DJOKOLELONO
menjadi orang terhormat. Tapi Huck idak betah dengan segala tata
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka
Ketentuan Pidana
http://facebook.com/indonesiapustaka
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak m elakukan pelanggaran hak ekonom i sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
i untuk Penggunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda pal-
ing banyak Rp10 0 .0 0 0 .0 0 0 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m elakukan pelanggaran hak
ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Peng-
gunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp50 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (lim a ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m ela kukan pelanggaran hak
ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggu-
naan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 4 (em pat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp1.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (satu m iliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang m em enuhi unsur sebagaim ana dim aksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pem bajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lam a 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp4.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (em pat
m iliar rupiah).
PeTUaLanGan hUCKLeBerrY FInn
PENERJEMAH
DJOKOLELONO
http://facebook.com/indonesiapustaka
Pe tu alan gan H u ckle be rry Fin n
Mark Twain
Ju d u l As li
The Adventure of Huckleberry Finn
KPG 59 16 0 120 3
Cetakan pertam a, J uni 20 16
Pe n e rje m ah
Djokolelono
Pe n atale tak
Teguh Tri Erdyan
TWAIN, Mark
Pe tu alan gan H u ckle be rry Fin n
J akarta: KPG (Kepustakaan Populer Gram edia), 20 16
vii+383 halam an; 14 cm x 21 cm
ISBN 978-60 2-424-0 69-1
http://facebook.com/indonesiapustaka
Daftar Isi v
Pengum um an vii
Aku Berkenalan dengan Musa dan Para Pengum pul Rum put Purun 1
Sum pah Gerom bolan Kam i 6
Kam i Menyergap Orang-orang “Arab” 15
Nujum an Bola Ram but 21
Bapak Mem ulai Hidup Baru 26
Bapak Bertarung dengan Malaikat Maut 32
Aku Berhasil Mengelabui Bapak dan Melarikan Diri 41
Aku Menolong J im , Budak Nona Watson 49
Rum ah Kem atian Hanyut 63
Pantangan terhadap Kulit Ular 68
http://facebook.com/indonesiapustaka
Kam i Dikejar 73
J angan Cari Kesulitan 83
Ram pasan Halal dari Kapal Uap Walter Scott 92
Bijaksanakah Sulaim an? 99
Menggoda J im 10 5
Akibat Melanggar Pantangan terhadap Kulit Ular 113
vi Mark Twain
Tertanda,
Panglim a Daerah Militer
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKU BERKENALAN DENGAN
MUSA DAN PARA PENGUMPUL
RUMPUT PURUN
uang sejum lah itu tertum puk di atas m eja. Nah, Hakim Thatcher
m en yim pan kan uan g itu di ban k, den gan berbun ga. Kam i
m endapat sedolar m asing-m asing tiap hari sepanjang tahun,
jum lah yang cukup m em buat bingung untuk m em belanjakannya
waktu itu. Nyonya J anda m engam bilku sebagai anaknya dan
berjan ji un tuk m en didikku m en jadi oran g baik-baik. Tapi
bagiku sungguh tak m enyenangkan tinggal di rum ahnya, dengan
peraturan tata cara yang ketat dan m engesalkan. Akhirnya aku
tak betah lagi, suatu hari aku m elarikan diri dari rum ah Nyonya
J anda, kem bali m em akai pakaian com pang-cam ping dan tidur di
tong-tong kosong, kem bali m erasa bebas dan bahagia. Tapi Tom
Sawyer m encari dan m enem ukanku. Katanya ia akan m endirikan
suatu gerom bolan peram pok dan aku bisa m enjadi anggotanya
hanya bila aku kem bali ke Nyonya J anda dan m enjadi orang baik-
baik. Tak ada jalan lain, terpaksa aku kem bali.
Betapa Nyonya J anda m enangisiku, m enyebutku sebagai
dom ba yang hilang serta banyak lagi sebutan lain untuk m e-
n yatakan rasa sayan gn ya padaku. Ia m en yuruhku m em akai
baju-baju baruku lagi, dan terpaksa aku hanya bisa berkeringat
sem entara seluruh tubuhku terasa kaku-kaku. Nah, m ulailah
sem uanya berjalan seperti sem ula. Nyonya J anda m em bunyikan
sebuah lonceng tanda m akan m alam dim ulai dan kita harus
datang ke m eja m akan tepat pada waktunya. Sesam painya di
m eja m akan kita tak bisa segera m enyerbu m akanan yang telah
terhidang, nam un harus m enunggu dulu sam pai Nyonya J anda
selesai m enundukkan kepala serta bersungut-sungut sedikit di
atas m akanan-m akanan itu. Tak tahu aku apa yang kurang kecuali
http://facebook.com/indonesiapustaka
terde ngar suara hantu yang ingin m enyatakan sesuatu, tapi sadar
bahwa pernyataannya itu tak akan bisa dim engerti oleh m anusia,
hingga ia m enjadi gelisah dalam kubur dan terpaksa tiap m alam
m enge luh sedih. Sem ua suara itu m em buat takut dan ngeri, dan
alangkah senangnya bila waktu itu aku berkawan. Seekor laba-laba
m eram bati bahuku. Kujentik laba-laba itu hingga terlem par ke api
lilin. Sebelum aku bisa berbuat apa-apa, binatang itu telah m ati
hangus. Astaga, suatu alam at yang am at buruk! Takutku m enjadi-
jadi. Kukibaskan bajuku. Kuberjalan berputar-putar tiga kali dan
tiap kali kubuat tanda silang di dadaku. Kem udian kuikat sedikit
ram butku dengan benang untuk m engusir roh jahat. Nam un aku
tak m erasa yakin. Itu penolak bala bila kita kehilangan sepatu
kuda yang kita dapatkan di jalan dan seharusnya kita pakukan
di atas pintu. Tak pernah kudengar digunakan untuk m encegah
m ara bahaya yang disebabkan oleh m em bunuh seekor laba-laba.
Aku duduk lagi. Gem etar seluruh tubuhku. Kukeluarkan
pipaku. Kini rum ah telah sunyi senyap, jadi Nyonya J anda tak
akan tahu bila aku m erokok. Lam a sekali kem udian kudengar
lonceng di kota berbunyi teng-teng-teng dua belas kali. Setelah
itu sunyi lagi, lebih sunyi dari tadi. Tapi segera juga kudengar
suara dahan patah di kegelapan. Di antara sem ak-sem ak sesuatu
sedang bergerak. Aku m enahan napas, m endengarkannya. Ketika
itu juga terdengar sebuah suara, perlahan sekali, “Meeeowww!
Meeeowww!” di bawah san a. Bagus sekali! Aku m en jawab,
“Meeeowww! Meeeow!” selem but aku bisa. Kum atikan lilin, aku
naik ke luar jendela, m erangkak di atas atap m enuju gudang
http://facebook.com/indonesiapustaka
pundak ku. Rasanya akan m am pus aku bila tak segera kugaruk.
Mem ang begitu selalu, bila kita sedang m enghadiri upacara
pengu buran, atau berada di hadapan orang-orang terhorm at, atau
m encoba untuk tidur padahal tidak m engantuk, pokoknya pada
saat-saat keadaan tak m engizinkan kita untuk m enggaruk-garuk,
pasti rasa gatal m uncul di seribu tem pat di tubuh kita.
J im berkata, “Katakan, siapa kau? Di m ana kau? Aku yakin
aku m endengar sesuatu. Aku tahu apa yang akan kuperbuat.
Aku akan duduk di sini dan m endengarkan sam pai suara tadi
kudengar lagi!”
Betul-betul ia duduk di antara aku dan Tom , ber sandar
di pohon dan m enjulurkan kakinya jauh-jauh hingga ham pir
m enyen tuh kakiku. Hidungku m ulai terasa gatal, begitu gatal
hingga air m ataku keluar. Kem udian rasa gatal itu m uncul di
bawah hidung. Aku tak tahu bagaim ana aku bisa diam tanpa ber-
suara. Siksaan berat itu berlangsung kira-kira enam atau tujuh
m enit, nam un rasanya bertahun-tahun. Rasa gatal kurasakan
kira-kira di sebelas tem pat yang terbesar di tubuhku. Kupikir aku
tak akan bisa bertahan sem enit lagi, tapi kukertakkan gigiku dan
kucoba juga untuk m enahannya. Tepat saat itu ter dengar suara
napas J im m em berat, kem udian ia m en dengkur, m aka pera sa-
anku jadi enak lagi.
Dengan suara-suara perlahan dari m ulutnya, Tom m em beri
isyarat padaku, dan kam i m erangkak m en jauh. Sepuluh kaki dari
J im , Tom berkata bahwa ia ingin m em perm ainkan J im dengan
m engikat nya ke pohon. Aku tak setuju, salah-salah J im ter-
http://facebook.com/indonesiapustaka
bangun dan m em buat ribut hingga aku akan keta huan berada
di luar rum ah. Kem udian Tom berkata bahwa ia tak m em punyai
cukup lilin, ia akan m e nyelinap m asuk dapur untuk m engam bil
beberapa batan g. Aku m elaran gn ya, aku takut J im ban gun
dan m enyusulnya. Tapi Tom berani m enanggung akibatnya,
m aka kam i m enyelinap m asuk dan m engam bil tiga batang lilin.
8 Mark Twain
Dan negro yang sedang ber bicara terpaksa tutup m ulut dan
m undur. Uang lim a sen yang ditaruh Tom di dapur dianggap
sebagai jim at oleh J im , dengan seutas tali dikalungkannya di
leher. Katanya uang itu pem berian iblis, diberikan padanya secara
langsung. Dengan jim at itu ia bisa m enyem buhkan segala m acam
penyakit, dan ia bisa m em anggil sem ua roh jahat kapan saja ia
Petualangan Huckleberry Finn 9
lubang yang tadinya tak tam pak. Kam i m engikutinya lewat celah
sem pit hingga sam pai ke suatu tem pat yang m irip kam ar, lem bap
dan dingin. Di situlah kam i berhenti. Tom berkata, “Nah, kini
kita m ulai m em bentuk gerom bolan peram pok, kita nam akan
Gerom bolan Tom Sawyer. Sem ua yang ingin m enjadi anggota
harus angkat sum pah dan m enuliskan nam anya dengan darah.”
10 Mark Twain
sem ua penum pang, kita ram pas arloji dan uang m ereka.”
“Apakah orang-orang itu harus selalu kita bunuh?”
“Tentu saja. Itulah jalan terbaik. Beberapa tokoh punya
pikiran lain, tapi kebanyakan berpendapat bahwa lebih baik
m em bunuh korban—kecuali bebe rapa orang yang harus kita bawa
ke dalam gua ini dan kita tahan sam pai m ereka ditebus.”
12 Mark Twain
lagi di tem pat yang sam a m inggu depan, untuk m eram pok dan
m em bunuh seseorang.
Ben Rogers berkata ia tak bisa terlalu sering ke luar rum ah,
kecuali pada hari-hari Minggu, jadi ia ingin m em ulai peram pokan
di hari Minggu depan. Anak-anak yang lain berkata sungguh jahat
untuk berbuat dosa di hari Minggu, dan itu tak bisa dita war-tawar
14 Mark Twain
m enem ukan seutas tali kail tapi tanpa m ata kail. Tentu tak
akan berguna tanpa m ata kail. Aku berdoa tiga atau em pat kali,
m em inta kail, tapi betapa pun aku berdoa, perm intaan itu tak
pernah terkabulkan. Akhirnya suatu hari aku m inta bantuan
Nona Watson untuk berdoa. Nam un ia hanya berkata aku tolol,
dan aku pun tak bisa m em ikir kanya.
16 Mark Twain
lah ‘perm ata-perm ata’. Selesai penyera ngan, kam i berkum pul
di dalam gua untuk berbincang-bincang tentang berapa orang
yang kam i bunuh dan kam i lukai. Tak tahu aku apa untungnya
perbin can gan itu. Suatu hari Tom m en yuruh seoran g an ak
berlari-lari keliling kota de ngan m em bawa obor dahan ke ring
yang m enurut Tom adalah ‘slogan’ (tanda bagi gerom bolan
18 Mark Twain
m undur. Aku tak m elihat intan sebutir pun, dan kukatakan hal itu
pada Tom Sawyer. Kata Tom intan-intan itu ada, bahkan orang-
orang Arab dan gajah serta lain-lainnya ada. Ketika aku bertanya
m engapa aku tak m elihat sem ua itu, aku dikata kannya tolol,
dan bila saja aku pernah m em baca buku Don Kisot aku tak akan
bertanya setolol itu. Kata Tom sem ua itu dikerjakan dengan sihir.
Petualangan Huckleberry Finn 19
Kata nya ada banyak sekali prajurit, ratusan, juga gajah-gajah dan
harta karun, nam un m usuh kam i agaknya m em punyai seorang
ahli sihir yang am at kuat, yang dengan kekuatan sihir sem uanya
itu dijadikannya rom bongan anak-anak m urid Sekolah Minggu.
Kukatakan kalau begitu lebih baik kam i m enye rang ahli sihirnya
saja. Tom m engatakan aku tak berotak.
“Wah,” kata Tom , “seorang ahli sihir bisa m e m anggil banyak
sekali jin, dan m ereka bisa m enghancurkan kau m enjadi debu
dalam sekejap m ata. J in-jin itu setinggi pohon dan sebesar
gereja.”
“Hm , bagaim ana kalau kita m inta tolong pada jin itu?”
“Bagaim ana kau akan m inta tolong pada jin-jin lain untuk
m enyerang jin-jin itu?”
“Aku tak tahu. Bagaim ana caranya ahli sihir itu m em anggil
jin?”
“Mereka m enggosok sebuah lam pu tua atau se ben tuk cincin
tua. Sebentar saja jin-jin itu akan m un cul dengan tergesa-
gesa diiringi oleh dentum an halilin tar dan kilat serta gum palan
asap, karena sem ua kata ahli sihir itu pasti dituruti oleh jin-jin
tadi. Dengan m udah m ereka bisa m encabut sebuah m e nara
dan m enggem purkannya ke kepala seorang pengawas Sekolah
Minggu, atau orang lain.”
“Siapa yang m enyuruh m ereka datang dengan tergesa-gesa?”
“Siapa saja yang m enggosok lam pu atau cincin itu. J in-jin itu
m enjadi m ilik si pem akai cincin dan harus m engerjakan apa saja
yang diperintahkannya. Meskipun diperintah untuk m em buat
http://facebook.com/indonesiapustaka
istana sepan jang em pat puluh m il terbuat dari intan dan m eng-
isinya dengan perm en karet atau apa pun yang aku kehendaki,
dan m enculik istri kaisar Cina untuk kau peristri, jin-jin itu harus
m engerjakan sebelum m atahari terbit keesokan harinya. Lagi
pula m ereka harus m enem patkan istana itu di tem pat yang kau
kehendaki.”
20 Mark Twain
TIGA ATAU em pat bulan berlalu dengan cepat nya, kini m usim
dingin telah tiba. Selam a itu aku pergi ke sekolah, dan kini telah
bisa m engeja, m em baca, m enulis sedikit, serta m enghafalkan
perkalian-perka lian sam pai enam kali tujuh sam a dengan tiga
puluh lim a. Kukira perkalian selanjutnya tak akan bisa kuhafalkan
walaupun kupelajari seum ur hidupku. Betapa pun aku sam a
sekali tak m enaruh perhatian pada ilm u berhitung.
Mula-m ula aku sangat benci pada sekolah, nam un akhir nya
tahan juga. Bila aku m erasa bosan, aku m em bolos dan cam bukan
yang kuterim a esok harinya sebagai hukum an m alah m em buatku
http://facebook.com/indonesiapustaka
nyam an. Aku m asih m enyukai cara hidupku yang lam a, nam un
cara hidup yang baru juga m ulai kusu kai sedikit. Kata Nyonya
J anda, walaupun lam bat te tapi telah banyak perubahan yang
m enggem birakan pada kehidupanku. Katanya ia tak usah m erasa
m alu m em punyai anak angkat aku.
Suatu pagi tanpa sengaja aku m engeluarkan ta ngan m eng-
am bil sejim pit garam untuk kulem parkan lewat punggungku guna
m enolak bala, tapi Nona Watson lebih cepat dariku, m encegahku
sam bil berkata, “Sin gkirkan tan gan m u, H uckleberry, akan
m em buat kotor saja!” Nyonya J anda m em belaku, tapi tak guna
lagi, nasib jahat pasti akan m enim paku. Selesai sarapan aku
keluar rum ah, m erasa khawatir dan gem etar, berpikir-pikir di
m ana aku akan m endapat nasib jahat dan dalam bentuk apa.
Banyak cara untuk m enolak datangnya nasib jahat, nam un nasib
jahat yang disebabkan oleh terjatuhnya tem pat garam , tak tahu
aku penolaknya. Maka aku tak m encoba berbuat apa pun, hanya
m ondar-m andir gelisah penuh perhatian.
Aku pergi ke kebun depan, m em anjat tiang pintu pagar yang
terbuat dari papan. Tanah telah diliputi salju kira-kira seinci,
dan kulihat ada tapak kaki se seorang. J ejak-jejak itu berasal
dari lubang galian, ber henti di sekitar tiang pintu kem udian
m engitari pagar kebun. Lucu juga bahwa jejak itu tak langsung
m e m asuki pagar walaupun kelihatan pem iliknya lam a sekali
m ondar-m andir di situ. Aku ingin m engikuti jejak itu. Mula-m ula
tak ada yang m enarik, tapi kem udian kulihat bahwa pada jejak
tum it sepatu kiri terlihat bekas paku bersilang, suatu alat untuk
http://facebook.com/indonesiapustaka
m enghalau iblis.
Sekejap kem udian aku telah berlari m enuruni bu kit. Sesekali
aku m enoleh ke belakang, tapi tak kulihat siapa pun. Aku ingin
m encapai rum ah H akim Thatcher secepat m ungkin. H akim
Thatcher berkata, “He, Nak, kau berlari sam pai kehabisan napas.
Apakah kau datang untuk m engam bil bunga uangm u?”
Petualangan Huckleberry Finn 23
m aka bo la ram butnya bekerja, bisa m eram alkan. Bola ram but
itu berbicara pada J im , yang kem udian m enerangkan padaku,
“Bapakm u belum tahu apa yang diperbuat terhadapm u. Kadang-
kadang ia berm asud untuk pergi lagi, tapi kadang-kadang juga ia
berm aksud untuk tinggal terus di sini. J alan yang terbaik adalah
m enunggu saja dan m em biarkan si orang tua itu m engam bil
Petualangan Huckleberry Finn 25
itu hitam legam , tak ada ubannya, begitu juga jenggot nya yang
panjang. Wajahnya tak berwarna, putih tak seperti wajah orang
lain, nam un putih yang m enjijikan, putih seperti perut ikan
atau katak po hon. Sedang pakaiannya hanya kain-kain rom beng
saja. Ia duduk dengan sebuah kaki tertum pang di atas kaki
yang lain, sepatu kaki yang tertum pang itu telah hancur hingga
Petualangan Huckleberry Finn 27
dua buah jarinya tam pak, dan sekali-sekali jari-jari itu digerak-
gerakkannya. Topinya teronggok di lantai, kem pis seperti tutup
panci.
Aku berdiri terpaku m em perhatikannya, ia du duk m em -
perhatikanku dengan bersandar ke kursi yang agak condong
ke belakang. Kuletakkan lilin di m eja, kulihat jendela terbuka,
agaknya ia m asuk dengan jalan naik m elalui gudang kayu. Ia terus
m em per hatikanku dengan teliti dan akhirnya berkata, “Pa kaian
setrikaan, sangat rapi. Kau pikir kau ini tuan besar, ya?”
“Mungkin ya, m ungkin tidak,” jawabku.
“J angan banyak om ong! Kau jadi sangat angkuh ya, sejak
kutinggalkan. Sebelum kita selesai berem buk akan kurendahkan
derajat keangkuhanm u se tingkat. Kata orang kau ini terpelajar,
bisa m em baca dan m enulis. Kini kau m erasa lebih pandai dari
bapak m u, karena ia tak bisa m em baca? Kesom bonganm u itu
akan kuhilangkan darim u. Siapa yang m enyuruhm u bergelim ang
dalam ketololan itu, he? Siapa?”
“Nyonya J anda.”
“Nyonya J anda, he? Siapa yang m em beri hak pada Nyonya
J anda untuk ikut cam pur dalam hal yang sam a sekali bukan
urusannya?”
“Tak seorang pun.”
“Hm , akan kuberi ia pelajaran agar tidak suka ikut cam pur
urusan orang lagi. Akan kuberi pela jaran orang-orang yang
ikut m engurus anak orang hingga anak itu jadi sangat angkuh
terhadap ba paknya sendiri. Awas, kalau kulihat kau m asih m a-
suk sekolah. Dengar! Ibum u tak bisa m em baca, tak bisa m enulis
http://facebook.com/indonesiapustaka
sam pai m ati. Tak ada keluarga kita yang bisa m em baca m enulis.
Aku pun tidak. Dan kini kau m em busungkan dada karena bisa.
Aku tak tahan m elihat keangkuhanm u. Hm , coba, aku ingin
m endengarm u m em baca.”
Aku m engam bil sebuah buku dan m ulai m em baca tentang
J enderal Washington dalam pertem puran. Setelah aku m em baca
28 Mark Twain
Hakim Thatcher. Uang itu dipakai Bapak untuk m inum sam pai
m abuk. Ia berteriak-teriak keliling kota sam bil m em ukul kaleng
hingga tengah m alam , sam pai ia ditangkap dan dim asukkan ke
dalam penjara. Hari berikutnya ia diadili dan dipenjarakan lagi
sem inggu. Tapi ia berkata bahwa ia m erasa puas m enguasai lagi
anaknya.
30 Mark Twain
sekali. Maka aku terpaksa m em injam dua atau tiga dolar dari
Hakim Thatcher untuk m enghindari cam bukan Bapak. Uang
itu selalu digunakannya untuk m abuk, dan tiap kali m abuk ia
selalu m em buat keributan besar di kota, dan tiap kali ia m em buat
keributan, ia selalu dilem parkan ke dalam penjara. Agaknya
kehidupan beginilah yang paling cocok baginya.
Petualangan Huckleberry Finn 33
m akan di piring, m enyisir ram but, pergi tidur dan bangun pada
waktu tertentu, selalu disibukkan oleh buku dan selalu diawasi
oleh Nona Watson. Aku tak m au lagi kem bali ke kehidupan itu.
Pernah aku sam a sekali berhenti m em aki, karena dilarang oleh
Nyonya J anda, kini aku gem ar m em aki lagi karena Bapak tak
berkeberatan. Pokoknya cukup senang kehidupan di hutan itu.
Tapi lam a-kelam aan Bapak terlalu sering m enggunakan
tongkat pem ukulnya hingga akhirnya aku tak tahan juga. Seluruh
tubuhku telah penuh bilur bekas pukulan. Bapak pun lebih sering
lagi pergi keluar, m engunciku di dalam rum ah. Sekali pernah aku
dikuncinya selam a tiga hari berturut-turut. Sangat sepi terasa.
Kukira Bapak telah m ati terbenam dan aku tak akan bisa keluar lagi
selam a-lam anya. Aku jadi sangat ketakutan. Kuputuskan untuk
m encari suatu jalan keluar. Tapi usahaku selalu tak berhasil. Tak
ada jendela yang cukup besar bahkan untuk seekor anjing kurus
pun. Cerobong asapnya juga am at sem pit. Pintunya terbuat dari
lem pengan kayu oak yang tebal dan keras. Bapak cukup berhati-
hati untuk tidak m eninggalkan pisau atau benda tajam lainnya
di rum ah bila ia pergi. Ratusan kali aku m en coba m encari benda
tajam , m alahan ham pir selalu itulah yang kukerjakan untuk
m elewatkan waktu bila aku sendirian, dan hasilnya nihil. Nam un
kali ini agaknya aku berun tung, kutem ukan sebilah ger gaji
kayu tanpa pegangan, terselip di antara rusuk atap. Kum inyaki
gergaji itu dan aku m ulai bekerja. Di bagian belakang pondok,
di belakang m eja, din dingnya ditutup de ngan selim ut kuda yang
http://facebook.com/indonesiapustaka
biduk itu. Kupikir aku akan m ela rikan diri dengan m am bawa
senjata Bapak dan bebe rapa tali kail kem udian m asuk hutan. Aku
tak akan tinggal terus di suatu tem pat, tetapi terus saja m en jelajahi
seluruh daerah dan berburu serta m engail untuk hidup. Dengan
berjalan hanya di waktu m a lam , kupikir aku akan bisa jauh sekali
m eninggalkan Bapak serta tak bisa ditem ui olehnya ataupun
oleh Nyonya J anda. Bila m alam nanti Bapak m abuk berat, akan
kuselesaikan lubang di din ding gubuk kem udian pergi. Begitu
terbenam aku dalam pikiran-pikiran itu hingga aku lupa waktu
dan sadar kem bali waktu Bapak berteriak m em anggilku, bertanya
apa kah aku tertidur ataukah m ati terbenam .
Aku telah selesai m em bawa barang-barang wak tu m atahari
terbenam . Waktu aku m em asak untuk m akan m alam , Bapak
m eneguk m inum an kerasnya untuk m enghangatkan tubuh, dan
m ulai m abuk lagi. Ia telah m abuk di kota, dan sem alam tidur
di selokan hingga rupanya tak keruan. Seluruh tubuhnya pe-
nuh lum pur hingga rupanya tak berbeda dengan Nabi Adam
waktu baru saja diciptakan oleh Tuhan. Bilam ana m inum an
keras m ulai m enguasai dirinya, ia selalu m enyerang pem erintah.
Kali ini ia berkata, “Inilah yang dinam ai pem erintah? Cih,
lihatlah! Hu kum dipersiapkan untuk m erebut seorang anak dari
ayahnya, seorang anaknya sendiri yang telah dibesarkannya
dengan bersusah payah. Ya, pada wak tu anak itu sudah siap untuk
bekerja m em bantu ayahnya agar si ayah bisa istirahat, hukum
bangkit dan m erebutnya! Inikah pem erintah yang baik? Bu kan
hanya itu. Hukum juga m em bantu si tua Hakim Thatcher itu
http://facebook.com/indonesiapustaka
kem bali lagi. Ya, dan telah kukatakan pula hal ini pada m ere ka,
kukatakan juga pada si tua Thatcher itu. Banyak saksinya. Kataku,
diupah dua sen saja m au aku m e ninggalkan daerah ini untuk
selam a-lam a nya. Itulah kata-kata yang kupergunakan. Kataku,
lihatlah topiku—bila saja kalian m asih bisa m enyebutnya sebagai
topi—tutup kepalanya naik ke atas sedang yang lainnya turun
hingga m enutupi daguku, boleh dikatakan aku tidak m em akai
topi sam a sekali m e lain kan kum asukkan kepalaku pada sebuah
poton gan cerobon g kom por. Lihat aku, kataku, yan g harus
m em akai topi sem acam ini, padahal aku adalah salah seorang
terkaya di kota ini bila saja aku bisa m en dapatkan hakku. Oh, ya,
betapa bagusnya pe m e rintahan ini. Sangat bagus! Coba dengar.
Ada se orang negro bebas yang datang dari Ohio. Ia ber darah
cam puran, kulitnya sudah ham pir seputih kulit orang putih.
Ia m em akai baju paling putih yang pernah kau lihat, dan topi
yang paling indah. Tak ada orang di kota ini yang punya pakaian
sebagus m iliknya. Dia m em akai rantai arloji dari em as, m em -
bawa tongkat berkepala perak. Agaknya dialah orang terkaya
di negara bagian ini. Dan tahukah kau, kata orang dia adalah
seorang profesor di perguruan tinggi, dan bisa berbicara dalam
berbagai bahasa. Bukan itu saja. Kata orang di tem pat asalnya,
ia pu nya hak pilih! Terlalu. Kupikir, apa jadinya negara ini
nanti? Waktu itu hari pem ilihan um um . Aku akan m enggunakan
hak pilih ku, dan bila saja aku sedang tidak m abuk pastilah aku
telah m em asukkan kartu suaraku. Tapi ketika aku diberi tahu
bahwa ada sebuah negara bagian di m ana seorang negro dibo-
http://facebook.com/indonesiapustaka
Itulah yang ingin kuke tahui. Dan tahukah kau apa jawab m ereka?
Kata m ereka, negro itu tak bisa dijual karena ia belum berada di
daerah ini selam a enam bulan. Itulah undang-undangnya. Itulah
yang dinam akan pem erintah yang tak bisa m enjual seorang negro
be bas karena ia belum enam bulan di sini. Itulah pe m erintah
yang m enam akan dirinya pem erintah, dan berbuat seolah-olah
pem erintah, dan berpikir bahwa dirinya adalah pem erintah,
tapi harus m enunggu selam a enam bulan untuk bisa m enguasai
seorang negro bebas yang bergelandangan, tukang curi, tak punya
kesopanan, berpakaian putih, dan....”
Bapak begitu sibuk hingga tak m em perhatikan ke m ana
kakinya m elangkah. Ia tersandung pada bak tem pat daging babi
asin, jatuh tunggang langgang hingga kedua tulang keringnya
lecet-lecet. Makian nya jadi m enghebat, kebanya kan ditujukan
pada pe m erintah, bukannya pada bak yang m em buatnya jatuh.
Ia berlom patan berkeliling ruangan, sekali de ngan kaki kiri,
sekali dengan kaki kanan, bergan tian pula ia m engusap-usap
tulang keringnya yang kesakitan. Akhirnya ia m engayunkan kaki
kirinya un tuk m enendang bak tadi sekeras-kerasnya. Na m un itu
adalah tindakan yang tak m enguntungkan, sebab ternyata kaki
itulah yang m em akai sepatu ber lu bang ujungnya hingga terpaksa
ia m enjerit kesa kitan. J eritan itu sangat hebatnya, m em buat
bulu kudukku berdiri. Kini ia berguling-guling di lantai sam bil
m em egang-m egang jari kakinya yang kesakitan, m aki-m akian
yang diucapkannya m engatasi m aki-m akian sebelum nya. Itu
diakuinya sendiri kem udian waktu ia sadarkan diri. Ia pernah
http://facebook.com/indonesiapustaka
m abuk dan m ata gelap. Itu lah se lalu kata-katanya. Kukira dalam
waktu sejam ia akan m abuk sekali sehingga aku bisa m encuri
kunci pintu atau m enggergaji dinding, salah satu. Bapak terus
saja m inum , sam pai akhirnya ia jatuh terguling ke selim utnya.
Nam un agaknya aku sedang tak berun tung, ia tak segera tidur
nyenyak, sangat gelisah. Lam a sekali ia m enggeram , m engeluh,
dan bergu ling-guling ke sana-kem ari. Akhirnya aku begitu m e-
ngan tuk hingga berat sekali terasa untuk m em buka m ata. Tanpa
terasa aku tertidur, lilin m asih m enyala.
Aku tak tahu berapa lam a aku tidur, aku tersentak terba-
ngun oleh suatu jeritan yang m engerikan. Ba pak kelihatannya
liar sekali, m elom pat-lom pat dan berteriak tentang ular. Katanya
kakinya diram bati banyak sekali ular. Sam bil m elom pat dan
m enjerit, ia berkata bahwa seekor ular telah m enggigit lehernya. Ia
berlari berkeliling ruangan m enjerit-jerit, “Lepas kan! Lepaskan!
Ia m enggigit leherku!” Tak per nah kulihat seseorang berm ata
sebuas itu. Segera juga ia roboh kehabisan napas. Ia berguling-
gulin g di lan tai, m en yepak sem ua ben da yan g ada dalam
jangkauan kakinya, sem entara tangannya m em ukul-m ukul dan
m erenggut-renggut udara. Kini ia m en jerit-jerit tentang iblis yang
hendak m enangkapnya. Setelah agak lam a ia berbaring dengan
diam kele lahan, m ulutnya m engaduh. Kem udian ia berbaring
lebih diam lagi, tak bersuara. Aku bisa m endengar suara burung
hantu dan serigala di hutan. Suara itu m em buat suasana m akin
sunyi terasa. Bapak ter baring di sudut ruangan. Akhir nya ia
bangkit per lahan, m em asang telinga, kem udian berbisik, “Blug-
blug-blug-blug, itulah langkah m alaikat m aut. Blug-blug-blug-
http://facebook.com/indonesiapustaka
blug, m ereka datang untuk m e ngam bilku, tapi aku tak akan m au
pergi bersam a m ereka. Oh, m ereka ada di sini! J angan sentuh
aku, jangan! J angan pegang aku, tanganm u dingin! Le paskan!
Lepaskan aku!”
Bapak m erangkak pergi sem entara m ulutnya tak putus-
putusnya m inta agar dia dilepaskan. Ia m em bungkus dirinya
40 Mark Twain
bahwa air sungai telah naik. Bila saja aku berada di kota, sudah
pasti aku banyak m endapat uang. Kenaikan air sungai pada bulan
J uni selalu m enguntungkan aku, sebab begitu air sungai naik,
banyak sekali batang kayu dan kayu-kayu bekas rakit hanyut,
kadang-kadang dua belas batang balok kayu sekaligus telah
terikat rapi hingga dengan m udah bisa kubawa ke penjual kayu
api atau ke tem pat penggergajian untuk kujual.
Aku berjalan sepanjang tepi sungai, sebelah m ata m em -
per hatikan kalau-kalau Bapak keluar, yan g se belah lagi
m em perhatikan barang-barang yang ha nyut di sungai. Tiba-tiba
tam pak olehku sebuah biduk ram ping, bagus sekali, dengan
panjang kira-kira em pat m eter, hanyut cepat bagaikan seekor
bebek. Tak berpikir panjang lagi aku terjun ke sungai, tanpa
m em buka pakaian terlebih dahulu, berenang ke arah biduk itu.
Tadinya kukira itu hanya suatu tipuan, biasanya seseorang tidur
diam -diam di dasar biduk dan m enghanyutkan diri, nanti bila ada
seseorang m endekat, orang tadi akan bangkit dan m enertawa kan
si pendatang. Nam un ternyata kali ini tidak. Betul-betul sebuah
biduk yang hanyut! Aku cepat naik ke dalam nya dan berdayung ke
tepi. Pikirku, Bapak pasti sangat gem bira m endapat ini. Harganya
pastilah tak kurang dari sepuluh dolar. Tapi ketika aku sam pai ke
tepi, Bapak belum kelihatan. Aku m en dayung biduk itu m asuk
ke sebuah anak sungai kecil yang tertutup rapat oleh tum buhan
sulur-suluran, dan m uncullah sebuah pikiran lain di otakku.
Lebih baik kusem bunyikan saja biduk itu, hingga nanti bila aku
berhasil lari tak perlu aku susah payah berjalan kaki, nam un
m enghilir sungai ini dengan biduk. Kira-kira lim a puluh m il saja
http://facebook.com/indonesiapustaka
bebas sudah.
Tem pat aku m enyem bunyikan biduk itu dekat se kali dengan
pondok, dan aku m erasa takut kalau-kalau Bapak m engetahui
perbuatanku, tapi ternyata tidak. Dari balik sem ak-sem ak kulihat
Bapak berada di ujung jalan setapak, sedang m engincar seekor
bu rung dengan bedilnya. J adi ia sam a sekali tak m elihatku.
