DJOKOLELONO
Tom yang nakal inggal di rumah Bibi Polly yang dermawan. Setelah bertengkar
dengan sahabatnya, Becky Thatcher, Tom pergi bertualang bersama Huck Finn,
temannya. Secara kebetulan keduanya menyaksikan penjahat menusuk seorang
tangan seorang pemabuk. Diselingi pengembaraan dan ingkah polah yang serba
nakal dan berani, Tom dan Huck dapat menemukan tempat persembunyian si
Ketentuan Pidana
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak m elakukan pelanggaran hak ekonom i sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
i untuk Penggunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda pal-
ing banyak Rp10 0 .0 0 0 .0 0 0 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m elakukan pelanggaran hak
ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Peng-
gunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp50 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (lim a ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m ela kukan pelanggaran hak
ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggu-
naan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 4 (em pat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp1.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (satu m iliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang m em enuhi unsur sebagaim ana dim aksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pem bajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lam a 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp4.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (em pat
m iliar rupiah).
PETUALANGAN TOM SAWYER
PENERJEMAH
DJOKOLELONO
Pe tu alan gan To m Saw ye r
Mark Twain
Ju d u l As li
The Adventure of Tom Saw y er
KPG 59 16 0 1185
Cetakan pertam a, Mei 20 16
Pe n e rje m ah
Djokolelono
Pe n atale tak
Deborah Am adis Mawa
Ilu s tras i
A. Wakidjan
TWAIN, Mark
Pe tu alan gan To m Saw ye r
J akarta: KPG (Kepustakaan Populer Gram edia), 20 16
xii+284, 14 cm x 21 cm
ISBN 978-60 2-424-0 34-9
Daftar Isi v
Pengantar dari Pustaka Jay a vii
Pengantar x
Penutup 284
PENGANTAR
DARI PUSTAKA JAYA
Ajip Rosidi,
Penerbit Pustaka Jay a
PENGANTAR
Hartford, 1878
Pengarang
Permainan Tom,
Perkelahian dan Sembunyi-
sembunyian
“TOM!”
Tak ada jawaban.
“Tom !”
Tak ada jawaban.
“Kenapa gerangan anak itu? Hei, Tom !”
Tak ada jawaban.
Nyonya tua itu m enarik kacam atanya ke bawah, m en cari-
cari lewat bagian atas kacam ata tersebut ke se keliling ruangan;
kem udian diangkatnya kacam ata itu, m en cari lewat bawahnya.
J arang, bahkan tidak pernah, kaca m ata itu digunakannya untuk
m encari-cari sesuatu yang ke cil seperti seorang anak. Kacam ata
itu kebanggaan nya, dipa kai bukan untuk kegunaannya nam un
hanya untuk bergaya—m engguna kan kacam ata itu baginya sam a
saja seperti m elihat dengan tutup kom por. Sesaat nyo nya tua itu
2 Mark Twain
tam pak kebingungan, kem udian ber kata, tidak terlalu galak tapi
cukup keras untuk m em buat pe ra bot-perabot di kam ar itu bisa
m en dengar, “Hhh, awas nanti bila kau tertangkap olehku, akan
ku....”
Kalim at itu tak diselesaikan n ya. Ia m em bun gkuk dan
digebuk-gebuknya kolong tem pat tidur dengan sebatang sapu.
Untuk m em ukul-m ukul ia perlu bernapas, m aka kalim at itu
terputus. Yang keluar dari bawah kolong ha nya seekor kucing.
“Anak itu betul-betul tak bisa kupegang ekornya.”
Ia pergi ke pintu yang terbuka, m em perhatikan po kok-pokok
tom at dan sem ak-sem ak jim son yang m erupakan bagian utam a
di dalam kebun. Tom tak terlihat. Dengan suara yang lebih tinggi
nyonya tua itu berteriak, “Heeei, Tom !”
Terdengar bunyi gem erisik di belakangnya dan ia berpaling
untuk m enangkap anak kecil yang sedang berlari itu.
“Heh! Mengapa tak terpikir olehku lem ari itu. Apa yang kau
kerjakan di dalam lem ari itu?”
“Bukan apa-apa, Bi.”
“Bukan apa-apa! Lihat tanganm u! Dan lihat m ulutm u! Bekas
apa itu?”
“Tidak tahu, Bi.”
“Baiklah, tapi aku tahu. Itu bekas selai, tak salah lagi. Em pat
puluh kali sudah kuperingatkan padam u, jangan m engganggu
tem pat selai itu, kalau kau tak ingin kuku liti. Bawa ke m ari
cam buk itu!”
Cam buk terangkat... bahaya m engancam ....
“Astaga! Tengok ke belakang, Bi!”
Nyonya tua itu berpaling, m enyam bar gaunnya dari bahaya.
Pada saat itu juga anak itu lari, m elom pati pagar yang tinggi dan
lenyap.
Petualangan Tom Sawyer 3
Bibi Polly tertegun sesaat, kem udian terdengar tawa nya yang
sehat.
“Sialan betul anak itu, m asih saja aku ditipunya. Se ha-
rusnya aku saat ini sudah cukup waspada, begitu sering ia
m em perm ainkan aku. Betul-betul orang tua yang tolol adalah
yang paling tolol. Anjing tua tak bisa diajari lagi, kata peribahasa.
Tapi Tuhanku, tipuannya selalu berubah-ubah, sam a sekali tak
bisa diduga-duga. Dan agaknya ia tahu sam pai berapa jauh bisa
m enyik saku sebelum am arah ku m em uncak, dan ia tahu saja bila
ia bisa m em buatku lalai sesaat atau m em buatku ter tawa, sehingga
segalanya beres dan aku tak tega untuk m em ukulnya. Dem i
Tuhan, aku telah m elalaikan kewa jibanku terhadap anak itu!
Menghem at cam buk berarti m erusak anak, kata Kitab Suci. Bila ia
tak kukerasi, ber arti aku m enim bun dosa untuknya dan untukku
sendiri, aku tahu itu. Nakalnya bukan m ain, tapi ia anak alm ar-
hum adik kandungku, aduhai, tak sam pai hatiku m en cam buknya.
Tiap kali ia kubebaskan dari hukum an, ba tinku m en derita; dan
tiap kali ia kuhukum , hatiku serasa akan pecah lantaran sedih.
Hhhhhh, lelaki yang lahir dari wanita, harinya pendek dan penuh
kesulitan, se perti kata Kitab Suci. Kukira betul juga. Sore ini ia
pasti m em bolos dari sekolah dan aku terpaksa harus m enyu-
ruhnya bekerja besok pagi untuk m enghukum nya. Sungguh sulit
untuk m enyuruh dia bekerja pada hari Sabtu saat anak-anak lain
m enikm ati hari libur. Tetapi ia paling benci bekerja dan aku harus
m elakukan kewajibanku terha dap anak itu. Kalau tidak, aku akan
m em buat rusak hidup nya.”
Tom betul-betul m em bolos. Ia berm ain-m ain sepuas hati. Ia
pulang tepat pada waktunya sehingga m asih sem pat m enolong
J im , seorang anak kulit berwarna, m enggergaji kayu untuk
keesokan harinya serta m enyerpih-nyerpih kayu bakar sebelum
m akan m alam . Se tidak-tidaknya dia di situ untuk m enceritakan
4 Mark Twain
tenaga, dengan m ata penuh kebencian. Tak satu pun ber gerak
m aju atau m undur. Beberapa lam a m ereka m em eras tenaga,
tubuh terasa panas dan air m uka m erah padam . Perlahan dan
penuh kewaspadaan m asing-m asing m engu rangi tenaga dan Tom
berkata, “Kau pengecut. Kuadukan kau pada kakakku. Dengan
m u dah ia bisa m elilitkan engkau dengan jari kelingkingnya.
Kusuruh dia m enghajarm u.”
“Kau kira aku takut pada kakakm u? Aku pun punya kakak,
lebih besar daripada kakakm u... dan ia bisa m elem par kakakm u
ke balik pagar itu.” (Kedua ‘kakak’ itu ha nya dalam khayalan
m asing-m asing).
“Bohong!”
“Kata-katam u juga tak bisa dipercaya!”
Tom m em buat garis di atas tanah dengan ibu jari kakinya,
dan berkata, “Bila kau berani m elangkahi garis ini kuhajar kau
hingga kau tak akan sanggup berdiri lagi. Siapa pun yang berani
m elangkahi garis ini, pastilah pencuri dom ba.”
Saat itu anak baru tersebut m elangkahi garis tadi dan
berkata, “Lakukanlah apa yang kau katakan tadi.”
“J angan kau bikin aku m arah, hati-hati kau!”
“H hh, bukan kah kau sen diri yan g akan m en ghajarku;
m engapa tak segera kau lakukan?”
“Persetan! Dengan upah satu sen cukup bagiku un tuk m eng-
hajarm u!”
Si anak baru m engam bil sekeping uang tem baga lebar dari
sakunya dan m engulurkan pada Tom dengan m engejek. Tom
m enam par uang itu hingga terlem par ke tanah. Sesaat kem udian
kedua an ak itu bergu lin gan jun gkir balik di tan ah, salin g
m encengkeram ba gaikan dua ekor kucing. Kira-kira sem enit
m ereka saling renggut dan tarik ram but serta pakaian m asing-
m asing lawan, m enghantam dan m en cakar hidung lawan dengan
Petualangan Tom Sawyer 11
belakang aku tak akan keberatan, juga Bibi Polly. Ya, dia sangat
m engutam akan pagar ini, m e nga purnya harus hati-hati. Kukira
hanya ada seo rang anak di antara seribu, m ungkin di antara dua
ribu, yang bisa m engapurnya seperti yang dikehendaki Bibi.”
“Masa. Biar kucoba. Sebentar saja, Tom . Bila kau m enjadi
aku, pasti kau kuperbolehkan, Tom .”
“Ben, sungguh m ati aku pun tak keberatan kau m encoba
m engapur tapi Bibi Polly... hhh.... J im ingin m enger jakannya
tetapi tidak boleh; Sid juga ingin, juga tak diizinkan. Mengertikah
kau betapa sulitn ya kedudukan ku? Bila kau kuperbolehkan
m engapur, kem udian terjadi kesalahan....”
“Oh, tak m ungkin, Tom , aku akan berhati-hati. Ayo lah, m ari
kucoba. Dengar, apelku ini boleh kau am bil sebagian.”
“Baiklah, nih... oh, tidak, Ben, aku takut....”
“Apelku ini untuk kau sem ua, deh!”
Den gan air m uka en ggan tapi h ati gem bira, Tom
m em berikan sapunya. Dan sem entara m antan kapal uap Big
M issouri itu bekerja berm andi peluh di panas m ata hari, si
m antan senim an tukang kapur duduk di sebuah tong terlindung
dari sinar m atahari, m enggoyang-go yangkan kaki sam bil m akan
apel. Pikirannya penuh ren cana untuk m encari korban lain.
Bahan untuk korban kelicikannya tak kurang. Sebentar-sebentar
m uncul se orang anak yang datang untuk m engejek tetapi kem u-
dian m engerjakan pekerjaan Tom pula. Pada saat Ben tak kuat
lagi, Tom telah m enjual giliran berikutnya pada Billy Fisher
yang m em bayar dengan sebuah layang-layang. Billy diganti oleh
J ohnny Miller dengan pem bayaran seekor tikus m ati yang diikat
tali untuk m em u tarnya. Dem ikianlah seterusnya jam dem i jam .
Pada tengah hari, Tom yang pada pagi hari m em ulai peker jaan
dalam keadaan m iskin, kini telah m enjadi kaya. Kecuali benda-
benda yang telah disebutkan di atas, ia pun m endapatkan dua
belas kelereng, sebuah belahan kecapi Yahudi, sepotong gelas
18 Mark Twain
botol biru untuk m enero pong, sebuah m eriam m ainan dari kelos
benang, sebuah kunci yang tak bisa dipakai lagi, sepotong kapur,
tutup stoples dari gelas, serdadu m ainan dari tim ah, sepasang
katak, enam buah petasan, seekor anak kucing berm ata satu,
sebuah tom bol pintu dari kuningan, seutas kalung anjing (tapi
tanpa anjingnya), gagang pisau, em pat pangsa jeruk, dan sebuah
jendela kaca yang telah rusak.
Sem entara harta benda itu terkum pul, ia bersenang-senang
berm alas-m alasan. Kawannya banyak dan pa gar telah dikapur
sam pai tiga kali. Bila ia tak kehabisan kapur, pasti sem ua anak di
desa itu m enjadi m elarat.
Tom berpen dapat bahwa rupan ya dun ia in i tak begitu
m en gecewakan seper ti per kir aan n ya tadi pagi. Tan pa
diketahuinya, ia telah m enem ukan sebuah hukum besar dari
sifat m anusia, yaitu untuk m em buat seseorang m enghendaki
sesuatu, bikinlah ‘sesuatu’ itu sukar untuk diperoleh. Kalau
Petualangan Tom Sawyer 19
tak bisa dicapai oleh bibinya lagi dan ia bergegas m enuju tanah
lapang desa tem pat dua buah kelom pok pasukan yang terdiri
dari anak-anak telah ber tem u untuk m engadakan pertem puran
sesuai dengan syarat-syarat yang diucapkan sebelum nya. Tom
adalah jenderal sebuah kelom pok, J oe Harper (se orang kawan
karibnya) m enjenderali kelom pok lainnya. Kedua pem im pin
besar ini tak sudi untuk m elibatkan diri dalam pertem puran
yang dilakukan oleh anak-anak yang lebih kecil. Kedua jenderal
duduk di tem pat istim ewa dan m em im pin operasi tentara dengan
perintah-perintah yang disam paikan pada pasukan m elalui bebe-
rapa orang pem bantu. Setelah bertem pur sengit, pasukan Tom
m endapat kem enangan besar. Kem udian yang m ati dihitung,
tawanan-tawanan ditukar, batasan untuk perselisihan berikutnya
disetujui, hari untuk pertem puran yang dibutuhkan ditentukan.
Setelah itu kedua kelom pok berbaris dan Tom sendiri pulang.
Ketika ia m elewati rum ah J eff Thatcher, Tom m elihat
seorang anak perem puan di kebun. Seorang gadis cilik berm ata
biru dengan ram but pirang berkepang dua, m em akai rok m usim
panas putih dengan celana dalam berenda. J enderal yang baru
saja m enang perang itu seakan rubuh tanpa tertem bak. Am y
Lawrence, gadis yang selam a ini m enghias hatinya lenyap seketika,
lenyap tak berbekas. Tom pernah m engira bahwa ia bagaikan
gila m encintai Am y, ia m em uja gadis itu sepenuh hati. Ternyata
sem uanya disebabkan oleh daya tarik Am y yang kini disadarinya
tak ada seperseribu dari sebutir debu. Berbulan-bulan ia m encoba
m em ikat Am y dan sem inggu yang lalu Am y m engaku, ia pun
m encintai Tom . Selam a sem inggu Tom m erasa m enjadi anak
yang paling bangga dan paling bahagia di dunia tetapi perasaan
itu segera lenyap tak berbekas ketika ia m e lihat gadis baru ini.
Dipujanya bidadari baru ini dengan m ata tak ber kedip
sam pai ia m enyaksikan bidadari itu m elihatnya. Tom berpura-
pura tak tahu bahwa si gadis berada di situ. Maka ia m ulai ‘jual
Petualangan Tom Sawyer 23
pada anak itu?” Tom tak m enghiraukan kem arahan bibinya karena
telah m elem pari Sid. Di depan m ata bibinya terang-terangan ia
m encoba m encuri gula. Karena itu, tangannya m endapat pukulan
keras. Tom m em bela diri, “Bibi tak pernah m em ukul Sid kalau ia
m engam bil gula.”
“Sid tak pernah m enyiksa orang seperti engkau. Se tiap saat
aku berpaling, kau selalu m encoba m engam bil gula.”
Beberapa saat kem udian Bibi Polly pergi ke dapur. Kesem patan
ini digunakan oleh Sid untuk m em am erkan kekebalannya, yang
ham pir tak tertahankan oleh Tom . Sid m engulurkan tangan ke
m angkuk tem pat gula. Sial bagi Sid, m angkuk itu terlepas dari
tangannya dan jatuh pecah. Tak terkira kegem biraan Tom sam pai
m em buatnya m enahan m ulut untuk bersuara. Pikirannya, ia
akan terus m enutup m ulut, duduk diam sam pai bibinya bertanya
siapa yang berbuat salah; dan Tom akan berterus terang. Akan
sangat m enyenangkan untuk m elihat anak terbaik di kam pung itu
m endapat hajaran. Begitu besar harapan Tom sam pai ham pir ia
tak bisa m enahan diri waktu bibinya datang dan berdiri di de pan
pecahan m angkuk dengan m ata terbelalak penuh am arah di balik
kacam atanya, “Ini dia!” pikir Tom . Dan tepat pada saat itu tiba-
tiba saja ia terlem par ke lantai. Tangan bibinya sudah terangkat
lagi untuk m em ukul, ketika ia cepat berteriak, “Bi, m engapa aku
yang dipu kul! Sid yang m em ecahkannya!”
Bibi Polly tertegun bingung dan Tom m enunggu belas kasihan
yang bisa m enyem buhkan rasa sakitnya. Tetapi ketika Bibi Polly
berbicara lagi, katanya, “Pukulan itu tak sia-sia sebab sudah pasti
kau berlaku nakal, luar biasa pula, waktu Bibi tadi tak di sini.”
