Anda di halaman 1dari 300

PENERjEMAh

DJOKOLELONO

Tom yang nakal inggal di rumah Bibi Polly yang dermawan. Setelah bertengkar
dengan sahabatnya, Becky Thatcher, Tom pergi bertualang bersama Huck Finn,
temannya. Secara kebetulan keduanya menyaksikan penjahat menusuk seorang

tangan seorang pemabuk. Diselingi pengembaraan dan ingkah polah yang serba
nakal dan berani, Tom dan Huck dapat menemukan tempat persembunyian si

PETUALANGAN TOM SAWYER


PETUALANGAN TOM SAWYER
Undang-Undang Republik Indonesia
Nom or 28 Tahun 20 14 tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 1
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang tim bul secara otom atis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujud-
kan dalam bentuk nyata tanpa m engurangi pem batasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak m elakukan pelanggaran hak ekonom i sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
i untuk Penggunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda pal-
ing banyak Rp10 0 .0 0 0 .0 0 0 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m elakukan pelanggaran hak
ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Peng-
gunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp50 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (lim a ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m ela kukan pelanggaran hak
ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggu-
naan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 4 (em pat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp1.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (satu m iliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang m em enuhi unsur sebagaim ana dim aksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pem bajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lam a 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp4.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (em pat
m iliar rupiah).
PETUALANGAN TOM SAWYER

PENERJEMAH
DJOKOLELONO
Pe tu alan gan To m Saw ye r
Mark Twain

Ju d u l As li
The Adventure of Tom Saw y er

KPG 59 16 0 1185
Cetakan pertam a, Mei 20 16

Sebelum nya diterbitkan oleh PT Dunia Pustaka J aya


Cetakan Pertam a, 1973
Cetakan Keenam (Edisi Khusus), 20 0 8

Pe n e rje m ah
Djokolelono

Pe ran can g Sam p u l


Teguh Tri Erdyan
Deborah Am adis Mawa

Pe n atale tak
Deborah Am adis Mawa

Ilu s tras i
A. Wakidjan

TWAIN, Mark
Pe tu alan gan To m Saw ye r
J akarta: KPG (Kepustakaan Populer Gram edia), 20 16
xii+284, 14 cm x 21 cm
ISBN 978-60 2-424-0 34-9

Dicetak oleh PT Gram edia, J akarta.


Isi di luar tanggung jawab percetakan.
Daftar Isi

Daftar Isi v
Pengantar dari Pustaka Jay a vii
Pengantar x

Perm ainan Tom , Perkelahian dan Sem bunyi-sem bunyian 1


Senim an Tukang Kapur 12
Dalam Perang dan Cinta 20
Sem angat di Sekolah Minggu 28
Seorang Pendeta dan Doanya 40
Pertem uan Tom dengan Becky 47
Sebuah Perjanjian dan Sebuah Kekesalan 61
Tom Menentukan Masa Depannya 68
Perkelahian di Kuburan 75
Anjing Melolong yang Mengerikan 83
Hati Nurani yang Mengejar-ngejar 91
Kucing dan Obat yang Mujarab 98
Para Bajak Laut Berlayar 10 5
Kehidupan di Perkem ahan 115
Tom Mengintai dan Mem pelajari Keadaan 122
Bajak-bajak Laut Mem peroleh Pelajaran 128
Menghadiri Upacara Penguburan Sendiri 140
Tom Menceritakan Mim pinya 146
Tom Berterus Terang 157
“Tom , betapa m ulia hatim u!” 161
Dendam Murid-m urid Terbalas 168
Disam but dengan Ayat-ayat Kitab Suci 178
Muff Potter Diadili 183
Hari-hari Indah dan Malam -m alam Seram 191
Mencari Harta Karun 193
Dalam Rum ah Hantu 20 2
Menghilangkan Keraguan 213
Berhadapan dengan Bahaya 217
Mem balas Dendam 222
Tom dan Becky di dalam Gua 231
Tersesat di dalam Gua 242
Keluar! Mereka Ditem ukan! 254
Nasib J oe si Indian 259
Tim bunan Uang Em as 272
Huck yang Terhorm at Menyatukan Diri
dengan Para Petualang 276

Penutup 284
PENGANTAR
DARI PUSTAKA JAYA

DI ANTARA buku cerita yang digem ari sepanjang m asa di bawah


naungan langit baik yang kebiruan m aupun yang selalu kelabu
diliputi awan terdapat karangan Mark Twain yang berjudul
Petualan gan Tom Saw y er dan pa san gan n ya Petualan gan
Huckleberry Finn. Buku itu sudah diterjem ahkan ke dalam
berbagai bahasa di seluruh dunia dan selalu dicetak ulang setiap
waktu. Ke dalam bahasa Indonesia pun sudah diterjem ah kan
beberapa kali. Ada yang lengkap, ada yang edisi singkatan.
Bahwa ada buku cerita yang diterjem ahkan ke dalam satu
bahasa berkali-kali tidaklah m engherankan. Berbagai karya klasik
dunia diterjem ahkan ke dalam berbagai bahasa, di antaranya
ban yak yan g berkali-kali. Ten tu ban yak sebabn ya m en gapa
begitu, di antaranya karena dianggap terjem ahan yang sudah ada
sebelum nya kurang baik atau bahasanya sudah m enjadi kuno
(karena setiap bahasa senantiasa hidup kalau m asih dipakai
dalam m asyarakat dan yang hidup selalu berubah).
Pengarang buku ini, Mark Twain, dengan nam a sam aran
Sam uel Langhorne Clem ens (1835-1910 ), adalah jagoan hum or
Am erika yang m em beri kegem biraan kepada para pem bacanya,
term asuk juga yang bukan orang Am erika. Sebelum terkenal
sebagai pengarang, dia telah bekerja dalam berbagai lapangan,
term asuk sebagai juru m udi kapal api di Sungai Mississippi.
Tapi pekerjaan itu terhenti karena pecah perang saudara. Untuk
waktu singkat dia ikut juga bertem pur, tapi segera m engikuti
saudaranya yang bekerja sebagai sekretaris gubernur di Nevada.
Pengalam annya ke daerah Barat itu direkam nya dalam buku
Roughing It (1872). Setelah bergabung dengan penerbitan kota
Virginia, Territorial Enterprise, dia m ulai m enggunakan nam a
sam aran Mark Twain yan g seben arn ya sebelum n ya pern ah
digunakan oleh juru m udi kapal api yang lebih tua, Isaiah Sellers,
untuk tulisan-tulisannya dalam New Orleans Picay une. Clem ens
m engejek tulisan-tulisan dalam True Delta yang terbit di New
Orleans. Ejekan itu m enyebabkan Sellers m erasa begitu m alu atau
tersinggung sehingga berhenti m enulis sam a sekali. Clem ens yang
m erasa bersalah, lalu m enggunakan nam a sam aran itu sebagai
tanda penyesalan dan hasratnya untuk m erehabilitasi nam a
tersebut.
Karangan Mark Twain yang pertam a m enarik perhatian
luas ialah The Celebrated Jum ping Frogg of Calaveras County
and Other Sketches (1867) yang disusul dengan The Innocents
Abroad (1869) yang m elukiskan secara lucu perjalanan ke Laut
Tengah dan Yerusalem . Pengalam an m asa kecil hidup di sungai
Mississippi m enyebabkannya m enulis The Adventures of Tom
Saw y er (1876) dan Life on The Mississippi (1883) yang disusul
dengan The Adventures of Huckleberry Finn (1884). Sam bungan
yang ditulis sekitar sepuluh tahun kem udian, Tom Saw y er
Abroad (1894) dan Tom Saw y er Detective (1896) dianggap
kurang berhasil.
Terjem ahan Petualangan Tom Saw y er yan g dikerjakan
oleh Djokolelono ini berdasarkan teks lengkap. J adi, bukan edisi
singkatan. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh Djokolelono
pada waktu m enerjem ah kannya (tahun 1970 -an) tentu berlainan
den gan bahasa Abdoel Moeis ketika pada tahun 1930 -an
m enerjem ah kannya buat Balai Pustaka. Bahasa Abdoel Moeis
lebih “m urni“, artinya lebih dekat dengan bahasa Melayu Tinggi
yang terutam a berkem bang sebagai bahasa tulisan. Sedangkan
bahasa Djokolelon o lebih dekat den gan bahasa yan g hidup
dipergunakan dalam m asya rakat Indonesia sekarang.

Ajip Rosidi,
Penerbit Pustaka Jay a
PENGANTAR

HAMPIR SEMUA peristiwa yang diceritakan dalam buku ini


betul-betul terjadi; satu-dua m erupakan pengalam anku sen diri,
selebihnya pengalam an kawan-kawan sekolahku.
Huck Finn dilukiskan dari kehidupan sebenarnya; Tom
Sawyer dem ikian juga, tapi bukan dari satu pribadi. Ia m eru-
pakan gabungan sifat-sifat tiga orang anak yang kukenal, jadi
m erupakan bentukan karangan.
Kepercayaan takhayul yan g an eh-an eh yan g disebut kan
dalam buku ini m erupakan kepercayaan yang sangat m endalam
di antara anak-anak serta para budak belian di daerah Barat pada
waktu cerita ini terjadi, yaitu tiga atau em patpuluh tahun yang
lalu.
Walaupun buku ini dim aksudkan terutam a sebagai bacaan
bagi anak-anak dan para rem aja, kuharap takkan dihindari oleh
orang-orang dewasa sebab seba gian dari m aksudku m engarang
buku in i adalah un tuk secara gem bira m en gin gatkan para
orangtua akan dirinya bagaim ana m ereka dulu berpikir, berbicara
dan berperasaan, serta kejadian-kejadian aneh apa yang m ereka
alam i.

Hartford, 1878
Pengarang
Permainan Tom,
Perkelahian dan Sembunyi-
sembunyian

“TOM!”
Tak ada jawaban.
“Tom !”
Tak ada jawaban.
“Kenapa gerangan anak itu? Hei, Tom !”
Tak ada jawaban.
Nyonya tua itu m enarik kacam atanya ke bawah, m en cari-
cari lewat bagian atas kacam ata tersebut ke se keliling ruangan;
kem udian diangkatnya kacam ata itu, m en cari lewat bawahnya.
J arang, bahkan tidak pernah, kaca m ata itu digunakannya untuk
m encari-cari sesuatu yang ke cil seperti seorang anak. Kacam ata
itu kebanggaan nya, dipa kai bukan untuk kegunaannya nam un
hanya untuk bergaya—m engguna kan kacam ata itu baginya sam a
saja seperti m elihat dengan tutup kom por. Sesaat nyo nya tua itu
2 Mark Twain

tam pak kebingungan, kem udian ber kata, tidak terlalu galak tapi
cukup keras untuk m em buat pe ra bot-perabot di kam ar itu bisa
m en dengar, “Hhh, awas nanti bila kau tertangkap olehku, akan
ku....”
Kalim at itu tak diselesaikan n ya. Ia m em bun gkuk dan
digebuk-gebuknya kolong tem pat tidur dengan sebatang sapu.
Untuk m em ukul-m ukul ia perlu bernapas, m aka kalim at itu
terputus. Yang keluar dari bawah kolong ha nya seekor kucing.
“Anak itu betul-betul tak bisa kupegang ekornya.”
Ia pergi ke pintu yang terbuka, m em perhatikan po kok-pokok
tom at dan sem ak-sem ak jim son yang m erupakan bagian utam a
di dalam kebun. Tom tak terlihat. Dengan suara yang lebih tinggi
nyonya tua itu berteriak, “Heeei, Tom !”
Terdengar bunyi gem erisik di belakangnya dan ia berpaling
untuk m enangkap anak kecil yang sedang berlari itu.
“Heh! Mengapa tak terpikir olehku lem ari itu. Apa yang kau
kerjakan di dalam lem ari itu?”
“Bukan apa-apa, Bi.”
“Bukan apa-apa! Lihat tanganm u! Dan lihat m ulutm u! Bekas
apa itu?”
“Tidak tahu, Bi.”
“Baiklah, tapi aku tahu. Itu bekas selai, tak salah lagi. Em pat
puluh kali sudah kuperingatkan padam u, jangan m engganggu
tem pat selai itu, kalau kau tak ingin kuku liti. Bawa ke m ari
cam buk itu!”
Cam buk terangkat... bahaya m engancam ....
“Astaga! Tengok ke belakang, Bi!”
Nyonya tua itu berpaling, m enyam bar gaunnya dari bahaya.
Pada saat itu juga anak itu lari, m elom pati pagar yang tinggi dan
lenyap.
Petualangan Tom Sawyer 3

Bibi Polly tertegun sesaat, kem udian terdengar tawa nya yang
sehat.
“Sialan betul anak itu, m asih saja aku ditipunya. Se ha-
rusnya aku saat ini sudah cukup waspada, begitu sering ia
m em perm ainkan aku. Betul-betul orang tua yang tolol adalah
yang paling tolol. Anjing tua tak bisa diajari lagi, kata peribahasa.
Tapi Tuhanku, tipuannya selalu berubah-ubah, sam a sekali tak
bisa diduga-duga. Dan agaknya ia tahu sam pai berapa jauh bisa
m enyik saku sebelum am arah ku m em uncak, dan ia tahu saja bila
ia bisa m em buatku lalai sesaat atau m em buatku ter tawa, sehingga
segalanya beres dan aku tak tega untuk m em ukulnya. Dem i
Tuhan, aku telah m elalaikan kewa jibanku terhadap anak itu!
Menghem at cam buk berarti m erusak anak, kata Kitab Suci. Bila ia
tak kukerasi, ber arti aku m enim bun dosa untuknya dan untukku
sendiri, aku tahu itu. Nakalnya bukan m ain, tapi ia anak alm ar-
hum adik kandungku, aduhai, tak sam pai hatiku m en cam buknya.
Tiap kali ia kubebaskan dari hukum an, ba tinku m en derita; dan
tiap kali ia kuhukum , hatiku serasa akan pecah lantaran sedih.
Hhhhhh, lelaki yang lahir dari wanita, harinya pendek dan penuh
kesulitan, se perti kata Kitab Suci. Kukira betul juga. Sore ini ia
pasti m em bolos dari sekolah dan aku terpaksa harus m enyu-
ruhnya bekerja besok pagi untuk m enghukum nya. Sungguh sulit
untuk m enyuruh dia bekerja pada hari Sabtu saat anak-anak lain
m enikm ati hari libur. Tetapi ia paling benci bekerja dan aku harus
m elakukan kewajibanku terha dap anak itu. Kalau tidak, aku akan
m em buat rusak hidup nya.”
Tom betul-betul m em bolos. Ia berm ain-m ain sepuas hati. Ia
pulang tepat pada waktunya sehingga m asih sem pat m enolong
J im , seorang anak kulit berwarna, m enggergaji kayu untuk
keesokan harinya serta m enyerpih-nyerpih kayu bakar sebelum
m akan m alam . Se tidak-tidaknya dia di situ untuk m enceritakan
4 Mark Twain

petu alan gan n ya sem en tara J im m en gerjakan tiga perem pat


pekerjaannya. Adik Tom (atau lebih tepat adik tirinya) Sid, telah
m enyelesaikan tugasnya (m engum pulkan ser pihan kayu bakar).
Sidney adalah seorang anak pendiam dan tidak nakal.
Sem entara Tom m akan m alam dan m encuri gula bila ada
kesem patan , Bibi Polly m en gajukan pertan yaan -pertan yaan
yan g pen uh den gan peran gkap tersem bun yi—n yon ya itu
ingin m enjebak Tom m em buka rahasia ten tang kesalahan yang
dibuatnya. Seperti orang-orang yang berjiwa sederhana lainnya
Bibi Polly m erasa ber bakat untuk m em ecahkan rahasia dengan
pertan yaan -pertan yaan yan g berbelit-belit. Tak disadarin ya
bahwa orang dengan m udah bisa m engetahui ke m ana arah se-
benarnya pertanyaan-pertanyaan itu.
“Tom , hari ini di sekolah agak panas, bukan?” tanya Bibi
Polly.
“Ya, Bi.”
“Sangat panas, bukan?”
“Ya, Bi.”
“Apakah tadi kau tak ingin berenang, Tom ?”
Setitik rasa waswas m uncul di kepala Tom . Kecuriga annya
tim bul. Diperhatikannya wajah Bibi Polly, na m un wajah itu tak
m enerangkan apa-apa. Maka ia m enjawab, “Tidak, Bi... eh, ingin
juga sedikit.”
Bibi Polly m engeluarkan tangan, m eraba kem eja Tom dan
berkata, “Tapi kini kau tak m erasa panas lagi, toh?“
Dalam hati Bibi Polly m erasa san gat ban gga bisa
m e ngetahui kem eja Tom kering tanpa seorang pun yang tahu
bahwa m em ang itulah yang sebenarnya ingin dia ketahui. Tak
diduganya bahwa kini Tom m engerti arah pem bicaraan itu.
Tom m enunda ‘serangan’ bibinya yang berikut dengan berkata,
Petualangan Tom Sawyer 5

“Beberapa orang kawan m em om pa air untuk m em basahi kepala


kam i m asing-m asing. Coba raba, kepalaku m asih lem bap.”
Bibi Polly m erasa m en yesal sekali karen a telah m e -
lewatkan bukti kecil itu, sehingga kehilangan kesem patan untuk
m enyerang. Nam un ia m endapat ilham baru dan berkata, “Tom ,
bukankah untuk m em basahi kepalam u kau tak usah m em buka
leher kem ejam u yang kujahit? Buka jaketm u!”
Rasa waswas lenyap dari wajah Tom . J aketnya dibuka, leher
bajunya m asih terjahit rapat.
“Sialan! Pergilah sekarang! Kukira, kau tadi bolos dan pergi
berenang. Tapi kuam puni kau, Tom . Agaknya kau seum pam a
kucing terbakar, buruk di luar baik di dalam . Setidak-tidaknya
untuk kali ini.”
Bibi Polly agak m enyesal bahwa ‘serangan-serangannya’ tak
berhasil, tapi di balik itu girang karena sekali ini Tom patuh pada
peraturan.
Tetapi Sidney berkata, “Wah, Bi, kalau tidak salah leher kem e
ja itu Bibi jahit dengan benang putih, tapi kini benangnya hitam .”
“Astaga! Mem ang kujahit dengan benang putih! Tom !”
Tom tak m enunggu lagi. Ia belari ke luar. Di pintu m asih
sem pat ia berseru, “Sidney, awas nanti!”
Di sebuah tem pat yang am an Tom m em eriksa dua batang
jarum yang disim pan di leher jaketnya. Sebatang dengan benang
putih, yang lain dengan be nang hitam . Tom m enggerutu, “Bibi
tak akan tahu bila tidak diberi tahu oleh Sid. Sialan! Kadang-
kadang ia m e m akai benang putih, kadang-kadang pula hitam . Bi-
ngung aku. Alangkah senangnya, bila ia hanya m engguna kan satu
m acam benang saja. Tetapi tak apalah, akan kuhajar Sid untuk
pengkhianat annya. Dia betul-betul harus dihajar!”
Tom bukan anak teladan yang patut dicontoh oleh anak-anak
lain di kam pung itu. Ia tahu siapa anak te ladan—dan ia sangat
m em benci anak itu.
6 Mark Twain

Dalam dua m enit, bahkan kurang, ia telah lupa akan segala


kesulit annya. Bukan karena kesulitan itu baginya kurang berat
dan kurang pahit dibanding dengan kesulitan orang dewasa,
tetapi karena ada sesuatu yang baru dan lebih m enarik yang telah
m enghapuskan kesulitan dari pikir annya waktu itu—seperti juga
kesulitan orang dewasa akan terlupakan oleh sesuatu rangsangan
yang baru.
Bagi Tom , ‘sesuatu’ itu adalah cara baru bersiul yang baru
saja dipe lajarinya dari seorang negro dan ia telah bersusah payah
untuk m elatih siulan itu tanpa diganggu. Suara siulannya seperti
lekukan nyanyi bu rung, se m acam nyanyian gelagak air yang
dibuat de ngan jalan m enyentuhkan ujung lidah ke langit-langit
m u lut di tengah-tengah lagu yang sedang disiulkan. Mungkin
pem baca sendiri m asih ingat bagaim ana cara nya jika pem baca
pern ah m en jadi an ak-an ak. Kerajin an dan ke sun gguhan n ya
m enyebabkan ia cepat m enguasai ‘ilm u baru’ itu. Tom berjalan
dengan m ulut penuh iram a dan jiwa penuh rasa terim a kasih.
Perasaan hatin ya sam a den gan perasaan seoran g ahli ilm u
bintang yang baru saja m enem ukan sebuah planet baru—bahkan
bila yang dijadikan ukuran adalah perasaan gem bira yang kuat
dan dalam serta m urni, m aka perasaannya jauh lebih senang dari
perasaan si ahli bintang.
Sore pada m usim panas panjang. Hari belum ge lap. Tiba-
tiba Tom m enghentikan siulnya. Seseorang yang belum dikenal
berdiri di depannya. Anak itu se dikit lebih besar daripadanya.
Seorang yang baru, tidak peduli um ur atau jenis kelam innya
m erupakan daya tarik perhatian yang am at kuat di desa St.
Petersburg yang kecil, m iskin, dan tak teratur itu. Anak asing ini
berpa kaian m encolok, m em akai pakaian serba baik pada hari
yang bukan hari Minggu, sesuatu hal yang sangat m enghe ran-
kan di St. Petersburg. Topinya sangat bagus, baju luarnya yang
berkancing banyak ber warna biru baru dan rapi. Begitu juga
Petualangan Tom Sawyer 7

celananya. Dan ia m em akai sepatu—m em akai sepatu pada hari


J um at! Bahkan ia m em akai dasi, dasi pita berwarna cerah.
Sekali pandang orang akan tahu bahwa anak baru ini datang
dari kota dan ini m em pengaruhi pikiran Tom . Makin lam a Tom
m em andang solekan anak baru itu, m akin diperjelasnya sikap
yang m enyatakan seolah-olah anak baru itu tak terpandang
sebelah m ata olehnya. Tapi m akin te rasa pula betapa pakaiannya
buruk sekali bila diban dingkan dengan pakaian si anak asing.
Kedua anak itu tak ada yang berbicara. Bila seorang bergerak,
yang lain pun bergerak... dengan m iring, m em bentuk lingkaran.
Mereka terus saling ber hadapan m uka, m ata saling pan dang.
Akhirnya Tom berkata, “Aku bisa m engha jarm u!”
“Aku ingin sekali m elihatm u m encobanya.”
“Hh, aku bisa.”
“Tidak, kau tak akan bisa.”
“Bisa!”
“Tidak, kau tak bisa.”
“Aku bisa!”
“Kau tak bisa!”
“Bisa!”
“Tak bisa!”
Mereka diam penuh ketegangan. Kem udian Tom bertanya,
“Siapa nam am u?”
“Bukan urusanm u, m ungkin.”
“Hh, kubuat itu urusanku!”
“Coba saja!”
“Bila kau om ong banyak, akan kujadikan urusanku.”
“Banyak—banyak—bany ak! Nah, sudah kukata kan.”
“J angan berlagak! Aku bisa m engalahkanm u dengan satu
tangan diikat di punggungku bila saja aku m au.”
8 Mark Twain

“Lakukan segera! Kau bilang tadi kau bisa.”


“Tunggu, bila kau bikin gara-gara.”
“Oh, y ... banyak sekali kulihat seluruh keluarga m enghadapi
persoalan yang sam a.”
“Lagaknya! Kau kira kau m anusia luar biasa, huh? Cih, topi
apa itu.”
“Kau boleh m em buang topiku ini bila kau tak m enyu kainya.
Ayo kalau berani... dan siapa pun yang be rani m em buang topiku
ini pasti kubikin bocor hidungnya.”
“Pem bohong!”
“Kau juga!”
“Kau pura-pura berani berkelahi, tapi sebetulnya pengecut!”
“Oh, pergi sajalah!”
“Dengar... bila kau m asih saja banyak lagak akan kuam bil
batu dan kulem par kepalam u.”
“Oh, betul?“
“Kau kira aku tak berani?”
“Nah, kenapa tak segera kau lakukan om onganm u itu? Untuk
apa kau terus-terusan om ong? Aku tahu, kau tidak akan lakukan
ucapanm u itu, karena kau takut.”
“Aku tidak takut!”
“Kau takut!”
“Tidak!”
“Ya!”
Berhenti lagi dan saling tatap, serta bergerak saling m engitari
sehingga akhirnya bahu m ereka bersentuhan.
“Pergi kau dari sini!” bentak Tom .
“Kau yang pergi!”
“Tidak m au!”
“Aku pun tak m au!”
Mereka berdiri, m asin g-m asin g den gan sebelah kaki
sebagai pen opan g, keduan ya salin g doron g den gan seluruh
Petualangan Tom Sawyer 9

“Lagaknya! Kau kira kau manusia luar biasa, huh?


Cih, topi apa itu.”
10 Mark Twain

tenaga, dengan m ata penuh kebencian. Tak satu pun ber gerak
m aju atau m undur. Beberapa lam a m ereka m em eras tenaga,
tubuh terasa panas dan air m uka m erah padam . Perlahan dan
penuh kewaspadaan m asing-m asing m engu rangi tenaga dan Tom
berkata, “Kau pengecut. Kuadukan kau pada kakakku. Dengan
m u dah ia bisa m elilitkan engkau dengan jari kelingkingnya.
Kusuruh dia m enghajarm u.”
“Kau kira aku takut pada kakakm u? Aku pun punya kakak,
lebih besar daripada kakakm u... dan ia bisa m elem par kakakm u
ke balik pagar itu.” (Kedua ‘kakak’ itu ha nya dalam khayalan
m asing-m asing).
“Bohong!”
“Kata-katam u juga tak bisa dipercaya!”
Tom m em buat garis di atas tanah dengan ibu jari kakinya,
dan berkata, “Bila kau berani m elangkahi garis ini kuhajar kau
hingga kau tak akan sanggup berdiri lagi. Siapa pun yang berani
m elangkahi garis ini, pastilah pencuri dom ba.”
Saat itu anak baru tersebut m elangkahi garis tadi dan
berkata, “Lakukanlah apa yang kau katakan tadi.”
“J angan kau bikin aku m arah, hati-hati kau!”
“H hh, bukan kah kau sen diri yan g akan m en ghajarku;
m engapa tak segera kau lakukan?”
“Persetan! Dengan upah satu sen cukup bagiku un tuk m eng-
hajarm u!”
Si anak baru m engam bil sekeping uang tem baga lebar dari
sakunya dan m engulurkan pada Tom dengan m engejek. Tom
m enam par uang itu hingga terlem par ke tanah. Sesaat kem udian
kedua an ak itu bergu lin gan jun gkir balik di tan ah, salin g
m encengkeram ba gaikan dua ekor kucing. Kira-kira sem enit
m ereka saling renggut dan tarik ram but serta pakaian m asing-
m asing lawan, m enghantam dan m en cakar hidung lawan dengan
Petualangan Tom Sawyer 11

badan berm andi debu. Segera kekacauan itu terhenti dan di


antara rem ang-rem ang terlihat Tom duduk di atas tubuh si
anak baru di tanah, m enghujaninya dengan tinju.
“Cukup enggak?” seru Tom .
Lawannya m encoba m em bebaskan diri. Kini ia m enangis,
m enahan am arah.
“Cukup enggak?” seru Tom lagi, sem entara hujan tinju nya
tidak berhenti-henti.
Akhirnya si anak baru dengan susah payah berkata, “Sudah!”
Tom m em biarkan lawan n ya berdiri dan berkata, “Nah,
m udah-m udahan pelajaran ini betul-betul cukup. Lain kali hati-
hati ber hadapan dengan aku.”
Anak baru itu m eninggalkan Tom sam bil m engipas-ngipas-
kan debu dari pakaiannya, tersedu-sedu, sekali-sekali m enoleh
ke belakang, m enggelengkan kepala, dan m e neriakkan ancam an
tentang apa yang akan diper buatnya pada Tom , “lain kali bila
bertem u lagi.” An cam an itu dijawab Tom dengan tawa m engejek,
ia berpaling untuk pergi dengan m em busungkan dada. Tetapi
begitu Tom berpaling, si anak baru m em ungut sebuah batu,
m elem parnya tepat m engenai punggung Tom . Sebelum Tom
berpaling lagi, anak itu sudah berlari jauh. Tom m engejar sam pai
ke rum ah si pengkhianat itu, sehingga kini ia tahu tem pat tinggal
anak itu. Beberapa lam a Tom berdiri di pintu pagar m enantang
m usuhnya agar keluar. Tapi si m usuh m engejeknya dari balik jen-
dela dan kem udian m enghilang. Akhirnya ibu si m usuh m uncul
dan m enyatakan Tom seorang anak jahat, kejam , dan biadab,
serta m enyuruhnya pergi. Tom pergi, setelah m enjawab bahwa
suatu kali ia akan m enghajar lagi m u suhnya.
Tom pulang, terlam bat sekali m alam itu. Pintu ter tutup
sem ua. H ati-hati ia m em anjat jendela, tetapi begitu m asuk
didapatinya Bibi telah m enunggu; dan ketika Bibi Polly m elihat
keadaan pakaian Tom , m aka keputus annya untuk m em beri Tom
hukum an kerja pada hari Sabtu tak bisa diubah lagi.
Seniman Tukang Kapur

HARI SABTU pagi telah tiba, m em bawa kecerahan dan kesegaran


pada alam m usim panas, penuh dengan kehidupan. Tiap hati
bernyanyi dan kalau kita m erasa m uda, nyanyian itu keluar dari
bibir. Tiap wajah gem bira dan keriangan tam pak di setiap langkah.
Pohon-pohon berkem bang harum dan arom anya sem erbak m e-
m enuhi udara. Bukit Cardiff yang terletak di luar desa, agak di
atas nya, berwarna hijau oleh tum buh-tum buhan. Dari kejauhan
tam pak bagaikan Tanah Im pian, tenang, seakan m em anggil yang
m elihatnya.
Tom m uncul di trotoar kayu dengan m em bawa se em ber
kapur dan sebuah sapu bergagang panjang. Ia m em perhatikan
pagar papan yang harus dikapurnya dan sem ua kegem biraan
segera lenyap diganti oleh ke m u rungan yang m encengkam hati.
Hidup baginya te rasa kosong, kehadir annya di dunia m alah
bagaikan beban. Pagar papan sepanjang tiga puluh m eter dan
Petualangan Tom Sawyer 13

tinggi tiga m eter! Sam bil m enghela napas panjang ia m en-


celupkan sapu ke dalam em ber dan m enggores kan sapu itu ke
papan paling atas, kem udian diulanginya pekerjaan itu, lalu
diulangi lagi. Dibandingkannya oles an ka pur itu dengan pagar
yang belum dikapur, baginya pagar itu seolah benua luas yang tak
terlihat batasnya. Tom jadi putus asa, duduk di atas sebuah peti.
J im keluar, m elom pat-lom pat dari pintu pagar m em bawa sebuah
em ber dan m enyanyikan Gadis-gadis Buffalo. Mengam bil air dari
sum ur pom pa um um m erupakan pekerjaan yang dibenci Tom ,
tetapi kini tidaklah dem ikian. Ter ingat ia bahwa di pom pa um um
itu ada banyak sekali kawan. Anak-anak berkulit putih, coklat, dan
negro berkelom pok di sekitar pom pa m enunggu giliran, beristi-
rahat, tukar-m enukar barang perm ainan, bertengkar, berkelahi,
bersenda gurau. Dan, ia teringat walaupun su m ur pom pa itu
hanya seratus lim a puluh m eter jauh nya dari rum ah, J im jarang
sekali pulang dalam waktu kurang dari satu jam , itu pun bia sanya
ia harus disusul. Tom berkata, “He, J im , biarlah aku yang m eng-
am bil air, kau yang m engapur.”
J im m en ggelen gkan kepala, m en jawab, “Tidak, Tom ,
Nyonya bilang harus aku yang m engam bil air. Aku dilarang ber-
henti dan berbicara dengan siapa pun. Nyonya m erasa Tom akan
m enyuruh saya m engapur, tapi saya tidak boleh m em perhatikan
kata-kata Tom , aku ha rus m engurus pekerjaan sendiri. Kata
Nyonya, ia sen diri yang akan m engurus pengapuran.”
“Oh, lupakanlah kata-kata Bibi, J im . Mem ang ia se lalu
berkata begitu. Kem arikan em ber itu. Percayalah, sem enit saja
pasti aku telah kem bali. Bibi tak akan tahu.”
“Oh, aku tak berani, Tom . Nyonya pasti akan m en copot
kepalaku, bila ia tahu. Pasti.”
“Bibi Polly? Oh, ia tak pernah m em ukul, paling-pa ling
m em ukul kepala dengan sarung tangan. Dan siapa takut akan
sarung tangan? Ancam annya saja, tapi ka rena ancam an saja,
14 Mark Twain

tidak bisa sakit. Om ongannya saja banyak, tapi om ongan tidak


m enyakitkan, kalau tidak disertai m enangis. J im kuberi kau
sebutir kelereng. Kuberi kau kelereng batu pualam putih.”
J im m ulai terbujuk.
“Lihat, J im , kelereng batu pualam putih, kelereng besar.”
“Wah, bagus betul kelereng ini, betul bagus. Tapi Tom , aku
sangat takut pada Nyonya....”
“Selain kelereng itu, akan kutunjukkan jari kakiku yang sakit
padam u.”
J im han ya m an usia biasa, hatin ya jadi am at tertarik.
Diletakkannya em ber, kelereng pualam putih diterim anya dan ia
m em bungkuk untuk m em eriksa jari kaki Tom yang sakit. Dengan
penuh perhatian ia m e nunggu sem entara perban jari itu dibuka.
Nam un tiba-tiba sebuah pukulan keras jatuh di punggungnya.
Tanpa m enoleh J im berlari dengan m em bawa em bernya, se-
m entara Tom cepat-cepat m engam bil sapu dan bekerja giat. Bibi
Polly kem bali m asuk rum ah dengan sandal di tangan dan sinar
kem e nangan pada kedua m atanya.
Kerajinan Tom tidak lam a. Ia m ulai m em ikirkan rencana
sebenarnya untuk hari itu dan kesedihan hatinya berlipat ganda.
Sebentar lagi kawan-kawannya pasti akan berm unculan, m asing-
m asing m engejar kese nangan sendiri dan m ereka pasti akan
m engolok-olok nya karena dihukum pada hari libur. Pikiran itu
m em buat otaknya m akin kacau. Ia berhenti bekerja, m enge luar-
kan sem ua harta bendanya, m em eriksanya—bebe rapa m ainan
kecil, kelereng, dan tetek bengek lainnya; cukup untuk m engupah
anak yang m au m engerjakan peker jaannya, tapi tak cukup untuk
m em beli setengah jam kebebasan. Maka Tom m em asukkan
kem bali harta ben da nya ke dalam kantung dan m em batalkan
renca na untuk m engupah kawan-kawannya. Pada saat pikirannya
sedang gelap, tiba-tiba ia m endapat ilham ! Betul-betul ilham
besar!
Petualangan Tom Sawyer 15

Diam bilnya sapu dan ia m ulai bekerja dengan tenang. Ben


Rogers m uncul—anak yang olok-oloknya paling ditakuti Tom !
Ben berlom pat-lom patan kecil, m enunjukkan hatinya yang riang,
m elam bung tinggi. Dia m enggerogoti sebuah apel, berteriak-
teriak panjang beriram a diikuti oleh suara ding-dong-dong, ding-
dong-dong bernada rendah. Agaknya Ben sedang m eniru bunyi
sebuah kapal uap. Ben m akin dekat, m engurangi kecepatan,
berdiri di tengah jalan, condong jauh ke se belah kanan kapal
khayalannya, berputar berat se perti kapal uap terbesar m asa itu:
Big Missouri. Ben m enjadi kapal, sekaligus kapten kapal, lonceng
m esin, m aka ia harus m em bayangkan dirinya di geladak depan,
m ene riak kan perintah serta m engerjakan perintah itu juga.
“Hentikan kapal, Tuan! Ting-a-ling-ling!” ham pir ia kehabisan
tem pat, perlahan m undur ke trotoar.
“Undurkan! Ting-a-ling-ling!” kedua belah lengan nya kejang
lurus di sam ping tubuh. “Hidupkan roda kanan! Ting-a-ling-
ling! J us-jus-jus! J us!” Tangan kanan nya ber putar m em bentuk
lingkaran besar, sebab tangan itu bergerak sebagai roda dayung
yang bergaris tengah em pat puluh kaki.
“Hidupkan roda kiri!” Tangan kiri m ulai berputar: “Ting-a-
ling-ling! J us-jus-j-jus!”
“Hentikan roda kanan! Ting-a-ling-ling! Hentikan roda kiri!
Tam bah kekuatan roda kanan! Hentikan! Biar kan bagian luar
berputar pelan! Ting-a-ling-ling! J us-jus-jus! Lem parkan tali
utam a! Cepat! Ayo, keluarkan tali pelom pat. He, apa yang kau
kerjakan di situ! Ayo, bantu si tonggak dengan gulungannya!
Siapkan pangkalan, ayo, lepaskan! Matikan m esin! Ting-a-ling-
ling! Sh’t! Sh’t! Sh’t!” (Mencoba alat pengukur tekanan uap).
Tom m engapur saja, sam a sekali tak m em perhatikan ‘kapal
uap raksasa’ itu. Ben m em andangnya sesaat, ke m udian berkata,
“Haya! Kau betul-betul sebuah tunggul kayu!”
16 Mark Twain

Tak ada jawaban. Tom m em eriksa hasil sapuannya yang


terakhir dengan m ata seorang senim an, kem udian disapukannya
lagi sapu perlahan-lahan dan m em per hatikan hasilnya. Ben
berdiri di sam pingnya. Air liur Tom m enitik saat m elirik apel
di tangan Ben, tapi ia terus bekerja. Ben berkata, “Halo, Sobat
kental, kau harus bekerja, he?”
Tom berpaling tiba-tiba dan berkata, “Astaga, kau ini, Ben?
Maaf, aku tak tahu.”
“Hh? Dengar, aku akan pergi berenang. Kau pasti ingin
berenang pula, bukan? Tetapi tentu saja kau akan bilang bekerja
lebih senang daripada berenang. Betul begitu, kan?”
Tom m em an dan g Ben sesaat, “Apa yan g kau n am a kan
bekerja?“
“Wah, bukankah ini bekerja nam anya?”
Tom kem bali m engapur dan m enjawab acuh tak acuh, “Hm ,
m ungkin ini bekerja, m ungkin juga tidak. Bagaim anapun, ini
sangat cocok bagi Tom Sawyer.”
“J an gan berlagak, kau kira aku percaya kau m en yu kai
pekerjaan ini?”
Sapu Tom terus bekerja.
“Men yukai? Men gapa tidak? Apakah kau setiap hari
m em punyai kesem patan untuk m engapur pagar?”
Ini m enggugah pikiran Ben. Ia berhenti m enggigit apel.
Tom terus m engerjakan sapuannya dengan hati-hati, m undur
sedikit untuk m elihat hasilnya, m e nam bah olesan di sana sini,
lalu m enilai lagi sem entara Ben yang m em perhatikan setiap
gerakannya m akin lam a m akin tertarik. Akhirnya Ben berkata,
“He, Tom , biarlah aku coba m engapur.”
Tom m em pertim ban gkan perm in taan itu. H am pir saja
m eluluskannya tapi ia segera m engubah pikiran, “Tidak, tidak,
sayang sekali tidak bisa, Ben. Kau tahu, Bibi Polly sangat teliti
tentang pagar ini sebab letaknya di tepi jalan besar. Kalau pagar
Petualangan Tom Sawyer 17

belakang aku tak akan keberatan, juga Bibi Polly. Ya, dia sangat
m engutam akan pagar ini, m e nga purnya harus hati-hati. Kukira
hanya ada seo rang anak di antara seribu, m ungkin di antara dua
ribu, yang bisa m engapurnya seperti yang dikehendaki Bibi.”
“Masa. Biar kucoba. Sebentar saja, Tom . Bila kau m enjadi
aku, pasti kau kuperbolehkan, Tom .”
“Ben, sungguh m ati aku pun tak keberatan kau m encoba
m engapur tapi Bibi Polly... hhh.... J im ingin m enger jakannya
tetapi tidak boleh; Sid juga ingin, juga tak diizinkan. Mengertikah
kau betapa sulitn ya kedudukan ku? Bila kau kuperbolehkan
m engapur, kem udian terjadi kesalahan....”
“Oh, tak m ungkin, Tom , aku akan berhati-hati. Ayo lah, m ari
kucoba. Dengar, apelku ini boleh kau am bil sebagian.”
“Baiklah, nih... oh, tidak, Ben, aku takut....”
“Apelku ini untuk kau sem ua, deh!”
Den gan air m uka en ggan tapi h ati gem bira, Tom
m em berikan sapunya. Dan sem entara m antan kapal uap Big
M issouri itu bekerja berm andi peluh di panas m ata hari, si
m antan senim an tukang kapur duduk di sebuah tong terlindung
dari sinar m atahari, m enggoyang-go yangkan kaki sam bil m akan
apel. Pikirannya penuh ren cana untuk m encari korban lain.
Bahan untuk korban kelicikannya tak kurang. Sebentar-sebentar
m uncul se orang anak yang datang untuk m engejek tetapi kem u-
dian m engerjakan pekerjaan Tom pula. Pada saat Ben tak kuat
lagi, Tom telah m enjual giliran berikutnya pada Billy Fisher
yang m em bayar dengan sebuah layang-layang. Billy diganti oleh
J ohnny Miller dengan pem bayaran seekor tikus m ati yang diikat
tali untuk m em u tarnya. Dem ikianlah seterusnya jam dem i jam .
Pada tengah hari, Tom yang pada pagi hari m em ulai peker jaan
dalam keadaan m iskin, kini telah m enjadi kaya. Kecuali benda-
benda yang telah disebutkan di atas, ia pun m endapatkan dua
belas kelereng, sebuah belahan kecapi Yahudi, sepotong gelas
18 Mark Twain

Pikirannya penuh rencana untuk mencari korban lain.

botol biru untuk m enero pong, sebuah m eriam m ainan dari kelos
benang, sebuah kunci yang tak bisa dipakai lagi, sepotong kapur,
tutup stoples dari gelas, serdadu m ainan dari tim ah, sepasang
katak, enam buah petasan, seekor anak kucing berm ata satu,
sebuah tom bol pintu dari kuningan, seutas kalung anjing (tapi
tanpa anjingnya), gagang pisau, em pat pangsa jeruk, dan sebuah
jendela kaca yang telah rusak.
Sem entara harta benda itu terkum pul, ia bersenang-senang
berm alas-m alasan. Kawannya banyak dan pa gar telah dikapur
sam pai tiga kali. Bila ia tak kehabisan kapur, pasti sem ua anak di
desa itu m enjadi m elarat.
Tom berpen dapat bahwa rupan ya dun ia in i tak begitu
m en gecewakan seper ti per kir aan n ya tadi pagi. Tan pa
diketahuinya, ia telah m enem ukan sebuah hukum besar dari
sifat m anusia, yaitu untuk m em buat seseorang m enghendaki
sesuatu, bikinlah ‘sesuatu’ itu sukar untuk diperoleh. Kalau
Petualangan Tom Sawyer 19

Tom menjadi seorang ahli ilsafat besar dan bijaksana seperti


pengarang buku ini, ia akan m e ngerti, bahwa kerja terdiri dari
apa saja yang wajib dikerjakan, sedang berm ain-m ain ialah yang
tak wajib diker jakan oleh seseorang. Contohnya, m em buat bunga
tiruan atau m em perlihatkan ketangkasan di atas jentera adalah
bekerja, sedang m enggulirkan sepuluh pin bow ling atau m endaki
gunung Mont Blanc hanyalah hiburan. Banyak sekali orang kaya
di Inggris yang m engendalikan kereta penum pang berkuda em pat
sejauh dua puluh atau tiga puluh kilom eter di jalan lalu lintas
um um , dan untuk m e ngerjakan itu m ereka harus m em bayar uang
dalam jum lah ba nyak; tetapi bila penum pang m em bayar, m ereka
tak akan m au m engerjakan pekerjaan itu sebab m ereka bu kan
bersenang-senang lagi nam anya, m elainkan m en cari upah.
Beberapa saat Tom m erenungkan tentang perubahan yang
dialam inya, kem udian ia pergi ke m arkas besar untuk m elaporkan.
Dalam Perang dan Cinta

TOM MENGHADAP Bibi Polly yang sedang duduk di dekat jendela


terbuka di kam ar belakang, kam ar yang m eru pa kan gabungan
antara kam ar tidur, kam ar m akan, dan perpustakaan. Udara
hangat m usim panas, suasana tenang, wangi bunga-bunga, dan
suara kum ban g-kum ban g yan g m en den gun g m em buat Bibi
Polly terkantuk-kantuk di atas rajutannya. Ia tak berkawan
kecuali dengan kucingnya. Kucing itu pun telah tertidur di
pangkuannya. Agar tak jatuh, kacam ata bibi itu disisip kan di
kepalanya. Nyonya tua itu m engira, pastilah Tom telah m elarikan
diri dan sudah tentu ia heran m elihat anak itu dengan berani
datang ke daerah ke kua saannya dan bertanya, “Bi, bolehkah aku
kini ber m ain?”
“Apa? Begini pagi? Berapa luas yang telah kau kapur?”
“Selesai sem uanya, Bi.”
Petualangan Tom Sawyer 21

“Tom , jangan berdusta, aku tak tahan kau berdusta.”


“Aku tidak berdusta, Bi, pagar itu telah selesai dikapur.“
Bibi Polly ham pir tidak percaya. Segera ia keluar un tuk
m em buktikannya. Kalau pernyataan Tom itu hanya dua puluh
persen dari kebenarannya, ia akan sudah m e rasa puas. Bukan
m ain tercengangnya Bibi Polly waktu m elihat bukan saja pagar itu
selesai dikapur tapi jelas terlihat bahwa pengapuran itu dilakukan
sam pai beberapa kali, bahkan tanahnya juga dikapur.
“Masya Allah!” seru Bibi Polly, “sebetuln ya kau dapat
bekerja, Tom , bila kau m au.” Kem udian ia m enetralkan pujian
itu den gan m en am bahkan , “Tapi jaran g sekali kau pun ya
kem auan untuk bekerja. Baik, pergilah ber m ain tetapi jangan lupa
pulang kem bali pada waktu nya. Kalau tidak, kukuliti engkau.”
Bibi Polly begitu terpesona oleh hasil kerja Tom , se hingga
Tom dibawanya ke lem ari. Dipilihnya apel yang terbaik, lalu
diberikannya kepada Tom dengan diiringi kuliah bagaim ana
harga dan rasa sesuatu sangat m e nonjol bila didapat dengan
kebersihan hati dan dengan usaha yang terpuji. Sem entara Bibi
Polly m enutup ku liahnya dengan kata-kata m utiara dari Kitab
Suci, Tom telah berhasil m encopet kue donat dari lem ari.
Waktu Tom m elom pat ke luar, sekilas ia m elihat Sid akan naik
tangga luar yang m enuju kam ar-kam ar bela kang di tingkat dua.
Sekejap saja kepalan-kepalan tanah m enghujani Sid dan sebelum
Bibi Polly sem pat m eno longnya, tujuh atau enam gum pal tanah
telah tepat m engenai sasaran, sem entara Tom m elom pati pagar
dan m enghilang. Pagar itu m em punyai pintu tapi bia sanya Tom
tidak punya waktu untuk m enggunakan pintu pagar itu. Sekarang
hatinya m erasa tenang karena telah berhasil m em balas dendam
pada Sid atas pengkhianatannya tentang benang hitam yang
m em buatnya m endapat banyak sekali kesulitan.
Tom m elintasi blok itu sam pai ke sebuah gang ber lum pur
yang m elewati bagian belakang kandang sapi bibinya. Kini ia
22 Mark Twain

tak bisa dicapai oleh bibinya lagi dan ia bergegas m enuju tanah
lapang desa tem pat dua buah kelom pok pasukan yang terdiri
dari anak-anak telah ber tem u untuk m engadakan pertem puran
sesuai dengan syarat-syarat yang diucapkan sebelum nya. Tom
adalah jenderal sebuah kelom pok, J oe Harper (se orang kawan
karibnya) m enjenderali kelom pok lainnya. Kedua pem im pin
besar ini tak sudi untuk m elibatkan diri dalam pertem puran
yang dilakukan oleh anak-anak yang lebih kecil. Kedua jenderal
duduk di tem pat istim ewa dan m em im pin operasi tentara dengan
perintah-perintah yang disam paikan pada pasukan m elalui bebe-
rapa orang pem bantu. Setelah bertem pur sengit, pasukan Tom
m endapat kem enangan besar. Kem udian yang m ati dihitung,
tawanan-tawanan ditukar, batasan untuk perselisihan berikutnya
disetujui, hari untuk pertem puran yang dibutuhkan ditentukan.
Setelah itu kedua kelom pok berbaris dan Tom sendiri pulang.
Ketika ia m elewati rum ah J eff Thatcher, Tom m elihat
seorang anak perem puan di kebun. Seorang gadis cilik berm ata
biru dengan ram but pirang berkepang dua, m em akai rok m usim
panas putih dengan celana dalam berenda. J enderal yang baru
saja m enang perang itu seakan rubuh tanpa tertem bak. Am y
Lawrence, gadis yang selam a ini m enghias hatinya lenyap seketika,
lenyap tak berbekas. Tom pernah m engira bahwa ia bagaikan
gila m encintai Am y, ia m em uja gadis itu sepenuh hati. Ternyata
sem uanya disebabkan oleh daya tarik Am y yang kini disadarinya
tak ada seperseribu dari sebutir debu. Berbulan-bulan ia m encoba
m em ikat Am y dan sem inggu yang lalu Am y m engaku, ia pun
m encintai Tom . Selam a sem inggu Tom m erasa m enjadi anak
yang paling bangga dan paling bahagia di dunia tetapi perasaan
itu segera lenyap tak berbekas ketika ia m e lihat gadis baru ini.
Dipujanya bidadari baru ini dengan m ata tak ber kedip
sam pai ia m enyaksikan bidadari itu m elihatnya. Tom berpura-
pura tak tahu bahwa si gadis berada di situ. Maka ia m ulai ‘jual
Petualangan Tom Sawyer 23

tam pang’ m em pertontonkan berbagai kea nehan cara anak lelaki


untuk m enarik perhatian si gadis cilik. Dalam waktu beberapa
lam a Tom m enunjukkan tingkah tolol yang lucu sam pai satu
ketika ia tengah m e lakukan senam ketangkasan yang berbahaya,
ia m elirik ke sam ping dan m elihat bahwa gadis pujaannya itu
telah m eninggalkan kebun dan berjalan pulang. Tom m endekati
pagar, berdiri bertum pu pada pagar itu. Hatinya sedih, penuh
harapan, sem oga si gadis itu tak segera m asuk rum ah. Si gadis
berhenti sesaat kem udian ber jalan ke arah pintu. Tom m enghela
napas panjang waktu si gadis m asuk ke dalam rum ah. Tetapi
air m uka Tom seketika m enjadi cerah sebab sebelum lenyap ke
dalam rum ah si gadis m elem parkan bunga m elati m elewati pagar!
Tom berlari m em utar, berhenti sam pai beberapa sentim eter
dari bunga itu. Tangannya ditudungkan di atas alis, m enatap
ke ujung jalan seolah-olah ada yang m enarik perhatiannya.
Kem udian diam bilnya sebatang jeram i, yang ia dirikan di atas
hidungnya sem entara ia m enenga dahkan kepala jauh ke be-
lakang. Sam bil m enjaga keseim bangan jeram i, ia bergerak ke
sam ping, m akin lam a m akin m endekati bunga sam pai akhir nya
kakinya m e nyentuh bunga itu. Dengan jari-jarinya, Tom m en-
cengkeram bunga itu dan m elom pat-lom pat m enghilang untuk
m enyem atkan bunga itu di jaketnya di dekat jan tung atau di dekat
perutnya. Ia tak m em punyai banyak pengetahuan tentang tubuh
m anusia.
Kem udian Tom kem bali ke depan rum ah si gadis sam pai
m alam tiba, ‘jual tam pang’ seperti tadi, nam un ternyata si gadis
tak keluar lagi. Tom m enghibur dirinya dengan berkata dalam
hati, m ungkin si gadis berada di balik salah satu jendela dan
m em perhatikan dia. Akhirnya dengan rasa segan Tom pulang,
dengan pikiran penuh im pian.
Selam a m akan m alam Tom tam pak begitu gem bira hingga
Bibi Polly bertanya-tanya dalam hati, “Apa ge rangan yang terjadi
24 Mark Twain

pada anak itu?” Tom tak m enghiraukan kem arahan bibinya karena
telah m elem pari Sid. Di depan m ata bibinya terang-terangan ia
m encoba m encuri gula. Karena itu, tangannya m endapat pukulan
keras. Tom m em bela diri, “Bibi tak pernah m em ukul Sid kalau ia
m engam bil gula.”
“Sid tak pernah m enyiksa orang seperti engkau. Se tiap saat
aku berpaling, kau selalu m encoba m engam bil gula.”
Beberapa saat kem udian Bibi Polly pergi ke dapur. Kesem patan
ini digunakan oleh Sid untuk m em am erkan kekebalannya, yang
ham pir tak tertahankan oleh Tom . Sid m engulurkan tangan ke
m angkuk tem pat gula. Sial bagi Sid, m angkuk itu terlepas dari
tangannya dan jatuh pecah. Tak terkira kegem biraan Tom sam pai
m em buatnya m enahan m ulut untuk bersuara. Pikirannya, ia
akan terus m enutup m ulut, duduk diam sam pai bibinya bertanya
siapa yang berbuat salah; dan Tom akan berterus terang. Akan
sangat m enyenangkan untuk m elihat anak terbaik di kam pung itu
m endapat hajaran. Begitu besar harapan Tom sam pai ham pir ia
tak bisa m enahan diri waktu bibinya datang dan berdiri di de pan
pecahan m angkuk dengan m ata terbelalak penuh am arah di balik
kacam atanya, “Ini dia!” pikir Tom . Dan tepat pada saat itu tiba-
tiba saja ia terlem par ke lantai. Tangan bibinya sudah terangkat
lagi untuk m em ukul, ketika ia cepat berteriak, “Bi, m engapa aku
yang dipu kul! Sid yang m em ecahkannya!”
Bibi Polly tertegun bingung dan Tom m enunggu belas kasihan
yang bisa m enyem buhkan rasa sakitnya. Tetapi ketika Bibi Polly
berbicara lagi, katanya, “Pukulan itu tak sia-sia sebab sudah pasti
kau berlaku nakal, luar biasa pula, waktu Bibi tadi tak di sini.”
Dalam hati Bibi Polly sangat m enyesal. Ia ingin m eng-
ucapkan yang lem but dan penuh cinta tapi ia berpikir perkataan-
perkataan serupa itu akan m enim bulkan pengakuan bahwa ia
berada di pihak salah dan ini akan m engacaukan tata tertib. Maka
Bibi Polly diam saja, m engerjakan pekerjaannya dengan hati yang
Petualangan Tom Sawyer 25

berat. Tom m erengut di sudut kam ar, berduka cita. Ia tahu, di


dalam hatinya Bibi Polly sedang m erengek-rengek m inta m aaf
kepadanya dan ini sedikit m eringankan kem urungannya. Ia m ene-
tapkan di dalam hatinya bahwa ia sam a sekali tak akan m em beri
tanda bahwa ia telah m em aafkan kesalahan bibinya dan juga tak
akan m em perhatikan tanda-tanda perm intaan m aaf. Tom tahu,
pan dan gan -pan dan gan m em in ta m aaf dilem parkan padan ya
dengan m ata diliputi air m ata tetapi ia m enolak m entah-m entah
untuk m em perhatikan sem ua itu. Dirinya seolah-olah terbaring
sakit hendak m elepaskan nyawa penghabisan dan bibinya m em -
bungkuk m enantikan sepatah kata, nam un ia m em ba likkan tubuh
m enghadap ke dinding dan tak ingin m engucapkan apa-apa,
pura-pura akan m ati. Ah, bagaim ana perasaan bibinya nanti?
Dan dibayangkannya dia diangkat orang dari sungai, tubuhnya
basah kuyup dan jantungnya tak berdetak lagi. Betapa bibinya
akan m em eluknya sem entara air m ata berderai bagai hujan. Pasti
Bibi akan m em ohon kepada Tuhan, agar ia dihidupkan kem bali
dengan janji, ia tak akan m enghajarnya lagi. Tetapi Tom tak akan
hidup kem bali, terbaring pucat dan dingin, tak m em beri tanda
hidup sedikit pun, se orang penderita cilik yang kedukaannya kini
telah berakhir.
Begitu penuh perasaan ia m em bayangkan im pian ini hingga
kerongkongannya terasa tersekat dan m atanya penuh air m ata
yang akhirnya m engalir m elewati hidung waktu ia m e ngerjapkan
m ata. Menu rutkan kesedihan itu begitu m enyenangkan bagi Tom
hingga ia tak sudi sedikit kegem biraan atau secer cah kesenangan
m em asuki dunia kesedihannya. Ke dukaannya terlalu suci untuk
dinodai oleh kegem biraan. Maka ketika Mary, sepupunya, m asuk
sam bil m en ari, gem bira kem bali pulan g setelah bepergian
se m inggu yang rasanya berabad-abad, Tom bangkit dengan
diselubungi kedukaan untuk m enghindari sinar kegem biraan
Mary.
26 Mark Twain

Ia berjalan tak tentu tujuan ke tem pat-tem pat yang jauh


dari yang biasa dikunjungi oleh anak-anak m encari tem pat sepi
dan terpencil yang serasi dengan keadaan jiwanya waktu itu.
Sebuah rakit kayu di sungai bagaikan m em anggil-m anggilnya.
Tom duduk di rakit itu m ere nungi keluasan sungai sam bil
berharap ia terbenam secepat-cepatnya, tanpa m erasakan seperti
orang-orang lain yang sungguh-sungguh terbenam . Kem udian
teringat olehnya bunga yang sekuntum itu. Dikeluarkannya bunga
itu, kum al dan layu. Kebahagiaannya pun m en jadi bertam bah
suram . Tom bertanya-tanya dalam hati, apakah si gadis m enaruh
kasihan? Mungkinkah gadis itu akan m enangis dan m em eluknya,
m enghiburnya? Ataukah si gadis juga akan m eninggalkannya
seperti du nia yang kejam ini? Bayangan tentang ini m enim bulkan
penderitaan batin yang terasa nikm at hingga Tom terus-m enerus
berkhayal sam pai akhirnya m enjadi bosan. Maka berdirilah dia
m enghilang dalam kegelapan.
Kira-kira pukul sepuluh ia tiba di jalan sepi, tem pat pujaan
hatinya tinggal. Tom berhenti sesaat. Tak terde ngar suara sedikit
pun. Tam pak sinar lilin bercahaya redup di sebuah jendela di
tingkat dua. Apakah pujaan hatinya di sana? Tom m em anjat
pagar hati-hati, tanpa bersuara di antara tanam -tanam an hingga
akhirnya ia berdiri tepat di bawah jendela tadi. Lam a sekali
dipandanginya jendela itu dengan penuh perasaan, kem udian
ia berbaring di ta nah di bawah jendela, tangan terlipat di dada
m em e gang bunga yang layu. Begitulah ia akan m ati, di tem pat
terbuka di dunia yang dingin, tanpa naungan di atas ke palanya,
tiada tangan sahabat yang m engusap keringat m aut dari alisnya,
tiada wajah penuh cinta m em bungkuk bila m alaikat m aut tiba.
Dan begitu juga lah yang akan dilihat si gadis esok hari, kalau
jendela dibuka di bawah sinar pagi. Oh, m ungkinkah pujaan
hatinya akan m eneteskan air m ata pada tubuhnya yang telah tak
ber nyawa, m ungkinkah ia m engeluh m elihat kehidupan yang
begitu m uda terputus sebelum sem pat m ekar?
Petualangan Tom Sawyer 27

Di atas, tiba-tiba jendela terbuka, suara sum bang seo rang


pelayan terdengar m em ecahkan suasana suci, m enyusul em ber
penuh air dicurahkan ke tubuh si jihad yang terbaring di tanah.
Pahlawan yang telah gugur itu m elom pat, m ende ngus m arah.
Segera terdengar desingan batu di udara, diiringi oleh suara
m akian, disusul oleh bunyi kaca pecah dan bayangan m elom pati
pagar, kem udian lenyap.
Tak lam a kem udian Tom telah berada di kam arnya sendiri,
m em per hatikan baju yang basah kuyup dalam cahaya lilin. Sid
terbangun tetapi bila ia m em punyai m aksud untuk m engucapkan
beberapa sindiran, ia cepat-cepat m enutup m ulut m elihat cahaya
ancam an di m ata Tom .
Tanpa m engucapkan doa Tom tertidur. Kelalaian m em baca
doa itu dicatat oleh Sid di dalam hati.
Semangat di Sekolah Minggu

MATAHARI MUNCUL di atas dunia yang tenang, m enyinari desa


yang penuh dam ai bagaikan pem berkatan. Selesai sarapan, Bibi
Polly m engadakan kebaktian keluarga. Kebaktian itu dim ulai
dengan doa dari Kitab Suci dengan sedikit tam bahan dari Bibi
Polly sendiri dan sebagai puncaknya Bibi Polly m em bawakan
dalih-dalih Musa sehebat khotbah Musa sendiri di gunung Sinai.
Setelah itu, Tom m en yin gsin gkan len gan baju un tuk
m enghafalkan ayat-ayat Kitab Suci. Sid telah hafal beberapa
hari yan g lalu. Tom m en gerahkan segen ap ten aga un tuk
m enghafalkan lim a buah ayat dan dipilihnya Khotbah di Bukit
yang ayat-ayatnya ia anggap pendek-pendek. Setelah setengah
jam barulah Tom m engerti secara sam ar-sam ar ayat-ayat yang
diha falkannya. Hanya itulah, tak lebih, sebab pikirannya tertuju
pada penjelajahan m edan pikiran m anusia, sedang tangannya
Petualangan Tom Sawyer 29

sibuk m engerjakan kesenangannya sendiri. Mary m engam bil


buku Tom untuk m ende ngarkan hafalannya. Susah payah Tom
m encoba m engingat-ingat, “Diberkatilah m ereka yang... yang....”
“Miskin....”
“Ya... m iskin. Diberkatilah m ereka yang m iskin... m ... m ....”
“J iwanya....”
“J iwanya. Diberkatilah m ereka yang m iskin jiwanya, sebab
m ereka... m ereka....”
“Milik m ereka....”
“Sebab m ilik m ereka. Diberkatilah m ereka yang m is kin
jiwanya, sebab m ilik m erekalah kerajaan surga. Diberkatilah
m ereka yang berduka cita, sebab m ereka... m ereka....“
“Ak....”
“Sebab m ereka... m ....”
“A, K, A....”
“Sebab m ereka A, K... oh, aku tak m engerti apa itu.”
“Akan!”
“Oh, akan! Sebab m ereka akan... m ereka akan... m ... akan
berduka cita... m ... m ... diberkatilah m ereka yang akan... m ereka
apa? Mengapa tak kau beri tahu, Mary? Mengapa kau begitu
kejam padaku?”
“Oh, Tom , si tolol yang m alang, aku kejam padam u, sam a
sekali tidak. Belajarlah lagi, janganlah putus asa, Tom , engkau
pasti bisa... dan bila kau hafal, akan kuberi hadiah yang sangat
bagus. Nah, belajarlah lagi.”
“Baiklah! Apa yang akan kau hadiahkan padaku, Mary?
Apa?”
“Tak usah kau pikirkan, Tom , percayalah, kalau ku katakan
barang itu bagus, barang itu pasti akan bagus.”
“Benar, Mary. Nah, baiklah, akan kuhadapi pelajaran itu.“
Dan betul-betul tugas itu dikerjakan n ya den gan pen uh
sem angat berkat do rongan rasa ingin tahu dan hadiah hingga
30 Mark Twain

hasilnya gem ilang. Mary m em berinya pisau m erek Barlow, m asih


baru. Hadiah itu m enim bulkan kegem biraan luar biasa di seluruh
tubuh Tom . Mem ang pisau itu tidak bisa dipakai m em otong
apa-apa tapi pisau Barlow ‘tulen’. Itu saja sudah cukup untuk
bergerak. Sam a sekali anak-anak Barat itu tak sedikit pun m em -
punyai dugaan bahwa pisau yang terkenal itu bisa dipalsukan
dengan yang berkualitas rendah. Tom sudah m eran cang untuk
m enghias lem ari dengan goresan pisau barunya dan ia akan
m em ulai m enggores m eja ketika ia dipanggil untuk berpakaian
pergi ke sekolah m inggu.
Tom diberi sebaskom air dan sepotong sabun. Dita ruhnya
baskom itu di sebuah bangku di luar, kem udian dicelupkan sabun
ke dalam air. Lengan baju digulungnya, air bersabun di dalam
baskom dituangkannya per lahan sam pai habis dan ia m asuk
kem bali ke dapur, m enggosok m ukanya dengan handuk yang
bergantung di balik pintu. Tapi handuk itu diam bil Mary dan
berka talah dia, “Tidakkah kau m alu, Tom ? J angan terlalu m alas,
air tak akan m enyakitkan.”
Tom sedikit kacau. Baskom diisi kem bali dengan air dan
ditaruh lagi di bangku di luar. Untuk beberapa saat Tom ber diri
di hadapan baskom itu, m engum pulkan ke m auan, m enghela
napas panjang dan m ulai. Tak lam a ia telah m asuk ke dapur,
kedua m ata tertutup rapat, tangan m eraba-raba m encari handuk.
Air dan busa sabun bertetesan dari m ukanya. Nam un ketika
ia keluar, m ukanya m asih belum m em uas kan Mary, karena
yang bersih hanya sam pai ke atas dagu dan rahang bagaikan
sebuah topeng. Selebihnya, di bawah dagu dan lehernya belum
tersentuh air. Kini Mary m enyeretnya ke luar dan ketika ia selesai
m em bersihkan Tom , Tom m enjelm a m enjadi anak yang patut
m enjadi saudara Mary, tanpa perbedaan warna kulit, ram butnya
disisir rapi, dikeriting kecil-kecil dan sim etris. (Diam -diam Tom
m eratakan kem bali keritingan itu dengan susah payah, diratakan-
Petualangan Tom Sawyer 31

nya ram butnya rapat-rapat sebab baginya keriting ha nyalah


untuk wanita; betapa ia benci kepada keritingnya yang asli). Mary
m engeluarkan pakaian Tom yang selam a dua tahun hanya dipakai
pada hari-hari Minggu, yang untuk m enggam pangkan disebut
‘pakaian yang lain’, sehingga bisa kita ketahui berapa banyak
pakaian Tom . Mary m em betulkan dandanan Tom . Baju luarnya
dikancingkan sam pai ke bawah dagu, kerah kem ejanya yang lebar
m enutupi bahu ia sikat dan ia tutup ke pala Tom dengan topi
jeram i berbintik-bintik. Tom gelisah sebab untuk berdandan dan
bersih, hatinya m enjadi kesal. Harapannya yang terakhir adalah
m udah-m udahan Mary lupa akan sepatunya. Tapi harapan itu
ham pa. Mary m enggosok sepatunya dengan lilin hingga m eng-
kilap. Tom tak tahan lagi, ia m erengut dan berkata bahwa ia selalu
dipaksa untuk m e ngerjakan yang tak disukainya. Tapi dengan
m em bujuk, Mary m enjawab, “Ayolah, Tom . Kau, kan, anak baik.”
Walaupun den gan bersun gut-sun gut, Tom terpaksa
m em akai sepatunya. Mary pun siap dan ketiga orang anak itu
berangkat ke Sekolah Minggu, sebuah tem pat yang dibenci Tom
tapi disenangi oleh Mary dan Sid.
Sekolah Minggu dim ulai pukul sem bilan dan ber akhir pukul
setengah sebelas dengan dilanjutkan kebak tian gereja. Sid dan
Mary selalu m enghadiri kebaktian dengan ikhlas, Tom dengan
hati kesal.
Gereja itu m em punyai kursi-kursi kayu tak beralas dengan
sandaran tinggi, cukup untuk tiga ratus orang. Bangunannya
kecil, sederhan a, den gan sem acam kotak kayu pin us di
puncaknya sebagai m enara. Di pintu ge reja Tom m em isahkan diri
dari Sid dan Mary, m endekati seorang kawan yang juga berbaju
bagus, dia bertanya, “Hai, Billy, apakah kau punya karcis kuning?”
“Ya.”
“Kau ingin apa sebagai tukarnya?”
“Kau punya apa?”
32 Mark Twain

“Kayu m anis dan kail.”