Petualangan Huckleberry Finn 43
air. Aku m enahan napas. Sege ra juga aku tahu suara apa itu.
Suara yang ditim bulkan oleh kayu pendayung di lubang dayung.
Aku m engintai dari balik sem ak-sem ak, kulihat di ke jauhan
sebuah perahu. Masih jauh, tak bisa kulihat berapa orang ada di
dalam nya. Ketika tepat berada di seberangku, kulihat ternyata
hanya ada seorang m anusia di perahu itu. Mungkin itu bapakku,
Petualangan Huckleberry Finn 47
lagi suara itu. Aku m elom pat berdiri, m elihat keluar dari antara
sem ak-sem ak yan g m en gelilin giku. Kulihat segum pal asap
m engem bang di atas air di seberang tem pat tam bangan. Kapal
tam bang itu m enghilir sungai, penuh penum pang. Aku tahu kini
apa yang sedang terjadi. “Buum !” Dari sam ping kapal tam bang itu
m enyem bur segum pal asap putih. Mereka sedang m enem bakkan
m eriam di atas air untuk m em buat m ayatku m uncul.
Aku m erasa sangat lapar, tapi tak m enguntungkan bagiku
m em buat api, asapnya bisa terlihat oleh orang-orang di kapal
tam bang. Karena itu aku du duk-duduk saja di situ, m em perhatikan
asap m eriam dan m endengarkan dentum annya. Di tem pat itu
lebar sungai m encapai satu m il, cuaca di pagi m usim panas itu
cerah, jadi senang juga bagiku m em per hatikan m ereka berusaha
m en cari m ayatku, asal saja aku m em pun yai sesuatu un tuk
kum akan. Aku jadi teringat, biasa nya untuk m enim bulkan m ayat
juga digunakan roti yang diberi air rasa dan dihanyutkan, dengan
kepercayaan bahwa roti tersebut akan berhenti hanyut tepat
di atas tem pat m ayat orang yang dicari. Aku pun bersiap-siap,
m em asang m ata kalau-kalau salah satu dari roti-roti itu hanyut di
dekatku. Aku berpindah tem pat, ke pantai pulau yang m enghadap
ke Illinois untuk m encoba keun tunganku. Dan ternyata aku tak
kecewa. Sepotong besar roti ganda tam pak terapung m endekat.
ham pir saja roti itu bisa kuam bil dengan sebatang tongkat tapi
kakiku tergelincir dan roti tersebut terus hanyut. Tentu saja aku
berada di tepian arus sungai yang pa ling dekat dengan pantai
pulau. Kem udian m uncul lagi sepotong roti yang lain, dan kali ini
http://facebook.com/indonesiapustaka
aku berhasil. Kuam bil sum batnya untuk m engeluarkan air rasa
di dalam nya, dan aku m ulai m akan. Roti paling enak, yang biasa
dim akan orang-orang kaya.
Aku bersem bunyi lagi di sem ak-sem ak sam bil m a kan roti,
m em perhatikan kapal tam bang dan m erasa sangat puas. Tim bul
suatu pikiran padaku. Aku tahu bahwa roti ini sebelum dilem par
Petualangan Huckleberry Finn 51
Ternyata di pulau itu banyak sekali tum buh sem ak-sem ak buah
arbei tengah berm a sakan. J uga banyak terdapat anggur m usim
panas yang berwarna hijau, dan buah fram bos. Arbei hitam m ulai
berputik, cukup banyak untuk per sedian kelak.
Aku berkeliaran di dalam rim ba lebat itu begitu lam a hingga
m enurut perkiraanku aku sudah tak jauh lagi dari ujung pulau
Petualangan Huckleberry Finn 53
sebelah hilir. Aku m em bawa bedil, tapi tak m enem bak apa
pun. Bedil itu hanya untuk m elindungi diri, dan m ungkin juga
aku akan berburu dekat-dekat kem ahku. Saat itu, aku ham pir
saja m enginjak seekor ular yang cukup besar. Ular tersebut
segera m eluncur pergi m em asuki se m ak-sem ak dan rum put.
Aku m engejarnya dengan bedil siap m elepaskan peluru. Dan
m endadak saja aku m elihat sebuah bekas api unggun di tanah.
Masih berasap!
Rasa pecah dadaku oleh debaran jan tun gku. Aku tak
m enunggu lagi. Kulepaskan lagi pelatuk bedil, dan cepat-cepat
berjingkat m enyingkir. Sekali-sekali aku berhenti di sem ak-sem ak
lebat, m em asang te linga tapi napasku begitu keras hingga aku tak
bisa m endengar apa-apa. Setiap berjalan beberapa langkah, aku
berhenti m em asang telinga. Bila aku m elihat sebuah tunggul
kayu, kukira itu adalah m anusia. Bila aku m enginjak patah
sebatang dahan kering, kurasa seakan-akan sese orang m em otong
napasku jadi dua dan aku hanya m endapat sepotong, po tongan
yang terpendek lagi.
Sam pai di kem ah, hatiku m asih belum tenang. Bukannya aku
penakut, nam un saat itu bukan wak tu yang tepat untuk berbuat
sem brono. Kum asuk kan lagi sem ua barangku ke dalam perahu
agar ter sem bunyi, kum atikan api dan kutebarkan abunya supaya
tam pak seolah-olah api unggun dari tahun yang lalu. Kem udian
aku m em anjat sebatang pohon.
Dua jam aku berada di puncak pohon itu, nam un tak ada
sesuatu yang m encurigakan, hanya dalam khayalan ku berbagai
peristiwa berlintasan. Aku tak bisa tinggal selam a-lam anya di
http://facebook.com/indonesiapustaka
puncak pohon, akhir nya aku turun. Nam un tak pernah lagi aku
berada di tem pat terbuka, dan m ataku selalu kupasang. Terpaksa
aku hanya m akan buah arbei dan sisa sarapan tadi.
Waktu m alam tiba, aku jadi sangat kelaparan. Kutunggu
sam pai keadaan sangat gelap, kum asuki perahuku dan aku
berdayung ke arah pantai Illinois yang hanya seperem pat m il
54 Mark Twain
jauhnya. Segera aku m asuk rim ba di tem pat itu dan m asak
m akanan un tuk m akan m alam . Baru saja aku berpikir untuk
tinggal di tem pat itu sepanjang m alam , kudengar suara depak kaki
kuda m endekat, kem udian suara orang. Cepat-cepat kum asukkan
lagi barang-barangku ke dalam perahu, kem udian m eram bat di
antara pohon-pohon untuk m elihat siapa yang datang. Belum
jauh aku berjalan kudengar seseorang ber kata, “Lebih baik kita
berm alam di sini. Kita cari tem pat yang baik, kuda kita telah am at
lelah. Mari kita lihat berkeliling.”
Aku tak m enunggu lagi, segera berdayung m en jauh tanpa
bersuara kem bali ke tem patku berlabuh di Pulau J ackson. Aku
tidur di dalam perahu.
Tapi aku tak bisa tidur tenang di perahu. Setiap saat aku
terbangun karena kupikir seseorang sedang m encekik leherku.
Maka tidurku m alah m em buat badanku m erasa tak enak. Akhir-
nya aku berpenda pat bahwa bila keadaanku begini selam anya,
aku akan sangat tersiksa, m aka kuputuskan untuk m e lihat siapa
sebenarnya yang ada di pulau itu selain aku. Apa pun yang akan
terjadi, harus kuketahui orang itu. Hatiku agak tenang setelah
kuam bil kepu tusan tersebut.
Kuam bil dayungku, dan perahu kudorong m e ninggalkan
pantai sedikit, berhanyut-hanyut di bayang-bayang sem ak. Bulan
bersinar, di luar daerah bayang-bayang terangnya bagaikan siang.
Aku m engikuti arus selam a kira-kira satu jam , sem ua yang ada
tenang dan sunyi. Kucapai ujung pulau ketika kurasa angin dingin
bertiup m enandakan pagi akan tiba. Kubelokkan perahuku ke
http://facebook.com/indonesiapustaka
Aku tak beruntung, agaknya aku telah lupa tem patnya. Tapi lam a-
kelam aan tam pak olehku setitik cahaya api jauh di antara pohon-
pohon. Sangat hati-hati kudekati cahaya itu. Setelah dekat, aku
m elihat seseorang berbaring di tanah. Seluruh tubuhku gem etar
ketakutan. Orang itu m em bungkus kepalanya dengan selim ut, dan
kepala itu sangat dekat sekali ke api unggun. Aku bersem bunyi di
balik sem ak-sem ak kira-kira enam kaki darinya, dan m em buka
selim utnya. Ternyata J im , budak Nona Watson! Betapa gem bira
hatiku, aku m elom pat keluar dan berteriak, “Halo, J im !”
J im m elonjak, m em andangku dengan m ata liar, kem udian ia
berlutut m enyusun tangan, berkata, “J a ngan ganggu aku, jangan!
Tak pernah aku m engganggu hantu, aku selalu m enyukai orang-
orang yang telah m eninggal dan m em beri bantuan bilam a na aku
bisa. Pergilah kem bali ke sungai, tem patm u. J angan ganggu lagi
si J im tua ini. Aku selalu berbuat baik padam u.”
Segera aku m enerangkan bahwa aku sebetulnya tidaklah
m eninggal dunia. Aku begitu gem bira ber tem u dengan J im .
Aku tak akan m erasa kesepian lagi kini. Kukatakan bahwa aku
tak akan takut ia m en ceritakan tem pat persem bunyianku pada
orang lain. Banyak lagi bicaraku, nam un dia diam saja. Akhir nya
aku berkata, “Hari telah siang. Mari kita sa rapan. Nyalakan api
unggun.”
“Untuk apa m enyalakan api? Untuk m em asak buah-buahan?
Arbei dan lainnya? Tapi kulihat kau m em bawa senapan. Mungkin
kita bisa m akan daging kini.”
“Buah arbei dan lainnya? Hanya itukah yang kau m a kan?”
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Hanya itu.”
“Astaga, m estinya kau sudah sangat kelaparan.”
“Kukira aku bisa m enghabiskan seekor kuda sekali m akan.
Berapa lam a kau ada di pulau ini?”
“Sejak m alam aku terbunuh.”
“Wah! Lalu kau m akan apa? Tapi kau punya bedil. Ya, kau
punya bedil. Bagus sekali. Kau cari sesuatu, akan kunyalakan api.”
Kam i berdua pergi ke tem pat aku m enam batkan perahu.
Sem entara J im m em buat api di tem pat ter buka yang dikelilingi
sem ak-sem ak, aku m en gam bil jagun g, dagin g, kopi, cerek
kopi, penggorengan, gula, dan cangkir seng. Barang-barang itu
m em buat m ata J im terbelalak, ia m engira sem uanya itu kudapat
dari ilm u sihir. Aku berhasil m engail seekor ikan besar, J im
m em bersihkannya dengan pisaunya.
Kam i segera m akan sarapan begitu m asakan itu terangkat
dari atas api. Dan ketika kam i telah ke kenyangan, kam i berbaring-
baring di rum put.
Setelah agak lam a J im bertanya, “Huck, bila kau tidak m ati,
lalu siapa yang terbunuh di pondok bapakm u m alam itu?”
Kuceritakan sem ua dari awal hingga akhir. J im am at kagum
akan kecerdikanku. Katanya, bahkan Tom Sawyer tak akan bisa
m em buat rencana seba gus itu.
“Mengapa kau kem ari, J im , dan dengan apa?” tanya ku
kem udian.
Ia kelihatan gelisah. Sesaat tak berkata apa-apa, kem udian ia
m enjawab, “Lebih baik tak kukatakan, Huck.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Kenapa, J im ?”
“Banyak sekali alasannya. Tapi kau tak akan m engkhianati
aku bila aku ceritakan?”
“Terkutuklah aku bila berbuat begitu, J im .”
“Aku percaya, Huck. Aku... aku m elarikan diri.”
“J im !”
Petualangan Huckleberry Finn 57
aku tak m erasa takut. Aku tahu bahwa Nona Watson dan Nyonya
J anda akan pergi ke pertem uan gereja segera setelah sarapan dan
pertem uan itu akan m em akan waktu sehari penuh. Keduanya
tahu bahwa biasa nya aku pagi-pagi sekali telah berangkat m eng-
gem balakan ternak, jadi m ereka tak akan heran bila aku tak
kelihatan sebelum m alam . Budak-budak yang lain tak akan tahu
aku tiada, sebab begitu Nona dan Nyonya pergi, m ereka pun
pasti pergi bersenang-senang. Ketika m alam tiba, aku keluar,
m enyusuri tepi sungai ke arah m udik sam pai kira-kira dua m il,
di tem pat yang tak ada rum ah. Aku telah m em punyai rencana
ke m ana aku akan pergi. Kau tahu, bila aku terus berjalan kaki,
jejakku akan bisa diikuti oleh anjing. Bila aku m encuri perahu
untuk m enyeberang, orang yang kehilangan perahu pastilah ribut
hingga orang tahu bahwa aku m enyeberangi sungai, dan di m ana
perahu itu m endarat bisa dim ulai lagi pencarian jejakku dengan
anjing. Aku m em utuskan untuk m em akai rakit, yang tak akan
m eninggalkan jejak. Dari belokan sungai kulihat sebuah lam pu.
Aku m asuk ke sungai, dengan m enggunakan sebatang kayu aku
berenang sam pai ke tengah sungai. Bere nang di antara kayu-
kayu hanyut, m enundukkan kepala, aku m enentang arus sam pai
rakit itu tiba. Aku berenang ke buritan rakit, berpegang di situ.
Sungai agak berkabut, keadaan gelap, m aka aku m em anjat naik
dan berba ring di papan lantai rakit. Orang-orang rakit itu sem ua
berkum pul di sekitar lam pu di haluan. Air sungai sedang naik, dan
arus kencang, jadi m enurut perkiraanku, m enjelang pagi aku akan
telah berada dua puluh m il di sebelah hilir sungai di m ana aku
http://facebook.com/indonesiapustaka
Aku m asuk ke dalam hutan, dan pikirku aku tak akan berm ain-
m ain dengan rakit lagi selam a m ereka selalu berkeliling dengan
lenteranya. Untung pipa, tem bakau, dan korekku ada di topiku,
dan tidak basah, jadi kea daanku cukup baik juga.”
“J adi selam a ini kau tak m endapatkan roti atau daging untuk
m akananm u? Mengapa kau tak m en cari balam lum pur?”
“Bagaim an a aku bisa m en an gkapn ya? Aku tak bisa
m enyergapnya, dan tak bisa m elem parnya de ngan batu. Lagi pula
tak bisa m alam -m alam aku m enangkapnya, bila siang bahaya
bagiku untuk m enam pakkan diri di pantai.”
“Mem ang benar. J adi kau terpaksa tinggal terus di dalam
hutan . Apakah kau juga m en den gar tem bakan -tem bakan
m eriam ?”
“Oh, ya. Aku tahu m ereka m encarim u. Kulihat m ere ka
berlalu, kuintai dari balik sem ak-sem ak.”
Beberapa ekor burung m uda terbang rendah, dan beberapa
kali hinggap di tanah. Kata J im , itu alam at hujan akan tiba.
Biasa nya bila anak-anak ayam berbuat begitu, hujan akan turun,
jadi bila burung berbuat serupa akibatnya juga sam a. Aku sudah
hendak m enangkap burung-burung itu, nam un dice gah oleh
J im . Menangkap burung m em bawa akibat buruk, m aut. Kata
J im , pernah waktu ayahnya sakit keras seorang saudaranya
m enangkap burung. Neneknya berkata bahwa ayahnya pasti m ati,
dan ternyata benar.
Kata J im , m enghitung-hitung apa yang akan kita m asak
untuk m akan siang juga m em bawa akibat buruk. Hal yang
http://facebook.com/indonesiapustaka
sam a terjadi bila kita m engibas kan alas m eja setelah m atahari
terbenam . Kata J im , bila seorang pem elihara tawon m eninggal,
tawon-tawon harus diberi tahu tentang hal itu sebelum m atahari
terbit esok harinya, kalau tidak tawon-tawon itu akan jadi lem ak
dan akhirnya ikut m ati juga. Kata J im , tawon-tawon tak akan
m enyengat orang-orang tolol. Tapi aku tak percaya itu, sudah
60 Mark Twain
AKU INGIN sekali pergi dan m elihat sebuah tem pat tepat di
tengah-tengah pulau, yang ku tem ukan waktu aku m enjelajah
beberapa hari yang lalu. Tak lam a tem pat itu telah kam i tem ukan,
sebab panjang pulau itu hanya tiga m il sedang lebarnya hanya
seperem pat m il.
Tem pat yang kum aksud itu m erupakan punggung sebuah
bukit yang cukup tinggi, kira-kira dua belas m eter tingginya.
Sukar juga sam pai ke puncak nya, sisinya terjal dan penuh sem ak.
Kam i m enjela jahi bukit dengan teliti sam pai akhirnya kam i tem ui
sebuah gua cukup besar di antara batu-batu karang dekat puncak,
m enghadap ke arah Illinois. Gua itu sebesar dua atau tiga buah
http://facebook.com/indonesiapustaka
kam i untuk m elarikan diri ke sana bila ada orang yang datang ke
pulau itu. Dan kam i tak akan bisa ditem ukan tanpa m enggunakan
anjing. Dan lagi, kata J im selanjutnya, bukankah burung-burung
kecil tadi m enandakan bahwa hari akan hujan?
J adilah kam i kem bali, m engam bil perahu dan m endayungnya
hingga kam i berada di dekat gua. Barang-barang kam i naikkan,
dan perahu kam i sem bunyikan baik-baik di antara sem ak-sem ak
dedalu. Setelah m engam bil ikan dari m ata kail dan m em asang
kail lagi, kam i m em persiapkan m akan siang.
Pintu gua itu cukup lebar untuk diguling sebuah tong besar.
Di pinggirnya, lantai gua m enonjol sedikit ke luar, sangat datar
dan m erupakan tem pat yang baik untuk m em buat api unggun. Di
situlah kam i m em asak m akanan.
Selim ut kam i tebarkan di dalam gua, kam i pakai sebagai
perm adan i, dan kam i m akan sian g di san a. Baran g-baran g
lainnya kam i taruh di bagian belakang gua. Segera juga langit
m enjadi gelap, guntur m ulai terdengar dibarengi kilat. Agaknya
ram alan burung-burung tadi benar. Hujan m ulai turun, deras
sekali, bercam pur angin keras. Hujan angin yang selalu turun
di m usim panas. Segera saja kam i tak bisa m elihat keluar
gua, hujan bagaikan tirai tebal hingga puncak-puncak pohon
sam ar-sam ar sekali terlihat. Sesekali tiupan angin begitu hebat
hingga pohon-pohon m em bungkuk dan daun-daun berbalikan
m enam pakkan bagian yang kepucatan, disusul oleh tiupan yang
lebih hebat, m em buat dahan-dahan bagaikan gila berguncang-
http://facebook.com/indonesiapustaka
suara yang tim bul bila sebuah tong digelundungkan turun lewat
tangga-tangga panjang.
“J im , senang sekali rasanya,” kataku, “aku tak ingin pindah
tem pat lagi. Tolong am bilkan sepotong ikan dan roti jagung yang
panas.”
“Nah, untung kau bertem u dengan J im , apa jadinya kalau
tidak. Kau m asih berada di hutan di sana tanpa m akanan
dan m ungkin juga terbenam . Itulah yang akan terjadi padam u,
Sayang, bila tak ada J im . Ayam tahu akan datangnya hujan,
begitu juga burung-burung, Nak.”
Air sungai naik terus selam a dua belas hari, sam pai akhir nya
pantai sungai tak terlihat lagi. Di tem pat-tem pat rendah air telah
m encapai tinggi satu atau satu setengah m eter. Begitu juga di
daerah Illinois, yang kini pantainya m undur sam pai beberapa m il.
Pantai daerah Missouri m asih tetap jaraknya dari pulau, yaitu
setengah m il, sebab pantai tersebut terdiri dari tebing-tebing
tinggi.
Siang hari biasanya kam i m enjelajahi pulau dengan naik
perahu. Sejuk sekali berada di antara pohon-pohon, walaupun
m atahari sedang besinar terik. Kam i berkelok-kelok di antara
pohon-pohon dan kadang-kadang terpaksa m undur dan m encari
jalan lain bila pohon terlalu rapat. Di tiap pohon yang tum bang
tam pak kelinci-kelinci, ular dan binatang lainnya. Pada waktu
banjir m enguasai pulau kam i selam a sehari-dua hari, binatang-
binatang itu m enjadi jinak karena kelaparan, dan bila didekati
tak akan m enghindar kecuali ular dan kura-kura yang segera
http://facebook.com/indonesiapustaka
m enyelinap m asuk ke dalam air. Bukit tem pat gua kam i penuh
dengan binatang, hingga kalau m au m udah saja bagi kam i untuk
m enternakkan m ereka.
Suatu m alam kam i berhasil m enggaet sebagian kecil rakit
penebang kayu. Rakit itu terbuat dari papan-papan pinus pilihan,
lebarnya 3,60 m eter dan panjangnya kira-kira em pat setengah
66 Mark Twain
m eter, lantainya kira-kira lim a belas sentim eter dari perm ukaan
air, sangat rata.
Pada suatu kali, m enjelang pagi, kam i berada di kepala
pulau. Dan kam i m elihat sebuah hanyut lewat bagian barat pulau.
Rum ah itu dua tingkat, dari kayu dan sangat condong. Kam i
berdayung m endekat dan naik, m em anjat ke jendela tingkat
atas, tetapi hari m asih terlalu gelap hingga kam i tak bisa m elihat
apa-apa. Maka kam i ikatkan perahu kam i di rum ah itu dan kam i
tunggu terangnya hari.
Sebelum sam pai ke kaki pulau, m atahari telah m uncul. Dari
jendela kam i m elihat sebuah tem pat tidur, sebuah m eja, dua buah
kursi dan berbagai barang berserakan di lantai serta beberapa
pakaian tergantung di dinding. Di sudut yang jauh dari jendela
ada sesuatu di lantai yang m irip orang berbaring. J im berseru,
“Halo, he!”
Orang itu tak bergerak. Aku berseru, dan J im berkata, “Orang
itu tidak tidur, ia m ati. Kau tunggu di sini.”
J im m asuk, m em bungkuk m elihat orang itu dan berkata,
“Benar, ia m ati. Ya, tertem bak punggungnya, telanjang bulat lagi.
Kukira ia telah m ati dua atau tiga hari yang lalu. Masuklah, Huck,
tapi jangan lihat wajahnya, sangat m enye ram kan.”
Aku tak m elihat m ayat itu sam a sekali. J im m enutupi m uka
m ayat tadi dengan beberapa potong kain, tapi m estinya tak perlu,
sebab aku toh tak ingin m elihatnya. Di lantai berserakan kartu-
kartu kum al, botol-botol wiski, dua buah topeng terbuat dari
kain, dan di dinding terdapat banyak sekali gam bar-gam bar tak
http://facebook.com/indonesiapustaka
senonoh dari arang. Dua baju wanita dari kain kaliko, topi kain,
dan beberapa pakaian dalam wanita bergantungan di dinding,
dan beberapa pakaian pria juga. Barang-barang itu kam i angkut
ke perahu, m ungkin ada m anfaatnya kelak. Aku juga m engam bil
sebuah topi pandan yang m enggeletak di lantai. Ada juga sebuah
botol susu dengan sam bat kain untuk diisap oleh bayi. Kalau botol
Petualangan Huckleberry Finn 67
itu tidak retak pastilah kam i bawa juga. Ada peti kayu dan koper,
keduanya terbuka, kosong, kecuali beberapa benda yang tak ada
harganya. Melihat barang-barang yang bertebaran itu, kam i kira
penghuni rum ah tersebut m eninggalkan rum ah dalam keadaan
sangat tergesa-gesa dan tak berm aksud m em bawa sem ua barang
m iliknya.
Kam i m endapatkan sebuah lentera, sebilah pisau jagal tanpa
gagang, sebilah pisau Barlow yang harganya dua puluh sen—
m asih baru, beberapa lilin, sebuah tem pat lilin, sebuah tem pat
air, sebuah cangkir seng, sehelai selim ut tua, sebuah tas sutera
berisi jarum , peniti, kancing baju, benang dan sebagainya; juga
kam i tem ukan seutas tali kail yang besarnya sebesar kelingkingku
dengan beberapa m ata kail raksasa. Selain itu kam i dapatkan:
segulung kulit kijang, kalung anjing dari kulit, sebuah sepatu
kuda, beberapa botol obat tanpa m erek; dan pada waktu kam i
akan m eninggalkan rum ah itu aku m enem ukan sebuah sisir kuda,
sedang J im m enem ukan sebuah penggesek biola dan sebuah
kelom . Kelom itu talinya sudah putus, tapi m asih baik walaupun
terlalu besar untukku dan terlalu kecil untuk J im , pun tak bisa
kam i tem ukan pasangannya.
Selan jutn ya kam i m en dapat keun tun gan yan g san gat
lum ayan juga. Kam i berada kira-kira seperem pat m il dari kaki
pulau waktu kam i siap untuk berangkat. Hari telah benderang.
Terpaksa kusuruh J im tidur di dasar perahu dan kututupi dengan
selim ut tua tadi. Bila ia duduk dari kejauhan pun akan kelihatan
bahwa ia adalah seorang negro. Aku berdayung ke pantai Illinois
http://facebook.com/indonesiapustaka
kurang dari dua tahun setelah itu ia m abuk dan jatuh dari m enara
tem bak sehingga m ayatnya begitu gepeng; terpaksa sebagai peti
m atinya dipakai orang dua buah pintu gudang, dan dengan dijepit
di antara kedua pintu itulah ia dikubur. Begitulah kata orang, aku
sendiri tak m elihatnya. Bapak yang bercerita padaku. Betapapun,
itulah akibat m elihat bulan baru lewat bahu kiri.
Petualangan Huckleberry Finn 71
Hari-hari cepat berlalu, dan air m ulai turun lagi. Yang m ula-
m ula kam i kerjakan adalah m em asang tali kail raksasa yang
kam i tem ukan di rum ah hanyut. Seekor kelinci yang telah kam i
kuliti kam i gunakan sebagai um pan pada salah satu m ata kail.
Dengan kail itu kam i berhasil m enangkap ikan sebesar m anusia,
panjangnya dua m eter, beratnya lebih dari dua ratus pon. Kam i
tak bisa m enariknya, salah-salah kam i bisa dilem parkannya ke
Illinois. Kam i biarkan dia m eronta-ronta terus sam pai akhirnya
m ati. Dari dalam perutnya kam i dapatkan sebuah kancing baju
tem baga, sebuah bola, dan banyak barang-barang kecil lainnya.
Dengan kapak yang kam i dapat dari rum ah hanyut, kam i belah
bola tadi. Ternyata di dalam nya terdapat sebuah gulungan benang.
Menurut perkiraan J im pastilah gulungan benang itu sudah terlalu
lam a berada di dalam perut ikan tadi hingga terbungkus m enjadi
bola. Ikan itu adalah ikan terbesar yang pernah ditangkap di
Mississippi, kukira, J im pun belum pernah m elihat ikan sebesar
itu. Pasti kam i m endapat uang banyak bila kam i bawa ke desa.
Biasanya ikan sebesar ini dijual dengan tim bangan, orang-orang
m em belinya sepotong-sepotong. Dagingnya seputih salju dan
sangat enak.
Pagi harinya aku m erasa sedikit bosan tinggal di pulau itu,
aku ingin m encari berita ke tepi sungai. J im setuju tetapi ia
m enyaran kan agar aku pergi ke desa bila hari telah gelap saja.
Kem udian setelah m enim bang-nim bang ia m engusulkan agar aku
m em akai salah satu pakaian yang kam i dapat, berdandan sebagai
seorang gadis. Usul yang baik! Kugulung celanaku dan dengan
dibantu J im kukenakan gaun. Gaun itu pas sekali. Kupakai
http://facebook.com/indonesiapustaka
topi kain, m aka lengkaplah aku, seperti cerobong kom por. Kata
J im , di siang hari pun akan susah m engenaliku. Sepanjang hari
kupakai terus baju itu untuk m em biasakan diri. Lam a-kelam aan
aku pun terbiasa, hanya m enurut J im , aku tidak bisa berjalan
seperti seorang gadis, lagi pula aku terlalu sering m erogoh-rogoh
saku celanaku.
72 Mark Twain
olah tikus-tikus itulah yang m em iliku rum ah. Lam a-lam a aku
tak gelisah lagi m endengar pem bicaraan yang sam a sekali tak
m enyangkut diriku.
Betul juga kata nyonya itu tentang tikus. Di sudut kam ar
ada sebuah lubang dan sering kali sebuah kepala tikus m uncul di
situ. Kata wanita itu, ia terpaksa m enyediakan sesuatu untuk alat
78 Mark Twain
pelem par tikus-tikus itu, kalau tidak bina tang-binatang itu akan
lebih m erajalela. Ditunjukkannya sepotong tem baga yang dipuntir
hingga m erupakan sim pul. Katanya, ia cukup jitu m elem parkan
benda itu, nam un sehari-dua hari yang lalu tangannya keseleo
hingga tak bisa dipastikan apakah lem parannya m asih jitu. Tapi
ia tak takut untuk m encoba, tepat saat itu m uncul seekor tikus dan
sekuat tenaga ia lem par. Lem paran itu jauh sekali dari sasaran,
dan si wanita terpaksa m enjerit, “Ouh!” kesakitan. Disuruhnya
aku m en coba m elem par. Walaupun aku in gin segera pergi
sebelum suam inya tiba, tak kuperlihatkan hal itu padanya. Tikus
yang m uncul kem udian pasti akan m am pus kena lem paranku
bila ia tak cepat-cepat m asuk lubang kem bali. Nyonya itu m em uji
lem paranku, dan ia yakin pasti pada lem paran kedua aku akan
berhasil. Diam bilnya gum palan tem baga itu, juga setukal benang
yang akan digulungnya. Dia m inta ban tuanku m em egangi benang
itu. Kuacungkan kedua tanganku, dilingkarkannya tukalan benang
tadi di situ. Sam bil bekerja ia berbicara lagi tentang suam inya.
Mendadak ia berkata, “Perhatikan juga tikus-tikus itu. Lebih baik
kau sim pan tem baga ini di pangkuanm u, Sayang.”
Sam bil berkata dilem parkannya gum palan tim bel itu ke
pan gkuan ku, kurapatkan pahaku un tuk m en yam butn ya. Ia
m eneruskan pem bicaraannya. Nam un hanya kita-kira sem enit,
diam bilnya tukalan benang di tanganku, sam bil m enatapku ia
bertanya, “Nah, kini katakan nam am u yang sebenarnya.”
“Ba... bagaim ana, Nyonya?”
“Nam am u sebenarnya Bill, Tom , atau Bob? Atau apa?”
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Mem ang tam paknya ia m abuk, tapi tak apalah. Aku akan
berangkat sekarang, dan sebelum pagi pasti telah sam pai di
Goshen.”
“Tunggu sebentar, kubungkuskan sedikit m akanan untukm u.
Pasti akan kau perlukan nanti.”
Ia m enyiapkan m akanan dan tiba-tiba bertanya, “Coba, bila
seekor sapi berbaring dan akan berdiri, bagian yang m ana yang
lebih dulu bangkit? Cepat jawab, tak usah berpikir. Bagian m ana?”
“Bagian ekornya, Nyonya?
“Seekor kuda?”
“Bagian kepalanya.”
“Bagian sebelah m ana dari sebatang pohon lum ut-lum ut
terus tum buh?”
“Bagian sebelah utaranya.”
“Bila lim a belas ekor sapi m erum put di lereng sebuah bukit,
berapa ekor dari m ereka m akan dengan kepala m enghadap ke
satu arah?”
“Sem uanya, Nyonya, lim a belas ekor”
“Tepat sem ua, agaknya kau betul-betul pernah hidup di
daerah pertanian. Tadinya kukira kau m enipuku lagi. Siapa
nam am u yang sebenarnya?”
“George Peters, Nyonya.”
“Nah, cobalah m en gin gat-in gat n am am u den gan betul,
George. J angan-jangan bila ditanya lagi kau bilang nam am u
George Alexan der. Dan jangan berlaku sebagai gadis di depan
wanita. Kau sam a sekali tak bisa m eniru seorang gadis, bila di
http://facebook.com/indonesiapustaka
sekuat aku bisa. Aku m elom pat ke daratan, m enem bus rim ba dan
m enaiki bukit tem pat gua kam i berada. J im sedang tidur nyenyak.
Kubangunkan dia, “J im , bangun! Cepat! Tak ada waktu lagi! Kita
dikejar!”
J im tak bertanya, tak berkata sepatah pun. Setengah jam kam i
m em indahkan sem ua m ilik kam i ke atas rakit. Cara J im bekerja
m enunjukkan betapa besar rasa takutnya. Selesai berkem as,
rakit kam i m elun cur keluar dari tem pat persem bun yian di
antara sem ak-sem ak dedalu. Selam a bekerja tadi kam i hanya
m enggunakan lilin, itu pun hanya terbatas di dalam gua. Api
unggun di luar gua telah kum atikan ketika aku tiba tadi.
Aku berdayung m enjauhi pantai. Tak kulihat apa-apa, tak
kulihat sebuah perahu pun. Nam un aku tak yakin. Bulan tiada.
Rakit kam i terus m eluncur, hanyut dalam kegelapan, m elam paui
kaki pulau. Tak sepatah kata keluar dari m ulut kam i.
http://facebook.com/indonesiapustaka
JANGAN CARI KESULITAN
tem pat itu untuk bisa m enyergap J im . Biar m ereka sem alam an
m enunggui api unggun itu. Pokoknya m ereka jauh dari kam i. Dan
bila tipuanku dengan api unggun itu tak berhasil, jangan salahkan
aku. Tak bisa kupikirkan tipuan yang lebih keji dari itu.
Ketika fajar m enyingsing, kam i berlabuh di sebuah gosong
pasir yang penuh ditum buhi oleh pohon kapas. Gosong pasir itu
84 Mark Twain
lam pu seluruh dunia terkum pul di tem pat itu. Pernah kudengar
orang berkata di St. Petersburg bahwa St. Louis berpenduduk
dua puluh atau tiga puluh ribu orang. Dulu aku tak percaya, tapi
setelah m elihat lam pu-lam pu kota, terpaksa aku percaya. Kam i
m elewati kum pulan ribuan cahaya yang indah itu sekitar pukul
dua m alam . Sunyi sekali waktu itu, tak terdengar satu suara pun.
86 Mark Twain
pinjam , satu per satu kam i pertim bangkan dari daftar hasil kebun
yang panjang. Akhirnya m enjelang pagi kam i putuskan bahwa
kam i tak akan m em injam apel kepiting dan persim on. Aku am at
gem bira akan putusan tersebut, sebab aku tak suka akan apel
kepiting dan buah persim on baru akan m asak kira-kira tiga bulan
yang akan datang.
