin dianggap tukang
bohong dan mulut besar sehi ngga diam saja. Tapi setelahnya dia
berharap dia bercer ita. Karena hari berikutnya Pangeran Rilian
berkuda sen diri. Malam itu dia tidak kembali, dan sejak saat itu tida k
ada tanda keberadaannya bisa ditemukan di Narnia a taupun di negara
tetangga, dan tidak ada apa pun yang bisa ditemukan, entah itu
kudanya, topinya, mantelnya , atau apa pun yang lain. Kemudian
Drinian dengan kes edihan mendalam mendatangi Caspian dan
berkata, “Rajaku, cepatlah penggal aku sebagai pengkhianat, karena
kebungkamanku, aku telah menghancurkan putramu.”
Kemudian dia menceritakan kisahnya. Lalu Caspian mengangkat
kapak perang dan berlari ke arah Lord Drinian untuk membunuhnya.
45 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Drinian berdiri diam seperti tunggul kayu menanti pukulan
mematikan itu. Tapi ketika kapak diangkat, Caspian tiba-tiba
membuangnya dan menjerit, “Aku telah kehilangan ratu dan putraku,
apakah aku harus kehilangan sahabatku juga?” Lalu dia memeluk
leher Lord Drinian kemudian memeluknya dan keduanya menangis,
persahabatan mereka tidak pecah.
Itulah kisah Rilian. Dan ketika kisah itu usai, Jill berkata, “Aku
berani bertaruh kobra dan wanita itu makhluk yang sama.”
“Benar, benar, kami juga punya pikiran yang sama, kuu-kuu,” kata
para burung hantu.
“Tapi kami rasa dia tidak membunuh sang pangeran,” kata
Glimfeather, “karena tidak ada tulang “
“Kami tahu dia tidak melakukannya,” kata Scrubb. “Aslan
memberitahu Pole bahwa sang pangeran masih hidup entah di mana.”
“Itu membuat keadaan lebih parah,” kata burung hantu paling tua.
“Itu berarti wanita tersebut ingin menggunakannya, dan punya
rencana jahat bagi Narnia. Lama, lama berselang, di awal waktu,
Penyihir Putih datang dari Utara dan mengikat tanah kami dalam salju
dan es selama ratusan tahun. Dan kami rasa ini mungkin sejenis
makhluk yang sama dengan si penyihir.”
“Baiklah kalau begitu,” kata Scrubb. “Pole dan aku harus
menemukan pangeran ini. Bisakah kalian menolong kami?”
“Apakah kalian berdua punya pentunjuk?” tanya Glimfeather.
“Ya,” kata Scrubb. “Kami tahu kami harus pergi ke utara. Dan kami
tahu kami harus mencapai reruntuhan suatu kota para raksasa.”
Saat mendengar ini lebih banyak kuu-kuu menanggapi daripada
sebelumnya, dan suara-suara para burung menggeser-geserkan kaki
mereka serta mengibaskan bulu-bulu mereka, kemudian semua

46 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
burung hantu mulai bicara pada saat yang sama. Mereka semua
menjelaskan bahwa mereka sangat menyesal mereka sendiri tidak bisa
pergi bersama anak-anak dalam perjalanan mencari pangeran yang
hilang. “Kalian ingin melakukan perjalanan di siang hari, dan kami
ingin melakukan perjalanan di malam hari,” kata mereka. “Tidak bisa,
tidak bisa.” Satu atau dua burung hantu menambahkan bahwa bahkan
di sini dalam reruntuhan menara, keadaan tidak segelap saat mereka
mulai tadi, dan rapat itu sudah berjalan terlalu lama. Bahkan, sekadar
pemberitahuan tentang perjalanan ke reruntuhan kota para raksasa
sepertinya telah menurunkan semangat burung-burung itu.
Tapi Glimfeather berkata: “Kalau mereka mau pergi ke sana ke
Ettinsmoor kita harus membawa mereka ke salah satu marsh-wiggle.
Hanya merekalah yang bisa membantu anak-anak ini.”
“Benar, benar. Kuu,” kata para burung hantu.
“Ayolah kalau begitu,” kata Glimfeather. “Aku akan membawa
satu. Siapa yang mall membawa yang lain? Ini harus dilakukan
malam ini.”
“Aku mau, sejauh tempat marsh-wiggle,” kata burung hantu lain.
“Kau sudah slap?” kata Glimfeather pada Jill.
“Kurasa Pole tidur,” kata Scrubb.
***

47 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB LIMA
Puddleglum

JILL tidur. Sejak rapat burung hantu dimulai dia sudah terus-
menerus menguap dan sekarang dia tertidur. Dia sama sekali tidak
senang dibangunkan lagi, dan mendapati dirinya berbaring di papan
telanjang dalam menara berdebu, yang benar-benar gelap, dan hampir
penuh burung hantu. Dia bahkan semakin tidak senang ketika
mendengar mereka harus pergi ke tempat lain-dan ternyata, tempat itu
bukan kasur-dengan menunggang burung hantu.
“Oh, ayolah, Pole, semangatlah,” kata suara Scrubb. “Ini kan
petualangan.”
“Aku muak dengan petualangan,” kata Jill kesal.
Tapi dia tetap man naik ke punggung Glimfeather dan benar-benar
terbangun (untuk sementara) karena hawa dingin yang tiba-tiba
menerpa ketika butting itu terbang bersamanya ke udara malam.
Bulan telah hilang dan tidak ada bintang. Jauh di belakangnya, Jill
bisa melihat jendela terang jauh di atas tanah, tentu saja salah satu
jendela di menara Cair Paravel. Cahaya itu membuatnya ingin
kembali dalam kamar tidur yang menyenangkan itu, berbaring di
tempat tidur, memandangi perapian di dinding. Jill memasukkan
tangannya ke bawah mantel dan mengeratkan mantel itu ke sekeliling
tubuhnya. Rasanya menakutkan mendengar dua suara dalam
kegelapan tidak jauh darinya. Scrubb dan burung hantunya
mengobrol. Dia tidak terdengar lelah, pikir Jill. Dia tidak sadar bahwa
Scrubb pernah mengikuti petualangan besar di dunia itu sebelumnya
dan udara Narnia mengembalikan kekuatan yang telah dimilikinya
ketika berlayar ke Lautan Timur bersama Raja Caspian.

48 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Jill harus mencubiti dirinya sendiri supaya tidak tidur, karena tahu
kalau dia tertidur di punggung Glimfeather, dia mungkin akan jatuh.
Ketika akhirnya kedua burung hantu mengakhiri perjalanan mereka,
Jill turun dari punggung Glimfeather dengan kaku dan mendapati
dirinya berdiri di tanah datar. Angin dingin bertiup dan mereka
sepertinya berada di tempat tanpa pepohonan. “Kuu-kuu, kuu-kuu!”
panggil Glimfeather. “Bangun, Puddleglum. Bangun. Ini tugas dari
sang singa.”
Tidak ada jawaban dalam waktu lama. Kemudian, dari suatu tempat
yang jauh, muncul cahaya samar yang mulai mendekat. Bersama
cahaya itu datang suara.
“Burung hantu, ahoi!” kata suara itu. “Apa itu? Apakah Raja
meninggal? Apakah musuh mendarat di Narnia? Apakah banjir? Atau
naga?”
Ketika mencapai mereka, cahaya itu ternyata lentera besar. Jill tidak
bisa melihat orang yang memegang lentera itu dengan jelas. Orang itu
sepertinya hanya terdiri atas tangan dan kaki. Para burung hantu
bicara padanya, menjelaskan segalanya, tapi Jill terlalu lelah untuk
mendengarkan. Dia berusaha bertahan bangun ketika menyadari
kedua burung hantu mengucapkan selamat berpisah padanya. Tapi
setelahnya dia tidak bisa mengingat banyak kecuali bahwa, cepat atau
lambat, dia dan Scrubb membungkuk untuk memasuki pintu yang
rendah kemudian (oh, untunglah) berbaring pada sesuatu yang lembut
dan hangat, dan ada suara yang berkata:
“Nah, di sinilah kalian. Ini yang terbaik. Kalian akan berbaring
dengan alas dingin dan keras. Lembap pula, pastinya. Tidak bisa tidur
sedikit pun, pastinya, bahkan kalau tidak ada badai, banjir, atau
wigwam (tenda) ini tidak menjatuhi kepala kita, seperti yang kutahu
bisa terjadi. Harus puas sebisa mungkin “ Tapi Jill sudah nyenyak
sebelum suara itu selesai bicara.

49 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Ketika anak-anak terbangun pagi berikutnya, mereka mendapati diri
mereka berbaring, dalam keadaan kering dan hangat, pada kasur
jerami di tempat gelap. Bukaan segitiga membuat cahaya matahari
masuk.
“Memangnya di mana kita?” tanya Jill.
“Dalam wigwam marsh-wiggle,” kata Eustace.
“Apa?”
“Marsh-wiggle. Jangan tanya padaku apa itu. Aku tidak bisa
melihatnya kemarin malam. Aku akan bangun. Mari cari dia.”
“Betapa tidak enaknya perasaan setelah tidur mengenakan pakaian
lengkap,” kata Jill sambil bangkit duduk.
“Aku baru berpikir betapa menyenangkannya tidak harus
berpakaian dulu,” kata Eustace.
“Atau tidak harus mandi dulu, kurasa,” kata Jill dengan nada jijik.
Tapi Scrubb sudah bangkit, menguap, mengguncang badannya, dan
merangkak keluar wigw am. Jill melakukan hal yang sama.
Apa yang mereka temukan di luar cukup berbeda dengan bagian
Narnia yang telah mereka lihat sehari sebelumnya. Mereka berada di
padang terbuka yang luas yang terbagi-bagi menjadi pulau-pulau kecil
yang tak terhitung banyaknya oleh saluran air yang juga tak terhitung
banyaknya. Pulau-pulau itu tertutup rumput kasar dan dibatasi ilalang
serta rumput rawa. Kadang ada gerumbul rumput rawa selebar satu
ekar. Awan burung-burung terns hinggap di sana dan terbang lagi-
bebek, burung rawa, bangau mini, bangau. Banyak wigwam seperti
tempat mereka menginap bisa dilihat di sana-sini, tapi saling
berjauhan, karena marsh-wiggle makhluk yang menyukai privasi.
Kecuali tepian hutan beberapa mil di selatan dan barat mereka, tidak
ada pohon yang bisa dilihat.

50 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Daerah timur tanah rawa datar itu mencapai bukit-bukit pasir rendah
di horizon, dan kau bisa tahu dari aroma garam dalam angin yang
bertiup dari arah sana bahwa laut berada di sana. Di utara mereka ada
bukit-bukit rendah berwarna pucat, di beberapa tempat terlindung
bebatuan. Sisa daerah itu seluruhnya tanah rawa datar. Tempat itu
pasti sangat menyebalkan di malam berhujan. Tapi saat dilihat di
bawah cahaya matahari pagi, dengan angin segar bertiup, dan udara
penuh jeritan burung, keheningan itu terasa menyenangkan, segar, dan
bersih. Anak-anak merasa semangat mereka bangkit.
“Ke mana makhluk itu, aku ingin tahu,” kata Jill.
“Marsh-wiggle,” kata Scrubb, seolah dia agak bangga karena
mengetahui kata itu. “Kurasa wah, itu pasti dia.” Kemudian mereka
berdua melihatnya, duduk membelakangi mereka, memancing, kira-
kira lima puluh meter dari situ.
Awalnya dia sulit dilihat karena berwarna hampir sama dengan
rawa, dan karena dia duduk begitu diam.
“Kurasa kita lebih baik ke sana dan mengajaknya bicara,” kata Jill.
Scrubb mengangguk. Mereka sama-sama merasa agak gugup.
Saat mereka mendekat, makhluk itu memutar kepalanya dan
menunjukkan wajah kurus panjang dengan pipi cekung, mulut
tertutup rapat, hidung mancung, dan tidak berjanggut. Dia
mengenakan topi berujung runcing seperti puncak menara, dengan
tepian yang sangat lebar dan datar. Rambutnya, kalau bisa disebut
rambut, yang tergantung di atas telinganya yang lebar berwarna abu-
abu kehijauan, dan tiap helainya lurus tidak keriting, sehingga tampak
seperti rumput kecil. Ekspresinya serius, kulitnya kusam, dan kau bisa
langsung melihat bahwa dia menganggap hidup sangat serius.
“Pagi yang indah, Tamu,” katanya. “Meskipun ketika aku berkata
indah, aku tidak bermaksud tidak mungkin cuaca berubah jadi hujan

51 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
atau mungkin salju turun, kabut, atau kilat. Kalian tidak bisa tidur,
aku berani menebak.”
“Ya, kami bisa tidur,” kata Jill. “Kami tidur nyenyak.”
“Ah,” kata si marsh-wiggle, menggelengkan kepalanya. “Aku
mengerti kalian berusaha sebaik mungkin menikmati hal yang jelek.
Bagus. Kalian dibesarkan dengan baik, benar. Kalian telah belajar
menerima segalanya.”
“Maaf, kami tidak tahu namamu,” kata Scrubb.
“Puddleglum namaku. Tapi tidak apa-apa kalau kalian lupa. Aku
selalu bisa memberitahu kalian lagi.”
Anak-anak duduk di kiri-kanannya. Mereka sekarang melihat
Puddleglum memiliki kaki dan tangan yang sangat panjang, jadi
meskipun tubuhnya tidak jauh lebih besar daripada dwarf, dia akan
lebih tinggi dari sebagian besar manusia kalau berdiri. Jari-jari
tangannya berselaput seperti jari-jari katak, juga kaki telanjangnya
yang terbenam dalam air berlumpur. Dia mengenakan pakaian
longgar berwarna tanah.
“Aku berusaha menangkap beberapa belut untuk sup makan malam
kita,” kata Puddleglum. “Tapi aku tidak heran kalau aku tidak berhasil
menangkap satu pun. Dan kalian toh tidak akan terlalu menyukainya
kalau aku bisa menangkapnya.”
“Kenapa tidak?” tanya Scrubb.
“Wah, tidak ada alasan kalian harus menyukai makanan kami,
meskipun aku yakin kalian akan berusaha menerimanya. Selain itu,
sementara aku menangkap ikan, apakah kalian berdua bisa mencoba
menyalakan api-semoga kalian tidak celaka saat mencobanya!
Kayunya ada di belakang wigwam. Mungkin basah. Kalian bisa
menyalakannya di dalam wigwam, kemudian mata kita semua akan
kemasukan asap. Atau kalian bisa menyalakannya di luar, kemudian
52 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
hujan turun dan mematikannya. Ini kotak korek apiku. Kalian tidak
tahu bagaimana menggunakannya, kurasa.”
Tap, Scrubb sudah mempelajari cara menggunakan benda itu dalam
petualangannya sebelumnya. Anak-anak berlari bersama kembali ke
wigwam, menemukan kayu (yang benar-benar kering) dan berhasil
menyalakan api dengan kesulitan yang tidak lebih besar daripada
biasanya. Kemudian Scrubb duduk dan menjaga api itu sementara Jill
pergi dan berusaha mandi dengan tidak terlalu nyaman di anak sungai
terdekat. Setelah itu dia menjaga api dan Scrubb mandi. Keduanya
merasa jauh lebih segar, tapi sangat lapar.
Akhirnya si marsh-wiggle bergabung dengan mereka. Meskipun
katanya dia tidak berharap menangkap satu belut pun, dia berhasil
menangkap kira-kira selusin, yang sudah dibersihkan dan dikulitinya.
Dia memasang panci besar, membesarkan api, dan menyalakan
pipanya. Kaum marsh-wiggle merokok tembakau yang sangat aneh
dan berat (ada yang bilang mereka mencampurnya dengan lumpur)
dan anak-anak memerhatikan asap pipa Puddleglum sama sekali tidak
naik ke udara. Asap itu keluar dari mangkuk pipa, turun, merayap di
atas tanah seperti kabut. Asap itu sangat hitam dan membuat Scrubb
batuk-batuk.
“Nah,” kata Puddleglum. “Belut itu butuh waktu lama sekali sampai
matang, dan mungkin kalian berdua sudah pingsan kelaparan sebelum
mereka matang. Aku kenal seorang gadis kecil-tapi lebih baik aku
tidak menceritakan kisah itu. Mungkin kalian bakal jadi kehilangan
semangat, dan itu tidak kuinginkan. Jadi, lup akan rasa lapar kalian,
dan kita lebih baik bicara tentan g rencana kita.”
“Ya, marl lakukan itu,” kata Jill. “Bisakah kau membantu kami
menemukan Pangeran Rilian?”
Marsh-wiggle itu mengisap pipa sampai pipinya lebih cekung
daripada yang kaupikir bisa dilakukan. “Yah, aku tidak tahu apakah

53 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kalian bisa menyebutnya bantuan,” katanya. “Aku tidak tahu apakah
ada yang bisa benar-benar membantu. Karena kami tidak terlalu suka
pergi terlalu jauh ke utara, tidak pada waktu seperti ini, ketika musim
dingin akan segera tiba dan sebagainya. Dan sepertinya musim dingin
ini akan lebih awal, menurut tanda-tandanya. Tapi kalian tidak boleh
membiarkan itu membuat kalian putus asa. Sangat mungkin, dengan
adanya musuh, gunung-gunung, sungai-sungai yang harus
diseberangi, kehilangan arah, dan nyaris tidak punya bekal untuk
dimakan, kita tidak akan terlalu memerhatikan cuaca. Dan kalau kita
tidak pergi cukup jauh untuk mendapat hasil, kita mungkin sudah
pergi cukup jauh sehingga tidak bisa kembali dengan cepat.
Kedua anak memerhatikan bahwa si marsh-wiggle berkata “kita”,
bukan “kalian” dan keduanya berteriak pada saat yang sama, “Apakah
kau akan ikut kami?”
“Oh, ya, aku ikut tentu saja. Lebih baik begitu, mengerti. Kurasa
kita tidak akan pernah melihat Raja kembali ke Narnia, sekarang
setelah dia pergi ke tanah asing itu, dan dia sakit batuk berat ketika
berangkat. Lalu si Trumpkin itu. Dia tidak akan bertahan lama. Dan
kalian tahu ada gagal panen setelah muslin panas yang sangat kering.
Dan aku tidak akan heran kalau ada musuh menyerang kita. Ingatlah
kata-kataku.”
“Dan bagaimana cara kita mulai?” tanya Scrubb.
“Yah,” kata si marsh-wiggle sangat perlahan, “semua yang mencari
Pangeran Rilian mulai dari mata air yang sama tempat Lord Drinian
melihat wanita itu. Mereka menuju utara, kebanyakan. Dan tidak ada
yang pernah kembali, jadi kami tidak bisa benar-benar tahu
bagaimana perjalanan mereka selanjutnya.”
“Kita barns mulai dengan mencari reruntuhan kota raksasa,” kata
Jill. “Kata Aslan begitu.”

54 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Harus mulai dengan menemukannya, bukan?” jawab Puddleglum.
“Tidak boleh mulai dengan mencarinya, kukira?”
“Itulah yang kumaksudkan, tentu saja,” kata Jill. “Kemudian, ketika
kita menemukannya “
“Ya, kalau!” kata Puddleglum sangat datar.
“Apakah ada yang tahu di mana letaknya?” tanya Scrubb.
“Aku tidak tahu tentang orang lain,” kata Puddleglum. “Dan aku
tidak akan bilang aku tidak pernah mendengar Kota Tua itu. Kalian
tidak akan mulai dari mata air. Kau harus menyeberangi Ettinsmoor.
Di sanalah tempat Kota Tua itu, kalau memang ada. Tapi aku sudah
pernah ke arah itu sama seperti orang lain dan tidak pernah melihat
reruntuhan apapun, jadi aku tidak man berbohong pada kalian.”
“Di mana Ettinsmoor?” tanya Scrubb.
“Lihatlah ke arah utara sana,” kata Puddleglum, menunjuk dengan
pipanya. “Lihat bukit-bukit itu dan tatahan tebing? Itulah awal
Ettinsmoor. Tapi ada sungai di antara tempat itu dan kita, Sungai
Shribble. Tidak ada jembatan, tentu saja.”
“Kurasa kita bisa menyeberanginya, bukan?” kata Scrubb.
“Yah, sungai itu pernah diseberangi,” aku si marsh-wiggle.
“Mungkin kita bisa bertemu orang di Ettinsmoor yang bisa
memberitahu di mana jalannya,” kata Jill.
“Kau benar tentang bertemu orang,” kata Puddleglum.
“Orang apa yang tinggal di sana?” tanya Jill.
“Bukan pada tempatku untuk berkata mereka tidak baik menurut
cara mereka,” jawab Puddleglum. “Kalau kalian menyukai cara
mereka.”

55 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Ya, tapi mereka itu apa?” desak Jill. “Ada begitu banyak makhluk
aneh di negeri Jill. Maksudku, mereka itu binatang, burung, dwarf,
atau apa?”
Si marsh-wiggle bersiul panjang. “Fiuu!” katanya. “Apakah kalian
tidak tahu? Kupikir burung hantu itu sudah memberitahu kalian.
Mereka raksasa.”
Jill mengernyit. Dia tidak pernah menyukai raksasa bahkan dalam
buku, dan dia pernah bertemu raksasa dalam mimpi. Kemudian dia
melihat wajah Scrubb, yang berubah jadi cukup pucat, dan berkata
dalam hati, Kurasa keadaan Scrubb lebih parah daripada diriku. Itu
membuat Jill merasa lebih berani.
“Raja pernah bercerita padaku dulu,” kata Scrubb, “ waktu itu,
ketika aku berlayar bersamanya bahwa dia benar-benar mengalahkan
raksasa-raksasa itu dalam perang dan membuat mereka
menghormatinya.”
“Itu benar,” kata Puddleglum. “Raksasa itu menjaga perdamaian
dengan kita. Selama kita tetap di sisi Shribble bagian kita, mereka
tidak akan mencelakai kita. Di sisi mereka, di Moor-selalu ada
kesempatan. Kalau kita tidak mendekati salah satu di antara mereka,
dan kalau tidak ada satu pun dari mereka yang lupa diri, dan kalau
kita tidak dilihat, mungkin saja kita bisa berjalan jauh.”
“Dengar!” kata Scrubb, tiba-tiba kehilangan kesabaran, seperti yang
sering dilakukan orang-orang ketika mereka ketakutan. “Aku tidak
percaya semua ini seburuk itu saat menjalaninya, tidak lebih buruk
daripada tempat tidur dalam wigwam yang katanya keras atau kayu
yang katanya basah. Kurasa Aslan tidak akan mengirim kita kalau
kesempatannya begitu kecil.”
Scrubb membayangkan si marsh-wiggle akan membalasnya dengan
marah, tapi dia hanya berkata, “Semangatmu bagus, Scrubb. Seperti
itulah kau harus bicara. Beranikan dirimu. Tapi kita semua harus
56 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
sangat hati-hati dengan emosi kita, mengingat semua situasi berat
yang harus kita lalui bersama. Tidak ada gunanya bertengkar, tahu
bukan. Apa pun, jangan memulainya terlalu cepat. Aku tahu
ekspedisi-ekspedisi seperti ini biasa berakhir seperti itu: saling
menusuk, aku tidak akan heran, sebelum semua berakhir. Tapi
semakin lama kita bisa menahan emosi..”
“Yah, kalau merasa semua ini begitu tidak mungkin,” potong
Scrubb, “kurasa sebaiknya kau tidak ikut. Pole dan aku bisa pergi
sendiri, bukan begitu, Pole?”
“Diam dan jangan bodoh, Scrubb,” kata Jill cepat-cepat, takut si
marsh-wiggle menyetujui usulan Scrubb.
“Jangan takut, Pole,” kata Puddleglum. “Aku ikut, tentu dan pasti.
Aku tidak akan melewatkan kesempatan seperti ini. Ini akan
membawa kebaikan bagiku. Mereka semua bilang-maksudku, semua
wiggle yang lain bilang-aku terlalu tidak bisa diam, tidak
menganggap serius hidup. Kalau mereka sudah mengatakannya
sekali, mereka akan mengatakannya seribu kali lagi. 'Puddleglum,'
mereka bilang, 'kau ini tidak bisa diam, selalu bergerak dan penuh
semangat. Kau harus belajar bahwa hidup tidak hanya terdiri atas
setup kodok dan kue belut. Kau harus punya sesuatu yang bisa
membuatmu tenang sedikit. Kami mengatakan ini demi kebaikanmu
sendiri, Puddleglum. Itulah yang mereka katakan. Nah, pekerjaan
seperti ini perjalanan ke utara tepat saat musim dingin mulai, mencari
pangeran yang mungkin tidak berada di sana, melalui reruntuhan kota
yang belum pernah dilihat siapa pun-itulah yang kubutuhkan. Kalau
perjalanan ini tidak membuatku tenang, aku tidak tahu apa lagi yang
bisa.” Dan dia menggosokkan kedua tangannya yang seperti kaki
katak seolah sedang membicarakan perjalanan menuju pesta atau
pertunjukan pantomim. “Dan sekarang,” tambahnya, “mari lihat
sampai mana kematangan belut-belut itu.”

57 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Ketika masakan itu siap, rasanya enak dan anak-anak menambah
dua kali. Pertama-tama si marsh-wiggle tidak percaya mereka benar-
benar menyukainya, dan ketika mereka telah makan begitu banyak,
dia harus memercayai mereka, dia kembali berkata masakan itu
mungkin akan membuat anak-anak sangat sakit perut. “Makanan yang
tepat bagi wiggle mungkin jadi racun bagi manusia, aku tidak heran,”
katanya. Setelah makan mereka minum teh, dengan kaleng (seperti
yang kaulihat dilakukan orang-orang yang bekerja di jalan), dan
Puddleglum minum banyak dari botol hitam yang berbentuk persegi.
Dia menawari anak-anak sedikit, tapi mereka merasa minuman itu
aneh sekali.
Sisa hari itu dihabiskan dengan membuat persiapan bagi
keberangkatan pagi-pagi esoknya. Puddleglum, yang paling besar,
berkata dia akan memanggul tiga selimut, dengan potongan bacon
besar tergulung di dalamnya. Jill harus membawa sisa belut, biskuit,
dan kotak korek api. Scrubb harus membawa mantelnya sendiri dan
mantel Jill kalau mereka tidak ingin mengenakannya. Scrubb (yang
pernah belajar memanah ketika berlayar ke Timur bersama Caspian)
membawa busur terbaik kedua Puddleglum, dan Puddleglum
membawa busurnya yang terbaik, meskipun dia berkata dengan angin,
tall busur yang lembap, pencahayaan yang buruk, dan jari-jari yang
kedinginan, kesempatan mereka berdua bisa mengenai apa pun hanya
satu berbanding seratus. Dia dan Scrubb sama-sama membawa
pedang-Scrubb membawa pedang yang ditinggalkan untuknya dalam
kamarnya di Cair Paravel, tapi Jill harus puas dengan pisaunya. Bisa
terjadi pertengkaran karena ini, tapi begitu mereka mulai saling
membentak, si wiggle menggosokkan kedua tangannya dan berkata,
“Ah, ini dia. Memang benar apa yang kupikirkan. Inilah yang biasa
terjadi dalam petualangan.” Ini membuat Scrubb dan Pole sama-sama
tutup mulut.
Mereka bertiga tidur lebih awal dalam wigwam. Kali ini anak-anak
tidak bisa tidur nyenyak. Itu karena Puddleglum, setelah berkata,
58 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Kalian sebaiknya berusaha tidur, kalian berdua, bukannya kurasa
kita bertiga sama-sama akan bisa menutup mata malam ini,” lalu
langsung nyenyak dengan dengkuran yang begitu keras dan tiada
henti, sehingga Jill, ketika akhirnya tertidur, bermimpi sepanjang
malam tentang pengebor jalanan, air terjun, dan berada dalam kereta
ekspres yang melintasi terowongan.
***

59 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB ENAM
Tanah Liar yang Kosong di Utara

KIRA-KIRA jam sembilan keesokan paginya tiga sosok bisa dilihat


mencari jalan menyeberangi Shribble lewat gunungan pasir atau batu
pijakan. Sungai itu dangkal, berair deras, dan bahkan Jill pun tidak
sampai basah di atas lututnya ketika mereka mencapai sisi utara. Kira-
kira lima puluh meter di depan, tanah menanjak ke awal padang
rumput gersang, di mana-mana terjal, dan kadang-kadang bahkan
membentuk tebing.
“Kurasa itulah jalan kita!” kata Scrubb, menunjuk ke kiri dan barat
ke tempat sungai mengalir turun dari padang melalui jurang sempit.
Tapi si marsh-wiggle menggeleng.
“Para raksasa sebagian besar tinggal di sisi jurang itu,” katanya.
“Kau bisa bilang jurang itu seperti jalan bagi mereka. Kita lebih baik
terus saja, meskipun daerahnya agak terjal.”
Mereka menemukan tempat mereka bisa merangkak naik, dan
dalam kira-kira sepuluh menit sudah berdiri terengah-engah di atas.
Mereka menatap penuh rasa ingin ke lembah Narnia kemudian
berbalik ke arah Utara. Padang luas yang sepi membentang tanpa
batas sejauh yang bisa mereka lihat. Di sisi kiri mereka terdapat
dataran yang lebih berbatu. Jill berpikir itu pasti tepian jurang para
raksasa dan tidak terlalu peduli untuk memerhatikan arah itu. Mereka
berangkat.
Tanah tempat itu empuk dan enak untuk berjalan, dan hari itu
diterangi matahari musim dingin yang pucat. Saat mereka semakin
jauh dalam padang, kesepian semakin terasa: mereka bisa mendengar
suara burung peewit dan kadang-kadang melihat elang. Ketika mereka
berhenti di tengah pagi untuk istirahat dan minum di kubangan kecil

60 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
di tepi suatu sungai, Jill mulai merasa dia bisa menikmati
petualangan, dan mengatakannya.
“Kita belum mengalami apa-apa,” kata si marsh-wiggle.
Berjalan setelah istirahat pertama-seperti Pagi hari di sekolah selesai
istirahat atau perjalanan kereta api setelah berganti kereta tidak
berjalan seperti yang sebelumnya. Ketika mereka berangkat lagi, Jill
memerhatikan bahwa sisi berbatu jurang itu semakin dekat. Dan
bebatuannya lebih datar, lebih tegak lurus daripada sebelumnya.
Bahkan bebatuan itu tampak seperti menara-menara kecil dari batu.
Dan betapa aneh bentuknya.
Kurasa, pikir Jill, semua kisah tentang raksasa mungkin datang dari
bebatuan yang aneh itu. Kalau kau datang ke sini ketika hari sudah
setengah gelap, kau bisa dengan mudah menganggap tumpukan batu
itu raksasa. Lihat saja yang satu itu, sekarang! Kau hampir bisa
membayangkan bongkahan di atas itu kepala. Tumpukan batu itu
terlalu besar untuk jadi badannya, tapi sudah cukup untuk jadi raksasa
yang jelek. Dan semak-semak itu kurasa itu semak dan sarang burung,
sungguh-cukup pantas jadi rambut serta janggutnya. Dan benda yang
mencuat di kedua sisi itu cukup mirip telinga. Mereka benar-benar
besar, tapi aku berani bilang raksasa-raksasa pasti punya telinga yang
besar, seperti gajah. Dan-o-o-o-h!
Darah Jill membeku. Benda itu bergerak. Dia raksasa sungguhan.
Tidak salah lagi, Jill melihatnya memutar kepala. Dia telah melihat
wajah besar, bodoh, berpipi merah. Semua benda itu raksasa, bukan
bebatuan. Ada empat puluh atau lima puluh raksasa, semua berbaris,
jelas berdiri dengan kaki mereka di dasar jurang dan siku mereka
bersandar di tepi jurang, tepat seperti manusia berdiri dan bersandar
pada dinding-bermalas-malasan, di pagi yang cerah setelah sarapan.

