Anda di halaman 1dari 396

Penerjemah

DJOKOLELONO

menjadi orang terhormat. Tapi Huck idak betah dengan segala tata

PeTUaLanGan hUCKLeBerrY FInn

http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka

PeTUaLanGan hUCKLeBerrY FInn


Undang-Undang Republik Indonesia
Nom or 28 Tahun 20 14 tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 1
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang tim bul secara otom atis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujud-
kan dalam bentuk nyata tanpa m engurangi pem batasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana
http://facebook.com/indonesiapustaka

Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak m elakukan pelanggaran hak ekonom i sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
i untuk Penggunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda pal-
ing banyak Rp10 0 .0 0 0 .0 0 0 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m elakukan pelanggaran hak
ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Peng-
gunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp50 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (lim a ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m ela kukan pelanggaran hak
ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggu-
naan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 4 (em pat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp1.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (satu m iliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang m em enuhi unsur sebagaim ana dim aksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pem bajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lam a 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp4.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (em pat
m iliar rupiah).
PeTUaLanGan hUCKLeBerrY FInn

PENERJEMAH
DJOKOLELONO
http://facebook.com/indonesiapustaka
Pe tu alan gan H u ckle be rry Fin n
Mark Twain

Ju d u l As li
The Adventure of Huckleberry Finn

KPG 59 16 0 120 3
Cetakan pertam a, J uni 20 16

Sebelum nya diterbitkan oleh PT Dunia Pustaka J aya


Cetakan Pertam a, 1973
Cetakan Keenam (Edisi Khusus), 20 0 8

Pe n e rje m ah
Djokolelono

Pe ran can g Sam p u l


Teguh Tri Erdyan
Deborah Am adis Mawa

Pe n atale tak
Teguh Tri Erdyan

TWAIN, Mark
Pe tu alan gan H u ckle be rry Fin n
J akarta: KPG (Kepustakaan Populer Gram edia), 20 16
vii+383 halam an; 14 cm x 21 cm
ISBN 978-60 2-424-0 69-1
http://facebook.com/indonesiapustaka

Dicetak oleh PT Gram edia, J akarta.


Isi di luar tanggung jawab percetakan.
DAFTAR ISI

Daftar Isi v
Pengum um an vii

Aku Berkenalan dengan Musa dan Para Pengum pul Rum put Purun 1
Sum pah Gerom bolan Kam i 6
Kam i Menyergap Orang-orang “Arab” 15
Nujum an Bola Ram but 21
Bapak Mem ulai Hidup Baru 26
Bapak Bertarung dengan Malaikat Maut 32
Aku Berhasil Mengelabui Bapak dan Melarikan Diri 41
Aku Menolong J im , Budak Nona Watson 49
Rum ah Kem atian Hanyut 63
Pantangan terhadap Kulit Ular 68
http://facebook.com/indonesiapustaka

Kam i Dikejar 73
J angan Cari Kesulitan 83
Ram pasan Halal dari Kapal Uap Walter Scott 92
Bijaksanakah Sulaim an? 99
Menggoda J im 10 5
Akibat Melanggar Pantangan terhadap Kulit Ular 113
vi Mark Twain

Aku Tinggal pada Keluarga Grangerford 125


Mengapa Harney Pergi Mengam bil Topinya 137
Sang Pangeran dan Sang Raja Ikut Rakit Kam i 153
Apa yang Dikerjakan Sang Raja di Parkville 164
Suatu Kesukaran di Arkansas 176
Mengapa Sherbun Tak J adi Digantung 189
Kenekatan Sang Raja dan Sang Pangeran 197
Sang Raja J adi Pendeta 20 5
Hujan Air Mata 214
Aku Mencuri Hasil Ram pokan Sang Raja 224
Mayat Peter Menyim pan Uangnya Kem bali 235
Dusta Tak Menguntungkan 245
Aku Menghindari Badai 258
Em as Menolong Kedua Penipu 270
Dusta Tak Dapat Didoakan 275
Aku Mendapat Nam a Baru 286
Riwayat Sang Raja dan Sang Pangeran Berakhir Sedih 294
Kam i Menghibur Hati J im 30 3
Rencana Gelap dan Rum it 310
Mencoba Menolong J im 319
J im Mendapat Kue Hantu 327
Di Sini Hati Seorang Tawanan Pecah 336
Tom Menulis Surat Kaleng 345
Kekalutan dan Rencana yang Sangat Berhasil 353
Pastilah Dibantu Para Hantu 361
Mengapa J im Tak J adi Digantung 370
http://facebook.com/indonesiapustaka

Tak Ada Lagi yang Harus Ditulis 381


PENGUMUMAN

BARANG SIAPA m encoba m enem ukan suatu m aksud tersem bunyi


dalam karangan ini akan dituntut di m uka hakim ; barang siapa
m encoba m em aham i inti sari karangan ini akan dihukum buang;
barang siapa m em aham i jalan cerita karangan ini akan ditem bak
m ati.

ATAS PERINTAH PENGARANG,


ATAS NAMA GUBERNUR J ENDERAL.

Tertanda,
Panglim a Daerah Militer
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKU BERKENALAN DENGAN
MUSA DAN PARA PENGUMPUL
RUMPUT PURUN

KALIAN TAK akan kenal padaku tanpa terlebih dahulu m em baca


sebuah buku berjudul Petualangan Tom Saw y er. Tapi tak apalah.
Buku itu ditulis oleh Tuan Mark Twain, kebanyakan tentang
peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi, walaupun di sana-
sini terdapat pula beberapa hal yang dilebih-lebihkannya. Itu
tidak apa-apa. Tak pernah kukenal seseorang yang sam a sekali
tak pernah berdusta, kecuali Bibi Polly, atau Nyonya J anda, atau
m ungkin juga Mary. Bibi Polly—Bibi Polly-nya Tom —dan Mary
serta Nyonya J anda Douglas sem uanya diceritakan dalam buku
http://facebook.com/indonesiapustaka

itu, sebuah buku kisah nyata dengan beberapa bualan seperti


yang kukatakan.
Buku tersebut berakhir sebagai berikut: Tom dan aku m e-
ne m u kan uang yang disem bunyikan oleh para peram pok di
dalam gua. Uang itu m em buat kam i kaya, kam i m asing-m asing
m endapat enam ribu dolar m ata uang em as. Betapa luar biasanya
2 Mark Twain

uang sejum lah itu tertum puk di atas m eja. Nah, Hakim Thatcher
m en yim pan kan uan g itu di ban k, den gan berbun ga. Kam i
m endapat sedolar m asing-m asing tiap hari sepanjang tahun,
jum lah yang cukup m em buat bingung untuk m em belanjakannya
waktu itu. Nyonya J anda m engam bilku sebagai anaknya dan
berjan ji un tuk m en didikku m en jadi oran g baik-baik. Tapi
bagiku sungguh tak m enyenangkan tinggal di rum ahnya, dengan
peraturan tata cara yang ketat dan m engesalkan. Akhirnya aku
tak betah lagi, suatu hari aku m elarikan diri dari rum ah Nyonya
J anda, kem bali m em akai pakaian com pang-cam ping dan tidur di
tong-tong kosong, kem bali m erasa bebas dan bahagia. Tapi Tom
Sawyer m encari dan m enem ukanku. Katanya ia akan m endirikan
suatu gerom bolan peram pok dan aku bisa m enjadi anggotanya
hanya bila aku kem bali ke Nyonya J anda dan m enjadi orang baik-
baik. Tak ada jalan lain, terpaksa aku kem bali.
Betapa Nyonya J anda m enangisiku, m enyebutku sebagai
dom ba yang hilang serta banyak lagi sebutan lain untuk m e-
n yatakan rasa sayan gn ya padaku. Ia m en yuruhku m em akai
baju-baju baruku lagi, dan terpaksa aku hanya bisa berkeringat
sem entara seluruh tubuhku terasa kaku-kaku. Nah, m ulailah
sem uanya berjalan seperti sem ula. Nyonya J anda m em bunyikan
sebuah lonceng tanda m akan m alam dim ulai dan kita harus
datang ke m eja m akan tepat pada waktunya. Sesam painya di
m eja m akan kita tak bisa segera m enyerbu m akanan yang telah
terhidang, nam un harus m enunggu dulu sam pai Nyonya J anda
selesai m enundukkan kepala serta bersungut-sungut sedikit di
atas m akanan-m akanan itu. Tak tahu aku apa yang kurang kecuali
http://facebook.com/indonesiapustaka

bahwa m akanan-m akanan itu seakan-akan m enjadi m asak dan


terhidang dengan sendirinya. Datang sebagai bahan m entah
berbagai ragam m acam bum bu, dan beres sudah, terhidang
sebagai m akanan yang lezat.
Selesai m akan m alam , Nyonya J anda m engeluarkan bukunya,
m em bacakan tentang Musa dan para Pengum pul Rum put Purun
Petualangan Huckleberry Finn 3

padaku. Musa sangat m enarik hatiku, penuh perhatian aku


m endengarkan cerita tentangnya, nam un akhir nya Nyonya J anda
m em beri tahu bahwa Musa itu sudah m ati lam a sekali. Hilanglah
perhatianku, karena aku sam a sekali tak peduli pada orang yang
telah lam a tiada.
Segera setelah itu aku m erasa ingin sekali m erokok, kukatakan
hal itu pada Nyonya J anda. Nyonya J anda tak m engizinkanku
m erokok. Katanya m erokok adalah kebiasaan m anusia. Sesuatu
yang m ereka tak tahu faedahnya dianggap sangat buruk. Nyonya
J anda ini telah m eributkan soal Musa yang sam a sekali bukan
sanak keluarganya dan tak ada gunanya untuk diperbincangkan
lagi karena telah lam a m eninggal, yang sam a sekali tak berfaedah
bagiku untuk kupelajari. Sedangkan m erokok yang sangat ber-
faedah bagiku dilaran gn ya. Ia tak m en yalahkan kebiasaan
m engisap tem bakau cium , sebab ia sendiri m em punyai kebiasaan
itu.
Saudara Nyonya J anda, Nona Watson, seorang perawan tua
yang am at kurus dan berkacam ata, kini tinggal bersam anya. Dan
ia selalu m enyiksaku de ngan pelajaran m em baca dan m engeja.
Sejam aku harus m enderita sebelum Nyonya J anda m enyuruhnya
m em beriku sedikit kelonggaran. Aku betul-betul tak tahan. Sejam
lam anya sangat m em bosankan, aku jadi gelisah. Nona Watson
segera m enegurku, “J a ngan taruh kakim u di situ, Huckleberry!”
dan “J an gan duduk m em bun gkuk seperti itu, H uckleberry,
duduklah tegak-tegak!” tak lam a kem udian, “J angan m enguap
dan m enggeliat sepe rti itu, Huckleberry, m engapa kau tak m au
http://facebook.com/indonesiapustaka

m encoba untuk bersikap sopan santun?” Kem udian ia bercerita


tentang neraka, dan aku berkata betapa senangnya bila aku
berada di tem pat itu. Nona Watson jadi am at m arah m endengar
itu, walaupun sesungguhnya aku hanya bergurau. Aku hanya
ingin pergi, tak peduli ke m ana asal bisa lepas dari cengkeram an
Nona Watson, itulah keinginanku sebe narnya. Betapapun Nona
4 Mark Twain

Watson berkata bahwa aku jahat karena m engatakan yang tadi,


dan ia sen diri tak akan sudi m engatakan kalim at itu walaupun
diupah berapa saja, ia akan hidup dengan jalan baik hingga ia bisa
pergi ke surga. Aku tahu, aku tak akan punya kesem patan untuk
pergi ke surga, jadi aku tak m au bersusah payah m encobanya.
Tentu saja itu tak kukatakan pada Nona Watson, bisa berabe
nanti.
Agaknya karena aku terdiam , Nona Watson m e ngira aku
sangat m em perhatikan kata-katanya. Ia m ulai m enceritakan
secara panjang lebar tentang surga padaku. Dikatakannya bahwa
di tem pat itu tak ada yang harus dikerjakan kecuali m ondar-
m andir m em etik kecapi dan m enyanyi sepanjang hari untuk
selam a-lam anya. Ini m alah m em buatku sam a sekali tak tertarik
untuk pergi ke surga, tapi tak kuucapkan. Aku bertanya apakah
kira-kira Tom Sawyer bisa m asuk Surga. Nona Watson berkata
hal itu takkan m ungkin terjadi. Aku gem bira karenanya, aku ingin
agar Tom dan aku selalu bersam a-sam a.
Masih lam a lagi Nona Watson m enyiksaku dengan pelajaran-
nya, sam pai tiba saatnya untuk m engum pulkan seluruh budak
negro di rum ah itu untuk berdoa bersam a-sam a dan kem udian
sem ua orang diharuskan pergi tidur.
Aku naik ke kam arku dengan m em bawa sebatang lilin.
Kutaruh lilin itu di m eja, kem udian aku duduk di kursi dekat
jendela, m encoba m em ikirkan sesuatu yang m enggem birakan
hatiku, tapi tak berhasil. Aku begitu m erasa kesepian, hingga
kupikir lebih baik bila aku m ati saja. Bintang-bintang gem erlapan,
http://facebook.com/indonesiapustaka

daun-daun di hutan berdesau-desau m enyedihkan. Di kejauhan


seekor burung hantu m enyanyikan tentang seseorang yang telah
m ati. Seekor burung m alam lainnya serta seekor anjing m enye-
rukan tentang seseorang yang akan m eninggal. Angin m encoba
m enceritakan sesuatu padaku, sesuatu yang sam a sekali tak bisa
kupaham i hingga seluruh tubuhku gem etar. J auh di dalam hutan
Petualangan Huckleberry Finn 5

terde ngar suara hantu yang ingin m enyatakan sesuatu, tapi sadar
bahwa pernyataannya itu tak akan bisa dim engerti oleh m anusia,
hingga ia m enjadi gelisah dalam kubur dan terpaksa tiap m alam
m enge luh sedih. Sem ua suara itu m em buat takut dan ngeri, dan
alangkah senangnya bila waktu itu aku berkawan. Seekor laba-laba
m eram bati bahuku. Kujentik laba-laba itu hingga terlem par ke api
lilin. Sebelum aku bisa berbuat apa-apa, binatang itu telah m ati
hangus. Astaga, suatu alam at yang am at buruk! Takutku m enjadi-
jadi. Kukibaskan bajuku. Kuberjalan berputar-putar tiga kali dan
tiap kali kubuat tanda silang di dadaku. Kem udian kuikat sedikit
ram butku dengan benang untuk m engusir roh jahat. Nam un aku
tak m erasa yakin. Itu penolak bala bila kita kehilangan sepatu
kuda yang kita dapatkan di jalan dan seharusnya kita pakukan
di atas pintu. Tak pernah kudengar digunakan untuk m encegah
m ara bahaya yang disebabkan oleh m em bunuh seekor laba-laba.
Aku duduk lagi. Gem etar seluruh tubuhku. Kukeluarkan
pipaku. Kini rum ah telah sunyi senyap, jadi Nyonya J anda tak
akan tahu bila aku m erokok. Lam a sekali kem udian kudengar
lonceng di kota berbunyi teng-teng-teng dua belas kali. Setelah
itu sunyi lagi, lebih sunyi dari tadi. Tapi segera juga kudengar
suara dahan patah di kegelapan. Di antara sem ak-sem ak sesuatu
sedang bergerak. Aku m enahan napas, m endengarkannya. Ketika
itu juga terdengar sebuah suara, perlahan sekali, “Meeeowww!
Meeeowww!” di bawah san a. Bagus sekali! Aku m en jawab,
“Meeeowww! Meeeow!” selem but aku bisa. Kum atikan lilin, aku
naik ke luar jendela, m erangkak di atas atap m enuju gudang
http://facebook.com/indonesiapustaka

kayu dan dari sana m eluncur ke tanah. Aku m erangkak ke dalam


sem ak-sem ak. Tepat dugaanku, di sana kudapati Tom Sawyer
sedang m enunggu.
SUMPAH GEROMBOLAN KAMI

KAMI BERJ INGKAT di sepan jan g jalan an tara pepohon an


ke arah ujung kebun Nyonya J anda, terpaksa m em bungkuk-
bungkuk agar kepala kam i tak tertam par oleh dahan-dahan.
Ketika kam i m elewati dapur, aku terjegal sebatang akar dan jatuh
hingga m enim bulkan suara ribut. Cepat-cepat kam i m erangkak
bersem bunyi dan m enahan napas. Budak negro Nona Watson
yang bernam a J im dan bertubuh besar itu sedang duduk di
pintu dapur. Kam i bisa m elihatnya dengan jelas sebab ia duduk
m em belakangi lam pu. J im bangkit m engulurkan kepalanya dan
m em asang telinga sesaat, kem udian berseru, “Siapa itu?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Ia m endengarkan sekali lagi, kem udian berjingkat m endekat,


berdiri tepat di antara aku dan Tom sehingga bila aku m au, aku
bisa m enyentuhnya. Lam a sekali rasanya waktu berlalu dan tak
seorang pun di antara kam i bertiga yang bergerak. Pergelangan
kakiku terasa gatal. Tapi aku tak berani m enggaruknya. Kupingku
pun m enjadi gatal pula, disusul oleh suatu tem pat di antara
Petualangan Huckleberry Finn 7

pundak ku. Rasanya akan m am pus aku bila tak segera kugaruk.
Mem ang begitu selalu, bila kita sedang m enghadiri upacara
pengu buran, atau berada di hadapan orang-orang terhorm at, atau
m encoba untuk tidur padahal tidak m engantuk, pokoknya pada
saat-saat keadaan tak m engizinkan kita untuk m enggaruk-garuk,
pasti rasa gatal m uncul di seribu tem pat di tubuh kita.
J im berkata, “Katakan, siapa kau? Di m ana kau? Aku yakin
aku m endengar sesuatu. Aku tahu apa yang akan kuperbuat.
Aku akan duduk di sini dan m endengarkan sam pai suara tadi
kudengar lagi!”
Betul-betul ia duduk di antara aku dan Tom , ber sandar
di pohon dan m enjulurkan kakinya jauh-jauh hingga ham pir
m enyen tuh kakiku. Hidungku m ulai terasa gatal, begitu gatal
hingga air m ataku keluar. Kem udian rasa gatal itu m uncul di
bawah hidung. Aku tak tahu bagaim ana aku bisa diam tanpa ber-
suara. Siksaan berat itu berlangsung kira-kira enam atau tujuh
m enit, nam un rasanya bertahun-tahun. Rasa gatal kurasakan
kira-kira di sebelas tem pat yang terbesar di tubuhku. Kupikir aku
tak akan bisa bertahan sem enit lagi, tapi kukertakkan gigiku dan
kucoba juga untuk m enahannya. Tepat saat itu ter dengar suara
napas J im m em berat, kem udian ia m en dengkur, m aka pera sa-
anku jadi enak lagi.
Dengan suara-suara perlahan dari m ulutnya, Tom m em beri
isyarat padaku, dan kam i m erangkak m en jauh. Sepuluh kaki dari
J im , Tom berkata bahwa ia ingin m em perm ainkan J im dengan
m engikat nya ke pohon. Aku tak setuju, salah-salah J im ter-
http://facebook.com/indonesiapustaka

bangun dan m em buat ribut hingga aku akan keta huan berada
di luar rum ah. Kem udian Tom berkata bahwa ia tak m em punyai
cukup lilin, ia akan m e nyelinap m asuk dapur untuk m engam bil
beberapa batan g. Aku m elaran gn ya, aku takut J im ban gun
dan m enyusulnya. Tapi Tom berani m enanggung akibatnya,
m aka kam i m enyelinap m asuk dan m engam bil tiga batang lilin.
8 Mark Twain

Tom m eletakkan sekeping m ata uang lim a sen di m eja sebagai


pem bayar lilin itu. Kem udian kam i keluar, aku ingin sekali segera
pergi m enjauh, tapi Tom tidak. Ia m erangkak m endekati J im dan
entah apa yang diperbuatnya. Agak lam a kutunggu, suasananya
am at sepi.
Segera setelah Tom kem bali, kam i m elintasi jalan, m enge-
lilingi pagar kebun dan akhirnya m encapai pun cak bukit di
balik rum ah. Tom berkata bahwa ia m en copot topi J im dan
m enggantungkannya di dahan di atas kepala negro itu. J im
bergerak sedikit, nam un tak terbangun. Setelah kejadian itu, J im
ber kata bahwa roh-roh jahat telah m enenungnya, m em bawanya
berkeliling negeri kem udian m engem balikannya ke bawah pohon
tem patnya berbaring. Roh jahat itu m enggantungkan topinya di
pohon agar J im tahu siapa yang berbuat. Saat berikutnya J im
bercerita bahwa ia dinaiki sam pai ke New Orleans, dan setelah
itu, tiap kali bercerita, daerahnya m a kin lam a m akin luas hingga
akhirnya ia berkata bah wa ia dinaiki berkeliling dunia hingga
am at letih dan punggungnya lecet-lecet. J im sangat bangga akan
‘pengalam annya’ itu, begitu bangga hingga ia tak m e m andang
sebelah m ata pada orang negro lain nya. Dari tem pat-tem pat jauh
berdatangan orang negro untuk m endengarkan cerita J im , dan
J im m enjadi am at terkenal. Orang-orang negro selalu bercerita
tentang hantu di m alam hari, di sekitar api dapur. Tapi bila ada
seorang negro se dang bercerita tentang hantu dan kebetulan
J im m endengarnya, J im selalu m endekat dan m en cibir kan bibir
sam bil berkata, “Hm ! Apa yang kalian ke tahui tentang hantu?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Dan negro yang sedang ber bicara terpaksa tutup m ulut dan
m undur. Uang lim a sen yang ditaruh Tom di dapur dianggap
sebagai jim at oleh J im , dengan seutas tali dikalungkannya di
leher. Katanya uang itu pem berian iblis, diberikan padanya secara
langsung. Dengan jim at itu ia bisa m enyem buhkan segala m acam
penyakit, dan ia bisa m em anggil sem ua roh jahat kapan saja ia
Petualangan Huckleberry Finn 9

m au, ha nya dengan m em bisikkan sesuatu pada uang terse but.