Petualangan Huckleberry Finn 87
“Penjaga nenekm u!” tukasku. “Tak ada lagi yang perlu dijaga
di kapal itu kecuali ruang pandu dan ruang pesta. Dan siapa m au
berjaga di perahu itu yang setiap saat bisa pecah, hanyut dan
hancur?” J im diam saja. “Dan lagi,” kataku selanjutnya, “m ungkin
kita bisa m em injam barang-barang dari kam ar kapten. Serutu
yang berharga lim a sen satu, m isalnya. Kapten kapal uap selalu
88 Mark Twain
kaya, gaji m ereka enam puluh dolar sebulan, dan m ereka tak
sayang untuk m engham bur-ham burkan uang itu. Bawa sebatang
lilin lagi, J im , aku tak akan m erasa puas sebelum m enyelidiki
kapal ini. Coba, m ungkinkah Tom Sawyer m elepaskan begitu saja
kesem patan seperti ini? Tak m ungkin. Keadaan seperti ini akan
dianggapnya sebagai suatu petualangan yang tak ada bandingnya,
dan ia pasti naik ke kapal itu walaupun jiwanya akan terancam
karenanya. Dan betapa ia akan m enantang bahaya untuk dirinya!”
J im m enggerutu, tapi akhirnya ia setuju. Kam i m eram bat
dalam kegelapan, m eyusuri sisi kapal m enuju ruang pesta yang
berjendela banyak itu, m eraba-raba dengan kaki keadaan yang
begitu gelap. Segera juga kam i berhasil m encapai ujung depan
tingkap kaca ruang itu. Kam i naik ke atas tingkap itu dan
beberapa langkah kem udian sam pai ke pintu kam ar kapten. Rakit
telah kam i ikat di derek sebelah kanan kapal uap itu. Pintu kam ar
kapten terbuka, dan astaga! Kam i dengar suara-suara m anusia
dari ujung ruang pesta! Bahkan terlihat kelipan lilin!
J im berbisik m en gatakan bah wa perutn ya tiba-tiba
sangat terasa sakit. Ia ingin turun ke rakit, dan m inta agar aku
m engikutinya. Aku pun takut juga, tapi baru saja akan m elangkah
kudengar dari ujung ruangan itu suara m enjerit, “J angan, oh,
jangan, kawan! Aku bersum pah tak akan m em buka rahasia!”
Sebuah suara lain, yang juga nyaring, terdengar berkata,
“Kau dusta, J im Turner. Kau selalu bertingkah begini. Kau selalu
m inta bagian lebih banyak dan selalu m endapatkannya, karena
kau berjanji untuk tidak m em buka rahasia. Tetapi kam i telah
http://facebook.com/indonesiapustaka
bosan pada sum pahm u itu. Kaulah anjing yang paling berbahaya
dan paling tak bisa dipercaya di negeri ini.”
Waktu itu J im sudah tak ada di dekatku, ia telah pergi ke rakit,
agaknya. Hatiku dipenuhi oleh rasa ingin tahu, kukatakan pada
diriku sendiri tentunya Tom Sawyer tak akan m undur ketakutan
dalam keadaan seperti ini, dan aku pun tidak. Aku m erangkak di
Petualangan Huckleberry Finn 89
gang, dalam kegelapan, sam pai aku hanya dipisahkan oleh sebuah
kam ar dari ruang bersilang tem pat senang-senang itu. Di dalam
ruang tersebut kulihat seorang lelaki terbaring di lantai, diikat
kaki-tangannya. Di depannya berdiri dua orang lelaki lain, seorang
m em bawa lentera yang lem ah nyalanya, seorang m em bawa pistol.
Yang m em bawa pistol berkata sam bil m engacungkan pistolnya ke
kepala orang yang terbaring, “Lega sekali bisa m em bunuhm u, dan
m em ang itulah yang akan kulakukan, pengkhianat busuk!”
Orang yang terbaring itu m erintih-rintih, “Oh, jangan, Bill,
aku tak akan m em buka rahasia.”
Si pem bawa lentera tertawa, “Tepat sekali, kau m em ang
tak akan bisa m em buka rahasia lagi. Den gar, betapa ia
m inta dikasihani! Tapi kalau saja bukan kita yang lebih dulu
m engalahkannya, pasti kita berdua telah dibunuhnya tanpa
sebab. Hanya karena kita m inta hak kita! Kukira kau tak akan
bisa m engancam orang lagi, J im Turner. Sim pan pistolm u, Bill!”
“Un tuk apa, J ake Packard? Aku in gin m em bun uhn ya,
bukankah ia juga membunuh si Tua Hatield tanpa belas kasihan
sedikit pun? Orang ini wajib kita bunuh!”
“Tapi aku tak ingin terbunuh, aku punya alasan untuk itu.”
“Kiranya Tuhan m em berkati engkau, J ake Packard! Takkan
kulupakan engkau seum ur hidupku!” seru orang yang terba ring di
lantai m engiba-iba.
Packard tak m em perhatikannya, ia m enggan tungkan lentera
di paku kem udian m elangkah ke arah aku bersem bunyi, m em beri
isyarat pada Bill untuk ikut. Aku terpaksa m erangkak secepatnya
http://facebook.com/indonesiapustaka
NAPASKU TERHENTI, dan ham pir saja aku pingsan. Terdam par
di sebuah kapal rusak dengan sekelom pok bandit kejam ! Tapi
tak ada waktu untuk bersedih. Kam i terpaksa harus m enem ukan
perahu para penjahat itu untuk kam i gunakan sendiri. Dengan
gem etar, kam i m enyusuri tepi kanan kapal. Betapa lam batnya
kam i berjalan. Rasanya sem inggu baru kam i sam pai keburitan.
Tapi tak kam i tem ukan perahu itu. J im berbisik ia terlalu lem ah
untuk m eneruskan pencarian, sem ua tenaganya habis. Tapi
kupaksa ia untuk berjalan terus, sebab kalau tidak nasib kam i akan
http://facebook.com/indonesiapustaka
lega hatiku. Sedetik lagi pasti kam i telah berada di dalam nya,
m endadak pintu terbuka, salah seorang dari para penjahat itu
m enjengukkan kepala, hanya kira-kira dua kaki dari tem patku.
Kukira m am pus sudah aku, tapi orang itu segera m asuk lagi dan
berteriak, “Sem bunyikan lentera itu, Bill!”
Orang itu m elem parkan sebuah karung entah berisi apa ke
dalam perahu, kem udian ia sendiri m asuk duduk di perahu. J elas
orang itu Packard. Bill keluar kini, Packard berbisik, “Ayo, cepat,
kita berangkat.”
Aku begitu lem as hingga ham pir saja terjatuh ke air. Tapi Bill
berkata, “Tunggu, apakah dia telah kau geledah?”
“Belum . Kau?”
“Belum . Dia m asih m engantongi uang bagiannya.”
“Kalau begitu, ayolah, rugi kita pergi tanpa m engam bil
uangnya.”
“Tapi bisa-bisa dia curiga.”
“Biarlah. Betapapun harus kita kerjakan itu. Ayo!”
Keduanya naik kem bali ke kapal, m asuk kam ar. Pintu kam ar
tertutup sendiri oleh m iringnya kapal, dan sekejap saja aku telah
m elom pat ke dalam perahu, disusul oleh J im yang m enggulingkan
diri m asuk. Pisau kukeluarkan kuputus talinya, dan perahu itu
m eluncur lepas!
Kam i tak m enyentuh pendayung, tak berani bersuara, m alah
ham pir sam a sekali tak bernapas. Cepat sekali kam i hanyut, tanpa
suara, m elam paui kotak pendayung kapal, m elam paui buritan
dan dalam satu atau dua detik saja kam i telah berada seratus
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Siapa?”
“Bapak, Em ak, Kakak, dan Nona Hooker. Bila kau bisa
m em bawa kapal ini ke sana....”
“Ke m ana?”
“Ke kapal rusak itu.”
“Kapal rusak yang m ana?”
96 Mark Twain
tem patku. Fajar telah ham pir m enyingsing waktu aku m encapai
tem pat J im . Kam i m em bawa rakit kam i ke sebuah pulau. Setelah
m enyem bunyikan rakit serta m enenggelam kan perahu ram pasan,
kam i berdua tidur bagaikan orang m ati.
BIJAKSANAKAH SULAIMAN?
Kukira betul juga kata J im . Mem ang sering kali cara berpikir
J im baik sekali, otaknya sangat luar biasa bagi seorang budak.
Aku banyak m em bacakan J im cerita-cerita tentang raja,
pange ran, dan para bangsawan lainnya. Kuceritakan betapa
indah pakaian m ereka, betapa banyaknya lagak m ereka dan
betapa m ereka m enyebut satu sam a lainnya sebagai paduka tuan,
tuanku, duli yang m aham ulia, dan sebagainya, dan bukan hanya
“tuan” saja. Mata J im m elotot, ia sangat tertarik. Katanya, “Tak
kukira raja itu begitu banyak. Belum pernah kudengar ada raja
lain kecuali Sulaim an, dan raja-raja di perm ainan kartu. Berapa
gaji seorang raja?”
“Gaji?” aku bertanya, “astaga, m ereka bisa m engam bil uang
sesukanya. Seribu dolar sebulan bila m ereka m au. Sem ua benda
jadi m ilik m ereka.”
“Senang sekali. Lalu apa kerja m ereka, Huck?”
“Mereka sam a sekali tak usah bekerja, tolol benar kau ini.
Mereka hanya duduk-duduk saja.”
“Benarkah?”
“Ten tu saja ben ar. Mereka han ya duduk-duduk saja,
kecuali bila ada perang, m ereka ikut bertem pur. Kebanyakan
m ereka hanya berm alas-m alasan saja, atau berburu dengan
m em pergunakan elang atau... ssst! Kau dengar suara itu?”
Kam i berdua m elongok dari sem ak-sem ak. Ternyata suara
tadi hanyalah suara roda pendayung sebuah kapal uap yang baru
saja m em belok. Kam i kem bali ke tem pat kam i tadi.
“Ya,” kataku, “dan pada saat-saat lain bila m ereka telah bosan
http://facebook.com/indonesiapustaka
Gila!”
“Perhatikan, J im , apakah bahasa kucing sam a dengan bahasa
kita?”
“Tentu saja tidak, kucing tak bisa berbicara seperti kita.”
“Nah, dapatkah sapi berbicara seperti kita?”
“Tidak bisa juga.”
104 Mark Twain
KAMI KIRA tiga m alam lagi kam i akan sam pai ke Cairo, daerah
terakhir Illinois, di m ana sungai Ohio bergabung dengan sungai
Mississippi. Cairo-lah tujuan perjalanan kam i. Di sana kam i bisa
m enjual rakit kam i untuk m endapatkan ongkos bagi perjalanan
dengan kapal uap m em udik sungai Ohio, ke daerah-daerah
di m ana perbudakan dilarang. Di daerah itu kam i tak akan
m endapatkan kesukaran lagi.
Malam kedua kabut tebal m enutupi. Kam i m em utuskan
untuk berlabuh saja, sebab tak ada gunanya berhanyut-hanyut
dalam kabut. Den gan m em bawa tali pen am bat rakit aku
http://facebook.com/indonesiapustaka
ketakutan hingga selam a ham pir setengah m enit aku sam a sekali
tak bergerak. Ketika aku sadar, rakit itu sam a sekali tak terlihat,
dalam kabut setebal ini orang hanya bisa m elihat sam pai jarak dua
puluh yard. Cepat-cepat aku m elom pat ke dalam perahu, berlari
ke buritan, m enyam bar dayung, dan m enghujam kan dayung itu
ke air. Tapi perahu itu sam a sekali tak bergerak, baru aku sadar
bahwa tali pengikat perahu belum kulepaskan! Aku bangkit lagi,
kulepaskan tali perahu, tapi tanganku begitu gem etar hingga lam a
sekali baru berhasil.
Segera setelah perahuku lepas, aku berkayuh sekuat tenaga
m engejar ke m ana rakit kam i tadi m enghilang. Selam a aku
m enyusuri tepi gosong tem pat kam i tadi akan berlabuh tak
begitu sulit bagiku untuk berperahu cepat-cepat, tapi begitu
ujung gosong kulewati dan aku m em asuki gum palan kabut putih,
m ataku tak lebih dari m ata seorang buta.
Berdayung tak bijaksana bagiku, bisa-bisa aku terdam par ke
pantai, ke gosong atau benda-benda lain hingga perahuku rusak.
Lebih baik aku diam saja dan m em biarkan perahuku hanyut.
Tapi dalam saat-saat seperti itu akan sangat sukar untuk hanya
berdiam diri. Aku berteriak m em anggil J im . Dari kejauhan
di sebelah hilir sayup-sayup suara teriakan balasan. Tim bul
harapanku. Cepat-cepat aku berkayuh ke arah suara teriakan itu,
m em asang telinga untuk m endengarkan lagi. Ketika teriakan itu
terdengar lagi, ternyata aku telah berada di sebelah kanannya.
Kem udian terdengar lagi, kini aku disebelah kirinya! Dan sam a
sekali tak bertam bah dekat, sebab walaupun aku berkali-kali
http://facebook.com/indonesiapustaka
lim a m il per jam . Tapi hal itu tak terasa. Seolah-olah aku terdiam
tak bergerak. Dan bila perahuku m elewati sebuah bonggol,
rasanya bukan perahuku yang berjalan, tetapi bonggol itulah.
Setelah itu, selam a kira-kira setengah jan, sekali-sekali aku
berteriak-teriak. Akhirnya kudengar juga teriakan balasan, jauh
sekali. Kucoba untuk m engejarnya, tapi tak bisa, sebab ketika itu
108 Mark Twain
juga aku m em asuki daerah gosong, di m ana-m ana kulihat sam ar-
sam ar gosong-gosong itu, kadang-kadang selatnya am at sem pit.
Gosong-gosong yang tak terlihat bisa kupastikan ada karena
kudengar suara arus berdesau di daun-daunan yang tum buh di
gosong itu. Segera juga tak bisa kuikuti lagi suara teriakan di
kejauhan tadi, lagi pula aku m erasa tak ada gunanya m engikuti
suara tadi, sebab tak bisa kubayangkan bagaim ana suatu suara
bisa berpindah tem pat dengan sangat cepat dan sering.
Kem udian aku terpaksa jadi sibuk sekali, m en ghin dari
tubrukan dengan pulau-pulau kecil yang banyak sekali. Aku
takut bila tertubruk oleh pulau-pulau itu. Kukira rakit yang
dikem udikan J im itu lebih berbahaya. Rakit itu bisa hanyut lebih
cepat daripada perahu. Rakit tadi agaknya tak tercapai lagi oleh
suaraku.
Tapi pada waktu perahuku telah berada di tem pat terbuka
lagi, m asih belum juga terdengar olehku teriakan J im . Mungkin ia
m enubruk bonggol kayu hingga rakitnya pecah dan ia tak tertolong
lagi. Aku begitu lelah hingga aku tak peduli lagi. Kuangkat
dayungku dan aku berbaring di dasar perahu. Sesungguhnya aku
tak ingin tidur, nam un tak bisa kucegah lagi, aku m erasa sangat
m engantuk. Maksudku hanya akan tidur sebentar saja.
Ketika aku bangun, kabut lenyap, langit jernih dan bintang-
bintang berkelipan, agaknya tidurku lebih lam a dari yang kuduga.
Perahuku sedan g m en gitari suatu belokan sun gai, den gan
buritannya di depan. Mula-m ula aku tak tahu aku berada di m ana,
kukira tadi yang kualam i hanyalah im pian dan bila aku teringat
http://facebook.com/indonesiapustaka
kem bali, sem uanya seolah-olah terjadi sem inggu yang lalu.
Kulihat sungai m akin bertam bah luas di tem pat itu, tepinya
dipagari oleh pohon-pohon raksasa bagaikan tem bok kukuh
dalam cahaya bintang. Kulihat di sebelah hilir, sangat jauh,
sebuah titik hitam . Cepat-cepat aku berkayuh ke titik itu yang
ternyata hanyalah dua batang kayu penggergajian yang diikat
Petualangan Huckleberry Finn 109
m enjadi satu. Kulihat titik yang lain, kukejar, kulihat yang lain
lagi, dan kali ini dugaanku benar, rakit kam i!
Sesam painya di rakit, kulihat J im sedang duduk dengan
kepala bertopang pada lutut, tidur. Tangan kanannya m em eluk
tangkai dayung kem udi, sedang dayung lainnya patah. Rakit itu
penuh dengan daun-daun, ranting-ranting dan lum pur. J adi dia
juga repot sekali m enem bus pulau-pulau kecil yang kulalui tadi.
Kuikatkan perahu pada rakit. Aku berbaring tepat di bawah
hidun g J im , m en ggeliat dan m en guap serta m em ukuln ya
dan berkata “Halo, J im , tertidurkah aku? Mengapa tak kau
bangunkan?”
“Tuhan Maha Besar! Astaga! Kaukah ini, Huck? Kau tidak
m ati? Kau tidak terbenam ? Kau kem bali lagi? Aduhai, ham pir-
ham pir tak bisa kupercaya, Sayang, biarkan aku m elihat m ukam u,
Huck, biarkan aku m enjam ahm u. Ya, kau tidak m ati, kau m asih
hidup, dan sehat, kau betul-betul Huck yang baik! Syukurlah!
“Astaga, kau ini kenapa, J im ? Mabuk?”
“Mabuk? Apakah aku m abuk? Sem patkah aku m abuk?”
“Mengapa pem bicaraanm u aneh-aneh?”
“Aneh bagaim ana?”
“Bagaim ana? Wah, bukankah kau berbicara tentang aku
kem bali dan sebagainya seolah-olah aku telah m eninggalkan rakit
ini?”
“Huck... Huck Finn, pandang m ataku, pandang m ataku.
Apakah kau tadi tidak pergi?”
“Baru saja pergi? Apa m aksudm u? Aku tak pernah pergi ke
http://facebook.com/indonesiapustaka
terjadi. Aku tahu betul hal itu sebab sepanjang m alam aku ada di
sini.”
Selam a lim a m en it J im terdiam , term en un g berpikir.
Kem udian ia berkata, “Wah, kalau begitu benarlah aku berm im pi,
Huck, tapi dem i Tuhan, m im pi tadi m alam sangat nyata terasa.
Dan tak pernah aku berm im pi sam pai badanku lelah begini.”
Petualangan Huckleberry Finn 111
aku dan balik m em perhatikan sam pah lagi. Im pian yang telah
diceritakannya tadi agaknya kuat sekali tertanam di otaknya
hingga sukar baginya untuk m encabut kem bali. Tapi ketika sem ua
itu telah ditelaahnya, tanpa tersenyum ia m em andang m ataku
tepat-tepat dan berkata, “Artinya? Baiklah, akan kuceritakan.
Waktu aku telah lelah m engem udikan rakit ini, dan telah lelah
112 Mark Twain
dengan hutan lebar di kedua sisinya. Di kedua tepi itu tak sekali
pun terlihat cahaya api atau daerah yang tak berhutan. J im dan
aku berbicara tentang Cairo, tanpa m engetahui apakah kam i
telah sam pai di kota itu. Menurut pendapatku m ungkin kam i
tak akan tahu, sebab kudengar di kota itu hanya ada dua belas
114 Mark Twain
rum ah, jadi bila kam i lewat pada waktu m alam dan di antara
rum ah-rum ah itu tak ada yang m enyalakan lam punya, pastilah
kam i tak akan tahu. Tapi m enurut J im , kota itu terletak pada
pertem uan dua batang sungai, jadi m udah diketahui. Mungkin
juga, kataku, kam i m elewati pertem uan kedua sungai itu, tapi
kam i beranggapan bahwa yang kam i lewati hanyalah ujung
sebuah pulau, dan sesungguhnya kam i m asih berada di sungai
itu juga. Ini m em buat J im gelisah. Aku juga. Apa yang akan
kam i perbuat? Aku m engusulkan untuk m enuju ke pantai bila
kelihatan cahaya, lalu berkata pada orang pantai itu, bahwa aku
m endahului bapak yang m em bawa perahu kedai dan tidak tahu
m asih berapa jauh lagi Cairo. J im setuju akan usulku itu, m aka
selesailah pem bicaraan kam i, lalu kam i berbaring-baring sam bil
m engisap pipa.
Kini yang kam i kerjakan hanyalah m em perhatikan kalau-
kalau ada kota di tepi sungai. J im m erasa seluruh nasibnya
bergantung pada hal tersebut. Pada saat kota itu tam pak, ia
akan m enjadi orang bebas. Tetapi bila kota itu terlam paui, ia
akan kem bali ke daerah perbudakan lagi dan tak akan punya
kesem patan lagi untuk bebas.
J im jadi sangat gelisah, setiap saat ia bangkit, berseru, “Itu!
Cairo!”
Tetapi ternyata bukan. Yang dilihatnya hanyalah kunang-
kunang. Terpaksa J im duduk lagi, gelisah seperti sem ula. begitu
dekat ke kebebasan m em buatnya gem etar bagaikan dem am . Dan
m endengarkan celoteh budak negro itu m em buat aku gelisah
http://facebook.com/indonesiapustaka
yang sah, tetapi tak ada gunanya. Setiap saat hatiku berkata, “Kau
tahu dia m elarikan diri. Mestinya kau harus m enyerahkannya
pada sese orang di pantai.” Dem ikianlah, tak pernah aku bisa
m engalahkan suara hatiku. Setiap saat hati kecilku berkata, “Apa
sebenarnya yang telah diperbuat oleh Nona Watson padam u
hingga kau tega m elihat budak negronya m elarikan diri, tepat di
depan hidungm u tanpa m encegahnya? Apa yang telah dikerjakan
oleh wanita tua yang m alang itu hingga kau bisa berbuat sekejam
itu? Nona Watson telah m engajarm u m enulis dan m em baca.
Mengajarm u bersikap sopan santun. Mengajarkan sem ua hal
yang baik-baik. Itu lah yang diperbuatnya bagim u. Dan apa
balasanm u?”
Mau rasanya aku m ati m engenangkan kejahatan yang kubuat
itu. Aku berjalan m ondar-m andir di rakit itu, dalam hati m em aki-
m aki diriku sendiri, sem entara J im juga berjalan m ondar-m andir
dengan arah yang berlawanan. Kam i berdua sangat gelisah. Setiap
kali J im m elonjak dan berseru, “Itu Cairo!”, aku m erasa seolah-
olah tubuhku ditem bus sebutir peluru, dan bila saja yang dilihat
J im itu betul-betul Cairo, rasanya aku akan m ati tegak.
Sem entara aku sibuk berbicara sendiri dalam hati, J im
berbicara keras-keras tentang rencana m asa depannya. Bila ia
telah sam pai ke negeri bebas, ia akan m enabung setiap sen yang
didapatnya, hingga cukup untuk m enebus istrinya yang m enjadi
budak di sebuah desa pertanian dekat tem pat asal Nona Watson.
Setelah itu, setelah istrinya bebas, m ere ka berdua akan bekerja
keras untuk m enebus kedua anaknya. Dan bila m ajikan anak-
http://facebook.com/indonesiapustaka
akan kau capai tem pat itu di siang hari nanti. Mintalah tolong
pada orang-orang di sana, tapi jangan katakan ayahm u kena
cacar, katakan saja bahwa ia sakit dem am . J angan berbuat tolol
lagi. Kam i berm aksud baik padam u, jadi bikinlah jarak dua puluh
m il di antara kita. Tak ada gunanya engkau m endarat di cahaya
api itu, itu han yalah tum pukan kayu perusahaan. Oh, ya, kukira
Petualangan Huckleberry Finn 119
sebab kulihat kota itu berada di atas tebing tinggi. Tak ada tebing
tinggi di sekitar Cairo, kata J im . Dan m em ang begitu seingatku.
Hari itu kam i berlabuh di sebuah gosong yang am at dekat dengan
tepi sungai. Suatu kecurigaan m uncul di hatiku, dan aku berkata
pada J im , “J im , m ungkin kita telah m elam paui Cairo waktu kabut
tebal turun itu.”
“J angan berkata tentang Cairo lagi, Huck. Negro yang m alang
seperti aku ini m em ang tak akan pernah m endapat kesenangan.
Kukira nasib sial yang ditim bulkan oleh karena kau berm ain-
m ain dengan kulit ular di Pulau J ackson itu belum juga habis,”
“Oh, J im aku sungguh m enyesal, betul-betul m enyesal aku
telah m em egang kulit ular itu.”
“Bukan kesalahanm u, Huck, kau m em ang tak tahu. J a ngan
kau sesali dirim u.”
Waktu hari siang apa yang kam i takutkan terbukti. J elas
sekali ada dua m acam air di sungai kini, air jernih sungai Ohio
di tepi kiri dan di luarnya air berlum pur cokelat dari su ngai
Mississippi. Sungai Ohio telah bergabung dengan Mississippi!
J adi pasti sudah bahwa Cairo telah kam i lewati.
Kam i berunding lagi. Bahaya bagi kam i untuk berjalan kaki.
Dan tak m ungkin rakit kam i bawa m em udik sungai. J adi, tak
ada jalan lain kecuali m enunggu hari gelap, kem udian berperahu
m udik, m enyerahkan diri pada nasib. Kam i tidur sepanjang
hari di antara sem ak-sem ak pohon kapas untuk m engum pulkan
tenaga. Dan ketika kam i kem bali ke rakit hari telah gelap, ternyata
perahu kam i lenyap!
http://facebook.com/indonesiapustaka
Kupanjat tebing sungai. Hari terlalu gelap, aku ham pir tak bisa
m elihat apa-apa. Aku terpaksa m eraba-raba kira-kira sepanjang
seperem pat m il atau lebih, hingga tanpa kusadari aku berada di
depan sebuah rum ah kuno yang am at besar, terdiri dari dua buah
rum ah yang digandengkan m enjadi satu. Aku sudah berm aksud
un tuk m en in ggalkan tem pat tersebut ketika m en dadak saja
ban yak sekali an jin g m un cul m elom patiku, m en yalak dan
m enggonggong. J alan terbaik bagiku adalah tak beranjak sedikit
pun dari tem patku berdiri.
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKU TINGGAL PADA KELUARGA
GRANGERFORD
he?”
“Aku tak berkeliaran, Tuan, aku jatuh dari kapal uap.”
“Oh, begitukah? Ayo, nyalakan lam pu. Siapa nam am u?”
“George J ackson, Tuan. Aku hanya seorang anak.”
“Dengar. Bila kau berkata sebenarnya, kau tak usah takut,
tak akan ada yang m enyakitim u. Tapi jangan coba-coba bergerak,
126 Mark Twain
nyonya tua yang cantik dan di belakanganya dua orang wanita lagi
yang tak bisa kulihat jelas. Tuan tua tadi berkata, “Nah, kukira
sem ua beres. Masuklah.”
Begitu aku m asuk, orang tua itu m em asang palang pintu
dan gerendelnya, m engajak kedua lelaki yang lebih m uda untuk
m asuk dengan m em bawa senapan m asing-m asing. Kam i sem ua
pergi ke sebuah ruang besar dengan perm adani baru, berkum pul
di sebuah sudut di luar daya tem bak dari jendela depan. Sam a
sekali tak ada jen dela sam pin g. Dalam cahaya lilin sem ua
m em perhatikan aku dan sem ua berkata, “Wah, ia betul-betul
bukan keluarga Shepherdson, tak ada sedikit pun tanda-tanda
keluarga itu padanya.” Si tuan tua m inta m aaf padaku sebelum
ia m enggeledah aku untuk m engetahui apa kah aku tak m em bawa
senjata. Ia tak m em eriksa isi sakuku, hanya m eraba-raba saja
dari luar kem udian berkata bahwa kini sem uanya beres. Ia
m enyuruh aku tenang-tenang saja, seolah-olah di rum ah sendiri,
dan disuruhnya aku bercerita tentang diriku. Tapi nyonya tua tadi
berkata, “Astaga, Saul, anak m alang itu basah kuyup, dan apakah
kau tak m engira ia lapar?”
“Benar, Rachel, aku lupa.”
“Betsy!” nyonya itu m em anggil seorang wanita negro. “Cepat,
cari m akanan untuknya, anak m alang. Dan salah satu di antara
kalian, gadis-gadis, bangunkan Buck dan katakan... oh, ini Buck
datang. Buck, bawa anak ini ke kam arm u, beri dia pakaianm u
yang kering.”
Tam paknya Buck sebaya denganku, um urnya sekitar tiga
belas atau em pat belas tahun, walaupun tubuhnya agak lebih
http://facebook.com/indonesiapustaka
sekali m em punyai lukisan, dan m elihat hasil yang telah ada sem ua
orang tahu betapa m ereka seakan dirugikan karena lukisan-
lukisan itu tak terselesaikan. Tapi m enurut pendapatku, m elihat
gejalanya si gadis akan lebih m erasa senang di dalam kubur. Dia
sedang m engerjakan apa yang disebut orang sebagai hasil karyanya
yang terbesar ketika jatuh sakit. Setiap hari, setiap m alam , si
Petualangan Huckleberry Finn 133
selalu m em akai kem eja dan jas lengkap dari kain linen putih-
bersih, begitu putih hingga m enyakitkan m ata. Tiap hari Minggu
ia m em akai jas panjang biru dengan kancing-kancing tem baga.
Ia selalu m em bawa tongkat kayu m ahoni yang berkepala perak.
Ia tak pernah m em buang-buang waktu dan om ong besar. Hati-
nya am at baik—kita bisa m erasakan hal itu hingga m enaruh
kepercayaan padanya. Kadang-kadang ia tersenyum , dan betapa
senangnya m elihat senyum an itu. Tetapi bila ia m arah, dan
m atanya bercahaya-cahaya, baiklah kita cepat-cepat m em anjat
pohon yang tertinggi, baru kem udian m enyelidiki m engapa ia
m arah. Ia tak pernah m enyuruh orang bersikap sopan santun,
setiap orang yang berada di dekatnya m au tak m au terpaksa
berbuat sopan. Sem ua orang senang bila ia ada di dekat m ereka,
seakan-akan ialah m atahari keluarga itu—yang kum aksud seolah-
olah kehadirannya m em buat cuaca selalu baik. Bila ia m arah,
m aka selam a setengah m enit suram lah keadaan seluruh keluarga
itu, tapi cukup selam a itu saja, sem inggu setelah itu tak akan ada
yang berani berbuat salah.
Bila ia dan Nyonya Grangerford m uncul di ruang m akan
pagi hari, sem ua yang telah hadir berdiri dari kursi m asing-
m asing, dan tak duduk lagi sebelum keduanya duduk. Kem udian
Tom dan Bob pergi ke rak din din g tem pat guci m in um an
ditaruh. Mereka m encam pur suatu m inum an pahit di gelas dan
m em berikannya pada ayah m ereka yang m em egang gelas itu
terus sam pai m inum an Tom dan Bob selesai dicam pur. Kem udian
Tom dan Bob m em bungkuk ke arah ibu dan ayahnya sam bil
http://facebook.com/indonesiapustaka
Buck. Kam i pun m inum sam bil m em beri horm at pada Tuan dan
Nyonya Grangerford.
Bob adalah anak tertua, Tom adiknya, keduanya bertubuh
tinggi besar dan berwajah cokelat, tam pan. Mata dan ram but
m ereka hitam . Ram butnya juga sepanjang bahu. Pakaian m ereka
pun selalu putih bersih seperti ayah m ereka. Dan m ereka selalu
m em akai topi panam a lebar.
Setelah Tom , Nona Charlotte yang berum ur dua puluh lim a
tahun. Ia bertubuh tinggi sem am pai, sikapnya agung. Bila tidak
m arah, hatinya sangat baik, tapi bila m arah cukup m enakutkan
seperti ayahnya. Nona Charlotte sangat cantik.
Begitu juga adiknya, Nona Sophia, tapi cantiknya berbeda.
Nona Sophia lem but dan m anis bagaikan m erpati, um urnya baru
dua puluh tahun.
Setiap oran g m em pun yai seoran g budak n egro—Buck
juga. Budak negro yang diberikan padaku ham pir tak ada yang
dikerjakannya, sebab aku tak biasa dibantu dalam m engerjakan
apa-apa. Sebaliknya budak negro Buck, boleh dikata tak pernah
istirahat, ada saja perintah Buck padanya.
Sesungguhnya m asih ada lagi anak keluarga itu, tiga orang
anak lelaki yang terbunuh dan Em m eline.
Tuan Grangerford m em iliki banyak sekali tanah pertanian
dan lebih dari seratus oran g budak n egro. Kadan g-kadan g
sekelom pok orang datang bertam u, m enunggang kuda; m ereka
datang dari daerah kira-kira sepuluh atau lim a belas m il jauhnya
dari rum ah. Biasanya m ereka tinggal lim a atau enam hari. Dan
http://facebook.com/indonesiapustaka
selam a itu ram ai sekali tem pat kam i, pesta perahu di sungai dan
danau, piknik di siang hari di hutan, dan pesta di rum ah pada
m alam hari. Ham pir sem ua yang datang adalah sanak keluarga
Tuan dan Nyonya Grangerford. Sem ua pria tak lupa m em bawa
senjata m ereka. Betul-betul keluarga besar yang gagah-gagah dan
tam pan-tam pan.
140 Mark Twain
kem bali tenang dan ia berkata, “Aku sam a sekali tak m enyukai
caram u m enem bak dari balik sem ak-sem ak, Buck. Mengapa tak
kau hadang dia di tengah jalan, Anakku?”
“Orang-orang Shepherdson tak pernah m enyerang de ngan
berterang terang, Ayah. Mereka selalu m enem bak dari perlin-
dungan.”
Petualangan Huckleberry Finn 141
rasanya. Buck dan seekor anjing tidur di rum put, di terik m atahari.
Aku pergi ke kam arku untuk tidur pula. Kulihat Nona Sophia
yang cantik itu berdiri di pintu m enarik tanganku, m asuk ke
dalam kam arnya dan m enutup pintu perlahan-lahan. Ia bertanya
apakah aku senang padanya, kujawab, “Ya.” Ia bertanya lagi
apakah aku m au m engerjakan sesuatu untuknya tanpa m em beri
tahu siapa pun. Aku jawab, “Ya.” Kem udian ia berkata bahwa ia
telah kelupaan, buku Injilnya tertinggal di bangku gereja, terselip
di antara dua buah buku lain. Aku disuruhnya pergi diam -diam ke
gereja tanpa diketahui siapa pun, m engam bilkan buku itu dan tak
boleh berkata pada siapa saja.
Tanpa berpikir lagi, aku m enyelinap keluar rum ah, pergi ke
gereja. Gereja am at sepi, tak seorang pun kulihat. Hanya satu
atau dua ekor babi, binatang-binatang itu m asuk karena hawa di
luar panas dan pintu gereja tak terkunci. Manusia pergi ke gereja
hanya pada saat-saat m ereka harus hadir, tapi babi tidaklah
dem ikian.
Aneh sekali, pikirku, m engapa seorang gadis begitu sangat
m em ikirkan kitab Injilnya. Kuangkat kitab itu, kugoncangkan.
Selem bar kertas kecil dengan tulisan pensil: “setengah tiga”
terjatuh. Kugeledah kitab Injil itu, tapi tak ada isinya yang lain.
