Anda di halaman 1dari 103

Sanksi Pelanggaran Pasal 113

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014


Tentang Hak Cipta
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta
rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)
MEMORABILIA
Sekumpulan Puisi

Ilustrasi sampul oleh Nuraini Komalasari


Disunting oleh Ricky Dwiyulianto Putra

Diterbitkan pertama kali


dalam bentuk digital
Mei 2020

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis.

Hlm 102; 21 cm
Daftar Isi
Daftar Isi – 4
Selayang Pandang – 7
Berkunjung ke Museum, Tony Ramadan – 10
Suatu Pagi di Pangelangan – 11
Gehu – 12
Di Pelataran Masjid Alun-alun – 13
Berkunjung ke Museum – 15
Bandung, 2 – 16
Jalan Banceuy – 17
Trunojoyo – 18
Hak Abadi Manusia, Ira Raudlotul Janah – 20
Tentang Kejauhan – 21
Pengepul Hari Tua – 22
Hak Abadi Manusia – 23
Nadir – 24
Teatrikal – 25
Roti Sobek – 27
Tak Ada yang Gila di Kota Ini – 28
Jempol, Ganang Ajie Putra – 30
Instagram – 31
Youtube – 32
Twitter – 34
Facebook – 35
Friendster – 36
Gograb –37
Tiktok – 38
Mata Api, Ricky Dwiyulianto Putra – 40
Mata Api – 41
Pengembara – 42
Di Bar Malam Ini – 44
Segara – 45
Isolasi – 46

4
Surai – 47
Bianglala – 49
Mengenal Kesedihan yang Menyapa – 51
Sebuah Cerita, Deni Herliyantono – 54
Lelaki Tua di Teras Rumah – 55
Duka – 56
Makan Malam yang Hambar – 57
Kembang Api yang Usang – 58
Rindu Hangat – 59
Bunga dan Rinduku – 60
Sebuah Cerita dalam Hidupku – 61
Sebuah Rencana, Aisyatu Syafriyah KY – 62
Di Hadapan Januari – 63
Sebuah Rencana, 1 – 64
Sebuah Rencana, 2 – 65
Pinta – 66
Di Kamar 07 – 67
Asa (?) – 68
Potong Rambut – 69
Warna, Gadis Berkumis – 70
Baju Warna Pink – 71
Kotak Bekal dari Ibu – 72
Hitam dan Putih – 73
Bunga Melati – 74
Di Wajahmu – 75
Mata Hitam – 76
Tragedi Mawar Hitam – 77
Kerisauan Pengigau, Hartadi Wisnumurti – 78
Sehisap Senyap – 79
Diam-diam – 80
Hawa Kopi – 81
Mempertanyakan – 82
Persembunyian – 83
Hakikat yang Mengembara – 84
Mengaku Aku – 86

5
Memorabilia, Tatus Praditya Risaldo – 88
Tafakur di Titik Nol – 89
Lagu Anak – 90
Kegagalan Sang Imam – 93
Matinya Tanggal Muda – 95
Membaca Kelahiran – 96
Jalan Pembebasan – 97
Kun Fayakun – 98
Syiar Cinta – 99
Biografi Singkat – 100

6
Selayang Pandang
Beberapa waktu ini, di seluruh dunia sedang menghadapi cobaan
yang cukup serius, yakni melawan pandemi korona virus. Meski
fatality rate-nya terbilang kecil, tetapi angka penyebaran virus
ini cukup besar. Demi mengantisipasi penyebaran yang semakin
meluas, banyak negara memberlakukan lockdown secara penuh
ataupun parsial, termasuk di Indonesia.

Tak hanya itu, virus ini pun menjadi bagian paling


menyakitkan untuk semua orang. Petugas medis yang berjuang
tiada henti, para pekerja yang harus terkena pemberhentian
massal, pedagang kecil yang harus gulung tikar, peserta didik
yang harus tertimbun oleh tugas-tugas secara daring, hingga
beberapa orang yang harus ditinggalkan oleh orang-orang
terkasih.

Di Indonesia sendiri, pemerintah sudah membuat


kebijakan agar setiap orang harus tetap beraktivitas di rumah.
Perkantoran harus tutup dan memberlakukan pekerjanya bekerja
dari rumah. Kedai makanan/minuman boleh beroperasi, tetapi
dengan syarat para pembeli dilarang makan/minum di tempat.
Karena dampak-dampak itulah, banyak orang memberi
dukungan baik individu atau secara kolektif kepada yang
lainnya, terutama yang terdampak secara serius.

Tentu saja, berkegiatan di rumah saja belakangan ini,


membuat orang-orang merindukan kegiatan dirinya sebelum
virus datang. Ada yang ingin berkumpul dengan keluarganya di
desa, ada yang ingin bertemu kawannya lagi, ada yang ingin
berkuliner Kembali dan mengunjungi tempat-tempat yang
pernah mereka datangi, ada yang ingin kembali mendapatkan
pekerjaannya demi memenuhi kebutuhan hidup, dan masih
banyak lagi.

7
Demi menumpas kerinduan tersebut, banyak sekali
yang memberikan kontribusi sesuai dengan kapasitas masing-
masing, misalnya saja Narasi TV yang membuat konser musik
sekaligus menggalang dana. Lalu, para penerbit dan penulis
yang menyediakan buku-buku digital secara gratis. Tentu ini
menjadi angin segar dalam kekalutan. Setidaknya, ada sedikit
hiburan.
Untuk itu, saya dan beberapa kawan ingin turut ambil
bagian menghibur teman-teman semua yang selama ini tetap di
rumah demi memotong penyebaran virus. Saya berterima kasih
kepada kawan-kawan saya yang telah berkontribusi dalam
kelancaran buku ini. Kepada para penulis di dalamnya, Hartadi
Wisnumurti, Ira Raudlotul Janah, Tatus Praditya Risaldo, Deni
Herliyantono, Tony Ramadan, Aisyatu Syarifah KY, Ganang
Ajie Putra, dan Fitri. Saya juga berterima kasih kepada kawan
kampus saya, Nuraini Komalasari yang bersedia meluangkan
waktu untuk mendesai kaver buku digital ini.