Tapi tak pernah dikatakannya apa yang dibisikkan itu. Orang-
orang negro yang datang dari jauh m em beri J im apa saja yang
dim intanya, asal m e reka diperbolehkan m elihat uang lim a sen
itu. Tapi m ereka sam a sekali tak berani m enyentuhnya. J im betul-
betul m enjadi budak yang paling m alas karena pengalam annya
m elihat iblis dan dinaiki roh-roh jahat.
Nah, ketika Tom dan aku sam pai ke puncak bu kit, kam i
berhenti untuk m em perhatikan desa kam i di kejauhan. Kam i
lihat tiga atau em pat cahaya lam pu berkedip-kedip, m ungkin di
rum ah-rum ah yang terdapat orang sakit. Di atas kam i bintang-
bintang bersinar terang, dan di bawah desa tam pak sungai
Mississippi selebar satu m il m engalir dengan tenang dan agung.
Kam i m enuruni bukit, dan kam i tem ui J oe Harper dan Ben
Rogers, serta dua atau tiga orang anak lainnya, bersem bunyi di
bekas tem pat penyam akan kulit. Kam i m elepaskan tam batan
sebuah sam pan kecil, kem udian berdayung m enghilir sungai kira-
kira dua setengah m il, sam pai terdapat sebuah karang curam di
bukit, lalu m endarat.
Kam i m endekati sebuah sem ak rim bun, Tom m enyuruh
sem ua bersum pah untuk m erahasiakan tem pat itu. Ia m enun-
jukkan sebuah gua, tepat di antara sem ak-sem ak yang lebat.
Kam i m en yalakan lilin -lilin dan m eran gkak m asuk. Setelah
m erangkak dalam terowongan sejauh kita-kira dua ratus yard,
sam pailah kam i di dalam gua. Tom m eraba-raba di antara gang-
gang yang ada dan kem udian m enero bos m asuk ke dalam sebuah
http://facebook.com/indonesiapustaka

lubang yang tadinya tak tam pak. Kam i m engikutinya lewat celah
sem pit hingga sam pai ke suatu tem pat yang m irip kam ar, lem bap
dan dingin. Di situlah kam i berhenti. Tom berkata, “Nah, kini
kita m ulai m em bentuk gerom bolan peram pok, kita nam akan
Gerom bolan Tom Sawyer. Sem ua yang ingin m enjadi anggota
harus angkat sum pah dan m enuliskan nam anya dengan darah.”
10 Mark Twain

Sem ua setuju. Tom m en geluarkan secarik kertas yan g


bertuliskan suatu sum pah dan m em bacakannya pa da kam i.
Sum pah itu m engikat sem ua anggota untuk tetap setia pada
gerom bolan dan sam a sekali tak bo leh m em buka rahasia. Bila
seseorang m enyakiti sa lah seorang anggota, setiap anggota lain
yang ditun juk untuk m em balas dendam harus m elakukannya.
Adapun pem balasan dendam itu berupa pem bunu h an terhadap
orang tadi beserta seluruh keluarganya. Anggota yang ditunjuk
tadi tak boleh m akan atau tidur sebelum tugasnya selesai, yaitu
m em bunuh ser ta m em buat luka silang di atas dada korbannya,
ka rena luka silang itu m enjadi lam bang gerom bolan kam i. Tak
seorang pun di luar keanggotaan Gerom bolan Tom Sawyer di-
perbolehkan m em pergunakan tanda itu, bila ini dilanggar setelah
pelanggaran per tam a ia akan dituntut di m uka pengadilan dan
sete lah pelanggaran kedua akan dibunuh. Bila seorang anggota
m em buka rahasia gerom bolan, lehernya harus digorok putus,
m ayatnya dibakar, dan abunya disebarkan ke segala penjuru;
nam anya dihapuskan dari daftar dengan coretan darah, dan nam a
itu tak boleh disebutkan lagi oleh anggota gerom bolan, karena
m erupakan nam a terkutuk dan harus dilupakan selam anya.
Sem ua setuju bahwa sum pah itu sangat indah dan bertanya
apakah Tom sendiri yang m engarangnya. Kata Tom sebagian
karangannya, sebagian lagi diam bilnya dari buku-buku perom pak
dan peram pok, dan sem ua gerom bolan tingkat tinggi m em punyai
sum pah sem acam itu.
Beberapa oran g m en gusulkan agar keluarga an g gota
http://facebook.com/indonesiapustaka

gerom bolan yang berkhianat juga dibunuh ha bis. Tom setuju


usul itu dan m enam bahkannya di kertas sum pah. Kem udian
Ben Rogers berkata, “Tapi bagaim ana dengan Huck Finn? Ia tak
punya keluar ga, apa yang kita kerjakan kalau ia berkhianat?”
“Hm , bukankah ia m em punyai seorang ayah?” tanya Tom
Sawyer.
Petualangan Huckleberry Finn 11

“Benar, tapi ayahnya tak pernah m uncul lagi akhir-akhir ini.


Biasanya ia berbaring-baring m abuk di antara babi-babi di tem pat
penyam akan. Tapi sudah setahun lebih ia tak tam pak lagi.”
Mereka lam a sekali m em perbincangkan hal itu, dan ham pir
saja aku dikeluarkan dari gerom bolan karena setiap anggota
harus m em punyai sanak ke luarga yang harus dibunuh, supaya
adil bagi sesam a anggota. Tak ada yang m enem ukan jalan lain
lagi. Sem uanya terpaku terdiam . Ham pir saja aku m e nangis
waktu m endadak aku m enem ukan suatu ja lan: kutawarkan pada
m ereka Nona Watson untuk dibunuh bila aku berkhianat. Sem ua
m engangguk setuju, “Oh, benar, dia bisa diterim a. Baiklah, Huck
boleh m enjadi anggota.”
Kam i m asin g-m asin g m en usuk jari den gan pen iti agar
darah keluar untuk m enandatangani sum pah. Aku pun ikut
m em bubuhkan tanda di kertas itu.
“Nah,” kata Ben Rogers setelah upacara penanda tanganan
sum pah selesai, “apa sebenarnya rencana gerom bolan ini?”
“Tidak lain kecuali peram pokan dan pem bu nuhan,” jawab
Tom .
“Tapi siapa yan g akan kita ram pok? Rum ah, ter n ak,
ataukah—”
“Cih! Meram pok ternak dan lainnya itu bukanlah peram pokan
nam anya, tapi pencurian kelas kam bing,” kata Tom Sawyer. “Kita
bukanlah pencuri kelas kam bing, kita peram pok kelas utam a.
Kita ada lah penyam un. Kita hadang kereta dan kendaraan-
kendaraan di jalan raya dengan m em akai topeng, kita bunuh
http://facebook.com/indonesiapustaka

sem ua penum pang, kita ram pas arloji dan uang m ereka.”
“Apakah orang-orang itu harus selalu kita bunuh?”
“Tentu saja. Itulah jalan terbaik. Beberapa tokoh punya
pikiran lain, tapi kebanyakan berpendapat bahwa lebih baik
m em bunuh korban—kecuali bebe rapa orang yang harus kita bawa
ke dalam gua ini dan kita tahan sam pai m ereka ditebus.”
12 Mark Twain

“Ditebus? Apakah itu?”


“Aku tak tahu. Tetapi begitulah selalu. Sering kali kubaca di
buku-buku. Karena itu kita pun harus berbuat begitu.”
“Tapi bagaim ana kita bisa m engerjakannya bila kita tak tahu
caranya?”
“Pokoknya kita harus m engerjakannya! Bukan kah kukatakan
itu ada di buku-buku? Adakah kalian ingin berbuat m enyim pang
dari apa yang disebutkan di buku-buku? Sehingga sem uanya
cam pur aduk tak keruan?”
“Oh, m udah sekali kau berbicara, Tom Sawyer, tapi bagaim ana
kita harus berbuat bila kita tak tahu bagaim ana caranya orang-
orang itu ditebus? Itulah yang ingin kuketahui. Nah, bagaim ana
caranya m enurut perkiraanm u?”
“Hm m , aku tak tahu. Tapi m ungkin bila kita m enawan
m ereka sam pai m ereka ditebus, m ungkin itu berarti bahwa kita
harus m enawan sam pai m ereka m ati.”
“Nah, itu agak m asuk akal. Agaknya begitulah. Me ngapa
tak kau katakan dari tadi? Kita m enahan m ereka sam pai m ere-
ka m am pus. Dan betapa m e nyu litkannya m ereka itu, kita harus
m enyediakan m a kanan terus sem entara m ereka selalu berusaha
untuk m elarikan diri.”
“Betapa pan dain ya kau bicara, Ben Rogers! Ba gaim an a
m ereka bisa m elarikan diri bila selalu ada seorang penjaga yang
m enga wasi dan siap m enem bak m ati bila m ereka berani bergerak
sedikit saja?”
“Seorang penjaga! Wah, bagus sekali. J adi se se orang harus
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enjaga m ereka sepanjang m alam dan sam a sekali tidak tidur.


Kupikir itu suatu ketololan. Mengapa tidak kita pukul saja
tawanan itu dengan penggada dan m enebusnya begitu m ereka
sam pai di sini?”
“Karena bukan begitu cara yang disebutkan di buku, itulah!
Dengar, Ben Rogers, apakah kau m engingini segala sesuatu
Petualangan Huckleberry Finn 13

berjalan seperti seharus nya terjadi atau kau m au m em buat


peraturan sen diri? Apakah kau pikir orang yang m enulis buku
itu tak m engerti apa yang ditulisnya? Kau pikir kau lebih pandai
dari para penulis buku itu? Tak m ungkin. Tidak, Tuan, kita harus
m elakukan seperti di buku, m enawan dan m enunggu tebusan
seperti biasa terjadi.”
“Baiklah. Aku tak keberatan, betapapun kukira cara itu
adalah yang paling tolol. He, apakah wanita juga kita bunuh?”
“Hm , Ben Rogers, bila aku setolol engkau, tak akan ku-
tunjukkan ketololanku itu. Mem bunuh para wa nita? Tidak! Hal
itu tak pernah terjadi dalam buku. Kita m enawan m ereka dalam
gua, kita selalu bersikap sopan pada m ereka sehingga akhirnya
m ereka akan jatuh cinta pada kita dan tak pulang lagi.”
“Nah, bila m em ang dem ikian harusnya, aku setu ju saja, tapi
kukira itu juga suatu ketololan. Pastilah sekejap saja gua kita ini
penuh sesak oleh wanita dan orang yang m enunggu ditebus. Tak
akan ada tem pat lagi bagi kita para peram pok. Tapi lanjutkan
keteranganm u, aku tak akan m em bantah lagi.”
Si kecil Tom m y Barnes waktu itu sudah tidur. Waktu diba-
ngunkan, ia ketakutan dan m enangis. Ia ingin pulang pada ibunya
serta tak ingin jadi peram pok lagi.
Kawan -kawan m em perolok-olokn ya, m en gata kan n ya ce-
ngeng, dan ini m em buat Tom m y m arah. Ia m engancam akan
m em buka rahasia gerom bolan kam i pada orang banyak. Tapi
Tom segera m em berinya uang lim a sen untuk m enutup m ulutnya,
dan ber kata bahwa kini sudah saatnya untuk pulang dan bertem u
http://facebook.com/indonesiapustaka

lagi di tem pat yang sam a m inggu depan, untuk m eram pok dan
m em bunuh seseorang.
Ben Rogers berkata ia tak bisa terlalu sering ke luar rum ah,
kecuali pada hari-hari Minggu, jadi ia ingin m em ulai peram pokan
di hari Minggu depan. Anak-anak yang lain berkata sungguh jahat
untuk berbuat dosa di hari Minggu, dan itu tak bisa dita war-tawar
14 Mark Twain

lagi. Mereka akhirnya m em utuskan un tuk berkum pul lagi secepat


m ungkin untuk m enen tukan saat yang tepat bagi gerom bolan
untuk bertin dak. Kem udian kam i m em ilih Tom Sawyer sebagai
kapten gerom bolan dan J oe Harper sebagai wakilnya. Sesudah
itu kam i pulang.
Aku m em anjat gudang, m enyelinap m em asuki jendelaku
sebelum m atahari terbit. Pakaian baruku bernoda bekas lilin dan
lum pur, dan aku capek sekali.
http://facebook.com/indonesiapustaka
KAMI MENYERGAP
ORANG-ORANG “ARAB”

PAGI HARINYA aku dim arahi habis-habisan oleh Nona Watson


karen a pakaian ku yan g tak keruan itu. Nyon ya J an da tak
m em arahiku, diam -diam ia m em bersihkan bekas-bekas lilin
serta lum pur de ngan wajah begitu sedih, hingga dalam hati aku
terharu. Kem udian Nona Watson m engajakku ke kam ar untuk
berdoa, tapi tak terlihat hasilnya sam a sekali. Nona Watson
pernah m enyuruhku berdoa tiap hari untuk m em inta apa yang
aku inginkan dan perm intaan itu pasti dikabulkan Tuhan. Tapi
ternyata tidak dem ikian. Aku pernah m encobanya. Sekali aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enem ukan seutas tali kail tapi tanpa m ata kail. Tentu tak
akan berguna tanpa m ata kail. Aku berdoa tiga atau em pat kali,
m em inta kail, tapi betapa pun aku berdoa, perm intaan itu tak
pernah terkabulkan. Akhirnya suatu hari aku m inta bantuan
Nona Watson untuk berdoa. Nam un ia hanya berkata aku tolol,
dan aku pun tak bisa m em ikir kanya.
16 Mark Twain

Sekali aku lam a sekali duduk sendirian di hutan untuk


m em ikirkan hal itu. Aku bertanya pada diriku sendiri, bila
seseorang bisa m endapatkan apa yang diinginkan dengan berdoa,
m engapa Pendeta Winn tak bisa m endapatkan kem bali uangnya
waktu ia m erugi dalam perdagangan daging babi? Mengapa
Nyonya J anda tak bisa m endapatkan kem bali kotak tem bakau
cium peraknya yang dicuri orang? Mengapa Nona Watson tak
bisa gem uk? Tidak, agakn ya sem ua yan g disebutkan Non a
Watson tentang doa hanyalah om ong kosong belaka. Kutem ui
Nyonya J anda untuk m enanyakan hal ini. Katanya pem berian
yang bisa kita dapat dari berdoa adalah anugerah kejiwaan.
Ini m alah m em buatku bingung, tapi diterangkannya apa yang
dim aksud—aku harus m en olon g oran g lain , m em perhatikan
m ereka selalu, dan sam a sekali tak boleh m em ikirkan diriku
sen diri. Ini agaknya term asuk Nona Watson juga. Kem bali aku
pergi ke hutan untuk m em ikirkan kata-kata Nyonya J anda itu;
lam a sekali kupikirkan, nam un tak bisa kutem ui apa untungnya
m enolong orang lain—yang m endapat untung pastilah orang
lain itu. Akhirnya kuputuskan un tuk tidak m em ikirkan hal
itu lagi. Kadang-kadang Nyonya J anda m engajakku berbicara
berdua saja tentang Yang Maha Kuasa. Caranya bercerita sangat
m enarik hati. Ke esokan harinya Nona Watson bercerita pula
ten tang Yang Maha Kuasa, tapi lain sekali dari cerita Nyonya
J anda, bahkan sangat bertentangan. Kupikir agaknya ada dua
Yang Maha Kuasa, seseorang yang m alang m ungkin berdiri di
pihak Tuhan Nyonya J anda; tapi bila ia berhadapan dengan
Tuhan Nona Watson, tak ada am pun lagi kiranya. Kuputuskan
http://facebook.com/indonesiapustaka

untuk m engikuti Tuhan Nyonya J anda bila saja Ia m enginginiku,


walaupun tak bisa kupikirkan bagaim ana Ia bisa berbuat lebih
baik padaku, m engingat aku begini tolol, penuh dosa, dan keras
kepala.
Sudah lebih dari setahun Bapak tak terlihat, dan ini m alah
m em buatku sen ang. Aku tak in gin m elihat n ya lagi. Bila ia
Petualangan Huckleberry Finn 17

tak m abuk, ia selalu m en ghajarku m ati-m atian setiap ada


kesem patan, walaupun se sungguhnya setiap kali ia tam pak,
aku selalu m e larikan diri ke dalam hutan. Akhir-akhir ini terde-
ngar kabar bahwa Bapak dike tem ukan tenggelam di sebelah
hilir sungai, kira-kira dua belas m il dari desa. Orang-orang tak
begitu yakin, nam un m elihat ukuran tubuhnya, pakaiannya, dan
ram butnya yang gondrong, m ereka m engira m ayat itu adalah
Bapak. Muka m ayat tadi tak bisa dikenal lagi, agaknya telah
terlalu lam a terbenam dalam air hingga tak m irip wajah m anusia
lagi. Kata orang, m ayat itu terapung-apung telentang di air. Mayat
itu dikubur di tepi sungai. Tapi cerita itu m alah m em buatku
gelisah. Aku tahu betul bahwa m ayat seorang yang terbenam bila
terapung tidaklah telentang, tapi m ene lungkup. J adi aku m erasa
pasti bahwa itu bu kanlah m ayat Bapak, tapi m ayat seorang
wanita yang m em akai pakaian lelaki. Inilah yang m em buat ku
sangat gelisah. Kupikir suatu waktu pastilah Bapak akan m uncul,
walaupun aku sam a sekali tak m engharapkan hal itu terjadi.
Selam a kira-kira sebulan kam i berm ain ram pok-ram pokan,
kem udian aku berhenti jadi peram pok. Anak-anak lain juga
m enyatakan keluar dari Ge rom bolan Tom Sawyer, sebab ternyata
kam i tak pernah m eram pok atau m em bunuh seseorang, kam i
hanya berpura-pura saja. Biasanya kam i m enyerbu keluar dari
hutan, m enyerang gem bala-gem bala babi atau wanita-wanita
yang m engiringkan kereta-kere ta sayuran ke pasar, tapi tak
pernah kam i m em bu nuh m ereka. Kata Tom Sawyer, babi-babi
itu adalah ‘batang-batang em as’, sedang sayur-m ayurnya ada-
http://facebook.com/indonesiapustaka

lah ‘perm ata-perm ata’. Selesai penyera ngan, kam i berkum pul
di dalam gua untuk berbincang-bincang tentang berapa orang
yang kam i bunuh dan kam i lukai. Tak tahu aku apa untungnya
perbin can gan itu. Suatu hari Tom m en yuruh seoran g an ak
berlari-lari keliling kota de ngan m em bawa obor dahan ke ring
yang m enurut Tom adalah ‘slogan’ (tanda bagi gerom bolan
18 Mark Twain

kam i untuk berkum pul). Kem udian ia m em beritahukan bahwa


mata-matanya membawa berita rahasia kailah Arab yang akan
berkem ah di Gua Hollow bersam a dua ratus gajah, enam ratus
ekor unta dan lebih dari seribu ekor keledai, penuh dim uati
intan berlian, dan sem ua itu hanya dijaga oleh em pat ratus
orang perajurit. Kam i m erencanakan untuk m enyergap m ereka,
m em bun uh sem ua oran g, dan m eram pas hartan ya. Bahkan
waktu kam i akan m enyerang pedati-pedati sayur, kam i pun
diha ruskannya m engasah pedang dan m em bersihkan senjata,
walaupun sesungguhnya senjata-senjata itu hanyalah pelepah
kayu serta tongkat sapu, yang walaupun diasah hingga m am pus
pun tak akan ber tam bah am puh dari sem ula. Aku tak percaya
kam i bisa m engalahkan rom bongan besar orang Arab dan orang
Spanyol itu, tapi aku sangat ingin m elihat unta dan gajah. J adi
pada hari Sabtu itu aku ikut ber sem bunyi di tepi hutan, siap
untuk m enyergap. Begitu perintah diberikan, kam i m enyerbu ke
luar, m enerjang m enuruni bukit. Tapi ternyata tak ada orang-
orang Spanyol ataupun Arab, juga tak ada unta atau gajah.
Yang ada hanyalah rom bongan m urid Sekolah Minggu yang
sedang berpiknik, kelas persiapan lagi. Kam i m encerai-beraikan
rom bongan itu, m enghalau anak-anak itu ke gua. Tapi yang
kam i dapat hanyalah beberapa kue donat dan selai, walaupun
Ben Ro gers m endapatkan se buah boneka kain dan J oe Harper
dapat sebuah buku nyanyian dan surat selebaran. Kem udian
guru yang m enyertai rom bongan tadi balas m enyerang, hingga
terpaksa kam i m enjatuhkan sem ua barang ram pasan kam i dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

m undur. Aku tak m elihat intan sebutir pun, dan kukatakan hal itu
pada Tom Sawyer. Kata Tom intan-intan itu ada, bahkan orang-
orang Arab dan gajah serta lain-lainnya ada. Ketika aku bertanya
m engapa aku tak m elihat sem ua itu, aku dikata kannya tolol,
dan bila saja aku pernah m em baca buku Don Kisot aku tak akan
bertanya setolol itu. Kata Tom sem ua itu dikerjakan dengan sihir.
Petualangan Huckleberry Finn 19