Dalam hati Bibi Polly sangat m enyesal. Ia ingin m eng-
ucapkan yang lem but dan penuh cinta tapi ia berpikir perkataan-
perkataan serupa itu akan m enim bulkan pengakuan bahwa ia
berada di pihak salah dan ini akan m engacaukan tata tertib. Maka
Bibi Polly diam saja, m engerjakan pekerjaannya dengan hati yang
Petualangan Tom Sawyer 25
itu, seperti ujung ski—gaya yang ditiru dengan sabar dan giat
oleh m urid-m uridnya dengan jalan m e nekankan sepatu m ereka
ke tem bok berjam -jam . Tuan Walters ini berwajah sungguh-
sungguh, jujur dan tulus hati. Ia begitu m enghorm ati benda-
benda dan tem pat-tem pat suci, serta sangat m em beda kannya
dengan keduniawian, sehingga tanpa terasa suaranya bernada
dan berlagu istim ewa jika berbicara di Sekolah Minggu, yang tak
akan terjadi pada hari-hari biasa. Ia m ulai pidatonya dem ikian:
“Nah anak-anak, aku ingin kalian duduk baik-baik, baik
sedapat-dapatnya, dan perhatikanlah aku selam a beberapa m enit
ini. Nah, begitulah. Begitulah cara duduk bagi anak-anak yang
baik. Aku m elihat seorang gadis cilik yang m elihat ke luar
jendela. Aku khawatir ia m engira aku di luar sana, m ungkin di
salah satu po hon itu, m em beri pelajaran pada burung kecil. (Para
hadirin tertawa kecil). Aku ingin m engatakan pada kalian, betapa
senangnya bagiku untuk m elihat wajah-wajah cerah, bersih di
tem pat seperti ini untuk belajar m engerjakan apa yang baik dan
benar.” Dan seterus nya. Dan seterusnya. Tak ada gunanya untuk
m encatat kelanjutannya di sini sebab pidato sem acam itu selalu
sam a pola bum bunya, jadi tak ada yang aneh bagi kita.
Bagian terakhir dari pidato itu dinodai oleh perke lahian
kecil di antara beberapa anak nakal dan oleh ke gelisahan serta
bisik-bisik sam pai m endekati batu-batu karang yang tak tergoda
seperti Sid dan Mary. Keributan itu berhenti tiba-tiba dengan
berkurangnya suara Tuan Walters dan pidatonya berakhir dengan
penuh rasa terim a kasih oleh hadirin.
Sebagian besar dari bisik-bisik itu disebabkan oleh suatu
kejadian yang jarang terjadi, yaitu m asuknya be berapa orang
tam u: ahli hukum Thatcher, diiringi oleh seorang pria yang sudah
tua, seorang pria lain yang gagah dan tam pan beram but kelabu;
seorang wanita yang tam paknya patut dihorm ati, agaknya istri
pria yang disebut terakhir. Nyonya itu m enuntun seorang anak
Petualangan Tom Sawyer 35
perem puan. Selam a itu Tom gelisah penuh keluh kesah: hati
nuraninya terpukul pula—ia tak berani m enyam but pandang m ata
Am y Lawrence yang dengan penuh cin ta m em andang padanya.
Begitu m elihat m asuknya si gadis cilik yang dituntun oleh nyonya
tadi jiwanya ber kobar dengan gem bira. Segera ia ‘jual tam pang’
dengan segala cara—m enam par beberapa orang kawan, m enarik-
narik ram but, m enyeringai-nyeringai hingga m irip m onyet—
pokoknya segala cara, yang kira-kira bisa m enarik perhatian si
gadis dan m em per oleh sam butannya. Hanya ada setitik noda
dalam ke gem biraan n ya—ken an gan ten tan g pen ghin aan atas
dirinya di kebun sang bidadari—nam un kenangan ini bagaikan
sebuah catatan di pasir pantai, segera terhapus oleh hem pasan
gelom bang kebahagiaan.
Para tam u diberi tem pat terhorm at dan segera setelah
Tuan Walters m enyelesaikan pidatonya, ia m em per kenalkan
para tam u itu kepada m urid-m uridnya. Orang gagah setengah
um ur itu ternyata seorang yang luar biasa. Ia adalah Hakim
Daerah, jabatan yang pa ling m ulia di m ata anak-anak. Mereka
m enduga-duga terbuat dari bahan apa kiranya sang hakim ,
m ereka se ten gah m en gharap, san g hakim akan m en gaum
dengan m enakutkan. Hakim itu datang dari Kons tantinopel,
yang jauhnya dua belas m il. Hal itu berarti ia telah berjalan jauh
dan m elihat separuh dunia. Sang hakim pernah m elihat kantor
pengadilan daerah yang katanya m em punyai atap seng! Sem ua
itu m enam bah kekagum an anak-anak yang terbukti dari suasana
sunyi senyap serta pandangan m ata yang tak berkedip. Inilah
Hakim Thatcher, saudara dari ahli-ahli hukum setem pat. J eff
Thatcher m eninggalkan bangkunya untuk berkenalan dengan
pam annya yang agung itu. Betapa irinya sem ua anak pada J eff
dan bisik-bisik di sana sini yang terdengar oleh telinganya betul-
betul m elebihi ke in dahan m usik yang terindah, “Lihat padanya,
J im ! Dia m aju ke sana! Waduh, lihat! Ia akan berjabatan tangan
36 Mark Twain
kau katakan pada waktu itu, Thom as, dan bagim u dua ribu ayat
itu lebih berharga daripada uang berapa pun, betul-betul lebih
berharga. Dan kini pasti kau tak berkeberatan untuk m encerita-
kan sedikit tentang apa yang telah kau pelajari padaku dan pada
nyonya ini. Tidak, pasti kau tidak akan berkebe ratan, sebab
kam i berdua sangat bangga akan anak-anak yang rajin belajar.
Nah, pasti kau telah tahu nam a-nam a dari dua belas rasul. Kini
katakanlah, siapakah dua orang pertam a yang ditunjuk?”
Tom m enarik-narik sebuah lubang kancing dan tam pak
kem alu-m aluan. Ia m enundukkan m uka, wajahnya m em erah.
Hati Tuan Walters pun ikut berdegup-degup. Dalam hatinya ia
berkata, anak ini tak m ungkin bisa m enjawab pertanyaan yang
term udah itu. Mengapa Tuan Hakim m enanyakannya? Maka ia
m erasa wajib untuk berbicara pada Tom , “J awablah pertanyaan
itu, Thom as, jangan takut!”
Tom m asih bungkam .
“Aku tahu pasti kau m au m engatakannya, padaku,” kata
nyonya itu. “Nam a kedua orang rasul itu....”
“DAUD dan GOLIAT!“
Kasihan, m arilah kita tutup saja adegan ini.
Seorang Pendeta dan Doanya
ga
pa i di sur dengan mudah,
ah aku sam
Akank
g
ahala berjuan dengan susah?
e ncari p
g lain m
k an yan
Sedang
khot bah diucapkan, jiwanya akan han cur seketika itu juga.
Tetapi dengan berakhirnya pidato itu tangannya m ulai m enekuk
dan m aju perlahan. Begitu kata “Am in” terdengar, tangannya
m enyam bar dan lalat itu m enjadi tawanan perang. Sayang, Bibi
Polly m engetahuinya dan Tom harus m elepaskan tawanannya.
Sang pendeta m ulai m em baca khotbahnya dengan suara yang
datar dan m em bicarakan persoalan-per soalan dengan kalim at
berbunga-bunga, hingga m akin banyak yang terangguk-angguk
m en gan tuk—padahal persoalan yan g sedan g dibicarakan n ya
adalah tentang api neraka dan jiwa-jiwa terpilih yang hanya
sedikit, se hingga m enyia-nyiakan gerakan penyelam atan jiwa.
Tom m enghitung lem bar-lem bar khotbah; pulang dari gereja
biasanya Tom m engetahui, berapa lem bar khotbah itu tapi jarang
m engetahui isinya. Tetapi kali ini hatinya tertarik. Sang pendeta
m em berikan gam baran bagaim ana seluruh dunia dikum pulkan
waktu singa dan anak dom ba berbaring berdekatan dan se orang
anak kecil m em im pin m ereka. Tetapi pelajaran dan m oral dari
pem andangan yang digam barkan itu tak tertangkap oleh Tom ;
ia hanya m em ikirkan betapa m enariknya peranan tokoh utam a
itu di hadapan segala bangsa yang berkum pul untuk m elihat;
m ukanya ber sinar betapa senang bila ia bisa m enjadi si anak tadi
ka lau saja yang dipim pinnya adalah singa yang jinak.
Kem udian Tom jatuh ke alam penderitaan ketika pendeta
kem bali pada persoalan-persoalan kering. Dan terpikirlah oleh
Tom akan harta yang dibawanya, yaitu seekor kum bang hitam
dengan rahang yang bercakar; Tom m enam akannya ‘kum bang
cubit’. Kum bang itu ditaruhnya dalam sebuah kotak, bekas
tem pat tutup peledak. Begitu keluar, kum bang itu m enggigit
jari Tom . Tom terkejut, m engibaskan tangannya, si kum bang
terlem par ke gang dan Tom m em asukkan jari yang digigit ke
dalam m ulut. Kum bang itu berusaha keras untuk m em balikkan
tubuh, tapi sia-sia; Tom sangat ingin m engam bilnya nam un
Petualangan Tom Sawyer 45
TIAP SENIN pagi Tom selalu m erasa sedih karena dengan tibanya
hari Senin berarti dim ulailah siksaan sekolah atas dirinya selam a
sem inggu. Biasanya ia m e m ulai hari itu dengan berharap m udah-
m udahan ia bisa bersekolah terus tanpa hari libur sebab hari libur
selalu m em buat kem bali ke sekolah tak tertahan.
Tom berpikir. Segera terlintas di hatinya, lebih baik ia
sakit. Kalau sakit, tak perlu ia pergi ke sekolah. Ada kem ung-
kinan yang m asih kabur. Ia periksa setiap bagian tubuhnya
dengan teliti. Tak diketem u kannya rasa sakit sedikit pun dan
sekali lagi ia m em eriksa dirinya. Kali ini agaknya ia berhasil
m enem ukan sedikit gejala perut m ulas. Ia m ulai berbuat agar
rasa m ulas itu m akin terasa tapi m a lahan rasa tadi berkurang
dan akhirnya lenyap. Kem u dian Tom m encari-cari lagi. Tiba-tiba
ia m enem ukan sesuatu. Salah satu gigi atasnya goyah. Untung;
48 Mark Twain
Suara rintihan lenyap dan rasa sakit m enghilang dari jem pol
kaki itu. Tom m alu dan berkata, “Bibi Polly, betul kurasa jem pol
kakiku m ati dan sakitnya begitu keras, sehingga aku lupa pada
gigiku.”
“Gigim u! Kenapa lagi gigim u?”
“Gigiku goyah, Bi, dan sakitnya bukan m ain.”
“Nah, jangan m erintih-rintih lagi. Buka m ulutm u, coba lihat.
Hm , Mem ang gigim u goyah, tapi itu bukan berarti kau akan m ati.
Mary, am bilkan benang dan bara api dari dapur.”
Tom m engaduh, “Oh, Bibi, jangan cabut gigi itu. J angan!
Tak sakit lagi sekarang. Sungguh m ati, tak terasa sakit lagi.
J angan, Bi. Aku tak ingin tinggal di rum ah dan m au m asuk
sekolah.”
“Betul dem ikian? J adi ini sem ua hanya karena kau pikir
kau bisa tinggal di rum ah dan tak sekolah supaya kau bisa
m engail, he? Tom , Tom , aku sangat m encin taim u, tapi kau selalu
bikin hatiku pedih.” Saat itu alat-alat gigi telah tiba. Bibi Polly
m engikat gigi Tom yang goyah dengan ujung benang sutera,
sedang ujun g yang lain diikatn ya pada tian g tem pat tidur.
Kem udian diam bilnya kayu bara yang apinya m asih m enyala, tiba-
tiba kayu itu disodorkan sam pai ham pir m engenai m uka Tom .
Tom m elom pat m undur dan giginya kini tergan tung dengan
benang di tiang tem pat tidur.
Tetapi kekecewaan itu selalu ada upahnya. Ketika Tom
beran gkat ke sekolah setelah sarapan , ia m en jadi sa saran
perhatian anak-anak yang dijum painya, dise babkan lubang bekas
giginya m em bikin ia m eludah-ludah, tetapi dengan cara istim ewa.
Anak-anak m enge ru m uninya untuk m em perhatikan ia m eludah;
seorang anak yang tadinya ditonton karena jarinya yang terpo-
tong kini tak m endapat perhatian. Kebanggaannya hilang, hatinya
terasa berat. Dengan pura-pura acuh tak acuh anak itu berkata,
m eludah seperti cara Tom Sawyer bukan apa-apa. Tetapi anak-
Petualangan Tom Sawyer 51
“Tentu.”
“Dan ia m enghadap tunggul itu?”
“Ya. Begitulah kira-kira.”
“Ada yang diucapkan?”
“Kukira tidak. Aku tidak tahu.”
“Aha! Tolol sekali untuk m enyem buhkan kutil de ngan air
keberanian, bila tak tahu cara-caranya. Bukan begitu caranya.
Kau harus datang seorang diri ke tengah hutan, ke tem pat yang
kau tahu ada tunggul kayu busuk dengan air hujan tergenang
dalam ron ggan ya. Kau ha rus datan g pada ten gah m alam ,
kem udian m undur ke arah tunggul itu, m asukkan tanganm u ke
dalam rongganya sam bil berkata:
Biji gandum , biji gandum ,
m akanan kecil orang Indian,
air keberanian, air keberanian,
kutil-kutil ini saja y ang kau telan;
“Ya, Tuan.”
“Mari! Nah, m engapa kau terlam bat lagi?”
Tom hen dak berdusta, tapi pada saat itu dilihatn ya
seo ran g an ak perem puan beram but piran g yan g segera
dikenalinya sebagai anak yang dicintainya. Di kelas itu hanya di
sebelah gadis itulah tem pat yang kosong, satu-satunya di bagian
m urid perem puan! Cepat-cepat Tom m enjawab, “Say a berhenti
untuk bercakap-cakap dengan Huckleberry Finn!”
Detak jantung sang guru terhenti, ternganga m e m andang
Tom Sawyer. Bisik anak-anak juga berhenti: m ereka m em andang
Tom sam bil bertanya-tanya, m ungkinkah anak keras kepala itu
telah gila?
“Apa... apa katam u?” tanya guru tak percaya.
“Saya berhenti untuk berbicara dengan Huckleberry Finn.”
J elas sekali, tak m ungkin salah dengar.
“Thom as Sawyer, ini pengakuan yang paling m enge jutkan
yang pernah kudengar. Cam bukku yang biasa tak cukup untuk
m enghukum nya. Buka jaketm u!”
Guru sendiri yang m elakukan hukum an cam buk sam pai
tangannya terasa sakit. Hukum an selanjutnya, “Nah, kini kau
harus duduk dengan m urid perem puan! Biarlah ini m enjadi
pelajaran bagim u!”
Suara tawa kecil terdengar dari seluruh kelas dan Tom
tam pak kem alu-m aluan, tetapi pipinya m em erah karena kini ia
bisa duduk di sam ping pujaan hati yang belum dikenalnya. Suatu
keuntungan yang tak pernah ia duga. Ia duduk di ujung bangku,
si gadis m enggeser jauh tanpa m em andang. Di sana-sini kepala
saling m engangguk dan m ata-m ata berkedip, tapi Tom diam
dengan kedua belah tangan terlipat rapi di m eja dan pura-pura
belajar dari buku.
Lam a-kelam aan tak ada lagi yang m em perhatikan Tom ,
suara anak-anak belajar m ulai terdengar kem bali. Tom m ulai
58 Mark Twain
“Betulkah? Kapan?”
“Tengah hari. Istirahat tengah hari, kau pulang m a kan?”
“Bila kau m au, aku akan tinggal di sekolah.”
“Baik. Siapa nam am u?”
“Becky Thatcher. Siapa nam am u? Oh, aku tahu, nam am u
Thom as Sawyer, bukan?”
“Itu nam a kalau aku akan m endapat hukum an cam buk. J ika
aku sedang dianggap baik, nam aku Tom saja. Kau m au panggil
aku Tom , bukan?”
“Baik.”
Tom m enulis di batu tulisnya, m enyem bunyikannya dari
Becky. Tapi kini Becky tak m alu lagi, ia m inta agar diperboleh-kan
m elihat. Tom berkata, “Oh, bukan apa-apa.”
“Ya, ada yang kau tulis.”
“Enggak. Tak ada. Kau tak akan ingin m elihatnya.”
“Siapa bilang, aku ingin m elihat.”
“Nanti kau bilang pada kawan-kawan.”
“Tidak, tak akan kukatakan. Sungguh! Tak akan ku ka takan.”
“Tak akan kau katakan pada siapa pun? Selam a hidupm u?”
“Tidak, tak akan kukatakan pada siapa pun. Nah, lihat.”
“Oh, sebetulnya kau tak ingin m elihatnya.”