61 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Jalan terus,” bisik Puddleglum, yang juga sudah melihat mereka.
“Jangan memandang mereka. Dan apa pun yang kalian lakukan,
jangan lari. Mereka bisa mengejar kita dalam sekejap.”
Jadi mereka terus berjalan, berpura-pura belum melihat raksasa-
raksasa itu. Rasanya seperti berjalan melalui gerbang suatu rumah
tempat ada anjing galak, tapi lebih parah. Ada lusinan dan lusinan
raksasa. Mereka tidak tampak marah-atau baik-atau tertarik. Tidak
ada tanda-tanda mereka sudah melihat para petualang itu.
Kemudian wuss-wuss-wuss benda berat melayang di udara, dan
bersama dentuman, batu besar jatuh kira-kira dua puluh langkah di
depan mereka. Kemudian buk sebongkah batu lagi jatuh enam meter
di belakang mereka.
“Apakah mereka membidik kita?” tanya Scrubb.
“Tidak,” kata Puddleglum. “Kita jauh lebih aman kalau mereka
benar-benar membidik kita. Mereka berusaha mengenai itu-tonggak
batu di sebelah kanan itu. Mereka tidak akan mengenainya, tahu. Ini
cukup aman, bidikan mereka payah sekali. Mereka bermain lempar
batu setiap pagi yang cerah. Mungkin ini satu-satunya permainan
yang bisa dimengerti dengan tingkat kecerdasan mereka.”
Saat itu sangat menakutkan. Sepertinya barisan raksasa itu tanpa
akhir, dan mereka tidak pernah berhenti melemparkan batu, beberapa
di antaranya jatuh benar-benar dekat. Selain bahaya yang
sesungguhnya, pemandangan wajah dan mendengar suara mereka
sudah cukup membuat takut siapa pun. Jill berusaha tidak melihat
mereka.
Setelah kira-kira 25 menit, para raksasa rupanya bertengkar. Ini
mengakhiri permainan lempar batu, tapi tidak nyaman rasanya berada
dalam jarak dekat dengan raksasa yang bertengkar. Mereka saling
berteriak dan mengejek dengan kata-kata tanpa arti yang panjangnya
kira-kira dua puluh suku kata tiap-tiap katanya. Mereka berbusa-busa,
62 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
membantah, dan melompat-lompat dalam kemarahan, dan tiap
lompatan membuat bumi bergetar seperti ada born yang meledak.
Mereka saling memukul kepala dengan palu batu besar yang aneh,
tapi tengkorak mereka begitu keras sehingga palu itu membal lagi,
kemudian monster yang memukul akan menjatuhkan palunya dan
melolong kesakitan karena efek pukulan itu menyakiti jari-jarinya.
Tapi dia begitu bodoh sehingga akan melakukan hal yang tepat sama
semenit kemudian. In, memiliki akibat jangka panjang yang baik,
karena di akhir jam itu semua raksasa kesakitan sehingga mereka
duduk dan mulai menangis. Ketika mereka duduk, kepala mereka
berada di bawah tepian jurang, sehingga mereka tidak terlihat lagi.
Tapi Jill bisa mendengar mereka melolong, terisak, dan menangis
seperti bayi besar bahkan setelah tempat itu berjarak satu mil di
belakang mereka.
Malam itu mereka berkemah di padang terbuka, dan Puddleglum
menunjukkan pada anak-anak bagaimana menggunakan selimut
mereka semaksimal mungkin dengan tidur saling memunggungi.
(Punggung akan saling menghangatkan dan kau bisa menggunakan
kedua selimut di atas tubuh kalian.) Tapi mereka tetap merasa
kedinginan, dan tanah terasa keras dan lembap. Si marsh-wiggle
memberitahu mereka, mereka bisa merasa lebih nyaman kalau saja
mereka memikirkan betapa cuaca akan lebih dingin nanti saat mereka
lebih jauh ke utara, tapi ini sama sekali tidak menghibur.
Mereka berjalan melintasi Ettinsmoor berhari-hari, menghemat
bacon dan lebih sering makan ayam padang rumput (mereka tentu
saja bukan burung yang bisa berbicara) yang dipanah Eustace dan si
wiggle. Jill agak iri pada Eustace karena bisa memanah. Eustace
mempelajari hal mi dalam perjalanannya bersama Raja Caspian.
Karena ada begitu banyak sungai kecil di padang itu, mereka tidak
pernah kekurangan air. Jill berpikir bahwa saat, dalam buku-buku,
orang hidup dari buruan mereka, buku-buku itu tidak pernah
memberitahumu betapa pekerjaan membului dan membersihkan
63 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
burung hasil buruan itu begitu lama, bau, dan kotor, dan membuat
jari-jarimu terasa dingin. Tapi yang menyenangkan adalah mereka
hampir tidak bertemu raksasa. Satu raksasa melihat mereka, tapi dia
hanya tertawa terbahak-bahak dan pergi mengurus urusannya sendiri.
Kira-kira di hari kesepuluh, mereka mencapai tempat daerah itu
berubah. Mereka tiba di tepi utara padang dan memandang tebing
terjal ke arah daerah yang berbeda dan lebih muram. Di dasar tebing
ada jurang: di luarnya, ada daerah pegunungan tinggi, rekah-rekah
gelap, lembah-lembah berbatu, jurang-jurang begitu dalam dan sempit
sehingga orang tidak bisa melihat jauh ke dalamnya, dan sungai-
sungai yang keluar dari jurang-jurang bergema jatuh ke kedalaman
yang gelap. Tidak perlu dikatakan, Puddleglum-lah yang
menunjukkan turunnya salju di tebing yang jauh.
“Tapi pasti lebih banyak di sisi utaranya, aku tidak akan heran,”
tambahnya.
Mereka menghabiskan waktu cukup lama untuk mencapai dasar
tebing dan, ketika sudah mencapainya, mereka melihat ke bawah dari
tepian jurang ke sungai yang mengalir jauh di bawah mereka dari
barat ke timur. Sungai it, dipagari tebing di sisi sebelah sana, juga di
sisi sebelah sini, dan airnya tampak hijau tak tersentuh cahaya
matahari, penuh riam dan air terjun. Gemuruhnya mengguncangkan
tanah bahkan di tempat mereka berdiri.
“Kabar baiknya adalah,” kata Puddleglum, “kalau kita mematahkan
leher kita saat menuruni tebing, kita akan selamat dari bahaya
tenggelam di sungai.”
“Apa itu?” kata Scrubb tiba-tiba, menunjuk ke arah hulu di sisi kiri
mereka. Kemudian mereka semua menengok dan melihat hal terakhir
yang mereka harapkan jembatan. Dan jembatan yang hebat pula!
Jembatan itu besar, lengkungan tunggal yang membentang di atas
jurang dari puncak tebing ke puncak tebing, dan puncaknya yang

64 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
melengkung tinggi di atas puncak tebing sama seperti kubah St. Paul
di atas jalan.
“Wah, itu pasti jembatan bangsa raksasa!” kata Jill.
“Atau milik penyihir, tepatnya,” kata Puddleglum. “Kita harus
berhati-hati pada sihir di tempat seperti ini. Kurasa itu jebakan.
Kurasa jembatan itu akan berubah jadi kabut dan mencair tepat ketika
kita berada di tengahnya.”
“Oh, ya ampun, jangan begitu menyebalkan,” kata Scrubb. “Kenapa
itu tidak boleh jadi jembatan sungguhan?”
“Apakah kau bisa membayangkan raksasa yang cukup cerdas untuk
membangun benda seperti itu?” kata Puddleglum.
“Tapi mungkin jembatan itu dibangun raksasa lain?” kata Jill.
“Maksudku, raksasa yang hidup ratusan tahun lalu, dan jauh lebih
cerdas daripada raksasa sekarang. Mungkin dibangun raksasa yang
sama dengan yang membangun kota raksasa yang kita cari. Dan itu
berarti kita berada di jalan yang benar-jembatan tua itu mengarah
pada kota tua itu!”
“Itu benar-benar pintar, Pole,” kata Scrubb. “Pasti begitu. Ayo.”
Jadi mereka berbalik dan pergi ke jembatan itu. Dan ketika mereka
mencapainya, bangunan itu jelas tampak cukup tua. Satuan batu-
batunya sebesar batu-batu di Stonehenge dan pasti dipotong tukang
yang baik dulu, meskipun sekarang sudah retak dan pecah. Pegangan
tangannya ternyata dipenuhi ukiran yang indah, yang beberapa di
antaranya tersisa: wajah-wajah samar, dan bentuk-bentuk tubuh
raksasa, minotaurus, cumi-cumi, kaki seribu, dan dewa-dewa yang
menakutkan. Puddleglum masih belum memercayai jembatan itu, tapi
dia bersedia menyeberanginya bersama anak-anak.
Perjalanan mendaki ke puncak lengkungan jembatan panjang dan
berat. Di banyak tempat batu-batu sudah hilang, meninggalkan
65 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
lubang-lubang mengerikan yang menunjukkan pemandangan sungai
berbuih ribuan meter di bawah. Mereka melihat elang terbang di
bawah kaki mereka. Dan semakin tinggi mereka berjalan, cuaca
semakin dingin, dan angin bertiup sehingga mereka hampir tidak bisa
mempertahankan pijakan mereka. Sepertinya angin mengguncang
jembatan itu.
Ketika mencapai puncaknya dan bisa melihat ke sisi menurun
jembatan itu, mereka melihat apa yang sepertinya sisa-sisa jalan
raksasa kuno membentang dari tempat mereka ke pusat pegunungan.
Banyak batu jalan itu telah hilang dan ada petak-petak lebar rumput di
antara batu jalanan yang tersisa. Dan berkuda ke arah mereka di atas
jalan kuno itu dua orang berukuran manusia dewasa yang normal.
“Ayo terus. Berjalanlah ke arah mereka,” kata Puddleglum. “Siapa
pun yang kautemui di tempat seperti ini sepertinya bukan musuh, tapi
kita tidak boleh menunjukkan pada mereka bahwa kita takut.”
Ketika mereka melangkah dari ujung jembatan ke tanah berumput,
kedua orang asing itu sudah cukup dekat. Satu di antaranya kesatria
yang mengenakan baju besi lengkap dengan pelindung mata
diturunkan. Senjata dan kudanya berwarna hitam, tidak ada lambang
pada tamengnya dan tidak ada bendera pada tombaknya. Yang lain
adalah seorang lady, dia menunggangi kuda putih yang begitu cantik
sehingga kau langsung ingin mencium hidungnya dan memberinya
sepotong gula. Tapi lady itu, yang menunggang dengan duduk miring
dan mengenakan gaun panjang melambai berwarna hijau indah,
bahkan lebih cantik lagi.
“Selamat pagi, pe-tu-alang,” teriaknya dengan suara yang lebih
manis daripada kicauan burung yang paling merdu, memanjangkan
suku katanya sehingga enak didengar. “Beberapa di antara kalian
masih terlalu muda untuk berjalan melalui tanah yang keras ini.”

66 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Memang benar, Ma'am,” kata Puddleglum sangat kaku dan berhati-
hati.
“Kami mencari reruntuhan kota raksasa,” kata Jill.
“Re-run-tuhan kota?” kata lady itu. “Kalian mencari tempat yang
aneh. Apa yang akan kalian lakukan setelah menemukannya?”
“Kami harus “ kata Jill, tapi Puddleglum memotongnya.
“Maafkan kami, Ma'am. Tapi kami tidak mengenal Anda atau
teman Anda-dia pendiam sekali, bukan?-dan Anda tidak mengenal
kami. Dan kami lebih suka tidak memberitahu urusan kami pada
orang asing, kalau Anda tidak keberatan. Bukankah sebentar lagi akan
hujan, bagaimana menurut Anda?”
Si lady tertawa: suara tawa paling melodik dan kaya, yang bisa
kaubayangkan. “Yah, anak-anak,” katanya, “kalian punya penunjuk
jalan tua yang bijak dan serius. Aku sama sekali tidak tersinggung
karena dia tidak ingin memberitahu urusannya, tapi aku bebas
memberitahu urusanku. Aku sering mendengar reruntuhan kota
bangsa raksasa, tapi tidak pernah bertemu siapa pun yang bisa
menunjukkan jalan ke sana. Jalan ini menuju daerah dan istana
Harfang, tempat tinggal raksasa yang baik. Mereka lembut, beradab,
cerdas, dan sopan, kebalikan raksasa yang di Ettinsmoor bodoh,
ganas, liar, dan mirip binatang. Dan di Harfang kalian mungkin atau
tidak mungkin mendengar kabar tentang reruntuhan kota itu, tapi jelas
kalian akan menemukan tempat menginap yang baik dan tuan rumah
yang ramah. Kalian lebih baik menghabiskan musim dingin di sana,
atau, paling tidak, berhenti beberapa hari untuk istirahat dan
menyegarkan diri. Di sana kalian bisa mendapat mandi air panas,
tempat tidur yang empuk, dan perapian yang terang, dan makanan
yang dipanggang, dibakar, yang manis, dan yang keras akan tersedia
di meja empat kali sehari.”

67 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Wah!” teriak Scrubb. “Itu menarik sekali! Bayangkan, tidur di
tempat tidur lagi.”
“Ya, dan mandi air panas,” kata Jill. “Apakah menurutmu mereka
akan bersedia menerima kami? Kami bahkan tidak mengenal
mereka.”
“Katakan saja pada mereka,” jawab lady itu, “bahwa Dia Yang
Bergaun Hijau memberi salam pada mereka melalui kalian, dan
mengirimkan pada mereka dua anak Selatan yang baik untuk Pesta
Musim Gugur.”
“Oh, terima kasih, terima kasih banyak,” kata Jill dan Scrubb.
“Tapi hati-hati,” kata lady itu. “Di hari apapun kalian mencapai
Harfang, jangan tiba di pintu mereka terlalu terlambat. Karena mereka
menutup pintu mereka beberapa jam setelah tengah hari, dan
kebiasaan istana itu, mereka tidak akan membuka pintu bagi siapa pun
setelah menguncinya, betapapun kerasnya pendatang itu mengetuk.”
Anak-anak berterima kasih padanya lagi, dengan mata berbinar-
binar, dan lady itu melambai kepada mereka. Si marsh-wiggle
melepaskan topi kerucutnya dan membungkuk dengan sangat kaku.
Kemudian si kesatria bisu dan si lady mulai memajukan kuda mereka
mendaki jembatan diiringi dengan suara kaki kuda.
“Yah!” kata Puddleglum. “Aku mau memberi banyak untuk
mengetahui dari mana dia datang dan ke mana dia pergi. Mereka
bukan jenis yang kauharap akan kautemukan di daerah liar para
raksasa, bukan? Tidak punya maksud baik, aku berani bilang.”
“Oh, diamlah!” kata Scrubb. “Kupikir dia benar-benar hebat. Dan
coba pikirkan makanan panas dan kamar yang hangar. Kuharap
Harfang tidak jauh.”
“Aku juga,” kata Jill. “Dan tidakkah gaunnya indah. Dan kuda itu
hebat!”
68 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Biarpun begitu,” kata Puddleglum, “kuharap kita tahu lebih banyak
tentang dia.”
“Aku baru akan bertanya tentang dirinya,” kata Jill. “Tapi
bagaimana aku bisa melakukan itu kalau kau tidak man
memberitahunya apa pun tentang kita?”
“Ya,” kata Scrubb. “Dan kenapa kau begitu kaku dan tidak ramah?
Tidakkah kau menyukai mereka?”
“Mereka?” kata si marsh-wiggle. “Siapa mereka? Aku hanya
melihat satu.”
“Tidakkah kau melihat kesatria itu?” tanya Jill.
“Aku melihat baju besi,” kata Puddleglum. “Kenapa dia tidak
bicara?”
“Kurasa dia pemalu,” kata Jill. “Atau mungkin dia hanya ingin
melihat wanita itu dan mendengarkan suaranya yang merdu. Aku
yakin aku akan melakukan itu kalau jadi dia.”
“Aku ingin tahu,” kata Puddleglum, “apa yang akan benar-benar
kaulihat kalau mengangkat pelindung mata helm itu dan memandang
ke dalamnya.”
“Hentikan,” kata Scrubb. “Pikirkan bentuk baju besi itu! Apa yang
bisa berada di dalamnya kecuali seorang pria?”
“Bagaimana dengan kerangka?” tanya si marsh-wiggle dengan
keriangan yang mengerikan. “Atau mungkin,” tambahnya setelah
berpikir, “sama sekali tidak ada apa-apa. Maksudku, tidak ada yang
bisa kaulihat. Seseorang yang tidak kelihatan.”
“Sungguh, Puddleglum,” kata Jill sambil gemetar, “kau punya ide-
ide yang sangat mengerikan! Bagaimana kau bisa memikirkan semua
itu?”

69 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Oh, masa bodohlah dengan semua idenya!” kata Scrubb. “Dia
selalu mengharapkan yang terburuk, dan dia selalu salah. Marl
pikirkan para raksasa baik itu dan cara mencapai Harfang secepat
yang kita bisa. Coba aku tahu berapa jauh jaraknya.”
Dan sekarang mereka hampir melakukan pertengkaran pertama dari
yang sudah diramalkan Puddleglum: bukannya Jill dan Scrubb tidak
pernah berbantahan dan saling membentak cukup sering sebelumnya,
tapi inilah pertengkaran serius yang pertama. Puddleglum sama sekali
tidak ingin pergi ke Harfang. Dia bilang dia tidak tahu bagaimana
definisi “baik” bagi raksasa, dan selain itu, dalam tanda-tanda dari
Asian, sama sekali tidak disebut-sebut tentang tinggal bersama
raksasa, baik ataupun tidak. Anak-anak, sebaliknya, sudah bosan
dengan angin, hujan, dan ayam padang rumput yang dibakar di atas
unggun, juga tanah yang keras dan dingin untuk tidur, sehingga
benar-benar ingin mengunjungi para raksasa yang baik. Akhirnya,
Puddleglum setuju melakukannya, tapi dengan satu syarat. Anak-anak
harus benar-benar berjanji bahwa, kecuali dia mengizinkan, mereka
tidak akan memberitahu para Raksasa Baik itu bahwa mereka datang
dari Narnia atau bahwa mereka mencari Pangeran Rilian. Dan mereka
berjanji, lain berjalan terus.
Setelah pembicaraan dengan lady itu, keadaan memburuk dengan
dua cara yang berbeda. Pertama-tama, tanah daerah itu menjadi
semakin keras. Jalan mengarah melalui lembah-lembah sempit tanpa
akhir, angin utara yang kejam tidak henti-hentinya bertiup ke wajah
mereka. Tidak ada apa pun yang bisa digunakan sebagai kayu bakar,
dan tidak ada cekungan kecil menyenangkan yang bisa digunakan
untuk berkemah, seperti yang mereka alami di padang rumput. Dan
tanah begitu berbatu, membuat kakimu sakit di akhir hari dan seluruh
tubuhmu sakit di malam hari.
Yang kedua, apa pun yang lady itu maksudkan dengan memberitahu
mereka tentang Harfang, efek nyatanya pada anak-anak sangat buruk.

70 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Mereka tidak bisa memikirkan apa pun kecuali tempat tidur, mandi,
makanan hangat, dan betapa menyenangkan berada dalam ruangan.
Mereka tidak pernah membicarakan Asian, atau bahkan pangeran
yang hilang sekarang. Dan Jill melupakan kebiasaannya mengulang
tanda-tanda pada dirinya sendiri setiap malam dan pagi. Dia berkata
pada dirinya sendiri, awalnya, bahwa dia terlalu lelah, tapi dia segera
melupakan semua tanda itu. Dan meskipun kau mungkin berpikir
bayangan akan bersenang-senang di Harfang akan membuat mereka
lebih gembira, ternyata itu malah membuat mereka lebih mengasihani
dirt mereka, lebih pemarah, dan cepat bertengkar satu sama lain serta
dengan Puddleglum.
Akhirnya suatu siang mereka mencapai daerah tempat lembah yang
mereka lalui melebar dan hutan pohon fir yang gelap tumbuh di kedua
sisinya. Mereka memandang ke depan dan melihat mereka telah
melewati gunung. DI depan mereka terbentang dataran sepi berbatu:
jauh di sana, gunung-gunung lagi yang pucaknya tertutup salju. Tapi
di antara mereka dan Pegunungan yang jauh itu berdiri bukit rendah
dengan puncak yang datar tak berbentuk.
“Lihat! Lihat!” teriak Jill, dan menunjuk ke seberang padang. Dan
di sana, di tengah senja Yang turun, dari atas puncak bukit yang rata
itu, semuanya melihat cahaya. Cahaya! Bukan sinar bulan, bukan api,
tapi barisan jendela yang memancarkan cahaya hangat. Kalau kau
tidak pernah berada di alam liar, siang dan malam, selama berminggu-
minggu, kau tidak akan mengerti bagaimana perasaan mereka.
“Harfang!” teriak Scrubb dan Jill dengan suara gembira. Dan
“Harfang,” ulang Puddleglum dengan suara bosan yang muram. Tapi
dia menambahkan, “Halo! Angsa liar!” dan langsung meraih busur
yang tergantung di pundaknya. Dia memanah jatuh dua angsa gemuk.
Sudah terlalu terlambat untuk berusaha mencapai Harfang hari itu.
Tapi mereka punya makanan hangat dan perapian, dan memulai
malam yang terasa lebih hangat daripada yang mereka rasakan lebih

71 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dari seminggu terakhir. Setelah api padam, malam menjadi sangat
dingin, dan ketika mereka terbangun keesokan paginya, selimut
mereka kaku karena salju beku.
“Tidak apa!” kata Jill, mengentakkan kakinya. “Mandi air hangat
malam ini!”
***

72 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB TUJUH
Bukit Parit Perlindungan yang Aneh

TIDAK bisa dibantah, hari itu buruk sekali. Di atas sana


menggantung langit tanpa matahari, terbungkam awan-awan yang
berat penuh salju. Di bawah, tanah beku yang hitam, bertiup di
atasnya angin yang terasa bisa mengangkat kulitmu sampai lepas.
Ketika mencapai padang, mereka menemukan bahwa bagian jalan
kuno yang ini jauh lebih rusak daripada yang mereka lihat selama ini.
Mereka harus mencari jalan di antara batu-batu besar yang pecah-
pecah dan di antara bongkahan-bongkahan serta menyeberangi
reruntuhan, perjalanan yang sulit bagi kaki yang lelah. Tapi,
betapapun lelahnya mereka, cuaca terlalu dingin untuk berhenti.
Kira-kira pukul sepuluh, butiran salju kecil yang pertama melayang
turun dan hinggap di tangan Jill. Sepuluh menit kemudian salju turun
cukup tebal. Dalam dua puluh menit, tanah sudah tampak putih. Dan
di akhir setengah jam kemudian, badai salju tanpa akhir, yang tampak
sepertinya akan berlangsung sepanjang hari, bertiup menampar muka
mereka sehingga mereka tidak bisa melihat.
Supaya bisa mengerti apa yang terjadi selanjutnya, kau harus terus
ingat betapa sedikit yang bisa mereka lihat. Saat mereka mendekati
lembah rendah yang memisahkan mereka dari tempat jendela
bercahaya itu terlihat, mereka sama sekali tidak bisa melihatnya
dengan jelas. Keadaan saat itu hanya memungkinkan melihat
beberapa langkah di depan, dan bahkan untuk itu pun kau harus
mengusap matamu. Tidak perlu dikatakan, mereka tidak bicara.
Ketika mencapai kaki bukit, mereka melihat sesuatu yang mungkin
merupakan bebatuan di kedua sisi-batu berbentuk kotak, kalau kau
melihatnya baik-baik, tapi tidak ada yang melakukannya. Semua lebih
memikirkan birai tepat di depan mereka yang menghalangi jalan
73 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mereka. Birai itu kira-kira satu setengah meter tingginya. St marsh-
wiggle, dengan kaki-kakinya yang panjang, tidak menemui kesulitan
melompat ke atasnya, kemudian dia membantu yang lain naik.
Pekerjaan itu menyebalkan dan basah bagi kedua anak, meskipun
tidak begitu bagi si marsh-wiggle, karena salju sekarang cukup tebal
di birai itu. Kemudian mereka memanjat dengan gerakan kaku Jill
jatuh sekali-mendaki tanah kasar kira-kira sejauh seratus meter, dan
mencapai birai kedua. Seluruhnya ada empat birai seperti ini, dengan
jarak yang berbeda-beda.
Saat mereka berjuang di birai keempat, tidak salah lagi, mereka
sekarang di puncak bukit datar itu. Sampai saat itu kemiringan bukit
telah memberi mereka semacam perlindungan, di sana, mereka
diterpa angin dengan kekuatan Penuh. Karena bukit itu, anehnya,
benar-benar datar pada puncaknya seperti yang kelihatan dari jauh:
dataran seperti meja luas yang diterpa badai tanpa halangan.
DI kebanyakan tempat, salju malah sama sekali belum tertimbun
karena angin terus-menerus menerbangkannya dari tanah menjadi
kabut dan awan, dan menerbangkannya ke wajah mereka. Dan di
sekeliling kaki mereka pusaran kecil salju mengikutimu seperti yang
kadang terlihat di atas es. Dan di banyak tempat, permukaan nyaris
sehalus es. Tapi lebih parah lagi, es itu dilintasi dan disilangi
gundukan atau tanggul tanah, yang kadang-kadang membagi es
menjadi petak-petak dan bentuk-bentuk kotak yang aneh. Semua ini
tentu saja harus didaki, tinggi mereka bervariasi antara setengah meter
sampai satu setengah meter dan tebalnya kira-kira beberapa meter. Di
sisi utara tiap gundukan salju sudah tertimbun tebal, dan setelah setiap
panjatan, kau turun meninjak timbunan dan menjadi semakin basah.
Berjuang maju dengan kerudung terpasang, kepala menunduk, dan
tangan mati rasa dalam mantelnya, Jill melihat benda-benda aneh lain
di atas dataran mengeri kan itu-benda-benda di kanannya yang
tampak mirip c erobong pabrik, dan di sisi kirinya, tebing besar, lebih

74 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
te gak daripada tebing mana pun. Tapi dia sama sekali tid ak tertarik
dan tidak memikirkannya. Satu-satunya hal yang dia pikirkan adalah
tangannya yang dingin (juga h idung, dagu, dan telinganya), mandi air
panas, dan tem pat tidur yang hangat di Harfang.
Tiba-tiba Jill terpeleset, tergelincir kira-kira satu setengah meter,
dan dengan ketakutan mendapati dirinya merosot ke dalam lorong
gelap sempit yang saat itu sepertinya muncul di depannya. Setengah
detik kemudian dia mencapai dasarnya. Dia sepertinya berada dalam
sejenis sarang atau lubang, yang hanya kira-kira satu meter lebarnya.
Dan meskipun kaget karena jatuh, hal pertama yang diperhatikannya
adalah rasa lega karena tidak ada angin, karena dinding lubang itu
menjulang tinggi di atasnya. Hal berikut yang diperhatikannya adalah,
tentu saja, wajah-wajah khawatir Scrubb dan Puddleglum memandang
ke bawah ke arahnya dari tepian.
“Kau terluka, Pole?” teriak Scrubb.
“Kedua kaki patah, pastinya,” teriak Puddleglum.
Jill berdiri dan menjelaskan dia baik-baik saja, tapi mereka harus
membantunya keluar.
“Kau jatuh ke dalam apa?” tanya Scrubb.
“Ini sejenis parit, atau mungkin rekahan tanah, atau entahlah,” kata
Jill. “Ternyata cukup lurus.”
“Benar, ya ampun,” kata Scrubb. “Dan mengarah ke utara! Aku
ingin tahu apakah ini sejenis jalan? Kalau ya, kita akan terlindung dari
angin jahat ini di bawah sana. Apakah banyak salju di dasar?”
“Nyaris tidak ada. Semuanya tertiup ke atas, kurasa.”
“Ada apa di ujung yang lebih jauh?”
“Tunggu sebentar. Aku lihat dulu,” kata Jill. Dia bangkit dan
berjalan sepanjang parit itu, tapi sebelum pergi terlalu jauh, parit itu
75 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
berbelok tajam ke kanan. Jill meneriakkan informasi itu kepada yang
lain.
“Ada apa di balik belokan itu?” tanya Scrubb.
Nah, ternyata Jill punya perasaan yang sama pada lorong-lorong
yang berbelok-belok dan tempat-tempat gelap di bawah tanah, atau
bah kan meskipun belum benar-benar di bawa tanah, seperti perasaan
Scrubb ketika berada di tepi jurang. Dia tidak mau berbelok di sudut
itu terutama ketika dia mendengar Puddleglum berteriak dari
belakangnya:
“Hati-hati, Pole. Tempat seperti ini mungkin saja mengarah ke gua
naga. Dan di negeri raksasa, bisa saja ada cacing raksasa atau
kumbang raksasa.”
“Kurasa jalan ini tidak mengarah ke mana-mana,” kata Jill, buru-
buru kembali.
“Aku akan terus melihat,” kata Scrubb. “Apa maksudmu dengan
tidak ke mana-mana, aku ingin tahu.” Jadi dia duduk di tepi parit
(semuanya sudah terlalu basah sekarang sehingga dia tidak peduli jadi
sedikit lebih basah lagi) kemudian melompat turun. Dia maju
melewati Jill dan, meskipun dia tidak mengatakan apa-apa, Jill merasa
Scrubb tahu dia berbohong. Jadi dia mengikuti Scrubb dekat-dekat,
tapi berhati-hati tidak mendahuluinya.
Ternyata penyelidikan itu mengecewakan. Mereka berbelok di
kelokan ke kanan itu dan maju beberapa langkah. Di sini ada pilihan
jalan: lurus lagi, atau belok patah ke kanan. “Tidak ada gunanya,”
kata Scrubb menatap kelokan ke kanan itu, “itu akan membawa kita
kembali-ke selatan.” Dia maju terus, tapi sekali lagi, dalam beberapa
langkah, mereka menemukan kelokan kedua ke kanan. Tapi kali ini
tidak ada pilihan arah, karena parit yang mereka ikuti buntu.

76 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Tidak ada gunanya,” gerutu Scrubb. Jill tidak membuang waktu
untuk berbalik dan memimpin jalan kembali. Ketika mereka kembali
ke tempat Jill pertama jatuh, si marsh-wiggle dengan tangan-
tangannya yang panjang tidak mengalami kesulitan menarik mereka
keluar.
Tapi rasanya mengerikan berada di atas lagi. Dalam ruang sempit
parit itu, telinga mereka mulai merasa lagi. Mereka bisa melihat
dengan jelas dan bernapas dengan mudah dan mendengar satu sama
lain bicara tanpa harus berteriak. Benar-benar menderita harus
kembali dalam rasa dingin yang menggigit itu. Dan rasanya berat
ketika Puddleglum memilih saat itu untuk berkata: “Apakah kau
masih yakin pada tanda-tanda itu, Pole? Tanda apa yang harus kita
ikuti sekarang?”
“Oh, ayolah! Masa bodoh dengan tanda-tanda itu,” kata Pole.
“Sesuatu tentang seseorang menyebutkan nama Asian, kurasa. Tapi
aku tidak akan mengatakan hafalanku di sini.”
Seperti yang kautahu, Jill salah menyebutkan urutannya. Itu karena
dia telah berhenti mengulangi hafalan tanda-tanda itu tiap malam. Dia
sebenarnya masih mengingat, kalau man sedikit bersusah payah
berpikir: tapi tidak begitu “rajin” lagi pada tugasnya sehingga tidak
bisa yakin mengatakannya dalam urutan yang tepat begitu diminta
dan tanpa berpikir. Pertanyaan Puddleglum membuatnya kesal karena,
jauh dalam hati, dia sudah kesal pada dirinya sendiri karena tidak
mengetahui tugas dari sang singa sebaik yang dia anggap seharusnya
diketahuinya. Kekesalan ini, ditambah rasa menderita karena begitu
kedinginan dan lelah, membuatnya berkata, “Masa bodoh dengan
tanda-tanda itu.” Dia mungkin tidak benar-benar bermaksud begitu.
“Oh, itu tanda yang berikut, bukan?” kata Puddleglum. “Sekarang
aku jadi bertanya-tanya, apakah kau baik-baik saja? Ingatanmu
tertukar-tukar, aku tidak heran. Sepertinya bagiku, bukit ini, daerah

77 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
datar tempat kita berada ini, pantas untuk berhenti dan melihat-lihat.
Apakah kalian memerhatikan “
“Oh, ya ampun!” kata Scrubb, “inikah waktu yang tepat untuk
berhenti dan mengagumi pemandangan? Ya ampun, marl jalan terus.”
“Oh, lihat, lihat, lihat,” teriak Jill dan menunjuk.
Semua berbalik, dan melihat. Di kejauhan, di utara, dan jauh lebih
tinggi daripada dataran tempat mereka berdiri, sebaris cahaya telah
muncul. Kali ini, bahkan lebih jelas daripada ketika para petualang itu
melihatnya di malam sebelumnya, itu jendela: jendela-jendela lebih
kecil yang membuat seseorang berpikir dengan senang tentang kamar-
kamar tidur, dan jendela-jendela lebih besar yang membuat orang
memikirkan aula-aula luas dengan api besar di perapian dan sup panas
atau daging panggang masih mengepulkan asap tersaji di meja.
“Harfang!” teriak Scrubb.
“Itu semua sangat baik,” kata Puddleglum. “Tapi apa yang akan
kukatakan adalah “
“Oh, diam,” kata Jill kesal. “Kita tidak bisa membuang-buang
waktu. Tidakkah kau ingat apa yang dikatakan lady itu tentang
mereka akan mengunci pintu begitu sore? Kita harus sampai di sana
tepat waktu, harus, harus. Kita akan mati kalau berada di luar pada
malam seperti ini.”
“Yah, ini bukan malam, belum,” kata Puddleglum memulai, tapi
kedua anak sama-sama berkata, “Ayo,” dan mulai berjalan di atas
dataran yang licin secepat yang kaki mereka bisa. Si marsh-wiggle
mengikuti mereka, masih bicara, tapi sekarang mereka melawan angin
lagi, sehingga tidak bisa mendengarnya bahkan kalaupun ingin. Dan
mereka tidak ingin. Mereka memikirkan mandi, tempat tidur, dan
minuman hangar, dan pikiran akan mencapai Harfang terlalu malam
dan terkunci di luar nyaris tak tertahankan.

78 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Meskipun buru-buru, mereka butuh waktu lama untuk
menyeberangi puncak bukit yang datar itu. Dan bahkan ketika mereka
menyeberangi dataran itu, masih ada beberapa birai yang harus
dituruni di sisi lain. Tapi akhirnya mereka mencapai dasar dan bisa
melihat penampilan Harfang.
Bangunan itu berdiri pada tebing terjal yang tinggi, dan meskipun
memiliki banyak menara, bangunan itu lebih mirip rumah besar
daripada kastil. Jelas, para raksasa baik tidak mengkhawatirkan
serangan apa pun. Ada jendela-jendela di sisi luar dinding, cukup
dekat ke tanah sesuatu yang tidak akan didapati pada benteng
sungguhan. Bahkan ada pintu-pintu kecil di sana-sini, sehingga cukup
mudah untuk keluar-masuk kastil tanpa melalui halaman dalam. Ini
meningkatkan semangat Jill dan Scrubb. Ini membuat seluruh tempat
itu tampak lebih bersahabat dan tidak terlalu menakutkan lagi.
Pertama-tama ketinggian dan keterjalan tebing itu menakutkan
mereka, tapi kemudian mereka melihat ada jalan menanjak yang lebih
mudah di sisi kiri dan jalan itu menuju Harfang. Tanjakan itu sangat
menyulitkan, setelah perjalanan yang mereka lakukan, dan Jill hampir
menyerah. Scrubb dan Puddleglum harus membantunya beberapa
ratus meter terakhir. Tapi akhirnya mereka berdiri di depan pintu
kastil. Pintu terali besinya terangkat dan gerbangnya terbuka.
Betapapun lelahnya dirimu, butuh keberanian untuk berjalan ke
pintu depan rumah raksasa. Meskipun tadinya memberi banyak
peringatan tentang Harfang, Puddleglum-lah yang menunjukkan
keberanian paling besar.
“Pelan-pelan sekarang,” katanya. “Jangan menunjukkan ketakutan
kalian, apa pun yang kalian lakukan. Kita sudah melakukan hal paling
bodoh di dunia dengan datang, tapi sekarang karena kita sudah ada di
sini, lebih baik menghadapinya.”