Kata nya ada banyak sekali prajurit, ratusan, juga gajah-gajah dan
harta karun, nam un m usuh kam i agaknya m em punyai seorang
ahli sihir yang am at kuat, yang dengan kekuatan sihir sem uanya
itu dijadikannya rom bongan anak-anak m urid Sekolah Minggu.
Kukatakan kalau begitu lebih baik kam i m enye rang ahli sihirnya
saja. Tom m engatakan aku tak berotak.
“Wah,” kata Tom , “seorang ahli sihir bisa m e m anggil banyak
sekali jin, dan m ereka bisa m enghancurkan kau m enjadi debu
dalam sekejap m ata. J in-jin itu setinggi pohon dan sebesar
gereja.”
“Hm , bagaim ana kalau kita m inta tolong pada jin itu?”
“Bagaim ana kau akan m inta tolong pada jin-jin lain untuk
m enyerang jin-jin itu?”
“Aku tak tahu. Bagaim ana caranya ahli sihir itu m em anggil
jin?”
“Mereka m enggosok sebuah lam pu tua atau se ben tuk cincin
tua. Sebentar saja jin-jin itu akan m un cul dengan tergesa-
gesa diiringi oleh dentum an halilin tar dan kilat serta gum palan
asap, karena sem ua kata ahli sihir itu pasti dituruti oleh jin-jin
tadi. Dengan m udah m ereka bisa m encabut sebuah m e nara
dan m enggem purkannya ke kepala seorang pengawas Sekolah
Minggu, atau orang lain.”
“Siapa yang m enyuruh m ereka datang dengan tergesa-gesa?”
“Siapa saja yang m enggosok lam pu atau cincin itu. J in-jin itu
m enjadi m ilik si pem akai cincin dan harus m engerjakan apa saja
yang diperintahkannya. Meskipun diperintah untuk m em buat
http://facebook.com/indonesiapustaka

istana sepan jang em pat puluh m il terbuat dari intan dan m eng-
isinya dengan perm en karet atau apa pun yang aku kehendaki,
dan m enculik istri kaisar Cina untuk kau peristri, jin-jin itu harus
m engerjakan sebelum m atahari terbit keesokan harinya. Lagi
pula m ereka harus m enem patkan istana itu di tem pat yang kau
kehendaki.”
20 Mark Twain

“Hm ,” kataku, “kupikir jin-jin itu sangat tolol, m e ngapa


m ereka tak m au m em akai istana-istana itu untuk diri m ereka
sendiri. Dan lagi sungguh gila bila m ereka m au datang hanya
karena seseorang m enggosok sebuah lam pu tua.”
“Pandai benar kau om ong, Huck! Bila kau jadi jin, kau harus
datang, tak peduli kau m au atau tidak.”
“Apa? Bukankah jin itu setinggi pohon dan sebe sar gereja?
Baiklah, bila aku jin, aku akan datang dan akan kupaksa m anusia
yang m em anggilku itu untuk m em anjat pohon yang paling tinggi
di negeri ini.”
“Huh! Sam a sekali tak ada gunanya berbicara de nganm u,
Huck. Tam paknya kau tak bisa m engerti apa pun, kepalam u
betul-betul kosong m elom pong.”
Dua atau tiga hari kupikirkan betul kata-kata Tom .
Kuputuskan untuk m encobanya. Kubawa sebuah lam pu tua
serta sebentuk cincin tua ke dalam hutan, dan kugosok hingga
aku berm andikan keringat. Tapi sem ua itu tak m em berikan
hasil apa-apa, tak ada satu pun jin yang datang. Kesim pulanku
pastilah sem ua itu hanya isapan jem pol Tom Sawyer saja. Biarlah
ia percaya bahwa yang diserbunya adalah orang-orang Arab dan
gajah-gajah, tapi aku tetap berpendirian sem uanya itu hanyalah
serom bongan anak Sekolah Minggu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
NUJUMAN BOLA RAMBUT

TIGA ATAU em pat bulan berlalu dengan cepat nya, kini m usim
dingin telah tiba. Selam a itu aku pergi ke sekolah, dan kini telah
bisa m engeja, m em baca, m enulis sedikit, serta m enghafalkan
perkalian-perka lian sam pai enam kali tujuh sam a dengan tiga
puluh lim a. Kukira perkalian selanjutnya tak akan bisa kuhafalkan
walaupun kupelajari seum ur hidupku. Betapa pun aku sam a
sekali tak m enaruh perhatian pada ilm u berhitung.
Mula-m ula aku sangat benci pada sekolah, nam un akhir nya
tahan juga. Bila aku m erasa bosan, aku m em bolos dan cam bukan
yang kuterim a esok harinya sebagai hukum an m alah m em buatku
http://facebook.com/indonesiapustaka

gem bira. Makin lam a aku bersekolah, m akin m udah rasanya.


Aku pun m ulai terbiasa akan tata cara Nyonya J anda, dan aku
tak m erasa begitu tersiksa lagi. Kadang-ka dang m em ang sesak
sekali rasanya tinggal di dalam rum ah dan tidur di tem pat tidur,
tapi sebelum m usim dingin tiba aku sering sekali m enyelinap
keluar dan tidur di hutan, begitu itu m erupakan istirahat yang
22 Mark Twain

nyam an. Aku m asih m enyukai cara hidupku yang lam a, nam un
cara hidup yang baru juga m ulai kusu kai sedikit. Kata Nyonya
J anda, walaupun lam bat te tapi telah banyak perubahan yang
m enggem birakan pada kehidupanku. Katanya ia tak usah m erasa
m alu m em punyai anak angkat aku.
Suatu pagi tanpa sengaja aku m engeluarkan ta ngan m eng-
am bil sejim pit garam untuk kulem parkan lewat punggungku guna
m enolak bala, tapi Nona Watson lebih cepat dariku, m encegahku
sam bil berkata, “Sin gkirkan tan gan m u, H uckleberry, akan
m em buat kotor saja!” Nyonya J anda m em belaku, tapi tak guna
lagi, nasib jahat pasti akan m enim paku. Selesai sarapan aku
keluar rum ah, m erasa khawatir dan gem etar, berpikir-pikir di
m ana aku akan m endapat nasib jahat dan dalam bentuk apa.
Banyak cara untuk m enolak datangnya nasib jahat, nam un nasib
jahat yang disebabkan oleh terjatuhnya tem pat garam , tak tahu
aku penolaknya. Maka aku tak m encoba berbuat apa pun, hanya
m ondar-m andir gelisah penuh perhatian.
Aku pergi ke kebun depan, m em anjat tiang pintu pagar yang
terbuat dari papan. Tanah telah diliputi salju kira-kira seinci,
dan kulihat ada tapak kaki se seorang. J ejak-jejak itu berasal
dari lubang galian, ber henti di sekitar tiang pintu kem udian
m engitari pagar kebun. Lucu juga bahwa jejak itu tak langsung
m e m asuki pagar walaupun kelihatan pem iliknya lam a sekali
m ondar-m andir di situ. Aku ingin m engikuti jejak itu. Mula-m ula
tak ada yang m enarik, tapi kem udian kulihat bahwa pada jejak
tum it sepatu kiri terlihat bekas paku bersilang, suatu alat untuk
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enghalau iblis.
Sekejap kem udian aku telah berlari m enuruni bu kit. Sesekali
aku m enoleh ke belakang, tapi tak kulihat siapa pun. Aku ingin
m encapai rum ah H akim Thatcher secepat m ungkin. H akim
Thatcher berkata, “He, Nak, kau berlari sam pai kehabisan napas.
Apakah kau datang untuk m engam bil bunga uangm u?”
Petualangan Huckleberry Finn 23

“Tidak, Tuan,” jawabku, “apakah bunga ada?”


“Oh, ya! Bunga tengah tahunan datang m alam tadi, lebih dari
seratus lim a puluh dolar. Keuntungan yang lum ayan, Nak. Lebih
baik kau tanam kan lagi bunga itu beserta enam ribu dolar, kalau
tidak pasti kau habiskan cum a-cum a.”
“Tidak, Tuan,” kataku, “tak akan kuhabiskan. Malahan aku
tak m enginginkan sem ua uang itu, juga yang enam ribu. Kuingin
Tuan m engam bilnya, sem ua.”
H akim Thatcher tam pak san gat tercen gan g, “Wah, apa
sebenar nya m aksudm u, Nak?”
“J angan bertanya apa-apa lagi, Tuan. Tuan m au bukan,
m enerim anya?”
“Aku bingung sekali. Apa sebenarnya yang terja di?”
“Am billah uangku sem ua, dan jangan bertanya lagi, jadi tak
usah aku berdusta pada Tuan.”
Ia m em pertahankan aku untuk beberapa saat baru ber kata,
“Oh-o! Aku kira aku m engerti m aksudm u. Kau ingin m enjual
sem ua m ilikm u padaku, bukan m em berikannya. Begitu, bukan?”
Ia m enulis sesuatu di secarik kertas, m em bacanya sekali dan
berkata, “Nah, kau lihat, di sini ditulis ‘untuk dipertim bangkan’.
Itu berarti aku m em beli hartam u dan m em bayarnya. Ini sedolar
dan tanda tanganilah kertas ini.”
Aku m enandatangani kertas itu dan pulang.
J im , budak negro Nona Watson, m em punyai se buah bola
ram but sebesar tinju, diam bil dari perut ke em pat seekor sapi
dan digunakan sebagai bola peram al. Kata J im di dalam bola itu
http://facebook.com/indonesiapustaka

terdapat roh yang m engetahui segala-galanya. Malam itu aku


m engun jungi J im , m enga takan bahwa bapakku telah m uncul
kem bali sebab kutem ui jejaknya di salju. Aku ingin m engetahui
apa yang akan diperbuat Bapak, apakah ia akan tinggal di sini
terus. J im m engeluarkan bola ram butnya, berbisik sesuatu di atas
bola itu dan m enjatuhkannya ke lantai. Berat sekali tam paknya,
24 Mark Twain

dan hanya berguling kira-kira satu inci. J im m enco ba lagi,


dan sekali lagi, bola itu tetap saja berbuat serupa. J im berlutut
m enem patkan kupingnya ke bola itu dan m endengarkan. Tak
ada gunanya, kata J im bola itu tak m au berkata tanpa terlebih
dulu diberi uang. Kukatakan pada J im aku m em punyai sebuah
m ata uang talen yang palsu, yang tak bisa dibelanjakan karena
kasar sekali buatannya dan tam pak tem baganya di bawah lapisan
perak. Walaupun tem baganya tak tam pak pun tak akan laku
karena terasa seakan berm inyak, sehingga setiap orang akan tahu
bahwa uang itu palsu. (Kupikir lebih baik tak kukatakan pada
J im uang sedolar yang kudapat dari Hakim Thatcher). Kukatakan
m eskipun uang itu sangat buruk m ungkin bola ram butnya m au
m enerim a, m ungkin aku bisa m engetahui kepalsuannya. J im
m encium uang palsu tadi, m engigit serta m enggosok-gosoknya.
Kata J im ia bisa m em buat uang itu tam pak bagus sehingga bola
ram butnya tak akan tahu. Ia akan m em belah jadi dua sebuah
kentang Irlandia, m enaruh uang palsu tadi di antara kedua
belahan itu, dan m em biarkan n ya sem alam sun tuk. Pagin ya
tak akan terlihat lagi bagian tem baganya serta tak akan terasa
berlem ak lagi, dan bisa dibelanjakan di kota, jadi pasti juga bisa
untuk m enipu si bola ram but. Aku tahu juga tentang cara itu, tapi
aku lupa.
J im m enaruh uang talen palsu tersebut di bawah bola
ram but, kem udian berlutut dan m em asang te linga lagi. Kali
ini berkata bahwa bola ram butnya bekerja, bisa m eram alkan
peruntungan bila aku m enghendakinya. Aku m engangguk setuju,
http://facebook.com/indonesiapustaka

m aka bo la ram butnya bekerja, bisa m eram alkan. Bola ram but
itu berbicara pada J im , yang kem udian m enerangkan padaku,
“Bapakm u belum tahu apa yang diperbuat terhadapm u. Kadang-
kadang ia berm asud untuk pergi lagi, tapi kadang-kadang juga ia
berm aksud untuk tinggal terus di sini. J alan yang terbaik adalah
m enunggu saja dan m em biarkan si orang tua itu m engam bil
Petualangan Huckleberry Finn 25

jalannya sendiri. Ada dua orang m alaikat terbang berkitaran di


atasnya. Satu m alaikat serba putih dan berkilauan, yang lainnya
hitam legam . Si putih akan m em bawanya ke jalan kehidupan
yang baik, tapi si hitam akan m enghan cur kan hasil kerja si putih.
Belum bisa diketahui siapa yang akan m enang di antara kedua
m alaikat itu dalam m em perebutkan bapakm u. Kau sendiri beres.
Dalam kehidupanm u nanti kau akan m enem ui beberapa kesulitan
dan kebahagiaan. Kadang-kadang kau akan terluka dan kadang-
kadang kau akan jatuh sakit, tapi tiap kali kau akan kem bali
sem buh dan sehat.
“Ada dua oran g gadis dalam kehidupan m u. Yan g satu
berkulit cerah, yang lainnya gelap. Yang satu kaya, yang lainnya
m iskin. Kau akan kawin dengan yang m iskin dahulu kem udian
dengan yang kaya. Kau harus m enjauhi air dan jangan berbuat
seram pangan, sebab m enurut ram alan kau akan m ati di tiang
gantungan.”
Waktu aku m em bawa lilinku dan naik ke ka m ar tidurku
m alam itu, kulihat Bapak sudah duduk di tiang gantungan.
http://facebook.com/indonesiapustaka
BAPAK MEMULAI HIDUP BARU

KUTUTUP DAN kukun ci pin tu. Aku berpalin g, dan aku


berhadapan dengan Bapak. Dulu aku sangat takut padanya, ia
selalu m enghajarku. Kini pun agaknya aku sangat ketakutan,
tetapi kiranya hanya sem enit, yaitu pada waktu aku pertam a
kali m elihatnya dan aku sangat terkejut sam pai lupa bernapas.
Nam un setelah itu rasa takutku hilang.
Bapak kelihatan tua, um urnya kira-kira sudah lim a puluh
tahun. Ram butnya panjang, awut-awutan dan berm inyak, terjurai
ke bawah ham pir m enu tupi m uka nya. Kedua m ata nya bersinar
di antara ram but itu bagaikan di balik sem ak belukar. Ram but
http://facebook.com/indonesiapustaka

itu hitam legam , tak ada ubannya, begitu juga jenggot nya yang
panjang. Wajahnya tak berwarna, putih tak seperti wajah orang
lain, nam un putih yang m enjijikan, putih seperti perut ikan
atau katak po hon. Sedang pakaiannya hanya kain-kain rom beng
saja. Ia duduk dengan sebuah kaki tertum pang di atas kaki
yang lain, sepatu kaki yang tertum pang itu telah hancur hingga
Petualangan Huckleberry Finn 27

dua buah jarinya tam pak, dan sekali-sekali jari-jari itu digerak-
gerakkannya. Topinya teronggok di lantai, kem pis seperti tutup
panci.
Aku berdiri terpaku m em perhatikannya, ia du duk m em -
perhatikanku dengan bersandar ke kursi yang agak condong
ke belakang. Kuletakkan lilin di m eja, kulihat jendela terbuka,
agaknya ia m asuk dengan jalan naik m elalui gudang kayu. Ia terus
m em per hatikanku dengan teliti dan akhirnya berkata, “Pa kaian
setrikaan, sangat rapi. Kau pikir kau ini tuan besar, ya?”
“Mungkin ya, m ungkin tidak,” jawabku.
“J angan banyak om ong! Kau jadi sangat angkuh ya, sejak
kutinggalkan. Sebelum kita selesai berem buk akan kurendahkan
derajat keangkuhanm u se tingkat. Kata orang kau ini terpelajar,
bisa m em baca dan m enulis. Kini kau m erasa lebih pandai dari
bapak m u, karena ia tak bisa m em baca? Kesom bonganm u itu
akan kuhilangkan darim u. Siapa yang m enyuruhm u bergelim ang
dalam ketololan itu, he? Siapa?”
“Nyonya J anda.”
“Nyonya J anda, he? Siapa yang m em beri hak pada Nyonya
J anda untuk ikut cam pur dalam hal yang sam a sekali bukan
urusannya?”
“Tak seorang pun.”
“Hm , akan kuberi ia pelajaran agar tidak suka ikut cam pur
urusan orang lagi. Akan kuberi pela jaran orang-orang yang
ikut m engurus anak orang hingga anak itu jadi sangat angkuh
terhadap ba paknya sendiri. Awas, kalau kulihat kau m asih m a-
suk sekolah. Dengar! Ibum u tak bisa m em baca, tak bisa m enulis
http://facebook.com/indonesiapustaka

sam pai m ati. Tak ada keluarga kita yang bisa m em baca m enulis.
Aku pun tidak. Dan kini kau m em busungkan dada karena bisa.
Aku tak tahan m elihat keangkuhanm u. Hm , coba, aku ingin
m endengarm u m em baca.”
Aku m engam bil sebuah buku dan m ulai m em baca tentang
J enderal Washington dalam pertem puran. Setelah aku m em baca
28 Mark Twain

selam a kira-kira setengah m enit, ia m eram pas dan m enghem -


paskan bukuku ke lantai.
“Benar juga! Kau bisa m em baca! Tadinya aku m asih belum
percaya. Lihat kem ari. Aku sam a seka li tak suka kau punya lagak
angkuh ini. Benci aku! Aku akan selalu m engawasim u, Tuan
Muda, dan bila ketahuan olehku kau m asih m asuk sekolah,
kukuliti kau hidup-hidup. Tak lam a lagi pastilah kau m en jadi
seorang alim . Kece wa aku punya anak seperti engkau!”
Ia m engam bil sebuah gam bar beberapa ekor sapi dan seorang
anak yang berwana biru dan kuning, bertanya, “Apa ini?”
“Hadiah karena aku m enghafalkan pelajaranku dengan baik.”
Bapak m erobek gam bar itu dan berkata, “Kuberi kau hadiah
yang lebih, cam buk kulit sapi!”
Beberapa saat ia m enggeram dan m enggerutu kem udian
berkata lagi, “Kau betul-betul seorang tuan m uda pesolek, yah?
Tem pat tidur dengan kasur dan sprei, kaca, perm adani, sedang
ayahm u ter paksa tidur bersam a babi-babi di tem pat penyam ak an.
Belum pernah kulihat seorang anak seperti engkau. Aku berani
bertaruh, bila kau ada dalam tanganku sem ua kesom bonganm u
akan lenyap. Tak ada batasnya keangkuhanm u, he, kata orang kau
sangat kaya. Betulkah kabar itu, he?”
“Itu hanya kabar bohong.”
“Dengar, hati-hati berbicara denganku. Yang so pan! Aku
sudah ham pir tak tahan lagi m elihat ke angkuhanm u. Aku telah
berada di kota ini selam a dua hari, dan yang kudengar hanyalah
tentang ke kakayaanm u. Bahkan berita itu telah kudengar jauh
sekali di hilir sungai. Itulah sebabnya aku pulang kem ari. Kau
http://facebook.com/indonesiapustaka

am bil uang itu untukku besok, aku m enginginkannya.”


“Aku tak punya uang.”
“Bohong! Hakim Thatcher m enyim pannya. Am billah! Aku
m em erlukannya.”
“Aku tak punya uang. Kalau tak percaya tanya kan pada
Hakim Thatcher, ia pasti m em benarkan kataku.”
Petualangan Huckleberry Finn 29

“Baik, akan kutanyakan, dan akan kuajar keso panan dia.


