Anda di halaman 1dari 52

a

PETUALANGAN
DAWN TREADER
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com

MR. Collection's
a
PETUALANGAN
DAWN TREADER
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com

MR. Collection's
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
 Ten
 Tenta
tang
ng Hak
Hak Cipta
Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan


dan tanpa hak me-
me-
lakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
 Ayat
 Ayat (1) atau Pasa
Pasall 49 Ayat
Ayat (1) dan
dan Ayat
Ayat (2) dipida
dipidana
na
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu
juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan
dengan sengaja menyiark
menyiarkan,
an, memamerk
memamerkan,
an, meng-
meng-
edarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai
dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PETUALANGAN
DAWN TREADER
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.

C.S. Lewis
Ilustrasi oleh Pauline Baynes

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama


 Jaka
 Ja kart
rta,
a, 2005
 TH
 THE CHRO
CHRONI
NICL
CLES
ES OF NARNI
NARNIA
A
#5 THE VOYAGE OF THE DAWN TREADER
Copyright © CS Lewis Pte Ltd 1955, 1950, 1954,
1951, 1952, 1953, 1956
Inside illustrations by Pauline Baynes, copyright © CS Lewis Pte Ltd
1955, 1950, 1954, 1951, 1952, 1953, 1956
Cover art by Cliff Nielsen, copyright © CS Lewis Pte Ltd 2002
 The Chroni
Chr onicle
cless of Narn
Na rnia
ia®,
®, Narn
Na rniaia®® and
an d all book titl
ti tles
es,, char
ch arac
acte
ters
rs
and locales original to The Chronicles of Narnia,
are trademarks of CS Lewis Pte Ltd
Use without permission is strictly prohibited
Published by PT Gramedia Pustaka Utama under license from
the CS Lewis Company Ltd
 All rights
rig hts reserv
res erveed
 www.
 ww w.na
narn
rnia
ia.c
.com
om

 TH
 THE CHRO
CHRONI
NICL
CLES
ES OF NARNIA:
NARNIA:
#5 PETUALANGAN DAWN TREADER
 Alih
 Ali h Baha
Ba hasasa:: Indah
Inda h S. Prati
Pra tidi
dina
na
GM 106 05.016
Hak Cipta Terjemahan Indonesia:
PT Gramedia Pustaka Utama
 Jl.
 J l. Palmer
Pal merah ah Barat
Ba rat 33-3
33 -377
 Jak
 J ak art
ar t a 1 02 70
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
 Anggot
 Ang gotaa IKAPI,
IKAPI,
 Jak
 J ak ar ta , Desember 2005 20 05

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

LEWIS, CS.
 THE CHRONICLES OF NARNIA NAR NIA:: PETUALAN
PETUALANGAN GAN DAWN
 TREADER/C
 TREADER/C.S..S. Lewi
Le wis;
s; alih
ali h baha
ba hasa
sa:: Indah
Inda h S. Prat
Pr atid
idin
ina,
a, J a k a r t a :
Gramedia Pustaka Utama, 2005
344 hlm; ilustrasi; 18 cm
 Judu
 Ju dull asli
as li:: THE CHRONICLES OF NARNIA:
NARN IA:
 THE VOYA
VOYAGE
GE OF THE DAWN TREADE
TREADER
R
ISBN 979-22-1748-7
I. Judul
Jud ul II.
II. Pratidina
Prati dina,, Indah S.

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta


Isi di luar tanggung jawab percetakan
Untuk Geoffrey Barfield
DAFTAR ISI

1. Gambar di Kamar Tidur 11


2.  Di Kapal   Dawn Treader 32
3.  Lone Islands 55
4. Yang Dilakukan Caspian di Sana 74
5.  Dadai dan yang Datang Bersamanya 94
6.  Petualangan Eustace 116
7.  Akhir Petualangan 138
8. Terlepas dari Dua Bahaya 158
9.  Pulau Suara-Suara 181
10.  Buku Penyihir 202
11.  Kaum Dufflepud Kini Bahagia 223
12.  Pulau Kegelapan 243
13. Tiga Orang yang Tertidur 261
14.  Awal Ujung Akhir Dunia 280
15.  Keajaiban Laut Terakhir 299
16. Ujung Akhir Dunia 318
a
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.

MR. Collection's
BAB 1

Gambar di Kamar Tidur

 T ERSEBUTLAH anak lelaki bernama Eustace


Clarence Scrubb, dan dia hampir pantas
mendapatkan nama itu. Kedua orangtuanya
memanggilnya Eustace Clarence dan guru-guru-
nya memanggil dia Scrubb. Aku tidak bisa
memberitahumu bagaimana teman-temannya me-
nyapa anak ini, karena dia tidak
punya teman. Dia tidak me
manggil ayah dan ibunya
"Ayah" dan "Ibu", tapi
Harold dan Alberta. Mereka
merupakan orang-orang yang
sangat mengikuti per-
kembangan zaman
dan canggih.
Mereka vege
tarian, tidak me-

11
rokok, tidak minum, dan mengenakan pakaian
dalam yang khusus jenisnya. Di rumah mereka
tidak banyak terdapat perabotan, tempat tidur
mereka tidak dilapisi berbagai macam kain,
dan jendela-jendela mereka selalu terbuka.
Eustace Clarence menyukai hewan, terutama
berbagai jenis kumbang, kalau mereka sudah
mati dan dijarum ke kartu. Dia menyukai
buku kalau buku-buku itu berisi informasi dan
gambar-gambar gudang penyimpanan beras atau
anak gemuk dari negara lain berlatih di seko-
lah-sekolah teladan.
Eustace Clarence tidak menyukai sepupu-
sepupunya, empat anak Pevensie—Peter, Susan,
Edmund, dan Lucy. Tapi dia cukup lega ketika
mendengar Edmund dan Lucy akan datang
menginap di rumahnya. Karena jauh di dalam
hatinya, dia suka memerintah, mengganggu,
dan, walaupun dia tipe orang lemah yang
bahkan tidak bisa menang melawan Lucy, apa-
lagi Edmund, dalam perkelahian, dia tahu ada
lusinan cara untuk membuat orang lain tidak
betah di rumahmu sendiri saat mereka menjadi
tamumu.
Edmund dan Lucy sama sekali tidak mau
datang dan menginap di rumah Paman Harold
dan Bibi Alberta. Tapi tidak ada pilihan lain.