“Coba lihat.”
Tom m em perlihatkan barangnya. Tukar-m enukar terjadi.
Kem udian Tom m enukar dua buah kelereng pualam putih dengan
tiga helai karcis m erah dan lain-lain dengan dua helai karcis biru.
Ia m encegat anak-anak lain. Selam a sepuluh atau lim a belas
m enit ia m em beli karcis dari berbagai warna. Ia m asuk ke dalam
gereja bersam a serom bongan anak berbaju bersih tapi ribut,
m enuju tem pat duduk dan bertengkar dengan anak pertam a yang
dilihatnya. Gurunya, seorang tua pendiam , m elerai pertengkaran
itu. Tapi begitu sang guru berpaling, Tom m enarik ram but seorang
anak di sam ping bangkunya, kem udian pura-pura m em baca
ketika si anak berpaling. Anak lain dicucuknya dengan peniti
agar m enjerit, “Aduh!” Tom m endapat teguran lagi dari gurunya.
Kawan-kawan sekelasnya tidak berbeda dengannya, gelisah, ribut
dan nakal. Bila m ereka disu ruh m enghafal, tak seorang pun bisa
m enghafal de ngan sem purna, selalu harus dituntun. Betapapun
ka lau m ereka m au bersusah payah, m ereka bisa m en dapat
hadiah berupa karcis biru. Tiap karcis m engandung ayat-ayat Al-
Kitab; sehelai karcis biru adalah upah bagi m ereka yang berhasil
m enghafalkan dua ayat. Sepuluh helai karcis biru bisa ditukarkan
dengan sehelai karcis m erah; sepuluh karcis m erah seharga
sehelai karcis kuning; dan bagi yang bisa m engum pulkan sepuluh
karcis kuning, Pengawas Um um akan m em beri hadiah berupa
sebuah Al-Kitab yang sederhana (zam an itu berharga em pat
puluh sen). Siapa di antara pem bacaku yang punya kesanggupan
dan kem am puan untuk m enghafalkan dua ribu ayat, bahkan
bila dengan janji hadiah sebuah Al-Kitab Dore? Mary berhasil
m endapat kan dua buah Al-Kitab dengan cara ini, setelah bekerja
dengan sabar selam a dua tahun, dan seorang anak berdarah J erm an
berhasil m em enangkan em pat atau lim a buah! Pernah anak itu
m enghafalkan tiga ribu ayat tanpa berhenti; tetapi tekanan pada
Petualangan Tom Sawyer 33

pikiran yang terlalu besar m em buat si anak m enjadi tolol. Suatu


kehilangan besar bagi sekolah sebab pada peristiwa-peristiwa
besar di hadapan tam u agung, Pengawas Um um (m em injam istilah
Tom ) selalu m em anggil anak J erm an itu untuk m em am erkan
kepandaiannya. Hanya m urid-m urid yang lebih tua bisa berhasil
m engum pulkan karcis dan dengan rajin berusaha terus dan
lam a untuk m em e nangkan sebuah Al-Kitab. Pem berian hadiah
ini sangat jarang, m aka peristiwanya selalu m endapat perhatian
besar. Murid yang berhasil akan diagungkan dan m enjadi pusat
perhatian hingga m enim bulkan keinginan di hati m urid-m urid
lainnya untuk m erebut hadiah, suatu ke inginan yang biasanya
hanya berlangsung dua m inggu. Mungkin Tom sam a sekali tak
m en gin gin kan h adiah itu tetapi jelas ia m en g in gin kan
keagungan dan kem asyhur an karena m endapat hadiah itu.
Pada saat yang tepat, Pengawas Um um berdiri di de pan
m im bar dengan m em egang buku nyanyian pu jaan, jari telunjuk-
nya terselip di antara halam an-hala m an, m em inta perhatian para
m urid. Bila seorang Penga was Um um Sekolah Minggu m eng-
adakan pidato, m em egang sebuah buku nyanyian pujaan adalah
suatu keharusan seperti m em egang kertas m usik bagi seorang
penyanyi yang m aju ke panggung untuk m enyanyi di sebuah
konser. Apakah sebabnya, tidak seorang pun yang tahu, sebab
baik buku nyanyian ataupun kertas m usik itu jarang sekali di-
gunakan oleh pem egangnya. Pengawas Um um ini bertubuh kurus,
kira-kira ber um ur tiga puluh lim a tahun, dengan jenggot kam bing
dan ram but pasir. Kerah bajunya kaku, yang bagian belakangnya
ham pir m encapai telinga dan ujung de pan nya m encapai sudut
m ulut bagaikan pagar putih yang m em aksanya selalu m em andang
ke depan dan m em buat ia harus m em utar seluruh tubuhnya, bila
akan m elihat ke sam ping. Dagunya ditopang oleh seutas dasi
lebar, selebar dan sepanjang sehelai uang kertas dengan pinggir
berenda. Ujung sepatunya m encuat ke atas, m engikuti m ode m asa
34 Mark Twain

itu, seperti ujung ski—gaya yang ditiru dengan sabar dan giat
oleh m urid-m uridnya dengan jalan m e nekankan sepatu m ereka
ke tem bok berjam -jam . Tuan Walters ini berwajah sungguh-
sungguh, jujur dan tulus hati. Ia begitu m enghorm ati benda-
benda dan tem pat-tem pat suci, serta sangat m em beda kannya
dengan keduniawian, sehingga tanpa terasa suaranya bernada
dan berlagu istim ewa jika berbicara di Sekolah Minggu, yang tak
akan terjadi pada hari-hari biasa. Ia m ulai pidatonya dem ikian:
“Nah anak-anak, aku ingin kalian duduk baik-baik, baik
sedapat-dapatnya, dan perhatikanlah aku selam a beberapa m enit
ini. Nah, begitulah. Begitulah cara duduk bagi anak-anak yang
baik. Aku m elihat seorang gadis cilik yang m elihat ke luar
jendela. Aku khawatir ia m engira aku di luar sana, m ungkin di
salah satu po hon itu, m em beri pelajaran pada burung kecil. (Para
hadirin tertawa kecil). Aku ingin m engatakan pada kalian, betapa
senangnya bagiku untuk m elihat wajah-wajah cerah, bersih di
tem pat seperti ini untuk belajar m engerjakan apa yang baik dan
benar.” Dan seterus nya. Dan seterusnya. Tak ada gunanya untuk
m encatat kelanjutannya di sini sebab pidato sem acam itu selalu
sam a pola bum bunya, jadi tak ada yang aneh bagi kita.
Bagian terakhir dari pidato itu dinodai oleh perke lahian
kecil di antara beberapa anak nakal dan oleh ke gelisahan serta
bisik-bisik sam pai m endekati batu-batu karang yang tak tergoda
seperti Sid dan Mary. Keributan itu berhenti tiba-tiba dengan
berkurangnya suara Tuan Walters dan pidatonya berakhir dengan
penuh rasa terim a kasih oleh hadirin.
Sebagian besar dari bisik-bisik itu disebabkan oleh suatu
kejadian yang jarang terjadi, yaitu m asuknya be berapa orang
tam u: ahli hukum Thatcher, diiringi oleh seorang pria yang sudah
tua, seorang pria lain yang gagah dan tam pan beram but kelabu;
seorang wanita yang tam paknya patut dihorm ati, agaknya istri
pria yang disebut terakhir. Nyonya itu m enuntun seorang anak
Petualangan Tom Sawyer 35

perem puan. Selam a itu Tom gelisah penuh keluh kesah: hati
nuraninya terpukul pula—ia tak berani m enyam but pandang m ata
Am y Lawrence yang dengan penuh cin ta m em andang padanya.
Begitu m elihat m asuknya si gadis cilik yang dituntun oleh nyonya
tadi jiwanya ber kobar dengan gem bira. Segera ia ‘jual tam pang’
dengan segala cara—m enam par beberapa orang kawan, m enarik-
narik ram but, m enyeringai-nyeringai hingga m irip m onyet—
pokoknya segala cara, yang kira-kira bisa m enarik perhatian si
gadis dan m em per oleh sam butannya. Hanya ada setitik noda
dalam ke gem biraan n ya—ken an gan ten tan g pen ghin aan atas
dirinya di kebun sang bidadari—nam un kenangan ini bagaikan
sebuah catatan di pasir pantai, segera terhapus oleh hem pasan
gelom bang kebahagiaan.
Para tam u diberi tem pat terhorm at dan segera setelah
Tuan Walters m enyelesaikan pidatonya, ia m em per kenalkan
para tam u itu kepada m urid-m uridnya. Orang gagah setengah
um ur itu ternyata seorang yang luar biasa. Ia adalah Hakim
Daerah, jabatan yang pa ling m ulia di m ata anak-anak. Mereka
m enduga-duga terbuat dari bahan apa kiranya sang hakim ,
m ereka se ten gah m en gharap, san g hakim akan m en gaum
dengan m enakutkan. Hakim itu datang dari Kons tantinopel,
yang jauhnya dua belas m il. Hal itu berarti ia telah berjalan jauh
dan m elihat separuh dunia. Sang hakim pernah m elihat kantor
pengadilan daerah yang katanya m em punyai atap seng! Sem ua
itu m enam bah kekagum an anak-anak yang terbukti dari suasana
sunyi senyap serta pandangan m ata yang tak berkedip. Inilah
Hakim Thatcher, saudara dari ahli-ahli hukum setem pat. J eff
Thatcher m eninggalkan bangkunya untuk berkenalan dengan
pam annya yang agung itu. Betapa irinya sem ua anak pada J eff
dan bisik-bisik di sana sini yang terdengar oleh telinganya betul-
betul m elebihi ke in dahan m usik yang terindah, “Lihat padanya,
J im ! Dia m aju ke sana! Waduh, lihat! Ia akan berjabatan tangan
36 Mark Twain

dengan tuan hakim ... ia berjabatan tangan dengan hakim daerah!


Am pun, tak inginkah kau m enjadi J eff?”
Tuan Walters juga ‘jual tam pang’ dengan berbagai m acam
kesibukan, m em beri perintah-perintah, m enentukan putusan,
m em berikan petunjuk di sana sini dan di m ana saja ia bisa
m en dapat alasan un tuk berbuat itu. Pegawai perpustakaan
‘jual tam pang’ lari ke sana lari ke m ari dengan tangan penuh
buku, ber bicara ribut tak berarti seperti yang digem ari oleh
para pejabat rendah. Guru m uda wanita ‘jual tam pang’ se cara
m anis m em bungkuk m em beri nasehat kepada m urid-m urid yang
beberapa saat lalu m ereka pu kul, m engangkat jari, secara m anis
m em beri peringatan pada anak-anak kecil yang nakal, dengan
penuh ke cintaan m em belai-belai anak-anak yang baik. Guru-
guru m uda pria ‘jual tam pang’ dengan m em bentak-bentak kecil
m em pertontonkan kekuasaan dan m em beri perhatian penuh
pada tata tertib—dan sem ua guru tak peduli jenis kelam innya
tiba-tiba m em punyai ber bagai m acam keperluan di perpustakaan
dekat m im bar; keperluan yang selalu harus diulangi dua atau tiga
kali (dengan m em pertunjukkan sedikit kegusaran). Murid-m urid
perem puan ‘jual tam pang’ dengan cara-cara m e reka sendiri,
sem entara m urid-m urid lelaki begitu rajin nya ‘jual tam pang’,
hingga udara kelas itu penuh de ngan peluru-peluru kertas dan
suara ribut. Di atas se m ua itu si orang besar duduk, m engum bar
senyum an agung, sadar akan kebesaran dirinya, sebab ia pun se-
dang ‘jual tam pang’ juga.
Hanya ada satu hal yang m enyebabkan kesukacitaan Tuan
Walters tidak sem purna, yaitu kesem patan untuk m em berikan
hadiah sebuah Al-Kitab dan m em am erkan seorang anak ajaib.
Beberapa m urid m em punyai karcis kuning tetapi tak ada yang
punya dalam jum lah cukup. Betapa bahagianya ia bila anak
J erm an itu bisa sem buh kem bali.
Petualangan Tom Sawyer 37

Tepat pada saat harapannya ham pir m usnah, Tom Sawyer


m aju ke depan dengan m em bawa sem bilan he lai karcis kuning,
sem bilan helai karcis m erah dan se puluh helas karcis biru.
Ia m inta haknya untuk m ene rim a hadiah. Betul-betul sebuah
halilintar di siang hari bolong bagi Tuan Walters. Sam a sekali tak
diketahuinya Tom akan m enuntut hadiah, sekurang-kurangnya
tidak untuk sepuluh tahun m endatang. Nam un tak bisa ditolak,
bukti-bukti lengkap dan syah. Tom segera didu dukkan bersam a-
sam a sang Hakim dan tam u-tam u terhorm at lainnya. Berita itu
segera disiarkan ke segenap penjuru. Betul-betul berita yang
m engejutkan, berita paling m enggem parkan dalam m asa sepuluh
tahun! Begitu hebat kegem paran itu sehingga dalam pan dangan
seisi sekolah Tom terlontar ke tingkat keduduk an sang hakim .
J adi, yang tadinya hanya satu keajaiban, kini ada dua. Murid-
m urid lelaki setengah m ati m e nahan perasaan iri. Tapi yang
paling m enderita adalah m ereka yang terlam bat sadar bahwa
m ereka lah yang m em bantu Tom m endapatkan kedudukan yang
tertinggi itu dengan m enukar karcis m ereka dengan benda-benda
yang didapat Tom dari m ereka juga ka rena m enjual hak untuk
m engapur. Anak-anak itu tak habis-habisnya m enyesali diri sen-
diri sebagai korban sang penipu ulung, si m usang berbulu ayam .
Hadiah diberikan kepada Tom oleh Pengawas Um um dengan
keriangan yang ham bar, karena sang Pengawas Um um sadar,
di balik itu sem ua pasti ada sesuatu rahasia yang m eliputi
kegelapan, karena m us tahillah Tom bisa m enim bun dua ribu kata
m utiara dari kitab Injil, sedang biasanya dua belas ayat saja ia tak
m am pu m enghafal.
Am y Lawrence bangga dan gem bira. Ia berusaha agar Tom
m elihat kegem biraan itu di wajahnya tetapi Tom m engabaikan.
Perasaan khawatir terbit di hati Am y. Kem udian kecurigaan m em -
bayang di hatinya. Diperhatikannya Tom . Lirikan Tom m em buka
rahasia. Gadis itu pun patah hati. Karena iri dan am arah, air
38 Mark Twain

m atanya jatuh berderai. Ia benci sem ua orang, terutam a terhadap


Tom .
Tom diperkenalkan kepada Hakim tetapi lidahnya kelu,
napasnya sesak, jantungnya berdebar disebabkan oleh kebesaran
sang Hakim , tetapi yang lebih utam a ialah karena hakim itu ayah
pujaan hatinya. Kalau hari itu gelap, m au rasanya Tom berlutut
dan m em uja sang Hakim . Hakim Thatcher m eletakkan tangannya
ke atas kepala Tom dan m enanyakan nam anya. Tom tergagap
m en jawab, “Tom ....”
“Oh, bukan, pasti bukan Tom , nam am u...?”
“Thom as.”
“Ah, bagus. Tapi kukira ada sam bungannya, bukan itu saja.
Itu m em ang cukup nam un kau m au m engatakan sam bungannya,
bukan?”
“Katakan pada tuan itu nam am u yang lengkap, Thom as,” sela
Tuan Walters m enyela, “dan jangan lupa m enyebut ‘tuan’. J angan
lupa sopan santun.”
“Thom as Sawyer,... Tuan.”
“Bagus sekali. Betul-betul kau seorang anak yang baik. Anak
cakap. Kecil, cakap, dan jantan. Dua ribu ayat itu sangat banyak
sekali. Kau tak akan m enyesal m enghafalkannya dengan susah
payah sebab pengetahuan lebih berharga dari apa saja di dunia.
Pengetahuanlah yang m em buat orang-orang besar dan baik. Kau
sendiri akan m enjadi orang besar dan orang baik kelak, Thom as.
Saat itu, kau akan m e ngenangkan m asa silam dan berkata dalam
hati: Sem ua ini adalah hasil dari pela jaran yang kudapat dari
Sekolah Minggu di m asa kanak-kanak. Ini sem ua berkat jerih
payah guru-guruku yang m em beriku pelajaran. Ini sem ua berkat
bapak Pengawas Um um yang m engawasi dan m em beri dorongan
pada ku dan m em beriku sebuah Al-Kitab yang indah, sebuah Al-
Kitab yang bagus diberikan padaku untuk selam a-lam anya. Ini
sem ua berkat pendidikanku yang baik, benar! Itulah yang akan
Petualangan Tom Sawyer 39

kau katakan pada waktu itu, Thom as, dan bagim u dua ribu ayat
itu lebih berharga daripada uang berapa pun, betul-betul lebih
berharga. Dan kini pasti kau tak berkeberatan untuk m encerita-
kan sedikit tentang apa yang telah kau pelajari padaku dan pada
nyonya ini. Tidak, pasti kau tidak akan berkebe ratan, sebab
kam i berdua sangat bangga akan anak-anak yang rajin belajar.
Nah, pasti kau telah tahu nam a-nam a dari dua belas rasul. Kini
katakanlah, siapakah dua orang pertam a yang ditunjuk?”
Tom m enarik-narik sebuah lubang kancing dan tam pak
kem alu-m aluan. Ia m enundukkan m uka, wajahnya m em erah.
Hati Tuan Walters pun ikut berdegup-degup. Dalam hatinya ia
berkata, anak ini tak m ungkin bisa m enjawab pertanyaan yang
term udah itu. Mengapa Tuan Hakim m enanyakannya? Maka ia
m erasa wajib untuk berbicara pada Tom , “J awablah pertanyaan
itu, Thom as, jangan takut!”
Tom m asih bungkam .
“Aku tahu pasti kau m au m engatakannya, padaku,” kata
nyonya itu. “Nam a kedua orang rasul itu....”
“DAUD dan GOLIAT!“
Kasihan, m arilah kita tutup saja adegan ini.
Seorang Pendeta dan Doanya

KIRA-KIRA PUKUL setengah sebelas, lonceng gereja kecil yang


sudah retak itu m ulai ber bunyi dan jem aat segera berbon dong-
bondong untuk m endengarkan khotbah pagi. Anak-anak Sekolah
Min ggu tersebar m en em pati tem pat-tem pat duduk bersam a
orang tua m asing-m asing agar bisa diawasi dengan ketat. Bibi
Polly datang. Tom , Sid dan Mary duduk berdam pingan. Tom
didudukkan di tepi gang antara barisan bangku agar ia jauh
dari jen dela yang terbuka, jadi jauh pula dari godaan pe m an-
dangan m usim panas di luar. Orang-orang terus m em banjiri
gang; kepala kantor pos yang tua tapi m asih diperlukan, walikota
dan istrinya (St. Petersburg m em punyai walikota juga, di antara
jabatan yang tidak perlu), Nyonya J anda Douglas yang cantik,
cerdik, ber um ur em pat puluh tahun, pem urah, baik hati dan kaya.
Rum ahnya di bukit m erupakan satu-satunya istana di kota kecil
Petualangan Tom Sawyer 41

itu, kebanggaan St. Petersburg dalam hal m engadakan pesta-


pesta dan perayaan besar. Yang patut dihorm ati tapi bongkok,
Mayor Ward dan nyo nya. Ahli hukum Riverson, seorang tokoh
pendatang; gadis tercantik di desa itu, diikuti oleh beberapa gadis
lain, berpakaian indah. Disusul oleh sem ua juru tulis m uda dari
kota yang m asuk serentak—pem uda-pe m uda itu tadi berkum pul
di pintu gerbang m erupakan kelom pok yang sam pai basah kuyup
oleh m inyak wangi dan selalu tersenyum m enunggu sam pai gadis
terakhir lewat barulah m ereka m asuk. Dan akhir sekali m uncullah
anak terbaik dari desa yang selalu dijadikan contoh untuk anak-
anak lain, Willie Mufferson, yang dengan hati-hati m enuntun
ibunya. Willie selalu m engiringi ibunya ke gereja dan ia m enjadi
kebanggaan kaum ibu. Anak-anak m em bencinya sebab ia terlalu
baik. Selain itu, Willie selalu dijadikan contoh hingga m e reka
m erasa m uak. Seperti biasanya tiap m inggu, Willie m em bawa
sapu tangan putih bersih yang tam pak di saku belakangnya. Tom
tak punya sapu tangan dan ia m enganggap setiap anak yang
m em bawa sapu tangan adalah pesolek yang tolol.
Ruang gereja telah penuh. Lonceng dibunyikan lagi untuk
m em beri peringatan bagi m ereka yang m asih ter tinggal. Kem udian
gereja itu diliputi oleh suasana sunyi yang hanya dipecahkan oleh
bisik dan tawa kecil anggota-anggota paduan suara. Pernah ada
sebuah paduan suara yang tak m em punyai kebiasaan buruk itu
tetapi sekarang aku telah lupa paduan suara di m ana itu. Hal
itu telah lam a sekali berlalu, ham pir aku tak ingat lagi, kalau tak
salah, letaknya di luar negeri.
Pendeta m enunjukkan lagu yang akan dinyanyikan dan
m em bacakan syairnya sam pai habis dengan penuh sem angat,
dengan gaya unik yang sangat disenangi di daerah itu. Suaranya
dim ulai dengan nada sedang, m akin lam a m akin tinggi sam pai
m encapai puncak ke tinggian. Pada puncak itu kata terakhir diberi
42 Mark Twain

tekanan keras dan bagian akhir dari kalim at dijatuhkan ke nada


rendah, bagaikan terlem par dari papan peloncat.

ga
pa i di sur dengan mudah,
ah aku sam
Akank

g
ahala berjuan dengan susah?
e ncari p
g lain m
k an yan
Sedang

Pendeta itu dianggap sebagai tukang baca yang pa ling baik.


Dalam pertem uan-pertem uan gereja ia selalu diundang untuk
m em bacakan sajak-sajak. Setiap habis m em baca sajak, para
pendengar wanita pasti m engangkat tangan dan m enjatuhkannya
lem as ke sam ping, kem udian m enutup m ata sam bil m enggelengkan
kepala seakan-akan berkata, “Tak ada kata-kata untuk m elu-
kiskan keindahan nya, keindahan m em bacanya sungguh indah,
terlalu indah bagi dunia yang fana ini.”
Setelah lagu pujian dinyanyikan, Pendeta Sprague ber paling
ke papan pengum um an dan m em bacakan be berapa pengum u-
m an ten tan g pertem uan -pertem uan , hal-hal lain n ya, hin gga
seakan-akan pengum um an itu tak akan habis sam pai hari kia m at.
Suatu kebiasaan aneh yang m asih ada sam pai saat ini di Am erika,
pada zam an surat kabar telah m eraja lela ini. Mem ang, m akin
terasa tiada kegunaannya suatu kebiasaan, m akin sukar bagi kita
untuk m enghapus kannya.
Setelah sem ua pengum um an yang banyak itu habis terbaca,
pendeta m ulai berdoa. Doa yang baik dan tak tanggung-tanggung
telitinya. Berdoa untuk gereja dan anak-anak kecil di gereja; untuk
Petualangan Tom Sawyer 43

gereja-gereja lain di desa itu; untuk desanya sendiri; untuk daerah;


untuk negara bagian; untuk pejabat-pejabat negara bagian; untuk
negara Am erika Serikat; untuk Kongres; untuk Presiden; untuk
pejabat-pejabat pem erintahan; untuk pelaut-pelaut yang sedang
m enderita di laut berbadai; untuk jutaan jiwa yang m enderita di
bawah injakan raja-raja di Eropa dan para penguasa di Tim ur;
untuk m ereka yang punya m ata dan telinga, tapi tak bisa m e lihat
dan m endengar; untuk para pribum i di pulau-pulau terpencil
di sam udra-sam udra besar. Maka ditutupnya doa itu dengan
perm ohonan, sem oga kata-kata yang akan diucapkannya nanti
m endapat perke nan dan berkat Tuhan dan m enjadi bagaikan
benih yang disebar di tanah subur, yang kelak akan m em berikan
hasil yang m em uaskan. Am in.
Terdengar gem erisik pakaian para jem aat yang kini serentak
duduk kem bali setelah tadi berdiri selam a doa diucapkan. Anak
yang diceritakan dalam buku ini sam a sekali tak bisa m enikm ati
doa yang panjang itu, m alahan ia m en derita. Ia kebal akan doa-
doa itu. Dengan tidak sadar ia m encatat seluk-beluk doa itu,
ia m endengarkan, tapi telah hafal jalan-jalan yang ditem puh
sang pendeta—dan bila ada yang kecil yang ditam bahkan pada
doa itu pasti Tom tahu dan hal ini m em buatnya m akin benci.
Baginya penam bahan itu licik dan keji. Di pertengahan doa seekor
lalat hinggap di punggung kursi di hadapan Tom dan lalat itu
m enam bah siksaan baginya dengan cara begitu tenang m enggosok-
gosok tangan, m em eluk serta m enggosok kepala begitu keras
hingga seolah-olah akan copot dari tubuhnya. Kem udian lalat
itu m enggo sok-gosok sayap, m eratakannya dengan kak belakang
seolah-olah sayap itu sebuah jas, dan bersolek dengan tenang
dan tentram seperti ia tahu, bahwa dirinya ter lindung dari segala
m acam m ara bahaya. Dan m em ang dem ikian keadaannya; sebab
betapapun tangan Tom gatal untuk m enangkapnya, ia tidak
berani. Dalam kepercayaannya, kalau lalat itu dibunuh sewaktu
44 Mark Twain

khot bah diucapkan, jiwanya akan han cur seketika itu juga.
Tetapi dengan berakhirnya pidato itu tangannya m ulai m enekuk
dan m aju perlahan. Begitu kata “Am in” terdengar, tangannya
m enyam bar dan lalat itu m enjadi tawanan perang. Sayang, Bibi
Polly m engetahuinya dan Tom harus m elepaskan tawanannya.
Sang pendeta m ulai m em baca khotbahnya dengan suara yang
datar dan m em bicarakan persoalan-per soalan dengan kalim at
berbunga-bunga, hingga m akin banyak yang terangguk-angguk
m en gan tuk—padahal persoalan yan g sedan g dibicarakan n ya
adalah tentang api neraka dan jiwa-jiwa terpilih yang hanya
sedikit, se hingga m enyia-nyiakan gerakan penyelam atan jiwa.
Tom m enghitung lem bar-lem bar khotbah; pulang dari gereja
biasanya Tom m engetahui, berapa lem bar khotbah itu tapi jarang
m engetahui isinya. Tetapi kali ini hatinya tertarik. Sang pendeta
m em berikan gam baran bagaim ana seluruh dunia dikum pulkan
waktu singa dan anak dom ba berbaring berdekatan dan se orang
anak kecil m em im pin m ereka. Tetapi pelajaran dan m oral dari
pem andangan yang digam barkan itu tak tertangkap oleh Tom ;
ia hanya m em ikirkan betapa m enariknya peranan tokoh utam a
itu di hadapan segala bangsa yang berkum pul untuk m elihat;
m ukanya ber sinar betapa senang bila ia bisa m enjadi si anak tadi
ka lau saja yang dipim pinnya adalah singa yang jinak.
Kem udian Tom jatuh ke alam penderitaan ketika pendeta
kem bali pada persoalan-persoalan kering. Dan terpikirlah oleh
Tom akan harta yang dibawanya, yaitu seekor kum bang hitam
dengan rahang yang bercakar; Tom m enam akannya ‘kum bang
cubit’. Kum bang itu ditaruhnya dalam sebuah kotak, bekas
tem pat tutup peledak. Begitu keluar, kum bang itu m enggigit
jari Tom . Tom terkejut, m engibaskan tangannya, si kum bang
terlem par ke gang dan Tom m em asukkan jari yang digigit ke
dalam m ulut. Kum bang itu berusaha keras untuk m em balikkan
tubuh, tapi sia-sia; Tom sangat ingin m engam bilnya nam un
Petualangan Tom Sawyer 45

tem patnya terlalu jauh. Orang-orang yang tak m enaruh perhatian


pada khotbah m engikuti kum bang itu dengan cerm at. Tak lam a
ke m udian seekor anjing pudel datang m endekat. Agaknya anjing
itu pun m alas oleh kelem butan m usim panas, bosan akan hidup
dalam kekangan sepi, jadi m engingin kan perubahan. Tam paklah
kum bang itu kepada nya; ekor yang terkulai lesu kini bergoyang-
goyan g gem bira. Diperhatikan n ya si kum ban g, diputarin ya;
dicium nya dari jarak yang cukup am an, kem udian m en cium lebih
dekat; m engangkat bibir ragu-ragu m enyam bar si kum bang,
disengajanya agar luput, diulangi dan diulangi lagi; dim ulainya
lagi perbuatan itu; berbaring dengan si kum bang di antara kedua
kaki depannya dan m elanjutkan percobaannya; tapi akhirnya
bosan, term e nung dan m elam un. Kepalanya terangguk-angguk,
janggutnya m akin turun dan akhirnya m enyentuh m u suhnya
yang cepat m enggigitnya. Terdengar lengkingan tajam , si anjing
m engibaskan kepala dan si kum bang ter lem par dua m eter dan
sekali lagi jatuh terlentang. Orang-orang di dekat tem pat itu
bergetar oleh kegem biraan yang terpaksa m ereka telan, beberapa
orang tertawa kecil di balik kipas atau sapu tangan, dan Tom
m erasa bahagia tak terkira.
Si anjing kelihatan tolol betul dan agaknya m em ang tolol;
ia m en aruh den dam pada kum ban g dan ber m ak sud un tuk
m em balas dendam . Didekatinya kum bang itu, disergapnya hati-
hati; ia m eloncat dari putaran si kum ban g, kaki depan n ya
m enyerang sam pai beberapa inci dari sasaran, m oncongnya m alah
m enyerang lebih dekat, setiap serangan disertai oleh guncangan
kepala yan g m en yebabkan telin gan ya berkelepak. Tetapi si
anjing segera m erasa lelah; m encoba m enghibur hatinya dengan
seekor lalat, tapi tak terhibur; m engikuti per jalanan seekor sem ut
dengan hidungnya dekat kepada lantai, tapi segera juga bosan;
m enguap, m enge luh dan sam a sekali m elupakan si kum bang,
tak sen gaja duduk tepat di tem pat si kum ban g terlen tan g.
46 Mark Twain

Terdengar lagi lengking kesakitan yang keras dan si anjing bagai-


kan terbang berlari sepanjang gang; ia berlari terkaing-kaing;
berlari m enyeberangi tem pat sem bahyang di depan, m asuk ke
gang lain, m elintasi pintu-pintu, ber putar ke seluruh tem pat
di ruang itu sam bil m elengking ribut; penderitaannya m akin
besar dengan m akin pan jang jarak yang ditem puhnya, ia m akin
cepat berlari hingga yang terlihat seakan sebuah kom et berbulu
yang sedang bergerak dalam orbitnya dengan kecepatan ca haya.
Akhirnya si penderita yang sangat bingung itu m eninggalkan jalan
yang sedng ditem puhnya dan m e lom pat ke pangkuan pem iliknya
yang serta-m erta m e lem parkannya ke luar jendela. Di luar m asih
terdengar lengkingan kesakitan, yang m akin lam a m akin jauh.
Pada saat itu seluruh isi gereja berwajah m erah dan m enahan
tawa, khotbah berhenti sam a sekali. Kem u dian khotbah dim ulai
lagi, tapi tidak begitu bersem angat dan m alah tertegun-tegun,
sem ua nada yang m eyakin kan hilang, bahkan ungkapan yang
paling m enyedih kan disam but oleh jem aat dengan tertawa yang
terlin dungi oleh punggung kursi jauh dari m im bar, seakan-akan
pendeta baru saja m engucapkan yang am at lucu. Sungguh,
suatu kelegaan bagi jem aat ketika cobaan Tuhan itu selesai dan
pem berkatan dim ulai.
Tom Sowyer pulan g den gan gem bira, bahkan m erasa
puas dalam pelayanan rohani, kalau sedikit saja ada variasi di
dalam nya. Hanya ada sedikit yang m em buat nya kecewa; ia tak
keberatan anjing pudel itu berm ain-m ain dengan kum bangnya,
tetapi tidak patut bila si anjing m em bawa kum bang itu pergi.
Pertemuan Tom dengan Becky

TIAP SENIN pagi Tom selalu m erasa sedih karena dengan tibanya
hari Senin berarti dim ulailah siksaan sekolah atas dirinya selam a
sem inggu. Biasanya ia m e m ulai hari itu dengan berharap m udah-
m udahan ia bisa bersekolah terus tanpa hari libur sebab hari libur
selalu m em buat kem bali ke sekolah tak tertahan.
Tom berpikir. Segera terlintas di hatinya, lebih baik ia
sakit. Kalau sakit, tak perlu ia pergi ke sekolah. Ada kem ung-
kinan yang m asih kabur. Ia periksa setiap bagian tubuhnya
dengan teliti. Tak diketem u kannya rasa sakit sedikit pun dan
sekali lagi ia m em eriksa dirinya. Kali ini agaknya ia berhasil
m enem ukan sedikit gejala perut m ulas. Ia m ulai berbuat agar
rasa m ulas itu m akin terasa tapi m a lahan rasa tadi berkurang
dan akhirnya lenyap. Kem u dian Tom m encari-cari lagi. Tiba-tiba
ia m enem ukan sesuatu. Salah satu gigi atasnya goyah. Untung;
48 Mark Twain

ia sudah m ulai berkeluh kesah, tetapi terpikir olehnya, bila


sakit giginya dibicarakan, bibinya akan m encabut gigi itu yang
pasti akan m enyakit kan. Maka ia akan sim pan gigi goyah itu
sebagai cadangan, dan m ulai m encari-cari lagi. Beberapa saat tak
terdapat apa-apa, kem udian ia ingat akan kata dokter tentang
penyakit yang m em buat penderita harus berbaring selam a dua
atau tiga m inggu dan m ungkin m enyebabkan hilangnya sebuah
jari. Dengan bersem angat Tom m ulai m em eriksa jem pol kakinya
yang sakit. Sayang ia tak tahu gejala-gejala penyakit aneh tadi.
Betapapun, tak ada salahnya untuk m encoba, m aka m ulailah ia
beraduh-aduh dengan suara keras.
Tapi m asih juga Sid tidur nyenyak.
Tom m em perkeras keluh kesahn ya sam pai m erasa jari
kakinya betul-betul terasa sakit.
Sid tak berkutik.
Tom m enjadi lelah karena berkeluh kesah. Ia m e ngum pulkan
napas dan m engeluh lagi dengan suara yang betul-betul patut
dikagum i.
Sid tetap m endengkur.
Tom m erasa sulit sendiri. Ia berseru, “Sid! Sid!” dan m enggun-
cang-guncang adik tirinya.
Sid m enguap, m enggeliat dan sam bil m endengus bangkit,
m em per hatikan Tom . Tom m erintih-rintih.
“Tom ! He, Tom !” seru Sid. Seruan ini tak terbalas, “He, Tom !
Tom ! Kenapa kau, Tom ?” Sid m engguncang tubuh Tom dan
m em perhatikan wajahnya dengan sangat khawatir.
Tom m erintih, “Oh, jangan, Sid, jangan guncangkan aku.”
“Mengapa, Tom ? Biar kupanggilkan Bibi.”
“J angan... jangan pedulikan aku, Sid. Akan hilang juga nanti,
jangan panggil siapa pun.”
“Tidak, Bibi harus tahu! Oh, jangan m erintih begitu, Tom ,
ngeri kedengarannya. Sudah lam a kau sakit?”
Petualangan Tom Sawyer 49

“Berjam -jam ! Aduh! J angan sentuh aku, Sid, kau m em bunuh-


ku!”
“Tom , m engapa aku tak segera kau bangunkan? Oh, Tom ,
jangan m erintih, berdiri bulu rom aku. Tom , apa sebenarnya yang
sakit?”
“Kuam pun i segala kesalahan m u, Sid. (Merin tih), se ga la
kesalahanm u padaku. Bila nanti aku telah tiada....”
“Oh, Tom , kau akan m ati? J angan, Tom ... jangan... oh,
jangan. Mungkin....”
“Kuam puni sem ua orang, Sid. (Merintih). Katakan pada
sem ua orang. Dan Sid, berikan bingkai jendelaku serta anak
kucingku yang berm ata satu pada gadis yang baru itu, katakan
bahwa....”
Tetapi Sid m enyam bar pakaiannya dan pergi. Kini Tom
benar-benar m erasa sakit, begitu besar khayalnya sehingga keluh
kesahnya bernada asli.
Sid berlari ke tingkat bawah sam bil berseru, “Aduh, Bibi
Polly, cepat! Tom ham pir m ati!”
“Mati!”
“Ya, Bi. Cepat, jangan m enunggu lagi!”
“Om ong kosong. Aku tak percaya.”
Tetapi bagaikan terbang Bibi Polly naik ke kam ar Tom ,
disusul oleh Mary dan Sid. Wajah Bibi Polly pucat dan bibirnya
gem etar. Sesam pai di kam ar tidur Tom , Bibi Polly berteriak,
“Tom ! Ada apa?”
“Aduh, Bibi, aku...”
“Ada apa,... ada apa, Nak?”
“Oh, Bibi, jem pol kakiku yang sakit kini m ati!”
Nyonya tua itu m enjatuhkan diri di sebuah kursi, kem u-
dian tertawa, m enangis dan akhirnya tertawa dan m enangis.
Pikirannya m enjadi tenang dan ia berkata pada Tom , “Tom , kam u
m em buatku terkejut. Kini tutup m ulut dan bangun!”
50 Mark Twain

Suara rintihan lenyap dan rasa sakit m enghilang dari jem pol
kaki itu. Tom m alu dan berkata, “Bibi Polly, betul kurasa jem pol
kakiku m ati dan sakitnya begitu keras, sehingga aku lupa pada
gigiku.”
“Gigim u! Kenapa lagi gigim u?”
“Gigiku goyah, Bi, dan sakitnya bukan m ain.”
“Nah, jangan m erintih-rintih lagi. Buka m ulutm u, coba lihat.
Hm , Mem ang gigim u goyah, tapi itu bukan berarti kau akan m ati.
Mary, am bilkan benang dan bara api dari dapur.”
Tom m engaduh, “Oh, Bibi, jangan cabut gigi itu. J angan!
Tak sakit lagi sekarang. Sungguh m ati, tak terasa sakit lagi.
J angan, Bi. Aku tak ingin tinggal di rum ah dan m au m asuk
sekolah.”
“Betul dem ikian? J adi ini sem ua hanya karena kau pikir
kau bisa tinggal di rum ah dan tak sekolah supaya kau bisa
m engail, he? Tom , Tom , aku sangat m encin taim u, tapi kau selalu
bikin hatiku pedih.” Saat itu alat-alat gigi telah tiba. Bibi Polly
m engikat gigi Tom yang goyah dengan ujung benang sutera,
sedang ujun g yang lain diikatn ya pada tian g tem pat tidur.
Kem udian diam bilnya kayu bara yang apinya m asih m enyala, tiba-
tiba kayu itu disodorkan sam pai ham pir m engenai m uka Tom .
Tom m elom pat m undur dan giginya kini tergan tung dengan
benang di tiang tem pat tidur.
Tetapi kekecewaan itu selalu ada upahnya. Ketika Tom
beran gkat ke sekolah setelah sarapan , ia m en jadi sa saran
perhatian anak-anak yang dijum painya, dise babkan lubang bekas
giginya m em bikin ia m eludah-ludah, tetapi dengan cara istim ewa.
Anak-anak m enge ru m uninya untuk m em perhatikan ia m eludah;
seorang anak yang tadinya ditonton karena jarinya yang terpo-
tong kini tak m endapat perhatian. Kebanggaannya hilang, hatinya
terasa berat. Dengan pura-pura acuh tak acuh anak itu berkata,
m eludah seperti cara Tom Sawyer bukan apa-apa. Tetapi anak-
Petualangan Tom Sawyer 51

anak lain berolok-olok, hingga ia terpaksa pergi dengan perasaan


kalah.
Setelah itu, Tom bertem u den gan seoran g an ak yan g
harus dijauhi, H uckleberry Fin n , an ak seoran g pem abuk.
Huckleberry dibenci dan ditakuti oleh sem ua ibu di kota kecil
itu sebab ia selalu berm alas-m alasan, tak m em punyai aturan,
kasar dan dianggap bertabiat buruk. Seperti juga anak-anak
lainnya Tom iri pada Huckleberry akan kegelandangannya, tetapi
dia tidak diperbolehkan berm ain dengannya. Karena dilarang,
m aka pada setiap kesem patan dia berm ain dengan Huckleberry.
Huckleberry selalu m em akai pakaian orang dewasa yang telah
dibuang, com pang-cam ping dan terlalu besar. Topinya telah
rusak, bertepi lebar dengan puncaknya sudah copot. J aketnya,
bila kebetulan dipa kainya, tergantung m encapai kaki dan kancing
bela kangnya di kedudukan; tali celananya hanya sebelah yang
m enahan celana; pantat celana ke bawah m engge lem bung dengan
udara; ujung celana diseret, bila tak digulungkan ke atas.
Huckleberry datang dan pergi sesuka hatinya. Ia tidur di
am bang pintu kalau cuaca cerah dan di tong-tong kosong bila
hari hujan; ia tak usah pergi ke sekolah dan ke gereja, tak bertuan
dan tak harus m enuruti siapa pun; ia boleh pergi m engail atau
berenang sesuka hatinya; tak ada yang m elarang untuk berkelahi;
jam tidurnya tak tentu; ia m enjadi anak pertam a yang ber telanjang
kaki di m usim sem i dan yang terakhir m e m akai sepatu di m usim
gugur; tak pernah ia harus m encuci atau m em akai pakaian
bersih; ia bisa m em aki-m aki dengan sangat baiknya. Pokoknya
apa saja yang bisa m em buat hidup ini senang, Huckleberry Finn
m em ilikinya, dem ikianlah pikir sem ua anak yang terkekang oleh
tata tertib di St. Petersburg.
Tom m enyapa gelandangan yang m enarik hatinya itu, “Halo,
Huckleberry!”
“Halo untukm u sendiri bila kau itu m em buatm u senang.”
52 Mark Twain

“Apa yang kau bawa?”


“Bangkai kucing.”
“Coba lihat, Huck. Astaga betapa kejam . Dari m ana kau
dapat?”
“Kubeli dari seorang anak.”
“Dengan apa kau bayar?”
“Sehelai karcis biru dan sebuah kan tun g em pedu yan g
kudapat dari rum ah pem otongan hewan.”
“Dari m ana kau dapat karcis biru?”
“Kubeli dari Ben Rogers dengan sebuah tongkat sim pai dua
m inggu yang lalu.”
“Untuk apa bangkai kucing ini, Huck?”
“Untuk m enyem buhkan kutil.“
“Mana m ungkin. Aku tahu obat kutil yang lebih m ujarab.”
“Tak ada yang lebih m ujarab daripada ini. Mem ang apa obat-
m u?”
“Air keberanian.”
“Air keberanian! Bagiku air keberanian tak berharga sepeser
pun.”
“Mengapa tidak? Pernahkah kau m encobanya?”
“Tak pernah. Tapi Bob Tanner pernah.”
“Bagaim ana kau tahu?”
“Dia bercerita pada J eff Thatcher, J eff berkata pada J ohnny
Baker, J ohnny berkata pada J im m Hollis, dan J im berkata pada
Ben Rogers, Ben berkata pada seorang negro, negro itu berkata
padaku. Nah, begitulah.”
“Lalu m engapa? Mereka sem ua pasti berdusta, ke cuali negro
itu yang tak akan berdusta. Cih. Coba ceritakan bagaim ana Bob
Tanner m enggunakan air kebe ranian itu, Huck.”
“Mudah saja. Ia m encelupkan tangannya ke dalam sebuah
rongga di tunggul kayu busuk tem pat air hujan tergenang.”
“Pada siang hari?”
Petualangan Tom Sawyer 53

“Tentu.”
“Dan ia m enghadap tunggul itu?”
“Ya. Begitulah kira-kira.”
“Ada yang diucapkan?”
“Kukira tidak. Aku tidak tahu.”
“Aha! Tolol sekali untuk m enyem buhkan kutil de ngan air
keberanian, bila tak tahu cara-caranya. Bukan begitu caranya.
Kau harus datang seorang diri ke tengah hutan, ke tem pat yang
kau tahu ada tunggul kayu busuk dengan air hujan tergenang
dalam ron ggan ya. Kau ha rus datan g pada ten gah m alam ,
kem udian m undur ke arah tunggul itu, m asukkan tanganm u ke
dalam rongganya sam bil berkata:
Biji gandum , biji gandum ,
m akanan kecil orang Indian,
air keberanian, air keberanian,
kutil-kutil ini saja y ang kau telan;

kem udian kau harus berjalan cepat sebelas langkah, dengan


m ata tertutup, setelah itu kau putari tunggul itu tiga kali dan kau
pulang tanpa bicara pada siapa pun tentang yang kau kerjakan.
Bila kau langgar sedikit saja aturannya, m antra itu tak m ujarab
lagi.”
“Tam paknya m em ang m ujarab, tapi bukan begitu cara yang
dipakai oleh Bob Tanner.”
“Tak salah lagi, pasti berlainan. Bob adalah orang yang paling
banyak m em punyai kutil di kota ini dan sem uanya pasti lenyap,
bila ia m engetahui tentang m an tra air keberanian itu. Beribu-ribu
kutil telah hilang dari tanganku, Huck, hanya dengan m antra itu.
Kau tahu betapa sering aku berm ain-m ain dengan kodok hingga
aku m em punyai banyak kutil. Kadang-kadang kuhilangkan kutil
itu dengan biji kacang.”
“Ya, kacan g juga obat kutil yan g baik. Aku pern ah
m encobanya.”
54 Mark Twain

“Pernah? Bagaim ana caranya?”


“Kau belah kacang jadi dua, kem udian kutil diiris, hingga
m engeluarkan darah. Oleslah belahan yang satu dengan darah itu
dan pendam di perem patan jalan di tengah m alam waktu bulan
gelap. Belahan yang satu lagi harus dibakar habis. Kau lihat nanti,
belahan kacang yang kita pendam akan m enarik belahan yang
lainnya, tetapi karena tertutup oleh darah, darah itu pun punya
daya penarik yang akan m enarik kutil tadi hingga ter lepas.”
“Ya, betul begitu caranya, Huck, hanya waktu kau m em endam
belahan kacang itu, kau harus berkata, ‘J atuhlah kacang, lepaslah
kutil, jan gan datan g un tuk m en ggan gguku lagi!’ begitulah
sebaiknya. Begitulah yang dilakukan oleh J oe Harper dan ia
pernah ke Coonville serta ke tem pat-tem pat lainnya. Tapi coba,
bagaim ana kau m engobati kutil dengan m enggunakan bangkai
kucing?”
“Mudah saja. Kau bawa kucing itu ke kuburan m en jelang
tengah m alam bila ada orang yang berhati jahat baru dikubur.
Kalau tengah m alam setan tiba, m ungkin satu atau m ungkin dua
atau tiga, kau tak akan bisa m e lihat m ereka. Yang kau dengar,
hanyalah bunyi berdesau seperti angin lalu, atau m ungkin bisa
kau dengar m ereka bercakap-cakap. Setan-setan itu datang untuk
m engam bil m ayat yang baru dikubur tadi. Bila m ereka m em bawa
m ayat itu pergi, kau lem parkan bangkai kucing ke arah m ereka
sam bil berkata, ‘Setan ikuti m ayat, ku cing ikuti setan, kutil ikuti
kucing, kau tak kuperlu kan lagi!’ Nah, dengan obat itu segala
m acam kutil akan sem buh.”
“Pernah kau coba itu, Huck? Kedengarannya betul m ujarab.”
“Belum . Mak Hopkins Tua yang m engatakan pada ku.”
“Aku percaya, deh, kalau begitu, sebab kata orang ia tukang
tenung.”
“Wah, bukan kata orang lagi, Tom . Aku yakin dia m em ang
seorang tukang sihir. Dia pernah m enenung bapakku. Bapak
Petualangan Tom Sawyer 55

sendiri yang m engatakannya. Suatu hari waktu ia datang ke


m ari, ia m elihat Mak Hopkins Tua m enenungnya. Maka bapak
m engam bil sebuah batu. Bila Mak Hopkins tak cekatan, pasti ia
terkena lem paran itu. Nah, m alam itu juga bapak jatuh dari atap
yang ditidurinya selagi m abuk. Tangannya patah.”
“Wah, ngeri sekali. Bagaim ana ayahm u tahu, Mak Hopkins
yang m enenungnya?”
“Tuhan, bapak tahu betul, m udah sekali. Kata bapak, bila
seorang tenung m em andangm u dalam -dalam , percaya lah bahwa
ia sedang m enggunakan ilm unya. Apa lagi bila m ulutnya kom at-
kam it; itu berarti m ereka se dang m em baca Doa Bapa Kam i
dengan cara terbalik.”
“Huck, kapan kau akan m encoba bangkai kucing itu?”
“Malam in i. Setan -setan akan m en gam bil m ayat H oss
William s m alam ini.”
“Tetapi Hoss William s sudah dikubur sejak hari Sabtu.
Apakah setan-setan tak m engam bilnya Sabtu m alam ?”
“Oh, tololnya kau ini. Bagaim ana m antra m ereka bisa bekerja
pada tengah m alam hari Sabtu? Waktu itu telah m asuk hari
Minggu. Tak ada setan berkeluyuran pada hari Minggu, kau
tahu?”
“Mem ang benar, tak terpikir olehku. Bolehkah aku pergi
bersam am u?”
“Tentu saja, bila kau tak takut.”
“Takut? Tak m un gkin . Kau m em beri tan da den gan
m engeong?”
“Ya, dan balas pula dengan eongan. Kem arin dulu aku terus
m engeong saja karena tak kau balas dan si Hays tua m elem pariku
dengan batu sam bil berseru, ‘Kucing terkutuk!’ Maka kulem par
jendelanya dengan batu bata, tapi jangan kau beri tahu itu pada
siapa pun.”
“Tentu saja tidak. Malam itu aku tak bisa m enjawabm u sebab
bibiku selalu m engawasi. Tapi kali ini pasti kubalas, eh, apa itu?”
56 Mark Twain

“Bukan apa-apa. Hanya seekor kutu pohon.”


“Dari m ana kau dapat?”
“Di hutan.”
“Mau kau tukar dengan apa?”
“Tak tahu. Aku tak ingin m enjualnya.”
“Baiklah. Betapapun kutu itu terlalu kecil.”
“Oh, sem ua orang bisa m engejek kutu pohon yang bukan
m iliknya. Aku puas dengan kutu ini, cukup bagus bagiku.”
“Mem ang, tapi kutu pohon banyak. Bila aku m au, aku bisa
m engum pulkan ribuan kutu pohon.”
“Nah, m engapa kau tak punya seekor pun? Karena kau tahu,
kau tak akan bisa. Ini belum m usim nya dan ini adalah kutu pohon
yang pertam a yang m uncul tahun ini.”
“Eh, Huck, m au kau m enukar kutu itu dengan gigiku?”
“Coba lihat dulu.”
Tom m engeluarkan segum pal kertas yang hati-hati dibuka-
nya. Lam a Huckleberry m em perhatikan gigi Tom , yang dicabut
tadi pagi. Ia betul-betul sangat ingin. Akhirnya ia berkata, “Apakah
itu gigi asli?”
Tom m engangkat bibirnya hingga terlihat lowong bekas gigi.
“Baik. J adilah!” kata Huckleberry.
Tom m em asu kkan ku tu ke d alam kotak bekas
m e m enjarakan kum bang cubitnya. Kem udian kedua anak itu
berpisah, m asing-m asing m erasa lebih kaya dari sem ula.
Ketika Tom sam pai ke sekolah yang kecil dan ter pencil, ia
m asuk dengan tergesa-gesa seolah-olah ia ber lari dari rum ah.
Digantungkannya topi dan m e lem parkan diri duduk di bangku
dengan penuh sem a ngat. Gurunya, yang duduk di kursi tinggi,
terkantuk-kantuk oleh suara anak-anak yang belajar. Masuknya
Tom m em buat ia terbangun.
“Thom as Sawyer!”
Tom tahu kalau nam anya disebutkan sepenuhnya berarti ia
akan m endapat kesulitan.
Petualangan Tom Sawyer 57

“Ya, Tuan.”
“Mari! Nah, m engapa kau terlam bat lagi?”
Tom hen dak berdusta, tapi pada saat itu dilihatn ya
seo ran g an ak perem puan beram but piran g yan g segera
dikenalinya sebagai anak yang dicintainya. Di kelas itu hanya di
sebelah gadis itulah tem pat yang kosong, satu-satunya di bagian
m urid perem puan! Cepat-cepat Tom m enjawab, “Say a berhenti
untuk bercakap-cakap dengan Huckleberry Finn!”
Detak jantung sang guru terhenti, ternganga m e m andang
Tom Sawyer. Bisik anak-anak juga berhenti: m ereka m em andang
Tom sam bil bertanya-tanya, m ungkinkah anak keras kepala itu
telah gila?
“Apa... apa katam u?” tanya guru tak percaya.
“Saya berhenti untuk berbicara dengan Huckleberry Finn.”
J elas sekali, tak m ungkin salah dengar.
“Thom as Sawyer, ini pengakuan yang paling m enge jutkan
yang pernah kudengar. Cam bukku yang biasa tak cukup untuk
m enghukum nya. Buka jaketm u!”
Guru sendiri yang m elakukan hukum an cam buk sam pai
tangannya terasa sakit. Hukum an selanjutnya, “Nah, kini kau
harus duduk dengan m urid perem puan! Biarlah ini m enjadi
pelajaran bagim u!”
Suara tawa kecil terdengar dari seluruh kelas dan Tom
tam pak kem alu-m aluan, tetapi pipinya m em erah karena kini ia
bisa duduk di sam ping pujaan hati yang belum dikenalnya. Suatu
keuntungan yang tak pernah ia duga. Ia duduk di ujung bangku,
si gadis m enggeser jauh tanpa m em andang. Di sana-sini kepala
saling m engangguk dan m ata-m ata berkedip, tapi Tom diam
dengan kedua belah tangan terlipat rapi di m eja dan pura-pura
belajar dari buku.
Lam a-kelam aan tak ada lagi yang m em perhatikan Tom ,
suara anak-anak belajar m ulai terdengar kem bali. Tom m ulai
58 Mark Twain

m elem parkan lirikan kepada gadis di sam pingnya. Si gadis tahu


itu, m em on congkan m ulut nya, dan m em belakangi Tom untuk
beberapa lam a. Ketika si gadis diam -diam berpaling, sebuah
persik sudah tergeletak di depan nya. Buah itu didorongnya ke
dekat Tom . Perlahan Tom m endorong kem bali buah itu ke tem pat
sem ula. Si gadis m endorongnya lagi tapi tak sekasar tadi. Dengan
sabar Tom m engem balikannya ke depan si gadis. Kali ini si gadis
diam . Tom m enulis di batu tulisnya, “Am billah, aku m asih punya
banyak.”
Si gadis m em baca tulisan itu tapi diam . Kini Tom m ulai
m enggam bar sesuatu di batu tulisnya, m enutupi pekerjaan dengan
tangan kiri. Beberapa lam a si gadis tak m em perhatikannya, tapi
rasa ingin tahu lam a-lam a m ulai m enguasai dirinya, walaupun
tidak diperlihatkan. Tom terus bekerja, seolah tak peduli. Si gadis
m elirik acuh. Walaupun tahu, Tom pura-pura tak tahu pula.
Akhirnya si gadis tak tahan, lalu berbisik, “Coba, lihat.”
Tom m engangkat tangan hingga terlihat coretan di batu
tulisnya. Gam bar sebuah rum ah dengan atap berujung lancip, dua
buah asap berlingkar bagai pegas dari cerobong asap. Rasa ingin
tahu si gadis terpaku pada gam bar itu dan ia lupa akan segala.
Ketika Tom se lesai m enggam bar, si gadis m em perhatikan lukisan
itu, kem udian berbisik, “Bagus... sekarang gam bar orang.”
Senim an Tom m enggam bar seorang lelaki di ha lam an depan,
lelaki yang lebih m irip sebuah m esin derek, seolah-olah dia m au
m elangkahi rum ah. Tetapi si gadis tak cerewet, ia puas dengan
raksasa itu dan ber bisik, “Bagus. Kini gam barlah aku bersam a
dia.”
Tom m enggam bar sebuah benda m irip sebuah gitar, diberi
kepala bulan purnam a dan kaki bagaikan batang padi dan tangan
yang jari-jarinya m elebar m em bawa kipas luar biasa. Si gadis
berkata, “Manis sekali... oh, ingin aku bisa m enggam bar.”
“Mudah,” bisik Tom , “aku bisa m engajarim u.”
Petualangan Tom Sawyer 59

“Betulkah? Kapan?”
“Tengah hari. Istirahat tengah hari, kau pulang m a kan?”
“Bila kau m au, aku akan tinggal di sekolah.”
“Baik. Siapa nam am u?”
“Becky Thatcher. Siapa nam am u? Oh, aku tahu, nam am u
Thom as Sawyer, bukan?”
“Itu nam a kalau aku akan m endapat hukum an cam buk. J ika
aku sedang dianggap baik, nam aku Tom saja. Kau m au panggil
aku Tom , bukan?”
“Baik.”
Tom m enulis di batu tulisnya, m enyem bunyikannya dari
Becky. Tapi kini Becky tak m alu lagi, ia m inta agar diperboleh-kan
m elihat. Tom berkata, “Oh, bukan apa-apa.”
“Ya, ada yang kau tulis.”
“Enggak. Tak ada. Kau tak akan ingin m elihatnya.”
“Siapa bilang, aku ingin m elihat.”
“Nanti kau bilang pada kawan-kawan.”
“Tidak, tak akan kukatakan. Sungguh! Tak akan ku ka takan.”
“Tak akan kau katakan pada siapa pun? Selam a hidupm u?”
“Tidak, tak akan kukatakan pada siapa pun. Nah, lihat.”
“Oh, sebetulnya kau tak ingin m elihatnya.”
“Oh, kalau kau terus berbelit-belit, akan kulihat sen diri!”
Becky m em egang tangan Tom , m engangkatnya. Terjadi adu
kekuatan, tapi Tom berpura-pura m enahan nya. Sedikit dem i
sedikit tangannya terangkat, hingga terlihatlah tulisan, “Aku cinta
padam u.”
“Oh, kau nakal.” Becky m em ukul tangan Tom , tetapi terlihat
sekali bahwa gadis yang pipinya m em erah itu m erasa bahagia.
Tepat pada saat itu Tom m erasakan cengkeram an yang
kuat di telinganya, cengkeram an yang perlahan m enariknya
berdiri. Maka Tom diangkat dari bangkunya di tengah-tengah
riuh tawa dari seluruh sekolah. Untuk beberapa saat gurunya
60 Mark Twain

...hingga terlihatlah tulisan, “Aku cinta padamu.”

berdiri di hadapan n ya, yan g san gat m en gerikan bagi Tom ,


kem udian kem bali ke takhtanya tanpa berbicara. Walaupun
kedua telinganya terasa sakit, Tom betul-betul gem bira dalam
hatinya.
Sekali lagi sekolah m enjadi sunyi dan Tom berusaha untuk
belajar, tetapi pergolakan dalam jiwan ya tak tertahan kan .
Pelajaran membacanya gagal; lalu di pelajaran geograi nama da­
nau dikacau kannya m enjadi nam a gunung, nam a gu nung m enjadi
nam a sungai dan nam a sungai m enjadi nam a benua; dalam
pelajaran m engeja dicerca hanya karena beberapa kata sederhana
hingga da lam urutan kepandaian m engeja ia m enduduki tem -
pat paling bawah, dan terpaksa m elepaskan m edali tim balnya,
m edali tanda nom or satu dalam m engeja yang dipakainya dengan
bangga selam a berbulan-bulan.
Sebuah Perjanjian
dan Sebuah Kekesalan

MAKIN KUAT Tom m em usatkan pikiran pada pelajarannya,


m akin jauh pikirannya m engem bara. Akhirnya dengan m engeluh
dan m enguap, ia m enghentikan usahanya. Baginya seolah-olah
waktu istirahat tengah hari tak kunjung tiba. Udara tegang. Hari
itu hari yang paling m engantukkan. Dengung dua puluh lim a
m urid bagaikan m antra penidur. Bukit Cardiff tam pak cerah,
m em perlihatkan lereng-lereng hijau di balik tirai panas yang
berpendar-pendar; beberapa ekor burung m elayang-layang tinggi
di udara; tak ada lagi m akhluk hidup selain beberapa ekor sapi
dan m ereka pun pulas. Hati Tom sakit m erindukan kebebasan
atau sesuatu yang dipakai untuk m elewatkan waktu. Ta ngan nya
m eraba-raba saku dan seketika wajahnya cerah oleh rasa terim a
kasih bagaikan terkabulnya suatu doa. Diam -diam ia keluarkan
kotak kutu pohonnya. Kutu itu dikeluarkan dan ditaruhnya di atas
m eja. Makh luk itu m ungkin m enyinar kan rasa terim a kasih juga.
62 Mark Twain

Nam un saat itu rasa terim a kasihnya terlalu lekas diungkapkan


sebab begitu ia akan bergerak, Tom m em belokkannya dengan
peniti dan m em aksanya untuk m engam bil arah lain.
Sahabat karib Tom , J oe Harper, duduk di sam pingnya. Ia
pun m enderita seperti Tom dan sekarang sangat berterim a kasih
serta m enaruh perhatian pada per m ainan Tom . Tom dan J oe
adalah sahabat paling karib sepanjang pekan, tetapi hari Sabtu
m ereka berhadapan sebagai m usuh. J oe m engam bil peniti dan
leher bajunya dan m em bantu Tom m engerjakan tawanannya.
Makin lam a olah raga m enggiring kutu itu m akin m enarik. Tiba-
tiba Tom berkata bahwa m ereka saling m engganggu dan m enjadi
m alas dengan perm ainan itu. Maka Tom m eletakkan batu tulis
J oe di m eja, lalu dibuatnya garis di tengah-tengah dari atas ke
bawah.
“Nah,” kata Tom , “selam a ia berada di daerahm u, kau
boleh m em perm ainkannya dan aku tak akan cam pur; tetapi
bila ia lolos dari tanganm u dan lari ke daerah ku, kau tak boleh
m enyentuhnya.”
“Baik, silakan!”
Kutu itu lolos dari pen gawasan Tom , m en yeberan g ke
perbatasan dan diperm ainkan oleh J oe sesaat, kem u dian kem bali
lagi ke daerah Tom . Dem ikian terjadi ber ulang-ulang. Bila seorang
m em perm ainkan kutu itu dengan penuh perhatian, yang lain ikut
m engawasi, kedua kepala m endekat di atas batu tulis. Keduanya
tak m em perhatikan lagi keadaan sekelilingnya. Akhir nya J oe lebih
beruntung dari pada Tom , betapapun kutu itu m encoba, J oe bisa
m enahannya di daerah nya. Kutu itu hendak lari, nam un peniti
J oe sangat tangkas. Tangan Tom sudah gatal, dan akhirnya ia
tak tahan. Diulurkan tangannya dan m em bantu J oe m em ainkan
tawanan itu. Seketika J oe m arah.
“Tom , biarkan saja dia!”
“Aku hanya ingin m enggelitiknya sedikit, J oe.”
“Tidak, itu tak adil, kau tak boleh ikut cam pur.”
Petualangan Tom Sawyer 63

“Sebentar saja.”
“J angan ikut cam pur, kataku.”
“Tidak!”
“Harus... ia m asih di daerahku.”
“Tapi, J oe Harper, ingat kutu siapa itu?”
“Tak peduli, pokoknya ia m asih di daerahku dan kau tak
boleh m engganggunya.”
“Siapa bilang? Ia m ilikku dan akan kulakukan apa saja yang
kuingini, sam pai m ati pun aku rela.”
Sebuah pukulan hebat jatuh ke punggung Tom , disusul oleh
pukulan yang sam a di punggung J oe. Selam a dua m enit debu
m engepul dari jaket kedua anak itu dengan dinikm ati oleh seluruh
isi sekolah. Kedua anak itu begitu asyik dalam perm ainannya
sehingga tidak m ereka perhatikan guru m ereka datang m endekat.
Agak lam a juga guru m ereka m em perhatikan perm ainan kutu itu
sebelum turun tangan.
Ketika istirahat tengah hari tiba, Tom berlari ke Becky
Thatcher dan berbisik di telinganya, “Pakailah kudungm u, pura-
pura pulang dan bila kau sam pai di belokan, kem balilah lagi
lewat jalan sam ping. Aku akan berbuat serupa dari arah yang
berlawanan.”
Tom pergi den gan sekelom pok kawan n ya, Becky pergi
pula dengan kelom pok lain. Beberapa saat kem u dian keduanya
bertem u di ujung jalan sam ping dan ketika m ereka kem bali di
sekolah, sekolah itu sunyi. Mereka duduk berdam pingan dengan
batu tulis di ha dapan. Tom m em beri Becky anak batu tulis dan
dengan m em egang tangan gadis itu ia m enuntunnya untuk
m enggam bar sebuah rum ah yang aneh. Sesudah m e reka bosan
m enggam bar, m ereka bercakap m engenai berbagai hal. Tom
m erasa bahagia dan ia bertanya, “Suka kau pada tikus?”
“Tidak, aku benci pada tikus.”
64 Mark Twain

“Aku juga tapi yan g kuben ci han ya tikus hidup. Yan g


kum aksud, apakah kau suka tikus m ati untuk diputar-putar di
atas kepala dengan tali?”
“Tidak, m ati atau hidup aku tidak suka pada tikus. Yang
paling kugem ari perm en karet.”
“Oh, aku juga. Betapa senangnya bila aku punya perm en
karet.”
“Aku punya. Kau boleh m engunyah sebentar, tapi kem balikan
lagi padaku.”
Usul itu disetujui, m ereka bergantian m engunyah perm en
karet itu sem entara kaki m ereka bergoyang-goyang di bangku
tanda senang.
“Pernahkah kau m enonton sirkus?” tanya Tom .
“Ya, dan Ayah akan m engajakku m enonton lagi.”
“Aku pernah nonton sirkus tiga atau em pat kali. Gereja
bukanlah tandingan sirkus. Selalu ada-ada saja yang terjadi dalam
sirkus. Bila aku telah dewasa aku akan m enjadi badut sirkus.”
“Betulkah? Bagus sekali. Badut-badut itu sangat indah,
pakaiannya berbelang-belang.”
“Ya, dan m ereka m endapat banyak uang, sam pai sedolar
sehari, kata Ben Rogers. Eh, Becky, pernahkah kau bertunangan?”
“Apakah itu?”
“Bertunangan untuk kem udian kawin.”
“Belum pernah.”
“Maukah kau bertunangan?”
“Aku tak tahu. Bagaim anakah rasanya?”
“Rasanya? Wah, tak bisa dibandingkan dengan apa pun. Kau
hanya harus m engatakan kepada seorang le laki bahwa kau tak
akan kawin dengan orang lain un tuk selam a-lam anya. Kem udian
kau cium dia dan sele sailah pertunangan itu. Sem ua orang bisa
m e ngerja kannya.”
“Cium ? Untuk apa cium itu?”
“Wah, itu, kau tahu... itu adalah untuk... eh, sem ua orang
m elakukannya.”
Petualangan Tom Sawyer 65

“Sem ua orang?”
“Ya, sem ua orang yang saling m encintai. Ingatkah kau akan
yang kutulis di batu tulisku?”
“Ya... ya.”
“Apakah itu?”
“Aku tak m au m engatakannya padam u.”
“Boleh kukatakan padam u?”
“Ya... ya... tapi lain kali saja.”
“Tidak, sekarang.”
“Tidak, jangan sekarang... besok saja.”
“Oh, tidak, sekaran g. Ayolah, Becky, akan kubisikkan ,
kubisikkan sangat perlahan.”
Becky ragu, Tom m enganggap Becky diam sebagai setuju,
dipeluknya pinggang Becky dan dibisikkannya kalim at yang
ditulisnya sangat perlahan dengan m u lut dekat-dekat ke telinga
Becky. Kem udian ditam bah kan n ya, “Nah, kin i kau berbuat
serupa, bisikkan kata-kata itu kepadaku.”
Becky diam sesaat, kem udian berkata, “Palingkan kepalam u
biar kau tak bisa m elihatku, baru kukatakan. Tapi jangan kau
katakan pada siapa pun, ya? Berjan jilah!”
“Tentu, Becky, tak akan kukatakan pada siapa pun. Nah,
bisikkanlah!”
Tom berpalin g. Kem alu-m aluan Becky m em bun gkukkan
kepalanya sam pai napasnya m eniup ram but Tom dan berbisik,
“Aku... cinta... padam u!”
Kem udian Becky m elom pat dan lari m engelilingi bangku-
bangku dan m eja-m eja. Tom m engejar hingga akhirnya Becky
tersudut, m enutupi m ukanya dengan gaunnya. Tom m em eluk
leher Becky dan m em ohon, “Nah, Becky, sudah ham pir selesai...
tinggal cium nya. J angan takut... sesungguhnya tak apa-apa,
ayolah, Becky.” Tom m enarik gaun Becky dan tangannya.
Lam a-kelam aan Becky m enyerah, perlahan-lahan tangannya
turun: wajahnya m em erah karena per gulatan dan m enunduk.
Tom m encium bibir Becky yang m erah dan katanya, “Nah,
66 Mark Twain

selesailah, Becky. Dan selanjutnya, kau tahu, kau tak boleh


m encintai orang lain kecuali aku dan kau tak akan kawin dengan
siapa pun kecuali dengan aku, selam a-lam anya, selam a-lam anya.
Maukah kau?”
“Ya, Tom , aku tak akan m encintai orang lain kecuali engkau,
dan aku tak akan kawin dengan orang lain kecuali dengan
engkau... dan kau pun tak boleh kawin dengan orang lain.”
“Pasti. Begitulah. Dan bila pergi ke sekolah atau pulang dari
sekolah kau harus berjalan bersam aku, bila tak ada orang yang
m elihat... dan kau harus m em ilih ku serta aku m em ilihm u di pesta-
pesta untuk berdansa sebab begitulah cara orang bertunangan.”
“Oh, senang sekali. Belum pernah kudengar.”
“Ya, bahagia sekali. Dulu, waktu aku den gan Am y
Lawrence,....”
Mata Becky m em besar dan Tom segera sadar bahwa ia telah
berbuat sesuatu kesalahan. Ia tertegun, bingung.
“Oh, Tom , jadi ini bukan pertam a kali kau bertu nangan!”
Anak gadis itu m enangis.
“Oh, jangan m enangis, Becky, aku tak m encintainya lagi.”
“Tidak, kau m asih m encintainya, Tom , kau tahu itu.”
Tom m en coba m em eluk leher Becky, tapi Becky m en -
dorongnya dan berpaling m enghadap dinding, m e nangis. Tom
m encoba lagi m em bujuk, tapi tetap ditolak. Kesal hati Tom , ia
pergi ke luar. Bebe rapa lam a ia m on dar-m andir di halam an,
sekali-sekali m em andang ke pintu dengan harapan Becky akan
m enyesal dan ke luar untuk m enem uinya. Tapi Becky tak m uncul
juga, m em buat Tom m akin gelisah. Hatinya bergolak. Sesungguh-
nya ia m alu untuk m engalah, tapi akhirnya dikuatkan untuk
m asuk. Becky m asih berdiri di sudut, m enangis m enghadap
dinding. Hati Tom hancur. Didekatinya Becky, kem udian berdiri
bingung, ragu berkata, “Becky... aku... tak ada yang kucintai selain
engkau.”
J awaban Becky hanya berupa sedu sedan.
“Becky,” Tom m em ohon lagi, “Becky, tak m aukah kau
berbicara?”
Petualangan Tom Sawyer 67

Sedu sedan lagi.