Tak bisa kupikirkan arti tulisan itu, jadi kuletakkan kem bali
ke dalam kitab dan kubawa pulang. Nona Sophia m enantikan
kedatan gan ku di pin tu kam arn ya. Dibawan ya aku m asuk,
pintu ditutup. Ia m encari-cari di dalam kitab Injil itu sam pai
diketem ukannya kertas kecil tadi. Segera setelah ia m em baca
http://facebook.com/indonesiapustaka
tulisan di kertas itu tam pak sekali wajahnya jadi gem bira. Dan
tiba-tiba aku dipeluknya erat-erat, sam bil m em bisikkan bahwa
aku adalah anak yang terbaik di dunia serta m enyuruhku selalu
tutup m ulut. Selam a satu m enit, m erah sekali pipinya, dan ia
tam pak sangat cantik. Aku begitu tercengang hingga tak bisa
berkata apa-apa. Kem udian kutanyakan apa isi kertas itu. Ia
Petualangan Huckleberry Finn 145
m alam tak begitu gelap, dan kita tak begitu ketakutan serta tak
begitu tolol, pastilah kita m asih bisa m elihat rakit itu. Tapi ada
juga baiknya, kini rakit itu sudah baik lagi seperti baru. Dan kita
pun telah bisa m engganti barang-barang yang hilang.”
“Tapi bagaim ana kau bisa m endapatkan rakit itu kem bali,
J im ?”
Petualangan Huckleberry Finn 147
kulihat Buck tak ada di tem patnya. Terpaksa bangun, dan aku
m enuruni tangga ke ruang bawah dengan pikiran penuh perta-
nyaan. Sunyi senyap di dalam dan di luar rum ah. Apa artinya ini?
Dekat tem pat tum pukan kayu, aku bertem u dengan J ack. Aku
bertanya, “Ada apa ini?”
“Tak tahukah, Tuan George?”
148 Mark Twain
m enem bak m ati dua orang pem uda yang berada di belakang
tum pukan kayu di sam ping pelabuhan.
Orang-orang berkuda itu tak berhasil dalam usahanya. Setiap
kali salah seorang m enam pakkan diri di tepi sungai, ditem bak.
Kedua anak m uda di belakang tum pukan kayu itu berjongkok
saling m em belakangi, jadi bisa m elihat ke segala arah.
Petualangan Huckleberry Finn 149
Hari telah gelap. Aku tak ingin m endekati rum ah. Masuk
m enem bus hutan m enuju rawa-rawa. Tapi ternyata J im tak ada di
tem pat persem bunyiannya. Tergesa-gesa aku m enuju anak sungai
tem pat J im m enyem bunyikan rakit, karena aku ingin segera
m eninggalkan daerah itu. Rakit itu telah tiada! Aduhai, betapa
pedih! Aku tak bisa bernapas. Kem udian aku berteriak keras.
Terdengar suara tak lebih dari dua puluh lim a kaki dari tem patku
berdiri m enyahut, “Astaga! Kaukah itu, Sayang? J angan ribut!”
Suara J im ! Belum pernah ada suara yang begitu m elegakan
hatiku. Aku berlari di tepi anak sungai itu dan m elom pat ke
atas rakit. J im m em eluk dan m endekap tubuhku, ia juga sangat
gem bira m elihatku.
“Kiranya Tuhan m em berkati engkau, Nak!” kata J im . “Aku
tadi begitu yakin bahwa kau m ati lagi. J ack tadi kem ari, kata nya
m ungkin kau juga tertem bak sebab kau tak m uncul lagi di rum ah.
Dan baru saja aku akan m em bawa rakit ini ke m ulut anak sungai,
untuk bersiap-siap m eluncur pergi segera setelah J ack m em bawa
berita bahwa kau betul-betul m ati. Tuhan! Aku betul-betul
gem bira bisa bersam am u lagi, Sayang!”
“Baiklah, sem uanya beres. Mereka tak akan m enem ukanku,
dan m ereka pasti m engira bahwa aku terbunuh dan hanyut—ada
sesuatu di atas sana yang pasti m eyakinkan m ereka tentang itu—
jadi jangan buang waktu lagi, J im , cepat dorong m asuk ke sungai
besar, secepat kau bisa.”
Aku gelisah terus sam pai kam i m encapai kira-kira dua m il
di hilir dan m engapung di tengah-tengah Mississippi. Kem udian
http://facebook.com/indonesiapustaka
kam i pasang lentera kam i, dan kam i m erasa bebas dan selam at
lagi. Karena sejak kem arin aku belum m akan, J im m engeluarkan
jagung, m entega, daging, kubis, dan sayu ran. Alangkah enaknya
m akanan itu, bila m em asaknya cukup tepat. Kam i m akan sam bil
berbicara dan bersen an g-sen an g. Aku begitu gem bira bisa
m eninggalkan pertem puran karena dendam kesum at itu, dan
152 Mark Twain
DUA ATAU tiga hari tiga m alam berlalu. Lam bat, tenang, halus,
dan indah. Sungai itu m akin ke hilir m akin lebar, kadang-kadang
sam pai satu setengah m il. Kam i berlayar pada m alam hari, siang
berhenti, bersem bunyi. Segera setelah m alam akan berakhir,
kam i berhenti berlayar, m enam batkan rakit di bawah sebuah
gosong yang bersem ak lebar. Rakit kam i tutupi dengan tum pukan
dahan-dahan patah dan sem ak-sem ak. Kem udian kam i pasang
rangkaian m ata kail. Setelah itu kam i berenang-renang di sungai,
untuk m enyegarkan tubuh. Selesai m andi kam i duduk di pasir
http://facebook.com/indonesiapustaka
Kepucatan ini m akin lam a m akin luas, sem entara warna sungai
berubah dari hitam m enjadi abu-abu dan bisa kita lihat beberapa
titik hitam hanyut di atasnya, jauh sekali, perahu-perahu dagang.
J uga benda-benda hitam panjang, rakit-rakit. Kadang-kadang
bisa kam i dengar suara deritan dayung, atau cam puran suara-
suara m anusia, suara itu dibawa sam pai jauh oleh keheningan
sungai. Kem udian terlihat garis-garis di perm ukaan sungai,
yang m enandakan bahwa di tem pat ada bonggol-bonggol yang
diterjang oleh arus deras. Kabut tipis naik dari perm ukaan air,
langit di tim ur m em erah. Saat itu kam i sudah bisa m elihat sungai
dengan jalas, dan bahkan sebuah rum ah kayu di seberang, yang
agaknya tem pat pengum pulan kayu. Kayu-kayu itu biasanya
ditum puk oleh pem iliknya sedem ikian rupa hingga bisa m enipu
pem beli—tam paknya banyak nam un di dalam nya kosong. Setelah
itu terasa angin dingin lem but bertiup, begitu dingin, segar dan
m anis oleh bau hutan dan bunga-bunga liar. Tetapi kadang-
kadang juga tak sesegar itu baunya, m ungkin juga di seberang
sungai tertum puk bangkai-bangkai ikan atau sam pah, sehingga
baunya cukup m enusuk hidung. Lalu m uncullah m atahari, sem ua
terang benderang, dan burung-burung pun bernyanyi.
Dengan m unculnya m atahari kam i m engira bahwa asap yang
m engepul sedikit saja tak akan diperhatikan orang dari kejauhan.
Kam i m engangkat rangkaian m ata kail kam i, m engam bil ikannya
dan m em asak sarapan. Setelah itu kam i m erenungi kesunyian
sungai. Berm alas-m alasan hingga akhir nya tertidur. Bila kam i
terbangun, kam i m elihat apa yang telah m em bangunkan kam i.
http://facebook.com/indonesiapustaka
m enem bus kaca jendela sebuah rum ah. Kadang-kadang ada juga
titik cahaya di atas air, di rakit atau di perahu. Ada juga kam i
m endengar suara biola atau nya nyian. Sungguh indah kehidupan
di sebuah rakit. Seluruh langit seolah-olah m enjadi m ilik kam i.
Sering kam i tidur telentang m em perhatikan bintang-bintang di
langit, m em bicarakannya apakah kira-kira bintang-bintang itu
156 Mark Twain
orang lain, pastilah yang dikejar itu kalau bukan aku m estinya
J im . Aku sudah akan m elarikan diri dari tem pat itu, tetapi
m ereka terlalu dekat dan m ereka berseru m inta tolong. Walaupun
m ereka tak berdosa, m ereka dikejar-kejar orang banyak bahkan
de ngan anjing pula, begitu kata m ereka. Kiranya m ereka akan
m elom pat m asuk ke dalam perahu, tetapi aku m elarangnya,
“J angan m elom pat m asuk! Aku belum m endengar suara kuda
ataupun anjing, jadi kalian m asih ada waktu untuk lari ke sem ak-
sem ak itu. Larilah agak jauh, baru m asuk ke sungai dan perahuku
ini. Dengan begitu anjing-anjing itu akan tertipu”
Mereka m engerjakan perintahku. Segera setelah m ereka
naik, aku berdayung tergesa-gesa ke tem pat persem bunyian kam i.
Lim a atau sepuluh m enit kem udian kam i dengar suara-suara
anjing dan orang-orang di kejauhan. Kam i dengar m e reka telah
sam pai ke tepi anak sungai itu, tapi kam i tak bisa m elihatnya.
Agaknya m ereka berhenti dan m em eriksa sekitar tem pat tadi.
Dan m akin jauh kam i berdayung, m akin tak terdengar lagi suara-
suara itu. Waktu kam i berada kira-kira satu m il dari tem pat itu
dan telah m encapai sungai, keadaan telah sunyi. Kam i berdayung
ke rakit kam i yang tersem bunyi di antara sem ak-sem ak pohon
kapas. Selam at!
Salah seorang yang kutolong itu berum ur kira-kira tujuh
puluh lebih, kepalanya botak, jenggotnya telah putih. Ia m em akai
topi tua, m em akai baju wol biru kum al, celana blue-jean com pang-
cam ping dan sepatu laras. Di tangannya tersam pir sebuah jas
panjang tua dari blue-jean berkancing tem baga. Kedua orang
itu m asing-m asing m em bawa sebuah koper kain yang agaknya
http://facebook.com/indonesiapustaka
penuh.
Tem annya berum ur kira-kira tiga puluh tahun, pakaiannya
juga tak keruan. Selesai m akan pagi kam i berbicara, dan ternyata
kedua orang itu saling tak m engenal.
“Apa sebabnya kau dikejar?” tanya si botak pada yang
satunya.
158 Mark Twain
lum puh. Aku pun bisa m eram al bila ada yang m em beritahukan
kejadian-kejadian yang harus kuram al. Aku pun bisa berkhotbah,
di pertem uan-pertem uan atau penyebaran agam a.”
Untuk beberapa lam a tak ada yang berbicara kem udian si
m uda m enarik napas panjang dan m engeluh, “Aaaah!”
“Mengapa kau m engeluh?” tanya si botak.
“Oh, betapa turunnya derajat hidupku, sehingga aku harus
bergaul dengan orang-orang yang rendah tingkatannya.” Ia m ulai
m engusap sudut m atanya dengan robekan kain.
“Oh, kau kira kam i sem ua ini tak pantas jadi kawanm u?”
tanya si botak dengan agak m engejek.
“Ya, ya, cukup pan tas un tukku, cukup pan tas sebagai
hukum anku. Sebab aku tahu bahwa yang m em buatku turun dari
tingkat hidup yang begitu tinggi hingga begini rendahnya adalah
aku sendiri. Aku tak m enyalahkan kalian, Tuan-tuan, jauh dari
itu. Aku tak m enyalahkan siapa pun. Sudah na sib ku. Biarlah
dunia yang kejam ini m enyiksaku. Tapi kutahu pasti, ada sebuah
kuburan yang disediakan untukku di suatu tem pat. Biarlah dunia
seperti yang sudah-sudah m engam bil sem ua m ilikku, orang-
orang yang kucinta, harta, sem ua, tapi kubur itu tak akan bisa
diam bilnya. Suatu hari aku akan berbaring di dalam nya, dan
m elupakan segala-galanya, dan hatiku yang kacau ini akan bisa
beristirahat.” Ia terus saja m engusap-usap m atanya.
“Terkutuk kiranya hatim u yang kacau,” tukas si botak, “untuk
apa kau tum pukkan kekacauan hatim u pada kam i? Kam i tak
berbuat apa-apa padam u.”
“Aku tahu. Aku pun tak m enyalahkan kalian, Tuan-tuan.
http://facebook.com/indonesiapustaka
tak m enyenangkan bagi kita sem ua. Bukan salahku aku tidak
dilahirkan sebagai pangeran, juga bukan salahm u kau tidak
dilahirkan sebagai raja, untuk apa terlalu dipikirkan? Pergunakan
kesem patan sebaik-baiknya, itulah sem boyanku. Keadaan yang
kita tem ui ini bukannya tidak m enye nangkan. Makanan tersedia,
hidup m udah. Ayolah, Pangeran, m ari kita bersahabat.”
Petualangan Huckleberry Finn 163
adikku Ike. Bapak berm aksud tinggal bersam a Pam an Ben, yang
m em punyai sebidang tanah em pat puluh em pat m il di sebelah
hilir New Orleans. Bapak sangat m iskin, banyak hutangnya lagi.
J adi ketika sem ua hutang itu dilunasinya, kam i tak punya apa-
apa lagi kecuali uang enam belas dolar dan budak negro kam i,
J im . Uang itu tak cukup untuk ongkos naik kapal uap, untuk
Petualangan Huckleberry Finn 165
jarak seribu em pat ratus m il itu, dalam kelas m ana pun. Pada
waktu air sungai naik, Bapak beruntung m endapat rakit ini. Kam i
berpendapat bisa pergi ke Orleans dengan naik rakit. Tapi nasib
baik Bapak tak lam a, sebuah kapal uap m enubruk bagian depan
rakit. Itu terjadi pada suatu m alam gelap. Kam i sem ua m elom pat
ke sungai dan m enyelam di bawah jentera dayung. J im dan
aku selam at. Bapak waktu itu sedang m abuk, sedang Ike baru
berum ur em pat tahun, jadi keduanya tak m uncul lagi. Hari-hari
berikutnya, aku dan J im selalu m endapat kesulitan, orang-orang
berdatangan untuk m engam bil J im dariku, m ere ka m engira
J im adalah seorang pelarian. Karena itulah kam i tak pernah
m elakukan perjalanan di siang hari. Di m alam hari tak ada yang
m engganggu kam i.”
“Biarlah kupikirkan suatu cara agar kita bisa m engadakan
perjalanan di siang hari bila diperlukan,” kata sang pangeran,
“akan kupikirkan hal ini, dan akan kutem ukan cara pem ecahan-
nya. Untuk hari ini biarlah beristirahat.”
Menjelang m alam langit gelap, agaknya akan turun hujan.
Kilat tam pak m enyam bar-nyam bar di kaki langit, dan dedaunan
m ulai gem etar, pastilah keadaan cuaca akan san gat buruk.
Sang raja dan sang pangeran m ulai m em e riksa isi gubuk kam i,
untuk m elihat bagaim ana rupa tem pat tidurnya. Tem pat tidurku
berkasur jeram i, lebih baik dari tem pat tidur J im yang berkasur
kulit jagung. Kasur kulit jagung selalu ada bonggol jagungnya,
yang kadang-kadang bisa m enyakitkan badan, lagi pula bila kita
m em utar tubuh, kasur itu bersuara gem ersik hingga kita kadang-
kadang bisa terbangun karenanya. Sang pangeran berkata bahwa
http://facebook.com/indonesiapustaka
ia akan m em akai tem pat tidurku, tetapi dicegah sang raja yang
berkata, “Kukira perbedaan derajat antara kita berdua cukup
besar untuk m engingatkan bahwa kasur kulit jagung itu cocok
untukku. Yang Mulia kuharap m au tidur di kasur kulit jagung itu.”
J im dan aku sudah khawatir kalau-kalau keduanya akan
bertengkar. Betapa gem biranya kam i berdua waktu sang pangeran
166 Mark Twain
ram alan watak dengan harga dua puluh lim a sen selem bar.”
Kata sang pangeran yang m enjadi dokter itu adalah dia sendiri.
Pada pengum um an lainnya ia ditulis sebagai “pem ain dram a
Shakespeare yang term asyhur di seluruh dunia, Garrick si Muda
dari Drury Lane, London.” Banyak lagi nam a sam arannya di surat-
surat selebaran lainnya, yang m enyebutkan ia bisa m engerjakan
168 Mark Twain
dolar. Ia juga m enerim a pesanan pem asa ngan iklan untuk koran
setem pat. Mestinya iklan itu berharga sepuluh dolar, pem asangnya
dibujuknya untuk m em bayar kontan hanya dengan em pat dolar
saja. Uang langganan koran itu dua dolar setahun. Pada petani
yang kebetulan lewat, ia berhasil m enawarkan langganan setahun
dengan uang langganan setengah dolar, kontan. Dengan jalan
174 Mark Twain
siang hari bila perlu, setelah m alam ini. Bila saja kita lihat
sese orang m endekati kita, kita ikat kaki dan tangan J im , kita
baringkan dia di gubuk, dan kita tunjukkan surat sebaran ini. Kita
katakan kita m enangkapnya di bagian atas sungai. Terpaksa kita
antarkan dengan rakit karena kita terlalu m iskin untuk m em bayar
ongkos naik kapal uap, rakit ini saja kita pinjam dari kawan kita.
Petualangan Huckleberry Finn 175
Kita pergi ke Selatan untuk m engam bil hadiah kita. Rantai dan
borgol sesungguhnya lebih pantas, tetapi bertentangan dengan
cerita bahwa kita m iskin. Seakan-akan J im m em akai perhiasan.
Tali tepat sekali, sem uanya harus serasi, begitulah akal dalam
perm ainan sandiwara.”
Kam i sem ua harus m engakui bahwa sang pangeran betul-
betul cerdik. Kini tak akan ada kesulitan untuk berlayar siang
hari. Kam i kira m alam itu kam i akan cukup jauh di luar jangkauan
keributan yang diakibatkan oleh hasil kerja sang pangeran di
kantor percetakan. Sejak m alam itu kam i bisa m engadakan
perjalanan bila saja kam i m au, baik siang m aupun m alam .
Kam i sam a sekali tak m enam pakkan diri sam pai ham pir pukul
sepuluh m alam ; saat itu rakit m ulai kam i dorong m em asuki arus.
Kam i m engam bil tem pat hanyut jauh di depan kota Parkville, dan
tak m em asang lentera sebelum kota itu lenyap dari pandangan
m ata.
Waktu J im m em bangunkanku untuk berjaga jam em pat pagi,
ia bertanya, “Huck, m ungkinkah kita akan bertem u dengan raja-
raja lagi dalam perjalan ini?”
“Tidak,” jawabku, “kukira tidak.”
“Hm , baiklah kalau begitu. Satu atau dua orang raja m asih
bisa kuterim a, tapi lebih dari itu, am pun! Raja agaknya sangat
m abuk, sedang pangeran begitu juga.”
Ternyata J im telah m encoba m inta agar sang raja berbicara
bahasa Prancis agar ia tahu bagaim ana suara bahasa tersebut.
Tapi raja m enjawab bahwa ia telah terlalu lam a berada di
http://facebook.com/indonesiapustaka
HARI TELAH siang, tapi kam i tak berhenti, tak m encari tem pat
untuk bersem bunyi. Waktu sang raja dan sang pangeran akhir-
nya bangun dan keluar dari gubuk, m ereka tam pak am at kum al.
Tapi setelah m ereka m encebur ke sungai dan berenang-renang,
m ereka tam pak segar kem bali. Selesai m akan pagi raja duduk di
sudut rakit, m encopot sepatu dan m enggulung celananya ke atas.
Ia duduk berjuntai, kakinya direndam di air. Sam bil m engisap
pipa ia m enghapalkan bagian yang harus diucapkannya dalam
kisah “Rom eo dan J uliet”. Setelah ia hafal, ia berlatih bersam a
http://facebook.com/indonesiapustaka
Jadi ‘ada’ atau ‘tak ada’, itulah keny ataan hidup y ang kejam
Mem buat kekacauan sepanjang um ur.
Siapa m au m enerim a nasib, sam pai Hutan Birnam m eram -
bat ke Dunsinane,
Tapi ketakutan akan sesuatu sesudah ajal
Mengganggu keny eny akan tidur,
Jalan kedua y ang ditem puh alam agung,
Lebih baik m em bidikkan panah keuntungan y ang m enga-
gum kan
Daripada m inta tolong pada orang y ang tak kita kenal.
Itulah y ang harus kita pikirkan lagi:
Ban gun k an Dun can den gan k etuk an m u! Alan gk ah
senangny a bila kau bisa;
Sebab, siapa bisa m enanggung cam buk dan kem arahan
sang w aktu,
Dosa si pen in das, rasa tak ken al m alu si som bon g,
http://facebook.com/indonesiapustaka
Sang raja sangat suka akan pidato itu, sehingga tak berapa
lam a ia telah bisa m enguasainya. Agaknya m em ang dialah yang
paling cocok untuk peranan itu. Hebat sekali tam paknya waktu
sang raja m engucapkan pidato itu dengan gaya yang berkobar-
kobar.
Segera sang pangeran m encetakkan surat selebaran tentang
pertunjukan yang akan diadakan. Setelah itu, dua atau tiga hari
kam i berhanyut-hanyut, suasana di atas rakit kam i sangat sibuk.
Selalu saja ada latihan m ain anggar dan sandiwara. Suatu pagi,
waktu kam i telah berada di jantung negara bagian Arkansas, kam i
m elihat sebuah kota kecil di pengkolan sungai. Kam i berlabuh tiga
perem pat m il di atas kota itu, di m uara sebuah anak sungai yang
tertutup rapat oleh pohon sipres. Kecuali J im , sem ua pergi ke
kota dengan naik perahu, untuk m elihat kem ungkinan sandiwara
http://facebook.com/indonesiapustaka
Adegan Balkon
dalam
Rom eo dan J uliet!
Rom eo .................................................. Tuan Garick
J uliet .................................................... Tuan Kean
Dibantu oleh seluruh anggota perkum pulan!
Perlengkapan baru, hiasan panggung baru!
J uga:
http://facebook.com/indonesiapustaka
J uga:
(atas perm intaan istim ewa)
Pem bicaraan Seorang Diri Ham let yang Abadi!
Oleh Kean yang Tersohor!
Dim ainkan olehnya 30 0 m alam berturut di Paris!
Hanya untuk satu m alam saja,
Berhubung telah adanya pesanan yang m endesak
untuk m ain di Eropa!
Karcis m asuk 25 sen, anak-anak dan pelayan 10 sen.
kecil darinya, satu atau dua ton, tanpa harus kau kem balikan
lagi.”
“Tapi bukankah pernah aku m em bayar kem bali pinjam an
tem bakaum u?”
“Yah, hanya enam kunyahan. Kau pinjam tem bakau, dan kau
bayar tem bakau m entah.”
Petualangan Huckleberry Finn 183
toko. Sem ua orang terdiam , tak ada seorang pun yang tertawa.
Boggs m asih juga m engikuti Sherburn dan m engolok-oloknya
sekeras suara. Ia berkuda sepanjang jalan, kem bali ke depan
toko lagi, m asih juga m em aki-m aki Sherburn. Beberapa orang
m engerum uninya, m inta agar ia bungkam . Orang-orang itu
berkata pada Boggs bahwa jam satu tinggal lim a belas m enit lagi,
186 Mark Twain
kawan Boggs m elom pat ke pinggir. Pistol berlaras dua itu turun
perlahan sam pai m em bentuk suatu garis datar, picunya siap
untuk ditarik. Boggs m engangkat kedua tangannya dan berseru,
“Oh, Tuhan ! J an gan m en em bak!” Dor! Tem bakan pertam a
m eletus, Boggs terhuyung ke belakang, m eraih-raih udara. Dor!
Tem bakan kedua, Boggs terjengkang jatuh ke belakang, berat
Petualangan Huckleberry Finn 187
kesem patan pada orang lain. Orang lain juga punya hak untuk
m elihat, sam a dengan engkau!”
Terjadi perten gkaran perebutan tem pat, terpaksa aku
m enyelinap keluar, takut kalau-kalau terjadi perkelahian. J alan
itu kini penuh m anusia, sem uanya ribut sendiri-sendiri. Sem ua
yang m enyaksikan penem bakan itu m enceritakan kejadiannya,
dan m asing-m asing dikelilingi oleh banyak sekali pendengar,
yang m endengarkan dengan leher terjulur. Seseorang bertubuh
tinggi kurus, beram but gondrong, bertopi tinggi putih, dan
m em bawa sebatang tongkat dengan kepala bengkok m enandai
tem pat-tem pat di m ana Boggs dan Sherburn berdiri. Sem ua
orang terus m engikuti segala gerak-gerik orang itu, setiap kali
m enganggukkan kepala sebagai tanda bahwa m ereka m engerti,
m em bungkuk dengan tangan bersandar pada lutut waktu orang
itu m enandai tem pat-tem pat tadi dengan tongkatnya. Kem udian
orang tersebut berdiri tegak dan kaku di tem pat Sherburn berdiri,
m engerutkan ke ning dengan daun topinya turun hingga ke m ata
dan berteriak, “Boggs!” tongkatnya yang sudah teracung turun
m endatar, ia berteriak, “Dor!” terhuyung ke belakang, berteriak
“Dor!” lagi, dan m enjatuhkan diri telentang. Orang-orang yang
m enyaksikan kejadian sebenarnya m engatakan bahwa orang
tersebut tepat sekali m enirukan kejadian tadi, tepat seperti
sesungguhnya. Kita-kira dua belas orang m engeluarkan botol
m inum an keras m asing-m asing untuk diberikan pada orang itu.
Kem udian ada orang yang berkata bahwa Sherburn harus
dihukum gantung. Dalam sem enit saja sem ua orang m engatakan
http://facebook.com/indonesiapustaka
hal yang sam a. Sem ua jadi seperti gila, sem ua bergerak ke arah
rum ah Sherburn, berteriak dan m enyam bar setiap tali jem uran
yang m ereka jum pai untuk dipakai sebagai tali gantungan.
MENGAPA SHERBUN TAK JADI
DIGANTUNG
m engan gkat satu kaki, kem udian ganti kaki yang lain. Kuda berlari
m akin cepat. Pelatih berdiri di tengah gelanggang, m elecutkan
cam buknya sam bil berseru, “Hai! Hai!” Di belakangnya seorang
badut m elucu. Kini sem ua orang m elepaskan tali kendali kuda
m asin g-m asin g. Para pen un ggan g wan ita m en ggen ggam kan
tangan, dirapatkan di paha. Para pria bersedekap, sem entara
kuda-kuda berpacu bagaikan gila. Dan satu per satu keluar
dari gelan ggan g, setiap kali m em bun gkuk m em beri horm at
den gan gerakan yan g in dah. Suara tepuk tan gan gem uruh
m engguncangkan tenda perm ainan sirkus itu.
Pertun jukan -pertun jukan lain n ya tak kalah hebat. Dan
badutnya betul-betul sangat lucu. Apa saja yang dikatakan pelatih
padanya selalu dijawabnya cepat, tepat, dan lucu. Bagaim ana
ia m em ikirkan begitu banyak jawaban yang tiba-tiba dan tepat,
aku tak bisa m em buat jawaban seperti itu. Mendadak dari
tem pat penonton m uncul seorang pem abuk. Ia ingin naik kuda
juga, katanya ia pun bisa naik kuda seperti para pem ain. Para
petugas sirkus m encoba m enyuruhnya kem bali ke tem patnya,
tapi ia tak m au. Terjadi pertengkaran hingga pertunjukkan
berhenti. Sem ua penonton jadi kesal, berteriak-teriak m em aki
pem abuk itu. Si pem abuk m akin m arah, ia berteriak-teriak
m engejek. Para penonton m ulai m arah juga, beberapa orang
lelaki m elom pat turun ke gelanggang sam bil berteriak, “Pukul
dia! Lem par ke luar!” Ribut sekali, beberapa orang wanita m ulai
m enjerit. Pem ilik sirkus itu m engharap jangan terjadi keributan.
Ia m au m em beri kesem patan naik kuda pada si pem abuk asal
http://facebook.com/indonesiapustaka
saja orang itu berjanji untuk tidak ribut lagi, dan bila ia jatuh
janganlah m enyalahkan orang-orang sirkus. Sem ua penonton
tertawa, berpendapat bahwa keputusan itu m em ang baik. Begitu
pem abuk tadi berada di pelan a, kuda yan g ditun ggan gin ya
m elom pat-lom pat bagaikan gila, dipegang dengan susah payah
oleh dua orang petugas sirkus. Si pem abuk m erangkul leher kuda,
194 Mark Twain
tiap kali kuda itu m elonjak, kedua kakinya terlem par ke udara.
Sem ua penonton berdiri, berteriak-teriak, tertawa hingga air
m ata bercucuran. Kedua petugas sirkus tadi agaknya kewalahan,
pegangnya lepas, dan kudanya berlari bagaikan anak panah lepas
dari busurnya. Kuda tadi perpacu m engelilingi gelanggang, dengan
si pem abuk bergantung di lehernya, kaki kirinya bergantian
ham pir m enyentuh tanah di kiri atau kanan sisi kuda. Para
penonton bagaikan gila m elihat itu. Bagiku kejadian itu tak lucu
sam a sekali, tubuhku gem etar m engkhawatirkan keselam atan
penunggang kuda tolol itu. Tapi akhirnya si pem abuk berhasil
m eraih tali kendali walaupun tubuhnya m asih terjuntai. Dan
tiba-tiba ia m elom pat berdiri di atas pelana! Sem entara itu,
kudanya berlari bagaikan kebakaran ekor. Si penunggang terus
saja berdiri, tak peduli betapa tingkah kudanya, seolah-olah ia tak
pernah m abuk dalam hidupnya dan kem udian m ulai m encopoti
pakaiannya. Ternyata ia m em akai pakaian berlapis-lapis. Ada
kira-kira tujuh belas pasang pakaian dilepaskan dari tubuhnya.
Ketika pakaian-pakaian itu habis tam pak ia bertubuh bagus,
langsing, dengan pakaian ketat yang sangat indah ! Kudanya
m akin ganas karena dicam buk dan setelah beberapa lam a ia
m em bungkuk m em beri horm at, keluar dari gelanggang, m asuk
ke tem pat ganti pakaian. Kem bali tenda besar itu bergetar oleh
jeritan para penonton yang m erasa gem bira dan tertipu.
Tetapi yan g tam pak san gat kecewa adalah si pelatih.
Ternyata pem abuk tadi salah seorang anak buahnya! Agaknya
ia m engarang lelucon itu tanpa m em beri tahu siapa pun. Bila
http://facebook.com/indonesiapustaka
saja aku yang m enjadi pelatih itu, tak bisa kubayangkan m aluku,
diupah seribu dolar pun aku tak akan m erasa gem bira lagi. Aku
tak tahu, m ungkin ada sirkus lain yang lebih indah dari sirkus
yang kutonton itu, tapi bagiku sirkus ini tak ada bandingannya
lagi. Aku berjanji bila kapan berjum pa lagi dengan rom bongan
sirkus ini, aku akan m em bayar ongkos m asuk.
Petualangan Huckleberry Finn 195
DI GEDUNG PENGADILAN!
HANYA UNTUK TIGA MALAM!
Para pem ain sandiwara yang term asyhur di seluruh dunia:
DAVID GARRICK SI MUDA!
DAN
EDMUND KEAN SI TUA!
Anggota perkum pulan sandiwara di
London dan Daratan Eropa,
Mem persem bahkan suatu cerita tragedi m engharukan
atau
KEAJ AIBAN KERAJ AAN!!!
Ongkos m asuk 50 sen.
cepat-cepat hingga kau lewati sem ua rum ah, kem udian larilah ke
rakit seolah-olah dikejar hantu!”
Aku m enuruti perintah itu. Ia pun berbuat serupa. Kam i
berdua tiba di rakit pada saat yang sam a. Dan kurang dari dua
detik, rakit kam i telah m eluncur ke hilir, tanpa m em asang lentera,
m akin lam a m akin ke tengah sungai, tak seorang pun berkata-
200 Mark Twain
jadi tanggungan kita, jadi kita harus selalu ingat bahwa m ereka
raja dan pangeran, kita harus m aklum akan segala tindakannya.
Alangkah senangnya bila kita berada di suatu negara yang sam a
sekali tak punya raja.”
Apa gunanya m em beri tahu J im bahwa kedua orang ini sebe-
tulnya bukan raja dan pangeran yang sebenarnya? Tak akan ada
Petualangan Huckleberry Finn 203
faedahnya. Lagi pula m ereka m em ang tak beda dengan raja dan
pangeran sebenarnya.
Aku tidur. J im tak m em bangunkanku waktu giliranku berjaga
tiba. Ia sering begitu. Waktu aku bangun tepat sebelum m atahari
terbit, ia m asih duduk di tem patnya, kepala di antara lutut,
m engeluh dan bersedih. Aku pura-pura tidak tahu. Aku tahu, ia
m em ikirkan istri dan anak-anaknya, jauh di sebelah hulu sungai.
Ia rindu pada m ereka, belum pernah ia m engadakan perjalanan
sedem ikian jauh. Dan aku yakin seperti orang kulit putih, J im
pun m encintai keluarganya. Mem ang tam paknya tak m asuk akal,
tapi begitulah. Sering di waktu m alam bila dikiranya aku tidur
ia berkeluh kesah, “Elizabeth-ku sayang, J honny kecilku yang
m alang! Rasanya tak tertahan lagi bagiku. Mungkin kita tak akan
berjum pa lagi, tak akan lagi!” J im m em ang seorang negro yang
sangat baik.
Tapi kali ini entah bagaim an aku berhasil m engajaknya
berbicara ten tan g istri dan an ak-an akn ya. Dan akhirn ya ia
berkata, “Apa yang m em buatku sedih kali ini, tadi kude ngar suara
seper ti seseorang sedang m em ukul, m enam par, di rum ah di tepi
pantai itu. Aku jadi teringat betapa kejinya aku m em perlakukan
Elizabeth, anakku yang m asih kecil. Waktu itu ia sedang berum ur
em pat tahun, baru saja sem buh dari m alaria yang am at berat.
Suatu hari ia berdiri dekatku, dan aku berkata padanya, ‘Tutup
pintu!’, tapi ia sam a sekali tak beranjak dari tem patnya, m alah
tersenyum -senyum padaku. Aku jadi m arah, kubentak ia dengan
suara keras, ‘Tak dengarkah kau? Tutup pintu!’ Ia m asih saja diam ,
http://facebook.com/indonesiapustaka
Betapa m arahnya aku. Kudekati anak itu, akan kuhajar, tapi tepat
saat itu—pintu itu m enutup ke arah dalam —tepat saat itu angin
bertiup keras, m enghem paskan pintu hingga tertutup dengan
keras di belakang Elizabeth. Suaranya keras sekali, tapi anak itu
bergerak pun tidak! Sesak napasku. Dan aku... aku... oh, entah
apa yang kurasakan waktu itu. Diam -diam aku m asuk, m engam bil
jalan berkeliling hingga aku sam pai ke belakang pintu di belakang
Elizabeth. Tubuhku gem etar. Kubuka pintu perlahan, kujulurkan
kepalaku tanpa suara di belakang anak itu, dan m endadak
kubentak dia ‘Baaa!’ sekeras aku bisa. Tapi, ia tak bergerak sam a
sekali! Oh, Huck, seketika itu juga aku m enangis, kupeluk dia dan
aku berkata. ‘Oh, anakku sayang, anakku m alang! Sem oga Tuhan
Yang Maha Kuasa m engam puni si J im tua ini, sebab ia tak akan
bisa m engam puni dirinya sendiri, selam a ia hidup!’ Oh, ternyata
ia telah jadi bisu tuli, Huck, karena penyakit m alaria, jadi bisu
tuli! Dan aku m alah m enghajarnya!”
http://facebook.com/indonesiapustaka
SANG RAJA JADI PENDETA
ia akan pergi ke desa itu di tepi sungai yang term asuk da e rah
Arkansas untuk m elihat-lihat dulu sam bil m encari akal. Sang
raja pun berkata ia akan m engunjungi desa lain, tanpa rencana,
m enyerahkan nasib pada takdir untuk m enuntunnya ke suatu
sum ber keuntungan, dengan jalan penipuan m estinya, pikirku.