Berapa uang yang ada di sakum u? Berikan padaku.”
“Hanya sedolar, dan akan kugunakan untuk....”
“Tak peduli akan kau apakan, tapi cepat berikan padaku!”
Bapak m enerim a uangku dan m enggigitnya un tuk m em e-
riksa apakah tidak palsu, kem udian ber kata bahwa ia akan pergi
m inum , katanya sehari pe nuh ia belum m inum . Baru saja ia
m encapai gudang kayu, ia kem bali m enjengukkan kepalanya
ke dalam dan m em akiku serta m em peringatkanku agar tidak
berlaku som bong padanya. Dan ketika kukira ia su dah pergi
jauh, ia m uncul lagi di jendela untuk m em beri peringatan agar
aku m eninggalkan seko lahku, kalau tidak ia akan m enghajarku
sam pai m am pus.
Hari berikutnya, Bapak sangat m abuk. Ia pergi ke rum ah
H akim Thatcher dan m em aki-m akin ya, berusaha m em in ta
uangku. Dan ketika tak berhasil, ia bersum pah untuk m enga jukan
perkara ke pengadilan.
Hakim Thatcher dan Nyonya J anda m inta agar penga dilan
m em bebaskan aku dari Bapak dan m e m ilih satu di antara m ereka
berdua untuk m enjadi waliku. Tapi kini pengadilan diketuai
oleh seorang hakim baru yang tak m engenal keadaan dae rah itu
dan belum kenal pada Bapak. Hakim baru itu m eno lak untuk
m em isahkan aku dari Bapak. Terpaksa Hakim Thatcher dan
Nyonya J anda m enghentikan usahanya.
Keputusan pengadilan ini sangat m enggem bira kan Bapak. Ia
berkata akan m encam buk badanku sam pai biru-hitam bila aku
tak bisa m em berinya uang. Aku m em injam uang tiga dolar dari
http://facebook.com/indonesiapustaka

Hakim Thatcher. Uang itu dipakai Bapak untuk m inum sam pai
m abuk. Ia berteriak-teriak keliling kota sam bil m em ukul kaleng
hingga tengah m alam , sam pai ia ditangkap dan dim asukkan ke
dalam penjara. Hari berikutnya ia diadili dan dipenjarakan lagi
sem inggu. Tapi ia berkata bahwa ia m erasa puas m enguasai lagi
anaknya.
30 Mark Twain

Waktu hukum an n ya habis, hakim baru berkata akan


m engubah Bapak m enjadi m anusia baru. Diajak nya Bapak ke
rum ahnya, disuruh m andi dan diberi pakaian rapi, diajak nya
m akan pagi, siang, dan m a lam bersam a keluarganya. Sem uanya
bersikap sopan pada Bapak. Selesai m akan m alam , hakim baru
itu m engajak Bapak berbicara tentang cara-cara hidup yang layak
dan sebagainya, sehingga akhirnya Bapak m encucurkan air m ata.
Bapak berkata betapa tolol ia telah m enghabiskan hidupnya, dan
kini ia akan m em buka lem baran kehidupan dengan cara baru
hingga tak ada orang yang jijik pada nya. Ia berharap agar hakim
m au m enolongnya dan tak m em andang rendah padanya. Hakim
berkata betapa gem biranya m endengar kata-kata itu, begitu
gem bira hingga ia dan istrinya sam pai m enangis. Bapak berkata
bahwa orang selalu salah m engerti tentang dirinya, dan yang
diperlukan oleh orang yang sedang jatuh di lem bah kehinaan
adalah pe nger tian. Sam pai waktunya tidur, Bapak berdiri dan
m engulurkan tangan seraya berkata, “Lihatlah, Tuan-tuan dan
Nyonya-nyonya, lihat tangan ini, peganglah, jabatlah. Tangan
ini tadinya tangan babi yang sangat kotor, tapi kini tidak lagi.
Ini adalah tangan orang yang akan m em ulai hidup baru, dan
m erasa lebih baik m ati daripada m engulangi kehidupannya yang
lalu. Ingatlah kata-kata ini, jangan lupakan bahwa akulah yang
m engatakannya. Tangan ini telah bersih kini, jabatlah, jangan
takut.”
Bergantian yang hadir m enjabat tangannya, ke banyakan
sam bil m enangis, m alah istri hakim baru itu m encium tangan
http://facebook.com/indonesiapustaka

tersebut. Kem udian Bapak m enandatangani sebuah pernyataan,


dengan tanda saja. Hakim berkata saat itu adalah saat yang pa-
ling suci dalam sejarah, atau kurang lebih begitu lah. Sem ua
m engantarkan Bapak ke sebuah kam ar tidur khusus untuk tam u
yang besar dan indah. Ma lam harinya, Bapak m erasa haus. Ia
keluar lewat jendela, m eram bati atap beranda dan m eluncur ke
Petualangan Huckleberry Finn 31

tanah m elalui sebatang tiang. Ia pergi ke sebuah ke dai m inum ,


m enukarkan bajunya yang baru dengan seguci besar arak dan
naik kem bali ke kam arnya untuk bersenang-senang m inum .
Menjelang pagi, ia keluar jendela lagi, sudah am at m abuk. Ia
terguling dari atap beranda dan jatuh hingga tangannya pa tah di
dua tem pat. Pagi harinya seseorang m enem u kannya, terbaring
ham pir m ati beku. Kam ar tidur nya telah berantakan tak keruan.
Betapa gem asn ya hati hakim baru itu. Katan ya, Bapak
tak lagi bisa diperbaiki, kecuali dengan m enggunakan sepucuk
senapan. Tak ada cara lain yang m am pu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
BAPAK BERTARUNG DENGAN
MALAIKAT MAUT

SEGERA SETELAH sem buh kem bali, Bapak m u lai m enuntut


Hakim Thatcher di pengadilan untuk m elepaskan haknya atas
uangku. Ia pun m ulai m enyakiti aku karena aku tak m au berhenti
berseko lah. Dua kali ia berhasil m enangkap dan m enghajar ku,
tetapi aku tetap saja m asuk sekolah. Sering kali aku berhasil
m en ge lakkan diri dari Bapak atau lari m en in ggalkan n ya.
Sebelum nya aku tak begitu suka bersekolah, tapi kini untuk
m em anaskan hati Ba pak, aku jadi senang sekali. Pengadilan
berjalan sangat lam bat, bahkan agaknya tak pernah m aju sam a
http://facebook.com/indonesiapustaka

sekali. Maka aku terpaksa m em injam dua atau tiga dolar dari
Hakim Thatcher untuk m enghindari cam bukan Bapak. Uang
itu selalu digunakannya untuk m abuk, dan tiap kali m abuk ia
selalu m em buat keributan besar di kota, dan tiap kali ia m em buat
keributan, ia selalu dilem parkan ke dalam penjara. Agaknya
kehidupan beginilah yang paling cocok baginya.
Petualangan Huckleberry Finn 33

Ia begitu sering berkeliaran dekat rum ah Nyonya J anda


hingga akhirnya Nyonya J anda m engancam akan m enggunakan
kekerasan bila ia tidak m enghen tikan kebiasaan itu. Bapak
m en jadi am at m arah, ia berkata akan m em buktikan siapa
sebenarnya yang berkuasa atas diri Huck Finn.
Suatu hari di m usim sem i ia berhasil m en an gkap ku,
m em bawaku ke dalam perahu dan berkayuh ke arah m udik. Setelah
m enem puh jarak kira-kira tiga m il, perahu itu dikem udikannya
m enyeberangi sungai arah tepi Illinois yang hutannya sangat
lebat dan tak berpenduduk. Di antara kelebatan hutan itu terdapat
sebuah gubuk dari balok kayu yang sangat tersem bunyi. Ke gubuk
itu aku dibawa Bapak.
Ia selalu m engawasiku dengan ketat, hingga tak pernah aku
dapat kesem patan untuk m elarikan diri. Kam i berdua tinggal
dalam pondok itu, pintunya se nantiasa terkunci dan selalu dibawa
Bapak, bila m a lam kunci itu ditaruhnya di bawah kepalanya.
Bapak m em punyai sepucuk bedil, m ungkin hasil cu rian. Kam i
hidup dari m engail dan berburu. Sesekali Bapak m engunciku di
dalam rum ah, dan ia pergi ke kedai kira-kira tiga m il di arah hilir,
ke tem pat tam bangan, untuk m enukarkan ikan atau hasil buruan
dengan wiski. Wiski itu dibawanya pulang, dim inum nya di rum ah
dan seraya m abuk ia m enghajar ku. Akhirnya Nyonya J anda tahu
juga di m ana Bapak m enyem bunyikan aku. Disuruhnya sese orang
da tang untuk m eram pasku dari Bapak, nam un Bapak berhasil
m engusir orang itu dengan bedilnya. Tak lam a setelah kejadian
itu, aku m erasa kerasan di tem patku yang baru itu dan m enyukai
http://facebook.com/indonesiapustaka

kehidupan di situ, kecuali cam buk kulit lem bu Bapak.


Sungguh senang, berm alas-m alasan sepanjang hari, bebas
m erokok dan m engail, tanpa buku dan tak usah belajar. Cepat
sekali dua bulan atau lebih lewat. Bajuku telah com pang-cam ping
dan kotor. Aku tak m engerti bagaim ana dulu aku bisa tahan di
rum ah Nyonya J anda, di m ana aku harus m em ber sih kan diri,
34 Mark Twain

m akan di piring, m enyisir ram but, pergi tidur dan bangun pada
waktu tertentu, selalu disibukkan oleh buku dan selalu diawasi
oleh Nona Watson. Aku tak m au lagi kem bali ke kehidupan itu.
Pernah aku sam a sekali berhenti m em aki, karena dilarang oleh
Nyonya J anda, kini aku gem ar m em aki lagi karena Bapak tak
berkeberatan. Pokoknya cukup senang kehidupan di hutan itu.
Tapi lam a-kelam aan Bapak terlalu sering m enggunakan
tongkat pem ukulnya hingga akhirnya aku tak tahan juga. Seluruh
tubuhku telah penuh bilur bekas pukulan. Bapak pun lebih sering
lagi pergi keluar, m engunciku di dalam rum ah. Sekali pernah aku
dikuncinya selam a tiga hari berturut-turut. Sangat sepi terasa.
Kukira Bapak telah m ati terbenam dan aku tak akan bisa keluar lagi
selam a-lam anya. Aku jadi sangat ketakutan. Kuputuskan untuk
m encari suatu jalan keluar. Tapi usahaku selalu tak berhasil. Tak
ada jendela yang cukup besar bahkan untuk seekor anjing kurus
pun. Cerobong asapnya juga am at sem pit. Pintunya terbuat dari
lem pengan kayu oak yang tebal dan keras. Bapak cukup berhati-
hati untuk tidak m eninggalkan pisau atau benda tajam lainnya
di rum ah bila ia pergi. Ratusan kali aku m en coba m encari benda
tajam , m alahan ham pir selalu itulah yang kukerjakan untuk
m elewatkan waktu bila aku sendirian, dan hasilnya nihil. Nam un
kali ini agaknya aku berun tung, kutem ukan sebilah ger gaji
kayu tanpa pegangan, terselip di antara rusuk atap. Kum inyaki
gergaji itu dan aku m ulai bekerja. Di bagian belakang pondok,
di belakang m eja, din dingnya ditutup de ngan selim ut kuda yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

dipaku kan untuk m encegah m asuknya angin lewat celah-celah


balok. Aku m asuk ke bawah m eja dan m engangkat selim ut itu dan
m ulai m enggergaji balok dasar dinding, untuk m em buat lubang
cukup besar bagiku. Pekerjaan berat dan lam a sekali, tapi peker-
ja an itu sudah ham pir selesai waktu kudengar suara bedil Bapak
di hutan. Cepat-cepat kusem bunyikan bekas-bekas pekerjaanku,
Petualangan Huckleberry Finn 35

kututupkan kem bali selim ut nya dan kusem bunyikan gergajiku.


Baru saja aku selesai, Bapak m asuk.
Bapak sedang dalam keadaan biasa, yaitu sedang m arah-
m arah. Katanya ia baru saja datang dari kota, dan keadaannya
sam a sekali tak beres. Pe ngacaranya berkata bahwa ia bisa
m em enangkan perkaranya di pengadilan asal saja perkara itu bisa
se gera disidangkan. Tetapi banyak cara untuk m e nun da-nunda
persidangan itu, dan Hakim Thatcher sangat berpe ngalam an
dalam hal ini. Kata orang akan disidangkan lagi perkara untuk
m em isahkan aku dari Bapak dan m em berikan aku pada Nyonya
J anda yang agaknya kali ini akan berhasil. Ini m em buat ku
khawatir, aku tak ingin kem bali lagi ke rum ah Nyonya J anda
untuk dikekang dan dididik m enjadi orang baik-baik. Kem udian
Bapak m ulai m em aki-m aki siapa yang diingatnya, dan diulangi
lagi satu per satu untuk m eyakinkan dirinya bahwa tak ada yang
kelewat, setelah itu ia m elengkapi daftar m akian itu untuk sem ua
orang, term asuk beberapa o rang yang tak diketahui nam anya,
dan terpaksa dipanggilnya sebagai si ‘anu’ bila sam pai pada
gilirannya.
Bapak ingin sekali m elihat bagaim ana Nyonya J anda bisa
m eram pas diriku darinya. Ia akan selalu was pada, bila ada
gejala-gejala tidak baik, aku akan disem bunyikan di suatu tem pat
enam atau tujuh m il da ri tem pat itu, begitu tersem bunyi hingga
tak m ungkin bisa diketem ukan oleh siapa saja. Ini m em buatku
khawatir sekali, tetapi hanya sesaat, kukira bila saat itu tiba aku
telah lolos dari cengkeram an bapak.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Bapak m enyuruhku pergi ke biduk, dan m engam bil barang-


barang bawaannya. Barang-barang itu adalah sekarung jagung
m akanan dengan berat lim a puluh pon, sepotong besar daging
babi, m esiu, segu ci wiski sebanyak em pat galon, sebuah buku tua
dan dua lem bar karton untuk sum bat, serta beberapa he lai tali
ram i. Selesai m em bawa beban aku duduk ber istirahat di haluan
36 Mark Twain

biduk itu. Kupikir aku akan m ela rikan diri dengan m am bawa
senjata Bapak dan bebe rapa tali kail kem udian m asuk hutan. Aku
tak akan tinggal terus di suatu tem pat, tetapi terus saja m en jelajahi
seluruh daerah dan berburu serta m engail untuk hidup. Dengan
berjalan hanya di waktu m a lam , kupikir aku akan bisa jauh sekali
m eninggalkan Bapak serta tak bisa ditem ui olehnya ataupun
oleh Nyonya J anda. Bila m alam nanti Bapak m abuk berat, akan
kuselesaikan lubang di din ding gubuk kem udian pergi. Begitu
terbenam aku dalam pikiran-pikiran itu hingga aku lupa waktu
dan sadar kem bali waktu Bapak berteriak m em anggilku, bertanya
apa kah aku tertidur ataukah m ati terbenam .
Aku telah selesai m em bawa barang-barang wak tu m atahari
terbenam . Waktu aku m em asak untuk m akan m alam , Bapak
m eneguk m inum an kerasnya untuk m enghangatkan tubuh, dan
m ulai m abuk lagi. Ia telah m abuk di kota, dan sem alam tidur
di selokan hingga rupanya tak keruan. Seluruh tubuhnya pe-
nuh lum pur hingga rupanya tak berbeda dengan Nabi Adam
waktu baru saja diciptakan oleh Tuhan. Bilam ana m inum an
keras m ulai m enguasai dirinya, ia selalu m enyerang pem erintah.
Kali ini ia berkata, “Inilah yang dinam ai pem erintah? Cih,
lihatlah! Hu kum dipersiapkan untuk m erebut seorang anak dari
ayahnya, seorang anaknya sendiri yang telah dibesarkannya
dengan bersusah payah. Ya, pada wak tu anak itu sudah siap untuk
bekerja m em bantu ayahnya agar si ayah bisa istirahat, hukum
bangkit dan m erebutnya! Inikah pem erintah yang baik? Bu kan
hanya itu. Hukum juga m em bantu si tua Hakim Thatcher itu
http://facebook.com/indonesiapustaka

untuk m eram pas hartaku. Inilah yang dikerjakan hukum , hukum


m elem parkan seseorang yang m em punyai harta enam ribu dolar
lebih ke dalam gubuk jelek seperti ini dan m em buatnya ber-
keliaran dengan pakaian yang untuk seekor babi pun tidak pantas.
Inilah yang m ereka nam akan pem erin tah. Kadang-kadang tim bul
keinginanku untuk m inggat saja dari sini, pergi dan tak akan
Petualangan Huckleberry Finn 37

kem bali lagi. Ya, dan telah kukatakan pula hal ini pada m ere ka,
kukatakan juga pada si tua Thatcher itu. Banyak saksinya. Kataku,
diupah dua sen saja m au aku m e ninggalkan daerah ini untuk
selam a-lam a nya. Itulah kata-kata yang kupergunakan. Kataku,
lihatlah topiku—bila saja kalian m asih bisa m enyebutnya sebagai
topi—tutup kepalanya naik ke atas sedang yang lainnya turun
hingga m enutupi daguku, boleh dikatakan aku tidak m em akai
topi sam a sekali m e lain kan kum asukkan kepalaku pada sebuah
poton gan cerobon g kom por. Lihat aku, kataku, yan g harus
m em akai topi sem acam ini, padahal aku adalah salah seorang
terkaya di kota ini bila saja aku bisa m en dapatkan hakku. Oh, ya,
betapa bagusnya pe m e rintahan ini. Sangat bagus! Coba dengar.
Ada se orang negro bebas yang datang dari Ohio. Ia ber darah
cam puran, kulitnya sudah ham pir seputih kulit orang putih.
Ia m em akai baju paling putih yang pernah kau lihat, dan topi
yang paling indah. Tak ada orang di kota ini yang punya pakaian
sebagus m iliknya. Dia m em akai rantai arloji dari em as, m em -
bawa tongkat berkepala perak. Agaknya dialah orang terkaya
di negara bagian ini. Dan tahukah kau, kata orang dia adalah
seorang profesor di perguruan tinggi, dan bisa berbicara dalam
berbagai bahasa. Bukan itu saja. Kata orang di tem pat asalnya,
ia pu nya hak pilih! Terlalu. Kupikir, apa jadinya negara ini
nanti? Waktu itu hari pem ilihan um um . Aku akan m enggunakan
hak pilih ku, dan bila saja aku sedang tidak m abuk pastilah aku
telah m em asukkan kartu suaraku. Tapi ketika aku diberi tahu
bahwa ada sebuah negara bagian di m ana seorang negro dibo-
http://facebook.com/indonesiapustaka

lehkan m em ilih, aku m em utuskan untuk sam a sekali tak akan


m em ilih lagi. Aku bilang, biarlah negeri ini m em busuk, aku tak
akan m em ilih lagi. Banyak yang m endengar kata-kataku itu. Dan
betapa tenangnya negro tadi, yang tak m au m enyingkir waktu aku
akan lewat bila saja ia tak kudorong ke sam ping. Aku bertanya
pada orang-orang, m engapa negro ini tidak dijual di pasar lelang?
38 Mark Twain

Itulah yang ingin kuke tahui. Dan tahukah kau apa jawab m ereka?
Kata m ereka, negro itu tak bisa dijual karena ia belum berada di
daerah ini selam a enam bulan. Itulah undang-undangnya. Itulah
yang dinam akan pem erintah yang tak bisa m enjual seorang negro
be bas karena ia belum enam bulan di sini. Itulah pe m erintah
yang m enam akan dirinya pem erintah, dan berbuat seolah-olah
pem erintah, dan berpikir bahwa dirinya adalah pem erintah,
tapi harus m enunggu selam a enam bulan untuk bisa m enguasai
seorang negro bebas yang bergelandangan, tukang curi, tak punya
kesopanan, berpakaian putih, dan....”
Bapak begitu sibuk hingga tak m em perhatikan ke m ana
kakinya m elangkah. Ia tersandung pada bak tem pat daging babi
asin, jatuh tunggang langgang hingga kedua tulang keringnya
lecet-lecet. Makian nya jadi m enghebat, kebanya kan ditujukan
pada pe m erintah, bukannya pada bak yang m em buatnya jatuh.
Ia berlom patan berkeliling ruangan, sekali de ngan kaki kiri,
sekali dengan kaki kanan, bergan tian pula ia m engusap-usap
tulang keringnya yang kesakitan. Akhirnya ia m engayunkan kaki
kirinya un tuk m enendang bak tadi sekeras-kerasnya. Na m un itu
adalah tindakan yang tak m enguntungkan, sebab ternyata kaki
itulah yang m em akai sepatu ber lu bang ujungnya hingga terpaksa
ia m enjerit kesa kitan. J eritan itu sangat hebatnya, m em buat
bulu kudukku berdiri. Kini ia berguling-guling di lantai sam bil
m em egang-m egang jari kakinya yang kesakitan, m aki-m akian
yang diucapkannya m engatasi m aki-m akian sebelum nya. Itu
diakuinya sendiri kem udian waktu ia sadarkan diri. Ia pernah
http://facebook.com/indonesiapustaka

m en dengar Sowberry Hagan, si juara m em aki. Dan kata nya m aki-


m akiannya waktu kesakitan jari kakinya itu bahkan m engalahkan
m aki-m akian Sowberry Hagan. Nam un agaknya Bapak m elebih-
lebihkan saja. Mungkin.
Selesai m akan m alam , Bapak m inum lagi dari gu cinya. Ia
berkata wiski di guci itu cukup untuk m em buatnya dua kali
Petualangan Huckleberry Finn 39

m abuk dan m ata gelap. Itu lah se lalu kata-katanya. Kukira dalam
waktu sejam ia akan m abuk sekali sehingga aku bisa m encuri
kunci pintu atau m enggergaji dinding, salah satu. Bapak terus
saja m inum , sam pai akhirnya ia jatuh terguling ke selim utnya.
Nam un agaknya aku sedang tak berun tung, ia tak segera tidur
nyenyak, sangat gelisah. Lam a sekali ia m enggeram , m engeluh,
dan bergu ling-guling ke sana-kem ari. Akhirnya aku begitu m e-
ngan tuk hingga berat sekali terasa untuk m em buka m ata. Tanpa
terasa aku tertidur, lilin m asih m enyala.
Aku tak tahu berapa lam a aku tidur, aku tersentak terba-
ngun oleh suatu jeritan yang m engerikan. Ba pak kelihatannya
liar sekali, m elom pat-lom pat dan berteriak tentang ular. Katanya
kakinya diram bati banyak sekali ular. Sam bil m elom pat dan
m enjerit, ia berkata bahwa seekor ular telah m enggigit lehernya. Ia
berlari berkeliling ruangan m enjerit-jerit, “Lepas kan! Lepaskan!
Ia m enggigit leherku!” Tak per nah kulihat seseorang berm ata
sebuas itu. Segera juga ia roboh kehabisan napas. Ia berguling-
gulin g di lan tai, m en yepak sem ua ben da yan g ada dalam
jangkauan kakinya, sem entara tangannya m em ukul-m ukul dan
m erenggut-renggut udara. Kini ia m en jerit-jerit tentang iblis yang
hendak m enangkapnya. Setelah agak lam a ia berbaring dengan
diam kele lahan, m ulutnya m engaduh. Kem udian ia berbaring
lebih diam lagi, tak bersuara. Aku bisa m endengar suara burung
hantu dan serigala di hutan. Suara itu m em buat suasana m akin
sunyi terasa. Bapak ter baring di sudut ruangan. Akhir nya ia
bangkit per lahan, m em asang telinga, kem udian berbisik, “Blug-
blug-blug-blug, itulah langkah m alaikat m aut. Blug-blug-blug-
http://facebook.com/indonesiapustaka

blug, m ereka datang untuk m e ngam bilku, tapi aku tak akan m au
pergi bersam a m ereka. Oh, m ereka ada di sini! J angan sentuh
aku, jangan! J angan pegang aku, tanganm u dingin! Le paskan!
Lepaskan aku!”
Bapak m erangkak pergi sem entara m ulutnya tak putus-
putusnya m inta agar dia dilepaskan. Ia m em bungkus dirinya
40 Mark Twain

dengan selim ut dan bersem bunyi di bawah m eja. Kudengar ia


m enangis.
Tiba-tiba ia berguling keluar dari bawah m eja dan selim ut nya,
dengan buas ia m elom pat ke arah ku. Sam bil m enghunus pisaunya,
ia berlari m engejar ku, m em anggilku sebagai Si Malaikat Maut. Ia
ber kata akan m em bunuhku agar aku tak bisa m em ba wa nya pergi.
Aku berteriak bahwa aku hanyalah Huck, tapi ia m alah tertawa
m enyeram kan, m engge ram dan m em aki, terus saja m engejarku.
Sekali aku berputar terlalu dekat di bawah tangannya, ia ber hasil
m encengkeram leher baju jaketku. Kupikir habis sudah riwayatku,
nam un aku berhasil dengan cepat m elepaskan jaketku hingga aku
lolos. Segera juga Bapak kehabisan tenaga, roboh bersandar di
pintu. Katanya ia akan beristirahat, sem enit, kem udian akan
m em bunuhku. Ditaruhnya pisau di bawah tubuhnya, dan ia
berkata akan tidur untuk m engum pulkan tenaga.
Tak lam a ia telah m en den gkur. Perlahan sekali aku
m engam bil kursi lipat, berdiri di atasnya untuk m e ngam bil
senapan. Kuperiksa betul-betul untuk m eya kinkan diriku bahwa
senapan itu berisi peluru, ke m udian kutaruh di atas tong sayuran,
m enghadap ke arah Bapak. Aku duduk di balik tong, di belakang
senjata itu, m enunggu sam pai Bapak terbangun. Betapa pelannya
waktu berlalu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKU BERHASIL MENGELABUI
BAPAK DAN MELARIKAN DIRI

“BANGUN! SEDANG apa kau!”