Buku ini masih banyak kekurangannya. Akan tetapi,


semoga buku ini bisa menghibur kalian semua yang
membacanya. Selamat membaca. Jagalah kesehatan dan jangan
lupa untuk selalu bahagia.

Ricky Dwiyulianto Putra

Jakarta, 18 Mei 202

8
Berkunjung ke Museum
Tony Ramadan

10
Suatu Pagi di Pangalengan

Pagi masih diam di selimut


Gigir embun dedauanan
Dan kabut matamu makin samar.

Hari-hari adalah menghitung kecemasan


Rambut yang terus meninggal
Dan wajahmu penuh luka waktu.

Jarum jam masih berdebat


Mana yang dahulu, panjang atau pendek
Dan mulutmu mengeja perumpamaan.

Dingin, jendela anak


Angin menempatinya
Dan hidungmu mengendus masa lalu.

Ibu kehilangan ayah


Mata bening mengeruh
Dan dirimu menelusup dalam kata-kata puisiku.

Bandung, 2020

11
Gehu

Dalam tahu aku menjelma tauge


Dalam mulutmu aku menjelma
Asu.

Bandung, 2020

12
Di Pelataran Masjid Alun-alun

Deru debu
Ini siang telah gelap.

Porselen begitu dingin


Erina, kekasihku yang lugu
Luka di tubuhmu
Akan segera hilang
Tapi sesuatu di matamu
Api yang telah padam
Ruam begitu kelam
Akan menjadi manuskrip hidup
Nanti kau akan paham, Erina.

Maghrib yang begitu karib


Adzan berkumandang
Semua orang telah berwudlu
Jari-jari malam menggerai hitam rambutmu
Irisan-irisan dingin telah tersaji
Depan sajadah-sajadah terbentang.

13
Air mata! Menjelma dahaga
Lalu matamu kerontang
Ulah siapa ayah menjadi bengis!
Nanti akan tiba kesepian!
Aku telah mencongkel semua kisah
Likat di tetubuhmu itu, Erina
Untuk kusatukan dengan porselen
Nanti kau akan paham, Erina.

Bandung, 2020

14
Berkunjung ke Museum

: DMP

Kau pergi ke sebuah museum


Tempat segala kekunoan bersarang
Dan selembaran hikayat disimpan dalm kaca.

Mata adalah lensa paling sempurna


Menangkap tiap lekuk tubuh waktu
Tulisan-tulisan yang mulai keropos.

Di hadapan Sribaduga
Pikiranmu terpecah, terbagi menjadi
Pepuluhan perkamen.

Menjelang maghrib yang karib


Kau berikan tubuhmu pada museum
Dan menyatu bersama masa lalu.

Bandung, 2020

15
Bandung, 2

Ketika kau ke Bandung


Kau ‘kan temukan kehangatan
Di kursi-kursi taman
Di kursi-kursi bisokop
Di kursi-kursi pelaminan
Bekas kekasih memadu kisah.

Kedinginan adalah jalan


Pada malam hari
Mengetuk kaca-kaca mobil
Berdiam di kaca-kaca spion
Masygul di kaca-kaca mata pengendara.

Pegi telah melebarkan cahaya


Ke pucuk-pucuk cemara itu
Dan pesawat telah tinggal landas
Mengantarkan kenangan
Ke tujuan masing-masing.

Bandung, 2020

16
Jalan Banceuy

Kesemua kendaraan menepi


Menunggu tukang reparasi
Kaca-kaca spion terluka
Mengingat masa lalunya yang begitu kelam.

“Mau diganti dengan yang baru, Pak?


Atau mau tetap seperti itu
Dengan beberapa perbaikan.”

Lampu sein kanan mati


Dibunuh oleh cemas tempo hari
Tentang apakah akan belok kanan
Atau kiri jalan terus.

“Mau diganti dengan yang baru, Pak?


Atau mau tetap seperti itu
Dengan beberapa perbaikan.”

Matahari telah terjun


Ke atap-atap pertokoan
Kesemua kendaraan telah pulang.

Bandung, 2020

17
Trunojoyo

Pergilah ke Trunojoyo
Tempat segala macam pakaian dipajang

Mulai dari pakaian harian


Sampai pakaian mingguan
Bulanan
Tahunan
Kematian

Jangan selalu kau pakai


Baju dari kecemasanmu itu
Bakarlah dan cari yang baru

Pergilah ke Trunojoyo
Tempat segala macam pakaian dilahirkan

Bandung, 2020

18
Hak Abadi Manusia
Ira Raudlotul Janah

20
Tentang Kejauhan

Kau tidak bisa mengira-ngira


angka pada meteran dengan benar
langkahmu keluar dari terminal bus
kelewat maju dari alamat tujuan

Di pusat kota yang meriah dengan debu dan klakson para


pengendara
yang tergesa-gesa ingin cepat sampai
ke tempat di mana ia bisa merebahkan
tubuhnya yang ringkih sehabis dikoyak jam kantor
pikirannya yang bengkok setelah digilas beban pekerjaan
makin memerumit jalan menemukanku

Kau bisa putar arah


kembali ke terminal busmu semula
baca lagi alamatku
hingga kau temui tentang kejauhan di situ

Bekasi, 2019

21
Pengepul Hari Tua

Ia berebut pagi dengan matahari


Agar bisa memetik kuncup sebelum mekar
Dan menjadi bunga

Kuncup mengering menjadi coklat kematian


Hari menguning sepenjulat kebaktian
Dan ia menjadi usang

Ia pengepul hari tua


Memungut usia yang matang di kulitnya
Memulung waktu yang ranum di beranda

Lalu ia berkata: “Aku sudah mengepulkan hari tuaku, kekasih


sekarang mari kita bikin unggun
sebagai tempat penyimpanan hari tuaku yang anggun."