Tom m engeluarkan harta bendanya yang paling ber harga,
sebuah tom bol kuningan laci bufet. Diperlihat kannya tom bol
itu pada Becky sam bil berkata, “Ayolah, Becky, m aukah kau
m engam bil ini?”
Becky m enam par tom bol itu, hingga jatuh ke lantai. Tak
berpikir lagi Tom berlari m enuju bukit di kejauhan, tak kem bali
lagi ke sekolah hari itu. Segera setelah Tom ke luar Becky m ulai
m erasa curiga. Ia m enyusul tapi ter lam bat. Tom tak terlihat.
Becky berlari m engitari la pangan tem pat berm ain, yang dicarinya
tak ada. Ia ber teriak, “Tom ! Kem bali, Tom !”

Setelah Tom keluar, Becky mulai merasa curiga.

Tak ada jawaban, ia tak bertem an, sunyi dan kese pian. Maka
ia duduk, m enangis dan m enyesali dirinya. Tak lam a kem udian
m urid-m urid berdatangan. Becky terpaksa m enyem bunyikan
kesedih annya dan m enenangkan hatinya yang patah. Sore yang
panjang dan m enyakitkan itu ham pir tak tertanggung olehnya,
apalagi ia berada di antara kawan-kawan yang m asih asing
baginya, tak bisa diajak untuk m em bicarakan kesedihan hatinya.
Tom Menentukan
Masa Depannya

TOM MENYELINAP lewat jalan-jalan kecil untuk m enghindari


kawan -kawan n ya yan g kem bali ke sekolah. Setelah m erasa
selam at, Tom berlari-lari kecil. Diseberanginya sebatang sungai
dua-tiga kali. Men urut kepercayaan , m en yeberan gi sun gai
akan m em bingungkan guru-guru. Setengah jam kem udian ia
lenyap di bela kang rum ah besar J anda Douglas di puncak Bukit
Cardiff. Sekolah ham pir tak tam pak lagi, jauh tersem bunyi
di lem bah belakangnya. Tom m asuk ke dalam se buah hutan
lebat, m em buat jalan untuk m asuk ke tengah nya. Kem udian
ia duduk di bawah pohon oak yang rim bun, di atas tanah yang
berlum ut. Tak ada an gin di pan asn ya ten gah hari, bahkan
burung-burung pun tak terdengar; alam bagaikan terpukau.
Kesunyian itu hanya dipecah oleh suara burung pelatuk di kejauh-
an yang m enam bah kesunyian m akin terasa. Kesedihan Tom
Petualangan Tom Sawyer 69

m em uncak, perasaan hatinya bagai keadaan sekitarnya. Lam a


ia duduk m en cangkung, dagunya dito pang tangan, term enung.
Baginya hidup ini hanya pe nuh kesulitan, dan ia am at m engirikan
alm arhum J im m y Hodges, salah seorang kawannya yang baru saja
m e ninggal. Betapa dam ai hatinya, pikir Tom , ia bisa ber baring
dan berm im pi selam a-lam anya, bertem an nyanyian angin, dibelai
rum put dan bunga-bungaan di atas kuburannya, tak ada yang
harus dipikirkan, tak ada yang harus disedihkan. Bila saja ia
m em punyai catatan berkelakuan baik dari Sekolah Minggu,
m aulah rasanya m enyusul J im m y Hodges. Dan tentang gadisnya...
hm , apa sebenarnya yang telah diperbuatnya? Bukan apa-apa. Ia
berm aksud baik dan diperlakukan bagaikan anjing... betul-betul
bagai anjing. Becky pasti m enyesal, m ungkin terlam bat. Ah,
betapa senangnya kalau ia bisa m ati—untuk sem entara.
Tetapi hati m uda yang m asih berkem bang tak bisa dite kan
untuk waktu yang lam a. Tom m ulai m em ikirkan kehidupannya.
Bagaim ana kalau ia m enghilang dari desa? Bagaim ana kalau ia
pergi jauh, jauh sekali, ke ne gara-negara yang belum diketahuinya
di seberang lautan dan tak akan kem bali lagi? Biar Becky tahu
rasa!
Pikiran untuk m enjadi badut sirkus tim bul dan dibuangnya
dengan penuh kebencian. Kegem biraan, senda gurau dan celana
kem bang berbelang-belang tak patut dipikirkan bila seseorang
sedang m em ikirkan yang rom antis. Tidak, lebih baik ia m enjadi
prajurit, kem udian kem bali pen uh pen galam an peran g dan
bintang jasa. Tidak, lebih baik jika ia ikut orang-orang Indian,
berburu bison dan berperang di pegunungan serta di padang
rum put di daerah Barat, kem udian kem bali sebagai kepala suku.
Dengan pakaian bulu burung, serta cat perang ia akan m asuk ke
sekolah m inggu m u sim panas yang tenang. Ia akan m e neriakkan
pekik perang dan m em buat sem ua kawan iri hati.
Tunggu, ada yang lebih hebat. Ya, ia akan m enjadi seorang
bajak laut! Benar! Tetap sudah pilihannya untuk m asa depan. Masa
70 Mark Twain

Baginya hidup ini hanya penuh kesulitan.


Petualangan Tom Sawyer 71

depannya kini gilang-gem ilang penuh kejayaan. Betapa nam anya


akan m asyhur dan ditakuti oleh se luruh dunia. Betapa m egahnya
ia, m enjelajahi lautan dengan perahu layarnya Sem angat Topan,
dengan ben dera m en gerikan berkibar di tiang agun g. Pada
puncak kem asyhur annya ia akan m uncul di desanya, m asuk
gereja dengan pakaian bajak laut: baju dan celana ketat dari
beledu hitam , sepatu lars, kain pinggang m erah, ikat pinggang
dengan pistol besar-besar terselip, pedang penuh darah kejahatan
di sam ping badan, topi lebar dengan jum bai-jum bai panjang,
benderanya ditebarkan, ben dera hitam dengan gam bar tengkorak
dan tulang ber silang; dadanya pasti akan m eledak karena bangga
bila m endengar bisik sem ua orang, “Itulah Tom Sawyer, si Bajak
Laut... Si Pem balas Dendam dari Arm ada Spanyol!”
Yah, sudah beres. Masa depannya telah pasti. Ia akan
m elarikan diri dan m ewujudkan cita-citanya. Mulai besok pagi.
Maka sekarang ia harus bersiap-siap. Ia akan m engum pulkan
sem ua harta bendanya. Tom m engham piri sebatang kayu roboh
di dekatnya. Dengan pisau Barlow ia m enggali tanah di bawah.
Pisaunya tertum buk kepada kayu yang tam paknya berongga.
Tom m eletakkan tangan di kayu itu dan m em baca m antra dengan
penuh keyakinan, “Apa yang belum datang, datanglah! Apa yang
telah ada, tinggallah!”
Tanah-tanah disingkirkan, tam paklah selem bar gen ting sirap
dari kayu pinus. Genting itu diam bil, terbuka sebuah tem pat
penyim panan harta yang dasarnya terbuat dari genting-genting
sirap pula. Di situ terdapat sebutir kele reng. Tom tercengang,
garuk-garuk kepala ke bingungan dan m enggerutu, “Bagaim ana
ini bisa terjadi?”
Den gan gusar dilem parkan n ya keleren g itu jauh-jauh
dan Tom berdiri berpikir. Anak-anak percaya, bila seseorang
m em endam sebutir kelereng dengan disertai m antra-m antra,
dan m eninggalkannya selam a dua m inggu, kem udian pendam an
itu dibuka dengan m antra pula, m aka di lubang pendam an
72 Mark Twain

akan ditem ui kele reng yang pernah hilang, walaupun hilangnya


tersebar berjauhan. Tetapi ternyata percobaan Tom gagal total.
Kepercayaan Tom terguncang sam pai ke dasarnya. Tak pernah
ia m endengar cerita tentang kegagalan m antra itu. Sem uanya
berhasil. Sebelum ini m em ang ia pernah m encobanya berkali-
kali, nam un tak bisa dinilai gagal atau tidak sebab ia selalu lupa
tem pat ia m em endam kan kelerengnya. Lam a Tom berpikir,
akhirnya ia m en dapat kesim pulan, seorang tukang tenung telah
ikut cam pur dan m encabarkan m antra sakti itu. Dia harus
m endapatkan kepastian tentang itu; m aka ia m encari-cari sam pai
diketem ukan n ya tem pat berpasir den gan luban g berben tuk
corong. Tom m em bungkuk hingga m ulutnya dekat kepada lubang
itu dan berseru:, “Un dur-undur, undur-undur, katakan apa yang
ingin kuke tahui!”
Pasir bergerak. Seekor binatang m irip kum bang kecil m uncul,
tapi lari kem bali m asuk ke dalam pasir dengan ketakutan.
“Ia tak berani berkata! Tak ragu lagi, pastilah m antraku
diganggu oleh tukang tenung seperti yang kukira!”
Ia tahu, sia-sia m elawan kekuatan tukang tenung, m aka ia
tak m elanjutkan usahanya. Tapi terpikir oleh nya untuk m encari
kelereng yang telah dilem parkan nya. Dengan tekun dicarinya
kelereng itu. Sia-sia. Ia kem bali ke tem pat ia berdiri waktu
m elem parkan kele reng itu. Diam bilnya sebutir kelereng dari
sakunya dan dilem parkannya seperti tadi sam bil berkata, “Pergi
dan tem uilah saudaram u!”
Diperhatikannya di m ana kelereng kedua itu jatuh, dan
di tem pat itulah ia m encari kelereng yang pertam a. Agaknya
lem parannya terlalu jauh atau m ungkin ter lalu dekat, kelereng
pertam a tak diketem u kannya. Ia m encoba lagi dua kali. Pada kali
terakhir, kelereng per tam a diketem ukannya hanya berjarak satu
kaki dari kelereng kedua.
Tepat saat itu terdengar suara terom pet m ainan sayup-
sayup dalam hutan itu juga. Tom m em buka jaket dan celana
Petualangan Tom Sawyer 73

dengan segera, seutas tali celana dijadikannya ikat pinggang, dari


balik sem ak-sem ak dekat pohon tum bang tem pat ia m em endam
kelereng tadi dike luarkan nyalah sebuah busur beserta anak
panah nya, pedang m ainan dan terom pet dari kaleng. Begitu
selesai m engam bil ini sem ua, Tom ber lom pat-lom patan dengan
baju berkibar, bertelanjang kaki. Di bawah sebatang pohon
yang besar ia berhenti, m eniup terom petnya, dan dengan sangat
berhati-hati bergerak m aju, berbisik pada serom bongan kawan
yan g han ya dalam khayalan n ya, “H ati-hati, Kawan -kawan ,
bersem bunyilah sam pai kutiup terom petku.”
Muncul J oe Harper. Pakaian dan persenjataannya seperti
Tom . Tom berseru, “Berhenti! Siapa yang berani m em asuki rim ba
Sherwood tanpa izinku?”
“Guy dari Guisborne tak m em butuhkan izin dari siapa pun.
Siapa engkau yang... yang....”
“Yang berani m enyapaku dem ikian,” Tom m em beri petunjuk,
sebab keduanya bercakap m enurut cerita dalam buku.
“Siapa engkau yang berani m enyapaku dem ikian?”
“Mengapa tak berani? Akulah Robin Hood, seperti yang akan
dibuktikan nanti oleh bangkaim u.”
“Ha, jadi kaulah penjahat yang term asyhur itu? Girang aku
bisa bertengkar denganm u tentang izin di rim ba ini. Awas!”
Keduanya m encabut pedang, m elem parkan benda-benda
lain dan m em asang kuda-kuda untuk berm ain anggar. Mereka
adu pedang dengan hati-hati, dua di atas dua di bawah sam pai
Tom berseru, “Ayo, bila kau telah panas, m ari, lebih seru!”
Mereka bertan din g lebih seru, sam pai teren gah-en gah dan
berm andikan keringat. Akhirnya Tom berteriak, “Roboh! Kam u
roboh! Mengapa kam u tak roboh?”
“Tidak. Mengapa tidak kau sendiri yang roboh? Kau yang
kalah!”
“Aku tak bisa roboh! Itu m enyalahi buku. Di buku disebutkan,
‘Kem udian dengan sebuah pukulan back hand dirobohkannya
74 Mark Twain

Guy dari Guisborne itu.’ Nah, kau harus berpaling untuk kupukul
punggungm u.”
Peraturan tetap peraturan , J oe berpalin g, dipukul
punggungnya, dan roboh.
“Nah,” J oe bangkit, “kini giliranm u untuk kubunuh, baru
adil.”
“He, tak tertulis sem acam itu di buku.”
“Kalau begitu tak adil.”
“Dengar, J oe, kau bisa jadi Pendeta Tuck atau Much anak
penggiling gandum . Dengan begitu kau bisa m e m ukulku dengan
tongkat atau biarlah aku jadi Sherif dari Nottingham dan kau jadi
Robin Hood sebentar. De ngan begitu kau bisa m em bunuh aku.”
Usul itu disetujui dan adegan tersebut dim ainkan. Kem udian
Tom jadi Robin Hood lagi yang ham pir m ati karena dikhianati
oleh seorang rahib wanita yang m em biarkan luka Robin Hood
terus berdarah. J oe m em eran kan seluruh pasukan penjahat,
datang dengan m ena ngis, dan m enyeret pergi Tom , kem udian
m enem patkan busurnya pada tangan ‘Robin Hood’ yang gem etar.
“Di m ana anak panah ini jatuh, kuburkanlah tubuh Robin
Hood ini di situ, di bawah sebatang pohon kayu hijau,” kata
Tom , m e lepaskan anak panahnya. Setelah m em anah ia roboh
dan sesungguhnya langsung m ati, tapi ternyata ia jatuh ke dalam
sem ak-sem ak berduri se hingga terpaksa ia m elom pat lagi dengan
cara yang terlalu tangkas ba gai ‘sebatang m ayat’.
Kedua anak berpakaian kem bali, m enyim pan alat-alatnya,
dan berjalan pulang. Dalam hati, m ereka m e rasa sedih karena
zam an Robin Hood telah lewat. Dalam hati m ereka bertanya-
tanya apa yang bisa diberikan oleh peradaban m odern untuk
m enggantikan zam an yang hilang itu. Mereka berkata, lebih baik
jadi anak buah Robin Hood setahun daripada m enjadi presiden
Am erika Serikat seum ur hidup.
Perkelahian di Kuburan

PUKUL SETENGAH sepuluh m alam itu, Tom dan Sid disuruh tidur
seperti biasa. Keduanya m engucap doa dan Sid segera tertidur.
Tom m asih terjaga, gelisah. Ketika jam berbunyi pukul sepuluh,
baginya hari telah m endekati pagi. Betul-betul m em buatnya
putus asa. Kalau bisa, pasti ia berguling-guling. Nam un ia takut
Sid akan terbangun. Ia terlentang saja, m enentang kegelapan.
Makin m alam , bun yi-bun yi yan g tadin ya sen yap m ulai
terden gar. Mula-m ula detak lon cen g. Balok-balok kayu tua
berdetak. Tangga berderik per lahan. Tak salah lagi, pastilah
hantu-hantu bergen tayangan. Dari kam ar Bibi Polly terdengar
dengkur. Suara jangkrik tak habis-habisnya. Disusul oleh suara
ketik-ketik m enakutkan dari kum bang m aut di dinding dekat
ujung atas tem pat tidur yang m em buat Tom gem etar—suara itu
m enanda kan bahwa seseorang akan m enem ui ajalnya. Anjing
m elolong di kejauhan m em belah kesunyian m alam disam but
76 Mark Twain

anjing lain. Tom m erasa tersiksa. Akhirnya ia m erasa waktu


berhenti berjalan dan kekekalan dim ulai. Tidak disadarinya ia
m e rasa pulas.
Lonceng berbunyi sebelas kali tak dide ngarnya. Kem udian
sam ar-sam ar terden gar suara kucin g yan g pan jan g dan
m en yedihkan . Tetan gga ribut m em buatn ya terban gun oleh
seruan, “Kucing bangsat! Pergi!” diiringi oleh botol yang pecah
di tum pukan ka yu. Sesaat kem udian ia keluar dari jendela,
m erangkak di atas atap. Ia m engeong pula, m elom pat ke atap gu-
dang dan dari sana ke tanah. Huckleberry Finn m enanti dengan
bangkai kucing. Kedua anak itu lenyap ditelan kegelapan m alam .
Setengah jam kem udian m ereka tiba di antara rum put-rum put
tinggi di pekuburan.

Mereka tiba di antara rumput-rumput tinggi di pekuburan.


Petualangan Tom Sawyer 77

Kuburan kuno itu letaknya di puncak bukit atau sete ngah m il


dari desa. Pagarnya, pagar papan yang tidak terurus lagi, ada yang
condong ke dalam , ada yang condong ke luar, tak ada yang tegak.
Rum put dan belukar tum buh dengan subur. Kuburan-kuburan
tua telah terbenam , tanpa nisan untuk m enunjukkan tem patnya;
yang tam pak hanya tonggak-tonggak kayu doyong yang ham pir
habis dim akan cacing. Tadinya di papan-papan itu tertulis “Untuk
Mengenang Anu”. Kini kebanyakan tulisan-tulisan itu tak terbaca
lagi biarpun pada siang hari.
Terdengar angin berdesau di antara pepohonan. Bagi Tom
pen ghun i kuburan seolah-olah m en geluh karen a daerahn ya
dim asuki m ereka. Kedua anak itu cum a berbisik-bisik sebab
waktu, tem pat, sua sana, serta kesunyian itu am at m enekan jiwa
m ereka. Segera m ereka tem ui kuburan baru yang m ereka cari.
Tom dan Huck m enyem bunyikan diri di balik tiga batang pohon
elm yang tum buh berdekatan dengan kuburan itu.
Rasanya seperti berabad-abad dan m ereka m enunggu dengan
sabar. Yang terdengar hanya bunyi burung hantu dari kejauhan.
Tom tak tahan lagi, ia berbisik pada Huckleberry:
“H ucky, m en urutm u sen an gkah oran g-oran g m ati in i
dikunjungi?”
“Aku juga ingin tahu,” Huckleberry berbisik pula, “sangat
sepi, bukan?”
“Mem ang.”
Keduanya diam . Masing-m asing m em ikirkan per soalan yang
sedang m ereka hadapi. Kem udian Tom ber bisik lagi, “Eh, Hucky...
kau pikir bisakah Hoss William s m endengar kita berbicara?”
“Tentu saja, sedikitnya nyawanya bisa m endengar kita.”
Setelah diam sesaat Tom berkata, “Oh, seharusnya aku m e-
m anggilnya Tuan William s. Tapi aku tak berm ak sud m engejek.
Sem ua orang m em anggilnya Hoss.”
78 Mark Twain

“Kita harus berhati-hati, bila m em bicarakan orang-orang


yang telah m ati, Tom .”
Pernyataan Huckleberry ini m em atikan nafsu Tom untuk
berbicara. Nam un Tom m endadak m em egang lengan tem annya
dan berkata, “Ssst!”
“Ada apa, Tom !” Tak terasa kedua anak saling berpe lukan
dengan dada berdebar-debar.
“Ssh! Lihat! Kau dengar?”
“Aku....”
“Itu! Kini kau m endengarnya.”
“Tuhan, Tom , m ereka ke m ari! Mereka ke m ari, betul-betul
ke m ari! Apa yang kita kerjakan?”
“Aku tak tahu. Mungkinkah m ereka bisa m elihat kita?”
“Oh, Tom , m ereka bisa m elihat dalam kegelapan seperti
kucing. Betapa senangnya kalau aku tak datang ke sini.”
“J angan takut. Aku tak percaya, m ereka akan m engganggu
kita. Kita pun tak m engganggu m ereka. Bila kita tak bergerak,
m ungkin m ereka tak tahu kita di sini.”
“Aku ingin diam , Tom , tapi, Tuhan, badanku gem e tar!”
“Dengar!”
Kedua anak itu m enundukkan kepala, ham pir-ham pir tak
bernapas. Dari ujung lain sayup-sayup terdengar suara m endekat.
“Lihat! Lihat!” bisik Tom , “Apakah itu?”
“Itu api setan! Oh, Tom , ngeri!”
Beberapa bayan gan m un cul dari kegelapan , m em bawa
sebuah lentera kuno yang m enyebarkan cahaya di tanah. Segera
Huckleberry berbisik pada Tom , “Betul-betul setan yang datang.
Tiga! Ya, Tuhan, Tom , celaka kita. Bisa kau berdoa?”
“Akan kucoba, tapi jangan takut. Mereka tak akan m eng-
ganggu kita. Kini kubaringkan diriku, aku....”
“Sst!”
“Ada apa, Huck?”
Petualangan Tom Sawyer 79

“Mereka itu, m anusia! Sedikitnya satu di antara m ereka. Aku


dengar suara Muff Potter!”
“Tidak... oh, bagaim ana bisa?”
“Benar, tak salah lagi. J angan bergerak kau. Matanya tak
begitu tajam untuk bisa m elihat kita. Paling-paling ia sedang
m abuk seperti biasanya.”
“Baik. Aku tak akan bergerak. Lihat m ereka sedang bingung,
tak tahu jalan. Nah, m ereka bergerak lagi. Bergerak. Diam .
Bergerak lagi. Bergerak cepat. Agaknya sekarang m ereka m enge-
tahui arah yang benar. He, Huck, aku tahu suara lainnya, suara
J oe si Indian!”
“Betul! Peranakan Indian yang kejam itu! Aku lebih takut
kepadanya daripada kepada setan. Apakah yang akan m ereka
kerjakan?”
Bisik-bisik itu lenyap. Ketiga orang tadi berdiri di dekat
kuburan Hoss William s, hanya beberapa m eter dari tem pat
persem bunyian kedua anak itu.
“Ini dia,” kata yang ketiga. Seorang m engangkat lenteranya,
dan tam paklah wajah Dokter Robinson yang m asih m uda.
Potter dan J oe si Indian m endorong sebuah gerobak dengan
dua buah sekop di dalam nya. Mereka berhenti dan m ulai m enggali
kuburan baru itu. Dokter Robinson m eletakkan lenteranya di
bagian kepala kuburan, m em belakangi pohon-pohon. Dokter itu
begitu dekat hingga punggungnya bisa disentuh oleh Tom dan
Huckleberry.
“Lekas,” dokter itu berbisik, “bulan bisa m uncul setiap saat.”
Potter dan J oe si Indian hanya m enggeram , kem u dian
m enggali. Hanya bunyi sekop yang terdengar digunakan untuk
m enggali serta m em buang tanah dan batu. Akhirnya terdengar
bunyi sekop terbentur pada peti m ayat dan se saat kem udian
kedua orang itu telah m engangkat peti m ayat Hoss William s.
Dengan sekop m ereka m em buka peti m ayat itu dan dengan
80 Mark Twain

kasar m elem parkan isinya ke luar. Bulan m uncul dari balik


awan m enyinari m ayat, yang pucat. Gerobak disiapkan, m ayat
ditaruh di da lam nya, ditutupi selim ut, dan diikat erat-erat. Potter
m engeluarkan sebilah pisau lipat yang besar untuk m em o tong tali
yang terlalu panjang dan berkata pada Dokter Robinson, “Nah,
benda terkutuk ini sekarang siap, Dok ter. Dan cepat keluarkan
lim a dolar lagi. Kalau tidak, m ayat itu tidak akan diangkat.”
“Benar,” kata J oe si Indian.
“Apa, katam u?” tan ya Dokter Robin son , “Kalian m in ta
dibayar di m uka dan kalian telah kubayar.”
“Ya, lebih dari itu,” J oe si Indian m endekati Dokter Robinson,
yang kini berdiri. “Lim a tahun yang lalu, pada suatu m alam kau
usir aku dari dapur ayahm u ketika aku m inta sedikit m akan.
Kau tuduh aku berbuat jahat. Ketika itu aku bersum pah akan
m em balas perbuat anm u, walaupun aku harus m enunggu seratus
tahun. Ayahm u m em enjarakanku dengan tuduhan bahwa aku
seorang gelandangan. Kau kira aku lupa? Bukan percum a darah
Indian m engalir di tubuhku. Dan kini kau dalam kekuasaanku.
Kau harus m em bayar utang itu!”
Sam bil berbicara itu, J oe si Indian m engancam sang dokter
dengan m engacung-acungkan tinjunya. Dokter Robinson tiba-tiba
m enghantam orang kasar itu hingga terjatuh. Potter m em buang
pisaunya sam bil berteriak, “Hai, jangan kau pukul sahabatku!”
Sesaat kem udian ia bergulat den gan Dokter Robin son ,
saling m engerah kan kekuatan. Sem entara itu, J oe si Indian
m elom pat berdiri, m atanya bersinar m arah, m enyam bar pisau
Potter. Bagaikan kucin g ia m erun duk m en gelilin gi kedua
orang yang sedang berkelahi. Sesaat Dokter Robinson berhasil
m elepaskan diri dari cengkeram an Potter, m e nyam bar papan peti
m ati Hoss William s dan m enghantam Potter dengan papan itu
hingga roboh. Pada saat yang sam a, J oe si Indian m elom pat ke
depan, m enusukkan pisau ke dada dokter itu. Dokter Robinson
Petualangan Tom Sawyer 81

terhuyung, jatuh ke tubuh Potter, m em basahinya dengan darah.


Pada saat itu bulan tertutup awan, m em buat suasana gelap
gulita. Tom dan Huckleberry lari m eninggalkan tem pat itu dalam
lindungan gelap.
Ketika bulan m uncul kem bali, J oe si Indian m em perhatikan
m ayat dokter Robin son dan tubuh Muff Potter. Peran akan
Indian itu m enggerutu, “Kini utangku sudah lunas, engkau yang
terkutuk.”
Cepat-cepat diam biln ya baran g-baran g berharga dari
tubuh dokter itu, kem udian diletakkannya pisau yang baru saja
m em utuskan nyawa orang itu di tangan Muff Potter yang terbuka.
J oe si Indian tenang m e nunggu di peti m ayat Hoss William s. Tiga,
em pat, lim a m enit berlalu, Potter m ulai bergerak dan m engerang.
Tangannya m enggenggam hingga tergenggam olehnya pisau
itu. Potter m engangkat tangannya, m em perhatikan pisau itu,
m em biarkan jatuh dan tubuhnya bergetar. Kem udian ia bangun,
m endorong tubuh dokter yang m enindihnya, m elihat ke sekitar
dengan bingung. Mata nya bertem u pandang dengan J oe si Indian.
“Oh Tuhan. Apa yang telah terjadi, J oe?” tanya Potter.
“Busuk sekali, Muff,” jawab J oe tanpa bergerak, “untuk apa
ia kau bunuh?”
“Aku! Bukan aku yang m em bunuhnya!”
“Dengar! Sangkalanm u itu tak ada gunanya.”
Potter gem etar, wajahnya pucat seketika, “Mestinya aku tak
boleh m abuk. Untuk apa sebenarnya aku m inum m alam ini. Tak
terpikir olehku waktu itu... kini lebih buruk lagi dari sebelum
kita ke m ari. Aku bingung, tak ingat sam a sekali. Katakan, J oe,
katakan sejujurnya, Sobat baik, betulkah aku yang m em bu-
nuhnya? Dem i jiwa dan kehor m atanku, sam a sekali aku tak
berm aksud m enyakitinya. Betul-betul tidak, J oe. Katakan apa
yang terjadi, J oe. Oh, ngeri betul. Ia m asih m uda dan m em pu nyai
m asa depan gem ilang.”
82 Mark Twain

“Kalian berkelahi hebat. Dia m enghantam m u dengan papan


peti m ati hingga kau roboh. Kau m elom pat ba ngun, terhuyung
m engam bil pisau dan m enusuknya, tepat pada saat ia m em ukulm u
lagi dengan keras. Kau jatuh lagi, pingsan sam pai lam a.”
“Oh, aku tak tahu apa yang kukerjakan, sungguh m ati! Ini
sem ua karena pengaruh wiski dan karena per kelahian tadi,
m ungkin. Aku tak pernah m engguna kan senjata selam a hidupku,
J oe. Aku sering berkelahi tapi tanpa senjata. Sem ua orang tahu,
J oe, jangan ceritakan kejadian ini pada siapa pun, berjanjilah,
J oe, Sobat baik. Aku selalu m enyukaim u, J oe, dan aku selalu
m em belam u. Tidak ingatkah kau, J oe? Berjanjilah, tidak akan
m em buka rahasia ini, J oe, kau m au, bukan?” Orang yang m alang
itu berlutut di depan kaki si Pem bunuh yang tenang-tenang saja.
Potter m endekap tangan J oe si Indian, m em ohon.
“Benar, kau selalu jujur dan adil terhadapku, Muff Potter,
dan aku tak akan m engkhianatim u. Nah, bukan kah itu janji yang
cukup baik bagim u?”
“Oh, J oe, kau betul-betul seorang m alaikat! Kuberkati kau
untuk ini selam a aku m asih hidup.” Potter m ulai m enangis.
“Ayolah, sudah cukup. Ini bukan waktunya untuk m enangis.
Pergilah lewat jalan itu dan aku lewat jalan ini. Ayo cepat dan
jangan m eninggalkan jejak sedikit pun.”
Potter berangkat. Mula-m ula berlari-lari kecil kem u dian
m akin lam a m akin cepat. Si peranakan Indian m em per hatikannya
sam bil bersungut-sungut, “Mu dah-m udahan pikirannya tidak
beres oleh pukulan dokter itu dan karena m inum an keras. Setelah
jauh baru ia akan teringat akan pisaunya dan saat itu ia akan m e-
rasa takut kem bali ke sini seorang diri—hh, Pengecut!”
Dua atau tiga m enit kem udian m ayat yang terbungkus, peti
yang tak tertutup dan lubang yang ternganga itu hanya ditem ani
oleh sinar bulan.
Suasana m enjadi sunyi kem bali.
Anjing Melolong
yang Mengerikan

KEDUA ANAK itu berlari terengah-engah sam pai tidak bisa


berbicara karena ketakutan. Berkali-kali m e reka m enoleh ke
belakang, takut akan dikejar. Se tiap batu nisan yang m uncul
bagaikan m an usia dan m u suh, m en jadikan jan tun g m ereka
berhenti berdetak. Ru m ah-rum ah di pinggir desa telah m ereka
lalui. Ka rena gonggong anjing penjaga, m ereka lari lebih cepat.
“Asal kita bisa m encapai tem pat m enyam ak kulit sebelum
roboh!” bisik Tom terengah-engah, “Aku tak tahan!”
Huckleberry kekurangan napas untuk m enjawab. Kedua
anak m em usatkan pandang pada tujuan m ereka dan m enam bah
kekuatan untuk segera m encapainya. Dengan cepat m ereka m akin
m endekati tujuan itu dan akhirnya m ereka m elem parkan diri
m elalui pintu tem pat penyam akan kulit dan dengan penuh rasa
terim a kasih serta lelah, m ereka berbaring di lantai diselubungi
kege lapan.
84 Mark Twain

Beberapa lam a kem udian napas m ereka kem bali biasa dan
Tom berbisik, “Huckleberry, bagaim ana peristiwa ini akan ber-
akhir?”
“Bila Dokter Robinson m ati, pem bunuhnya pasti digantung.”
“Betulkah?”
“Pasti, Tom .”
Tom berpikir sejen ak dan bertan ya, “Siapa yan g akan
m em beri tahu pengadilan? Kita?”
“Tolol! Coba, bila sesuatu terjadi dan J oe si Indian lolos dari
hukum an gantung? Bukankah ia akan m em bunuh kita?”
“Itu pula yang kupikirkan, Huck.”
“Biarlah Muff Potter saja yang m enjadi saksi. Ia cukup tolol
untuk berani berbuat dem ikian. Ia selalu m abuk.”
Tom diam , berpikir.
“Huck, Muff Potter tak m engetahui kejadian itu, bagaim ana
bisa ia bersaksi?”
“Bagaim ana kau tahu ia tak m engetahui?”
“Ia dipukul oleh dokter itu, ketika J oe si Indian ber tindak.
Kau kira, ia bisa m elihat? Kau kira ia m enge tahui?”
“Masya Allah! Betul juga, Tom !”
“Dan lagi, dengar, m ungkinkah Muff Potter juga m ati oleh
pukulan itu?”
“Tak m ungkin, Tom . Ia baru m inum -m inum , bisa kulihat
itu; ia selalu m abuk. Nah, bila bapakku penuh m inum an keras,
walaupun tertim pa sebuah gereja ia tak akan m erasa. Ia sendiri
yang berkata. Begitu juga dengan Muff Potter. Kalau orang tidak
m abuk kena pu kulan sem acam itu, m ungkin ia tewas seketika.”
Setelah diam sejurus, Tom berkata, “Hucky, kau pasti bisa
m enutup m ulut?”
“Tom , kita harus m enutup m ulut. Kau tahu, Setan Indian
itu tak akan segan -segan m en en ggelam kan kita bagaikan
m enenggelam kan dua ekor kucing, bila kita berani m em buka
Petualangan Tom Sawyer 85

rahasianya dan ia akan lolos dari hu kum an. Kini, dengar, Tom ,
m arilah kita bersum pah pada diri kita m asin g-m asin g—itu
tindakan yang paling jitu—bersum pah untuk m enutup m ulut.”
“Bagus, aku setuju. Ayo, angkat tanganm u dan bersum pah,
bahwa....”
“Oh, tidak, sum pah sem acam itu tak berlaku untuk yang
penting seperti ini. Itu hanya untuk yang kecil-kecil, terutam a
un tuk perem pu an , sebab akhirn ya m e reka akan m elan ggar
sum pah itu dan m engobral om ongan bila m ereka m endapat
kesem patan. Untuk sum pah besar harus tertulis. J uga diperlukan
darah.”
Tubuh Tom bergetar gem bira oleh usul ini. Sungguh seram
dan m engerikan waktunya, keadaannya, tem pat nya, sem ua serasi.
Tom m engam bil sebuah genting sirap yang tergeletak di cahaya
bulan, lalu diam bilnya sepo tong karang m erah dari sakunya dan
m ulai m enulis dalam terang rem bulan. Menggigit lidahnya setiap
kali m enorehkan garis ke bawah dan m em bebaskannya setiap kali
m enorehkan garis ke atas.
86 Mark Twain

Huckleberry kagum m elihat tulisan Tom dan keindahan


bahasanya. Segera diam bilnya sebuah peniti dari leher bajunya dan
akan dicucuknya jarinya dengan peniti, ketika Tom m encegahnya,
“J angan! Penitim u kuningan, m ungkin ada karat tem baganya.”
“Apa itu karat tem baga?”
“Racun. Karat tem baga itu racun. Kau telan sedikit saja dan
tahu rasa.”
Tom m en gam bil jarum , m em buka ben an g dan m ereka
m enusuk em pu jari, kem udian darahnya dipijit ke luar. Setelah
berkali-kali m em ijit, Tom m enuliskan huruf singkatan nam anya,
kelingkingnya sebagai pena dan darah dari jem polnya sebagai
tinta. Ia m engajari Huckleberry bagaim ana m elukiskan H dan
F, dan sem purnalah sum pah itu. Dengan upacara dan doa-doa
seram , m ereka m engubur gen ting sirap itu di dekat dinding.
Dengan begitu m ereka m enganggap, m ulut dan lidah m ereka
terkunci dan kuncinya telah m ereka buang jauh-jauh.
Sebuah bayang-bayang m anusia m erayap di kege lapan dan
m asuk di ujung lain dari bangunan yang tak terpakai itu. Tom dan
Huck tak m em perhatikannya.
“Tom ,” bisik Huckleberry, “apakah ini m em buat kita m enutup
m ulut untuk selam a-lam anya?”
“Tentu. Apa pun yang terjadi, kita harus bungkam . Bila tidak,
kita akan m ati seketika, tahukah kau?”
“Kukira begitu.”
Untuk beberapa lam a, m ereka berbisik-bisik, sam pai tiba-
tiba seekor anjing m elolong panjang m engerikan, kira-kira tiga
m eter dari tem patnya berbaring. Ke duanya saling berpelukan,
gem etar ketakutan.
“Siapa di an tara kita berdua yan g dim aksud?” bisik
Huckleberry terengah-engah.
“Aku tak tahu; intai dari lubang itu. Cepat!”
“Kau saja, Tom !”
Petualangan Tom Sawyer 87

“Tidak... aku tak bisa, Huck!”


“Ayolah, Tom , dengar, ia m elolong lagi!”
“Ya, Tuhan, syukur!” bisik Tom , “aku tahu suara itu. Itu Bull
Harbison.”*
“Oh, bagus kalau begitu. Dengar, Tom , betul-betul aku
ham pir m ati ketakutan, tadi aku m erasa yakin, itu anjing liar.”
Anjing m elolong lagi. Kem bali hati kedua anak itu penuh rasa
takut.
“Wah, itu bukan suara Bull Harbison!” bisik Huck leberry,
“Lihat, Tom !”
Tom gem etar ketakutan, m engintai m elalui lubang di dinding.
Suaranya ham pir tak terdengar waktu ia berbisik, “Oh, Huck, itu
anjing liar!”
“Cepat, Tom ! Cepat! Siapa yang dim aksudnya?”
“Huck, yang dim aksudnya pasti kita berdua... kita di sini
bersam a-sam a!”
“Oh, Tom , kalau begitu, kita pasti akan segera m ati. Kukira
aku tahu pasti ke m ana aku akan pergi. Dosaku terlalu banyak!”
“Aku juga. Pasti ini disebabkan oleh terlalu seringnya aku
m em bolos dan m elanggar larangan. Sesungguhnya aku pun bisa
m enjadi anak baik seperti Sid, tapi tidak, aku tak m au. Kalau
aku bisa lolos dari keadaan ini, aku berjanji untuk m enjadi anak
terbaik di Sekolah Minggu.” Tom terisak-isak.
“Kau m erasa jahat?” Huckleberry juga m ulai terisak-isak.
“Ter kutuk! Tom Sawyer, dibandingkan dengan aku kau m alaikat.
Oh, Tuhan, Tuhan, Tuhan, betapa senangnya, bila aku separuh
saja m endapat kesem patan.”
Tom tertegun dan berbisik, “Lihat, Hucky, ia m em be lakangi
kita!”

*
Bila Tuan Harbison m em punyai budak bernam a Bull, m aka Tom akan m em anggilnya, “Bull
m ilik Harbison“. Tetapi anak atau anjing Tuan Harbison dipanggilnya “Bull Harbison“.
88 Mark Twain

Hucky m enengok ke luar dan hatinya m eledak kegirangan,


“Betul! Dem i para patriot! Apakah tadi ia juga be gitu?”
“Ya, m em ang. Alangkah tololnya aku tadi tak m em perhati-
kannya. Som pret, siapa kini yang dim aksudkan nya?”
Lolongan anjing itu berhenti, Tom m em asang telinga.
“Ssst, apa itu?” bisiknya.
“Seperti suara... babi m endengkur... tidak... itu dengkur
m anusia, Tom !”
“Benar! Di m ana, Huck?”
“Kukira di ujung sana. Kedengarannya begitulah. Bapakku
kadang-kadang tidur di sana bersam a babi, tapi Tuhanku, bila ia
m endengkur, m aka sem ua benda pasti beterbangan. Lagi pula ia
tak pernah datang lagi ke kota ini.”
J iwa petualangan kedua anak itu tim bul lagi.
“Hucky, m aukah kau ke sana, jika aku yang berjalan di
depan?”
“Tidak m au, Tom . Siapa tahu, m ungkin itu J oe si Indian.”
H ilan g keberan ian Tom . Tapi seben tar kem udian rasa
ingin tahu m ereka m em uncak lagi dan kedua anak itu setuju
m em eriksa sum ber dengkur itu dengan perjanjian, m ereka akan
lari, bila suara dengkur berhenti. Hati-hati m ereka berjalan di
ujung kaki, ber iringan. Waktu m ereka lim a langkah lagi dari
yang m endengkur, Tom m enginjak ranting kayu yang patah.
Orang yang sedang m en dengkur itu m enggeliat m e noleh ke arah
cahaya bulan. Muff Potter. Kedua anak itu m erasa, nyawanya
telah terbang, ketika Potter ber gerak. Nam un setelah tahu bahwa
ternyata itu Muff Potter, ketakutan m ereka lenyap.
Tanpa bersuara keduanya keluar dari gedung rusak itu,
berhenti agak jauh dari sana untuk m engucapkan kata-kata
perpisahan. Anjing yang m elolong panjang dan m enyeram kan
kem bali terdengar. Tom dan Huckleberry berpaling. Terlihat
anjing itu berdiri dekat tem pat Potter berbaring, m enghadap
Potter dengan hidung ke langit.
Petualangan Tom Sawyer 89

“Masya Allah! Itulah dia!” teriak kedua anak itu serentak.


“He, Tom . Kata orang, dua m inggu yang lalu ada an jing m e-
lolong-lolong m engelilingi rum ah J ohnny Miller. Pada m alam
itu juga seekor burun g han tu hin ggap di atap tetan ggan ya
dan berbunyi. Tetapi di rum ah itu tak ada seorang pun yang
m eninggal dunia.”
“Hm , aku pun tahu tentang hal itu. Betul, belum ada orang
yang m eninggal, tetapi bukankah Gracie Miller jatuh ke dalam
api, m endapat luka terbakar, tepat pada hari berikutnya?”
“Ya, tetapi ia tidak m eninggal, bahkan kini berangsur baik.”
“Tunggu sajalah. Gracie pasti akan m eninggal dunia, seperti
juga Muff Potter akan m engalam i nasib yang sam a. Dem ikianlah
keper cayaan orang negro dan m e reka tahu betul tentang hal-hal
seperti ini, Huck.”
Kem udian m ereka berpisah, m asin g-m asin g ten ggelam
dalam pikiran sendiri-sendiri. Ketika Tom m asuk kam ar tidur
lewat jendela, m alam ham pir berakhir. Dengan hati-hati Tom
berganti pakaian, terus tidur, gem bira karena tak ada yang
m engetahui tentang pelariannya. Ia sam a sekali tak tahu, bahwa
Sid yang m en dengkur sebenarnya telah bangun sebelum Tom
m asuk.
Ketika Tom bangun pada pagi harinya, dilihatnya Sid telah
tiada. Hari telah siang. J elas ia kesiangan. Tom terkejut. Mengapa
ia tak dibangunkan dan ditanya se perti biasa? Berbagai pikiran
m em enuhi otaknya. Dalam waktu lim a m enit ia telah berpakaian
dan turun dari tangga. Tubuhnya terasa sakit dan m engantuk.
Keluarga Bibi Polly m asih duduk m engitari m eja m akan tetapi
m ereka telah selesai sarapan. Tak ada yang m em arahinya tetapi
sem ua m enghindari pan dangan m atanya. Suasana dingin dan
sunyi m em bekukan hati. Tom m engam bil tem pat dan seolah-
olah gem bira, tapi sukar. Tak ada yang tersenyum , tak ada yang
m enyam but dan akhirnya ia pun diam dengan hati yang m akin
berat.
90 Mark Twain

Setelah selesai sarapan, Bibi Polly m em bawanya ke sam ping.


Tom agak gem bira dengan harapan ia akan m endapat cam bukan.
Tetapi tidak dem ikian. Bibi Polly hanya m enangis dan bertanya
m engapa Tom selalu m em buat hatinya sakit. Maka disuruhnya
Tom m eneruskan tabiatnya yang akan m enghancurkan dirinya
sendiri dan m em buat Bibi Polly m ati kesedihan se bab, m enurut
Bibi Polly tak ada gunanya ia m em per baiki penghidupan Tom .
Bagi Tom sem ua itu lebih pedih daripada seribu cam bukan dan
kini hati Tom lebih sakit dari badannya. Ia m enangis, m ohon
am pun, dan berjanji akan m enjadi baik. Sem ua itu diucapkannya
berkali-kali dan akhirnya diperbolehkan pergi. Tetapi ia sadar,
am pun yang didapatnya tidak diberikan suka rela dan keper-
cayaan atas janjinya sangatlah tipis.
Begitu kacau pikirannya sehingga Tom tak bisa berpikir
untuk m em balas dendam pada Sid. Maka tidaklah ada gunanya
Sid lari lewat pintu belakang. Dengan m ere ngut Tom pergi
ke sekolah, m enerim a cam bukan bersam a J oe Harper karena
m em bolos kem arin sore. Cam bukan itu tak dirasanya sebab
hatinya penuh duka cita yang lebih besar dari cam bukan. Ia
bertopang dagu m ere nungi dinding. Seorang yang telah m encapai
batas daya tahan untuk m enanggung penderitaan dan tak sang-
gup m enanggung penderitaan lebih banyak. Sikunya m enyentuh
sebuah benda keras. Setelah agak lam a, ia berganti sikap duduk
dan diam bilnya benda itu dengan m engeluh. Benda itu terbungkus
kertas yang segera ia buka. Keluhannya am at panjang, hatinya
betul hancur. Benda itu adalah tom bol kuningan yang pernah
diberikannya kepada Becky.
Penderitaan yang ditanggungnya m enjadi m elewati batas.
Hati Nurani
yang Mengejar-ngejar

MENJ ELANG TENGAH hari, seluruh isi desa gem par oleh
berita yang m enyeram kan. Pada waktu itu telepon bahkan belum
diim pikan, tapi dalam hal ini, benda itu tak diperlukan. Berita
itu m enjalar dari orang ke orang, dari ke lom pok ke kelom pok,
dari rum ah ke rum ah dengan ke ce patan yang ham pir m enyam ai
kecepatan telepon. Dengan adanya berita itu tentu saja guru
m em bebaskan para m uridnya untuk pelajaran sore. Kalau tidak,
pasti seluruh penduduk akan berpikir bahwa ia berpikiran aneh.
Sebilah pisau berdarah ditem ukan dekat m ayat Dokter
Robinson dan seseorang m engenal pisau itu se bagai m ilik Muff
Potter—begitulah m enurut cerita. Dikatakan pula bahwa seorang
pen duduk yan g pulan g kem alam an m em ergoki Muff Potter
sedang m andi di anak sungai kira-kira pukul satu atau dua tengah
m a lam . Waktu itu Potter segera m enyelinap pergi. Suatu hal yang
92 Mark Twain

sangat m en curigakan, apa lagi kalau diingat bahwa Muff Potter


jarang m andi. Kota kecil itu telah digeledah dengan teliti untuk
m encari si pem bunuh te tapi tidak berhasil. Masyarakat cepat
sekali dalam hal m enyaring bukti-bukti dan m em u tuskan siapa
yang bersalah dalam hal seperti ini. Pencarian dilakukan pula
dengan m enyebar orang-orang berkuda ke segala arah dan Sherif
(kepala petugas keam anan daerah) m e rasa pasti bahwa Potter
akan segera tertangkap sebe lum m alam tiba.
Seluruh penduduk datang ke kuburan. Kesedihan hati Tom
lenyap dan ia m engikuti rom bongan orang banyak itu. Sebetulnya
seribu kali lebih suka ia pergi ke tem pat lain nam un suatu daya
tarik yang tak diketahuinya m e narik Tom ke sana. Di kuburan,
tubuhnya yang kecil cekatan sekali m elalui orang-orang yang
penuh sesak, hingga ia bisa m enyaksikan pem andangan yang
m enge rikan itu. Dalam perasaannya berabad-abad lam anya ia
berada di sana. Seorang m encubit lengannya. Ia m enoleh dan
m atanya bertem u dengan m ata Huckleberry Finn. Seketika itu
juga m asing-m asing m e lengos dan bertanya-tanya da lam hati,
apakah ada orang yang m encurigai m ereka? Tetapi sem ua orang
sibuk berbicara dan hanya m em per hatikan pem andangan yang
m engerikan di depan m e reka.
“Malang dia!” “Orang m uda yang m alang!” “Biarlah ini
m enjadi pelajaran bagi para pencuri m ayat!” “Muff Potter pasti
akan dihukum gantung, bila tertangkap!” Ini sem ua pem bicaraan
yang terdengar, sem entara pen deta berkata, “Inilah keadilah;
tangan-Nya telah bekerja di sini.”
Tubuh Tom gem etar tak keruan, terlihat olehnya air m uka
J oe si Indian yang dingin. Saat itu orang banyak ge lisah, dan
berseru, “Itu dia! Itu dia! Dia datang sen diri!”
“Siapa? Siapa?” dua puluh buah m ulut bertanya.
“Muff Potter!”
“Dia berhenti! Awas, ia berpaling! J angan biarkan dia pergi!”
Orang-orang di dahan pohon di atas Tom berkata bahwa
Petualangan Tom Sawyer 93

Muff tak berm aksud untuk pergi, tetapi ia tam pak bingung.
“Tak tahu m alu!” seru seseorang. “Agaknya ia ingin m elihat

“... Awas, ia berpaling!”

hasil pekerjaannya. Kukira ia tak menduga di sini banyak orang.”


Orang banyak bersibak untuk m em beri jalan pada Sheriff
yang dengan m egah m enuntun Muff Potter ke tem pat itu. Muff
Potter berdiri di depan yang terbunuh, tubuhnya bergoyang
bagaikan lum puh tiba-tiba. Ia m e nangis tersedu-sedu, m enutup
m ata dengan kedua belah tangannya.
“Bukan aku yang m elakukannya,” katanya sam bil tersedu-
sedu, “dem i kehorm atanku, bukan aku yang m em bunuhnya.”
“Siapa yang m enuduhm u?” orang berseru.
Pertanyaan ini tepat m engenai sasaran. Potter m engangkat
m uka, m elihat berkeliling dengan kepu tusasaan di m atanya dan
terlihatlah olehnya J oe si Indian. Ia berteriak, “Oh, J oe kau telah
berjanji, kau tak akan....”
94 Mark Twain

“Apakah ini pisaum u?” tanya Sheriff m enyodorkan pisaunya.


Bila tidak disam but oleh beberapa orang, pastilah Potter
roboh. Ia didudukkan di tanah dan berkata, “Sesuatu m engatakan
padaku, bila aku tak kem bali dan m engam bil....” Tubuhnya
m enggeletar, tanpa harapan ia m elam baikan tangannya lem as,
berkata pada J oe, “J oe, kata kan pada m ereka, katakan sem ua, tak
guna disem bunyikan lagi.”
H uckleberry dan Tom bagaikan bisu tern gan ga m en -
dengarkan kisahnya. Kedua anak itu m enunggu-nunggu halilintar
hukum an Tuhan dan bertanya-tanya m engapa halilintar itu tak
kunjung tiba. Si pem bunuh sebenarnya bercerita sam pai selesai
dengan nyawa dan tubuh tidak terganggu, yang m enyebabkan
keinginan m ereka untuk m enyalahi sum pah dan m eno long jiwa si
tertuduh buyar seketika, sebab kini jelas bahwa si jahat itu telah
m enjual jiwanya kepada setan yang sangat m em bahayakan untuk
ikut cam pur dalam urusan gaib yang begitu dahsyat.
“Mengapa kau tak m elarikan diri? Untuk apa kau datang ke
m ari?” Seseorang bertanya.
“Aku tak m engerti—aku tak m engerti,” keluh Muff Potter,
“ingin aku m elarikan diri, tapi tak bisa, kecuali ke m ari.” Ia
m enangis lagi tersedu-sedu.
Beberapa m enit kem udian diadakan penyelidikan resm i. Di
bawah sum pah, J oe si Indian kem bali m ence ritakan kisahnya
setenang tadi. Makin percaya kedua anak itu bahwa J oe telah
m enjual nyawanya kepada setan sebab halilintar hukum an kali ini
pun tak tiba. Bagi m ereka kini J oe si Indian m erupakan kejahatan
yang paling besar yang pernah m ereka lihat. Tak bisa m ereka
m engangkat m ata dari m ukanya.
Dalam hati Huck dan Tom berjanji untuk selalu m engawasi
J oe si Indian, terutam a di m alam hari bila ada kesem patan dengan
harapan bisa m elihat, walau sekilas, tuannya yang m enyeram kan
itu.
Petualangan Tom Sawyer 95

J oe si Indian turut m engangkat yang terbunuh itu ke atas


gerobak untuk dibawa pergi. Tersiar desas-desus, luka di m ayat
itu m em ancar kan darah sedikit. Anak-anak m erasa gem bira,
pertanda ini akan m em belokkan arah kecurigaan pada arah yang
benar. Tetapi m ereka kecewa lagi karena penduduk m em berikan
tanggapan, “Darahnya m em ancar dalam jarak kurang dari sem eter
di dekat Muff Potter!”
Sem inggu setelah kejadian itu Tom selalu terganggu tidurnya
oleh rahasia yang m engerikan serta hati nurani yang m encekam .
Suatu pagi Sid berkata, “Tom , tidurm u gelisah dan kau terlalu
sering m engigau, sehingga aku tak bisa tidur.”
Tom tertegun, m enundukkan kepala.
“Pertanda buruk,” kata Bibi Polly sungguh-sungguh, “apa
yang kau pikirkan, Tom ?”
“Bukan apa-apa, setahuku bukan apa-apa, Bi.” Na m un
tangan nya gem etar, hingga kopinya tum pah.
“Dan betapa m engerikan kata-katam u,” kata Sid, “tadi m alam
kau berkata ‘Itu darah! Itu darah!’ berkali-kali. J uga kau berkata
‘J angan siksa aku, akan m engaku!’ ‘Mengapa apa? Apa yang akan
kauakui, Tom ?”
Bagi Tom sem ua seakan-akan tim bul di ruang m ata nya.
Tak bisa dikirakan apa yang akan terjadi, tetapi untunglah
kekhawatiran m en ghilan g dari wajah Bibi Polly dan tak
disadarinya, ia m em bantu Tom dengan berkata, “Oh, begitu!
Pasti pem bunuhan yang m engerikan itu. Ham pir tiap m alam aku
m em im pikannya. Kadang-kadang aku berm im pi, seolah-olah
akulah yang m elakukan pem bunuh an itu.”
Mary berkata, ia pun terpengaruh dengan cara yang ham pir
sam a. Sid agaknya puas. Tom pergi ke luar cepat-cepat dan m ulai
saat itu ia m em bebat rahangnya setiap akan tidur dengan alasan
giginya sakit.
96 Mark Twain

Selam a sem inggu ia berbuat dem ikian. Tidak diketa huinya,


setiap m alam Sid bangun dan m em buka bebat an rahang Tom ,
m endekatkan telinga ke m ulutnya un tuk m endengarkan apa
yang diigaukan Tom . Setelah sem inggu kekacauan dalam pikiran
Tom m ereda, ia pun m enghentikan dram a sakit giginya. Bila Sid
berhasil m engam bil kesim pulan atas igauan Tom yang terputus-
putus, ia m enyim pan kesim pulan itu untuk dirinya sendiri.
Tom m elihat tem an-tem annya berm ain pengadilan seakan
tak bosan-bosan, m engadili kem a tian kucing-kucing. Pem eriksaan
ban gkai-ban gkai ku cin g sebagai korban pem bun uhan itu
m en gin gatkan Tom akan kesusah an n ya sen diri. Dalam
perm ainan pe m eriksaan m ayat kucing itu Tom tak pernah m em e-
gang peranan pem eriksaan m ayat, walaupun sudah m enjadi
kebiasaannya untuk selalu m em egang peranan utam a dalam
perm ainan-perm ainan baru.
Ini dicatat dalam hati oleh Sid yang juga m em per hatikan
bahwa Tom tak pernah berperan sebagai saksi—suatu keanehan
yang lain. J elas Tom m enunjukkan keengganan dalam perm ainan-
perm ainan itu dan se lalu m enghindar bila dapat. Sid heran tapi
tak berkata-kata. Bagaim anapun m usim perm ainan pem e riksaan
m ayat berlalu dan berhentilah siksaan bagi Tom .
Dalam m asa kesedihan ini, jika ada kesem patan, Tom m enye-
lundupkan beberapa benda kecil m elalui terali jendela penjara
untuk si ‘pem bunuh’. Rum ah penjara itu kecil, berdinding bata, di
tengah rawa di tepi desa, tak dijaga dan jarang ada yang ditahan.
Pem berian-pem berian ini banyak m eringankan penderitaan Tom .
Penduduk desa m em punyai keinginan kuat untuk m elum uri
tubuh J oe si Indian dengan ter, m em bubuhinya dengan bulu-
bulu ayam , dan m engaraknya keliling kota sebagai hukum an,
karena ikut cam pur dalam perkara pen curian m ayat. Tapi begitu
luar biasa watak nya hingga tak seorang pun berani m em im pin
untuk m elaksana kan m aksud itu. Maksud itu akhirnya dilupakan
Petualangan Tom Sawyer 97

oran g. J oe si In dian ber hati-hati den gan keteran gan n ya


dalam pem eriksaan pendahuluan yang m enceritakan tentang
perkelahian. Dia pun tidak m engakui ikut dalam pen curian m ayat
yang m endahului perkelahian itu. Maka dianggaplah sangat
bijaksana untuk tidak m engadili perkara itu di pengadilan saat
ini.
Kucing dan Obat yang Mujarab

SALAH SATU sebab m en gapa pikiran Tom m en jauh i


kesusahannya yang penuh rahasia itu adalah karena ada yang
lebih penting untuk dipikirkan. Becky Thatcher lam a sekali tak
m asuk sekolah. Tom telah berjuang m ela wan kesom bongannya
un tuk m em buan gn ya jauh-jauh. Tak disadarin ya, serin g ia
berkeliaran di sekitar rum ah Becky pada m alam hari dengan hati
sedih. Menurut kabar, Becky sedang sakit. Bagaim ana, kalau ia
m eninggal! Tom m enjadi kacau. Ia tak m enaruh perhatian lagi
pada peperangan, bahkan untuk m enjadi bajak laut tak m e-
narik hatinya lagi. Keindahan hidup lenyap; yang tinggal hanya
kesuram an . Ben da-ben da perm ain an n ya dim asukkan dalam
tem pat yang ter sem bunyi. Benda-benda itu tak m enghiburnya
lagi. Bibi Polly m engkha watirkan kesehatan Tom . Segala m acam
obat dicobakan nya. Bibi Polly adalah salah seorang yang paling
Petualangan Tom Sawyer 99

percaya terhadap obat-obatan paten dan cara-cara baru untuk


m em elihara kesehatan. Bila ada obat paten baru, Bibi Polly
bagaikan gila ingin m encobanya, bukan untuk dirinya, sebab ia
tak pernah sakit, tapi untuk orang lain. Ia berlangganan sem ua
m ajalah kesehatan dan sem ua surat selebaran tentang ilm u
tulang. Sem ua iklan ber selubung ‘ilm u’ dan bacaan itu m erupakan
candu bagi Bibi Polly. Dia percaya tentang ventilasi, tentang
bagaim ana cara yang baik untuk tidur, bagaim ana harus bangun,
m akan, dan apa yang harus dim akan dan dim inum , bagaim ana
harus berolahraga, cara berpikir yang baik, pakaian yang cocok
untuk kesehatan. Maja lah-m ajalah itu sem ua m erupakan kitab
suci baginya. Tak pernah diperhatikannya, bagaim ana yang
dianjur kan oleh m ajalah-m ajalah itu dalam satu bulan berten-
tangan dengan anjuran-anjuran dalam bulan berikut nya. Bibi
Polly seorang yang berhati jujur m aka ia m eru pakan m angsa yang
em puk. Bacaan-bacaan serta obat-obat paten itu dikum pulkannya
dengan rajin. Begitulah ia m em persenjatai diri untuk m enghadapi
m aut. Tak pernah terpikir olehnya, sebenarnya ia bukanlah
m alaikat yang pandai m enyem buhkan, m alah sebaliknya para
tetangga dijadikannya korban percobaan.
Pen gobatan den gan air m erupakan baran g yan g baru.
Berkurangnya kesehatan Tom m erupakan ‘berkat Tuhan’ bagi
Bibi Polly. Pagi-pagi sekali Tom disuruhnya berdiri di gudang
kayu, disiram nya dengan air dingin berem ber-em ber. Kem udian
Tom digosok keras-keras dengan anduk, diselim utinya rapat-
rapat dengan selim ut basah supaya jiwanya jadi putih-bersih.
Kata Tom sendiri, “kotorannya keluar kekuning-kuningan lewat
pori-pori kulit, kotoran jiwa.“
Dengan pengobatan ini Tom tak sem buh, ia m akin pucat.
Maka ia dim andikan air panas, m andi sam bil du duk, m andi
dengan air m ancur dan m andi dibenam kan. Sem ua tak berbekas,
100 Mark Twain

Tom tetap sem uram peti m ati. Sesudah m andi dengan air panas,
Tom harus m akan tepung gandum dan tubuhnya dibalur dengan
pupuk. Agaknya bagi Bibi Polly Tom itu sem acam guci dan
tiap hari m engisinya dengan berbagai m acam obat-obatan yang
katanya bisa m enyem buhkan segala m acam pe nyakit.
Lam a-kelam aan Tom m enjadi acuh tak acuh kepada cara-
cara pengobatan bibinya. Bibi Polly m erasa kha watir. Sikap acuh
tak acuh itu harus segera diberantas dengan cara apa pun. Pada
saat itu Bibi Polly m ende ngar obat ajaib yang bernam a Penghapus
Sakit. Segera Bibi Polly m em esan obat itu sebanyak-banyaknya.
Dicobanya sedikit dan jiwanya dipenuhi oleh rasa terim a kasih.
Penghapus Sakit itu betul-betul bagaikan api cair. Diberinya
Tom sesendok dan diper hatikanlah akibat nya. Kekhawatirannya
segera lenyap, kedam aian m engisi jiwanya; sikap acuh tak acuh
Tom lenyap seke tika. Walaupun m isalnya Bibi Polly m em buat api
unggun di bawah Tom , akibatnya tak akan sehebat itu.
Tom m erasa saatnya tiba untuk bangun; kehidup annya
selam a ini cukup rom antis dalam keadaan yang terkutuk, tetapi
m akin lam a m akin banyak perubahan yang m em buyarkan pikiran
dan m akin sedikit perhatian pada perasaan hatinya. Maka ia
m erancang rencana untuk m em bebaskan diri dari sem ua ini dan
akhirnya ia berbuat seolah-olah suka kepada obat Penghapus
Sakit itu. Ia m em inta obat itu begitu sering, hingga m e repotkan
bibinya yang kem udian m enyuruhnya untuk m engam bil sendiri
bila perlu. Kalau yang m engguna kan obat itu Sid, Bibi Polly
tak akan m enaruh curiga, tapi kecurigaannya itu hilang setelah
m elihat, obat itu m akin lam a m akin berkurang. Tak pernah
terpikir oleh nya, sebetulnya obat itu bukan digunakan oleh Tom
untuk keperluannya sendiri, m elainkan untuk dituangkan dalam
sebuah lubang di lantai ruang duduk.
Pada suatu hari, ketika Tom m enuangkan obat Penghapus
Sakit itu ke dalam lubang di lantai, kucing Bibi Polly datang
m enjilat obat itu.
Petualangan Tom Sawyer 101

Ketika Tom menuangkan obat, kucing Bibi Polly datang.