“Oh, kalau kau terus berbelit-belit, akan kulihat sen diri!”
Becky m em egang tangan Tom , m engangkatnya. Terjadi adu
kekuatan, tapi Tom berpura-pura m enahan nya. Sedikit dem i
sedikit tangannya terangkat, hingga terlihatlah tulisan, “Aku cinta
padam u.”
“Oh, kau nakal.” Becky m em ukul tangan Tom , tetapi terlihat
sekali bahwa gadis yang pipinya m em erah itu m erasa bahagia.
Tepat pada saat itu Tom m erasakan cengkeram an yang
kuat di telinganya, cengkeram an yang perlahan m enariknya
berdiri. Maka Tom diangkat dari bangkunya di tengah-tengah
riuh tawa dari seluruh sekolah. Untuk beberapa saat gurunya
60 Mark Twain
“Sebentar saja.”
“J angan ikut cam pur, kataku.”
“Tidak!”
“Harus... ia m asih di daerahku.”
“Tapi, J oe Harper, ingat kutu siapa itu?”
“Tak peduli, pokoknya ia m asih di daerahku dan kau tak
boleh m engganggunya.”
“Siapa bilang? Ia m ilikku dan akan kulakukan apa saja yang
kuingini, sam pai m ati pun aku rela.”
Sebuah pukulan hebat jatuh ke punggung Tom , disusul oleh
pukulan yang sam a di punggung J oe. Selam a dua m enit debu
m engepul dari jaket kedua anak itu dengan dinikm ati oleh seluruh
isi sekolah. Kedua anak itu begitu asyik dalam perm ainannya
sehingga tidak m ereka perhatikan guru m ereka datang m endekat.
Agak lam a juga guru m ereka m em perhatikan perm ainan kutu itu
sebelum turun tangan.
Ketika istirahat tengah hari tiba, Tom berlari ke Becky
Thatcher dan berbisik di telinganya, “Pakailah kudungm u, pura-
pura pulang dan bila kau sam pai di belokan, kem balilah lagi
lewat jalan sam ping. Aku akan berbuat serupa dari arah yang
berlawanan.”
Tom pergi den gan sekelom pok kawan n ya, Becky pergi
pula dengan kelom pok lain. Beberapa saat kem u dian keduanya
bertem u di ujung jalan sam ping dan ketika m ereka kem bali di
sekolah, sekolah itu sunyi. Mereka duduk berdam pingan dengan
batu tulis di ha dapan. Tom m em beri Becky anak batu tulis dan
dengan m em egang tangan gadis itu ia m enuntunnya untuk
m enggam bar sebuah rum ah yang aneh. Sesudah m e reka bosan
m enggam bar, m ereka bercakap m engenai berbagai hal. Tom
m erasa bahagia dan ia bertanya, “Suka kau pada tikus?”
“Tidak, aku benci pada tikus.”
64 Mark Twain
“Sem ua orang?”
“Ya, sem ua orang yang saling m encintai. Ingatkah kau akan
yang kutulis di batu tulisku?”
“Ya... ya.”
“Apakah itu?”
“Aku tak m au m engatakannya padam u.”
“Boleh kukatakan padam u?”
“Ya... ya... tapi lain kali saja.”
“Tidak, sekarang.”
“Tidak, jangan sekarang... besok saja.”
“Oh, tidak, sekaran g. Ayolah, Becky, akan kubisikkan ,
kubisikkan sangat perlahan.”
Becky ragu, Tom m enganggap Becky diam sebagai setuju,
dipeluknya pinggang Becky dan dibisikkannya kalim at yang
ditulisnya sangat perlahan dengan m u lut dekat-dekat ke telinga
Becky. Kem udian ditam bah kan n ya, “Nah, kin i kau berbuat
serupa, bisikkan kata-kata itu kepadaku.”
Becky diam sesaat, kem udian berkata, “Palingkan kepalam u
biar kau tak bisa m elihatku, baru kukatakan. Tapi jangan kau
katakan pada siapa pun, ya? Berjan jilah!”
“Tentu, Becky, tak akan kukatakan pada siapa pun. Nah,
bisikkanlah!”
Tom berpalin g. Kem alu-m aluan Becky m em bun gkukkan
kepalanya sam pai napasnya m eniup ram but Tom dan berbisik,
“Aku... cinta... padam u!”
Kem udian Becky m elom pat dan lari m engelilingi bangku-
bangku dan m eja-m eja. Tom m engejar hingga akhirnya Becky
tersudut, m enutupi m ukanya dengan gaunnya. Tom m em eluk
leher Becky dan m em ohon, “Nah, Becky, sudah ham pir selesai...
tinggal cium nya. J angan takut... sesungguhnya tak apa-apa,
ayolah, Becky.” Tom m enarik gaun Becky dan tangannya.
Lam a-kelam aan Becky m enyerah, perlahan-lahan tangannya
turun: wajahnya m em erah karena per gulatan dan m enunduk.
Tom m encium bibir Becky yang m erah dan katanya, “Nah,
66 Mark Twain
Tak ada jawaban, ia tak bertem an, sunyi dan kese pian. Maka
ia duduk, m enangis dan m enyesali dirinya. Tak lam a kem udian
m urid-m urid berdatangan. Becky terpaksa m enyem bunyikan
kesedih annya dan m enenangkan hatinya yang patah. Sore yang
panjang dan m enyakitkan itu ham pir tak tertanggung olehnya,
apalagi ia berada di antara kawan-kawan yang m asih asing
baginya, tak bisa diajak untuk m em bicarakan kesedihan hatinya.
Tom Menentukan
Masa Depannya
Guy dari Guisborne itu.’ Nah, kau harus berpaling untuk kupukul
punggungm u.”
Peraturan tetap peraturan , J oe berpalin g, dipukul
punggungnya, dan roboh.
“Nah,” J oe bangkit, “kini giliranm u untuk kubunuh, baru
adil.”
“He, tak tertulis sem acam itu di buku.”
“Kalau begitu tak adil.”
“Dengar, J oe, kau bisa jadi Pendeta Tuck atau Much anak
penggiling gandum . Dengan begitu kau bisa m e m ukulku dengan
tongkat atau biarlah aku jadi Sherif dari Nottingham dan kau jadi
Robin Hood sebentar. De ngan begitu kau bisa m em bunuh aku.”
Usul itu disetujui dan adegan tersebut dim ainkan. Kem udian
Tom jadi Robin Hood lagi yang ham pir m ati karena dikhianati
oleh seorang rahib wanita yang m em biarkan luka Robin Hood
terus berdarah. J oe m em eran kan seluruh pasukan penjahat,
datang dengan m ena ngis, dan m enyeret pergi Tom , kem udian
m enem patkan busurnya pada tangan ‘Robin Hood’ yang gem etar.
“Di m ana anak panah ini jatuh, kuburkanlah tubuh Robin
Hood ini di situ, di bawah sebatang pohon kayu hijau,” kata
Tom , m e lepaskan anak panahnya. Setelah m em anah ia roboh
dan sesungguhnya langsung m ati, tapi ternyata ia jatuh ke dalam
sem ak-sem ak berduri se hingga terpaksa ia m elom pat lagi dengan
cara yang terlalu tangkas ba gai ‘sebatang m ayat’.
Kedua anak berpakaian kem bali, m enyim pan alat-alatnya,
dan berjalan pulang. Dalam hati, m ereka m e rasa sedih karena
zam an Robin Hood telah lewat. Dalam hati m ereka bertanya-
tanya apa yang bisa diberikan oleh peradaban m odern untuk
m enggantikan zam an yang hilang itu. Mereka berkata, lebih baik
jadi anak buah Robin Hood setahun daripada m enjadi presiden
Am erika Serikat seum ur hidup.
Perkelahian di Kuburan
PUKUL SETENGAH sepuluh m alam itu, Tom dan Sid disuruh tidur
seperti biasa. Keduanya m engucap doa dan Sid segera tertidur.
Tom m asih terjaga, gelisah. Ketika jam berbunyi pukul sepuluh,
baginya hari telah m endekati pagi. Betul-betul m em buatnya
putus asa. Kalau bisa, pasti ia berguling-guling. Nam un ia takut
Sid akan terbangun. Ia terlentang saja, m enentang kegelapan.
Makin m alam , bun yi-bun yi yan g tadin ya sen yap m ulai
terden gar. Mula-m ula detak lon cen g. Balok-balok kayu tua
berdetak. Tangga berderik per lahan. Tak salah lagi, pastilah
hantu-hantu bergen tayangan. Dari kam ar Bibi Polly terdengar
dengkur. Suara jangkrik tak habis-habisnya. Disusul oleh suara
ketik-ketik m enakutkan dari kum bang m aut di dinding dekat
ujung atas tem pat tidur yang m em buat Tom gem etar—suara itu
m enanda kan bahwa seseorang akan m enem ui ajalnya. Anjing
m elolong di kejauhan m em belah kesunyian m alam disam but
76 Mark Twain
Beberapa lam a kem udian napas m ereka kem bali biasa dan
Tom berbisik, “Huckleberry, bagaim ana peristiwa ini akan ber-
akhir?”
“Bila Dokter Robinson m ati, pem bunuhnya pasti digantung.”
“Betulkah?”
“Pasti, Tom .”
Tom berpikir sejen ak dan bertan ya, “Siapa yan g akan
m em beri tahu pengadilan? Kita?”
“Tolol! Coba, bila sesuatu terjadi dan J oe si Indian lolos dari
hukum an gantung? Bukankah ia akan m em bunuh kita?”
“Itu pula yang kupikirkan, Huck.”
“Biarlah Muff Potter saja yang m enjadi saksi. Ia cukup tolol
untuk berani berbuat dem ikian. Ia selalu m abuk.”
Tom diam , berpikir.
“Huck, Muff Potter tak m engetahui kejadian itu, bagaim ana
bisa ia bersaksi?”
“Bagaim ana kau tahu ia tak m engetahui?”
“Ia dipukul oleh dokter itu, ketika J oe si Indian ber tindak.
Kau kira, ia bisa m elihat? Kau kira ia m enge tahui?”
“Masya Allah! Betul juga, Tom !”
“Dan lagi, dengar, m ungkinkah Muff Potter juga m ati oleh
pukulan itu?”
“Tak m ungkin, Tom . Ia baru m inum -m inum , bisa kulihat
itu; ia selalu m abuk. Nah, bila bapakku penuh m inum an keras,
walaupun tertim pa sebuah gereja ia tak akan m erasa. Ia sendiri
yang berkata. Begitu juga dengan Muff Potter. Kalau orang tidak
m abuk kena pu kulan sem acam itu, m ungkin ia tewas seketika.”
Setelah diam sejurus, Tom berkata, “Hucky, kau pasti bisa
m enutup m ulut?”
“Tom , kita harus m enutup m ulut. Kau tahu, Setan Indian
itu tak akan segan -segan m en en ggelam kan kita bagaikan
m enenggelam kan dua ekor kucing, bila kita berani m em buka
Petualangan Tom Sawyer 85
rahasianya dan ia akan lolos dari hu kum an. Kini, dengar, Tom ,
m arilah kita bersum pah pada diri kita m asin g-m asin g—itu
tindakan yang paling jitu—bersum pah untuk m enutup m ulut.”
“Bagus, aku setuju. Ayo, angkat tanganm u dan bersum pah,
bahwa....”
“Oh, tidak, sum pah sem acam itu tak berlaku untuk yang
penting seperti ini. Itu hanya untuk yang kecil-kecil, terutam a
un tuk perem pu an , sebab akhirn ya m e reka akan m elan ggar
sum pah itu dan m engobral om ongan bila m ereka m endapat
kesem patan. Untuk sum pah besar harus tertulis. J uga diperlukan
darah.”
Tubuh Tom bergetar gem bira oleh usul ini. Sungguh seram
dan m engerikan waktunya, keadaannya, tem pat nya, sem ua serasi.
Tom m engam bil sebuah genting sirap yang tergeletak di cahaya
bulan, lalu diam bilnya sepo tong karang m erah dari sakunya dan
m ulai m enulis dalam terang rem bulan. Menggigit lidahnya setiap
kali m enorehkan garis ke bawah dan m em bebaskannya setiap kali
m enorehkan garis ke atas.
86 Mark Twain
*
Bila Tuan Harbison m em punyai budak bernam a Bull, m aka Tom akan m em anggilnya, “Bull
m ilik Harbison“. Tetapi anak atau anjing Tuan Harbison dipanggilnya “Bull Harbison“.
88 Mark Twain
MENJ ELANG TENGAH hari, seluruh isi desa gem par oleh
berita yang m enyeram kan. Pada waktu itu telepon bahkan belum
diim pikan, tapi dalam hal ini, benda itu tak diperlukan. Berita
itu m enjalar dari orang ke orang, dari ke lom pok ke kelom pok,
dari rum ah ke rum ah dengan ke ce patan yang ham pir m enyam ai
kecepatan telepon. Dengan adanya berita itu tentu saja guru
m em bebaskan para m uridnya untuk pelajaran sore. Kalau tidak,
pasti seluruh penduduk akan berpikir bahwa ia berpikiran aneh.
Sebilah pisau berdarah ditem ukan dekat m ayat Dokter
Robinson dan seseorang m engenal pisau itu se bagai m ilik Muff
Potter—begitulah m enurut cerita. Dikatakan pula bahwa seorang
pen duduk yan g pulan g kem alam an m em ergoki Muff Potter
sedang m andi di anak sungai kira-kira pukul satu atau dua tengah
m a lam . Waktu itu Potter segera m enyelinap pergi. Suatu hal yang
92 Mark Twain
Muff tak berm aksud untuk pergi, tetapi ia tam pak bingung.
“Tak tahu m alu!” seru seseorang. “Agaknya ia ingin m elihat
Tom tetap sem uram peti m ati. Sesudah m andi dengan air panas,
Tom harus m akan tepung gandum dan tubuhnya dibalur dengan
pupuk. Agaknya bagi Bibi Polly Tom itu sem acam guci dan
tiap hari m engisinya dengan berbagai m acam obat-obatan yang
katanya bisa m enyem buhkan segala m acam pe nyakit.
Lam a-kelam aan Tom m enjadi acuh tak acuh kepada cara-
cara pengobatan bibinya. Bibi Polly m erasa kha watir. Sikap acuh
tak acuh itu harus segera diberantas dengan cara apa pun. Pada
saat itu Bibi Polly m ende ngar obat ajaib yang bernam a Penghapus
Sakit. Segera Bibi Polly m em esan obat itu sebanyak-banyaknya.
Dicobanya sedikit dan jiwanya dipenuhi oleh rasa terim a kasih.
Penghapus Sakit itu betul-betul bagaikan api cair. Diberinya
Tom sesendok dan diper hatikanlah akibat nya. Kekhawatirannya
segera lenyap, kedam aian m engisi jiwanya; sikap acuh tak acuh
Tom lenyap seke tika. Walaupun m isalnya Bibi Polly m em buat api
unggun di bawah Tom , akibatnya tak akan sehebat itu.
Tom m erasa saatnya tiba untuk bangun; kehidup annya
selam a ini cukup rom antis dalam keadaan yang terkutuk, tetapi
m akin lam a m akin banyak perubahan yang m em buyarkan pikiran
dan m akin sedikit perhatian pada perasaan hatinya. Maka ia
m erancang rencana untuk m em bebaskan diri dari sem ua ini dan
akhirnya ia berbuat seolah-olah suka kepada obat Penghapus
Sakit itu. Ia m em inta obat itu begitu sering, hingga m e repotkan
bibinya yang kem udian m enyuruhnya untuk m engam bil sendiri
bila perlu. Kalau yang m engguna kan obat itu Sid, Bibi Polly
tak akan m enaruh curiga, tapi kecurigaannya itu hilang setelah
m elihat, obat itu m akin lam a m akin berkurang. Tak pernah
terpikir oleh nya, sebetulnya obat itu bukan digunakan oleh Tom
untuk keperluannya sendiri, m elainkan untuk dituangkan dalam
sebuah lubang di lantai ruang duduk.
Pada suatu hari, ketika Tom m enuangkan obat Penghapus
Sakit itu ke dalam lubang di lantai, kucing Bibi Polly datang
m enjilat obat itu.
Petualangan Tom Sawyer 101
“Aku tahu, Bibi berm aksud baik, begitu juga aku berm aksud
baik bagi Peter. Belum pernah kulihat ia segem bira itu...”
“Pergilah, Tom , sebelum kau m em beri kesukaran lagi
kepadaku. Dan kali ini cobalah untuk m enjadi anak baik-baik dan
kau tak usah m inum obat itu lagi.”
Tom tiba di sekolah jauh sebelum pelajaran dim ulai. Keanehan
ini terjadi juga pada hari-hari sebelum nya. Seperti hari-hari
sebelum nya Tom tidak berm ain-m ain dengan kawan-kawannya,
m elainkan berdiri saja di dekat pintu pagar. Tam pak sakit. Ia
berbuat seolah-olah m elihat ke sana ke m ari, tetapi perhatian
sebenarnya ke ujung jalan. Ketika J eff Thatcher m uncul, Tom
m enjadi gem bira. Tapi hanya sesaat; ia sedih lagi. Ketika J eff
tiba, dengan hati-hati Tom bertanya tentang Becky. Pertanyaan-
pertanyaan itu m em bingungkan J eff karena ditanyakan tidak
langsung, sehingga yang diharapkan Tom tak tercapai. Kem bali
Tom m em perhatikan ujung jalan; seorang m urid perem puan
terlihat dan tim bullah harapannya. Betapa bencinya ia setelah
ter nyata si gadis itu bukan yang diharapkannya. Akhirnya tak ada
lagi m urid perem puan yang kelihatan dan ia m enjadi putus asa.