Bekasi, 2019

22
Hak Abadi Manusia

Pagi hari di zaman pascamodernisme


Orang-orang berebut hak abadi manusia
Saling nyerobot dalam antrean
Perpanjang masa kehidupan

Karena sekarang jerit buldoser


Sangat mematikan makhluk bumi
Harus punya kartu izin memulangkan nasib
Untuk tukar lagi dengan nyawa buatan

Aduh sayang, sulit sekali berpijak pada bumi


yang digoyang-goyang
Kerokan tangan ekskavator
Pada bumi yang dilestarikan
Beragam tubuh tanaman rindang berkaca

Bekasi, 2019

23
Nadir

Baling-baling kipas dan jarum jam itu


Sama-sama berputar
Yang satu bisa meringankan geruh-gerahmu
Satu lagi bisa membuat enteng nasibmu yang muram-meriah

Hari berganti cuaca berubah


Seorang tukang pos mengantarkan sepucuk surat
Semacam tagihan: hidup adalah tunggakan
yang belum lunas kau membayar dosa-dosa

Sebelum kau lari seperti pelanduk buruan


yang belum genap
mengetukkan kakinya tujuh kali
tukang pos itu menangkapmu dan memberi tahu
bahwa tagihanmu sudah lunas
kau diberi bonus oleh Tuhan
yang tak sembarangan manusia mendapatkannya

Bekasi, 2020

24
Teatrikal

Aku memakai sepatu kulit


yang kukuh dan tangguh
terhadap berbagai macam kerikil kehidupan

Lengkap dengan jaket dan topi


agar tubuh tidak mudah meriang oleh cuaca
dan kepala tidak mudah panas oleh beban pikiran.

Lalu aku keluar dan menjalani aktivitas


sebagai orang nomor satu
di negaraku sendiri.

Negara yang tahan dalam tekanan


tanpa ricuh, seperti seorang buruh
tanpa upah yang utuh.

Kuat dalam cobaan


tanpa kritik, seperti hutan
dengan angka penebangan yang terus naik.

25
Aku orang nomor satu di negaraku,
membebaskan rakyatku
untuk mencari kemerdekaannya sendiri.

Bekasi, 2020

26
Roti Sobek

Hidup ibarat roti sobek


Rasa stroberi untuk marah
Rasa coklat untuk ketidakadilan
Rasa keju untuk ketidakmampuan

Tidak perlu ditambah lagi,


kombinasi itu sudah sangat sempurna.

Tinggal sobek,
makan lalu nikmatilah hidup.

Ada satu rasa yang tertinggal, vanila.


Barangkali ia adalah peri-peri suci yang akan menolongmu dari
nasib buruk.
Karena setiap kehidupan yang sial,
ada keberuntungan yang belum terbuka.

Bekasi, 2020

27
Tidak Ada yang Gila di Kota Ini

Tidak ada yang gila di kota ini


Pemuda yang bernyanyi dari satu bus ke bus yang lainnya
Sadar betul bahwa suaranya tidak benar-benar merdu

Tidak ada yang gila di kota ini


Anak-anak yang menadahkan tangan
Tahu betul tidak ada yang sungguh-sungguh memperdulikannya

Tidak ada yang gila di kota ini


Wanita-wanita yang menjajakan dirinya
Paham betul bahwa ia tidak benar-benar laku

Semua yang terjadi di atas tampak sangat waras


Yang gila di kota ini hanyalah orang-orang
Yang mulai percaya politik

Bekasi, 2020

28
Jempol
Ganang Ajie Putra

30
Instagram

instagram telah membeli sepasang tangan palsu pada pedagang


yang beriklan di tubuhnya

menurut berita dia rela membayar berapa pun harganya hanya


karena satu alasan yang menggelikan; takut dosa

usut punya usut dia akan menggunakan tangan palsunya untuk


menutupi matanya—barangkali juga kemaluannya

para pengguna dengan jumlah pengikut yang tidak cukup


dihitung dengan ruas jari berusaha memecah rasa penasaran

memangnya sebesar apa dosa yang kau takutkan wahai


wahana pamer muka kesayanganku? serang mereka

ia menjawab
sebesar bebuahan milikmu
yang berserakan di sekujur tubuhku.

kalimalang, 2019

31
Youtube

hey yo wasap bro


kata seorang di seberang

satu jam berlalu


mataku terang
lidahku kencang

kuketuk pintu kamar ibu


yang tengah asyik tidur siang
aku butuh uang!
kataku setengah teriak

ibu melamun selepas menarik daun pintu


matanya setengah terbuka sebab kantuknya belum padam
lalu tanpa berlama ia bertanya
mengapa kau serupa petir di terik siang
tiba-tiba datang meminta uang
untuk apakah gerangan?

32
dengan bangga menyala di dada
aku menyahut dengan singkat
untuk menjual bahasa indonesia di youtube.

kalimalang, 2019

33
Twitter
kakak sedang sibuk menge-twit kata-kata penuh motivasi yang
dia sendiri tidak mengerti artinya sama sekali

adik juga sedang sibuk menge-twit kata-kata yang tampaknya


dipenuhi usaha untuk melucui semesta maya
ibu dan bapak tidak sibuk menge-twit karena yang mereka tahu
cuma facebook
temanku tetanggaku guruku sedang sibuk menge-twit seperti
kakak dan adikku
sementara aku sedang sibuk berusaha mati-matian mengerti
apa yang sedang mereka kerjakan.