79 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dengan kata-kata ini dia maju ke gerbang, berdiri diam di bawah
lengkungan tempat gema bisa membantu suaranya, dan memanggil
sekeras yang dia bisa.
“Ho! Penjaga pintu! Ada tamu minta penginapan.”
Dan sementara menunggu sesuatu terjadi, dia membuka topinya dan
membuang tumpukan salju berat yang terkumpul di tepiannya yang
lebar.
“Menurutku,” bisik Scrubb pada Jill. “Dia mungkin sangat
menyebalkan, tapi dia punya banyak keberanian-dan kejujuran.”
Sebuah pintu terbuka, menunjukkan kilau perapian yang
menyenangkan, dan penjaga pintu muncul. Jill menggigit bibirnya
karena takut akan berteriak. Dia bu kan raksasa yang benar-benar
besar, itu berarti, dia lebi h tinggi daripada pohon apel tapi tidak
begitu tinggi sep erti tiang telegram. Dia memiliki rambut merah yang
be rantakan, mengenakan rompi kulit dengan piringan besi terpasang
di seluruh permukaannya sehingga mirip baj u rantai besi, lututnya
telanjang (dan sangat berbulu) d an dia mengenakan sesuatu yang
mirip lilitan kain pada kedua kakinya. Dia membungkuk dan menatap
Puddle glum.
“Kau ini makhluk apa?” katanya.
Jill mengumpulkan keberaniannya. “Tolonglah,” katanya, berteriak
pada raksasa itu. “Lady Bergaun Hijau memberi salam pada Raja
Raksasa yang Baik, dan mengirim kami dua anak dari Selatan dan
marsh-wiggle ini (namanya Puddleglum) pada Pesta Muslin Gugur
kalian. Kalau tidak mengganggu tentu saja,” tambahnya.
“O-ho!” kata penjaga pintu. “Kalau begitu lain ceritanya. Masuk,
makhluk-makhluk kecil, masuk. Kalian lebih baik berteduh sementara
aku mengirim kabar pada Yang Mulia.” Dia memerhatikan anak-anak
dengan penuh rasa ingin tahu. “Wajah-wajah biru,” katanya. “Aku

80 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
tidak tahu wajah bisa berwarna seperti itu. Aku sendiri tidak peduli.
Tapi aku berani bilang kalian pasti saling menganggap yang lain
manis. Kutu menyukai kutu yang lain, kata orang.”
“Wajah kami biru karena kedinginan,” kata Jill. “Sebenarnya
warnanya tidak seperti itu.”
“Kalau begitu masuk dan hangatkan diri. Masuk, udang-udang
kecil,” kata penjaga pintu.
Mereka mengikutinya masuk pondok. Dan meskipun cukup
mengerikan mendengar pintu sebesar itu terbanting menutup di
belakang mereka, mereka melupakannya begitu melihat hal yang
mereka inginkan sejak makan terakhir kemarin malam-api. Dan api
yang sangat besar! Sepertinya empat atau lima pohon utuh terbakar di
dalamnya, dan api itu begitu panas sehingga mereka hanya bisa
mendekat beberapa meter darinya. Tapi mereka semua terduduk di
lantai bata, sedekat yang mereka bisa menahan panasnya, dan
mengembuskan napas lega.
“Nah, Nak,” kata si penjaga pintu pada raksasa lain yang duduk di
bagian belakang ruangan, menatap tamu-tamu sampai sepertinya
matanya akan melompat keluar dari kepalanya, “larilah bawa pesan
ini ke rumah utama.” Dan dia mengulangi apa yang dikatakan Jill
padanya. Raksasa yang lebih muda itu, setelah memandang terakhir
kalinya, dan tertawa keras, meninggalkan ruangan.
“Sekarang, kodok,” kata si penjaga pintu pada Puddleglum, “kau
kelihatannya butuh dihibur,” Dia mengeluarkan botol hitam sangat
mirip dengan milik Puddleglum, tapi berukuran kira-kira dua puluh
kali lebih besar. “Coba kulihat, coba kulihat,” kata si penjaga pintu.
“Aku tidak bisa memberimu cangkir, karena kau akan
menenggelamkan dirimu sendiri. Coba kulihat. Tempat garam meja
ini tepat sekali. Kau tidak perlu mengatakan soal ini di rumah utama.
Barang perak akan tetap datang ke sini, dan itu bukan salahku.”
81 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tempat garam meja itu tidak mirip tempat garam meja kita, karena
lebih sempit dan lurus, dan menjadi cangkir yang tepat bagi
Puddleglum, ketika raksasa itu meletakkannya di lantai, di
sebelahnya. Anak-anak berpikir Puddleglum akan menolaknya,
karena tidak memercayai raksasa yang baik. Tapi dia bergumam,
“Agak terlambat memikirkan untuk berhati-hati sekarang setelah kita
berada di dalam dan pintu tertutup di belakang kita.” Kemudian dia
mengendus minuman itu. “Aromanya baik-baik saja,” katanya. “Tapi
itu tidak berarti apa-apa. Lebih baik meyakinkan,” dan minum satu
teguk. “Rasanya juga baik-baik saja,” katanya. “Tapi mungkin
tegukan pertama mungkin begitu. Bagaimana selanjutnya?” Dia
minum tegukan lebih besar. “Ah!” katanya. “Tapi apakah rasanya
sama saja sampai habis?” dan minum seteguk lagi. “Pasti ada sesuatu
yang mengerikan di dasarnya, aku yakin,” katanya, dan menghabiskan
minuman itu. Dia menjilat bibirnya dan berkata pada anak-anak, “Ini
tes, kalian mengerti. Kalau aku meringkuk, meledak, berubah jadi
kadal, atau sesuatu, kalian jadi tahu jangan menerima apa pun yang
mereka tawarkan pada kalian.” Tapi raksasa itu, yang terlalu tinggi
untuk mendengar kata-kata yang dibisikkan Puddlelum, terbahak-
bahak dan berkata, “Wah, kodok, kau ternyata jantan seperti pria.
Lihat, dia menghabiskannya!”
“Bukan pria... marsh-wiggle,” jawab Puddleglum dengan suara
yang entah bagaimana terdengar kesal. “Bukan kodok juga: marsh-
wiggle.”
Dan saat itu pintu terbuka di belakang mereka dan raksasa yang
lebih muda masuk sambil berkata, “Mereka harus langsung pergi ke
ruang takhta.”
Anak-anak berdiri, tapi Puddleglum tetap duduk dan berkata,
“Marsh-wiggle. Marsh-wiggle. Marsh-wiggle yang sangat terhormat.
Wiggleterhormat.”

82 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Tunjukkan jalan pada mereka, Nak,” kata raksasa penjaga pintu.
“Dan lebih baik kau menggendong si kodok. Dia minum lebih banyak
daripada yang pantas baginya.”
“Tidak ada yang salah padaku,” kata Puddleglum. “Bukan kodok.
Tidak ada yang mirip kodok pada diriku. Aku biggleterhormat.”
Tapi raksasa muda itu memegang pinggangnya dan memberi tanda
pada anak-anak supaya mengikutinya. Dengan cara yang tidak
terhormat ini mereka menyeberangi halaman. Puddleglum,
dicengkeram dalam tangan si raksasa, dan menendang-nendang di
udara, memang tampak mirip kodok. Tapi mereka tidak punya waktu
untuk memerhatikan ini, karena tak lama kemudian mereka memasuki
gerbang besar ke kastil utama jantung mereka langsung berdebar lebih
cepat daripada biasa-dan, setelah menyelusuri beberapa koridor
dengan berlari kecil mengikuti langkah-langkah si raksasa, mereka
mendapati diri mereka berkedip-kedip dalam cahaya terang ruangan
yang sangat besar, tempat lampu-lampu berkilau dan apt berkobar
dalam perapian dan keduanya terpantul pada atap miring dan ukiran
di dinding. Lebih banyak raksasa dari pada yang bisa mereka hitung
berdiri di kirikanan mereka, semua mengenakan mantel yang
memesona. Dan di dua singgasana di ujung, duduk dua makhluk besar
yang sepertinya Raja dan Ratu.
Kira-kira enam meter dari singgasana, mereka berhenti. Scrubb dan
Jill berusaha membungkuk dengan kaku (anak-anak perempuan tidak
diajar member' hormat di Sekolah Eksperimen) dan raksasa muda itu
dengan hati-hati meletakkan Puddleglum di lantai, di sana dia terbalik
ke posisi duduk. Dengan kaki-tangannya yang panjang, dia tampak,
sejujurnya, anehnya mirip labah-labah besar.
***

83 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB DELAPAN
Rumah Harfang

“AYO, Pole, katakan,” bisik Scrubb.


Jill merasa mulutnya sangat kering sehingga dia tidak bisa bicara.
Dia mengangguk keras-keras kepada Scrubb. Berkata dalam hati dia
tidak akan pernah memaafkan Jill (atau juga Puddleglum), Scrubb
menjilat bibirnya dan berteriak pada Raja Raksasa.
“Maaf, Yang Mulia, Lady Bergaun Hijau memberi salam pada
Anda melalui kami dan berkata Anda pasti senang menerima kami
untuk ikut pada Pesta Musim Gugur Anda.”
Raja dan Ratu Raksasa saling menatap, saling mengangguk, dan
tersenyum dengan cara yang tidak disukai Jill. Dia lebih menyukai
Raja daripada Ratu. Raja memiliki janggut keriting yang bagus dan
hidung lurus yang mirip paruh elang, dan cukup tampan menurut
ukuran raksasa. Ratu sangat gemuk dan memiliki wajah gemuk
berdagu ganda-bukan hal yang menarik dalam ukuran biasa, dan tentu
saja tampak jauh lebih mengerikan ketika berukuran sepuluh kali
lebih besar. Kemudian Raja mengeluarkan lidahnya dan menjilat
bibirnya. Siapa pun bisa melakukan itu, tapi lidahnya begitu besar dan
merah, dan keluar begitu tak terduga, sehingga Jill cukup kaget.
“Oh, anak-anak baik!” kata Ratu. (“Mungkin ternyata dialah yang
sifatnya lebih baik,” pikir Jill.)
“Ya, memang,” kata Raja. “Anak-anak hebat. Kami menyambut
kalian di istana kami. Beri aku tangan kalian.”
Dia mengulurkan tangan kanannya yang besar ke bawah-sangat
bersih dengan beberapa cincin pada jari-jarinya, tapi juga dengan
kuku tajam yang mengerikan. Dia terlalu besar untuk berjabat tangan

84 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dengan anak-anak, yang membalas uluran tangannya, tapi dia
mengguncang lengan mereka.
“Dan apa itu?” tanya Raja, menunjuk Puddleglum.
“Biggle yang terhormat,” kata Puddleglum.
“Oh!” teriak Ratu, menaikkan gaunnya sampai ke mata kaki.
“Makhluk mengerikan itu! Dia hidup!”
“Dia baik, Yang Mulia, sungguh, dia baik,” kata Scrubb cepat-
cepat. “Anda pasti lebih menyukainya kalau sudah mengenalnya. Aku
yakin begitu.”
Kuharap kalian tidak akan kehilangan ketertarikan pada Jill di sisa
buku ini kalau kukatakan pada kalian saat ini dia mulai menangis.
Ada banyak alasan baginya. Kaki, tangan, telinga, dan hidungnya
baru mulai merasa lagi, salju mencair menetes-netes dari pakaiannya,
dia nyaris belum makan dan minum apa pun hari itu, dan kakinya
begitu sakit sehingga dia merasa tidak bisa berdiri lebih lama lagi.
Yah, tindakan itu membawa akibat lebih baik pada saat itu daripada
yang bisa dilakukan tindakan apa pun, karena Ratu berkata:
“Ah, anak malang! Yang Mulia, kita bersalah membiarkan tamu-
tamu kita berdiri. Cepat, kalian! Bawa mereka. Beri mereka makanan,
anggur, dan air mandi. Buat anak perempuan kecil itu nyaman. Beri
dia lolipop, beri dia boneka, beri dia benda-benda lain, beri dia segala
yang bisa kaupikirkan -susu hangat, permen buah, wangi-wangian,
nyanyian, dan mainan. Jangan menangis, gadis kecil, kalau tidak, kau
tidak akan berguna ketika pesta datang.”
Jill sama marahnya dengan kau dan aku kalau mendengar mainan
dan boneka, dan meskipun lolipop dan permen buah terdengar sangat
enak, dia sangat berharap sesuatu yang lebih pantas akan dihidangkan.
Tapi pidato bodoh Ratu membawa hasil yang hebat, karena
Puddleglum dan Scrubb langsung diangkat pelayan raksasa laki-laki,

85 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dan Jill oleh pelayan raksasa perempuan, dan mereka dibawa ke
kamar mereka.
Kamar Jill kira-kira seukuran gereja, dan akan agak gelap kalau saja
tidak ada apt dalam perapian dan karpet merah tebal di lantai, dan di
sini hal-hal menyenangkan mulai terjadi padanya. Dia diberikan pada
perawat Ratu yang sudah tua, yang ternyata, dari sudut pandang
raksasa, wanita tua kecil yang hampir bungkuk karena usianya, dan
dari sudut pandang manusia, raksasa yang cukup kecil untuk masuk
kamar biasa tanpa membuat kepalanya terantuk langit-langit.
Dia sangat terampil, meskipun Jill berharap dia tidak terus-menerus
mendecakkan lidahnya dan mengatakan hal-hal seperti “Oh, la, la!
Ups-ayo” dan “Ada bebek” dan “Sekarang baik-baik saja, bonekaku.”
Dia mengisi baskom untuk merendam kaki raksasa dengan air hangat
dan membantu Jill memasukinya. Kalau kau bisa berenang (seperti
Jill) baskom raksasa sangat menyenangkan. Dan handuk raksasa,
meskipun agak kasar dan keras, juga menyenangkan, karena luasnya
berekar-ekar. Bahkan kau tidak perlu mengeringkan diri, kau hanya
perlu berguling di atasnya di depan perapian dan membuat dirimu
santai. Dan ketika semua itu selesai, pakaian bersih, segar, dan hangat
dipakaikan pada Jill. Pakaian yang sangat indah dan agak kebesaran
baginya, tapi jelas dibuat bagi manusia, bukan raksasa kecil. Kurasa
kalau wanita bergaun hijau itu datang ke sini, mereka pasti sudah
biasa dengan tamu-tamu seukuran kami, pikir Jill.
Dia segera melihat bahwa dia benar tentang ini, karena meja dan
kursi dengan ukuran yang tepat bagi manusia dewasa biasa diletakkan
di depannya, dan pisau, garpu, serta sendok juga berukuran tepat.
Sangat menyenangkan untuk duduk, merasa hangat dan bersih
akhirnya. Kakinya masih telanjang dan rasanya menyenangkan
menginjak karpet raksasa. Kaki Jill tenggelam sampai ke mata kaki
dan itu sangat menyenangkan bagi kaki yang sakit. Makanannya-yang
kurasa harus kita sebut makan malam, meskipun sebenarnya saat itu

86 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
lebih dekat pada waktu minum teh-adalah sup ayam, kalkun panggang
panas, puding yang masih mengepul, chestnut panggang, dan buah
sebanyak yang bisa kaumakan.
Satu-satunya hal yang menyebalkan adalah si perawat yang terus
keluar-masuk, dan setiap kali masuk, dia membawa mainan raksasa
bersamanya boneka raksasa yang lebih besar daripada Jill sendiri,
kuda-kudaan kayu yang beroda, kira-kira seukuran gajah, drum yang
kelihatan seperti meteran gas kecil, dan domba wol. Benda-benda itu
buatannya kasar dan jelek juga dicat dengan warna-warna sangat
terang, dan Jill sebal melihatnya. Dia terus-menerus memberitahu si
perawat bahwa dia tidak menginginkannya, tapi si perawat berkata:
“Tut-tut-tut-tut. Kau pasti menginginkannya setelah cukup
beristirahat, aku tahu! Hi-hi-hi! Da-dah, sekarang. Boneka baik!”
Tempat tidurnya bukan tempat tidur raksasa tapi sekadar tempat
tidur besar bertiang empat, seperti yan g bisa kaulihat dalam hotel tua,
dan tampak sangat kec il dalam ruangan raksasa itu. Jill sangat lega
bisa berbar ing di sana.
“Apakah salju masih turun, Perawat?” tanya Jill dengan mengantuk.
“Tidak. Sekarang hujan, Sayang!” kata si raksasa perempuan.
“Hujan akan menghapus semua salju jahat. Boneka kecil akan bisa
keluar dan main besok!” Dan dia merapikan selimut Jill lalu
mengucapkan selamat malam.
Aku tidak tahu apa pun yang lebih menyebalkan daripada dicium
raksasa perempuan. Jill punya pikiran yang sama, tapi tertidur lima
menit kemudian.
Hujan turun terns sepanjang petang dan malam, memukul jendela-
jendela istana, tapi Jill tidak mendengarnya, dia tidur nyenyak
melewati waktu makan malam dan tengah malam. Kemudian

87 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
datanglah waktu paling tenang dalam malam dan tidak ada yang
bergerak kecuali tikus dalam rumah para raksasa itu.
Saat itulah Jill bermimpi. Baginya seolah dia bangun dalam kamar
yang sama dan melihat api, hampir padam dan merah, dan kuda kayu
besar itu tampak dalam cahaya api. Dan kuda itu bergerak sendiri,
berjalan di atas roda-rodanya menyeberangi karpet, dan berhenti di
kepala Jill. Dan sekarang benda itu bukan lagi kuda-kudaan, tapi
singa sebesar kuda. Kemudian dia bukan lagi singa mainan,
melainkan singa sungguhan, sang singa. Tepat seperti Jill melihatnya
di pegunungan, di luar batas tilling dunia. Dan aroma segala hal yang
beraroma manis mengisi ruangan.
Tapi sesuatu membuat bingung Jill, meskipun dia tidak tahu apa itu,
dan air mata mengaliri wajahnya dan membasahi bantalnya. Sang
singa menyuruhnya mengulangi tanda-tanda, dan Jill mendapati dia
sudah melupakan semuanya. Saat itu, ketakutan yang sangat meliputi
dirinya. Dan Aslan membawanya dengan rahangnya (Jill bisa
merasakan bibirnya dan napasnya tapi bukan giginya) dan
membawanya ke jendela, lalu membuatnya melihat ke luar. Bulan
bersinar terang, dan tertulis dalam huruf-huruf besar melintang di
bumi atau langit (dia tidak tahu yang mana) adalah kata-kata KE
BAWAHKU. Setelah itu, mimpi memudar, dan ketika Jill bangun,
sangat siang pagi berikutnya, dia tidak ingat sama sekali bahwa dia
bermimpi.
Dia bangun, berpakaian, dan menghabiskan sarapan di depan
perapian ketika si perawat membuka pintu dan berkata, “Ini teman-
teman boneka kecil datang untuk bermain bersamanya”
Masuklah Scrubb dan si marsh-wiggle.
“Halo! Selamat pagi,” kata Jill. “Tidakkah ini menyenangkan? Aku
tidur kira-kira lima belas jam, kurasa. Aku merasa lebih baik, kalian
begitu pula?”

88 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Aku ya,” kata Scrubb, “tapi Puddleglum berkata dia merasa
pusing. Wah!-jendelamu punya tempat duduk. Kalau bisa memanjat
ke sana, kita bisa melihat ke luar.” Dan mereka langsung melakukan
itu, dan pada pandangan pertama, Jill berkata, “Oh, betapa
mengerikan!”
Matahari bersinar, dan kecuali beberapa kubangan, salju telah
hampir seluruhnya tersapu bersih hujan. Jauh di bawah mereka,
terbentang seperti peta, puncak bukit datar yang mereka lewati
dengan susah payah kemarin siang. Dilihat dari istana, tempat itu
tidak lain merupakan reruntuhan kota raksasa. Tempat itu tampak
datar, seperti yang dilihat Jill sekarang, karena seluruhnya masih
ditutupi bata, meskipun di beberapa tempat penutupnya rusak.
Tanggul-tanggul yang saling silang adalah sisa-sisa dinding
bangunan-bangunan raksasa yang mungkin dulunya istana-istana dan
kuil-kuil raksasa.
Sepotong dinding, kira-kira 150 meter tingginya, masih berdiri.
Itulah yang dipikir Jill jurang. Benda yang tampak seperti cerobong
asap pabrik merupakan pilar-pilar besar, terpotong-potong pada tinggi
yang tidak sama, potongan mereka teronggok pada dasarnya seperti
pohon tumbang berbentuk batu raksasa. Birai-birai yang mereka
turuni di sisi utara bukit-juga, pastinya birai-birai yang mereka panjat
di sisi selatan-adalah sisa-sisa tangga raksasa. Dan pada puncaknya,
tulisan gelap melintang di tengah jalan, KE BAWAHKU.
Ketika petualang saling memandang dengan kesal, dan setelah
bersiul pendek, Scrubb mengatakan pikiran mereka semua, “Tanda
kedua dan ketiga terlewati.” Dan saat itu mimpi Jill kembali dalam
ingatannya.
“Ini salahku,” katanya dengan nada putus asa. “Aku-aku berhenti
menghafalkan tanda-tanda itu setiap malam. Kalau aku memikirkan
tanda-tanda itu, aku pasti sudah bisa melihat itulah kota tersebut,
meskipun dalam salju.”
89 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Aku lebih buruk lagi,” kata Puddleglum.
“Aku melihatnya, atau hampir. Kupikir tempat itu tampak seperti
reruntuhan kota.”
“Kaulah satu-satunya yang tidak boleh disalahkan,” kata Scrubb.
“Kau mencoba menghentikan kami.”
“Tapi tidak mencoba cukup keras,” kata si marsh-wiggle. “Dan aku
seharusnya tidak sekadar mencoba. Aku seharusnya melakukannya.
Seolah aku tidak bisa menghentikan kalian berdua dengan masing-
masing tanganku saja.”
“Sebenarnya,” kata Scrubb, “kita begitu ingin mencapai tempat ini
sehingga tidak memikirkan hal lain. Paling tidak aku tahu aku begitu.
Sejak kita bertemu wanita bersama kesatria yang tidak bicara itu, kita
tidak memikirkan hal lain. Kita hampir melupakan Pangeran Rilian.”
“Aku tidak heran,” kata Puddleglum, “itulah yang dia inginkan.”
“Apa yang tidak kumengerti,” kata Jill, “bagaimana kita tidak
melihat tulisan itu? Atau apakah mungkin tulisan itu muncul kemarin
malam? Bisakah dia Aslan menempatkannya di sana pada malam
hari? Aku mengalami mimpi yang aneh.” Dan dia menceritakannya
pada teman-temannya.
“Wah, bodoh!” kata Scrubb. “Kita melihatnya. Kita masuk dalam
tulisan itu. Tidakkah kau mengerti? Kita masuk huruf dalam KE.
Itulah tempatmu jatuh. Kita berjalan sepanjang coretan bawah huruf
ke utara-berbelok ke kanan sepanjang garis tegak lurusnya-sampai ke
belokan berikut ke kanan-itu coretan yang tengah-kemudian berjalan
mencapai puncak sudut kiri, atau (kalau kau lebih suka) sudut timur
laut huruf itu, dan kembali. Betapa bodohnya kita.” Dia menendang
tempat duduk jendela itu dengan kasar, lalu berkata lagi, “Jadi tidak
ada gunanya, Pole. Aku tahu apa yang kaupikirkan karena aku punya
pikiran yang sama. Kau berpikir betapa enaknya kalau Aslan tidak

90 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
memasang instruksi pada batu-batu reruntuhan kota sampai kita sudah
melewatinya. Kemudian itu akan jadi salahnya, bukan kita. Begitu,
bukan? Tidak. Kita harus mengakuinya. Kita hanya tinggal punya
empat tanda untuk diikuti, dan kita sudah melewatkan tiga tanda
pertama dengan salah.”
“Maksudmu, aku yang salah,” kata Jill. “Memang benar. Aku
merusak segalanya sejak kau membawaku ke sini. Sama saja-aku
sangat menyesal dan sebagainya -sama saja, apa arti instruksi itu? KE
BAWAHKU sepertin ya tidak berarti apa-apa.”
“Ya, ada artinya,” kata Puddleglum. “Artinya kita harus mencari
sang pangeran di bawah kota itu.”
“Tapi bagaimana caranya?” tanya Jill.
“Itulah pertanyaannya,” kata Puddleglum, meremas tangannya yang
seperti kaki katak.
Bagaimana kita bisa melakukannya sekarang? Tidak ragu lagi,
kalau kita berkonsentrasi pada pekerjaan kita ketika berada di
reruntuhan kota, kita pasti sudah ditunjukkan jalannya menemukan
pintu kecil, gua, atau terowongan, bertemu seseorang yang bisa
membantu kita. Mungkin bahkan (kalian tidak pernah tahu) Aslan
sendiri. Kita harus turun ke bawah batu-batu kota itu entah
bagaimana. Instruksi Aslan selalu berhasil: tidak pernah ada
pengecualian. Tapi bagaimana caranya sekarang-itulah masalahnya.”
“Yah, kita harus kembali ke sana, kurasa,” kata Jill.
“Mudah, bukan?” kata Puddleglum. “Kita bisa mencoba membuka
pintu itu sebagai awalnya.” Kemudian mereka semua menatap pintu
dan melihat tidak ada di antara mereka yang bisa mencapai
pegangannya, dan hampir pasti tidak ada yang bisa memutarnya kalau
bisa mencapainya.

91 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Apakah kaupikir mereka tidak akan mengizinkan kita keluar kalau
kita memintanya?” kata Jill. Dan tidak ada yang mengatakannya, tapi
semua berpikir, Rasanya tidak. Itu bukan pikiran yang
menyenangkan. Puddleglum sama sekali menentang ide memberitahu
para raksasa tentang urusan mereka yang sesungguhnya dan meminta
diizinkan keluar begitu saja, dan tentu saja anak-anak tidak bisa
mengatakan hal itu tanpa persetujuannya, karena mereka sudah
berjanji.
Dan ketiganya merasa cukup yakin tidak ada kesempatan melarikan
diri dari istana di malam hari. Begitu mereka berada dalam kamar-
kamar mereka dan pintu tertutup, mereka akan menjadi tawanan
sampai pagi. Mereka bisa, tentu saja, meminta pintu mereka dibiarkan
terbuka, tapi itu akan menimbulkan kecurigaan.
“Satu-satunya kesempatan kita,” kata Scrubb, “adalah mencoba
menyelinap di siang hari. Mungkin saja ada satu jam di siang hari
ketika para raksasa tidur? dan kalau kita bisa lari sampai dapur,
mungkin ada pintu belakang yang terbuka?”
“Hampir tidak bisa disebut kesempatan,” kata si marsh-wiggle.
“Tapi itu satu-satunya kesempatan yang mungkin bisa kita dapatkan.”
Sebenarnya, rencana Scrubb tidak seburuk yang mungkin kaupikir.
Kalau kau ingin keluar dari rumah tanpa dilihat, tengah hari kadang-
kadang lebih baik daripada tengah malam. Pintu-pintu dan jendela-
jendela lebih mungkin terbuka, dan kalau kau tertangkap, kau selalu
bisa berpura-pura kau tidak akan pergi jauh dan tidak punya rencana
khusus. (Sangat sulit membuat raksasa maupun orang dewasa untuk
memercayai ini kalau kau tertangkap basah memanjat keluar jendela
kamar tidur pukul satu pagi.)
“Kita tidak boleh membuat mereka waspada,” kata Scrubb. “Kita
harus berpura-pura senang di sini dan tidak sabar menanti Pesta
Musim Gugur.”

92 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Itu akan diadakan besok malam,” kata Puddleglum. “Aku
mendengar salah satu dari mereka mengatakan itu. “
“Aku mengerti,” kata Jill. “Kita harus pura-pura sangat tidak sabar
menanti acara itu, dan terus-menerus bertanya. Mereka toll
menganggap kita benar-benar anak kecil, yang membuat ini lebih
mudah.”
“Gembira,” kata Puddleglum sambil mendesah. “Itulah yang barns
kita tampilkan. Kegembiraan. Seolah kita tidak punya masalah apa
pun. Senang. Kalian, anak-anak selalu punya semangat tinggi, aku
lihat. Kalian harus melihatku, dan melakukan apa yang kulakukan.
Aku akan gembira. Seperti ini “ dan dia menampilkan seringai
mengerikan. “Dan senang” lalu dia menunjukkan lompatan yang
paling menyedihkan. “Kalian akan cepat terbiasa, kalau melihat
contohku. Mereka toll sudah berpikir aku makhluk yang lucu,
mengerti bukan. Aku berani bilang kalian berdua berpikir aku mabuk
berat kemarin malam, tapi aku yakinkan kalian itu yah, sebagian besar
di antaranya-adalah sandiwara. Aku sudah berpikir itu mungkin bisa
berguna, entah bagaimana.”
Anak-anak, ketika kemudian membicarakan petualangan mereka,
tidak pernah yakin apakah pernyataan yang terakhir ini benar, tapi
mereka yakin Puddleglum berpikir itu benar ketika mengatakannya.
“Baiklah. Bergembiralah kita,” kata Scrubb.
“Sekarang, kalau saja kita bisa mendapatkan raksasa untuk
membuka pintu. Sementara kita berpura-pura dan bergembira, kita
harus mencari tahu sebanyak mungkin tentang istana ini.”
Untunglah, saat itu pintu terbuka, dan si perawat raksasa muncul,
berkata, “Nah, boneka-bonekaku. Ingin keluar dan melihat Raja serta
seluruh anak buahnya berangkat untuk berburu? Pasukan mereka
hebat sekali!”

93 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Mereka tidak buang-buang waktu untuk keluar melew ati si raksasa
dan menuruni tangga pertama yang mere ka temui. Suara anjing-
anjing pemburu, terompet, dan r aksasa menuntun mereka, sehingga
dalam beberapa m enit mereka sudah mencapai halaman. Para raksasa
be rjalan kaki, karena tidak ada kuda raksasa di bagian du nia sana,
dan perburuan raksasa dilakukan dengan berj alan kaki, seperti
perburuan yang menggunakan anjing beagle di Inggris. Anjing-anjing
pemburunya pun berukuran biasa.
Ketika melihat tidak ada kuda, awalnya Jill s angat kecewa, karena
dia merasa yakin Ratu yang gemuk tidak mungkin mengikuti para
anjing pemburu dengan berjalan kaki, dan sama sekali tidak
menyenangkan kalau ada sang ratu di istana sepanjang hari. Tapi
kemudian dia melihat Ratu dalam usungan yang dipanggul enam
raksasa muda. Raksasa tua itu mengenakan pakaian hijau dan
membawa terompet di sisi tubuhnya. Dua puluh atau tiga puluh
raksasa, termasuk Raja, berkumpul, slap berolahraga, semuanya
bicara dan tertawa-tawa sehingga bisa membuatmu tuli: dan jauh di
bawah, dekat Jill ada ekor-ekor yang bergoyang, gonggongan, serta
hidung dan mulut anjing yang basah menyentuh tanganmu.
Puddleglum mulai menunjukkan tingkah yang dipikirnya gembira
dan suka bermain-main (yang mungkin bisa merusak segalanya kalau
saja ada yang memerhatikan) ketika Jill menampilkan senyum
kekanak-kanakannya yang paling menarik, berlari ke usungan Ratu
dan berteriak pada raksasa itu.
“Oh, tolonglah! Anda akan pergi, bukan? Apakah Anda akan
kembali?”
“Ya, Sayang,” kata Ratu. “Aku akan kembali malam ini.
“Oh, bagus. Betapa menyenangkan!” kata Jill. “Dan kami boleh
datang ke pesta besok, bukan? Kami sangat tidak sabar menanti besok
malam! Dan kami sangat senang di sini. Dan sementara Anda pergi,

94 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
bolehkah kami berkeliling istana dan melihat segalanya, bolehkah?
Tolong katakan ya.”
Ratu berkata ya, tapi tawa dari semua pengiringnya hampir
membuat suaranya tidak terdengar.
***

95 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB SEMBILAN
Bagaimana Mereka Menemukan Sesuatu yang Pantas Diketahui

YANG lain kemudian mengakui bahwa Jill hebat hari itu. Begitu
Raja dan kelompok berburunya berangkat, Jill mulai mengelilingi
seluruh istana dan menanyakan berbagai hal, tapi melakukan semua
itu dengan cara yang sangat lugu dan kekanak-kanakkan sehingga
tidak ada yang curiga dia punya rencana terselubung. Meskipun
lidahnya tidak pernah diam, kau nyaris tidak bisa menyebutnya
bicara: dia merepet dan tertawa. Dia memukau semuanya-para
pelayan, para penjaga pintu, para pembantu, para dayang, dan para
raksasa tua bangsawan yang sudah tidak bisa ikut berburu lagi. Dia
bersedia dicium dan dielus oleh raksasa perempuan mana pun, banyak
yang sepertinya kasihan padanya dan menyebutnya “makhluk kecil
yang malang” meskipun tidak ada yang menjelaskan kenapa. Dia
berteman dengan juru masak dan menemukan fakta penting bahwa
ada pintu dari ruang cuci piring langsung ke balik tembok luar, jadi
kau tidak harus menyeberangi halaman atau melewati rumah jaga.
Di dapur, Jill berpura-pura rakus, dan makan apa pun yang
diberikan juru masak dan pembantunya. Tapi di atas, di antara para
wanita, dia menanyakan berbagai hal tentang bagaimana dia akan
didandani untuk pesta besar itu, dan berapa lama dia akan diizinkan
duduk, dan apakah dia akan diizinkan untuk berdansa bersama
raksasa yang benar-benar kecil. Kemudian (ini membuat seluruh
tubuhnya terasa panas ketika dia mengingatnya kemudian) dia akan
menelengkan kepala ke satu sisi dengan cara bodoh yang orang
dewasa, raksasa, dan yang lain anggap sangat menarik, dan
menggoyangkan rambut keritingnya, menandak-nandak, dan berkata,
“Oh, coba saat ini sudah esok malam, bukan? Apakah kaupikir waktu
akan berjalan cepat sampai saat itu?” Dan semua raksasa perempuan

96 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
berkata dia anak kecil yang sempurna, dan beberapa mengusap mata
dengan saputangan raksasa seolah mereka akan menangis.
“Mereka semua sangat menyenangkan di usia itu,” kata satu raksasa
perempuan pada yang lain. “Rasanya hampir sayang...”
Scrubb dan Puddleglum berusaha sebaik mungkin, tapi anak
perempuan bisa melakukan hal seperti ini lebih baik daripada anak
laki-laki. Bahkan anak laki-laki pun bisa melakukannya lebih baik
daripada marsh-wiggle.
Saat makan siang, terjadi sesuatu yang membuat mereka bertiga
semakin ingin meninggalkan istana Raksasa yang Baik. Mereka
makan siang di aula besar di meja kecil tersendiri, dekat perapian. Di
meja yang lebih besar, kira-kira dua puluh meter dari sana, setengah
lusin raksasa tua sedang makan. Percakapan mereka begitu ribut, dan
begitu tinggi di atas mereka, sehingga anak-anak tidak lama kemudian
tidak lagi memerhatikannya seperti yang kaulakukan pada bunyi
burung di luar jendela atau suara lalu lintas di jalan. Mereka makan
daging dingin, sejenis makanan yang belum pernah Jill cicipi, dan dia
menyukainya.
Tiba-tiba Puddleglum berpaling kepada mereka, dan wajahnya
begitu pucat sehingga kau bisa melihat aura pucatnya di bawah warna
kulitnya yang seperti lumpur. Dia berkata: “Jangan makan lagi.”
“Ada apa?” tanya kedua anak sambil berbisik.
“Tidakkah kalian dengar apa yang dikatakan para raksasa itu?
'Daging ini lembut sekali,' kata salah satu di antara mereka. 'Kalau
begitu rusa itu berbohong,' kata yang lain. 'Kenapa?' tanya yang
pertama. 'Oh,' kata yang lain. 'Mereka bilang ketika dia ditangkap, dia
berkata, “Jangan bunuh aku, dagingku alot. Kalian tidak akan
menyukaiku.”

97 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Sementara Jill tidak menyadari arti semua itu. Tapi dia lalu
mengerti ketika mata Scrubb melebar ketakutan dan dia berkata: “Jadi
kita makan rusa yang bisa berbicara.”
Kesadaran ini tidak punya efek yang sama pada mereka semua. Jill,
yang baru pada dunia itu, merasa kasihan pada rusa yang malang
tersebut dan merasa jahat sekali para raksasa membunuhnya. Scrubb,
yang pernah datang ke sana sebelumnya dan paling tidak punya
seekor binatang yang bisa bicara sebagai sahabatnya, merasa
ketakutan. Tapi Puddleglum, yang lahir di Narnia, merasa mual dan
ingin pingsan, dan merasa persis sama seperti kau kalau kau
mendapati dirimu salah makan bayi.
“Kita membuat Aslan marah pada kita,” katanya. “Inilah akibat
tidak memerhatikan tanda-tanda. Kita dikutuk, kurasa. Kalau
diizinkan, hal paling baik yang bisa kita lakukan adalah mengambil
pisau-pisau ini dan menusukkannya pada jantung-jantung kita.”
Dan perlahan bahkan Jill pun mulai bisa melihat dari sudut
pandangnya. Tidak ada yang ingin makan siang lagi. Dan begitu
merasa aman, mereka menyelinap keluar dari aula.
Sekarang sudah hampir tiba waktu dalam hari itu ketika mereka
berharap bisa lari, dan semuanya merasa gugup. Mereka berjalan-
jalan di lorong-lorong dan menunggu semua terdengar tenang. Para
raksasa di aula duduk sangat lama setelah selesai makan. Satu raksasa
botak sedang bercerita. Ketika itu berakhir, ketiga petualang
mengendap-endap ke dapur. Tapi masih banyak raksasa di sana, atau
paling tidak di ruang cuci piring, mencuci dan membereskan
peralatan. Rasanya menderita, menunggu sampai mereka
menyelesaikan pekerjaan mereka, dan satu per satu, mengelap tangan
lalu pergi. Akhirnya tinggal satu raksasa perempuan yang tinggal di
ruangan itu. Dia sibuk di sini, dan sibuk di sana, dan akhirnya ketiga
petualang menyadari dengan ketakutan bahwa raksasa itu sama sekali
tidak bermaksud pergi.
98 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Nah, Sayang,” katanya pada mereka. “Pekerjaan ini hampir selesai.
Mari letakkan ketel di sini. Buat air panas untuk teh yang enak.
Sekarang aku bisa sedikit istirahat. Tolong lihat dalam ruang cuci
piring, seperti boneka yang baik, dan katakan padaku apakah pintu
belakang terbuka.”
“Ya, pintunya terbuka,” kata Scrubb.
“Bagus. Aku selalu membiarkannya terbuka supaya Puss bisa
keluar-masuk. Makhluk malang.”
Kemudian raksasa itu duduk di satu kursi dan menump angkan
kakinya di kursi yang lain.
“Aku tidak tahu tapi aku merasa lelah sekali,” kata raksasa
perempuan itu. “Kalau saja kelompok berburu itu tidak kembali
terlalu cepat.”
Semua semangat mereka naik ketika raksasa itu menyebutkan lelah
sekali, namun turun lagi ketika dia menyebutkan kembalinya
kelompok berburu.
“Memangnya mereka biasa kembali kapan?” tanya Jill.
“Kita tidak pernah tahu,” kata si raksasa perempuan. “Tapi sana,
pergilah dan diam sebentar, sayangku.”
Mereka menjauh ke sudut dapur, dan akan lari menyelinap ke ruang
cuci piring saat itu juga, kalau saja si raksasa tidak terduduk tegak,
membuka mata, dan mengusir lalat. “Jangan mencoba sampai kita
yakin dia benar-benar tidur,” bisik Scrubb. “Kalau tidak segalanya
berantakan.” Jadi mereka semua berkumpul di sudut dapur,
menunggu dan memerhatikan. Pikiran bahwa para pemburu akan
kembali kapan pun terasa mengerikan. Dan raksasa perempuan itu
tidak berhenti bergerak. Kapan pun mereka pikir raksasa itu sudah
tertidur, dia bergerak.