Aku m em buka m ata dan m elihat sekeliling. Mu la-m ula tak
tahu aku berada di m ana. Matahari telah terbit. Agaknya aku
jatuh tertidur. Bapak berdiri di depanku, wajahnya m uram dan
agaknya juga sakit.
“Untuk apa senapan ini?” ia bertanya.
Kupikir pastilah ia telah lupa akan perbuatannya sem alam ,
m aka aku m enjawab, “Ada orang m enco ba untuk m asuk. Aku
bersiap-siap untuk m enyam butnya.”
“Mengapa tak kau bangunkan aku?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Telah kucoba, tapi Bapak sam a sekali tak berge rak.”


“Nah, baiklah. J angan ngom ong saja di situ, ke luarlah dan
lihat kalau-kalau ada ikan di kail kita untuk sarapan. Aku akan
m enyusul nanti.”
Bapak m em buka pintu dan aku keluar m enuju ke tepi sungai.
Kulihat banyak sekali batang-batang kayu hanyut, m aka aku tahu
42 Mark Twain

bahwa air sungai telah naik. Bila saja aku berada di kota, sudah
pasti aku banyak m endapat uang. Kenaikan air sungai pada bulan
J uni selalu m enguntungkan aku, sebab begitu air sungai naik,
banyak sekali batang kayu dan kayu-kayu bekas rakit hanyut,
kadang-kadang dua belas batang balok kayu sekaligus telah
terikat rapi hingga dengan m udah bisa kubawa ke penjual kayu
api atau ke tem pat penggergajian untuk kujual.
Aku berjalan sepanjang tepi sungai, sebelah m ata m em -
per hatikan kalau-kalau Bapak keluar, yan g se belah lagi
m em perhatikan barang-barang yang ha nyut di sungai. Tiba-tiba
tam pak olehku sebuah biduk ram ping, bagus sekali, dengan
panjang kira-kira em pat m eter, hanyut cepat bagaikan seekor
bebek. Tak berpikir panjang lagi aku terjun ke sungai, tanpa
m em buka pakaian terlebih dahulu, berenang ke arah biduk itu.
Tadinya kukira itu hanya suatu tipuan, biasanya seseorang tidur
diam -diam di dasar biduk dan m enghanyutkan diri, nanti bila ada
seseorang m endekat, orang tadi akan bangkit dan m enertawa kan
si pendatang. Nam un ternyata kali ini tidak. Betul-betul sebuah
biduk yang hanyut! Aku cepat naik ke dalam nya dan berdayung ke
tepi. Pikirku, Bapak pasti sangat gem bira m endapat ini. Harganya
pastilah tak kurang dari sepuluh dolar. Tapi ketika aku sam pai ke
tepi, Bapak belum kelihatan. Aku m en dayung biduk itu m asuk
ke sebuah anak sungai kecil yang tertutup rapat oleh tum buhan
sulur-suluran, dan m uncullah sebuah pikiran lain di otakku.
Lebih baik kusem bunyikan saja biduk itu, hingga nanti bila aku
berhasil lari tak perlu aku susah payah berjalan kaki, nam un
m enghilir sungai ini dengan biduk. Kira-kira lim a puluh m il saja
http://facebook.com/indonesiapustaka

bebas sudah.
Tem pat aku m enyem bunyikan biduk itu dekat se kali dengan
pondok, dan aku m erasa takut kalau-kalau Bapak m engetahui
perbuatanku, tapi ternyata tidak. Dari balik sem ak-sem ak kulihat
Bapak berada di ujung jalan setapak, sedang m engincar seekor
bu rung dengan bedilnya. J adi ia sam a sekali tak m elihatku.
Petualangan Huckleberry Finn 43

Waktu Bapak m endekat, aku sedang sibuk m ena rik sebuah


tali kail. Aku dim arahinya karena terlalu lam a, tapi kujawab
bahwa aku baru saja terjatuh ke sungai. Aku tahu ia pasti akan
bertanya m engapa pakaianku basah kuyup, jadi jawabannya
sudah ter sedia. Kam i m endapat lim a ekor ikan besar dan pu lang.
Selesai sarapan, kam i berbaring untuk tidur. Aku ber pikir
alangkah baiknya bila saja aku m en dapatkan suatu cara agar Bapak
m aupun Nyonya J anda tak dapat m engikuti jejakku. Itu akan lebih
daripada m enyandarkan nasib, karena m ungkin sebelum nya apa
saja bisa terjadi. Beberapa saat aku tak m endapatkan jalan yang
cukup baik, sam pai sa at Bapak bangkit untuk m inum air dan
berkata, “Bila orang yang kem a rin datang lagi, bangunkan aku,
m engerti? Orang itu pasti akan berbuat kurang ajar di sini. Akan
kutem bak dia. Bangunkan aku bila ia datang lagi!”
Bapak segera tertidur lagi, tapi kata-katanya tadi m em beri
suatu ilham padaku. Kini aku bisa lari tan pa seorang pun akan
m engikuti aku.
Kam i terbangun kira-kira pukul dua belas. Berdua kam i pergi
ke tepi sungai. Air telah pasang tinggi sekali, dan berbagai kayu
tam pak hanyut. Tam pak sebagian dari rakit balok kayu hanyut,
terdiri dari sem bilan batang kayu yang diikat erat. Bapak dan aku
segera turun ke biduk untuk m engejar rakit itu, lalu m enariknya
ke pinggir. Kem udian kam i m akan siang. Orang lain pastilah
m enunggu dulu kalau-ka lau ada lagi rakit kayu yang hanyut, tetapi
Bapak tidak, sem bilan balok kayu itu sudah cukup baginya untuk
segera pergi ke kota dan m enjualnya. Maka kira-kira setengah
em pat, aku dikuncinya di dalam rum ah, dan ia berangkat ke
http://facebook.com/indonesiapustaka

kota di seberang sungai, naik perahunya dan m enyeret rakit


tadi. Kukira ia tak akan pulang nanti m alam . Kutunggu sam pai
ia berada jauh di tengah sungai baru kukeluarkan ger gajiku dan
m ulai bekerja. Sebelum Bapak m encapai pantai seberang, aku
telah berada di luar pondok. Bapak dan rakitnya hanya setitik
hitam di kejauhan.
44 Mark Twain

Kuam bil karung tem pat jagung, kubawa ke biduk ku yang


tersem bunyi di balik sem ak-sem ak ra pat. Selesai m enaruh karung
itu, aku m ulai m engangkuti barang-barang lain dari rum ah.
Daging, guci wiski, sem ua gula dan kopi yang ada, sem ua m esiu
serta kertas sum bat peluru. Em ber dan tem pat air juga kuam bil,
gayung dan sebuah cangkir seng, ger gajiku dan dua lem bar
selim ut, tem pat penggorengan dan ceret kopi. Aku am bil juga
tali-tali kail, korek api, dan lain-lain. Pokoknya sem ua benda yang
ber harga lebih dari satu sen. Pondok itu kubersihkan dari sem ua
barang. Aku m em erlukan sebuah kapak, tetapi hanya ada satu
kapak, yaitu kapak di tem pat kayu bakar, dan kapak itu terpaksa
harus kutinggalkan. Paling akhir kuam bil senapan Bapak.
Tanah di sekitar rum ah banyak sekali m enunjuk kan bekas-
bekas kesibukanku tadi, setelah m enye reti barang-barang dari
lubang yang kubuat di din ding. Kuhilangkan jejak-jejak itu sebaik
m ungkin dengan m enaburkan debu, hingga tanah bekas m au pun
serbuk gergaji tak terlihat lagi. Kupasang lagi balok kayu din ding
yang tadi kupotong di tem patnya sem ula, kutaruh dua buah batu
di bawahnya dan sebuah lagi untuk pengganjal karena tem pat
itu kini agak m elengkung dan tak m enyentuh tanah. Dari jarak
em pat atau lim a kaki tak akan tam pak bahwa tem pat itu pernah
digergaji, lagi pula tem pat itu berada di belakang pondok, jadi
kecil kem ungkinan akan diselidiki orang.
Dari pondok ke biduk tanahnya berum put, jadi di situ aku tak
m eninggalkan jejak. Aku m em perhatikan berkeliling. Aku pergi
ke tepi sungai, m em perhatikan ke seberang. Sem uanya beres,
http://facebook.com/indonesiapustaka

tak ada tanda-tanda bahaya. Dengan m em bawa bedil Bapak,


aku m asuk ke dalam hutan. Aku sedang m encari burung ketika
m en dadak kulihat seekor babi liar. Babi peliharaan cepat sekali
m enjadi babi liar di daerah itu, asal saja lepas dari peternakan
segera juga m en jadi liar. Aku tem bak babi itu dan kubawa ke
pondok.
Petualangan Huckleberry Finn 45

Dengan kapak, kuhancurkan pintu pondok. Ku ba wa babi


tadi m asuk sam pai dekat m eja. Di situ ku gorok lehernya, dan
kubiarkan darahnya m em ba sahi lantai tanah pondok. Kem udian
kuam bil sebuah karung tua, kupenuhi dengan batu, cukup untuk
bisa kuseret-seret dari tem pat babi ke luar, m elalui hu tan ke
sungai. Kulem parkan karung berisi batu itu ke sungai hingga
terbenam dan tak akan tim bul lagi. Dari jejaknya, orang akan
m engira bahwa sesuatu benda berat telah diseret dari dalam
rum ah. Alangkah senangnya kalau waktu itu Tom Sawyer ada, ia
pasti suka pada kejadian-kejadian sem acam ini, dan ada-ada saja
pikirannya untuk m em perindah rencana yang sedang kujalankan.
Tak ada yang lebih pandai daripada Tom Sawyer dalam hal
m em buat rencana-rencana pelik.
Terakhir, kucabuti beberapa helai ram butku, m em basahi
m ata kapak dengan darah, dan m enem pelkan ram butku pada
m ata kapak itu. Kapak itu kulem parkan ke sudut rum ah. Kuangkat
babi tadi, kudekap di dadaku dan kubungkus de ngan jaket agar
darahnya tak m enetes. Babi itu pun kubuang ke su ngai. Kini aku
m endapat suatu pikiran lagi. Kuam bil karung jagung dan gergajiku
dari biduk, kubawa kem bali ke pondok, ke tem pat biasanya
karung itu berada. De ngan gergaji, kubuat sebuah lubang kecil
di karung itu, di dasarnya. Terpaksa kupakai gergajiku karena
sam a sekali tak ada pisau atau garpu dalam pondok itu, untuk
m akan atau m asak. Bapak selalu m enggunakan pisau lipatnya.
Kem udian ku bawa karung itu kira-kira seratus yard m elalui
sem ak-sem ak ke sebelah tim ur rum ah di m ana ter da pat sebuah
http://facebook.com/indonesiapustaka

danau dangkal yang lebarnya kira-kira lim a m il, penuh dengan


rum put purun dan belibis bila m usim nya. Di seberang danau
terdapat sebuah anak sungai yang entah berm uara di m ana, tetapi
tidak di Sungai Mississippi. Sepanjang perjalanan itu beberapa
butir jagung keluar dari karung lewat lubang yang kubuat, hingga
bisa m enunjukkan arah yang tadi kutem puh. Di dekat danau
46 Mark Twain

kujatuhkan batu asahan Bapak, seakan-akan tak sengaja. Dan


kututup lagi lubang di karung serta kubawa kem bali ke perahuku,
juga gergajiku kubawa kem bali.
Hari telah m ulai gelap. Kubawa bidukku m em a suki sungai,
kem udian berlabuh di balik tanam an-ta nam an yang m enggantung
dari atas tebing. Kutunggu terbitnya bulan. Setelah m engikatkan
perahu ke sebuah dahan sem ak-sem ak, aku m akan. Selesai m akan
aku tidur-tiduran di dasar biduk, m erokok dan berpikir-pikir.
Pastilah orang-orang nanti akan m engikuti jejak karung batu ke
sungai, kem udian m encari m ayatku di sungai itu. J ejak karung
jagung m ereka ikuti, m ungkin juga m ereka akan terus m en cari
sepanjang anak sungai danau untuk m encari pencuri yang telah
m engam bil barang-barang di pondok serta m em bunuhku. Yang
m ereka cari di sungai tak akan lain daripada bangkaiku, dan
akhir nya m ereka akan bosan m encari dan tak m em ikirkan aku
lagi. Nah, beres sudah, aku bisa tinggal di m ana saja aku m au.
Pulau J ackson cukup baik bagiku. Aku tahu betul keadaan pulau
itu dan tak akan ada orang pergi ke kota m alam hari. Benar,
pilihanku sudah tetap, Pulau J ackson.
Aku am at lelah, tanpa kuketahui aku tertidur. Aku m elihat
berkeliling, agak takut. Kem udian aku ingat. Sungai raksasa itu
tam paknya lebar sekali. Bulan bersinar begitu terang sehingga
aku bisa m enghitung kayu-kayu yang hanyut beberapa ratus yard
dari tepi sungai. Sunyi, rasanya m alam telah berjalan lam a sekali.
Aku m enguap sepuas-puasnya dan m enggeliat. Baru saja
akan kulepaskan tam bahan perahu, ku dengar suatu suara di
http://facebook.com/indonesiapustaka

air. Aku m enahan napas. Sege ra juga aku tahu suara apa itu.
Suara yang ditim bulkan oleh kayu pendayung di lubang dayung.
Aku m engintai dari balik sem ak-sem ak, kulihat di ke jauhan
sebuah perahu. Masih jauh, tak bisa kulihat berapa orang ada di
dalam nya. Ketika tepat berada di seberangku, kulihat ternyata
hanya ada seorang m anusia di perahu itu. Mungkin itu bapakku,
Petualangan Huckleberry Finn 47

pikirku, walaupun tak kuharapkan ia telah m uncul kem bali.


Perahu itu m enghanyut m elewatiku, kem udian ber putar m asuk
ke aliran su ngai yang tak deras dan m ulai berdayung ke m udik.
Ia m elewatiku lagi, kini dekat sekali hingga bila aku m au bisa
kusentuh dia dengan ujung senapan. Ternyata orang itu betul-
betul Bapak. Dari gayanya berdayung, tahulah aku bahwa dia
tidak m abuk.
Aku tak m em buan g waktu lagi. Sem en it kem u dian
bidukku telah hanyut ke hilir, dalam bayang-bayang tebing
sungai. Kubiarkan hanyut hingga dua setengah m il, baru aku
m em belokkannya ke tengah sungai. Aku akan m elewati tem pat
perahu tam bangan, hingga besar kem ungkinan aku akan terlihat
oleh orang-orang di tepian. Kutem patkan bidukku di an tara
kayu-kayu hanyut di tengah sungai, kem udian aku berbaring di
dasarnya, m em biarkannya hanyut lagi. Sam bil beristirahat, aku
m erokok dengan pipa ku lagi. Di atasku langit jernih sekali, tanpa
awan sepotong pun. Bila kita m em andang langit pada te rang
bulan, dalam sekali tam paknya langit itu. Be lum pernah kuketahui
hal itu sebelum nya. Dan be tapa jauhnya kita m endengar suara-
suara yang m e ram bat di air. Kudengar orang-orang berbicara di
pelabuhan kapal tam bang, tiap kata kudengar jelas. Seseorang
berkata bahwa kin i tiba m usim n ya sian g- sian g bertam bah
pan jan g dan m alam -m alam ber tam bah pen dek. Kawan n ya
m enyahut bahwa dia kira m alam ini bukanlah salah satu dari
m alam -m alam yang pendek itu. Mereka berdua tertawa terbahak-
bahak akan ucapan ini. Sekali lagi kalim at itu diucapkan dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

sekali lagi m ereka tertawa. Mereka m em bangunkan seseorang


dan kalim at itu diucap kan sekali lagi. Nam un orang yang baru
terbangun itu tak ikut tertawa, bahkan m em bentak dan m inta
agar ia tak diganggu lagi. Orang yang pertam a ber kata ia akan
m engatakan kalim at tadi pada ist rinya, pasti istrinya itu kagum
akan kecerdikannya. Na m un itu sebenarnya belum apa-apa, bila
48 Mark Twain

dibandingkan dengan kata-kata yang pernah diucapkannya di


waktu ia m asih m uda. Kudengar seorang berkata bahwa m alam
telah pukul tiga pagi, ia berharap fajar akan segera datang dan
m atahari tidak m enunggu sem inggu lagi untuk terbit. Setelah itu
percakapan tadi m akin lam a m akin jauh hingga akhirnya tak bisa
kum engerti lagi. Aku m asih bisa m endengar suara gum am dan
tawa m ereka nam un kedengarannya sangat jauh sekali.
Aku kini berada jauh di bawah pelabuhan kapal tam bang.
Aku bangkit, kulihat Pulau J ackson kira-kira dua setengah m il di
sebelah hilir. Berdiri di te ngah su ngai, hutannya lebat, besar dan
kukuh ba gaikan sebuah kapal uap tanpa lam pu. Gosong pasir di
ujung pulau tak tam pak, tertutup air yang pasang.
Tak m em butuhkan waktu lam a untuk m encapai pulau itu.
Ujung pulau kulewati dengan sangat ce pat, karena arus yang kuat.
Segera juga aku sam pai ke bagian sungai yang tenang airnya dan
berlabuh di pantai pulau yang m enghadap ke daerah Illinois. Aku
m asukkan bidukku ke sebuah teluk kecil di pan tai pulau yang
telah kukenal. Teluk itu pun tertutup sem ak-sem ak, hingga dari
pantai tak akan tam pak sungai di seberang perahuku.
Aku naik ke darat, duduk di batang pohon rebah di kepala
pulau, m erenungi sungai yang penuh de ngan kayu hanyut dan
kota di seberangnya, tiga m il dari tem patku. Dari kota tam pak
tiga atau em pat kelipan lam pu. Sebuah rakit perusahaan kayu
tam pak satu m il di arah m udik, sedang m engikuti arus ke hilir
dengan sebuah lentera di tengahnya. Aku m em perhatikannya
terus, dan ketika rakit itu ber seberangan denganku, aku dengar
http://facebook.com/indonesiapustaka

seseorang di rakit itu berteriak, “Dayung buritan, hei! Belokkan


ke arah kanan!” jelas sekali seakan-akan orang itu ada di sisiku.
Langit m ulai kelabu. Aku m asuk ke dalam hutan dan tidur.
AKU MENOLONG JIM,
BUDAK NONA WATSON