kalimalang, 2019

34
Facebook

sepasang pasutri hanyut terbawa deras arus laut facebook yang


biru pekat

mark zuckeberg datang dari bulan bagai pahlawan


ia langsung berlaga serupa penjaga pantai
hendak melepas kaus oblongnya yang berwarna biru pula
si bapak dan si ibu yang hampir tenggelam melambaikan
tangannya sembari berteriak
demi kedamaian hidup kami berdua
jangan tolong kami!

kalimalang, 2019

35
Friendster

menurut orang tua


kawanmu tiada lain
serupa friendster
yang kelak akan mati
dimakan zaman.

kalimalang, 2019

36
Gograb

kita telah tiba pada


zaman paling asyik

semua serba mudah


byebye sudah susah payah

beri aku waktu sebentar


tolong ini dosa segera diantar.

cibinong, 2020

37
Tiktok

kepada yang maha


membolakbalikkan hati
kami telah memutuskan
akan mengultuskan engkau
tiada mengapa meski sia-sia
kau tetap yang satu tiada dua

kami punya banyak lelucon


untuk kami persembahkan
izinkan kami melayani
dengan tarian
masak-masakan
dan kebodohan-kebodohan

o, ya

38
tidakkah kau mencari utusanmu?
ia memang pernah membuat kami salah sangka
mendustakan engkau sedemikian rupa
namun yang benar memang berasal dari salah bukan?
butuh waktu bagi kami untuk mencerna
bahwa yang benar itu benar
sebelum mengupas wajah salah
perlukah kami mencarinya?
barangkali kau kangen

tuan dan nyonya


adakah yang bisa membantu kami
temukan sang nabi kami tercinta—
yang mulia kanjeng bowo?

cibinong, 2020

39
Mata Api
Ricky Dwiyulianto Putra

40
Mata Api

ke sanalah aku ingin beranjak,


menggapaimu yang serupa mentari
pagi. hangat, seperti kau rengkuh aku
dalam badai salju.

kau adalah perapian di rumah tua pada


musim dingin. dan kupandangi kau sekian
waktu. pada mataku kau menari mengikuti
irama detak jantung.

aku ingin tenggelam dalam nyalamu, meski


seluruh tubuhku harus hangus terbakar oleh
mata apimu.

(2020)

41
Pengembara

aku ingin terbang di kaki langit,


mencari sesuatu yang hilang ke
arah entah.

kau adalah pengembaraan yang tak


pernah kutemukan ujungnya. peta dan
kompas tak lagi berfungsi, mereka telah
menjadi lansia yang pikun.

kau adalah pohon tua tempatku


mengistirahatkan bayi-bayi nasib
yang merengek meminta air kehidupan.

kau adalah danau yang lapang, muara


dari segala kesedihan yang didatangkan
oleh hujan.

kau adalah kijang yang berlarian dari


dalam hutan, sebab mataku adalah
singa yang kelaparan.

42
tanganku telah menjelma angin
yang menjatuhkanmu dari tangkai
pepohonan. dan kakiku adalah
tanah-tanah basah yang kau injak
berulang kali dan menjadi noda-noda
di sepatumu.

jika malam telah gelap, aku ingin


membangun rumah dan beristirahat
di dalamnya. jauh dari hewan-hewan
liar yang ganas dan lapar. jauh dari
pemburu gila yang kekar. dan jauh
dari suara-suara yang mencekam.

dan apabila pagi telah tiba, aku ingin


kembali mengembara, mencari sesuatu
yang hilang ke arah entah.

(2020)

43
Di Bar Malam Ini

kusambut malam dengan sepiring pecah kaca


dan segelas air mata. sebotol chivas mengalir
deras melewati tenggorokan, membasuh duka
bagai duri-duri tajam di setangkai bunga mawar.

tak ada di sana. tak ada di sini. kau ada di kesedihan


yang kutanam esok pagi bersama aroma pelukan
sisa hujan. embun adalah permata kecil yang memoles
rupamu. dan dari sanalah air mataku berasal.

kau akan kukenang sebagai bulan yang hilang


di tubuh malam. dan bintang-bintang adalah
para penjarah toko-toko elektronik.

biar perapian kunyalakan abadi malam ini,


membakar semua lembar kenang dan
menghanguskan kotak waktu.

(2020)

44
Segara

aku memandangmu sebagai hati yang menyelami


laut tubuhku. dan bola matamu adalah rembulan
di atasnya. bulat sempurna, berwarna kebiru-biruan,
serta bercahaya bagai bongkahan kristal.

malam telah menjelma tubuhmu dengan tangan


selembut angin yang siap merangkul setiap ceracau
ombakku. kita berada di batas arah entah. dua puluh
empat adalah waktu yang aku miliki.

aku memakai setengahnya untuk menggapaimu.


dan setengahnya lagi untuk memaki pagi. aku ingin
menghancurkan karang waktu.

dan menjadikannya kersik halus. lalu aku simpan


dalam jam pasir agar waktu yang aku punyai
menjelma seluruh.

(2020)

45
Isolasi

semakin hari, semakin terasa asing saja.


kita tak lagi mengenal:
matahari selain dari celah-celah
jendela. kopi di pagi hari lebih
cepat dingin dari biasanya.
dan
kamar lebih sunyi daripada
kematian.
semua kian senyap. hanya suara deru
napas dan gerutan-gerutan kecemasan
yang terdengar.

waktu lebih sering ditanyakan


keberadaannya saat ini.
“ke manakah kita akan
melangkah?”
semuanya hilang arah dan tak lagi
bergairah. buku-buku tak tahu pasti–
di halaman berapa terdapat jawaban
dan mungkin saja tidak pernah ada.

(2020)

46
Surai

pada suatu sore, adakah yang lebih indah


dari suara-suara burung bernyanyi? ialah
melodi matamu yang terperangkap dalam
ruang dadaku.

kau melangkah, meninggalkan jejak-jejak


prasasti. dan kau berteriak di suatu yang
jauh, “adakah yang lebih penting dari
kebahagiaan?”

tak kudapati jawaban dari pertanyaanmu


dalam rumah kosong ini. hanya aroma
tubuhmu kian samar. dan sekuntum bunga
untuk kujaga seorang.

pergilah. pergilah atas nama segala yang


pernah. ketika langit berubah warna hingga
menggelap, kau akan hilang dari peradaban
pikiranku.