99 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Aku tidak tahan lagi,” pikir Jill. Untuk mengalihkan pikirannya,
dia mulai melihat-lihat ke sekelilingnya. Tepat di depannya ada meja
besar yang bersih dengan dua kulit pie di atasnya, dan buku terbuka.
Tentu saja kulit pie itu dibuat dengan ukuran raksasa. Jill berpikir dia
bisa berbaring dengan nyaman dalam salah satu di antaranya. Lalu dia
memanjat ke bangku di sisi meja untuk melihat buku itu. Dia
membaca: MALLARD. Burung yang nikmat ini bisa dimasak dengan
berbagai cara.
“Ini buku resep,” pikir Jill tidak terlalu tertarik, dan melirik ke balik
bahunya. Mata si raksasa perempuan tertutup, tapi tampaknya dia
tidak tidur nyenyak. Jill melirik kembali ke buku. Resep-resep diatur
secara alfabetis: dan di resep berikutnya jantung Jill seolah berhenti
berdetak. Resep itu MANUSIA. Hidangan kecil ini telah lama
dianggap kemewahan. Hidangan ini merupakan bagian tradisional
dari Pesta Musim Gugur, dan disajikan antara hidangan ikan dan
daging Panggang. Setiap manusia.
Tapi Jill tidak bisa membaca lebih lanjut. Dia berbalik. Si raksasa
perempuan telah bangun dan sedang terbatuk-batuk. Jill menyenggol
kedua temannya dan menunjuk buku. Mereka juga memanjat bangku
dan membungkuk di atas halaman-halaman luas itu. Scrubb masih
membaca bagaimana cara memasak manusia ketika Puddleglum
menunjuk resep berikut di bawahnya. Resep itu seperti ini:
MARSH-WIGGLE. Beberapa pihak menganggap binatang ini sama
sekali tidak cocok untuk dimakan raksasa karena dagingnya yang alot
dan rasanya yang seperti lumpur. Tapi rasa lumpur itu bisa dikurangi
kalau Jill menyentuh kaki Puddleglum dan Scrubb perlahan. Mereka
bertiga melihat kembali pada si raksasa perempuan. Mulutnya agak
terbuka dan dari hidungnya keluar suara yang saat itu terdengar lebih
merdu bagi mereka daripada musik mana pun. Si raksasa
mendengkur. Dan sekarang mereka harus mengendap-endap, tidak
berani pergi terlalu cepat, hampir tidak berani bernapas, keluar

100 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
melalui ruang cuci piring (ruang cuci piring raksasa aromanya busuk),
akhirnya keluar ke bawah sinar matahari musim dingin yang pucat.
Mereka berada di puncak jalan kecil kasar yang mengarah dengan
terjal ke bawah. Dan, untunglah, di sisi istana yang tepat. Reruntuhan
kota tampak. Dalam beberapa menit mereka sudah kembali pada jalan
lebar yang terjal yang mengarah ke bawah dari gerbang utama istana.
Mereka juga tampak jelas dari jendela mana pun di sisi itu. Kalau
hanya ada satu, dua, atau lima jendela ada kemungkinan cukup besar
tidak ada yang sedang melihat keluar. Tapi jendela itu lebih hampir
mencapai lima puluh daripada lima. Mereka sekarang juga menyadari
bahwa jalan tempat mereka berada, dan daerah antara mereka dan
reruntuhan kota, tidak menyediakan banyak tempat bersembunyi.
Daerah itu semuanya terdiri atas rumput kasar, kerikil, dan batu-batu
datar. Semakin buruk lagi, mereka sekarang mengenakan pakaian
yang diberikan raksasa bagi mereka kemarin malam, kecuali
Puddleglum, karena tidak ada yang cocok baginya. Jill mengenakan
jubah hijau terang, agak kepanjangan baginya, dilapisi mantel merah
dengan hiasan bulu putih. Scrubb mengenakan kaus kaki merah, tunik
biru dan mantel, pedang bergagang emas, dan topi berhias bulu.
“Bagus sekali warna-warna kalian berdua,” gumam Puddleglum.
“Tampak jelas dalam hari musim dingin. Pemanah paling buruk di
dunia pun tidak mungkin meleset dari kalian kalau kalian berada
dalam jarak tembak. Dan omong-omong tentang pemanah, tidak lama
lag, kita akan menyesal tidak membawa busur kita, aku tidak akan
heran. Lagi pula agak tipis, bukan, pakaian kalian itu?”
“Ya, aku sudah kedinginan,” kata Jill.
Beberapa menit yang lalu ketika mereka berada di dapur, Jill pikir
kalau saja mereka bisa keluar dari istana, maka pelarian mereka sudah
selesai. Dia sekarang menyadari bahwa bagian paling berbahaya
malah belum dijalani.

101 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Tenang, tenang,” kata Puddleglum. “Jangan melihat ke belakang.
Jangan berjalan terlalu cepat. Apa pun yang kalian lakukan, jangan
lari. Bertingkahlah seolah-olah kita hanya berjalan-jalan, kemudian,
kalau ada yang melihat kita, dia mungkin, mungkin saja, tidak akan
mengganggu. Begitu kita kelihatan seperti orang yang melarikan diri,
tamatlah riwayat kita.”
Di kejauhan reruntuhan kota sepertinya lebih jauh daripada yang
bisa dibayangkan Jill. Tapi sedikit demi sedikit mereka mendekatinya
Kemudian terdengar suara. Kedua temannya tersentak. Jill, yang tidak
mengenalinya, berkata, “Apa itu?”
“Terompet berburu,” bisik Scrubb.
“Tapi jangan lari sekarang,” kata Puddleglum. “Jangan sebelum aku
memberi aba-aba.”
Kali ini Jill tidak bisa menahan diri untuk menengok ke balik
pundaknya. Di sana, kira-kira setengah mil jauhnya, para pemburu
kembali dari arah kiri belakang mereka.
Mereka berjalan terus. Tiba-tiba suara berisik para raksasa
terdengar: kemudian teriakan-teriakan dan sorakan.
“Mereka sudah melihat kita. Lari,” kata Puddleglum.
Jill mengangkat rok panjangnya-sama sekali tidak cocok untuk lari-
dan lari. Tidak salah lagi, bahaya mengancam sekarang. Dia bisa
mendengar gonggongan anjing-anjing pemburu. Dia bisa mendengar
teriakan Raja mengguntur, “Kejar mereka, kejar mereka, kalau tidak
kita tidak bisa makan pie manusia besok.”
Jill paling belakang sekarang, direpotkan roknya, terpeleset batu-
batu lepas, rambutnya masuk ke mulut, rasa sakit karena berlari terasa
pada dadanya. Anjing-anjing semakin dekat. Sekarang Jill harus lari
menanjak, mendaki lereng berbatu yang menuju anak tangga paling
bawah pada tangga raksasa. Dia tidak tahu apa yang akan mereka
102 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
lakukan setelah sampai di sana, atau bagaimana keadaan mereka bisa
lebih baik kalau mereka telah mencapai puncaknya. Tapi dia tidak
memikirkan itu. Dia seperti binatang buruan sekarang, selama anjing-
anjing itu masih mengejarnya, dia harus lari sampai jatuh.
Si marsh-wiggle memimpin di depan. Begitu mencapai tangga
terbawah dia berhenti, melihat ke sisi kanannya, dan tiba-tiba berlari
ke lubang atau rekahan kecil di bawahnya. Kakinya yang panjang
menghilang ke dalamnya, tampak sangat mirip labah-labah. Scrubb
ragu-ragu kemudian menghilang mengikutinya. Jill, terengah-engah
dan kehabisan papas, mencapai tempat itu kira-kira semenit
kemudian. Lubang itu tidak menarik-rekahan antara tanah dan batu
selebar kira-kira satu setengah meter dan nyaris tidak lebih tinggi
daripada tiga puluh centimeter. Kau harus melompat muka duluan dan
merangkak masuk. Kau tidak bisa melakukannya cepat-cepat pula. Jill
yakin seekor anjing nyaris menggigit kakinya sebelum dia masuk
lubang itu.
“Cepat, cepat. Batu-batu. Tutupi bukaannya,” terdengar suara
Puddleglum dalam kegelapan di sebelahnya. Lubang itu gelap total,
kecuali cahaya abu-abu dari bukaan tempat mereka merangkak
masuk. Kedua temannya bekerja keras. Jill bisa melihat tangan
Scrubb yang kecil dan tangan si marsh-wiggle yang seperti kaki katak
dan besar hitam karena menentang cahaya, bekerja keras menumpuk
batu-batu. Kemudian dia menyadari betapa penting hal ini dan mulai
meraba mencari batu-batu besar, dan memberikannya pada yang lain.
Sebelum anjing-anjing mondar-mandir dan menggonggong di mulut
gua, mereka sudah cukup menutupinya, dan sekarang, tentu saja tidak
ada cahaya sama sekali.
“Masuk lebih jauh, cepat,” kata suara Puddleglum.
“Mari bergandengan,” kata Jill.

103 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Ide bagus,” kata Scrubb. Tapi mereka butuh waktu cukup lama
untuk saling menemukan tangan masing-masing dalam kegelapan.
Anjing-anjing mengendus-endus di balik rintangan sekarang.
“Mari coba apakah kita bisa berdiri,” usul Scrubb. Mereka mencoba
dan ternyata bisa. Kemudian, dengan Puddleglum mengulurkan
sebelah tangan ke belakang untuk dipegang Scrubb, dan Scrubb
mengulurkan sebelah tangan ke belakang untuk Jill (yang sangat ingin
berada di tengah, bukan paling belakang), mereka mulai meraba-raba
dengan kaki mereka dan tersaruk-saruk ke depan dalam kegelapan.
Tanah di bawah mereka penuh bebatuan. Kemudian Puddleglum
mencapai dinding batu. Mereka berbelok sedikit ke kanan dan
berjalan terns. Jill tidak bisa merasakan arah sama sekali, dan tidak
tahu di mana letak mulut gua.
“Pertanyaannya adalah,” terdengar suara Puddleglum dalam
kegelapan di muka, “apakah setelah menimbang-nimbang, lebih baik
kembali (kalau kita bisa) dan membiarkan para raksasa punya
hidangan istimewa dalam pesta mereka, atau tersesat dalam perut
bukit tempat, sepuluh banding satu, ada naga, lubang-lubang dalam,
gas, air, dan Auw! Lepaskan! Selamatkan kalian. Aku...”
Setelah itu semua terjadi cepat sekali. Ada jeritan mengerikan, suara
mendesis, serak, dan dalam, suara keretak bebatuan, dan Jill
mendapati dirinya tergelincir, tergelincir, tergelincir tanpa harapan,
dan tergelincir semakin cepat setiap saat menuruni lereng yang
semakin curam. Lereng itu tidak halus dan keras, tapi penuh batu
kecil dan tanah. Bahkan kalaupun kau bisa berdiri, pasti tidak ada
gunanya. DI mana pun di lereng itu kau menginjakkan kakimu,
tanahnya akan lepas dari bawahmu dan membawamu mengelincir ke
bawah. Tapi posisi Jill lebih berbaring daripada berdiri. Dan semakin
jauh mereka menggelincir, semakin mereka ditimpa bebatuan dan
tanah, sehingga seluruh benda yang jatuh itu (termasuk dirt mereka)
bergerak semakin cepat, bersuara makin keras, berdebu, dan kotor.

104 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dari jeritan keras dan kata-kata makian kedua temannya, Jill tahu
banyak batu yang terlepas karena dirinya menghantam Scrubb dan
Puddleglum cukup keras. Dan sekarang dia bergerak cepat sekali dan
yakin dia pasti luka parah kalau sampai di dasar.
Tap, ternyata tidak. Mereka memar-memar, dan cairan lengket di
wajah Jill ternyata darah. Dan begitu banyak tanah, pasir, serta batu-
batu besar yang tertumpuk di sekelilingnya (dan sebagian di atasnya)
sehingga dia tidak bisa berdiri. Kegelapan begitu total sehingga tidak
ada bedanya sama sekali apakah kau membuka mata atau tidak. Tidak
ada suara. Dan itulah saat paling menakutkan yang pernah Jill alami
dalam hidupnya. Kalau dia sendirian, kalau yang lain... Kemudian dia
mendengar gerakan di sekelilingnya. Lalu ketiganya, dalam suara-
suara gemetar menjelaskan bahwa tidak ada di antara mereka yang
mengalami patah tulang.
“Kita tidak akan bisa naik ke sana lagi,” kata suara Scrubb.
“Dan sudahkah kalian merasakan betapa hangatnya di sini?” kata
suara Puddleglum. “Itu berarti kita jauh di bawah. Mungkin hampir
satu mil.” Tidak ada yang bicara. Beberapa saat kemudian
Puddleglum menambahkan: “Kotak korek apiku hilang.”
Setelah keheningan yang lama lagi, Jill berkata, “Aku sangat haus.”
Tidak ada yang mengusulkan tindakan apa pun. Sangat jelas tidak
ada yang bisa dilakukan. Saat itu, mereka tidak merasa separah yang
dipikirkan orang, itu karena mereka sangat lelah. Lama, lama
setelahnya, tanpa peringatan apa pun, suara yang aneh bicara. Mereka
langsung tahu itu bukan satu suara di dunia ini yang diam-diam
mereka harapkan, suara Aslan. Suara itu berat dan datar-hampir, kalau
kau tahu artinya, merupakan suara yang sangat gelap. Dia berkata:
“Apa yang membuat kalian datang ke sini, makhluk-makhluk Dunia
Atas?”
***
105 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB SEPULUH
Perjalanan Tanpa Matahari

“SIAPA itu?” teriak ketiga petualang.


“Aku penjaga gerbang Perbatasan Dunia Bawah, dan bersamaku
ada seratus earthman bersenjata,” datang jawabannya. “Cepat berirahu
aku siapa kalian dan apa urusan kalian di Kerajaan Bawah?”
“Kami tidak sengaja jatuh,” kata Puddleglum, cukup jujur.
“Banyak yang jatuh, dan sedikit yang kembali ke tanah yang
diterangi matahari,” kata suara itu. “Bersiaplah untuk ikut aku
menghadap Ratu Kerajaan Bawah.”
“Apa yang dia inginkan dari kami?” tanya Scrubb hati-hati.
“Aku tidak tahu,” kata suara itu. “Keinginannya tidak untuk
dipertanyakan, tapi untuk dipatuhi.”
Sementara dia mengatakan ini ada suara seperti ledakan pelan dan
setelah itu cahaya yang dingin, abu-abu dengan sedikit warna biru,
menerangi gua. Semua harapan bahwa yang berbicara tadi hanya
menyombongkan diri ketika menyebutkan seratus pengikut
bersenjatanya langsung lenyap. Jill mendapati dirinya mengerjap dan
menatap kerumunan rapat. Mereka semua terdiri atas berbagai
ukuran, mulai dari gnome kecil nyaris tidak lebih dari tiga puluh
sentimeter sampai makhluk jangkung yang lebih tinggi daripada
manusia. Semuanya membawa tombak bercabang tiga, dan semuanya
sangat pucat, dan berdiri sangat diam seperti patung. Selain itu,
mereka sangat berbeda, beberapa punya ekor dan yang lain tidak,
beberapa berjanggut panjang dan yang lain memiliki wajah bulat yang
sangat halus, sebesar labu. Hidung mereka ada yang panjang dan
mancung, juga ada yang panjang tapi lemas seperti belalai kecil, lalu

106 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
ada yang besar bulat. Beberapa memiliki tanduk tunggal di dahi
mereka. Tapi dalam satu hal mereka semua mirip: seluruh wajah
dalam kumpulan seratus makhluk itu merupakan wajah paling sedih
yang mungkin ada. Mereka begitu sedih, sehingga pada pandangan
pertama, Jill hamper lupa untuk takut pada mereka. Dia merasa ingin
menghibur mereka.
“Yah!” kata Puddleglum, mengusapkan kedua tangannya. “Ini tepat
seperti yang kubutuhkan. Kalau makhluk-makhluk ini tidak bisa
mengajariku untuk memiliki pandangan hidup yang serius, aku tidak
tahu apa lagi yang bisa. Lihatnya makhluk dengan kumis itu-atau
yang itu yang memiliki.”
“Bangkit,” kata pemimpin earthman.
Tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Ketiga petualang bangkit
berdiri dan bergandengan tangan. Orang ingin memegang tangan
teman di saat seperti itu. Dan para earthman mengelilingi mereka,
berjalan di atas kaki besar yang lembek, yang beberapa berjari
sepuluh, yang lain dua belas, dan yang lain sama sekali tanpa jari.
“Jalan,” kata si penjaga gerbang, dan itulah yang mereka lakukan.
Cahaya yang dingin itu datang dari bola besar di puncak tongkat
panjang, dan makhluk tertinggi membawa tongkat ini di bagian depan
iring-iringan. Dengan cahayanya yang menyedihkan mereka bisa
melihat mereka berada dalam gua alam. Dinding-dinding dan atapnya
berbongkah-bongkah, terpilin-pilin, dan berlubang-lubang menjadi
ribuan bentuk fantastis, dan lantai batunya menurun saat mereka maju
terus. Keadaan jauh lebih parah bagi Jill daripada bagi yang lain,
karena dia membenci tempat-tempat gelap di bawah tanah. Dan
ketika, saat mereka berjalan terus, gua semakin rendah dan sempit,
dan ketika, akhirnya, si pembawa cahaya berdiri menyingkir, dan para
gnome, satu demi satu, membungkuk (semuanya kecuali yang paling

107 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kecil) dan melangkah melalui rekahan kecil yang gelap dan
menghilang, Jill merasa tidak tahan lagi.
“Aku tidak bisa masuk ke sana, aku tidak bisa! Aku tidak bisa! Aku
tidak mau,” dia terengah. Para earthman tidak mengatakan apa pun
tapi mereka semua menurunkan tombak mereka dan mengarahkannya
pada Jill.
“Tenang, Pole,” kata Puddleglum. “Makhluk-makhluk besar itu
tidak akan merangkak masuk sana kalau guanya tidak semakin besar
nantinya. Dan ada sesuatu yang menyenangkan tentang tempat bawah
tanah ini, kita tidak akan kena hujan.”
“Oh, kau tidak mengerti. Aku tidak bisa,” tangis Jill.
“Pikirkan perasaanku di tepi jurang itu, Pole,” kata Scrubb. “Kau
duluan, Puddleglum, dan aku terakhir setelah Jill.”
“Benar,” kata si marsh-wiggle, merangkak dengan tangan dan
kakinya. “Kau pegang tumitku, Pole, dan Scrubb akan memegang
tumitmu. Dengan begitu kita akan merasa nyaman.”
“Nyaman!” kata Jill ngeri. Tapi dia merendahkan tubuhnya dan
mereka merangkak menggunakan siku mereka. Tempat itu
mengerikan. Kau harus merangkak selama sepertinya setengah jam,
meskipun mungkin saja sebenarnya hanya lima menit. Tempat itu
panas. Jill merasa tubuhnya ditekan dari segala arah. Tapi akhirnya
ada cahaya remang-remang di depan, terowongan melebar dan
semakin tinggi, dan mereka keluar, kepanasan, kotor, dan gemetar, ke
gua yang sangat besar sehingga nyaris tidak seperti gua sama sekali.
Gua itu penuh cahaya remang yang membuat mengantuk, sehingga
di situ mereka tidak membutuhkan lentera earthman yang aneh.
Lantainya lembut karena tertutup sejenis lumut dan banyak lumut
yang tumbuh dengan berbagai bentuk aneh, bercabang dan tinggi
seperti pohon, tapi lentur seperti jamur. Pohon-pohon ini berdiri

108 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
terlalu berjauhan untuk membentuk hutan, mereka lebih mirip pohon
di taman. Cahaya itu (yang hijau keabuan) sepertinya datang dari
pohon dan lumut itu, dan tidak cukup kuat untuk mencapai atap gua,
yang pasti jauh di atas mereka. Mereka disuruh berjalan
menyeberangi tempat yang lembut, halus, dan membuat mengantuk
itu. Semua itu sangat menyedihkan, tapi kesedihan yang
menenangkan, seperti musik lembut.
Di sini mereka melewati berlusin-lusin binatang aneh, berbaring di
lumut tebal, entah mati atau tidur, Jill tidak bisa membedakannya.
Kebanyakan binatang ini mirip naga atau kelelawar. Puddleglum tidak
mengenali satu pun.
“Apakah mereka tumbuh di sini?” tanya Scrubb pada penjaga
gerbang. Dia sepertinya kaget karena ditanyai, tapi menjawab,
“Tidak. Mereka semua binatang yang mencari jalan turun melalui
rekahan tanah dan gua-gua, dari Dunia Atas ke Kerajaan Bawah.
Banyak yang turun, dan sedikit yang kembali ke tanah yang diterangi
matahari. Katanya mereka semua akan bangun di akhir dunia.”
Mulutnya tertutup seperti kotak ketika dia selesai mengatakan ini,
dan dalam keheningan total gua itu anak-anak merasa mereka tidak
berani bicara lagi. Kaki-kaki telanjang para gnome, berjalan di atas
lumut tebal, tidak membuat suara. Tidak ada angin, tidak ada burung,
tidak ada suara air. Tidak ada suara napas dari makhluk-makhluk aneh
itu.
Ketika mereka telah berjalan beberapa mil, mereka mencapai
dinding batu, dan di sana terdapat gerbang lengkung pendek menuju
gua lain. Gerbang itu tidak seburuk pintu terakhir dan Jill bisa
melewatinya tanpa harus menundukkan kepala. Gerbang itu
membawa mereka ke gua yang lebih kecil, panjang dan sempit, kira-
kira berbentuk dan berukuran seperti katedral. Dan di sini, mengisi
hampir seluruh panjangnya, berbaringlah manusia besar yang tidur
lelap. Dia jauh lebih besar daripada raksasa mana pun, dan wajahnya
109 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
tidak seperti raksasa, tapi anggun dan tampan. Dadanya naik-turun di
bawah janggut putih yang menutupi tubuhnya sampai ke pinggang.
Cahaya keperakan yang murni (tidak ada yang melihat dari mana
datangnya) meneranginya.
“Siapa itu?” tanya Puddleglum. Dan sudah sangat lama sejak
terakhir kali ada yang bicara, sehingga Jill bertanya-tanya dari mana
marshwiggle itu mendapat keberanian.
“Itu Bapak Waktu tua, yang dulu Raja Dunia Atas,” kata si penjaga
gerbang. “Dan sekarang dia telah masuk jauh dalam Kerajaan Bawah
dan berbaring memimpikan semua hal yang terjadi di dunia atas.
Banyak yang masuk, dan sedikit yang kembali ke tanah yang
diterangi matahari. Mereka berkata dia akan bangun di akhir dunia.”
Dan keluar dari gua, mereka melewati gua lain, kemudian gua lain
dan gua lain lagi, dan begitu terus sehingga Jill tidak bisa menghitung
lagi, tapi mereka selalu berjalan turun dan setiap gua lebih rendah
daripada yang sebelumnya, sehingga sekadar pikiran tentang berat
dan dalamnya tanah di atasmu bisa membuatmu sesak napas.
Akhirnya mereka mencapai tempat si penjaga gerbang
memerintahkan lenteranya yang menyedihkan dinyalakan lagi.
Kemudian mereka melewati gua yang begitu lebar dan gelap sehingga
mereka tidak bisa melihat apa-apa kecuali tepat di depan mereka ada
segaris pasir pucat yang berbatasan dengan air tenang. Dan di sana, di
sebelah dermaga kecil, ada kapal tanpa tiang atau layar tapi dengan
banyak dayung. Mereka disuruh naik ke kapal dan dipandu ke
anjungan, di sana ada tempat terbuka di depan para bangku para
pendayung dan ada tempat duduk melingkari bagian dalam
anjungannya.
“Satu hal yang ingin kuketahui,” kata Puddleglum, “apakah ada
siapa pun dari dunia kami--dari atas, maksudku--yang pernah
melakukan perjalanan ini sebelumnya?”

110 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Banyak yang naik kapal di pantai pucat,” jawab si penjaga
gerbang, “dan..”
“Ya, aku tahu,” potong Puddleglum. “Dan sedikit yang kembali ke
tanah yang diterangi matahari. Kau tidak perlu mengatakannya lagi.
Kau memang menyebalkan, ya?”
Anak-anak duduk merapat di kedua sisi Puddleglum. Mereka
merasa dia menyebalkan saat di atas, tapi di bawah sini sepertinya dia
satu-satunya hal menenangkan yang mereka miliki. Kemudian lentera
bercahaya pucat itu digantung di tengah kapal, para earthman duduk
di bangku pendayung, dan kapal mulai bergerak. Cahaya lentera itu
tidak memberi penerangan sampai jauh. Saat melihat ke depan,
mereka tidak bisa melihat apa pun kecuali air yang tenang dan gelap,
menghilang ke dalam kegelapan total.
“Oh, apa yang akan terjadi pada kita?” kata Jill putus asa.
“Nah, jangan kehilangan semangat, Pole,” kata si marsh-wiggle.
“Ada satu hal yang harus 'kauingat. Kita kembali ke jalan yang benar.
kita harus pergi ke bawah reruntuhan kota, Jan kita berada di
bawahnya. Kita kembali mengikuti instruksi.”
Kemudian mereka diberi makan--sejenis kue datar lembek yang
nyaris tidak ada rasanya. Dan setelah itu, mereka perlahan-lahan
tertidur. Tapi ketika mereka terbangun, semuanya masih sama saja.
Para gnome masih mendayung, kapal masih melaju, masih kegelapan
total di depan. Seberapa seringnya mereka terbangun, tidur, makan,
dan tidur lagi, tidak ada yang bisa ingat. Dan yang terburuk tentang
itu adalah kau mulai merasa seolah kau selalu tinggal di kapal itu,
dalam kegelapan itu, dan bertanyatanya apakah matahari, langit biru,
angin, dan burung-burung bukanlah mimpi.
Mereka hampir putus asa dan tidak takut apa pun lagi ketika
akhirnya mereka melihat cahaya di depan: cahaya pucat, seperti
lentera mereka. Kemudian, cukup tiba-tiba, salah satu cahaya ini
111 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mendekat dan mereka melihat mereka berpapasan dengan kapal lain.
Setelah itu mereka berpapasan dengan beberapa kapal. Kemudian,
menatap sampai mata mereka sakit, mereka melihat beberapa cahaya
di depan datang dari apa yang tampaknya dermaga, dinding-dinding,
menara-menara, dan kumpulan yang bergerak. Tapi tetap hampir
tidak ada suara sama sekali.
“Ya ampun,” kata Scrubb. “Kota!” dan tak lama kemudian mereka
semua melihat dia benar.
Tapi itu kota yang aneh. Cahaya begitu sedikit dan berjauhan
sehingga pasti datang dari Pondok-pondok yang berjauhan bila di
dunia kita. Tapi bagian-bagian kecil yang bisa kaulihat dengan
penerangan minim itu menunjukkan pelabuhan besar. Kau bisa
melihat di satu tempat ada sekumpulan kapal memunggah atau
menurunkan barang, di bagian lain, bertumpuk-tumpuk barang dan
gudang-gudang, dan di tempat lain, dinding-dinding dan pilarpilar
menampilkan istana-istana megah atau kuil-kuil. Dan selalu, di mana
pun cahaya jatuh, kumpulan-ratusan earthman, bertabrakan saat
mereka berjalan pelan melakukan urusan masing-masing di jalan-
jalan sempit, lapangan-lapangan luas, atau mendaki tangga. Gerakan
mereka yang terus-menerus membuat sejenis suara gumam pelan
yang terdengar ketika kapal semakin dekat dan terus mendekat, tapi
tidak ada lagu, teriakan, suara lonceng, gemeretak roda di mana pun.
Kota itu hening, dan hampir sama gelapnya, dengan bagian dalam
rumah semut.
Akhirnya kapal mereka dibawa ke sisi dermaga dan merapat. Ketiga
petualang dibawa ke darat dan diantar ke Kota. Kerumunan earthman,
sama sekali tidak ada yang mirip, bertabrakan bahu dengan mereka di
jalan-jalan yang sesak, dan cahaya muram menerangi banyak wajah
sedih dan kaku. Tapi tidak ada yang menunjukkan ketertarikan pada
orang-orang asing itu. Setiap gnome sepertinya sama sibuknya selain
sedih, meskipun Jill tidak tahu apa yang membuat mereka begitu

112 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
sibuk. Tapi gerakan, dorongan, jalan terburu-buru, dan suara langkah
lembut pok-pok-pok itu tanpa henti.
Akhirnya mereka mencapai apa yang sepertinya kastil utama,
meskipun hanya beberapa jendela yang memancarkan cahaya. Di sini
mereka dibawa masuk dan disuruh menyeberangi halaman dalam, dan
mendaki banyak tangga. Perjalanan ini akhirnya membawa mereka
pada aula besar bersuasana remang-remang. Tapi di satu sudutnya--
oh, senangnya!--ada pintu lengkung yang diterangi cahaya yang
berbeda, cahaya hangat yang jujur dan kekuningan seperti yang
digunakan manusia. Yang ditunjukkan cahaya ini di dalam pintu
lengkung itu adalah kaki tangga yang mendaki di antara dinding-
dinding batu. Cahaya itu sepertinya datang dari atas. Dua earthman
berdiri di kedua sisi pintu lengkung itu seperti prajurit, atau penjaga
pintu.
Si penjaga gerbang mendekati kedua earthman ini, dan berkata,
seolah itu kata kunci: “Banyak yang turun ke Dunia Bawah.”
“Dan sedikit yang kembali ke tanah yang diterangi matahari,” jawab
mereka, seolah itu sandi balasannya. Lalu mereka bertiga
mendekatkan kepala dan bicara. Akhirnya salah satu gnome prajurit
itu berkata, “Kukatakan padamu, ratu yang baik sedang pergi
melakukan urusannya yang penting. Kita sebaiknya langsung
memasukkan orang-orang yang datang dari atas ini ke penjara sampai
Ratu kembali. Sedikit yang kembali ke tanah yang diterangi
matahari.”
Saat itu percakapan terpotong oleh sesuatu yang bagi Jill terasa
seperti suara paling indah di dunia. Suara itu datang dari atas, dari
puncak tangga, dan terdengar seperti suara manusia yang jernih,
bergema, dan sempurna, suara pria muda.

113 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Apa yang kautahan di bawah sana, Mullugutherum?” teriaknya.
“Makhluk-makhluk dari Dunia Atas, ha! Bawa mereka kepadaku,
sekarang juga.”
“Semoga Yang Mulia ingat,” kata Mullugutherum memulai, tapi
suara itu memotong ucapannya.
“Yang Mulia akan sangat senang kalau dipatuhi, makhluk tua
cerewet. Bawa mereka ke sini,” teriaknya.
Mullugutherum menggeleng, memberi tanda pada para petualang
untuk mengikuti dan mendaki tangga. Di setiap tangga, cahaya
semakin terang. Ada permadani hias yang indah tergantung di
dinding-dinding. Lampu bersinar keemasan melalui gorden tipis di
puncak tangga. Si earthman membuka gorden dan berdiri
menyamping. Ketiga petualang melewatinya. Mereka berada dalam
ruangan yang indah, berhiaskan permadani gantung, dengan api besar
pada perapian yang bersih, serta anggur merah dan gelas berkilau di
meja. Pria muda dengan rambut pirang bangkit untuk menyambut
mereka. Dia tampan dan tampak berani sekaligus baik hati, meskipun
ada sesuatu pada wajahnya yang sepertinya tidak benar. Dia
mengenakan pakaian hitam dan secara keseluruhan agak mirip
Hamlet.
“Selamat datang, makhluk-makhluk Dunia Atas,” teriaknya. “Tapi
sebentar! Aku minta maaf! Aku sudah pernah melihat kedua anak ini,
dan ini, pengasuh kalian yang aneh sebelumnya. Bukankah kalian
bertiga yang bertemu denganku di jembatan di perbatasan Ettinsmoor
ketika aku berkuda ke sana bersama lady-ku?”
“Oh... kaulah kesatria hitam yang tidak bicara sama sekali?” tanya
Jill.
“Dan apakah lady itu Ratu Dunia Bawah?” tanya Puddleglum,
dengan suara yang tidak terlalu bersahabat. Dan Scrubb, yang juga
punya pikiran yang sama, membentak, “Karena kalau memang begitu,
114 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kurasa dia benar-benar bermaksud mengirim kami ke kastil raksasa
yang ingin memakan kami. Memangnya kerugian apa yang pernah
kami lakukan padanya, aku ingin tahu?”
“Bagaimana?” kata Kesatria Hitam sambil mengerutkan dahi.
“Kalau kau tidak begitu muda, Nak, kau dan aku harus bertarung
sampai mati karena pertengkaran ini. Aku tidak bisa mendengar
hinaan apa pun bagi kehormatan lady-ku. Tapi kau bisa yakin akan
ini, apa pun yang dia katakan padamu, dia mengatakannya dengan
maksud baik. Kau tidak mengenalnya. Dia itu kumpulan segala hal
yang baik, kebenaran, kebaikan, konsistensi, kelembutan, keberanian,
dan sebagainya. Aku mengatakan apa yang kutahu. Kebaikannya pada
diriku saja, yang tidak akan pernah bisa membalasnya, akan membuat
cerita yang hebat. Tapi kau harus mengenal dan mencintainya di sini.
Sementara itu, apa urusanmu di Dunia Bawah?”
Dan sebelum Puddleglum bisa menghentikannya, Jill berkata,
“Tolonglah, kami berusaha menemukan Pangeran Rilian dari Narnia.”
Kemudian dia menyadari betapa mengerikan risiko yang diambilnya.
Orang-orang ini mungkin saja musuh. Tapi kesatria itu tidak tampak
tertarik.
“Rilian? Narnia?” katanya tak peduli. “Narnia? Negeri apa itu? Aku
tidak pernah mendengar namanya. Pasti letaknya beribu kilometer
dari bagian Dunia Atas yang kukenal. Tapi fantasi anehlah yang
membawa kalian mencari--bagaimana kalian menyebutnya?--Bilian?
Trilian?--dalam rumah lady-ku. Bahkan, menurut pengetahuanku,
tidak ada pria seperti itu di sini.” Dia tertawa sangat keras pada kata-
katanya sendiri, dan Jill berpikir, Aku ingin tahu apakah itu yang
salah dengan wajahnya? Apakah dia agak gila?
“Kami disuruh mencari pesan pada bebatuan Kota Runtuh,” kata
Scrubb. “Dan kami melihat kata-kata KE BAWAHKU.”