“J an gan , Peter, kalau kau tak sun gguh-sun gguh m en g-


inginkan nya,” kata Tom kepada Peter, kucing itu. Tapi Peter
m em perlihatkan bahwa betul-betul ia m engingin kannya.
“Betul-betulkah?”
Peter m erasa yakin.
“Nah, kau sendiri yang m em inta dan kululuskan per m in-
taanm u. Aku orang pem urah. Tapi bila terbukti, obat ini tak baik
bagim u, salahm u sendiri, bukan salahku.”
Peter setuju. Tom m em buka m ulut Peter dan obat Penghapus
Sakit itu di tuangkan ke dalam m ulut kucing. Seketika itu juga
Peter m elom pat ke udara, m eneriakkan pekik peperangan dan
berlari-lari m engelilingi ruangan, m enubruk perabot-perabot,
m en ggulin gkan pot-pot bun ga, m em buat keributan besar.
Setelah itu ia berdiri pada kedua kaki belakangnya, m enari
berputar-putar, bagaikan gila, karena kegem biraan, kepalanya
di bahu m eneriak kan kebahagiaan yang sedang dinikm atinya.
Kem udian ia berputar-putar m enghancurkan segala benda yang
m e rintanginya. Bibi Polly tergopoh-gopoh m asuk m endengar
keributan itu, m elihat Peter berjum palitan dua kali di udara,
m eneriakkan pekikan yang paling hebat dan m elom pat ke luar
102 Mark Twain

jendela yang terbuka dengan m em bawa pot-pot bunga yang


m asih berdiri. Bibi Polly terpukau, m atanya terbelalak. Tom
terpingkal-pingkal sam pai lem as.
“Tom ! Kenapa kucing itu?”
“Aku tak tahu, Bi,” jawab Tom terengah-engah.
“Belum pernah kulihat dia seperti itu. Apa sebab nya?”
“Betul aku tidak tahu, Bi, kucing suka begitu, kalau sedang
gem bira.”
“Betulkah?” kata Bibi Polly, m em buat Tom khawatir.
“Ya, Bi, kukira begitulah.”
“Kau cum a m engira.”
“Ya, Bi.”
Nyonya tua itu m em bungkuk, Tom m em perhatikan dengan
perasaan khawatir. Ia terlam bat m enyadari m aksud bibinya. Sen-
dok untuk m inum obat terlihat di bawah seprai. Bibi Polly m eng-
am bil sendok itu dan m em per hatikannya. Tom m enundukkan
kepala. Bibi Polly m enjiwir telinga dan m engetuk kepalanya.
“Nah,” desis Bibi Polly, “sekarang terangkan, untuk apa kau
siksa binatang tak berdosa itu?”
“Karena aku kasihan padanya, Bi, ia tak m em punyai bibi.”
“Tak m em punyai bibi! Apa hubungannya itu dengan siksaan
tadi?”
“Banyak, Bi. Bila ia m em punyai bibi, tentu bibinya sendiri
yang akan m em beri obat itu. Bibi itulah yang akan m em anggang
isi perutnya seperti pada m anusia juga.“
Rasa sesal m enghantam Bibi Polly. Matanya terbuka kini;
apa yang dianggapnya kekejam an pada seekor kucing m erupakan
kekejam an pula bagi seorang anak. Ia m enyesal. Matanya berkaca,
perlahan ia letakkan tangan di atas kepala Tom , “Aku hanya ingin
m em buat kau sem buh, Tom , aku berm aksud baik dengan obat
itu.”
Tom m em andang m uka bibinya, sinar nakal ter pancar dari
m atanya.
Petualangan Tom Sawyer 103

“Aku tahu, Bibi berm aksud baik, begitu juga aku berm aksud
baik bagi Peter. Belum pernah kulihat ia segem bira itu...”
“Pergilah, Tom , sebelum kau m em beri kesukaran lagi
kepadaku. Dan kali ini cobalah untuk m enjadi anak baik-baik dan
kau tak usah m inum obat itu lagi.”
Tom tiba di sekolah jauh sebelum pelajaran dim ulai. Keanehan
ini terjadi juga pada hari-hari sebelum nya. Seperti hari-hari
sebelum nya Tom tidak berm ain-m ain dengan kawan-kawannya,
m elainkan berdiri saja di dekat pintu pagar. Tam pak sakit. Ia
berbuat seolah-olah m elihat ke sana ke m ari, tetapi perhatian
sebenarnya ke ujung jalan. Ketika J eff Thatcher m uncul, Tom
m enjadi gem bira. Tapi hanya sesaat; ia sedih lagi. Ketika J eff
tiba, dengan hati-hati Tom bertanya tentang Becky. Pertanyaan-
pertanyaan itu m em bingungkan J eff karena ditanyakan tidak
langsung, sehingga yang diharapkan Tom tak tercapai. Kem bali
Tom m em perhatikan ujung jalan; seorang m urid perem puan
terlihat dan tim bullah harapannya. Betapa bencinya ia setelah
ter nyata si gadis itu bukan yang diharapkannya. Akhirnya tak ada
lagi m urid perem puan yang kelihatan dan ia m enjadi putus asa.
Berjalan gontailah ia m asuk ruang sekolah yang kosong, duduk
term enung.
Kem udian sebuah gaun kem bali m elen ggan g m ele wati
pintu pagar. Seketika itu juga Tom m elom pat, berlari ke luar
bagaikan seorang Indian gila; berteriak-teriak, tertawa-tawa,
m engejar sem ua anak lelaki, m e lom pati pagar dengan m elawan
kem ungkinan jatuh patah kaki, berjalan terbalik dengan tangan,
m engerja kan segala m acam keberanian yang terpikir olehnya
dan sem entara itu m atanya m elirik ke arah Becky Thatcher,
m elihat apakah si dia m em perhatikannya. Tetapi tam paknya
Becky tak m em perhatikan kelakukannya tadi, sam a sekali tak
m elihat ke arahnya. Tom m engalihkan daerah m ain gilanya m akin
m endekati Becky; berlari-larian berkeliling sam bil m enjerit-jerit,
104 Mark Twain

m eram pas topi seorang kawan dan m elem parkannya ke atap


sekolah, m enubruk m urid-m urid lelaki hingga m ereka jatuh tung-
gang-langgang. Dia sendiri jatuh di depan kaki Becky, ham pir saja
m enubruknya. Becky m em buang m uka, berpaling sam bil berkata,
“Uh, ada orang yang m engira dirinya sendiri sangat cakap—selalu
jual tam pang!”
Pipi Tom serasa terbakar. Ia berdiri dan berlari ke luar
halam an sekolah dengan hati yang hancur.
Para Bajak Laut Berlayar

PIKIRAN TOM bulat sudah. Dia putus asa. Ia seorang anak yang
dilalaikan dan tak bertem an, tak seorang pun yang m encintainya.
Mun gkin sem ua oran g akan m en yesal bila kelak m ereka
m endapatkan sesuatu yang m ereka paksakan atas dirinya. Ia
telah berusaha untuk m engikuti kehendak m ereka dan berbuat
baik, tetapi itu belum cukup bagi m ereka. Tam paknya m ereka tak
akan puas sebelum ia lenyap, jadi biarlah itu terjadi. Pasti m ereka
akan m e nyalahkannya karena ia m engam bil keputusan ini. Tapi
biarlah, m em ang itu kebiasaan m ereka. Apa hak seseorang yang
tak bertem an untuk m engeluh? Ya m ereka m em aksanya untuk
m engam bil jalan ini, ia akan m em asuki dunia kejahatan. Tak ada
jalan lain.
Saat itu ia berada jauh di ujung Meadow Lane. Sayup-
sayup didengarnya bunyi lonceng m asuk sekolah. Tom tersedu
106 Mark Twain

m em ikirkan ia tak akan m endengar lagi suara itu—sungguh


berat, tetapi ini dipaksakan padanya. Ia dido rong keras untuk
m em asuki dunia yang dingin, jadi ter paksa ia m enyerah. Tetapi ia
m em aafkan orang-orang itu. Sedu sedannya m akin berat.
Pada saat itu ia bertem u dengan sahabat karibnya, J oe
Harper, yang juga m enangis berm ata m erah dan agaknya juga
m em punyai rencana besar di hatinya. J elas m ereka berdua
adalah ‘dua jiwa dengan satu hati.’ Tom m enghapus air m ata
dengan lengan bajunya, ter isak-isak m enyatakan niatnya untuk
m elarikan diri dari perlakuan kasar dan tak ada perhatian di
rum ah de ngan m engem bara di luar negeri, di dunia yang luas ini
dan tak akan kem bali. Pernyataan itu diakhiri dengan perm intaan
sem oga J oe tak m elupa kannya.
Tetapi J oe juga ingin m enyam paikan hal yang sam a kepada
Tom . Ibunya telah m em ukulnya dengan tu duhan bahwa ia telah
m em inum sari susu, padahal tahu saja ia tidak. Kesim pulannya,
ibunya telah bosan kepa danya dan m enghendaki ia pergi. J ika
itu m aksud ibu n ya, baiklah, m udah-m udahan ibun ya akan
berbahagia dan tak m enyesal telah m engusir anaknya ke dunia
yang tak kenal belas kasihan ini.
Tom dan J oe berjalan bersam a-sam a, tenggelam da lam
kesedih an, m em perbaharui sum pah, bahwa m ereka akan saling
tolong, m enjadi saudara dan tak akan ber pisah se belum m aut
m eringankan penderitaan m ereka. Kem udian keduanya saling
m em beberkan rencana. J oe berm aksud untuk m enjadi pertapa,
hidup di gua hanya m akan rem ah-rem ah roti dan akan m ati
kedinginan, kelaparan, dan kesedihan. Tapi setelah m endengarkan
rencana Tom , ia m engaku, bahwa kehidupan di alam kejahatan
lebih m enarik, m aka ia setuju untuk m enjadi bajak laut.
Beberapa kilom eter sebelah hilir St. Petersburg, di m ana
sungai Mississippi lebarnya lebih dari satu kilom eter, terdapat
sebuah pulau panjang yang sem pit, berhutan lebat. Tem pat itu
Petualangan Tom Sawyer 107

dianggap paling baik untuk tem pat pertem uan rahasia. Pulau itu
tak berpenghuni; letaknya lebih dekat ke pantai seberang sungai,
ber dam pingan dengan pantai sungai yang berhutan lebat dan
tak berpenghuni pula. Bulat sudah, Pulau J ackson terpilih. Siapa
yang akan m enjadi korban m ereka soal belakang. Keduanya
m encari Huckleberry Finn yang juga m enyetujui untuk ikut
dengan m ereka, sebab se m ua pekerjaan sam a bagi Huck; sem ua
disukainya. Ketiganya berpisah dengan janji untuk berkum pul
di suatu tem pat sepi di tepi sungai pada waktu yang m en jadi
kegem aran m ereka, yaitu tengah m alam . Ada se buah rakit di
tem pat itu yang akan m ereka ram pas. Masing-m asing harus
m em bawa m ata kail lengkap dengan talinya, bahan m akanan yang
bisa dicuri de ngan cara yang paling rahasia—sebagai kebiasaan
para penjahat.
Dan sebelum sore, ketiganya berhasil m enikm ati kebanggaan
m enyebarkan desas-desus bahwa dalam waktu dekat seluruh pen-
duduk akan m endengarkan ‘sesuatu’. Siapa pun yang m ereka beri
tahu tentang ini m ereka m inta untuk tutup m ulut dan tunggu.
Menjelang tengah m alam , Tom berhenti di sem ak-sem ak
di atas jurang kecil yang m enyem bunyikan tem pat pertem uan
m alam itu dengan m em bawa sepotong besar daging babi rebus
dan beberapa alat kecil. Langit hanya diterangi oleh cahaya
bintang. Sunyi. Sungai raksasa m engalir tenang bagaikan sam udra
yang teduh. Tom m endengarkan dengan teliti, tak satu pun suara
terde ngar. Ia bersiul rendah tapi jelas. Dari bawah tubir terdengar
siul jawaban. Tom bersiul dua kali dan dija wab dengan cara yang
sam a. Dengan hati-hati ada suara bertanya, “Siapa di situ?”
“Tom Sawyer, Pem balas Den dam H itam dari Arm ada
Spanyol. Sebutkan nam a kalian!”
“H uck Fin n si Tan gan Merah dan J oe H arper, H an tu
Sam udra,” Tom m elengkapi kedua kawannya dengan gelar-gelar
tersebut, yang diam bilnya dari buku yang paling digem arinya.
108 Mark Twain

“Bagus! Sebut kata sandi!”


Dan suara serak m engucapkan kata seram , serentak di
kesunyian m alam : “DARAH!”
Tom m elem parkan bawaan n ya ke bawah, kem udian
tubuhnya, m enerobos sem ak-sem ak hingga baju dan kulitnya
koyak-koyak. Sesungguhnya ada jalan yang lebih am an untuk
turun, nam un jalan itu tak m asuk hitungan sebab terlalu m udah
dan tak berbahaya, dua hal yang jadi pantangan bajak laut.
Hantu Sam udra berhasil m encuri sepotong besar lem ak babi
yang m em buatnya ham pir m ati kelelahan untuk m em bawanya
ke tem pat itu. Finn si Tangan Me rah telah m encuri sebuah
tem pat penggorengan dan tem bakau yang setengah m atang.
J uga ia m em bawa beberapa bongkol jagung untuk pem buat
pipa. Tapi tak seorang pun dari kedua rekannya yang m erokok.
Pem balas Dendam Hitam dari Arm ada Spanyol berkata bahwa
tanpa m em bawa api m ereka tak m ungkin bisa m engerjakan
cita-citanya. Pikiran yang bijaksana; korek api ham pir boleh
dikatakan belum dikenal di waktu itu. Seratus m eter dari tem pat
itu, di atas sebuah rakit, tam pak api m em bara. Dengan hati-hati
m ereka m erangkak ke tem pat itu, m encuri bara. Mencuri itu
bagi m ereka suatu petualangan yang penuh bahaya dan sesekali
m ereka berbisik, “Awas!” Tanda diberikan dengan jari di bibir
dan tangan m eraba hulu pisau khayal. Perintah-perintah seram
dibisikkan untuk ‘m enghunjam kan pisau sam pai ke hulunya’ bila
‘si m usuh’ bergerak, sebab ‘orang m ati takkan bisa bercerita lagi’.
Mereka tahu dengan pasti bahwa para pem ilik rakit sedang di
desa, tidur di toko-toko atau sedang bersenang-senang, tetapi itu
bukan alasan untuk m engerjakan pencurian itu tanpa m engikuti
cara yang biasa dijalankan oleh para bajak laut.
Mereka berhasil m encuri rakit m enurut rencana dan segera
m eninggalkan pantai dengan Tom sebagai ko m andan, Huck
m e m egang pendayung belakang J oe pendayung depan. Tom
Petualangan Tom Sawyer 109

berdiri di tengah ‘kapal’ ber wajah keren, tangan bersilang di


dada, m em berikan perintah dengan suara rendah penuh wibawa,
“Berla yar, hadapkan ke angin!”
“Baik, baik, Tuan!”
“Tetapkan haluan, tetaaaaap!”
“Sudah tetap, Tuan!”
“Belokkan ke kanan satu derajat!”
“Satu derajat, Tuan!”
Sem entara anak-anak itu tanpa banyak tingkah m en dayung
rakit ke tengah sungai. Tidak dapat diragukan lagi, perintah-
perintah itu diberikanlah untuk ‘gaya’ saja dan tak berarti sedikit
pun.
“Layar apa yang dinaikkan?”
“Penentu arah, layar puncak dan layar terbang, Tuan!”
“Suruh naikkan layar terbesar! Ayo, naik, enam orang, hai,
kau! Tiang agung depan! Cepat! Ayo!”
“Baik, baik, Tuan!”
“Tebarkan layar tiang kedua itu! Layar dan kait! Ayo, cepat,
Anak-anak!”
“Baik, baik, Tuan!”
“Bagi rata, oi! Belokkan ke kiri! Siap untuk m enem puhnya!
Kiri! Kiri! Ayo, sem ua! Kerahkan kekuatan! Bagi rata, oi!”
“Bagi rataaa, oi!”
Rakit telah m elam paui pertengahan sungai; anak-anak itu
m engerahkan haluan rakit ke kanan dan m engangkat dayung-
dayung m ereka. Air sedang surut, arus hanya ber kecepatan dua
atau tiga m il per jam . Ham pir tak terdengar kata-kata selam a
tiga per em pat jam berikutnya. Rakit m elam paui kota yang kini
telah jauh. Dua atau tiga buah kedipan lam pu m enunjukkan letak
kota yang kini tidur dengan dam ai di seberang keluasan air yang
m em antulkan kerlipan bintang-bin tang, sam a sekali tak m enduga
akan peristiwa m ahahebat yang sedang terjadi. Si Pem balas
110 Mark Twain

Dendam Hitam m asih berdiri sam bil m elipat tangan, m elem par-
kan pan dangan pada perm ulaan hidupnya dan penderitaan-
penderitaan pada akhirnya. Betapa senangnya bila ‘dia’ juga
m enyaksikan keberangkatannya m enghadapi am uk an sam udra,
m enentang m aut dengan hati teguh, m enyam but kebinasaan
dengan senyum dingin di bibir. Mudah saja baginya untuk m em -
buat Pulau J ackson m en jadi tem pat yang tak bisa dipandang dari
St. Petersburg dengan hati hancur, tapi puas. Kedua bajak laut
yang lain juga m em andang untuk terakhir kalinya dan m e reka
begitu lam a term enung hingga ham pir saja m ereka dibawa arus,
lepas dari daerah pulau tujuan m ereka. Untunglah m ereka segera
sadar akan bahaya ini dan m em buat perubahan arah untuk m eng-
hindarinya. Kira-kira pukul dua dini hari rakit itu ter dam par
di pasir dua ratus m eter dari pulau. Para bajak itu m engarungi
gosong itu pulang pergi untuk m endaratkan barang-barang.
Sebagian barang-barang yang telah berada di atas rakit, term asuk
sehelai layar tua, m ereka am bil juga. Layar itu m ereka tebarkan
di atas suatu tem pat di sem ak-sem ak untuk m elindungi barang-
barang yang lain. Me reka sendiri akan tidur di alam terbuka
sebagai kebiasaan para penjahat.
Mereka m em buat api terlindung di sisi sebatang po hon besar
yang rebah dua puluh atau tiga puluh langkah di dalam hutan,
kem udian m em asak lem ak babi di penggorengan untuk m akan
m alam , m enghabiskan ham pir setengah dari persediaan jagung
yang m ereka bawa. Rasanya senang sekali untuk berpesta pora
secara liar dan bebas di hutan perawan di suatu pulau yang belum
pernah diselidiki dan tak berpenduduk, jauh dari m asyarakat
m anusia dan m ereka berjanji tidak akan kem bali ke dunia
peradaban. Api yang berkobar-kobar m enerangi wajah m ereka,
m elem parkan cahaya m erah pada pohon -pohon besar yan g
bagaikan pagar m engitari tem pat itu diselingi oleh sem ak-sem ak
dan berbagai tum buhan yang m eram bat.
Petualangan Tom Sawyer 111

Ketika babi goreng dan jagung habis terganyang, anak-anak


itu berbaring di rum put sekitar api unggun dengan perasaan
puas. Mereka bisa berbaring di tem pat yang lebih sejuk, tetapi
m ana m ungkin m ereka m eninggalkan ke indahan api unggun
yang bagai m em bakar diri m ereka itu.
“Menggem birakan bukan?” kata J oe.
“Sedaaap!” sahut Tom . “Apa kata kawan-kawan kita bila
m ereka m elihat kita saat ini?”
“Kata m ereka? Hm , m ati pun m ereka m au asal saja m ereka
bisa ikut serta dengan kita di sini. Bukan begitu, Hucky?”
“Begitulah kira-kira,” jawab Huckleberry, “betapapun ini
sangat cocok untukku. Aku tak ingin yang lebih baik dari ini.
Biasanya aku tak bisa m akan sam pai cukup kenyang. Dan di sini
tak akan ada yang m engganggu serta m engusirku.”
“Inilah hidup yang paling cocok untukku,” kata Tom , “Kita
tak usah bangun pagi-pagi, tak usah pergi ke se kolah dan
m andi dan segala tetek bengek tolol. Kau tahu, seorang bajak
laut tak usah m engerjakan apa pun, J oe, bila sedang di darat,
sedangkan seorang pertapa harus berdoa sepanjang hari tanpa
bisa m enikm ati ke gem biraan hidup, selam anya seorang diri.”
“Oh, ya, m em ang begitu,” jawab J oe, “tak pernah ter pikir
olehku hal itu. Aku akan lebih suka m enjadi se orang bajak laut,
setelah m encobanya.”
“Kau tahu,” kata Tom lagi, “kin i pertapa tak seberapa
dihorm ati seperti di m asa lalu. Tetapi bajak laut tetap dihorm ati.
Dan lagi seorang pertapa harus tidur di tem pat yang paling
kasar, m em akai pakaian dari karung serta m enaburkan abu di
kepalanya, berdiri di hujan dan....”
“Untuk apa ia m enaruh abu di kepala?” tanya Huck.
“Tak tahu. Tetapi itu suatu keharusan. Pertapa selalu begitu.
Harus kau kerjakan bila kau seorang pertapa.”
“Bagaim ana bisa aku m engerjakannya?” sahut Huck.
112 Mark Twain

Senang sekali berpesta pora secara liar dan bebas di hutan.

“Lalu apa yang akan kau kerjakan?”


“Aku tak tahu. Tapi aku tak m au m engerjakannya.”
“Itu suatu kewajiban, Huck, bagaim ana kau bisa m eng-
hindarkan diri?”
“Aku akan m elarikan diri. Tak tahan harus berbuat begitu.”
“Melarikan diri! Betapa bagusnya kau kalau jadi pertapa,
Huck, kau pasti m encem arkan sem ua nam a pertapa!”
Si Tan gan Merah tak m en jawab lagi sebab ia sudah
m engerjakan hal yang lebih penting. Ia telah selesai m e ngorek
isi ton gkol jagun g dan kin i m elen gkapin ya den gan tan gkai
rum put. Tongkol jagung yang telah berlubang itu diisinya dengan
tem bakau, diam bilnya segum pal bara, ditekankan pada tem bakau
itu, m aka m engepullah asap dari m ulutnya, yang dirasakannya
sebagai kenikm atan luar biasa. Kedua bajak yang lain m eng-
awasinya, m asing-m asing berjanji untuk m engua sai kepandaian
Petualangan Tom Sawyer 113

in i secepat m un gkin . Akhirn ya H uck bertan ya, “Apa yan g


dikerjakan oleh bajak laut?”
“Wah, m enyenangkan sekali,” jawab Tom , “m eram pas kapal,
m em bakar, m erebut uangnya serta m enyem bunyikannya di pulau
yang m enjadi sarangnya, di m ana hantu-hantu m enjaga uang itu.
Mem bunuh isi kapal, m enyiksa m ereka dengan m enyuruhnya
berjalan lewat sebilah papan.”
“Sem ua wanita m ereka bawa pulang ke sarang,” tam bah J oe,
“bajak laut tak m em bunuh wanita.”
“Benar, wanita-wanita tak dibunuh,” angguk Tom , “wanita-
wanita itu biasanya bangsawan, berwajah cantik.”
“Mereka selalu berpakaian indah, penuh dengan per hiasan,”
kata J oe gem bira.
“Siapa?” tanya Huck.
“Para bajak laut itu, tentu!”
Huck m em perhatikan pakaiannya dengan sedih. Berkatalah
dia dengan m enyesal, “Kupikir pakaianku tak pantas untuk
seorang bajak laut. Tetapi hanya ini yang kupunyai.”
Kedua kawannya m engatakan, pakaian indah itu akan segera
dipun yain ya setelah petualan gan dim ulai. Dalam keyakin an
m ereka, pakaian yang com pang-cam ping itu cukup untuk m em ulai
kehidupan bajak laut, m eskipun pada um um nya bajak laut yang
kaya m e m u lai petualangannya dengan pakaian yang sesuai.
Lam a-kelam aan percakapan m ereka m akin berku rang, rasa
kantuk m em berati pelupuk m ata. Pipa si Tangan Merah jatuh
tak terasa dari jari-jarinya; ia pun jatuh tertidur dengan am at
nyenyak. Hantu Sam udra serta si Pem balas Dendam Hitam dari
Arm ada Spanyol agak sukar untuk tidur. Mereka m engucapkan
doa sam bil berbaring sebab tak ada orang yang m em erintahkan
m ereka untuk berlutut. Sebetulnya m ereka tidak ingin doa, tetapi
m ereka tak be rani berbuat dosa sam pai sejauh itu, takut kalau-
kalau m ereka m endapat hukum an dari langit. Mereka terka tung-
114 Mark Twain

katung di daerah tidur; nam un terganggu lagi sehingga m ereka


tak kunjung tertidur. Yang m engganggu itu bisikan hati kecil.
Mereka m ulai m erasa takut, m ereka telah berbuat dosa besar
dengan m elarikan diri dan dengan m encuri daging. Pikiran itu
sungguh m enyiksa nya. Mereka m encoba m enghibur diri bahwa
sebelum nya m ereka pun telah sering m enyikat gula-gula serta
apel; tetapi hati kecil m ereka tak m au m enerim a pem be laan
lem ah itu, seakan m enekankan bahwa m engam bil perm en dan
apel itu hanyalah m encopet, sedang m engam bil daging serta
barang-barang lainnya sudah jelas m encuri, dan untuk pencurian
tegas-tegas disebutkan hukum annya dalam Kitab Suci. Maka
di dalam hati m a sing-m asing m ereka berjanji, selam a m ereka
m enjadi bajak laut m ereka tak akan m elibatkan diri dengan
keja hatan pen curian . H ati n uran i m ereka agakn ya bersedia
m engadakan gencatan senjata, dan para bajak laut yang punya
janji luar biasa ini akhirnya tertidur pulas.
Kehidupan di Perkemahan

KETIKA TOM bangun di pagi hari, m ula-m ula ia tak tahu di m ana
ia berada. Ia duduk, m enggosok m ata, dan m elihat berkeliling.
Kem udian ia sadar. Fajar abu-abu dan dingin m enyebar rasa
kedam aian dan ke se garan dalam suasana tenang serta sunyi
yang m e nguasai rim ba. Tidak ada daun bergerak, tak ada suara
m engganggu kesenyapan alam . Em bun bergantungan di ujung
daun dan rerum putan. Api unggun ditutup abu putih, hanya
ditandai oleh asap tipis m engalun ke langit. J oe dan Huck m asih
tidur nyenyak.
Kini, jauh di depan rim ba, terdengar seekor burung; dijawab
oleh yang lain. Segera terdengar pula dekut burung pelatuk.
Langit m em utih, dan suara-suara m ulai banyak terdengar. Di
depan m ata Tom tam pak keajaib an alam sedang m eninggalkan
m im pi untuk bekerja. Seekor ulat m engangkat tubuhnya ke
116 Mark Twain

udara sam bil terus m aju, agaknya ia sedang m engukur jalan,


pikir Tom . Ketika ulat itu m en dekatinya. Tom berdiam bagai
batu. Harapannya turun-naik sesuai dengan gerakan ulat itu yang
m asih ragu-ragu dalam m enentukan arah. Ketika akhirnya ulat itu
naik di kaki Tom , hati Tom sangat gem bira, apalagi setelah ulat
itu naik di sepanjang tubuhnya, yang berarti ia akan m endapat
sepasang pakaian baru. Tak salah lagi seperangkat pakaian bajak
laut yang in dah. Entah dari m ana sepasukan sem ut m uncul,
m ulai bekerja; seekor sem ut dengan m engerahkan tenaga m eng-
angkat seekor bangkai laba-laba yang lim a kali sebesar tubuhnya,
m enaiki batang pohon. Seekor kum bang berbintik-bintik coklat
m em anjat rum put yang tinggi sekali. Tom m em bungkuk di dekat
kum bang itu dan ber kata, “Kum bang, Kum bang, cepat pulang,
rum ahm u kebakaran , an akm u sen dirian ,” dan si kum ban g
terbang untuk m elihat rum ahnya. Hal ini tak m engherankan Tom
sebab kum bang sem acam itu m em ang m udah percaya tentang
kebakaran besar dan Tom sudah sering m enipunya. Seekor
kum bang lain datang, susah m engangkat perutnya yang tam bun.
Tom m enyentuh binatang itu, yang m enarik sem ua kakinya ke
tubuh dan berbaring pura-pura m ati. Sem entara itu burung-
burung sudah riuh. Seekor beo hinggap di da han di atas kepala
Tom dan m eniru segala nyanyian burung di sekitar tem pat itu
dengan gem bira. Seekor burung biru berteriak nyaring, hinggap
dekat tangan Tom , m enelengkan kepala dan penuh perhatian
m em per hatikan m akh luk yang agaknya asing baginya. See kor
tupai kelabu dan seekor rubah m elintas di tem pat itu, berhenti
untuk m em percakapkan anak-anak itu sebab binatang-binatang
liar itu belum pernah m elihat m anusia dan tak tahu apakah harus
takut atau tidak. Sem ua isi alam bangun dan bergerak, sinar
m atahari m enem bus rim ba, beberapa ekor kupu-kupu datang
berterbangan.
Petualangan Tom Sawyer 117

Bajak-bajak laut yang lain dibangunkan Tom , kem u dian


dengan bersorak m ereka bertiga berlari ke pantai, berkejaran di
kedangkalan pasir putih, sebentar-sebentar saling m enjatuhkan.
Mereka sam a sekali tak m em ikirkan lagi desa kecil yang m asih
tidur di seberang sungai rak sasa itu. Agaknya sem alam pasang
naik, dan m engha nyut kan rakit m ereka, tetapi ini m alah m em buat
m ereka berterim a kasih sebab dengan hilangnya rakit itu putus
sudah hubungan m ereka dengan m asyarakat beradab.
Mereka kem bali ke perkem ahan dengan segar bugar, gem bira
dan lapar. Api unggun dinyalakan kem bali. Huck m enem ukan
m ata air kecil yang airnya sangat jernih dan sejuk. Anak-anak itu
m em buat m angkuk dari daun kayu dan sebagai topi dibikinnya
bum bu-bum bu hutan, Sem entara itu J oe akan m em otong daging
babi, tapi dicegah oleh Tom dan Huck, disuruhnya untuk m e nunggu
sebentar. Mereka pun m elem parkan kail. Segera kail m ereka ada
yang m enyam but dan ketika diangkat ikan-ikan bergantungan.
J oe tak m erasa kesal m enantikan Tom dan Huck yang m em bawa
banyak ikan cukup untuk satu keluarga. Digorenglah ikan-ikan
itu dengan daging babi dan tercengang m ereka m erasakan nikm at
ikan-ikan itu. Mereka tak tahu sem akin cepat ikan air tawar
dim asak setelah tertangkap, sem akin enak rasa nya. Mereka pun
tak m em perhitungkan, tidur dan berm ain-m ain di udara terbuka,
berenang, dan rasa lapar m enam bah perasaan enak itu.
Setelah sarapan m ereka berbarin g di keteduhan dan
Huck m engisap rokoknya. Kem udian m ereka berangkat untuk
m enyelidiki hutan itu. Gem bira m ereka m elom pati batang-batang
kayu busuk, m enerobos sem ak-sem ak berduri di antara kayu-
kayu raksasa rim ba yang ditum buhi oleh sulur-suluran. Mereka
m enem ui tem pat-tem pat nyam an dengan rum put lem but dengan
bunga-bunga beraneka warna.
Banyak penem uan yang m em buat m ereka gem bira, tapi
tak ada yang m em buat m ereka heran. Menurut m e reka, pulau
118 Mark Twain

itu panjangnya tiga m il dan lebarnya seper em pat m il. Pantai


sungai yang terdekat jauhnya dua ratus m eter, bukan pantai
desa tem pat m ereka. Ham pir setiap jam sekali m ereka berenang-
renang dalam sungai dan baru sesudah sore m ereka kem bali ke
perkem ahan. Mereka terlalu lapar untuk m engail, m aka m ereka
obral daging babi dingin. Selesai m akan, kem bali m ereka ber-
baring di keteduhan untuk bercakap-cakap. Tetapi tidak berapa
lam a percakapan m ereka habis. Kesunyian, ke agungan rim ba
m enekan jiwa. Mereka m ulai berpikir. Perasaan rindu m em e-
nuhi dada, dan perasaan itu m akin lam a m akin nyata, rindu akan
rum ah dan kam pung halam an. Malahan Finn si Tangan Merah
juga m erin dukan am bang pintu serta tong-tong kosong tem pat
tidur. Tetapi m ereka m alu untuk m enunjuk kan kelem ah an hati
m asing-m asing, tak punya keberanian untuk m engucapkan isi
hati m ereka.
Anak-anak itu sebenarnya sudah agak lam a m ende ngar
bunyi aneh di kejauhan, nam un m ereka tak sadar akan hal itu,
seperti juga orang tak akan m em perhatikan detak-detak lonceng,
bila m ereka tak m em perhatikannya. Tetapi kini bunyi aneh itu
m akin keras, m e m aksa perhatian. Ketiga orang anak itu tertegun,
saling pandang m en dengarkan dengan teliti. Sunyi; kem udian
terdengar dentam an dari jauh.
“Apa itu?” seru J oe ketakutan.
“Entahlah,” bisik Tom .
“Bukan guruh,” kata Huck m em belalakkan m ata, “sebab
guruh....”
“Dengar!” tukas Tom , “dengarkan, jangan bicara!”
Mereka m en un ggu. Rasan ya seabad, kem udian bun yi
dentum an berat itu terdengar lagi.
“Mari kita lihat!”
Ketiganya berlari ke pantai yang m enghadap kota m ereka
di kejauhan. Sem ak-sem ak m ereka kuakkan untuk m engintai.
Petualangan Tom Sawyer 119

Tam pak perahu tam bang kecil hanyut m engikuti arus. Geladaknya
penuh oleh penum pang sedang di sekitarnya perahu-perahu kecil.
Tetapi anak-anak itu tak bisa m engira-ngira, apa yang diperbuat
oleh orang-orang itu. Asap putih m enyem bur dari sisi perahu dan
sem entara asap itu m enjadi bertam bah besar, suara dentum an
sam pai ke telinga anak-anak yang bersem bunyi di sem ak-sem ak
itu.
“Sekarang aku tahu!” seru Tom , “ada orang ter benam !”
“Benar!” sahut Huck. “Dalam m usim panas yang lalu ketika
Bill Tunner tenggelam , m ereka m enem bakkan m eriam di atas air,
yang m enyebabkan m ayatnya m engapung. Ya, dan m ereka juga
m enghanyutkan beberapa potong roti yang diberi air rasa. Roti
itu akan ber henti tepat di atas tem pat m ayat orang yang terbe-
nam itu.”
“Ya, pernah kudengar,” kata J oe, “apa kira-kira yang m em -
buat roti itu bisa m enunjukkan tem pat m ayat terbenam tadi?”
“Oh, yang penting bukan rotinya,” sahut Tom , “yang m em buat
roti itu berhenti hanyut ialah doa-doa yang diucapkan waktu
m em buangnya.”
“Tetapi m ereka tak m engucapkan apa-apa waktu m em buang
roti,” kata Huck, “aku pernah m enyaksikan.”
“Aneh, kalau begitu,” Tom m enggelengkan kepala, “tetapi
doa-doa itu tentu diucapkan dalam hati. Begitulah. Sem ua orang
tahu.”
Kedua anak yang lain setuju benarnya perkataan Tom , sebab
tak m ungkin sepotong roti tanpa m antra bisa berhenti hanyut
begitu saja.
“Betapa senangnya, bila aku bisa di dalam perahu itu,” kata
J oe.
“Aku juga,” angguk Huck, “ingin aku tahu siapa yang ter-
benam .”
Anak-anak itu m asih m endengar dan m em perhatikan terus.
120 Mark Twain

Tiba-tiba tim bul pikiran dalam otak Tom dan ia berseru,


“Aku tahu siapa yang terbenam —kita!”
Seketika itu juga ketiganya m erasa sebagai pahlawan. Inilah
suatu kem enangan besar. Orang-orang desa telah kehilangan
m ereka, m erindukan m ereka, m enangisi m ereka. Perlakuan yang
tak baik terhadap anak-anak yang hilang m em berat di hati, sesal
dan duka cita m em banjir; dan yang terutam a adalah ketiga orang
anak itu pasti jadi bahan pem bicaraan seluruh kota, anak-anak
m enjadi iri hati, dan kem asyhuran itu dipakai sebagai ukuran.
Bagus sekali. Ada harganya juga untuk m enjadi bajak laut.
Ketika senja tiba, perahu itu kem bali pada tugasnya sehari-hari
sedang biduk-biduknya lenyap. Para bajak laut pulang ke sarang.
Mereka bersorak-sorai dengan kebanggaan atas kem enangan
yang baru m ereka capai. Lalu m ereka m enangkap ikan dan
m akan. Kem udian m ereka m enduga-duga apa yang dibicarakan
oleh orang-orang di desa tentang m ereka apa yang dipikirkan
orang. Gam baran m ereka, kira-kira bagaim ana penduduk se-
dih m em buat m ereka m akin gem bira. Tetapi ketika m a lam tiba,
pem bicaraan m ereka m akin berkurang. Ketiganya m engecilkan
api, pikiran m ereka terbang tak karuan. Kegem biraan lenyap,
Tom dan J oe terpaksa m em ikirkan beberapa orang di desa
yang tak ikut m enikm ati kegem biraan m ereka. Perasaan waswas
datang, m ereka gelisah dan sedih. Tanpa disadari ter dengar napas
panjang m engeluh. Akhirnya J oe tak ta han lagi, berbelit-belit
bertanya pada kawan-kawannya, bagaim ana pandangan m ereka
kalau kem bali ke dalam m asyarakat ram ai; tidak saat itu, tapi....
Tom m enyerang J oe habis-habisan dengan ejekan! Huck
yang waktu itu belum kejangkitan penyakit J oe m em ban tu
Tom sehingga si hati lem ah cepat-cepat ‘m enerangkan’ dan
m erasa girang berhasil m em buang jauh-jauh kerinduannya akan
rum ah. Pem berontakan Hantu Sam udra bisa dipadam kan untuk
sem entara waktu.
Petualangan Tom Sawyer 121

Malam m akin kelam , Huck terangguk-angguk dan kem u-


dian jatuh m endengkur. Ia diikuti oleh J oe. Tom m enelungkup
m em perhatikan keduanya untuk bebe rapa lam a. Akhirnya ia
bangkit, m erangkak-rangkak, m encari-cari di antara rerum putan
dan kilatan cahaya oleh kelipan api unggun. Ia m engam bil dan
m em eriksa beberapa kulit putih phon sy cam ore yang tersebar di
tem pat itu dan akhir nya m em ilih dua keping yang co cok untuk
m aksudnya. Ia berlutut dekat api. Dengan sukar ia m enulis pada
potongan kulit kayu itu dengan m nggunakan karang m erahnya.
Sekeping digulung, dim asukkan ke dalam jaketnya, kepingan
yang lain dita ruh di topi J oe dan m em indahkan tem patnya
agak jauh dari pem iliknya. Dalam topi itu juga ditaruhnya
beberapa m acam harta benda yang baginya sangat berharga, di
antaranya segum pal kapur tulis, sebuah bola karet, tiga m ata kail,
dan sebutir kelereng kristal. Sam bil ber jingkat ia m eninggalkan
perkem ahan tanpa ber suara di antara pepohonan sam pai ia
berada di luar pendengaran kawan-kawannya. Kem udian berlari
ke arah gosong pasir.
Tom Mengintai
dan Mempelajari Keadaan

BEBERAPA MENIT kem udian Tom telah m engarungi gosong


pasir ke arah sungai, bagian Illinois. Sebelum air m encapai ping-
gangnya ia telah berada di tengah-tengah sungai antara Pulau
J ackson dan tepi sungai yang ditu junya. Arus tak m em ungkinkan-
nya untuk m engarung lagi; tiada ragu Tom berenang serong ke
arah m udik. Tetapi arus lebih keras dari dugaannya, hingga ia
diha nyutkan ke hilir. Akhirnya ia m encapai tepi sungai, m eng-
hanyutkan diri hingga ia m enem ukan tem pat yang m em udahkan
untuk naik ke darat. Diperiksanya gu lungan kulit pohon di saku-
nya, gulungan itu selam at, tulisannya tak hilang. Tom m enyusuri
pantai di antara pohon-pohon dengan pakaian basah kuyup. Se-
belum pukul sepuluh ia telah m encapai tem pat tam bangan di se-
berang desa. Perahu tam bang kecil tadi siang tertam bat di bawah
bayang-bayang tebing pantai. Di bawah kerdipan bintang-bintang
Petualangan Tom Sawyer 123

sunyi sem uanya. Ia m erangkak di bawah tebing, m engawasi seke-


lilingnya dengan teliti, m asuk ke dalam air, berenang tiga atau
em pat kali rengkuhan dan m enaiki biduk yang m engiringi kapal
tam bangan. Ia berbaring di bawah bangku dalam pera hu dan
m enunggu dengan napas kem bung-kem pis, kelelahan.
Segera terdengar bunyi lonceng dan perintah untuk be-
rangkat. Tidak lam a kem udian biduk kecil itu m endongak di
jalur perahu tam bang yang m enariknya. Perjalanan dim ulai; Tom
sangat gem bira, karena ia tahu, perjalanan kapal tam bang itu
yang terakhir m alam itu. Dua belas atau lim a belas m enit lagi,
roda-roda pen dayung berhenti berputar, Tom m eluncur ke luar
dari biduk m asuk ke sungai, berenang dalam kegelapan pan-
tai, m endarat kira-kira lim a puluh m eter sebelah hilir tem pat
tam bangan untuk m enghindari pertem uan-pertem uan yang tak
terduga-duga.
Ia berlari lewat gang-gang sepi dan akhirnya tiba di pagar
belakang rum ah bibinya. Dipanjatnya pagar itu, didekatinya
rum ah bibinya, m engintai ke jendela ruang duduk, sebab lam pu
m asih m enyala di dalam ruangan itu. Bibi Polly, Sid, Mary dan ibu
J oe Harper sedang ber cakap-cakap. Mereka duduk di dekat tem pat
tidur, yang terletak di antara m ereka dan pintu. Perlahan Tom
m engangkat kancing pintu, ditekannya pintu itu sedikit, hingga
terbuka. Maka didorongnya pintu perlahan-lahan, gem etar, tiap
kali pintu itu berderak. Akhirnya pintu terbuka cukup lebar untuk
tubuhnya m asuk de ngan m erangkak. Ia m em asukkan kepalanya
dan m e langkah lagi, penuh kewaspadaan.
“Mengapa api lilin itu bergoyang-goyang?” ter dengar suara
Bibi Polly. Tom m em percepat geraknya. “Mungkin pintu terbuka.
Wah, benar juga. Heran telah kukancing tadi, Sid, tutup pintu.”
Ham pir saja Tom ketahuan. Cepat-cepat ia bersem bunyi ke
bawah tem pat tidur. Beberapa saat diaturnya napasnya dan ia
m erangkak lagi, hingga kini ia dekat kepada kaki bibinya.
124 Mark Twain

“Tetapi seperti kataku tadi,” kata Bibi Polly, “ia bukan anak
jahat. Hanya nakal. Mem usingkan kepala, serta gem ar m em buat
kekacauan. Ia serupa seekor anak kuda, tak boleh dianggap
bertanggung jawab atas per buat annya. Tak pernah ia berm aksud
buruk, dia anak yang paling baik yang....” Bibi Polly terisak-isak.
“Begitu juga dengan J oe-ku. Luar biasa nakalnya. Nam un
sebenarnya ia berhati baik, tak m au m em en tingkan diri sendiri,
sem oga Tuhan m en gam pun iku, aku telah m en ghukum n ya
m encuri sari susu; sam a sekali tak teringat olehku, bahwa sari
susu itu telah kubuang karena basi. Dan kini, tak akan kulihat
lagi anak itu, betapa m alang nasib nya,” Nyonya Harper m enangis
dengan hati hancur luluh.
“Kuharap Tom m endapatkan tem pat yang layak,” kata Sid.
“Tetapi bila selam a ini ia berkelakuan sedikit lebih baik....”
“Sid!” Tom bisa m erasakan m ata bibinya yang m e lotot,
walaupun ia tak bisa m elihatn ya. “Tak boleh se oran g pun
m engatakan yang tak baik tentang Tom setelah ia tiada. Tuhan
yang akan m elindunginya, Sid, dan kau tak usah ikut cam pur.
Oh, Nyonya Harper, tak tahu aku bagaim ana harus kutanggung
penderitaan ini. Tak tahu aku bagaim ana harus m enanggung
kehilangannya. Ia selalu m enghiburku walaupun ham pir setiap
hari m enyiksaku dengan kenakalannya.”
“Apa yang diberikan Tuhan harus kita kem balikan dengan
rela padaNya. Terpujilah nam a Tuhan. Tetapi betapa pedihnya!
Oh, sangat pedih! Baru Sabtu yang lalu J oe m eledakkan beberapa
buah petasan tepat di bawah hidungku dan kupukul ia hingga
jatuh tunggang-langgang. Sam a sekali tak kuduga, betapa cepat-
nya ia m eninggalkanku.... Oh, bila saja ia bisa m ele tuskan lagi
petasan itu, akan kupeluk serta kuberkati dia!”
“Ya, ya, ya, aku tahu perasaanm u, Nyonya Harper, aku tahu
perasaanm u. Tak lebih dari kem arin siang, Tom -ku m engisi
perut si Peter kucing kesayanganku dengan obat Penghapus
Petualangan Tom Sawyer 125

Sakit dan saat itu kukira kucing itu akan m erobohkan rum ah ini.
Sem oga Tuhan m engam puniku, telah kuketuk kepalanya. Anak
m alang, anak m alang. Tapi kini ia tak m erasakan kesukaran lagi.
Dan kata-katanya yang terakhir telah m enyesaliku karena....”
Kenangan itu terlalu berat bagi si nyonya tua, tangisnya m enjadi-
jadi. Tom juga m eneteskan air m ata, lebih m enydihkan dirinya
sendiri daripada orang lain. Ia bisa m endengar Mary m enangis
serta berkali-kali m engatakan yang baik tentang dirinya. Kini
Tom punya anggapan yang lebih baik daripada sebe lum nya
ten tan g dirin ya. Bagaim an apun ia sun gguh terharu m en -
de ngar kesedihan bibinya dan m erasa ingin keluar dari bawah
tem pat tidur dan m em buatnya kegirangan—sifat yang sangat
dram atis dari tindakan itu sungguh m enarik hatinya, nam un ia
m enahan diri dan berbaring diam .
Dari berbagai pem bicaraan yan g tertan gkap olehn ya,
orang m enduga bahwa Tom , J oe, dan Huck telah tenggelam
di dalam sungai ketika berenang. Kem udian rakit kecil yang
hilang diketem ukan dan beberapa anak ber saksi bahwa anak-
anak yang hilang itu pernah m enga takan bahwa dalam waktu
dekat pen duduk desa akan m en de n garkan sesuatu. Den gan
m enghubungkan sem ua ini para cendekiawan desa m engam bil
kesim pulan bahwa anak-anak itu hanyut ke hilir dengan naik
rakit dengan m aksud akan m endarat di kota terdekat di sebelah
hilir. Tetapi m enjelang tengah hari rakit itu diketem ukan di
pantai daerah Missouri, lim a atau enam kilom eter di sebelah
hilir St. Petersburg. Lenyaplah segala harapan. Ketiga anak itu
pasti terbenam . Kalau tidak, sudah pasti m ereka akan kelaparan
dan pulang pada m alam harinya. Pencarian m ayat tak berhasil,
sebab diperkirakan ketiganya terbenam di tengah terusan. Kalau
tidak, ketiga anak yang sangat pandai berenang itu pasti se lam at
ke tepi. Hari ini hari Rabu. Bila hari Sabtu m ayat-m ayatnya
tak diketem ukan, tak ada gunanya untuk m encari m ereka. Pagi
126 Mark Twain

hari Minggu itu akan diadakan upacara kebaktian penguburan.


Mendengar itu Tom bergetar.
Nyon ya H arper m en gucapkan selam at m alam den gan
tersedu-sedu. Kem udian kedua wanita tua yang berduka cita
saling m em eluk dan m enangis m enjadi-jadi. Baru kem udian
m ereka berpisah. Bibi Polly lem but sekali sikapnya, lebih dari
biasa, waktu m engucapkan selam at m alam pada Mary dan Sid.
Sid terisak sedikit dan Mary m e ninggalkan tem pat itu dengan
m enangis sepenuh hati.
Bibi Polly berlutut, berdoa untuk Tom dengan doa yang
m engharukan dan dengan cinta yang tak terbatas pada tiap kata.
Nada suaranya gem etar hingga pipi Tom basah oleh air m ata jauh
sebelum bibinya selesai berdoa.
Lam a setelah Bibi Polly berbaring, Tom m asih belum berani
bergerak sebab tak henti-hentinya Bibi Polly ber keluh-kesah.
Akhir nya ia tidur juga, tapi m asih m enge luh dalam m im pi.
Kini Tom keluar, bangkit perlahan-lahan dekat tem pat tidur,
m enghalangi cahaya lilin dengan tangan untuk m em perhatikan
bibinya. Tom m e ngeluarkan gulungan kulit pohon sy cam ore
dan m ele takkannya di dekat tem pat lilin. Tetapi sesuatu terpikir
olehnya, dan ia m enim bang-nim bang. Wajahnya ber cahaya akan
keputusan yang diam bilnya. Ia m em bungkuk untuk m encium
bibinya yang telah keriput, dan tanpa berpaling lagi ia m eng-
undurkan diri dengan ber hati-hati, m engunci pintunya.
Tom berjalan hati-hati ke tem pat kapal tam bang dan m enaiki
kapal tersebut tan pa bersem bun yi-sem bun yi sebab ia tahu,
kecuali seorang pen jaga yang tidur m en den gkur, sem ua isi
kapal turun ke darat. Tom m elepas kan ikatan biduk di buritan
kapal, m asuk ke dalam nya dan m en dayunglah ia ke arah udik.
Setelah m encapai kira-kira sejauh satu kilom eter dari desa, ia
m engarah kan perahunya m e nyerong ke seberang. Tepat sekali ia
m elabuhkan perahunya di tem pat tam bangan di sebe rang sungai
Petualangan Tom Sawyer 127

itu sebab ini adalah pekerjaan biasa baginya. Ia sudah gatal-gatal


untuk m encuri biduk itu sebab biduk itu bisa dianggap sebagai
kapal, jadi m angsa yang syah bagi seorang bajak laut. Tetapi ia
tahu, biduk itu akan dicari dengan teliti nantinya yang m ungkin
akan m em buat rahasia terbongkar.
J adi ditinggalkannya biduk itu tertam bat di pela buhan kapal
tam bang dan ia m asuk ke dalam hutan.
Ia duduk beristirahat, m em aksa dirinya untuk tetap bangun
dan m enatap pulau sarangnya di kejauhan. Malam telah ham pir
habis. Tom m ulai berjalan. Fajar telah m enyingsing ketika ia
m encapai tem pat di se berang pulau. Ia beristirahat lagi sam pai
m atahari tim bul m enyinari sungai dengan cahaya gem ilang.
Kem u dian ia terjun ke dalam sungai. Sesaat kem udian ia ber-
istirahat, basah kuyup dekat daerah sarang. Didengar nya J oe
berkata, “Tidak, Tom kawan setia, Huck, pasti ia kem bali. Ia tak
akan m eninggalkan kita. Ia tahu hal itu akan m erupakan tindakan
yang sangat m em alukan bagi seorang bajak laut, dan Tom
sangat m enghargai hal-hal sem acam itu. Ia sedang m erencanakan
sesuatu. Entah apa.”
“Baiklah, tapi barang-barang ini jadi m ilik kita, bu kan?”
“Ham pir, Huck, tapi belum . Tulisan ini m enyatakan barang-
barang ini m ilik kita bila ia tak m uncul pada waktu sarapan.”
“Dan ia telah tiba!” seru Tom tiba-tiba, m elangkah bangga ke
perkem ahan.
Sarapan m ewah yang terdiri dari daging babi dan ikan su-
n gai segera dihidan gkan . Sam bil m akan Tom m en ce rita kan
pen galam an n ya (len gkap den gan bum bu-bum bu n ya). Ketiga
anak itu m enjadi som bong dan penuh lagak ketika cerita itu
selesai. Kem udian Tom m enyem bunyikan diri di sebuah tem pat
terlindung dan rindang untuk tidur, hingga tengah hari sem entara
bajak-bajak laut lainnya bersiap un tuk m engail dan m enyelidiki
pulau.
Bajak-bajak Laut Memperoleh
Pelajaran

SELESAI MAKAN siang para bajak laut itu m encari telur penyu di
dalam pasir. Mereka berkeliaran m enusuki pasir dengan tongkat
dan bila ada tem pat yang lem but m ereka berlutut m enggalinya
dengan tangan. Kadang-kadang m ereka berhasil m endapatkan
lim a atau enam puluh telur dalam sebuah lubang. Telur-telur itu
bundar, lebih kecil dari buah kenari Inggris. Mereka m engadakan
pesta telur goreng m alam itu dan pada J um at pagi, esok harinya.
Selesai sarapan m ereka kejar-kejaran sam bil ber teriak-
teriak, berlari di pasir dengan m enanggalkan pa kaian satu per
satu hingga akhirnya m ereka telanjang. Mereka terus berkejar-
kejaran di gosong pasir yang berarus keras dan m em buat m ereka
jatuh tunggang langgang. Sekali-sekali m ereka berhenti berlari,
m enyem bur-nyem burkan air ke m uka m asing-m asing dengan
m e m iringkan untuk m enghindari sem buran air yang m enyakitkan
Petualangan Tom Sawyer 129

dari lawan. Mereka saling benam -m em be nam kan dengan tangan


dan kaki m enggelepar, kem bali m enyem bur-nyem bur, m en-
dengus-dengus dan tertawa terengah-engah, sem ua dalam waktu
bersam aan.
Bila m ereka lelah, m ereka berbaring di pasir yang panas.
Berbaring dengan m enim buni diri, kem udian kem bali terjun ke
dalam air. Akhirnya m ereka m enda patkan bahwa tubuh m ereka
yang telanjang m enam pakkan bagian-bagian yang berwarn a
m uda, seolah-olah m ereka m em akai celana ketat berwarna kulit.
Maka m ereka m em buat sebuah garis lingkar di pasir dan ber m ain
sirkus dengan tiga pelawak sekaligus, sebab tak ada di antara
ketiganya m au m elepaskan peranan yang pa ling terhorm at ini.
Bosan berm ain sirkus m ereka berm ain kelereng sam pai
bosan pula. Huck dan J oe kem bali bere nang-renang tapi Tom tak
berani ikut. Diketahuinya bahwa jim atnya yang berupa rangkaian
ujung ekor ular kelontong yang diikatkan di pergelangan kakinya
hilang waktu m enanggalkan celana sam bil berlari. Ia heran
m engapa sam pai saat itu ia tak m enderita kejang otot tanpa
perlin dungan jim at. Ia tak berani m asuk air lagi sam pai jim at
itu dike tem ukannya kem bali dan pada saat itu kawan-kawannya
telah lelah dan hendak beristirahat.
Tak berapa lam a m ereka berpisah, berjalan tak m enentu,
m asing-m asing terjangkit perasaan rindu rum ah, m enatap desa
yang jauh di seberang sungai. Tanpa disadarinya Tom m enulis
kata ‘BECKY’ di pasir dengan ibu jari kakinya; cepat pula
dihapusnya dengan m enyesali diri karena hati yang lem ah.
Tapi kem udian ia m enulis nam a itu lagi, tak bisa m enahan
diri. Diha pus nya lagi dan m enghindarkan godaan dengan jalan
m engum pulkan kawan-kawannya.
Sem angat J oe yang ham pir padam tidak tertolong lagi. Ia
begitu rindu rum ah hingga tak tertahan lagi m atanya m ulai basah.
Huck juga ter m enung. Tom m erasa sedih tapi ia berusaha keras
130 Mark Twain

untuk m enyim pan perasaannya. Ia m em punyai sebuah rahasia


yang belum waktunya un tuk dikatakan. Tetapi bila keadaan
kawan-kawannya tak segera dapat dikuasai, rahasia itu terpaksa
dibuka nya. Dengan berpura-pura gem bira Tom berkata, “Ka wan-
kawan, aku yakin pulau ini dahulu betul m erupa kan sarang bajak
laut. Marilah kita selidiki lagi. Pasti m ereka m enyem bunyikan
harta di suatu tem pat. Tidak inginkah kalian m e nem ukan sebuah
kotak penuh berisi uang, em as dan perak?”
Tetapi usul itu hanya m endapat sedikit sam butan, yang
kem udian padam tanpa jawaban. Tom m encoba dengan bujukan
lain, tapi gagal sem ua. Sungguh peker jaan yang m em buat jera.
J oe m encucuk-cucuk pasir dengan tongkat, wajahnya m uram dan
akhirnya ia ber kata, “Kawan-kawan. Marilah kita bubar saja. Aku
ingin pulang. Aku m erasa kesepian di sini.”
“J angan J oe, sebentar lagi kau akan m erasa gem bira,” bujuk
Tom , “coba pikirkan, bagaim ana m udah nya m engail di sini.”
“Aku tak ingin m engail lagi, aku ingin pulang.”
“Tetapi, J oe, di m ana bisa kau dapati tem pat berenang sebaik
ini?”
“Berenang juga aku tak suka. Rasanya tak m enye nangkan,
berenang tanpa dilarang. Aku tetap ingin pulang.”
“Anak bayi! Tentu kau ingin m elihat ibu, he?”
“Aku m em ang ingin m enem ui ibuku dan kau pasti akan
m erasa ingin juga, kalau kau m em punyai ibu. J ika aku anak kecil,
kau anak kecil pula.”
“Nah, biarlah bayi anak kecil ini pulang untuk m e nyusu,
Huck! Anak m alang, ham pir m ati ia m erindu kan ibunya. Biarlah
ia pergi. Kau suka tinggal di sini bukan, Huck? Kita akan tinggal
di sini berdua, bukan?”
“Y... a... a....” Huck m enjawab separuh hati.
“Aku tak m au bercakap-cakap den gan en gkau se um ur
hidup,” kata J oe berdiri, “nah, begitulah!” Dengan term enung ia
berpakaian.
Petualangan Tom Sawyer 131

“Siapa peduli,” ejek Tom , “tak seorang pun m engingin-


kanm u. Pulanglah dan biarlah kau jadi tertawaan orang banyak.
Oh, betapa cakapnya kau sebagai bajak laut. Huck dan aku bukan
anak-anak cengeng. Kita akan tinggal di sini bukan, Huck? Biar
dia pulang bila itulah keinginannya. Kukira, kita tak akan m ati
ditinggalkan olehnya.”
Tom m erasa gelisah, m elihat J oe berpakaian den gan
m eren gut. Bertam bah gelisah lagi, ketika dilihatn ya H uck
m em perhatikan J oe den gan m ata m urun g. Akhir n ya, tan pa
berpam itan J oe m engarungi go song ke arah pantai Illinois.
Hati Tom kacau. Huck tak tahan m elihat J oe pergi dan dengan
m enundukkan kepala ia berkata, “Aku ingin pergi juga, Tom .
Makin sepi di sini; tanpa J oe, keadaan akan lebih buruk. Marilah
kita pulang, Tom .”
“Aku tak m au! Pergilah bila kau suka. Aku tetap tinggal di
sini.”
“Tom , lebih baik aku pergi.”
“Pergilah, tidak ada yang m enghalangim u!”
Huck m em ungut pakaiannya yang tersebar.
“Tom , alangkah senangnya kalau engkau pergi pula bersam a-
sam a. Pikirkanlah, Tom . Akan kam i tunggu kau di pantai.”
“Kau akan m enunggu berabad-abad, Huck!”
Den gan sedih H uck berjalan m en in ggalkan Tom . Tom
m em per hatikannya, suatu keinginan besar m erenggut-renggut
hatinya untuk m engikuti Huck dan J oe. Ke angkuhannya tak
m em perbolehkannya. Ia m engharap, m udah-m udahan kedua
kawannya akan berhenti, na m un m ereka terus saja m engarungi
kedangkalan go song. Tiba-tiba terasa oleh Tom , betapa sepi
keadaan sekelilingnya. Untuk terakhir kalinya ia berjuang m e-
lawan keangkuhannya dan akhirnya ia berlari m enyu sul kedua
kawan n ya serta berkata, “Tun ggu! Tun ggu! Ada yan g akan
kukatakan!”
132 Mark Twain

J oe dan Huck berhenti, berpaling. Setelah dekat, Tom m ulai


m em beberkan rahasianya. Kedua kawan m ende ngarkan dengan
sungguh-sungguh sam pai m ereka m engerti akan titik sasaran
dari rencananya itu. Kedua anak itu tersentak m eneriakkan
pekikan peperangan sekeras-kerasnya, sam bil berseru, “Bagus
sekali!”
Me reka berkata, kalau Tom m enceritakan rahasia itu lebih
dahulu, niscaya m ereka tidak akan pergi. Tom m em buat sebuah
alasan yang bisa diterim a. Tetapi alasan sebenar nya adalah
ketakutan, kalau-kalau rahasia itu tak bisa m enahan m ereka
berdua. Maka disim pannya rahasia itu untuk dipergun akan
sebagai bujukan yang terakhir.
Anak-anak itu kem bali m enikm ati perm ainan-per m ainan
sepenuh hati, m em perbincangkan, kehebatan rencana Tom dan
m engagum inya. Setelah m akan siang yang lezat terdiri dari telur
dan ikan, Tom berkata ingin belajar m erokok, J oe m enyatakan
keinginan yang sam a. Kedua pelonco ini belum pernah m erokok,
kecuali m engisap rokok-rokokan dari batang anggur dan ‘m eng-
gigit’ lidah, dan itu sam a sekali tidak term asuk per buatan jantan.
Mereka kini berbaring dan m ulai m engisap dengan hati-hati
dengan sedikit kepercayaan kepada diri sendiri. Rasanya tidak
enak dan juga m ereka m ulai batuk-batuk, tetapi Tom berkata,
“Wah, m udah sekali! Bila kutahu betapa m udahnya m erokok,
tentu sudah kupelajari dahulu!”
“Benar,” sahut J oe, “tak ada susahnya.”
“Betapa sering aku m em perhatikan orang m erokok. Tapi
belum pernah kupikir bahwa aku juga bisa.”
“Seperti itu pula aku, bukankah begitu, Huck? Bukan kah
sudah sering aku berkata begitu! Huck jadi saksiku,” kata J oe.
“Ya, sering,” Huck m engangguk.
“Aku juga,” Tom tak m au kalah, “oh, beratus kali ku katakan
pada Huck. Sekali waktu di dekat rum ah pem ban taian. Ingat,
Petualangan Tom Sawyer 133

Huck? Bob Tanner ada waktu itu, juga J ohnny Miller dan J eff
Thatcher. Tidak ingatkah kau, Huck bahwa aku pernah berkata
begitu?”
“Ya, m em ang,” Huck m engiyakan, “aku ingat, sehari setelah
kau kehilangan kelereng pualam ku. Tidak, sehari sebelum nya.”
“Nah, apa kataku,” kata Tom , “Huck m asih ingat.”
“Aku yakin aku bisa m engisap pipa ini sepanjang hari tanpa
sakit,” bual J oe.