47
menangislah. menangislah aku karena bahagia.
menangislah. menangislah aku karena sedih.
aku berdiri sendiri, bersama biru langit dan
ombak laut sebagai penawar.

serau angin datang berbisik, “kau akan


baik-baik saja.” lalu lepaslah kita, berdua,
pada tujuan masing-masing serupa daun
yang pasrah.

kita telah hilang dari kotak waktu. bunga kian


layu dan jawab menjadi tanya. tak ada lagi yang
kembali: dekap hangat, sisa lipstick, harum rambut,
atau sengal suara.

berakhirlah. kau pergi dari ketiadaanmu.


dan aku akan lesap di atas pasir putih pantai,
bersama bumi yang mengiringi langkah
kaki telanjangku.

(2020)

48
Bianglala

ialah aku, bianglala yang kau temui malam itu.


berada jauh di bawahmu, berputar-putar sembari
berupaya meraih.

di atas sana, kulihat parasmu yang berseri-seri serupa


peri langit. kau asyik menari riang di angkasa bersama
anak-anak bintang.

melodi malam disenandungkan oleh suara-suara alam;


gemericik air, deru angin, sahut jangkrik dan katak,
serta riuhnya para pendoa yang mencumbui tuhan
di dalam hatinya.

tak ada kesedihan. tak ada kegelisahan. tak ada kecemasan.


kau tampakkan adalah wajah kebahagiaan, serupa rembulan
berwarna kebiru-biruan. jemputlah tanganku yang ringkih
dan rengkah ini. aku ingin memeluk tubuhmu yang seluas
bentang malam dan menyelami hatimu yang sedalam lautan.

matamu, serupa oase di padang sahara. tempatku mereguk


mata airmu untuk memuaskan dahaga kesedihanku.

49
kau; ialah semesta yang menghidupi puisi-puisiku.

(2020)

50
Mengenal Kesedihan yang Menyapa

kesedihan terkadang datang dengan cara


yang paling halus:
menyapa ketika sedang menyendiri.
lampu-lampu tak dinyalakan, atau
sedikit remang seperti mata bayi.

lagu-lagu melankolia bersenandung,


mengecupi pipi yang basah dari
kedua bola mata.

dan ranjang seolah berubah menjadi


tubuh ibu dan ayah yang memeluk
ketika lelah.
kadang pula kesedihan datang dengan
cara yang paling menyakitkan:
datang sesudah bahagia mampir,
terbang menuju bentang langit,
diberi sayap untuk tetap mengudara
di antara mimpi-mimpi dan doa-doa.

sebelum akhirnya, kedua sayap


dipatahkan dan jatuh ke kubangan
yang dipenuhi sulur-sulur berduri.

51
kesedihan tak lagi mengenal kata pagi, siang,
pun malam. berjalan di antara angka satu
hingga dua puluh empat. membuntuti waktu
yang tak pernah tahu kapan harus berhenti.

dan selama tumbuh, kesedihan bernaung di sisi


paling gelap di dalam hati; membangun kastil
mimpinya sendiri.

(2020)

52
Sebuah Cerita
Deni Herliyantono

54
Lelaki Tua di Teras Rumah

lelaki tua itu duduk sendiri, sore ini


di matanya, keindahan senja sudah tak ada arti

yang terkasih sudah pergi lebih dulu


meninggalkan mimpi yang terus melekat
untuk menua bersama
duduk berdua di teras rumah
sembari menikmati keindahan senja

Jogja, 2020

55
Duka

mulut membisu
seperti batu nisan bertuliskan namamu
di situ, aku termangu

tak ada lagi kata-kata


hanya derai air mata
menegaskan sebuah duka

Jogja, 2020

56
Makan Malam yang Hambar

di atas meja makan ini


tak kudengar bunyi piring saling bersahutan
nasi goreng yang tersaji pun diam
tak menciptakan apa pun tentang rasa
tak seperti bikinanmu
yang membuatmu selalu bertanya
dan selalu terjawab oleh kebohonganku

di depan nasi goreng ini


aku tak bisa dan tak ingin berbohong
makan malam kali ini
lebih hambar
dari nasi goreng bikinanmu

Jogja, 2020

57
Kembang Api Usang

menjelang pagi, kunyalakan kembang api usang, tepat di hati


yang sepi
percikannya mengulang memori-memori yang telah lalu,
tentang aku dan cerita-cerita kecil
di sana, kutemukan diriku, berdiri di antara pertemuan dan
kehilangan

Jogja, 2020

58
Rindu Hangat

yang tersaji di depan kesendirianku


adalah secangkir rindu hangat
ia menyapa
dengan kepulnya yang melambai menggoda
perlahan membawa ingatanku pergi
berjalan-jalan mengitari semua tentangmu, kekasih

Jogja, 2020

59
Bunga dan Rinduku

meronce bunga setaman

di bawah batu nisanmu


aku letakkan bunga-bunga ini bersama doa
agar aromanya
dapat kau cium sebagai rinduku

Jogja, 2020

60
Sebuah Cerita Dalam Hidupku

di atas selembar nasibku


takdir menulis cerita
dirimu sebagai
kenangan

Jogja, 2020

61
Sebuah Rencana
Aisyatu Syafriyah KY

62
Di Hadapan Januari

di hadapan Januari
aku berpesan kepada masa lampau
kembang api akan memberi nyala
meski sepercik
bagi diriku yang sangat kurang piknik

2020

63
Sebuah Rencana, 1

Setelah membuat catatan dalam kepalaku,


tinggallah aku sendiri, yang hanya
melihat sebuah rencana di telapak kakimu.