12
 Ayah mendapat pekerjaan mengajar di Amerika
selama enam belas minggu musim panas itu,
dan Ibu harus ikut bersamanya karena sudah
sepuluh tahun berselang sejak dia berlibur.
Peter harus berjuang keras demi ujiannya dan
harus menghabiskan masa liburnya belajar ber-
sama Profesor Kirke tua yang rumahnya men-
jadi tempat petualangan menakjubkan keempat
anak itu, dahulu di masa perang. Kalau masih
tinggal di rumah tersebut, dia pasti akan senang
membiarkan anak-anak itu tinggal di sana.
 Tapi entah bagaimana dia telah menjadi miskin
sejak terakhir mereka bertemu dan kini tinggal
di pondok kecil dengan hanya satu kamar
tidur ekstra. Akan menghabiskan biaya yang
terlalu besar untuk membawa tiga anak ke
 Amerika, jadi hanya Susan yang ikut ke sana.
Para orang dewasa berpikir dialah yang paling
cantik di dalam keluarga dan dia kurang ber-
prestasi di sekolah (walaupun gadis seusianya
dirasa sudah terlalu tua untuk pendidikan) dan
Ibu berkata dia "akan mendapatkan lebih ba-
nyak manfaat dalam perjalanan ke Amerika ini
daripada adik-adiknya". Edmund dan Lucy ber-
usaha tidak iri pada keberuntungan Susan, tapi
menghabiskan liburan musim panas di rumah
Bibi mereka memang terasa begitu payah. "Tapi

13
keadaan lebih buruk buatku," kata Edmund,
"karena kau setidaknya akan mendapatkan ka-
mar sendiri sementara aku harus berbagi dengan
anak menyebalkan itu, Eustace."
Cerita ini dimulai pada suatu sore ketika
Edmund dan Lucy mencuri menit-menit ber-
harga saat mereka bisa berduaan saja. Dan
tentu saja mereka sedang membicarakan Nar-
nia, yang merupakan nama negeri pribadi dan
rahasia mereka. Sebagian besar dari kita, ku-
kira, punya negeri rahasia, tapi bagi sebagian
besar dari kita juga, negeri itu hanyalah negeri
khayalan. Edmund dan Lucy lebih beruntung
daripada orang lain dalam hal itu. Negeri
rahasia mereka nyata. Mereka benar-benar telah
mengunjunginya dua kali—bukan dalam per-
mainan ataupun mimpi, tapi dalam kenyataan.
 Tentu saja mereka sampai di sana karena ban-
tuan sihir, yang merupakan satu-satunya cara
pergi ke Narnia. Dan sebuah janji, atau setidak
nya nyaris sebuah janji, telah diberikan kepada
mereka di Narnia itu sendiri bahwa suatu hari
nanti mereka akan kembali ke sana. Kau bisa
membayangkan mereka jadi sering membicara-
kannya setiap punya kesempatan.
Mereka sedang berada di kamar Lucy, duduk
di pinggir tempat tidur dan memandang gambar

14
pada dinding di hadapan mereka. Lukisan itu
satu-satunya gambar yang mereka suka di ru-
mah tersebut. Bibi Alberta sama sekali tidak
menyukainya (dan itulah sebabnya gambar itu
disingkirkan ke kamar kecil di bagian belakang
lantai atas), tapi dia tidak bisa membuangnya
karena lukisan itu hadiah dari seseorang yang
tidak ingin dia singgung hatinya.
Lukisan yang dipandangi kedua anak itu
lukisan kapal—kapal yang berlayar tepat ke
arahmu. Haluan kapalnya dihiasi dan dibentuk
seperti kepala naga dengan mulut terbuka lebar.
Kapal itu hanya punya satu tiang dan satu
layar besar berbentuk segi empat yang warna-
nya ungu anggun. Sisi-sisi kapal—yang bisa
kaulihat, tempat hiasan sayap-sayap sang naga
berakhir—berwarna hijau. Kapal itu berada di
puncak ombak biru yang megah, dan lereng
terdekat ombak itu menurun menghampirimu,
dengan garis-garis dan buih di sana. Dia jelas-
jelas berlayar cepat di tengah angin ceria,
sedikit miring ke bagian   port- nya. (Omong-
omong, kalau kau masih berminat meneruskan
membaca cerita ini, dan kau belum tahu, se-
baiknya kau mulai mencatatnya di dalam be-
nakmu bahwa bagian kiri kapal ketika kau
melihat ke depan adalah   port,  sedangkan ka-

15
nannya  starboard.)  Semua sinar matahari me-
limpah ke arahnya dari sisi itu, dan air pada
sisi itu dipenuhi warna hijau dan ungu. Di sisi
lain, warna biru gelap menguasai bagian ba-
yangan kapal.
"Masalahnya adalah," kata Edmund, "apa-
kah tidak membuat keadaan lebih buruk,   mena- 
tap  kapal Narnia ketika kau tidak bisa pergi
ke negeri itu?"
"Bahkan sekadar memandang jauh lebih baik
daripada tidak sama sekali," kata Lucy. "Lagi
pula kapal itu kapal yang sangat khas Narnia."
"Masih memainkan permainan lama kalian?"
tanya Eustace Clarence, yang mencuri dengar
di luar pintu dan sekarang sudah masuk ke
ruangan dan menyeringai. Tahun lalu, ketika
dia menginap di rumah Pevensie, dia berhasil
mencuri dengar anak-anak itu berbicara tentang
Narnia dan senang sekali meledek mereka soal
kejadian tersebut. Tentu saja dia berpikir anak-
anak Pevensie telah mengarang semua cerita,
dan karena dia terlalu bodoh untuk bisa menga
rang apa pun sendiri, dia tidak menyukai ini.
"Kau tidak diinginkan di sini," tukas Edmund
ketus.
"Aku sedang berusaha membuat puisi," kata
Eustace. "Sesuatu yang seperti ini:

16
Beberapa anak yang memainkan
 permainan tentang Narnia
 Akhirnya kian lama menjadi bodoh dan
bodo—"
"Satu hal yang langsung jelas,   Narnia   dan
bodoh   bahkan tidak berima," kata Lucy.
"Itu asonansi," kata Eustance.
"Jangan tanyakan padanya apa itu aso-apa-
lah-itu tadi," kata Edmund. "Dia hanya ingin
ditanya. Tetaplah diam dan mungkin dia akan
pergi."
Sebagian besar anak lelaki, bila mendapat
perlakuan seperti ini, kalau tidak pergi menjauh
maka akan terbakar emosinya. Keduanya tidak
terjadi pada Eustace. Dia tetap berada di sana
sambil menyeringai, dan akhirnya mulai berbi-
cara lagi.
"Kalian suka gambar itu?" tanyanya.
"Demi Tuhan, jangan sampai dia memulai
tentang seni dan segala macamnya," kata
Edmund cepat-cepat, tapi Lucy, yang amat
polos, sudah terlanjur berkata, "Ya, aku suka.
Suka sekali."
"Gambar itu jelek," kata Eustace.
"Kau tidak akan melihatnya kalau kau ke-
luar," kata Edmund.
"Kenapa kau menyukainya?" tanya Eustace
kepada Lucy.

17
"Yah, salah satu alasan aku menyukainya,"
kata Lucy, "karena kapal itu seolah tampak
benar-benar bergerak. Dan airnya kelihatan se-
akan benar-benar basah. Lalu ombak-ombaknya
tampak seolah benar-benar bergerak naik-turun."
 Tentu saja Eustace punya banyak komentar
untuk pernyataan ini tapi dia tidak mengatakan
apa-apa. Alasannya karena tepat pada saat itu
dia memandang ombak-ombak pada lukisan
tersebut dan melihat ombak-ombak itu seperti-
nya memang bergerak naik-turun. Dia baru
sekali naik kapal (dan itu pun hanya untuk
berlayar sejauh Isle of Wight) dan menderita
mabuk laut amat parah. Pemandangan ombak
di gambar itu membuatnya merasa mual lagi.
 Wajahnya jadi agak pucat dan dia kembali
mencoba melihat lebih saksama. Kemudian ke-
tiga anak itu menatap lekat dengan mulut
terbuka.
 Yang mereka lihat mungkin sulit dipercaya
saat kau membacanya dalam buku ini, tapi
bakal terasa sama sulit dipercayanya bila kau
benar-benar melihatnya terjadi. Benda-benda di
dalam lukisan itu bergerak. Namun kejadiannya
juga tidak seperti gambar yang kaulihat di
bioskop, warna-warnanya terlalu nyata, jernih,
dan seolah benar-benar berada di luar ruangan