Pada pem berhentian terakhir sebelum ini, kam i sem ua telah
Petualangan Huckleberry Finn 207
dan istrinya m eninggal dunia tahun lalu. Kini yang m asih hidup
tinggal Harvey dan William s, dan, seperti kataku tadi, m ereka
terlam bat datang kem ari.”
“Apakah m ereka telah diberi kabar?”
“Oh, ya, sebulan atau dua bulan yang lalu, waktu Peter
pertama kali menderita sakit. Waktu itu Peter mendapat irasat
bahwa kali ini ia tak akan bisa sem buh lagi. Ia telah sangat tua,
anak-anak George terlalu m uda untuk m enem aninya dengan
baik, kecuali Mary J ane si ram but m erah. Agaknya setelah
George dan istrinya m eninggal dunia, Peter m erasa kesepian
dan tak ingin hidup lebih lam a lagi. Keras sekali keinginannya
untuk bertem u kem bali dengan Harvey, dan William juga, sebab
ia term asuk orang yang tak sam pai hati untuk m em buat surat
wasiat. Ia m eninggalkan suatu surat untuk Harvey, dan di surat
itu dikatakannya pada Harvey di m ana ia m enyem bunyikan
uangnya dan bagaim ana ia ingin harta bendanya dibagikan
sehingga sem ua anak gadis George terjam in hidupnya, sebab
George tak m eninggalkan warisan sedikit pun. Hanya surat itulah
yang ditulis oleh Peter.”
“Kenapa kira-kira Harvey belum juga datang? Di m ana ia
tinggal?”
“Oh, ia tinggal di Inggris, Shefield, jadi pendeta di sana.
Sam a sekali belum pernah ke negeri ini. Agaknya ia tak punya
waktu, lagi pula boleh jadi surat untuknya itu tak sam pai.”
“Kasihan Peter, tak tercapai keinginannya untuk m elihat
kem bali saudara-saudaranya. Kau akan pergi ke Orleans?”
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Ya, tapi itu hanya sebagian saja dari perjalananku. Aku akan
pergi naik kapal laut, hari Rabu depan, ke Rio de J a neiro, ke
rum ah pam anku.”
“J auh sekali perjalanan yang akan kau tem puh. Tapi pasti
m enyenangkan, ingin juga aku ikut. Apakah Mary J ane itu yang
tertua? Berapa um ur yang lain?”
210 Mark Twain
“Mary J ane sem bilan belas, Susan lim a belas. J oanna kira-
kira em pat belas. J oanna itulah yang sering m enyum bangkan
tenaga untuk pekerjaan am al, bibirnya sum bing.”
“Kasihan, dan kini m ereka tak bertem an lagi di dunia yang
kejam ini.”
“H m , tapi keadaan m ereka cukup baik. Peter pun ya
banyak sekali sahabat yang pasti tak akan m em biarkan para
keponakannya itu m enderita. Misalnya saja Hobson, si Pendeta
Baptis. Kem udian Pendeta Lot Hovey. J uga Ben Rucker, Abner
Shackleford, Dokter Robinson, dan ahli hukum Levi Bell. Dan
istri-istri sem ua orang itu, juga Nyonya J anda Bartley, itulah
sahabat-sahabat Peter yang terkarib. Ia sering m enulis tentang
m ereka dalam surat-suratnya ke Inggris, jadi Harvey pasti akan
tahu siapa saja yang bisa dianggapnya sahabat bila ia tiba di sini.”
Si tua itu terus saja bertanya, hingga seolah-olah m em om pa
habis segala yang diketahui si pem uda. Ia bertanya tentang
ham pir sem ua orang dan sem ua hal yang ada di kota, juga
tentang keluarga Wilks. Ia juga bertanya tentang pekerjaan Peter
(tukang sam ak), George (tukang kayu), dan Harvey (pendeta),
dan tentang banyak hal lagi. Kem udian ia bertanya, “Mengapa
kau berjalan kaki ke hulu untuk naik kapal uap itu?”
“Kapal itu kapal besar dari Orleans. Aku takut ia tak m au
berhenti di desa. Kapal besar biasanya tak m au berhenti bila kita
panggil. Kapal Cincinnati m ungkin m au berhenti, tapi ini kapal
St. Louis.”
“Apakah Peter Wilks itu kaya?”
“Oh, ya, sangat kaya. Ia punya banyak sekali rum ah dan
http://facebook.com/indonesiapustaka
tanah. Menurut dugaan, uangnya ada sekitar tiga atau em pat ribu
dolar, yang disem bunyikan entah di m ana.”
“Kapan dia m eninggal?”
“Malam tadi.”
“Penguburannya besok, m ungkin?”
“Ya, m enjelang tengah hari.”
Petualangan Huckleberry Finn 211
“Oh, sedih sekali. Tapi suatu waktu kita m em ang harus pergi.
J adi kita harus bersiap-siap, bila kita telah bersiap, kita tak usah
khawatir lagi.”
“Ya, Tuan, itulah cara terbaik. Ibuku selalu m engatakan
begitu juga.”
Waktu kam i m encapai kapal uap itu, ia ham pir selesai
m enaikkan m uatan. Tak berapa lam a ia berangkat. Sang raja sam a
sekali tak berkata apa-apa tentang kapal itu, jadi itu berarti bahwa
akhirnya aku tak bisa naik kapal. Seperginya kapal tadi, sang raja
m enyuruhku berdayung terus ke arah hulu kira-kira satu m il, ke
sebuah tem pat yang sepi. Ia naik ke darat dan berkata:
“Cepat pulang dan panggil sang pangeran, bawa kem ari,
suruh ia m em bawa tas-tas yang baru juga. Bila ia telah pergi
ke seberang, susul, sedang apa pun juga ia harus segera datang
kem ari. Berangkatlah!”
Aku tahu apa yang akan dikerjakannya. Tapi aku tak berkata
sepatah pun. Waktu sang pangeran telah kubawa ke tem pat itu,
perahu kam i sem bunyikan baik-baik. Sang raja dan sang pangeran
duduk di atas sebatang pohon rebah. Sang raja m enceritakan
setiap patah kata yang diucapkan oleh anak m uda tadi. Dan selam a
itu ia berbicara m eniru gaya orang Inggris. walaupun canggung,
tam paknya ia berhasil. Aku tak bisa m enirukannya, dan aku tak
akan m encoba, nam un betul-betul baik sekali ia m em ainkan
peran nya. Kem udian ia bertanya pada sang pangeran, “Bisakah
kau m eniru seseorang yang bisu dan tuli, Pangeran?”
Kata san g pan geran , tan ggun g beres saja, ia sudah
http://facebook.com/indonesiapustaka
tiga orang gadis. Mary J ane m em ang beram but m erah, tapi ia
sangat cantik, wajahnya bagaikan bercahaya, begitu gem bira
para pam annya datang. Sang raja m engem bangkan tangannya,
dan Mary J ane m elom pat ke dalam pelukannya, sem entara si
sum bing m elom pat pada sang pangeran. Dan m ulailah hujan air
m ata. Sem ua orang m enangis, sedikitnya sem ua wanita, m enangis
Petualangan Huckleberry Finn 215
gem bira karena keluarga yang terpisah jauh kini bertem u kem bali
dengan m esra.
Sang raja diam -diam m em beri isyarat pada sang pange ran—
aku m elihat isyarat itu—kem udian m elihat berkeliling, sam pai
dilihatnya peti m ayat di sudut kam ar, di atas dua buah kursi. Dia
dan sang pangeran, saling bergandengan sem entara tangan yang
lain m enutup m ata, berjalan perlahan dan khidm at m endekati peti
m ati itu. Sem ua orang m enyisih, sem ua suara terhenti, beberapa
orang berseru, “Sssst!” Sem ua pria m encopot topi m asing-m asing,
m enundukkan kepala. Begitu sunyi keadaannya, hingga bilapun
ada jarum jatuh pasti akan terdengar. Sang pangeran dan sang raja
m elihat ke dalam peti m ati, sekejap kem udian m ereka m enangis
m eraung-raung, begitu keras agaknya hingga bisa terde ngar di
Orleans. Mereka saling peluk kini, saling m enopang dagu pada
bahu, dan ya am pun, belum pernah aku m elihat dua orang lelaki
m encucurkan air m ata begitu deras, selam a tiga atau em pat
m enit, seperti kedua orang itu. Dan harus diingat bahwa sem ua
hadirin juga berbuat serupa, betul-betul tem pat itu jadi lem bab
oleh air m ata! Kem udian sang raja dan sang pangeran berlutut di
kedua sisi peti m ati itu, m enum pangkan dahi m ereka pada bibit
peti dan pura-pura berdoa. Ini lebih m em buat suasana kesedihan
m akin berat m enim pa hadirin, kini sem ua orang tanpa kecuali
m enangis keras sekali tersedu-sedu. Gadis-gadis tadi juga, dan
ham pir sem ua wanita bangkit bediri, tanpa bersuara m endekati
ketiga gadis tersebut, dengan khidm at m encium dahi m ereka,
m enengadah ke langit sebentar dengan air m ata bercucuran. Tak
http://facebook.com/indonesiapustaka
perjalanan em pat ribu m il, ia tak bisa m enjum pai saudaranya itu
dalam keadaan hidup. Tapi penderitaannya itu sangat diperingan
oleh keakraban sem ua orang yang m encoba m enghiburnya, serta
oleh air m ata suci yang m ereka cucurkan. Ia berterim a kasih
pada m ereka, rasa terim a kasih tulus yang keluar dari hatinya
dan hati alm arhum , sebab tak bisa ia m engucapkan rasa terim a
kasih tersebut, tak ada kata-kata yang bisa m enggam barkannya.
Dem ikian seterusnya, kata-katanya m alahan m em buat hatiku
am at sakit. Sam pai akhirnya ia m engucapkan “Am in” m enutup
pidatonya, kem bali m enangis m eraung-raung.
Begitu sang raja selesai berpidato, seseorang di antara hadirin
itu m ulai m enyanyi, diikuti oleh sem ua orang dengan penuh pera-
saan. Menyenangkan sekali kedengarannya, se perti saat hendak
pulang dari gereja. Lagunya m em ang indah, dan sesudah m elihat
om ong-kosong yang dikatakan oleh sang raja, lagu tadi terdengar
begitu jujur dan sedap didengar.
Sang raja m ulai berbicara lagi. Katanya ia dan sem ua kepona-
kannya akan sangat gem bira bila beberapa sahabat karib keluarga
alm arhum m au hadir di rum ah itu untuk m akan m alam nanti,
m em bantu m em persiapkan jenazah. Bila saja alm arhum yang
terbaring di situ bisa berkata, ia akan tahu siapa yang diundang,
sebab nam a-nam a m ereka sudah sering disebut dalam surat-
suratnya, seperti: Tuan Pendeta Hobson, Pendeta Lot Hovey,
Tuan Ben Rucker, Abner Shackleford, Levi Bell, Dokter Robinson,
sem ua beserta istri m ereka, dan Nyonya J anda Bartley.
Pendeta Hobson dan Dokter Robinson sedang m elakukan
http://facebook.com/indonesiapustaka
ia– tunggu, baik kutanya dia,” sang raja berpaling pada sang
pangeran, m em beri berbagai isyarat dengan tangannya. Sang
pan geran m em perhatikan isyarat-isyarat itu, beberapa saat
wajahnya tak berubah, seakan-akan tak m engerti. Kem udian
tiba-tiba wajah itu jadi gem bira, ia m elom pat, m engeluar kan
suara tak keruan, dengan gem bira m em eluk sang raja lim a
belas kali. Sesudah dilepaskan sang pangeran, sang raja berkata,
“Aku telah tahu, kukira itu tadi cukup m eyakinkan sem ua orang
tentang pendapatnya. Nah, inilah, Mary J ane, Susan, dan J oanna,
am billah uang ini– am bil sem uanya! Ini adalah pem berian dari
dia yang terbaring di sana itu, sudah dingin kini, tapi pasti juga
akan ikut bergem bira akan peristiwa ini.”
Mary J an e m em eluk san g raja, Susan dan si Sum bin g
m em eluk san g pangeran . Belum pern ah aku m elihat oran g
berpelukan dan bercium an begitu gem bira. Sem ua orang m ulai
m encucurkan air m ata lagi, dan sem ua orang ingin berjabat
tangan dengan kedua bajingan itu sam pai agaknya tangan m ereka
akan putus. Setiap kali berjabat tangan orang-orang itu berkata,
“Betapa sucinya jiwa Tuan, betapa indahnya, oh, betapa agungnya
perbuatan Tuan!”
Setelah itu sem ua orang ribut m em bicarakan alm arhum lagi.
Tentang kebaikan hatinya, dan tentang betapa sedihnya m ereka
ditinggalkan alm arhum . Tanpa diketahui siapa pun seseorang
bertubuh besar dan berahan g m en on jol m asuk, m em asan g
telinga dan m em perhatikan sem ua yang sedang terjadi. Ia tak
berkata sepatah pun, dan tak ada orang yang m enyapanya
sebab waktu itu sang raja sedang berbicara lagi dan sem ua
http://facebook.com/indonesiapustaka
dengarkan. Usir kedua penipu yang tak patut dikasihani ini, aku
m inta kau m engerjakan kataku ini. Maukah kau?”
Mary J ane m enegakkan kepala, ia jadi bertam bah cantik
berlipat ganda. Katanya, “Inilah jawabku!” Diangkatnya karung
uang berisi enam ribu dolar tadi dan ditaruhnya di tangan sang
raja, dan berkata, “Am billah yang enam ribu dolar ini. Atur
pem akam annya bagi kam i, aku dan adik-adikku, sesuka Pam an.
Kam i tak m em butuhkan tanda terim a kasih untuk uang ini.”
Kem udian ia m em eluk sang raja di satu sisi, Susan dan si
Sum bing di sisi yang lain. Sem ua orang bertepuk tangan dan
m enghentakkan kaki ke lantai hingga gem uruh suaranya. Sang
raja tersenyum bangga.
Dokter Robinson berkata, “Baiklah kalau begitu. Aku cuci
tangan akan peristiwa ini. Tapi ingat. Suatu waktu akan datang
m asanya, kalian akan jadi sakit setiap kali kalian ingat peristiwa
hari ini.” Ia berpaling, keluar.
“Baiklah, Dokter,” sang raja berkata m engejek, ”J ika ada
yang sakit, kam i akan m em anggil Tuan!” Sem ua orang tertawa
m endengar jawaban ini yang dianggap sangat tepat.
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKU MENCURI HASIL
RAMPOKAN SANG RAJA
suatu sudut terdapat koper ram but yang sudah tua, dan di sudut
lainnya sebuah kotak gitar. J uga terlihat benda-benda tetek
bengek yang selalu m em enuhi kam ar seorang gadis. Kata sang
raja barang-barang itu m alah m em buatnya m erasa kerasan, jadi
tak usah dipindah tem patnya. Kam ar sang pangeran lebih kecil,
tetapi cukup bagus. Begitu pun kam arku.
Malam n ya kam i m en gadakan suatu perjam uan m akan
m alam . Meriah sekali. Sem ua yang diundang datang. Aku berdiri
di belakang sang raja dan sang pangeran, m elayani m ereka, orang-
orang lain dilayani oleh budak-budak negro. Mary J ane duduk di
kepala m eja, Susan di sam pingnya. Mereka tak habis-habisnya
berkata bahwa biskuitnya jelek, m akanan sim panannya tak enak,
ayam panggangnya liat, dan cacat-cacat lainnya, cara yang biasa
digunakan oleh kaum wanita untuk m em ancing-m ancing pujian.
Para tam u yang tahu bahwa sem ua yang terhidang itu tak bisa
dicela lagi berkata, “Oh, bagaim ana kau bisa m em buat biskuit
sebagus ini?” dan ”Dari m ana kau beli acar yang lezat ini?”
dan lain-lain om ong-kosong yang selalu diucapkan orang pada
jam uan sem acam itu.
Waktu jam uan m akan selesai, aku dan si Sum bing m akan
di dapur, m akan yang tersisa dari jam uan tersebut, sem entara
saudara-saudaranya m em bantu para pelayan m em bersihkan alat-
alat m akan. Si Sum bing m enguras segala pengetahuan tentang
Inggris. Dan kerap kali aku m engalam i detik-detik berbahaya.
“Pernahkah kau m elihat Sang Raja?” tanyanya.
“Siapa? William IV? Tentu saja. Ia anggota gereja kam i.” Aku
http://facebook.com/indonesiapustaka
perapian untuk m em anaskan air itu. Di tepi laut tak akan bisa
orang m em anaskan begitu banyak air. Tak ada alatnya, sedang
William ingin agar air lautnya panas.”
“Aku m engerti kini. Kenapa tak kau katakan sedari tadi, jadi
tak usah m em buang-buang waktu.”
Dengan perkataannya itu tahulah aku telah lolos dari lubang
jarum . Hatiku tenteram lagi, dan gem bira. Kem udian si Sum bing
bertanya lagi, “Apakah kau juga pergi ke gereja?”
“Ya, setiap Minggu.”
“Di m ana kau duduk?”
“Di bangku kam i.”
“Bangku siapa?”
“Bangku kam i. Bangku pam anm u, Harvey.”
“Bangkunya? Untuk apa bangku baginya?”
“Untuk duduk. Untuk apa lagi?”
“Wah, bukankah ia ada di m im barnya?”
Terkutuk! Aku lupa bahwa ia seorang pendeta. Aku terjebak
lagi. J adi terpaksa berpura-pura tertelan tulan g lagi un tuk
berpikir. Kem udian kataku, “Astaga, kau kira di gereja kam i
hanya ada seorang pendeta?”
“Untuk apa banyak-banyak?”
“Untuk apa? Berkhotbah di depan raja hanya dengan seorang
pendeta? Belum pernah kulihat seorang gadis seperti engkau. Ada
tujuh belas orang pendeta di gereja kam i.”
“Tujuh belas! Ya am pun! Tak akan tahan aku m enghadiri
gereja seperti itu, walaupun terpaksa habis dalam sem inggu.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
Kataku pada diriku lagi, inilah yang kubiarkan lagi diram pok
bajingan tua itu.
Kem bali Mary J ane am bil giliran, kini dengan nasihat-
n asihat yan g m an is dan lem but, yan g m em an g m erupakan
kebiasaannya bila berbicara. Serangan terakhir ini m erem ukkan
hati si Sum bing. Terpaksa ia m enangis.
230 Mark Twain
akan banyak kesem patan bagiku untuk m engam bil uang itu.
Akan kucuri dan kusem bunyikan di suatu tem pat. Kelak bila
aku telah jauh berada di hilir sungai, aku akan berkirim surat
pada Mary J ane m enunjukkan tem pat persem bunyian uangnya.
Tapi agaknya lebih baik bila uang itu kusem bu nyikan m alam ini.
Aku tak bisa m enduga berapa banyak yang sudah diketahui oleh
Dokter Robinson, m ungkin ia berhasil m enakut-nakuti kedua
penipu itu hingga m ereka m elarikan diri lebih cepat.
J adi, sekaranglah saatnya untuk m encari dan m enggeledah
kam ar m ereka. Gang di tingkat atas gelap, tapi bisa kutentukan
kam ar sang pangeran. Aku m eraba-raba di dalam nya sam pai
aku teringat bahwa tak m ungkin sang raja m au m enitipkan
uangnya pada orang lain, jadi kutinggalkan kam ar sang pangeran,
pergi ke kam ar raja. Di sana aku pun m eraba-raba dalam gelap.
Rasanya tanpa m enggunakan lilin tak m ungkin tujuanku tercapai,
tetapi tentu saja aku tak berani m enyalakan lilin. J adi aku cari
cara yang lebih m udah, yaitu m enunggu sam pai m ereka m asuk
dan m engintai di m ana tem pat m ereka m enyem bunyikan uang
itu. Baru saja aku berpikir begitu, kudengar suara langkah
kaki m endekat. Kupikir aku harus segera m enyusup ke bawah
tem pat tidur. Tapi ternyata tem pat tidur itu tidak di tem pat
yang kuperkirakan. Tanganku bukan m enyentuh tem pat tidur,
m elainkan m enyentuh tirai kain yang dipakai untuk m enutupi
pakaian Mary J ane. Tak ada waktu lagi, aku m enyuruk m asuk di
antara gaun-gaun yang banyak itu dan m enahan napas.
Sang raja dan sang pangeran m asuk, m enutup pintu. Yang
http://facebook.com/indonesiapustaka
Tapi sang raja telah m enem ukan kantung uangnya sebelum aku
selesai berpikir, dan agaknya ia tak m enaruh curiga bahwa aku
berada di situ. Kantung itu dim asukkannya ke dalam kasur jeram i
yang terletak di bawah kasur bulu, m em asukkannya satu atau
dua kaki di antara jeram i-jeram i itu. Mereka puas dengan tem pat
itu, sebab seorang budak hanya akan m em bereskan kasur bulu,
234 Mark Twain
sedang kasur jeram i hanya akan dibalik dua kali dalam setahun,
jadi tak ada bahaya uang itu akan ditem ukan tanpa sengaja.
Tapi aku lebih sigap. Sebelum kedua orang itu m encapai
pertengahan tangga ke bawah, kantung uang itu telah kuam bil.
Aku m eraba-raba dalam kegelapan m enuju bilikku di loteng,
m enyem bunyikan uang itu di sana sebelum aku m endapatkan
tem pat persem bunyian lain yang lebih baik. Kukira tem pat
persem bun yian yan g baik ialah di luar rum ah, sebab bila
kehilangan ini sudah diketahui, kedua orang itu pasti akan
m enggeledah seluruh rum ah. Aku tahu itu. Aku tidur tanpa
m em buka pakaianku. Tapi aku tak bisa tertidur, begitu gelisah
aku untuk m enyelesaikan rencanaku. Akhirnya kudengar raja
dan pangeran naik ke tingkat atas. Aku berguling dari kasurku,
m eletakkan daguku di puncak tangga bilik, m enunggu kalau-
kalau terjadi sesuatu. Tetapi tak terjadi apa-apa.
Aku terus berjaga sam pai rum ah benar-benar sunyi. Lalu aku
turun tanpa m engeluarkan suara.
http://facebook.com/indonesiapustaka
MAYAT PETER MENYIMPAN
UANGNYA KEMBALI
oleh selem bar kain basah, dan kain kafannya. Aku selundupkan
kantung uang tadi jauh di bawah tutup peti m ati, di bawah tangan
alm arhum yang bersilang. Berdebar hatiku, tersentuh olehku
tangannya yang dingin itu. Aku berlari kem udian, ke balik pintu.
Yan g datan g tern yata Mary J an e. Perlahan sekali ia
m endekati peti m ati dan berlutut, m elihat pada wajah pam annya.
Ia m engangkat sapu tangan, m ulai m enangis, walaupun tak ku-
dengar suaranya dan ia m em belakangiku. Aku m enye linap keluar,
waktu m elewati kam ar m akan kupikir aku harus m eyakinkan diri
bahwa para penjaga tadi tak m elihatku m asuk. Kuintai m ereka
dari celah pintu. Tapi sem ua beres. Tak ada di antara m ereka yang
bergerak.
Aku m enyelinap m asuk ke bilikku, pikiranku kacau sebab
rencanaku buyar berantakan setelah aku bersusah payah dan
m enem puh bahaya untuk m elaksanakannya. Bila saja uang itu
tak akan berpindah dari tem patnya, bereslah, bila aku telah
berada seratus m il atau dua ratus m il di hilir aku bisa m enulis
surat pada Mary J ane agar ia m em buka kem bali kubur pam annya
untuk m endapatkan uangnya. Tapi rasanya tak akan terjadi
seperti rancanganku. Uang itu akan ditem ukan pada saat tutup
peti m ati itu akan dipaku. J adi setelah aku bersusah payah, uang
itu akan kem bali ke tangan raja, dan akan lebih sulit lagi untuk
dicuri. Tentu saja aku ingin turun kem bali untuk m em indahkan
uang tersebut, tapi aku tak berani. Menit-m enit berlalu dengan
cepat, hari m ulai m endekati pagi, para penjaga pasti sudah ada
yang terba ngun, besar kem ungkinan aku akan tertangkap dengan
http://facebook.com/indonesiapustaka
paling baik aku tutup m ulut saja, tak m enulis apa-apa. Rencanaku
betul-betul kacau, kini m akin berantakan lagi. Betapa senangnya
bila aku tak begitu usil untuk ikut cam pur urusan ini.
Peter selesai dikubur, kam i pulang. Aku m ulai m em per-
hatikan setiap wajah lagi. Terpaksa, aku gelisah terus. Tetapi
wajah-wajah itu tak m engisyaratkan apa-apa padaku.
240 Mark Twain
pun sam pai percaya bahwa m ereka sedih, begitu juga engkau,
begitu juga sem ua orang. J angan berkata padaku lagi bahwa
orang negro tak punya bakat untuk m ain sandiwara. Cara m ereka
berm ain hari itu betul-betul bisa m enipu sem ua orang! Menurut
hem atku, orang-orang negro bisa dipergunakan dengan baik. Bila
saja aku punya m odal dan punya gedung sandiwara, aku tak akan
Petualangan Huckleberry Finn 243
m em butuhkan cerita lain kecuali kejadian hari itu dan kita jual
sem ua orang itu cum a-cum a! Ya, secara cum a-cum a, sebab kita
belum m endapatkan wesel itu.”
“Wesel itu ada di bank, siap untuk kita am bil. Tak usah
khawatir.”
“Kalau begitu, baiklah, kita harus bersyukur.”
Dengan pura-pura m alu aku bertanya, “Apakah ada yang
tidak beres?”
San g raja berpalin g padaku dan m em ben tak, “Bukan
urusanm u! Kau tutup m ulut saja, dan urus sendiri urusanm u bila
kau m em punyai urusan. Selam a kau ada di sini, jangan lupa itu,
dengar?”
Kem udian ia berkata pada sang pangeran, “Terpaksa harus
kita terim a saja kesialan ini, dan tak berkata apa-apa pada siapa
pun.”
Waktu m ereka m enuruni tangga, pangeran tertawa bergum am
lagi, “Penjualan cepat dan sedikit laba! Usaha yang sangat bagus,
ya!”
San g raja berpalin g, m en ggeram , “Aku sudah berusaha
sebaik-baiknya dalam m enjual barang-barang warisan itu dengan
cepat. Bila labanya tak ada, kurang banyak, dan tak ada yang bisa
kita bawa, apakah itu kesalahanku saja, dan kau tak bersalah
sam a sekali?”
“Setidak-tidaknya barang-barang itu akan m asih ada di
dalam rum ah ini, sedang kita sudah jauh dari tem pat ini, bila saja
nasihatku ada yang m au m endengarnya.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
keluarga negro itu tak akan bisa berkum pul lagi untuk selam a-
lam anya. Agaknya m akin lam a gadis itu bertam bah sedih juga,
sam pai akhirnya tangisnya m enjadi-jadi, ia m engangkat tangannya
dan berkata, “Aduhai, rasakan pecah hatiku m em ikirkan betapa
m ereka, bahkan tak akan bisa lagi bertem u m uka, untuk selam a-
lam anya!”
“Tetapi m ereka akan berkum pul lagi dan hanya dalam waktu
dua m inggu lagi, aku tahu betul itu!” kataku.
Astaga! Aku telah lancang bicara! Dan sebelum aku bisa
m en ghin dar, aku telah dipelukn ya, dan ia m in ta agar aku
m engatakan kalim at tadi sekali lagi dan sekali lagi dan sekali lagi.
Sesaat aku sangat bingung. Kum inta agar dia m em beri kesem -
patan padaku untuk berpikir. Mary J ane m enunggu, tak sabar,
gelisah dan tam pak sangat cantik, tetapi tam pak juga bahagia
dan lega seperti orang yang sakit gigi selesai dicabut. Kupikir,
seseorang yang m enceritakan keadaan sebenarnya pada waktu
ia sudah am at tersudut, akan m enghadapi bahaya, walaupun aku
begitu yakin, sebab belum berpengalam an dalam hal itu. Tapi
dalam keadaan ini, agaknya lebih m engun tungkan bila kukatakan
hal yan g seben arn ya daripada harus berdusta. Aku harus
m em ikirkan lagi persoalan ini bila ada waktu, sebab rum it sekali
tam paknya– belum pernah aku m enghadapi persoalan serum it
ini. Akhirnya kuputuskan untuk m encobanya, akan kucoba untuk
tidak berdusta kali ini, walaupun keadaannya seperti kita duduk
di atas tong m esiu yang kita sulut sum bunya untuk m elihat
sam pai di m ana kita akan terlem par oleh ledakannya.
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Nona Mary J ane, apakah ada suatu tem pat di luar kota ini
yang bisa nona tinggali untuk kita-kira tiga atau em pat hari?”
tanyaku.
“Ya. Tem pat Tuan Lothrop. Kenapa?”
“J angan bertanya m engapa dulu. Bila kukatakan padam u
bahwa orang-orang negro itu akan berkum pul kem bali pa ling
Petualangan Huckleberry Finn 247
lam bat dua m inggu lagi dan kubuktikan bagaim ana aku bisa
seyakin itu, m aukah kau pergi ke rum ah Tuan Lothrop dan tinggal
selam a em pat hari?”
“Em pat hari!” kata Mary J ane. “Setahun pun aku sanggup.”
“Baiklah. Aku hanya m em butuhkan kesediaanm u saja untuk
bisa kupercaya. Kesediaanm u lebih berharga daripada sum pah
orang lain.” Mary J ane tersenyum dengan pipi m em erah hingga
tam pak sangat cantik. Aku berkata lagi, “Bila kau tak berkeberatan,
akan kututup pintu dan kukunci.”
Selesai m en utup dan m en gun ci pin tu, aku duduk lagi,
dan berkata, “J angan kau berteriak, jangan kau m enjerit. Kau
m enerim a kabar ini dengan bersikap jantan. Akan kukatakan
suatu kebenaran, dan kau harus bersiap saja untuk itu, Nona
Mary J ane, sebab ini adalah kabar paling buruk dan sangat pahit,
tapi terpaksa kukatakan juga. Pam an-pam an ini sebenar nya
bukanlah pam anm u! Mereka hanyalah sepasang penipu ulung.
Nah, itulah bagian yang terburuk dari kabar ini. Kini kau bisa
m enerim a yang lainnya dengan lebih m udah.”
Tentu saja kata-kataku itu sangat m engguncangkan hatinya,
tapi tak ada jalan m undur lagi bagiku, jadi kuceritakan saja
sem uanya. Makin lam a m atanya m akin berapi-api. Kuceritakan
sem uanya, dari saat kam i m em bawa si orang tolol ke kapal uap
sam pai saat ia m elem parkan dirinya ke dalam pelukan sang raja
di pintu depan dan sang raja m encium nya enam atau tujuh belas
kali saat itu. Mary J ane m elom pat dengan wajah sem erah langit
di senja hari, “Bangsat itu! Ayo, jangan buang waktu sedikit pun,
http://facebook.com/indonesiapustaka
kita lum uri m ereka dengan aspal dan kita lekati dengan bulu, lalu
kita buang ke sungai!”
“Ayolah, tapi kapan? Sebelum kau pergi ke rum ah Tuan
Lothrop atau....”
“Oh!” Mary J ane terkejut, duduk lagi. “Apa yang kupikirkan!
J angan pedulikan kata-kata tadi, kum ohon ja ngan-jangan kau
248 Mark Twain
Bila aku tak m uncul sam pai pukul sebelas, dan bila tak m uncul-
m uncul lagi, itu berarti aku telah pergi dan tak akan m endapat
bahaya lagi. Saat itulah kau sebarkan rahasia ini, dan kau
penjarakan kedua penipu itu.
“Bagus! Akan kukerjakan rencana itu.”
“Dan bila ternyata aku tak bisa lari, tertangkap bersam a
m ere ka, kau harus m em belaku dengan berkata bahwa telah
kuceritakan sem ua ini sebelum rahasia m ereka terbongkar. Kalau
bisa kau harus m enyelam atkan aku.”
“Menyelam atkanm u? Tentu saja! Akan kujaga jangan sam pai
sehelai ram butm u disentuh orang,” sahut Mary J ane dengan
cuping hidung berkem bang dan m ata m enyala.
“Bila aku berhasil lari, aku tak akan ada di sini untuk
m em buktikan bahwa kedua orang ini hanyalah penipu belaka.
Walaupun aku ada di sini, aku pun tak akan bisa m engerjakan hal
itu, tak akan ada yang m em percayaiku. Aku hanya bisa bersum pah
bahwa m ereka itu penipu dan gelandangan. Tapi ada orang-orang
yang bisa m em beri bukti lebih baik lagi, orang-orang yang tak
akan begitu m udah diragukan kata-katanya. Akan kutunjukkan
bagaim ana kau bisa m enghubungi orang-orang tersebut. Coba,
m inta pena dan kertas. Nah: “Keajaiban Kerajaan, Bricksville”.
Sim pan kertas ini, jangan sam pai hilang. Bila pengadilan ingin
tahu lebih banyak tentang kedua orang ini, suruh seseorang pergi
ke Bricksville, katakan pada orang-orang di sana bahwa orang-
orang yang m em ainkan ‘Keajaiban Kerajaan’ ada di sini dan
m inta beberapa orang saksi. Rasanya dalam sekejap m ata seisi
http://facebook.com/indonesiapustaka
kota itu akan ada di sini, Nona Mary, dan m ereka akan datang
dengan penuh kem arahan pula.”
Kukira sudah beres sem uanya, jadi aku pun berkata: “J angan
khawatir lagi, Nona Mary, biarkan pelelangan ini berlangsung
terus. Tak akan ada yang harus m em bayar sam pai sehari setelah
lelang karena sem pitnya waktu. Kedua penipu itu tak akan pergi
250 Mark Twain
dari sini sebelum uangnya m ereka dapat sem ua. Dan bila rencana
kita berjalan lancar, m ereka tak akan m endapatkan uang sam a
sekali. Orang-orang negro itu juga akan m engalam i hal yang
sam a– penjualannya akan dinyatakan tak berlaku, m ereka akan
kem bali lagi kem ari. Uang untuk orang-orang negro itu tak akan
bisa m ereka am bil, Nona Mary, m ereka kini sangat tersudut.”