“...aku yakin bisa mengisap pipa ini sepanjang hari tanpa sakit.”
134 Mark Twain

“Aku pun bisa,” sahut Tom , “aku bisa m erokoknya sepanjang


hari. Tapi pasti J eff Thatcher tak akan kuat.”
“J eff Thatcher! Wah, dua kali isapan saja ia pasti ro boh.
Suruh dia m encobanya sekali. Biar tahu rasa.”
“Pasti. Dan J ohnny Miller—ingin sekali kulihat J ohnny Miller
m erokok.”
“Oh, dia?” kata J oe. “Aku berani bertaruh ia tak akan bisa
m engisap. Sekali isap saja bisa m em buatnya m am pus!”
“Benar, J oe. Dengar, aku ingin sekali kawan-kawan kita bisa
m elihat kita saat ini.”
“Aku juga.”
“Dengar, Kawan-kawan, jangan sekali-sekali kalian katakan
tentang kepandaian kita m erokok ini. Tunggu sam pai m ereka
ber kum pul dan kalian bersam a m ereka. Nanti aku datang dan
berkata, ‘J oe, kau bawa pipa? Aku ingin m erokok.’ Dan kau akan
m enjawab tak acuh seakan bukan apa-apa, ‘Ya, kubawa pipaku
yang lam a serta sebuah lagi, tetapi tem bakauku tak begitu baik.’
Dan aku akan berkata, ‘Tak apa, asal cukup keras jadilah.’ Dan
kau keluarkan pipam u dan kita akan m erokok dengan tenang.
Bayangkan, bagaim ana m ereka akan tercengang!”
“Bagus, Tom , oh, betapa senangnya bila hal itu bisa kita
lakukan sekarang!”
“Aku juga. Dan bila kita katakan bahwa kita belajar m erokok
waktu kita m enjadi bajak laut, pasti m ereka sangat m enyesal
karena tak ikut dengan kita!”
“Aku berani bertaruh m ereka pasti sangat m e nyesal!”
Begitulah, percakapan m akin m elantur-lantur. Na m un segera
juga percakapan itu jadi lam ban dan tak keruan lagi. Kesunyian
m akin lam a m akin panjang; secara luar biasa m ereka m akin sering
m eludah. Seakan-akan setiap pori di bagian dalam pipi m enjadi
sum ber air. Mereka ham pir tak bisa cukup cepat m enguras ke-
luar cairan di bawah lidah m ereka untuk m enghindari banjirnya
Petualangan Tom Sawyer 135

m ulut. Sebagian dari cairan itu m asuk tenggorokan walaupun


m ereka tahan sekuat tenaga diikuti oleh jeluak setiap saat. Kedua
orang anak itu tam pak pucat dan m enyedihkan. Pipa J oe jatuh
dari jari yang tak bisa m erasa lagi. Tom juga. Mereka lebih sering
lagi m eludah. Gem etar J oe berkata, “Aku kehilangan pisau.
Kukira, lebih baik segera m encarinya.”
Tom m enyahut dengan bibir bergetar dan suara lem ah
tertegun-tegun, “Akan kubantu engkau, J oe. Kau pergi ke sebelah
sana dan aku akan m encari di sekitar sum ber air. Tidak, tak usah
kau ikut m encari, Huck, kam i pasti bisa segera m enem ukan pisau
itu.”
Huck kem bali duduk dan m enunggu hingga sejam . Ia m erasa
kesepian , ban gkit m en cari kedua oran g ka wan n ya. Mereka
terpisah jauh di hutan, keduanya pucat, keduanya tidur nyenyak.
Sesuatu m en gatakan pada H uck, bila m ereka berdua ken a
penyakit, penyakit itu kini lenyap.
Tak banyak cakap m ereka waktu m akan m alam . Me reka
tam pak kem alu-m aluan waktu H uck m en yiapkan pipan ya
sesudah m akan dan berm aksud untuk m e nyiapkan dua buah pipa
lagi. Tetapi Tom dan J oe m eno lak untuk m erokok, dengan alasan
badan m ereka tak enak—m ungkin disebabkan oleh m akanan.
Sekitar tengah m alam J oe terjaga dan m em bangun kan kawan-
kawannya. Terasa suasana ketenangan yang m enekan di udara
yang seakan m eram alkan se suatu. Anak-anak itu duduk rapat-
rapat m enghadapi unggun api yang tam pak bersahabat, walaupun
rasa panas dan udara yang tak ber gerak itu m enyesakkan dada.
Mereka duduk diam -diam , penuh kesungguhan dan m enunggu.
Kesunyian m akin m enekan. Di luar batas cahaya api, segala
ditelan oleh kegelapan hitam . Segera terlihat cahaya bergetar yang
sam ar m enerangi daun-daunan. Tak lam a kem udian terlihat lagi
yang lainnya, m akin kuat kini. Terlihat lagi. Keluhan terde ngar
berdesau lewat dahan-dahan kayu rim ba yang angin nya m eniup
136 Mark Twain

tengkuk dan pipi. Mereka bergetar ketakutan, m enduga Hantu


Malam lewat. Sunyi lagi. Petir m ahadahsyat tiba-tiba terdengar
m enggeletar m em buat m alam jadi terang-benderang bagai siang,
m em buat sem uanya terlihat nyata, bahkan setiap lem bar rum put.
Terlihat pula ketiga wajah terkejut m enjadi pucat pasi. Guntur
m enggelegar seakan sebuah bola m aha dahsyat berguling-guling
di langit dan lenyap dite lan geram annya sendiri. Angin dingin
m enggeletarkan daun-daunan serta m enebarkan abu di sekitar
api unggun. Lecutan cahaya terlihat lagi, disusul oleh dentum -
an yang seakan m enghancurkan sem ua puncak pohon. Sangat
ketakutan m ereka saling berpelukan di kege lapan yang m enyusul
kilat terang benderang itu. Bebe rapa titik air hujan berjatuhan di
daun-daunan.
“Cepat, Kawan! Masuk tenda!” teriak Tom .
Mereka m elom pat, jatuh terkait kena akar dan tum buh-
tum buhan m enjalar. Masing-m asing m engam bil arah sendiri-
sen diri. Sem buran dahsyat cahaya m en ggeram di an tara
pepohonan, m em buat sem ua benda bergetar hebat. Kini petir
dan kilat sam bung-m enyam bung, diikuti oleh dentum an guntur
yang m em ekakkan telinga berganti-ganti. Air bagai tercurah
dari langit, topan yang baru tiba m en dorong air hujan itu
keras ke bum i. Anak-anak saling berteriak, tetapi angin yang
m eraung-raung serta dentum an-dentum an halilintar m enekan
suara m ereka. Bagaim anapun m ereka seorang dem i seorang
berhasil m encapai naungan tenda, basah kuyup, kedinginan dan
ketakutan. Tetapi untuk m em pu nyai tem an dalam kem alangan
adalah suatu hal yang patut disyukuri. Mereka sam a sekali tak
bisa berbicara, tenda kain layar itu terkepak-kepak, m enam bah
keriuhan suasana. Topan itu m akin lam a m akin besar hingga
tenda m ereka terlepas, terbang dibawa angin. Anak-anak itu saling
pegang dan lari tunggang-langgang untuk berlindung di bawah
batang pohon raksasa di tepi sungai. Kini pertem puran alam
Petualangan Tom Sawyer 137

itu m akin sengit. Petir m enyam bar-nyam bar m em bakar langit,


m enerangi sem ua yang ada di bum i: pohon-pohon m eliuk-liuk,
sungai m engam uk, buih air terlem par ke sana-ke m ari, bayangan
garis sungai di seberang kadang-kadang tam pak di antara tirai
hujan yang tebal. Sekali-sekali sebatang pohon raksasa m enyerah
kalah, roboh m enghancurkan pohon-pohon kecil di bawah nya.
Sam baran-sam baran halilintar m akin sering dan m akin m em e-
kakkan telinga. Kekuatan badai m encapai puncaknya serupa
akan m enghancurkan pulau itu, m em bakar, m em benam kan atau
m enerbangkannya serta m e nulikan sem ua m akhluk di pulau itu
pada saat yang sam a. Betul-betul m alam yang sangat buas bagi
ketiga orang anak yang tak berum ah itu.
Tetapi akhirnya pertem puran ini selesai, kekuatan-kekuatan
yang selalu beradu m undur, m akin lam a m a kin lem ah, m enggerutu
di kejauhan dan akhirnya kete nangan kem bali berkuasa. Ketiga
orang anak itu kem bali ke perkem ahan dengan hati yang berat.
Tetapi m ereka ternyata punya alasan untuk berterim a kasih
karena pohon sy cam ore raksasa yang m eneduhi tem pat tidur
m ereka telah hancur tersam bar halilintar. Untung m ereka tidak
berada di bawah pohon itu ketika peris tiwa itu terjadi.
Sem ua benda di perkem ahan basah kuyup. Api unggun
padam sebab ketiga orang anak itu ceroboh, seperti juga turunan
m ereka di kem udian hari, dan sam a sekali tak m em punyai
persiapan untuk m elawan hujan. Ini m enggentarkan hati m ereka
yang m enggeletar kedingin an. Agaknya kesengsaraan m ereka
tum pah ruah, tetapi segera juga m ereka m enem ukan bahwa
api unggun m ereka telah terlalu jauh m em akan batang kayu
yang m elindunginya, hingga ada bagian kayu selebar tapak ta-
ngan yang term akan api dan terhindar dari air. Dengan sabar
m ereka m encoba m enghidupkan kem bali api itu, m engum pul-
kan serpih-serpih kayu dan kulit pohon yang terlindung dari air.
Usaha m ereka sedikit dem i sedikit berhasil. Dikum pulkanlah oleh
138 Mark Twain

m ereka dahan-dahan kering, hingga api unggun berkobar kem -


bali, dan hati m ereka riang lagi. Mereka m engeringkan daging
rebus dan berpesta. Selesai m akan, m ereka m em bicara kan dan
m em besar-besarkan pengalam an yang baru m ereka ialam i hingga
pagi sebab tak ada satu tem pat pun yang bisa dipakai untuk tidur.
Ketika m atahari terbit, rasa kantuk tak tertahankan lagi.
Ketiga orang anak itu berbaring di pasir dan tertidur, m e-
reka terpaksa bangun setelah m atahari terasa panas. Dengan
bersun gut-sun gut m ereka m en yiapkan sarapan pagi. Selesai
m akan, tubuh m ereka terasa sakit dan rasa rindu ke rum ah
tim bul kem bali. Melihat gejala-gejala tak baik ini, Tom m encoba
m en ggem birakan para bajak lautn ya den gan berbagai cara.
Tapi m ereka tak ber m inat lagi untuk berm ain kelereng, sirkus,
berenang atau apa saja. Baru setelah Tom m engingatkan tentang
rencana rahasianya, kedua kawan bersorak gem bira. Sem entara
itu m ereka m em ikirkan perm ainan baru. Mereka akan berhenti
m enjadi bajak laut untuk bebe rapa waktu, dan m enjadi orang-
orang Indian. Usul ini diterim a dengan baik. Segera ketiganya
m encoreng-m oreng diri m ereka yang telanjang bulat dengan
lum pur hitam bagaikan kuda zebra—ketiga anak itu m enjadi
kepala suku—dan m ereka m enyerbu ke sem ak-sem ak, m enyerang
tem pat-tem pat perkam pungan orang Inggris.
Kem udian m ereka berpisah m enjadi tiga suku Indian yang
saling berm usuhan. Mereka saling m enye rang dengan pekik
peperan gan yan g m en yeram kan , m em bun uh, dan m en guliti
kepala m usuh dalam jum lah ribuan. Banjir darah benar-benar
hari itu. Pertem puran antara suku-suku Indian itu berakhir
dengan m em uas kan.
Menjelang m akan m alam m ereka berkum pul di per kem ahan,
lapar dan bahagia. Tetapi m uncul suatu ke sulitan—suku-suku
Indian tak akan m au m akan ber sam a dengan dam ai tanpa lebih
dahulu m engadakan upacara perdam aian dan ini sam a sekali
Petualangan Tom Sawyer 139

tak m ungkin dilakukan tanpa m engisap pipa per dam aian. Tak
ada jalan lain yang pernah diketahui m ereka selain itu. Dua di
antara suku-suku liar itu m enyesal telah m enjadi Indian dan tidak
tetap saja m enjadi bajak laut. Bagaim anapun tak ada jalan untuk
m enghindar kannya. Maka dengan ber pura-pura gem bira m ereka
m em inta pipa dan selam a pipa itu diedarkan, m engisapnya
seperti yang dike hendaki oleh peraturan.
Dan betapa gem biranya m ereka kini karena m enjadi suku
liar sebab tern yata m ereka m en dapatkan sesuatu. Mereka
m endapatkan, bahwa m ereka bisa m erokok dengan baik tanpa
harus m encari-cari pisau yang hilang. Mereka m asih m erasa
sakit, tetapi cum a sedikit dan bisa diabaikan. Kesem patan ini tak
akan m ereka sia-siakan tanpa berusaha. Tidak, setelah selesai
m akan m ereka m encoba lagi dengan hasil gem ilang, m aka m a lam
itu dilalui dengan kegem biraan yang m elim pah. Me reka lebih
bahagia m encapai hasil ini daripada m engalahkan dan m enguliti
sem ua suku Indian dari Enam Bangsa. Kita tinggalkan m ereka
dalam kegiatan m erokok dan m em bual sebab saat ini m ereka tak
kita perlukan lagi.
Menghadiri Upacara
Penguburan Sendiri

TAK ADA kegem biraan di kota kecil St. Petersburg pada Sabtu
sore yang tenang itu. Keluarga Harper dan keluarga Bibi Polly
m em akai pakaian berka bung dengan kedukaan yang besar dan
air m ata m elim pah. Kesepian yang luar biasa m enguasai desa,
walau pun biasanya desa itu sudah cukup sepi. Para penduduk
bekerja tanpa banyak suara, tapi sering m engeluh. Libur dari
Sabtu m alah bagaikan beban untuk m urid-m urid sekolah. Mereka
tak berm inat untuk berm ain-m ain.
Sore itu, tanpa disadari, Becky Thatcher dengan m u rung
berjalan-jalan di halam an sekolah yang sunyi. Hatinya sangat
sedih dan tidak bisa m enem ukan sesuatu untuk m enghibur
hatinya. Ia m enahan tangis, “Oh, bila aku m asih m em iliki tom bol
kuningan itu! Kini aku tak punya apa-apa untuk m engenang
dia.” Kem udian dia berhenti dan berkata lagi, “Di sinilah! Bila
hal itu bisa diulangi kem bali, tak akan aku katakan, walau diu-
Petualangan Tom Sawyer 141

pah apa pun juga. Tapi kini ia telah pergi, dan aku tak akan bisa
m elihatnya lagi.”
Pikiran ini m enghancurkan hatinya. Becky m enjauhi sekolah
itu dengan air m ata m em basahi pipi. Sekelom pk m urid lelaki
dan perem puan—tem an-tem an J oe dan Tom —datang ke tem pat
itu. Mereka berdiri m em per hatikan halam an sekolah. Dengan
khidm at m ereka m em bicarakan tingkah laku Tom dan J oe pada
saat ter akhir m ereka m elihat keduanya. Kejadian-kejadian kecil
yang tak pernah m ereka duga akan m eram alkan keja dian ini.
Setiap pem bicara m enunjukkan tem pat yang tepat di m ana kedua
anak yang hilang itu berdiri, kem u dian m enam bahkannya dengan
berkata, “...dan aku berdiri begini, di sini—seperti um pam anya
kau: dia, dan aku seperti saat ini—aku sedekat ini, dan ia
tersenyum —dan kem udian ada yang aneh terasa olehku—m enge-
rikan dan waktu itu tak terpikir olehku artinya, dan baru kini
kutahu!”
Terjadi sedikit perten tan gan ten tan g siapa yan g m e-
lihat kedua anak yang hilang itu paling akhir. Banyak yang
m em perebutkan dengan m engajukan bukti-bukti yang ditam bah
serta dikurangi: sam pai akhirnya dapat ditentukan seorang anak
yang benar-benar paling akhir m elihat Tom dan J oe. Anak yang
ditentukan itu m erasa sangat penting karenanya dan anak-anak
lain m engagum i sekaligus iri kepadanya. Seorang anak yang tak
punya bukti-bukti yang bisa diajukan berkata dengan bangga,
“Tom Sawyer pernah m em ukul aku.”
Tetapi pernyataan itu gagal. Ham pir sem ua anak bisa berkata
begitu, m aka pern yataan sem acam itu tidak ada hargan ya.
Kelom pok itu berlalu, m em bicarakan kenang-kenangan tentang
para pahlawan yang hilang itu de ngan rasa segan.
Keesokan harinya. Selesai sekolah Minggu, lonceng gereja
tidak berdengung seperti biasa, tetapi dibunyikan dengan jarak
142 Mark Twain

tem po dentangan yang agak lam a. Bunyi lonceng berkabung itu


m enam bah kesunyian hari Minggu. Para penduduk desa m ulai
berduyun, berdiri di depan gereja tak terdengar suara bisik-
bisik pun, se lain gem ersik gaun wanita yang akan duduk. Gereja
penuh sesak, lebih penuh dari biasa. Kem udian terasa suasana
m enunggu. Kesepian lebih terasa dan m asuk lah Bibi Polly,
diiringi oleh Sid dan Mary, disusul oleh ke luarga Harper, sem ua
berpakaian serba hitam yang m e nyatakan berkabung. Sem ua
jem aat term asuk pende tanya berdiri m enghorm at sam pai orang-
orang yang sedang berkabung itu duduk di deretan kursi paling
de pan. Terasa kesunyian lagi, yang terpecahkan oleh bu nyi suara
sedu-sedan. Sang pendeta m em bentangkan tangan, m engajak
jem aat untuk berdoa. Selesai berdoa sebuah lagu pujian yang
m engharukan dinyanyikan dengan disusul oleh khotbah yang
berjudul: ‘Akulah Ke bangkitan dan Kehidupan’.
Khotbah berlangsung. Sang pendeta m em beri gam baran
tentang tingkah laku yang baik, serta m asa depan yang bisa
dicapai oleh anak-anak yang hilang. Begitu indah gam baran yang
dibawakan sang pendeta hingga sem ua jem aat bisa m engenang
hanya hal-hal yang baik dari para m endiang, yang tak m ereka
lihat sebelum nya karena kebutaan hati.
Pendeta bercerita banyak tentang kejadian-kejadian yang
m engharukan dalam kehidupan para m endiang yang m elukiskan
sifat m ereka yang m enarik. Sem ua kini bisa m elihat, betapa
m anisnya sem ua kejadian itu de ngan sedih. Mereka teringat
betapa sem ua kejadian itu dulu m ereka golon gkan sebagai
kenakalan. Para jem aat m a kin lam a m akin terharu oleh cerita
penuh perasaan itu hingga akhirnya seluruh isi gereja m engikuti
orang-orang yang sedang berkabung m encucurkan air m ata.
Terde n gar sedu-sedan yan g m en ye dihkan . Bahkan pen deta
sendiri turut m enangis di m im bar.
Terdengar bunyi gem ersik di balkon belakang yang tak
pern ah terpakai lagi. Tak ada yan g m em perhatikan bun yi
Petualangan Tom Sawyer 143

itu. Sesaat kem udian pintu gereja ber derit terbuka. Pendeta
m engangkat m ata nya yang penuh air m ata, m elihat lewat atas
sapu tangannya, dan tertegun m em belalak! Mula-m ula satu,
kem udian pasangan m ata lain m engikuti arah pandangan sang
pen deta, akhirnya seluruh jem aat berdiri m elongo m elihat ketiga
‘m endiang’ berjalan ke depan di antara kursi-kursi gereja itu.
Tom paling depan, kem udian J oe, terakhir Huck dengan pakaian
com pang-cam ping ke m alu-m aluan. Mereka bertiga bersem bunyi
di balkon dengan m endengarkan khotbah penguburan m ereka!
Bibi Polly, Mary dan keluarga Harper m enubruk, m e m eluk,
dan m encium m ereka yang baru kem bali dengan terus-m enerus
m engucapkan syukur pada Tuhan. Huck m alu dan gelisah, tak tahu
apa yang akan dikerjakan dan di m ana ia harus m enyem bunyikan
diri dari pan dangan m ata orang, banyak yang tak m enunjukkan
rasa persa habatan. Ia sudah akan m enyelinap pergi, tapi Tom
m eraih tangannya dan berseru, “Bibi Polly, harus ada orang yang
m erasa gem bira untuk m elihat Huck kem bali.”
“Mem ang. Aku sangat gem bira m elihatnya kem bali, Anak
piatu yang m alang!” dengan penuh kecintaan Bibi Polly m em eluk
dan m encium gelandangan itu ber kali-kali hingga m em buat Huck
m alah m akin m erasa tak enak.
Tiba-tiba pendeta berseru dengan keras, “Puji Tuhan sum ber
segala berkat m em banjir—BERNYANYI LAH—sepenuh hati!”
J em aat betul-betul bernyanyi sepenuh hati. Si Seratus Tua
dinyanyikan dengan gegap gem pita hingga atap ge reja bergetar.
Tom Sawyer, si Bajak Laut m elihat seke liling pada kawan-
kawannya yang iri padanya. Saat ini betul-betul saat yang paling
m em banggakan dalam hidupnya.
J em aat yang tertipu itu pulang dari gereja dengan gem bira
dan berkata, m au m ereka ditipu sekali lagi un tuk m endengar
nyanyian yang gegap gem pita dan ber se m angat.
144 Mark Twain

...pasangan mata lain mengikuti arah pandangan sang pendeta,....


Petualangan Tom Sawyer 145

Hari itu Tom m endapat tam paran dan cium an—m e nu rut
per ubahan perasaan hati Bibi Polly—lebih banyak dari yang
didapatnya dalam waktu setahun. Dan ia tak tahu yang m ana
yang m enyatakan rasa terim a kasih pada Tuhan dan rasa cinta
pada dirinya.
Tom Menceritakan Mimpinya

ITULAH RAHASIA besar Tom —rencana untuk pulang dengan


para bajak lautnya tepat pada saat upacara penguburan m ereka
sendiri. Dengan m enaiki sebatang kayu m ereka berdayung ke
pantai Missouri di senja hari Sabtu, m endarat lim a atau enam
m il di sebelah hilir. Me reka tidur di hutan hingga ham pir fajar.
Kem udian dengan m elalui jalan-jalan sepi m ereka pergi ke gereja,
tidur di balkon bela kang di antara tum pukan kursi dan bangku
yang telah rusak.
Pada waktu sarapan pagi di hari Senin, Bibi Polly dan Mary
sangat m em perhatikan Tom , m eluluskan se gala perm intaannya
dengan kasih sayang. Percakapan luar biasa panjang lebarnya.
Dan di tengah-tengah per ca kapan itu Bibi Polly berkata, “Tom ,
Bibi tidak m au m e ngatakan apa-apa, tetapi kelakuanm u sudah
m em buat sem ua orang m en derita selam a ham pir sem inggu,
sedan g kalian bersen an g-sen an g. Sun gguh m en gecewa kan ,
Petualangan Tom Sawyer 147

engkau begitu keras hati untuk m em buatku m ende rita. Bila kau
bisa berkayuh dengan sebatang kayu untuk pergi ke upacara
penguburan, m engapa kau tak bisa datang dan m em beri isyarat
kepada ku bahwa sebenar nya engkau tak m ati tapi hanya lari?”
“Ya, kau bisa berbuat begitu, Tom ,” kata Mary, “dan aku tahu,
kau m au berbuat begitu, bila terpikir olehm u.”
“Kau m estinya m au, bukan, Tom ?” tanya Bibi Polly dengan
sedih. “Katakan sekarang, Tom , kalau terpikir olehm u, bukankah
kau m au m engerjakannya?”
“Aku... hm m , aku tak tahu, Bi. Itu akan m erusak rencana,”
jawab Tom .
“Oh, Tom , tak kukira hanya begitu cintam u padaku,” kata
Bibi Polly dengan sedih yang m em buat Tom m erasa tak enak,
“betapa senangnya jika kau sayang padaku untuk m em ikirkan hal
itu, walaupun kau tak bisa m engerja kannya.”
“Bibi, jangan disedihkan hal itu,” kata Mary, “itu hanya
disebabkan oleh tabiat Tom yang suka tergesa-gesa hingga tak
sem pat m em ikirkan apa pun.”
“Lebih sayang bila begitu. Sid akan sem pat berpikir dan
datang ke m ari untuk m engerjakannya. Tom , suatu waktu kau
akan m e ngenang m asa lalu, tetapi sudah terlam bat, m enyesali
dirim u karena terlalu sedikit m erasa sayang padaku.”
“Bibi, Bibi tahu bahwa aku juga sayang pada Bibi.”
“Aku akan m engetahuinya lebih jelas bila kata-kata m u itu
terbukti, Tom .”
“Oh, aku sangat m enyesal karena tak sejauh itu pikir anku,”
kata Tom m enyesal, “betapapun, aku telah berm im pi tentang
Bibi. Cukup bukti bahwa aku m em ikir kan Bibi, bukan?”
“Tidak, Tom . Kucing pun bisa berbuat seperti itu tapi yah,
lebih baik daripada tidak sam a sekali. Apa yang kau im pikan?”
“Hm m , Rabu m alam aku berm im pi, Bibi duduk di tem pat
tidur itu, Sid duduk di peti kayu dan Mary di sebelahnya.”
“Mem ang begitu. Bukankah kita selalu duduk-duduk begitu?
148 Mark Twain

Aku gem bira im pianm u m au berbuat bersusah payah begitu rupa


untuk kam i.”
“Dan kuim pikan, m alam itu ibu J oe Harper juga di sini.”
“Astaga, betul juga dia di sini waktu itu. Apa lagi yang kau-
im pikan?”
“Banyak. Tapi kini sudah kabur.”
“Cobalah ingat-ingat, Tom .”
“Kurasa... seakan-akan angin m alam itu m eniup... m eniup...
hm m ... m eniup....”
“Ingat baik-baik, Tom ! Angin m eniup setiap m alam . Ingat
baik-baik!”
Tom m enekan jarinya ke dahi dan berpikir seje nak penuh
ketegangan, baru kem udian berkata, “Aku ingat kini! Angin
m eniup lilin!”
“Masya Allah, teruskan, Tom , teruskan!”
“Dan kuingat Bibi berkata, ‘kukira pintu itu’....”
“Teruskan, Tom !”
“Biarlah aku berpikir sesaat—sebentar. Oh, ya, Bibi berkata
bahwa pintu terbuka.”
“Masya Allah, tepat sekali! Bukankah m em ang be gitu, Mary?
Ayo, Tom , teruskan!”
“Dan kem udian—kem udian—hm , aku tak begitu yakin, tapi
agaknya Bibi m enyuruh Sid untuk....”
“Apa? Apa? Apa yang kusuruh pada Sid, Tom ? Dia kusuruh
apa?”
“Dia Bibi suruh... Bibi... oh, aku ingat! Bibi m enyuruh Sid
m enutup pintu.”
“Ya, Tuhan! Belum pernah kudengar hal sem acam ini!
J an gan katakan bahwa im pian han ya kem ban gn ya tidur!
Seren y H arper harus m en den gar hal in i sebelum um urku
bertam bah satu jam . Kuingin tahu apa penda patnya tentang
im pian itu. Ia yang sam a sekali tak per caya akan takhayul.
Teruskan, Tom !”
Petualangan Tom Sawyer 149

“Oh, kini sem ua jelas bagiku. Bibi berkata sebenarnya aku


tidak bertabiat buruk, hanya nakal saja dan banyak tingkah, dan
tak boleh dikatakan harus bertanggung jawab seperti... seperti...
seperti seekor an ak kuda tak bisa dim in ta pertan ggun gan
jawabnya. Entah anak kuda atau anak apa.”
“Benar, anak kuda. Teruskan, Tom !”
“Dan Bibi m ulai m enangis.”
“Betul Aku m enangis. Dan bukan untuk pertam a kali.”
“Kem u d ian Nyon ya H ar per ju ga m en an gis d an
m e ngatakan bahwa J oe seperti aku. Dan ia m enyesal telah
m em ukul J oe dengan tuduhan m encuri sari susu pada hal sari
susu itu dibuangnya sendiri....”
“Tom ! Kau dilindungi Roh Kudus! Kau bernubuat—ya, itulah
yang kau kerjakan! Masya Allah! Teruskan, Tom !”
“Kem udian Sid berkata... ia berkata....”
“Aku tak berkata apa-apa,” tukas Sid.
“Ya, kau m em ang berkata sesuatu, Sid,” kata Mary.
“Tutup m ulut kalian !” ben tak Bibi Polly, “biar Tom
m eneruskan ceritanya. Apa kata Sid, Tom ?”
“Ia berkata... kupikir ia berkata aku m endapat tem pat yang
layak, tetapi bila aku berbuat baik sebelum nya....”
“Nah, kau dengar itu? Betul itu kata-katam u, Sid!”
“Dan Bibi suruh dia m enutup m ulut.”
“Tepat sekali! Pasti ada m alaikat di pulau itu. Pasti ada m a-
laikatnya, entah di m ana.”
“Dan Nyonya Harper bercerita tentang J oe yang m e ngejutkan
dengan petasan. Bibi bercerita tentang Peter dan obat Penghapus
Sakit....”
“Mem ang begitu!”
“Kem udian terjadi percakapan panjang lebar ten tang pen ca-
rian m ayat kam i di dalam sungai, tentang upacara penguburan di
150 Mark Twain

hari Minggu. Kem udian Bibi dan Nyonya Harper saling peluk dan
m enangis. Nyonya Harper terus pulang.”
“Betul dem ikian kejadiannya! Tepat sekali, sem ua terjadi
seperti yang kau katakan itu, seakan-akan kau sendiri datang
m elihat kam i. Kem udian bagaim ana? Teruskan, Tom !”
“Kem udian kupikir Bibi berdoa untuk aku, seakan aku bisa
m elihat dan m endengar setiap kata yang Bibi ucapkan. Bibi
kem udian pergi tidur, aku begitu m enyesal sehingga kucari kulit
kayu sy cam ore dan kutulis: ‘Kam i tidak m e ninggal dunia. Kam i
hanya m elarikan diri untuk m enjadi bajak laut’. Dalam im pian
itu kuletakkan kulit kayu itu di m eja dekat lilin. Kulihat Bibi
tidur nye nyak, m anis sekali dan dalam m im pi aku m em bungkuk
m encium bibir Bibi.”
“Oh, betulkah, Tom , betulkah? Kuam puni sem ua kesalahan-
m u.” Bibi Polly m em eluk Tom erat-erat hingga terasa sakit dan
m em buat Tom m erasa sebagai penjahat nom or satu di desa itu.
“Baik sekali hatim u, walaupun itu hanya m im pi,” gum am Sid,
tapi cukup jelas untuk didengar.
“Tutup m ulutm u, Sid! Apa yang dikerjakan seseo rang dalam
m im pi pasti bisa dikerjakannya bila ia da lam keada an sadar. Ini,
Tom , apel m ilum besar yang ku sim pan hanya untukm u bila kau
ditem ukan. Nah, kini pergilah ke sekolah. Aku sangat berterim a
kasih pada Tuhan Yang Pem urah serta Bapa kita atas kepu-
langanm u dengan selam at. Aku berterim a kasih pada Tuhan
Yang Maha Pengasih dan Maha Pengam pun pada siapa saja
yang percaya pada-Nya serta m enuruti segala peraturan-Nya,
walaupun sebetulnya diriku tak layak untuk m enerim a berkat-
Nya. Tetapi bila hanya orang yang layak saja m enerim a berkat
dan per tolongan-Nya dalam m asa kesukaran, akan sedikit sekali
terlihat senyum di dunia ini dan hanya sedikit yang bisa m em asuki
tem pat istirahat-Nya bila m alam panjang tiba. Cepat pergi, Sid,
Mary, Tom pergilah! Kalian sudah ter lalu lam a m engganggu aku!”
Petualangan Tom Sawyer 151

Anak-anak itu berangkat ke sekolah, sedang si nyo nya tua


pergi ke Nyonya Harper untuk m enaklukkan ketidak percayaan
nyonya itu terhadap takhayul dengan bersenjata kan im pian Tom
yang luar biasa itu.
Pada saat m eninggalkan rum ah Sid berpikir, “Ham pir tak
bisa dipercaya, m im pi itu betul-betul tanpa kesalahan sedikit
pun!” Tapi ia cukup bijaksana untuk tidak m engucapkan kata-
kata itu.
Betapa m egahnya Tom m enjadi pahlawan. Ia tidak berm ain
loncat-loncatan lagi atau berkejar-kejaran te tapi berjalan dengan
gaya agung dan berwibawa seba gai layaknya seorang bajak laut
yang yakin bahwa m ata um um sedang m em perhatikannya. Dan
m em ang dem ikian. Ia seolah-olah tak m elihat atau m endengar
suara-suara ke kagum an tentang dirinya sem entara ia berjalan,
tapi sem ua itu m akin m em perbesar kebanggaan hatinya. Anak-
anak yang lebih kecil m engikutinya ke m ana ia pergi. Mereka
m erasa bangga bisa terlihat di dekat Tom Sawyer. Tom tak
m engusir m ereka m aka ia bagaikan seorang pem ukul gen derang
di kepala ba ris an atau seekor gajah yang m em im pin sirkus
m asuk kota karena begitu banyak anak-anak kecil yang berbaris
tak teratur di belakangnya. Anak-anak yang sebaya dengannya
berpura-pura tak tahu bahwa ia telah pergi tetapi sebenarnya
betapa m ereka sangat iri. Apa yang tak akan m e reka kerjakan
untuk bisa m endapat kan kulit terbakar m atahari seperti kulit Tom
itu dan kem asyhurannya? Dan Tom pun tak sudi m enukarkan
keduanya dengan sebuah sirkus.
Di sekolah, an ak-an ak teran g-teran gan m em perlihat kan
ke kagum an m ereka terhadap Tom dan J oe, hin gga ham pir
m eledak dada kedua pahlawan itu karena bangganya. Mereka pun
m ulai m enceritakan pengalam an m ereka pada para pendengar
yang haus akan petua langan itu tapi m ereka hanya m em ulai
saja; agaknya cerita m ereka tak akan kunjung habis dengan daya
152 Mark Twain

kha yal m ereka yang terlalu besar untuk dijadikan gudang bahan
cerita. Dan akhirnya ketika keduanya m engeluar kan pipa dan
dengan tenang m erokok sam bil berjalan perlahan-lahan. Puncak
kem enangan m ereka tercapai sudah.
Tom m em utuskan bahwa kini ia bisa bebas dari Becky.
Kem asyhuran sudah cukup bagin ya. Ia han ya hidup un tuk
kem asyhuran itu. Kini setelah ia m enjadi orang ter nam a, pasti
Becky akan m enginginkannya kem bali. Hm , biarlah—Becky akan
tahu, bahwa ia biasa pula bersikap acuh tak acuh seperti orang
lain. Segera juga Becky m uncul, tapi Tom berpura-pura tak
m engetahui hal itu. Ia m enghindar untuk ikut berkum pul dengan
anak-anak lain dan bercerita lagi. Dari sudut m atanya Tom
m elihat Becky dengan am at gem bira berm ain kejar-kejaran,
m enjerit, dan tertawa, bila berhasil m enangkap buruan nya.
Tapi Tom m em perhatikan pula bahwa Becky hanya m engejar
anak-anak yang di dekat Tom dan agaknya sekali-sekali gadis
itu m elirik penuh per hatian kepadanya. Hal itu m engobarkan
sifat jual m ahal pada Tom dan m em buat Tom m akin berpura-
pura tak tahu akan kehadiran Becky. Tak lam a Becky m erasa
lelah berkejar-kejaran. Ia berjalan ke sana ke m ari tak m e nentu,
m engeluh dan m engeluh lagi dan m elem parkan pandangan sedih
kepada Tom . Kem udian diperhatikannya Tom kini berbicara
lebih sering kepada Am y Lawrence daripada kepada anak lain.
Becky m erasakan hatinya bagai ditusuk-tusuk, dan ia m enjadi
am at gelisah. Ia ingin pergi m enjauh nam un kakinya terasa berat;
kaki itu m alah m em bawanya m endekati kelom pok yang berdiri di
sam ping Tom . Becky berseru pada seorang gadis yang berdiri di
sam ping Tom dengan kegem biraan palsu, “Hai, Mary Austin! Kau
sungguh nakal, m enga pa kau tak datang ke Sekolah Minggu?”
“Siapa bilang? Aku datang. Tidakkah kau m elihat aku?”
“Tidak. Betulkah kau datang? Di m ana kau duduk?”
“Di kelas Nona Peters seperti biasa. Aku m elihatm u.”
Petualangan Tom Sawyer 153

“Betul? Aneh, aku tak m elihatm u. Aku ingin berkata padam u


tentang piknik.”
“Oh, betapa senangnya, siapa yang akan m engada kan piknik
itu?”
“Ibuku.”
“Sedap! Mudah-m udahan ibum u m em perbolehkan aku ikut.”
“Tentu. Piknik itu untuk aku. Siapa pun boleh ikut, term asuk
engkau.”
“Bagus! Kapan?”
“Sekitar liburan.”
“Oh, alangkah gem biranya! Kau akan ajak sem ua kawan
kita?”
“Ya, sem ua sahabatku atau yang ingin bersahabat dengan
aku,” lirik Becky dengan penuh arti pada Tom , tapi Tom sedang
sibuk bercerita dengan Am y Lawrence tentang topan di Pulau
J ackson , bagaim an a topan itu m en ghan curluluhkan pohon
sy cam ore pada saat ia hanya tiga kaki dari pohon itu.
“Oh, bolehkah aku ikut?” tanya Gracie Miller.
“Ya.”
“Aku juga?” kata Sally Rogers.
“Dan aku?” Susy Harper ikut bertanya, “J uga J oe?”
“Ya.”
Dengan bertepuk-tepuk riang seluruh kelom pok itu m inta
diajak piknik, kecuali Tom dan Am y. Kem udian Tom berpaling
dan pergi sam bil m enggandeng Am y, terus ber cerita. Kaki Becky
gem etar, air m ata m enggenang. Secepat keadaan m em ungkinkan
ia pergi dari kelom pok itu, m enyem bunyikan diri dan m enangis
sepuas hati. Puas m enangis Becky term enung, hatinya sakit.
Lonceng tanda m asuk berbunyi. Becky bangkit, dengan cahaya
m enden dam di m atanya. Sam bil m engibaskan untaian ram butnya,
Becky berkata dalam hatinya, ia tahu, apa yang akan diper buatnya
untuk m em balas dendam .
Waktu istirahat Tom m elan jutkan berpacaran den gan
perasaan puas. Ia berjalan-jalan berdua Am y untuk m encari
154 Mark Twain

Becky dan m engoyak-ngoyak hati gadis itu dengan pertunjuk-


annya. Akhirnya Tom m elihat Becky tapi hatinya sendiri yang
hancur dengan tiba-tiba. Enak sekali Becky duduk di bangku kecil
di belakang rum ah sekolah, m elihat buku bergam bar bersam a
Alfred Tem ple. Begitu asyik m ereka hingga kedua kepala m era pat
dan agaknya m ereka tak sadar akan apa yang ter jadi di sekeliling
m ereka. Seluruh urat tubuh Tom dijalari rasa cem buru yang
panas m em bakar. Ia m em benci ke pada diri sendiri, yang telah
m em buang kesem patan yang diberikan Becky kepadanya untuk
berbaik kem bali. Ia m enam akan dirinya orang tolol dan sebutan-
sebutan lain yang terpikir olehnya. Ingin rasanya ia m enangis
karena sakit hati. Am y yang tak sadar akan perubahan suasana
terus saja berceloteh dengan gem bira sebab hatinya seakan-akan
bernyanyi-nyanyi. Tapi lidah Tom m erasa kelu. Ia tak m endengar
apa kata Am y dan bila Am y berhenti berbicara ia hanya bisa
m engiya dengan gagap dan kaku, sahutan yang sering tidak pada
tem patnya. Ia selalu kem bali m elangkah ke belakang se kolah,
berkali-kali, untuk m em bakar m atanya dengan pem andangan
di tem pat itu. Tak bisa ia m enahan kakinya. Dan seolah gila ia
m elihat bagaim ana Becky Thatcher tak m em perhatikan di dunia
ini ada seorang yang bernam a Tom Sawyer yang m ondar-m andir
di depannya. Sebetulnya Becky tahu tingkah laku Tom , dan ia
pun tahu bahwa kini kem enangan di pihaknya, m aka ia gem bira
karena Tom m enderita seperti juga ia pernah m enderita.
Kicauan Am y tak tertahankan oleh Tom . Berkali-kali Tom
m enyindir tentang hal-hal yang harus dikerja kannya dan tentang
waktu yang cepat berlalu, tapi sem ua tak berhasil. Am y terus m e-
ngoceh. Tom berpikir, “Sem oga m ati tergantung dia, apakah aku
akan selalu harus lekat padanya?”
Akhirnya dengan tegas Tom m e nya takan ia harus m engerja-
kan soal-soal tadi sekarang juga, baru Am y m au ditinggalkan.
Petualangan Tom Sawyer 155

Tapi sem pat juga gadis itu tanpa tedeng aling-aling m engkait Tom
dengan janji untuk bertem u selesai sekolah. Tom cepat-cepat
m eninggalkan Am y dengan kebencian m em bara pada anak itu.
“Biarlah, bila dengan anak lain,” pikir Tom m engger takkan
gigi dengan m engenangkan Becky dan Alfred di belakang sekolah.
“Biarlah dengan anak m ana pun di kota ini, asal jangan pesolek
dari St. Louis yang selalu berdandan rapi dan m enganggap diri-
nya bangsawan itu. Oh, baiklah, kau telah kuhajar waktu pertam a
kali tiba di kota ini dan kau akan kuhajar lagi! Tunggu saja sam pai
kau tertangkap olehku, kau akan ku....”
Dan Tom dengan sengit berkelahi m elawan seorang anak
yang hanya ada dalam khayalnya, m eninju, m e nen dang ke sana ke
m ari. “Oh, kau m erasa telah cukup. He? Kau m eneriakkan cukup,
he? Nah, biarlah itu jadi pelajaran yang tak terlupakan bagim u.”
Perkelahian dalam khayal itu selesai dengan m em uaskan.
Istirahat tengah hari Tom lari pulang. Hati kecilnya tak
tahan m elihat kebahagiaan Am y dan kecem buru an n ya juga
tak tertahan kan . Becky kem bali m em eriksa gam bar-gam bar
dalam buku bersam a Alfred. Menit dem i m enit berlalu dan Tom
tak tam pak untuk disiksa. Kem enangannya m ulai m enipis, ia
kehilangan m inat untuk m elihat gam bar. Murung dan m elam un
m enyu sul, diikuti oleh kesedihan. Dua atau tiga kali serasa ia
m endengar langkah kaki, tetapi ternyata bukan. Tom tak m uncul
juga. Kesedihannya m akin berkobar, ia ke cewa dan m enyesal
telah begitu bersun gguh-sun gguh m en jalan kan pem balasan
dendam nya. Alfred yang m alang segera sadar bahwa Becky tak
tertarik lagi padanya, entah m engapa. Berkali-kali Alfred berseru,
“Oh, lihat ini, betapa bagusnya!”
Seruan itu m alah m em buat Becky m arah dan ber kata,
“J angan ganggu aku! Aku tak peduli pada gam bar-gam bar itu!”
Air m ata tercurah dan ia bangkit pergi.
Alfred m engejarnya untuk m enghibur, nam un Becky m em -
bentaknya, “Pergilah! J angan ganggu aku lagi! Aku benci padam u!”
156 Mark Twain

Alfred tertegun, bertanya-tanya dalam hati, apa yang telah


diperbuatn ya hin gga Becky bersikap dem ikian . Becky telah
berjanji untuk m elihat gam bar-gam bar itu bersam a dia selam a
istirahat ten gah hari. Tetapi dia m en in ggalkan n ya, sam bil
m enangis. Term enung Alfred berjalan perlahan m asuk ke ruang
sekolah yang kosong. Ia m erasa dihina dan m arah. Dengan
m udah terpikir olehnya sebab-sebab sebenarnya: Becky telah
m em per alatn ya un tuk m elam pias kan ke m arahan pada Tom
Sawyer. Kebenciannya pada Tom tak berkurang dengan tim bulnya
pikiran ini. Betapa senangnya ia, bila bisa dicarinya jalan untuk
m encelakakan anak itu. Pandangannya jatuh pada buku ejaan
Tom . Inilah kesem patan bagus. Dengan lega dibukanya bagian
pelajaran untuk sore nanti dan tanpa berpikir lagi m enuangkan
tinta pada halam an yang diperlukan itu.
Pada saat itu Becky yang di luar gedung sekolah m e lihat ke
dalam m elalui jendela di belakang Alfred, hingga sem pat m elihat
perbuatan itu tanpa diketahui oleh Alfred. Becky berjalan terus,
pulang dan tim bul m aksud di hatinya untuk m em beritahukan
kepada Tom tentang kejadian ini tadi. Tom akan berterim a
kasih sehingga per selisihan m ereka akan selesai. Tapi belum
setengah perjalanan pulang di tem puhnya, pikiran Becky beru-
bah lagi. Ingat bagaim ana perlakuan Tom terhadapnya waktu
ia m em bicarakan tentang piknik, hatinya jadi panas serta m alu.
Becky m enetapkan hatinya untuk m em biar kan Tom m endapat
cam buk atas kerusakan pada buku ejaannya dan m em bencinya
selam a-lam anya sebagai tam bahan.
Tom Berterus Terang

TOM TIBA di rum ah dengan hati sedih, dan sam butan bibinya
m e nyatakan bahwa kesedihannya tak m en dapatkan sam butan
yang layak.
“Tom , ingin aku m engulitim u hidup-hidup!”
“Bibi, apakah salahku?”
“Banyak sekali! Bagaikan orang gila aku ke rum ah Sereny
Harper dengan harapan bahwa ia akhirnya bisa percaya akan
arti im pian. Tetapi ternyata ia telah m en dengar dari J oe bahwa
kau betul-betul telah datang ke m ari dan m endengarkan sem ua
percakapan kam i. Tom , aku tak bisa bayangkan apa jadinya
anak yang berkela kuan seperti engkau ini. Sedih hatiku, Tom ,
m em ikirkan betapa tega kau m em biarkan aku pergi ke Sereny
Har per bagaikan orang linglung, tanpa m engatakan apa-apa.”
Kejadian ini tak pernah terpikirkan oleh Tom . Kecer dikannya
pagi tadi tam paknya seperti sesuatu lelucon yang baik bagi
158 Mark Twain

Tom . Tetapi kini tam pak kekotoran dan kelicikan akal itu. Tom
m enundukkan kepala, sesaat ia tak tahu harus berkata apa.
“Bibi, aku sangat m enyesal, sam a sekali tak pernah kupikirkan
akan begini jadinya.”
“Kau m em ang tak pernah berpikir. Tak pernah kau berpikir
apa pun , kecuali ten tan g kepen tin gan dirim u sen diri. Kau
bisa berpikir untuk datang ke m ari dari Pulau J ackson buat
m enertawakan kese dihan kam i. Kau bisa berpikir m enipuku
tentang im pian, tapi tak terpikir olehm u untuk m engasihani kam i
dan m enolong kam i dari kesedihan.”
“Bibi, aku tahu, perbuatanku sangat buruk, tapi aku tak
berm aksud untuk berbuat buruk. Betul-betul tidak. Dan lagi,
m alam itu aku datang ke m ari bukan untuk m enertawakan Bibi.”
“Untuk apa kalau begitu?”
“Un tuk m en gatakan agar Bibi tak perlu gelisah bah wa
sebenar nya kam i tidak terbenam .”
“Tom , Tom , aku akan m enjadi orang yang paling ber terim a
kasih, kalau aku bisa percaya bahwa kau m em punyai pikiran
sebagus itu. Tapi kau tahu sebenarnya kau tak pernah berpikir
begitu, dan aku juga tahu, Tom .”
“Sungguh m ati m em ang dem ikian. Bi, sungguh m ati!”
“Oh, Tom , jangan berdusta, jangan. Dustam u akan m em buat
keadaan m enjadi seratus kali lebih buruk.”
“Aku tidak berdusta, Bi, tidak. Aku ingin m encegah, agar Bibi
tidak berduka terus. Itulah yang m endorong aku untuk datang ke
m ari.”
“Bila kata-katam u bisa kupercaya, Tom , hal itu akan m erupa-
kan im balan untuk m enebus dosa. Untuk itu saja aku bisa girang,
biar pun kau telah m elarikan diri dan berlaku buruk. Tetapi itu
tak m asuk akal, lantaran kau tidak m enceritakan kepada Bibi.”
“Dengar, Bi, waktu Bibi berbicara tentang upacara pengu-
buran, pikiranku hanya tertuju pada rencana untuk bersem bunyi
Petualangan Tom Sawyer 159

di gereja. Tak bisa aku m em ikirkan untuk m em batalkan rencana


itu. Karena itu kum asuk kan kem bali kulit kayu yang kukatakan
tadi pagi dan m enutup m ulut tentang itu.”
“Kulit kayu yang m ana?”
“Kulit kayu yang kupakai untuk m enulis surat, bahwa kam i
pergi untuk m enjadi bajak laut. Sungguh m enyesal, Bibi tidak
terbangun waktu kucium .”
Garis-garis sedih m enghilang dari wajah Bibi Polly, m ata nya
m em ancarkan cahaya dengan tiba-tiba.
“Betulkah kau m encium ku, Tom ?”
“Tentu saja, Bi.”
“Kau yakin, kau telah m encium ku?”
“Yakin seyakin-yakinnya.”
“Mengapa kau m encium ku, Tom ?”
“Karena aku m encintai Bibi dan Bibi tidur dengan berkeluh-
kesah hingga hatiku sedih.”
Kata-kata Tom bernada kebenaran. Nyonya tua itu tak
bisa m enyem bunyikan getaran dalam suaranya, ketika berkata,
“Cium lah lagi aku, Tom , dan pergilah sekarang ke sekolah, jangan
kauganggu lagi aku!”
Begitu Tom pergi, Bibi Polly berlari ke sebuah lem ari,
m engeluarkan jaket com pang-cam ping yang diperguna kan oleh
Tom untuk m enjadi bajak laut. Tapi ia tertegun, m enim ang-
nim ang jaket itu sam bil berkata sendiri, “Tidak, aku tak berani.
Anak m alang, pasti ia berdusta lagi tapi dustanya dusta yang
diberkati Tuhan sebab dengan dusta itu hatiku jadi terhibur.
Kuharap Tuhan—aku tahu pasti Tuhan akan m engam puninya,
sebab betul-betul baik hatinya untuk m enceritakan ini sem ua
padaku. Tapi aku tak ingin m em buktikan bahwa kali ini ia pun
berdusta. Tak akan kulihat.”
J aket itu dim asukkannya kem bali. Sesaat ia term e nung. Dua
kali tangannya terulur untuk m engam bil jaket tadi dan dua kali
160 Mark Twain

pula gagal. Sekali lagi dicobanya, m em perkuat hatinya dengan


berpikir, “Itu tadi suatu dusta yang baik—dusta yang baik—tak
kubiarkan dusta itu m enyedihkan hatiku.”
Ia m engeluarkan sem ua isi saku jaket. Sesaat kem udian
dengan air m ata berlinang ia m em baca surat Tom yang tertulis di
kulit kayu itu dan katanya, “Kini aku bisa m engam puni anak itu.
Ku am puni dia, walaupun dia telah berbuat sejuta dosa.”
“Tom, betapa mulia hatimu!”

KEDUKAAN HATI Tom lenyap oleh cium an Bibi Polly yang


dilakukan dengan penuh rasa sayang dan m em buat hatinya
gem bira serta bahagia lagi. Ia berangkat ke sekolah, dan beruntung
bertem u dengan Becky Thatcher di Meadow Lane. Perasaan
Tom selalu m enen tu kan tindakannya. Tanpa berpikir panjang
ia berlari m endekati Becky dan berkata, “Hari-hari ini aku telah
m em perlakukanm u tidak baik, Becky, m aafkan aku. Aku berjanji
tidak berlaku dem ikian lagi selam a-lam a nya, seum ur hidupku.
Mari kita berbaik kem bali.”
Becky berhen ti, m en atap wajahn ya den gan m arah dan
m enyahut, “Terim a kasih, Tuan Thom as Sawyer, lebih baik
kalau kau tak bertem an lagi dengan aku. Aku tak sudi bicara
denganm u.”
Dengan m em buang m uka Becky m eninggalkan Tom . Tom
begitu tercengang oleh sam butan itu, hingga tak terpikir olehnya
162 Mark Twain

untuk berkata, “Siapa yang peduli, Nona Sok Aksi!” sam pai waktu
yang tepat untuk m enga ta kan hal itu telah lewat. Maka ia tak
berkata apa-apa lagi. Nam un ia betul-betul m arah. Ia m erengut
m asuk ke ha lam an sekolah. Betapa senangnya, bila Becky m enjadi
seorang anak laki-laki hingga ia bisa m enghajarnya habis-habisan.
Segera juga ia bertem u dengan Becky dan Tom m elontarkan
olokan yang m enya kitkan hati. Dengan cekatan Becky m em balas
hingga perselisihan m ereka sem purna sudah. Dalam kem arah-
annya, Becky tak sabar m enunggu sekolah dim ulai agar ia bisa
m elihat Tom dicam buk untuk kesalahan m e rusak buku ejaan.
J ika tadi ada sedikit keinginan untuk m engadukan perbuatan
Alfred Tem ple, keinginan itu kini lenyap.
Gadis m alang, dia tak tahu bahwa dia sedang di tepi jurang
kesulitan. Tuan Dobbins, guru sekolah itu, m en capai usia setengah
um ur dengan cita-cita yang tak tercapai. Keinginannya m enjadi
dokter. Nam un karena kem iskinan, dia tidak lebih tinggi daripada
seorang guru sekolah desa. Setiap hari diam bilnya sebuah buku
dari m ejanya. Pada saat tak ada kelas yang m endapat pela jaran
m enghafal, Tuan Dobbins tenggelam dalam buku yang penuh
rahasia itu. Ia selalu m engunci lagi tem pat buku itu disim pan.
Setiap anak di sekolah itu ingin tahu apa sebenarnya isi buku
itu tapi m ereka tak pernah m en dapat kesem patan. Setiap anak
m em punyai pikiran apa kiranya isi buku itu. Pikiran-pikiran
itu saling berten tangan dan tak ada jalan untuk m em buktikan
kebenar annya.
Hari itu, waktu Becky m elewati m eja guru di dekat pintu
m asuk, dilihatnya kunci laci m asih tergantung di lubang kunci.
Kesem patan yang luar biasa. Becky m elihat ke sekeliling, hanya
dia sendiri di ruang sekolah yang sepi. Cepat diam bilnya buku
Tuan Dobbins. J udulnya Anatom i, karangan Profesor Anu. Nam a
Petualangan Tom Sawyer 163

itu tak m em beri keterangan apa-apa kepadanya, m aka dibuka-


buka nyalah halam an buku itu. Pada halam an pertam a, terdapat
sebuah gam bar ber warna indah, gam bar tubuh m anusia telanjang
bulat. Tepat pada saat itu bayangan jatuh di halam an buku
itu. Tom Sawyer m asuk dan dengan selintas m elihat buku di
tangan Becky. Becky gugup m erenggut buku itu dan m enutupnya.
Dasar sial, karena gugup, halam an pertam a terobek sam pai ke
tengah halam an. Dilem parkannya buku rahasia itu ke dalam laci,
dikuncinya sam bil m enangis. Karena m alu dan gusar berkatalah
dia, “Tom Sawyer, betapa rendah budim u untuk m enyelinap dari
belakang dan m engintip, apa yang sedang kuperhatikan.”
“Bagaim ana aku tahu bahwa kau sedang m em per hatikan
sesuatu?”
“Kau harus m alu, Tom Sawyer. Kau tahu, kau akan m eng-
adukan aku, dan oh, apa jadinya dengan diriku! Aku pasti akan
dicam buk, belum pern ah aku dicam buk di sekolah!” Becky
m enghentakkan kakinya yang m ungil. “Berbuatlah sekejam yang
engkau kehendaki! Aku tahu apa yang akan terjadi. Tunggu
sajalah, dan lihat nanti. Benci! Benci! Benci!” Becky lari ke luar
dengan tangis yang m en jadi-jadi.
Tom tertegun, bingung oleh serangan ini. Segera ia berkata
pada diri sendiri, “Aneh betul anak perem puan ini. Belum pernah
dicam buk di sekolah! Bah! Apalah arti cam buk an? Tapi begitulah
anak perem puan; kulit m e reka tipis, hati m ereka m udah kuncup.
Tentu saja aku tak akan m engadukannya kepada Si Tua Dobbins.
Ba nyak jalan untuk m enyakiti si tolol kecil ini yang tak begitu
keji, tetapi apa gunanya? Dobbins tua itu pasti tahu, bukunya
robek. Pasti ia m enanyakan siapa yang m erobeknya. Tak akan ada
yang m enjawab. Kem udian ia akan m enggunakan cara kebiasa-
annya, m enanyai sem ua m urid dan bila ia sam pai pada gadis yang
berke pentingan, pasti ia akan m engetahuinya. Wajah anak-anak
perem puan m udah dibaca. Mereka tak bisa m e nyem bunyikan
164 Mark Twain

perasaan. Sungguh sulit persoalan Becky, ia pasti akan dihukum ,


tak ada jalan untuk m enghindarkannya.” Tom berpikir sesaat
dan m enam bahkan, “Baiklah, agaknya ia m elibatkan aku dalam
persoalan ini. Biarlah ditanggungnya sendiri.”
Tom keluar dan ikut berm ain den gan tem an -tem an n ya
di halam an. Beberapa saat kem udian Tuan Dobins tiba dan
pelajaran dim ulai. Tom tak m enaruh m inat pada pelajaran.
Sesekali ia m elirik ke tem pat anak-anak wanita. Wajah Becky
m em buat kacau pikir annya. Bila ia m em pertim bangkan suasana
hubungan m ereka, sebetulnya ia tak perlu m erasa kasihan pada
Becky. Tapi ia tak bisa m enekan perasaan itu. Ia sam a sekali
tak bisa gem bira m elihat Becky sedih. Pikiran tentang Becky
itu segera lenyap sebab ia sendiri m en dapat kesulitan. Tuan
Dobbins m enem ukan kerusakan pada bukunya. Becky m elupakan
kesedihannya, m enunjukkan perha tian pada pem eriksaan atas
diri Tom yang dituduh m e rusakkan buku itu. Becky tahu, Tom
tak bisa m enghin darkan diri dari hukum an. Makin sengit Tom
m en yan ggah tuduhan , m akin m urkalah san g guru. Tadin ya
Becky m engira ia akan m erasa gem bira m elihat Tom dim arahi,
tetapi pada saat itu ia tak m erasa yakin lagi. Ketika ternyata Tom
akan m endapat hukum an berat, ham pir saja Becky berdiri untuk
m enerangkan bahwa yang bersalah adalah Alfred Tem ple. Tetapi
dipaksa kannya dirinya untuk diam saja sebab ia berpendapat
bahwa n an ti Tom akan m en gadukan dirin ya. Apa gun a n ya
m enolong Tom ?
Tom m en erim a cam bukan dan kem bali ke ban gkun ya
dengan pikiran kacau sebab terpikir olehnya m ungkin ia telah
m en um pahkan tin ta tan pa sen gaja waktu sedan g ber kejar-
kejaran. Ia m enolak tuduhan hanya un tuk m em enuhi kebiasaan
saja dan tetap pada peno lakan itu berdasarkan pendiriannya.
Sejam penuh berlalu. Udara ruangan sekolah diisi oleh
keriuhan anak-anak belajar. Guru m ulai terkantuk-kantuk di
Petualangan Tom Sawyer 165

kursinya. Akhirnya Tuan Dobbins berdiri m enggeliat, m enguap,


m em buka kunci laci. Buku dipegangnya, tapi agaknya m asih ragu,
apakah ia akan m em bukanya atau tidak. Ham pir sem ua m urid
acuh tak acuh, tetapi dua pasang m ata m engikuti setiap gerak
Tuan Dobbins dengan penuh perhatian. Tuan Dobbins seakan
tak sadar m eraba-raba buku itu dan sebentar kem udian buku itu
dibawanya ke kursi untuk dibaca!
Tom m elirik Becky. Wajah Becky bagaikan seekor kelinci
yang sedang diburu dan sadar bahwa laras bedil telah tertuju ke
kepalanya. Seketika itu lenyaplah pera saan berm usuhan di hati
Tom . Cepat! Sesuatu harus segera dilakukan untuk m enolong
Becky! Harus dilaku kan secepat kilat! Tetapi besarnya bahaya
untuk keada an gawat itu m em buat pikirannya seakan lum puh.
Bagus! Ia m endapat akal. Ia akan lari m erenggut buku itu,
m elom pat ke luar pintu dan kabur. Baru saja ia m e m ikirkan
keputusan itu, kesem patan n ya len yap. Tuan Dobbin s telah
m em buka bukunya! Saat yang hilang itu tak bisa didapatnya
kem bali! Terlam bat. Becky tak bisa tertolong lagi. Tuan Dobbins
telah m enatap seluruh ke las. Sem ua m enundukkan kepala tak
kuat m enahan pan dangan itu. Pandangan yang m enanam kan
rasa ta kut, bahkan pada anak-anak yang tak punya kesalahan.
Sunyi senyap selam a kira-kira sepuluh hitungan, sang guru
m engum pulkan sem ua kutuk, baru bertanya, “Siapa yang m erobek
buku ini?”
Tak ada yang bersuara. Bila ada jarum jatuh, pasti akan
terdengar. Kesunyian itu berlangsung pada waktu sang guru
m enyelidiki wajah dem i wajah untuk m en cari yang bersalah.
“Benyam in Rogers, kaukah yang m erobek buku ini?”
Suatu sanggahan. Sunyi lagi.
“J oseph Harper, kaukah?”
San ggahan lagi. Kegelisahan Tom m en jadi-jadi oleh
penyiksaan dari tata cara ini. Sang guru m em perhatikan m urid-
m urid lelaki, berpikir dan berpaling pada m urid perem puan.
166 Mark Twain

“Am y Lawrence?”
Geleng kepala.
“Gracie Miller?”
Tanda yang sam a.
“Susan Harper, apakah kau yang m erobek?”
Sanggahan lagi. Gadis berikutnya adalah Becky Thatcher.
Tubuh Tom gem etar karena khawatir akan suasana putus asa
yang m en cengangkan hati.
“Rebecca Thatcher,” (Tom m em perhatikan wajah Becky,
pucat pasti ketakutan), “kaukah yang... tunggu, lihat aku, lihat
kepadaku,” (tan gan Becky teran gkat seakan m in ta am pun ),
“apakah kau yang m erobek buku ini?”
Suatu pikiran m elintas di otak Tom . Ia m elom pat berdiri dan
berteriak, “Saya yang m erobeknya!”

Ia melompat berdiri dan berteriak, “Saya yang merobeknya!”


Petualangan Tom Sawyer 167

Seluruh isi sekolah ternganga keheranan atas keto lolan yang


tak m asuk akal ini. Tom berdiri sesaat, m ene tapkan hati. Pada
waktu ia m aju ke depan kelas untuk m enerim a hukum an, ia
m elihat pandangan m ata Becky. Pandangan itu penuh keheranan,
terim a kasih, dan pujaan. Ini sudah cukup untuk m enghapuskan
rasa sakit karena seratus kali cam bukan. Diilham i oleh kea-
gungan tindakannya sendiri, ia sam a sekali tak m enge luarkan
suara kesakitan m enerim a cam bukan yang paling keras yang
pernah diberikan oleh Tuan Dobbins. J uga dengan acuh tak acuh
diterim anya hukum an tam bahan berupa keharusan untuk tinggal
di sekolah dua jam setelah sekolah usai, sebab ia tahu bahwa
Becky akan m enunggunya di luar sekolah sam pai hukum an itu
selesai. Maka waktu dua jam itu tidak terbuang per cum a.
Malam itu Tom tidur dengan m erancangkan pem ba lasan
den dam un tuk Alfred Tem ple. Den gan perasaan m alu dan
m enyesal Becky telah m enceritakan segala-galanya, tak lupa
m enceritakan pula pengkhianatannya sendiri. Tapi keinginannya
untuk m em balas dendam jadi kabur oleh kenangan-kenangan
m anis dan Tom tertidur dengan kata-kata Becky yang terakhir,
yang m asih ter ngiang-ngiang di telinganya, “Tom , betapa m ulia
hatim u!”
Dendam Murid-murid Terbalas

LIBUR PANJ ANG m akin dekat. Guru sekolah, yang biasanya


bersikap keras, m em perkeras sikap dan m akin teliti. Ia ingin agar
sem ua m uridnya m enun jukkan hasil yang baik pada ‘Hari Ujian’.
Tongkat pe m u kul dan cam buknya jarang diam —setidak-tidaknya
di antara m urid-m urid yang m asih kecil. Murid-m urid besar, yang
berum ur antara delapan belas dan dua puluh tahun, tak pernah
dihukum badan. Cam buk Tuan Dobbins sangat kuat. Walaupun
di bawah ram but palsu nya ia berkepala botak, ia m asih sete ngah
um ur, tanpa tanda-tanda kelem ahan di ototnya. Makin dekat
dengan ‘Ujian’, m akin kejam ia, bahkan kesalahan-kesalahan
yang paling kecil dihukum dengan hukum an berat. Akibatnya,
hari-hari siang dilalui dengan ketakutan oleh m urid-m urid kecil
dan m alam harinya m ereka m enghabiskan waktu m erancang
pem ba lasan dendam . Tetapi sang guru selalu bisa m enghin-
Petualangan Tom Sawyer 169

darkan diri dari segala m acam pem balasan. Hadiah untuk usaha-
usaha pem balas an yang berhasil selalu m erupakan hukum an
dahsyat yang m enggetarkan hati, hingga anak-anak itulah yang
kalah. Akhirnya sem ua m urid berkum pul untuk m erencanakan
pem balasan dan rencana itu segera terwujud.
Anak seorang pelukis papan penanda diajak bersekongkol
oleh m ereka dan m endapat sebagian tugas untuk m elaksanakan
ran can gan . An ak itu segera m en yatakan kesediaan un tuk
m em bantu anak-anak lain karena dia sendiri dengan senang
hati m em balas dendam pada Tuan Dobbins. Itu karena Tuan
Dobbins m enyewa kam ar di rum ah keluarga ayahnya dan guru
itu telah m enyebabkan banyak kesulitan. Nyonya Dobbins akan
pergi ke pedalam an dalam beberapa hari lagi, jadi tak akan ada
rintangan untuk m elaksa nakan rencana. Tuan Dobbins selalu
m em persiap kan diri untuk m enghadapi kejadian itu dengan
m inum m inum an keras sebanyak-banyak nya. Tugas si anak
pelukis itu akan dikerjakan di sore hari m enjelang perayaan di
sekolah. Waktu itu sang guru m endengkur di kursinya dan m inta
dibangunkan, bila waktu berangkat telah tiba.
Saat yang dinanti-nantikan itu tiba. Pukul delapan m a lam ,
rum ah sekolah terang-benderang oleh cahaya lam pu, dihias
dengan bunga-bunga dan kertas ber warna-warni. Sang guru
duduk m egah di kursi tinggi yang diletakkan di atas panggung,
m em belakangi papan tulis. Ia tam pak se tengah m abuk. Di kanan-
kirinya terdapat tiga baris bangku dan di depannya enam baris
bangku, sem ua untuk tem pat para tokoh dan orang-orang tua
m urid. Di sebelah kiri, di belakang tem pat duduk para tam u,
dibuat sebuah panggung untuk para m urid yang akan am bil
bagian dalam perayaan m alam itu. Panggung diisi oleh anak-anak
kecil yang telah m andi serta berpakaian berlebih-lebihan hingga
m ereka m erasa tak en ak badan , pem uda-pem uda jan gkun g
dan anak-anak serta gadis-gadis yang berpakaian serba putih.
170 Mark Twain

Gadis-gadis yang selalu m em per hatikan lengan-lengan m ereka


sendiri yang tak tertutup, perhiasan-perhiasan kuno nenek-nenek
m ereka, serta pita-pita dan bunga-bunga di ram but m ereka.
Tem pat kosong lainnya diisi oleh m urid-m urid yang tak ikut
am bil bagian.
Upacara dim ulai. Seorang anak yang sangat kecil naik ke
panggung dan berpidato dengan m alu-m alu, “Para hadirin pasti
tak akan m engira, bahwa anak seke cil ini berani berbicara di
panggung di hadapan orang banyak,” dan sebagainya. Pidato itu
diiringi dengan gerakan-gerakan kaku seperti gerakan sebuah
m esin—sebuah m esin yang telah rusak. Tetapi si anak m enye-
lesaikan tugasnya dengan selam at, walaupun dengan tubuh
gem etar ketakutan. Ia m endapat tepuk tangan gem uruh waktu
m em bungkuk dan m undur.
Seorang gadis cilik dengan wajah m alu m em bisikkan sajak
‘Mary punya seekor anak dom ba’ dan seterusnya. Pada akhir saja
ia m enunjukkan sem bah horm at yang m enim bulkan rasa kasihan
dan m endapat hadiah tepuk tangan. Duduklah ia kem bali dengan
wajah kem erah-m erahan, tetapi bahagia.
Tom Sawyer m aju dengan gagah dan penuh keya kinan,
m en gucapkan kem bali pidato ‘Beri daku kem er dekaan atau
beri daku kem atian’. Pidato bersejarah yang tak lekang oleh
panas dan tak lapuk oleh hujan itu, diucapkan dengan sem angat
berkobar-kobar. Tetapi di tengah pidato yang berapi itu Tom
lupa bagaim ana lanjutnya. Rasa takut akan penonton tiba-tiba
m ence kam hatinya, kakinya gem etar, kerongkongannya rasa
tersum bat. Sem ua ingatan tentang pidato itu lenyap. Mem ang,
para penonton m enunjukkan rasa sim pati pada nya, tapi m ereka
tidak m enolong, m aka suasana jadi senyap seketika. Kesenyapan
ini lebih berat terasa oleh Tom , m enghapuskan rasa sim pati yang
diberikan kepadanya. Sang guru m engerutkan kening, m eng-
Petualangan Tom Sawyer 171

hancurkan hati Tom . Sesaat Tom m encoba lagi, nam un terpaksa


m undur m enyerah kalah. Terdengar sedikit tepuk tangan, tapi
segera lenyap.
Ia digantikan oleh seorang anak yang m endeklam asikan
Anak y ang Berdiri di Geladak Terbakar disusul oleh Orang
Assy ria Datang Meny erbu dan sajak-sajak term asyhur lainnya.
Acara setelah itu latihan m em baca dan pertandingan m engeja.
Kelas bahasa Latin yang berisi beberapa gelintir m urid m enjuarai
acara pidato. Dan kini tibalah saat acara utam a m alam itu, yaitu
pem bacaan ‘karangan-karangan asli’ oleh gadis-gadis rem aja.
Setiap gadis m aju ke depan ke pinggir panggung, m endeham ,
m em buka naskahnya (yang diikat indah dengan pita) dan m em -
baca pun dim ulai.
Mereka m em baca den gan san gat m em perhatikan lagu
baca dan perubahan air m uka yang sesuai dengan ‘perasaan’
bacaan. Isi karangan yang dibawakan keba nyakan sam a dengan
karangan-karangan yang diba wakan oleh ibu m ereka dahulu,
bahkan sam a dengan karangan nenek m ereka dan tak ragu lagi
sam a dengan karangan nenek m oyang m ereka dari zam an perang
salib. Misalnya saja karangan Per sahabatan, Kenangan Zam an
Lalu, Agam a dalam Sejarah, Tanah Im pian, Faedah Kebu-
day aan, Perbandingan Bentuk Politik Pem erintahan, Kesedihan,
Cinta Kanak-kanak, Kegiatan Hati, dan sebagainya.
Karangan-karangan ini penuh diliputi kesedihan. Di sam ping
kata-kata indah, dipaksakan beberapa pa tah kata dan ungkapan
yang sedang populer yang m em buat kita bosan. Keistim ewaan
dalam setiap karangan ialah m e nyum palkan khotbah-khotbah
yang telah berurat berakar serta tak bisa ditinggalkan. Apa pun
juga pokok karangannya, untuk khotbah-khotbah itu dipaksakan
agar kesusila an dan keagam aan berjalan bersam a den gan
172 Mark Twain

pem bangunan. Ketidak jujuran yang nyata pada khotbah-khotbah


ini ialah tak ada kekuatan untuk m enghapuskan kebiasaan ini di
sekolah-sekolah, bahkan untuk sekolah-sekolah m asa kini pun
m asih belum cukup. Mungkin tak akan bisa dianggap cukup
selam a dunia m asih berkem bang. Tak ada sebuah se kolah pun di
negara kita di m ana para gadis tidak m e rasa wajib untuk m enutup
karangannya dengan khot bah. Dan Anda akan m endapatkan
bahwa gadis yang paling dangkal pikirannya dan paling tidak taat
kepada agam a, khotbahnya selalu paling panjang dan paling alim .
Tapi cukuplah ini. Kebenaran yang paling seder hana sekalipun
tak pernah terdengar sedap.
Marilah kem bali pada ‘Hari Ujian’ itu. Karangan pertam a
yang dibacakan m alam itu berjudul Kalau begitu, Inikah Hidup?
Mun gkin pem baca cukup tahan un tuk m em baca sebagian
karangan itu:

Di dalam perjalanan hidup, betapa penuh nikm at


pikiran rem aja dalam m enunggu-nunggu kegem biraan
y ang telah direncanakan! Seluruh day a khay al dikerahkan
untuk m eng gam barkan berbagai keindahan kegem biraan.
Dalam khay al, pengabdi dem i m ode y ang panjang hidup
dengan sepenuh hati, m engabdi kepada panggilanny a,
m em bay angkan diri di tengah-tengah keram aian pesta
untuk m enjadi pusat segala perhatian! Tubuhny a y ang indah
sem am pai, dibalut oleh gaun putih baik salju, berputar-
putar m enem bus para penari y ang sedang bersuka cita.
Matany a cem erlang, langkahny a ringan di antara sem ua
para penari y ang ada.
Dalam khay al y an g begitu in dah dan n ikm at,
w aktu ber lalu den gan cepat, m aka tibalah saat bagi
sang rem aja untuk m em asuki dunia kedew asaan y ang
Petualangan Tom Sawyer 173

telah lam a diim pi-im pikan. Betapa sem ua benda di dunia


baru itu diim pikanny a bagaikan benda-benda surgaw i.
Setiap adegan baru lebih indah daripada adegan y ang
m endahuluiny a. Tetapi setelah beberapa lam a, terny atalah
di baw ah kulit y ang indah itu tersem buny i kekosongan:
pujian y ang dahulu m erdu m em belai jiw a, kini terdengar
sakit di telinga; lantai dansa tak lagi m enarik hati; dan
dengan m em buang percum a nafas serta kesehatan, ia
berpaling dengan kesim pulan, bahw a kesenangan duniaw i
tidak bisa m em uaskan kerinduan jiw a!

Dan seterusnya dan seterusnya. Sepanjang waktu terdengar


bisik pujian dari penonton dan seruan-se ruan lem but, “Betapa
in dahn ya!”, “Betapa teram piln ya!”, “Betapa betul!”, dan
sebagainya. Dan setelah karangan itu ditutup khotbah yang
m enyedihkan yang ganjil terdengar, gem uruhlah tepuk tangan.
Kem udian bangkitlah seorang gadis ram ping ber wajah sedih;
wajahnya pucat ‘m enarik’ akibat pil-pil dan sakit pencernaan. Ia
akan m em baca sebuah syair. Dua bait saja dari syair ini rasanya
cukup:

KATA PERPISAHAN SEORANG GADIS MISSOURI


KEPADA ALABAMA

Alabam a, selam at tinggal! Kucinta dikau sungguh!


Tapi sem entara terpaksa kutinggalkan dikau kini!
Sedih, y a, pikiran sedih m engisi hatiku penuh,
Kenangan m enggores m em bakar berdesakan di dahi!
Sebab di hutanm u penuh bunga pernah aku m engem bara;
Menjelajah dan m em baca dekat Sungai Tallapoossa;
Pernah kudengar Sungai Tallasee m em banjir m urka,
Pernah kubercinta dekat Coosa di cahay a Aurora.
174 Mark Twain

Aku takkan m alu m em baw a hati penuh susah,


Aku takkan berpaling m eny em buny ikan m ata basah;
Bukan dari tanah asing aku harus berpisah,
Bukan untuk orang asing kau ucapkan keluh kesah,
Persahabatan dan rum ah, m ilikku di negara bagian ini,
Yang lem bah dan gunungny a kujauhi kini;
Dan dinginlah m ataku, dan hati, dan kem esraan.
Bila orang berbicara dingin tentang dirim u, Alabam a say ang!