18
daripada gambar di bioskop. Haluan kapal
melesak ke dalam ombak untuk kemudian naik
kembali bersamaan cipratan air yang tinggi.
Lalu ombak di belakang kapal tersebut berde-
bur pergi sehingga ekor dan dek kapal kini
terlihat untuk kali pertama, kemudian meng-
hilang lagi ketika ombak berikutnya datang
menemuinya dan bagian depan kapal naik lagi.
Pada saat itu lembaran-lembaran buku latihan
yang tergeletak di samping Edmund mengele-
pak, lalu buku itu terbang dan melayang di
udara menuju dinding di belakang anak itu.
Lucy pun merasakan rambutnya menerpa-nerpa
 wajahnya seperti pada hari berangin. Dan ini
memang hari berangin, tapi anginnya bertiup
dari arah lukisan di hadapan mereka. Lalu
mendadak bersama angin itu terdengar suara-
suara—desisan ombak, entakan air yang meng-
hantam badan kapal, serta derakan juga
raungan keras udara dan air yang terus-
menerus. Tapi aromanyalah, aroma liar, asin,
yang benar-benar meyakinkan Lucy dia tidak
sedang bermimpi.
"Hentikan ini," terdengar suara Eustace, nya-
ris seperti mencicit karena rasa takut dan kesal.
"Ini pasti tipuan konyol kalian. Hentikan. Atau
aku akan memberitahu Alberta—Auw!"

19
Dua anak yang lain lebih terbiasa menghadapi
petualangan, tapi persis seperti Eustace yang
menyuarakan, "Auw," mereka berdua pun ber-
seru, "Auw". Alasannya adalah karena cipratan
dingin dan asin yang besar telah mendobrak
keluar dari bingkai dan ketiga anak itu tertegun
karena kejadian ini, mereka juga basah kuyup.
"Aku akan menghancurkan benda aneh itu,"
teriak Eustace, kemudian beberapa kejadian
lain berlangsung di saat yang sama. Eustace
berlari menghampiri lukisan tersebut. Edmund,
yang tahu beberapa hal tentang sihir, melompat
mengejarnya, memperingatkannya untuk ber-
hati-hati dan jangan bertindak konyol. Lucy
mencengkeram Eustace dari sisi lain namun
ikut tertarik ke depan. Dan pada saat ini
mereka telah menjadi lebih kecil atau lukisan
tersebut telah menjadi lebih besar. Eustace me
lompat untuk berusaha mencopot lukisan itu
dari dinding dan mendapati dirinya berdiri di
bingkai, di hadapannya bukanlah kaca tapi
laut sungguhan. Angin dan ombak menyerbu
naik ke bingkai seolah bingkai tersebut batu
karang. Eustace panik dan meraih dua anak
lain yang telah melompat naik di sampingnya.
Selama sedetik berlangsunglah pergulatan dan
terdengarlah teriakan-teriakan, lalu tepat ketika

20
mereka menyangka mereka telah mendapatkan
keseimbangan, ombak biru tinggi bergulung ke
arah mereka, menyapu mereka hingga terjatuh,
dan menarik mereka ke lautan. Teriakan putus
asa Eustace mendadak berakhir begitu air ma-
suk ke mulutnya.

21
Lucy bersyukur dia telah telah bekerja keras
melatih kemampuan renangnya selama musim
panas. Memang benar dia akan berenang lebih
baik bila dia mengayunkan tangannya lebih
perlahan, namun ternyata air terasa jauh lebih
dingin daripada penampilannya saat masih men-
jadi lukisan. Tetap saja, dia menaikkan kepala
di atas permukaan air dan menendang lepas
sepatunya, seperti yang harus dilakukan semua
orang bila terjatuh ke dalam air dengan pa-
kaian lengkap. Dia bahkan menutup mulut
dan membuka mata. Mereka masih belum cu-
kup dekat dengan kapal. Lucy melihat badan
kapal yang hijau menjulang tinggi di atas me
reka, dan orang-orang melihat ke arah mereka
dari deknya. Kemudian, seperti yang bisa di-
duga, Eustace mencengkeramnya dalam ke-
panikan dan mereka berdua pun tenggelam.
Ketika mereka muncul di permukaan lagi,
Lucy melihat sosok putih terjun dari sisi kapal.
Edmund kini berada di dekatnya, membelah
air, dan menangkap lengan Eustace yang me-
lolong-lolong. Kemudian seorang lain, yang
 wajahnya samar-samar familier, menyelipkan
lengannya di bawah lengan Lucy dari sisi ber-
lawanan. Terdengar banyak teriakan dari kapal,
kepala-kepala berkumpul di pagar dek, tali-tali

22
dilemparkan. Edmund dan orang asing itu
mengikatkan tali mengelilingi tubuh Lucy. Se-
telah itu Lucy mengalami sesuatu yang terasa
bagaikan penundaan sangat lama ketika wajah-
nya membiru dan geliginya mulai bergemeletuk.
Dalam kenyataannya, penundaan itu tidaklah
terlalu lama, mereka hanya menunggu saat
yang tepat untuk mengangkat anak perempuan
itu ke dek tanpa terbentur-bentur sisi kapal.
Bahkan dengan usaha terbaik mereka, lutut
Lucy tetap memar ketika anak itu akhirnya
berdiri, meneteskan air dan menggigil, di dek.
Setelahnya Edmund pun ditarik ke atas, menyu-
sul Eustace yang menderita luar biasa. Terakhir
dinaikkan adalah orang asing itu—anak lelaki

23
berambut keemasan, beberapa tahun lebih tua
daripada Lucy.
"Ca-Ca-Caspian!" Lucy terperangah segera
setelah napasnya teratur kembali. Karena itu
memang Caspian. Caspian, raja muda Narnia
yang telah mereka bantu merebut takhta pada
kunjungan terakhir mereka. Edmund juga lang-
sung mengenalinya. Ketiganya berjabatan ta-
ngan dan saling menepuk punggung dengan
perasaan luar biasa gembira.
"Tapi siapa teman kalian ini?" tanya Caspian
hampir segera, menoleh ke arah Eustace dengan
senyum cerianya. Tapi Eustace sedang menangis
menggerung-gerung lebih keras daripada yang
berhak dilakukan anak lelaki lain seusianya
ketika mengalami kejadian yang tidak lebih
buruk daripada ngompol, dan hanya bersedia
berteriak, "Lepaskan aku. Biarkan aku pulang.
 Aku tidak   suka   ini."
"Melepaskanmu?" tanya Caspian. "Tapi ke
mana?"
Eustace berlari ke sisi kapal, seolah dia
berharap bakal melihat bingkai lukisan bergan-
tung di atas lautan, dan mungkin juga sekilas
kamar tidur Lucy. Namun yang dia lihat hanya-
lah ombak-ombak biru berbuih juga langit
biru pucat, membentang tanpa batas hingga ke