115 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Kesatria itu tertawa lebih keras lagi. “Kalian benar-benar tertipu,”
katanya. “Kata-kata itu tidak berarti apa-apa bagi kalian. Kalau kalian
bertanya pada lady-ku, dia bisa memberi kalian saran yang lebih baik.
Karena kata-kata itu hanya bagian yang tertinggal dari kalimat yang
lebih panjang, yang di masa-masa kuno, seperti yang diingatnya
dengan baik, berbunyi begini:
Meskipun di bawah Bumi
dan tanpa takhta sekarang keadaanku,
Tapi saat aku hidup,
ke bawahku seluruh Bumi tunduk.
“Dari situ jelas bahwa ada raja raksasa kuno yang hebat, yang
dikubur di sana, menyuruh kalimat sombong itu dibentuk dengan batu
di atas makamnya. Meskipun patahnya beberapa batu, dibawanya
batu-batu yang lain untuk bangunan-bangunan baru, dan diisinya
potongan-potongan itu dengan reruntuhan, hanya dua kata itu yang
tersisa masih bisa dibaca. Bukankah ini lelucon paling lucu di dunia,
kalian berpikir kata-kata itu ditulis untuk kalian?”
Ini seperti air dingin disiramkan pada punggung Scrubb dan Jill.
Karena bagi mereka rasanya sangat mungkin kata-kata itu tidak ada
hubungannya sama sekali pada pencarian mereka, dan bahwa mereka
masuk ke sana karena kecelakaan belaka.
“Jangan pedulikan dia,” kata Puddleglum. “Tidak ada kecelakaan.
Penunjuk Plan kita adalah Aslan, dan dia ada di sana ketika raja
raksasa itu menyuruh huruf-huruf itu dibentuk, dan dia sudah tahu
semua hal yang akan terjadi, termasuk ini.”
“Penunjuk Plan kalian ini pasti berumur paniang, teman,” kata si
kesatria sambil tertawa lagi.
Jill mulai merasa tawa itu mengganggu.

116 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Dan sepertinya bagiku, Sir,” jawab Puddleglum, “bahwa lady-mu
ini pasti berumur panjang juga, kalau dia ingat kalimat lengkapnya
seperti awal terbentuknya.”
“Sangat lucu, Muka--kodok,” kata si kesatria, menepuk bahu
Puddleglum dan tertawa lagi. “Dan kau benar. Dia salah satu dari ras
murni, dan tidak mengenal masa tua ataupun kematian. Aku sangat
berterima kasih padanya bagi kebaikannya pada makhluk fana malang
seperti diriku. Karena kau harus tahu, Sir, aku pria di bawah kutukan
sangat aneh, dan tidak ada lagi selain kebaikan Ratu yang bisa
bersabar menghadapiku. Kesabaran, kataku? Tapi kebaikannya
melebihi sekadar kesabaran. Dia menjanjikan padaku kerajaan agung
di Dunia Atas, dan, setelah aku jadi raja, dirinya sendiri yang murni
menjadi pengantinku. Tapi kisahnya terlalu panjang untuk kalian
dengarkan sambil kelaparan dan berdiri. Hai, yang di sana! Bawakan
anggur dan makanan dunia atas bagi tamu-tamuku. Mari, duduklah,
orang-orang baik. Gadis kecil, duduklah di kursi ini. Kalian akan
mendengar semuanya.”
***

117 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB SEBELAS
Dalam Kastil yang Gelap

KETIKA makanan (yang terdiri atas pai burung dara, ham dingin,
salad, dan kue-kue) dibawa, dan semua menarik kursi masing-masing
ke meja dan mulai makan, si kesatria melanjutkan:
“Kalian harus mengerti, teman-teman, bahwa aku tidak tahu apa
pun tentang siapa diriku dan kapan aku memasuki Dunia Gelap ini.
Aku tidak mengingat saat-saat kapan pun aku tidak berada di bawah,
seperti sekarang, dalam kerajaan ratu yang sangat baik ini, tapi
menurutku dia telah menyelamatkanku dari sejenis kutukan jahat dan
membawaku ke bawah perlindungannya yang tak terbatas. (Kaki
Kodok yang baik, gelasmu kosong. Biarkan aku mengisinya. Dan
bagiku ini sepertinya benar karena bahkan sekarang pun aku masih
terikat kutukan, dan hanya lady-ku yang bisa melepaskanku darinya.
Setiap malam, datanglah satu jam ketika pikiranku dengan
mengerikan berubah, dan setelah pikiranku, tubuhku. Pertama-tama
aku menjadi marah dan liar lalu akan berusaha membunuh teman-
teman terdekatku, kalau saja aku tidak diikat. Dan tak lama
setelahnya, aku berubah menjadi sejenis kobra besar, lapar, ganas, dan
mematikan. (Sir, silakan ambil sepotong dada burung dara lagi,
kumohon. Seperti itulah yang mereka beritahukan padaku, dan
mereka pasti jujur, karena ladyku mengatakan hal yang sama. Aku
sendiri tidak tahu apa pun tentang itu, karena ketika jam itu lewat, aku
terbangun tidak mengingat apa pun tentang kemarahan mengerikan
itu dan dalam kondisi sempurna serta pikiran jernih--kecuali entah
kenapa aku merasa lelah. (Lady kecil, makanlah satu kue madu itu,
yang dibawa bagiku dari tanah barbar di sebelah selatan dunia.)
Sekarang Yang Mulia Ratu tahu dari seni yang dikuasainya bahwa
aku akan bebas dari kutukan ini begitu dia menjadikanku raja di
Dunia Atas dan meletakkan mahkotanya di kepalaku. Tanah itu sudah
118 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dipilih dan di tempat itulah kami akan keluar. Rakyat earthman-nya
bekerja siang-malam menggali jalan di bawahnya, dan sekarang sudah
berjalan begitu jauh dan tinggi sehingga terowongan itu tinggal
kurang dari beberapa meter di bawah rumput yang diinjak rakyat
negeri itu. Tidak lama lagi para rakyat Dunia Atas itu harus menerima
nasib mereka. Ratu sendiri ada di tempat penggalian malam ini, dan
aku mengharapkan pesan darinya. Saat itu atap tipis tanah yang masih
menghalangiku dari kerajaanku akan terpecahkan, dan dengan sang
ratu untuk memanduku dan seribu earthman mendukungku, aku akan
main dengan bersenjata lengkap, menyerang tiba-tiba musuh-musuh
kami, membunuh pemimpin mereka, meruntuhkan tempat-tempat
penting mereka, dan tak ragu lagi akan dimahkotai sebagai raja dalam
waktu empat hari.”
“Nasib mereka tidak terlalu baik, bukan?” kata Scrubb.
“Kau anak laki-laki yang menakjubkan, sangat cerdas!” teriak si
kesatria. “Karena, aku sendiri tidak pernah berpikir begitu
sebelumnya. Aku mengerti maksudmu.” Dia tampak sedikit, sangat
sedikit khawatir beberapa saat, tapi wajahnya segera jernih lagi dan
tawanya yang keras terdengar lagi, “Tapi takutlah pada gravitasi!
Bukankah hal paling lucu dan aneh di dunia, memikirkan mereka
semua mengerjakan urusan masing-masing dan tidak pernah
bermimpi bahwa di bawah ladang-ladang dan lantai-lantai mereka
yang tenang, hanya beberapa meter di bawahnya, ada pasukan besar
siap menyerang mereka seperti air mancur! Dan mereka pasti tidak
pernah menduga! Wah, mereka sendiri, ketika kekagetan pertama
karena kekalahan mereka sudah berakhir, pasti tidak bisa melakukan
hal lain kecuali tertawa saat memikirkan hal itu!”
“Aku sama sekali tidak menganggapnya lucu,” kata Jill. “Kurasa
kau ini tiran yang jahat.”
“Apa?” kata si kesatria, masih tertawa dan menepuk kepala Jill
dengan cara yang mengesalkan. “Apakah gadis kecil kita ini politikus
119 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
jagoan? Tapi jangan takut, Sayang. Saat memerintah tanah itu, aku
akan melakukan semua dengan panduan nasihat lady-ku, yang saat itu
akan menjadi ratuku juga. Kata-katanya akan menjadi hukumku,
bahkan saat kata-kataku akan menjadi hukum bagi orang-orang yang
kami kalahkan.”
“Di tempat asalku,” kata Jill, yang semakin tidak menyukai si
kesatria, “mereka tidak terlalu menyukai pria yang bisa diperintah
istrinya.”
“Pasti pikiranmu akan berbeda kalau kau sudah punya suami
sendiri, kuperingatkan saja,” kata si kesatria, sepertinya menganggap
hal ini sangat lucu. “Tapi dengan lady-ku, ini masalah yang berbeda.
Aku sangat puas bisa menjalankan perintah dia, yang telah
menyelamatkanku dari ribuan bahaya. Tidak ada ibu yang telah
menanggung rasa sakit dengan lebih penuh kasih sayang bagi
anaknya, daripada kebaikan sang ratu padaku. Wah, lihat dirimu,
meskipun dia sangat sibuk dan punya banyak urusan, dia sering
berkuda bersamaku di Dunia Atas untuk membiasakan mataku
dengan cahaya matahari. Saat itu aku harus bersenjata lengkap dan
menurunkan penutup mataku, supaya tidak ada yang melihat wajahku
dan aku tidak boleh bicara dengan siapa pun. Karena dia telah
mengetahui dari seni ajaib bahwa ini akan menjauhkan
kesembuhanku dari kutukan mengerikan yang mengikatku. Bukankah
wanita seperti itu pantas mendapat pemujaan laki-laki?”
“Sepertinya memang wanita yang sangat baik,” kata Puddleglum
dengan nada suara yang berarti tepat sebaliknya.
Mereka benar-benar lelah mendengarkan omongan si kesatria
sebelum mereka selesai makan. Puddleglum berpikir, Aku ingin tahu
permainan apa yang melibatkan pemuda bodoh ini. Scrubb berpikir,
Dia sebenarnya bayi besar, terikat pada tali celemek wanita itu. Dia
menyedihkan. Dan Jill berpikir, Dia orang paling bodoh, sombong,

120 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dan egois yang pernah kutemui. Tapi ketika acara makan selesai,
suasana hati si kesatria berubah. Dia tidak tertawa-tawa lagi.
“Teman-teman,” katanya, “jam itu sudah hampir tiba. Aku malu
kalian harus melihatku tapi aku takut ditinggal sendirian. Mereka
akan datang sebentar lagi dan mengikat tangan serta kakiku ke kursi.
Sialnya, ini harus dilakukan, karena dalam kemarahanku, kata mereka
padaku, aku akan menghancurkan apa pun yang bisa kuraih.”
“Menurutku,” kata Scrubb, “aku sangat prihatin tentang kutukanmu,
tentu saja, tapi apa yang akan mereka lakukan pada kami ketika
mereka datang untuk mengikatmu? Mereka sudah membicarakan
akan memasukkan kami ke penjara. Dan kami tidak terlalu menyukai
tempat-tempat gelap itu. Kami lebih suka tetap di sini sampai kau...
lebih baik... kalau boleh.”
“Ini pikiran yang baik,” kata si kesatria. “Biasanya tidak ada,
kecuali sang ratu sendiri, yang tinggal bersamaku di saat-saat
perubahanku. Itulah kasih sayangnya yang lembut pada kehormatanku
sehingga dia tidak mau mengorbankan telinga yang lain selain
telinganya sendiri untuk mendengar kata-kata yang kulontarkan saat-
saat kegilaanku itu. Tapi aku tidak bisa dengan mudah membujuk
gnome yang menjagaku bahwa kalian bisa dibiarkan tinggal
bersamaku. Dan kurasa aku mendengar suara kaki lembut mereka
sekarang di tangga. Pergilah melalui pintu itu: itu mengarah ke
apartemenku yang lain. Dan di sana, entah menungguku datang ketika
mereka telah melepaskanku, atau kalau kalian mau, kembalilah dan
duduk bersamaku di saat-saat kemarahanku.”
Mereka mengikuti petunjuknya dan keluar dari ruangan itu melalui
pintu yang belum mereka lihat terbuka. Pintu itu membawa mereka,
mereka senang melihatnya, tidak ke kegelapan tapi ke koridor yang
terang. Mereka mencoba berbagai pintu dan menemukan (apa yang
benar-benar mereka butuhkan) air untuk membersihkan diri dan
bahkan cermin. “Dia tidak menawari kita untuk membersihkan diri
121 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
sebelum makan,” kata Jill sambil mengeringkan wajahnya. “Dasar
egois.”
“Apakah kita akan kembali untuk melihat kutukan itu, atau lebih
baik tetap di sini?” kata Scrubb.
“Tetap di sini, menurutku,” kata Jill. “Aku lebih suka tidak
melihatnya.” Tapi dia juga agak ingin tahu.
“Tidak, kembali,” kata Puddleglum. “Kita bisa mendapat i nformasi,
dan kita membutuhkan segala yang bisa kita dapat. Aku yakin ratu itu
penyihir dan musuh. Dan eart hman itu akan memukul kita begitu
melihat kita. Ada a roma bahaya, kebohongan, sihir, dan
pengkhianatan ya ng sangat tajam pada tanah ini, lebih tajam daripada
y ang pernah kucium sebelumnya. Kita harus terus memb uka mata
dan telinga kita lebar-lebar.”
Mereka kembali menelusuri koridor dan pelan-pelan membuka
pintu. “Tidak apa-apa,” kata Scrubb, berarti tidak ada earthman yang
kelihatan. Lalu mereka semua kembali ke ruangan tempat mereka
makan.
Pintu utama sekarang tertutup, menyembunyikan gorden tempat
mereka pertama datang tadi. Si kesatria duduk di kursi perak yang
aneh, di sana dia terikat pada pergelangan kaki, lutut, siku,
pergelangan tangan, dan pinggangnya. Dahinya berkeringat, dan
wajahnya penuh penderitaan.
“Masuklah, teman-teman,” katanya, dengan cepat mendongak.
“Serangan itu belum datang. Jangan membuat suara, karena aku
memberitahu petugas yang bertanya-tanya bahwa kalian tidur.
Sekarang... aku bisa merasakannya datang. Cepat! Dengar ketika aku
masih menguasai diriku sendiri. Ketika serangan itu datang, sangat
mungkin aku akan memohon dan meminta kalian, dengan
permohonan dan ancaman, untuk melepaskan ikatanku. Mereka
semua berkata begitu. Aku pasti memohon pada kalian dengan semua
122 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
hal yang paling manis dan paling menakutkan. Tapi jangan dengarkan
diriku. Kuatkan hati kalian dan tulikan telinga kalian. Karena selama
aku terikat, kalian aman. Tapi begitu aku bangkit dan keluar dari kursi
ini, pertama-tama akan datang kemarahanku, dan setelah itu”--dia
gemetar--”perubahan menjadi ular kobra yang mengerikan.”
“Tidak usah khawatir, kami tidak akan melepaskanmu,” kata
Puddleglum. “Kami tidak ingin bertemu orang liar, atau ular kobra.”
“Aku juga berpikir begitu,” kata Scrubb dan Jill bersama.
“Tetap saja,” tambah Puddleglum dengan berbisik. “Jangan terlalu
yakin. Tetaplah berjaga-jaga. Kita sudah merusak semua yang lain,
kalian tahu bukan. Dia akan sangat lihai, aku tidak heran, begitu
serangannya mulai. Bisakah kita saling memercayai? Apakah kita
semua berjanji apa pun yang dia katakan, kita tidak akan menyentuh
tali-tali itu? Apa pun yang dia katakan, ingat?”
“Tentu!” kata Scrubb.
“Tidak ada apa pun di dunia ini yang dia katakan atau lakukan, yang
bisa membuatku mengubah pikiranku,” kata Jill.
“Sstt! Sesuatu terjadi,” kata Puddleglum.
Si kesatria mengerang. Wajahnya sepucat plester tembok, dan dia
menggeliat dalam ikatannya. Dan entah karena merasa kasihan, atau
karena alasan lain, Jill merasa si kesatria tampak lebih baik daripada
sebelumnya.
“Ah,” geram si kesatria. “Kutukan, kutukan... jaring sihir jahat yang
berat, tumpang tindih, dingin, lembek. Terkubur hidup-hidup. Diseret
turun ke bawah tanah, masuk ke kegelapan total... sudah berapa
tahun?... Apakah aku hidup sepuluh tahun, atau seribu tahun, dalam
lubang? Orang-orang seperti belatung di sekelilingku. Oh, ampunilah.
Biarkan aku keluar, biarkan aku pulang. Biarkan aku merasakan angin
dan melihat langit... Dulu ada kolam kecil. Ketika kau melihat ke
123 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dalamnya kau bisa melihat pohon-pohon tumbuh terbalik di air,
semua hijau dan di atas mereka, langit biru yang dalam, sangat
dalam.”
Dia bicara dengan suara pelan, sekarang dia mendongak,
memfokuskan tatapannya pada mereka, dan berkata dengan keras dan
jelas:
“Cepat! Aku sadar sekarang. Setiap malam aku sadar. Kalau saja
aku bisa keluar dari kursi terkutuk ini, kutukannya akan hilang. Aku
akan jadi manusia lagi. Tapi setiap malam mereka mengikatku, jadi
setiap malam kesempatanku hilang. Tapi kalian bukan musuh. Aku
bukan tawanan kalian. Cepat! Potong tali-tali ini.”
“Diam! Tenang,” kata Puddleglum pada kedua anak.
“Aku memohon kalian untuk mendengarkanku,” kata si kesatria,
memaksa dirinya untuk bicara dengan tenang. “Apakah mereka
berkata pada kalian kalau aku dilepaskan dari kursi ini aku akan
membunuh kalian dan menjadi ular kobra? Aku melihat dari wajah
kalian bahwa mereka melakukannya. Itu bohong. Pada jam inilah
pikiranku sadar: di sisa harilah aku terkutuk. Kalian bukan earthman
atau penyihir. Kenapa kalian harus memihak mereka? Demi kebaikan
hati kalian, potonglah ikatanku.”
“Tenang! Tenang! Tenang!” kata ketiga petualang satu sama lain.
“Oh, hati kalian dari batu,” kata si kesatria. “Percayalah padaku,
kalian melihat makhluk malang, yang telah menderita lebih daripada
yang bisa ditanggung makhluk fana mana pun. Kesalahan apa yang
telah kulakukan pada kalian, sehingga kalian memihak musuh-
musuhku untuk membiarkanku tetap dalam keadaan demikian
menderita? Dan waktu berjalan begitu cepat. Sekarang kalian bisa
menyelamatkanku, ketika jam ini lewat, aku tidak akan punya
kehendak lagi--menjadi mainan dan anjing peliharaan, tidak, lebih
mirip bidak dan alat, dari penyihir paling jahat yang pernah
124 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
merencanakan kemalangan manusia. Dan malam ini, dari semua
malam yang lain, ketika dia pergi! Kalian menghilangkan kesempatan
yang mungkin tidak akan pernah datang lagi!”
“Ini mengerikan. Aku lebih suka kita menyingkir sampai semua ini
berakhir,” kata Jill.
“Tenang!” kata Puddleglum.
Suara si tawanan sekarang mengeras menjadi jeritan. “Lepaskan
aku, kataku. Beri aku pedangku. Pedangku! Begitu bebas, aku akan
melakukan balas dendam yang sangat mengerikan sehingga para
earthman di Dunia Bawah akan membicarakannya selama seribu
tahun!”
“Sekarang kegilaannya dimulai,” kata Scrubb. “Kuharap ikatan itu
kuat.”
“Ya,” kata Puddleglum. “Dia punya kekuatan dua kali lipat daripada
biasanya kalau dia bebas sekarang. Dan aku tidak pandai bermain
pedang. Dia akan mengalahkan kita berdua, aku tidak heran, dan
kemudian Pole mungkin akan tinggal sendirian untuk menghadapi
ular itu.”
Si tawanan sekarang begitu memberontak sehingga ikatan-ikatannya
mengiris pergelangan tangan dan kakinya. “Hati-hati,” katanya.
“Hati-hati. Suatu malam aku bisa melepaskannya. Tapi si penyihir ada
saat itu. Kalian tidak memilikinya untuk membantu kalian malam ini.
Bebaskan aku sekarang, dan aku teman kalian. Kalau tidak aku akan
jadi musuh kalian selamanya.”
“Cerdas, bukan?” kata Puddleglum.
“Sekali lagi,” kata si tawanan, “aku memerintahkan kalian untuk
membebaskanku. Demi semua rasa takut dan cinta, demi langit jernih
di Dunia Atas, demi sang singa, Aslan sendiri, aku memerintahkan
kalian “
125 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Oh!” kata ketiga petualang seolah mereka terluka. “Itulah
tandanya,” kata Puddleglum. “Itulah kata-kata tandanya,” kata Scrubb
lebih hati-hati. “Oh, apa yang harus kita lakukan?” kata Jill.
Itu pertanyaan mengerikan. Apa gunanya saling berjanji
bagaimanapun mereka tidak akan membebaskan si kesatria, kalau
sekarang mereka harus melakukan itu begitu si kesatria menyebutkan
nama yang sangat mereka sayangi? Di sisi lain, apa gunanya
menghafalkan tanda-tanda itu kalau mereka tidak akan mematuhinya?
Tapi bisakah Aslan benar-benar menginginkan mereka membebaskan
seseorang--bahkan orang gila--yang memintanya dalam nama Aslan?
Bisakah itu sekadar kecelakaan? Atau bagaimana kalau Ratu Dunia
Bawah tahu semua tentang tanda-tanda itu dan membuat si kesatria
mengetahui nama ini hanya untuk menjebak mereka? Tapi,
bagaimana kalau itu tanda yang sesungguhnya?... Mereka sudah salah
melakukan tiga tanda sebelumnya, mereka tidak bisa salah melakukan
yang keempat.
“Oh, kalau saja kita tahu!” kata Jill.
“Kurasa kita tahu sekarang,” kata Puddleglum.
“Apakah maksudmu kaupikir semua akan baik-baik saja kalau kita
membebaskan dia?” kata Scrubb.
“Aku tidak tahu itu,” kata Puddleglum. “Kau tahu, Aslan tidak
memberitahu Pole apa yang akan terjadi. Dia hanya memberitahunya
apa yang harus dilakukan. Orang itu akan membunuh kita begitu dia
bebas, aku tidak heran. Tapi itu tidak berarti kita tidak mau mengikuti
tanda.”
Mereka bertiga berdiri berpandangan dengan mata berbinar-binar.
Itu saat yang memuakkan. “Baiklah!” kata Jill tiba-tiba. “Mari
selesaikan. Selamat tinggal, semua...!” Mereka berjabat tangan. Si
kesatria sudah berteriak sekarang, ada busa di pipinya.

126 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Ayo, Scrubb,” kata Puddleglum. Dia dan Scrubb menghunus
pedang mereka dan mendekati si tawanan.
“Dalam nama Aslan,” kata mereka, dan mulai memoton g ikatan.
Begitu tawanan itu bebas, dia menyeberangi r uangan dalam satu
lompatan dan mengambil pedangny a sendiri (yang dilepaskan dari
dirinya dan diletakkan di meja), dan menghunusnya.
“Kau dulu!” teriaknya dan menyerang kursi perak. Pedangnya pasti
bagus sekali. Perak itu pecah terkena hantamannya, dan sesaat
kemudian hanya beberapa potongan aneh, bersinar di lantai, yang
tersisa darinya. Tapi begitu kursi itu pecah, dari sana memancar kilat,
suara seperti guruh kecil, dan (sesaat) bau memuakkan.
“Tetaplah di sana, alat sihir yang jahat,” katanya, “sehingga
pemilikmu tidak akan bisa menggunakanmu lagi untuk korban lain.”
Kemudian dia berbalik dan memerhatikan para penyelamatnya, dan
sesuatu yang salah, apa pun itu, telah menghilang dari wajahnya.
“Apa?” teriaknya, berpaling pada Puddleglum. “Apakah aku
melihat di depanku marshwiggle--marsh-wiggle Narnia yang
sungguhan, hidup, dan jujur?”
“Oh, jadi kau pernah mendengar tentang Narnia?” kata Jill.
“Apakah aku telah melupakannya ketika di bawah kutukan?” tanya
si kesatria. “Yah, itu dan semua kutukan jahat lain sekarang sudah
selesai. Kau boleh percaya bahwa aku mengenal Narnia, karena aku
Rilian, Pangeran Narnia, dan Caspian raja yang agung adalah
ayahku.”
“Yang Mulia,” kata Puddleglum, berlutut pada satu kakinya (dan
anak-anak juga melakukan hal yang sama), “kami datang ke sini
untuk mencarimu.”
“Dan siapa kalian, para penyelamatku yang lain?” kata Pangeran
pada Scrubb dan Jill.
127 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Kami dikirim Aslan sendiri dari di luar ujung dunia untuk mencari
Yang Mulia,” kata Scrubb. “Aku Eustace yang berlayar bersama Raja
ke Pulau Ramandu.”
“Aku berutang kepada kalian bertiga utang yang lebih besar
daripada yang bisa kubayar,” kata Pangeran Rilian. “Tapi ayahku?
Apakah dia masih hidup?”
“Dia berlayar ke timur lagi sebelum kami meninggalkan Narnia,
Yang Mulia,” kata Puddleglum. “Tapi Yang Mulia harus
mempertimbangkan bahwa Raja sangat tua. Perbandingannya sepuluh
banding satu beliau akan meninggal dalam pelayaran.”
“Dia sudah tua, katamu. Berapa lama aku telah dikuasai si
penyihir?”
“Lebih dari sepuluh tahun sejak Yang Mulia hilang di hutan di
sebelah utara Narnia.”
“Sepuluh tahun!” kata Pangeran, mengusap wajahnya dengan
tangan seolah supaya bisa mengingat masa lalu. “Ya, aku
memercayaimu. Karena sekarang setelah menjadi diriku sendiri aku
bisa mengingat semua hidup terkutuk itu, meskipun ketika
mengalaminya aku tidak bisa mengingat diriku sendiri. Dan sekarang,
teman-teman yang baik--tapi tunggu! Aku mendengar suara kaki
mereka (suaranya memuakkan sekali, suara langkah yang lembek itu!
Euh!) di tangga. Kunci pintunya, Nak. Atau tunggu. Aku punya
pikiran yang lebih bagus. Aku akan menipu para earthman ini, kalau
Aslan memberiku keberanian. Tunggu aba-abaku.”
Dia berjalan dengan langkah tegas ke pintu dan membukanya lebar-
lebar.
***

128 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB DUA BELAS
Ratu Dunia Bawah

DUA earthman masuk, tapi bukannya berjalan ke dalam ruangan,


mereka memosisikan diri di tiap sisi pintu, dan membungkuk dalam-
dalam. Mereka langsung diikuti orang terakhir yang diharapkan atau
dipikirkan akan dilihat mereka: Lady Bergaun Hijau, Ratu Dunia
Bawah. Dia berdiri diam di ambang pintu, dan mereka bisa melihat
matanya bergerak saat dia menyerap seluruh situasi itu--ketiga orang
asing, kursi perak yang hancur, dan sang pangeran yang bebas, dan
memegang pedang.
Wajahnya menjadi sangat pucat, tapi Jill merasa warna putih pucat
itu bukan warna wajah orang yang ketakutan tapi wajah orang marah.
Sesaat si penyihir menatap sang pangeran, dan tatapannya sangat
kejam. Kemudian dia sepertinya berubah pikiran.
“Tinggalkan kami,” katanya pada kedua earthman. “Dan jangan
biarkan ada yang mengganggu kami sampai aku memanggil, atau
kalian kubunuh.” Para gnome itu bergerak pergi dengan patuh, dan si
ratu penyihir menutup lalu mengunci pintu.
“Bagaimana, Pangeranku Yang Mulia,” katanya, “Apakah serangan
malammu belum datang, atau apakah sudah berakhir begitu cepat?
Mengapa kau berdiri di sini tanpa terikat? Siapakah orang-orang asing
ini? Dan apakah mereka yang telah menghancurkan kursi yang
merupakan satu-satunya cara keselamatanmu?”
Pangeran Rilian gemetar saat sang ratu bicara padanya. Dan tidak
heran: tidak mudah membuang kutukan yang telah memperbudaknya
selama sepuluh tahun hanya dalam setengah jam. Kemudian, bicara
dengan susah payah, dia berkata:

129 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Madam, kursi itu tidak memiliki kegunaan lagi. Dan kau, yang
telah memberitahuku seratus kali betapa kau mengasihaniku karena
kutukan yang mengikatku, tentu akan mendengar dengan gembira
bahwa kutukan itu sekarang telah berakhir untuk selamanya. Ada,
sepertinya, kesalahan kecil pada cara Yang Mulia menangani kutukan
itu. Ini, teman-teman sejatiku, telah menyembuhkanku. Aku sekarang
berpikiran waras, dan ada dua hal yang ingin kukatakan padamu.
Pertama-tama-menyangkut rencana Yang Mulia untuk menjadikanku
kepala pasukan earthman yang akan keluar ke Dunia Atas dan di sana,
dengan kekerasan, menjadikan diriku raja suatu bangsa yang tidak
pernah melakukan kesalahan apa pun padaku--membunuh penguasa
sejati mereka dan memangku takhta mereka sebagai tiran asing yang
haus darah--sekarang aku tahu sendiri, aku benar-benar merasa jijik
dan membenci kekejaman itu. Dan kedua: aku putra Raja Narnia,
Rilian, putra tunggal Caspian, yang kesepuluh yang menyandang
nama itu, yang juga digelari Caspian si Petualang Samudra. Karena
itu, Madam, sudah jadi tujuanku, juga kewajibanku, untuk langsung
pergi dari kerajaan Yang Mulia menuju negeriku sendiri. Semoga kau
memberi izin padaku dan teman-temanku, dan menjamin keselamatan
serta memberi kami penunjuk jalan melalui tanahmu yang gelap.”
Sekarang si penyihir tidak mengatakan apa pun, tapi bergerak
lembut menyeberangi ruangan, selalu menjaga wajah dan matanya
tetap terfokus pada sang pangeran. Ketika mencapai lemari kecil yang
menempel di dinding tidak jauh dari perapian, dia membukanya, dan
mengeluarkan segenggam bubuk hijau. Bubuk ini dilemparnya ke
dalam api. Api tidak berkobar, tapi aroma sangat manis dan membuat
mengantuk tercium darinya. Dan meskipun pembicaraan terus
berlangsung, aroma itu semakin kuat, dan mengisi ruangan, dan
membuat sulit berpikir. Kemudian, wanita itu mengambil instrumen
musik mirip mandolin. Dia mulai memainkannya dengan jemarinya--
suara yang mantap dan monoton yang tidak akan kauperhatikan
setelah beberapa menit. Tapi semakin sedikit kau memerhatikannya,

130 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
suara itu semakin merasuk dalam otak dan darahmu. Ini juga
membuat sulit berpikir. Setelah memetik alat musik itu beberapa lama
(dan sekarang aroma manis sangat kuat), dia mulai bicara dengan
suara manis yang lembut:
“Narnia?” katanya. “Narnia? Aku sering mendengar Yang Mulia
mengucapkan kata itu saat mengigau. Pangeran tersayang, kau sangat
sakit. Tidak ada negeri bernama Narnia.”
“Ya, ada, Ma'am,” kata Puddleglum. “Tahu bukan, aku kebetulan
tinggal di sana seumur hidupku.”
“Begitu,” kata si penyihir. “Beritahu aku, kumohon, di mana negeri
itu?”
“Di atas sana,” kata Puddleglum, dengan tegas menunjuk ke atas.
“Aku--aku tidak tahu di mana tepatnya.”
“Bagaimana?” kata sang ratu, dengan tawa lembut yang berlagu.
“Apakah ada negeri di atas di antara bebatuan dan lapisan atap?”
“Tidak,” kata Puddleglum, sedikit berjuang untuk menarik napas.
“Letaknya di Dunia Atas.”
“Dan apa, atau di mana, ini... bagaimana kau menyebutnya... Dunia
Atas ini?”
“Oh, jangan begitu bodoh,” kata Scrubb, yang berjuang keras
melawan sihir aroma manis dan suara alat musik itu. “Seolah kau
tidak tahu saja! Tempatnya di atas, di atas di mana kau bisa melihat
langit, matahari, dan bintang-bintang. Wah, kau sendiri sudah ke sana.
Kami bertemu denganmu di sana.”
“Aduh, maaf, adik kecil,” kata si penyihir sambil tertawa (kau tidak
bisa mendengar tawa yang lebih merdu lagi). “Aku tidak ingat apa
pun tentang pertemuan itu. Tapi kita sering menemui teman-teman
kita di tempat-tempat aneh saat kita bermimpi. Dan kecuali semua

131 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
orang bermimpi sama, kau tidak bisa meminta orang lain
mengingatnya.”
“Madam,” kata sang pangeran dengan tegas, “aku sudah
memberitahu Yang Mulia bahwa aku putra Raja Narnia.”
“Dan kau akan jadi demikian, temanku sayang,” kata si penyihir
dengan suara menenangkan, seolah dia sedang menghibur anak kecil,
“kau akan menjadi raja banyak tanah impian yang kausukai.”
“Kami juga sudah ke sana,” bentak Jill. Dia sangat marah karena
bisa merasakan sihir semakin menguasai dirinya. Tapi tentu saja,
fakta bahwa dia masih bisa merasakannya, menunjukkan sihir itu
belum sepenuhnya bekerja.
“Dan kau Ratu Narnia juga, bukankah begitu, anak cantik,” kata si
penyihir dengan nada suara separo menghibur separo mengejek.
“Aku tidak seperti itu,” kata Jill, mengentakkan kakinya. “Kami
datang dari dunia yang lain.”
“Wah, ini permainan yang lebih menarik daripada yang lain,” kata
si penyihir. “Ceritakan, gadis kecil, di mana dunia lain ini? Kapal dan
kereta macam apa yang menghubungkannya dengan dunia kami?”
Tentu saja banyak hal langsung menyerbu pikiran Jill: Sekolah
Eksperimen, Adela Pennyfather, rumahnya sendiri, perangkat radio,
bioskop, mobil-mobil, pesawat terbang, buku kupon, antrean. Tapi
hal-hal ini sepertinya berbayang dan jauh. (Tring tring--tring--bunyi
denting instrumen si penyihir.) Jill tidak bisa mengingat nama-nama
benda di dunia kita. Dan kali ini dia tidak terpikir bahwa dirinya
sedang disihir, karena saat itu mantra sedang berkerja dengan
kekuatan penuh. Dan tentu saja, semakin tersihir dirimu, semakin kau
merasa kau sama sekali tidak kena sihir.
Jill mendapati dirinya berkata (dan saat itu lega mengatakan):
“Tidak. Kurasa dunia lain itu pasti hanya mimpi.”
132 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Ya. Itu hanya mimpi,” kata si penyihir sambil terus memetik alat
musiknya.
“Ya, hanya mimpi,” kata Jill.
“Tidak pernah ada dunia seperti itu,” kata si penyihir.
“Tidak,” kata Jill dan Scrubb, “tidak pernah ada dunia seperti itu.”
“Tidak pernah ada dunia selain duniaku,” kata si penyihir.
“Tidak pernah ada dunia kecuali duniamu,” kata mereka.
Puddleglum masih berjuang keras. “Aku tidak mengerti apa
maksudmu dengan dunia,” katanya, bicara seperti orang kehabisan
udara. “Tapi kau bisa main alat musik itu sampai jarimu putus, dan
kau tetap tidak akan bisa membuatku melupakan Narnia, dan seluruh
Dunia Atas. Kami tidak akan pernah melihatnya lagi, aku takkan
heran. Kau bisa saja menghapusnya dan mengubahnya jadi gelap
seperti ini, menurutku. Tidak ada yang lebih mungkin lagi. Tapi aku
tahu aku pernah di sana. Aku pernah melihat langit penuh bintang.
Aku pernah melihat matahari terbit dari batik lautan di pagi hari dan
tenggelam di belakang gunung-gunung saat malam. Dan aku melihat
matahari tinggi di langit tengah hari saat aku tidak bisa menatapnya
langsung karena silau.”
Kata-kata Puddleglum memberi efek menyadarkan. Ketiga
temannya bernapas lagi dan saling memandang seperti orang-orang
yang baru dibangunkan.
“Wah, itu dia!” teriak sang pangeran. “Tentu saja! Berkat Aslan
bagi marsh-wiggle yang jujur ini. Kita semua bermimpi beberapa
menit belakangan ini. Bagaimana kita bisa lupa? Tentu saja, kita
semua pernah melihat matahari.”
“Ya ampun, tentu saja!” kata Scrubb. “Bagus, Puddleglum! Kaulah
satu-satunya yang punya pikiran sehat, menurutku.”