Yang semula ingin menginjak


panggung di antara dua kursi
beserta dekorasi.

Lalu kau berbusana rapi bak pangeran


pun aku berdandan layaknya permaisuri
yang disambut berbagai macam profesi

Tuhan membawamu, menanggalkan yang belum terjadi

2020

64
Sebuah Rencana, 2

Ini tahun,
Rencanaku tak sesuai dengan nasib
Semenjak pergi, ia tak pernah
Menemuiku di mimpi.

Setelah lima tahun berlalu,


Aku putuskan untuk membuka hati lagi
Anehnya, tak ada satu pun yang nyangkut
Apa aku sakit?

“Kau hanya perlu membuang takutmu,” kata Ibu.

2020

65
Pinta

suatu senja, aku terpukau


oleh warnanya,
tak lama kemudian
bibirku berkomati-kamit,
“Tuhan, rambutku telah beruban,
apakah Engkau bisa mengembalikannya?”

2020

66
Di Kamar 07

Tahun-tahun sebelumnya
Tuhan selalu memberi kejutan
Dalam hidupku: di hari jadiku
Biasa, sedang, berat hingga teramat berat—

Dalam keadaan apa pun itu


Hari jadiku selalu diberkati olehNya
Tahun ini pun begitu, dan akan selalu begitu
Biasa, sedang, berat hingga teramat berat—

Semoga semakin istimewa di tahun ini: di kamar 07

Mei 2020

67
Asa (?)

aku menempatkannya
pada sebuah ujung
yang tak diketahui siapa-siapa

kecuali tuhan beserta diriku

di ujung jari telunjuk ibu


sebuah angan yang lian
telah menamparku yang bukan siapa-siapa

kecuali tuhan dengan maha segala benar

di ujung jariku
asa telah memberiku kebaikan
bahwa hidup bukanlah
untuk menjulang dan tak terkalahkan

2019

68
Potong Rambut

di salon rambut h-7 lebaran, sepi


adalah hal yang kutunggu,
orang-orang meninggalkan jejak
dari kenangan rambutnya,
tapi di kepalaku, tak ada kenangan
melainkan kebebasan

2020

69
Warna
Gadis Berkumis

70
Baju Warna Pink

Akhirnya ibu belikan baju untuk lebaran


Sebelum tangan-tangan mengetuk pintu
Meminta maaf dan memaafkan.

“Terima kasih, Ibu. Warnanya aku suka.”

Akhirnya tangan-tangan mengetuk pintu


Setelah ibu belikan baju untuk lebaran.
Meminta maaf dan memaafkan.

“Baju lebaranmu warna pink ya, kaya cewe.”

12 Mei 2020

71
Kotak Bekal dari Ibu

Di dalam kotak bekal ibu memasukan


Banyak warna yang bisa kumakan
Pada jam istirahat nanti.

Diam-diam ibu memotong


pelangi dari tubuhnya.

2020

72
Hitam dan Putih

Aku ingin membeli warna


Supaya tampak lebih cantik
Untuk kencan malam ini

“Mau warna apa, Kak?


Ada banyak warna di sini.”
Kata sang penjual

“Berikan saja warna


yang paling cantik,” jawabku

Banyak kotak warna dibungkus


“Semua warna cantik.” Jelasnya

Di hadapan pacar
Aku mencoba semua warna

“Semua jelas terlihat,


Hitam dan putih saja.”

2020

73
Bunga Melati

“Terimalah!
Bunga harum dan berwarna putih ini
Sebagai tanda cintaku kepadamu.”

Untuk terakhir kali


Sebuah monolog diucapkan di pemakaman
Merontokkan segala yang mengendap

2020

74
Di Wajahmu

Aku melihat,
Tak ada yang lebih merah dari bibirmu
Tak ada yang lebih jingga dari pipimu
Tak ada yang lebih kuning dari kulitmu
Tak ada yang lebih hitam dari matamu

Kau bertanya, “Bagaimana, aku cantik ngga?”

2020

75
Mata Hitam

Di puncak tubuh itu


Sepasang mata ditempelkan

Guna melihat kamu


dan hal lainnya

Supaya tetap terjaga


Dimasukkan kopi ke dalamnya, terus

Hingga kantuk mulai bosan


“Aku serahkan kepada Migrain saja”

12 Mei 2020

76
Tragedi Mawar Hitam

“Di mana orang-orang yang akan kubawa pergi?”

Diam-diam banyak tangan


Mencuri,
Menghilangkan nama-nama
yang bernyawa
Dari catatan malaikat kematian.

2020

77
Kerisauan Pengigau
Hartadi Wisnumurti

78
Sehisap Senyap

Keriuhan mekar di taman


menghibur yang terlantar,
seakan tunjukkan jalan
namun enggan mengantar.

Riuh cuma sulut nyala durja,


bumbungkan sesak kebohongan.
Meracuni ejaan kalimat doa,
jadikan doa tak bertujuan.

Doa-doa beringsut ke sudut maut,


di sana sedang gelap oleh senyap.
Sehisap sunyi terpaut,
menghantar nurani yang gegap.

Nurani gegap berlari,


menggapai segala misteri.
Meski rumit yang dikehendaki,
tak lelah berlari meski sepi.

Ponorogo, 13 Juni 2018

79
Diam-diam

Melayang diam-diam
tiba-tiba menghujam,
angan terjun bebas menyibak langit luas,
menuju serambi temaram.

Serambi sebuah rumah, berantakan;


daun-daun kering berserakan,
debu, dan lumut mewarnai dinding.
Rumah tanpa pijar kehangatan.

Angan tak bergeming


terpaku memandang.
Rumah bukan rumah,
hanya tempat duka bersimbah.

Kembali!
Kau terlampau jauh melayang.

Aku di sini:
ditelantarkan angan yang bertualang.