24
cakrawala. Mungkin kita nyaris tidak bisa me-
nyalahkannya ketika hatinya melesak setelah
melihat ini. Dia langsung merasa mual.
"Hei! Rynelf," kata Caspian kepada salah
satu pelaut. "Bawakan anggur berempah-rem-
pah untuk kedua Yang Mulia. Kalian membu-
tuhkan sesuatu untuk menghangatkan tubuh
kalian setelah kejadian tadi." Dia menyebut
Edmund dan Lucy Yang Mulia karena mereka
serta Peter dan Susan telah menjadi Raja dan
Ratu Narnia jauh sebelum masa Caspian ber-
takhta. Waktu Narnia berjalan dengan cara
yang berbeda dengan waktu kita. Kalau kau
menghabiskan seratus tahun hidup di Narnia,
kau masih akan kembali ke dunia kita di jam
yang sama pada hari yang sama ketika kau
pergi. Kemudian, kalau kau kembali ke Narnia
setelah menjalani satu minggu di sini, kau
akan mendapati seribu tahun Narnia telah ber-
lalu, atau hanya satu hari, atau tidak sama
sekali. Kau tidak akan pernah tahu hingga
kau tiba sendiri di sana. Karena itulah, ketika
anak-anak Pevensie terakhir kali kembali ke
Narnia pada kunjungan kedua mereka, ke-
jadiannya seperti (bagi warga Narnia) ketika
Raja Arthur kembali ke Inggris, seperti yang
dikatakan beberapa orang. Aku pun berpenda-

25
pat semakin cepat mereka kembali semakin
baik.
Rynelf kembali dengan membawa anggur
berempah-rempah yang mengepul dalam teko,
juga empat cangkir perak. Tepat seperti yang
diinginkan orang yang telah mengalami kejadian
seperti itu, dan ketika Lucy juga Edmund
menyesapnya, mereka bisa merasakan keha-
ngatan hingga ke ujung jemari kaki mereka.
 Tapi Eustace merengut, menyemburkan dan
meludahkannya, dia pun merasa mual lagi,
mulai kembali menangis, dan bertanya apakah
mereka punya Makanan Saraf Bervitamin merek
Plumptree dan meminta agar dibuatkan dalam
air yang sudah dididihkan dan tetap bersikeras
diturunkan ke daratan pada pemberhentian se-
lanjutnya.
"Kau telah membawakan kami teman sekapal
yang menarik, saudaraku," bisik Caspian ke-
pada Edmund sambil terkekeh, tapi sebelum
dia bisa mengatakan apa-apa lagi, Eustace me-
mekik lagi.
"Oh! Yekh! Demi Tuhan, apa itu ? Singkirkan
dariku benda mengerikan itu."
Kali ini dia benar-benar punya alasan untuk
merasa agak terkejut. Sesuatu yang memang
sangat menarik telah keluar dari kabin di

26
haluan kapal dan perlahan mendekati mereka.
Kau bisa menyebutnya—dan memang makhluk
itulah dia—Tikus. Tapi Tikus itu berdiri dengan
dua kaki belakangnya dan bertubuh kira-kira
setinggi enam puluh sentimeter. Pita tipis emas
melingkari kepalanya di bawah satu kuping
dan di atas kuping yang satunya, dan pada pita
tersebut terselip bulu merah panjang. (Karena
bulu Tikus tersebut sangat gelap, hampir hitam,
efek yang ditampilkan jadi terasa sangat kontras
dan menarik perhatian.) Cakar kirinya berteng-
ger pada gagang pedang yang nyaris sepanjang
ekornya. Keseimbangan tubuhnya, ketika dia
berjalan tenang sepanjang dek yang berayun,
sangat sempurna, dan tindak-tanduknya selayak-
nya bangsawan. Lucy dan Edmund langsung
mengenalinya—Reepicheep, Hewan yang Bisa
Berbicara Narnia yang paling pemberani, juga
Raja Tikus. Dia telah memperoleh kemenangan
yang akan menjadi kisah abadi pada Perang
Beruna. Lucy ingin sekali, seperti yang biasanya
selalu dia lakukan, untuk melingkarkan lengan
ke Reepicheep dan memeluknya penuh kasih
sayang. Tapi tindakan itu, seperti yang sangat
diketahuinya, merupakan kesenangan yang tidak
akan dia dapatkan: tindakannya akan amat
menyinggung Tikus itu. Karena itulah Lucy

27
hanya merendah dan bertumpu pada satu lutut
untuk berbicara padanya.
Reepicheep memajukan kaki kirinya, menarik
ke belakang kaki kanannya, membungkuk,
mencium tangan Lucy, berdiri tegak kembali,
memuntir kumisnya, dan berkata dengan suara
cicitannya yang tinggi:
"Salam hormatku kepada Yang Mulia. Juga
kepada Raja Edmund." (Di sini dia membung
kuk lagi.) "Tidak ada, kecuali kehadiran Yang
Mulia, yang terasa kurang dalam petualangan
megah ini."
"Yekh, singkirkan dia," erang Eustace. "Aku
benci tikus. Dan aku tidak pernah tahan me-
lihat hewan pertunjukan. Mereka konyol, kasar,
dan—dan sentimental."
"Apakah aku salah," kata Reepicheep kepada
Lucy setelah menatap Eustace lama, "bila meng-

28
anggap orang tidak sopan ini berada di bawah
perlindungan Yang Mulia? Karena bila iya—"
Pada saat ini Lucy dan Edmund sama-sama
bersin.
"Betapa bodohnya aku membiarkan kalian
semua berdiri di sini dengan pakaian basah,"
kata Caspian. "Mari turun dan berganti
pakaian. Tentu saja aku akan memberimu ka-
binku, Lucy, tapi sayangnya tidak ada pakaian
perempuan di kapal ini. Kau harus bersabar
dengan pakaianku. Tunjukkan jalannya, Reepi-
cheep, selayaknya teman yang baik."
"Demi kenyamanan seorang   lady,"   kata
Reepicheep, "bahkan masalah kehormatan ha
rus dikesampingkan—setidaknya untuk saat
ini—" lalu dia menatap Eustace dengan sangat
lekat. Tapi Caspian cepat-cepat mengajak me-
reka berjalan dan beberapa menit kemudian
Lucy mendapati dirinya melewati pintu dan
masuk ke kabin di bagian belakang kapal. Dia
langsung sangat menyukai kabin itu—tiga jen-
dela bujur sangkar yang menampilkan peman-
dangan air biru berputar di belakang kapal,
bangku-bangku rendah beralaskan bantalan di
tiga sisi meja, lampu perak yang berayun-ayun
di atasnya (hasil karya dwarf, dia langsung
mengetahui ini dari detail-detail uniknya), dan

29
gambar emas datar Asian sang Singa di dinding
depan di atas pintu. Semua ini hanya sempat
dia nikmati sekilas karena tak lama kemudian
Caspian membuka pintu di sisi kanan kapal,
dan berkata, "Kabin ini akan menjadi kamar-
mu, Lucy. Aku hanya akan mengambil bebera-
pa perlengkapan kering untuk diriku sendiri"—
Caspian sibuk mengambil beberapa benda di
salah satu loker sementara berbicara—"kemu
dian meninggalkanmu untuk berganti pakaian.
Kalau kau melemparkan pakaian basahmu ke
luar pintu, aku akan memastikan pakaian itu
dibawa ke dapur untuk dikeringkan."
Lucy mendapati dirinya merasa betah seperti
di rumah, seolah dia telah berada di kabin
Caspian selama berminggu-minggu. Gerakan ka
pal juga tidak mengganggunya, karena di masa-
masa lalu ketika dia Ratu di Narnia, dia
sering berlayar. Kabin itu sangat sempit tapi
terang dengan panel-panel dilukis (semua di-
gambari burung, hewan, naga merah, dan tum-
buhan merambat), juga bersih sempurna. Pa
kaian Caspian terlalu besar untuknya, tapi dia
bisa mengakalinya. Sepatu, sandal, ataupun bot
laut Caspian amat kebesaran, tapi Lucy tidak
keberatan bertelanjang kaki di kapal. Ketika
selesai berpakaian, dia menatap ke luar jendela

30
ke arah air yang melewati kapal dengan cepat
lalu menarik napas dalam-dalam. Dia sangat
yakin mereka akan mengalami saat-saat yang
menyenangkan.