Berjalan gontailah ia m asuk ruang sekolah yang kosong, duduk
term enung.
Kem udian sebuah gaun kem bali m elen ggan g m ele wati
pintu pagar. Seketika itu juga Tom m elom pat, berlari ke luar
bagaikan seorang Indian gila; berteriak-teriak, tertawa-tawa,
m engejar sem ua anak lelaki, m e lom pati pagar dengan m elawan
kem ungkinan jatuh patah kaki, berjalan terbalik dengan tangan,
m engerja kan segala m acam keberanian yang terpikir olehnya
dan sem entara itu m atanya m elirik ke arah Becky Thatcher,
m elihat apakah si dia m em perhatikannya. Tetapi tam paknya
Becky tak m em perhatikan kelakukannya tadi, sam a sekali tak
m elihat ke arahnya. Tom m engalihkan daerah m ain gilanya m akin
m endekati Becky; berlari-larian berkeliling sam bil m enjerit-jerit,
104 Mark Twain
PIKIRAN TOM bulat sudah. Dia putus asa. Ia seorang anak yang
dilalaikan dan tak bertem an, tak seorang pun yang m encintainya.
Mun gkin sem ua oran g akan m en yesal bila kelak m ereka
m endapatkan sesuatu yang m ereka paksakan atas dirinya. Ia
telah berusaha untuk m engikuti kehendak m ereka dan berbuat
baik, tetapi itu belum cukup bagi m ereka. Tam paknya m ereka tak
akan puas sebelum ia lenyap, jadi biarlah itu terjadi. Pasti m ereka
akan m e nyalahkannya karena ia m engam bil keputusan ini. Tapi
biarlah, m em ang itu kebiasaan m ereka. Apa hak seseorang yang
tak bertem an untuk m engeluh? Ya m ereka m em aksanya untuk
m engam bil jalan ini, ia akan m em asuki dunia kejahatan. Tak ada
jalan lain.
Saat itu ia berada jauh di ujung Meadow Lane. Sayup-
sayup didengarnya bunyi lonceng m asuk sekolah. Tom tersedu
106 Mark Twain
dianggap paling baik untuk tem pat pertem uan rahasia. Pulau itu
tak berpenghuni; letaknya lebih dekat ke pantai seberang sungai,
ber dam pingan dengan pantai sungai yang berhutan lebat dan
tak berpenghuni pula. Bulat sudah, Pulau J ackson terpilih. Siapa
yang akan m enjadi korban m ereka soal belakang. Keduanya
m encari Huckleberry Finn yang juga m enyetujui untuk ikut
dengan m ereka, sebab se m ua pekerjaan sam a bagi Huck; sem ua
disukainya. Ketiganya berpisah dengan janji untuk berkum pul
di suatu tem pat sepi di tepi sungai pada waktu yang m en jadi
kegem aran m ereka, yaitu tengah m alam . Ada se buah rakit di
tem pat itu yang akan m ereka ram pas. Masing-m asing harus
m em bawa m ata kail lengkap dengan talinya, bahan m akanan yang
bisa dicuri de ngan cara yang paling rahasia—sebagai kebiasaan
para penjahat.
Dan sebelum sore, ketiganya berhasil m enikm ati kebanggaan
m enyebarkan desas-desus bahwa dalam waktu dekat seluruh pen-
duduk akan m endengarkan ‘sesuatu’. Siapa pun yang m ereka beri
tahu tentang ini m ereka m inta untuk tutup m ulut dan tunggu.
Menjelang tengah m alam , Tom berhenti di sem ak-sem ak
di atas jurang kecil yang m enyem bunyikan tem pat pertem uan
m alam itu dengan m em bawa sepotong besar daging babi rebus
dan beberapa alat kecil. Langit hanya diterangi oleh cahaya
bintang. Sunyi. Sungai raksasa m engalir tenang bagaikan sam udra
yang teduh. Tom m endengarkan dengan teliti, tak satu pun suara
terde ngar. Ia bersiul rendah tapi jelas. Dari bawah tubir terdengar
siul jawaban. Tom bersiul dua kali dan dija wab dengan cara yang
sam a. Dengan hati-hati ada suara bertanya, “Siapa di situ?”
“Tom Sawyer, Pem balas Den dam H itam dari Arm ada
Spanyol. Sebutkan nam a kalian!”
“H uck Fin n si Tan gan Merah dan J oe H arper, H an tu
Sam udra,” Tom m elengkapi kedua kawannya dengan gelar-gelar
tersebut, yang diam bilnya dari buku yang paling digem arinya.
108 Mark Twain
Dendam Hitam m asih berdiri sam bil m elipat tangan, m elem par-
kan pan dangan pada perm ulaan hidupnya dan penderitaan-
penderitaan pada akhirnya. Betapa senangnya bila ‘dia’ juga
m enyaksikan keberangkatannya m enghadapi am uk an sam udra,
m enentang m aut dengan hati teguh, m enyam but kebinasaan
dengan senyum dingin di bibir. Mudah saja baginya untuk m em -
buat Pulau J ackson m en jadi tem pat yang tak bisa dipandang dari
St. Petersburg dengan hati hancur, tapi puas. Kedua bajak laut
yang lain juga m em andang untuk terakhir kalinya dan m e reka
begitu lam a term enung hingga ham pir saja m ereka dibawa arus,
lepas dari daerah pulau tujuan m ereka. Untunglah m ereka segera
sadar akan bahaya ini dan m em buat perubahan arah untuk m eng-
hindarinya. Kira-kira pukul dua dini hari rakit itu ter dam par
di pasir dua ratus m eter dari pulau. Para bajak itu m engarungi
gosong itu pulang pergi untuk m endaratkan barang-barang.
Sebagian barang-barang yang telah berada di atas rakit, term asuk
sehelai layar tua, m ereka am bil juga. Layar itu m ereka tebarkan
di atas suatu tem pat di sem ak-sem ak untuk m elindungi barang-
barang yang lain. Me reka sendiri akan tidur di alam terbuka
sebagai kebiasaan para penjahat.
Mereka m em buat api terlindung di sisi sebatang po hon besar
yang rebah dua puluh atau tiga puluh langkah di dalam hutan,
kem udian m em asak lem ak babi di penggorengan untuk m akan
m alam , m enghabiskan ham pir setengah dari persediaan jagung
yang m ereka bawa. Rasanya senang sekali untuk berpesta pora
secara liar dan bebas di hutan perawan di suatu pulau yang belum
pernah diselidiki dan tak berpenduduk, jauh dari m asyarakat
m anusia dan m ereka berjanji tidak akan kem bali ke dunia
peradaban. Api yang berkobar-kobar m enerangi wajah m ereka,
m elem parkan cahaya m erah pada pohon -pohon besar yan g
bagaikan pagar m engitari tem pat itu diselingi oleh sem ak-sem ak
dan berbagai tum buhan yang m eram bat.
Petualangan Tom Sawyer 111
KETIKA TOM bangun di pagi hari, m ula-m ula ia tak tahu di m ana
ia berada. Ia duduk, m enggosok m ata, dan m elihat berkeliling.
Kem udian ia sadar. Fajar abu-abu dan dingin m enyebar rasa
kedam aian dan ke se garan dalam suasana tenang serta sunyi
yang m e nguasai rim ba. Tidak ada daun bergerak, tak ada suara
m engganggu kesenyapan alam . Em bun bergantungan di ujung
daun dan rerum putan. Api unggun ditutup abu putih, hanya
ditandai oleh asap tipis m engalun ke langit. J oe dan Huck m asih
tidur nyenyak.
Kini, jauh di depan rim ba, terdengar seekor burung; dijawab
oleh yang lain. Segera terdengar pula dekut burung pelatuk.
Langit m em utih, dan suara-suara m ulai banyak terdengar. Di
depan m ata Tom tam pak keajaib an alam sedang m eninggalkan
m im pi untuk bekerja. Seekor ulat m engangkat tubuhnya ke
116 Mark Twain
Tam pak perahu tam bang kecil hanyut m engikuti arus. Geladaknya
penuh oleh penum pang sedang di sekitarnya perahu-perahu kecil.
Tetapi anak-anak itu tak bisa m engira-ngira, apa yang diperbuat
oleh orang-orang itu. Asap putih m enyem bur dari sisi perahu dan
sem entara asap itu m enjadi bertam bah besar, suara dentum an
sam pai ke telinga anak-anak yang bersem bunyi di sem ak-sem ak
itu.
“Sekarang aku tahu!” seru Tom , “ada orang ter benam !”
“Benar!” sahut Huck. “Dalam m usim panas yang lalu ketika
Bill Tunner tenggelam , m ereka m enem bakkan m eriam di atas air,
yang m enyebabkan m ayatnya m engapung. Ya, dan m ereka juga
m enghanyutkan beberapa potong roti yang diberi air rasa. Roti
itu akan ber henti tepat di atas tem pat m ayat orang yang terbe-
nam itu.”
“Ya, pernah kudengar,” kata J oe, “apa kira-kira yang m em -
buat roti itu bisa m enunjukkan tem pat m ayat terbenam tadi?”
“Oh, yang penting bukan rotinya,” sahut Tom , “yang m em buat
roti itu berhenti hanyut ialah doa-doa yang diucapkan waktu
m em buangnya.”
“Tetapi m ereka tak m engucapkan apa-apa waktu m em buang
roti,” kata Huck, “aku pernah m enyaksikan.”
“Aneh, kalau begitu,” Tom m enggelengkan kepala, “tetapi
doa-doa itu tentu diucapkan dalam hati. Begitulah. Sem ua orang
tahu.”
Kedua anak yang lain setuju benarnya perkataan Tom , sebab
tak m ungkin sepotong roti tanpa m antra bisa berhenti hanyut
begitu saja.
“Betapa senangnya, bila aku bisa di dalam perahu itu,” kata
J oe.
“Aku juga,” angguk Huck, “ingin aku tahu siapa yang ter-
benam .”
Anak-anak itu m asih m endengar dan m em perhatikan terus.
120 Mark Twain
“Tetapi seperti kataku tadi,” kata Bibi Polly, “ia bukan anak
jahat. Hanya nakal. Mem usingkan kepala, serta gem ar m em buat
kekacauan. Ia serupa seekor anak kuda, tak boleh dianggap
bertanggung jawab atas per buat annya. Tak pernah ia berm aksud
buruk, dia anak yang paling baik yang....” Bibi Polly terisak-isak.
“Begitu juga dengan J oe-ku. Luar biasa nakalnya. Nam un
sebenarnya ia berhati baik, tak m au m em en tingkan diri sendiri,
sem oga Tuhan m en gam pun iku, aku telah m en ghukum n ya
m encuri sari susu; sam a sekali tak teringat olehku, bahwa sari
susu itu telah kubuang karena basi. Dan kini, tak akan kulihat
lagi anak itu, betapa m alang nasib nya,” Nyonya Harper m enangis
dengan hati hancur luluh.
“Kuharap Tom m endapatkan tem pat yang layak,” kata Sid.
“Tetapi bila selam a ini ia berkelakuan sedikit lebih baik....”
“Sid!” Tom bisa m erasakan m ata bibinya yang m e lotot,
walaupun ia tak bisa m elihatn ya. “Tak boleh se oran g pun
m engatakan yang tak baik tentang Tom setelah ia tiada. Tuhan
yang akan m elindunginya, Sid, dan kau tak usah ikut cam pur.
Oh, Nyonya Harper, tak tahu aku bagaim ana harus kutanggung
penderitaan ini. Tak tahu aku bagaim ana harus m enanggung
kehilangannya. Ia selalu m enghiburku walaupun ham pir setiap
hari m enyiksaku dengan kenakalannya.”
“Apa yang diberikan Tuhan harus kita kem balikan dengan
rela padaNya. Terpujilah nam a Tuhan. Tetapi betapa pedihnya!
Oh, sangat pedih! Baru Sabtu yang lalu J oe m eledakkan beberapa
buah petasan tepat di bawah hidungku dan kupukul ia hingga
jatuh tunggang-langgang. Sam a sekali tak kuduga, betapa cepat-
nya ia m eninggalkanku.... Oh, bila saja ia bisa m ele tuskan lagi
petasan itu, akan kupeluk serta kuberkati dia!”
“Ya, ya, ya, aku tahu perasaanm u, Nyonya Harper, aku tahu
perasaanm u. Tak lebih dari kem arin siang, Tom -ku m engisi
perut si Peter kucing kesayanganku dengan obat Penghapus
Petualangan Tom Sawyer 125
Sakit dan saat itu kukira kucing itu akan m erobohkan rum ah ini.
Sem oga Tuhan m engam puniku, telah kuketuk kepalanya. Anak
m alang, anak m alang. Tapi kini ia tak m erasakan kesukaran lagi.
Dan kata-katanya yang terakhir telah m enyesaliku karena....”
Kenangan itu terlalu berat bagi si nyonya tua, tangisnya m enjadi-
jadi. Tom juga m eneteskan air m ata, lebih m enydihkan dirinya
sendiri daripada orang lain. Ia bisa m endengar Mary m enangis
serta berkali-kali m engatakan yang baik tentang dirinya. Kini
Tom punya anggapan yang lebih baik daripada sebe lum nya
ten tan g dirin ya. Bagaim an apun ia sun gguh terharu m en -
de ngar kesedihan bibinya dan m erasa ingin keluar dari bawah
tem pat tidur dan m em buatnya kegirangan—sifat yang sangat
dram atis dari tindakan itu sungguh m enarik hatinya, nam un ia
m enahan diri dan berbaring diam .
Dari berbagai pem bicaraan yan g tertan gkap olehn ya,
orang m enduga bahwa Tom , J oe, dan Huck telah tenggelam
di dalam sungai ketika berenang. Kem udian rakit kecil yang
hilang diketem ukan dan beberapa anak ber saksi bahwa anak-
anak yang hilang itu pernah m enga takan bahwa dalam waktu
dekat pen duduk desa akan m en de n garkan sesuatu. Den gan
m enghubungkan sem ua ini para cendekiawan desa m engam bil
kesim pulan bahwa anak-anak itu hanyut ke hilir dengan naik
rakit dengan m aksud akan m endarat di kota terdekat di sebelah
hilir. Tetapi m enjelang tengah hari rakit itu diketem ukan di
pantai daerah Missouri, lim a atau enam kilom eter di sebelah
hilir St. Petersburg. Lenyaplah segala harapan. Ketiga anak itu
pasti terbenam . Kalau tidak, sudah pasti m ereka akan kelaparan
dan pulang pada m alam harinya. Pencarian m ayat tak berhasil,
sebab diperkirakan ketiganya terbenam di tengah terusan. Kalau
tidak, ketiga anak yang sangat pandai berenang itu pasti se lam at
ke tepi. Hari ini hari Rabu. Bila hari Sabtu m ayat-m ayatnya
tak diketem ukan, tak ada gunanya untuk m encari m ereka. Pagi
126 Mark Twain
SELESAI MAKAN siang para bajak laut itu m encari telur penyu di
dalam pasir. Mereka berkeliaran m enusuki pasir dengan tongkat
dan bila ada tem pat yang lem but m ereka berlutut m enggalinya
dengan tangan. Kadang-kadang m ereka berhasil m endapatkan
lim a atau enam puluh telur dalam sebuah lubang. Telur-telur itu
bundar, lebih kecil dari buah kenari Inggris. Mereka m engadakan
pesta telur goreng m alam itu dan pada J um at pagi, esok harinya.
Selesai sarapan m ereka kejar-kejaran sam bil ber teriak-
teriak, berlari di pasir dengan m enanggalkan pa kaian satu per
satu hingga akhirnya m ereka telanjang. Mereka terus berkejar-
kejaran di gosong pasir yang berarus keras dan m em buat m ereka
jatuh tunggang langgang. Sekali-sekali m ereka berhenti berlari,
m enyem bur-nyem burkan air ke m uka m asing-m asing dengan
m e m iringkan untuk m enghindari sem buran air yang m enyakitkan
Petualangan Tom Sawyer 129
Huck? Bob Tanner ada waktu itu, juga J ohnny Miller dan J eff
Thatcher. Tidak ingatkah kau, Huck bahwa aku pernah berkata
begitu?”
“Ya, m em ang,” Huck m engiyakan, “aku ingat, sehari setelah
kau kehilangan kelereng pualam ku. Tidak, sehari sebelum nya.”
“Nah, apa kataku,” kata Tom , “Huck m asih ingat.”
“Aku yakin aku bisa m engisap pipa ini sepanjang hari tanpa
sakit,” bual J oe.
“...aku yakin bisa mengisap pipa ini sepanjang hari tanpa sakit.”
134 Mark Twain
tak m ungkin dilakukan tanpa m engisap pipa per dam aian. Tak
ada jalan lain yang pernah diketahui m ereka selain itu. Dua di
antara suku-suku liar itu m enyesal telah m enjadi Indian dan tidak
tetap saja m enjadi bajak laut. Bagaim anapun tak ada jalan untuk
m enghindar kannya. Maka dengan ber pura-pura gem bira m ereka
m em inta pipa dan selam a pipa itu diedarkan, m engisapnya
seperti yang dike hendaki oleh peraturan.