MATAHARI TELAH tinggi waktu aku bangun, sekitar pukul


delapan kukira. Aku berbaring-baring di rum put, di tem pat
teduh, m em ikirkan pengalam anku, m erasa lepas lelahku. Hatiku
senang dan puas. Aku bisa m elihat m atahari lewat dua atau
tiga buah celah di antara daun-daunan rim bun di sekelilingku.
Pohon -pohon besar yan g m en gelilin giku, m em buat tem pat
itu sedikit gelap. Beberapa lingkar an cahaya sam pai ke tanah,
kadang-kadang ber goyang-goyang bertukar tem pat m enunjukkan
bahwa ada angin lalu m engguncangkan daun-daun di atas.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Sepasang tupai bertengger di kaki sebatang pohon, dengan ram ah


m engajakku bercakap-cakap.
Aku begitu gem bira hingga m erasa sangat m alas, tak ingin
bangun untuk m em buat sarapan. Aku sudah ham pir tertidur lagi
waktu kudengar sebuah suara berat, “Buum !” di arah m udik. Aku
m engangkat kepala, m em asang telinga. Segera juga kudengar
50 Mark Twain

lagi suara itu. Aku m elom pat berdiri, m elihat keluar dari antara
sem ak-sem ak yan g m en gelilin giku. Kulihat segum pal asap
m engem bang di atas air di seberang tem pat tam bangan. Kapal
tam bang itu m enghilir sungai, penuh penum pang. Aku tahu kini
apa yang sedang terjadi. “Buum !” Dari sam ping kapal tam bang itu
m enyem bur segum pal asap putih. Mereka sedang m enem bakkan
m eriam di atas air untuk m em buat m ayatku m uncul.
Aku m erasa sangat lapar, tapi tak m enguntungkan bagiku
m em buat api, asapnya bisa terlihat oleh orang-orang di kapal
tam bang. Karena itu aku du duk-duduk saja di situ, m em perhatikan
asap m eriam dan m endengarkan dentum annya. Di tem pat itu
lebar sungai m encapai satu m il, cuaca di pagi m usim panas itu
cerah, jadi senang juga bagiku m em per hatikan m ereka berusaha
m en cari m ayatku, asal saja aku m em pun yai sesuatu un tuk
kum akan. Aku jadi teringat, biasa nya untuk m enim bulkan m ayat
juga digunakan roti yang diberi air rasa dan dihanyutkan, dengan
kepercayaan bahwa roti tersebut akan berhenti hanyut tepat
di atas tem pat m ayat orang yang dicari. Aku pun bersiap-siap,
m em asang m ata kalau-kalau salah satu dari roti-roti itu hanyut di
dekatku. Aku berpindah tem pat, ke pantai pulau yang m enghadap
ke Illinois untuk m encoba keun tunganku. Dan ternyata aku tak
kecewa. Sepotong besar roti ganda tam pak terapung m endekat.
ham pir saja roti itu bisa kuam bil dengan sebatang tongkat tapi
kakiku tergelincir dan roti tersebut terus hanyut. Tentu saja aku
berada di tepian arus sungai yang pa ling dekat dengan pantai
pulau. Kem udian m uncul lagi sepotong roti yang lain, dan kali ini
http://facebook.com/indonesiapustaka

aku berhasil. Kuam bil sum batnya untuk m engeluarkan air rasa
di dalam nya, dan aku m ulai m akan. Roti paling enak, yang biasa
dim akan orang-orang kaya.
Aku bersem bunyi lagi di sem ak-sem ak sam bil m a kan roti,
m em perhatikan kapal tam bang dan m erasa sangat puas. Tim bul
suatu pikiran padaku. Aku tahu bahwa roti ini sebelum dilem par
Petualangan Huckleberry Finn 51

ke air didoakan le bih dahulu, m ungkin oleh Nyonya J anda atau


oleh Tuan Pendeta untuk bisa m enem ui aku. Dan ternyata betul-
betul roti itu m enem ukan aku. Kesim pulanku adalah sebuah
doa akan berhasil bila yang m endoa kan orang-orang sebangsa
Nyonya J anda dan Tuan Pendeta, tapi bila yang berdoa orang
sem acam aku pasti tak akan berhasil.
Kunyalakan pipaku. Alangkah nikm atnya m engisap pipa
m elihat orang m encari bangkaiku. Kini ka pal tam bang itu ber-
hanyut-hanyut m engikuti arus. Kukira aku akan bisa m elihat
siapa saja yang ada di kapal itu, sebab arus akan m em bawanya
dekat sekali denganku, di tem pat aku m engam bil roti. Aku ber-
baring di balik sebatang pohon kayu rebah di pantai. Di antara
cabang-cabangnya aku bisa m elihat m e reka.
Akhirnya kapal itu tiba, berhanyut begitu dekat hingga bila
saja m ereka m au m em asang papan, de ngan m udah m ereka bisa
naik ke darat. Ham pir se m ua orang ada di kapal itu. Bapak,
Hakim Thatcher, Bessie Thatcher, J oe Harper, Tom Sawyer,
Bibi Polly, Sid, Mary, dan banyak lagi. Sem ua orang ribut
m em bicarakan soal diriku, sam pai kapten kapal m e nyela dengan
berteriak, “Awas! Lihat baik-baik! Arus sangat dekat sekali ke
pantai di tem pat ini, m ungkin ia terdam par dan terkait di antara
sem ak -sem ak itu. Mudah-m udahan m em ang begitu!”
Tapi aku tak berharap dem ikian. Orang-orang itu sem ua
berkerum un di pagar kapal, tepat di depan m ataku. Aku bisa
m elihat m ereka dengan jelas, tapi m ereka tak bisa m elihatku.
Kem udian kapten kapal berteriak, “Minggir!” Meriam berdentum
http://facebook.com/indonesiapustaka

dengan sa ngat hebat di depanku hingga pekak rasanya telingaku,


serta buta m ataku oleh asapnya, dan kukira aku pun m am pus.
Bila saja m eriam itu betul-betul berisi peluru, sudah pasti m ereka
akan m en da patkan m ayat yang m ereka cari. Aku bersyukur bahwa
aku tak m endapat cedera sam a sekali. Kapal itu m eneruskan
perjalanan, lenyap di balik tikungan pulau. Aku m asih bisa
52 Mark Twain

m endengar suara dentum an m eriam , m akin lam a m akin jauh


dan setelah satu jam baru suara itu tak kudengar lagi. Pulau
J ackson panjangnya tiga m il. Kukira kapal itu telah m encapai
ujung bagian hilir pulau, dan telah putus asa. Tetapi ternyata
tidak. Mereka m em utari ujung pulau dan m ulai m em udik sungai
lalu m enem bakkan m eriam nya. Aku m enyeberangi pulau untuk
m elihat m ereka lagi. Ketika m ere ka m endekati kepala pulau,
m ereka tak m enem bakkan m eriam lagi, berbelok ke arah pantai
Missouri dan pulang.
Kini aku yakin bahwa tak akan ada lagi yang m encariku.
Barang-barang kuam bil dari biduk, kubawa ke tengah-tengah
sem ak. Dengan selim ut kubuat sem acam tenda untuk m elindungi
barang-barang. Kupancing seekor ikan dan kubersihkan ikan itu
dengan gergaji. Menjelang m atahari terbenam , kunyalakan api
untuk m em asak m akanan untuk m alam nanti. Selesai m em asak
kupasang kail lagi, untuk sarapan besok.
Ketika m alam tiba, aku duduk di dekat api unggun, m engisap
pipa dan m erasa lega. Tapi lam a-ke lam aan aku m erasa sangat
kesepian . Aku pergi ke pan tai, m en den garkan desauan air,
m enghitung bintang dan kayu serta rakit hanyut. Akhirnya aku
pergi tidur. Tak ada cara yang lebih baik untuk m ele watkan waktu
daripada tidur bila m erasa sangat ke sepian.
Begitulah keadaanku selam a tiga hari tiga m alam . Tak ada
perubahan. Tapi pada hari keem pat aku berm ak sud m enjelajahi
pulau. Bisa dibilang pulau itu seluruhnya m enjadi m ilikku, jadi
wajarlah bila aku ingin m engetahui seluk-beluknya. Tetapi m ak-
sudku yang sebenarnya adalah untuk m elupakan rasa kesepian ku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Ternyata di pulau itu banyak sekali tum buh sem ak-sem ak buah
arbei tengah berm a sakan. J uga banyak terdapat anggur m usim
panas yang berwarna hijau, dan buah fram bos. Arbei hitam m ulai
berputik, cukup banyak untuk per sedian kelak.
Aku berkeliaran di dalam rim ba lebat itu begitu lam a hingga
m enurut perkiraanku aku sudah tak jauh lagi dari ujung pulau
Petualangan Huckleberry Finn 53

sebelah hilir. Aku m em bawa bedil, tapi tak m enem bak apa
pun. Bedil itu hanya untuk m elindungi diri, dan m ungkin juga
aku akan berburu dekat-dekat kem ahku. Saat itu, aku ham pir
saja m enginjak seekor ular yang cukup besar. Ular tersebut
segera m eluncur pergi m em asuki se m ak-sem ak dan rum put.
Aku m engejarnya dengan bedil siap m elepaskan peluru. Dan
m endadak saja aku m elihat sebuah bekas api unggun di tanah.
Masih berasap!
Rasa pecah dadaku oleh debaran jan tun gku. Aku tak
m enunggu lagi. Kulepaskan lagi pelatuk bedil, dan cepat-cepat
berjingkat m enyingkir. Sekali-sekali aku berhenti di sem ak-sem ak
lebat, m em asang te linga tapi napasku begitu keras hingga aku tak
bisa m endengar apa-apa. Setiap berjalan beberapa langkah, aku
berhenti m em asang telinga. Bila aku m elihat sebuah tunggul
kayu, kukira itu adalah m anusia. Bila aku m enginjak patah
sebatang dahan kering, kurasa seakan-akan sese orang m em otong
napasku jadi dua dan aku hanya m endapat sepotong, po tongan
yang terpendek lagi.
Sam pai di kem ah, hatiku m asih belum tenang. Bukannya aku
penakut, nam un saat itu bukan wak tu yang tepat untuk berbuat
sem brono. Kum asuk kan lagi sem ua barangku ke dalam perahu
agar ter sem bunyi, kum atikan api dan kutebarkan abunya supaya
tam pak seolah-olah api unggun dari tahun yang lalu. Kem udian
aku m em anjat sebatang pohon.
Dua jam aku berada di puncak pohon itu, nam un tak ada
sesuatu yang m encurigakan, hanya dalam khayalan ku berbagai
peristiwa berlintasan. Aku tak bisa tinggal selam a-lam anya di
http://facebook.com/indonesiapustaka

puncak pohon, akhir nya aku turun. Nam un tak pernah lagi aku
berada di tem pat terbuka, dan m ataku selalu kupasang. Terpaksa
aku hanya m akan buah arbei dan sisa sarapan tadi.
Waktu m alam tiba, aku jadi sangat kelaparan. Kutunggu
sam pai keadaan sangat gelap, kum asuki perahuku dan aku
berdayung ke arah pantai Illinois yang hanya seperem pat m il
54 Mark Twain

jauhnya. Segera aku m asuk rim ba di tem pat itu dan m asak
m akanan un tuk m akan m alam . Baru saja aku berpikir untuk
tinggal di tem pat itu sepanjang m alam , kudengar suara depak kaki
kuda m endekat, kem udian suara orang. Cepat-cepat kum asukkan
lagi barang-barangku ke dalam perahu, kem udian m eram bat di
antara pohon-pohon untuk m elihat siapa yang datang. Belum
jauh aku berjalan kudengar seseorang ber kata, “Lebih baik kita
berm alam di sini. Kita cari tem pat yang baik, kuda kita telah am at
lelah. Mari kita lihat berkeliling.”
Aku tak m enunggu lagi, segera berdayung m en jauh tanpa
bersuara kem bali ke tem patku berlabuh di Pulau J ackson. Aku
tidur di dalam perahu.
Tapi aku tak bisa tidur tenang di perahu. Setiap saat aku
terbangun karena kupikir seseorang sedang m encekik leherku.
Maka tidurku m alah m em buat badanku m erasa tak enak. Akhir-
nya aku berpenda pat bahwa bila keadaanku begini selam anya,
aku akan sangat tersiksa, m aka kuputuskan untuk m e lihat siapa
sebenarnya yang ada di pulau itu selain aku. Apa pun yang akan
terjadi, harus kuketahui orang itu. Hatiku agak tenang setelah
kuam bil kepu tusan tersebut.
Kuam bil dayungku, dan perahu kudorong m e ninggalkan
pantai sedikit, berhanyut-hanyut di bayang-bayang sem ak. Bulan
bersinar, di luar daerah bayang-bayang terangnya bagaikan siang.
Aku m engikuti arus selam a kira-kira satu jam , sem ua yang ada
tenang dan sunyi. Kucapai ujung pulau ketika kurasa angin dingin
bertiup m enandakan pagi akan tiba. Kubelokkan perahuku ke
http://facebook.com/indonesiapustaka

pantai, aku naik ke darat de ngan m em bawa senapanku. Aku duduk


di batang kayu rebah, m em perhatikan sekelilingku dari balik
daun-daunan. Bulan terbenam , gelap m e liputi sungai. Tapi segera
juga kulihat cahaya pucat m enerangi puncak-puncak pohon. Pagi
tiba. Kuangkat senapanku dan aku pergi ke tem pat bekas api
unggun kem arin, sekali-sekali berhenti untuk m em asang telinga.
Petualangan Huckleberry Finn 55

Aku tak beruntung, agaknya aku telah lupa tem patnya. Tapi lam a-
kelam aan tam pak olehku setitik cahaya api jauh di antara pohon-
pohon. Sangat hati-hati kudekati cahaya itu. Setelah dekat, aku
m elihat seseorang berbaring di tanah. Seluruh tubuhku gem etar
ketakutan. Orang itu m em bungkus kepalanya dengan selim ut, dan
kepala itu sangat dekat sekali ke api unggun. Aku bersem bunyi di
balik sem ak-sem ak kira-kira enam kaki darinya, dan m em buka
selim utnya. Ternyata J im , budak Nona Watson! Betapa gem bira
hatiku, aku m elom pat keluar dan berteriak, “Halo, J im !”
J im m elonjak, m em andangku dengan m ata liar, kem udian ia
berlutut m enyusun tangan, berkata, “J a ngan ganggu aku, jangan!
Tak pernah aku m engganggu hantu, aku selalu m enyukai orang-
orang yang telah m eninggal dan m em beri bantuan bilam a na aku
bisa. Pergilah kem bali ke sungai, tem patm u. J angan ganggu lagi
si J im tua ini. Aku selalu berbuat baik padam u.”
Segera aku m enerangkan bahwa aku sebetulnya tidaklah
m eninggal dunia. Aku begitu gem bira ber tem u dengan J im .
Aku tak akan m erasa kesepian lagi kini. Kukatakan bahwa aku
tak akan takut ia m en ceritakan tem pat persem bunyianku pada
orang lain. Banyak lagi bicaraku, nam un dia diam saja. Akhir nya
aku berkata, “Hari telah siang. Mari kita sa rapan. Nyalakan api
unggun.”
“Untuk apa m enyalakan api? Untuk m em asak buah-buahan?
Arbei dan lainnya? Tapi kulihat kau m em bawa senapan. Mungkin
kita bisa m akan daging kini.”
“Buah arbei dan lainnya? Hanya itukah yang kau m a kan?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tak bisa kudapat lain dari itu.”


“Wah, sudah berapa lam a kau ada di sini?”
“Aku kem ari pada m alam engkau terbunuh.”
“Apa? Selam a itu?”
“Ya, betul.”
“Dan yang kau m akan hanya buah-buahan itu?”
56 Mark Twain

“Hanya itu.”
“Astaga, m estinya kau sudah sangat kelaparan.”
“Kukira aku bisa m enghabiskan seekor kuda sekali m akan.
Berapa lam a kau ada di pulau ini?”
“Sejak m alam aku terbunuh.”
“Wah! Lalu kau m akan apa? Tapi kau punya bedil. Ya, kau
punya bedil. Bagus sekali. Kau cari sesuatu, akan kunyalakan api.”
Kam i berdua pergi ke tem pat aku m enam batkan perahu.
Sem entara J im m em buat api di tem pat ter buka yang dikelilingi
sem ak-sem ak, aku m en gam bil jagun g, dagin g, kopi, cerek
kopi, penggorengan, gula, dan cangkir seng. Barang-barang itu
m em buat m ata J im terbelalak, ia m engira sem uanya itu kudapat
dari ilm u sihir. Aku berhasil m engail seekor ikan besar, J im
m em bersihkannya dengan pisaunya.
Kam i segera m akan sarapan begitu m asakan itu terangkat
dari atas api. Dan ketika kam i telah ke kenyangan, kam i berbaring-
baring di rum put.
Setelah agak lam a J im bertanya, “Huck, bila kau tidak m ati,
lalu siapa yang terbunuh di pondok bapakm u m alam itu?”
Kuceritakan sem ua dari awal hingga akhir. J im am at kagum
akan kecerdikanku. Katanya, bahkan Tom Sawyer tak akan bisa
m em buat rencana seba gus itu.
“Mengapa kau kem ari, J im , dan dengan apa?” tanya ku
kem udian.
Ia kelihatan gelisah. Sesaat tak berkata apa-apa, kem udian ia
m enjawab, “Lebih baik tak kukatakan, Huck.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Kenapa, J im ?”
“Banyak sekali alasannya. Tapi kau tak akan m engkhianati
aku bila aku ceritakan?”
“Terkutuklah aku bila berbuat begitu, J im .”
“Aku percaya, Huck. Aku... aku m elarikan diri.”
“J im !”
Petualangan Huckleberry Finn 57

“Ingat, kau berjanji untuk tidak m engatakannya, Huck, kau


tahu itu.”
“Mem ang, aku berjanji. Dan akan kutepati janjiku itu. Dem i
Tuhan! Biarlah aku dikatakan orang Pem bebas Budak yang hina,
biarlah sem ua orang m em andang jijik padaku karena aku tutup
m ulut... tapi biarlah. Aku tak akan m engkhianatim u, bagai-
m anapun juga tak akan. Nah, ceritakan apa yang terjadi.”
“Begini, Huck. Nona Watson terlalu keras m em perlakukan
diriku, nam un ia selalu berkata tak akan pernah m enjualku
ke daerah Selatan. Ke Orleans. Akhir-akhir ini kulihat ada
seorang saudagar budak sering kali berkunjung ke rum ah, aku
jadi gelisah. Suatu m alam , jauh m alam sekali, aku m erayap
ke pintu yang belum tertutup rapat. Kudengar Nona Watson
berkata pada Nyonya J anda bahwa sebetulnya ia tak ingin
m enjualku ke Orleans, nam un aku telah ditawar orang delapan
ratus dolar, suatu jum lah yang am at banyak hingga m em buat
hatinya bim bang. Nyonya J anda m em bujuk agar Nona Watson
tidak m enjualku, nam un tak kutunggu lagi akhir percakapan itu,
cepat-cepat aku lari dari sana. Aku lari ke kaki bukit, berharap
bisa m encuri sebuah perahu. Tetapi ternyata m asih banyak
orang berke liaran, m aka aku bersem bunyi di toko tem baga tua
di tepi sungai, m enunggu keadaan m enjadi sepi. Aku berada di
tem pat itu sepanjang m alam . Tak pernah sepi tem pat itu. Kira-
kira pukul enam pagi perahu-perahu m ulai berkeliaran. Dan
kira-kira pukul delapan atau sem bilan, setiap perahu yang lewat
m em bicarakan betapa ayahm u datang ke kota dan m engatakan
http://facebook.com/indonesiapustaka

bahwa engkau terbunuh. Akhirnya pe ra hu-perahu yang penuh


dengan penum pang tuan-tuan dan nyonya-nyonya m ulai ram ai,
m ereka ingin m elihat engkau terbunuh. Kadang-kadang sebelum
m enyeberang, m ereka beristirahat dekat tem patku bersem bunyi.
Dari percakapan m ereka aku am at sedih tapi sekarang tidak lagi.
Aku berada di tem pat itu sepanjang hari. Perutku lapar, nam un
58 Mark Twain

aku tak m erasa takut. Aku tahu bahwa Nona Watson dan Nyonya
J anda akan pergi ke pertem uan gereja segera setelah sarapan dan
pertem uan itu akan m em akan waktu sehari penuh. Keduanya
tahu bahwa biasa nya aku pagi-pagi sekali telah berangkat m eng-
gem balakan ternak, jadi m ereka tak akan heran bila aku tak
kelihatan sebelum m alam . Budak-budak yang lain tak akan tahu
aku tiada, sebab begitu Nona dan Nyonya pergi, m ereka pun
pasti pergi bersenang-senang. Ketika m alam tiba, aku keluar,
m enyusuri tepi sungai ke arah m udik sam pai kira-kira dua m il,
di tem pat yang tak ada rum ah. Aku telah m em punyai rencana
ke m ana aku akan pergi. Kau tahu, bila aku terus berjalan kaki,
jejakku akan bisa diikuti oleh anjing. Bila aku m encuri perahu
untuk m enyeberang, orang yang kehilangan perahu pastilah ribut
hingga orang tahu bahwa aku m enyeberangi sungai, dan di m ana
perahu itu m endarat bisa dim ulai lagi pencarian jejakku dengan
anjing. Aku m em utuskan untuk m em akai rakit, yang tak akan
m eninggalkan jejak. Dari belokan sungai kulihat sebuah lam pu.
Aku m asuk ke sungai, dengan m enggunakan sebatang kayu aku
berenang sam pai ke tengah sungai. Bere nang di antara kayu-
kayu hanyut, m enundukkan kepala, aku m enentang arus sam pai
rakit itu tiba. Aku berenang ke buritan rakit, berpegang di situ.
Sungai agak berkabut, keadaan gelap, m aka aku m em anjat naik
dan berba ring di papan lantai rakit. Orang-orang rakit itu sem ua
berkum pul di sekitar lam pu di haluan. Air sungai sedang naik, dan
arus kencang, jadi m enurut perkiraanku, m enjelang pagi aku akan
telah berada dua puluh m il di sebelah hilir sungai di m ana aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enyelinap ke pantai dan bersem bunyi di hutan daerah Illinois.