31
a
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.

MR. Collection's
BAB 2

Di Kapal Dawn Treader

 A H, akhirnya kau datang juga, Lucy," kata


Caspian. "Kami sedang menunggumu. Ini
kaptenku, Lord Drinian."
Pria berambut gelap berlutut dengan satu
kaki dan mencium tangan Lucy. Selain mereka
hanya ada Reepicheep dan Edmund.
"Di mana Eustace?" tanya Lucy.
"Di tempat tidur," jawab Edmund, "dan
kurasa kita tidak bakal bisa melakukan apa-
apa padanya. Dia akan tambah menyebalkan
kalau kita berusaha bersikap baik padanya."
"Lagi pula," kata Caspian, "kita ingin ber-
cakap-cakap, kan?"
"Tentu saja, kami ingin sekali," kata Edmund.
"Dan pertama-tama, tentang waktu. Sudah se-
tahun berlalu menurut waktu kami sejak kami

32
meninggalkanmu tepat sebelum pemahkotaanmu.
Sudah berapa lama sejak saat itu di Narnia?"
"Tepatnya tiga tahun," jawab Caspian.
"Semua berjalan baik?" tanya Edmund.
"Kau tidak berpikir aku akan meninggalkan
kerajaanku dan berlayar menjelajahi lautan bila
semua tidak berjalan baik, kan?" jawab sang
raja. "Tidak bisa lebih baik lagi. Kini tidak
ada lagi masalah antara bangsa Telmarine,
dwarf, Hewan yang Bisa Berbicara, faun, dan
yang Iain-lain. Dan kami mengalahkan raksasa-
raksasa yang menyusahkan di perbatasan itu
dengan telak musim panas lalu sehingga kini
mereka rela membayar upeti kepada kami.
Dan aku punya orang luar biasa yang kutugas-
kan sebagai Regent—pemegang kekuasaan se-
mentara—selama aku pergi. Dia Trumpkin, sang
dwarf. Kalian ingat dia?"
"Trumpkin tersayang," kata Lucy, "tentu
saja aku ingat. Kau tidak akan punya pilihan
yang lebih baik."
"Begitu setia seperti luak, Ma'am, dan begitu
berani seperti—seperti Tikus," kata Drinian.
 Tadinya dia berniat berkata "seperti singa"
tapi menyadari mata Reepicheep memandang-
nya lekat.
"Dan ke mana tujuan pelayaran kita?" tanya
Edmund.

33
"Yah," kata Caspian, "itu cerita yang pan-
jang. Mungkin kau ingat bahwa ketika aku
kanak-kanak paman Miraz-ku yang merebut
kekuasaan menyingkirkan tujuh teman ayahku
(yang memiliki kemungkinan mengambil ke
kuasaan) dengan mengirim mereka menjelajahi
lautan Timur yang belum terjamah lebih jauh
setelah Lone Islands."
"Ya," kata Lucy, "dan tidak satu pun dari
mereka yang kembali."
"Benar. Yah, pada hari pemahkotaanku, de
ngan restu Asian, aku mengucapkan sumpah
bahwa setelah menciptakan perdamaian di Nar-
nia, aku sendiri akan berlayar ke timur selama
satu tahun dan satu hari untuk menemukan
teman-teman ayahku atau untuk mengetahui
sebab kematian mereka dan membalaskan den-
dam mereka jika bisa. Ini nama-nama mereka—
Lord Revillian, Lord Bern, Lord Argoz, Lord
Mavramorn, Lord Octesian, Lord Restimar,
dan—oh, yang satu ini begitu sulit diingat."
"Lord Rhoop, Sire," kata Drinian.
"Rhoop, Rhoop, tentu saja," kata Caspian.
"Itulah tujuan utamaku. Tapi Reepicheep me
miliki harapan yang lebih tinggi." Mata semua
orang beralih kepada Tikus itu.
"Setinggi semangatku," katanya. "Walau

34
mungkin sekecil sosokku. Kenapa kita tidak
sekaligus mendatangi sisi paling timur dunia?
Dan apa yang akan kita temui di sana? Aku
menduga kita bakal menemukan negeri Asian
sendiri. Selalu dari timur, dari seberang lautan,
ketika Singa mulia itu mendatangi kita."
"Wah, itu  memang   ide yang hebat," kata
Edmund dengan suara penuh kekaguman.
"Tapi apakah menurutmu," kata Lucy, "ne
geri Asian negeri yang seperti itu—maksudku,
negeri yang   bisa   kaukunjungi dengan berlayar?"
"Aku tidak tahu, Madam," jawab Reepi-
cheep. "Tapi ada kisah ini. Ketika aku masih
di buaian, wanita kayu, dryad, memberitahukan
puisi ini kepadaku:

Di mana langit dan air berpadu


Di mana ombak menjelma manis,
 Janganlah ragu, Reepicheep,
Untuk menemukan yang kaucari
Di sanalah Timur sejati

"Aku tidak tahu apa artinya. Tapi pengaruh


sihir puisi itu telah ada bersamaku sepanjang
hidup."
Setelah terdiam sesaat Lucy bertanya, "Dan
di mana kita sekarang, Caspian?"

35
"Sang kapten bisa menjelaskan soal itu lebih
baik daripada diriku," jawab Caspian, jadi
Drinian mengeluarkan peta dan membentang-
kannya di meja.
"Ini posisi kita," katanya, menunjuk dengan
jarinya. "Atau begitulah di siang hari ini. Kita
mendapatkan angin baik dari Cair Paravel dan
berlayar sedikit ke utara ke arah Galma, yang
kami capai hari berikutnya. Kami berlabuh
selama seminggu di sana karena Duke Galma
mengadakan turnamen besar untuk menghor-
mati Yang Mulia dan saat itu dia menjatuhkan
banyak kesatria dari kuda mereka—"
"Tapi juga terjatuh keras beberapa kali,
Drinian. Beberapa memar bahkan masih ter-
sisa," potong Caspian.
"—dan menjatuhkan banyak kesatria dari
kuda mereka," Drinian mengulangi sambil ter-
senyum. "Kami menduga Duke akan sangat
senang bila Yang Mulia Raja bersedia menikahi
putrinya, tapi hal itu tidak terjadi—"
"Matanya agak juling, dan wajahnya berbin-
tik-bintik," kata Caspian.
"Oh, kasihan gadis itu," kata Lucy.
"Lalu kami berlayar pergi dari Galma,"
Drinian melanjutkan, "dan masuk ke laut te-
nang tak berangin nyaris selama dua hari