Di antara hadirin, am at sedikit yang m engerti apa arti


kem esraan seben arn ya. Bagaim an apun , sajak itu dian ggap
m em uaskan.
Seorang gadis rem aja berkulit agak hitam , beram but dan
berm ata hitam m enggantikan pem bacaan syair di atas. Ia berhenti
agak lam a untuk m enim bulkan kesan sedih, kem udian m em baca
dengan iram a yang bernada sedih:

SEBUAH IMPIAN

M alam gelap dan berbadai. Di sekitar takhta


ketinggian tak sebutir pun bintang bercahay a; tapi buny i
guruh sam bung- m eny am bung di telinga; halilintar m arah
m engerikan di antara m ega-m ega di langit, seakan m engejek
kekuatan Franklin y ang tersohor itu! Bahkan angin y ang
selalu ribut serta-m erta keluar dari rum ah m ereka y ang
penuh rahasia, m eng hardik ke sana, m enghardik ke sini
seolah untuk lebih m eributkan suasana.
Di saat-saat itu, begitu gelap, begitu suram , jiw aku
m engeluh; tetapi dari pada itu,
Sahabatku tercinta, penasihatku, penghiburku dan
pan duku—keriaan dalam dukaku, kebahagiaan dalam
sukaku, datanglah ke sisiku.
Petualangan Tom Sawyer 175

Ia bergerak bagaik an m ak hluk in dah y an g


digam barkan di Tam an Firdaus y ang cerah dan cantik
seperti digam barkan oleh para rem aja dan orang-orang
y ang penuh perasaan. Dialah ratu kecantikan, tak berhias,
kecuali karen a kecan tikan n y a sen diri. Begitu lem but
langkah ny a, sam pai tak m em buat suara. Bila sentuhan
ram ahn y a tak m elepaskan getaran gaib, seperti juga
orang-orang cantik y ang selalu bersikap w ajar, ia akan
m elay ang lalu tak diperhatikan—tak dicari. Kesedihan
m enghias w ajah ny a, bagaikan air m ata dingin di jubah
bulan Desem ber, w aktu ia m enunjuk pada pertem puran
antara kekuatan-kekuatan alam di luar itu, dan m em inta
agar aku m em pertim bang kan kedua unsur y ang ada.

Dem ikianlah seterusnya, im pian buruk ini m engisi kira-kira


sepuluh halam an naskah dengan diakhiri oleh sebuah khotbah
yang m enghancurkan sem ua harapan bagi m ereka yang tak
pern ah m en gun jun gi gereja. Ma ka karan gan itu m en dapat
hadiah pertam a. Karangan itu dianggap yang paling baik untuk
m alam itu. Waktu m enyerahkan hadiah kepada pengarangnya,
Walikota m engucapkan pidato hangat yang isinya m enyatakan,
bahwa karangan itu adalah karangan yang paling ‘fasih’ yang
pernah dide ngarnya dan Daniel Webster sendiri bisa bangga akan
karangan itu.
Sepintas lalu bolehlah diketahui bahwa jum lah karangan
yang m enggunakan secara berlebih-lebihan kata ‘cantik, indah’
dan pengalam an m anusia yang diungkapkan sebagai ‘halam an
buku kehidupan’ m enca pai jum lah rata-rata yang biasa.
Kini sang guru yang sudah m elam paui batas m abuknya,
m e n yin gkir kan kursin ya, m em belakan gi hadirin dan m ulai
m enggam barkan peta Am erika di papan tulis untuk m enguji
kecakapan ilm u bum i m urid-m urid. Tetapi tangannya begitu
gem etar hingga hasil karyanya m enjadi buah tawa hadirin. Ia tahu
176 Mark Twain

apa yang m enye babkan tertawaan itu dan segera m em perbaiki


gam barnya. Dihapusnya garis-garis dan ia m em ulai lagi. Tetapi
garis-garis itu m alah tak keruan jadinya dan tawa m akin ribut.
Kini seluruh perhatian dicurahkannya pada pekerjaannya, seakan
m enetapkan hati untuk tidak dikalahkan oleh tawa itu. Menurut
pikirannya, kini hasil karyanya cukup baik tetapi tawa itu tak
berhenti-henti. Malah m akin keras. Dan m em ang seha rusnya
begitu.
Sebenarnya kini sasaran tawa bukan pada si guru. Di sebelah
atas ruang itu terdapat sebuah loteng. Tepat di atas kepala
sang guru terdapat sebuah tingkap kecil di langit-langit yang
m erupakan lantai loteng. Tingkap itu terbuka, seekor kucing
turun dengan kaki belakang terikat tali kecil, kepala dan m ulutnya
terbungkus kain untuk m encegah binatang itu bersuara. Tali
terulur, kucing turun, sekali-sekali m eliuk ke atas untuk m eraih
tali yang m engikatnya, kem udian m eraih-raih m encari pegangan
di udara. Suara tawa para hadirin m akin ribut. Kucing itu tinggal
sepuluh senti lagi di atas kepala Tuan Dobbins yang sedang
m em usatkan pikiran untuk gam barnya. Kucing m akin lam a m akin
ke bawah hingga akhirnya kaki depannya yang bebas m eraih dan
m en cengkeram ram but palsu Tuan Dobbins. Seketika itu juga
sang kucing ditarik cepat ke atas, dengan m em bawa ram pasannya
ram but palsu. Kepala botak Tuan Dobbins tam pak cem erlang—
rupanya si anak pelukis itu telah m engecatnya dengan cat em as!
Pertem uan bubar seketika. Dendam anak-anak terbalas.
Libur panjang tiba.

Catatan—‘Karangan-karangan’ yang dikutip dalam bab ini


diam bil tanpa perubahan sedikit pun dari sebuah buku berjudul
Prosa dan Puisi oleh Seorang Putri Daerah Barat—dikutip
sewajarnya m enurut penulisan gadis-gadis sekolah. Kutipan dari
buku itu lebih tepat daripada karangan sem ata-m ata.
Kucing itu mencengkeram rambut palsu Tuan Dobbins.
Disambut dengan Ayat-ayat
Kitab Suci

TOM MENGGABUNGKAN diri dengan Kadet Orang-orang Alim


karena tertarik oleh seragam nya yang sangat m encolok. Ia harus
berjanji dahulu tidak akan m erokok, tidak akan m engunyah
tem bakau, dan tidak akan m e m aki selam a m enjadi anggota.
Sekarang dia m enem ukan bahan pem ikiran baru yaitu, berjanji
tidak akan m engerjakan sesuatu, justru m em buat orang ingin
m elakukan yan g terlaran g itu. Tom m erasa tersiksa in gin
m inum an keras dan m em aki-m aki. Hanya karena ingin bisa
m em pertonton kan diri dengan pakaian seragam itu, dia dapat
m enahan diri. Tanggal em pat J uli sudah dekat, tetapi m ungkin
ada kesem patan lain yang lebih cepat untuk m em akai seragam
di m uka um um . Harapan untuk m engenakan pakaian itu di
Hari Kem erdekaan dilepaskannya, padahal ia baru em pat puluh
Petualangan Tom Sawyer 179

delapan jam dalam perkum pulan itu. Harap annya kini ditujukan
pada Hakim Frazer, yang m e nurut desas-desus sudah dekat
pada ajalnya dan akan dikubur dengan upacara besar-besaran
sebab ia seo rang pejabat tinggi. Tiga hari Tom m em perhatikan
berita tentang keadaan Hakim Frazer. Kadang-kadang harap-
annya begitu besar hingga ia m encoba m engenakan pa kaian
seragam nya itu di depan kaca. Tapi Hakim Frazer agaknya gem ar
m em buat orang berdebar-debar; ka dang-kadang kesehatannya
sangat buruk, tapi cepat juga m enjadi baik lagi. Akhirnya tersiar
berita, bahwa sang hakim telah sem buh ber angsur-angsur, m akin
hari m akin baik. Tom kecewa, hatinya luka. Seketika itu juga ia
m inta berhenti dari keanggotaannya—dan m alam nya sakit sang
hakim kam buh, m eninggal dunia se ke tika. Tom m em utuskan
untuk tidak m enaruh keper cayaan pada orang yang bertingkah
seperti hakim itu.
Upacara penguburannya sangat m engesankan. Para Kadet
berbaris dengan gaya yang diperhitungkan bisa m em bunuh
anggota yang baru keluar itu. Tetapi Tom m en jadi bebas lagi dan
ada keun tungannya dalam kebebasan itu. Ia kini boleh m erokok
dan m em aki, nam un herannya ia tak ingin m elakukan hal-hal itu
lagi. Dengan diperoleh nya kebebasan dapat m erokok dan m em aki
itu, keingina nnya m enjadi lenyap.
Tom m ulai m erasa, libur besarnya m alah hanya akan m em -
beratkan hatinya saja.
Ia m encoba m em buat sebuah catatan harian nam un tak ada
yang luar biasa terjadi selam a tiga hari. Maka usahanya gagal di
tengah jalan.
Rom bongan penyanyi negro berkeliling tiba dan m endapat
perhatian penuh dari penduduk. Tom dan J oe Harper m em buat
sebuah perkum pulan pertunjukan dan selam a dua hari hatinya
bahagia.
180 Mark Twain

Bahkan Hari Kem erdekaan, tanggal em pat J uli, telah m enge-


cewakan . H ujan turun den gan lebatn ya hin gga arak-arakan
tak jadi dilangsungkan. Orang terbesar di dunia ini (begitulah
dugaan Tom ), Tuan Benton, seorang senator Am erika Serikat,
ternyata juga m em buatnya kecewa sebab senator itu hanya
orang biasa. Tingginya tak sam pai dua puluh lim a kaki, bahkan
m endekati ukuran itu pun tidak, seperti yang pernah dibayangkan
sebelum nya.
Datanglah sebuah sirkus. Anak-anak m em buat sirkus pula
setelah itu. Tiga hari m ereka berm ain sirkus dalam tenda yang
dibuat dari perm adani yang tak terpakai. De ngan bayaran tiga
peniti untuk anak lelaki dan dua untuk anak perem puan, sirkus
itu pun akhirnya m em bosankan.
Seorang ahli ilm u tengkorak dan seorang ahli ilm u gaib tiba,
dan pergi lagi, m eninggalkan desa itu m akin sunyi dan suram .
Pesta-pesta untuk m uda-m udi dilangsungkan, pesta-pesta
yang m enggem birakan, nam un hanya sedikit dan jarak waktunya
ber jauhan, hingga kesal m enunggunya.
Becky Thatcher pergi ke Kon stan tin opel un tuk ber -
istirahat dengan orang tuanya selam a liburan. Maka tak adalah
kegem biraan hidup di m ana pun juga.
Rahasia pem bunuhan m erupakan penyakit parah yang sering
kam buh bagi Tom yang selalu m em buatnya m erasa ngeri.
Kem udian Tom terserang penyakit cam pak.
Selam a dua m inggu Tom terpaksa berbaring, tak m engetahui
bagaim ana perkem bangan dunia. Ia am at sakit, tak m enaruh per-
hatian pada apa pun. Waktu ia sem buh dan dengan lem as berjalan-
jalan, dilihatnya betapa bertam bah sunyi keadaan sekeliling.
Rupanya waktu ia sakit diadakan penye baran dan pengukuhan
agam a dan se m ua orang m enjadi sangat alim . Bukan saja orang-
Petualangan Tom Sawyer 181

orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Tom berjalan dengan


harapan akan bertem u dengan sebuah wajah yang m engandung
dosa, tetapi di m ana-m ana ia dikece wakan. Ditem uinya J oe
Harper sedang m em pelajari Kitab Suci. Tom segera berlalu dari
pem an dangan yang m enyedihkan hatinya itu. Dicarinya Ben
Rogers yang sedang m engunjungi orang-orang m iskin dengan
m em bawa surat selebaran keagam aan. Dicarinya J im Hollis yang
setelah bertem u m engingatkan dia bahwa penya kit cam paknya
m erupakan suatu peringatan atas dosa-dosanya. Setiap orang
yang dijum painya m enam bah be rat penderitaan hatinya. Dalam
rasa putus asa ia m en cari Huckleberry Finn, yang m enyam butnya
de ngan ayat-ayat Kitab Suci. Hancurlah hati Tom . Dengan kepala
tertunduk ia pulang, tidur, dengan m ena rik kesim pulan bahwa
hanyalah dia yang tersesat jiwa nya di seluruh kota.
Malam itu, badai besar. Hujan lebat, kilat dan guntur sabung-
m enyabung. Tom m enutupi kepalanya dengan seprai, penuh
ketakutan m enanti datangnya hukum an sebab pastilah huru-hara
ini terjadi karena dia. Ia per caya bahwa ia telah m em buat Tuhan
kehilangan rasa sabarnya dan inilah akibatnya. Mungkin juga Dia
ber pendapat, sungguh m em buang-buang m esiu dan kebe saran
untuk m enghancurkan seekor kum bang dengan m em pergunakan
sepasukan m eriam . Tapi nam paknya tak ada yang aneh untuk
m em bangkitkan badai, yang dem ikian hebat guna m enghancurkan
serangga sem a cam dirinya.
Lam a-kelam aan badai itu reda dan m en ghilan g tan pa
m encapai tujuannya. Perasaan pertam a dalam diri Tom adalah
terim a kasih dan janji untuk m engubah kelaku an nya. Perasaan
ini disusul oleh keputusan untuk m e nunggu dulu—siapa tahu,
m ungkin badai itu tak ter ulang lagi.
Pada hari berikutnya dokter-dokter datang lagi; Tom telah
bertam bah parah penyakitnya. Dalam tiga m inggu yang rasanya
seabad, ia harus berbaring. Ketika akhir nya ia sem buh dan boleh
182 Mark Twain

keluar, ham pir tak ada rasa terim a kasih di hatinya bahwa ia telah
lolos dari bahaya m aut sebab se perti dulu ia akan m erupakan anak
terasing di antara anak-anak lainnya. Ia berjalan tak m enentu dan
ditem uinya J im Hollis sedang m em im pin pengadilan anak-anak,
m em utuskan perkara pem bu nuhan atas seekor burung oleh
seekor kucing. Dite m uinya J oe Harper dan Huck Finn di sebuah
gang kecil sedang m akan sem angka curian. Anak-anak m alang.
Seperti juga Tom , m ereka telah kam buh penyakitnya.
Muff Potter Diadili

AKH IRNYA TERANGKATLAH suasan a m en gan tuk yan g


m eliputi desa itu, diguncangkan oleh pem erik saan pengadilan
yang akan dim ulai untuk m em eriksa peristiwa pem bunuhan
terhadap Dokter Robinson. Berita itu segera m enjadi pusat
pem bicaraan seisi desa. Mau tak m au Tom m erasa terlibat.
Setiap pem bicaraan tentang pem bunuhan itu m em buat hatinya
berdebar sebab hati kecilnya selalu gelisah dan takut dicurigai
karena dirasanya seakan pem bicaraan-pem bicaraan itu sengaja
dilakukan di dekatnya untuk m em ancing-m an cing rahasia. Ia
tahu, tak m ungkin orang curiga kepada nya, nam un ia selalu tak
senang di tengah pem bicaraan itu. Keringat dingin m engalir.
Diajak nya Huck ke tem pat sepi untuk berbicara. Sungguh lega,
bila ia bisa m em buka m ulut dengan bebas, m em bagi beban
penderitaan dengan orang lain. Lagi pula ia ingin tahu dan ingin
m e yakinkan bahwa Huck belum pernah m em buka rahasia.
184 Mark Twain

“Huck, pernahkah kau berbicara pada orang lain tentang


itu?”
“Tentang apa?”
“Kau tahu m aksudku.”
“Oh, tak pernah.”
“Tak sepatah kata pun?”
“Tak sepata kata pun. Kenapa kau bertanya?”
“Hm , aku takut.”
“Tom Sawyer, tak m ungkin kita bisa berkeliaran dua hari
kalau rahasia kita diketahui orang. Kau tahu.”
Tom agak tenang. Setelah sejenak, “Huck, bukankah tak ada
orang yang m em aksam u untuk berbicara ten tang ini?”
“Mem aksa berbicara? Wah, bila kuingin agar Iblis itu m em -
benam kan diriku, baru aku m em buka rahasia. Tak ada jalan lain!”
“Baguslah, kalau begitu. Kukira, kita akan selam at selam a
m ulut tertutup. Tapi betapapun, m arilah kita bersum pah lagi biar
tam bah pasti.”
“Aku setuju.”
Dengan upacara penuh kekhusyukan keduanya bersum pah.
“Apa kabar yang kau dengar, Huck? Kudengar ba nyak sekali.”
“Kabar? Yang terdengar hanyalah Muff Potter, Muff Potter,
Muff Potter. Ini m em buatku selalu berkeringat, sehingga ingin
aku ber sem bunyi.”
“Begitu juga aku. Kupikir, pastilah Muff jadi korban. Apakah
kadang-kadang kau tak m erasa kasihan kepa da nya?”
“Selalu, selalu. Mem ang, ia bukan orang baik, nam un belum
pernah m enyakiti orang. Menangkap ikan sedikit untuk m em beli
m inum an keras—dan bergelandangan; Tuhanku, sem ua orang
m e n gerjakan itu, setidak-tidak n ya sebagian besar dari kita,
m isalnya pendeta dan sebangsanya. Tetapi Muff berhati baik,
Petualangan Tom Sawyer 185

pernah diberinya aku ikan separuh, padahal baginya sendiri tak


cukup. Dan sering dia m eno long aku kalau aku sedang sial.”
“Ya, sering ia m em perbaiki layang-layangku, Huck, dan
m em per baiki m ata kailku. Betapa senang, bila kita bisa m em buat
dia bebas.”
“Wah, kita tak akan bisa m em bebaskannya, Tom , lagi pula
suatu waktu ia akan ditangkap lagi.”
“Ya, m em ang dem ikian. Nam un benci aku m ende ngar orang-
orang yang m enghinanya, sedang sebenar nya ia tak bersalah.”
“Aku pun begitu, Tom . Tuhan, orang-orang m alah berkata,
bahwa dialah penjahat yang paling kejam di desa ini dan m ereka
bertanya-tanya dalam hati, m enga pa ia tak ditangkap lebih
dahulu.”
“Ya, aku pun m endengar. Kudengar pula, andai kata dia
bebas, orang-orang akan m enggantungnya tanpa diadili lagi.”
“Pasti akan m ereka kerjakan!”
Lam a kedua anak itu bercakap-cakap, tetapi perca kapan itu
tidak banyak m enghibur hati m ereka. Senja turun. Tanpa disadari
keduanya berdiri dan berjalan ke penjara yang terpencil di pinggir
desa. Mungkin dengan harapan bahwa sesuatu akan terjadi untuk
m enghilangkan kesulitan m ereka. Tapi tak ada sesuatu yang
terjadi, agaknya tak ada m alaikat yang punya per hatian terhadap
tawanan yang m alang itu.
Seperti yang selalu m ereka lakukan sebelum nya, ke dua anak
itu pergi ke jendela berterali, tem pat Muff Potter ditahan untuk
m em berikan sedikit tem bakau dan korek api. Sel tahanan Muff
Potter terletak di lantai per tam a dan tak ada penjaganya.
Rasa terim a kasih Muff Potter akan pem berian -pem -
berian m ereka selalu m enam bah kesedihan m ereka—dan kali
ini m enggores lebih dalam dari biasa. Mereka m erasa m enjadi
pengecut kelas wahid, ketika Muff Potter berkata, “Kau berdua
sangat baik, Tem an-tem an, lebih baik dari siapa pun juga. Aku
186 Mark Twain

tak akan lupa, tidak. Sering aku berkata pada diriku sendiri.
Kataku, ‘Acap aku perbaiki layang-layang dan benda-benda lain
kepu nyaan tem an-tem an, sering kutunjukkan tem pat-tem pat
m engail yang baik, kutem ani m ereka bila aku bisa, dan sem ua
kini m elupakan Muff Potter yang sedang sengsara. Tapi Tom tak
lupa, begitu juga Huck. Kedua nya tak lupa padaku,’ kataku, ‘dan
aku tak akan lupa pada m ereka.’ Nah kawan-kawan, apa yang
kukerjakan sangat jahat. Waktu itu aku m abuk dan gila. Begitulah
dugaan satu-satunya m engapa kekejian itu bisa kulaku kan. Aku
akan digantung. Kukira itu hukum an terbaik. Terbaik dan tepat,
kukira. Setidak-tidaknya begitulah harapanku. Nah, baiklah, tak
akan kita bicarakan lagi hal itu. Apa yang ingin kukatakan adalah
janganlah sekali-sekali kalian sentuh m inum an keras kalau kalian
ingin m enghindari tem pat seperti ini, Berdirilah agak ke sebelah
Barat. Nah, begitu. Sungguh m em buat hatiku tenteram m elihat
kawan-kawan saat sedang berada dalam kesulitan serupa ini. Dan
tak ada orang lain yang datang ke sini, kecuali kalian. Tem an-
tem an yang baik dan bersahabat. Cobalah bergantian kalian naik
punggung m asing-m asing agar aku bisa m enyentuh kalian. Nah,
begitulah. Mari berjabat tangan. Tanganm u bisa m asuk lewat
terali ini, tanganku terlalu besar. Tangan-tangan kecil dan lem ah,
nam un tangan-tangan ini telah m enolong Muff Potter banyak
sekali. Bila bisa, pasti akan lebih banyak pertolongannya.”
Tom pulang dengan hati kacau dan sedih. Im piannya penuh
dengan hal-hal yang m enakutkan. Hari berikut nya dan berikutnya
lagi, ia berputar-putar di sekitar gedung pengadilan. Seolah ada
sesuatu kekuatan yang m enariknya ke sana tapi ia hanya bisa
berputar-putar saja di luar. Huck juga m em punyai pengalam an
yang sam a. Mereka berdua dengan hati-hati m enghindarkan
diri bila bertem u. Masing-m asing m enjauhi gedung pengadilan.
Nam un selalu kekuatan tak terlihat itu m e narik m ereka kem bali.
Tiap ada orang keluar dari ruang pengadilan, Tom m em asang
Petualangan Tom Sawyer 187

telinga, nam un berita yang didengarnya selalu sam a—m akin lam a
m akin nyata kesalahan Muff Potter. Di akhir hari kedua, tersiar
berita bahwa kesaksian Indian J oe teguh tak berubah dan tak
ragu lagi akan keputusan hakim siapa yang bersalah.
Malam itu Tom pulang larut sekali; m asuk kam ar lewat
jendela. Perasaan hatinya tak keruan. Berjam -jam kem udian baru
ia bisa tidur.
Keesokan harinya seluruh penduduk desa berkum pul di
pengadilan sebab itulah hari yang telah lam a m ereka tunggu.
Pria dan wanita m em enuhi ruangan. Setelah agak lam a baru
para juri m asuk, duduk di tem pat m asing-m asing. Se gera setelah
itu Muff Potter dibawa m asuk, pucat dan kum al, m alu dan tak
punya harap an, tangan dirantai, didudukkan di tem pat seluruh
hadirin bisa m em perhatikannya. Indian J oe yang berm uka dingin
juga m endapat perhatian besar. Sesudah agak lam a m e nunggu,
m asuklah hakim dan sidang dibuka oleh sherif. Seperti biasa
hakim -hakim berbisik dan kertas-kertas dikum pulkan , yan g
m enam bah suasana bertam bah tegang.
Seorang saksi dipanggil. Ia m enyatakan telah m e nem ui Muff
Potter m andi pagi-pagi di anak sungai pada waktu pem bunuhan
terjadi dan terlihatlah si tertuduh m enye linap pergi. Setelah
beberapa pertanyaan, jaksa penuntut um um berkata, “Periksalah
saksi itu.”
Tertuduh m engangkat kepala, tapi m enunduk lagi sem entara
pem bela m enyahut, “Saya tak punya per tanyaan.”
Saksi kedua m em buktikan penem uan pisau dekat m ayat
korban. J aksa penuntut um um berkata, “Silakan periksa saksi
ini.”
“Saya tak punya pertanyaan,” sahut pem bela Potter.
Saksi ketiga bersum pah, ia sering m elihat pisau itu di tangan
Muff Potter.
188 Mark Twain

“Silakan m em eriksa saksi!”


Pem bela Muff Potter m en olak un tuk m en an yai saksi.
Hadirin m ulai m enunjukkan rasa tak puas. Apakah pem bela akan
m enyerah kan nyawa tanpa berusaha m enolong sam a sekali?
Beberapa orang saksi m enyatakan tingkah laku Potter, ketika
ia dibawa ke tem pat pem bun uhan . Saksi-saksi in i pun tak
diperiksa oleh pem bela.
Setiap segi keadaan yang m erusakkan nam a Potter yang
terjadi di pekuburan di pagi hari yang diingat baik-baik oleh para
hadirin diungkapkan dengan m eyakin kan oleh para saksi, tapi
tak seorang pun di antara m e reka diperiksa oleh pem bela Potter.
Kekacauan dan rasa tak puas para hadirin dinyatakan oleh gerutu
m ereka yang begitu keras hingga terpaksa diperingatkan oleh
hakim . J aksa penuntut um um kini berkata, “Dem i sum pah para
penduduk yang kata-katanya sam a sekali bisa dipercaya, kam i
telah m enentukan tindak kejahatan ini, tanpa keragu-raguan
lagi dengan kesalahan sepenuh nya pada si tertuduh. Tugas kam i
selesai.”
Muff Potter m en geluh berat; ditutup m ukan ya de n gan
kedua belah tangan, tubuhnya bergoyang ke kiri. Tiba-tiba ruang
pengadilan sunyi senyap. Banyak pria yang terharu, tak sedikit
kaum wanita yang m encucur kan air m ata. Pem bela Muff Potter
berdiri dan berkata, “Yang m ulia, dalam sam butan kam i di
pem bukaan per kara ini, telah kam i m ajukan m aksud kam i untuk
m em buktikan bahwa nasabah kam i m elakukan tindakan yang
m engerikan itu di bawah pengaruh m inum an keras hingga ia sam a
sekali tak bisa m enguasai dirinya. Nam un pikiran kam i berubah.
Kam i tak akan m em per gunakan itu sebagai alasan perm ohonan
am pun.” (Ke pada jurutulis), “Panggil Thom as Sawyer!”
Sem ua air m uka terangkat heran, tak terkecuali air m uka
Muff Potter. Setiap m ata tertuju pada Tom Sawyer yang bangkit
berjalan ke tem pat saksi. Anak itu tam pak sangat liar sebab
ia sedang dilanda ketakutan yang am at sangat. Tom segera
m engangkat sum pah.
Petualangan Tom Sawyer 189

“Thom as Sawyer, di m anakah engkau berada pada tanggal 17


J uni sekitar tengah m alam ?”
Tom m elirik pada Indian J oe yang berm uka keras. Lidah nya
terlalu kelu. Hadirin m enahan napas, m ende ngarkan, nam un
tak sepata kata pun terdengar. Setelah beberapa saat, Tom
m endapat kekuatan sehingga ia bisa bersuara sedikit, hadirin bisa
m endengar, “Di kuburan.”
“Harap berbicara agak keras. J angan takut. Kau ada di....”
“Di kuburan.”
Senyum m engejek m elintas di wajah Indian J oe.
“Apakah kau di dekat kuburan Hoss William s?”
“Ya, Tuan.”
“Keras sedikit. Berapa kira-kira jaraknya?”
“Sejauh Tuan dari saya.”
“Apakah kau bersem bunyi ataukah tidak?”
“Bersem bunyi.”
“Di m ana?”
“Di belakang pohon-pohon elm di tepi kuburan.”
Ham pir tak terlihat perubahan wajah Indian J oe.
“Kau bertem an?”
“Ya, Tuan, saya ke tem pat itu dengan....”
“Tunggu, tunggu sebentar. J angan ucapkan nam a tem anm u
itu. Akan kam i panggil nanti bila saatnya tiba. Apakah yang kau
bawa waktu itu?”
Tom ragu, tam pak bingung.
“Katakan, Anakku, jangan m alu. Kebenaran selalu terhorm at.
Apa yang kau bawa pada waktu itu?”
“Hanya se... ekor bangkai kucing.”
Terdengar tawa yang segera dihentikan oleh sidang.
“Kam i akan m em perlihatkan kerangka kucing itu nan ti.
Kini, Anakku, katakan sem ua yang telah terjadi. Kata kan dengan
caram u sendiri, jangan lewatkan se dikit pun dan jangan takut.”
190 Mark Twain

Tom m ulai bercerita. Mula-m ula tertegun -tegun , tetapi


m akin lam a m akin lancar. Dalam beberapa saat yang terdengar
hanya suaranya sendiri. Hadirin m engikuti setiap kata, yang
keluar dari bibir Tom dengan ter nganga dan sam bil m enahan
napas, sem ua lupa keada an sekelilingnya, terpukau oleh cerita
yang seram itu. Ketegangan m encapai puncaknya pada waktu
Tom berkata, “... dan pada saat itu Dokter Robinson m e m ukul
Muff Potter dengan papan hingga roboh, J oe si Indian m elom pat
dengan pisau teracung, dan—”
Brang! Secepat kilat si peranakan Indian itu m elom pati
jendela, m enerobos sem ua yang m enghalanginya, dan kabur!

Secepat kilat si peranakan Indian itu melompati jendela.


Hari-hari Indah
dan Malam-malam Seram

SEKALI LAGI Tom m enjadi pahlawan gem ilang—buah bibir


orang-orang tua dan sasaran anak-anak m uda yang iri hati.
Nam anya bahkan diabadikan de ngan cetakan sebab surat kabar
desa ikut m em uja-m uja nya. Banyak orang berpendapat bahwa
Tom m ungkin bisa m enjadi Presiden kelak, jika saja nyawanya
tak putus oleh hukum an gantung.
Sebagaim ana biasa, dunia yang penuh tingkah dan tak
berpikiran sehat m enerim a dan m em anjakan Muff Potter dengan
berlebih-lebihan , seperti dulu ia diejek dan dihin a den gan
berlebih-lebihan pula. Tetapi tingkah sem acam itu m em ang adat
dunia, jadi tak bisa kita sa lah kan.
Hari-hari Tom dipenuhi kegem ilangan dan kegem biraan.
Tapi m alam -m alam hari ia diganggu m im pi buruk. J oe si Indian,
lengkap dengan nafsu m em bunuh di m atanya. Dengan upah apa
pun Tom akan m enolak untuk keluar m alam . Huck yang m alang
192 Mark Twain

juga m engalam i yang sam a, takut dan m enderita sebab m alam


sebelum hari pengadilan itu Tom telah m enceritakan segala-
galanya pada pem bela Muff Potter. Huck setengah m ati takut
kalau-kalau peranannya dalam peristiwa itu bocor, tak peduli
bahwa kabur nya J oe si Indian m enyebabkan ia lolos dari pen-
deritaan untuk m enjadi saksi di ruang pengadilan. Anak m alang
itu telah m endapat janji dari pem bela bahwa nam anya akan tetap
dirahasiakan. Tapi apakah gunanya janji itu? Bukankah Tom yang
telah terikat oleh sum pah yang paling seram dan luar biasa m asih
juga terpaksa m em buka rahasia, karena desakan hati nuraninya?
Keper cayaan Huck pada anak turunan Adam ham pir lenyap.
Di siang hari, rasa terim a kasih Muff Potter yang am at besar
m em buat Tom m erasa gem bira ia telah m em buka rahasia, tapi
bila m alam tiba ia sangat m enyesal sudah m em buka m ulut.
Di sam ping m erasa takut jika J oe si Indian tak segera ter-
tangkap, Tom m erasa khawatir pula, bila buronan itu tertangkap.
Ia yakin bahwa ia tak akan bisa lagi ber napas dengan senang
sebelum J oe si Indian m ati dan ia m enyak sikan m ayatnya.
Dium um kan lah hadiah un tuk m en an gkap J oe. Se luruh
daerah diselidiki, nam un J oe betul-betul telah le nyap. Salah satu
dari orang-orang yang m ahatahu dan tum puan kekagum an, yaitu
seorang detek tif, datang dari St. Louis, m enyelidiki ke sana ke
m ari, m enggelengkan kepala. De ngan wajah pintar ia m enyatakan
telah berhasil m endapat jejak, sesuatu yang gem ilang yang selalu
didapat oleh anggota-anggota dari pekerjaan sem acam itu. Ia
telah m endapatkan suatu ‘kunci pem buka rahasia’ hilangnya J oe
si Indian. Nam un orang tak bisa m enggantung ‘kunci pem buka
rahasia’ untuk m enghukum seorang pem bunuh. Maka setelah itu,
de tektif tadi pulang m eninggalkan tem pat itu. Tom m erasa sam a
tidak am annya seperti sebelum kedatangan sang detektif.
Hari-hari berlalu dengan lam bat. Akan tetapi sem a kin ber-
kuranglah ketegangan di hati Tom .
Mencari Harta Karun

DALAM KEH IDUPAN seoran g an ak lelaki pada suatu saat


pastilah akan tim bul keinginan untuk pergi ke suatu tem pat dan
m enggali harta karun. Pada suatu hari keinginan sem acam itu
tim bul pula di hati Tom . Dicarinya J oe Harper, tetapi tak berhasil.
Kem udian dicarinya Ben Rogers; Ben telah pergi m engail. Segera
juga dijum painya Huck Finn si Tangan Merah. Huck setuju. Huck
selalu setuju untuk ikut dalam usaha yang akan m em berikan
keuntungan tanpa m odal sebab ia m em pu nyai waktu banyak
sekali, tetapi uang tidak ada. Waktu bukanlah uang baginya.
“Di m ana kita akan m enggali?” tanya Huck.
“Oh, di m ana saja.”
“Wah, apakah harta karun itu terpendam di m ana saja?”
“Mem ang tidak. Harta itu terpendam di tem pat-tem pat isti-
m ewa, Huck. Kadang-kadang di sebuah pulau, kadang-kadang di
194 Mark Twain

kotak tua yang terpendam di bawah akar pohon tua, tem pat di
m ana bayang-bayangnya jatuh di tengah m alam . Kebanyakan di
bawah lan tai rum ah-rum ah hantu.”
“Siapa yang m enyim pannya di sana?”
“Siapa lagi kalau bukan peram pok? Mungkin penga was
um um Sekolah Minggu?”
“Aku tak tahu. Bila harta itu m ilikku, tak akan kupen dam ,
tetapi akan kupakai bersenang-senang.”
“Aku begitu juga. Tetapi peram pok m em punyai ke bia saan
sendiri. Mereka selalu m em endam harta.”
“Apakah m ereka tak kem bali untuk m engam bilnya?”
“Maksudn ya, sih, begitu. Tetapi biasan ya m ereka lupa
akan tanda-tanda tem pat persem bunyian atau m ereka terburu
m am pus. Apa pun penyebabnya, harta itu terpendam sam pai
bertahun-tahun dan berkarat. Seseorang m ene m ukan sehelai
kertas kuning yang m enyatakan cara m encari tanda-tanda tem pat
per sem bunyian harta itu. Sehelai kertas itu harus dipecahkan
raha sianya dalam waktu berm inggu-m inggu sebab biasanya yang
terdapat hanya tanda-tanda dan hieroglif.”
“Hiero—apa?”
“Hieroglif—gam bar-gam bar dan sebagainya, kau tahu, yang
seperti tak punya arti apa-apa.”
“Apakah kau m em punyai kertas serupa itu, Tom ?”
“Tidak.”
“Bagaim an a kau bisa m en em ukan tan da-tan da tem pat
persem bunyiannya?”
“Aku tak m em erlukan tanda-tanda. Mereka selalu m enanam
hartanya di bawah rum ah hantu atau di se buah pulau atau di
bawah pohon m ati, yang akarnya m encuat ke luar. Kita telah
m encoba m enggali sedikit di Pulau J ackson. Kapan-kapan kita
coba lagi. Ada ru m ah hantu tua di atas sim pangan Still-House dan
ba nyak sekali pohon-pohon m ati. Banyak sekali.”
Petualangan Tom Sawyer 195

“Sem ua ada harta karunnya?”


“Tolol! Tentu saja tidak.”
“Lalu, bagaimana kau bisa memilih yang mana akan kau gali?”
“Kita gali sem ua!”
“Tom ! Itu akan m em akan waktu berbulan-bulan.”
“Lalu kenapa? Bayangkan, bila kau m enem ukan sebuah guci
kuningan dengan uang seratus dolar em as atau sebuah peti penuh
dengan intan, bagaim ana?”
Mata Huck bersinar-sinar.
“Hebat, Tom . Lebih senang bila kau berikan yang seratus
dolar itu padaku. Aku tak m enginginkan intan.”
“Baiklah, tapi aku berani bertaruh aku tak akan m em buang
intan itu begitu saja. Beberapa butir intan ber harga dua puluh
dolar sebutirnya. Itu sangat jarang. Biasa nya berharga enam ketip
atau sedolar.”
“Betulkah?”
“Setiap orang akan berkata begitu. Kau tak pernah m elihat
intan, Huck?”
“Belum pernah.”
“Para raja m em punyainya bertum puk-tum puk.”
“Aku belum pernah m elihat raja, Tom .”
“Kukira m em ang begitu. Tapi bila kau pergi ke Eropa, kau
akan m elihat banyak raja berlom patan di sekelilingm u.”
“Apakah m ereka berlom patan?”
“Berlom patan? Nenekm u! Tentu saja tidak.”
“Kalau begitu, m engapa kaukatakan m ereka berlom patan?“
“Bah, m aksudku, kau m udah sekali m elihat m ereka, tidak
berlom patan tentunya, untuk apa m ereka berlom patan? Maksud-
ku kau akan sering m elihat m ereka berkeliaran ke m ana-m ana,
kau tahu? Seperti si bongkok tua Richard itu.”
“Richard? Siapa nam a keluarganya?”
“Ia tak punya nam a lain. Raja hanya m em punyai nam a depan
saja.”
196 Mark Twain

“Hanya itu saja?”


“Ya, hanya itu saja.”
“Bila m ereka sen an g, biarlah, Tom , tapi aku tak in gin
m enjadi raja kalau begitu, m asa harus m em punyai se buah nam a
saja seperti orang-orang negro. Tapi, di m ana akan kau m ulai
m enggali?”
“Aku tak tahu. Bagaim ana kalau kita m ulai dengan m enggali
di bawah pohon m ati di bukit sebarang sim pang Still-House?”
“Aku setuju.”
Keduanya m em bawa sebuah singkup dan sebuah beliung tua,
m enem puh tiga m il m enuju ke tem pat yang dim aksud. Perjalanan
itu m em buat tubuh m ereka panas dan terengah-engah. Begitu
tiba, m ereka m erebahkan diri di bawah pohon, beristirahat dan
m erokok.
“Senang aku seperti ini,” kata Tom .
“Aku juga.”
“He, Huck, bila kita m endapatkan harta karun di sini, apa
yang akan kau lakukan dengan bagianm u?”
“Hm , akan kubeli kue dan segelas soda tiap hari, dan aku
akan m enonton setiap sirkus yang datang di kota kita. Aku
bertaruh, aku akan bersenang-senang terus setiap hari.”
“Apakah kau tak berm aksud untuk m enabungnya sebagian?”
“Untuk apa?”
“Untuk hidupm u, tentu.”
“Tidak perlu. Bapakku pasti datang kem bali ke kota ini dan
akan m eram pas uang tabunganku, bila aku tak segera m enghabis-
kannya. Percayalah, ia akan m engha biskannya sendiri dengan
cepat. Apa yang akan kau kerja kan dengan bagianm u, Tom ?”
“Aku akan m em beli sebuah gedung baru, sebilah pedang
bukan tiruan, dasi m erah, seekor anjing, dan kawin.”
“Kawin!”
“Ya, benar.”
Petualangan Tom Sawyer 197

“Tom , kau—wah, betul-betul kau sudah gila.”


“Tunggu, lihat saja nanti.”
“Itu perbuatan paling tolol yang bisa kau kerjakan. Lihat
saja bapak dan ibuku. Bertengkar terus! Tak ada pekerjaan lain
daripada berkelahi. Aku teringat hal itu.”
“Itu bukan m asalah. Gadis yang akan kukawini tak akan m au
berkelahi.”
“Tom , aku yakin sem ua betina sam a. Mereka akan m enjadi
duri dalam hidupm u. Pikirkan sekali lagi nasihatku, pikirlah
sekali lagi. Siapa nam a betina itu?”
“Bukan betina, Huck, gadis.”
“Ah, sam a saja. Ada yang m enam ai m ereka gadis, ada pula
betina—keduanya benar. Siapa kah nam a nya?”
“Akan kukatakan padam u kapan-kapan. Tidak seka rang.”
“Baiklah cukup. Hanya, bila kawin, aku akan lebih kese pian.”
“Tak m ungkin. Kau tinggal di rum ahku nanti. Nah, sudahlah,
m ari kita m enggali.”
Selam a seten gah jam m ereka bekerja keras, tapi tidak
m enem ukan apa-apa. Setengah jam lagi bekerja. Tetapi tak
ada hasil. Huck bertanya, “Apakah m ereka selalu m enanam
barangnya sedalam ini?”
“Kadang-kadang—tidak selalu. Tidak seperti biasa. Kukira,
ini bukanlah tem pat yang tepat.”
Mereka m em ilih tem pat baru dan m ulai m enggali lagi.
Kini m ereka bekerja agak lam bat, tapi hasilnya cukup lum ayan.
Beberapa saat m ereka m enggali tanpa berbicara. Akhirnya Huck
bertopang pada singkupnya, m engusap peluh dari alisnya dengan
lengan baju dan berkata, “Ke m ana kau akan m enggali lagi setelah
tem pat ini?”
“Kukira kita akan m enggarap pohon tua di balik Bukit Cardiff
itu, di belakang rum ah Nyonya J anda.”
198 Mark Twain

“Tem pat yang cukup bagus. Tetapi Tom , apakah Nyonya


J anda tak akan m eram pas harta itu dari kita karena kita m enem u-
kan di tanahnya?”
“Dia m eram pas dari kita? Coba saja jika berani. Siapa pun
yang m enem ukan dialah pem ilik syah dari harta karun itu. Tak
peduli di m ana, ia m enem ukannya.”
Keterangan itu m em uaskan. Pekerjaan terus berjalan. Setelah
agak lam a Huck berkata, “Bangsat! Mungkin ini bukan tem pat
yang tepat pula, Tom . Bagaim ana pen dapatm u?”
“Aneh sekali, Huck, aku tak m engerti. Mungkin ada tukang
tenung yang ikut cam pur. Mungkin itulah sebabnya kita tak
m endapat apa-apa.”
“Bah, tukang tenung tak berdaya siang hari.”
“Ya, m em ang. Tak terpikir olehku. Oh, aku m engerti kini.
Alangkah tololnya kita. Kita harus m encari tem pat persem bunyian
harta itu dengan m elihat jatuhnya ba yangan pohon di tengah
m alam !”
“Tolol, kalau begitu kita m em buang tenaga saja. Betul-betul
sial, kita harus datang kem bali m alam nanti. Tem pat ini cukup
jauh. Bisakah kau keluar?”
“Kukira bisa. Kita harus m engerjakannya m alam ini, sebab
bila ada seseorang m elihat lubang-lubang ini pastilah m ereka
tahu, apa yang terpendam di sini dan ikut m encari.”
“Nah, baiklah, nanti m alam aku ke rum ahm u dan m engeong.”
“Baik. Kita sem bunyikan alat-alat ini di sem ak-sem ak.”
Malam itu, kedua anak tersebut berada di tem pat yang
ditentu kan, pada saat yang tepat. Mereka duduk di bayang-
bayang pohon, m enunggu. Suasana sunyi, waktunya pun dianggap
keram at oleh tata cara kuno. Hantu-hantu bagaikan berbisik
di antara daun-daun , bersem bun yi di tem pat-tem pat gelap.
Di kejauhan terdengar salak anjing, yang dijawab oleh suara
Petualangan Tom Sawyer 199

burung hantu. Keseram an ini m enekan hati kedua anak, se hingga


m ereka berbicara hanya sepatah dua patah kata saja. Akhirnya
m ereka m enduga hari telah pukul dua belas m alam . Ditandainya
tem pat jatuh bayangan pohon dan m ulailah m ereka m enggali.
Harap annya m em bubung tinggi. Minat m ereka bertam bah kuat
dan karena itu kerjanya m akin giat. Lubang galian m akin lam a
m akin dalam , tapi tiap-tiap kali ha rapan m ereka m elonjak karena
beliung m engenai sesuatu, m ereka selalu m endapat keke cewaan.
Beliung itu hanya m engenai batu atau kayu. Akhirnya Tom
berkata, “Tak ada gunanya, Huck, kita salah lagi.”
“Bagaim ana bisa? Kita tandai bayang-bayang itu tepat sekali.”
“Aku tahu, tapi ada hal-hal lain.”
“Apa itu?”
“Waktun ya han ya dikira-kira. Mun gkin terlalu cepat,
m ungkin terlalu lam bat.”
Huck m enjatuhkan singkupnya.
“Itulah! Itulah yang m enjadi penghalang kita. Kita tak akan
bisa m enentukan waktu yang tepat. Lagi pula keadaannya begini
seram , waktu ini adalah waktu para hantu dan tukang-tukang
tenung berkeliaran. Aku m erasa sesuatu berada di belakangku
terus-m enerus, dan aku takut untuk berpaling sebab bila aku
berpaling siapa tahu di depanku telah ada pula yang lainnya siap
untuk bertindak. Badanku gem etar sejak aku di sini.”
“Aku dem ikian juga, Huck. Biasanya di atas harta karun itu
diletakkan m ayat seorang m anusia. Sebagai penjaganya.”
“Ya, Tuhan!”
“Begitulah. Begitulah apa yang kudengar.”
“Tom , aku tak in gin berkeliaran di dekat oran g m ati.
Seseorang pasti akan m endapat kesulitan dengan m e reka, pasti.”
“Aku pun tak ingin m em bangunkan m ereka. Ba yangkan, bila
tiba-tiba yang berada di sini m enjulurkan kepalanya.”
“J angan, Tom ! Ngeri!”
200 Mark Twain

“Tetapi begitulah keadaanya, Huck. Aku tak m erasa senang


sedikit pun.”
“Tom , lebih baik kita biarkan saja tem pat ini dan m encari
tem pat lain.”
“Baiklah, kukira itulah yang sebaik-baiknya.”
“Di m ana sekarang?”
Tom berpikir beberapa saat dan m enjawab, “Di rum ah hantu!
Di situ pasti ada!”
“Tolol, aku tak senang pada rum ah-rum ah hantu. Mereka
lebih buruk daripada orang-orang m ati. Orang m ati m ungkin
bisa berbicara, tetapi sedikitnya m ereka tak m au m enakut-
n akuti seperti han tu, m un cul den gan tiba-tiba di sisim u
dengan berbungkus kain kafan, m en jenguk lewat bahum u dan
m enggertakkan giginya. Aku tak tahan m enanggung ketakutan
seperti itu, Tom , tak akan ada orang yang tahan.”
“Benar, Huck, tapi hantu hanya berkeliaran di m alam hari.
Mereka tak akan m enggoda kita di siang hari, waktu kita m enggali
rum ah itu.”
“Benar. Tapi kau sendiri tahu, tak ada orang yang berani
m em asuki rum ah itu, baik siang m aupun m alam .”
“Hm , itu disebabkan karena orang tak pernah m au pergi ke
tem pat di m ana pernah terjadi pem bunuhan. Tetapi betapapun
tak pernah ada sesuatu terlihat di sekitar rum ah itu kecuali di
m alam hari, kadang-kadang terlihat cahaya biru di jendela. Bukan
hantu biasa.”
“Tom , di m ana pun kau lihat cahaya biru berkelip-kelip, di
belakang cahaya itu pasti ada hantunya. Sebab kau tahu, hanya
hantu-hantulah yang m enggunakan cahaya seperti itu.”
“Ya, m em ang. Bagaim anapun, hantu tak berke liaran di siang
hari, jadi untuk apa kau takut?”
“Nah, baiklah, kita garap rum ah hantu itu bila kau kehendaki,
tapi kukira ada juga bahayanya.”
Petualangan Tom Sawyer 201

Sam bil berbicara, m ereka berjalan m enuruni bukit. Di sana,


di tengah lem bah yang diterangi cahaya bulan, tam paklah ‘rum ah
hantu’ itu, terpencil, pagarnya telah roboh, halam an ditum buhi
rum put liar sam pai ke pin tunya, cerobong asap hancur, bingkai
jendela tiada lagi, atapnya pun ujungnya rebah. Kedua anak
m em per hatikan rum ah itu, berharap bisa m elihat kelipan cahaya
biru m elintas di jendela. Sam bil berbicara dengan nada rendah,
sesuai dengan keadaan, m ereka m em belok ke kanan, m engitari
rum ah itu dalam jarak yang jauh, kem udian pulang m enem bus
hutan yang m enghiasi bagian belakang Bukit Cardiff.
Dalam Rumah Hantu

MENJ ELANG TENGAH hari keesokan harinya, kedua anak itu


tiba di pohon m ati untuk m engam bil alat-alat. Tom tak sabar
untuk pergi ke rum ah hantu; Huck begitu juga, nam un tiba-tiba
ia berseru, “Hai, Tom , tahu kah kau hari ini, hari apa?”
Tom m en ghitun g-hitun g hari, dan tiba-tiba m atan ya
m enyinar kan rasa terkejut, “Astaga! Tak pernah kupikirkan
tentang harinya Huck!”
“Aku juga, tapi m endadak saja aku ingat, hari ini hari J um at!”
“Tolol! Bagaim ana kita bisa begini ceroboh. Kita bisa m en-
dapatkan bencana m engerjakan hal seperti ini di hari J um at!”
“Bisa? Lebih baik katakan pasti! Mungkin pada hari-hari lain
m endatangkan untung, tapi hari J um at....”
“Setiap orang tolol tahu hal itu, Huck. Kukira bukan kaulah
yang pertam a kali m enem ukan hal itu.”
Petualangan Tom Sawyer 203

“Aku tidak m enyatakan bahwa akulah penem unya. Dan


bukan hanya karena hari J um at saja, tadi m alam aku ber m im pi
buruk, m im pi tentang tikus.”
“Masya Allah. Pasti akan ada bahaya! Apakah tikus-tikus itu
berkelahi?”
“Tidak.”
“Bagus. Bila tak berkelahi, berarti ada bahaya m engancam ,
tapi tak sam pai m engenaim u. Kau tahu. Kita harus waspada.
Biarlah hari ini kita tidak m enggali, kita berm ain-m ain saja.
Tahukah kau Robin Hood, Huck?”
“Tidak. Siapakah Robin Hood itu?”
“Wah, dialah orang terbesar di Inggris. Dan yang terbaik
juga. Ia seorang peram pok.”
“Busyet! Senang sekali, bila aku bisa m enjadi dia. Siapa yang
diram poknya?”
“Kom isaris, uskup, orang-orang kaya dan raja-raja, serta
bangsa nya. Ia tak pernah m engganggu orang m iskin. Ia m encintai
orang-orang m iskin. Hasil ram pokannya dibagikannya kepada
orang-orang m iskin.”
“Baik sekali hatinya.”
“Berani bertaruh, m em ang dem ikianlah, Huck. Dialah orang
yang term ulia hatinya. Kini tak ada lagi orang-orang sem acam
dia, percayalah. Ia bisa m enga lah kan setiap jagoan di Inggris
dengan tangan sebelah diikat di punggungnya. Dengan busur
y ew -nya ia bisa m em anah tepat sebuah m ata uang ketip sejauh
setengah m il.”
“Apakah busur y ew itu?”
“Aku tak tahu. Sem acam busur tentunya. Dan bila anak
panahnya hanya m engenai pinggiran m ata uang itu, ia akan
jatuh terduduk, m enangis dan m em aki-m aki. Tapi, m arilah kita
berm ain Robin Hood. Pasti m enyenangkan. Kuajari engkau.”
“Baiklah.”
204 Mark Twain

Maka m ereka berdua berm ain Robin Hood sepanjang hari,


sesekali m elem parkan pandangan ke rum ah hantu di bawah
bukit dengan penuh keinginan sam bil m em bicara kan apa yang
kira-kira m ereka tem ui di rum ah itu besok. Ketika m atahari m ulai
terbenam , keduanya pulang m ele wati bayang-bayang panjang
pohon-pohon di hutan dan segera lenyap dari pandangan.
Pada hari Sabtu, lewat sedikit tengah hari, kedua anak
kem bali pula ke pohon m ati. Sebentar m ereka m e rokok dan
bercakap-cakap, kem udian m en ggali luban g yan g ter akhir.
Bukan karena m en aruh harapan, tapi m en urut Tom sering
terjadi, bila seseorang m enghentikan m enggali tanpa hasil dan
m eninggalkannya, tak tahunya ketika orang lain m eneruskan
galian itu seda lam enam inci lagi terdapatlah harta karun itu.
Sayangnya, m ereka gagal lagi. Maka kedua anak itu m em anggul
alat-alatn ya den gan perasaan bahwa m e reka telah be kerja
sekeras-kerasnya, jadi bukan m enentang nasib.
Mereka tiba di rum ah hantu. Sesaat m ereka tak bera ni
m asuk. Rum ah itu diliputi kesuram an yang m engerikan dengan
kesunyian yang m encekam di bawah terik m atahari. Tem patnya
pun begitu sepi dan terpencil. Perlahan m ereka m asuk, gem etar
m engintai ke dalam . Terlihatlah oleh m ereka sebuah kam ar tanpa
lantai. Lantainya ditum buhi rum put liar, dinding tak berlapis,
perapian kuno, jendela tak tertutup, tangganya bobrok. Di m ana-
m ana terlihat jaringan sarang laba-laba. De ngan denyut nadi
m akin cepat, m ereka m asuk, berbisik-bisik, telinga dipertajam
untuk m endengarkan suara yang paling kecil, otot-otot siap
m elarikan diri.
Setelah agak lam a, ketakutan m ereka berkuran g. Dise-
lidikinya kam ar itu penuh gairah; sem entara itu da lam hati,
m ereka m em uji-m uji keberanian sendiri. Ke m udian m ereka ingin
m elihat ke atas. Kalau ke atas, m ereka berpendapat, jalan untuk
lari seakan-akan ter putus, tapi setelah saling m enantang, m ereka
Petualangan Tom Sawyer 205

m enaiki tangga. Akhir nya hanya ada satu akibatnya—m ereka naik
setelah m em buang alat di sudut ruangan. Di atas terlihat jelas
tanda-tanda kehancur an, seperti juga di bawah. Di sebuah sudut
terlihat sebuah lem ari yang agaknya m engandung rahasia. Tapi
harapan itu sia-sia, tak ada apa-apa di dalam nya. Kini keberanian
m ereka betul-betul tim bul. Mereka sudah akan turun untuk m ulai
bekerja ketika tiba-tiba Tom berbisik, “Sssh!”
“Ada apa?” tanya Huck, pucat ketakutan.
“Ssh! Kau dengar itu?”
“Ya! Oh, astaga! Mari kita lari!”
“Diam ! J angan bergerak! Mereka datang ke pintu!”
Kedua anak itu berbaring m enelungkup di lantai loteng,
dengan m ata di lubang papan, m elihat ke bawah, m enunggu
dengan ketakutan.
“Mereka berhenti.... Tidak, datang ke m ari.... Itu m ereka.
J angan berbisik, Huck, m asya Allah, bagaim ana aku bisa terlibat
hal ini!”
Dua orang lelaki m asuk. Anak-anak itu berkata dalam hati,
“Itu orang tua Spanyol yang bisu tuli, yang pernah datang ke kota,
satu dua kali. Yang lain belum pernah aku lihat.”
‘Yang lain’ itu berpakaian com pang-cam ping tubuh nya tak
terurus, m ukanya sam a sekali tak m enye nangkan. Si orang
Spanyol m em akai selim ut lebar, berkum is putih lebat, ram but
putih terjurai dari bawah topinya yang lebar, m em akai kaca m ata
hijau. Waktu m asuk, ‘yang lain’ itu berbicara dengan nada rendah.
Mereka duduk di tanah, bersandar ke dinding m enghadap pintu
yang berbicara m eneruskan pem bicara annya, sikapnya m ulai
kurang waspada dan suaranya terdengar jelas, “Tidak, telah
kupikir kan baik-baik. Aku tak m enyukainya. Terlalu berbahaya.”
“Bahaya!” gerutu orang Spanyol yang ‘bisu tuli’ itu, m em buat
kedua orang anak di loteng sangat terkejut, “Ingusan!”
206 Mark Twain

Suara itu m em buat tubuh Tom dan Huck gem etar. Suara J oe
si Indian! J oe berkata lagi, “Tak lebih berba haya dari pekerjaan
kita di atas itu—dan tak terjadi apa-apa pada diri kita.”
“Berbeda sekali. Pekerjaan yang baru kita selesaikan itu
tem patnya sangat jauh di hulu sungai, terpencil tak ada tetangga.
Tak akan diketahui bahwa kita telah m encobanya sebab kita tidak
berhasil.”
“Hm , bukankah lebih berbahaya kita datang ke sini di siang
hari! Setiap orang bisa m encurigai kita.”
“Aku tahu, tapi tak ada tem pat lain yang lebih sesuai setelah
kita m elakukan pekerjaan tolol itu. Aku ingin pergi dari gubuk ini.
Kem arin pun aku ingin pergi tapi tak ada gunanya pergi dari sini
dengan kedua anak terkutuk itu berm ain-m ain di puncak sana
m em per hatikan tem pat ini.”
‘Kedua anak terkutuk’ di atas loteng itu ber getar m en-
dengar pernyataan ini, m em ikirkan betapa untungnya kem arin
m ereka ingat bahwa kem arin hari J um at dan m enunggu sehari
untuk m asuk rum ah itu. Alangkah senangnya bila m ereka bisa
m enunggu se tahun.
Di bawah, kedua orang itu m engeluarkan m akanan untuk
m akan siang. Setelah agak lam a, dalam kesunyian J oe si Indian
berkata, “Dengarlah, pulang ke udik, tunggu sam pai kuberi
kabar. Akan kucoba untuk sekali lagi m asuk kota ini. ‘Pekerjaan
berbahaya’ itu akan kita kerjakan setelah aku m elihat-lihat
keadaan. Kem udian kita pergi ke Texas bersam a-sam a.”
Usul itu disetujui. Kedua orang m ulai m enguap, dan J oe si
Indian berkata, “Aku ngantuk. Giliranm u ber jaga.”
Ia berbarin g m elin gkar di rum put dan segera jatuh
m endengkur. Rekannya m engguncang tubuhnya sekali dua hingga
suara dengkur itu hilang. Segera si penjaga m ulai terkantuk-
kantuk. Kepalanya m akin lam a m akin tunduk dan akhirnya kedua
orang itu sam a-sam a m en dengkur.
Petualangan Tom Sawyer 207

Di loteng, Tom dan Huck lega m enarik napas. Tom berbisik,


“Inilah kesem patan kita—ayo!”
“Tak bisa—aku akan m ati bila m ereka bangun,” sahut Huck.
Tom m endesak, tetapi Huck tetap m enolak. Akhirnya Tom
bangkit perlahan, m elangkah sendiri. Nam un baru saja ia m aju
selangkah, lantai yang diinjaknya berderak, hingga cepat-cepat ia
duduk lagi, ham pir m ati keta kutan. Ia tak berani m encoba lagi.
Kedua anak berbaring m enghitung-hitung waktu yang berlalu
lam bat sekali, sam pai m ereka m erasa bahwa waktu tidak berjalan
lagi. Dengan rasa terim a kasih, m ereka m elihat, m atahari akan
terbenam .
Dengkur yang seorang berhenti. J oe si Indian bangkit,
m em per hatikan rekannya yang duduk tertidur dengan senyum
dingin. Dengan kaki dibangunkannya rekan itu dan berkata, “He!
Bagusnya kau berjaga! Untung saja tak ada apa-apa.”
“Wah, apakah aku tertidur?”
“Oh, sedikit tertidur, m ungkin. Sekarang kita berangkat,
Kawan. Apa yang kita kerjakan dengan sisa uang kita?”
“Aku tak tahu—sim pan saja di sini seperti biasa kita lakukan.
Tak ada gunanya kita m em bawanya sebe lum kita lari ke Selatan.
Enam ratus lim a puluh dolar dalam uang perak itu beban yang
cukup berat untuk dibawa-bawa.”
“Baiklah, tak apa untuk datang ke m ari sekali lagi.”
“Benar, tapi lain kali baiklah kita ke m ari di m alam hari
seperti biasanya.”
“Ya, tapi dengar. Mungkin agak lam a baru bisa ku dapat
waktu yang tepat untuk m engerjakan pekerjaan itu. Sem entara
itu segalanya bisa tejadi. Tem pat ini bukan tem pat yang terbaik,
karena itu lebih baik kita tanam uang kita, dalam -dalam .”
“Bagus,” jawab rekannya, yang segera pergi ke per apian,
berlutut, m engangkat salah satu batu di bagian belakang perapian
208 Mark Twain

dan m engam bil sebuah kantong yang berdencing m erdu. Dari


kantong itu dikeluarkan dua puluh atau tiga puluh dolar untuk
dirinya dan jum lah uang yang sam a untuk J oe si Indian. Kem udian
diberikannya kantong itu kepada J oe, yang sedang m enggali
tanah di sudut dengan m em pergunakan pisau bow ie-nya.
Seketika itu juga sem ua ketakutan dan siksaan batin
kedua orang anak di loteng itu lenyap. Dengan tam ak, m ereka
m em perhatikan setiap gerakan di bawah. Un tung! Perasaan
keuntungan m ereka sam a sekali tak bisa digam barkan. Enam
ratus dolar cukup kaya untuk m em buat enam orang anak kaya
raya! Inilah pencarian harta karun yang term udah! Tak ada lagi
keraguan di m ana harus m enggali. Setiap saat kedua orang anak
itu saling m enggam it. Gam itan lem but yang m udah dim engerti,
“Oh, tidak senangkah kau kini, bahwa kita pergi ke sini?”
Di bawah, pisau J oe m engenai sesuatu.
“Halo!” serunya.
“Ada apa?” tanya rekannya.
“Papan busuk—oh, bukan, sebuah kotak agaknya. Kem arilah.
Tolong bantu aku dan kita lihat apa isi kotak ini. Tak usah, aku
telah m em buat sebuah lubang.” Ia m e m asukkan tangannya, dan
m enarik nya ke luar, berseru, “Astaga! Uang!”
Kedua orang itu m em perhatikan uang logam di genggam an
J oe. Uang em as! Kedua orang anak di loteng segem bira m ereka
juga.
Rekan J oe berkata, “Cepat kita keluarkan. Tadi ku lihat
sebuah beliung berkarat di rum put dekat perapian. Biar kuam bil.”
Ia berlari, m engam bil alat-alat Tom dan Huck. J oe m engam bil
beliungnya, m em eriksa dengan penuh perhatian, m enggelengkan
kepala dan m engge rutu, tapi akhirnya alat itu dipergunakannya.
Kotak tadi segera terangkat keluar. Tak begitu besar, terikat oleh
lem peng besi, tadinya sangat kuat tapi telah term akan oleh waktu.
Petualangan Tom Sawyer 209

Ia memasukkan tangan dan menariknya, “Astaga! Uang!”

Dengan kesunyian gem bira kedua orang itu m em perhatikan harta


yang baru m ereka tem ui.
“Kawan, ada ribuan dolar di peti ini,” kata J oe.
“Kata orang gerom bolan Murrel pernah berkeliaran di sini
pada suatu m usim panas,” sahut tem annya.
“Aku tahu dan inilah harta m ereka agaknya.”
“Kini kau tak usah m engerjakan pekerjaan itu.”
Si peranakan Indian itu m engerutkan kening dan ber kata,
“Kau belum kenal aku. Sedikitnya kau tak m engetahui seluk-
beluk pekerjaan itu. Sam a sekali bukan peram pokan, tetapi
pem balasan dendam !”
210 Mark Twain

Cahaya bersinar di m ata J oe. “Aku m em er lukan bantu anm u.


Bila selesai—kita ke Texas. Pulang ke Nan ce-m u dan anak-
anakm u, tunggu kabar dariku.”
“Nah, baiklah. Lalu akan kita apakan ini? Menanam nya
kem bali?”
“Ya. (kegem biraan m eluap di atas) Tidak! Dem i Sachem
agung, tidak! (kesedihan m endalam di atas) Ham pir aku lupa.
Beliung itu ada bekas-bekas tanah baru. (Sesaat anak-anak itu
dicengkam ketakutan). Bagaim ana sebuah beliung dan sebuah
singkup bisa di sini? Bagaim ana bisa keduanya m em punyai
bekas-bekas tanah baru? Siapa yang m em bawanya ke m ari?
Dan ke m ana m ereka pergi? Apakah kau m elihat seseorang—
m endengar seseorang? Apa! Menanam lagi di sini hingga pem ilik
kedua benda itu m elihat bekas galian? Tidak! Tidak! Kita bawa ke
sarangku.”
“Oh, tentu. Mengapa tak terpikirkan olehku. Kau m aksud
Nom or Satu?”
“Tidak—Nom or Dua—di bawah tanda silang. Tem pat yang
satunya itu tak baik. Terlalu um um .”
“Baiklah. Sudah ham pir gelap, waktu untuk berangkat.”
J oe si Indian bangkit, pergi dari satu jendela ke jendela lain,
hati-hati m engintai keluar. Segera ia berkata, “Siapa kira-kiranya
yang m em bawa alat-alat itu ke m ari? Mungkin kan m ereka m asih
di atas?”
Kedua anak itu tak berani bernapas. J oe si Indian m em e gang
pisaunya, berhenti sesaat, ragu, kem udian bergerak ke tangga.
Kedua anak itu m em ikirkan lem ari tadi, tapi kekuatan m ereka
terasa terbang. Terdengar langkah J oe berderik di tangga—
kengerian yang tak ter tahankan lagi itu m enim bulkan kenekatan
dalam diri anak-anak—m ereka sudah akan m elom pat untuk
bersem bunyi di lem ari ketika tiba-tiba terdengar derakan kayu
Petualangan Tom Sawyer 211

busuk dan J oe jatuh di antara serpihan-serpihan tangga. Ia


bangkit, m em aki-m aki.
Ka wan n ya berkata, “Apa gun an ya sem ua itu? J ika ada
orang di atas, peduli apa? Bila m ereka ingin m elom pat turun
dan m endapatkan kesulitan, siapa ber keberatan? Dalam lim a
belas m enit lagi hari akan gelap, bila m ereka m au biarlah
m ereka m engikuti kita aku bersedia m enunggu m ereka. Menu-
rut pendapatku, siapa pun yang m em bawa kedua benda itu telah
m elihat kita dan m engira bahwa kita adalah hantu atau setan. Aku
berani bertaruh m ereka telah m e larikan diri.”
J oe m enggerutu, kem udian setuju dengan pendapat tem annya
bahwa waktu yang m asih ada cahaya harus dipergunakan sebaik-
baiknya untuk berkem as-kem as. Di kesuram an senja m ereka
berdua m enyelinap ke luar, ke arah sungai dengan m em bawa peti.
Tom dan Huck bangkit, lem ah tapi lega, m engintai kedua
orang dari antara tiang loteng. Mengikuti keduanya? Tak sudi.
Mereka puas untuk m encapai tanah tanpa leher patah dan pulang
dengan m elintasi bukit. Sedikit sekali m ereka berbicara. Mereka
benci kepada nasib sendiri yang telah m eninggalkan beliung serta
singkup. Kalau bukan karena kedua benda itu, sudah pasti J oe
si Indian tak akan m enaruh curiga. J oe akan m enyem bunyikan
perak bersam a em as itu dan m e nunggu hingga ‘dendam nya’
terbalas. Kem udian akan didapatinya bahwa sim panannya hilang
lenyap. Betul-betul nasib jelek dengan m em bawa alat-alat itu ke
sana!
Tom dan Huck m em utuskan untuk m engawasi orang Spanyol
itu bila ia datang ke kota untuk m em ata-m atai keadaan bagi pem -
balasan dendam nya, dan m engikutinya ke ‘Nom or Dua’ di m ana
pun tem pat itu berada. Muncullah pikiran yang m engerikan di
otak Tom .
“Pem balasan dendam ? Bagaim anakah kalau yang dim aksud-
kannya adalah kita, Huck?”
212 Mark Twain

“Oh, jangan!” Ham pir saja Huck pingsan.