Tetapi ternyata aku tak beruntung. Menjelang kepala pulau ini,
seseorang m em bawa lentera ke arah buritan. Tak guna bagiku
m enunggu lebih lam a, aku m eluncur m asuk air dan berenang
ke pulau ini. Kukira aku bisa m endarat sesukaku, ternyata tidak,
tepinya terlalu tinggi. Aku baru bisa m endarat dekat ujung pulau.
Petualangan Huckleberry Finn 59

Aku m asuk ke dalam hutan, dan pikirku aku tak akan berm ain-
m ain dengan rakit lagi selam a m ereka selalu berkeliling dengan
lenteranya. Untung pipa, tem bakau, dan korekku ada di topiku,
dan tidak basah, jadi kea daanku cukup baik juga.”
“J adi selam a ini kau tak m endapatkan roti atau daging untuk
m akananm u? Mengapa kau tak m en cari balam lum pur?”
“Bagaim an a aku bisa m en an gkapn ya? Aku tak bisa
m enyergapnya, dan tak bisa m elem parnya de ngan batu. Lagi pula
tak bisa m alam -m alam aku m enangkapnya, bila siang bahaya
bagiku untuk m enam pakkan diri di pantai.”
“Mem ang benar. J adi kau terpaksa tinggal terus di dalam
hutan . Apakah kau juga m en den gar tem bakan -tem bakan
m eriam ?”
“Oh, ya. Aku tahu m ereka m encarim u. Kulihat m ere ka
berlalu, kuintai dari balik sem ak-sem ak.”
Beberapa ekor burung m uda terbang rendah, dan beberapa
kali hinggap di tanah. Kata J im , itu alam at hujan akan tiba.
Biasa nya bila anak-anak ayam berbuat begitu, hujan akan turun,
jadi bila burung berbuat serupa akibatnya juga sam a. Aku sudah
hendak m enangkap burung-burung itu, nam un dice gah oleh
J im . Menangkap burung m em bawa akibat buruk, m aut. Kata
J im , pernah waktu ayahnya sakit keras seorang saudaranya
m enangkap burung. Neneknya berkata bahwa ayahnya pasti m ati,
dan ternyata benar.
Kata J im , m enghitung-hitung apa yang akan kita m asak
untuk m akan siang juga m em bawa akibat buruk. Hal yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

sam a terjadi bila kita m engibas kan alas m eja setelah m atahari
terbenam . Kata J im , bila seorang pem elihara tawon m eninggal,
tawon-tawon harus diberi tahu tentang hal itu sebelum m atahari
terbit esok harinya, kalau tidak tawon-tawon itu akan jadi lem ak
dan akhirnya ikut m ati juga. Kata J im , tawon-tawon tak akan
m enyengat orang-orang tolol. Tapi aku tak percaya itu, sudah
60 Mark Twain

kucoba, ternyata m ereka tak m au m enyengat aku, padahal aku


bukan orang tolol.
Beberapa pantangan kuketahui, tapi J im m enge tahui sem ua
pantangan yang ada. Aku berkata pa danya bahwa kebanyakan
pertanda m erupakan tanda akan datangnya nasib buruk, kutanya-
kan apakah untuk nasib baik juga ada pertandanya.
“Sedikit sekali, dan tak guna untuk diketahui. Untuk apa
kita harus tahu bahwa suatu nasib baik akan datang? Ingin
m encegahnya?” jawab J im . “Bila tangan dan dada kita berbulu,
itu berarti bahwa kita akan kaya. Tanda-tanda serupa itu ada juga
perlu nya. Sebab, m ungkin kau harus m iskin untuk waktu yang
lam a sekali. Bila kau tak tahu tanda yang m enunjukkan bahwa
akhirnya kau akan jadi kaya, m ungkin kau akan putus asa dan
bunuh diri sebe lum kekayaan itu kau dapat.”
“Apakah tangan dan dadam u berbulu, J im ?”
“Untuk apa kau bertanya? Bukankah kau bisa m elihatnya
sendiri?”
“Nah, lalu, apakah kau kaya?”
“Tidak. Tapi aku pernah kaya dan akan jadi kaya lagi. Sekali
aku m em punyai uang em pat belas dolar. Tetapi uang itu kupakai
untuk m engadu untung, dan aku bangkrut.”
“Mengadu untung dalam hal apa, J im ?”
“Kutanam kan sebagai m odal.”
“Modal m acam apa?”
“Modal hidup, yaitu tern ak. Yan g sepuluh dolar itu
kutanam kan pada seekor sapi. Tapi aku tak akan m enanam m odal
http://facebook.com/indonesiapustaka

lagi, sapi itu m ati dalam pelihara anku.”


“J adi kau rugi sepuluh dolar?”
“Tidak seluruhnya. Rugi sem bilan dolar. Sebab kulit sapi itu
kujual satu dolar sepuluh sen.”
“J adi uangm u tinggal lim a dolar sepuluh sen. Kau adu
untung lagi, J im ?”
Petualangan Huckleberry Finn 61

“Ya. Kau tahu negro berkaki satu budak Tuan Bradish?


Dia berm aksud m endirikan sem acam bank. Katanya barang
siapa yang m enyim pan uang sedolar padanya, di akhir tahun
akan m endapatkan em pat dolar. Banyak negro yang m enyim pan
padanya, tapi uang m ereka tak banyak. Hanya akulah yang
beruang banyak. Maka kuancam si kaki satu itu, bila ia tak m au
m enaikkan bunganya, aku akan m em buat bank sen diri dan
m em bangkrutkan banknya. Tentu saja si kaki satu takut, lagi
pula katanya tak baik bila ada dua bank, langganannya tak akan
cukup. Maka ia m au m enerim a uangku yang lim a dolar itu, yang
pada akhir tahun akan m enjadi tiga puluh lim a dolar, katanya.
Kusim pan uangku pada nya. Kem udian kupikir lebih baik uangku
yang akan jadi tiga puluh lim a dolar itu kujalankan lagi. Ada
seorang negro bernam a Bob yang berhasil m enda patkan sebuah
rakit pengangkut kayu tanpa diketa hui oleh tuannya. Kubeli rakit
itu darinya, tidak kubayar, hanya kusuruh ia m engam bil uangku
yang tiga puluh lim a dolar itu dari si kaki satu nanti di akhir
tahun. Tetapi m alam harinya rakit itu dicuri orang, dan keesokan
harinya si kaki satu berkata bahwa banknya bangkrut. J adi tak
seorang pun di antara kam i yang m endapatkan uang.”
“Yang sepuluh sen kau apakan, J im ?”
“Tadinya akan kubelanjakan, tapi kem udian aku berm im pi.
Mim pi itu m enyuruhku m em berikan uang sepuluh sen tersebut
pada seorang negro bernam a Ballam , si Keledai Ballam kam i
biasa m enyebutnya. Dia adalah salah satu dari orang-orang
bebal, tahu kau, tetapi kata orang ia selalu beruntung. Mim piku
http://facebook.com/indonesiapustaka

berkata bahwa Ballam bisa m enanam uang itu hingga bisa


m enjadi banyak. Ballam m engam bil uangku. Pada waktu ia ke
gereja, ia m endengar Tuan Pendeta berkata bahwa barang siapa
m em berikan sedekah pada orang m iskin sam a saja dengan
m em injam kan uang pada Tuhan yang nanti akan m engem balikan
uang itu seratus kali lipat. Maka begitu keluar dari gereja, Ballam
62 Mark Twain

m em berikan uang tersebut pada se orang m iskin dan m enunggu


apa yang akan terjadi.”
“Apa yang terjadi, J im ?”
“Tak apa-apa. Aku tak bisa m engam bil uangku kem bali
dari Ballam , begitu pula Ballam tak bisa m endapatkan uangnya
kem bali. Lain kali aku tak akan m au m em injam kan uang tanpa
barang tanggungan. Akan dibayar seratus kali lipat, kata pen deta
itu! Wah, bila saja aku bisa m endapatkan uangku yang sepuluh
sen itu kem bali, cukup pantaslah bagiku untuk bergem bira
karena sem pat m em injam kan uang pada Tuhan.”
“Tapi tak apa bukan, J im , karena kau tahu bahwa suatu hari
kau akan m enjadi orang kaya.”
“Ya, dan sekarang pun bisa dikatakan aku kaya. Coba, kini
tubuhku m enjadi m ilikku sendiri, dan aku berharga delapan ratus
dolar! Alangkah senangnya bila aku m em iliki uangku sebegitu
banyak, aku tak akan punya keinginan lain lagi.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
RUMAH KEMATIAN HANYUT

AKU INGIN sekali pergi dan m elihat sebuah tem pat tepat di
tengah-tengah pulau, yang ku tem ukan waktu aku m enjelajah
beberapa hari yang lalu. Tak lam a tem pat itu telah kam i tem ukan,
sebab panjang pulau itu hanya tiga m il sedang lebarnya hanya
seperem pat m il.
Tem pat yang kum aksud itu m erupakan punggung sebuah
bukit yang cukup tinggi, kira-kira dua belas m eter tingginya.
Sukar juga sam pai ke puncak nya, sisinya terjal dan penuh sem ak.
Kam i m enjela jahi bukit dengan teliti sam pai akhirnya kam i tem ui
sebuah gua cukup besar di antara batu-batu karang dekat puncak,
m enghadap ke arah Illinois. Gua itu sebesar dua atau tiga buah
http://facebook.com/indonesiapustaka

kam ar dijadikan satu dan J im bisa berdiri tegak di dalam nya.


Sejuk sekali di dalam gua. J im ingin agar barang-barang disim pan
di gua, tapi kukatakan tentunya akan m elelah kan sekali bila tiap
kali kam i harus naik turun.
J im berkata, bila perahu telah kam i sem bunyikan di tem pat
yang baik dan barang-barang ada di da lam gua, akan m udah bagi
64 Mark Twain

kam i untuk m elarikan diri ke sana bila ada orang yang datang ke
pulau itu. Dan kam i tak akan bisa ditem ukan tanpa m enggunakan
anjing. Dan lagi, kata J im selanjutnya, bukankah burung-burung
kecil tadi m enandakan bahwa hari akan hujan?
J adilah kam i kem bali, m engam bil perahu dan m endayungnya
hingga kam i berada di dekat gua. Barang-barang kam i naikkan,
dan perahu kam i sem bunyikan baik-baik di antara sem ak-sem ak
dedalu. Setelah m engam bil ikan dari m ata kail dan m em asang
kail lagi, kam i m em persiapkan m akan siang.
Pintu gua itu cukup lebar untuk diguling sebuah tong besar.
Di pinggirnya, lantai gua m enonjol sedikit ke luar, sangat datar
dan m erupakan tem pat yang baik untuk m em buat api unggun. Di
situlah kam i m em asak m akanan.
Selim ut kam i tebarkan di dalam gua, kam i pakai sebagai
perm adan i, dan kam i m akan sian g di san a. Baran g-baran g
lainnya kam i taruh di bagian belakang gua. Segera juga langit
m enjadi gelap, guntur m ulai terdengar dibarengi kilat. Agaknya
ram alan burung-burung tadi benar. Hujan m ulai turun, deras
sekali, bercam pur angin keras. Hujan angin yang selalu turun
di m usim panas. Segera saja kam i tak bisa m elihat keluar
gua, hujan bagaikan tirai tebal hingga puncak-puncak pohon
sam ar-sam ar sekali terlihat. Sesekali tiupan angin begitu hebat
hingga pohon-pohon m em bungkuk dan daun-daun berbalikan
m enam pakkan bagian yang kepucatan, disusul oleh tiupan yang
lebih hebat, m em buat dahan-dahan bagaikan gila berguncang-
http://facebook.com/indonesiapustaka

guncang. Dan bila keadaan sudah terlalu gelap, m endadak saja


psst... by ar! Kilat m enyam bar m em buat hari terang benderang,
hingga tam pak nyata betapa puncak-puncak pohon di kejauhan
juga m eronta-ronta dilanda badai. Sedikit lagi gelap berkuasa
dan kem udian tibalah suara halilintar dahsyat, disusul oleh suara
geluduk, berdentam -dentam m akin lam a m akin jauh, seperti
Petualangan Huckleberry Finn 65

suara yang tim bul bila sebuah tong digelundungkan turun lewat
tangga-tangga panjang.
“J im , senang sekali rasanya,” kataku, “aku tak ingin pindah
tem pat lagi. Tolong am bilkan sepotong ikan dan roti jagung yang
panas.”
“Nah, untung kau bertem u dengan J im , apa jadinya kalau
tidak. Kau m asih berada di hutan di sana tanpa m akanan
dan m ungkin juga terbenam . Itulah yang akan terjadi padam u,
Sayang, bila tak ada J im . Ayam tahu akan datangnya hujan,
begitu juga burung-burung, Nak.”
Air sungai naik terus selam a dua belas hari, sam pai akhir nya
pantai sungai tak terlihat lagi. Di tem pat-tem pat rendah air telah
m encapai tinggi satu atau satu setengah m eter. Begitu juga di
daerah Illinois, yang kini pantainya m undur sam pai beberapa m il.
Pantai daerah Missouri m asih tetap jaraknya dari pulau, yaitu
setengah m il, sebab pantai tersebut terdiri dari tebing-tebing
tinggi.
Siang hari biasanya kam i m enjelajahi pulau dengan naik
perahu. Sejuk sekali berada di antara pohon-pohon, walaupun
m atahari sedang besinar terik. Kam i berkelok-kelok di antara
pohon-pohon dan kadang-kadang terpaksa m undur dan m encari
jalan lain bila pohon terlalu rapat. Di tiap pohon yang tum bang
tam pak kelinci-kelinci, ular dan binatang lainnya. Pada waktu
banjir m enguasai pulau kam i selam a sehari-dua hari, binatang-
binatang itu m enjadi jinak karena kelaparan, dan bila didekati
tak akan m enghindar kecuali ular dan kura-kura yang segera
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enyelinap m asuk ke dalam air. Bukit tem pat gua kam i penuh
dengan binatang, hingga kalau m au m udah saja bagi kam i untuk
m enternakkan m ereka.
Suatu m alam kam i berhasil m enggaet sebagian kecil rakit
penebang kayu. Rakit itu terbuat dari papan-papan pinus pilihan,
lebarnya 3,60 m eter dan panjangnya kira-kira em pat setengah
66 Mark Twain

m eter, lantainya kira-kira lim a belas sentim eter dari perm ukaan
air, sangat rata.
Pada suatu kali, m enjelang pagi, kam i berada di kepala
pulau. Dan kam i m elihat sebuah hanyut lewat bagian barat pulau.
Rum ah itu dua tingkat, dari kayu dan sangat condong. Kam i
berdayung m endekat dan naik, m em anjat ke jendela tingkat
atas, tetapi hari m asih terlalu gelap hingga kam i tak bisa m elihat
apa-apa. Maka kam i ikatkan perahu kam i di rum ah itu dan kam i
tunggu terangnya hari.
Sebelum sam pai ke kaki pulau, m atahari telah m uncul. Dari
jendela kam i m elihat sebuah tem pat tidur, sebuah m eja, dua buah
kursi dan berbagai barang berserakan di lantai serta beberapa
pakaian tergantung di dinding. Di sudut yang jauh dari jendela
ada sesuatu di lantai yang m irip orang berbaring. J im berseru,
“Halo, he!”
Orang itu tak bergerak. Aku berseru, dan J im berkata, “Orang
itu tidak tidur, ia m ati. Kau tunggu di sini.”
J im m asuk, m em bungkuk m elihat orang itu dan berkata,
“Benar, ia m ati. Ya, tertem bak punggungnya, telanjang bulat lagi.
Kukira ia telah m ati dua atau tiga hari yang lalu. Masuklah, Huck,
tapi jangan lihat wajahnya, sangat m enye ram kan.”
Aku tak m elihat m ayat itu sam a sekali. J im m enutupi m uka
m ayat tadi dengan beberapa potong kain, tapi m estinya tak perlu,
sebab aku toh tak ingin m elihatnya. Di lantai berserakan kartu-
kartu kum al, botol-botol wiski, dua buah topeng terbuat dari
kain, dan di dinding terdapat banyak sekali gam bar-gam bar tak
http://facebook.com/indonesiapustaka

senonoh dari arang. Dua baju wanita dari kain kaliko, topi kain,
dan beberapa pakaian dalam wanita bergantungan di dinding,
dan beberapa pakaian pria juga. Barang-barang itu kam i angkut
ke perahu, m ungkin ada m anfaatnya kelak. Aku juga m engam bil
sebuah topi pandan yang m enggeletak di lantai. Ada juga sebuah
botol susu dengan sam bat kain untuk diisap oleh bayi. Kalau botol
Petualangan Huckleberry Finn 67

itu tidak retak pastilah kam i bawa juga. Ada peti kayu dan koper,
keduanya terbuka, kosong, kecuali beberapa benda yang tak ada
harganya. Melihat barang-barang yang bertebaran itu, kam i kira
penghuni rum ah tersebut m eninggalkan rum ah dalam keadaan
sangat tergesa-gesa dan tak berm aksud m em bawa sem ua barang
m iliknya.
Kam i m endapatkan sebuah lentera, sebilah pisau jagal tanpa
gagang, sebilah pisau Barlow yang harganya dua puluh sen—
m asih baru, beberapa lilin, sebuah tem pat lilin, sebuah tem pat
air, sebuah cangkir seng, sehelai selim ut tua, sebuah tas sutera
berisi jarum , peniti, kancing baju, benang dan sebagainya; juga
kam i tem ukan seutas tali kail yang besarnya sebesar kelingkingku
dengan beberapa m ata kail raksasa. Selain itu kam i dapatkan:
segulung kulit kijang, kalung anjing dari kulit, sebuah sepatu
kuda, beberapa botol obat tanpa m erek; dan pada waktu kam i
akan m eninggalkan rum ah itu aku m enem ukan sebuah sisir kuda,
sedang J im m enem ukan sebuah penggesek biola dan sebuah
kelom . Kelom itu talinya sudah putus, tapi m asih baik walaupun
terlalu besar untukku dan terlalu kecil untuk J im , pun tak bisa
kam i tem ukan pasangannya.
Selan jutn ya kam i m en dapat keun tun gan yan g san gat
lum ayan juga. Kam i berada kira-kira seperem pat m il dari kaki
pulau waktu kam i siap untuk berangkat. Hari telah benderang.
Terpaksa kusuruh J im tidur di dasar perahu dan kututupi dengan
selim ut tua tadi. Bila ia duduk dari kejauhan pun akan kelihatan
bahwa ia adalah seorang negro. Aku berdayung ke pantai Illinois
http://facebook.com/indonesiapustaka

dan terpaksa berhanyut setengah m il. Setelah itu aku m em udik


sunga i dengan m enyusur pantai di air tenang. Tak kutem ui
seorang m anusia pun. Kam i tiba kem bali dengan selam at.
PANTANGAN TERHADAP
KULIT ULAR

SELESAI SARAPAN, aku ingin m em bicarakan tentang orang


m ati di rum ah hanyut itu, m em perkirakan kenapa ia terbunuh.
Nam un J im tak m au berbicara tentang orang m ati, katanya
m endatangkan nasib buruk. Salah-salah hantu orang itu akan
datang m engganggu kam i. Kata J im , seseorang yang tak dikubur
m ayatnya akan lebih besar kem ungkinan untuk m enjadi hantu
daripada orang yang dikubur. Itu m asuk di akalku, jadi aku tak
berbicara lagi tentang m ayat tersebut, nam un dalam otakku
aku selalu saja ingin tahu bagaim ana orang itu tertem bak, dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

m engapa ia ditem bak serta oleh siapa.


Kam i m enggeledah pakaian-pakaian yang kam i dapat dan
kam i tem ukan uang delapan dolar perak terjahit di lipatan sebuah
baju luar yang terbuat dari kain selim ut. J im m enduga orang
di rum ah itu m encuri baju tersebut, kalau tidak pasti m ereka
m engetahui bahwa di dalam baju itu ada uangnya. Aku berkata
Petualangan Huckleberry Finn 69

m ungkin orang-orang itu m em bunuh pem ilik baju, tapi J im tak


m au m em bicarakan kem ungkinan itu.
“Nah, bagaim ana kini pendapatm u,” kataku kem udian, “kau
bilang waktu aku m engam bil kulit ular dari puncak bukit kem arin
dulu kita akan m endapatkan nasib buruk. Kukatakan m em egang
kulit ular adalah pantangan yang paling besar di dunia. Nam un
apa buktinya, kita m alahan m endapatkan barang-barang ini dan
ditam bah pula uang delapan dolar. Alangkah senangnya bila kita
m endapatkan nasib buruk seperti ini tiap hari.”
“J angan takut, Sayang, jangan takut. J angan terlalu girang.
Nasib buruk yang disebabkan oleh kulit ular itu akan tiba juga
nanti. Pasti tiba.”
Tern yata kem udian kata-kata J im itu ben ar. Kam i
m em bicarakan hal itu pada hari Selasa. Pada hari J um at, sesudah
m akan siang kam i berbaring-baring di rum put di atas bukit.
Ternyata kam i tak m em bawa tem bakau. Aku pergi ke gua untuk
m engam bil tem bakau. Kudapatkan seekor ular keluntang di
sana. Kubunuh ular itu, kulingkarkan dekat bangku di bagian
kaki selim ut J im , pasti J im akan sangat terkejut m elihatnya
nanti. Tapi m alam harinya aku telah lupa sam a sekali akan ular
itu. Ketika J im m erebahkan diri untuk tidur dan aku sedang
m enyalakan lilin, betina ular yang kubunuh ternyata berada di
selim ut J im dan m enggigitnya.
J im m elom pat dan m enjerit. Ketika lilin m enyala, terlihat
ular betina itu telah bersiap-siap untuk m enggigit lagi. Sekejap
saja ia kubunuh dengan tongkat, sem entara J im m enyam bar guci
http://facebook.com/indonesiapustaka

wiski Bapak dan m em inum nya.