Purwakarta, 13 Mei 2019

80
Hawa Kopi

Hawa dingin tenang mengintai;


sorot mata beku,
kewaspadaan penuh,
tertuju pada secangkir kopi.

Hawa dingin datang mendekat;


ditawarkannya sebuah dekap,
ditunjukkannya bermacam sikap,
kini ia bersama secangkir kopi, hangat.

Kopi diam dalam cangkir;


berdoa tercapai segala ingin,
mencari hawa dingin,
biar bisa segera mengecup bibir.

Kopi tetap tekun berdiam;


mencari penikmat yang ngerti,
mengerti kalau tiap tegukan itu puisi.
Kini biarkan kopi tandas dengan tenang,
bersama hawa dingin yang tentram.

Purwakarta, 01 Mei 2020

81
Mempertanyakan

Dalam pangkuan ibunda di taman bermain


terlontar tanya, tentang seekor burung di dahan pohon.
Mulai dari nama, hingga tanya kenapa bisa terbang?

Di bangku sekolah terdiam


memperhatikan guru-guru menjelaskan,
tanya perlahan redam.
Bukan sebab menemukan jawaban,
namun sungkan mempertanyakan.

Dan ketika berhadapan dengan bising deru mesin;


pertanyaan tak pernah lagi terdengar,
sengaja dibungkam,
nominal sudah cukup membebani.

Hanya dua pertanyaan yang kekal menghantui;


Kenapa harus mencari?
Jika tak pernah kehilangan.
Kenapa terus mempertanyakan?
Jika tak tahu mana sebenarnya jawaban.

Purwakarta, 11 Mei 2020

82
Persembunyian

Purnama menyinari lengang pusat kota;


tak ada pedagang,
nihil jual-beli harapan,
begitu mencekam.

Kemana lagi harapan dicari?


Ketika;
tak ada lagi produksi,
nasi kucing basi di angkringan,
pemulung tak mendapat barang bekas di tong sampah.

Belakangan harapan begitu langka


entah dimana,
semoga cuma sembunyi
agar masih bisa dicari.

Semoga ia tak sembunyi di kampung halaman,


sebab banyak yang dilarang pulang.
Jangan jauh bersembunyi,
Sembunyi saja pada genggaman Yang Maha Penyayang.

Purwakarta, 9 Mei 2020

83
Hakikat yang Mengembara

Tak hendak mendebat hakikat,


namun khianat kerap menjerat.
Lewat mulut yang bersabda,
merasa paling berdarma.

Penat makin menyeringai jahat,


jabat sang tekad tak tersambut.
Aliran takdir makin tersumbat,
kehendak layu tak merambat.

Pribadi-pribadi memanipulasi,
mengintimidasi privasi, untuk sebuah definisi.
Dalam sebentuk validasi,
hakikat mendapat modifikasi.

Diri sesat sesaat,


mempertanyakan segala ciptaan.
Kebenaran makin nanar,
tipu daya diumbar dalam sadar.

84
Pintu gerbang berjajar, hakikat minggat ke dalam.
Ke arah mana ia harus kukejar?
Haruskah aku duduk terdiam?
Menanti hakikat kembali dari petualangan.

Purwakarta, 11 Mei 2020

85
Mengaku Aku

Semua menyebut dirinya aku;


Dia menunjuk dirinya aku.
Kau menunjuk dirimu aku.
Lalu aku menyebut nama.

Mengada-adakan aku;
diberi nama di tiap kelahiran,
dipampang pada nisan kala meninggal,
aku bukan perihal nama belaka.

Dimana yang sebenar-benarnya aku?


Sembunyikah di balik pengakuan,
dan hanya mengaku-ngaku,
atau di tengah kebanggaan saat diakui.

Aku ada dalam lelaku,


kadang tumbuh sebagai bunga bakung,
juga mungkin tersimpan dalam saku,
Terlalu banyak aku di dunia.
Aku itu apa?
Siapa itu aku?

Purwakarta, 12 Mei 2020

86
Memorabilia
Tatus Praditya Risaldo

88
Tafakur di titik nol

Batinku tafakur
Di dalam kemelut kehidupan
Di dalam tempurung yang kufur
Di dalam prasangka kebuntuan

Ia merapal pisau
Sebagai jalan keluar
Ia merapal hidup
Sebagai penderitaan

Ketika dosa terbesar manusia


Sudah siap dipertangungjawabkan
Ia membuka jendela sudut pikir
Ditemukannya warna-warna kehidupan

Ketika dosa terbesar manusia


Sudah siap dipertangungjawabkan
Ia membuka pintu jiwa

89
Membuat keputusan
Untuk tetap hidup
Walau didera seribu harap

Jakarta, 18-20 Maret 2020

90
Lagu Anak

Aku ini si gembala sapi


Yang ingin jadi kapiten
Yang ingin naik-naik ke puncak gunung
Dengan rupa-rupa warna balon
Yang kupegang erat
Agar tidak tertusuk Cemara

Merah kuning hijau


Di langit yang biru
Alangkah indahnya
Setelah tik tik bunyi hujan
Di atas genting

Di dalam rumah
Matematika persoalan
satu dengan satu
Aku sayang ibu
Dua dengan dua
Sayang adik kakak
Tetapi di luar
Tiga dengan tiga
sayang semuanya

91
Aku ini si gembala sapi
Yang ingin jadi kapiten
Yang mempunyai pedang panjang
Yang menyanyikan lagu anak
Di tengah kecemasan orang dewasa

Jakarta, 27 April 2020

92
Kegagalan Sang Imam

Seorang imam mengajak kekasihnya


Mengkaji tata cara
Reproduksi manusia
Melalui video call

Ia menuntun pujaan hatinya


Menuju bahasan paling intim
Sebelum akad mengikat hubungan
Atas nama Tuhan juga negara