36
penuh dan terpaksa mendayung, kemudian
mendapat angin lagi dan tidaklah tiba di Tere-
binthia hingga hari keempat perjalanan dari
Galma. Dan di sana raja mereka mengirimkan
peringatan untuk tidak mendarat karena ada
 wabah penyakit di Terenbinthia, tapi kami
berlayar mengelilingi tanjungnya dan berlabuh
di sungai kecil jauh dari kota dan mengisi
persediaan air. Lalu kami harus diam jauh
dari pantai selama tiga hari sebelum mendapat-
kan angin barat daya dan berlayar menuju
Seven Isles. Pada hari ketiga, kapal bajak laut
(bajak laut Terebinthia bila melihat layarnya)
menghentikan kami, tapi ketika mereka melihat
kami bersenjata lengkap, mereka berlayar pergi
setelah beradu panah—"
"Dan seharusnya kami mengejar mereka, me-
rebut kapal itu, dan menggantung setiap awak-
nya," kata Reepicheep.
"Lalu dalam lima hari kemudian kami dapat
melihat Muil yang, seperti kalian ketahui, ber-
ada di ujung paling barat Seven Isles. Lalu
kami mendayung melewati selat-selat dan saat
matahari terbenam kami tiba di Redhaven di
Pulau Brenn, tempat kami berpesta sangat besar
dan bisa mendapatkan makanan juga minuman
sepuasnya. Kami meninggalkan Redhaven enam

37
hari lalu dan mendapatkan kecepatan yang
luar biasa baik, jadi kuharap kita bisa melihat
Lone Islands esok lusa. Kesimpulannya, kita
kini nyaris tiga puluh hari berada di lautan
dan telah berlayar lebih daripada empat ratus
league   dari Narnia."
"Dan ada apa setelah Lone Islands?" tanya
Lucy.
"Tidak ada yang tahu, Yang Mulia," jawab
Drinian. "Kecuali penghuni Lone Islands sendiri
bisa memberitahu kita."
"Mereka tidak bisa melakukan itu di masa-
masa kami," kata Edmund.
"Kalau begitu," kata Reepicheep, "setelah
Lone Islands-lah petualangan yang sesungguh-
nya akan dimulai."
Caspian kini mengajukan ide bahwa mereka
mungkin ingin melihat-lihat kapal sebelum ma-
kan malam, tapi hati kecil Lucy menyadarkan-
nya dan dia berkata, "Kurasa aku benar-benar
harus pergi dan melihat Eustace. Mabuk laut
itu sangat menyebalkan, kalian tahu, kan? Ka
lau saja aku membawa obat ajaibku bersamaku
mungkin aku bisa menyembuhkannya."
"Tapi kau memang membawanya," kata
Caspian. "Aku sempat lupa tentang obat itu.
Ketika kau meninggalkannya kupikir obat itu

38
harus dianggap salah satu harta besar kerajaan
jadi aku membawanya—kalau menurutmu obat
itu bisa dibuang-buang hanya untuk mengobati
sesuatu seperti mabuk laut."
"Hanya akan butuh setetes," kata Lucy.
Caspian membuka salah satu loker di bawah
bangku dan mengeluarkan tempat minuman
kecil indah berhiaskan berlian yang sangat
diingat Lucy. "Ambillah kembali milikmu,
Ratu," kata Caspian. Mereka kemudian me-
ninggalkan kabin itu dan pergi keluar menik-
mati sinar matahari.
Di dek ada dua pintu tingkap yang besar
dan panjang, di depan dan di belakang tiang
layar, dan keduanya terbuka, seperti yang selalu
terjadi ketika cuaca cerah, untuk membiarkan
cahaya dan udara memasuki perut kapal.
Caspian memimpin jalan menuruni tangga me-
lewati pintu tingkap belakang. Di sini mereka
mendapati diri mereka berada di tempat yang
memiliki bangku-bangku untuk mendayung me-
manjang dari sisi ke sisi dan cahaya masuk
melalui lubang dayung dan menari-nari di
langit-langit. Tentu saja kapal Caspian bukanlah
kapal mengerikan, kapal perang yang harus
didayung budak-budak. Dayung hanya diguna-
kan ketika tidak ada angin atau ketika ingin

39
masuk atau keluar pelabuhan dan semua orang
(kecuali Reepicheep karena kaki-kakinya terlalu
pendek) sering kali bergantian mendayung. Di
setiap sisi kapal, ruang di bagian bawah
bangku-bangku dibiarkan kosong untuk kaki
para pendayung, tapi di bagian bawah tengah-
nya ada semacam lubang dalam yang terus
menurun hingga ke balok rusuk kerangka ka
pal, dan lubang ini dipenuhi segala macam
barang—berkarung-karung terigu, bergentong-
gentong air dan bir, berbarel-barel daging babi,
bertoples-toples madu, berbotol-botol kulit mi-
numan anggur, apel, kacang, keju, biskuit,
lobak, berlembar-lembar  bacon.  Dari langit-
langit—maksudnya, dari langit-langit bagian ba
 wah dek—tergantung daging ham dan bertali-
tali bawang bombai, juga para pria pengawas
yang sedang beristirahat dari tugas mereka di
ranjang gantung. Caspian membawa mereka
ke bagian belakang kapal, melangkahi bangku
demi bangku—setidaknya itu langkah baginya,
dan sesuatu antara langkah dan lompatan bagi
Lucy, dan benar-benar lompatan jauh bagi
Reepicheep. Dengan melakukan ini mereka tiba
di kompartemen berpintu. Caspian membuka
pintu itu dan membawa mereka masuk ke
kabin yang memenuhi bagian bawah buntut

40
kapal di bawah kabin-kabin dek di buritan.
 Tentu saja kompartemen itu tidak terlalu nya-
man. Ruangan tersebut sangat rendah dan sisi-
sisinya sama-sama miring ke dalam, menyempit
sehingga nyaris tidak ada lantai. Dan walaupun
kompartemen itu punya jendela-jendela dengan
kaca tebal, semuanya tidak dibuat untuk dibuka
karena terletak di bawah permukaan air. Bah-
kan pada saat ini, saat kapal bergerak naik-
turun, jendela-jendela itu terkadang tampak
keemasan karena sinar matahari dan terkadang
hijau muram karena air laut.

41
"Kau dan aku harus menginap di sini,
Edmund," kata Caspian. "Kita akan memberi-
kan tempat tidur untuk temanmu dan mema-
sang ranjang gantung untuk diri kita sendiri."
"Izinkan aku membujuk Yang Mulia—" kata
Drinian.
"Tidak, tidak, rekan sekapalku," kata Cas
pian, "kita telah selesai berdebat soal ini. Kau
dan Rhince" (Rhince perwira kedua di kapal
itu) "menahkodai kapal dan harus menangani
berbagai masalah dan pekerjaan dalam satu
malam sementara kami menyanyikan keme-
nangan atau saling berkisah, jadi kau dan dia
harus mendapatkan kabin kiri di atas. Raja
Edmund dan aku bisa berbaring dengan sangat
nyaman di sini di bawah. Tapi bagaimana
kabar si orang asing?"
Eustace, dengan wajah sangat pucat, mere-
ngut dan bertanya apakah ada tanda badai
bakal berkurang. Tapi Caspian berkata, "Badai
apa?" Lalu tawa Drinian pecah.
"Badai, tuan muda!" dia berseru. "Cuaca
saat ini cuaca paling cerah yang bisa diharap-
kan pria mana pun."
"Siapa itu?" tanya Eustace terganggu. "Suruh
dia pergi. Suaranya membuat kepalaku sakit."
"Aku membawakan sesuatu yang bisa mem-
buatmu merasa lebih baik, Eustace," kata Lucy.