133 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Lalu terdengar suara si penyihir, mendekur lembut seperti suara
merpati yang hinggap tinggi di pohon elm dalam kebun tua, pukul
tiga, di tengah siang musim panas yang membuat mengantuk, dan dia
berkata:
“Apakah matahari yang kalian bicarakan ini? Apakah kata itu ada
artinya?”
“Ya, tentu saja,” kata Scrubb.
“Bisakah kalian menceritakan seperti apa bentuknya?” tanya si
penyihir (tring, tring, tring, bunyi denting musik).
“Yang Mulia,” kata sang pangeran dengan sangat dingin dan sopan.
“Kau lihat lampu itu. Benda itu bulat, kuning, dan memberi cahaya
pada seluruh ruangan, dan tergantung di langit-langit. Benda yang
kami sebut matahari itu mirip lampu, tapi jauh lebih besar dan terang.
Dia memberi cahaya bagi seluruh Dunia Atas dan tergantung di
langit.”
“Tergantung di mana, Yang Mulia?” tanya si penyihir, kemudian,
ketika mereka semua masih berpikir bagaimana menjawabnya, dia
menambahkan, dengan tawa lembutnya yang merdu. “Kalian
mengerti? Ketika kalian berusaha memikirkan dengan jelas apakah
matahari ini, kalian tidak bisa memberitahuku. Kalian hanya bisa
memberitahuku bentuknya seperti lampu. Matahari kalian hanya
dalam mimpi, dan tidak ada apa pun dalam mimpi yang tidak
dicontoh dari lampu. Lampu itu nyata, matahari hanya dongeng, cerita
anak-anak.”
“Ya, aku mengerti sekarang,” kata Jill dengan suara berat dan putus
asa. “Pasti begitu.” Dan sementara dia mengatakan ini, kata-katanya
sepertinya masuk akal.
Dengan perlahan-lahan dan nada berat, si penyihir mengulangi,
“Tidak ada matahari.” Dan mereka semua tidak mengatakan apa pun.

134 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Si penyihir mengulangi dengan nada yang lebih lembut dan dalam.
“Tidak ada matahari.” Setelah berhenti sejenak, dan pergulatan dalam
pikiran mereka, mereka berempat berkata bersama, “Kau benar. Tidak
ada matahari.” Rasanya sangat melegakan bisa menyerah dan
mengatakan hal itu.
“Tidak pernah ada matahari,” kata si penyihir.
“Tidak. Tidak pernah ada matahari,” kata sang pangeran, si marsh-
wiggle, dan anak-anak.
Selama beberapa menit terakhir Jill telah merasa ada sesuatu yang
harus dia ingat sekuat tenaga. Dan sekarang dia ingat. Tapi sangat
sulit mengatakannya. Dia merasa ada bobot sangat berat di atas
bibirnya. Akhirnya, dengan kekuatan yang sepertinya mengeluarkan
semua tenaganya, dia berkata:
“Ada Aslan.”
“Aslan?” tanya si penyihir, denting petikan alat musiknya sedikit
mencepat. “Nama yang bagus! Apa artinya?”
“Dia Singa Agung yang memanggil kami keluar dari dunia kami,”
kata Scrubb, “dan mengirim kami ke sini untuk menemukan Pangeran
Rilian.”
“Apakah singa itu?” tanya si penyihir.
“Oh, minta ampun!” kata Scrubb. “Tidakkah kau tahu? Bagaimana
kita bisa menggambarkannya padanya? Apakah kau pernah melihat
kucing ?.
“Tentu,” kata sang ratu. “Aku suka kucing.”
“Yah, singa adalah agak--hanya agak--ingat--mirip kucing besar--
dengan surai. Paling tidak, tidak mirip surai kuda, tahu bukan,
surainya lebih mirip wig hakim. Dan warnanya kuning. Dan dia
sangat kuat.”

135 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Si penyihir menggeleng. “Aku mengerti,” katanya. “kau melakukan
hal yang sama dengan singa-mu, begitu nama yang kausebutkan,
seperti yang kaulakukan dengan matahari-mu. Kau sudah melihat
lampu, jadi kau membayangkan lampu yang lebih besar dan bagus
dan menyebutnya matahari. Kau sudah melihat kucing, dan sekarang
kau ingin kucing yang lebih besar dan bagus, dan itu disebut singa.
Yah, ini bagus untuk dipercaya, tapi sejujurnya, akan lebih cocok
kalau kalian semua lebih muda. Dan lihat saja bagaimana kalian tidak
bisa mengembangkan imajinasi kalian tanpa mencontohnya dari dunia
nyata, duniaku ini, yang satu-satunya dunia. Tapi bahkan kalian pun
sudah terlalu tua untuk permainan seperti lni. Sementara untukmu,
pangeranku, kau pria dewasa, malulah! Apakah kau tidak malu
bermain seperti ini? Ayolah, kalian semua. Tinggalkan permainan
kekanak-kanakan ini. Aku punya pekerjaan bagi kalian di dunia nyata.
Tidak ada Narnia, tidak ada Dunia Atas, tidak ada langit, tidak ada
matahari, tidak ada Aslan. Dan sekarang, semua tidur. Dan mari kita
memulai hidup yang lebih bijaksana besok. Tapi, pertama-tama, ke
tempat tidur, tidur, tidur nyenyak, bantal-bantal empuk, tidur tanpa
mimpi-mimpi bodoh.”
Sang pangeran dan anak-anak berdiri dengan kepala tertunduk
rendah, pipi mereka merona, mata mereka setengah terpejam.
Kekuatan mereka hilang, sihir hampir sempurna. Tapi Puddleglum,
dengan susah payah mengumpulkan kekuatannya, berjalan ke api.
Kemudian dia melakukan hal yang sangat berani. Dia tahu dia tidak
mungkin terluka lebih parah daripada manusia, karena kakinya (yang
telanjang) berselaput, keras, dan berdarah dingin seperti kaki bebek.
Tapi dia tahu dia pasti tetap terluka cukup parah, dan memang begitu.
Dengan kaki telanjangnya dia menginjak-injak api, mematikan
sebagian besar sampai menjadi abu di perapian itu. Dan tiga hal
langsung terjadi pada saat yang sama.
Pertama-tama, aroma manis yang berat semakin berkurang. Karena
meskipun belum seluruh api itu padam, tapi sebagian besar sudah, dan
136 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
yang tersisa tercium seperti marsh-wiggle gosong, yang tentu saja
sama sekali bukan bau yang memabukkan. Ini langsung membuat
otak semuanya jauh lebih jernih. Sang pangeran dan kedua anak
mendongak lagi dan membuka mata mereka.
Kedua, si penyihir, dengan suara keras dan kasar, sangat berbeda
dengan semua nada manis yang digunakannya sampai sekarang,
berteriak, “Apa yang kaulakukan? Berani menyentuh apiku lagi,
lumpur bau, dan aku akan mengubah darah dalam pembuluh-
pembuluhmu menjadi api.”
Ketiga, rasa sakit itu sendiri membuat pikiran Puddleglum langsung
jernih dan dia langsung menyadari apa yang dipikirkannya. Tidak ada
yang bisa menghilangkan sihir sebaik kejutan rasa sakit.
“Maaf, Ma'am,” katanya, kembali dari perapian, berjalan timpang
karena rasa sakit. “Maaf. Semua yang kaukata kan cukup benar, aku
tidak heran. Aku seseorang yang selalu lebih suka tahu kemungkinan
yang terburuk ke mudian berusaha sebaik mungkin. Jadi aku tidak
akan menyanggah apa pun yang kaukatakan. Tapi ada beber apa hal
lain yang harus dilakukan. Kalau kami hanya b ermimpi, atau
mengarang-ngarang, semua hal itu--poho n-pohon, rumput, matahari,
bulan, bintang, dan Aslan se ndiri. Kalau kami melakukan itu. Kalau
begitu aku hany a bisa bilang, dalam hal itu, hal-hal yang dikarang itu
se pertinya jauh lebih penting daripada yang nyata. Dan itu lucu,
kalau dipikir lagi. Kami hanya anak kecil bermain-main, kalau kau
benar. Tapi empat anak kecil yang bermain-main bisa membuat dunia
mainan yang menghancurkan dunia nyatamu. Karena itulah aku akan
tetap berdiri di dunia mainan. Aku di sisi Aslan bahkan kalau tidak
ada Aslan untuk memimpin duniaku. Aku akan hidup seperti orang
Narnia sebisaku bahkan kalau tidak ada Narnia. Jadi, terima kasih
banyak untuk makan malammu, kalau kedua pemuda dan gadis muda
ini siap, kami akan langsung meninggalkan negerimu dan meraba-
raba dalam kegelapan untuk menghabiskan akhir hidup kami mencari

137 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dunia Atas. Bukannya hidup kami akan cukup panjang, menurutku,
tapi tidak ada ruginya kalau dunia tempat yang semembosankan
katamu.”
“Oh, hore! Puddleglum hebat!” teriak Scrubb dan Jill. Tapi sang
pangeran berteriak tiba-tiba, “Hati-hati! Lihat si penyihir.”
Ketika mereka melihat, seluruh rambut mereka hampir berdiri
tegak.
Alat musik jatuh dari tangan si penyihir. Tangannya seolah terikat
pada sisi tubuhnya. Kakinya saling menjalin, dan tapaknya telah
menghilang. Juntaian gaun hijaunya menebal dan menjadi keras, dan
sepertinya menjadi satu dengan pilar hijau jalinan kakinya. Dan pilar
hijau bergerak itu menggelung dan mengayun seolah tidak punya
persendian, atau malah seluruhnya terdiri atas persendian. Kepalanya
sekarang mendongak jauh ke belakang dan sementara hidungnya
tumbuh semakin panjang, setiap bagian lain dari wajahnya seolah
menghilang, kecuali matanya. Mata besar yang membara, tanpa alis
atau bulu mata. Semua mi butuh waktu untuk diceritakan, tapi
sebenarnya terjadi begitu cepat sehingga mereka hanya melihatnya
sekejap. Lama sebelum ada waktu untuk melakukan apa pun,
perubahan itu telah sempurna, dan ular kobra besar jelmaan si
penyihir, hijau seperti racun, setebal pinggang Jill, telah
menggerakkan gelungan badannya yang menjijikkan membelit kaki
Pangeran. Secepat kilat tubuhnya melingkar lagi, berusaha mengikat
tangan Pangeran yang memegang pedang. Tapi sang pangeran
bertindak tepat waktu. Dia mengangkat tangan dan berhasil
membebaskannya: lingkaran hidup itu mengetat di sekeliling
dadanya--siap mematahkan rusuk-rusuknya seperti kayu bakar kalau
dieratkan lagi.
Sang pangeran menangkap leher makhluk itu dengan tangan
kirinya, berusaha mencekiknya sampai kehabisan napas. Tindakan ini
membuat wajah ular itu (kalau kau bisa menyebutnya wajah)
138 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
berhadapan kira-kira sepuluh sentimeter dengan wajahnya sendiri.
Lidah bercabang bergetar mengerikan keluar-masuk, tapi tidak bisa
mencapainya. Dengan tangan kanannya, Rilian menghantamkan
pedangnya dengan pukulan sekeras yang dia bisa. Sementara itu
Scrubb dan Puddleglum sudah mengeluarkan senjata mereka dan
berlari membantu. Ketiga pukulan itu menghantam pada saat yang
sama: pukulan Scrubb (yang bahkan tidak melukai kulit ular itu dan
tidak berguna sama sekali) di tubuh si ular di bawah tangan Pangeran,
tapi pukulan sang pangeran dan Puddleglum sama-sama jatuh pada
leher si ular. Pukulan itu pun tidak mematikan, meskipun ular itu
mulai melonggarkan belitannya pada kaki dan dada Rilian. Dengan
tebasan berkali-kali mereka memotong kepalanya. Makhluk itu terus
bergelung-gelung dan bergerak seperti per lama setelah dia mati, dan
lantai, seperti yang kaubayangkan, jadi sangat kotor.
Lalu sang pangeran, setelah mengatur napas, berkata, “Teman-
teman, terima kasih.” Kemudian ketiga pemenang berdiri saling
memandang dan terengah-engah, tanpa berkata-kata lagi, dalam
waktu lama. Jill dengan sangat bijaksana telah duduk dan diam. Dia
berkata pada dirinya sendiri, “Aku benar-benar berharap aku tidak
pingsan--atau muntah--atau melakukan sesuatu yang bodoh.”
“Ibuku yang terhormat telah terbalaskan dendamnya,” kata Rilian
akhirnya. “Ini jelas cacing yang sama yang kukejar tanpa hasil di
mata air di hutan Narnia, bertahun-tahun yang lalu. Selama ini aku
telah menjadi budak pembunuh ibuku. Tapi aku senang, teman-teman,
bahwa penyihir jahat ini akhirnya menjelma menjadi ular akhirnya.
Sama sekali tidak sesuai dengan hati, ataupun kehormatanku untuk
membunuh seorang perempuan. Tapi lihatlah gadis itu.” Maksudnya
Jill.
“Aku baik-baik saja, terima kasih,” kata Jill.
“Nona,” kata sang pangeran, membungkuk ke arahnya. “Kau sangat
berani, dan karena itu, aku tidak ragu, kau pasti keturunan bangsawan
139 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
di duniamu sendiri. Tapi mari, teman-teman. Ini ada sedikit anggur
tersisa. Mari kita menyegarkan diri dan saling bersulang. Setelah itu
membuat rencana.”
“Ide yang sangat bagus, Sir,” kata Scrubb.
***

140 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB TIGA BELAS
Dunia Bawah Tanpa Ratu

SEMUA merasa mereka pantas mendapat apa yang Scrubb sebut


“saat bernapas”. Si penyihir telah mengunci pintu dan menyuruh para
earthman untuk tidak mengganggunya, jadi tidak ada bahaya interupsi
saat itu. Urusan pertama mereka, tentu saja, kaki Puddleglum yang
terbakar. Beberapa pakaian bersih dari kamar tidur sang pangeran,
dirobek-robek memanjang, dan diberi mentega serta minyak sayur
tebal-tebal dari meja makan, bisa menjadi pembalut yang cukup baik.
Ketika ini telah dilakukan, mereka semua duduk dan menyegarkan
diri, dan membicarakan rencana melarikan diri dari Dunia Bawah.
Rilian menjelaskan ada cukup banyak jalan keluar yang bisa
digunakan untuk naik ke Permukaan tanah, dia pernah dibawa melalui
sebagian besar jalan ini. Tapi dia tidak pernah keluar sendiri, selalu
bersama si penyihir, dan dia selalu mencapai jalan-jalan keluar ini
dengan naik kapal menyeberangi Laut Tanpa Matahari. Apa yang
akan dikatakan para earthman kalau dia pergi ke pelabuhan tanpa si
penyihir, dan bersama tiga orang asing, dan langsung meminta kapal,
tidak ada yang bisa menebak. Tapi sepertinya mereka akan
menanyakan berbagai hal.
Di sisi lain, jalan keluar baru, yang akan digunakan untuk
menyerang Dunia Atas, ada di sisi laut sebelah sini, dan hanya
beberapa mil jauhnya. Sang pangeran tahu bahwa jalan itu hampir
selesai, hanya beberapa meter tanah yang memisahkan terowongan
dari udara bebas. Mungkin saja sekarang terowongan itu sudah
selesai. Mungkin si penyihir kembali untuk memberitahukan hal ini
padanya dan untuk memulai serangan. Kalaupun bukan ini yang
terjadi, mereka mungkin bisa menggali sendiri, dan keluar dari jalan
itu dalam beberapa jam--kalau saja mereka bisa mencapainya tanpa

141 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dihentikan, dan k alau saja mereka menemukan tempat itu tanpa
penjag aan. Tapi itulah kesulitannya.
“Kalau bertanya padaku--” Puddleglum memulai, tapi Scrubb
memotong.
“Dengar,” katanya, “suara apa itu?”
“Aku sudah cukup lama bertanya-tanya!” kata Jill.
Mereka semua, sebenarnya, telah mendengar suara itu. Tapi suara
itu mulai dan meningkat begitu bertahap sehingga mereka tidak tahu
kapan mereka pertama kali mendengarnya. Selama beberapa saat
suara itu sudah menjadi samar-sama hampir teredam seperti angin
lembut, atau suara lalu lintas di tempat yang sangat jauh. Kemudian
suara itu semakin keras seperti gumam laut. Kemudian terdengar
gemuruh dan desis. Sekarang sepertinya ada suara-suara juga geram
tetap yang bukan suara.
“Demi sang singa,” kata Pangeran Rilian, “sepertinya keheningan
tempat ini akhirnya punya lidah juga.” Dia bangkit, berjalan ke
jendela, dan menyingkap gordennya. Yang lain berkumpul di
sekelilingnya untuk melihat ke luar.
Hal pertama yang mereka lihat adalah kilau merah yang besar.
Bayangannya membuat petak-petak merah pada atap Dunia Bawah
ribuan meter di bawah mereka, sehingga mereka bisa melihat langit-
langit berbatu yang mungkin telah tersembunyi kegelapan sejak dunia
diciptakan. Kalau itu sendiri datang dari sisi jauh kota sehingga
banyak bangunan, kelabu dan besar, berdiri menutupinya. Tapi
cahaya itu juga menerangi banyak jalan yang menjulur dari tempatnya
ke istana. Dan di jalan-jalan itu sesuatu yang sangat aneh sedang
terjadi. Kerumunan earthman yang penuh sesak dan diam telah
menghilang.

142 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Sebagai gantinya di sana ada makhluk-makhluk yang bergerak
sendiri-sendiri, berdua-dua, atau bertiga-tiga. Mereka bersikap seperti
orang yang tidak ingin dilihat: menyelinap dalam bayangan menara-
menara jaga atau di ambang-ambang pintu, kemudian bergerak cepat-
cepat menyeberangi tempat terbuka ke tempat persembunyian yang
baru. Tapi hal paling aneh, bagi siapa pun yang pernah mengenal
gnome, adalah keributannya. Teriakan dan jeritan terdengar dari
mana-mana. Tapi dari pelabuhan datang raungan dalam dan
bergemuruh yang semakin lama semakin keras dan sudah
mengguncangkan seluruh kota.
“Apa yang terjadi pada para earthman?” kata Scrubb. “Apakah
mereka yang berteriak?”
“Ini hampir tidak mungkin,” kata sang pangeran. “Aku tidak pernah
mendengar satu pun makhluk itu bicara dengan suara keras dalam
tahun-tahun menyedihkan saat aku ditahan. Ada kutukan barn, aku
tidak ragu.”
“Dan cahaya merah di sana itu apa?” tanya Jill. “Apakah ada yang
terbakar?”
“Kalau kalian bertanya padaku,” kata Puddleglum, “menurutku ada
api utama di Bumi yang keluar untuk membuat kawah barn. Kita
berada tepat di tengahnya, aku tidak heran.”
“Lihat kapal itu!” kata Scrubb. “Kenapa dia main begitu cepat?
Tidak ada yang mendayungnya.”
“Lihat, lihat!” kata sang pangeran. “Kapal itu sudah mencapai sisi
jauh pelabuhan dia berada di jalan. Lihat! Semua kapal bergerak ke
kota! Ya ampun, taut pasang. Banjir akan melanda kita. Demi Aslan,
untung istana ini di dataran yang lebih tinggi. Tapi air naik sangat
cepat.”

143 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Oh, apa yang akan terjadi?” jerit Jill. “Air dan api dan semua
makhluk itu memenuhi jalan.”
“Kuberitahu apa itu,” kata Puddleglum. “Si penyihir telah menebar
mantra sehingga kapan pun dia terbunuh, di saat yang sama
kerajaannya akan hancur berkeping-keping. Dia jenis orang yang
tidak keberatan mati kalau dia tahu orang yang membunuhnya akan
terbakar, terkubur, atau tenggelam beberapa menit kemudian.”
“Benar sekali, wiggle yang baik,” kata sang pangeran. “Ketika
pedang kita memenggal kepala si penyihir, pukulan itu mengakhiri
semua sihirnya, dan sekarang Dunia Bawah hancur berkeping-keping.
Kita sedang melihat akhir dari Dunia Bawah.”
“Benar, Sir,” kata Puddleglum. “Kecuali kalau ternyata ini juga
akhir seluruh Bumi.”
“Tapi apakah kita akan diam di sini dan--menunggu?” gagap Jill.
“Tidak menurutku,” kata sang pangeran. “Aku mau menyelamatkan
kudaku, Coalblack, dan kuda si penyihir, Snowflake (kuda yang hebat
dan pantas mendapat majikan yang lain) yang dikandangkan di
halaman. Setelah itu, mari buat rakit untuk pergi ke dataran yang lebih
tinggi dan berdoa semoga kita menemukan jalan keluar. Tiap kuda
bisa membawa dua orang kalau perlu, dan kalau kita memaksa
mereka, mereka bisa mengarungi banjir.”
“Maukah Yang Mulia mengenakan baju besi?” tanya Puddleglum.
“Aku tidak menyukal itu”--dan dia menunjuk ke jalanan di bawah.
Semuanya memandang ke bawah. Lusinan makhluk (dan sekarang
setelah mendekat, mereka jelas para earthman) bergerak dari arah
pelabuhan. Tapi mereka tidak bergerak seperti kerumunan tanpa
tujuan. Mereka bertingkah seperti prajurit modern sedang menyerang,
bergerak cepat dan berlindung, berusaha supaya tidak terlihat dari
jendela-jendela istana.

144 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Aku tidak berani melihat bagian dalam baju best itu lagi,” kata
sang pangeran. “Aku memakainya seperti ruang bawah tanah yang
bisa bergerak, dan baunya busuk penuh sihir dan perbudakan. Tapi
aku akan membawa tamengnya.”
Dia meninggalkan ruangan dan kembali dengan binar aneh di
matanya beberapa saat kemudian.
“Dengar, teman-teman,” katanya, mengulurkan tameng itu ke arah
mereka. “Sejam yang lalu warnanya hitam dan tanpa hiasan, dan
sekarang, ini.” Tameng itu telah berubah secemerlang perak, dan
padanya, lebih merah daripada darah atau buah ceri, ada gambar sang
singa.
“Tak ragu lagi,” kata sang pangeran, “ini berarti Aslan akan menjadi
pembimbing yang baik, entah dia berkehendak kita hidup atau mati.
Dan itu saja sudah cukup. Sekarang, menurutku, kita harus berlutut
dan berdoa, kemudian semua saling berjabat tangan, seperti teman-
teman baik yang sebentar lagi akan berpisah. Kemudian, mari turun
ke kota dan menghadapi petualangan yang ada di depan kita.”
Dan mereka semua melakukan yang dikatakan sang pangeran. Tapi
ketika Scrubb berjabat tangan dengan Jill, dia berkata, “Sampai
berjumpa lagi, Jill. Maaf aku menyebalkan dan begitu cerewet.
Kuharap kau bisa pulang dengan selamat,” dan Jill berkata, “Sampai
berjumpa lagi, Eustace. Dan aku minta maaf aku begitu
mengesalkan.” Dan inilah pertama kalinya mereka menggunakan
nama depan mereka, karena mereka tidak terbiasa melakukannya di
sekolah.
Sang pangeran membuka pintu dan mereka semua menuruni tangga:
ketiga pemuda dengan pedang terhunus dan Jill dengan pisau
terhunus. Para penjaga telah menghilang dan ruang besar di kaki
tangga ruang Pangeran kosong. Lampu suram dan menyedihkan itu
masih menyala dan dengan cahayanya mereka tidak menemui

145 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kesulitan melewati lorong demi lorong. Suara-suara dari luar istana
tidak mudah terdengar di sini, tidak seperti ketika mereka berada di
ruangan di atas. Di dalam istana segalanya masih hening, dan sepi.
Saat mereka berbelok di sudut menuju aula utama di lantai dasarlah
mereka bertemu earthman yang pertama--makhluk gemuk berkulit
putih dengan wajah sangat mirip babi yang sedang menghabiskan
semua sisa makanan di meja. Dia menjerit (jeritannya juga sangat
mirip jeritan babi) dan berlari ke bawah bangku, melambaikan ekor
panjangnya di luar raihan tangan Puddleglum tepat waktu. Lalu dia
berlari melalui pintu yang jauh, terlalu cepat untuk diikuti.
Dari aula mereka keluar ke halaman. Jill, yang ikut sekolah berkuda
di saat liburan, baru saja menangkap aroma kandang kuda (aroma
yang terasa sangat manis, jujur, seperti rumah ketika ditemui di
tempat seperti Dunia Bawah) ketika Eustace berkata, “Ya ampun!
Lihat itu!” Roket besar terbang entah dari mana di luar dinding-
dinding istana dan pecah menjadi bintang-bintang hijau.
“Kembang api!” kata Jill dengan nada heran.
“Ya,” kata Eustace, “tapi kau tidak mungkin membayangkan para
earthman itu memasangnya untuk bersenang-senang! Itu pasti tanda.”
“Dan pasti artinya tidak bagus bagi kita, menurutku,” kata
Puddleglum.
“Teman-teman,” kata sang pangeran, “ketika seseorang sudah
memulai petualangan seperti itu, dia harus mengucapkan selamat
tinggal pada harapan dan ketakutan, kalau tidak kematian atau
penyelamatan akan datang terlambat untuk menyelamatkan
kehormatan dan akal sehatnya. Ho, kudaku yang cantik.” (Sekarang
dia membuka pintu kandang.) “Hei, saudara! Tenang, Coalblack!
Tenang sekarang, Snowflake! Kau tidak akan dilupakan.”

146 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Kedua kuda ketakutan karena cahaya-cahaya dan suara-suara yang
aneh. Jill, yang begitu ketakutan masuk di lubang hitam antara satu
gua dan gua lain, maju tanpa takut di antara kedua binatang yang
mengentak-entakkan kaki dan mendengus-dengus itu, dan dia serta
sang pangeran memasang pelana dan kekang dalam beberapa menit
saja. Kedua hewan itu tampak sangat gagah ketika keluar ke halaman,
menggelengkan kepala mereka. Jill menunggangi Snowflake, dan
Puddleglum naik ke belakangnya. Eustace naik ke belakang sang
pangeran di punggung Coalblack. Kemudian dengan gema ketukan
kaki yang menggemuruh, mereka keluar dari gerbang utama ke
jalanan.
“Tidak banyak bahaya akan terbakar. Itu sisi bagusnya,” kata
Puddleglum mengamati, menunjuk ke kanan. Di sana, kurang dari
seratus meter jauhnya, mencercah ke dinding-dinding rumah, air.
“Beranilah!” kata sang pangeran. “Jalan ke sana menurun curam.
Air baru naik sampai tengah bukit paling besar kota ini. Air bisa naik
setinggi itu dalam setengah jam pertama dan tidak bisa naik lebih
tinggi lagi dalam dua jam berikutnya. Aku lebih mengkhawatirkan itu
“ dan dia menunjuk dengan pedangnya ke arah earthman tinggi besar
yang membawa gading babi hutan, diikuti enam earthman dengan
berbagai bentuk dan ukuran yang baru saja keluar dari jalan samping
dan melangkah ke bayangan rumah tempat tidak ada yang bisa
melihat mereka.
Sang pangeran memimpin mereka, selalu menuju ke arah cahaya
merah tapi sedikit ke arah kirinya. Rencananya adalah mengitari api
(kalau itu memang api) ke arah dataran yang lebih tinggi, dengan
harapan mereka bisa menemukan jalan ke lorong yang baru digali.
Tidak seperti ketiga temannya, Rilian hampir seperti sedang
bersenang-senang. Dia bersiul sambil berkuda, dan menyanyikan
bagian-bagian lagu lama tentang Corin si Tinju Petir dari Archenland.
Sebenarnya, dia begitu senang terbebaskan dari kutukan yang begitu

147 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
lama sehingga semua bahaya lain menjadi seperti permainan belaka.
Tapi teman-temannya merasa perjalanan itu mengerikan.
Di belakang mereka ada suara tabrakan dan tumbukan kapal-kapal,
serta gemuruh bangunan-bangunan runtuh. Di atas mereka ada petak-
petak besar cahaya suram di langit-langit Underworld. Di depan ada
kilau cahaya misterius, yang sepertinya tidak mendekat. Dan arah
yang sama samar-samar datang jeritan, teriakan, panggilan, tawa,
pekikan, dan bentakan yang terus-menerus. Dan berbagai macam
kembang api terbang ke udara. Tidak ada yang bisa menebak apa
artinya.
Lebih dekat pada mereka, sebagian kota diterangi cahaya merah,
dan sebagian dengan cahaya yang sa ngat berbeda yang datang dari
lampu-lampu gnome ya ng mengerikan. Tapi ada banyak tempat yang
tidak dit erangi cahaya mana pun, dan tempat-tempat itu gelap total.
Dan keluar masuk tempat-tempat itu para earthm an mengendap dan
menyelinap, selalu dengan tatapan menusuk para petualang, selalu
berusaha menyembun yikan diri mereka sendiri. Ada wajah-wajah
yang besar dan yang kecil, mata-mata yang besar seperti ikan dan
kecil seperti beruang. Ada bulu-bulu dan rambut-rambut kaku, tanduk
dan taring, hidung tipis dan dagu begitu panjang sehingga tampak
seperti janggut. Sesekali sekelompok earthman terlalu besar atau
terlalu dekat.
Kemudian sang pangeran akan menghunus pedangnya dan berpura-
pura akan mengejar mereka. Dan makhluk-makhluk itu, dengan
segala jenis cicitan, jeritan, dan decakan, akan menghilang dalam
kegelapan.
“Tapi ketika mereka telah mendaki banyak jalanan curam dan sudah
jauh dari banjir, dan nyaris keluar dari kota di sisi datarannya, situasi
menjadi semakin gawat. Mereka sekarang sudah dekat cahaya merah
itu dan hampir sejajar dengannya, meskipun mereka belum bisa
melihat apa sesungguhnya sumber cahaya itu. Tapi dengan sinarnya
148 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mereka bisa melihat para musuh dengan lebih jelas. Ratusan-mungkin
ribuan--gnome semua bergerak ke arahnya. Tapi mereka
melakukannya dengan bergelombang, dan kapan pun mereka
berhenti, mereka berpaling dan menatap para petualang.
“Kalau Yang Mulia minta pendapatku,” kata Puddleglum,
“menurutku mereka bermaksud memotong Plan kita di depan.”
“Itu juga yang kupikirkan, Puddleglum,” kata sang pangeran. “Dan
kita tidak akan bisa menembus berigu banyak. Beranilah! Marl kita
maju sampai ke ujung rumah itu. Dan saat mencapainya,
berlindunglah pada bayangannya. Gadis ini dan aku akan maju sedikit
lagi. beberapa makhluk jahat ini akan mengikuti kami, aku tidak ragu.
Mereka rapat di belakang kita. Kau, yang bertangan panjang, hajarlah
sebanyak mungkin, saat mereka melewati persembunyianmu. Kita
bisa mendapat cerita yang sesungguhnya atau tahu apa yang membuat
mereka ingin menyerang kita.”
“Tapi tidakkah yang lain akan menyerang kita untuk
menyelamatkan yang kita tangkap?” tanya Jill dengan suara yang
tidak seberani yang diusahakannya.
“Kalau begitu, Madam,” kata sang pangeran, “kau akan melihat
kami mau di sekelilingmu, dan kau harus menyerahkan dirimu pada
sang singa. Sekarang, Puddleglum yang baik.”
Si marsh-wiggle menyelinap ke dalam baying-bayang secepat
kucing. Yang lain, selama beberapa saat yang memualkan, terus maju
dengan tenang. Kemudian tiba-tiba dari belakang mereka terdengar
jeritan yang mengerikan, bercampur dengan suara familier
Puddleglum, berkata, “Nah! Jangan menjerit sebelum disakiti, atau
kau akan benar-benar disakiti, tahu? Siapa pun bisa mengira itu jeritan
babi disembelih.”
“Perburuan yang baik,” puji sang pangeran, langsung memutar
Coalblack dan kembali ke sudut rumah. “Eustace,” katanya,
149 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“tolonglah, pegang kendali Coalblack.” Kemudian dia turun, dan
ketiganya menatap dalam diam ketika Puddleglum menarik
tangkapannya ke luar ke bawah penerangan cahaya. Gnome itu sangat
kecil dan menyedihkan, hanya kira-kira setinggi satu meter. Dia
memiliki semacam jengger ayam (tapi keras), di bagian atas
kepalanya, mata merah muda yang kecil, dan mulut serta dagu begitu
besar dan bundar sehinga wajahnya tampak seperti kuda nil mini.
Kalau saja mereka tidak berada dalam situasi yang begitu gawat,
mereka pasti tertawa terbahak-bahak ketika melihatnya.
“Nah, earthman,” kata sang pangeran, berdiri di depannya dengan
pedang diacungkan sangat dekat dengan leher si tawanan, “bicaralah,
seperti gnome yang jujur, dan kau boleh bebas. Berbohong pada kami,
dan kau akan mati. Puddleglum yang baik, bagaimana dia bisa bicara
kalau kau mendekap mulutnya begitu erat?”
“Tidak bisa bicara, dan dia tidak bisa menggigit juga,” kata
Puddleglum. “Kalau saja aku punya tangan manusia yang payah dan
lembek (maafkan aku, Yang Mulia) aku pasti sudah berdarah-darah
sekarang. Tapi bahkan marshwiggle pun capek digigit-gigit.”
“Baiklah,” kata sang pangeran pada si gnome, “sekali gigit dan kau
mati. Buka mulutnya, Puddleglum.”
“Oo-ee-ee,” cicit si earthman, “bebaskan aku, bebaskan aku. Bukan
aku. Aku tidak melakukannya.”
“Tidak melakukan apa?” tanya Puddleglum.
“Apa pun yang Yang Mulia katakan aku lakukan,” jawab makhluk
itu.
“Beritahu namamu,” kata sang pangeran, “dan apa yang para
earthman lakukan hari ini.”
“Oh, ampun, Yang Mulia, tolong, orang-orang baik,” gagap si
gnome. “Berjanjilah jangan beritahu Ratu apa pun yang kukatakan.”
150 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Sang Ratu, seperti kau menyebutnya,” kata sang pangeran tegas,
“sudah mati. Aku sendiri yang membunuhnya.”
“Apa?” jerit si gnome, membuka mulutnya yang aneh lebar-lebar
karena terkejut. “Mati? Penyihir itu sudah mati? Dan dibunuh Yang
Mulia!” Dia mengembuskan napas lega dan menambahkan, “Wah,
kalau begitu Yang Mulia teman kami!”
Sang pangeran menurunkan pedangnya sedikit. Puddleglum
membiarkan makhluk itu duduk. Dia menatap berkeliling ke keempat
petualang dengan mata merahnya yang berkejap-kejap, tertawa sekali-
dua kali, dan memulai.
***