Dan betapa gem biranya m ereka kini karena m enjadi suku
liar sebab tern yata m ereka m en dapatkan sesuatu. Mereka
m endapatkan, bahwa m ereka bisa m erokok dengan baik tanpa
harus m encari-cari pisau yang hilang. Mereka m asih m erasa
sakit, tetapi cum a sedikit dan bisa diabaikan. Kesem patan ini tak
akan m ereka sia-siakan tanpa berusaha. Tidak, setelah selesai
m akan m ereka m encoba lagi dengan hasil gem ilang, m aka m a lam
itu dilalui dengan kegem biraan yang m elim pah. Me reka lebih
bahagia m encapai hasil ini daripada m engalahkan dan m enguliti
sem ua suku Indian dari Enam Bangsa. Kita tinggalkan m ereka
dalam kegiatan m erokok dan m em bual sebab saat ini m ereka tak
kita perlukan lagi.
Menghadiri Upacara
Penguburan Sendiri
TAK ADA kegem biraan di kota kecil St. Petersburg pada Sabtu
sore yang tenang itu. Keluarga Harper dan keluarga Bibi Polly
m em akai pakaian berka bung dengan kedukaan yang besar dan
air m ata m elim pah. Kesepian yang luar biasa m enguasai desa,
walau pun biasanya desa itu sudah cukup sepi. Para penduduk
bekerja tanpa banyak suara, tapi sering m engeluh. Libur dari
Sabtu m alah bagaikan beban untuk m urid-m urid sekolah. Mereka
tak berm inat untuk berm ain-m ain.
Sore itu, tanpa disadari, Becky Thatcher dengan m u rung
berjalan-jalan di halam an sekolah yang sunyi. Hatinya sangat
sedih dan tidak bisa m enem ukan sesuatu untuk m enghibur
hatinya. Ia m enahan tangis, “Oh, bila aku m asih m em iliki tom bol
kuningan itu! Kini aku tak punya apa-apa untuk m engenang
dia.” Kem udian dia berhenti dan berkata lagi, “Di sinilah! Bila
hal itu bisa diulangi kem bali, tak akan aku katakan, walau diu-
Petualangan Tom Sawyer 141
pah apa pun juga. Tapi kini ia telah pergi, dan aku tak akan bisa
m elihatnya lagi.”
Pikiran ini m enghancurkan hatinya. Becky m enjauhi sekolah
itu dengan air m ata m em basahi pipi. Sekelom pk m urid lelaki
dan perem puan—tem an-tem an J oe dan Tom —datang ke tem pat
itu. Mereka berdiri m em per hatikan halam an sekolah. Dengan
khidm at m ereka m em bicarakan tingkah laku Tom dan J oe pada
saat ter akhir m ereka m elihat keduanya. Kejadian-kejadian kecil
yang tak pernah m ereka duga akan m eram alkan keja dian ini.
Setiap pem bicara m enunjukkan tem pat yang tepat di m ana kedua
anak yang hilang itu berdiri, kem u dian m enam bahkannya dengan
berkata, “...dan aku berdiri begini, di sini—seperti um pam anya
kau: dia, dan aku seperti saat ini—aku sedekat ini, dan ia
tersenyum —dan kem udian ada yang aneh terasa olehku—m enge-
rikan dan waktu itu tak terpikir olehku artinya, dan baru kini
kutahu!”
Terjadi sedikit perten tan gan ten tan g siapa yan g m e-
lihat kedua anak yang hilang itu paling akhir. Banyak yang
m em perebutkan dengan m engajukan bukti-bukti yang ditam bah
serta dikurangi: sam pai akhirnya dapat ditentukan seorang anak
yang benar-benar paling akhir m elihat Tom dan J oe. Anak yang
ditentukan itu m erasa sangat penting karenanya dan anak-anak
lain m engagum i sekaligus iri kepadanya. Seorang anak yang tak
punya bukti-bukti yang bisa diajukan berkata dengan bangga,
“Tom Sawyer pernah m em ukul aku.”
Tetapi pernyataan itu gagal. Ham pir sem ua anak bisa berkata
begitu, m aka pern yataan sem acam itu tidak ada hargan ya.
Kelom pok itu berlalu, m em bicarakan kenang-kenangan tentang
para pahlawan yang hilang itu de ngan rasa segan.
Keesokan harinya. Selesai sekolah Minggu, lonceng gereja
tidak berdengung seperti biasa, tetapi dibunyikan dengan jarak
142 Mark Twain
itu. Sesaat kem udian pintu gereja ber derit terbuka. Pendeta
m engangkat m ata nya yang penuh air m ata, m elihat lewat atas
sapu tangannya, dan tertegun m em belalak! Mula-m ula satu,
kem udian pasangan m ata lain m engikuti arah pandangan sang
pen deta, akhirnya seluruh jem aat berdiri m elongo m elihat ketiga
‘m endiang’ berjalan ke depan di antara kursi-kursi gereja itu.
Tom paling depan, kem udian J oe, terakhir Huck dengan pakaian
com pang-cam ping ke m alu-m aluan. Mereka bertiga bersem bunyi
di balkon dengan m endengarkan khotbah penguburan m ereka!
Bibi Polly, Mary dan keluarga Harper m enubruk, m e m eluk,
dan m encium m ereka yang baru kem bali dengan terus-m enerus
m engucapkan syukur pada Tuhan. Huck m alu dan gelisah, tak tahu
apa yang akan dikerjakan dan di m ana ia harus m enyem bunyikan
diri dari pan dangan m ata orang, banyak yang tak m enunjukkan
rasa persa habatan. Ia sudah akan m enyelinap pergi, tapi Tom
m eraih tangannya dan berseru, “Bibi Polly, harus ada orang yang
m erasa gem bira untuk m elihat Huck kem bali.”
“Mem ang. Aku sangat gem bira m elihatnya kem bali, Anak
piatu yang m alang!” dengan penuh kecintaan Bibi Polly m em eluk
dan m encium gelandangan itu ber kali-kali hingga m em buat Huck
m alah m akin m erasa tak enak.
Tiba-tiba pendeta berseru dengan keras, “Puji Tuhan sum ber
segala berkat m em banjir—BERNYANYI LAH—sepenuh hati!”
J em aat betul-betul bernyanyi sepenuh hati. Si Seratus Tua
dinyanyikan dengan gegap gem pita hingga atap ge reja bergetar.
Tom Sawyer, si Bajak Laut m elihat seke liling pada kawan-
kawannya yang iri padanya. Saat ini betul-betul saat yang paling
m em banggakan dalam hidupnya.
J em aat yang tertipu itu pulang dari gereja dengan gem bira
dan berkata, m au m ereka ditipu sekali lagi un tuk m endengar
nyanyian yang gegap gem pita dan ber se m angat.
144 Mark Twain
Hari itu Tom m endapat tam paran dan cium an—m e nu rut
per ubahan perasaan hati Bibi Polly—lebih banyak dari yang
didapatnya dalam waktu setahun. Dan ia tak tahu yang m ana
yang m enyatakan rasa terim a kasih pada Tuhan dan rasa cinta
pada dirinya.
Tom Menceritakan Mimpinya
engkau begitu keras hati untuk m em buatku m ende rita. Bila kau
bisa berkayuh dengan sebatang kayu untuk pergi ke upacara
penguburan, m engapa kau tak bisa datang dan m em beri isyarat
kepada ku bahwa sebenar nya engkau tak m ati tapi hanya lari?”
“Ya, kau bisa berbuat begitu, Tom ,” kata Mary, “dan aku tahu,
kau m au berbuat begitu, bila terpikir olehm u.”
“Kau m estinya m au, bukan, Tom ?” tanya Bibi Polly dengan
sedih. “Katakan sekarang, Tom , kalau terpikir olehm u, bukankah
kau m au m engerjakannya?”
“Aku... hm m , aku tak tahu, Bi. Itu akan m erusak rencana,”
jawab Tom .
“Oh, Tom , tak kukira hanya begitu cintam u padaku,” kata
Bibi Polly dengan sedih yang m em buat Tom m erasa tak enak,
“betapa senangnya jika kau sayang padaku untuk m em ikirkan hal
itu, walaupun kau tak bisa m engerja kannya.”
“Bibi, jangan disedihkan hal itu,” kata Mary, “itu hanya
disebabkan oleh tabiat Tom yang suka tergesa-gesa hingga tak
sem pat m em ikirkan apa pun.”
“Lebih sayang bila begitu. Sid akan sem pat berpikir dan
datang ke m ari untuk m engerjakannya. Tom , suatu waktu kau
akan m e ngenang m asa lalu, tetapi sudah terlam bat, m enyesali
dirim u karena terlalu sedikit m erasa sayang padaku.”
“Bibi, Bibi tahu bahwa aku juga sayang pada Bibi.”
“Aku akan m engetahuinya lebih jelas bila kata-kata m u itu
terbukti, Tom .”
“Oh, aku sangat m enyesal karena tak sejauh itu pikir anku,”
kata Tom m enyesal, “betapapun, aku telah berm im pi tentang
Bibi. Cukup bukti bahwa aku m em ikir kan Bibi, bukan?”
“Tidak, Tom . Kucing pun bisa berbuat seperti itu tapi yah,
lebih baik daripada tidak sam a sekali. Apa yang kau im pikan?”
“Hm m , Rabu m alam aku berm im pi, Bibi duduk di tem pat
tidur itu, Sid duduk di peti kayu dan Mary di sebelahnya.”
“Mem ang begitu. Bukankah kita selalu duduk-duduk begitu?
148 Mark Twain
hari Minggu. Kem udian Bibi dan Nyonya Harper saling peluk dan
m enangis. Nyonya Harper terus pulang.”
“Betul dem ikian kejadiannya! Tepat sekali, sem ua terjadi
seperti yang kau katakan itu, seakan-akan kau sendiri datang
m elihat kam i. Kem udian bagaim ana? Teruskan, Tom !”
“Kem udian kupikir Bibi berdoa untuk aku, seakan aku bisa
m elihat dan m endengar setiap kata yang Bibi ucapkan. Bibi
kem udian pergi tidur, aku begitu m enyesal sehingga kucari kulit
kayu sy cam ore dan kutulis: ‘Kam i tidak m e ninggal dunia. Kam i
hanya m elarikan diri untuk m enjadi bajak laut’. Dalam im pian
itu kuletakkan kulit kayu itu di m eja dekat lilin. Kulihat Bibi
tidur nye nyak, m anis sekali dan dalam m im pi aku m em bungkuk
m encium bibir Bibi.”
“Oh, betulkah, Tom , betulkah? Kuam puni sem ua kesalahan-
m u.” Bibi Polly m em eluk Tom erat-erat hingga terasa sakit dan
m em buat Tom m erasa sebagai penjahat nom or satu di desa itu.
“Baik sekali hatim u, walaupun itu hanya m im pi,” gum am Sid,
tapi cukup jelas untuk didengar.
“Tutup m ulutm u, Sid! Apa yang dikerjakan seseo rang dalam
m im pi pasti bisa dikerjakannya bila ia da lam keada an sadar. Ini,
Tom , apel m ilum besar yang ku sim pan hanya untukm u bila kau
ditem ukan. Nah, kini pergilah ke sekolah. Aku sangat berterim a
kasih pada Tuhan Yang Pem urah serta Bapa kita atas kepu-
langanm u dengan selam at. Aku berterim a kasih pada Tuhan
Yang Maha Pengasih dan Maha Pengam pun pada siapa saja
yang percaya pada-Nya serta m enuruti segala peraturan-Nya,
walaupun sebetulnya diriku tak layak untuk m enerim a berkat-
Nya. Tetapi bila hanya orang yang layak saja m enerim a berkat
dan per tolongan-Nya dalam m asa kesukaran, akan sedikit sekali
terlihat senyum di dunia ini dan hanya sedikit yang bisa m em asuki
tem pat istirahat-Nya bila m alam panjang tiba. Cepat pergi, Sid,
Mary, Tom pergilah! Kalian sudah ter lalu lam a m engganggu aku!”
Petualangan Tom Sawyer 151
kha yal m ereka yang terlalu besar untuk dijadikan gudang bahan
cerita. Dan akhirnya ketika keduanya m engeluar kan pipa dan
dengan tenang m erokok sam bil berjalan perlahan-lahan. Puncak
kem enangan m ereka tercapai sudah.
Tom m em utuskan bahwa kini ia bisa bebas dari Becky.
Kem asyhuran sudah cukup bagin ya. Ia han ya hidup un tuk
kem asyhuran itu. Kini setelah ia m enjadi orang ter nam a, pasti
Becky akan m enginginkannya kem bali. Hm , biarlah—Becky akan
tahu, bahwa ia biasa pula bersikap acuh tak acuh seperti orang
lain. Segera juga Becky m uncul, tapi Tom berpura-pura tak
m engetahui hal itu. Ia m enghindar untuk ikut berkum pul dengan
anak-anak lain dan bercerita lagi. Dari sudut m atanya Tom
m elihat Becky dengan am at gem bira berm ain kejar-kejaran,
m enjerit, dan tertawa, bila berhasil m enangkap buruan nya.
Tapi Tom m em perhatikan pula bahwa Becky hanya m engejar
anak-anak yang di dekat Tom dan agaknya sekali-sekali gadis
itu m elirik penuh per hatian kepadanya. Hal itu m engobarkan
sifat jual m ahal pada Tom dan m em buat Tom m akin berpura-
pura tak tahu akan kehadiran Becky. Tak lam a Becky m erasa
lelah berkejar-kejaran. Ia berjalan ke sana ke m ari tak m e nentu,
m engeluh dan m engeluh lagi dan m elem parkan pandangan sedih
kepada Tom . Kem udian diperhatikannya Tom kini berbicara
lebih sering kepada Am y Lawrence daripada kepada anak lain.
Becky m erasakan hatinya bagai ditusuk-tusuk, dan ia m enjadi
am at gelisah. Ia ingin pergi m enjauh nam un kakinya terasa berat;
kaki itu m alah m em bawanya m endekati kelom pok yang berdiri di
sam ping Tom . Becky berseru pada seorang gadis yang berdiri di
sam ping Tom dengan kegem biraan palsu, “Hai, Mary Austin! Kau
sungguh nakal, m enga pa kau tak datang ke Sekolah Minggu?”
“Siapa bilang? Aku datang. Tidakkah kau m elihat aku?”
“Tidak. Betulkah kau datang? Di m ana kau duduk?”
“Di kelas Nona Peters seperti biasa. Aku m elihatm u.”
Petualangan Tom Sawyer 153
Tapi sem pat juga gadis itu tanpa tedeng aling-aling m engkait Tom
dengan janji untuk bertem u selesai sekolah. Tom cepat-cepat
m eninggalkan Am y dengan kebencian m em bara pada anak itu.
“Biarlah, bila dengan anak lain,” pikir Tom m engger takkan
gigi dengan m engenangkan Becky dan Alfred di belakang sekolah.
“Biarlah dengan anak m ana pun di kota ini, asal jangan pesolek
dari St. Louis yang selalu berdandan rapi dan m enganggap diri-
nya bangsawan itu. Oh, baiklah, kau telah kuhajar waktu pertam a
kali tiba di kota ini dan kau akan kuhajar lagi! Tunggu saja sam pai
kau tertangkap olehku, kau akan ku....”
Dan Tom dengan sengit berkelahi m elawan seorang anak
yang hanya ada dalam khayalnya, m eninju, m e nen dang ke sana ke
m ari. “Oh, kau m erasa telah cukup. He? Kau m eneriakkan cukup,
he? Nah, biarlah itu jadi pelajaran yang tak terlupakan bagim u.”
Perkelahian dalam khayal itu selesai dengan m em uaskan.
Istirahat tengah hari Tom lari pulang. Hati kecilnya tak
tahan m elihat kebahagiaan Am y dan kecem buru an n ya juga
tak tertahan kan . Becky kem bali m em eriksa gam bar-gam bar
dalam buku bersam a Alfred. Menit dem i m enit berlalu dan Tom
tak tam pak untuk disiksa. Kem enangannya m ulai m enipis, ia
kehilangan m inat untuk m elihat gam bar. Murung dan m elam un
m enyu sul, diikuti oleh kesedihan. Dua atau tiga kali serasa ia
m endengar langkah kaki, tetapi ternyata bukan. Tom tak m uncul
juga. Kesedihannya m akin berkobar, ia ke cewa dan m enyesal
telah begitu bersun gguh-sun gguh m en jalan kan pem balasan
dendam nya. Alfred yang m alang segera sadar bahwa Becky tak
tertarik lagi padanya, entah m engapa. Berkali-kali Alfred berseru,
“Oh, lihat ini, betapa bagusnya!”
Seruan itu m alah m em buat Becky m arah dan ber kata,
“J angan ganggu aku! Aku tak peduli pada gam bar-gam bar itu!”
Air m ata tercurah dan ia bangkit pergi.
Alfred m engejarnya untuk m enghibur, nam un Becky m em -
bentaknya, “Pergilah! J angan ganggu aku lagi! Aku benci padam u!”
156 Mark Twain
TOM TIBA di rum ah dengan hati sedih, dan sam butan bibinya
m e nyatakan bahwa kesedihannya tak m en dapatkan sam butan
yang layak.