42
"Oh, pergi dan tinggalkan aku sendiri," ge-
ram Eustace. Tapi dia menelan setetes obat
dari tempat minum Lucy, dan walaupun dia
berkata cairan itu mengerikan (wangi di kabin
ketika Lucy membuka tempat minumnya begitu
menyenangkan), secara pasti warna cerah da-
tang ke wajah anak lelaki itu beberapa saat
setelah dia menelannya, dan pastinya dia juga
merasa lebih baik karena, bukannya mengerang
tentang badai dan sakit kepalanya, dia mulai
menuntut diturunkan ke daratan dan berkata
di pelabuhan pertama yang mereka temui dia
akan "mengajukan tuntutan hukum" kepada
mereka semua kepada Konsul Inggris. Tapi
ketika Reepicheep bertanya apakah itu tuntutan
hukum dan bagaimana kau mengajukannya
(Reepicheep mengira istilah itu cara baru
mengatur pertarungan satu lawan satu) Eustace
hanya bisa menjawab, "Masa kau tidak tahu?"
 Akhirnya mereka berhasil meyakinkan Eustace
mereka sudah berlayar secepat yang mereka
bisa menuju daratan terdekat yang mereka
ketahui, dan besarnya kemungkinan mereka
mampu mengirim Eustace kembali ke Cam
bridge—tempat Paman Harold tinggal—sama
besarnya dengan mengirimnya ke bulan. Setelah
itu masih sambil merengut dia bersedia me-

43
ngenakan pakaian bersih yang telah disiapkan
untuknya dan datang ke dek.
Caspian kini mengajak mereka berkeliling
kapal, walaupun mereka sudah melihat sebagian
besarnya. Mereka naik ke dek atas di haluan
dan melihat pria yang bertugas sebagai peng-
awas berdiri di cerukan kecil di dalam leher
naga berlapis emas, dan mengintip keluar dari
mulut sang naga. Di dalam dek atas ada
ruang kecil (yang merupakan dapur kapal)
dan ruangan-ruangan untuk orang-orang seperti
pendayung, tukang kayu, juru masak, dan ahli
panah. Kalau kau berpikir adalah aneh memi-
liki dapur di bagian depan kapal dan memba-
yangkan asap dari cerobongnya berarak di
atas ke arah belakang kapal, itu karena kau
memikirkan kapal uap yang selalu mendapatkan
angin dari depan. Pada kapal layar, angin
datang dari belakang, dan apa pun yang berbau
diletakkan sebisa mungkin di paling depan.

44
Mereka diajak ke puncak pertempuran di
tiang layar, dan awalnya terasa agak menakut-
kan berayun-ayun ke depan dan belakang se-
mentara melihat ke bawah pada dek yang
tampak kecil dan jauh. Kau menyadari jika
kau terjatuh, tidak ada alasan kuat kenapa
kau bakal terjatuh ke lantai kapal dan bukan-
nya lautan. Kemudian mereka diajak ke dek
buritan, tempat Rhince bertugas bersama pria
lain mengendalikan kemudi besar, dan di bela
kang itu ekor naga yang berlapis emas naik,
dan melingkar di dalamnya bangku kecil. Nama
kapal itu  Dawn Treader.  Kapal itu berukuran
kecil bila dibandingkan kapal-kapal kita, atau
bahkan dengan  cog, dromond, carrack,  dan
 galleon   yang dimiliki Narnia dulu ketika Lucy
dan Edmund berkuasa di sana di bawah pim-
pinan Peter sebagai Raja Agung, karena hampir
semua navigasi menghilang selama masa ke-
kuasaan nenek moyang Caspian. Ketika paman-
nya, Miraz si perebut kekuasaan, mengirim
tujuh lord ke lautan, mereka harus membeli
kapal Galmian dan mengawakinya dengan pe-
laut Galmian sewaan. Tapi kini Caspian telah
mulai mengajari penduduk Narnia untuk sekali
lagi menjadi masyarakat pengarung lautan, dan
Dawn Treader   saat ini merupakan kapal terbaik

45
yang dibangunnya. Kapal itu begitu kecil se-
hingga dari tiang layar ke depan, nyaris tidak
ada ruang dek di antara pintu tingkap tengah
dan sekoci kapal di satu sisi dan ruang beter-
nak ayam (Lucy yang memberi makan ayam-
ayam itu) di sisi lain. Tapi kapal itu cantik,
seorang   "lady",  menurut para pelaut, garis-
garis badannya sempurna, warna-warnanya
murni, dan setiap tiang juga tali dan paku
dibuat penuh cinta. Eustace tentu saja tidak
akan kagum pada apa pun, dan terus-menerus
membual tentang kapal   liner,  perahu motor,
pesawat, dan kapal selam ("Seolah dia   tahu
apa pun tentang semua itu," gumam Edmund),
tapi dua anak yang lain sangat menyukai   Dawn
Treader,  dan ketika mereka kembali ke kabin
dan makan malam, lalu menatap seluruh langit
barat yang penuh cahaya merah matahari ter-
benam yang memukau, merasakan getaran ka
pal, juga merasakan garam di bibir mereka,
juga membayangkan daerah-daerah baru di sisi
 Timur dunia, Lucy merasa dia hampir terlalu
bahagia untuk bisa berbicara.
Eustace berpikir semua sebaiknya diceritakan
dengan kata-katanya sendiri, karena ketika me
reka semua mendapatkan pakaian mereka kem
bali dalam keadaan sudah kering, di keesokan

46
paginya, dia segera mengeluarkan buku notes
hitam dan pensil lalu mulai menulis buku
harian. Dia selalu membawa buku tulis ini
bersamanya dan menuliskan nilai-nilai yang
dia dapat di dalamnya, karena walaupun
Eustace tidak terlalu peduli dengan mata pela
jaran apa pun karena daya tarik masing-masing
mata pelajaran itu, anak tersebut sangat peduli
dengan nilai dan bahkan akan menghampiri
orang untuk berkata, "Nilaiku bagus. Kalau
kau bagaimana?" Tapi karena sepertinya dia
tidak akan mendapatkan banyak nilai di   Dawn
Treader,  maka dia mulai menulis buku harian.
Inilah catatan pertamanya:

7 Agustus
Kini 24 jam sudah lewat di atas perahu menye-
balkan ini, kalau ini memang bukan mimpi.
Sepanjang waktu badai mengerikan menyerang
(untungnya aku tidak mabuk laut). Ombak-
ombak besar terus datang mendebur dari depan
perahu dan beberapa kali aku melihat perahu
ini nyaris tenggelam. Para penumpang lain
berpura-pura tidak memerhatikan ini, entah
karena sok tahu atau karena sesuatu yang
pernah diucapkan Harold tentang tindakan pa
ling pengecut yang dilakukan orang-orang biasa

47
adalah memejamkan mata dari fakta. Benar-
benar gila menerjang laut dengan benda kecil
rongsokan seperti ini. Tidak lebih besar dari-
pada sekoci penyelamat. Dan tentu saja, kabin-
kabin yang benar-benar primitif. Tidak ada
tempat minum yang layak, tidak ada radio,
tidak ada kamar mandi, tidak ada kursi-kursi
dek. Aku diseret mengelilinginya kemarin ma-
lam dan bakal membuat semua orang muak
bila mereka mendengar bagaimana Caspian
membanggakan perahu mainan anehnya seolah
perahu ini sama dengan  Queen Mary.  Aku
berusaha memberitahunya seperti apa kapal-
kapal sungguhan itu, tapi dia terlalu bebal. E.
dan L.,  tentu saja,  tidak mendukungku. Kurasa
anak kecil seperti L. tidak menyadari bahayanya
dan E. terlalu sibuk menjilat C. seperti yang
dilakukan semua orang di sini. Mereka menye-
butnya Raja. Aku bilang padanya aku ini
pendukung republik dan dia bertanya padaku
apa artinya itu! Tampaknya dia sama sekali
tidak tahu apa-apa.  Tidak perlu diceritakan
lagi,  aku ditempatkan di kabin terburuk di
perahu ini, penjara bawah tanah yang sem-
purna, dan Lucy malah diberi satu kabin untuk
dirinya sendiri di dek, hampir kamar yang
bagus dibanding ruang-ruang lain di sini. C.