Mereka terus m em bicarakannya dan ketika m ereka m e-
m asuki kota, m ereka m ufakat yang m enjadi sasaran J oe adalah
orang lain. Setidak-tidaknya, m udah-m udah an bukan Tom , sebab
hanya Tom -lah yang bersaksi di pengadilan.
Sedikit sekali kesenangan yang diperoleh Tom dalam m eng-
hadapi sendiri bahaya. Alangkah senangnya, jika ia m em punyai
tem an.
Menghilangkan Keraguan

PENGALAMAN HARI itu m enyiksa Tom dalam im pian di m alam


harinya. Em pat kali tangannya m enyentuh harta karun dan
em pat kali harta itu lenyap. Kalau ia sadar, teringatlah betapa
sial dia. Pada pagi hari ia berbaring, m engingat-ingat kehebatan
pengalam annya. Tetapi pengalam an itu kabur dan jauh, seakan-
akan terjadi di dunia lain. Tim bul keyakinannya, sem ua itu
hanyalah m im pi. Ada bukti yang kuat untuk keya kinan ini—yaitu,
jum lah uang logam yang dilihatnya terlalu banyak untuk bisa
dianggap betul-betul terjadi. Belum pernah ia m elihat uang lebih
banyak dari lim a pu luh dolar. Seperti anak-anak lain, ia m eng-
anggap, ‘ratusan’ dan ‘ribuan’ dolar hanya dalam percakap an saja,
tetapi jum lah sebanyak itu tak ada di dunia ini. Be lum pernah
terbayangkan olehnya uang logam sera tus dolar bisa ditem ukan
dalam m ilik seseorang. Bila gam baran tentang harta karunnya
214 Mark Twain

diselidiki, akan keda patan bahwa bayangan tentang harta karun


itu terdiri dari segenggam ketip yang nyata serta setum puk uang
dolar yang tak dapat diraih.
Nam un m akin dipikirkan, m akin nyata, pengalam annya
itu m akin terbayang dalam pikirannya, hingga lebih m endekati
kenyataan daripada im pian. Keragu-raguan ini harus segera
dilenyapkan; ia harus cepat-cepat sarapan dan m encari Huck.
Didapatinya Huck sedang duduk di tepi sebuah perahu,
kakinya terjuntai ke dalam air dan nam paknya sedih. Tom
m em utuskan untuk m em biarkan Huck m em ulai persoalan itu.
Bila ia tak m em ulai percakapan tentang harta karun, berarti
sem ua pengalam annya betul-betul suatu im pian.
“Halo, Huck!”
“Halo, kau sendirian?”
Diam , selam a satu m enit.
“Tom , bila alat-alat itu kita tinggalkan di pohon m ati, pasti
harta itu sudah jadi m ilik kita! Sial!”
“J adi itu bukan m im pi! Bukan m im pi! Ham pir-ham pir aku
berharap itu sem ua m im pi, Huck. Betul!”
“Apa yang bukan m im pi?”
“Kejadian kem arin. Kupikir itu sem ua m im pi.”
“Mim pi? J ika tangga itu tidak patah, Tom , akan kau rasakan,
apakah itu sem ua m im pi atau bukan. Tadi m a lam aku m im pi
banyak dan dalam im pian itu setan Spanyol yang bertutup m ata
itu m engejar-ngejar aku. Sem oga m am pus dia!”
“J angan, jangan m am pus. Kita harus m encarinya. Kita cari
uang itu.”
“Kita tak akan bisa m enem ukannya, Tom . Hanya ada satu
kesem patan bagi seseoran g un tuk m elihat tum pukan uan g
sebanyak itu. Dan kesem patan itu telah lenyap. Lagi pula aku
akan gem etar setengah m ati, bila bertem u kem bali dengannya.”
“Aku juga, tapi aku ingin m elihat dia kem bali, m en cari
jejaknya ke Nom or Dua.”
Petualangan Tom Sawyer 215

“Nom or Dua—ya, itulah. Aku m encoba m em ecah kan hal itu.


Tapi aku tak tahu apa artinya. Apa duga anm u?”
“Aku tak tahu, Huck, terlalu sulit. He, Huck—m ungkin itu
nom or rum ah!”
“Benar! Ah, tidak, Tom . Bila betul nom or rum ah, tak m ungkin
di kota kecil ini. Di sini rum ah-rum ah tak ber nom or.”
“Hm , m em ang begitu. Biar kupikir lagi. Nah, itu adalah
nom or kam ar—di penginapan, m isalnya.”
“Tepat! Di sini hanya ada dua buah penginapan. Bisa kita
ketahui dengan cepat.”
“Tunggu di sini, Huck, sam pai aku tiba.”
Tom segera berangkat. Ia tak ingin terlihat di tem pat um um
bersam a Huck. Ia pergi selam a setengah jam . Di penginapan yang
terbaik kam ar No. 2 ditem pati oleh seorang ahli hukum m uda,
sudah sejak lam a ia tinggal di situ. Di penginapan yang kurang
m egah kam ar No. 2 diliputi oleh rahasia. Kata anak pem ilik
penginapan, kam ar nom or 2 selalu tertutup pintunya. Tak pernah
ia m elihat orang keluar-m asuk, kecuali pada m alam hari. Ia tak
tahu tentang sebabnya tentang keadaan yang aneh ini. Me m ang ia
ingin tahu, nam un perasaan ingin tahu itu tak berapa kuat. Anak
itu m em uas kan rasa ingin tahunya dengan m erasa yakin bahwa
kam ar itu ada hantunya. Malam kem arin ia m elihat cahaya dalam
kam ar itu.
“Itulah yang kuketahui, Huck. Kukira itulah Nom or Dua yang
kita cari.”
“Begitulah, Tom . Kini apa yang akan kita lakukan?”
“Tunggu, kupikir sebentar.”
Tom berpikir lam a sekali, baru berkata lagi, “Beginilah. Pintu
belakang kam ar No. 2 itu adalah pintu yang m enghadap gang
sem pit di antara penginapan dan toko bata yang kecil dan tua.
Nah, kini kum pulkanlah sem ua anak kunci yang bisa kau tem ui,
sedangkan aku akan m encopet sem ua m ilik Bibi. Pada m alam
216 Mark Twain

gelap yang pertam a kita pergi ke tem pat itu untuk m encoba
sem ua kunci. Dan ingat harus kau perhatikan kalau-kalau kau
m elihat J oe si Indian. Mungkin ia datang sebab seperti katanya,
ia akan m encari kesem patan untuk m em balas dendam . Bila kau
m elihatnya ikuti dia. J ika ia tak pergi ke No. 2, itu bukanlah
tem pat yang tepat.”
“Tuhanku! Aku tak ingin m engikuti dia sendirian!”
“Mengapa? Pasti hal itu terjadi pada m alam hari. Ia tak akan
m elihat engkau. Kalau ia m elihat, ia tak akan berpikir apa-apa,
tak akan curiga.”
“Baiklah, bila m alam nya sangat gelap, m ungkin akan kuikuti
dia. Aku tak tahu—aku tak tahu. Akan ku coba.”
“Berani bertaruh, jika hari gelap dan kulihat dia, dia pasti
kuikuti. Mungkin ia berpendapat, tak ada ke sem patan baginya
untuk m em balas dendam dan m em bawa kabur uang itu.”
“Betul juga, Tom , betul juga. Nah, biarlah, akan kuikuti dia,
apa pun yang akan terjadi.”
“Nah, itu baru perkataan seorang sahabat. J angan kau
berhati lem ah, Huck, aku juga tidak.”
Berhadapan dengan Bahaya

MALAM ITU Tom dan Huck siap untuk bertualang. Mereka


berputar-putar di sekitar penginapan itu sam pai lewat pukul
sem bilan. Seorang m engawasi gang kecil di sebelah penginapan
itu dari jauh, yang lain m engawasi pintu penginapan. Tak seorang
pun keluar atau m asuk ke dalam gang, tak seorang pun yang
m irip si Spanyol m em asuki atau keluar dari pintu penginap an.
Malam itu langit agaknya akan cerah. Maka Tom pulang dengan
perjanjian, bila m alam m enjadi gelap Huck akan m enyusulnya
dan m engeong. Tom akan ke luar dan m encoba kunci-kuncinya.
Ternyata langit tetap cerah, Huck m enghabisi waktu jaga dan
tidur di dalam tong bekas bula sekitar pukul dua belas.
Hari Selasa anak-anak itu tetap sial. Begitu juga hari Rabu.
Tapi hari Kam is agaknya ada harapan. Di saat yang baik Tom
m enyelinap keluar, m em bawa lentera seng tua m ilik bibinya
dan selem bar handuk besar untuk m enutupi lentera. Lentera itu
218 Mark Twain

disem bunyikan dalam tong gula Huck. Berdua m ereka m engawasi


penginapan. Sejam sebelum tengah m alam , penginapan tutup,
lam punya (satu-satunya yang ada) dipadam kan. Tak ada seorang
Spanyol pun terlihat. Tak ada orang keluar atau m asuk gang.
Sem ua m em beri harapan baik. Lan git m ulai pekat, han ya
terpecahkan oleh suara guruh di kejauhan.
Tom m engam bil lenteranya, dinyalakannya di dalam tong,
dibungkus erat-erat dengan handuk dan kedua orang petualang
itu berjalan dalam kelam m enuju ke penginapan. Huck berjaga di
ujung gang, Tom m asuk m eraba-raba. Mulailah waktu m enunggu
bagi Huck, m enunggu dengan was-was yang m enekan hatinya
se be rat gunung. Ia berharap agar ia bisa m elihat kilasan cahaya
lentera. Hal itu akan m enakutkannya, nam un setidak-tidaknya
akan m em beri bukti bahwa Tom m asih hidup. Rasanya telah
berjam -jam Tom lenyap. Pastilah ia telah pingsan, m ungkin juga
m ati. Mungkin hatinya m eletus tak kuat m enahan takut atau
kegem biraan. Dalam kegelisah annya tak terasa Huck m eram bat
m a kin lam a m akin dalam m em asuki gang, takut akan hal-
hal yang m engerikan dan m engharapkan bencana yang akan
m enghabiskan napasnya. Tak banyak napas yang bisa dihabiskan,
sebab ia hanya bisa bernapas sedikit dan pastilah dadanya akan
segera rusak, disebabkan debarannya begitu keras. Tiba-tiba
terlihat cahaya len tera dan Tom berlari di sam pingnya sam bil
berteriak, “Lari, cepat! Selam atkan dirim u!”
Perintah itu tak perlu diulang, sekali sudah cukup. Sebelum
ulangan sem pat diucapkan, Huck telah berlari dengan kecepatan
tiga puluh atau em pat puluh m il se jam . Kedua anak berlari
sam pai m ereka m encapai gu dang terbuka, yang tak terpakai lagi
dari rum ah pem ban taian di ujung desa. Tepat pada waktu m ereka
terlin dung, hujan bercam pur angin turun dengan lebatnya. Segera
setelah Tom bisa berbicara lagi ia berkata, “Huck, m engerikan!
Kucoba dua kunci perlahan-lahan. Tapi sua ranya begitu keras,
Petualangan Tom Sawyer 219

hingga aku ketakutan. Dengan dua kunci itu pintunya tak bisa
dibuka. Tanpa kusadari kupegang tom bol pintu, dan pintu itu
terbuka! Ternyata sam a sekali tak terkunci! Aku m elom pat
m asuk, m em buka pem bungkus lentera, dan... dem i hantu Kaisar
Agung!”
“Apa! Apa yang kau lihat, Tom ?”
“Huck, ham pir saja aku m enginjak tangan J oe si Indian!”
“Betulkah?”
“Ya! Ia berbaring di lantai, tidur nyenyak, m atanya tertutup
kain, tangannya terbentang lebar.”
“Tuhanku! Apa yang kau perbuat? Apakah ia ter bangun?”
“Tidak, tak bergerak sedikit pun. Mabuk, kukira. Kusam bar
handukku dan lari.”

“Tidak, tak bergerak sedikit pun. Mabuk, kukira.”


220 Mark Twain

“Aku tak akan ingat akan handuk itu, pasti!”


“Terpaksa. Kalau tidak, pasti Bibi Polly m arah padaku.”
“Hei, Tom , kau lihat kotak itu?”
“Huck, aku tak sem pat m elihat berkeliling. Tak ku lihat peti
itu, tak kulihat tanda silang. Tak kulihat apa pun, kecuali sebuah
botol dan sebuah cangkir seng di lan tai dekat si J oe; dan aku pun
m elihat dua tong serta banyak botol di kam ar itu. Tahukah kau
kini apa sebe narnya kam ar hantu itu?”
“Apa?”
“Kam ar itu dihantui m inum an keras! Mungkin se m ua Peng-
inapan Anti Minum an keras selalu m em pu nyai sebuah kam ar
hantu, bukan, Huck?”
“Mungkin juga, siapa yang akan m engira? Tapi, Tom , kini
saat yang tepat untuk m engam bil kotak itu, bila si J oe m abuk.”
“Betul, kau saja yang m engam bilnya.”
Huck gem etar sesaat.
“Ah, tidak, jangan aku.”
“Aku pun tak m au, Huck, hanya ada satu botol ko song di
dekat J oe si Indian dan itu tak cukup. Bila ada tiga buah, ia m abuk
dan aku berani.”
Agak lam a keduanya terdiam , berpikir-pikir. Kem u dian Tom
berkata, “Dengar Huck, baiklah kita tak m en coba, bila kita tahu
bahwa si J oe m asih ada di sana. Sangat m ena kutkan. Kini kita
awasi tiap m alam , sam pai kita m erasa yakin benar ia tak ada di
kam ar itu. Begitu ia keluar, secepat kilat kita ram pas kotaknya.”
“Aku setuju. Akan kuawasi sepanjang m alam , dan setiap
m alam pula, asal kau kerjakan tugas yang lain itu.”
“Baiklah, yang harus kau kerjakan hanyalah lari satu blok
ke jalan Hooper dan m em eong—dan bila aku m asih juga tidur,
lem par kan beberapa kerikil ke jende laku, pasti aku terbangun.”
“Setuju.”
Petualangan Tom Sawyer 221

“Nah, Huck, hujan reda. Aku pulang. Dua jam lagi fajar
m enyingsing. Kau m au, bukan, m engawasi untuk dua jam lagi?”
“Telah kukatakan, Tom , itu tugasku. Aku bersedia m eng-
awasi penginapan itu tiap m alam selam a setahun. Aku akan tidur
sepanjang siang, dan berjaga sepanjang m alam .”
“Bagus. Di m ana kau tidur?”
“Di gudang jeram i Ben Rogers. Ia m em bolehkan, begitu juga
budak negro ayahnya, Pam an J ake. Aku selalu m engangkut air
untuk Pam an J ake bila dim inta nya, dan jika aku m enginginkan
m akanan, diberinya aku sedikit, kalau ada untuk berdua. Ia negro
yang baik. Ia senang padaku sebab aku tak bertingkah seolah-olah
aku berderajat lebih tinggi. Kadang-kadang aku m alah duduk
m akan bersam a dia. Tapi jangan ceritakan hal itu pada siapa pun.
Tiap orang harus m e lakukan yang tak disenanginya bila ia sangat
kelaparan.”
“Nah, kalau kau tak kuperlukan di siang hari, akan kubiarkan
kau tidur. Tak akan kuganggu kau. Dan tiap saat ada sesuatu yang
penting di m alam hari, jangan ragu untuk m em bangunkan aku.”
Membalas Dendam

KABAR PERTAMA yang sam pai kepada Tom pada J um at pagi


adalah suatu kabar gem bira. Malam se belum nya ternyata keluarga
Hakim Thatcher telah kem bali ke kota. Tentang si J oe, m aupun
tentang harta karun tersisihkan dalam pikirannya, dan Becky
m uncul dalam angan-angannya. Ia m engunjungi Becky bersam a
tem an -tem an lain . Mereka berm ain sem bun yi-sem bu n yian
sam pai lelah sehari suntuk. Dan hari itu disem pur na kan dengan
secara istim ewa: Becky m endesak, agar ibunya m enentukan esok
harinya hari piknik yang telah lam a dijanjikan dan ditunda-tunda.
Ibu Becky se tuju. Kegem biraan Becky tak terlukiskan; Tom be gitu
juga. Sebelum m atahari terbenam undangan-undangan telah
diedarkan, dan seketika itu juga sem ua kaum m uda di desa itu
sibuk dengan persiapan, yang penuh kegem bira an. Tom tak bisa
cepat tidur; besar harapannya akan m en dengar suara m engeong
Huck Finn agar keesokan harinya ia bisa m em buat Becky serta
Petualangan Tom Sawyer 223

para peserta piknik lainnya heran dengan harta karunnya. Tetapi


ia kecewa, harapannya tak terkabul. Tak ada tanda-tanda sam pai
pagi tiba.
Pukul sepuluh esok harinya, sekelom pok anak-anak dan
beberapa orang m uda yang gem bira ria berkum pul di rum ah
Hakim Thatcher. Bukanlah adat daerah itu bagi orang-orang
dewasa untuk m engurangi kegem biraan berpiknik. Anak-anak
itu dianggap cukup am an di bawah perlindungan beberapa gadis
berum ur dela pan belas tahun dan beberapa orang m uda berum ur
sekitar dua puluh tiga tahun. Sebuah kapal tam bang uap disewa
untuk piknik itu. Beberapa saat setelah ber kum pul, rom bongan
yang gem bira itu m em enuhi jalan, dibebani oleh keranjang-
keranjang berisi perbekalan. Sid sakit, jadi tak bisa ikut. Mary
harus m erawatnya di ru m ah.
Kata-kata terakhir yang diucapkan Nyonya Thatcher kepada
Becky ialah, “Kau akan pulang ter lam bat. Agaknya lebih baik,
bila kau berm alam di ru m ah tem an-tem an yang tinggal dekat
pelabuhan kapal tam bang.”
“Kalau begitu, aku akan berm alam di rum ah Susy Harper,
Bu.”
“Baiklah. Tapi ingat, baik-baik jangan m em buat kesulitan di
rum ah orang.”
Beberapa saat kem udian setelah m ereka m en in ggalkan
rum ah, Tom berkata pada Becky, “Dengar, kuberi tahu apa yang
akan kita lakukan. Daripada pergi ke rum ah J oe Harper, lebih
baik kita pulangnya m endaki bukit dan berm alam di rum ah
Nyonya J anda Douglas. Pasti ia m em punyai es krim . Setiap hari
ia m em buatnya banyak sekali. Ia pun akan senang, bila kita
berkunjung ke sana.”
“Oh, senang juga, tapi apa kata ibuku nanti?”
“Bagaim ana ibum u bisa m engetahuinya?”
Becky m em ikirkan usul Tom beberapa saat, kem udian
224 Mark Twain

m enjawab agak ragu, “Kukira itu m enyalahi janjiku, tapi....”


“Tapi apa! Ibum u tak akan tahu, jadi tak ada salah nya,
bukan? Yang diinginkannya hanyalah agar kau selam at, dan
aku berani bertaruh ia akan m enyuruhm u berm alam di rum ah
Nyonya J anda, bila tadi dia teringat. Pasti itulah yang akan
dikatakannya kepadam u.”
Keram ah-tam ahan janda Douglas m erupakan goda an yang
kuat, apalagi Tom m em bujuk terus, hingga akhirnya Becky
m en yerah. Diputuskan juga, m ereka tak akan m en gatakan
rencana itu pada anak-anak lain. Nam un, ketika Tom ingat akan
janjinya pada Huck, ke gem biraannya agak berkurang. Bagaim ana,
kalau nanti m alam Huck m em beri tanda ke rum ahnya? Tetapi
kese nangan yang bisa didapatnya di rum ah J anda Douglas
tak bisa dilalaikan begitu saja. Dan untuk apa kesem patan itu
dilepaskan begitu saja. Malam yang lalu tanda yang dinanti-nanti
itu tak kunjung datang, bagaim ana m ungkin m alam itu akan
datang? Kesenangan yang m eyakinkan harta karun yang m asih
dalam keragu-ragu an dan seperti halnya anak-anak sebayanya, ia
m enyerah pada daya tarik yang lebih besar dan tak m engizinkan
dirinya untuk m em ikirkan kotak harta karun di hari itu.
Tiga m il dari hulu kota, kapal tam bang itu berhenti di m ulut
sebuah teluk, yang berhutan dan berlabuhlah. Penum pangnya
berlari-lari turun ke darat; hutan itu segera penuh dengan
sorak-sorai dan tawa ria. Setiap cara untuk m elelahkan tubuh
dijalankan dan akhirnya sem ua kem bali dengan rasa lapar dan
digem purlah m a kanan-m akanan yang dibawa. Sehabis m akan,
m ereka beristirahat, sam bil bercakap-cakap di bawah naungan
pohon-pohon yang besar. Tak lam a kem udian terdengar seseorang
berteriak, “Siapa yang berani m asuk dalam gua?”
Sem ua berani. Bungkusan-bungkusan lilin dikeluar kan, dan
seketika itu juga sem ua berlom ba-lom ba m e naiki bukit. Mulut
gua terletak di sisi bukit, berbentuk huruf A. Pintu kayunya yang
Petualangan Tom Sawyer 225

tebal dan kuat terbuka. Di balik pintu terdapat sebuah ruang


kecil, dingin seperti lem ari es, dindingnya dari batu kapur keras
berem bun dingin. Ruang itu m enarik, karena penuh rahasia. Da-
lam kegelapan, m e m andang ke luar, ke lem bah yang berm andikan
sinar m atahari. Tapi perasaan yang m e nim bulkan segan itu
segera lenyap dan penjelajahan dim ulai. Waktu sebatang lilin
dinyalakan, terjadi penge royokan atas yang m enyalakan lilin
itu. Perebutan dan pertahanan dilakukan dengan sengit sam pai
akhirnya lilin itu padam . Mungkin jatuh atau tertiup, kem udian
dim ulailah kejar-m engejar dengan diiringi teriakan-teriakan dan
tawa. Nam un sem ua ada akhirnya. Anak-anak itu m engadakan
arak-arakan dengan lilin di gang-gang gelap dalam gua itu.
Barisan lilin m em perlihatkan langit-langit gua tem pat dinding gua
itu bertem u kira-kira enam puluh kaki di atas para peserta piknik.
Gang utam a dari gua itu lebarnya kira-kira delapan atau sepuluh
kaki. Dari tepi kanan dan kiri terdapat gang-gang yang lebih
kecil—sebab Gua McDougal sebenarnya adalah sekelom pok jalan
setan yang terdiri dari gang-gang yang bengkak-bengkok, terjalin
satu sam a lain. Kata orang seseorang bisa m engem bara berhari-
hari dan berm a lam -m alam di jaringan yang m em bingungkan itu
tanpa bisa m enem ukan ujung gang yang sedang dijalaninya. Bila
diikuti jalan yang m enurun, dan m enurun terus, jauh ke dalam
bum i, akan didapatinya hal yang sam a, lingkaran setan dem i
lingkaran setan tak berujung. Tak seorang pun tahu keadaan
di dalam gua itu. Banyak di antara orang m uda m e ngetahui
beberapa bagian dari gua ini, dan m ereka m enganggap bijaksana,
jika tidak m elewati batas yang telah m ereka ketahui. Tom Sawyer
tahu juga beberapa bagian dari gua itu.
Selam a kira-kira tiga perem pat m il, arak-arakan lilin
m engguna kan gang utam a. Kem udian kelom pok-ke lom pok kecil
dan pasangan-pasangan m ulai m enye linap ke gang-gang kecil di
kanan-kiri gang utam a itu, berlarian di gang-gang yang seram
226 Mark Twain

untuk m enakut-nakuti kelom pok lain di gang-gang yang m ereka


lalui, kalau berpotongan dengan gang lain. Kelom pok-kelom pok
itu bisa m enghindari per tem uan dengan kelom pok-kelom pok
lain untuk setengah jam tanpa m eninggalkan bagian yang telah
dikenal baik.
Akhirnya, kelom pok dem i kelom pok m uncul kem bali di pintu
gua, terengah-engah, riuh-rendah, dari kepala sam pai ke kaki
kena tetesan lilin. Di sana-sini tubuh m ereka berbecah lum pur,
tapi sem ua girang, tandanya piknik itu berhasil baik. Sem ua
tercengang bagaim ana waktu cepat berjalan dan m alam ham pir
tiba. Selam a setengah jam lonceng kapal berdentang-dentang m e-
m anggil m ereka. Ini bagaikan m enutup hari penuh pe tualangan
dengan cara yang rom antis, dan karena itu, sangat m em uaskan.
Ketika kapal didorong ke dalam arus, tak seorang pun di antara
para penum pang yang bertingkah laku liar itu peduli akan waktu,
kecuali kapten.
Huck berjaga-jaga waktu lam pu-lam pu kapal gem er lapan
m elintasi derm aga. Ia tak m endengar suara ribut dari atas kapal itu
sebab kini para penum pangnya m u lai lelah. Huck bertanya-tanya
dalam hati, kapal apa itu dan m engapa tak berlabuh di derm aga.
Tetapi pikir an itu segera lenyap, sebab perhatiannya tertuju
pada tugasnya. Langit m endung dan gelap. Pukul sepuluh m a-
lam suara kendaraan tak terdengar lagi, lam pu-lam pu bergantian
padam ; orang yan berjalan kaki lenyap. Desa itu m ulai tidur,
m eninggalkan jaga m alam kecil itu hanya bertem an kesunyian
m alam dan han tu-han tu. Pukul sebelas, lam pu pen gin apan
dipadam kan. Kini sem uanya gelap. Huck m enunggu, baginya
waktu berjalan am at lam bat dan m engesalkan. Tapi tak ada
yang terjadi. Kepercayaannya m ulai goyah. Adakah guna nya ia
berjaga? Apakah m anfaatnya? Mengapa harus dihiraukan dan
tidak tidur saja?
Petualangan Tom Sawyer 227

Ada bunyi terdengar; sekejap ia waspada. Pintu di gang


penginapan tertutup perlahan. Huck m elom pat ke sudut tem bok.
Saat kem udian dua orang berlalu dekat sekali; seorang m em bawa
benda berat di bawah lengan nya. Pasti kotak harta karun itu!
Mereka akan m em in dah kan hartanya! Mengapa harus m em anggil
Tom seka rang? Pikiran tolol; orang-orang itu akan lenyap dan
tak bisa diketem ukan lagi. Tidak, ia akan m engikuti m e reka;
kegelapan ini akan m elindunginya. Setelah berunding sendiri,
bagaikan kucing ia berjalan tak ber suara di belakang orang-orang
itu. Dengan kaki telan jang ia m enyelinap cukup jauh tak bisa
dilihat dari depan.
Kedua orang itu bergerak sepanjang sungai kira-kira tiga
blok, kem udian m em belok ke kiri di sebuah perem patan jalan.
Mereka m engikuti jalan itu, sam pai jalan itu ber cabang ke Bukit
Cardiff. Mereka m engam bil jalan ini. J alan itu m enanjak, m ereka
terus m en daki tanpa ragu, m elewati rum ah penjaga hutan di
setengah jarak ke puncak bukit. Bagus, pikir Huck, m ereka akan
m ena nam harta itu di lubang galian bekas tam bang. Tapi ternyata
m ereka tak berhenti di lubang galian itu. Mereka m enuju jalan
sem pit di antara sem ak-sem ak yang tinggi. Keduanya lenyap di
kegelapan. Huck m em percepat langkah untuk m endekati m ereka,
sebab kini m ereka tak akan bisa m elihatnya lagi. Ia berlari-lari
kecil, kem u dian m engurangi kecepatan, takut kalau-kalau ia ber-
jalan terlalu cepat. Setelah itu ia berhenti, m endengar kan; tak
terdengar suara sedikit pun kecuali detakan jantungnya. Suara
seekor burung hantu terdengar dari atas bukit. Tapi tak terdengar
bunyi langkah kaki. Tuhan ku, apakah ia telah kehilangan jejak?
Huck sudah ham pir saja lari, ketika tiba-tiba terdengar seseorang
m endeham pada jarak kurang dari em pat kaki di dekat nya!
J antung Huck bagaikan m elom pat ke m ulutnya, nam un cepat-
cepat ditelannya kem bali. Seketika itu juga Huck m enggigil
228 Mark Twain

seakan-akan dua belas penyakit dem am m en jangkitinya serentak.


Tubuhnya begitu lem ah, hingga rasanya ia akan roboh. Ia tahu,
di m ana dia sekarang. Kira-kira lim a langkah dari pintu kecil
yang m enuju halam an rum ah besar Nyonya J anda. Biarlah, bila
m e reka akan m enanam kan harta itu di situ, m udah m en carinya
kelak.
Terden gar suara san gat ren dah—suara J oe si In dian ,
“Terkutuk dia, m ungkin ia sedang m enerim a tam u, selarut ini
lam punya m asih m enyala.”
“Tak ada kulihat lam pu.”
Suara terakhir itu asing, suara orang asing di rum ah hantu!
J antung Huck berhenti berdetak—inilah, jadi inilah pem balasan
dendam yang dim aksud itu! Pikiran pertam anya: lari! Kem udian
teringat J anda Douglas yang suka m em beri pertolongan, dan
m ungkin sekali orang-orang ini akan m em bunuh nyonya yang
baik hati itu. Ingin sekali ia m em beri peringatan kepada Nyonya
Douglas, nam un ia tahu ia tidak berani. Kedua orang itu m ungkin
akan m engejar dan m enangkapnya. Ini dan banyak lagi m enjadi
bahan pikirannya dalam waktu antara jawaban si orang asing
dengan kata-kata selan jutnya, yaitu, “Sem ak-sem ak m enghalangi
m atam u. Nah—ke sinilah—kini kau lihat, bukan?”
“Ya. Ada tam u di sana. Lebih baik kita gagalkan saja rencana
ini.”
“Gagalkan? Sedang ini adalah kali terakhir aku di tem pat ini?
Takkan kudapat kesem patan lain. Telah berkali-kali kukatakan
padam u. Aku tak peduli akan uangnya, boleh kau am bil sem ua.
Tetapi suam in ya sa n gat kasar perlakuan n ya padaku—serin g
berlaku kasar padaku—bukan hanya karena ia adalah hakim yang
m enghu kum ku karena tuduhan bahwa aku seorang gelan dangan.
Bukan itu saja. Setelah m enyerah kan aku, aku dicam buknya
dengan cam buk kuda—dicam buk di de pan penjara seperti seorang
n egro!—den gan dilihat seluruh pen duduk kota. Dicam buk!
Petualangan Tom Sawyer 229

Mengertikah kau? Sungguh tidak adil, ia m am pus sebelum aku


sem pat m em balas dendam . J adi dendam itu kubalaskan pada
istrinya.”
“Oh, jangan bunuh dia. J angan!”
“Mem bunuh? Siapa berbicara tentang pem bunuhan? Bila
suam inya m asih ada pasti ia kubunuh, tetapi tidak begitu dengan
istrinya. Bukan begitu caranya pem ba lasan dendam pada seorang
wanita—hancurkan m u ka nya! Robek cuping hidungnya, potong
daun telinga nya seperti babi.”
“Dem i Tuhan! Itu....”
“J angan ucapkan tanggapanm u, itu lebih am an bagim u. Ia
akan kuikat di tem pat tidur. Bila ia m am pus kehabisan darah,
apakah itu salahku? Aku tak akan m enangis bila ia m am pus.
Kawan, kau harus m em ban tuku dalam hal ini—dem i aku—karena
itulah kau ada di sini—m ungkin tak bisa kukerjakan sendiri. Bila
kau m enolak, kubunuh kau, kubunuh dia—dan kukira tak akan
ada lagi yang tahu, siapa yang m engerjakannya.”
“Kalau begitu, m ari cepat-cepat kita selesaikan saja. Lebih
cepat lebih baik—badanku gem etar.”
“Sekarang? Dengan tam u di sana? Dengar—jangan buat aku
curiga padam u, itulah yang harus kauingat. Tidak, kita tunggu
sam pai lam pu-lam pu itu padam . Tak perlu tergesa-gesa.”
Huck m erasa bahwa m ereka tak akan berbicara lagi dan
kesunyian akan tiba—kesunyian yang lebih m enge rikan daripada
segunung percakapan perkara pem bu nuhan. Dengan m enahan
napas ia m e langkah m undur. Satu per satu kakinya diangkat
hati-hati, diletakkan dengan teguh. Setelah berdiri agak lam a
dengan satu kaki ham pir-ham pir dia roboh. Langkah-langkah
m un dur itu diulangi dengan cara yang sam a, sam pai tiba-tiba
kakinya m em ijak sebatang ranting kering yang ber derak patah!
Napasnya terhenti, telinganya dipasang. Tapi tak terdengar suara,
sunyi betul-betul. Rasa terim a kasihnya tak terhingga. Kini di
230 Mark Twain

antara sem ak-sem ak dia m em utar tubuh dengan perlahan seakan


dirinya sebuah kapal di sebuah terusan—kem udian m e langkah
cepat dengan hati-hati. Waktu lubang galian lam a dicapainya, ia
m erasa am an, kakinya yang tangkas m em bawa tu buhnya berlari.
Terus, terus ke bawah, sam pai dicapainya rum ah penjaga hutan.
Digedornya pintu rum ah itu keras-keras sam pai kepala penjaga
hutan yang tua itu m uncul bersam a kedua orang anaknya yang
tegap-tegap di jendela. Dia bertanya, “Keributan apa itu? Siapa
yang m enggedor pintu? Ada apa?”
“Izinkan saya m asuk—cepat! Nanti kuceritakan sem uanya!”
“Wah, siapa engkau?”
“Huckleberry Finn. cepat, izinkan aku m asuk!”
“Astaga, H uckleberry Fin n ! Bukan n am a yan g bisa
m em bukakan setiap pintu. Tapi biarlah dia m asuk, Anak-anak!
Dan m ari kita lihat apa yang m au jadi kesu litannya.”
“J angan katakan bahwa aku yang bercerita,” kata Huck m ula-
m ula waktu ia telah di dalam . “Berjanjilah, kalau tidak aku pasti
akan dibunuh. Nyonya J anda baik sekali padaku dan aku ingin
katakan—aku akan kata kan asal kau berjanji tak akan m em beri
tahu orang lain bahwa yang berkata adalah aku.”
“Dem i Tuhan, agaknya ia m em punyai cerita yang am at
pen tin g, kalau tidak tak m un gkin begin i tin gkah n ya!” seru
penjaga hutan tua itu. “Katakanlah tak akan ada yang m em buka
rahasiam u di sini.”
Tiga m enit kem udian orang tua dan kedua anaknya telah
m enaiki bukit dengan persenjataan lengkap. Huck m engantar
m ereka sam pai ke jalan kecil yang m em asuki sem ak-sem ak, lebih
dari itu tak berani. Ia bersem bunyi di balik batu besar, m em asang
telinga. Lam a sekali terasa kesu nyian penuh ketegangan, sam pai
kesunyian itu dipecahkan oleh suara ledakan tem bakan dan
jeritan.
Dengan tidak m enunggu lagi, Huck m elom pat dan bagaikan
terbang dia lari m enuruni bukit.
Tom dan Becky di dalam Gua

MENJ ELANG PAGI di hari Minggu, Huck m endaki bukit dan


m engetuk pintu penjaga hutan. Isi rum ah m asih tidur, nam un
tidur yang tak lelap oleh pengalam an tadi m alam . Dari jendela
terdengar, “Siapa itu?”
Dengan berbisik Huck m enjawab ketakutan, “Izinkan aku
m asuk. Aku Huck Finn.”
“Nam a itu bisa m em buka pintu rum ah ini siang atau m alam ,
Nak! Selam at datang!”
Perkataan-perkataan itu sangat asing bagi anak gelan dangan
itu, tetapi yang paling m erdu yang pernah didengar nya. Belum
pernah kata-kata itu diucapkan padanya. Segera pintu terbuka,
dan ia m asuk. Ia diberi kursi untuk duduk, sem entara itu si orang
tua berpa kaian, juga anak-anaknya yang bertubuh tinggi besar.
“Nah, Nak, kuharap kau betul lapar, sebab setelah m atahari
terbit sarapan akan siap. Sarapan hangat, jangan khawatir, aku
dan anak-anak telah berharap kau akan kem bali tadi m alam .”
232 Mark Twain

“Aku sangat ketakutan,” kata Huck, “dan aku lari. Aku lari
waktu kudengar suara pistol, dan tak berhenti-henti selam a lim a
kilom eter. Aku datang lagi karena ingin tahu tentang tadi m alam ,
dan aku datang sebelum m atahari terbit sebab aku tak ingin
berpapasan dengan setan-setan itu, m eskipun m ereka telah m ati.”
“Anak m alang, nam pak sekali betapa m enderitanya kau
tadi m alam . Tapi di sini ada tem pat untuk sarapan. Tidak, Nak,
m ereka belum m ati, kam i sangat m enyesal. Kau tahu, kam i
m engetahui dengan tepat di m ana para penjahat itu sekarang
berkat keteranganm u yang lengkap. Berjingkat kam i m endekati
m ereka sam pai kira-kira lim a m eter dari m ereka. Gelap jalan
di antara se m ak-sem ak itu—dan tepat pada saat itu hidungku
te rasa gatal akan bersin. Sial betul! Kutahan, tapi tak ber hasil.
Aku di depan dengan pistol yang teracung dan ketika aku bersin
bangsat-bangsat itu m elarikan diri. Maka aku berteriak, ‘Tem bak,
tem bak!’ Kam i m enem baki suara gem ersik di sem ak-sem ak.
Tetapi bangsat-bangsat itu lolos. Kam i kejar m enem bus rim ba.
Kukira tem bakan kam i tak ada yang m engena. Bangsat-bangsat
itu m em balas, m asing-m asing m elepaskan satu kali tem bakan,
tetapi pelurunya berdesing lewat kam i. Segera setelah suara
kaki m ereka lenyap, kam i m enghentikan pengejaran dan pergi
untuk m em bangunkan para pe tu gas keam anan. Sekelom pok
m enjaga tepi sungai dan segera setelah agak terang sherif dan
pengawalnya akan m enggeledah hutan. Anak-anakku akan ikut
de ngan m ereka. Kalau kam i tahu rupa bangsat-bangsat itu pasti
pekerjaan kam i akan m udah. Tetapi agaknya kau tak bisa m elihat
wajahnya di kegelapan bukan, Nak?”
“Oh, ya, aku m engikuti m ereka dari kota.”
“Bagus! Katakan tanda-tanda m ereka, Nak, ayohlah!”
“Yang satu si orang Spanyol tua, bisu dan tuli, per nah ber ke-
liaran di kota ini. Yang lain rupanya kejam, berpakaian compang-
camping.”
Petualangan Tom Sawyer 233

“Cukup, Nak, kam i tahu m ereka. Suatu hari kam i m em ergoki


keduanya di hutan, di belakang rum ah Nyo nya J anda. Mereka
m enye linap pergi. Cepat berangkat, Anak-anak, katakan kepada
sherif. Kalian sarapan nanti saja!”
Anak penjaga hutan itu segera berangkat. Waktu m ereka
sam pai ke pintu, Huck m elom pat dan berteriak, “Oh, jangan
katakan kepada siapa pun bahwa akulah yang m enem ukan
m ereka! J angan sekali-kali!”
“Baiklah kalau begitu keinginanm u, Huck, tapi sebenarnya
engkaulah yang m endapat kehorm atan.”
“Oh, tidak, tidak! J angan dikatakan!”
Ketika kedua orang m uda itu telah pergi, si penjaga hutan
berkata pada Huck, “Mereka tak akan m em buka rahasia, Huck,
begitu juga aku. Tapi m engapa kau tak m au jasa-jasam u disebut?”
Huck tak m au m enerangkan. Dia hanya m enerangkan bahwa
dia m engetahui benar tentang salah seorang di antara kedua
orang itu. Tetapi dia tidak suka, bila orang itu m engetahui bahwa
ia m enge tahui rahasianya, sebab pastilah ia akan dibunuh.
Orang tua itu berjanji akan m em egang teguh raha sia nya dan
bertanya, “Mengapa kau m engikuti kedua orang itu, Nak? Apa
yang m enyebabkan engkau curiga?”
Huck terdiam sesaat, m em ikirkan jawaban yang tak m em -
bahayakan dirinya, “Hm , seperti Bapak ketahui, aku keras kepala;
dem ikianlah kata orang dan aku tak m em bantahnya—kadang-
kadang aku tak bisa tidur m em ikirkan kehidupanku, m encari
cara untuk m engubahnya. Begitu juga m alam tadi. Aku tak bisa
tidur. Maka m enjelang tengah m alam aku berjalan-jalan, sam bil
berpikir-pikir dan ketika aku sam pai ke toko kecil penjual batu
bata dekat penginapan Anti Minum an Keras, aku bersandar di
dinding untuk berpikir lagi. Tepat pada saat itu keluarlah kedua
oran g itu, m en ye lin ap den gan m em bawa sesuatu di bawah
lengan m ereka. Kuduga, itu adalah hasil curian m ereka. Seorang
234 Mark Twain

di antaranya m engisap cerutu, m em inta api. Tepat di depanku


keduanya berhenti dan cahaya api cerutu m enerangi wajah
m ereka. Yang satu yang bertubuh besar adalah orang Spanyol
yang bisu tuli itu, dengan cam bang dan ram butnya yang putih
serta penutup m ata. Yang lain ialah si setan berbaju com pang-
cam ping....”
“Bisakah kau m elihat com pang-cam ping bajunya itu dalam
cahaya cerutu?”
Huck tertegun sesaat. “Aku tak tahu. Tetapi seolah-olah
begitulah kulihat.”
“Mereka pergi terus dan engkau....”
“Mengikuti m ereka, ya, begitulah. Aku ingin tahu, apa m aksud
m ereka—m aka aku m em buntuti m ereka. Kuikuti m ereka hingga
dekat pintu pagar Nyonya J anda. Aku bersem bunyi di tem pat
gelap. Orang com pang-cam ping itu m em inta, agar Nyonya J anda
jangan dibunuh, dan si Spanyol bersum pah akan m enghancur kan
m ukanya seperti yang kukatakan kepada Bapak dan anak-anak
Ba....”
“Apa! Orang Spanyol bisu tuli itu berbicara?”
Huck telah m em buka kesalahan besar! Dengan ber belit-
belit ia m encoba untuk m enyesatkan pikiran si penjaga hutan,
agar tak bisa m enduga, siapa sebenarnya orang Spanyol itu,
nam un betapapun agaknya lidahnya tak bisa dikuasainya. Ia
berusaha lagi untuk berdusta, nam un m ata si penjaga hutan
terus m em andangnya dengan tak ber kedip, hingga dusta-dusta
Huck saling berbelitan tak keruan. Akhirnya si penjaga hutan itu
berkata, “Anakku, jangan takut kepadaku. Kau tak akan kusakiti,
walau seujung ram butm u sekalipun. Tidak—kau akan kulin dungi.
Orang Spanyol itu sebetulnya tidak bisu, tidak tuli. Hal itu telah
kau katakan tanpa kausa dari. Tak bisa lagi kau tarik kem bali
kata-katam u. Kau tahu siapa sebenarnya dia, tapi kau tak m au
m engata kannya. Kini percayalah padaku, katakan siapa sebe nar-
nya dia, percayalah padaku—aku tak akan m engkhia natim u.”
Petualangan Tom Sawyer 235

Huck m em perhatikan m ata orang tua itu yang jujur, m enun-


dukkan kepala dan berbisik, “Dia bukan orang Spanyol, m elainkan
J oe si Indian!”
Penjaga hutan itu ham pir terlom pat dari kursinya. Sesaat
kem udian dia berkata, “Kini jelas sem ua bagiku. Waktu kau
berkata tentang telinga yang dipotong dan hidung yang dirobek,
kukira sem ua karanganm u saja, sebab tak m ungkin orang kulit
putih bisa m em balas den dam sam pai m em pun yai ren can a
pem balasan dendam sebegitu rupa. Tapi seorang Indian! Lain
lagi halnya.”
Percakapan berlangsung selam a sarapan. Menurut orang tua
itu sebelum m ereka pergi tidur ia dan anak-anaknya m em bawa
lentera untuk m em eriksa bekas tem pat para penjahat itu guna
m engetahui kalau-kalau ada bekas darah. Tetapi tidak ada, yang
ada hanyalah se bungkus besar....”
“Sebungkus besar APA?”
Kata-kata itu m eluncur dengan kecepatan kilat dari m ulut
Huck dengan tiba-tiba dan bibir yang pucat. Mata nya m em besar,
napasnya terhenti—m enunggu jawaban. Penjaga hutan terkejut—
m em balas dengan m ata m em besar juga—tiga detik—lim a detik—
sepuluh detik—baru ia m enjawab, “Sebungkus besar alat-alat
pencuri. Wah, m engapa engkau ini?”
Huck kem bali duduk, terengah-engah, rasa terim a kasih m em -
bayang di m ukanya. Tenang sekali penjaga hutan m em andangnya
penuh perhatian, kem udian berkata, “Ya, apa yang kau harapkan
kam i tem ui?”
Huck tersudut lagi; pandangan tajam itu tertuju ke padanya;
betapa senangnya, bila ia bisa m em beri jawab an yang tepat—tak
ada pikiran sam a sekali untuk itu—pandangan m ata orang tua itu
seakan m enem bus hatinya—suatu jawaban yang sam a sekali tak
m asuk akal diberikan—tak ada waktu untuk m em pertim bangkan,
236 Mark Twain

m aka untung-untungan ia m enjawab dengan lem ah, “Mungkin


buku-buku Sekolah Minggu.”
Huck yang m alang, yang terlalu sedih untuk terse nyum , lain
halnya dengan si penjaga hutan yang ter tawa keras terbahak-
bahak hingga seluruh tubuhnya bergetar. Diakhirinya tertawa itu
dengan berkata bahwa tawa sem acam itu bagaikan uang. Dengan
suka tertawa berkuranglah rekening dokter. Ditam bahkannya
pula, “Anak m alang, kau begitu pucat. Kau tidak sehat. Tak heran,
kau selalu takut dan tak punya keseim bangan pikiran. Tapi kau
pasti akan sehat kem bali. Setelah tidur dan beristirahat, kau akan
seperti sediakala.”
Betapa m arahnya Huck pada diri sendiri yang secara tolol
telah m enunjukkan kecurigaan yang berlebih-lebihan. Ia telah
m enduga, bungkusan yang dibawa oleh J oe dan kawannya bukan
harta karun setelah m ende ngar kan pem bicaraan m ereka di depan
pintu kecil tadi m alam . Ia hanya berpikir, benda itu bukan harta
karun—ia tak tahu dengan pasti—m aka berita tentang bungkus an
yang tertinggal itu m em buatnya tak bisa m ena han diri. Akhirnya
ia m erasa senang juga akan salah paham itu, setelah kini ia boleh
yakin bahwa harta karun m asih ada di penginapan. Tam paknya
sem ua m engun tungkan keadaan harta karun m asih ada di No. 2.
Kedua orang itu pasti tertangkap dan terpenjara, hingga Tom dan
dia tanpa kesukaran bisa m engam bil em as itu nanti m alam .
Begitu sarapan selesai, terdengar ketukan di pintu. Huck m e-
lom pat untuk m encari tem pat persem bunyian, sebab ia tak m au
terlibat dengan kejadian tadi m alam . Penjaga hutan m enyilahkan
m asuk beberapa orang laki-laki dan perem puan di antaranya
tam pak Nyonya J anda Douglas. Tam pak juga penduduk desa
sedang m endaki bukit untuk m elihat pintu kecil pekarangan
Nyonya J anda. J adi berita tentang kejadian tadi m alam telah
m eluas.
Petualangan Tom Sawyer 237

Penjaga hutan harus m enceritakan kejadian itu. Rasa te rim a


kasih Nyonya J anda yang sudah m endapat perlin dungan tidak
terkira.
“J angan berterim a kasih padaku, Nyonya, ada orang lain
yang lebih berhak untuk m enerim a ucapan itu daripada saya
dan anak-anak saya. Sayang, ia m elarang saya m enye butkan
nam anya. Tanpa dia, kam i tak akan tahu tentang kejahatan itu.”
Pernyataan itu m enim bulkan rasa ingin tahu yang begitu
besar hin gga m alahan m en desak m in ta un tuk m en getahui
kejadian utam anya—tapi penjaga hutan tak m au m em uaskan rasa
ingin tahu para tam unya yang pasti nanti diteruskan ke seluruh isi
kota. Ia tak m au m em buka rahasianya.
Ketika hal-hal lain telah dike tahui, Nyonya J anda berkata,
“Aku pergi m em baca di tem pat tidur. Aku sam a sekali tak
terbangun, walaupun terjadi keributan itu. Mengapa aku tidak
dibangun kan?”
“Kam i kira itu tak ada gunanya. Orang-orang itu tak akan
datang kem bali. Mereka tak akan bisa bekerja tanpa alat-alat.
Apa gun an ya m em ban gun kan dan m e n akut-n akuti Nyon ya?
Apa gunanya m em bangunkan Nyonya? Tiga orang budak negro
suruhan saya, berjaga sem alam -m alam an di rum ah Nyonya;
m ereka baru saja kem bali.”
Makin banyak tam u datang, hingga cerita itu harus diulang
dan diulang lagi selam a dua jam .
Dalam liburan sekolah, tak ada Sekolah Minggu nam un
pagi-pagi telah banyak orang berkum pul di gereja. Berita yang
m enggem parkan itu telah tersebar. Berita terakhir m engatakan
bahwa jejak kedua orang penjahat belum diketem ukan. Ketika
upacara kebaktian selesai, Nyonya Hakim Thatcher m enunggu
Nyonya Harper yang sedang berjalan di gang antara kursi-kursi
gereja. Setelah dekat dia berkata, “Apakah Becky anakku, akan
tidur sepanjang hari? Mungkin ia ham pir m ati kele lahan.”
238 Mark Twain

“Becky, Nyonya?”
“Ya,” dengan terkejut, “Apakah ia tidak berm alam di rum ah
Nyonya tadi m alam ?”
“He, tidak.”
Nyonya Thathcer pucat seketika. Terhenyak dia di kursi yang
terdekat pada saat Bibi Polly lewat, yang se dang berbicara ram ai
dengan seorang tem an. Melihat Nyonya Harper dan Nyonya
Thatcher, Bibi Polly ber kata, “Selam at pagi, Nyonya Thatcher,
selam at pagi Nyonya Harper. Aku m em punyai seorang anak lelaki
yang hilang. Kukira Tom tinggal di rum ah Nyonya. Dan sekarang
ia takut ke gereja. Ia harus berurusan dengan saya.”
Nyonya Thatcher m enggelengkan kepala dan m akin pucat.
“Ia tidak berm alam di rum ah kam i,” kata Nyonya Harper
m ulai khawatir. Kekhawatiran juga nam pak di wajah Bibi Polly.
“J oe Harper, apakah kau m elihat Tom pagi ini?”
“Tidak, Nyonya.”
“Kapan kau m elihatnya paling akhir?”
J oe m encoba m engingat-ingat, tapi tak begitu yakin ia bisa
m e ngatakan. Orang-orang berhenti bergerak ke luar gereja. Orang
m ulai berbisik-bisik; setiap m uka m ulai m enunjukkan perasaan
gelisah. Dengan cem as anak-anak ditanyai, begitu juga guru-guru
m uda. Se m ua m engatakan tak m em perhatikan, apakah Becky
dan Tom ada di kapal tam bang dalam perjalanan pu lang. Waktu
itu hari telah gelap tak ada yang ingat un tuk m em eriksa, apakah
ada yang ketinggalan. Akhirnya seorang pem uda m enyatakan
kekhawatirannya, jangan-jangan kedua anak itu m asih di dalam
gua. Nyonya Thatcher seketika itu juga pingsan. Bibi Polly
m erem as-rem as tangan sam bil m enangis.
Dari m ulut ke m ulut, dari kelom pok ke kelom pok, dari jalan
ke jalan, berita duka itu tersiar. Dalam waktu lim a m enit lonceng
dibunyikan dan seluruh isi kota terbangun! Kejadian di Bukit
Cardiff dilupakan orang, para pen jahatnya tidak diingat lagi,
Petualangan Tom Sawyer 239

pelana kuda dipa sang, biduk disiapkan, kapal tam bang diperintah
untuk m eninggalkan tugasnya, dan sebelum berita tentang hilang
Tom dan Becky itu tersiar pula, dua ratus orang te lah m em banjir
ke arah gua dengan m enggunakan jalan darat dan jalan air.
Sepanjang sore hari desa itu tam pak kosong dan m ati.
Banyak wanita m engunjungi Nyonya Thatcher dan Bibi Polly,
untuk m enghibur m ereka. Mereka pun ikut m enangis, yang lebih
m enghibur dari kata-kata.
Malam tiba, seluruh kota m asih m enunggu berita. Tapi
ketika pagi m enyingsing, berita yang datang hanya lah, “Kirim kan
lilin lebih ban yak—dan kirim m akan an .” Nyon ya Thatcher
ham pir-ham pir gila; Bibi Polly dem ikian juga. Hakim Thatcher
m engirim kan pesan yang penuh harapan dan m enggem birakan
dari dalam gua, nam un pesan-pesan itu tak berisi kegem biraan
yang sesungguhnya.
Si penjaga hutan tua tiba di rum ahnya sebelum m atahari
terbit, seluruh tubuhnya penuh tetesan lilin dan goresan tanah
liat; tenaganya habis. Ditem uinya Huck, yang m asih terbaring di
tem pat tidur dan m engigau karena dem am . Dokter-dokter ikut
pergi ke gua, m aka Nyonya J anda Douglas datang untuk m engurus
penderita kecil itu. Nyonya J anda berkata ia akan m era wat Huck
sebaik-baiknya, tak peduli apakah ia baik atau jahat atau tidak
penting. Bagaim anapun, ia adalah um at Tuhan dan um at Tuhan
tak bisa diabaikan begitu saja. Si penjaga hutan berkata bahwa
Huck m em pu nyai titik-titik kebaik an. Nyonya J anda m enyahut,
“Hal itu sudah pasti. Itulah tanda-tanda yang diberikan Tuhan
pada setiap m akhluk yang pernah diciptakan nya.”
Menjelang tengah hari orang-orang yang m erasa letih m ulai
m em asuki desa, sedang orang-orang yang m asih kuat terus
m encari. Berita yang dibawa hanyalah bahwa sudut-sudut gua
yang terjauh telah diselidiki sem ua, tem pat-tem pat yang belum
pernah dikunjungi m anusia diperiksa; ke m ana pun orang pergi
240 Mark Twain

di gang-gang lingkaran setan itu pasti akan m elihat cahaya lilin


di m ana-m ana, teriakan dan tem bakan pistol sekali-sekali m eng-
getarkan langit-langit gua. Di suatu tem pat, jauh dari daerah
yang biasa dilalui oleh para wisatawan, tertulis “BECKY & TOM”
di dinding gua dengan asap lilin, dan di dekatnya terdapat pita
yang penuh bekas lilin. Nyo nya Thatcher m engenal pita itu dan
m enangis. Katanya, itulah peninggalan yang bisa dim ilikinya dari
anaknya yang hilang; tak ada benda yang lebih berharga dari pita
itu, karena benda itu yang disentuh paling akhir sebelum m aut
tiba. Ada yang berkata bahwa sesekali di dalam gua, di kejauhan
tam pak kelipan cahaya, teriak an gem bira yang diteriakkan dan
orang-orang berlari-larian m enuju tem pat itu untuk m enem ukan
kekece waan sebab ternyata anak-anak itu tak ada di sana. Cahaya
itu cahaya lam pu kelom pok pencari yang lain.
Tiga hari tiga m alam terasa berat dan m enyedihkan bagi
desa itu, jam -jam berjalan am at lam bat, seakan tak ada lagi
harapan. Tak ada m inat untuk m engerjakan apa pun bagi setiap
orang. Suatu penem uan yang tak sengaja yang m em punyai berita
besar tidaklah m enggugah perhatian penduduk. Penem uan itu
adalah bah wa pem ilik Penginapan Anti Minum an Keras m em pu-
nyai tim bunan m inum an keras. Pada suatu saat waktu pikiran
Huck terang, lem ah sekali Huck m em im pin percakapan tentang
rum ah penginapan dengan pera watnya, Nyonya J anda Douglas,
dan akhirnya bertanya—dengan m em endam rasa takut, apakah
sesuatu telah diketem ukan di Penginapan Anti Minum an Keras
sejak ia sakit.
“Ya,” jawab Nyonya J anda.
Huck tersentak bangun, m atanya m elebar.
“Apa? Apakah yang telah diketem ukan?”
“Minum an keras! Dan kini penginapan itu telah ditutup.
Berbaringlah, Nak, engkau m em bikin aku terkejut.”
Petualangan Tom Sawyer 241

“Katakan satu hal lagi—hanya satu hal—tolong beri tahu aku.


Apakah Tom Sawyer yang m enem ukannya?”
Tiba-tiba Nyonya J anda m encucurkan air m ata. “Diam ,
diam , Nak, diam lah! Telah kukatakan, kau belum boleh berbicara.
Kau sakit sekali.”
J adi hanya m inum an keras yang diketem ukan. Akan ribut
sekali bila yang diketem ukan adalah em as. Maka harta karun
itu telah lenyap—lenyap untuk selam a-lam a nya! Tapi, m engapa
Nyonya J anda m enangis? Aneh sekali.
Pikiran ini m eram bat dalam kegelapan otak Huck, dan
pikiran itu m em buatnya lelah hingga jatuh tertidur. Nyonya
J anda berkata pada dirinya sendiri, “Nah, kini ia tidur, Anak
m alang. Tom Sawyer m enem ukannya! Sedang untuk m enem ukan
Tom Sawyer saja sudah sa ngat sulit! Ah, sudah tak banyak lagi
orang m em punyai harapan dan tenaga untuk terus m encarinya.”
Tersesat di dalam Gua

MARILAH KITA kem bali pada Tom dan Becky dalam pikniknya.
Mereka m enjelajahi gang-gang gelap bersam a peserta piknik
lainnya, m engunjungi kea nehan-keanehan yang telah dikenal,
m isalnya “Kam ar Tam u”, “Gereja Besar”, “Istana Aladin” dan
sebagainya. Segera per m ainan sem bunyi-sem bunyian dim ulai.
Dengan penuh sem angat Tom dan Becky m enyertai perm intaan
itu sam pai m ereka m erasa bosan. Kem udian m ereka m enjelajah
suatu gang besar berkelok-kelok, lilin terangkat tinggi, m em baca
coretan-coretan di dinding, tulisan-tulisan nam a, alam at, tanggal
dan sem boyan yang berdesak-desakan ditulis di dinding dengan
asap lilin. Mereka m engikuti gang itu sam bil bercakap-cakap, tak
sadar bahwa dinding di sekitar m ereka bersih dari tulisan-tulisan.
Di bawah sebuah lekukan, Mereka m e nu liskan nam a m ereka dan
terus berjalan. Sam pailah m ereka ke sebuah tem pat, di m ana
Petualangan Tom Sawyer 243

sebuah anak sungai tercurah dari suatu batu ceper. Curahan itu
dengan m engikis tem patnya m engalir sam pai ke lapisan batu
paling keras yang tak terkikis hingga m em bentuk air ter jun,
sem acam Niagara kecil yang berdesau-desau. Tom m e nyelinap
ke belakang air terjun untuk m ene ranginya agar bisa dinikm ati
keindahannya oleh Becky. Didapatinya, air terjun itu m enutupi
suatu tangga batu alam , terapit oleh dua dinding batu. Seketika
itu juga keinginannya untuk m enjadi seorang penem u m e nguasai
dirinya dan Becky m enyetujui ajakan Tom . Se telah m em baut
tanda di dinding untuk penuntun kelak dengan m em pergunakan
asap lilin, m ereka m em ulai perjalanan penyelidikan. Mereka
berbelok-belok m engikuti gang sem pit, yang m akin lam a m akin
turun, jauh ke bawah ke kedalam an gua itu yang penuh rahasia.
Tom m em buat suatu tanda lagi dan m em belok untuk m encari
keanehan-keanehan yang bisa diceritakan di atas tanah.
Di suatu tem pat m ereka m enem ukan sebuah ruangan gua
yang am at luas, yang atapnya penuh de ngan batu stalaktit
bersinar-sinar, sepanjang dan sebesar kaki m anusia dewasa.
Mereka berkeliling-keliling dalam ruangan besar ini, penuh
kekagum an. Ruang itu m ereka tinggalkan dengan m em asuki salah
satu dari sekian ba nyak gang yang m asuk ke dalam nya. Gang itu
m em bawa m ereka ke sebuah sum ber air yang m enakjubkan, yang
m em bentuk kolam dengan kristal-kristal air beku gem erlapan
m elengket di dinding-dindingnya. Kolam kecil itu di sebuah
gua yang dinding-dindingnya dito pang oleh tiang-tiang aneh,
terbentuk oleh pertem uan batu-batu stalaktit dan stalagm it, hasil
karya tetesan air selam a berabad-abad. Di atap gua berkelom pok-
kelom pok kelelawar bergantungan, ribuan ekor jum lahnya.
Cahaya lilin m engganggu m ereka dan beratus-ratus binatang
itu terbang ke bawah, m enjerit-jerit m enyam bar ganas ke arah
lilin. Tom tahu kebiasaan ke lelawar dan m engerti bahaya serangan
m ereka. Maka disam barnya tangan Becky, diajak m asuk ke dalam
244 Mark Twain

gan g yan g dite m uin ya. H am pir terlam bat, seekor kelelawar
m em a dam kan lilin di tangan Becky. Kelelawar-kelelawar itu
m engejar kedua anak sam pai jauh, berbelok-belok m em asuki
gang dan akhirnya lolos dari kejaran m akhluk-m akhluk yang
m engerikan itu. Tom m enem ukan sebuah danau di bawah tanah
yang tepi seberangnya tak ter lihat dalam kegelapan. Ingin sekali
ia m enyelidiki se panjang tepi danau itu, nam un istirahat lebih
perlu. Mereka berdua duduk. Dan kini kesunyian m endalam
dari tem pat itu m ulai terasa m encengkam . Becky ber kata, “Oh,
tak kuperhatikan, tapi rasanya sudah lam a aku tak m endengar
kawan-kawan lain.”
“Benar, Becky, kita jauh di bawah m ereka—dan entah berapa
jauhnya ke sebelah utara, selatan, atau tim ur atau ke m ana pun.
Kita tak akan bisa m ende ngarkan m ereka di sini.”
Becky m erasa khawatir.
“Berapa lam a kita di sini, Tom ? Lebih baik kita kem bali saja.”
“Kukira begitulah. Mungkin kita lebih baik pulang saja.”
“Bisakah kau m encari jalan, Tom ? Aku bingung.”
“Kukira bisa kucari lagi—tapi kelelawar-kelelawar itu. Bila
m ereka m em atikan kedua lilin kita, betul-betul akan berabe. Kita
coba m encari jalan lain, supaya tak usah kita lewat sana.”
“Baiklah, asal kita tak tersesat. Alan gkah m en gerikan ,
bila kita tersesat di tem pat ini!” Becky m enggigil m em ikirkan
kem ungkinan yang m enakutkan itu.
Mereka berjalan sepanjang gang tanpa ber bicara. Tiap gang
m un cul m ereka m em perhatikan m u lut n ya, m en gin gat-in gat
apakah gang itu pernah m ereka lewati. Tetapi sem ua nam pak
asing. Setiap Tom m em e riksa suatu m ulut gang, Becky m em -
perhatikan wajah nya harap-harap cem as m enunggu tanda yang
m enim bulkan harapan, tetapi Tom hanya berkata dengan nada
gem bira dibuat-buat, “Oh, bukan ini, tapi dengan segera akan kita
tem ukan gang yang tepat.”
Petualangan Tom Sawyer 245

Tapi harapannya kian lam a kian habis setelah sekian lam a


tak m enem ui gang yang dicarinya. Segera ia m e m asuki gang-gang
secara tidak teratur dengan harapan nekad bisa m enem ukan gang
yang tepat. Ia m asih m engatakan bahwa gang-gang itu ‘beres’
tetapi hatinya dipenuhi rasa takut, hingga kata-kata itu bagi
Becky terdengar seakan ‘Tak ada harapan lagi!’ Becky m em e gang
erat-erat tangan Tom , ber usaha keras untuk m ena han air m ata,
tapi akhirnya air m ata itu pasti keluar. Becky berkata, “Oh, Tom ,
jangan pedulikan kelelawar-kelelawar itu, m ari kita kem bali lewat
sana lagi. Nam paknya m akin lam a kita m akin tersesat.”
Tom berhenti.
“Dengarkan!” katanya.
Am at sunyi, begitu sunyinya sam pai napas terdengar keras
sekali rasanya. Tom berteriak. Teriakan itu dipan tulkan ke sana
ke m ari berkali-kali oleh dinding-dinding, hingga akhirnya lenyap
di kejauhan, m em buat suara itu m enye rupai suara tawa m engejek.
“Oh, Tom , jangan berteriak lagi, terlalu ngeri,” desak Becky.
“Mem ang ngeri, Becky, tapi terpaksa. Mereka m ungkin bisa
m endengar suara kita,” dan ia berteriak lagi.
Kata ‘m ungkin’ itu lebih m enakutkan daripada setan disebab-
kan teriakan Tom , sebab kata itu m enunjukkan hilangnya harapan.
Kedua anak terdiam m em asang telinga, tapi tak ada akibat yang
m enyenangkan. Tom berbalik, m engikuti jalan yang pernah
dilaluinya. Bebe rapa saat kem udian tam pak suatu keraguan lagi
dalam tindakannya, dan Becky sadar akan sebabnya—Tom tak
bisa m encari jalan kem bali!
“Oh, Tom , kau tak m em buat tanda-tanda tadi!”
“Becky, aku betul tolol. Sangat tolol! Tak pernah ku pikirkan
bahwa kita harus kem bali! Tidak—aku tak bisa m enem ukan jalan
kem bali. Sem uanya m em bingungkan.”
“Tom , kita tersesat! Kita tersesat! Kita tak akan bisa lagi
keluar dari tem pat seram ini! Oh, m engapa kita m eninggalkan
kawan-kawan!”
246 Mark Twain

Becky roboh dan m enangis begitu hebat hingga Tom m erasa


takut, kalau-kalau gadis itu m ati atau gila. Ia duduk di sam ping
Becky, m em eluknya. Becky m em be nam kan kepala di dada Tom ,
m enyata kan rasa takut nya, rasa sesal yang sia-sia, sem entara
suaranya terus dipantulkan oleh dinding-dinding gua m enjadi
tawa ejekan. Tom m em ohon, agar Becky m engerahkan ha rapan
lagi. Becky m enjawab, ia tak m am pu. Tom m ulai berkeluh kesah,
m engutuk dan m em aki-m aki dirinya yang telah m enyeret Becky
dalam keadaan celaka itu. Ini m em punyai akibat yang lebih baik
dari hiburannya. Becky m enyatakan akan m encoba m enim bulkan
harap an lagi. Ia akan m engikuti ke m ana Tom m em bawanya,
asal Tom tak berbicara lagi. Sebab m enurut Becky yang bersalah
bukan hanya Tom , tapi dirinya juga.
Mereka bergerak lagi—tak tentu arah. Yang m ereka kerjakan
hanya bergerak dan terus bergerak. Untuk beberapa saat harapan
m em ang sedikit—tanpa alasan, kecuali m em ang begitu kebiasaan
suatu pengharapan, bila sum bernya belum kering oleh um ur dan
terlalu ba nyak m enjum pai kegagalan.
Setelah agak lam a. Tom m en gam bil lilin Becky dan
m eniupnya padam . Penghem atan ini besar sekali artinya. Kata-
kata tak diperlukan untuk m enerangkan tindakan itu. Becky
m engerti dan harapannya lenyap kem bali. Ia tahu bahwa Tom
m asih m em punyai seba tang lilin serta tiga atau em pat potong di
kantungnya—nam un ia harus m en jalankan penghem atan.
Akhirnya kaki Becky tak m au diajak berjalan lagi. Tom
pun beristirahat di sam pingnya. Mereka m em bicarakan rum ah,
kawan-kawan, tem pat tidur yang m engim bau, di atas segala-
galanya: cahaya m atahari! Becky m enangis, Tom m encoba untuk
m enghiburnya, tapi sem ua percobaan telah usang dan kedengaran
m alah m enyakitkan hati. Kelelahan begitu m enekan Becky hingga
tak terasa ia m engantuk dan tertidur. Tom berterim a kasih karena
itu. Ia duduk m em perhatikan wajah Becky. Rasa ketakutan di
Petualangan Tom Sawyer 247

Kelelahan begitu menekan Becky hingga tak terasa ia mengantuk


dan tertidur.
248 Mark Twain

wajah itu lam a-lam a berubah m enjadi lem but oleh im pian-im pian
yang m enyenangkan, bahkan akhirnya tam pak senyum di wajah
itu yang tak terhapus lagi. Wajah penuh dam ai itu m em buat
jiwa Tom m erasa dam ai dan segar lagi, pikirannya m engem bara
jauh ke m asa-m asa lalu dan kenang-kenangan indah. Waktu ia
terbenam dalam renungannya, Becky terbangun dengan tawa
kecil—tawa yang segera lenyap dan digantikan oleh keluhan.
“Oh, bagaim ana aku bisa tertidur di saat seperti ini. Oh,
betapa senangnya bila aku tak terbangun lagi! J angan, jangan,
Tom jangan m elihatku begitu! Aku tak akan m engatakannya lagi.”
“Aku gem bira kau bisa tidur, Becky. Kini tenagam u telah
pulih. Akan kita cari jalan ke luar.”
“Akan kita coba, Tom , tapi aku m elihat suatu negeri yang
sangat indah dalam im pian. Kukira, kita akan pergi ke sana.”
“Mungkin juga tidak, m ungkin juga tidak. Gem bira lah, Becky,
dan m ari kita teruskan percobaan.”
Mereka bangkit, berjalan lagi, bergandeng tangan, tidak
m em punyai harapan. Mereka m encoba m engira-ngira sudah
berapa lam a m ereka di dalam gua itu, tapi yang m ereka ketahui
hanya seakan-akan telah berhari-hari dan ber m inggu-m inggu
m ereka di sana. Nam un m ereka pun tahu, hal itu tak m ungkin
sebab lilin belum habis. Lam a setelah pem bicaraan, m ereka tak
tahu sudah berapa lam a, Tom berkata, m ereka harus bergerak
tanpa berbicara untuk m en dengarkan tetesan air; m e reka harus
m encari sum ber air. Sum ber air itu cepat juga diketem ukan. Kata
Tom , telah tiba waktunya untuk beristirahat. Keduanya am at
lelah, tapi Becky berkata, ia m asih sanggup berjalan agak jauh.
Betapa herannya Becky, Tom m enolak tawaran itu. Sam a sekali
tak dim e ngertinya. Mereka berdua duduk. Tom m enancapkan
lilinnya di depan m ereka, dengan diperkuat lapisan lum pur pada
batang lilin. Mereka diam , sibuk dengan pikirannya m asing-
m asing. Kem u dian Becky berkata, “Tom , aku lapar.”
Petualangan Tom Sawyer 249

Tom m engam bil sesuatu dari kantungnya.