“Tom , ingin aku m engulitim u hidup-hidup!”
“Bibi, apakah salahku?”
“Banyak sekali! Bagaikan orang gila aku ke rum ah Sereny
Harper dengan harapan bahwa ia akhirnya bisa percaya akan
arti im pian. Tetapi ternyata ia telah m en dengar dari J oe bahwa
kau betul-betul telah datang ke m ari dan m endengarkan sem ua
percakapan kam i. Tom , aku tak bisa bayangkan apa jadinya
anak yang berkela kuan seperti engkau ini. Sedih hatiku, Tom ,
m em ikirkan betapa tega kau m em biarkan aku pergi ke Sereny
Har per bagaikan orang linglung, tanpa m engatakan apa-apa.”
Kejadian ini tak pernah terpikirkan oleh Tom . Kecer dikannya
pagi tadi tam paknya seperti sesuatu lelucon yang baik bagi
158 Mark Twain
Tom . Tetapi kini tam pak kekotoran dan kelicikan akal itu. Tom
m enundukkan kepala, sesaat ia tak tahu harus berkata apa.
“Bibi, aku sangat m enyesal, sam a sekali tak pernah kupikirkan
akan begini jadinya.”
“Kau m em ang tak pernah berpikir. Tak pernah kau berpikir
apa pun , kecuali ten tan g kepen tin gan dirim u sen diri. Kau
bisa berpikir untuk datang ke m ari dari Pulau J ackson buat
m enertawakan kese dihan kam i. Kau bisa berpikir m enipuku
tentang im pian, tapi tak terpikir olehm u untuk m engasihani kam i
dan m enolong kam i dari kesedihan.”
“Bibi, aku tahu, perbuatanku sangat buruk, tapi aku tak
berm aksud untuk berbuat buruk. Betul-betul tidak. Dan lagi,
m alam itu aku datang ke m ari bukan untuk m enertawakan Bibi.”
“Untuk apa kalau begitu?”
“Un tuk m en gatakan agar Bibi tak perlu gelisah bah wa
sebenar nya kam i tidak terbenam .”
“Tom , Tom , aku akan m enjadi orang yang paling ber terim a
kasih, kalau aku bisa percaya bahwa kau m em punyai pikiran
sebagus itu. Tapi kau tahu sebenarnya kau tak pernah berpikir
begitu, dan aku juga tahu, Tom .”
“Sungguh m ati m em ang dem ikian. Bi, sungguh m ati!”
“Oh, Tom , jangan berdusta, jangan. Dustam u akan m em buat
keadaan m enjadi seratus kali lebih buruk.”
“Aku tidak berdusta, Bi, tidak. Aku ingin m encegah, agar Bibi
tidak berduka terus. Itulah yang m endorong aku untuk datang ke
m ari.”
“Bila kata-katam u bisa kupercaya, Tom , hal itu akan m erupa-
kan im balan untuk m enebus dosa. Untuk itu saja aku bisa girang,
biar pun kau telah m elarikan diri dan berlaku buruk. Tetapi itu
tak m asuk akal, lantaran kau tidak m enceritakan kepada Bibi.”
“Dengar, Bi, waktu Bibi berbicara tentang upacara pengu-
buran, pikiranku hanya tertuju pada rencana untuk bersem bunyi
Petualangan Tom Sawyer 159
untuk berkata, “Siapa yang peduli, Nona Sok Aksi!” sam pai waktu
yang tepat untuk m enga ta kan hal itu telah lewat. Maka ia tak
berkata apa-apa lagi. Nam un ia betul-betul m arah. Ia m erengut
m asuk ke ha lam an sekolah. Betapa senangnya, bila Becky m enjadi
seorang anak laki-laki hingga ia bisa m enghajarnya habis-habisan.
Segera juga ia bertem u dengan Becky dan Tom m elontarkan
olokan yang m enya kitkan hati. Dengan cekatan Becky m em balas
hingga perselisihan m ereka sem purna sudah. Dalam kem arah-
annya, Becky tak sabar m enunggu sekolah dim ulai agar ia bisa
m elihat Tom dicam buk untuk kesalahan m e rusak buku ejaan.
J ika tadi ada sedikit keinginan untuk m engadukan perbuatan
Alfred Tem ple, keinginan itu kini lenyap.
Gadis m alang, dia tak tahu bahwa dia sedang di tepi jurang
kesulitan. Tuan Dobbins, guru sekolah itu, m en capai usia setengah
um ur dengan cita-cita yang tak tercapai. Keinginannya m enjadi
dokter. Nam un karena kem iskinan, dia tidak lebih tinggi daripada
seorang guru sekolah desa. Setiap hari diam bilnya sebuah buku
dari m ejanya. Pada saat tak ada kelas yang m endapat pela jaran
m enghafal, Tuan Dobbins tenggelam dalam buku yang penuh
rahasia itu. Ia selalu m engunci lagi tem pat buku itu disim pan.
Setiap anak di sekolah itu ingin tahu apa sebenarnya isi buku
itu tapi m ereka tak pernah m en dapat kesem patan. Setiap anak
m em punyai pikiran apa kiranya isi buku itu. Pikiran-pikiran
itu saling berten tangan dan tak ada jalan untuk m em buktikan
kebenar annya.
Hari itu, waktu Becky m elewati m eja guru di dekat pintu
m asuk, dilihatnya kunci laci m asih tergantung di lubang kunci.
Kesem patan yang luar biasa. Becky m elihat ke sekeliling, hanya
dia sendiri di ruang sekolah yang sepi. Cepat diam bilnya buku
Tuan Dobbins. J udulnya Anatom i, karangan Profesor Anu. Nam a
Petualangan Tom Sawyer 163
“Am y Lawrence?”
Geleng kepala.
“Gracie Miller?”
Tanda yang sam a.
“Susan Harper, apakah kau yang m erobek?”
Sanggahan lagi. Gadis berikutnya adalah Becky Thatcher.
Tubuh Tom gem etar karena khawatir akan suasana putus asa
yang m en cengangkan hati.
“Rebecca Thatcher,” (Tom m em perhatikan wajah Becky,
pucat pasti ketakutan), “kaukah yang... tunggu, lihat aku, lihat
kepadaku,” (tan gan Becky teran gkat seakan m in ta am pun ),
“apakah kau yang m erobek buku ini?”
Suatu pikiran m elintas di otak Tom . Ia m elom pat berdiri dan
berteriak, “Saya yang m erobeknya!”
darkan diri dari segala m acam pem balasan. Hadiah untuk usaha-
usaha pem balas an yang berhasil selalu m erupakan hukum an
dahsyat yang m enggetarkan hati, hingga anak-anak itulah yang
kalah. Akhirnya sem ua m urid berkum pul untuk m erencanakan
pem balasan dan rencana itu segera terwujud.
Anak seorang pelukis papan penanda diajak bersekongkol
oleh m ereka dan m endapat sebagian tugas untuk m elaksanakan
ran can gan . An ak itu segera m en yatakan kesediaan un tuk
m em bantu anak-anak lain karena dia sendiri dengan senang
hati m em balas dendam pada Tuan Dobbins. Itu karena Tuan
Dobbins m enyewa kam ar di rum ah keluarga ayahnya dan guru
itu telah m enyebabkan banyak kesulitan. Nyonya Dobbins akan
pergi ke pedalam an dalam beberapa hari lagi, jadi tak akan ada
rintangan untuk m elaksa nakan rencana. Tuan Dobbins selalu
m em persiap kan diri untuk m enghadapi kejadian itu dengan
m inum m inum an keras sebanyak-banyak nya. Tugas si anak
pelukis itu akan dikerjakan di sore hari m enjelang perayaan di
sekolah. Waktu itu sang guru m endengkur di kursinya dan m inta
dibangunkan, bila waktu berangkat telah tiba.
Saat yang dinanti-nantikan itu tiba. Pukul delapan m a lam ,
rum ah sekolah terang-benderang oleh cahaya lam pu, dihias
dengan bunga-bunga dan kertas ber warna-warni. Sang guru
duduk m egah di kursi tinggi yang diletakkan di atas panggung,
m em belakangi papan tulis. Ia tam pak se tengah m abuk. Di kanan-
kirinya terdapat tiga baris bangku dan di depannya enam baris
bangku, sem ua untuk tem pat para tokoh dan orang-orang tua
m urid. Di sebelah kiri, di belakang tem pat duduk para tam u,
dibuat sebuah panggung untuk para m urid yang akan am bil
bagian dalam perayaan m alam itu. Panggung diisi oleh anak-anak
kecil yang telah m andi serta berpakaian berlebih-lebihan hingga
m ereka m erasa tak en ak badan , pem uda-pem uda jan gkun g
dan anak-anak serta gadis-gadis yang berpakaian serba putih.
170 Mark Twain
SEBUAH IMPIAN
delapan jam dalam perkum pulan itu. Harap annya kini ditujukan
pada Hakim Frazer, yang m e nurut desas-desus sudah dekat
pada ajalnya dan akan dikubur dengan upacara besar-besaran
sebab ia seo rang pejabat tinggi. Tiga hari Tom m em perhatikan
berita tentang keadaan Hakim Frazer. Kadang-kadang harap-
annya begitu besar hingga ia m encoba m engenakan pa kaian
seragam nya itu di depan kaca. Tapi Hakim Frazer agaknya gem ar
m em buat orang berdebar-debar; ka dang-kadang kesehatannya
sangat buruk, tapi cepat juga m enjadi baik lagi. Akhirnya tersiar
berita, bahwa sang hakim telah sem buh ber angsur-angsur, m akin
hari m akin baik. Tom kecewa, hatinya luka. Seketika itu juga ia
m inta berhenti dari keanggotaannya—dan m alam nya sakit sang
hakim kam buh, m eninggal dunia se ke tika. Tom m em utuskan
untuk tidak m enaruh keper cayaan pada orang yang bertingkah
seperti hakim itu.
Upacara penguburannya sangat m engesankan. Para Kadet
berbaris dengan gaya yang diperhitungkan bisa m em bunuh
anggota yang baru keluar itu. Tetapi Tom m en jadi bebas lagi dan
ada keun tungannya dalam kebebasan itu. Ia kini boleh m erokok
dan m em aki, nam un herannya ia tak ingin m elakukan hal-hal itu
lagi. Dengan diperoleh nya kebebasan dapat m erokok dan m em aki
itu, keingina nnya m enjadi lenyap.
Tom m ulai m erasa, libur besarnya m alah hanya akan m em -
beratkan hatinya saja.
Ia m encoba m em buat sebuah catatan harian nam un tak ada
yang luar biasa terjadi selam a tiga hari. Maka usahanya gagal di
tengah jalan.
Rom bongan penyanyi negro berkeliling tiba dan m endapat
perhatian penuh dari penduduk. Tom dan J oe Harper m em buat
sebuah perkum pulan pertunjukan dan selam a dua hari hatinya
bahagia.
180 Mark Twain
keluar, ham pir tak ada rasa terim a kasih di hatinya bahwa ia telah
lolos dari bahaya m aut sebab se perti dulu ia akan m erupakan anak
terasing di antara anak-anak lainnya. Ia berjalan tak m enentu dan
ditem uinya J im Hollis sedang m em im pin pengadilan anak-anak,
m em utuskan perkara pem bu nuhan atas seekor burung oleh
seekor kucing. Dite m uinya J oe Harper dan Huck Finn di sebuah
gang kecil sedang m akan sem angka curian. Anak-anak m alang.
Seperti juga Tom , m ereka telah kam buh penyakitnya.
Muff Potter Diadili
tak akan lupa, tidak. Sering aku berkata pada diriku sendiri.
Kataku, ‘Acap aku perbaiki layang-layang dan benda-benda lain
kepu nyaan tem an-tem an, sering kutunjukkan tem pat-tem pat
m engail yang baik, kutem ani m ereka bila aku bisa, dan sem ua
kini m elupakan Muff Potter yang sedang sengsara. Tapi Tom tak
lupa, begitu juga Huck. Kedua nya tak lupa padaku,’ kataku, ‘dan
aku tak akan lupa pada m ereka.’ Nah kawan-kawan, apa yang
kukerjakan sangat jahat. Waktu itu aku m abuk dan gila. Begitulah
dugaan satu-satunya m engapa kekejian itu bisa kulaku kan. Aku
akan digantung. Kukira itu hukum an terbaik. Terbaik dan tepat,
kukira. Setidak-tidaknya begitulah harapanku. Nah, baiklah, tak
akan kita bicarakan lagi hal itu. Apa yang ingin kukatakan adalah
janganlah sekali-sekali kalian sentuh m inum an keras kalau kalian
ingin m enghindari tem pat seperti ini, Berdirilah agak ke sebelah
Barat. Nah, begitu. Sungguh m em buat hatiku tenteram m elihat
kawan-kawan saat sedang berada dalam kesulitan serupa ini. Dan
tak ada orang lain yang datang ke sini, kecuali kalian. Tem an-
tem an yang baik dan bersahabat. Cobalah bergantian kalian naik
punggung m asing-m asing agar aku bisa m enyentuh kalian. Nah,
begitulah. Mari berjabat tangan. Tanganm u bisa m asuk lewat
terali ini, tanganku terlalu besar. Tangan-tangan kecil dan lem ah,
nam un tangan-tangan ini telah m enolong Muff Potter banyak
sekali. Bila bisa, pasti akan lebih banyak pertolongannya.”
Tom pulang dengan hati kacau dan sedih. Im piannya penuh
dengan hal-hal yang m enakutkan. Hari berikut nya dan berikutnya
lagi, ia berputar-putar di sekitar gedung pengadilan. Seolah ada
sesuatu kekuatan yang m enariknya ke sana tapi ia hanya bisa
berputar-putar saja di luar. Huck juga m em punyai pengalam an
yang sam a. Mereka berdua dengan hati-hati m enghindarkan
diri bila bertem u. Masing-m asing m enjauhi gedung pengadilan.
Nam un selalu kekuatan tak terlihat itu m e narik m ereka kem bali.
Tiap ada orang keluar dari ruang pengadilan, Tom m em asang
Petualangan Tom Sawyer 187
telinga, nam un berita yang didengarnya selalu sam a—m akin lam a
m akin nyata kesalahan Muff Potter. Di akhir hari kedua, tersiar
berita bahwa kesaksian Indian J oe teguh tak berubah dan tak
ragu lagi akan keputusan hakim siapa yang bersalah.
Malam itu Tom pulang larut sekali; m asuk kam ar lewat
jendela. Perasaan hatinya tak keruan. Berjam -jam kem udian baru
ia bisa tidur.
Keesokan harinya seluruh penduduk desa berkum pul di
pengadilan sebab itulah hari yang telah lam a m ereka tunggu.
Pria dan wanita m em enuhi ruangan. Setelah agak lam a baru
para juri m asuk, duduk di tem pat m asing-m asing. Se gera setelah
itu Muff Potter dibawa m asuk, pucat dan kum al, m alu dan tak
punya harap an, tangan dirantai, didudukkan di tem pat seluruh
hadirin bisa m em perhatikannya. Indian J oe yang berm uka dingin
juga m endapat perhatian besar. Sesudah agak lam a m e nunggu,
m asuklah hakim dan sidang dibuka oleh sherif. Seperti biasa
hakim -hakim berbisik dan kertas-kertas dikum pulkan , yan g
m enam bah suasana bertam bah tegang.
Seorang saksi dipanggil. Ia m enyatakan telah m e nem ui Muff
Potter m andi pagi-pagi di anak sungai pada waktu pem bunuhan
terjadi dan terlihatlah si tertuduh m enye linap pergi. Setelah
beberapa pertanyaan, jaksa penuntut um um berkata, “Periksalah
saksi itu.”
Tertuduh m engangkat kepala, tapi m enunduk lagi sem entara
pem bela m enyahut, “Saya tak punya per tanyaan.”
Saksi kedua m em buktikan penem uan pisau dekat m ayat
korban. J aksa penuntut um um berkata, “Silakan periksa saksi
ini.”
“Saya tak punya pertanyaan,” sahut pem bela Potter.
Saksi ketiga bersum pah, ia sering m elihat pisau itu di tangan
Muff Potter.
188 Mark Twain
kotak tua yang terpendam di bawah akar pohon tua, tem pat di
m ana bayang-bayangnya jatuh di tengah m alam . Kebanyakan di
bawah lan tai rum ah-rum ah hantu.”
“Siapa yang m enyim pannya di sana?”
“Siapa lagi kalau bukan peram pok? Mungkin penga was
um um Sekolah Minggu?”
“Aku tak tahu. Bila harta itu m ilikku, tak akan kupen dam ,
tetapi akan kupakai bersenang-senang.”
“Aku begitu juga. Tetapi peram pok m em punyai ke bia saan
sendiri. Mereka selalu m em endam harta.”
“Apakah m ereka tak kem bali untuk m engam bilnya?”
“Maksudn ya, sih, begitu. Tetapi biasan ya m ereka lupa
akan tanda-tanda tem pat persem bunyian atau m ereka terburu
m am pus. Apa pun penyebabnya, harta itu terpendam sam pai
bertahun-tahun dan berkarat. Seseorang m ene m ukan sehelai
kertas kuning yang m enyatakan cara m encari tanda-tanda tem pat
per sem bunyian harta itu. Sehelai kertas itu harus dipecahkan
raha sianya dalam waktu berm inggu-m inggu sebab biasanya yang
terdapat hanya tanda-tanda dan hieroglif.”