“Baiklah kalau begitu. Aku akan segera sarapan dan langsung
pergi ke rum ah Tuan Lothrop.”
“J angan begitu, Nona Mary J ane, jangan. Pergilah sebelum
sarapan.”
“Mengapa?”
“Tahukah kau kenapa harus pergi dulu?”
“Oh, ya, tak terpikir olehku, dan setelah kupikirkan rasanya
aku tak tahu. Kenapa?”
“Sebab Nona bukanlah orang yang pandai bersandiwara.
Mukam u bagaikan buku yang terbuka, setiap orang dengan
m udah bisa m engetahui apa yang sedang kau pukirkan. Kau kira
kau bisa m enghadapi kedua orang pam anm u itu waktu sarapan,
di m ana m ereka akan m em beri cium an selam at pagi padam u
dan....”
“Oh, jangan teruskan lagi. Ya, aku akan pergi sebelum
sarapan. Aku akan gem bira karenanya. Tapi bagaim ana saudara-
saudaraku?”
“Mereka tak akan apa-apa, m ereka harus m en an ggun g
kegilaan ini untuk beberapa saat lagi. Kedua orang itu akan curiga
bila kalian bertiga pergi bersam a-sam a. Aku tak ingin kau pam it
http://facebook.com/indonesiapustaka
kedua pam anm u, dan akan kukatakan bahwa kau pergi beberapa
jam untuk beristirahat atau untuk m engunjungi seorang tem an
sam pai m alam nanti.”
“Katakan bahwa aku m en gun jun gi seoran g tem an , tapi
jangan katakan aku berkirim salam horm at dan cintaku pada
kedua bangsat itu.”
“Baiklah,” kataku, “tak apalah m enipunya sedikit.” Berbohong
sedikit tak apa, m alah bohong yang sedikit itulah yang biasanya
m elicinkan jalan di daerah Selatan ini. Dus taku akan m em buat
hati Mary J ane lega dan aku sendiri tak akan rugi karenanya.
Kem udian aku berkata, “Ada satu hal lagi, kantung uang itu.”
“Telah dim iliki m ereka. Betapa m alunya aku bila m engingat
bagaim ana cara m ereka m em iliki kantung uang itu.”
“Dalam hal ini kau keliru. Kantung uang tersebut tak ada
pada m ereka.”
“Astaga, lalu siapa yang m em bawanya?”
“Aku juga tak tahu. Dulu aku tahu, sebab kucuri dari m ereka.
Kucuri untuk kuberikan padam u. Aku tahu di m ana kusem bu-
nyikan, tapi aku takut kalau kantung itu kini tak ada di tem pat itu
lagi. Aku am at m enyesal, Nona Mary J ane, am at sangat m enyesal
sekali. Telah kuusahakan sekuatku, dem i Tuhan! Ham pir saja aku
tertangkap basah oleh m ereka, dan terpaksa kutaruh di tem pat
yang m ula-m ula kutem ui, kem udian aku lari. Ternyata tem pat itu
bukanlah tem pat yang baik.”
“Oh, jan gan m en yesali dirim u, tak kuperken an kan kau
m enyesali dirim u, kau terpaksa, jadi bukan salahm u. Di m ana
http://facebook.com/indonesiapustaka
secarik kertas dan bisa kau baca nanti dalam perjalanan ke rum ah
Tuan Lothrop, bagaim ana?”
“Baiklah.”
Kutulis: “Kutaruh di dalam peti m ati. Saat itu kau sedang
m enangis, di tengah m alam . Aku berada di belakang pintu, dan
sangat sedih m elihat keadaannya.”
Air m ataku tergen an g sedikit m en gen an g ia m en an gis
seorang diri di tengah m alam itu, sedang kedua setan penipu itu
tidur nyenyak di bawah atap rum ahnya, kulihat bahwa m atanya
pun penuh air m ata. Dijabatnya tanganku dan katanya, “Selam at
berpisah. Akan kukerjakan sem ua yang kau nasihatkan. Bila aku
tak bertem u lagi denganm u, aku tak akan lupa padam u, dan
sam pai kapan pun aku akan selalu m engenangm u. Aku pun akan
berdoa untukm u!” Lalu ia berangkat.
Berdoa untukku! Kukira bila ia tahu betapa banyak dosaku,
pastilah ia akan m encari pekerjaan yang lebih ringan daripada
berdoa untukku. Tetapi kukira ia akan betul-betul m engerjakan
apa yang dikatakannya, tak peduli betapa beratnya. Bahkan
kukira ia cukup pun ya kekerasan hati un tuk m en doakan
keselam atan Yudas, bila saja hal itu terpikir olehnya—ia tak
akan pedulikan segala rintangan yang ada. Menurut pendapatku,
hanya Mary J ane gadis yang berhati baja di dunia ini. Ini bukan
san jun gan , begitulah m em an g. Apalagi kalau diban din gkan
tentang kecantikan serta kebaikan hati, tak akan ada yang bisa
m engalahkan Mary J ane. Sejak ia keluar dari kam ar itu, tak
pernah lagi aku bertem u dengannya. Tapi jutaan kali gam baran
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Banyak, cam pur sakit cam pak, batuk kering, sakit perut,
sakit kuning, dem am otak, dan entah apa lagi.”
“Astaga! Dan itu dinam akan sakit gondok?”
“Begitulah kata Nona Mary J ane.”
“Men gapa pen yakit yan g begitu ban yak itu din am akan
gondok?”
254 Mark Twain
naik ke kapal? Kau tahu, hal itu tak akan m ungkin terjadi. Pa ling-
paling yang akan diperbuatnya adalah berkata ‘Sayang sekali, tapi
rasanya gerejaku di Inggris terpaksa m enungguku lebih lam a lagi,
sebab keponakanku ada kem ungkinan telah kejangkitan salah
satu penyakit gondok, jadi sudah m enjadi kewajibanku untuk
m enunggu di sini sam pai tiga bulan, untuk m engetahui apakah
keponakanku kejangkitan atau tidak.’ Tapi tak usah kau pikirkan
lagi, cepatlah pergi ke pam anm u Harvey....”
“Bah! Dan karena itu kam i harus m enghabiskan waktu di sini
m enunggu sam pai ada kepastian bahwa Mary J ane kejangkitan
atau tidak, sedang sesungguhnya kam i akan sudah berada di
Inggris?”
“Setidak-tidaknya kau bisa m engatakan kejadian ini pada
para tetangga.”
“Kau ini betul-betul tolol! Tak tahukah kau bahwa m ereka
pasti akan m em beri tahu Pam an Harvey? J alan yang terbaik
adalah tidak m em beri tahu siapa pun tentang hal ini.”
“Kukira kau betul, ya, aku yakin kau benar.”
“Tapi kukira kita harus m em beri tahu Pam an Harvey bahwa
Mary J ane pergi untuk beberapa waktu, supaya dia tidak gelisah?”
“Ya, Nona Mary J ane m em ang berpesan padaku. Katanya,
‘Suruh adik-adikku m en yam paikan salam dan horm at, dan
cintaku serta cium untuk Pam an Harvey dan Pam an William ,
katakan aku pergi ke seberang, ke rum ah Tuan-tuan—siapa yang
sering ditulis dalam surat pam anm u Peter—itu keluarga kaya
http://facebook.com/indonesiapustaka
yang....”
“Maksudm u keluarga Lothrop, bukan?”
“Oh, ya sulit betul nam a-nam a di sini, susah diingat! Ya,
Nona Mary J ane berkata ia akan pergi ke rum ah Tuan Lothrop,
m inta agar m ereka datang waktu lelang. Ia akan m inta agar
Tuan Lothrop m em beli rum ah ini, sebab m enurut pendapatnya,
256 Mark Twain
pam annya Peter akan lebih senang bila rum ah ini dim iliki
keluarga itu daripada orang lain. Ia akan berada di sana sam pai
m ereka m enyanggupi perm intaannya itu. Dan bila ia tak terlalu
lelah, ia akan pulang m alam ini. Tapi kalau terpaksa besok pagi
ia akan kem bali kem ari lagi. Nona Mary J ane berpesan kalian
tak boleh m engatakan apa-apa tentang keluarga Proctor, hanya
tentang keluarga Lothrop saja, yang sam a benarnya, sebab toh ia
m em ang akan m engunjungi m ereka juga untuk berbicara tentang
rum ah ini. Aku tahu betul, sebab ia sendiri yang berkata begitu.”
“Baiklah!” kedua orang gadis itu m enunggu pam an-pam an
m ereka untuk m enyam paikan salam horm at, cinta, dan cium
Mary J ane, dan m engatakan pesan gadis itu.
Sem ua beres kini. Susan dan si Sum bing tak akan bicara
apa-apa sebab m ereka ingin pergi ke Inggris. Sang raja dan sang
pangeran lebih senang bila Mary J ane tak ada, daripada gadis itu
sem pat dipengaruhi oleh Dokter Robinson. Aku gem bira, kukira
rencanaku berjalan sangat lancar, bahkan Tom Sawyer agaknya
tak akan bisa m em buat suatu rencana secerdik itu. Tentu saja ia
akan m em beri gaya yang cukup m engagum kan pada rencananya,
suatu hal yang tak dapat kutiru sebab aku tak terbiasa akan hal
itu.
Lelang diadakan di lapangan, m enjelang sore. Sang raja hadir
juga, bergaya sepenuh hati di sam ping tukang lelang, setiap saat
m engocehkan sesuatu ungkapan dari Kitab Suci, atau kata-kata
m utiara lainnya. Sang pangeran m em bawakan tingkah bisu-
tulinya, berusaha keras untuk m enarik perhatian um um .
http://facebook.com/indonesiapustaka
tepat seperti orang Inggris, bukan seperti cara bicara sang raja,
walaupun sang raja juga bagus bicaranya tapi hanya tiruan.
Tak bisa kutuliskan di sini kata-kata tuan itu, atau m enirukan
bunyinya, tapi waktu ia berbicara pada orang banyak kata-
katanya sebagai berikut: “Ini betul-betul sesua tu yang tak kuduga
sebelum nya, harus kuakui secar jujur. Aku tak bersiap-siap untuk
m enghadapi keadaan seperti ini, sebab aku dan saudaraku ini
juga baru saja m endapat sedikit kesulitan, ia terjatuh hingga
lengannya patah dan barang-barang kam i keliru diturunkan
di kota di sebelah atas kota ini. Aku saudara Peter Wilks yang
bernam a Harvey, dan ini saudaranya yang bernam a William , yang
tak bisa m endengar dan tak bisa bicara—dan kini tak pula bisa
m em beri isyarat, sebab terpaksa hanya m enggunakan sebelah
tangan saja. Kini betul-betul m engatakan apa adanya, dan sehari
dua lagi bila barang-barang kam i tiba, akan kam i buktikan hal itu.
Tapi sam pai saat itu aku tak akan banyak bicara lagi, aku akan
pergi ke hotel, dan m enunggu.”
Tuan itu dan si bisu-tuli berbalik untuk pergi, dan sang raja
tertawa m engejek, “Tangannya patah, m udah sekali bukan? Dan
m em perm udah ia berm ain sandiwara, agaknya ia belum begitu
tahu cara berisyarat. Barang-barangnya keliru diturunkan! Sangat
bagus sekali, sangat cerdik, setidak-tidaknya dalam keadaan
seperti ini!”
Ia tertawa lagi, begitu juga sem ua orang, kecuali tiga atau
em pat orang, atau m ungkin setengah lusin orang. Salah satu di
antara yang tak tertawa itu adalah Dokter Robinson; seorang tuan
http://facebook.com/indonesiapustaka
lagi berwajah tajam , m em bawa tas kain m odel kuno terbuat dari
kain perm adani, yang agaknya juga baru turun dari kapal uap,
kini berbicara perlahan dengan Dokter Robinson, sekali-sekali
m enoleh pada sang raja dan m enganggukkan kepala. Itulah Levi
Bell, si ahli hukum yang baru pulang dari Louisville. Seorang
lagi yang bertubuh tinggi besar, wajahnya kasar, yang tadi
260 Mark Twain
palsu, tapi aku yakin bahwa pasangan yang ini pasti palsu. Aku
pikir m enjadi tugas kita untuk m engurus agar m ereka tak bisa
kabur dari sini sebelum perkara ini selesai. Marilah Hines, dan
sem uanya juga. Kita bawa orang-orang ini ke hotel, dan kita
hadapkan dengan pasangan yang baru datang. Kukira kita akan
m engetahui sesuatu sebelum pem eriksaan kita ini berakhir.”
Petualangan Huckleberry Finn 261
di dalam kasur jeram i tem pat tidurkku, tak ingin kusim pan di
bank, sebab kam i hanya sebentar saja di sini. Lagi pula kukira
tem pat penyim pananku itu cukup am an, sam a sekali tak terpikir
olehku bahwa budak-budak negro di sini tidaklah sejujur pelayan-
pelayan kam i di Inggris. Orang-orang negro itu m encurinya,
pagi berikutnya, waktu aku ke ruang bawah. Waktu aku m enjual
262 Mark Twain
hukum itu, “Andaikata kau sejak sem ula ada di kota ini, Levi
Bell....”
Sang raja m enukas pem bicaraannya, m engulurkan tangan
pada Levi Bell dan berkata, “Astaga! J adi inikah sahabat karib
saudaraku yang m alang itu, yang sering ditulisnya dalam surat-
suratnya?”
Kedua orang itu berjabat tangan dengan hangat. Si ahli
hukum tersenyum dan tam pak lega, keduanya berbicara beberapa
saat. Kem udian m ereka pergi ke sam ping dan berbicara berbisik-
bisik, akhirnya terdengar si ahli hukum berkata, “Baiklah, beres
sudah. Tulis pesanm u itu, juga pesan saudaram u William , akan
kukirim kan sekarang juga hingga m ereka akan tahu bahwa
segalanya telah beres.”
Seseorang m em berikan kertas dan setangkai pena. Sang raja
duduk, m em iringkan kepala dan m enggigit lidahnya, m enulis
sesuatu, kem udian m em berikan pena itu pada sang pangeran.
Dan kali ini sang pangeran tam pak sedikit pucat. Tapi diam bilnya
juga pena itu dan m ulai m enulis. Levi Bell berpaling pada
pasangan tuan yang baru datang tadi dan berkata, “Tuan dan
saudaram u juga harus m enulis di sini, sebaris atau dua baris, dan
tanda tangani pula.”
Si tuan tua m enulis, tapi tak ada orang yang bisa m em baca
tulisan itu. Levi Bell tam pak sangat heran, katanya, “Minta
am pun! Ini di luar dugaan!” Ia m engeluarkan beberapa lem bar
surat tua dari sakunya, m em eriksa tulisannya, m em eriksa tulisan
si tuan tua dan m em eriksa tulisan sang raja dan sang pangeran,
http://facebook.com/indonesiapustaka
kem udian ia berkata, “Surat-surat ini dari Harvey Wilks. Dan lihat
kedua tulisan ini, sem ua orang akan bisa m elihat bahwa orang-
orang ini bukanlah yang m enulis surat-surat Harvey Wilks (sang
raja dan sang pangeran tam pak sekali kaget karena telah tertipu
oleh si ahli hukum ). Kini lihat tulisan tuan tua ini. Sem ua orang
juga akan tahu bahwa bukan dia yang m enulis surat-surat Harvey
264 Mark Twain
desakan m aju, saling dorong, saling sikut untuk bisa m elihat lebih
dekat. Seram sekali, berdesak-desakan dalam keadaan begitu
gelap. Tanganku sangat sakit dalam cengkeram an Hines yang
juga berdesak-desakan, lupa bahwa aku m asih ada di dunia ini.
Hines sam pai terengah-engah kehabisan napas.
Mendadak sebuah kilat m enyam bar, m enyinarkan cahaya
yang terang benderang sesaat. Seseorang berteriak, “Astaga!
Kantung uang em as itu ada di dadanya!”
Seperti oran g-oran g lain n ya, H in es m en jerit kaget,
m elepaskan tanganku dan sekuat tenaga m enyeruak di antara
orang banyak untuk bisa m enyaksikan kebenaran teriakan tadi.
Tak bisa digam barkan bagaim ana aku m enyelinap keluar dari
gerom bolan itu dan lari dalam kegelapan m enuju ke jalan.
Hanya aku sendiri yang berda di jalan itu, dan rasanya aku
terbang, begitu cepat aku berlari. J alan am at gelap, sebentar-
sebentar diterangi kilat. Hujan m enderu, angin m enghem pas,
halilintar m enyam bar. Sem ua tak kupedulikan, aku lari terus.
Kota sepi, tak seorang pun terlihat dalam hujan badai
ini, jadi aku tak perlu m encari jalan-jalan sam ping, terus saja
berlari di jalan besar. Mendekati rum ah keluarga Wilks, aku
m em asang m ata. Tak ada cahaya sam a sekali di rum ah itu, hatiku
sedikit kecewa, tak tahu kenapa. Tapi akhirnya waktu rum ah itu
ham pir kulewati, kulihat sekilas cahaya di jendela kam ar Mary
J ane! Dadaku rasanya akan m eledak karena gem bira. Sebentar
kem udian rum ah itu telah jauh di belakangku, ditelan kegelapan.
Tak akan kulihat lagi rum ah itu selam anya di dunia ini.
http://facebook.com/indonesiapustaka
m asih ada kesem patan untuk lari. J adi aku berlari tanpa berhenti
lagi sam pai kutem ui sebuah perahu. Dan waktu aku sam pai di
sini, kusuruh J im bergegas, kalau tidak aku akan ditangkap dan
digantung. Aku berkata padanya m ungkin sekali paduka dan sang
pangeran telah tak bernyawa lagi saat itu. Aku betul-betul sedih,
begitu juga J im . Alangkah gem biranya kam i waktu paduka dan
sang pangeran m uncul. Kalau tak percaya, boleh tanya J im .”
J im m em benarkan kata-kataku, tapi sang raja m em bentaknya,
dan berkata, “Oh, begitukah kejadiannya, he?” dan diguncangnya
aku keras-keras lagi, dan m en gan cam akan m em ben am kan
aku. Tapi sang pangeran m enyela, “Lepaskan anak itu, tolol!
Apakah kau akan berbuat lain seandainya kau dia? Apakah kau
m encarinya dulu waktu kau akan m elarikan diri? Aku tak ingat
kau berbuat begitu.”
Sang raja m elepaskan aku, dan m em aki-m aki kota yang
baru kam i tinggalkan dan sem ua orang yang ada di dalam nya.
Tapi kem bali sang pangeran m enyela, “Tutup m ulut, lebih baik
kau m aki dirim u sendiri, sebab kaulah yang paling berhak
untuk dim aki. Sejak perm ulaan kau tak pernah berbuat tidak
tolol, kecuali waktu kau dengan tenang dan berani m engatakan
tentang gam bar panah biru itu. Hanya itulah yang betul-betul
cerdik, betul-betul hebat, dan itu jugalah yang m enolong kita.
Kalau tidak, m ungkin kita akan dipenjarakan sam pai barang-
barang orang Inggris itu tiba, dan kem udian, rum ah penjara!
Kecerdikanm u m em buat m ereka sem ua pergi ke pekuburan, dan
kantung uang itu tak m elepaskan pegangan terhadap kita untuk
http://facebook.com/indonesiapustaka
bisa m elihat, m alam ini kita sudah tidur di tiang gantungan, lam a
sekali, lebih lam a daripada yang kita perlukan.”
Selam a sem enit m ereka diam , berpikir. Kem udian seoalah
acuh tak acuh sang raja berkata: “Hm ! dan kita kira orang-orang
negro itulah yang m encuri.”
Dadaku berdebar keras seketika.
272 Mark Twain
ada hasil kerja kam i yang sesuai dengan keinginannya. Apa saja
kerja kam i pasti disalahkannya. Sesuatu sedang akan terjadi,
pikirku. Aku gem bira waktu tengah hari tiba dan sang raja tak
m uncul. Agaknya akan ada perubahan bagi kam i, dan m ungkin
inilah kesem patan yang telah kam i nanti-nantikan. Sang pangeran
dan aku naik ke darat, pergi ke desa untuk m encari sang raja.
Setelah agak lam a m encari, kam i tem ukan sang raja di kam ar
belakang sebuah kedai m inum m urahan, sedang m abuk, digoda
oleh ba nyak sekali orang-orang penganggur.
Sang raja m em aki-m aki dan m engancam para penggodanya,
tapi ia sudah terlalu ban yak m in um hin gga bergerak pun
am at sukar. San g pan geran m ulai ikut m em aki-m akin ya,
m en gatakan n ya sebagai keledai tua yan g tolol. San g raja
m em balas. Keduanya segera bertengkar ram ai. Aku m enyelinap
keluar, dan berlari secepat kakiku bisa sepanjang jalan di tepi
sungai. Inilah kesem patan yang kam i nantikan itu! Kuputuskan
bahwa akan berabad-abad lagi baru sang raja dan sang pangeran
bisa bertem u dengan aku dan J im lagi. Aku sam pai di rakit
dengan napas ham pir habis tapi hati penuh kegem biraan, aku
berteriak, “Lepaskan tam batan, J im ! Kini kita bebas!”
Tapi tak ada yang m enjawab, tak ada yang keluar dari gubuk.
J im telah pergi! Aku berteriak, dan berteriak sekali lagi. Aku
berlari ke sana-kem ari di dalam hutan, sekali-sekali berseru dan
m enjerit, tapi tak ada hasilnya, J im betul-betul tiada. Aku duduk
m enangis. Tak bisa kutahan lagi tangisan itu. Tapi aku tak bisa
duduk diam terlalu lam a. Kutinggalkan hutan, berjalan di pinggir
http://facebook.com/indonesiapustaka
dengan berkata bahwa m em ang aku telah salah didik dari sem ula,
jadi bukan aku yang harus m em ikul segala tanggung jawab, tetapi
sesuatu di hatiku selalu m em bantah ‘Kau punya kesem patan
untuk belajar di Sekolah Minggu, dan bila kau belajar dengan baik
pasti kau tahu bahwa hadiah untuk perbuatanm u ini adalah api
yang abadi!’
Aku gem etar. Ham pir kuputuskan untuk berdoa, untuk
m encoba apakah aku bisa m engubah diriku sendiri. Aku berlutut.
Tapi tak sepatah kata pun keluar dari m ulutku. Mengapa? Karena
aku tahu, tak guna untuk m enyem bunyikan sesuatu dari Dia. Dan
juga dariku. Aku tahu betul m engapa doaku tak bisa keluar. Sebab
hatiku bercabang. Aku berpura-pura m elepaskan diri dari dosa,
tetapi jauh di dalam hati kusim pan suatu dosa yang paling besar.
Aku m encoba m em buat m ulutku m engatakan aku akan berjalan
di jalan yang benar, berkirim surat pada pem ilik J im dan m enga-
takan di m ana ia berada. Kutulis surat itu. Kem udian terkenang
aku betapa baik sikap J im terhadapku, dan saat-saat bahaya yang
kam i alam i berdua. Ia selalu m em anggilku dengan kata-kata kasih
sayang, selalu berbuat apa saja yang bisa m enyenangkan hatiku;
akhirnya terkenang olehku waktu aku m engatakan pada dua
orang yang m endekati rakit, bahwa di rakit ada penyakit cacar.
Betapa gem biranya J im waktu itu, dikatakannya bahwa akulah
sahabatnya yang terbaik, satu-satunya sahabat di dunia ini, dan
tepat saat itu terpandang olehku surat yang baru saja ditulis.
Ham pir saja. Kuam bil kertas itu, kubaca sekali lagi. Tanganku
gem etar, sebab aku harus m en en tukan an tara dua pilihan ,
http://facebook.com/indonesiapustaka
kutahan itu. Aku pelajari baik-baik kedua pilihan tersebut, sam bil
m enahan napas, kem udian aku berkata, “Baiklah kalau begitu,
aku akan pergi ke neraka!”
Kurobek surat tersebut. Pikiran jahat, dan kata-kata jahat,
tapi sudah terlanjur kuucapkan. Tak akan kuubah lagi kata-kata
itu, tak akan kupikirkan lagi apakah aku akan m enjadi anak
Petualangan Huckleberry Finn 281
baik. Kukosongkan pikiran sem acam itu dari otakku. Aku akan
kem bali ke jalan yang jahat, tak ada pilihan lain, sebab begitulah
aku dibesarkan. Untuk m em ulai lagi, aku akan m encuri J im dari
perbudakan lagi. Bila ada pikiran yang lebih jahat lagi, pasti akan
kukerjakan pula, sebab kupikir kini tak usah kepalang tanggung,
kalau m au jadi nakal, harus yang paling nakal pula.
Aku m em ikirkan jalan untuk m encuri J im . Beberapa cara
kutinjau, sam pai akhirnya kudapat suatu cara yang agaknya tepat.
Aku m encari-cari pulau hutan di sebelah hilir. Aku m enunggu
sam pai cukup gelap, untuk m enghanyutkan rakitku ke pulau
itu. Kusem bunyikan rakit sesam painya di sana, dan aku tidur.
Aku bangun lagi sebelum fajar m enyingsing. Setelah sarapan
kukenakan pakaianku yang baru, pakaian lainnya kubungkus
dengan kain. Aku naik perahu m enuju pantai, m endarat di bawah
tem pat yang kukirakan tanah m ilik Phelps. Kusem bunyikan
bungkusan pakaianku di hutan. Kuisi perahuku dengan batu
dan kuten ggelam kan di tem pat yan g bisa kutem ui kem bali
bila kuperlukan , kira-kira seperem pat m il di sebelah hilir
penggergajian kayu yang berm esin uap di tepi sungai itu.
Aku pergi ke jalan, m enyusuri jalan itu hingga kulihat sebuah
papan nam a yang berbunyi ‘Penggergajian Phelps’. Kem udian
kulihat rum ah-rum ah pertanian di tanah Phelps itu, dua atau
tiga ratus yard dari tem pat itu. Kupasang m ataku baik-baik. Tak
tam pak seorang m anusia pun di tanah pertanian itu, walaupun
kini hari telah siang. Tapi m alah kebetulan, sebab saat itu aku
tak ingin dilihat orang, aku hanya ingin m engetahui letak tanah
http://facebook.com/indonesiapustaka
lagi. Sang pangeran tam pak terkejut, berkata, “Halo! Dari m ana
kau datang?” kem udian dengan gem bira ia bertanya, “Di m ana
rakitnya? Kau sem bunyikan di tem pat yang baik?”
“He, aku ingin bertanya tentang rakit itu, Yang Mulia.”
“Kau pikir tahukah aku di m ana rakit itu?” kini ia tak tam pak
gem bira lagi. “Apa yang m em buatm u berpikir begitu?”
“Waktu kem arin kulihat sang raja m abuk di kedai itu,
kupikir akan lam a sekali untuk m enunggu hingga ia sadar.
Untuk m enghabiskan waktu aku berkeliaran di kota. Seseorang
m enjanjikanku sepuluh sen untuk m endayungkan perahunya
ke seberang sungai dan kem balinya m em bawa seekor biri-biri.
Aku setuju, dan ikut orang itu. Waktu kam i tarik kam bing itu ke
dalam perahu, aku m enarik dan orang itu m endorong, tali yang
kupegang lepas, kam bing itu lari. Terpaksa harus kam i kejar
sam pai lelah, sebab kam i tak m em bawa anjing. Baru tertangkap
setelah hari gelap, kam i bawa ke seberang dan aku kem bali ke
rakit. Waktu kulihat rakit tak ada, aku berpikir ‘m ereka dalam
bahaya, dan terpaksa pergi, dan m ereka m em bawa negroku,
satu-satunya negro yang kupunyai di dunia ini. Kini aku di negeri
asing, tak punya harta m ilik lagi, tak punya pekerjaan, m aka
terpaksa aku m enangis. Aku tidur di hutan sepanjang m alam . Apa
yang terjadi dengan rakitku? Dan J im yang m alang itu?”
“Aku tak tahu, setidak-tidaknya tentang rakit itu. Si tua tolol
itu berhasil m engadakan suatu penjualan dan ia m endapat uang
em pat puluh dolar. Waktu kita tem ukan dia di kedai, sem ua
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Tak pernah terpikir hal itu oleh kam i. Kam i kira ia juga
negro kam i, ya, begitulah. Kau tahu sendiri kam i telah m enem puh
banyak kesulitan untuknya. J adi waktu kam i lihat rakit sudah
tak ada dan kam i pun tak punya uang, tak ada yang bisa kam i
kerjakan selain m encoba m em ainkan ‘Keajaiban Kerajaan’ lagi.
Dan tenggorokanku sejak kem arin telah sekering tabung m esiu.
Mana uangm u yang sepuluh sen itu? Berikan padaku.”
Aku m asih punya uang yang cukup banyak, jadi kuberikan
yang sepuluh sen itu, tapi kum inta dengan sangat agar ia m em beli
m akanan saja, dan m em beriku sedikit sebab uang itulah uangku
yang terakhir dan aku tak m akan sejak kem arin. Ia diam saja,
tiba-tiba berpaling padaku dan bertanya, “Kau kira, m ungkinkah
negro itu m em buka rahasia kam i? Kam i kuliti dia bila ia berani
berbuat begitu.”
“Bagaim ana ia berani? Bukankah ia m elarikan diri?”
“Tidak! Si tua tolol itu telah m enjualnya, dan tak m au
m em bagi hasil penjualannya denganku.”
“Menjualnya?” tanyaku. Aku m ulai m enangis. “Ia negroku!
Dan penjualan itu berarti uangku. Di m ana dia? Kem balikan
negroku!”
“Kau tak akan bisa m en gam bil kem bali n egrom u itu!
J adi jangan m enangis lagi! Dan, eh, tunggu! Kau pikir kau
akan m em buka rahasia kam i? Terkutuk, bagaim ana aku bisa
m em percayaim u?”
Ia m em andangku dengan pandangan m ata yang sangat
m enakutkanku. Aku terus saja tersedu-sedu dan m enjawab, “Aku
http://facebook.com/indonesiapustaka
tak ingin m em buka rahasia siapa pun, dan aku tak punya waktu
untuk itu. Aku harus m encari negroku.”
Sang pangeran tam pak gelisah, m em andang terus dengan
kertas-kertas pen gum um an di tan gan n ya, dahin ya berkerut.
Akhirnya ia berkata, “Baiklah, kukatakan sesuatu padam u. Kam i
harus berada di kota ini kira-kira tiga hari. Bila aku berjanji
284 Mark Twain
bahwa baik kau m aupun negrom u itu tak akan m em buka rahasia
kam i, akan kuberi tahu di m ana bisa kau tem ui negro itu.”
Aku berjanji. Dan ia berkata, “Seorang petani bernam a Silas
Ph—” ia tertegun. Kukira tadinya ia akan m engatakan hal yang
sebenarnya, nam un agaknya pikirannya berubah. J adi ia tak
m em percayaiku, ia ingin agar aku tak berada di tem pat itu paling
sedikit untuk tiga hari. Segera ia m eneruskan kata-katanya,
”Yang m em belinya bernam a Abram Foster, Abram G. Foster, ia
tinggal em pat puluh m il di pedalam an, di jalan yang m enuju ke
Lafayette.”
“Baiklah. Aku akan bisa m encapai tem pat itu dengan berjalan
selam a tiga hari. Aku akan berangkat nanti sore.”
“Tidak, berangkatlah sekarang juga. Dan jangan m em buang-
buang waktu lagi, atau m engoceh di sepanjang jalan. Tutup
m ulutm u erat-erat dan terus saja berjalan. Dengan begitu kau tak
akan dapat kesulitan dari kam i. Dengar?”
Itulah perintah yang sudah lam a kunanti-nantikan. Aku ingin
bebas untuk m enjalankan rencanaku.
“Cepat pergi!” katanya. “Bisa kau katakan apa saja pada Tuan
Foster. Mungkin ia bisa percaya bahwa kaulah pem ilik J im —ada
orang tolol yang tak m em butuhkan surat-surat sah—sedikitnya
begitulah yang kudengar tentang kota-kota di Selatan ini. Katakan
padanya bahwa pengum um an dan hadiah tentang J im hanyalah
palsu, m ungkin ia bisa percaya bila kau katakan alasannya.
Pergilah kini, katakan apa saja, tapi jangan kau buka m ulutm u
http://facebook.com/indonesiapustaka
sini tam pak beberapa petak rum put, tapi sebagian besar gundul,
bagaikan sebuah topi tua tengkurap tanpa tepi. Rum ah balok
kem bar disatukan, untuk tinggal orang-orang kulit putih. Celah-
celah dindingnya dilapis tanah liat atau sem en kem udian dikapur.
Dapurnya dari balok bulat, dihubungkan ke rum ah dengan
gang lebar yang beratap. Di seberang rum ah pengasap terlihat
berderet tiga buah pondok kayu untuk para budak negro. J auh di
dekat pagar belakang terlihat sebuah pondok lagi. Ada beberapa
bangunan lainnya di seberang halam an. Ada periuk besar untuk
m em buat sabun di dekat gubuk kecil tadi. Di dekat pintu dapur
terlihat sebuah bangku yang di atasnya terletak em ber dan
kantung air. Nam pak anjing tidur di sinar m atahari. Beberapa
ekor anjing lainnya tidur di m ana-m ana. Di sudut terdapat tiga
batang pohon naungan, beberapa sem ak arbei di dekat pagar.
Di luar pagar tam pak sebuah kebun, sepetak kebun sem angka,
kem udian ladang-ladang kapas, selanjutnya hutan.
Aku m elom pati pagar den gan m en ggun akan tan gga di
pagar belakang, dekat tem pat abu, kem udian berjalan ke arah
dapur. Beberapa saat kem udian kudengar suara roda pintalan,
m elengking naik turun, m em buat aku sangat ketakutan sebab
suara itu m em buat suasana begitu seram .
Tapi aku terus saja berjalan, tak punya rencana yang pasti,
m enyerahkan nasib ke tangan Tuhan. Aku percaya bila tiba
waktunya nanti Yang Maha Kuasa akan m enuntutku dengan kata-
kata yang tepat.
http://facebook.com/indonesiapustaka
nya pecah, m elukai seseorang. Mungkin orang itu kem udian m ati.
Ia seorang Baptist. Pam anm u Silas kenal seseorang di Baton
Rouge dan kenal akan keluarga orang itu. Ya, aku ingat sekarang,
orang itu m em ang m ati. Lukanya m em busuk. Dipotong, tapi tak
m enolong nyawanya. Ya, lukanya m em busuk. Seluruh tubuhnya
jadi biru, ia m ati dengan harapan keselam atan yang dijanjikan
290 Mark Twain
Tuhan. Hebat sekali tubuhnya waktu m ati itu. Pam anm u setiap
hari pergi ke kota untuk m enjem putm u. Saat ini ia juga pergi ke
sana, sudah sejam yang lalu. Sebentar lagi ia akan tiba kem bali.
Mungkin kau bertem u dengannya di jalan, seorang lelaki agak tua
dengan....”
“Tidak aku tak m elihat siapa pun, Bibi Sally. Kapal berlabuh
tepat pada saat m atahari terbit. Kutinggalkan pakaian di perahu
derm aga dan aku berjalan-jalan ke kota serta ke daerah pedalam an
untuk m enghabiskan waktu dan agar tak terlalu pagi sam pai
kem ari. J adi aku kem ari lewat jalan balakang.”