Ia menuntun pujaan hatinya


Melakukan pemanasan
malam pertama
Agar tidak tegang

Tapi sial
Sang kekasih menolak
Ajakan mengaji
Sambil memainkan kelentitnya sendiri

93
Membuat sang imam
Kehilangan impian
Melampiaskan nafsu
Ke tubuh seorang muslimah

Jakarta, 19 April 2020

94
Matinya Tanggal Muda

Penanggalan kalender
Tidak lagi punya usia
Di setiap bulan
Pemberi nafas penghasilan

Ia telah mati
Dibunuh surat pengunduran diri
Tanpa ucapan belasungkawa
Pada setiap guguran nafkah

Jakarta, 19 April 2020

95
Membaca Kelahiran

Membaca ihwal kelahiran


Di antara kerumunan para pencinta
yang menasbihkan-Mu
Tidak membuat aku menemukan-Mu

Banyak yang disembunyikan


Dari yang tampak
Di setiap tindakan manusia

Sungguh pergolakan yang membuat


Alpa dengan keadaan batin
Hingga keraguan memeluk erat
Keberadaan-Mu

Jakarta, 18 April 2020

96
Jalan Pembebasan

Adalah usul asal usul


Pencarian jalan pembebasan
Dari jerat penderitaan
Setelah ijab sepasang miskin

Dikatakannya bahwa cinta


Adalah soal pertukaran nasib
Di mana manusia
Mengukur kehidupan berdasarkan angka

Kepercayaan atas keesaan-Nya


Bagaikan ditelan ketakutan
Atas gagalnya laju perekonomian
Pada negeri yang kaya

Kepercayaan atas keesaan-Nya


Bagai teori matematika
Yang butuh perhitungan
Pada setiap penghambaan

Jakarta 20 Februari / April 2020

97
Kun Fayakun

Siapa tahu nasib


Membawa kita kemana
Kala perjalanan menelungkup
Pada tanah yang gersang

Siapa tahu kita


Akan menjadi apa
Kalau saja kaki berhenti
Menemukan jalan keluar

Maka jadilah gunung


Jadilah air
Jadilah angin
Hinga Tuhan mengejutkan
Dengan kekuasaannya

Jakarta, 17 Februari

98
Syiar Cinta

Pada kedalaman inti jiwa


Redup-cerahnya cahaya
Bergantung pada apa
Yang didekat kita

Dia
Mendekat dengan cinta
Sembari melagukan keesaan-Nya

ʾašhadu ʾal lā ilāha illa l-Lāh


(Dedaunan berzikir
Langit bertahmit
Manusia tafakur tanpa dipaksa)
wa ʾašhadu ʾanna muḥammadar rasūlu l-Lāh.

Pada kedalaman inti jiwa


Getar melelehkan air mata
Kasih merangkul dalam pasrah

Jakarta, 11 Agustus 2019

99
Biodata Singkat

Aisyatu Syafriyah KY, bisa dijumpai melalui


Instagram @yut_ais, Facebook Ai Syatu Syafriyah, dan Youtube
Ai Syatu.

Deni Herliyantono, atau sapaan akrabnya Dan.


Seorang lelaki pemalu dan pendiam yang tinggal di Jogja sampai
saat ini. Bisa disapa di Instagram @deni_herly.

Gadis Berkumis, tidak benar-benar berkumis, hanya


pseudonim. Nama panggilan asli Fitri, lahir di Bandung pada
bulan Maret lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Bisa dihubungi
via e-mail pipitfitri2475@gmail.com.

Ganang Ajie Putra, lahir di Jakarta. Suka menulis dan


buang air. Buku puisinya yang menggemaskan “Tata Cara
Berbaikan” (Rua Aksara, 2020). Suka pamer di Instagram
@sabdagan. Surat-menyurat di ganangajieputra@gmail.com.

Hartadi Wisnumurti, dari kecil sering dipanggil oleh


Alm. Ibu dan Bapak dengan sebutan Nanu. Nama itulah yang
kini dipakai sebagai nama pena. Bisa dijumpai melalui Wattpad
wizmurti, Instagram @wiisnumurtii, dan Twitter @wsnumrti.

100
Ira Raudlotul Janah, gadis kelahiran kota padi yang
beralamat di kota industri. Bisa ditemui di Instagram
@raa_jannah, Facebook Ira Raudlotul Janah, dan Twitter
@janah_ira, terima kasih.

Nuraini Komalasari, perempuan kelahiran Depok, 25


Januari 2000 merupakan mahasiswa sekaligus karyawan swasta
di sebuah layanan internet. Memiliki hobi desain, sunting video,
bernyanyi dan main ukulele, serta sedikit menulis. Memiliki
cita-cita untuk membuat tempat penampungan kucing.

Ricky Dwiyulianto Putra, lelaki kelahiran Jakarta pada


21 Juli 1998. Saat ini sedang berkuliah di Universitas
Indraprasta PGRI jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Seorang coffee enthusiast dan bercita-cita membuka
kedainya sendiri. Suka menulis dan juga mengkhayal. Dapat
dijumpai di akun Instagram @rickydp___, E-mail
rickydwiyuliyantoputra@gmail.com, dan Twitter @rdp_21.

101
Tatus Praditya R, laki-laki yang lahir di Jakarta, 28
Agustus 1995 ini adalah lulusan Universitas Mercu Buana
jurusan Sistem Informasi yang murtad dari kejuruannya. Ia lebih
memilih bekerja di bagian logistik dan menjadi pembaca puisi
di beberapa kesempatan daripada mengaplikasikan ilmu yang
dia dapat di kampus. Untuk mengenal Tatus lebih jauh, kamu
bisa mampir ke instagramnya di @tatuspraditya, atau bisa juga
langsung bercakap via WhatsApp di 082299195255.

Tony Ramadan, bisa dijumpai melalui akun


Instragramnya @tonyramadan26.

102

Anda mungkin juga menyukai