“Hiero—apa?”
“Hieroglif—gam bar-gam bar dan sebagainya, kau tahu, yang
seperti tak punya arti apa-apa.”
“Apakah kau m em punyai kertas serupa itu, Tom ?”
“Tidak.”
“Bagaim an a kau bisa m en em ukan tan da-tan da tem pat
persem bunyiannya?”
“Aku tak m em erlukan tanda-tanda. Mereka selalu m enanam
hartanya di bawah rum ah hantu atau di se buah pulau atau di
bawah pohon m ati, yang akarnya m encuat ke luar. Kita telah
m encoba m enggali sedikit di Pulau J ackson. Kapan-kapan kita
coba lagi. Ada ru m ah hantu tua di atas sim pangan Still-House dan
ba nyak sekali pohon-pohon m ati. Banyak sekali.”
Petualangan Tom Sawyer 195
m enaiki tangga. Akhir nya hanya ada satu akibatnya—m ereka naik
setelah m em buang alat di sudut ruangan. Di atas terlihat jelas
tanda-tanda kehancur an, seperti juga di bawah. Di sebuah sudut
terlihat sebuah lem ari yang agaknya m engandung rahasia. Tapi
harapan itu sia-sia, tak ada apa-apa di dalam nya. Kini keberanian
m ereka betul-betul tim bul. Mereka sudah akan turun untuk m ulai
bekerja ketika tiba-tiba Tom berbisik, “Sssh!”
“Ada apa?” tanya Huck, pucat ketakutan.
“Ssh! Kau dengar itu?”
“Ya! Oh, astaga! Mari kita lari!”
“Diam ! J angan bergerak! Mereka datang ke pintu!”
Kedua anak itu berbaring m enelungkup di lantai loteng,
dengan m ata di lubang papan, m elihat ke bawah, m enunggu
dengan ketakutan.
“Mereka berhenti.... Tidak, datang ke m ari.... Itu m ereka.
J angan berbisik, Huck, m asya Allah, bagaim ana aku bisa terlibat
hal ini!”
Dua orang lelaki m asuk. Anak-anak itu berkata dalam hati,
“Itu orang tua Spanyol yang bisu tuli, yang pernah datang ke kota,
satu dua kali. Yang lain belum pernah aku lihat.”
‘Yang lain’ itu berpakaian com pang-cam ping tubuh nya tak
terurus, m ukanya sam a sekali tak m enye nangkan. Si orang
Spanyol m em akai selim ut lebar, berkum is putih lebat, ram but
putih terjurai dari bawah topinya yang lebar, m em akai kaca m ata
hijau. Waktu m asuk, ‘yang lain’ itu berbicara dengan nada rendah.
Mereka duduk di tanah, bersandar ke dinding m enghadap pintu
yang berbicara m eneruskan pem bicara annya, sikapnya m ulai
kurang waspada dan suaranya terdengar jelas, “Tidak, telah
kupikir kan baik-baik. Aku tak m enyukainya. Terlalu berbahaya.”
“Bahaya!” gerutu orang Spanyol yang ‘bisu tuli’ itu, m em buat
kedua orang anak di loteng sangat terkejut, “Ingusan!”
206 Mark Twain
Suara itu m em buat tubuh Tom dan Huck gem etar. Suara J oe
si Indian! J oe berkata lagi, “Tak lebih berba haya dari pekerjaan
kita di atas itu—dan tak terjadi apa-apa pada diri kita.”
“Berbeda sekali. Pekerjaan yang baru kita selesaikan itu
tem patnya sangat jauh di hulu sungai, terpencil tak ada tetangga.
Tak akan diketahui bahwa kita telah m encobanya sebab kita tidak
berhasil.”
“Hm , bukankah lebih berbahaya kita datang ke sini di siang
hari! Setiap orang bisa m encurigai kita.”
“Aku tahu, tapi tak ada tem pat lain yang lebih sesuai setelah
kita m elakukan pekerjaan tolol itu. Aku ingin pergi dari gubuk ini.
Kem arin pun aku ingin pergi tapi tak ada gunanya pergi dari sini
dengan kedua anak terkutuk itu berm ain-m ain di puncak sana
m em per hatikan tem pat ini.”
‘Kedua anak terkutuk’ di atas loteng itu ber getar m en-
dengar pernyataan ini, m em ikirkan betapa untungnya kem arin
m ereka ingat bahwa kem arin hari J um at dan m enunggu sehari
untuk m asuk rum ah itu. Alangkah senangnya bila m ereka bisa
m enunggu se tahun.
Di bawah, kedua orang itu m engeluarkan m akanan untuk
m akan siang. Setelah agak lam a, dalam kesunyian J oe si Indian
berkata, “Dengarlah, pulang ke udik, tunggu sam pai kuberi
kabar. Akan kucoba untuk sekali lagi m asuk kota ini. ‘Pekerjaan
berbahaya’ itu akan kita kerjakan setelah aku m elihat-lihat
keadaan. Kem udian kita pergi ke Texas bersam a-sam a.”
Usul itu disetujui. Kedua orang m ulai m enguap, dan J oe si
Indian berkata, “Aku ngantuk. Giliranm u ber jaga.”
Ia berbarin g m elin gkar di rum put dan segera jatuh
m endengkur. Rekannya m engguncang tubuhnya sekali dua hingga
suara dengkur itu hilang. Segera si penjaga m ulai terkantuk-
kantuk. Kepalanya m akin lam a m akin tunduk dan akhirnya kedua
orang itu sam a-sam a m en dengkur.
Petualangan Tom Sawyer 207
gelap yang pertam a kita pergi ke tem pat itu untuk m encoba
sem ua kunci. Dan ingat harus kau perhatikan kalau-kalau kau
m elihat J oe si Indian. Mungkin ia datang sebab seperti katanya,
ia akan m encari kesem patan untuk m em balas dendam . Bila kau
m elihatnya ikuti dia. J ika ia tak pergi ke No. 2, itu bukanlah
tem pat yang tepat.”
“Tuhanku! Aku tak ingin m engikuti dia sendirian!”
“Mengapa? Pasti hal itu terjadi pada m alam hari. Ia tak akan
m elihat engkau. Kalau ia m elihat, ia tak akan berpikir apa-apa,
tak akan curiga.”
“Baiklah, bila m alam nya sangat gelap, m ungkin akan kuikuti
dia. Aku tak tahu—aku tak tahu. Akan ku coba.”
“Berani bertaruh, jika hari gelap dan kulihat dia, dia pasti
kuikuti. Mungkin ia berpendapat, tak ada ke sem patan baginya
untuk m em balas dendam dan m em bawa kabur uang itu.”
“Betul juga, Tom , betul juga. Nah, biarlah, akan kuikuti dia,
apa pun yang akan terjadi.”
“Nah, itu baru perkataan seorang sahabat. J angan kau
berhati lem ah, Huck, aku juga tidak.”
Berhadapan dengan Bahaya
hingga aku ketakutan. Dengan dua kunci itu pintunya tak bisa
dibuka. Tanpa kusadari kupegang tom bol pintu, dan pintu itu
terbuka! Ternyata sam a sekali tak terkunci! Aku m elom pat
m asuk, m em buka pem bungkus lentera, dan... dem i hantu Kaisar
Agung!”
“Apa! Apa yang kau lihat, Tom ?”
“Huck, ham pir saja aku m enginjak tangan J oe si Indian!”
“Betulkah?”
“Ya! Ia berbaring di lantai, tidur nyenyak, m atanya tertutup
kain, tangannya terbentang lebar.”
“Tuhanku! Apa yang kau perbuat? Apakah ia ter bangun?”
“Tidak, tak bergerak sedikit pun. Mabuk, kukira. Kusam bar
handukku dan lari.”
“Nah, Huck, hujan reda. Aku pulang. Dua jam lagi fajar
m enyingsing. Kau m au, bukan, m engawasi untuk dua jam lagi?”
“Telah kukatakan, Tom , itu tugasku. Aku bersedia m eng-
awasi penginapan itu tiap m alam selam a setahun. Aku akan tidur
sepanjang siang, dan berjaga sepanjang m alam .”
“Bagus. Di m ana kau tidur?”
“Di gudang jeram i Ben Rogers. Ia m em bolehkan, begitu juga
budak negro ayahnya, Pam an J ake. Aku selalu m engangkut air
untuk Pam an J ake bila dim inta nya, dan jika aku m enginginkan
m akanan, diberinya aku sedikit, kalau ada untuk berdua. Ia negro
yang baik. Ia senang padaku sebab aku tak bertingkah seolah-olah
aku berderajat lebih tinggi. Kadang-kadang aku m alah duduk
m akan bersam a dia. Tapi jangan ceritakan hal itu pada siapa pun.
Tiap orang harus m e lakukan yang tak disenanginya bila ia sangat
kelaparan.”
“Nah, kalau kau tak kuperlukan di siang hari, akan kubiarkan
kau tidur. Tak akan kuganggu kau. Dan tiap saat ada sesuatu yang
penting di m alam hari, jangan ragu untuk m em bangunkan aku.”
Membalas Dendam
“Aku sangat ketakutan,” kata Huck, “dan aku lari. Aku lari
waktu kudengar suara pistol, dan tak berhenti-henti selam a lim a
kilom eter. Aku datang lagi karena ingin tahu tentang tadi m alam ,
dan aku datang sebelum m atahari terbit sebab aku tak ingin
berpapasan dengan setan-setan itu, m eskipun m ereka telah m ati.”
“Anak m alang, nam pak sekali betapa m enderitanya kau
tadi m alam . Tapi di sini ada tem pat untuk sarapan. Tidak, Nak,
m ereka belum m ati, kam i sangat m enyesal. Kau tahu, kam i
m engetahui dengan tepat di m ana para penjahat itu sekarang
berkat keteranganm u yang lengkap. Berjingkat kam i m endekati
m ereka sam pai kira-kira lim a m eter dari m ereka. Gelap jalan
di antara se m ak-sem ak itu—dan tepat pada saat itu hidungku
te rasa gatal akan bersin. Sial betul! Kutahan, tapi tak ber hasil.
Aku di depan dengan pistol yang teracung dan ketika aku bersin
bangsat-bangsat itu m elarikan diri. Maka aku berteriak, ‘Tem bak,
tem bak!’ Kam i m enem baki suara gem ersik di sem ak-sem ak.
Tetapi bangsat-bangsat itu lolos. Kam i kejar m enem bus rim ba.
Kukira tem bakan kam i tak ada yang m engena. Bangsat-bangsat
itu m em balas, m asing-m asing m elepaskan satu kali tem bakan,
tetapi pelurunya berdesing lewat kam i. Segera setelah suara
kaki m ereka lenyap, kam i m enghentikan pengejaran dan pergi
untuk m em bangunkan para pe tu gas keam anan. Sekelom pok
m enjaga tepi sungai dan segera setelah agak terang sherif dan
pengawalnya akan m enggeledah hutan. Anak-anakku akan ikut
de ngan m ereka. Kalau kam i tahu rupa bangsat-bangsat itu pasti
pekerjaan kam i akan m udah. Tetapi agaknya kau tak bisa m elihat
wajahnya di kegelapan bukan, Nak?”
“Oh, ya, aku m engikuti m ereka dari kota.”
“Bagus! Katakan tanda-tanda m ereka, Nak, ayohlah!”
“Yang satu si orang Spanyol tua, bisu dan tuli, per nah ber ke-
liaran di kota ini. Yang lain rupanya kejam, berpakaian compang-
camping.”
Petualangan Tom Sawyer 233
“Becky, Nyonya?”
“Ya,” dengan terkejut, “Apakah ia tidak berm alam di rum ah
Nyonya tadi m alam ?”
“He, tidak.”
Nyonya Thathcer pucat seketika. Terhenyak dia di kursi yang
terdekat pada saat Bibi Polly lewat, yang se dang berbicara ram ai
dengan seorang tem an. Melihat Nyonya Harper dan Nyonya
Thatcher, Bibi Polly ber kata, “Selam at pagi, Nyonya Thatcher,
selam at pagi Nyonya Harper. Aku m em punyai seorang anak lelaki
yang hilang. Kukira Tom tinggal di rum ah Nyonya. Dan sekarang
ia takut ke gereja. Ia harus berurusan dengan saya.”
Nyonya Thatcher m enggelengkan kepala dan m akin pucat.
“Ia tidak berm alam di rum ah kam i,” kata Nyonya Harper
m ulai khawatir. Kekhawatiran juga nam pak di wajah Bibi Polly.
“J oe Harper, apakah kau m elihat Tom pagi ini?”
“Tidak, Nyonya.”
“Kapan kau m elihatnya paling akhir?”
J oe m encoba m engingat-ingat, tapi tak begitu yakin ia bisa
m e ngatakan. Orang-orang berhenti bergerak ke luar gereja. Orang
m ulai berbisik-bisik; setiap m uka m ulai m enunjukkan perasaan
gelisah. Dengan cem as anak-anak ditanyai, begitu juga guru-guru
m uda. Se m ua m engatakan tak m em perhatikan, apakah Becky
dan Tom ada di kapal tam bang dalam perjalanan pu lang. Waktu
itu hari telah gelap tak ada yang ingat un tuk m em eriksa, apakah
ada yang ketinggalan. Akhirnya seorang pem uda m enyatakan
kekhawatirannya, jangan-jangan kedua anak itu m asih di dalam
gua. Nyonya Thatcher seketika itu juga pingsan. Bibi Polly
m erem as-rem as tangan sam bil m enangis.
Dari m ulut ke m ulut, dari kelom pok ke kelom pok, dari jalan
ke jalan, berita duka itu tersiar. Dalam waktu lim a m enit lonceng
dibunyikan dan seluruh isi kota terbangun! Kejadian di Bukit
Cardiff dilupakan orang, para pen jahatnya tidak diingat lagi,
Petualangan Tom Sawyer 239
pelana kuda dipa sang, biduk disiapkan, kapal tam bang diperintah
untuk m eninggalkan tugasnya, dan sebelum berita tentang hilang
Tom dan Becky itu tersiar pula, dua ratus orang te lah m em banjir
ke arah gua dengan m enggunakan jalan darat dan jalan air.
Sepanjang sore hari desa itu tam pak kosong dan m ati.
Banyak wanita m engunjungi Nyonya Thatcher dan Bibi Polly,
untuk m enghibur m ereka. Mereka pun ikut m enangis, yang lebih
m enghibur dari kata-kata.
Malam tiba, seluruh kota m asih m enunggu berita. Tapi
ketika pagi m enyingsing, berita yang datang hanya lah, “Kirim kan
lilin lebih ban yak—dan kirim m akan an .” Nyon ya Thatcher
ham pir-ham pir gila; Bibi Polly dem ikian juga. Hakim Thatcher
m engirim kan pesan yang penuh harapan dan m enggem birakan
dari dalam gua, nam un pesan-pesan itu tak berisi kegem biraan
yang sesungguhnya.
Si penjaga hutan tua tiba di rum ahnya sebelum m atahari
terbit, seluruh tubuhnya penuh tetesan lilin dan goresan tanah
liat; tenaganya habis. Ditem uinya Huck, yang m asih terbaring di
tem pat tidur dan m engigau karena dem am . Dokter-dokter ikut
pergi ke gua, m aka Nyonya J anda Douglas datang untuk m engurus
penderita kecil itu. Nyonya J anda berkata ia akan m era wat Huck
sebaik-baiknya, tak peduli apakah ia baik atau jahat atau tidak
penting. Bagaim anapun, ia adalah um at Tuhan dan um at Tuhan
tak bisa diabaikan begitu saja. Si penjaga hutan berkata bahwa
Huck m em pu nyai titik-titik kebaik an. Nyonya J anda m enyahut,
“Hal itu sudah pasti. Itulah tanda-tanda yang diberikan Tuhan
pada setiap m akhluk yang pernah diciptakan nya.”
Menjelang tengah hari orang-orang yang m erasa letih m ulai
m em asuki desa, sedang orang-orang yang m asih kuat terus
m encari. Berita yang dibawa hanyalah bahwa sudut-sudut gua
yang terjauh telah diselidiki sem ua, tem pat-tem pat yang belum
pernah dikunjungi m anusia diperiksa; ke m ana pun orang pergi
240 Mark Twain
MARILAH KITA kem bali pada Tom dan Becky dalam pikniknya.
Mereka m enjelajahi gang-gang gelap bersam a peserta piknik
lainnya, m engunjungi kea nehan-keanehan yang telah dikenal,
m isalnya “Kam ar Tam u”, “Gereja Besar”, “Istana Aladin” dan
sebagainya. Segera per m ainan sem bunyi-sem bunyian dim ulai.
Dengan penuh sem angat Tom dan Becky m enyertai perm intaan
itu sam pai m ereka m erasa bosan. Kem udian m ereka m enjelajah
suatu gang besar berkelok-kelok, lilin terangkat tinggi, m em baca
coretan-coretan di dinding, tulisan-tulisan nam a, alam at, tanggal
dan sem boyan yang berdesak-desakan ditulis di dinding dengan
asap lilin. Mereka m engikuti gang itu sam bil bercakap-cakap, tak
sadar bahwa dinding di sekitar m ereka bersih dari tulisan-tulisan.