“Kepada siapa kau berikan barang-barangm u?”
“Tak seorang pun.”
“Wah, Nak, pasti dicuri orang nanti.”
“Tak m ungkin, kusem bunyikan dengan sangat baik.”
“Mengapa sepagi itu kau sudah dapat sarapan?”
Bahaya, pikirku, tapi kujawab saja, “Kapten kapal m elihat aku
berdiri seorang diri, disuruhnya aku m akan dulu sebelum pergi ke
darat. Aku diberinya m akan di ruang m akan para perwira.”
Aku begitu gelisah hingga tak bisa m endengarkan dengan
baik. Selam a itu pikiranku tertuju pada anak-anak yang ada di
situ. Bila saja aku bisa m em bawa m ereka m enyingkir sebentar
untuk kutanyai siapa sebenarnya aku ini, m ungkin akan sedikit
lega hatiku. Tapi aku sam a sekali tak dapat kesem patan. Segera
juga nyonya itu m em buat keringat dinginku berpancaran, “Tapi
kita sudah terlalu jauh m enyim pang. Kau sam a sekali belum
berkata apa-apa tentang Sis, atau keluarga yang lain. Kini biarlah
aku yang tutup m ulut dan kau yang berbicara, ceritakan sem uanya
http://facebook.com/indonesiapustaka
takut. Tapi yang pasti ia tak datang hari ini. Sebab tak m ungkin
aku tak m elihatn ya. Sally, betul-betul m en gerikan , san gat
m engerikan, agaknya kapal itu m endapat suatu kecelakaan....”
“Wah, Silas! Lihat itu! Di jalan! Ada orang datang!
Tuan Silas Phelps m elom pat ke jendela di kepala tem pat
tidur. Ini m em beri kesem patan pada Nyonya Phelps. Cepat-cepat
292 Mark Twain
Itu tak boleh terjadi, sam a sekali tidak. Aku harus m enjem put
dia. Maka aku berkata pada keluarga itu hendak pergi ke pelabuhan
untuk m engam bil barang-barangku. Tuan Phelps ingin pergi
bersam aku, tapi kucegah, kukatakan aku bisa m engendalikan
kuda dan aku tak ingin ia bercapai-lelah untukku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
RIWAYAT SANG RAJA DAN SANG
PANGERAN BERAKHIR SEDIH
akan m encuri dia, aku hanya ingin agar kau tutup m ulut saja dan
m em egang rahasia ini. Maukah kau?”
Matanya bercahaya, sahutnya, “Aku akan m enolong engkau
m encurinya.”
Kalaupun aku tertem bak, aku tak akan seterkejut itu. Kata-
kata yang paling m engejutkan, dan percayalah, harga diri Tom
296 Mark Twain
“Wah, ada orang datang! Siapa itu? Aku yakin dia orang asing.
J im m y,” serunya dengan gugup, “cepat suruh Lize m enyiapkan
piring satu lagi untuk m akan siang.”
Sem ua orang bergegas ke pintu depan, sebab seorang asing
tidaklah bisa didapat sekali dalam setahun, jadi perhatian pada
seorang asing lebih besar daripada terhadap dem am kuning.
Tom telah m elewati pagar, m enuju rum ah, keretanya berputar
dan berpacu ke arah desa, sem entara kam i sem ua berjejal-jejal di
pintu. Tom m em akai pakaian baru, dan ditonton banyak orang,
sesuatu yang paling disukainya. Dalam keadaan serupa itu tak
sukar baginya untuk bergaya. Ia tidak berjalan m alu-m alu, tapi
tenang dan seolah-olah ia adalah orang penting. Sesam painya
di depan kam i, hati-hati ia m engangkat topinya, seolah-olah
topi itu sedang di tiduri sekelom pok kupu-kupu dan ia tak m au
m em bangunkan m ereka. Kem udian ia bertanya, “Apakah ini
rum ah Tuan Archibald Nichols?”
“Bukan, Nak,” kata Tuan Phelps. “Sayang sekali kusirm u telah
m enipum u. Rum ah Nichols m asih tiga m il lagi. Mari m asuk.”
Tom berpaling, m elihat ke jalan, “Ah, terlam bat ia sudah
jauh.”
“Ya, ia telah jauh, Nak, dan kau harus m asuk serta m akan
siang dengan kam i. Nanti kam i antarkan kau ke rum ah Nichols.”
“Oh, tak usah repot-repot. Tak terpikirkan hal itu olehku.
Aku akan berjalan saja, jarak tiga m il bukanlah jarak yang terlalu
jauh.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
apa, doa itu tak m em buat m akanan dingin, seperti biasa terjadi
bila doa-doa diucapkan.
Sepanjang sore kam i bercakap-cakap lagi. Tom dan aku selalu
m em asang telinga, nam un tak sepatah kata pun tentang negro
pelarian diucapkan, dan kam i takut untuk m em ulai pem bicaraan
ke arah itu. Tapi waktu m akan m alam salah seorang anak
Petualangan Huckleberry Finn 301
keluarga Phelps itu bertanya, “Ayah, bolehkan Tom , Sid, dan aku
m enonton pertunjukan nanti m alam ?”
“Tidak,” jawab Silas, “kukira tak akan ada pertunjukan. Dan
walaupun ada, kau tak akan diperbolehkan m asuk. Negro pelarian
itu bercerita padaku dan pada Burton tentang pertunjukan itu,
yang hanya suatu tipuan saja. Burton akan m em beri tahu sem ua
orang, jadi kukira m alam ini juga para penipu itu akan diusir dari
kota.”
Apa yang kukhawatirkan terjadi. Dan aku tak bisa m en-
cegahnya.
Tom dan aku tidur sekam ar dan setem pat tidur. Kam i
katakan am at lelah; segera setelah m akan m alam selesai kam i
ucapkan selam at m alam dan kam i pergi ke tem pat tidur kam i, di
tingkat atas. Pintu kam i kunci dan kam i keluar dari jendela, turun
ke tanah dengan m em anjat penangkal petir, berangkat ke kota.
Kukira tak akan ada orang yang akan m em beri tahu pada sang
raja dan sang pangeran akan bahaya yang m engancam m ereka.
Bila aku tak cepat, m ereka pasti akan m endapat kesulitan besar.
Sam bil berjalan, Tom m em beritahukan apa yang terjadi
setelah orang m enyangka aku terbunuh. Segera setelah kejadian
itu lenyap, Bapak tak pernah m uncul lagi. Dan seluruh kota jadi
ribut ketika J im m elarikan diri. Aku bercerita pada Tom tentang
penipu-penipu ‘Keajaiban Kerajaan’ kam i, serta perjalananku
dengan rakit seringkas m ungkin. Waktu kam i sam pai di tengah
kota, kira-kira pukul setengah sem bilan, kam i lihat segerom bolan
orang berteriak-teriak dengan m em bawa obor, sam bil m em ukul-
http://facebook.com/indonesiapustaka
m ukul piring seng dan m eniup terom pet. Ribut sekali. Tom dan
aku m elom pat ke pinggir, untuk m em biarkan m ereka lewat.
Dan kam i lihat sang pangeran dan sang raja terkangkang pada
sebatang kayu palang. Aku tahu m ereka adalah sang raja dan
sang pangeran, walaupun seluruh tubuhnya telah dilum uri ter
dan dilekati bulu ayam , sam a sekali seperti bukan m anusia. Sedih
302 Mark Twain
hatiku. Aku kasihan pada kedua bangsat itu. Bagaim anapun tak
bisa aku m erasa benci pada m ereka. Keduanya sangat m engerikan
kini. Manusia kadang-kadang bisa berbuat kejam sekali pada
sesam anya.
J adi kam i sudah terlam bat, tak bisa m enolong m ereka. Kam i
bertanya pada seseorang yang kebetulan di belakang. Ia berkata
sem ua orang pergi ke gedung pertunjukan dengan pura-pura
tak tahu apa-apa. Mereka m enuggu sam pai sang raja berbuat
gila-gilaan di panggung. Seorang m em beri isyarat, sem ua orang
m elom pat ke panggung dan m eringkus kedua bangsat itu.
Tom dan aku berjalan perlahan pulang. Aku tak segem bira
tadi, aku m erasa sedih, seolah-olah akulah yang harus disalahkan
dalam kejadian ini. Walaupun aku tak berbuat apa-apa. Tapi
m em ang begitulah, tak peduli kita berbuat salah atau benar,
hati nurani kita tak pernah m em benarkan. Bila aku m em punyai
seekor anjing kuning yang sam a sekali tak tahu akan hati nurani
seseorang, akan kuracun dia. Hati nurani m enem pati tem pat yang
paling atas dalam hidup m anusia, tapi sesungguhnya tak berguna
sam a sekali. Tom Sawyer setuju sepenuhnya dengan pendapatku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
KAMI MENGHIBUR HATI JIM
“Mengapa?”
“Sebab kulihat ada sem angkanya.”
“Mem ang begitu, aku juga lihat itu. Wah, waktu itu tak terpikir
olehku bahwa tak m ungkin seekor anjing m akan sem angka. Itulah
bukti bahwa walaupun m ata kita terbuka lebar, tapi kadang-
kadang kita tak bisa m elihat.”
304 Mark Twain
Sudah kuduga dari sem ula, jadi aku diam saja. Aku tahu,
kalau rencananya dibeberkan, tak akan ada keberatan seperti itu.
Betul juga diceritakan rencananya. Sekejap saja aku tahu
bahwa rencana itu dalam hal gaya berharga lim a belas kali dari
rencanaku. Sam a seperti rencanaku, J im akan bisa bebas lagi,
ditam bah kem ungkinan bahwa kam i sem ua akan terbunuh.
Aku puas, kukatakan lebih dahulu rencana itu, sebab aku tahu
pasti rencana itu akan terus m engalam i perubahan-perubahan
sem entara dijalankan dengan tam bahan-tam bahan m enyeram kan
bila ada kesem patan. Nanti akan ternyata bahwa dugaan ini betul.
Tetapi aku m erasa pasti akan suatu hal, yaitu bahwa Tom
betul-betul akan m em bantu aku m encuri seorang negro dari
perbudakan. Ham pir tak bisa kupercaya. Tom term asuk keluarga
yang terhorm at di kota asal kam i. Nam anya akan jatuh begitu
juga keluarganya bila ia betul-betul m em bantu aku m encuri J im .
Ia juga cerdik, bukan seorang tolol. Ia tahu m ana yang benar,
m ana yang salah. Ia baik hati, tidak kejam . Tapi kini tanpa m alu-
m alu ia ikut dalam perkara ini, yang pasti akan m em beri m alu
padanya, pada keluarganya. Aku tak m engerti sam a sekali. Tak
m asuk akal, dan kukatakan pula hal itu padanya. Sebagai seorang
sahabatnya kuperingatkan akan akibat yang harus ditanggungnya
nanti. Tapi ia m enukasku dengan bertanya, “Kau kira aku tak tahu
akan apa yang kukerjakan? Bukankah biasanya aku tahu apa yang
kukerjakan?”
“Ya.”
“Bukankah aku pernah berkata bahwa aku akan m em bantum u
http://facebook.com/indonesiapustaka
m encuri J im ?”
“J im ?”
“Ya, apa lagi?”
H an ya itulah yan g dikatakan , dan kukatakan . Tak ada
gunanya berkata lebih banyak lagi, sebab bila ia berkata akan
m engerjakan sesuatu, pastilah dikerjakannya. Hanya aku tak
306 Mark Twain
korek padam , kam i keluar, kam i pakukan kem bali tem pat gem bok
seperti sem ula. Tom gem bira. Katanya, “Kini beres sudah. Kita
gali dia keluar. Mem akan waktu kira-kira sem inggu.”
Kam i pergi ke rum ah. Aku m asuk lewat pintu belakang,
sem ua pintu tidak dikunci, hanya dikaitkan dengan tali kulit rusa.
Tetapi cara itu tidaklah m enarik dalam pandangan Tom Sawyer.
Tak ada jalan lain baginya kecuali m em anjat penangkal petir. Tiga
kali ia jatuh waktu baru m encapai setengah jalan, yang terakhir
kepa lanya ham pir pecah. Ia sudah putus asa, tetapi setelah
beristirahat dicobanya sekali lagi, dan kali ini ia berhasil.
Pagi sekali kam i bangun, pergi ke pondok-pondok orang negro
untuk m em belai-belai anjing-anjing penjaga dan berkenalan
dengan negro yang m em beri m akan J im , bila benar J im yang ada
dalam pondok itu. Budak-budak itu baru saja selesai sarapan,
akan berangkat ke ladang. Negro yang kem arin m em beri m akan
J im , jika benar-benar J im yang diberi m akan, sedang m enaruh
roti, daging dan lainnya pada sebuah piring seng. Sem entara
sem ua berangkat, ia m engam bil kunci dari rum ah.
Negro itu m ukanya lucu sekali, ram butnya diikat kecil-kecil
dengan benang, untuk m enghalau roh-roh jahat. Katanya m alam -
m alam ini ia selalu diganggu roh-roh jahat, m em buatnya m elihat
berbagai peristiwa aneh. Tak pernah ia begitu sering diganggu
oleh roh-roh jahat selam a ini. Begitu senangnya ia m enceritakan
segala kesulitan sam pai lupa ia akan pekerjaannya. J adi Tom
m enukasnya dengan pertanyaan, “Untuk apa m akanan ini? Untuk
anjing?”
Sebuah senyum an m akin lam a m akin m elebur di wajah
http://facebook.com/indonesiapustaka
negro itu, sam pai akhirnya ia m enjawab, “Ya, Tuan Sid, seekor
anjing. Anjing aneh lagi. Ingin m elihatnya?”
“Ya.”
Aku m enggam it Tom dan berbisik, “Kau akan ke sana pagi
ini? Ini bukan rencana kita.”
“Mem ang bukan, tetapi inilah rencana kita saat ini.”
308 Mark Twain
hingga aku ham pir m ati. J angan katakan pada siapa pun, Tuan,
Tuan Silas pasti akan m em arahiku, sebab ia bilang tak ada hantu-
hantu di dunia ini. Bila saja Tuan Silas ada di sini, apa yang akan
dikatakannya? Pasti tak bisa ia m em bantah adanya hantu kali
ini. Tapi m em ang begitu selalu, orang-orang yang tak percaya,
tak akan pernah punya kesem patan untuk m em buktikan bahwa
m ereka keliru. Mereka tak akan m au m em buktikannya sendiri,
dan bila diberi tahu, m ereka tak akan percaya.”
Tom m em beri negro itu uang sepuluh sen, berjanji untuk
tak m engatakan kejadian itu pada siapa pun dan m enyuruhnya
m em beli ben an g un tuk m en gikat ram butn ya, kem udian ia
berpaling pada J im dan katanya, “Mudah-m udahan Pam an Silas
m enggantung negro ini, seandainya aku berhasil m enangkap
seorang negro yang begitu tak tahu terim a kasih hingga tega
m elarikan diri, pasti kugantung dia.” Waktu negro itu pergi keluar
untuk m elihat apakah uang yang diterim anya dari Tom itu tidak
palsu, Tom berbisik pada J im , “Pura-puralah tak kenal kam i. Bila
m alam -m alam kau dengar suara orang m enggali, kam ilah itu,
akan kam i bebaskan kau.”
J im han ya pun ya waktu sekejap un tuk m en jabat dan
m engguncang tangan kam i, sebab negro tadi segera kem bali.
Kam i katakan pada negro itu bilam ana saja ia ingin, kam i akan
m enem aninya ke gubuk itu. Negro itu m erasa senang, terutam a
bila hari gelap, saat hantu-hantu paling kejam m enyiksanya, ia
senang sekali bila berkawan ke tem pat itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
RENCANA GELAP DAN RUMIT
sulit untuk m em buat suatu rencana yang pelik. Tak ada penjaga
yang harus dibius, alangkah senangnya bila ada penjaga. Seekor
anjing pun tiada, untuk diberi obat tidur. Dan J im diikat dengan
rantai yang panjangnya sepuluh kaki, satu kakinya saja, ke kaki
tem pat tidurnya. Bila saja kita angkat kaki tem pat tidur itu, J im
bebas sudah. Pam an Silas pun percaya pada sem ua orang, kunci
Petualangan Huckleberry Finn 311
diberikannya pada negro tolol itu, dan tak seorang pun yang
m enga wasinya. Dengan m udah J im bisa m enerobos jendelanya,
tapi tak guna untuk berpergian dengan rantai sepuluh kaki.
Terkutuk, Huck, ini adalah keadaan yang paling tolol yang pernah
kujum pai. Kita terpaksa harus m em buat sem ua hal jadi sukar.
Terpaksa, harus kita kerjakan sebaik-baiknya dengan bahan yang
ada. Tapi ini juga suatu kehorm atan bagi kita, lebih baik bila
kita m em bebaskan J im dengan m enem puh berbagai kesulitan
yang kita buat sendiri, dan bukan dibuat oleh orang-orang yang
sesungguhnya wajib m em buatnya. Kita harus m erencanakan
segala kesulitan dari akal kita sendiri! Kita harus m em buat
segala hal berbahaya bagi kita. Contohnya tentang lentera itu,
kita harus berbuat seolah-olah berbahaya m em akai lentera. Tapi
sesungguhnya walaupun kita m em akai seribu obor besar, tak
akan ada bahaya bagi kita sam a sekali. Oh ya, sebelum lupa, kita
harus m encari gergaji.”
“Untuk apa gergaji itu?”
“Untuk apa? Bukankah kita harus m enggergaji kaki tem pat
tidur J im agar rantainya lepas?”
“Tapi baru saja kau katakan bahwa dengan m engangkat
tem pat tidur itu saja bebaslah J im .”
“Tolol benar kau ini, Huck. Kau selalu bisa saja m encari
jalan yang paling m udah untuk m em ecahkan sesuatu persoalan.
Apakah kau sam a sekali tak pernah m em baca buku? Apakah
kau tak pernah dengar nam a pahlawan-pahlawan seperti Baron
Trenck, atau Casanova atau Benvenuto Chelleny atau Henry IV
http://facebook.com/indonesiapustaka
adat di Eropa. Tapi kita harus m erobek-robek sprei, lalu kita buat
tali tangga. Mudah saja. Kita kirim tangga tali itu kepada J im
dengan jalan m em asukkannya ke dalam kue untuknya, begitulah
biasa dilakukan orang. Banyak pula kue yang lebih tidak enak
daripada kue tangga tali yang kita buat.”
“Ya am pun, Tom Sawyer! Untuk apa tangga tali itu bagi J im ?”
Petualangan Huckleberry Finn 313
Tapi kata Tom sem angka itu kuperlukan bukan untuk m elarikan
diri dari penjara, itulah perbedaannya. Bila aku m encuri sebilah
pisau dan kuselundupkan pada J im untuk m em bunuh penjaga,
itu dibenarkan. Aku tak m au m em perbincangkan hal itu lagi,
walaupun aku m asih belum m engerti apa untungku m enjadi wakil
seorang tawanan, bila se tiap kali aku harus m em pertim bangkan
316 Mark Twain
baik dan buruk pada saat aku punya kesem patan untuk m encuri
buah sem angka.
Seperti yang kukatakan tadi, pagi itu kam i tunggu hingga
sem ua orang pergi bekerja dan tak seorang pun tam pak di
halam an. Tom m em bawa karung tua tem pat barang-barang itu
ke sengkuap di belakang pondok J im , sem entara aku berdiri di
kejauhan untuk berjaga-jaga. Setelah agak lam a Tom keluar dan
kam i duduk-duduk di tum pukan kayu api. Tom berkata, “Sem ua
beres kini, kecuali alat-alatnya, tetapi itu m udah nanti.”
“Alat-alat?” tanyaku.
“Ya.”
“Alat-alat untuk apa?”
“Untuk m enggali. Untuk apa lagi? Kau kira kita akan m enggali
tanah dengan gigi kita?”
“Apakah alat-alat di sengkuap itu, linggis, sekop, dan lainnya
tak bisa dipakai, walaupun m em ang telah sedikit rusak?”
Ia m em andangku dengan pandangan m engasihani seolah-
olah ketololanku cukup untuk m em buatnya m enangis.
“Huck Finn, Huck Finn. Pernahkah kau dengar tentang
seorang tawanan yang m am punyai sekop dan cangkul serta alat-
alat m o dern lainnya untuk m em buat terowongan buat m elarikan
diri? Kini aku akan bertanya padam u, bila kau punya otak untuk
berpikir, pahlawan m acam apa yang m em pergunakan sekop dan
pacul untuk m elarikan diri? Wah, kenapa tidak dipinjam i kunci
saja dia! Cangkul dan sekop, hm , seorang raja pun tak akan diberi
alat-alat m acam itu.”
“Kalau begitu, alat apa yang akan kita gunakan?”
http://facebook.com/indonesiapustaka
sem ua buku tentang hal ini telah kubaca. Mereka selalu m enggali
dengan pisau roti, dan tak m enem bus tanah, harus kau ingat itu,
biasanya m enem bus batu karang! Mereka baru berhasil setelah
m enggali berm inggu-m inggu dan berbulan-bulan. Malah seorang
tawanan di sel terbawah di Castle Deef, di Pelabuhan Marseilles,
m enggali dengan cara yang sam a sam pai berapa tahun, coba, kau
kira?”
“Aku tak tahu.”
“Terka saja.”
“Aku tak tahu. Mungkin sebulan setengah.”
“Tiga puluh tujuh tahun, dan ia keluar di daratan Cina.
Itulah! Alangkah senangnya bila fondasi dasar benteng ini terbuat
dari batu karang.”
“J im tak kenal siapa pun di Cina.”
“Lalu kenapa? Orang yang kuceritakan tadi juga tak kenal
orang lain. Tetapi kau selalu m enyim pang dari persoalan yang
pokok. Mengapa kau tak m engikuti jalan pikiran yang benar?”
“Baiklah, aku tak peduli di m ana ia keluar, asal saja ia keluar.
J im sudah terlalu tua untuk m enggali dengan pisau roti. Ia tak
akan berum ur cukup panjang untuk itu.”
“Um urnya cukup. Kau kira untuk m enggali lantai tanah saja
m em erlukan waktu tiga puluh tujuh tahun?”
“Berapa lam anya, Tom ?”
“Kita tak boleh terlalu lam a, sebab m ungkin tak akan m e-
m akan waktu lam a bagi Pam an Silas untuk m endengar berita
dari New Orleans bahwa J im tidak berasal dari sana. Setelah ia
http://facebook.com/indonesiapustaka
tangan kam i lecet-lecet, sem entara hasil kerja kam i belum juga
tam pak.
“Ini bukan pekerjaan tiga puluh tujuh tahun, Tom Sawyer,”
kataku, “ini akan m em akan waktu tiga puluh delapan tahun.”
Tom tak m en yahut. Ia han ya m en arik n apas pan jan g,
berhenti bekerja dan berpikir-pikir. Kem udian ia berkata, “Tak
320 Mark Twain
ada gunanya, Huck, tak akan berhasil. Bila kita yang m enjadi
tawanan, pasti akan berhasil, sebab kita punya banyak sekali
waktu, tak usah tergesa-gesa. Lagi pula kita hanya akan punya
kesem patan m enggali beberapa m enit saja sehari, pada waktu
penjaga diganti, jadi tak m ungkin tangan kita lecet-lecet begini,
dan kita bisa terus m enggali sepanjang tahun, bertahun-tahun,
m engerjakannya tepat seperti seharusnya. Tapi kini, kita harus
cepat-cepat, kita tak boleh m em buang-buang waktu. Sem alam lagi
seperti ini, akan terpaksa beristirahat sem inggu untuk m enunggu
sam pai tangan kita sem buh, tanpa istirahat itu jangan harap kita
bisa m em egang sebilah pisau roti.
“Lalu apa yang kita kerjakan, Tom ?”
“Kuberi tahu kau. Sesungguhnya ini bukan jalan yang benar,
m enyalahi cara yang ada, dan aku sam a sekali tak setuju. Tapi
terpaksa, hanya ada satu jalan. Kita akan m enggali dengan
cangkul, dan berpura-pura m enggunakan pisau roti.”
“Ini baru usul yang bagus!” kataku gem bira, “otakm u m akin
lam a m akin waras, Tom Sawyer. Cangkul adalah alat yang
tepat, tak peduli m enyalahi tata cara atau tidak. Aku sendiri
tak peduli tentang tata cara itu. Bila aku ingin m encuri seorang
negro, sebuah sem angka, atau sebuah buku Sekolah Minggu, aku
tak peduli bagaim ana caranya, asal keinginanku tercapai. Yang
kuingin kan adalah negro itu, yang kuinginkan adalah sem angka
itu, atau yang kunginkan adalah buku Sekolah Minggu itu. Bila
alat yang paling m udah didapat adalah cangkul, m aka aku akan
m em pergunakan cangkul itu untuk m enggali negro itu atau
http://facebook.com/indonesiapustaka
sem angka itu atau buku Sekolah Minggu itu. Masa bodoh apa kata
para ahli tentang perbuatanku.”
“Hm , cukup alasan kenapa kita harus m em akai cangkul dan
berpura-pura dalam hal ini, bila tak ada alasan, aku tak akan
setuju, dan aku tak akan tinggal diam saja m elihat peraturan yang
ada dilanggar, sebab benar adalah benar dan salah adalah salah.
Petualangan Huckleberry Finn 321
Seseorang tak berhak untuk berbuat salah, bila ia tahu m ana yang
salah dan m ana yang benar. Mungkin cukup baik bagim u untuk
m enggali J im . Tanpa berpura-pura, sebab agaknya kau tak tahu
antara benar dan salah, tapi aku tidak, sebab aku tahu yang lebih
baik daripada suatu ketololan. Nah, berikan aku sebilah pisau
roti.”
Pisau roti itu terletak di dekatnya. Kuberikan pisauku.
Dibuangnya pisau itu dan berkata lagi, “Beri aku sebilah pisau
roti.”
Aku bingung, tapi kem udian berpikir, dan tahu apa yang
harus kuperbuat. Aku m encari-cari di antara barang-barang
rongsokan di tem pat itu sam pai kutem ukan sebuah cangkul,
kuberikan pada Tom . Tom m enerim anya dan m ulai bekerja tanpa
berkata-kata lagi.
Begitulah ia selalu. Teliti dan tetap tepat pada pendiriannya.
Aku pun m engam bil sebuah sekop. Selam a setengah jam
kam i bekerja keras. Terpaksa berhenti karena tak kuat lagi. Tapi
kini nyata hasilnya, sebuah lubang telah terbuat, Kam i pulang.
Aku telah berada di kam ar, aku m asuk lewat pintu belakang.
Dari jendela kulihat Tom berusaha untuk naik lewat penangkal
petir. Tapi tak pernah berhasil, sebab tangannya yang lecet-lecet
itu tak m em ungkinkan ia bisa berpegangan dengan kuat. Akhir-
nya ia berseru padaku, “Aku tak bisa naik. Kau punya pikiran
bagaim ana baiknya aku naik?”
“Ya,” sahutku. “Tapi kukira m enyim pang dari kebiasaan dan
peraturan. Naiklah m elalui tangga, lewat pintu belakang, dan
http://facebook.com/indonesiapustaka
kucuri tiga buah piring seng. Kata Tom , itu tak cukup. Kujawab
dengan m engatakan tak akan ada orang yang m em baca piring-
piring itu setelah dilem par J im ke luar, sebab jatuhnya pasti
di dalam sem ak-sem ak di bawah lubang jendela J im , jadi bisa
kita am bil lagi untuk diberikan kem bali pada J im . Tom puas,
kem udian berkata lagi, “Kini harus kita pikirkan bagaim ana cara
m engirim kan barang-barang ini kepada J im .”
“Tentu saja lewat lubang yang akan selesai kita gali nanti,”
jawabku.
Tom hanya m erengut, berkata bahwa usul ini tolol sekali. Ia
berpikir-pikir, kem udian berkata bahwa ia telah m enem ukan dua
atau tiga cara yang baik, tapi belum waktunya untuk ditentukan
m ana yang akan dipakai. Kini yang perlu adalah m em beri tahu
J im lebih dahulu.
Malam nya kam i turun lewat penangkal petir kira-kira pada
pukul sepuluh. Kam i bawa sebatang lilin yang kam i curi. Dari
bawah lubang jendela pondok J im kam i dengar J im m endengkur
keras. Kam i m elem parkan lilin tadi m asuk lewat lubang jendela itu.
J atuhnya lilin tak m em utuskan dengkuran J im . Setelah itu kam i
m ulai bekerja lagi. Dua setengah jam kem udian terowongan itu
selesai sudah. Kam i m erangkak m asuk, m uncul di bawah tem pat
tidur J im . Kam i m eraba-raba lantai, sam pai kam i tem ukan lilin
tadi. Kam i nyalakan, dan kam i berdiri di sam paing tem pat tidur
m em perhatikan J im . J im tam pak sehat dan terurus. Hati-hati
kam i bangunkan dia. Ia begitu gem bira hingga ham pir m enangis,
kam i dipanggilnya dengan kata-kata sayang, dan disuruhnya
http://facebook.com/indonesiapustaka
berhati-hati. Bila kam i sedang m em buat kue hantu itu, kau tak
boleh m enghadap kam i. Dan apa pun yang kam i taruh di talam
m akanan, anggap saja tidak ada. Dan jangan m elihat kalau J im
sedan g m en gan gkat m akan an dari talam n ya, sebab sesuatu
akan terjadi, entah apa. Yang paling penting, jangan kau pegang
barang-barang untuk para hantu itu.”
326 Mark Twain
BERES SUDAH. Kam i pergi ke tem pat tum pukan sam pah di
halam an belakang. Tem pat itu penuh dengan sepatu-sepatu
tua, botol-botol pecah, barang-barang seng yang telah rusak,
dan sebagainya. Kam i aduk-aduk hingga kam i tem ukan sebuah
baskom seng. Kam i tutup lubang-lubang pada baskom itu sedapat-
dapatnya, sebab baskom itu akan kam i gunakan untuk m em buat
roti. Kam i sim pan baskom tadi di gudang di bawah tanah setelah
kam i isi dengan tepung curian. Kem udian kam i m enunggu waktu
sarapan. Tom m enem ukan dua batang paku besar, yang katanya
cukup baik untuk m enuliskan kesedihan seorang tawanan di
http://facebook.com/indonesiapustaka
gula dari tem pat gula. Tangan itu tertarik kem bali secepatnya.
Lize, budak wanita negro, saat itu m uncul dan berkata, “Nyonya,
sehelai sprei hilang.”
“Sprei hilang? Ya am pun!” seru Bibi Sally.
“Hari ini juga akan kusum bat lubang-lubang tikus itu,” kata
Pam an Silas dengan sedih.
330 Mark Twain
“Oh, tutup m ulut!” bentak Bibi Sally. “Kau kira tikus-tikus itu
yang m encuri sprei tersebut? Di m ana hilangnya, Lize?”
“Saya tak tahu, Nyonya. Kem arin m asih ada di tali jem uran,
tapi kini tak ada lagi. Lenyap.”
“Pastilah kiam at akan tiba! Belum pernah aku alam i kejadian
seperti ini. Baju, sprei, sendok, enam batang li....”
“Nyonya,” seorang gadis, pem bantu rum ah tangga, m uncul,
“tem pat lilin hilang satu.”
“Pergi kau dari sini sebelum kupukul dengan penggorengan
kau!”
Bibi Sally bagaikan m endidih karena m arahnya. Hatiku tak
keruan. Bila ada kesem patan, aku telah lari dan bersem bunyi
ke hutan sam pai cuaca baik kem bali. Ia terus saja m engom el,
m engobrak-abrik keadaan dunia ini seorang diri sem entara yang
lain tak berani bercuit sedikit pun, tunduk dan m akan dengan
diam -diam . Tiba-tiba rentetan kata-kata Bibi Sally terhenti,
m ulutnya m enganga, kedua tangan terangkat. Pam an Silas dengan
wajah tolol m em perhatikan sendok yang baru saja dikeluarkan
dari sakunya. Bila aku jadi Pam an Silas, rasanya aku baru akan
lega bila bisa m enyingkir saat itu juga ke Yerusalem atau tem pat
jauh lainnya.
“Sudah kuduga!” seru Bibi Sally, “selam a ini sendok itu ada
di sakum u! Dan pasti barang-barang lainnya juga ada di sana.
Bagaim ana sendok itu bisa berada di sakum u?”
“Aku sam a sekali tak tahu, Sally,” jawab Pam an Silas dengan
sangat bingung, “kalau tahu pasti sudah kukatakan. Sebelum
sarapan tadi aku sedang m em pelajari Kisah Rasul-rasul ayat
http://facebook.com/indonesiapustaka
pergilah kalian sem uanya, jangan dekati aku lagi sebelum hatiku
tenang kem bali.”
J an gan kan kata-kata itu diucapkan , walaupun baru
dipikirkan pasti perintah sem acam itu akan terdengar jelas
olehku. Dan m isalkan aku sudah m ati, rasanya aku akan bangkit
dan m elakukan perintah tersebut. Waktu kam i m elintas ruang
tam u, Pam an Silas sedang m engangkat topinya. Paku yang kam i
selipkan jatuh ke lantai. Diam bilnya paku tersebut, diletakkan
di atas perapian tanpa berkata sepatah pun, dan ia keluar. Tom
m elihatnya, teringat akan peristiwa sendok tadi, katanya, “Ia
tak bisa dipercaya, tak guna m engirim sesuatu m elalui dia.
Tapi betul-betul ia telah m enolong kita karena sendok itu,
walaupun di luar pengetahuannya. Baiklah, kita tolong dia tanpa
sepengetahuannya pula. Kita sum bat lubang-lubang tikus itu.”
Ternyata lubang-lubang tikus itu banyak sekali, di dalam
gudang di bawah tanah. Sejam baru kerja kam i selesai, tapi kerja
kam i itu betul-betul m em uaskan, kuat dan rapi. Baru saja selesai,
kam i dengar seseorang m enuruni tangga ke tem pat itu. Cepat-
cepat kam i m atikan lilin dan bersem bunyi. Yang datang itu Pam an
Silas, sebelah tangan m em bawa lilin, tangan lainnya m em bawa
kain-kain untuk sum bat, berjalan dengan m ata kosong seakan-
akan m elam un. Dari satu lubang ia pergi ke lubang berikutnya,
sam pai sem ua lubang selesai diperiksanya. Akhirnya ia berdiri
diam , kira-kira lim a m enit term enung sem entara tangannya
m em bersihkan lilin-lilin yang m enetes. Setelah itu ia berpaling,
terdengar ia berkata seorang diri, “Tak bisa kum engerti. Tak bisa
http://facebook.com/indonesiapustaka
kuingat, kapan aku m enyum bat lubang-lubang itu. Kini aku bisa
m engatakan pada Sally bahwa aku tak bisa disalahkan dalam hal
tikus-tikus itu. Tapi biarlah sudah. Andaikata kukatakan, tak akan
m em perbaiki suasana.”
Perlah an ia m en aiki tan gga kem bali, sam bil terus
m enggum am . Ia seorang tua yang sangat baik hatinya.