151 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB EMPAT BELAS
Dasar Dunia

“NAMAKU Golg,” kata si gnome. “Dan aku akan memberitahu


Yang Mulia semua yang kuketahui. Kira-kira satu jam yang lalu kami
semua sedang melakukan pekerjaan kami--pekerjaan wanita itu, aku
harus bilang--sedih dan diam, sama seperti yang kami lakukan sehari-
hari selama bertahun-tahun. Kemudian terdengar ledakan dan
dentuman keras. Begitu mereka mendengarnya, semua berkata pada
dirinya sendiri, aku sudah sangat lama tidak bernyanyi, menari, atau
menjerit, apa itu? Dan semuanya berpikir sendiri, Wah, aku pasti
dikutuk. Kemudian semua berkata pada dirinya sendiri, Aku sam a
sekali tidak tahu mengapa aku membawa beban ini, dan aku tidak
akan membawanya lebih jauh lagi: itu sa ja. Dan kami semua
membuang karung, bungkusan, da n peralatan kami. Kemudian semua
berbalik dan meliha t cahaya merah besar di situ. Dan semua berkata
pada dirinya sendiri, Apa itu? Dan semuanya menjawab send iri dan
berkata, Itu rekahan atau retakan yang terbuka dan cahaya hangat
yang menyenangkan datang dari d alamnya dari Dunia yang Sangat
Dalam, ribuan meter d i bawah kita.”
“Ya ampun,” kata Eustace, “apakah ada negeri lain lebih di
bawah?”
“Oh, ya, Yang Mulia,” kata Golg. “Tempat-tempat yang indah,
kami menyebutnya Tanah Bism. Negeri tempat kita berada sekarang,
negeri si penyihir, adalah apa yang kami sebut Tanah Dangkal. Ini
terlalu dekat dengan permukaan bagi kami. Ugh! Kau bahkan hampir
merasa tinggal di atas, di permukaan itu sendiri. Mengertilah, kami
gnome malang dari Bism yang dipanggil si penyihir ke sini dengan
sihir untuk melakukan pekerjaan baginya. Tapi kami melupakan
semua itu sampai ledakan itu terdengar dan kutukan dipatahkan. Kami

152 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
tidak tahu siapa kami atau di mana tempat kami. Kami tidak bisa
melakukan apa pun, atau memikirkan apa pun, kecuali apa yang dia
masukkan ke kepala kami. Dan hal-hal suram dan menyedihkanlah
yang dia masukkan di sana bertahun-tahun ini. Aku hampir lupa
bagaimana bercanda atau menari. Tapi begitu ledakan itu terdengar
dan rekahan terbuka dan taut mulai naik, semua itu kembali. Dan
tentu saja kami semua pergi secepat yang kami bisa untuk menuruni
rekahan dan pulang ke tempat kami sendiri. Dan kau bisa melihat
mereka di sana meluncurkan roket dan berdiri dengan kepala untuk
menyatakan kegembiraan. Dan aku sangat memohon pada Yang
Mulia supaya segera membebaskanku supaya bisa bergabung dengan
mereka.”
“Kurasa ini hebat sekali,” kata Jill. “Aku sangat senang kita juga
membebaskan para gnome selain diri kita sendiri ketika kita
memenggal si penyihir! Dan aku sangat gembira mereka tidak lagi
mengerikan dan suram seperti sang pangeran dulu--yah,
penampilannya dulu.”
“Itu semua bagus sekali, Pole,” kata Puddleglum hati-hati. “Tapi
para gnome itu tidak tampak seperti kumpulan yang sedang melarikan
diri bagiku. Mereka lebih mirip formasi militer, kalau menurutku.
Tatap wajahku, Mr Golg, dan beritahu aku kau tidak sedang
mempersiapkan perang?”
“Tentu saja kami mempersiapkan perang, Yang Mulia,” kata Golg.
“Tahu bukan, kami tidak tahu si penyihir sudah mati. Kami pikir dia
akan memerhatikan dari istana. Kami berusaha menyelinap pergi
tanpa dilihat. Kemudian ketika kalian berempat keluar dengan pedang
terhunus dan kuda, tentu saja semua orang berkata pada dirinya
sendiri, Perang dimulai, karena tidak tahu bahwa Yang Mulia tidak
berpihak pada si penyihir. Dan kami sudah memutuskan untuk
berjuang sekuat tenaga daripada kehilangan harapan untuk kembali ke
Bism.”

153 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Aku percaya gnome ini jujur,” kata sang pangeran. “Bebaskan dia,
Puddleglum. Aku sendiri, Golg yang baik, telah dikutuk seperti
dirimu dan teman-temanmu, dan baru saja mendapat kesadaranku
lagi. Dan sekarang, satu pertanyaan lagi. Apakah kau tahu jalan ke
lorong yang baru digali itu, yang dimaksudkan si penyihir untuk
menjadi jalan tentara ke Dunia Atas?”
“Ee-ee-ee!” cicit Golg. “Ya, aku tahu jalan mengerikan itu. Aku
akan menunjukkan awalnya bagi kalian. Tapi tidak ada gunanya Yang
Mulia memintaku ikut dengan kalian ke sana. Aku lebih baik mati.”
“Kenapa?” tanya Eustace gugup. “Apa yang sangat mengerikan di
sana?”
“Terlalu dekat ke permukaan, ke luar,” kata Golg, menggigil.
“Itulah hal paling buruk yang dilakukan si penyihir pada kami. Kami
akan disuruh ke luar--ke dunia luar. Mereka bilang tidak ada atap di
sana, hanya kekosongan raksasa mengerikan yang disebut langit. Dan
penggalian sudah begitu jauh sehingga beberapa ayunan pacul bisa
membawamu ke sana. Aku tidak berani pergi ke dekatnya.”
“Hore! Kenapa tidak bilang dari tadi?” teriak Eustace, dan Jill
berkata, “Tapi di sana sama sekali tidak mengerikan. Kami
menyukainya. Kami tinggal di sana.”
“Aku tahu kalian, rakyat Dunia Atas, tinggal di sana,” kata Golg.
“Tapi kupikir itu karena kalian tidak bisa menemukan jalan ke bawah
ini. Kau tidak mungkin benar-benar menyukainya--merangkak-
rangkak ke sana kemari seperti serangga di atas tanah!”
“Bagaimana kalau menunjukkan jalan itu kepada kami sekarang
juga?” kata Puddleglum.
“Saat yang baik,” teriak sang pangeran. Seluruh rombongan
berangkat. Sang pangeran kembali menunggangi kudanya,
Puddleglum naik di belakang Jill, dan Golg memimpin di depan.

154 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Sambil berjalan, dia terus-menerus meneriakkan kabar baik bahwa si
penyihir sudah mati dan keempat orang Dunia Atas ini tidak
berbahaya. Dan mereka yang mendengarnya dari Golg
meneriakkannya pada yang lain, sehingga dalam beberapa menit
seluruh Dunia Bawah penuh teriakan dan jerikan, dan ratusan bahkan
ribuan gnome, melompat, berputar-putar, berdiri dengan kepala,
bermain lompat kodok, dan melepaskan kembang api besar,
mengerumuni Coalblack dan Snowflake. Dan sang pangeran harus
menceritakan kisah kutukan dan pembebasannya sendiri paling tidak
sepuluh kali.
Dengan cara ini mereka mencapai sisi rekahan. Rekahan itu kira-
kira tiga ratus meter panjangnya dan mungkin enam puluh meter
lebarnva. Mereka turun dari kuda dan mendekati tepiannya, dan
melihat ke dalamnya. Panas yang kuat menerpa wajah mereka,
bercampur aroma yang tidak mirip apa pun yang pernah mereka cium.
Aroma itu kaya, tajam, menyenangkan, dan membuatmu bersin.
Dalamnya rekangan itu begitu terang sehingga awalnya membuat
silau mata dan mereka tidak bisa melihat apa-apa. Ketika sudah
terbiasa, mereka merasa bisa melihat sungai api, dan, di tepian sungai
itu, sesuatu yang mirip lading-ladang dan kebun-kebun yang
berpendar panas tak tertahankan--meskipun mereka tampak suram
bila dibandingkan dengan sungai. Ada warna biru, merah, hijau, dan
putih semua berbaur jadi satu: kaca bias yang sangat baik dengan
matahari tropis menyinarinya di tengah hari bisa memberikan efek
yang sama. Menuruni sisi kasar rekahan itu, tampak hitam seperti
lalat dalam semua cahaya terang itu, ratusan earthman sedang
bergerak.
“Yang Mulia,” kata Golg (dan ketika mereka berpaling untuk
melihatnya, mereka tidak bisa melihat apa pun kecuali kegelapan
beberapa saat, mata mereka harus membiasakan diri). “Yang Mulia,
kenapa kalian tidak ikut turun ke Bism? Kalian akan jauh lebih
bahagia di sana daripada di negeri dingin, tanpa perlindungan, dan
155 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
telanjang di atas. Atau paling tidak, turunlah untuk sekadar kunjungan
singkat.”
Jill berpikir yang lain tidak akan mendengarkan tawaran itu sama
sekali. Tapi dengan ketakutan dia mendengar sang pangeran berkata:
“Sungguh, Golg yang baik, aku setengah berpikir akan turun ke
sana bersamamu. Karena ini petualangan yang sangat menarik, dan
mungkin tidak pernah ada manusia fana yang melihat Bism sebelum
ini atau punya kesempatan ini lagi. Dan aku tidak tahu bagaimana,
saat tahun-tahun berlalu, aku bisa menanggung ingatan bahwa aku
pernah mendapat kesempatan untuk masuk ke bagian terdalam Bumi
dan tidak mengambil kesempatan itu. Tapi bisakah manusia tinggal di
sana? Kau tidak berenang di sungai api itu, bukan?”
“Oh, tidak, Yang Mulia. Kami tidak melakukannya. Hanya
salamander yang tinggal dalam api.”
“Binatang apa salamander kalian itu?” tanya sang pangeran.
“Sulit menjelaskannya, Yang Mulia,” kata Golg. “Karena mereka
begitu panas sehingga putih dan sulit dilihat. Tapi mereka mirip naga-
naga kecil. Mereka bicara pada kami dari dalam api. Mereka sangat
pandai bicara: sangat cerdik dan bisa bicara dengan jelas.”
Jill melirik cepat kepada Eustace. Dia merasa yakin temannya itu
bahkan lebih tidak menyukai ide masuk ke rekahan itu daripada
dirinya. Semangatnya hilang ketika melihat wajah Eustace agak
berbeda. Dia lebih mirip sang pangeran daripada Scrubb lama di
Sekolah Eksperimen. Karena semua petualangannya, dan hari-hari
ketika dia berlayar bersama Raja Caspian, kembali padanya.
“Yang Mulia,” katanya. “Kalau teman lamaku, Reepicheep si tikus
ada di sini, dia pasti berkata kita tidak bisa menolak petualangan ke
Bism tanpa kehilangan kehormatan kita.”

156 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Turun di sini,” kata Golg, “aku bisa menunjukkan pada kalian
emas sungguhan, perak sungguhan, berlian sungguhan.”
“Huh!” kata Jill kasar. “Seolah kita tidak tahu bahwa kita berada di
bawah tambang paling dalam bahkan di sini pun.”
“Ya,” kata Golg. “Aku pernah mendengar goresan-goresan kecil di
pasir yang kalian Orang-orang Atas sebut tambang. Tapi di situlah
kalian mendapat emas mati, perak mati, batu-batu mulia mati. Di
Bism sana kami memilikinya hidup dan berkembang. Di sana aku
akan memetikkan segerumbul batu delima yang bisa kalian makan
dan memeraskan secangkir penuh jus berlian. Kalian tidak akan
peduli lagi pada harta karun yang dingin dan mati dari tambang-
tambang dangkal kalian setelah mencoba yang masih hidup di Bism.”

“Ayahku pergi ke ujung dunia,” kata Rilian sampai berpikir.


“Bukankah hebat kalau putranya pergi ke dasar dunia.”
“Kalau Yang Mulia ingin melihat ayahmu saat dia masih hidup,
yang kurasa pasti akan membuatnya senang,” kata Puddleglum,
“sudah saatnya kita kembali ke jalur penggalian itu.”
“Dan aku tidak mau turun ke lubang itu, apa pun yang dikatakan
orang,” tambah Jill.
“Wah, kalau Yang Mulia memang sudah siap kembali ke Dunia,”
kata Golg, “ada sebagian jalan yang lebih rendah daripada ini. Dan
mungkin, kalau banjir masih terus naik “
“Oh, ayo, ayo, ayo jalan!” kata Jill memohon.
“Aku khawatir itulah yang harus kita lakukan,” kata sang pangeran
sambil mendesah. “Tapi aku meninggalkan setengah hatiku di Tanah
Bism.”
“Tolonglah!” kata Jill memohon.

157 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Di mana jalannya?” tanya Puddleglum.
“Ada lampu sepanjang jalan ke sana,” kata Golg. “Yang Mulia bisa
melihat awal jalan itu di sisi jauh rekahan ini.”
“Berapa lama lampu itu akan menyala?” tanya Puddleglum.
Saat itu suara mendesis seperti suara api (mereka bertanya-tanya
setelahnya apakah itu suara salamander) datang mengambang dari
kedalaman Bism.
“Cepat! Cepat! Cepat! Ke jurang, ke jurang, ke jurang!” katanya.
“Rekahan ini menutup. Dia menutup. Dia menutup. Cepat! Cepat!”
Dan di saat yang sama, dengan derakan yang menulikan telinga,
batu-batu bergerak. Saat mereka memerhatikan, rekahan itu sudah
semakin sempit. Dari setiap sisi para gnome yang terlambat berlari ke
arahnya. Mereka tidak menunggu untuk menuruni tebingnya. Mereka
melompat kepala terlebih dulu dan, entah karena semburan udara
panas yang begitu kuat dari bawah, atau alasan yang lain, mereka bisa
terlihat mengambang turun seperti daun-daun. Semakin banyak dan
semakin banyak mereka mengambang, sehingga kegelapan hampir
menutupi sungai api dan kilauan batu-batu mulia yang hidup.
“Selamat tinggal, Yang Mulia. Aku pergi,” teriak Golg, dan
melompat. Hanya sedikit yang tinggal untuk mengikutinya. Rekahan
itu sekarang tidak lebih lebar daripada kali kecil. Sekarang dia setipis
rekahan di pilar. Sekarang dia hanya seutas benang yang sangat
terang. Kemudian, dengan getar seperti ribuan kereta menabrak
ribuan pasang bemper, bibir batu itu menutup. Aroma panas yang
membuat gila itu menghilang. Para petualang sendirian di Dunia
Bawah yang sekarang tampak jauh lebih gelap daripada sebelumnya.
Pucat, remang-remang, dan mati, lampu-lampu memberi tanda arah
jalan.

158 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Sekarang,” kata Puddleglum, “sepuluh banding satu kita sudah
tinggal terlalu lama, tapi lebih baik kita tetap mencoba. Lampu-lampu
itu akan mati dalam beberapa menit lagi, aku tidak heran.”
Mereka memacu kuda sampai berlari dan berderap di jalan yang
gelap dengan gagah. Tapi jalan itu hampir langsung menurun lagi.
Mereka pasti berpikir Golg menunjukkan arah yang salah kalau saja
tidak melihat, di sisi lain lembah, lampu-lampu berjajar mendaki
sejauh yang bisa mereka lihat. Tapi di dasar lembah lampu-lampu
menerangi air yang bergerak.
“Hati-hati,” kata Pangeran. Mereka berlari menuruni bukit. Keadaan
pasti cukup menakutkan di dasar lima menit kemudian karena air naik
merambah lembah seperti berkejaran, dan kalau harus berenang,
kuda-kuda tidak mungkin menang. Tapi saat itu air baru tiga puluh
sampai lima puluh sentimeter tingginya, dan meskipun air menampar-
nampar kaki-kaki kedua kuda, mereka bisa mencapai sisi seberang
dengan selamat.
Lalu dimulailah perjalanan naik yang lambat dan melelahkan tanpa
pemandangan apa pun kecuali lampu-lampu pucat yang mendaki dan
terus mendaki sejauh yang bisa dilihat. Ketika mereka melihat ke
belakang mereka bisa melihat air meluas. Seluruh bukit di Dunia
Bawah sekarang menjadi pulau, dan hanya di pulau-pulau itulah
lampu tetap menyala. Setiap saat ada lampu yang padam. Tidak lama
kemudian ada kegelapan total di mana-mana kecuali di jalan yang
mereka ikuti, dan bahkan di bagian yang lebih rendah di belakang
mereka, meskipun belum ada lampu yang mati, cahaya lampu
menerangi air.
Meskipun mereka punya alasan yang kuat untuk terburu-buru,
kedua kuda tidak bisa terus tanpa istirahat. Mereka berhenti: dan
dalam keheningan mereka bisa mendengar suara debur air.

159 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Aku ingin tahu apakah--siapa namanya itu--Bapak Waktu--sudah
tenggelam sekarang,” kata Jill. “Dan semua binatang yang tidur itu.”
“Kurasa kita belum setinggi itu,” kata Eustace. “Tidakkah kauingat
bagaimana kita harus berjalan turun terus untuk mencapai laut tanpa
matahari? Kurasa air belum mencapai gua Bapak Waktu.”
“Itu mungkin saja,” kata Puddleglum. “Aku lebih tertarik pada
lampu-lampu di jalan Kelihatannya agak pucat, bukan?”
“Mereka selalu begitu,” kata Jill.
“Ah,” kata Puddleglum. “Tapi mereka lebih hijau sekarang.”
“Kau tidak berpikir mereka akan mati, bukan?” teriak Eustace.
“Yah, bagaimanapun cara kerja mereka, kau tidak bisa berharap
mereka bisa bertahan selamanya, bukan?” jawab si marsh-wiggle.
“Tapi jangan biarkan itu merusak semangatmu, Scrubb. Aku juga
memerhatikan air, dan kurasa air tidak naik secepat tadi.”
“Itu cukup menghibur, teman,” kata sang pangeran. “Kalau kita
tidak bisa menemukan jalan keluar. Aku minta maaf. Akulah yang
harus disalahkan karena kesombongan dan fantasiku yang menunda
perjalanan kita di mulut jalan masuk ke Tanah Bism. Nah, sekarang
mari kita terus.”
Selama kira-kira sejam selanjutnya, Jill kadang-kadang berpikir
Puddleglum benar tentang lampu-lampu, dan kadang-kadang berpikir
itu hanya imajinasinya. Sementara itu, dataran berubah. Langit-langit
Dunia Bawah begitu dekat sehingga bahkan dengan cahaya temaram
itu mereka sekarang bisa melihatnya dengan cukup jelas. Dan
dinding-dinding kasar raksasa Dunia Bawah bisa dilihat semakin
mendekat di kedua sisi. Jalan itu membawa mereka ke terowongan
terjal. Mereka mulai melewati pacul, sekop, kereta dorong, dan tanda-
tanda lain bahwa penggali baru saja meninggalkan kerja mereka.
Kalau mereka bisa yakin akan keluar, ini semua sangat
160 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menggembirakan. Tapi pikiran akan masuk ke lubang yang akan
semakin sempit dan semakin sempit, dan sulit berbalik kembali,
sangat tidak menyenangkan.
Akhirnya langit-langit begitu rendah sehingga kepala Puddleglum
dan sang pangeran menghantamnya. Mereka turun dari kuda dan
menuntunnya. Jalan tidak rata dan mereka harus maju dengan hati-
hati. Saat itulah Jill memerhatikan kegelapan yang semakin merata.
Tidak ragu lagi sekarang. Wajah-wajah teman-temannya tampak aneh
dan menakutkan dalam cahaya hijau. Kemudian tiba-tiba (dia tidak
bisa menahannya) Jill menjerit pelan. Lampu-lampu, yang di depan
mereka, mati semua. Lampu-lampu di belakang mereka juga.
Kemudian mereka berada dalam kegelapan total.
“Beranilah, teman-teman,” terdengar suara Pangeran Rilian. “Entah
kita hidup atau mati, Aslan akan melindungi kita.”
“Itu benar, Sir,” kata suara Puddleglum. “Dan kalian harus selalu
ingat bahwa ada satu hal baik dalam terperangkap dl bawah ini: kita
menghemat biaya penguburan.”
Jill diam saja. (Kalau kau tidak ingin yang lain tahu betapa takutnya
dirimu, ini selalu tindakan bijaksana untuk dilakukan, karena
suaramulah yang akan mengkhianatimu.)
“Kita bisa saja terus atau tetap berdiri di sini,” kata Eustace. Dan
ketika mendengar getar dalam suara temannya, Jill tahu betapa
bijaksana dirinya untuk diam saja.
Puddleglum dan Eustace maju terlebih dulu dengan tangan
diulurkan ke depan, karena takut akan menabrak sesuatu. Jill dan sang
pangeran mengikuti, sambil menuntun kuda-kuda.
“Wah,” terdengar suara Eustace lama kemudian, “apakah mataku
yang aneh atau ada petak cahaya di sana?”

161 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Sebelum yang lain bisa menjawabnya, Puddleglum berteriak, “Stop.
Aku mencapai jalan buntu. Dan ini tanah, bukan batu. Apa yang
kaukatakan, Scrubb?”
“Demi sang singa,” kata sang pangeran, “Eustace benar. Ada sejenis

“Tapi bukan cahaya siang,” kata Jill. “Itu cahaya biru yang dingin.”
“Lebih baik daripada tidak sama sekali,” kata Eustace. “Bisakah
kita keluar mencapainya?”
“Letaknya tidak tepat di atas,” kata Puddleglum. “Cahaya itu di atas
kita, tapi letaknya dalam dinding yang kutabrak ini. Bagaimana, Pole,
kalau kau naik ke bahuku dan mencari tahu apakah kau bisa
meraihnya?”
***

162 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB LIMA BELAS
Jill Hilang

PETAK cahaya itu tidak menerangi apa pun dalam kegelapan


tempat mereka berdiri. Yang lain hanya bisa mendengar, bukan
melihat, upaya Jill naik ke punggung si marsh-wiggle. Mereka
mendengarnya berkata, “Kau tidak perlu mencolokkan jarimu ke
mataku,” dan, “Atau memasukkan kakimu ke mulutku,” dan, “Ya,
sudah benar,” dan, “Sekarang, aku akan memegangi kakimu. Jadi
tanganmu bebas untuk berpegangan pada dinding tanah.”
Kemudian mereka mendongak dan segera melihat siluet hitam
kepala Jill di petak cahaya itu.
“Bagaimana?” mereka semua berteriak gugup.
“Ini lubang,” teriak suara Jill. “Aku bisa keluar dari situ kalau lebih
tinggi.”
“Apa yang kaulihat melaluinya?” tanya Eustace.
“Belum banyak,” kata Jill. “Puddleglum, lepaskan kakiku supaya
aku bisa berdiri di bahumu bukannya duduk. Aku bisa
menyeimbangkan diriku dengan berpegangan di dinding.”
Mereka bisa mendengar dia bergerak kemudian lebih banyak bagian
dirinya yang kelihatan di bawah cahaya abu-abu lubang itu. Bahkan
seluruh tubuhnya sampai ke pinggang.
“Hore..” Jill memulai, tapi tiba-tiba kata-katanya terpotong jeritan:
bukan jeritan keras. Kedengarannya mulutnya tertutup atau ada
sesuatu yang disumbatkan kepadanya. Setelah itu suaranya kembali
dan sepertinya Jill berteriak sekeras mungkin, tapi mereka tidak bisa
mendengar kata-katanya. Dua hal terjadi pada saat yang sama. Petak
cahaya itu tertutup sama sekali beberapa saat, dan mereka bisa
163 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mendengar suara derakan dan perkelahian, dan suara si marsh-wiggle
berteriak, “Cepat! Tolong! Pegang kakinya! Ada yang menariknya.
Ini! Tidak, di sini. Terlambat!”
Lubang itu, dan cahaya yang dingin yang mengisinya sekarang jelas
lagi. Jill menghilang.
“Jill! Jill!” teriak mereka panik, tapi tidak ada jawaban.
“Kenapa kau melepaskan kakinya?” kata Eustace.
“Aku tidak tahu, Scrubb,” gerutu Puddleglum. “Aku sudah kacau
sejak lahir, aku tidak heran. Nasib. Nasib menjadi pembunuh Pole,
sama seperti sudah nasibku makan Rusa yang Bisa Berbicara di
Harfang. Bukannya itu salahku juga, tentu saja.”
“Ini peristiwa paling memalukan dan menyedihkan yang terjadi
pada kita,” kata sang pangeran. “Kita telah mengirimkan gadis
pemberani itu ke tangan musuh dan tinggal di belakang demi
keamanan.”
“Jangan menganggapnya seburuk itu, Sir,” kata Puddleglum. “Kita
belum selamat dari kematian karena kelaparan di lubang ini.”
“Aku ingin tahu apakah aku cukup kecil untuk melalui lubang yang
dilalui Jill?” kata Eustace.
Yang sebenarnya terjadi pada Jill adalah ini. Begitu dia
mengeluarkan kepalanya dari lubang dia mendapati dirinya melihat ke
bawah seolah dari jendela lantai atas, bukannya ke atas seolah dari
pintu ruang bawah tanah. Dia sudah begitu lama berada dalam
kegelapan sehingga awalnya matanya tidak bisa mengenali apa yang
mereka lihat, kecuali bahwa dia tidak melihat di siang hari, kepada
dunia yang begitu ingin dilihatnya. Udara rasanya sangat dingin, dan
cahayanya pucat kebiruan. Juga ada banyak suara dan banyak benda
putih beterbangan di udara. Saat itulah dia berteriak pada Puddleglum
untuk membiarkannya berdiri pada bahu temannya itu.
164 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Setelah melakukannya, dia bisa melihat dan mendengar jauh lebih
baik. Suara-suara yang didengarnya ternyata ada dua jenis: entakan
ritmis beberapa kaki, dan musik empat alat gesek, tiga seruling, dan
sebuah drum. Dia juga bisa menempatkan diri dengan lebih baik. Dia
sedang melihat keluar dari lubang di gundukan terjal yang menurun
dan dasarnya kira-kira lima meter di bawahnya. Semuanya sangat
putih. Banyak orang bergerak. Kemudian Jill tersentak! Orang-orang
itu faun-faun kecil yang kurus, dan dryad dengan rambut berkibar
bermahkota daun. Sesaat mereka tampak seolah bergerak begitu saja,
kemudian Jill melihat mereka sebenarnya berdansa-dansa dengan
begitu banyak gerakan kaki yang sulit dan gerakan yang butuh waktu
untuk dimengerti.
Lalu tiba-tiba sekali dia menyadarinya, cahaya biru pucat itu cahaya
bulan, dan benda putih di tanah adalah salju. Dan tentu saja! Ada
bintang-bintang bersinar di langit hitam beku di atas sana. Dan benda-
benda hitam tinggi di belakang para penari adalah pohon-pohon.
Mereka bukan saja mencapai dunia luar, tapi juga keluar di tengah
Narnia. Jill merasa bisa pingsan karena senang, dan musik itu-- musik
liar itu, sangat manis tapi juga agak menakutkan , penuh sihir baik
seperti musik si penyihir penuh sihir jahat--membuatnya lebih
menyadari keberadaannya.
Semua ini butuh waktu lama untuk diceritakan, tapi tentu saja hanya
butuh sedikit waktu untuk dilihat. Jill berbalik hampir seketika untuk
berteriak pada yang lain, “Hore! Tidak apa-apa. Kita sudah di luar,
dan kita sudah sampai di rumah.” Tapi alasan dia tidak pernah
mengatakan lebih dari “Hore” adalah ini. Mengeliling para penari
adalah para dwarf, semua mengenakan pakaian yang terbaik,
kebanyakan berwarna merah dengan tudung berpinggiran bulu serta
pita emas dan bot besar berpinggiran bulu. Saat berjalan berkeliling,
dengan rajin mereka melempari bola-bola salju. (Itulah benda-benda
putih yang Jill lihat beterbangan di udara.) Mereka tidak

165 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
melemparkan bola-bola salju itu pada para penari seperti yang
mungkin dilakukan anak-anak nakal di Inggris.
Mereka melemparkan bola-bola salju itu di atas para penari dengan
pengaturan waktu sangat tepat dengan musiknya dan dengan bidikan
yang sangat baik sehingga semua penari berada pada tempat yang
tepat di saat yang tepat, sehingga tidak ada yang akan kena lemparan.
Ini disebut Tari Salju Besar dan dilakukan setiap tahun di Narnia di
malam terang bulan pertama ketika tanah telah tertutup salju. Tentu
saja ini juga sejenis permainan selain tarian, karena sesekali beberapa
penari akan bergerak agak salah dan wajah mereka akan kena
lemparan bola salju, kemudian semua akan tertawa. Tapi tim penari,
dwarf, dan pemusik yang baik bisa berjalan terus berjam-jam tanpa
sekali pun ada yang kena lempar. Di malam yang cerah ketika udara
dingin, pukulan genderang, suara burung hantu, dan cahaya bulan
membangkitkan darah hutan mereka yang liar dan membuatnya
semaki n liar, mereka akan berdansa sampai fajar. Aku berhar ap kau
bisa melihatnya sendiri.
Yang telah menghentikan Jill ketika mengatakan “Hore” adalah
tentu saja bola salju cukup besar yang melayang melintasi para penari
dari dwarf di sisi seberang dan menghantamnya tepat di mulut. Dia
tidak keberatan, dua puluh bola salju pun tidak bisa merusak suasana
hatinya saat itu. Tapi betapa gembiranya pun dirimu, kau tidak bisa
bicara dengan mulut penuh salju. Dan ketika, setelah meludah-ludah,
dia bisa bicara lagi, dia begitu gembira sehingga lupa bahwa yang
lain, masih dalam kegelapan di belakangnya, masih belum tahu kabar
gembira itu. Dia merangkak sejauh mungkin keluar lubang, dan
berteriak ke arah para penari.
“Tolong! Tolong! Kami terperangkap dalam bukit. Tolong bantu
kami keluar.”
Orang-orang Narnia yang tidak memerhatikan lubang kecil di sisi
bukit, tentu saja sangat terkejut, dan memandang ke beberapa arah
166 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
yang salah sebelum menemukan sumber suara itu. Tapi ketika melihat
Jill, mereka semua berlari ke arahnya, dan banyak yang merangkak
naik ke gundukan tanah, dan lebih dari selusin tangan diulurkan untuk
membantunya. Dan Jill memegang mereka dan dengan demikian
keluar dari lubang dan mulai menuruni gundukan tanah itu kepala
terlebih dulu, kemudian bangkit dan berkata:
“Oh, tolong bantu yang lain keluar. Ada tiga orang lain, selain kuda-
kuda. Dan salah satunya adalah Pangeran Rilian.”
Jill sudah berada di tengah kerumunan ketika mengatakan ini,
karena selain para penari ada berbagai makhluk yang menonton tarian
itu, dan tidak dilihatnya sebelumnya, yang berlari datang. Bajing-
bajing keluar dari pepohonan begitu banyak sehingga seperti hujan,
begitu juga para burung hantu. Landak berjalan secepat kaki pendek
mereka bisa membawa mereka. Beruang dan musang mengikuti
dengan langkah lebih pelan. Panther besar, menggerak-gerakkan
ekornya dengan gembira, adalah yang terakhir mengikuti rombongan
itu.
Tapi begitu mengerti apa yang dikatakan Jill, mereka semua
langsung sibuk.
“Pacul dan sekop, anak-anak, pacul dan sekop. Lari ambil peralatan
kita!” kata para dwarf, dan berlari masuk hutan secepat mungkin.
“Bangunkan Tikus Tanah, mereka hebat soal menggali. Mereka
hampir sama baiknya dengan dwarf,” kata seseorang.
“Apa yang dikatakannya tentang Pangeran Rilian?” kata yang lain.
“Hus!” kata si panther. “Anak malang itu gila, dan tidak heran
setelah tersesat dalam bukit. Dia tidak tahu apa yang dia katakan.”
“Benar,” kata seekor beruang tua. “Wah, dia bilang Pangeran Rilian
itu kuda!”