Di bawah sebuah lekukan, Mereka m e nu liskan nam a m ereka dan
terus berjalan. Sam pailah m ereka ke sebuah tem pat, di m ana
Petualangan Tom Sawyer 243
sebuah anak sungai tercurah dari suatu batu ceper. Curahan itu
dengan m engikis tem patnya m engalir sam pai ke lapisan batu
paling keras yang tak terkikis hingga m em bentuk air ter jun,
sem acam Niagara kecil yang berdesau-desau. Tom m e nyelinap
ke belakang air terjun untuk m ene ranginya agar bisa dinikm ati
keindahannya oleh Becky. Didapatinya, air terjun itu m enutupi
suatu tangga batu alam , terapit oleh dua dinding batu. Seketika
itu juga keinginannya untuk m enjadi seorang penem u m e nguasai
dirinya dan Becky m enyetujui ajakan Tom . Se telah m em baut
tanda di dinding untuk penuntun kelak dengan m em pergunakan
asap lilin, m ereka m em ulai perjalanan penyelidikan. Mereka
berbelok-belok m engikuti gang sem pit, yang m akin lam a m akin
turun, jauh ke bawah ke kedalam an gua itu yang penuh rahasia.
Tom m em buat suatu tanda lagi dan m em belok untuk m encari
keanehan-keanehan yang bisa diceritakan di atas tanah.
Di suatu tem pat m ereka m enem ukan sebuah ruangan gua
yang am at luas, yang atapnya penuh de ngan batu stalaktit
bersinar-sinar, sepanjang dan sebesar kaki m anusia dewasa.
Mereka berkeliling-keliling dalam ruangan besar ini, penuh
kekagum an. Ruang itu m ereka tinggalkan dengan m em asuki salah
satu dari sekian ba nyak gang yang m asuk ke dalam nya. Gang itu
m em bawa m ereka ke sebuah sum ber air yang m enakjubkan, yang
m em bentuk kolam dengan kristal-kristal air beku gem erlapan
m elengket di dinding-dindingnya. Kolam kecil itu di sebuah
gua yang dinding-dindingnya dito pang oleh tiang-tiang aneh,
terbentuk oleh pertem uan batu-batu stalaktit dan stalagm it, hasil
karya tetesan air selam a berabad-abad. Di atap gua berkelom pok-
kelom pok kelelawar bergantungan, ribuan ekor jum lahnya.
Cahaya lilin m engganggu m ereka dan beratus-ratus binatang
itu terbang ke bawah, m enjerit-jerit m enyam bar ganas ke arah
lilin. Tom tahu kebiasaan ke lelawar dan m engerti bahaya serangan
m ereka. Maka disam barnya tangan Becky, diajak m asuk ke dalam
244 Mark Twain
gan g yan g dite m uin ya. H am pir terlam bat, seekor kelelawar
m em a dam kan lilin di tangan Becky. Kelelawar-kelelawar itu
m engejar kedua anak sam pai jauh, berbelok-belok m em asuki
gang dan akhirnya lolos dari kejaran m akhluk-m akhluk yang
m engerikan itu. Tom m enem ukan sebuah danau di bawah tanah
yang tepi seberangnya tak ter lihat dalam kegelapan. Ingin sekali
ia m enyelidiki se panjang tepi danau itu, nam un istirahat lebih
perlu. Mereka berdua duduk. Dan kini kesunyian m endalam
dari tem pat itu m ulai terasa m encengkam . Becky ber kata, “Oh,
tak kuperhatikan, tapi rasanya sudah lam a aku tak m endengar
kawan-kawan lain.”
“Benar, Becky, kita jauh di bawah m ereka—dan entah berapa
jauhnya ke sebelah utara, selatan, atau tim ur atau ke m ana pun.
Kita tak akan bisa m ende ngarkan m ereka di sini.”
Becky m erasa khawatir.
“Berapa lam a kita di sini, Tom ? Lebih baik kita kem bali saja.”
“Kukira begitulah. Mungkin kita lebih baik pulang saja.”
“Bisakah kau m encari jalan, Tom ? Aku bingung.”
“Kukira bisa kucari lagi—tapi kelelawar-kelelawar itu. Bila
m ereka m em atikan kedua lilin kita, betul-betul akan berabe. Kita
coba m encari jalan lain, supaya tak usah kita lewat sana.”
“Baiklah, asal kita tak tersesat. Alan gkah m en gerikan ,
bila kita tersesat di tem pat ini!” Becky m enggigil m em ikirkan
kem ungkinan yang m enakutkan itu.
Mereka berjalan sepanjang gang tanpa ber bicara. Tiap gang
m un cul m ereka m em perhatikan m u lut n ya, m en gin gat-in gat
apakah gang itu pernah m ereka lewati. Tetapi sem ua nam pak
asing. Setiap Tom m em e riksa suatu m ulut gang, Becky m em -
perhatikan wajah nya harap-harap cem as m enunggu tanda yang
m enim bulkan harapan, tetapi Tom hanya berkata dengan nada
gem bira dibuat-buat, “Oh, bukan ini, tapi dengan segera akan kita
tem ukan gang yang tepat.”
Petualangan Tom Sawyer 245
wajah itu lam a-lam a berubah m enjadi lem but oleh im pian-im pian
yang m enyenangkan, bahkan akhirnya tam pak senyum di wajah
itu yang tak terhapus lagi. Wajah penuh dam ai itu m em buat
jiwa Tom m erasa dam ai dan segar lagi, pikirannya m engem bara
jauh ke m asa-m asa lalu dan kenang-kenangan indah. Waktu ia
terbenam dalam renungannya, Becky terbangun dengan tawa
kecil—tawa yang segera lenyap dan digantikan oleh keluhan.
“Oh, bagaim ana aku bisa tertidur di saat seperti ini. Oh,
betapa senangnya bila aku tak terbangun lagi! J angan, jangan,
Tom jangan m elihatku begitu! Aku tak akan m engatakannya lagi.”
“Aku gem bira kau bisa tidur, Becky. Kini tenagam u telah
pulih. Akan kita cari jalan ke luar.”
“Akan kita coba, Tom , tapi aku m elihat suatu negeri yang
sangat indah dalam im pian. Kukira, kita akan pergi ke sana.”
“Mungkin juga tidak, m ungkin juga tidak. Gem bira lah, Becky,
dan m ari kita teruskan percobaan.”
Mereka bangkit, berjalan lagi, bergandeng tangan, tidak
m em punyai harapan. Mereka m encoba m engira-ngira sudah
berapa lam a m ereka di dalam gua itu, tapi yang m ereka ketahui
hanya seakan-akan telah berhari-hari dan ber m inggu-m inggu
m ereka di sana. Nam un m ereka pun tahu, hal itu tak m ungkin
sebab lilin belum habis. Lam a setelah pem bicaraan, m ereka tak
tahu sudah berapa lam a, Tom berkata, m ereka harus bergerak
tanpa berbicara untuk m en dengarkan tetesan air; m e reka harus
m encari sum ber air. Sum ber air itu cepat juga diketem ukan. Kata
Tom , telah tiba waktunya untuk beristirahat. Keduanya am at
lelah, tapi Becky berkata, ia m asih sanggup berjalan agak jauh.
Betapa herannya Becky, Tom m enolak tawaran itu. Sam a sekali
tak dim e ngertinya. Mereka berdua duduk. Tom m enancapkan
lilinnya di depan m ereka, dengan diperkuat lapisan lum pur pada
batang lilin. Mereka diam , sibuk dengan pikirannya m asing-
m asing. Kem u dian Becky berkata, “Tom , aku lapar.”
Petualangan Tom Sawyer 249
Dan Tom harus berjanji. Bila m aut tiba ia harus di sam pingnya,
m em egang tangannya hingga sem uanya selesai.
Dengan kerongkongan tersum bat Tom m encium Becky, dan
berbuat seolah-olah ia yakin, kalau tidak ber tem u dengan para
pencari pasti ia m enem ukan jalan keluar. Kem udian diam bilnya
ujung tali layang-layang, m erangkak m elalui gang, sedih oleh
perasaan lapar dan nasib buruk yang dihadapinya.
Keluar! Mereka Ditemukan!
Tetapi Becky tak bisa m eninggalkan kam arnya sam pai hari
Minggu, dan pada waktu ia bisa berjalan, ia tam pak seakan-akan
baru saja sakit parah.
Hari J um at Tom m engetahui Huck sakit. Ia m engun jungi
sahabatnya itu tapi belum boleh m asuk ke tem pat tidurnya, begitu
pula hari Sabtu dan Minggu. Sesudah hari Minggu boleh m asuk,
nam un tak boleh m em per cakapkan hal-hal yang m engejutkan
hati ataupun penga lam annya di gua. Selam a berkunjung, Nyonya
J anda Douglas m e nunggunya terus agar perintah tadi dipa tuhi.
Di rum ah, Tom diberi tahu tentang ‘peristiwa Bukit Cardiff’
dan tentang diketem ukannya m ayat ‘si orang com pang-cam ping’,
kawan J oe si Indian di sungai dekat tam batan kapal tam bang.
Mungkin orang itu terbenam waktu akan m elarikan diri.
Kira-kira dua m inggu setelah Tom keluar dari gua, ia pergi
m engunjungi Huck yang kini telah bisa dianggap kuat untuk
m en den garkan cerita-cerita yan g m en gagetkan . Dan pada
pikiran Tom ia punya sebuah cerita yang pasti bisa m em buat
Huck terkejut. Dalam perjalanan Tom m e lewati rum ah Hakim
Thatcher. Tom singgah untuk m elihat keadaan Becky. Hakim
Thatcher dan beberapa orang rekannya m engajak Tom berbicara,
dan seseorang dengan nada m engejek bertanya, apakah Tom m au
m asuk kem bali ke dalam gua. Tom m enjawab, tak ada alasan
m engapa tidak m au.
“Hm , banyak orang seperti engkau, Tom ,” Hakim Thatcher
ikut berbicara, “pasti. Nam un hal itu telah aku cegah, tak akan ada
yang bisa tersesat lagi dalam gua.”
“Mengapa?”
“Sebab pintu besarnya telah kututup dengan rangka besi dua
m inggu yang lalu dan kukunci dengan tiga buah kunci. Kunci-
kuncinya sem ua kusim pan sendiri.”
258 Mark Twain
PARA PEMBACA tentu tak perlu diberi tahu, bagaim ana harta
karun Tom dan Huck itu telah m em buat geger desa kecil yang
m iskin seperti St. Petersburg itu. J um lah sebegitu besar dalam
satu tum pukan, ham pir-ham pir tak dapat m ereka bayangkan.
Berita itu dibicarakan, diper debatkan, diagung-agungkan, sam pai
banyak orang kehilangan akal. Sem ua ‘rum ah hantu’ di sekitar
St. Petersburg dibongkar, papan dem i papan, bagian dasarnya
digali untuk m encari harta karun. Bu kan saja anak-anak, tetapi
juga orang tua. Beberapa di antaranya adalah orang-orang yang
selalu berpikir dan berbuat dengan kesungguhan hati, tak pernah
berm ain-m ain. Di m ana pun, Tom dan Huck dikelilingi, dikagum i
dan ditonton. Kedua anak itu tak per nah ingat sebe lum nya bahwa
kata-kata m ereka m em punyai arti. Kini setiap perkataan m ereka
dianggap berharga dan diu lang-ulangi. Apa pun yang m ereka
Petualangan Tom Sawyer 277
Nyonya J anda m em ang baik padaku, tetapi aku tak tahan caranya
m enjalankan hidup. Ia m em bangun kan aku pada jam itu-itu juga
tiap pagi, m e nyuruh aku m encuci m uka, pelayannya m enyisir
ram butku habis-habisan, ia tak m em perbolehkan aku tidur di
gudang kayu, aku harus berpakaian yang ketat yang tak ada jalan
keluar m asuk bagi udara. Pakaian-pakaian itu begitu bagus,
hingga aku tak dapat duduk atau berbaring atau bergulung di
280 Mark Twain
rum put. Aku tak per nah lagi m enerobos pintu gudang di bawah
tanah. Hm m , kira-kira setahun kurasa, bertahun-tahun! Aku
harus pergi ke gereja, sam pai aku berm andi peluh. Aku benci
m endengarkan khotbah-khotbahnya; aku tak bo leh m enangkap
lalat di sana atau m engunyah. Aku pun harus terus m em akai
sepatu sepanjang hari Minggu. Nyonya J anda m akan m enurut
bunyi lonceng, tidur m enurut bunyi lonceng; sem uanya begitu
ditetapkan waktu, hingga m em buat orang tak tahan.”
“Tetapi sem ua orang hidup secara itu, Huck.”
“Tak ada bedanya, Tom . Aku tidak seperti orang lain, dan
aku tak tahan. Aku tak senang untuk selalu hidup terkekang. Dan
m akanan m udah sekali didapat, aku tak senang pada m akanan
yang m udah didapat. Untuk pergi m engail aku harus m inta izin,
untuk pergi bere nang harus m inta izin—untuk segala-galanya
harus m inta izin dulu. Dan aku harus berbicara dengan baik
sehingga m em buatku tak enak badan, sam pai terpaksa tiap hari
aku harus naik ke loteng untuk bisa berbicara bebas, walaupun
sendirian, agar bisa kurasakan kebe basan berbicara. Kalau tidak,
pasti aku m am pus. Nyo nya J anda tak m em perkenan kan aku
m erokok, tak m em perkenankan aku berteriak, tak m em per-
kenankan aku m elongo, m enggaruk atau m enggeliat di depan
orang banyak.”
Dengan tam bahan perasaan derita dan luka hati istim ewa,
Huckleberry m enam bahkan keluh kesahnya, “Dan sialan betul;
tiap saat ia berdoa! Belum pernah kulihat seorang wanita seperti
dia, Tom ! Aku harus pergi, aku harus, Tom . Dan lagi sebentar
lagi m usim libur selesai dan sekolah dim ulai. Aku pun harus
m asuk sekolah nanti—dan itu tak bisa kutahan. Tom , m enjadi
kaya ternyata tak seenak yang ku bayangkan. Setiap saat khawatir,
setiap saat berkeringat dan m engharapkan kedatangan kem atian
selalu. Nah, pakaian ini cocok bagiku, tong ini cocok bagiku, dan
tak akan pernah kulepaskan lagi. Tom , aku tak akan pernah m e-
Petualangan Tom Sawyer 281
nem ui kesulitan begini banyak, bila tidak karena uang itu. Kini,
baiklah kau am bil bagianku sem ua, hanya kadang-kadang berilah
aku sepuluh sen—tak usah terlalu sering, sebab aku tak bisa
m enghargai yang bisa kudapatkan tanpa berusaha keras lebih
dahulu. Dan tolong m inta agar Nyonya J anda m elepaskan diriku.”
“Oh, Huck, tak bisa kulakukan itu. Tak adil, cobalah sekali
lagi, m ungkin kau bisa m enyukainya.”
“Menyukainya—ya, m ungkin akan kusukai seperti aku akan
m enyukai sebuah kom por panas, bila telah kududuki cukup lam a.
Tidak, Tom , aku tak m au kaya dan aku tak m au hidup di rum ah
yang tak ada udara nya itu. Aku senang hidup di hutan, di sungai,
di tong kosong, dan tak kan kuubah hidupku itu. Terkutuk se-
m ua nya! Pada waktu kita telah m em punyai senjata, dan gua,
dan siap untuk m eram pok, sem ua ketololan ini m un cul untuk
m enggagalkan rencana kita!”
Tom m elihat kesem patan untuk m engubah pan dangan Huck.
“Dengar Huck, kekayaan tak m enghalangiku untuk m enjadi
peram pok.”
“Betulkah, Tom ? Betulkah katam u itu?”
“Betul, Huck. Tapi Huck, kau tak bisa m asuk ke da lam
gerom bolan peram pok, bila kau tidak m em punyai penghidupan
yang terhom at. Kau tahu.”
Kegem biraan Huck lenyap.
“Aku tak boleh m asuk, Tom ? Bukankah kau m em per bolehkan
aku m enjadi bajak laut?”
“Ya, tapi beda sekali. Seoran g peram pok lebih tin ggi
derajatnya daripada seorang bajak laut—secara keselu ruhannya.
Di beberapa negara peram pok terdiri dari bangsawan-bangsawan
tinggi, pangeran dan sebangsanya.”
“Tom , bukankah kau selalu bersahabat dengan aku? Kau tak
akan m engeluarkan aku dari gerom bolanm u, bukan? Kau tak
282 Mark Twain
K isah petualangan remaja karangan Mark Twain dengan latar belakang alam
bebas di tepi Sungai Mississippi ini merupakan salah satu karya klasik Amerika.
Tom yang nakal inggal di rumah Bibi Polly yang dermawan. Setelah bertengkar
dengan sahabatnya, Becky Thatcher, Tom pergi bertualang bersama Huck Finn,
temannya. Secara kebetulan keduanya menyaksikan penjahat menusuk seorang
dokter hingga meninggal. Si pembunuh menggenggamkan pisau itu di dalam
tangan seorang pemabuk. Diselingi pengembaraan dan ingkah polah yang serba
nakal dan berani, Tom dan Huck dapat menemukan tempat persembunyian si
pembunuh.
SASTRA
KPG: 59 16 01185