48
bilang itu karena dia anak perempuan. Aku
berusaha membuatnya mengerti sesuatu yang
pernah dikatakan Alberta, segala hal seperti
itu sebenarnya malah merendahkan perempuan,
tapi dia terlalu bebal. Tetap saja, dia bakal
melihat aku jatuh sakit bila tetap harus terus
tinggal di gua   itu lebih lama lagi. E. bilang
kami tidak boleh mengeluh karena C. sendiri
bersedia berbagi tempat itu bersama kami demi
memberikan kamarnya untuk L. Seolah keadaan
ini tidak membuat ruangan itu lebih sesak dan
parah. Hampir lupa memberitahu bahwa ada
semacam Tikus yang selalu menampilkan wajah
sangar kepada semua orang. Yang lain boleh
bersabar menghadapi itu kalau mereka mau
tapi tak lama lagi aku pasti akan memuntir
ekor makhluk itu kalau dia mencobanya pada-
ku. Makanan di sini juga mengerikan.

Masalah di antara Eustace dan Reepicheep


timbul lebih cepat daripada yang diperkirakan.
Sebelum makan malam di hari berikutnya,
ketika yang lain sedang duduk-duduk di meja
dan menunggu (berada di lautan benar-benar
membangkitkan selera makan), Eustace mem-
buru masuk, tangannya terluka dan dia ber-
teriak:

49
"Berandalan kecil itu nyaris membunuhku.
 Aku menuntut dia dikendalikan. Aku bisa
mengajukan tuntutan kepadamu, Caspian. Aku
bisa memerintahmu untuk memusnahkannya."
Pada saat yang sama Reepicheep muncul.
Pedangnya terhunus dan kumisnya tampak sa-
ngat ganas, tapi dia tetap sopan seperti biasa.
"Aku memohon kalian semua maklum,"
katanya, "terutama Yang Mulia. Kalau aku
tahu dia akan mencari keselamatan ke ruang
ini, aku akan menunggu waktu yang lebih
tepat untuk memberinya pelajaran."
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya
Edmund.
Inilah yang sesungguhnya terjadi. Reepicheep,
yang tidak pernah merasa kapal itu bergerak
dengan cukup cepat, gemar sekali duduk di
pinggiran kapal jauh di depan tepat di samping
kepala naga, menatap horison timur dan ber-
senandung lembut dengan cicit bernada tinggi-
nya, lagu yang digubah dryad untuknya. Dia
tidak pernah berpegangan pada apa pun, betapa
pun kapal itu oleng, dan menjaga keseimbangan
tubuhnya dengan amat mudah. Semua orang
di kapal itu sangat mengetahui kebiasaannya
ini, dan para pelaut menyukainya karena ketika
salah satu dari mereka mendapat tugas meng-

50
awasi, Reepicheep bisa menjadi teman berbin-
cang.
 Aku tidak per-
nah mendengar
tepatnya kenapa
Eustace menyeli-
nap, bergerak maju
dengan susah payah,
dan terhuyung-huyung berjalan ke depan me-
nuju anjungan (dia belum juga terbiasa berdiri
di kapal yang sedang berlayar). Mungkin dia
berharap bisa melihat daratan, atau mungkin
dia mau berkeliaran di dapur dan mencari
sesuatu untuk dimakan. Pokoknya, segera sete-
lah anak itu melihat ekor panjang terjulur ke
bawah—dan mungkin keadaan ini agak meng-
goda—dia berpikir bakal menyenangkan untuk
menangkapnya, memutar Reepicheep sekali atau
dua kali dalam keadaan terbalik, lalu kabur
sambil tertawa. Tikus itu tidak lebih berat
daripada kucing yang sangat
besar. Dalam satu tarikan
Eustace membuat Reepi
cheep terjatuh dari pagar
kapal dan (menurut
Eustace) Tikus itu
tampak sangat ko-

51
nyol dengan keempat tungkai tubuh terentang
dan mulut terbuka.
 Tapi sayangnya Reepicheep, yang telah sering
bertarung dengan taruhan nyawa, tidak pernah
kehilangan ketenangan bahkan sedetik pun.
Begitu juga keterampilannya. Tidaklah mudah
menghunus pedang saat tubuhmu diputar-putar
di udara dengan ekormu sebagai sumbu, tapi
Reepicheep berhasil melakukannya. Hal selan-
jutnya yang Eustace rasakan adalah dua tu-
sukan menyakitkan di tangan yang membuatnya
melepaskan ekor si tikus. Dan hal berikutnya
yang terjadi adalah si tikus bangkit kembali
seolah dia bola yang memantul di dek, lalu di
sanalah dia, menghadapi Eustace. Dan benda
mengerikan yang panjang, berkilau, seperti
obeng berayun kiri-kanan tak lebih seinci dari
perut anak itu. (Ini tidak dihitung sebagai
serangan di bawah perut bagi tikus di Narnia
karena mereka nyaris tidak pernah diharapkan
bakal bisa mencapai lebih tinggi.)
"Hentikan!" seru Eustace, "Pergi. Singkirkan
benda itu. Itu berbahaya. Hentikan, kataku.
 Aku akan memberitahu Caspian. Aku akan
menyuruhnya memberangus dan mengikatmu."
"Kenapa kau tidak menghunus pedangmu
sendiri, pengecut?" cicit si tikus. "Hunus dan

52
bertarunglah atau aku akan menghajarmu hing-
ga babak belur dengan tangan kosongku."
"Aku tidak punya pedang," kata Eustace.
"Aku pecinta damai. Aku tidak percaya pada
pertempuran."
"Apakah aku menangkap," kata Reepicheep,
merendahkan pedangnya sesaat dan berbicara
sangat tegas, "kau tidak berniat memberiku
kepuasan bertempur denganmu?"
"Aku tidak mengerti apa maksudmu," kata
Eustace, mengelus-elus tangannya. "Kalau kau
tidak tahu bagaimana caranya menanggapi le-
lucon, aku tidak akan membuang-buang waktu
denganmu."
"Kalau begitu terima ini," kata Reepicheep,
"juga ini—supaya kau belajar sopan santun—
dan rasa hormat terhadap kesatria—dan
 Tikus—dan ekor Tikus—" dan pada setiap
kata dia memukul Eustace dengan sisi pedang
nya, yang terbuat dari baja tipis dan bagus,
hasil tempaan dwarf, selentur dan seefektif
batang pohon  birch.  Eustace (tentu saja) ber-
sekolah di tempat yang tidak memberlakukan
hukuman fisik, jadi sensasi yang kini dia rasa-
kan sangat baru baginya. Itulah sebabnya,
 walaupun tidak terbiasa berdiri di atas kapal
yang berayun, dia hanya membutuhkan kurang

53

Anda mungkin juga menyukai