167 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Tidak, dia tidak bilang begitu,” kata seekor bajing dengan nada
sangat kurang ajar.
“Ya, dia bilang begitu,” kata bajing yang lain bahkan lebih kurang
ajar lagi.
“Itu b-b-b-benar. Ja-ja-jangan begitu bodoh,” kata Jill. Dia bicara
seperti itu karena giginya sekarang bergemeletuk karena dingin.
Dengan segera salah satu dryad memberinya mantel bulu yang
dijatuhkan dwarf ketika dia berlari untuk mengambil peralatan
tambangnya, dan faun yang baik berlari di antara pepohonan ke
tempat Jill bisa melihat cahaya api di mulut gua, untuk mengambilkan
minuman hangat baginya. Tapi sebelum faun itu kembali, semua
dwarf datang lagi dengan membawa sekop serta pacul dan langsung
bekerja di dinding bukit.
Kemudian Jill m endengar teriakan “Hai! Apa yang kalian lakukan?
Turun kan pedang itu,” dan, “Dia yang paling ganas, bukan?”
Jill buru-buru mendekat dan tidak tahu harus tertawa at au menangis
ketika melihat wajah Eustace, sangat puc at dan kotor, tampak dari
kegelapan lubang itu, dan tan gan kanan Eustace memegang pedang
yang diayunkannya pada siapa pun yang mendekatinya.
Karena tentu saja Eustace mengalami hal yang sangat berbeda
dengan Jill beberapa menit terakhir itu. Dia telah mendengar Jill
berteriak dan melihatnya menghilang entah ke mana. Seperti sang
pangeran dan Puddleglum, dia berpikir musuh menangkap Jill. Dan
dari bawah sana dia tidak bisa melihat bahwa cahaya biru pucat itu
cahaya bulan. Dia berpikir lubang itu hanya mengarah ke gua lain,
yang memiliki penerangan fosfor dan penuh makhluk-jahat-entah-apa
yang menghuni Dunia Bawah.
Jadi ketika dia membujuk Puddleglum untuk memanggulnya,
menghunus pedangnya, dan mengeluarkan kepalanya, dia melakukan

168 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
hal yang sangat berani. Yang lain mau saja melakukannya lebih dulu,
tapi lubang itu terlalu kecil bagi mereka. Eustace sedikit lebih besar,
dan jauh lebih kaku daripada Jill, jadi ketika dia melihat keluar dia
menghantamkan kepalanya pada puncak lubang dan membuat salju
runtuh ke wajahnya. Sehingga, ketika dia bisa melihat lagi, dan
melihat selusin makhluk mendatanginya secepat mereka bisa berlari,
tidak mengherankan dia berusaha mengusir mereka.
“Stop, Eustace, stop,” teriak Jill. “Mereka teman. Tidakkah
kaulihat? Kita keluar di Narnia. Semuanya baik-baik saja.”
Kemudian Eustace mengamati, dan minta maaf pada para dwarf
(dan para dwarf bilang tidak apa-apa), dan selusin tangan dwarf yang
kekar dan berbulu membantunya keluar seperti mereka membantu Jill
beberapa menit sebelumnya. Kemudian Jill merangkak naik gundukan
tanah itu dan memasukkan kepalanya pada lubang gelap itu dan
meneriakkan kabar gembira tersebut pada para tawanan. Saat
menjauh, dia mendengar Puddleglum bergumam, “Ah, Pole yang
malang. Ini semua terlalu berat baginya. Membuatnya gila, aku tidak
heran. Dia mulai melihat hal-hal yang tidak ada.”
Jill bergabung dengan Eustace dan mereka saling berjabat tangan
serta menghirup udara tengah malam dalam-dalam. Dan mantel
hangat dibawakan bagi Eustace juga minuman hangat, bagi keduanya.
Sementara mereka minum, para dwarf sudah membongkar tumpukan
salju dan tanah pada bukit itu di sekitar lubang awal, dan sekarang
suara sekop dan pacul bekerja sama riangnya dengan suara entakan
kaki faun dan dryad ketika menari sepuluh menit sebelumnya. Hanya
sepuluh menit!
Tapi Jill dan Eustace telah merasa semua bahaya yang mereka
hadapi dalam gelap, panas, rasa tanah pasti hanya mimpi. Di luar sini,
dalam udara dingin, dengan bulan dan bintang-bintang di atas
(bintang-bintang Narnia lebih dekat daripada bintang-bintang di dunia

169 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kita) dan dengan wajah-wajah ramah dan gembira di sekeliling
mereka, tidak ada yang bisa memercayai adanya Dunia Bawah.
Sebelum mereka menghabiskan minuman panas mereka, kira-kira
selusin tikus tanah, baru dibangunkan, masih sangat mengantuk, dan
tidak begitu gembira, tiba. Tapi begitu mereka mengerti
permasalahannya, mereka bergabung dengan penuh semangat.
Bahkan para faun pun membuat diri mereka berguna dengan
membawa tanah dalam keranjang-keranjang kecil, dan para bajing
berdansa dan melompat ke sana kemari dengan gembira, meskipun
Jill tidak pernah benar-benar mengerti apa sebenarnya yang mereka
lakukan. Beruang-beruang dan burung hantu cukup puas dengan
memberikan saran-saran, dan terus bertanya pada anak-anak apakah
mereka ingin masuk gua (di sanalah Jill melihat api tadi),
menghangatkan diri, dan makan malam. Tapi anak-anak tidak bisa
pergi sebelum melihat teman-teman mereka bebas.
Tidak ada orang di dunia kita yang bisa mengerjakan apa yang
dilakukan para dwarf dan Tikus Tanah yang Bisa Berbicara di Narnia,
tapi tentu saja, tikus tanah dan dwarf tidak menganggapnya pekerjaan.
Mereka suka menggali. Karena itulah tidak lama sebelum mereka bisa
membuka rekahan lebar gelap di sisi bukit. Dan dari kegelapan
keluarlah ke cahaya bulan--ini akan cukup mengerikan kalau mereka
tidak tahu siapa kedua makhluk itu pertama-tama, sosok tinggi,
berkaki panjang, bertopi kerucut, si marsh-wiggle, kemudian,
menuntun kedua kuda, Rilian sang pangeran.
Saat Puddleglum muncul, teriakan-teriakan terdengar dari segala
arah. “Wah, itu wiggle--wah, itu Puddleglum tua--Puddleglum tua
dari Rawa Timur--apa yang telah kaulakukan, Puddleglum?--ada
kelompok yang mencarimu--Lord Trumpkin memasang
pengumuman--ada hadiahnya!” Tapi semua ini terhenti, serentak,
menjadi keheningan, sama cepatnya suara menghilang di asrama yang

170 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
nakal kalau kepala sekolah membuka pintu. Karena sekarang mereka
melihat sang pangeran.
Tidak ada yang meragukan siapa dirinya. Ada banyak binatang,
dryad, dwarf, dan faun yang mengingatnya dari hari-hari sebelum dia
dikutuk. Ada beberapa yang cukup tua dan bisa mengingat bagaimana
ayahnya, Raja Caspian, waktu masih muda, dan melihat
kemiripannya. Tapi kurasa dia pasti mengenalinya. Meskipun dia
pucat karena penahanan yang lama di Dunia Bawah, berpakaian
hitam, berdebu, kusut, dan lelah, ada sesuatu pada wajahnya yang
tidak mungkin salah dimengerti. Itulah pancaran karisma semua Raja
Narnia yang sejati, yang memerintah dengan berkah Aslan dan duduk
di Cair Paravel dl takhta Peter sang Raja Agung. Segera semua kepala
tertunduk dan semua lutut tertekuk, sesaat kemudian semua berteriak
dan menjerit, melompat-lompat dan menari-nari gembira, berjabat
tangan, berciuman, dan berpelukan, sehingga mata Jill berkaca-kaca.
Hasil perjalanan mereka ternyata pantas bagi semua rasa sakit yang
mereka alami.
“Kumohon, Yang Mulia,” kata dwarf yang paling tua, “ada upaya
menyediakan makan malam di gua di sana, disiapkan untuk akhir Tari
Salju “
“Tentu saja, dwarf yang baik,” kata sang pangeran. “Karena belum
pernah ada pangeran, kesatria, orang-orang baik, atau beruang yang
begitu lapar seperti yang kami berempat alami malam ini.”
Seluruh kerumunan itu mulai bergerak melalui pepohonan ke arah
gua. Jill mendengar Puddleglum berkata pada mereka yang
mengelilinginya. “Tidak, tidak, ceritaku harus menunggu. Tidak ada
yang pantas dibicarakan tentang diriku. Aku ingin mendengar berita.
Jangan menceritakannya padaku dengan hati-hati, karena aku lebih
suka mendengar semuanya sekaligus. Apakah kapal sang raja karam?
Ada kebakaran hutan? Tidak ada perang di perbatasan Calormen?
Atau ada beberapa naga, aku tidak akan heran?” Dan semua makhluk
171 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
itu tertawa keras-keras dan berkata, “Bukankah itu benar-benar kata-
kata marsh-wiggle?”
Kedua anak hampir jatuh karena lelah dan lapar, tapi kehangatan
gua, dan penampilannya saja, dengan perapian di dinding, lemari,
cangkir-cangkir, piring-piring saji, dan piring-piring makan di lantai
batu yang halus, sama seperti dalam dapur rumah pertanian,
menyegarkan mereka sedikit. Tapi tetap saja, mereka sudah lelap
ketika makan malam disiapkan. Dan sementara mereka tidur,
Pangeran Rilian menceritakan seluruh petualangannya pada binatang-
binatang dan dwarf yang lebih tua dan bijaksana.
Dan sekarang mereka semua mengerti, bagaimana si penyihir jahat
(tidak ragu lagi pasti sejenis dengan Penyihir Putih yang membuat
Musim Dingin Panjang di Narnia dulu sekali) telah merencanakan
semua ini, pertama-tama membunuh ibu Rilian kemudian mengutuk
Rilian sendiri. Dan mereka mengerti bagaimana si penyihir telah
menggali ke bawah Narnia dan akan menyerang lalu memimpinnya
melalui Rilian: dan bagaimana Rilian tidak pernah membayangkan
bahwa negeri yang diberikan si penyihir padanya (dia menjadi raja,
tapi sebenarnya tetap budak si penyihir) adalah negerinya sendiri.
Dan dari cerita anak-anak, mereka melihat bagaimana si penyihir
bersekutu dan berteman dengan para raksasa berbahaya di Harfang.
“Dan pelajaran bagi kita semua, Yang Mulia,” kata dwarf yang paling
tua, “adalah semua penyihir dari utara itu punya maksud yang sama,
tapi setiap zaman mereka punya rencana yang berbeda untuk
memperolehnya.”
***

172 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BAB ENAM BELAS
Penyembuhan

KETIKA bangun keesokan paginya dan mendapati dirinya berada


dalam gua, untuk sesaat yang mengerikan, Jill mengira dirinya
kembali berada di Dunia Bawah. Tapi ketika melihat dia berbaring di
kasur isi tanaman heather dengan mantel bulu menyelimuti dirinya,
dan melihat api yang menyenangkan menyala (seolah baru
dinyalakan) di perapian baru dan, lebih jauh lagi, sinar matahari pagi
datang dari mulut gua, dia ingat semua keadaan yang menyenangkan
itu. Mereka telah makan malam dengan enak, semua berdesakan
dalam gua itu, meskipun sudah sangat mengantuk sebelum semua
berakhir. Samar-samar dia ingat para dwarf berkumpul di sekeliling
api dengan penggorengan lebih besar daripada diri mereka sendiri,
dan suara desis serta aroma nikmat sosis.
Dan bukan sosis payah yang separonya terisi kacang kedelai pula,
tapi benar-benar sosis daging berbumbu, gemuk, panas, dan hanya
sedikit gosong. Dan gelas besar penuh cokelat panas, dan kentang
panggang, chestnut panggang, apel bakar dengan kismis mengisi
tempat yang tadinya berisi bijinya, dan es untuk menyegarkanmu
setelah semua makanan panas itu.
Jill duduk dan memandang ke sekeliling. Puddleglum dan Eustace
berbaring tidak jauh, keduanya masih tidur nyenyak. “Hai, kalian
berdua!” teriak Jill keras-keras. “Kapan kalian akan bangun?”
“Sstt, sstt!” kata suara mengantuk dari atasnya. “Waktu untuk
istirahat. Tidur nyenyak, kuu-kuu, kuu-kuu. Tidak usah bekerja.
Kuukuu!”
“Wah, kurasa,” kata Jill, melirik sekumpulan bulu yang bertengger
di atas jam besar di sudut gua, “Kurasa ini Glimfeather!”

173 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Benar, benar,” gumam si burung hantu, mengangkat kepalanya
dari bawah sayap dan membuka sebelah mata. “Aku datang dengan
membawa pesan untuk sang pangeran kira-kira jam dua pagi. Bajing-
bajing membawa kabar gembira. Kabar untuk sang pangeran. Dia
sudah pergi. Kalian juga akan menyusul.
Selamat pagi “ kemudian kepalanya kembali menghilang.
Karena sepertinya tidak ada harapan akan mendapat informasi apa
pun dari burung hantu itu, Jill bangun dan mulai melihat berkeliling
untuk mencari tempat cuci muka dan sarapan. Tapi hampir seketika
faun kecil masuk ke gua, kaki kambingnya membuat suara ketak-
ketuk pada lantai batu.
“Ah! Kau sudah bangun akhirnya, Putri Hawa,” katanya. “Mungkin
kau lebih baik membangunkan Putra Adam. Kalian harus berangkat
beberapa menit lagi dan dua centaurus sudah berbaik hati akan
membiarkan kalian naik di punggung mereka kembali ke Cair
Paravel.” Dia menambahkan dengan suara pelan, “Tentu saja, kau
pasti tahu itu kehormatan sangat spesial dan belum pernah terjadi,
diizinkan naik ke punggung centaurus. Aku tidak tahu apakah pernah
ada yang melakukannya sebelumnya. Tidak baik membiarkan mereka
menunggu.”
“Di mana sang pangeran?” adalah pertanyaan pertama yang
diajukan Eustace dan Puddleglum begitu mereka terbangun.
“Dia sudah pergi untuk menemui sang raja, ayahnya, di Cair
Paravel,” jawab si faun, yang namanya Orruns. “Kapal Yang Mulia
diharapkan akan merapat sebentar lagi. Sepertinya Raja bertemu
Aslan--aku tidak tahu hanya penampakan atau bertemu langsung--
sebelum dia pergi jauh, dan Aslan menyuruhnya kembali dan
memberitahunya dia akan menemukan putranya yang sudah lama
hilang menunggunya ketika dia kembali ke Narnia.”

174 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Eustace sekarang sudah bangun dan Jill membantu Orruns
menyiapkan sarapan. Puddleglum disuruh tetap di tempat tidur.
Centaurus bernama Cloudbirth, penyembuh yang terkenal, atau
(seperti yang dikatakan Orruns) “dukun”, masuk untuk melihat kaki
marsh-wiggle itu yang terbakar.
“Ah!” kata Puddleglum dengan nada hampir senang, “dia akan
memotong kakiku pada lutut, aku tidak heran. Kalian lihat saja.” Tapi
dia cukup senang bisa tetap di tempat tidur.
***
Sarapan terdiri atas telur orak-arik dan roti panggang dan Eustace
makan seolah dia tidak baru saja makan besar tengah malam kemarin.
“Menurutku, Putra Adam,” kata si faun, menatap heran pada mulut
Eustace yang penuh. “Tidak perlu terburu-buru seperti itu. Kurasa
para centaurus belum menyelesaikan sarapan mereka sendiri.”
“Kalau begitu mereka pasti bangun sangat siang,” kata Eustace.
“Aku berani bertaruh sekarang sudah sekitar jam sepuluh.”
“Oh tidak,” kata Orruns. “Mereka bangun sebelum matahari terbit.”
“Kalau begitu mereka pasti menunggu waktu siang sebelum mulai
sarapan,” kata Eustace.
“Tidak,” kata Orruns. “Mereka mulai sarapan begitu bangun.”
“Ya ampun!” kata Eustace. “Apakah mereka makan banyak sekali
saat sarapan?”
“Wah, Putra Adam, tidakkah kau mengerti? Centaurus punya perut
manusia dan perut kuda. Dan tentu saja keduanya ingin sarapan. Jadi
pertama-tama dia makan bubur, ikan, ginjal, bacon, telur orak-arik,
ham dingin, roti panggang, selai jeruk, kopi, dan bir. Dan setelah itu
dia mengurus bagian kuda dari dirinya dengan merumput selama kira-
kira sejam dan menyelesaikannya dengan dedak hangat, gandum, dan
175 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
sekantong gula. Karena itulah sangat merepotkan kalau mengajak
centaurus menginap di akhir minggu. Benar-benar sangat
merepotkan.”
Saat itu terdengar suara kaki kuda mengetuk batu di mulut gua, dan
anak-anak mendongak. Kedua centaurus, satu dengan janggut hitam
dan yang lain dengan janggut pirang emas menutupi dada bidang
mereka yang telanjang, berdiri menunggu mereka, menundukkan
kepala mereka sedikit supaya bisa melihat ke dalam gua. Kemudian
anak-anak menjadi sangat sopan dan menyelesaikan sarapan mereka
dengan cepat. Tidak ada yang menganggap centaurus lucu ketika
melihatnya. Mereka makhluk yang khidmat dan ajaib, penuh
kebijaksaan kuno yang mereka pelajari dari bintang-bintang, tidak
mudah dibuat gembira atau marah, tapi kemarahan mereka merupakan
gelombang mengerikan kalau datang.
“Selamat tinggal, Puddleglum sayang,” kata Jill, mendekati sisi
tempat tidur si marsh-wiggle. “Aku menyesal menyebutmu
menyebalkan.”
“Aku juga,” kata Eustace. “Kau teman terbaik di dunia.”
“Dan aku berharap bisa bertemu denganmu lagi,” tambah Jill.
“Tidak banyak kesempatan untuk itu, menurutku,” jawab
Puddleglum. “Kurasa aku juga tidak akan melihat wigwam tuaku lagi.
Dan pangeran itu--dia baik--tapi apakah kalian pikir dia cukup kuat?
Pikirannya sudah dihancurkan kehidupan di bawah tanah, aku tidak
heran. Sepertinya kegilaannya bisa muncul kapan pun.”
“Puddleglum!” kata Jill. “Kau memang menyebalkan. Kau
terdengar seperti orang yang menghadiri pemakaman tapi aku percaya
kau benar-benar gembira. Dan kau bicara seolah takut segalanya,
padahal kau sebenarnya sama beraninya dengan--singa.”

176 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Nah, omong-omong tentang pemakaman,” kata Puddleglum, tapi
Jill, yang mendengar kedua centaurus mengetuk dengan kaki mereka
di belakangnya, mengagetkan Puddleglum dengan memeluk lehernya
yang kurus dan mencium wajahnya yang seperti lumpur, sementara
Eustace menjabat tangannya. Kemudian mereka berdua berlari kepada
para centaurus, dan si marsh-wiggle kembali berbaring, berkata pada
dirinya sendiri, “Yah, aku tidak bermimpi gadis itu akan melakukan
itu. Meskipun aku memang tampan.”
Menunggang centaurus, tentu saja, kehormatan besar (dan selain Jill
dan Eustace, mungkin tidak ada manusia lain di dunia yang pernah
melakukannya) tapi sangat tidak nyaman. Karena tidak ada orang
yang masih menyayangi hidupnya akan mengusulkan untuk
memasangkan pelana pada centaurus, dan menungga ng tanpa pelana
sama sekali tidak menyenangkan, teru tama kalau, seperti Eustace,
kau tidak pernah belajar menunggang kuda. Para centaurus sangat
sopan denga n cara yang khidmat, anggun, dan dewasa, dan saat m
ereka berlari melalui hutan-hutan Narnia mereka bicara, tanpa
menoleh, menceritakan pada anak-anak keguna an daun-daun dan
akar-akaran, pengaruh planet-planet, dan kesembilan nama Aslan
dengan artinya masing-masing, dan hal-hal seperti itu.
Tapi bagaimanapun kaku dan lelahnya kedua anak manusia itu,
mereka mau memberikan. apa pun untuk mengulangi perjalanan itu:
untuk melihat padang-padang dan tebing-tebing itu berkilau karena
salju kemarin malam, untuk bertemu kelinci-kelinci, bajing-bajing,
dan burung-burung yang mengucapkan selamat pagi padamu, untuk
menghirup lagi udara Narnia dan mendengar suara pohonpohon
Narnia.
Mereka mencapai sungai, mengalir jernih dan biru dalam cahaya
matahari musim dingin, jauh di bawah jembatan terakhir (yang berada
di kota kecil beratap merah Beruna) dan dibawa menyeberang di rakit
oleh pengemudi feri, yang marsh-wiggle, karena marsh-wigglelah

177 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
yang melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan air dan ikan di
Narnia. Dan ketika telah menyeberang, mereka meneruskan
perjalanan di sisi selatan sungai dan akhirnya mencapai Cair Paravel
itu sendiri.
Dan ketika tiba, mereka melihat kapal besar yang mereka lihat
ketika pertama menginjakkan kaki di Narnia, berlayar di sungai
seperti burung besar. Seisi istana sekali lagi berkumpul di padang
antara istana dan teluk untuk menyambut kedatangan Raja Caspian.
Rilian, yang telah mengganti pakaian hitamnya, dan sekarang
mengenakan mantel merah di atas baju rantai perak, berdiri di dekat
tepian air, dengan kepala tanpa topi, untuk menyambut ayahnya. Si
dwarf Trumpkin duduk di sebelahnya di atas kursi yang ditarik
keledainya. Anak-anak melihat tidak mungkin mendekati sang
pangeran karena kerumunan orang, selain itu, mereka juga merasa
agak malu. Jadi mereka meminta pada para centaurus apakah mereka
boleh duduk di punggung mereka lebih lama lagi sehingga bisa
melihat segalanya dari atas kepala kerumunan itu. Dan para centaurus
mengizinkan.
Suara terompet perak terdengar melintasi air dari dek kapal. Para
pelaut melempar talitemali, tikus-tikus (yang bisa bicara, tentu saja)
dan marsh-wiggle cepat-cepat menambatkannya, lalu kapal berhenti.
Para pemusik, tersembunyi di suatu tempat dalam kerumunan, mulai
memainkan lagu yang khidmat dan bernada kemenangan. Dan tak
lama kemudian sekoci Raja sudah siap dan para tikus menjalankannya
ke dermaga.
Jill membayangkan akan melihat raja yang sudah tua akan menaiki
sekoci itu. Tapi ternyata sesuatu terjadi. Seorang bangsawan berwajah
pucat menepi dan berlutut di depan sang pangeran dan Trumpkin.
Mereka bertiga bicara dengan kepala berdekatan beberapa menit,
sehingga tidak ada yang bisa mendengar apa yang mereka katakan.

178 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Musik terus bermain, tapi kau bisa merasakan semuanya merasa tidak
tenang.
Kemudian empat kesatria membawa sesuatu dan bergerak sangat
pelan, muncul dari sekoci. Ketika mereka mulai melangkah di
dermaga, kau bisa melihat apa yang mereka bawa: sang raja tua di
tempat tidur, sangat pucat dan diam. Mereka meletakkannya. Sang
pangeran berlutut di sisinya dan memeluknya. Mereka bisa melihat
Raja Caspian mengangkat tangannya untuk memberkati putranya.
Dan semuanya bersorak, tapi ini sorakan yang tidak terlalu
bersemangat, karena mereka semua merasa ada yang salah. Kemudian
tiba-tiba kepala sang raja kembali tergolek di bantalnya, para pemusik
berhenti bermain dan ada keheningan. Sang pangeran, berlutut di sisi
tempat tidur sang raja, menyandarkan kepalanya ke sana dan
menangis.
Terdengar bisik-bisik dan gerakan-gerakan gelisah. Kemudian Jill
melihat semua yang mengenakan topi, kerudung, helm, atau tudung
melepaskannya--termasuk Eustace. Kemudian Jill mendengar suara
gemeresik dan kibaran di atas istana, ketika dia mendongak dia
melihat bendera besar bergambar singa emas diturunkan ke setengah
tiang. Dan setelah itu, dengan perlahan, hati-hati, dengan denting
sedih dan tiupan terompet yang mengiris hati, musik dimulai lagi, kali
ini dengan nada yang membuat hatimu berduka. Mereka berdua
turun dari centaurus masing-masing (yang tidak memerhatikan
mereka).
“Aku ingin berada di rumah,” kata Jill.
Eustace mengangguk, tanpa kata, dan menggigit bibirnya.
“Aku datang,” kata suara berat di belakang mereka.
Mereka berbalik dan melihat sang singa sendiri, begitu cemerlang,
nyata, dan kuat sehingga semuanya langsung mulai tampak pucat dan
tidak nyata bila dibandingkan dengannya. Dan dalam waktu yang
179 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
lebih singkat daripada yang dibutuhkan untuk bernapas Jill
melupakan Raja Narnia yang baru saja meninggal dan hanya ingat
bagaimana dia membuat Eustace jatuh dari tebing, dan bagaimana dia
telah melupakan hampir semua tanda, dan tentang semua
pertengkaran dan bentakan. Dan dia ingin berkata, “Maafkan aku,”
tapi tidak bisa bicara. Kemudian sang singa memanggil mereka
mendekat melalui tatapannya, dan menunduk lalu menyentuh wajah
pucat mereka dengan lidahnya, dan berkata:
“Jangan pikirkan itu lagi. Aku tidak selalu marah. Kau telah
melakukan pekerjaan yang kutugaskan pada kalian di Narnia.”
“Tolonglah, Aslan,” kata Jill, “bolehkah kami pulang sekarang?”
“Ya. Aku datang untuk membawa kalian pulang,” kata Aslan.
Kemudian dia membuka mulutnya dan meniup. Tapi kali ini mereka
tidak merasa melayang di udara, mereka malah tetap diam, dan tiupan
liar Aslan menjauhkan kapal, jenazah Raja, istana, salju, dan langit
musim dingin. Semua itu melayang di udara seperti asap, dan tiba-tiba
mereka berdiri di terik matahari tengah musim panas, di padang
rumput halus, di antara pepohonan besar, dan di sebelah sungai jernih
dan segar.
Kemudian mereka melihat bahwa mereka sekali lagi berada di
puncak Gunung Aslan, tinggi di atas akhir daratan tempat Narnia
berada. Tapi anehnya musik duka bagi Raja Caspian masih terdengar,
meskipun tidak ada yang tahu dari mana asalnya. Mereka berjalan di
tepi sungai dan sang singa berjalan di depan mereka, dan dia menjadi
begitu indah, dan musiknya begitu sedih, sehingga Jill tidak tahu
mana yang membuat matanya berkaca-kaca.
Kemudian Aslan berhenti, dan anak-anak melihat ke sungai. Dan di
sana, di pasir emas dasar airnya, terbaringlah Raja Caspian, mati,
dengan air mengalir di atasnya seperti kaca hidup. Janggutnya yang
putih panjang bergerak seperti rumput laut. Dan mereka bertiga

180 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
berdiri dan menangis. Bahkan sang singa menangis: air mata singa
yang besar-besar, setiap air mata lebih berharga daripada sebutir
berlian keras di dunia. Dan Jill memerhatikan bahwa Eustace tampak
tidak seperti anak kecil menangis, atau anak yang menangis dan
berusaha menyembunyikan, tapi seperti orang dewasa menangis.
Paling tidak, itulah yang paling mirip menurutnya, tapi sebenarnya,
seperti yang dia katakan, orang sepertinya tidak punya umur tertentu
di gunung itu.
“Putra Adam,” kata Aslan, “pergilah ke semak-semak itu dan
petiklah duri yang akan kautemukan di sana, dan bawakan padaku.”
Eustace menurut. Duri itu sepanjang tiga puluh sentimeter dan
setajam anggar.
“Tusukkan pada telapak kakiku, Putra Adam,” kata Aslan,
mengulurkan kaki depan kanannya dan mengembangkan cakar
besarnya kepada Eustace.
“Haruskah?” kata Eustace.
“Ya,” kata Aslan.
Kemudian Eustace mengetatkan giginya dan menusukkan duri itu
ke telapak sang singa. Dan dari sana muncul tetes besar darah, lebih
merah daripada merah yang pernah kaulihat atau bayangkan. Dan
darah itu jatuh ke sungai di atas jenazah sang raja. Di saat yang sama
musik yang menyedihkan itu berhenti. Dan raja yang mati itu mulai
berubah. Janggut putihnya menjadi abu-abu, dan dari abu-abu
menjadi kuning, dan semakin pendek, lain menghilang seluruhnya.
Dan pipinya yang tirus semakin berisi dan segar, dan semua kerut-
kerutnya menjadi halus, lalu matanya terbuka dan berbinar gembira,
sementara bibirnya tersenyum, dan tiba-tiba dia melompat dan berdiri
di hadapan mereka-pria yang sangat muda, bahkan masih anak-anak.

181 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
(Tapi Jill tidak bisa menentukan yang mana, karena orang tidak
memiliki umur tertentu di negeri Aslan. Bahkan di dunia ini anak-
anak paling bodohlah yang paling kekanak-kanakan dan orang
dewasa paling bodohlah yang paling dewasa.)
Dan dia buru-buru menghampiri Aslan dan mengembangkan
tangannya sejauh yang dia bisa untuk memeluk leher yang besar itu,
dan dia memberi Aslan ciuman kuat seorang raja, dan Aslan
memberinya ciuman liar seekor singa.
Akhirnya Caspian berpaling pada yang lain. Dia tertawa keras kaget
dan gembira.
“Wah! Eustace!” katanya. “Eustace! Jadi kau sudah mencapai akhir
dunia juga. Bagaimana dengan pedang kedua terbaikku yang
kaupatahkan pada ular laut itu?” ™
Eustace melangkah maju dengan kedua tangan mengembang, tapi
kemudian berhenti dengan ekspresi kaget.
“Lihat ini” katanya gugup. “Ini semua bagus sekali. Tapi bukankah
kau--? Maksudku tidakkah kau “
“Oh, jangan begitu menyebalkan,” kata Caspian.
“Tapi,” kata Eustace, memandang Aslan. “Tidakkah dia sudah-eh-
meninggal?”
“Ya,” kata sang singa dengan suara sangat tenang, hampir (menurut
Jill) seolah dia tertawa. “Dia sudah meninggal. Kebanyakan orang
begitu, tahu bukan. Bahkan aku pun sudah. Hanya sedikit yang
belum.”
“Oh,” kata Caspian, “aku mengerti apa yang membuatmu takut.
Kaupikir aku hantu, atau omong kosong seperti itu. Tapi tidakkah kau
lihat? Aku akan jadi hantu kalau muncul di Narnia sekarang, karena
aku tidak boleh berada di sana lagi. Tapi seseorang tidak bisa jadi

182 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
hantu di negerinya sendiri. Aku mungkin akan jadi hantu kalau datang
ke negerimu. Aku tidak tahu. Tapi kurasa itu juga bukan negerimu,
karena kau sekarang di sini.”
Harapan besar mengembang di hati anak-anak. Tapi Aslan
mengelengkan kepalanya. “Tidak, sayangku,” katanya. “Saat kalian
bertemu lagi denganku di sini, kalian akan tinggal. Tapi tidak
sekarang. Kalian harus kembali ke dunia kalian sementara waktu.”
“Sir,” kata Caspian, “aku selalu ingin melihat sekilas saja dunia
mereka. Apakah itu salah?”
“Kau tidak bisa berbuat salah lagi, karena kau sudah meninggal,
anakku,” kata Aslan. “Dan kau boleh melihat dunia mereka--selama
lima menit waktu mereka. Kau tidak melakukan apa pun dalam waktu
itu.” Kemudian Aslan menjelaskan pada Caspian apa yang akan
menyambut Jill dan Eustace dan segalanya tentang Sekolah
Eksperimen. Sepertinya dia mengenal tempat itu sama baiknya
dengan anak-anak.
“Putri,” kata Aslan pada Jill, “petik cabang pada semak itu.”
Jill melakukannya, dan begitu cabang itu berada di tangannya, dia
berubah menjadi cambuk berkuda yang baru.
“Sekarang, Putra-putra Adam, hunus pedang kalian,” kata Aslan.
“Tapi hanya gunakan sisi yang tumpul, karena yang akan kalian
hadapi ini pengecut dan anak-anak, bukan kesatria.”
“Apakah kau akan ikut kami, Aslan?” kata Jill.
“Mereka hanya akan melihat punggungku,” kata Aslan.
Dia memimpin mereka dengan cepat melalui hutan, dan sebelum
berjalan jauh, dinding Sekolah Eksperimen muncul di depan mereka.
Kemudian Aslan mengaum sehingga matahari bergetar di langit dan
sembilan meter dinding runtuh di depan mereka. Mereka melihat

183 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
melalui lubang itu, ke bawah ke halaman sekolah dan ke atas ke atap
gimnasium, semua di bawah langit musim gugur yang membosankan
yang mereka lihat sebelum petualangan mereka dimulai.
Aslan berpaling pada Jill dan Eustace lalu meniup mereka dan
menyentuh dahi mereka dengan lidahnya. Kemudian dia berbaring di
depan lubang yang telah dia buat di dinding dan menghadapkan
punggungnya yang keemasan ke Inggris, dan wajahnya yang anggun
ke arah tanahnya sendiri.
Di saat yang sama Jill melihat orang-orang yang sangat dia kenal
berlari melintasi lapangan ke arah mereka. Kebanyakan anggota geng
ada di sana--Adela Pennyfather dan Cholmondely Major, Edith
Winterblott, “Spotty” Sorrier, Bannister besar, dan si kembar Garrett
yang menjijikkan. Tapi tiba-tiba mereka berhenti. Wajah-wajah
mereka berubah, dan semua kekejaman, kesombongan, kejahatan, dan
kelicikan hampir menghilang dalam satu ekspresi ketakutan. Karena
mereka melihat dinding runtuh, dan singa seukuran gajah kecil
berbaring di lubangnya, dan ketiga orang berpakaian berkilauan dan
membawa senjata mengejar mereka. Karena, dengan kekuatan Aslan
dalam diri mereka, Jill melecutkan cambuknya ke arah anak-anak
perempuan dan Caspian serta Eustace memukulkan bagian tumpul
pedang mereka ke arah anak-anak laki-laki begitu hebatnya sehingga
dalam dua menit para penindas itu berlarian sambil berteriak-teriak,
“Pembunuh! Fasis! Singa! Ini tidak adil.”
Kemudian Kepala Sekolah (yang omong-omong, seorang wanita)
datang berlari-lari untuk melihat apa yang terjadi. Dan ketika dia
melihat sang singa, dinding yang runtuh, Caspian, Jill, dan Eustace
(yang tidak dikenalinya) dia berteriak histeris lalu kembali ke sekolah
dan mulai menelepon polisi dengan cerita tentang singa yang lari dari
sirkus, narapidana yang lari dari penjara dan merobohkan dinding
serta membawa pedang. Dalam semua keributan ini Jill dan Eustace
menyelinap diam-diam ke dalam dan mengganti pakaian indah

184 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mereka ke baju biasa, dan Caspian kembali ke dunianya sendiri. Dan
dinding itu, dengan perintah Aslan, utuh kembali.
Ketika polisi tiba, dan menemukan tidak ada singa, tidak ada
dinding runtuh, dan tidak ada narapidana, dan Kepala Sekolah yang
bertingkah seperti orang gila, ada penyelidikan tentang semuanya.
Dan dalam penyelidikan itu semua hal tentang Sekolah Eksperimen
terungkap, dan kira-kira sepuluh anak dikeluarkan. Setelah itu, teman-
teman Kepala Sekolah merasa dia tidak bisa menjadi Kepala Sekolah
lagi, jadi mereka mengangkatnya menjadi Inspektur Sekolah supaya
merepotkan para kepala sekolah lain. Dan ketika mereka melihat dia
bahkan tidak bisa melakukan itu dengan baik, mereka
memasukkannya ke Parlemen tempat wanita itu hidup bahagia
selamanya.
Eustace menguburkan pakaian indahnya diam-diam suatu malam di
halaman sekolah, tapi Jill menyelundupkan pakaiannya ke rumah dan
mengenakannya pada pesta kostum liburan berikutnya. Dan mulai
hari itu berbagai hal berubah menjadi semakin baik di Sekolah
Eksperimen, dan tempat itu menjadi sekolah yang cukup baik. Dan
Jill serta Eustace selalu berteman.
Tapi jauh di Narnia, Raja Rilian menguburkan ayahnya, Caspian si
Navigator, raja yang kesepuluh yang memakai nama itu, dan berduka
baginya. Dia sendiri memerintah Narnia dengan baik dan negeri itu
makmur di masa pemerintahannya, meskipun Puddleglum (yang
kakinya sembuh sempurna dalam waktu tiga minggu) sering kali
mengatakan bahwa pagi hari yang cerah bisa berubah jadi berhujan di
siangnya, dan kau tidak bisa mengharapkan masa bahagia akan
berlangsung terus.
Rekahan di bukit itu masih terbuka, dan sering kali di hari musim
panas yang panas rakyat Narnia masuk ke sana membawa kapal dan
lentera dan turun ke air, berlayar ke sana kemari, bernyanyi, di atas
laut bawah tanah yang dingin dan gelap, bertukar cerita tentang kota-
185 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kota yang ada jauh di dasar sana. Kalau kau cukup beruntung untuk
pergi ke Narnia, jangan lupa berkunjung ke gua-gua itu.
-END-

E-Book by
Ratu-buku.blogspot.com
-

186 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Anda mungkin juga menyukai