332 Mark Twain
kam i m endapat suatu cara yang tepat, yaitu akan kam i m asak
tangga tali kam i bersam a-sam a dengan tepungnya. Sem alam
suntuk kam i m erobek-robek sprei untuk dijadikan serpihan-
serpihan kecil yang kem udian kam i pilin. Mem buatnya di dalam
pondok J im , dengan bantuan penuh dari J im . Menjelang pagi,
jadilah sebuah tangga tali yang am at bagus. Kam i anggap telah
m enghabiskan waktu sem bilan bulan untuk m em buat tangga
tersebut.
Menjelang tengah hari kam i bawa tangga tali itu ke hutan,
untuk di m asak di dalam kue. Tapi ternyata tak m uat. Mem ang
karena terbuat dari sehelai sprei besar, rasanya tangga tali itu
akan cukup untuk m em buat em pat puluh buah kue, sedang
sisanya m asih cukup untuk sup atau sosis atau apa saja yang kam i
kehendaki. Bahkan tak akan habis rasanya untuk m akan siang.
Tapi kam i tak m em butuhkan m akanan lainnya itu. Yang
kam i butuhkan hanyalah kue itu, jadi kam i am bil saja tangga tali
secukupnya, sisanya kam i buang. Kue-kue yang gagal dan yang
berhasil tidaklah kam i m asak di baskom , sebab kam i takut kalau
soldernya leleh oleh panas api. Kam i pakai pem anas kuningan
m ilik Pam an Silas. Baskom pem anas itu sangat dihargainya,
sebab benda itu m erupakan warisan turun-tem urun, pernah
dim iliki oleh salah seorang nenek m oyangnya yang berlayar
dengan William si Penakluk, dari Inggris ke negeri ini, dengan
n aik kapal Maylower atau kapal kun o lain n ya, lupa aku
nam anya. Baskom pem anas ini disim pannya di loteng, dengan
barang-barang lain yang dianggapnya berharga. Berharga bukan
http://facebook.com/indonesiapustaka
”Fess... fess... kau tak usah tahu arti fess. Akan kuterangkan
pada J im cara m em buatnya.”
“Wah, Tom , m asak kau tak m au m enerangkan padaku?” aku
bertanya terus. “Baiklah, apakah bar sinister?”
“Oh. Aku tak tahu. Bagaim anapun J im harus m em punyai
sebuah lam bang seperti juga para bangsawan lainnya.”
338 Mark Twain
Suara Tom gem etar waktu m em bacakan sem ua itu, ham pir
saja ia m eneteskan air m ata. Selesai m em baca ia tak tahu
m an a yan g akan dipilihn ya un tuk ditulis oleh J im , sem ua
begitu bagus. Akhir nya ia m em utuskan m enyuruh J im m enulis
sem uanya. Menurut J im , ia akan m em erlukan waktu setahun
http://facebook.com/indonesiapustaka
ingin agar kau m encobanya, bila gagal tak usah kau teruskan.”
“Soalnya bukan gagal atau tidak, Tuan Tom , sekali ular
keluntang itu m enggigitku, beres sudah, tak usah Tuan repot-
repot lagi. Apa pun yang Tuan kehendaki akan kukerjakan, tapi
kalau Tuan dan Huck m em bawa ular keluntang kem ari, lebih baik
aku saja yang pergi.”
342 Mark Twain
bila m usik yang dim ainkan m usik sedih. Bukankah hanya m usik
sedih yang bisa kau m ainkan dengan kecapi yahudi? Tikus-tikus
pasti akan datang, ingin tahu m engapa kau bersedih. Ya, beres
sudah kau kini. Sebelum tidur atau sesudah bangun duduklah
sebentar, m ainkan lagu “Mata Rantai Terakhir Patah Sudah”.
Tak sam pai dua m enit, m ata tikus, ular, dan laba-laba akan
Petualangan Huckleberry Finn 343
“Tuan Tom , kau kira aku bisa m em buat pokok m ullen itu
tum buh dua kali lebih cepat dengan air sum ur daripada pokok
m ullen yang dipelihara dengan air m ata.”
“Bukan begitu, tapi suatu keharusan, peraturan.”
“Pasti m ati pokok itu di tanganku, Tuan Tom , sebab aku
sangat jarang sekali m enangis.”
344 Mark Twain
tem pat-tem pat yang bukan sem estinya. Ular-ular itu kulitnya
indah sekali, dan sam a sekali tak berbahaya, nam un Bibi Sally
sam a sekali tak am bil pusing, segala m acam ular sam a baginya,
dan bagaim anapun ia selalu m em benci m ereka. Bila ada seekor
ular m enjatuhinya, tak peduli ia sedang m em egang apa, barang
yang dipegangnya itu pasti dibantingkannya dan ia angkat kaki
Petualangan Huckleberry Finn 347
penuh ruangan itu dengan batu jentera, ular, dan tikus. Walaupun
tak sesem pit itu, pastilah sukar baginya untuk tidur, sebab
pondok itu kini tak pernah tenang lagi, terus saja ram ai. Sebabnya
ialah karena binatang-binatang itu tak pernah tidur dalam waktu
yang bersam aan, bila ular-ular tidur tikus-tikus m engganggu, dan
bila tikus-tikus tidur, ular-ular berjaga-jaga. J adi J im selalu saja
348 Mark Twain
berhadapan dengan salah satu dari kelom pok binatang itu; selalu
saja ada yang lagi di bawahnya, di depannya, atau berm ain sirkus
di dadanya. Dan bila ia berm aksud pindah tem pat tidur, laba-laba
akan m enyerangnya pada saat ia bergeser. Kata J im , bila ia bisa
keluar, tak m au lagi ia jadi tawanan, walaupun digaji berapa saja.
Tiga m inggu selesailah segala pekerjaan kam i. Kem eja Pam an
Silas telah kam i kirim kan pada J im dengan m elalui sebuah kue.
Kini setiap kali seekor tikus m enggigit J im , ia bangun dan m enulis
catatan hariannya sem entara tintanya m asih segar. Pena telah
jadi, begitu juga kesan-kesan dan lam bang telah diukirkan di batu
gerinda. Kaki tem pat tidur J im telah kam i gergaji, m enjadi dua,
serbuknya kam i m akan, dan hebat sekali sakit perut yang tim bul
karenanya. Kam i kira kam i akan m ati, tetapi ternyata tidak.
Serbuk gergaji itu adalah serbuk yang paling tak tercernakan. Tom
juga berkata begitu. Tapi seperti kataku tadi, sem ua pekerjaan
kam i beres sudah. Dan kam i telah kehabisan tenaga, terutam a
J im . Pam an Silas telah dua kali m enulis surat pada perusahaan
pertanian di sebelah hilir New Orleans, m inta agar m ereka
m engam bil negro m ereka yang tertangkap di sini. Tetapi tentu
saja surat-surat itu tak dapat jawaban, sebab m em ang alam at yang
ditulis di surat itu tak ada. Pam an Silas m engam bil keputusan
untuk m em asang iklan di beberapa surat kabar St. Louis dan New
Orleans. Waktu dikatakannya keinginan m em asang iklan di surat
kabar St. Louis itu, hatiku berdebar keras, dan aku berpendapat
bahwa kini kam i tak boleh m em buang-buang waktu lagi. Tom
berkata bahwa tiba saatnya kini untuk m enulis surat-surat kaleng.
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Bukankah dengan begitu kau sam a sekali tak tam pak seperti
seorang gadis pelayan?”
“Ya, tetapi juga tak ada yang m enyaksikan apakah aku
kelihatan seperti gadis pelayan atau tidak.”
“Itu bukan soaln ya. Yan g harus kita kerjakan adalah
m engikuti segala peraturan yang ada, dan tak m em pedulikan
apakah ada yang m elihat atau tidak. Apakah kau sam a sekali tak
punya pendirian?”
“Baiklah, aku tak akan m em bantah lagi. Aku jadi pelayan itu.
Lalu siapa yang akan jadi ibu J im ?”
“Akulah ibunya. Akan kucuri sebuah gaun Bibi Sally.”
“Kalau begitu kau harus tinggal dalam pondok J im bila J im
dan aku lari?”
“Bukan begitu. Akan kuisi pakaian J im dengan jeram i, dan
kubaringkan di tem pat tidurnya untuk m em erankan ibunya. Ia
akan m em akai gaun yang sebelum nya kupakai dan kita m elarikan
diri bersam a-sam a. Bila seorang tawanan term asyhur m elarikan
diri disebut orang suatu penghindaran, begitu juga bila seorang
raja m elarikan diri, m isalnya. Hal yang sam a bila anaknya
m elarikan diri, baik anak sah atau tak sah.”
Maka Tom m enulis surat kaleng yang dim aksudkannya.
Malam itu, den gan m en gen akan pakaian si gadis pelayan ,
ku m asukkan surat tadi ke bawah pintu depan seperti yang
diperintahkan Tom . Surat itu berbunyi:
telah beragam a dan ingin kem bali m enurut kehidupan y ang tak
bergelim ang dosa. Akan kubocorkan rahasia gerom bolan kejam
itu. Mereka akan m eny elundup dari arah utara, m eny usur
pagar, di tengah m alam tepat. Dengan sebuah kunci palsu
m ereka akan m asuk ke pondok negro itu dan m em bebaskanny a.
Tugasku berjaga-jaga, di kejauhan. Bila ada bahay a, aku
diharuskan m eniup suatu terom pet seng. Tetapi aku tak akan
m elakukan itu. Aku akan m engem bik seperti dom ba segera
setelah m ereka m asuk ke dalam pondok. Saat itu pastilah
m ereka sedang sibuk m elepaskan rantai y ang m engikat kaki
si negro, saat y ang tepat bagi kalian untuk m eny elinap m asuk
dan m engunci pintuny a serta m em bunuh m ereka sesuka hati
kalian. Jangan berbuat sesuatu y ang bertentangan dengan
nasihatku ini, sebab ini hany a akan m em buat m ereka curiga
dan m em batalkan segala rencanany a. Aku tak m enginginkan
hadiah, aku hany a ingin berbuat sesuatu y ang kuanggap benar.
Sahabat tak dikenal.
http://facebook.com/indonesiapustaka
KEKALUTAN DAN RENCANA
YANG SANGAT BERHASIL
“Kau tidak tahu? J angan jawab seperti itu, Tom . Aku ingin
tahu apa yang kau kerjakan di gudang itu.”
“Aku tak berbuat apa-apa, Bibi Sally, dem i Tuhan tidak.”
Biasanya aku akan dilepaskan begitu saja. Tapi kukira setelah
terjadi beitu banyak kejadian ganjil, Bibi Sally akan curiga sekali.
Dengan suara yang tak bisa ditawar-tawar lagi ia berkata, “Pergi
Petualangan Huckleberry Finn 355
ke ruang tam u, dan tetap di tem pat itu sam pai aku datang lagi.
Kukira kau baru saja berbuat sesuatu yang bukan urusanm u. Aku
akan segera m enem ukan apa yang telah kau kerjakan di sana.”
Aku m em buka pintu ruang tam u, dan Bibi yang ke gudang.
Astaga, ternyata ruang tam u itu telah penuh orang! Kira-kira
lim a belas orang ada di situ, m asing-m asing m em bawa senjata.
Tubuhku jadi begitu lem as hingga aku terpaksa m enjatuhkan diri
ke sebuah kursi. Orang-orang itu duduk berkeliling, berbicara
dengan suara perlahan. Tam pak sem ua orang gelisah, tapi berbuat
seolah-olah m ereka tenang saja. Tapi aku tahu benar m ereka
gelisah, sebab sebentar-sebentar m ereka m encopot dan m em akai
kem bali topi m ereka, geruk-garuk kepala, pindah tem pat duduk,
dan berm ain-m ain dengan kancing bajunya. Aku sendiri tak
bisa duduk tenang, dan tak berani m em buka topiku. Alangkah
senangnya bila Bibi Sally cepat datang dan m enggebukiku hingga
persoalan ini selesai dan aku bisa cepat-cepat pergi ke Tom
untuk m engatakan bahwa rencana kam i berhasil baik, tapi kam i
bagaikan m engusik sebuah serang lebah. Akan kukatakan agar ia
tak m em buang-buang waktu lagi, sebelum kelom pok orang-orang
itu bergerak dan m engepung kam i.
Akhirnya Bibi Sally datang juga. Berbagai-bagai pertanyaan
diajukan padaku, dan sem ua kujawab dengan m em bohong, karena
pikiranku begitu kacau. Aku sangat takut sebab beberapa orang
telah m engusulkan untuk berangkat dan m enunggu kedatangan
rom bongan penjahat itu, sebab tengah m alam tinggal beberapa
m enit lagi. Beberapa orang lainnya m inta agar m ereka m enunggu
http://facebook.com/indonesiapustaka
tanda suara em bikan dom ba. Sem entara itu Bibi Sally juga m asih
m en yeran gku den gan berbagai pertan yaan , hin gga gem etar
seluruh tubuhku m enahan kegelisahan. Hawa di tem pat itu terasa
m akin panas hingga akhirnya m entega di bawah topiku m ulai
m eleleh, m encari, m eram bati belakang kepalaku, lewat belakang
telinga ke leher. Waktu seseorang berkata, “Baiklah, kalau begitu
356 Mark Twain
dan seseorang berkata, “Apa kataku! Kita terlalu cepat kem ari.
Mereka belum datan g. Pin tu m asih terkun ci. Begin i saja,
beberapa orang di antara kalian m asuk ke dalam , dan kukunci
lagi pintunya, kalian tunggu hingga penjahat-penjahat itu m asuk.
Lainnya m em encar, pasang telinga kalau-kalau m ereka datang.”
Mereka betul-betul m asuk, tapi begitu gelap pondok itu
hingga kam i tak terlihat. Ham pir saja kam i terinjak waktu
m asuk ke bawah tem pat tidur. Tanpa suara kam i m ulai m asuk
terowongan, satu per satu. J im dulu, lalu aku, baru kem udian
Tom , sesuai urutan yang telah dirancangkan Tom . Kam i telah
berada di dalam sengkuap. Di luar, kam i dengar suara kaki orang-
orang itu. Kam i m erangkak ke pintu, Tom m engintai ke luar
lewat lubang di pintu itu. Tapi tak bisa m elihat apa-apa sebab di
luar pun sangat gelap. Tom m enunggu hingga suara kaki-kaki itu
m enjauh, kem udian digam itnya J im , berbisik m em beri tanda,
agar J im m enyelinap keluar, disusul oleh aku, dan Tom terakhir.
Tom m enem pelkan telinganya di lubang pintu, m em asang telinga.
Lam a juga suara kaki-kaki itu berkeliaran di sekeliling pondok.
Nam un akhirnya Tom m em beri tanda. Kam i m enyelinap keluar,
m em bungkuk-bungkuk, m enahan napas, tak m engeluarkan suara
sedikit pun. Satu per satu kam i m enuju pagar. J im dan aku
selam at m elewa tinya. Tapi celana Tom terkait pada secerpih kayu
di pagar. Sese orang datang m endekat, terpaksa Tom m enarik saja
celananya itu. Serpihan kayu itu patah berderak. Tom m elom pat
turun m engejar kam i pada saat seseorang berseru, “Siapa itu?
J awab, kalau tidak kutem bak.”
Kam i tak m enjawab, m alah lari secepat kam i dapat. Terdengar
http://facebook.com/indonesiapustaka
harus kau ikuti sepenuhnya bila kau sam pai di desa. Setelah
m asuk ke rum ah dokter, tutup pintunya, dan bebat m ata dokter
itu. Suruh dia bersum pah untuk m erahasiakan tem pat ini, dan
taruh sekantung em as di tangannya. Tuntun dia berputar-putar
lewat gang-gang gelap, baru kau bawa dia ke perahu. Kau bawa
kem ari, tetapi dengan lebih dulu m engam bil jalan berputar-
putar pula di antara pulau-pulau itu. Geledah dia agar ia tak bisa
m enandai rakit ini dengan kapur. Nah, begitulah cara yang paling
tepat dalam keadaan seperti ini.”
Kusanggupi saja perm intaan itu. Aku berpesan kepada J im
agar bersem bunyi di hutan pulau itu bila dokter datang, dan tak
keluar lagi. Aku berangkat ke desa.
http://facebook.com/indonesiapustaka
PASTILAH DIBANTU
PARA HANTU
DOKTER ITU sudah tua, seorang tua yang tam paknya berhati
sangat baik. Waktu aku datang ke rum ahnya, ia sedang tidur,
tapi segera bangun setelah di dengarnya ada yang m em butuhkan
tenaganya. Aku berkata bahwa aku dan saudaraku berburu di
Pulau Spanyol sore kem arin, dan m alam ini berkem ah di sebuah
rakit yang kam i tem ukan di pulau itu. Tengah m alam saudaraku
m erendam senjatanya, hingga m eletus dan peluru bersarang di
betisnya. Aku m inta dia segera ikut denganku untuk m erawat
saudaraku itu, tan pa m en gatakan apa-apa ten tan g kejadian
http://facebook.com/indonesiapustaka
itu pada siapa pun, sebab m alam ini kam i akan pulang dan
m engejutkan keluarga kam i.
“Siapa keluargam u?” tanya dokter itu.
“Keluarga Phelps, di sebelah hilir.”
“Oh,” dia diam sejenak, bertanya lagi, “bagaim ana saudaram u
tadi tertem bak?”
362 Mark Twain
itu m em buka rahasia kam i. Tidak, aku tahu apa yang harus
kukerjakan. Aku akan m enunggu di tepi itu. Bila dokter itu datang
dan berkata bahwa ia m asih harus m erawat Tom lagi, aku pun
akan pergi bersam anya, tak peduli aku harus berenang untuk
itu. Kem udian aku akan m engikatnya di rakit, dan kam i bawa ia
ikut m enghilir. Nanti bila ia sudah berhasil m enyem buhkan Tom ,
Petualangan Huckleberry Finn 363
akan kam i bayar dia sesuai dengan perm intaannya, atau kam i
berikan sem ua m ilik kam i padanya.
Putusanku tetap, aku naik ke tum pukan kayu untuk tidur.
Waktu aku terbangun, m etahari telah berada di atas kepalaku!
Cepat-cepat aku berlari ke rum ah dokter, tapi ternyata ia belum
pulang. Agaknya keadaan Tom buruk sekali, jadi aku harus cepat-
cepat ke rakit kam i. Aku berlari. Dan di tikungan aku m enubruk
perut seseorang, Pam an Silas!
“Astaga, Tom !” seru Pam an Silas, “anak nakal, ke m ana kau
dan Sid? Ke m ana saja kau pergi? Bibim u sangat gelisah.”
“Kam i tak apa-apa. Kam i m engikuti orang-orang itu dan
anjing-anjing. Tetapi kam i tertinggal. Kam i kira m ereka lari ke
sungai. Kam i m enyeberang dengan naik perahu, tetapi ternyata di
sana sepi. Kam i m enyusur ke arah hulu, sam pai kam i lelah. Kam i
tidur di perahu, baru bangun sejam yang lalu. Kam i m enyeberang
kem ari untuk m engetahui berita tentang negro yang lari itu. Sid
pergi ke kantor pos untuk m aksud yang sam a, aku pulang dulu
untuk m engam bil m akanan, nanti kam i pulang.”
Pam an m engajakku ke kantor pos untuk m encari ‘Sid’. Seperti
yang kudalihkan, Sid tak ada di tem pat itu. Pam an m endapat
sepucuk surat dari kantor pos. Kam i m enunggu beberapa lam a
di kantor pos itu. Kem udian pam an berkata, biar Sid berjalan
kaki pulang atau naik perahu kalau ia selesai bergelandangan,
sedang kam i akan naik kereta pulang. Tak bisa kubujuk ia agar
aku diperbolehkannya m enunggu di kantor pos. Aku harus pulang
agar Bibi Sally tak m erasa khawatir lagi.
Sesam pain ya di rum ah, Bibi begitu gem bira hin gga ia
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Pencuri juga....”
“Dem i Tuhan, aku tak akan berani, aku tak akan berani
tinggal di rum ah....”
“Takut? Oh, tak terkira lagi takutku. Aku tak berani tidur, tak
berani bangun, tak berani m erebahkan diri, atau duduk, Nyonya
Ridgeway. Bahkan m ereka berani m encuri. Wah, wah, bisa
Petualangan Huckleberry Finn 367
berjanji untuk tidak turun lagi lewat jalan itu. Aku m elanjutkan
ceritaku itu dengan cerita yang telah kukatakan pada Pam an
Silas sebe lum nya. Bibi Sally berkata bahwa ia bisa m engam puni
kam i, sebab m em ang wajar tindakan seperti yang kam i lakukan
itu dilakukan oleh anak-anak seum ur kam i, sem ua anak lelaki
m em ang penuh pikiran gila, sepanjang pengetahuannya. J adi
368 Mark Twain
betapa baik hati Sid. Rasanya tak puas-puas Bibi m em uji dia, dan
sekali-sekali bertanya padaku apakah m ungkin ia tersesat, luka,
atau m ungkin terbenam , m ungkin saat itu juga ia sedang terbaring
basah kuyup dan tak bergerak lagi, entah di m ana, sedang dalam
pederitaan atau m ungkin juga telah m ati. Bibi Sally m eneteskan
air m ata m em bayangkan kem ungkinan itu. Kukatakan pada Bibi,
Petualangan Huckleberry Finn 369
Sid pasti selam at, dan besok pagi pasti telah ada di rum ah. Bibi
jadi sangat gem bira, m erem as tanganku dan m encium ku, serta
m enyuruhku berkata seperti tadi sekali lagi sebab kata-kata tadi
sangat m enghiburnya.
Waktu Bibi Sally akan m eninggalkan kam arku, ia m enatap
m ataku, dengan pandang tetap dan lem but, seraya katanya,
“Pintum u tak akan kukunci, Tom , begitu juga jendela, sedang di
luar itu penangkal petir m asih bisa kau gunakan. Tapi aku m ohon
jangan hendaknya kau pergi, Tom , jangan. Maukah kau berjanji
padaku, Tom ? Dem i aku?”
Dem i Tuhan aku sangat ingin sekali pergi m elihat keadaan
Tom , dan sudah berm aksud untuk pergi. Tapi m endengar kata-
kata Bibi itu, niatku kubatalkan. Diupah berapa pun tak akan m au
aku m enyalahi janjiku pada wanita tua itu.
Bibi Sally m em enuhi pikiranku, Tom juga dem ikian, jadi
tak bisa aku tidur nyenyak. Dua kali aku telah keluar jendela,
m eluncur hingga ke tanah, m enyelinap ke depan rum ah. Kulihat
Bibi duduk di dekat jendela, lilinnya m enyala, dan m atanya terus
tertuju ke jalan, air m ata m em basahi pipinya. Betapa senangnya
bila aku bisa m enghiburnya, tapi aku tak bisa. Bisaku hanya
bersum pah dalam hati bahwa aku tak akan m em buatnya sedih
lagi. Ketiga kalinya aku terbangun dan turun ke luar, fajar telah
m enyingsing.
http://facebook.com/indonesiapustaka
MENGAPA JIM TAK JADI
DIGANTUNG
rakit kita?”
“Beres,” sahutku.
“Dan J im ?”
“Begitu juga,” kataku, tak berani terlalu jelas. Tapi Tom tak
m em perhatikan suaraku, m alah berkata, “Bagus! Hebat! Kini
sem ua beres dan kita selam at! Sudah kau katakan pada Bibi?”
Petualangan Huckleberry Finn 375
Aku akan berkata ‘ya’, tapi Bibi m enyela, “Tentang apa, Sid?”
“Tentang bagaim ana sem ua itu kam i laksanakan.”
“Sem ua apa?”
“Wah, ya sem uanya. Hanya ada satu hal yang paling luar
biasa akhir-akhir ini, yaitu bagaim ana kam i m em bebaskan budak
pela rian itu, kam i yang m em bebaskan, aku dan Tom .”
“Astaga! Mem bebaskan budak. Apa yang kau bicarakan, Nak,
pasti kau bingung lagi, pasti kau m engigau lagi!”
“Tidak! Aku tahu apa yang kukatakan! Kam i betul-betul telah
m em bebaskan negro itu. Aku dan Tom . Kam i yang m erancangkan
segala siasat, kam i yang m engerjakan siasat-siasat itu. Dan betapa
bagusnya rencana-rencana tersebut!” Tom tak bisa dihentikan
lagi, ceritanya m eluncur tak terputuskan dari m ulutnya. Bibi Sally
m endengarkan terus dengan penuh perhatian, dan kupikir lebih
baik bila aku tak coba-coba ikut bercerita. “Minta am pun Bibi,
berat sekali kerja yang kam i lakukan. Berm inggu-m inggu. Berjam -
jam tiap m alam , waktu seisi rum ah tidur sem ua. Kam i juga harus
m encuri lilin, sprei, baju bibi, sendok, piring seng, pisau roti,
baskom pem anas, batu gerinda, dan m asih banyak lagi. Bibi tak
akan tahu bagaim ana beratnya m em buat gergaji, pena, tulisan
di batu gerinda itu, dan lain-lainnya, dan juga Bibi tak akan bisa
m em perkirakan betapa kam i sangat gem bira m engerjakan sem ua
itu. Kam i juga yang m em buat gam bar peti m ati dan lainnya, juga
surat-surat kaleng itu. Kam i harus naik turun lewat penangkal
petir, m em buat terowongan di bawah pondok J im dengan jalan
m em asukkannya dalam sebuah kue, kam i kirim kan sendok dan
http://facebook.com/indonesiapustaka
hingga ham pir-ham pir saja sem ua rencana kam i gagal, sebab
orang-orang telah datang sebelum kam i sem ua keluar dari dalam
pondok. Kam i terpaksa bergerak cepat, hingga m ereka bisa
m endengar dan m enem bak serta m engejar kam i. Aku tertem bak.
Kam i bersem bunyi di pinggir jalan, sam pai para pengejar itu
lewat. Ketika anjing-anjing m endatangi kam i, m ereka tak tertarik,
m alah m engejar kelom pok orang-orang yang sangat ribut itu.
Kam i berhasil m asuk ke perahu, dan selam at m encapai rakit.
J im kini bebas, dan sem ua ini kam i kerjakan sendiri! Bukankah
sangat luar biasa, Bibi!”
“Belum pernah aku m endengar hal sem acam ini seum ur
hidupku! J adi sem ua ini gara-gara kau! Bajingan cilik! Sem ua
ketegangan dalam rum ah ini, penyebab kegilaan sem ua orang,
yang m enakut-nakuti kam i hingga ham pir m ati, sem ua ini kau!
Kalau kuturuti hatiku, kukuliti kau sekarang juga! Hh, dan setiap
m alam aku di sini... oh, cepatlah sem buh, bangsat cilik, agar kau
bisa tahu rasa nanti!”
Tapi Tom begitu ban gga dan gem bira hin gga ia sam a
sekali tak m em perhatikan Bibi Sally, terus saja ia m engoceh,
sam bil sekali-sekali Bibi Sally m enyela, dan m enyeburkan api
kem arahan n ya, kadan g-kadan g m ereka berdua sam a-sam a
berbicara, ributnya m engalahkan suatu rapat para kucing. Dan
akhirnya Bibi Sally berkata, “Baiklah, baiklah, kini kau bisa
m enikm ati kegem biraanm u, tapi awas kalau kau berani sekali lagi
m engusik-usik dia lagi....”
“Mengusik siapa?” Tom m em utuskan ceritanya, senyum nya
segera lenyap, digantikan rasa heran.
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Siapa lagi kalau bukan negro pelarian itu? Kau kira siapa?”
“Tom ,” Tom berpaling dan m em andangku dengan pandang
tajam , “bukankah katam u tadi J im selam at? Apakah ia tertangkap
lagi?”
“Dia?” tanya Bibi Sally. “Negro yang lari itu? Pasti, tak usah
khawatir, ia telah tertangkap lagi, ditahan lagi di dalam pondok,
Petualangan Huckleberry Finn 377
hanya diberi m akan roti dan air, diikat dengan rantai besar
sam pai tuannya datang atau ia terjual di pelelangan.”
Tom bangkit, berdiri tegak di tem pat tidur, m atanya bagaikan
berapi, cuping hidungnya kem bang kem pis, berkata keras padaku,
“Mereka tak punya hak untuk m enawannya! Cepat! J angan buang
waktu lagi! Lepaskan dia! Dia bukan budak, dia bebas, sebebas
setiap m akhluk yang berjalan di atas bum i ini!”
“Apa yang kau m aksud, Nak?”
“Setiap kataku bukanlah isapan jem pol, Bibi Sally! Bila tak
ada yang berangkat untuk m em bebaskan J im , aku yang akan
pergi. Aku m engenalnya sejak aku kecil, begitu juga Tom ini.
Nona Watson m eninggal dua bulan yang lalu, dia begitu m alu
karena punya m aksud untuk m enjual J im ke daerah Selatan, hal
ini dikatakannya sendiri, dan dalam surat wasiatnya disebutkan
bahwa J im dinyatakan bebas dari perbudakan.”
“Lalu untuk apa kau ingin m em bebaskannya lagi, kalau kau
tahu bahwa dia sudah bebas?”
“Itulah soalnya, tapi m em ang akan begitulah pertanyaan dari
seorang wanita. Wah, Bibi, Bibi tak tahu bagaim ana hausnya aku
akan petualangan, rasanya m au aku m enyeberangi danau darah
asal saja.... Astaga, Bibi Polly!”
Benar-benar Bibi Polly! Muncul berdiri di pintu, m anis dan
tersenyum bahagia bagaikan patung m alaikat yang terbuat dari
kue. Bibi Polly!
Bibi Sally m elom pat, m em eluk saudaranya itu. Mem eluknya
erat-erat hingga kukira copotlah kepala Bibi Polly. Tak lupa
http://facebook.com/indonesiapustaka
air m ata m ulai m em banjir. Dan sem entara m ereka sibuk, aku
m endapat waktu cukup untuk bersem bunyi di bawah tem pat
tidur, sebab kukira ini keadaan akan sangat gawat bagi kam i.
Aku m engintai ke luar, kulihat Bibi Polly m elepaskan diri dari
pelukan saudaranya, m em andang tajam pada Tom lewat atas
kacam atanya, pandang tajam seakan hendak m enghancurkan
378 Mark Twain
Tom . Baru kem udian ia berkata, “Ya, ya, kukira lebih baik bila kau
palingkan kepalam u, Tom , m em ang lebih baik begitu.”
“Oh, astaga!” seru Bibi Sally, “apakah wajahnya begitu
berubah? Ia bukan Tom , ia Sid. Tom ... Tom ... wah, di m ana Tom
tadi? Baru saja ia ada di sini.”
“Kau m aksud di m ana Huck Finn, itulah yang kau m aksud.
Rasanya setelah sekian lam a m em besarkan seorang bangsat cilik
seperti Tom ini tak akan bisa aku lupa padanya, aneh sekali bila
itu terjadi. Keluar dari bawah tem pat tidur, Huck Finn!”
Aku keluar. Tapi tanpa tenaga rasanya.
Bibi Sally m erupakan orang yang paling bingung di dunia
ini waktu itu, kecuali Pam an Silas, tentu. Pam an Silas jadi
seperti orang m abuk waktu sem uanya diterangkan padanya. Dan
sepanjang hari tak tahu ia apa yang diperbuatnya; m alam harinya
waktu diadakan pertem uan doa, ia berkhotbah sedem ikian
m em bingungkan sehingga kewarasan otaknya diragukan orang,
bahkan orang yang tertua sekalipun tak bisa m engerti isi doa itu.
Bibi Polly m enceritakan apa dan siapa aku ini sebenarnya.
Kem udian ganti aku bercerita, bagaim ana sam pai aku berada
dalam keadaan yang sangat terjepit hingga waktu Nyonya Phelps,
Bibi Sally, m enyela, berkata, “Oh, kau boleh terus m em anggilku
Bibi Sally, aku telah terbiasa kini, dan tak perlu diubah lagi,”
sehingga waktu Bibi Sally m enyangkaku Tom Sawyer, aku terpaksa
tak m enolak, tak ada jalan lain kecuali m enerim a saja anggapan
itu, lagi pula aku tahu Tom tak akan m enyalahkanku. Sebab aku
http://facebook.com/indonesiapustaka
tahu ia am at suka pada hal-hal yang rum it dan penuh rahasia, dan
pasti ia akan m em buatnya suatu petualangan untuk m em uaskan
hatinya. Dugaanku betul, ia datang dan m engaku sebagai Sid
untuk m em peringan tanggung jawab yang harus kupikul.
Bibi Polly m em benarkan kata-kata Tom tentang isi wasiat
Nyonya Watson yang m em bebaskan J im selam a-lam anya dari
Petualangan Huckleberry Finn 379
belum kubuka, m asih seperti waktu kudapat dari kantor pos. Aku
tahu surat-surat itu akan m em buat keadaan kam i m akin panas,
jadi bila saja Bibi tak tergesa-gesa datang aku akan....”
“Kau betul-betul harus kukuliti hidup-hidup! aku juga
berkirim surat m engatakan bahwa aku akan datang, m ungkin ia
juga yang....”
380 Mark Twain
“J angan tanya kenapa, Huck, tapi ia tak akan kem bali lagi.”
Kudesak terus dia hingga akhirnya ia berkata, “Kau ingat
rum ah yang hanyut waktu kita berada di Pulau J ackson dulu?
Kau ingat di rum ah itu ada orang m ati, tertutup selim ut, aku
m asuk m endahuluim u untuk m elihat siapa dia, dan kem udian
tak kuperkenankan kau m elihatnya? Nah, kini kau boleh yakin
bahwa uangm u m asih tetap seperti dulu, sebab orang m ati itu
adalah bapakm u.”
Tom kini sudah ham pir sem buh. Peluru yang m engenai
betisnya kini digantungkannya di leher pada rantai arlojinya.
H abis sudah, tak ada lagi yan g harus kutulis, dan in i
m em buatku gem bira, sebab ternyata kini bahwa m em buat buku
itu suatu pekerjaan yang am at sulit. Kalau dari dulu aku tahu,
aku tak akan m enulis lagi. O, ya, agaknya aku akan terpaksa lari
m eninggalkan daerah ini lebih dulu dari Tom atau J im , sebab Bibi
Sally telah m enyatakan m aksudnya untuk m engam bilku sebagai
anak dan m endidikku jadi orang beradab. Rasanya aku tak akan
tahan bila keinginan Bibi Sally terpenuhi. Aku pernah m engalam i
hal yang sam a dengan Nyonya J anda Douglas.
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka
marK TWaIn
PeTUaLanGan hUCKLeBerrY FInn
K
arya klasik Amerika karangan Mark Twain ini merupakan
sekuel buku Petualangan Tom Sawyer. Huckleberry Finn si
gelandangan diangkat anak oleh Nyonya Janda dan dididik
menjadi orang terhormat. Tapi Huck idak betah dengan segala tata
krama yang dianggapnya terlalu kaku. Ditambah dengan kedatangan
kembali ayahnya yang pemabuk, Huck memutuskan untuk kabur.
Dimulailah petualangan Huck bersama Jim, seorang budak negro
yang juga sedang melarikan diri. Mereka berlayar menyusuri Sungai
Mississippi, bertemu dengan orang-orang baru, dan berkali-kali lolos
dari maut.
http://facebook.com/indonesiapustaka
SASTRA
KPG: 59 16 01203