“Ingatkah kau apa ini?” tanyanya.
Becky ham pir tersenyum .
“Kue pengantin kita, Tom .”
“Ya—alangkah senangnya bila kue ini sebesar tong, sebab
tinggal ini sajalah m ilik kita.”
“Aku telah m enyisakannya dari kue piknik kita Tom , untuk
berm im pi nanti. Seperti orang-orang dewasa berm im pi dengan
kue pengantin—tak kuduga, kue itu akan m enjadi—”
Becky m em utuskan kalim atnya. Kue itu oleh Tom dibagi
dua dan Becky m akan dengan lahap, sem entara Tom hanya
m enggigit bagiannya kecil-kecil. Banyak tersedia air dingin untuk
m engakhiri pesta m ereka. Kem udian Becky m engusulkan agar
m ereka berjalan lagi. Sesaat Tom berdiam dan berkata, “Becky,
bisakah kau m en dengarkan hal yang m engecewakan lagi?”
Becky pucat, nam un ia m enjawab bisa.
“Nah, dengar, Becky. Kita harus tetap tinggal di sini, di m ana
ada air untuk m inum . Potongan kecil lilin itu adalah lilin kita yang
terakhir!”
Becky m enangis tersedu sedan. Tom m em bujuknya, tapi
hasilnya sedikit sekali. Akhirnya Becky berkata, “Tom !”
“Apa, Becky?”
“Orang-orang pasti kehilangan kita, bukan?”
“Ya, pasti! Mereka m esti m encari kita!”
“Mungkin kini m ereka sedang m encari kita, Tom .”
“Kukira m ungkin begitu. Mudah-m udahan!”
“Kapan m ereka m erasa kehilangan kita, Tom ?”
“Bisa jadi waktu m ereka kem bali ke kapal.”
“Tom , waktu itu hari pasti sudah gelap. Mungkinkah m ereka
m engetahui, kita tidak ada?”
“Aku tak tahu. Tetapi betapapun, ibum u akan tahu engkau
tidak ada di antara kawan-kawan.”
250 Mark Twain

Ketakutan tergam bar di wajah Becky yang m enya darkan


kepada Tom bahwa ia telah berbuat kesalahan . Becky tak
diharapkan pulang m alam itu! Kedua anak berdiam diri, berpikir-
pikir. Sesaat kem udian kesedihan m em ancar lagi dari wajah
Becky yang m em buat Tom sadar bahwa yang terpikir olehnya
terpikir pula oleh Becky, yaitu Minggu pagi akan lalu sebelum
Nyonya Thatcher m engetahui bahwa Becky tidak m enginap di
rum ah Nyonya Harper.
Tom dan Becky terpaku m em andang lilin, yang m akin lam a
m akin kecil, m encair perlahan. Akhirnya tinggal sum bu sepanjang
satu senti berdiri sendiri. Kem udian sinar yang lem ah naik turun
sepanjang asap tipis m ene gak. Di puncak asap itu nyala kecil
berm ain-m ain seben tar; kem udian—gelaplah alam sekitar.
Berapa lam anya Becky tak sadarkan diri m enangis dalam
pelukan Tom , keduanya tak tahu. Yang m ereka ketahui hanyalah,
m ereka telah m enjelang waktu yang panjang sekali dengan tidur
bagai terbius dan bangun kem bali m enghadapi kem alangan. Tom
berkata, hari itu m ungkin hari Minggu—m ungkin juga Senin.
Dicoba nya untuk m em buat Becky berbicara, nam un kesedihan
Becky begitu m enekan, sehingga sem ua harapannya lenyap.
Menurut Tom , sem ua orang m esti telah m enge tahui kehilangan
m ereka. Tak ragu lagi rom bongan pencari telah m em asuki gua.
Ia akan berteriak, m ungkin ada yang m endengar. Ia betul-betul
berteriak, nam un suara gem a di kejauhan itu begitu m enakutkan
hingga ia tak m encobanya lagi.
Waktu berlalu terus, dan m ereka disiksa lapar. Seba gian dari
separuh kue m ilik Tom m asih ada. Bagian kecil itu dibagi dua.
Nam un setelah m akan perasaan lapar m akin m enjadi. Makanan
yang sedikit m alah m enam bah napsu m akan.
Beberapa lam a kem udian Tom berkata, “Ssssh! Kau dengar
itu?”
Petualangan Tom Sawyer 251

Keduanya m enahan napas, m em asang telinga. Ter dengar


suara yang m elengking am at jauh. Seketika itu juga Tom berteriak
m e nyahut. Sam bil m enuntun Becky ia m eraba sepanjang gang
ke arah teriakan tadi. Ia m endengarkan lagi, suara itu terdengar
kem bali, dan nyata sekali tem patnya m akin dekat.
“Itu m ereka,” kata Tom , “m ereka datang! Marilah, Becky,
kini sem uanya beres!”
Kegem biraan kedua orang tawanan itu m eluap-luap. Nam un
m ereka tak bisa bergerak cepat sebab di tem pat itu banyak jurang
yang harus dihindari. Ada yang dalam nya hanya satu m eter tapi ada
pula yang lebih dari dari tiga puluh m eter. Mereka tertahan oleh
jurang-jurang itu, sam a sekali tak ada jalan untuk m elintasinya.
Tom ber baring di tepi jurang, m enjulurkan tangan ke bawah. Tak
bisa m enyentuh dasarnya. Terpaksa m ereka berhenti, m enunggu
hingga para pencari tiba. Mereka m endengar-dengarkan, tetapi
teriakan-teriakan itu m akin jauh! Bahkan sesudah beberapa
saat, teriakan-teriakan itu lenyap. Mereka ber putus asa Tom
berteriak hingga suara nya habis, nam un tak ada gunanya. De ngan
penuh harapan Tom m encoba m enggem birakan Becky; nam un
setelah m enunggu dengan harap-harap cem as selam a waktu yang
rasanya seabad, suara-suara tak terdengar lagi.
Kedua anak m eraba-raba kem bali ke tem pat sem ula di dekat
sum ber air. Waktu berjalan penuh siksaan. Mereka tertidur lagi
dan bangun dengan perasaan lapar dan sedih. Menurut Tom , hari
itu hari Selasa.
Suatu pikiran m uncul dalam benak Tom . Dekat di sana
terdapat beberapa gang kecil. Daripada berputus asa dengan
ham pa, ia m erasa lebih baik m em eriksa gan g-gan g kecil
tersebut. Tom m engeluarkan benang layang-layang dari sakunya,
m engikatkan salah sebuah ujungnya pada sebuah batu yang
m encuat dari dinding. Dia m engulur benang, sam bil berjalan.
252 Mark Twain

Tom dan Becky bergerak lagi; Tom di depan dengan m eraba-


raba. Se sudah langkah kedua puluh, gang itu terputus oleh celah
dalam . Tom bersim puh di tanah, m eraba ke bawah, kem udian
m eraba m engitari sudut belokan patah itu sebisa-bisa tangannya.
Ia pun m encoba m erenggangkan tubuhnya sejauh m ungkin ke
kanan dan saat itu, tak lebih dari dua puluh m eter, ada tangan
m anusia dengan sebatang lilin m uncul dari balik sebuah batu!
Tom berteriak karena saat itu juga m uncul sebuah tubuh m anusia
yang tak lain adalah J oe si Indian! Tom serasa lum puh, tak bisa
bergerak. Betapa lega hatinya, si ‘orang Spanyol’ itu lari terbirit-
birit dan lenyap dari pandangan. Heran sekali Tom , m engapa
J oe tak m engenali suaranya dan datang untuk m em bunuhnya
karena bersaksi di pengadilan. Agaknya gem a di gua itu m em buat
suaranya tak bisa dikenal. Tak ragu lagi itulah sebabnya. Karena
keta kutan, Tom m erasa seluruh tubuhnya lem as. Ia berjanji, bila
ia m erasa kuat untuk kem bali ke sum ber air, ia akan terus di
sana. Tidak ada yang bisa m em bikin dia pergi dari sana dengan
kem ungkinan akan bertem u lagi dengan J oe. Dia m esti berhati-
hati, jangan sam pai Becky m engetahui apa yang dilihatnya.
Katanya ia berteriak hanya ‘untung-untungan’.
Nam un lam a-kelam aan karena lapar dan sedih, dia tidak
m erasa takut lagi. Disebabkan terlalu lam a m e n un ggu dan
sesudah lam a tertidur, Tom m em buat keputusan. Kedua anak
itu terbangun oleh kelaparan. Tom m engira hari itu adalah
hari Rabu atau Kam is; m ungkin juga J um at atau Sabtu. Ia
m engusulkan untuk m enyelidiki gang yang lain. Ia bersedia untuk
bertem u dengan J oe si Indian sekalipun atau dengan yang m e-
ngerikan lainnya. Tapi Becky sangat lem ah tubuhnya. Dia begitu
berputus asa, hingga dia tak ada m inat untuk apa pun. Ia hanya
berkata m enunggu m aut, yang pasti tak akan lam a lagi tiba. Ia
m em per bolehkan Tom pergi dengan tali layang-layangnya untuk
m enyelidiki gang-gang sekitar, asal sebentar-sebentar ia kem bali.
Petualangan Tom Sawyer 253

...tangan manusia dengan sebatang lilin muncul dari balik sebuah


batu!

Dan Tom harus berjanji. Bila m aut tiba ia harus di sam pingnya,
m em egang tangannya hingga sem uanya selesai.
Dengan kerongkongan tersum bat Tom m encium Becky, dan
berbuat seolah-olah ia yakin, kalau tidak ber tem u dengan para
pencari pasti ia m enem ukan jalan keluar. Kem udian diam bilnya
ujung tali layang-layang, m erangkak m elalui gang, sedih oleh
perasaan lapar dan nasib buruk yang dihadapinya.
Keluar! Mereka Ditemukan!

SELASA SORE. Kota kecil St. Petersburg m asih diliputi suasana


berkabung. Anak-anak yang hilang belum diketem ukan. Doa
penduduk dipanjatkan untuk m ereka. Selain itu banyak orang
berm ohon untuk keselam atan m ereka. Tapi tak ada juga kabar
baik dari gua. Sebagian besar dari yang m encari telah pulang dan
kem bali bekerja seperti biasa dengan m engatakan, anak-anak itu
tak bisa diketem ukan. Nyonya Thatcher sakit parah, m engigau
sepanjang waktu. Kata orang sungguh m em buat hati sedih untuk
m endengarnya m e m anggil-m anggil nam a puterinya. Sesekali
m en gan gkat kepala dan m en den gar-den garkan , kem udian
berbaring lagi dengan berkeluh kesah. Bibi Polly m erasa kehi-
langan sem angat, ram butnya yang abu-abu tiba-tiba berubah
m enjadi putih. Malam itu seluruh desa tidur dengan perasaan
sedih.
Petualangan Tom Sawyer 255

Nam un tengah m alam kesunyian dikoyakkan oleh suara


lonceng berdentang-dentang. Seketika itu juga jalan-jalan diserbu
penduduk dengan pakaian setengah dipakai, “Keluar! Keluar!
Mereka sudah ditem ukan!” Penggorengan seng dipukul-pukul,
terom pet ditiup m enam bah suara ribut. Orang berbondong-
bon don g m en uju tepi sun gai, m en yam but rom bon gan yan g
m engantar Becky dan Tom . Keduanya naik kereta terbuka, ditarik
orang banyak, dikelilingi dan diiringkan ke jalan utam a dengan
sorak riang gem bira.
Lam pu-lam pu din yalakan , tak seoran g pun tidur lagi.
Malam itu adalah m alam paling m eriah yang pernah dialam i St.
Petersburg. Selam a setengah jam arak-arakan m elalui rum ah
H akim Thatcher, m em eluk dan m en cium kedua an ak yan g
diselam atkan berjabat tangan dengan Nyonya Thatcher. Tak ada
yang bisa m engucapkan kata-kata, begitu terharunya, tem pat itu
betul-betul dihujani air m ata.
Bibi Polly betul-betul gem bira dan kegem biraan Nyonya
Thatcher m en capai pun cakn ya setelah berita gem bira itu
disam paikan pada suam inya yang m asih berada di dalam gua.
Tom berbaring di sebuah sofa, dike rum uni oleh orang banyak
yan g san gat in gin m en de n garkan pen galam an n ya. Tom tak
m enge cewakan m ereka. Panjang lebar dia bercerita, m em bum bui
seba nyak-banyaknya tentang petualangannya di dalam gua. Cerita
itu diakhiri dengan m enceritakan bagaim ana ia m eninggalkan
Becky untuk m engadakan penyelidik an dengan m em pergunakan
tali layang-layang. Dice ritakannya bagaim ana dua gang telah
diselidikinya sam pai benang layang-layang habis. Gang ketiga
diselidikinya, sejauh benang layang-layang itu m engizinkan, dan
ia sudah ham pir berpaling kem bali ketika di ke jauhan ia m elihat
sebuah titik yang nam paknya seperti sinar m atahari. Dilepas-
kannya ujung benang yang dipegangnya dan ia m erangkak m enuju
titik cahaya itu. Akhirnya ia m eneroboskan kepala dan bahu di
256 Mark Twain

sebuah lubang dan terentanglah sungai raksasa Mississippi tenang


di depannya! Kalau hal itu terjadi pada m alam hari, niscaya ia
tak akan m elihat titik cahaya itu dan tak akan m enyelidiki gang
tadi sekali lagi! Diceritakan nya, bagaim ana ia kem bali kepada
Becky untuk m en ceritakan berita gem bira itu. Becky m em inta
agar Tom tak m em bujuknya lagi dengan kata-kata seperti itu
karena ia m erasa sangat lelah dan m ungkin sudah dekat kepada
m aut. Diceritakan Tom , bagaim ana ia m eyakin kan Becky, hingga
Becky m au diajaknya ke tem pat itu, bagaim ana Becky kegirangan
sam pai ham pir m ati ketika m e lihat titik cahaya siang dengan
m ata kepala sendiri, bagaim ana ia m enerobos ke luar, kem udian
m enolong m enge luarkan Becky. Keduanya duduk di tepi sungai,
di bawah sinar m atahari m enangis kegirangan sam pai beberapa
orang datang dengan sebuah biduk. Tom m em anggil m ereka, dan
m enceritakan keadaannya.
Mula-m ula orang-orang itu tak percaya. “Sebab,” kata m ereka
“engkau berada tujuh kilom eter di hilir sungai dari lem bah di
m ana gua itu berada.” Kem udian keduanya dibawa naik biduk itu
ke sebuah rum ah. Di sana kedua nya diberi m akan dan disuruh
beristirahat selam a dua atau tiga jam . Baru m ereka diantar kan
pulang.
Sebelum fajar, dengan m engikuti tali-tali yang m ereka ren-
tangkan di belakang, Hakim Thatcher dan beberapa orang pencari
ditem ukan di dalam gua dan diberi tahu tentang kabar gem bira
itu.
Tom dan Becky segera m engetahui bahwa tiga hari tiga
m alam dengan lelah dan lapar di dalam gua tidak bisa diabaikan
begitu saja. Mereka terpaksa berbaring terus selam a hari Rabu
dan Kam is, m alah m erasa lebih lelah dan lem as. Tom bangkit
di hari Kam is dan sudah bisa berjalan-jalan lagi di hari J um at.
Ham pir boleh dikatakan, sem buh sam a sekali pada hari Sabtu.
Petualangan Tom Sawyer 257

Tetapi Becky tak bisa m eninggalkan kam arnya sam pai hari
Minggu, dan pada waktu ia bisa berjalan, ia tam pak seakan-akan
baru saja sakit parah.
Hari J um at Tom m engetahui Huck sakit. Ia m engun jungi
sahabatnya itu tapi belum boleh m asuk ke tem pat tidurnya, begitu
pula hari Sabtu dan Minggu. Sesudah hari Minggu boleh m asuk,
nam un tak boleh m em per cakapkan hal-hal yang m engejutkan
hati ataupun penga lam annya di gua. Selam a berkunjung, Nyonya
J anda Douglas m e nunggunya terus agar perintah tadi dipa tuhi.
Di rum ah, Tom diberi tahu tentang ‘peristiwa Bukit Cardiff’
dan tentang diketem ukannya m ayat ‘si orang com pang-cam ping’,
kawan J oe si Indian di sungai dekat tam batan kapal tam bang.
Mungkin orang itu terbenam waktu akan m elarikan diri.
Kira-kira dua m inggu setelah Tom keluar dari gua, ia pergi
m engunjungi Huck yang kini telah bisa dianggap kuat untuk
m en den garkan cerita-cerita yan g m en gagetkan . Dan pada
pikiran Tom ia punya sebuah cerita yang pasti bisa m em buat
Huck terkejut. Dalam perjalanan Tom m e lewati rum ah Hakim
Thatcher. Tom singgah untuk m elihat keadaan Becky. Hakim
Thatcher dan beberapa orang rekannya m engajak Tom berbicara,
dan seseorang dengan nada m engejek bertanya, apakah Tom m au
m asuk kem bali ke dalam gua. Tom m enjawab, tak ada alasan
m engapa tidak m au.
“Hm , banyak orang seperti engkau, Tom ,” Hakim Thatcher
ikut berbicara, “pasti. Nam un hal itu telah aku cegah, tak akan ada
yang bisa tersesat lagi dalam gua.”
“Mengapa?”
“Sebab pintu besarnya telah kututup dengan rangka besi dua
m inggu yang lalu dan kukunci dengan tiga buah kunci. Kunci-
kuncinya sem ua kusim pan sendiri.”
258 Mark Twain

Mendadak wajah Tom pucat hingga Hakim Thatcher terkejut,


“Kenapa, Nak? Cepat, am bilkan air dingin!”
Air dingin segera dibawakan orang dan disiram kan ke m uka
Tom .
“Ah, kau kini telah sadar. Apa yang m em buatm u terkejut,
Tom ?”
“Oh, Tuan Hakim , J oe si Indian ada dalam gua itu!”
Nasib Joe si Indian

DALAM WAKTU beberapa m enit saja berita itu tersiar ke m ana-


m ana. Lebih dari sepuluh biduk m eluncur ke arah Gua McDougal,
penuh dengan yang akan m en cari, disusul oleh kapal tam bang
yang juga penuh pe num pang. Tom Sawyer sebiduk dengan
Hakim That cher.
Ketika pintu gua dibuka, suatu pem andangan m engerikan
m enyam but orang-orang itu dalam rem ang-rem ang. J oe si Indian
terkapar di tanah, m ati, dengan m atanya terpaku ke arah sebuah
retak di pintu, seakan pandang terakhir, terpukau oleh cahaya
dan kegem biraan dunia bebas di luar. Tom terharu, sebab dengan
pengalam annya sendiri ia tahu, betapa besar penderitaan orang
m alang ini. Runtuh belas kasihannya, nam un ia pun m erasa
lega dan am an kini yang m em buat nya sadar besarnya ketakutan
m enekan hatinya sejak ia bersaksi m elawan penjahat haus darah
ini.
260 Mark Twain

Pisau J oe tergeletak di dekatn ya, logam n ya patah jadi


dua. Tiang dasar yang besar dari pintu gua telah dikerat dan
diserpih-serpihkan. Dengan rajin tapi sia-sia, sebab di luar
tiang kayu itu batu karang m em bentuk bingkai yang tak bisa
ditem bus pisau. Yang rusak hanya pisau itu sendiri. Bahkan
bila di luar tak terdapat bingkai karang ini, peker jaan itu tetap
sia-sia, sebab walaupun tiang dasar itu bisa dilubangi, takkan
m ungkin J oe bisa keluar m elalui lubang yang kecil itu. J oe tahu
pula hal ini; ia m engorek-ngorek tem pat itu hanya untuk m ele-
wat kan waktu—untuk m elupakan penderitaan. Biasa nya orang
m enem ukan potongan-potongan lilin tertancap di lekuk-lekuk
dinding ‘seram bi’ itu, tapi kini bersih, tak tam pak bekas-bekas
yang ditinggalkan oleh para wisatawan. Rupanya J oe si Indian
telah m e m akan nya sem ua. Ia juga telah m enangkap ke lelawar
dan m em akannya dengan hanya m enyisakan kuku-kuku binatang
itu. Tak jauh dari tem pat dia m eninggal, se lam a bertahun-tahun
sebuah batu stalagm it tum buh perlahan dari tanah, terbentuk
oleh tetesan air dari batu stalaktit di atasnya. J oe si Indian
telah m em atahkan batu stalagm it itu, dan pada patahannya ia
m eletakkan se buah batu yang telah dibentuknya hingga cekung
untuk m e nam pung tetesan air dari atas. Tetesan itu jatuh tiap
tiga m enit sekali dengan ketetapan m enetes yang m em bosankan
bagaikan detik jarum arloji—kira-kira air sesendok teh tiap
dua puluh em pat jam . Tetesan itu m enetes pada saat di Mesir
dibangun piram ida-pira m ida, pada saat Troya runtuh, pada
saat sendi-sendi dasar Rom a dibentuk, pada saat Yesus disalib,
pada saat sang penakluk m em bangun Kerajaan Inggris, pada
saat Kolum bus m ulai berlayar, pada saat pem bunuhan besar-
besaran di Lexington m erupakan berita hangat. Tetesan itu
kini m asih m enetes dan akan terus m enetes kalau sem ua telah
tenggelam dalam senja sejarah, bila adat istiadat m ulai m engabur
dan tenggelam di kekelam an kelalaian. Betulkah segala sesuatu
Petualangan Tom Sawyer 261

itu diciptakan dengan m aksud tertentu? Apakah tetesan air itu


m enetes selam a lim a ribu tahun dengan penuh kesabaran untuk
m em e nuhi keinginan m anusia yang hidup sangat pendek itu? Dan
apakah tetesan air itu m em punyai tugas pula untuk m asa sepuluh
ribu tahun m endatang? Tidak m engapa, tak perlu dipikirkan.
Tahun-tahun berlalu sejak peranakan Indian yang m alang itu
m engeruk sebuah batu untuk m enam pung tetesan yang baginya
sangat berharga itu, tapi sam pai saat ini para wisatawan m esti
m enatap batu yang beriwayat serta air yang m enetes itu, bila
m ereka m engunjungi Gua McDougal. Mangkuk J oe si Indian
m enduduki tem pat pertam a dalam urutan keajaiban gua itu,
bahkan Istana Aladin tak dapat m engalahkannya.
J oe dikubur dekat m ulut gua. Banyak orang datang untuk
m enonton penguburannya, naik kereta dan perahu, dari kota-
kota dan desa-desa kecil sam pai kira-kira sepuluh kilom eter
jauhnya. Mereka berdatangan m em bawa anak istri, serta berbagai
m acam bekal m a kanan. Menurut m ereka, m elihat penguburan itu
sam a puasnya m elihat penggan tungannya.
Penguburan ini m enghentikan pula suatu hal yang sedang
ber kem ban g—yaitu perm oh on an kepada gu bern ur un tuk
m engam puni J oe si Indian. Surat perm o honan itu telah banyak
yan g m en an da tan gan i; perte m uan -pertem uan yan g bisa
m encucurkan air m ata dilangsungkan. Sebuah kom ite terdiri
dari wan ita-wan ita yan g ban yak air m atan ya diren can akan
dengan berpakaian berkabung guna m enghadap gubernur, dan
m engelilinginya dengan m enangis, agar beliau m au m en jadi
keledai yang m urah am punnya serta m enginjak-injak tugasnya.
Diperkirakan J oe telah m em bunuh lim a orang penduduk desa itu.
Walaupun dem ikian, walaupun dia setan sendiri, pasti akan ada
saja orang-orang lem ah yang m au m enuliskan nam anya dalam
surat perm ohonan am pun dan m eneteskan air m ata dari sum ber
yang tak kunjung kering.
262 Mark Twain

Menurut mereka, melihat penguburan itu sama puasnya dengan


melihat penggantungannya.
Petualangan Tom Sawyer 263

Pagi hari setelah penguburan J oe, Tom m em bawa Huck


ke suatu tem pat sepi untuk pem bicaraan rahasia. Huck telah
m endengar segala pengalam an Tom dari Nyonya J anda Douglas
dan si penjaga hutan, tapi m e nurut Tom ada satu hal yang belum
diketahui oleh kedua orang itu, dan itulah yang akan dibicarakan
dengan Huck. Huck m enjadi sedih, dan ia berkata, “Aku tahu,
apa yang akan kau katakan. Kau telah m em asuki No. 2 dan tidak
m enem ukan apa-apa, kecuali m inum an keras. Dan tak seorang
pun m engatakan bahwa yang m em bongkar rahasia No. 2 itu
engkaulah, nam un segera sete lah aku m en dengar kabar itu, aku
tahu kaulah yang m enjadi biang keladinya. Dan aku tahu, kau tak
berhasil m endapatkan uang itu, sebab bila tidak, pasti kaukata-
kan itu padaku, walaupun kau m enutup m ulut pada lain orang.
Tom, aku mendapat irasat, kita tidak akan menemukan uang­
uang itu.”
“Wah, Huck, aku tak pernah m em buka rahasia pe m ilik peng-
inapan itu. Kau tahu penginapannya baik-baik saja di hari Sabtu,
waktu aku pergi piknik. Tak ingat kah kau harus berjaga-jaga
m alam itu?”
“Oh, ya. Wah, rasanya hal itu telah setahun yang lalu. Tepat
m alam itu aku m engikuti J oe si Indian ke rum ah Nyonya J anda.”
“Kau m engikutinya?”
“Ya, tapi jangan kau katakan pada siapa pun. Mungkin J oe
m asih punya banyak tem an dan aku tak ingin m ereka m enganiaya
aku karena ia pernah kubuat gagal dalam rencananya. Kalau
bukan karena aku, pasti J oe sekarang sudah ada di Texas.”
Kem udian Huck m enceritakan pengalam annya pada Tom ,
den gan jan ji Tom harus m en utup m ulut. H an ya sebagian
pengalam an Huck yang didengar Tom dari si Penjaga Hutan.
“Nah,” kata Huck setelah ceritanya selesai. Kem bali pada
persoalan utam a, “siapa pun yang m enem ukan m inum an keras di
No. 2, m enem ukan pula uangnya kukira. Tetapi uang itu tak bisa
kita kejar lagi, Tom .”
264 Mark Twain

“Huck, uang itu tak pernah ada di No. 2!”


“Apa!” H uck m en atap wajah Tom , “Tom , apakah kau
m enem u kan jejak uang itu!”
“Huck, uang itu ada di gua!”
Mata Huck bersinar.
“Katakan lagi, Tom !”
“Uang itu ada di gua!”
“Tom —jan gan bergurau—betul-betul ataukah ber can da
saja?”
“Betul-betul, H uck, sun gguh -sun gguh , beran i m ati.
Maukah kau m asuk ke dalam gua bersam a aku, m em bantu aku
m engeluarkan uang itu?”
“Tentu aku m au! Aku m au bila saja kita datangi tem pat itu
asal kita tidak sesat!”
“Huck, kita bisa am bil uang itu tanpa kesulitan sedikit pun.”
“Bagus! Bagaim ana kau bisa yakin bahwa uang itu—”
“Huck, tunggu sam pai kita tiba di tem pat itu. Bila kita tak
m enem ukan uang itu, boleh kauam bil gende rangku dan sem ua
barang yang kum iliki. Berani bersum pah?”
“Bagus, jadilah! Kapan kita berangkat?”
“Sekarang, kalau kau setuju. Cukup kuatkah engkau?”
“J auhkah tem patnya di gua? Aku baru bisa berjalan tiga atau
em pat hari, tapi rasanya aku tak akan kuat untuk berjalan lebih
dari satu m il, Tom , setidak-tidaknya begitulah perkiraanku.”
“Bila m elalui jalan yang biasa ditem puh orang, jarak nya kira-
kira lim a m il, Huck, tapi ada satu jalan m em intas yang sangat
singkat, yang hanya diketahui olehku. Huck, kubawa kau ke jalan
itu dengan biduk. Kita ber hanyut-hanyut dengan biduk itu, dan
kem balinya aku saja yang berdayung, kau tak usah m enggerakkan
ta ngan.”
“Mari kita berangkat, Tom .”
Petualangan Tom Sawyer 265

“Baiklah. Kita harus m em bawa beberapa potong roti dan


daging, juga pipa dan satu atau dua kantong dan dua atau tiga
gulung benang layang-layang. J angan lupa m em bawa benda baru
yang bernam a ‘korek api’. Betapa senangnya dulu bila waktu aku
tersesat m em punyai korek api baru ini.”
Beberapa saat setelah tengah hari, kedua anak itu m e m injam
sebuah biduk yang pem iliknya sedang tak ada, dan berangkat
segera. Ketika m ereka sudah bebe rapa m il di sebelah hilir ‘Gua
Kosong’, Tom berkata, “Kau lihat, Huck, batu-batu karang di tepi
itu nam pak nya sam a sem ua, bila dilihat dari Gua Kosong. Tak
ada rum ah, tak ada tem pat pengum pulan kayu, sem ak-sem ak liar
m elulu. Tapi tam pakkah olehm u tem pat putih di atas itu, bekas
tanah longsor? Itulah salah satu tanda yang kuhafal. Kita sam pai
sekarang.”
Mereka m endarat.
“Nah, Huck, dari tem pat kita berdiri ini, kau bisa m e nyentuh
lubang tem pat aku keluar dari gua dengan m em pergunakan
tangkai pancing. Coba cari kalau bisa.”
Huck m encari keadaan sekitarnya dengan teliti, nam un tak
bisa m enem ukan apa-apa. Dengan bangga Tom m en dekati sem ak-
sem ak dan berkata, “Inilah! Lihat, Huck, inilah lubang yang paling
ter sem bunyi di daerah ini. Kau harus tutup m ulut. Sudah lam a
aku ingin m en jadi peram pok, tapi aku tahu harus m em punyai
tem pat sem acam ini. Sebelum kutem ui tem pat ini, itulah salah
satu kesulitan untuk bisa m enjadi peram pok yang baik. Kini kita
telah m em punyai m arkas rahasia, kita harus m enutup m ulut
tentang ini. Hanya J oe Harper dan Ben Rogers yang akan kita beri
tahu, sebab m ereka akan turut dengan gerom bolan kita. Kalau
tidak, tak akan m en cukupi syarat. Gerom bolan Tom Sawyer—
enak bukan kedengarannya, Huck?”
“Tepat sekali, Tom . Siapa yang akan kita ram pok?”
“Oh, sem ua orang. Kebanyakan kita hadang orang yang
berpergian.”
266 Mark Twain

“Dan m em bunuh m ereka?”


“Tidak, tidak selalu. Kita sem bunyikan m ereka di gua, sam pai
m ereka bisa m engum pulkan tebusan.”
“Tebusan? Apa itu?”
“Uang. Kita buat m ereka m engum pulkan uang sebanyak-
banyaknya dengan bantuan kawan-kawan m e reka. Dan bila
dalam setahun uang itu belum terkum pul, kita bunuh m ereka.
Itulah garis besar pekerjaan seorang peram pok. Tetapi kaum
wanita tidak akan kita bunuh. Kita tawan wanita-wanita itu, tapi
tidak akan dibunuh. Mereka cantik dan kaya dan m ulanya sangat
ketakutan. Harta bendanya kita ram pas, tapi kita perlakukan
m e reka dengan sopan. Tak ada orang yang lebih sopan daripada
peram pok. Bisa kau buktikan dalam buku-buku. Nah, wanita-
wanita itu lam a-kelam aan akan jatuh cinta pada kita. Setelah
satu-dua m inggu di gua, m ereka tak akan m enangis lagi, m alahan
m ereka tak ingin pulang. Bila m ereka kita usir pasti m ereka akan
kem bali lagi. Begitulah m enurut buku-buku.”
“Wah, Tom , alangkah m enyenangkannya. Kukira itu lebih
baik daripada jadi bajak laut.”
“Ya, dalam beberapa hal lebih m enyenangkan, sebab kita tak
usah m enjauhi rum ah atau sirkus.”
Saat itu m ereka telah siap untuk m asuk. Tom m em bim bing
Huck. Payah m ereka m erangkak m elalui terowongan sem pit.
Sesudah m elalui terowongan, m ereka berada dalam gua. Benang
layang-layang yang telah m ereka rangkap, m ereka ikat erat-erat
pada sebuah batu, dan m ereka m aju lagi. Beberapa langkah
kem u dian m ereka tiba di sum ber air, tem pat Becky m enanti
m aut. Tom m enggigil. Ia m enun jukkan pada Huck sisa lilinnya
yang m asih m enancap di dinding, dilekatkan dengan tanah liat.
Diceritakanlah bagaim ana ia dan Becky m engawasi lilin itu
m enyala m akin lam a m akin kecil.
Petualangan Tom Sawyer 267

Kedua anak m erasa ada yang m enekan jiwa, hingga m ereka


hanya berani berbicara, dengan berbisik. Me reka m aju, sam pai
m ereka m em asuki gang yang dulu diselidiki oleh Tom pertam a
kali. Diikutilah gang itu sam pai ke tem pat ‘patahan’, yang ternyata
bukanlah sebuah jurang, nam un hanya sem acam bukit tanah liat,
kira-kira dua puluh atau tiga puluh kaki tingginya, yang sangat
curam . Tom berbisik, “Lihatlah, Huck!”
Diangkatnya lilin tinggi-tinggi dan berkata, “Lihat, di sudut
itu, sejauh pandanganm u. Kaulihat itu? Tuh – di batu besar di
sana– dibuat dengan asap lilin.”
“Tom , itu tanda salib!”
“Nah, kau ingat? Di m anakah No. 2? ‘Di baw ah tanda
salib’, hei? Tepat di tem pat itu kulihat J oe si Indian m engangkat
lilinnya.”
Beberapa saat Huck bagai terpukau oleh tanda salib di
dinding gua itu dan dengan suara gem etar ia berkata, “Tom , m ari
cepat-cepat kita pergi dari sini.”
“Apa? Dan kita tinggalkan harta karun itu di sini?”
“Ya, kita tinggalkan saja. Aku yakin hantu J oe si Indian
berkeliaran di sini.”
“Tidak, Huck, tak m ungkin. Tak m ungkin. Ia akan m enghantui
tem patnya m ati—di m ulut gua—lim a m il dari sini.”
“Tidak, Tom , bukan begitu. Ia pasti m enghantui tem pat ia
m enyim pan uang. Aku paham akan kebiasaan hantu dan kau pun
tahu.”
Tom m erasa takut bahwa Huck benar. Ia sudah akan kecewa,
nam un pikiran baru m uncul di otaknya, “De ngar, Huck, kita
betul-betul tolol! Hantu J oe si Indian tak akan berani berkeliaran
di sekitar tanda salib!”
Pendapat Tom dianggap betul. Akibatnya m enggem birakan.
“Tom , hal itu tak terpikir olehku. Benar sekali. Un tung, ada
salib untuk pelindung kita. Nah, kalau begitu, m ari kita turun dan
m encari kotak harta itu!”
268 Mark Twain

Tom turun lebih dahulu, sam bil m enakik-nakik lereng bukit


tanah itu untuk lewat Huck. Batu karang besar yang dilihat Tom
tadi letaknya di tengah sebuah ruang gua, dengan em pat buah
lorong m erupakan jalan ke luar. Tiga buah lorong m ereka selidiki
tanpa hasil yang m em uaskan. Mereka m enem ukan sebuah lubang
dekat dasar batu karang, tapi isinya hanyalah setum puk seli-
m ut, sebuah celana tua, kulit babi, dan tulang-tulang burung
hantu, dua atau tiga ekor, licin tandas dagingnya digerogoti. Tak
ada kotak uang. Anak-anak itu m em eriksa dan m em eriksa lagi,
tetap nihil. Tom berkata, “J oe si Indian berkata bahwa kotak itu
ditaruhnya di bawah tanda salib. Di m ana lagi? Inilah tem pat
yang terdekat di bawah tanda salib. Mungkinkah di bawah batu
ini? Nam un batu ini kokoh tertanam di tanah.”
Mencari lagi di setiap tem pat di sekitar itu tanpa ha sil,
m ereka duduk putus asa. Huck tak bisa m engusulkan apa-apa.
Akhirnya Tom berkata, “Dengar, Huck, kau lihat ini. Di sebelah
batu ini banyak terlihat jejak kaki dan tetesan lilin, tapi di sebelah
sana bersih sam a sekali. Nah, apa artinya? Aku berani bertaruh,
uang itu di bawah batu ini. Aku akan gali tanah liatnya.”
“Pikiran bagus, Tom !” sahut Huck gem bira.
Pisau ‘Barlow asli’ Tom segera keluar dan digunakan. Belum
sam pai sepuluh sentim eter, pisau itu sudah m enum buk kayu.
“He, Huck! Kau dengar?”
Huck turut m enggali serta m encakar-cakar tanah. Beberapa
bilah papan tam pak, yang segera m ereka angkat. Di bawah papan-
papan itu terdapat sebuah lubang, yang m em buat terowongan ke
bawah batu karang. Tom m elom pat m asuk ke dalam terowongan
itu m engangkat lilin setinggi-tingginya. Tapi ujung terowongan
tak bisa dilihatnya. Ia m enyarankan supaya terowongan diseli-
diki. Ia m em bungkuk, m enyelinap m asuk. Terowongan itu m akin
lam a m akin m enurun. Tom terus m engikutinya, sekali berbelok
ke kanan, sekali ke kiri, diikuti oleh Huck. Tom m em belok di
suatu belokan pendek dan ber seru tiba-tiba, “Huck, lihat ini!”
Petualangan Tom Sawyer 269

Di hadapan m ereka terlihat kotak harta karun itu, di sebuah


gua kecil di m ana juga tam pak sebuah tong m esiu, dua buah
senapan dalam bungkus kulit, dua atau tiga pasang sepatu Indian,
sebuah ikat pinggang kulit dan beberapa benda lain, sem uanya
dalam keadaan basah.
“Akhirnya kita tem ukan!” kata Huck, m em ain kan uang em as
di tangannya. “Wah, kita kini kaya raya, Tom .”
“Huck, aku selalu punya dugaan, akhirnya harta ka run ini
akan jatuh ke tangan kita. Dugaan yang nam pak nya khayalan,
nam un akhirnya m enjadi kenyataan! He, lebih baik kita tak lam a-
lam a di sini, Huck. Mari cepat-cepat kita bawa ke luar. Coba,
bisakah aku angkat kotak itu.”
Berat kotak itu dua puluh lim a kilo. Setelah berusaha keras
Tom sanggup m engangkatnya, nam un tak sanggup m em ba wanya
dengan m udah.
“Sudah kuduga,” kata Tom , “di rum ah hantu kem a rin itu
tam pak, betapa sukar m ereka m em bawanya. Ternyata betul
dugaanku. Itulah sebabnya aku bawa kantong-kantong ini.”
Uang-uang itu segera dipindahkan ke kantong-kantong itu
dan kedua anak segera m em bawanya ke batu karang di bawah
tanda salib.
“Mari kita am bil senapan itu,” usul Huck.
“Tidak, Huck—biarkan benda-benda itu di sana, un tuk alat-
alat kita. Kita sim pan di sana. Dan di sana pulalah akan kita
adakan upacara rahasia. Tepat untuk keperluan sem acam itu.”
“Upacara rahasia apa?”
“Aku tak tahu. Tapi peram pok selalu m em punyai upacara
rahasia, jadi kita pun harus punya. Marilah, Huck, kita sudah
terlalu lam a di sini. Telah m alam agak nya. Dan aku pun lapar.
Kita m akan dan m erokok di biduk.”
Ternyata hari m asih senja ketika dengan hati-hati m ereka
m en yem bulkan kepala di an tara daun -daun sem ak. Segala-
270 Mark Twain

nya am an. Mereka keluar dan segera m akan serta m erokok di


dalam biduk. Ketika m atahari m ulai terbenam Tom m enjalankan
biduknya, berda yung sepanjang tepian sam bil bercakap-cakap
gem bira dengan Huck. Mereka berlabuh beberapa saat setelah
gelap.
“Nah, Huck,” kata Tom , “kita sem bunyikan uang ini di tem pat
penim bunan kayu Nyonya J anda. Dan besok pagi kuam bil untuk
kita hitung dan kita bagi dua. Ke m udian kita cari suatu tem pat
tersem bunyi di hutan untuk m enyem bunyikannya. Tunggu dan
jaga di sini, akan kuam bilkan gerobak kecil m ilik Benny Taylor.
Aku pergi hanya sebentar.”
Betul-betul ia hanya pergi sebentar. Segera dia kem bali
dengan m em bawa gerobak. Kedua kantong ber isi uang em as
ditaruhnya di atas gerobak, ditutupi bebe rapa kain rom beng.
Beran gkatlah kedua n ya. Tom yan g m en arik. Dekat rum ah
penjaga hutan m ereka berhenti untuk beristirahat. Dan tepat
pada saat m ereka akan berangkat lagi, si penjaga hutan keluar
dari rum ahnya, berseru, “Halo, siapa itu?”
“Huck dan Tom Sawyer.”
“Bagus! Mari ikut aku, kalian m em buat banyak orang m e-
nunggu. Ayo, cepat, biar kutarik gerobakm u ini. Wah, tak seringan
dugaanku. Apa isinya? Batu bata atau besi tua?”
“Besi tua,” jawab Tom .
“Betul juga dugaanku. Anak-anak di kota ini lebih suka
berm alas-m alasan dan m em buang-buang waktu dengan m encari
besi tua yang hanya berharga enam ketip untuk dijual ke pandai
besi daripada m endapatkan upah dua kali lipat dengan pekerjaan
yang wajar. Tapi m em ang begitu sifat m anusia. Ayo lari cepat!”
Kedua anak itu ingin tahu m engapa m ereka harus berlari-
lari.
“Tak usah tahu. Nanti juga akan tahu, bila telah sam pai di
rum ah Nyonya J anda Douglas.”
Petualangan Tom Sawyer 271

Dengan penuh rasa khawatir karena sering m en dapat tuduh-


an palsu, Huck m encetus, “Tuan J ones, kam i tak berbuat salah.”
“Oh, entahlah, Huck, entahlah,” si penjaga hutan tertawa,
“bukankah kau dan Nyonya J anda bersahabat baik?”
“Yah, benar, ia m em perlakukanku dengan baik.”
“Nah, baiklah. Untuk apa kau m erasa takut?”
Pertanyaan itu belum sam pai terjawab oleh Huck sam pai
saat ia sadar bahwa dirinya didorong m asuk ber sam a Tom ke
dalam ruang tam u rum ah Nyonya J an da Douglas. Tuan J ones
m enaruh gerobaknya di dekat pintu dan ikut m asuk.
Ruan gan itu diteran gi den gan ban yak lam pu. Dan
sem ua oran g yan g pun ya kedudukan di desa itu hadir.
Keluarga Thatcher, keluarga Harper, keluarga Rogers, Bibi Polly,
Sid, Mary, pendeta, redaktur surat kabar dan banyak lagi, sem ua
berpakaian bagus. Nyo nya J anda m em aksa untuk m enyam but
kedua anak dengan hati riang. Keduanya penuh lum pur dan
tetesan lilin. Merah wajah Bibi Polly, kem alu-m aluan m elihat
Tom . Tapi tak ada yang lebih m enderita daripada kedua anak itu
sendiri.
Tuan J ones berkata, “Tom belum tiba di rum ah, aku berputus
asa m encarinya. Tapi aku kepergok dengan dia dan Huck dekat
rum ahku. Maka kuajak m ereka datang ke m ari.”
“Tepat tindakanm u,” kata Nyonya J anda, “ayo, ikut aku,
Anak-anak.” Tom dan Huck dibawanya ke sebuah kam ar tidur.
“Nah, bersihkan tubuhm u dan berpakaianlah yang baik,” kata
Nyonya J anda. “Ini ada dua pasang pakaian; kem eja, celana, kaus
kaki, segalanya lengkap. Tak usah ber terim a kasih padaku, Huck,
keduanya m ilikm u, tapi yang satu pem belian Tuan J ones dan
yang satu pem belianku. Kukira keduanya cukup baik bagi kalian
berdua. Nah, berpakaianlah cepat-cepat. Kam i akan m enunggu.
Cepat turun bila kalian telah berdandan rapi.”
Nyonya J anda m eninggalkan m ereka.
Timbunan Uang Emas

HUCK BERKATA, “Tom , kita bisa turun dengan m enggunakan


tali, jendela ini tak begitu tinggi.”
“Bah, untuk apa kita turun?”
“Aku tak pernah m enghadapi orang banyak seperti di bawah
itu. Aku tak tahan. Aku tak m au turun.”
“Oh, jangan pedulikan m ereka! J angan takut. Kau akan
kujaga.”
Sid m uncul.
“Tom ,” katanya, “sepanjang hari Bibi m enantim u. Mary telah
m enyiapkan pakaianm u untuk hari Minggu dan sem ua orang
gelisah karena engkau. Eh, apakah ini bekas lum pur dan lilin di
bajum u?”
“Tuan Siddy, jangan cam puri perkara orang. Untuk apa
keram aian ini?”
Petualangan Tom Sawyer 273

“Oh, pesta biasa, seperti yang diadakan oleh Nyonya J anda.


Kali ini untuk m enghorm ati Penjaga Hutan dan anak-anaknya
yang telah m elindunginya beberapa m a lam yang lalu. Dan dengar,
kalau kau ingin tahu, bisa kukatakan padam u.”
“Apakah itu?”
“Tuan J ones tua itu m alam ini akan m em buat orang-orang
tercengang dengan suatu rahasia. Tadi pagi aku telah m endengar
rahasia itu waktu ia m engatakannya pada Bibi. Kukira rahasia itu
kini bukan rahasia lagi. Sem ua orang telah tahu, Nyonya J anda
juga, walau pun pura-pura tak m engetahuinya. Tuan J ones ber-
kata bahwa Huck harus hadir. Tanpa kehadirannya dia tak bisa
m em buka rahasianya, kau tahu.”
“Rahasia tentang apa, Sid?”
“Tentang Huck m engikuti para penjahat ke rum ah Nyonya
J anda! Kukira, Tuan J ones akan bangga m em buat sem ua orang
tercengang, tapi aku berani bertaruh ia pasti gagal.”
Sid tertawa puas.
“Sid, kaukah yang m enyiarkan rahasianya?”
“Oh, tidak m enjadi soal, siapa yang m enyiarkan. Pokoknya
rahasia itu telah tersiar. Cukup, bukan?”
“Sid, hanya ada seorang m anusia di seluruh desa ini yang
sifatnya begitu rendah untuk m engerjakan hal itu dan orang
yang rendah budi itu adalah engkau! Bila yang m engikuti para
penjahat itu engkau dan bukan Huck, sudah pasti engkau akan
lari pontang-panting tanpa m em beritahukan kepada siapa pun.
Kau tak bisa mengerjakan apa pun, kecuali itnah yang kotor­
kotor! Kau tak tahan m elihat orang lain dipuji karena m elaku-
kan pekerjaan m ulia. Nah, tak usah berterim a kasih seperti kata
Nyonya J anda tadi.” Tom m enem peleng Sid sekeras-kerasnya dan
m enendangnya berkali-kali, hingga Sid terpelanting ke luar pintu.
“Kini m engadulah pada Bibi, jika berani—besok kuberi upah!”
274 Mark Twain

Beberapa m en it kem udian , sem ua tam u Nyon ya J an da


Douglas duduk m engelilingi m eja untuk m akan m alam . Anak-
anak m akan di ruangan yang sam a, di m eja-m eja kecil seperti
m enjadi adat daerah itu. Pada saat yang direncana kan Tuan J ones
m engucapkan pidato kecil. Ia m engucapkan terim a kasih kepada
Nyonya J anda atas kehorm atan yang diperolehnya beserta ke dua
anaknya, tetapi sesungguhnya kehorm atan itu ha rus diterim a oleh
orang lain yang begitu bersifat seder hana, sehingga... dem ikianlah
seterusnya.
Ia m em buka rahasia ten tan g peran an H uck dalam
peristiwa Bukit Cardiff. Gayanya sungguh baik, sebaik yang
bisa dilakukannya, para pen dengar pura-pura tercengang, yang
m enjadikan sua sana tidak begitu m eriah. Nyonya J anda pura-
pura ter kejut. Dibanjirinya H uck dengan sanjungan dengan
ucapan-ucapan terim a kasih, sehingga Huck ham pir lupa akan
pakaiannya yang ham pir tak tertahankan da lam keadaan, di m ana
orang m em andang kepada nya, yang sam a sekali tak enak baginya.
Nyonya J anda Douglas berjanji untuk m em beri Huck tem pat
bern aun g di rum ahn ya serta m en yekolah kan n ya; dan kelak
bila ia bisa m enyisihkan uang, ia akan m em beri Huck m odal
untuk pegangan hidup secara sederhana. Inilah kesem patan yang
ditunggu-tunggu Tom . Ia berkata, “Hal itu tidak perlu. Huck
sudah kaya. Ia tak m em er lukan pem berian dari siapa pun.”
Hanyalah karena kesopanan saja yang m em buat hadirin
tak tertawa atas ‘lelucon’ Tom itu. Tapi terasa juga betapa sunyi
situasi akibat pernyataan Tom yang kaku itu. Tom m em e cah
kesunyian itu dengan berkata, “Huck m em punyai banyak uang.
Mungkin kalian tak percaya, nam un uangnya sungguh berlim pah-
lim pah. Oh, tak usah tertawa. Kukira, aku bisa m enunjukkan
buktinya. Tunggu sebentar!”
Petualangan Tom Sawyer 275

Tom berlari ke luar m elalui beberapa pintu. Hadirin saling


pandang dengan perasaan tercengang dan m em an dang penuh
tanya pada Huck yang m erasa lidah nya kelu.
“Sid, kenapa Tom ?” bisik Bibi Polly, “Ia... wah, betul-betul
aku tak bisa m em aham i anak itu. Tak pernah aku....”
Tom m asuk, terhuyung oleh kantung yang berat, m em buat
Bibi Polly tak m eneruskan pem bicaraannya. Tom m enuang uang
em as itu ke atas m eja dan ber kata, “Nah, apa kataku? Separuh
dari uang ini m ilik Huck, separuh m ilikku.”
Sem ua orang lupa bernapas. Sesaat sem ua hanya m elo ngo.
Kem udian sem ua ribut m inta penjelasan. Tom berkata bahwa ia
dengan senang hati akan m em beri penjelasan. Ia m enceritakan
suatu cerita yang panjang dan penuh hal-hal yang m enarik.
Ham pir tak ada yang m enyela, takut untuk m em utuskan cerita
yang m em ikat itu. Setelah Tom selesai, Tuan J ones berkata,
“Kukira aku telah m enyiap kan suatu cerita yang m enarik untuk
pesta ini, nam un ternyata cerita ku tak berarti. Cerita Tom
m em buat ceritaku tidak berarti. Harus kuakui.”
Uang itu dihitung, jum lahnya lebih sedikit dari dua belas ribu
dolar. J um lah itu jum lah paling banyak yang pernah dilihat siapa
pun di antara hadirin dalam satu tum pukan, walaupun beberapa
orang m em punyai jum lah yang lebih besar.
Huck yang Terhormat
Menyatukan Diri dengan Para
Petualang

PARA PEMBACA tentu tak perlu diberi tahu, bagaim ana harta
karun Tom dan Huck itu telah m em buat geger desa kecil yang
m iskin seperti St. Petersburg itu. J um lah sebegitu besar dalam
satu tum pukan, ham pir-ham pir tak dapat m ereka bayangkan.
Berita itu dibicarakan, diper debatkan, diagung-agungkan, sam pai
banyak orang kehilangan akal. Sem ua ‘rum ah hantu’ di sekitar
St. Petersburg dibongkar, papan dem i papan, bagian dasarnya
digali untuk m encari harta karun. Bu kan saja anak-anak, tetapi
juga orang tua. Beberapa di antaranya adalah orang-orang yang
selalu berpikir dan berbuat dengan kesungguhan hati, tak pernah
berm ain-m ain. Di m ana pun, Tom dan Huck dikelilingi, dikagum i
dan ditonton. Kedua anak itu tak per nah ingat sebe lum nya bahwa
kata-kata m ereka m em punyai arti. Kini setiap perkataan m ereka
dianggap berharga dan diu lang-ulangi. Apa pun yang m ereka
Petualangan Tom Sawyer 277

kerjakan, selalu dianggap luar biasa. Agaknya m ereka tak bisa


berbuat atau berbicara seperti orang biasa lagi. J uga penga-
lam an-pengalam an m ereka di m asa lalu diperbin cangkan untuk
m em buktikan bahwa m asa lalu itu penuh dengan perbuatan dan
perkataan yang m engandung tanda-tanda kem urnian yang nyata.
Surat kabar di desa itu bahkan m em buat riwayat hidup kedua
anak itu.
Nyonya J anda Douglas m enyim pankan uang Huck di bank
dengan bunga enam persen, begitu juga Hakim Thatcher berbuat
yang sam a atas uang Tom untuk m e m e nuhi perm intaan Bibi
Polly. Kini kedua anak itu m em punyai gaji yang betul-betul
term asuk luar biasa—sedolar tiap hari biasa dan setengah dolar
di hari Minggu sepanjang tahun! Gaji yang sam a seperti yang
diterim a Tuan Pendeta, setidak-tidaknya jum lah itulah yang
dijanjikan kepadanya, nam un jarang diterim a. Satu seperem pat
dolar waktu itu cukup untuk sewa kam ar dan m akan seorang
anak, serta pakaian dan cu cian dalam waktu sem inggu.
H akim Thatcher m em pun yai harapan besar akan m asa
depan Tom . Dalam pendapatnya, seorang anak biasa tak m ungkin
bisa m engeluarkan anak perem puan dari dalam gua. Ketika Becky
secara rahasia m enceritakan, bagaim ana Tom berdusta untuk
m enyelam atkan dirinya dari hukum an cam buk, hakim itu sangat
terharu. Becky m em o hon am pun atas dusta Tom itu, dusta yang
m em indahkan hukum an cam buk dari punggungnya ke punggung
Tom . Hakim Thatcher dengan penuh kebanggaan m engatakan,
dusta sem acam itu adalah dusta dari hati m ulia, dusta dari hati
yang pem urah—dusta yang berharga untuk dikenangkan sejarah
di sam ping Kebe naran George Washington yang term asyhur
tentang kapaknya. Bagi Becky, beum pernah ayahnya nam pak
begitu tinggi dan gagah seperti waktu beliau berjalan m ondar-
m andir sam bil m engucapkan itu sem ua. Saat itu juga ia pergi
untuk m enem ui Tom serta m engatakan hal itu.
278 Mark Twain

Hakim Thatcher ingin m elihat Tom m enjadi seorang ahli


hukum atau ahli m iliter yang term asyhur kelak. Ia berjanji untuk
m eratakan jalan bagi Tom guna m em a suki Akadem i Militer
Nasional dan kem udian belajar di sekolah hukum yang terbaik di
Am erika Serikat, agar ia siap untuk m enjalankan salah satu dari
bidang tadi atau kedua-duanya.
Kekayaan Huck Finn dan kenyataan bahwa kini ia berada di
bawah naungan Nyonya J anda Douglas m em per kenalkan dirinya
pada pergaulan m asyarakat ber adab, bukan—bukan m em per-
ken alkan , tapi m en arik n ya, m elon tarkan n ya ke m asyarakat
den gan paksa—dan pen deritaan n ya ham pir tak tertahan kan
olehnya. Para pelayan Nyonya J anda selalu m em buatnya bersih
dan rapi, m enyisir dan m enyikat ram butnya, m enidur kannya di
tem pat tidur yang tak bersahabat dengannya, segalanya putih
bersih, tak ada noda setitik pun yang bisa ditekankan ke dadanya
untuk dianggapnya sebagai sahabat. Ia harus m akan dengan
pisau dan garpu, ia harus m enggunakan serbet, cangkir, dan
piring; ia harus belajar, ia harus pergi ke gereja; ia harus berbicara
dengan sopan hingga baginya setiap perkataan terasa ham bar di
m ulut; ke m ana pun ia berpaling, belenggu dan terali peradaban
m engungkungnya, m engikatnya erat-erat.
Tiga m in ggu den gan gagah beran i dihadapin ya se m ua
penderitaan ini, dan kem udian ia lenyap. Em pat puluh delapan
jam Nyonya J anda m encarinya di m ana-m ana dengan hati sedih.
Masyarakat pun ikut ter pengaruh, m ereka m encari Huck Finn
di setiap tem pat, m en jelajahi sungai untuk m encari m ayatnya.
Di hari ketiga, pagi-pagi sekali, secara bijaksana Tom Sawyer
turun tangan, m encari di antara tong-tong tua di bela kang rum ah
pem bantaian. Dan di salah sebuah tong diketem ukannya anak
hilang itu. Huck tidur di dalam tong, baru selesai dengan sarapan
yan g terdiri dari m akan an -m akan an curian , kin i berbarin g
m enikm ati pipanya. Ia tam pak tidak terurus, ram butnya tak
Petualangan Tom Sawyer 279

disisir, berpakaian com pang-cam ping yang m em buatnya sedap


dipandang, bebas, m erdeka, bahagia. Tom m ena riknya ke luar
tong, m enceritakan kekacauan yang diakibatkan olehnya dan
m em in ta agar H uck segera pulan g. H uck yan g m en ghirup
kem erdekaan itu sekarang m en jadi sedih.
“J angan berbicara tentang itu lagi, Tom ,” kata Huck, “telah
kucoba dan aku gagal. Kehidupan sem acam itu tak cocok bagiku.

Huck tidur di dalam tong.

Nyonya J anda m em ang baik padaku, tetapi aku tak tahan caranya
m enjalankan hidup. Ia m em bangun kan aku pada jam itu-itu juga
tiap pagi, m e nyuruh aku m encuci m uka, pelayannya m enyisir
ram butku habis-habisan, ia tak m em perbolehkan aku tidur di
gudang kayu, aku harus berpakaian yang ketat yang tak ada jalan
keluar m asuk bagi udara. Pakaian-pakaian itu begitu bagus,
hingga aku tak dapat duduk atau berbaring atau bergulung di
280 Mark Twain

rum put. Aku tak per nah lagi m enerobos pintu gudang di bawah
tanah. Hm m , kira-kira setahun kurasa, bertahun-tahun! Aku
harus pergi ke gereja, sam pai aku berm andi peluh. Aku benci
m endengarkan khotbah-khotbahnya; aku tak bo leh m enangkap
lalat di sana atau m engunyah. Aku pun harus terus m em akai
sepatu sepanjang hari Minggu. Nyonya J anda m akan m enurut
bunyi lonceng, tidur m enurut bunyi lonceng; sem uanya begitu
ditetapkan waktu, hingga m em buat orang tak tahan.”
“Tetapi sem ua orang hidup secara itu, Huck.”
“Tak ada bedanya, Tom . Aku tidak seperti orang lain, dan
aku tak tahan. Aku tak senang untuk selalu hidup terkekang. Dan
m akanan m udah sekali didapat, aku tak senang pada m akanan
yang m udah didapat. Untuk pergi m engail aku harus m inta izin,
untuk pergi bere nang harus m inta izin—untuk segala-galanya
harus m inta izin dulu. Dan aku harus berbicara dengan baik
sehingga m em buatku tak enak badan, sam pai terpaksa tiap hari
aku harus naik ke loteng untuk bisa berbicara bebas, walaupun
sendirian, agar bisa kurasakan kebe basan berbicara. Kalau tidak,
pasti aku m am pus. Nyo nya J anda tak m em perkenan kan aku
m erokok, tak m em perkenankan aku berteriak, tak m em per-
kenankan aku m elongo, m enggaruk atau m enggeliat di depan
orang banyak.”
Dengan tam bahan perasaan derita dan luka hati istim ewa,
Huckleberry m enam bahkan keluh kesahnya, “Dan sialan betul;
tiap saat ia berdoa! Belum pernah kulihat seorang wanita seperti
dia, Tom ! Aku harus pergi, aku harus, Tom . Dan lagi sebentar
lagi m usim libur selesai dan sekolah dim ulai. Aku pun harus
m asuk sekolah nanti—dan itu tak bisa kutahan. Tom , m enjadi
kaya ternyata tak seenak yang ku bayangkan. Setiap saat khawatir,
setiap saat berkeringat dan m engharapkan kedatangan kem atian
selalu. Nah, pakaian ini cocok bagiku, tong ini cocok bagiku, dan
tak akan pernah kulepaskan lagi. Tom , aku tak akan pernah m e-
Petualangan Tom Sawyer 281

nem ui kesulitan begini banyak, bila tidak karena uang itu. Kini,
baiklah kau am bil bagianku sem ua, hanya kadang-kadang berilah
aku sepuluh sen—tak usah terlalu sering, sebab aku tak bisa
m enghargai yang bisa kudapatkan tanpa berusaha keras lebih
dahulu. Dan tolong m inta agar Nyonya J anda m elepaskan diriku.”
“Oh, Huck, tak bisa kulakukan itu. Tak adil, cobalah sekali
lagi, m ungkin kau bisa m enyukainya.”
“Menyukainya—ya, m ungkin akan kusukai seperti aku akan
m enyukai sebuah kom por panas, bila telah kududuki cukup lam a.
Tidak, Tom , aku tak m au kaya dan aku tak m au hidup di rum ah
yang tak ada udara nya itu. Aku senang hidup di hutan, di sungai,
di tong kosong, dan tak kan kuubah hidupku itu. Terkutuk se-
m ua nya! Pada waktu kita telah m em punyai senjata, dan gua,
dan siap untuk m eram pok, sem ua ketololan ini m un cul untuk
m enggagalkan rencana kita!”
Tom m elihat kesem patan untuk m engubah pan dangan Huck.
“Dengar Huck, kekayaan tak m enghalangiku untuk m enjadi
peram pok.”
“Betulkah, Tom ? Betulkah katam u itu?”
“Betul, Huck. Tapi Huck, kau tak bisa m asuk ke da lam
gerom bolan peram pok, bila kau tidak m em punyai penghidupan
yang terhom at. Kau tahu.”
Kegem biraan Huck lenyap.
“Aku tak boleh m asuk, Tom ? Bukankah kau m em per bolehkan
aku m enjadi bajak laut?”
“Ya, tapi beda sekali. Seoran g peram pok lebih tin ggi
derajatnya daripada seorang bajak laut—secara keselu ruhannya.
Di beberapa negara peram pok terdiri dari bangsawan-bangsawan
tinggi, pangeran dan sebangsanya.”
“Tom , bukankah kau selalu bersahabat dengan aku? Kau tak
akan m engeluarkan aku dari gerom bolanm u, bukan? Kau tak
282 Mark Twain

akan sekejam itu.”


“Huck, aku tak ingin dan tak akan bertindak sem a cam
itu. Tapi apa kata orang banyak? Mereka pasti ber kata, ‘Puh,
gerom bolan Tom Sawyer? An ggota-an ggota n ya bertin gkat
rendah.’ Yang m ereka m aksudkan adalah engkau, Huck! Kau
pasti tak suka dikatakan begitu, aku pun tidak.”
Huck terdiam , pertarungan sengit terjadi dalam benak nya.
Akhirnya ia berkata, “Nah, baiklah, aku akan kem bali ke rum ah
Nyonya J anda sebulan lagi dan akan kulihat apakah aku bisa
m enahan penderitaan itu. Asal kau per kenankan aku jadi anggota
gerom bolanm u, Tom !”
“Baik, Huck, janji deh! Marilah, Sahabat, akan kum inta agar
Nyonya J anda tak terlalu keras bertindak terhadapm u!”
“Betulkah, Tom betulkah akan kau m inta pada Nyo nya
J anda? Bagus kalau begitu. Bila ia m au m engendur kan beberapa
peraturan kerasn ya, aku akan m erokok den gan sem bun yi-
sem bunyi, m em aki bersem bunyi-sem bunyi, dan akan kujalani
penghidupan itu sekuat hati. Kapankah kau m ulai m em bentuk
gerom bolanm u?”
“Oh, sekarang juga. Kita kum pulkan anak-anak dan m ungkin
m alam ini kita buat upacara pentahbisan.”
“Upacara apa?”
“Pentahbisan.”
“Apa itu?”
“Upacara sum pah setia satu dengan yang lain sesam a anggota
gerom bolan . Bersum pah un tuk tidak m em bo corkan rahasia
gerom bolan walaupun dicincang sam pai lem but. Bersum pah
untuk m em bunuh siapa saja bersam a seluruh sanak keluarganya
yang berani m enya kiti salah seorang anggota gerom bolan.”
“Bagus, Tom , hebat sekali.”
“Mem ang dem ikian. Dan sum pah itu harus dilaku kan di
m alam hari, tengah m alam , di suatu tem pat yang pa ling sepi,
Petualangan Tom Sawyer 283

paling seram . Kalau m ungkin di sebuah rum ah hantu. Sayangnya


sem ua rum ah hantu telah dibongkar orang.”
“Tengah m alam cukup baik, Tom .”
“Tepat. Dan kita harus bersum pah di dalam peti m ati,
m enanda tangani dengan darah.”
“Bukan m ain hebatnya. Lebih hebat daripada m en jadi bajak
laut. Aku akan tinggal bersam a Nyonya J anda sam pai aku
m ati, Tom . Dan bila kelak aku telah m enjadi seorang peram pok
yang term asyhur, pastilah Nyonya J anda m erasa bangga telah
m enolong aku dari dalam lum pur.”
Penutup

DEMIKIANLAH, habis sudah cerita ini. Karena cerita ini


cerita tentang seorang anak, m aka bera khir lah sam pai di sini.
Cerita ini tak bisa dilanjutkan sam pai m enjadi cerita seorang
dewasa. Bila seseorang m enulis rom an tentang orang dewasa, ia
tahu, di m ana harus berhenti—yaitu pada perkawinan; tapi bila
yang ditulis itu cerita tentang anak-anak, ia harus berhenti di
m ana ia bisa berhenti dengan sebaik-baiknya.
H am pir sem ua pelaku dalam cerita in i m asih hidup,
sejahtera, dan bahagia. Suatu hari m ungkin ada baiknya untuk
m enelaah kem bali cerita kehidupan anak-anak guna m elihat
m ereka m enjadi apa setelah dewasa. Karena itu saat ini tak
bijaksana untuk m enceritakan ke hidupan m ereka sekarang.
MARK TWAIN
PETUALANGAN TOM SAWYER

K isah petualangan remaja karangan Mark Twain dengan latar belakang alam
bebas di tepi Sungai Mississippi ini merupakan salah satu karya klasik Amerika.
Tom yang nakal inggal di rumah Bibi Polly yang dermawan. Setelah bertengkar
dengan sahabatnya, Becky Thatcher, Tom pergi bertualang bersama Huck Finn,
temannya. Secara kebetulan keduanya menyaksikan penjahat menusuk seorang
dokter hingga meninggal. Si pembunuh menggenggamkan pisau itu di dalam
tangan seorang pemabuk. Diselingi pengembaraan dan ingkah polah yang serba
nakal dan berani, Tom dan Huck dapat menemukan tempat persembunyian si
pembunuh.

SASTRA

KPG: 59 16 01185

KPG (KEPUSTAKAAN POPULER GRAMEDIA)


Gedung Kompas Gramedia, Blok 1 Lt. 3, Jl. Palmerah Barat 29-37,Jakarta 10270
Telp. 021-53650110, 53650111 ext. 3359; Fax. 53698044, www.penerbitkpg.com
KepustakaanPopulerGramedia; @penerbitkpg; penerbitkpg

Anda mungkin juga menyukai