J im selalu bertelenjang kaki, dan si ular m enggigit tepat
di tum itnya. Itulah akibat ketololanku tak m engingat bahwa
bila seekor ular m ati m aka pasangannya akan datang untuk
m elin gkarin ya. J im m en yuruhku m em oton g ular itu dan
m elem parkannya jauh-jauh. Kem udian aku disuruhnya m engupas
70 Mark Twain

kulit dan m em otong sedikit tubuh ular untuk dipanggang serta


dim akan. Ini m erupakan obat m ujarab bila digigit ular, kata
J im . Keluntang ular itu pun harus kupotong dan kuikatkan di
pergelangan tangan J im yang katanya bisa m enolong. Diam -diam
kuam bil bangkai kedua ular tadi dan kubuang ke dalam sem ak-
sem ak. Aku tak ingin J im tahu bahwa kecelakaan itu adalah
akibat kelalaianku.
J im terus-m enerus m inum dari guci Bapak, sekali-sekali
m en jerit-jerit dan m eronta-ronta. Bila ia sadar, ia m eneguk wiski
lagi. Kakinya m ulai bengkak, besar sekali, nam un akhirnya J im
m abuk juga dan kukira ia tak akan m erasakan sakit. Nam un
bagiku lebih baik aku digigit ular daripada harus m inum wiski
Bapak.
J im terpaksa berbaring terus selam a em pat hari em pat
m alam , sam pai akhirnya bengkaknya kem pis dan ia m erasa sehat
kem bali. Aku kini berjanji untuk tidak m em egang kulit ular lagi
setelah tahu akibatnya. J im berkata m ungkin sekarang aku akan
percaya akan kata-katanya. Mem egang kulit ular m erupakan
pantangan terbesar, akibat buruknya bukan hanya sekali, tetapi
pasti m asih ada lagi. Kata J im , lebih baik ia m elihat bulan baru
lewat bahu kirinya seribu kali daripada m em egang kulit ular.
Aku pun jadi punya perasaan serupa, walaupun aku pernah
berpendapat bahwa m elihat bulan lewat baju kiri adalah kelalaian
yang paling sem brono yang bisa dilakukan oleh seseorang. Si tua
Hank Bunker pernah m elakukannya dan m em bual tentang hal itu,
http://facebook.com/indonesiapustaka

kurang dari dua tahun setelah itu ia m abuk dan jatuh dari m enara
tem bak sehingga m ayatnya begitu gepeng; terpaksa sebagai peti
m atinya dipakai orang dua buah pintu gudang, dan dengan dijepit
di antara kedua pintu itulah ia dikubur. Begitulah kata orang, aku
sendiri tak m elihatnya. Bapak yang bercerita padaku. Betapapun,
itulah akibat m elihat bulan baru lewat bahu kiri.
Petualangan Huckleberry Finn 71

Hari-hari cepat berlalu, dan air m ulai turun lagi. Yang m ula-
m ula kam i kerjakan adalah m em asang tali kail raksasa yang
kam i tem ukan di rum ah hanyut. Seekor kelinci yang telah kam i
kuliti kam i gunakan sebagai um pan pada salah satu m ata kail.
Dengan kail itu kam i berhasil m enangkap ikan sebesar m anusia,
panjangnya dua m eter, beratnya lebih dari dua ratus pon. Kam i
tak bisa m enariknya, salah-salah kam i bisa dilem parkannya ke
Illinois. Kam i biarkan dia m eronta-ronta terus sam pai akhirnya
m ati. Dari dalam perutnya kam i dapatkan sebuah kancing baju
tem baga, sebuah bola, dan banyak barang-barang kecil lainnya.
Dengan kapak yang kam i dapat dari rum ah hanyut, kam i belah
bola tadi. Ternyata di dalam nya terdapat sebuah gulungan benang.
Menurut perkiraan J im pastilah gulungan benang itu sudah terlalu
lam a berada di dalam perut ikan tadi hingga terbungkus m enjadi
bola. Ikan itu adalah ikan terbesar yang pernah ditangkap di
Mississippi, kukira, J im pun belum pernah m elihat ikan sebesar
itu. Pasti kam i m endapat uang banyak bila kam i bawa ke desa.
Biasanya ikan sebesar ini dijual dengan tim bangan, orang-orang
m em belinya sepotong-sepotong. Dagingnya seputih salju dan
sangat enak.
Pagi harinya aku m erasa sedikit bosan tinggal di pulau itu,
aku ingin m encari berita ke tepi sungai. J im setuju tetapi ia
m enyaran kan agar aku pergi ke desa bila hari telah gelap saja.
Kem udian setelah m enim bang-nim bang ia m engusulkan agar aku
m em akai salah satu pakaian yang kam i dapat, berdandan sebagai
seorang gadis. Usul yang baik! Kugulung celanaku dan dengan
dibantu J im kukenakan gaun. Gaun itu pas sekali. Kupakai
http://facebook.com/indonesiapustaka

topi kain, m aka lengkaplah aku, seperti cerobong kom por. Kata
J im , di siang hari pun akan susah m engenaliku. Sepanjang hari
kupakai terus baju itu untuk m em biasakan diri. Lam a-kelam aan
aku pun terbiasa, hanya m enurut J im , aku tidak bisa berjalan
seperti seorang gadis, lagi pula aku terlalu sering m erogoh-rogoh
saku celanaku.
72 Mark Twain

Begitu hari gelap, aku berangkat ke arah pantai Illinois.


Dekat di bawah pelabuhan kapal, aku m enunjukkan perahuku ke
seberang, dan aliran arus sungai m enyebabkan aku m endarat di
tepi kota sebelah hilir. Setelah m engikat perahu aku naik ke darat.
Dari sebuah pondok yang tam pak tak berpenghuni kelihatan
cahaya lam pu. Aku jadi heran, lalu m endekat dan m engintai dari
jendela. Kulihat seorang wanita berum ur kita-kira em pat puluh
tahun sedang m erajut dekat lilin di m eja. Aku tak kenal wajahnya,
agaknya ia orang baru, sebab sem ua orang di kota itu dikenal
dengan baik. Untung juga, sebab saat itu tim bul rasa takutku
kalau-kalau ada orang yang m engenaliku, m ungkin m engenal
suaraku. Walaupun wanita ini orang baru, pasti ia akan tahu apa
saja yang terjadi di kota, bila saja ia telah berada di tem pat ini
kira-kira dua hari yang lalu. J adi kuketuk pintu dan kuingatkan
sekali lagi diriku bahwa kali ini aku adalah seorang wanita.
http://facebook.com/indonesiapustaka
KAMI DIKEJAR

“MASUKLAH !” KATA wan ita itu. Aku m asuk. Ia berkata,


“Duduklah.” Aku duduk. Ia m em perhatikan aku dengan m atanya
yang bersinar-sinar dan bertanya: “Siapakah nam am u?”
“Sarah William s.”
“Di m ana kau tinggal? Dekat dari sini?”
“Tidak, Nyonya. Rum ahku di Hookervile, tujuh m il ke sebelah
hilir. Dari sana aku berjalan kaki terus, dan kini aku am at lelah.”
“Dan lapar juga, kukira. Akan kuam bilkan sesuatu untukm u.
“Tak usah Nyonya. Dua m il perjalanan m em buatku begitu
http://facebook.com/indonesiapustaka

lapar hingga terpaksa berhenti di sebuah rum ah petani. Kini aku


tak lapar lagi. Itulah yang m em buatku begini terlam bat. Ibuku
sakit, kam i kehabisan uang dan segalanya. Aku akan pergi ke
rum ah pam anku, Abner Moore. Ia tinggal di tepi lain kota ini,
kata Ibu. Aku belum pernah kem ari, apa Nyonya kenal pam anku
itu?”
74 Mark Twain

“Tidak, aku belum kenal banyak orang di sini, baru dua


m inggu aku tinggal di tem pat ini. J auh juga ke ujung lain kota,
lebih baik kau berm alam saja, copotlah topim u.”
“Tidak, aku akan beristirahat sebentar dan m eneruskan
perjalanan. Aku tak m erasa takut akan kegelapan.”
Wanita itu berkata, ia tak akan m em biarkanku berjalan
sendiri. Satu setengah jam lagi suam inya akan datang dan
akan disuruhnya m engantarkan. Kem udian ia berbicara panjang
lebar tentang suam inya, tentang sanak keluarganya di bagian
hilir sungai dan dibagian m udik, dan tentang kea daan m ereka
sebelum pindah kem ari yang jauh lebih baik. Menurut nyonya
itu, sangat salah bagi m ereka untuk pindah ke kota ini dan
seterusnya dan seterusnya, hingga aku berpikir keliru sekali
datang padanya untuk m engetahui keadaan kota. Tetapi akhirnya
pem bicaraan beralih pada bapakku dan peristiwa pem bunuhan
terhadap diriku. Ia berbicara tentang aku dan Tom Sawyer yang
m enem ukan uang dua belas ribu dolar (m enurut katanya m alah
dua puluh ribu dolar), tentang Bapak dan betapa kejam nya dia,
serta tentang pem bunuhan terhadapku.
“Siapa yang m em bunuhnya?” tanyaku. “Berita pem bunuhan
itu juga sam pai ke Hookerville, tetapi tak ada yang bisa m enduga
siapa yang m em bunuh Huck Finn.”
“Hm , banyak orang yang m enganggap dirinya pandai di sini,
m engira bahwa yang m em bunuh adalah bapaknya sendiri.”
“Astaga! Betulkah itu?”
“H am pir sem ua oran g berpikiran dem ikian m ula-m ula.
Nyaris ayah Huck Finn digantung karena itu. Tetapi sebelum
http://facebook.com/indonesiapustaka

m alam terakhir, sem ua orang berubah pikiran, m ereka m enduga


pem bunuh Huck ialah seorang budak negro bernam a J im yang
m elarikan diri.”
“Astaga! Ia....”
Ham pir saja aku lupa. Cepat-cepat aku m enutup m ulut.
Untung wanita itu tak tahu bahwa aku baru saja m em buka m ulut.
Petualangan Huckleberry Finn 75

Ia berkata terus, “Negro itu m elarikan diri tepat pada m alam


Huck Finn dibunuh orang. Maka barang siapa yang m enem ukan
negro itu diberi hadiah, tiga ratus dolar. J uga ada hadiah untuk
yang m enem ukan ayah Huck, dua ratus dolar. Bapak Finn yang
m em bawa berita tentang kem atian anaknya ke kota, ia ikut
m encari m ayat dengan naik kapal tam bang, tapi begitu pencarian
m ayat selesai, ia m enghilang. Malam itu orang-orang sudah siap
untuk m enggantungnya, tapi ia m enghilang. Hari berikutnya
ternyata J im juga tak ada, rupanya negro itu m enghilang sejak
pukul sepuluh pada m alam Huck Finn terbunuh. Maka dakwaan
orang jatuh pada si negro. Selagi orang ram ai m endakwa si
negro, bapak Huck m uncul, m em aki-m aki Hakim Thatcher dan
m inta uang untuk bekal m encari negro itu ke Illinois. Tuan
Hakim m em berinya sedikit uang, tapi uang itu digunakannya
untuk m abuk-m abukan. Ia m abuk hingga lewat tengah m alam
bersam a dua orang asing yang berwajah kejam . Setelah itu
ketiganya m enghilang. Ia tak pernah tam pak lagi, dan tak ada
yang m engharapnya m uncul kem bali, sebab kini orang-orang
punya dugaan bahwa dialah yang m em bunuh anaknya sendiri,
agar bisa m enguasai uang anaknya tanpa repot berurusan dengan
pengadilan. Ia m encoba m enipu orang dengan m engatur segala
sesuatu hingga tam paknya Huck Finn dibunuh oleh peram pok.
Kata orang, Bapak Finn itu cukup cerdik, bila ia kem bali setahun
lagi m aka ia tak bisa dituntut oleh pengadilan, sebab tak ada bukti
yang nyata. J adi bila keadaan telah tenang, tanpa susah payah ia
bisa m enguasai uang anaknya.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Ya, kukira m em an g begitu. Tak kulihat kem un gkin an


lainnya. Apakah m asih ada orang yang m enyangka bahwa negro
itu yang m em bunuh Huck Finn?”
“Ada juga, tapi tak sem ua orang. Banyak juga yang berpikir
begitu. Apabila negro itu tertangkap, ia bisa dipakai untuk
m engaku.”
76 Mark Twain

“Astaga, apakah orang m asih m engejarnya?”


“Alangkah tololnya, engkau, Nak. Apakah tiga ratus dolar
bisa kita tem ukan cum a-cum a setiap hari? Ada banyak orang
yang punya dugaan bahwa negro itu berada tak jauh dari sini. Aku
salah seorang yang punya pikiran dem ikian, tetapi tak kukatakan
hal itu pada orang lain. Beberapa hari yang lalu aku berbicara
dengan suam i-istri tua yang tinggal di rum ah sebelah. Dan
kebetulan m ereka berkata bahwa tak seorang pun pernah pergi
ke Pulau J ackson. Aku bertanya apakah tak ada orang tinggal
di pulau itu. Tidak ada, jawab m ereka. Aku tak berbicara lagi,
tapi aku berpikir keras. Aku m erasa yakin bahwa sehari-dua hari
sebelum itu, aku m elihat asap m engepul dari bagian dekat kepala
pulau itu. Mungkin sekali negro itu bersem bunyi di sana, pikirku.
Betapapun tak ada ruginya bila tem pat itu digeledah. Tak pernah
kulihat asap lagi, bila itu asap api unggun si negro, m ungkin ia
telah pergi. Nam un suam iku akan berangkat m em eriksa pulau
itu. Suam iku dan seorang lagi. Hari ini suam iku baru pulang dari
m udik, dan segera kuberi tahu tentang perkiraanku dua jam yang
lalu.”
Aku jadi begitu gelisah hingga aku tak bisa duduk tenang.
Aku harus m engerjakan sesuatu dengan tanganku, m aka kuam bil
sebuah jarum dan kum asukkan benang ke lubang jarum . Tanganku
gem etar, lam a sekali baru berhasil. Ketika wanita itu berhenti
berbicara, aku m engangkat kepala, ternyata ia m em andangku
dengan penuh perhatian, bahkan tersenyum sedikit. Kutaruh
kem bali jarum dan benang tadi, dan aku pura-pura tertarik pada
pendapatnya dan berkata, “Tiga ratus dolar m em ang uang yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

sangat banyak. Alangkah senangnya bila ibuku bisa m em iliki


uang itu. Apakah suam i Nyonya akan pergi ke pulau itu m alam
ini?”
“Oh, ya. Ia sedang ke kota dengan orang yang kuceritakan
tadi untuk m encari perahu dan m em injam senapan satu lagi.
Tengah m alam nanti m ereka akan m enyeberang ke pulau itu.”
Petualangan Huckleberry Finn 77

“Bukankah m ereka bisa m elihat lebih jelas bila hari siang?”


“Benar. Tapi si negro juga bisa m elihat lebih jelas. Lewat
tengah m alam kem ungkinan besar negro itu sedang tidur nyenyak.
Malam -m alam lebih m udah untuk m encari unggun apinya, bila
ada.”
“Oh ya, tak terpikir olehku tadi.”
Sem en tara itu wan ita tadi terus m em perhatikan diriku
hingga aku m akin gelisah. Akhirnya ia bertanya, “Siapa nam am u
tadi, Sayang?”
“M... Mary William s.”
Aku jadi bingung sendiri, rasanya tadi aku tidak m enyebut
nam a Mary. Aku tak berani m engangkat m uka, teringat olehku
tadi aku m enyebut Sarah. J adi aku m erasa tersudut dan takut
kalau hal itu diketahui oleh nyonya itu. Betapa tertetekannya
hatiku kala ia berkata, “Sayangku, kukira kau tadi berkata bahwa
nam am u adalah Sarah. Bukankah dem ikian tadi, Nak?”
“Oh ya, Nyonya, m em ang benar. Sarah Mary William s. Sarah
adalah nam a pertam aku. Ada yang m em anggilku Sarah, ada yang
m em anggilku Mary.”
“Oh, begitukah?”
“Benar, Nyonya.”
Aku m erasa sedikit lega, tapi alangkah senangnya bila aku
bisa cepat-cepat m eninggalkan tem pat itu. Aku m asih belum
berani m engangkat m uka.
Wanita itu m ulai berbicara lagi, berbicara tentang keadaan
buruk yang harus m ereka derita, betapa m iskin keadaan m ereka
dan betapa tikus-tikus di rum ah itu begitu berani hingga seolah-
http://facebook.com/indonesiapustaka

olah tikus-tikus itulah yang m em iliku rum ah. Lam a-lam a aku
tak gelisah lagi m endengar pem bicaraan yang sam a sekali tak
m enyangkut diriku.
Betul juga kata nyonya itu tentang tikus. Di sudut kam ar
ada sebuah lubang dan sering kali sebuah kepala tikus m uncul di
situ. Kata wanita itu, ia terpaksa m enyediakan sesuatu untuk alat
78 Mark Twain

pelem par tikus-tikus itu, kalau tidak bina tang-binatang itu akan
lebih m erajalela. Ditunjukkannya sepotong tem baga yang dipuntir
hingga m erupakan sim pul. Katanya, ia cukup jitu m elem parkan
benda itu, nam un sehari-dua hari yang lalu tangannya keseleo
hingga tak bisa dipastikan apakah lem parannya m asih jitu. Tapi
ia tak takut untuk m encoba, tepat saat itu m uncul seekor tikus dan
sekuat tenaga ia lem par. Lem paran itu jauh sekali dari sasaran,
dan si wanita terpaksa m enjerit, “Ouh!” kesakitan. Disuruhnya
aku m en coba m elem par. Walaupun aku in gin segera pergi
sebelum suam inya tiba, tak kuperlihatkan hal itu padanya. Tikus
yang m uncul kem udian pasti akan m am pus kena lem paranku
bila ia tak cepat-cepat m asuk lubang kem bali. Nyonya itu m em uji
lem paranku, dan ia yakin pasti pada lem paran kedua aku akan
berhasil. Diam bilnya gum palan tem baga itu, juga setukal benang
yang akan digulungnya. Dia m inta ban tuanku m em egangi benang
itu. Kuacungkan kedua tanganku, dilingkarkannya tukalan benang
tadi di situ. Sam bil bekerja ia berbicara lagi tentang suam inya.
Mendadak ia berkata, “Perhatikan juga tikus-tikus itu. Lebih baik
kau sim pan tem baga ini di pangkuanm u, Sayang.”
Sam bil berkata dilem parkannya gum palan tim bel itu ke
pan gkuan ku, kurapatkan pahaku un tuk m en yam butn ya. Ia
m eneruskan pem bicaraannya. Nam un hanya kita-kira sem enit,
diam bilnya tukalan benang di tanganku, sam bil m enatapku ia
bertanya, “Nah, kini katakan nam am u yang sebenarnya.”
“Ba... bagaim ana, Nyonya?”
“Nam am u sebenarnya Bill, Tom , atau Bob? Atau apa?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Mestinya tubuhku gem etar bagaikan daun ditiup badai, dan


beberapa saat aku tak tahu harus berbuat apa. Kem udian aku
berkata, “J angan ganggu gadis m alang seperti aku ini, Nyonya.
Bila aku m erepotkan saja di sini, lebih baik aku....”
“Tidak, jangan pergi dulu. Duduklah, tetaplah di tem patku.
Aku tak akan m enyakitim u, aku tak akan m em buka rahasiam u.
Petualangan Huckleberry Finn 79

Katakan saja rahasiam u, percayalah, aku tak akan m em bukanya


pada siapa pun, dan lagi m ungkin aku bisa m enolongm u. Begitu
juga suam iku bila kau m enghendakinya. Aku tahu, kau m urid
pertukangan yang m elarikan diri, bukankah begitu? Itu bukan
apa-apa. Tak perlu aku m erasa terlalu berdosa karenanya. Pastilah
kau telah diperlakukan dengan sangat buruk. Selam atlah engkau
kiranya, Nak, aku tak akan m engkhianatim u. Ayolah katakan apa
yang telah terjadi.”
Aku sadar bahwa tak ada gunanya m enyem bunyikan rahasia
lebih lam a. Akan kuceritakan sem uanya dengan sejujur-jujurnya
asal saja ia m enepati janjinya. Kukatakan ayah dan ibuku telah
m eninggal dunia, dan undang-undang m enetapkan aku harus
m enjadi anak sem ang m erangkap m urid pada seorang petani
kejam tiga puluh m il di sebelah hilir sungai. Aku diperlakukannya
begitu buruk hingga aku tak betah lagi. Petani itu sedang pergi
untuk dua hari, m aka kuam bil kesem patan m elarikan diri dan
m encuri pakaian bekas anak perem puannya. Tiga m alam aku
telah berjalan, m enjalani jarak tiga puluh m il itu. Aku terpaksa
berjalan di m alam hari dan siang harinya tidur dan bersem bunyi.
Kantung berisi roti dan daging yang kubawa dari rum ah telah
kosong kini, tapi tak pernah aku kelaparan. Aku percaya pam anku
Abner Moore akan m au m em eliharaku, itulah sebanya aku datang
ke kota Goshen ini.
“Goshen, Nak? Astaga, ini bukan Goshen. Ini St. Petersburg.
Goshen m asih sepuluh m il lagi. Siapa yang m engatakan padam u
bahwa ini Goshen?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Seorang lelaki yang kutem ui m enjelang pagi tadi, pada waktu


akan m asuk hutan untuk tidur. Katanya pada persim pangan
jalan aku harus belok kanan, dan setelah lim a m il akan kucapai
Goshen.”
“Ia sedang m abuk, m ungkin, yang dikatakannya sam a sekali
salah.”
80 Mark Twain

“Mem ang tam paknya ia m abuk, tapi tak apalah. Aku akan
berangkat sekarang, dan sebelum pagi pasti telah sam pai di
Goshen.”
“Tunggu sebentar, kubungkuskan sedikit m akanan untukm u.
Pasti akan kau perlukan nanti.”
Ia m enyiapkan m akanan dan tiba-tiba bertanya, “Coba, bila
seekor sapi berbaring dan akan berdiri, bagian yang m ana yang
lebih dulu bangkit? Cepat jawab, tak usah berpikir. Bagian m ana?”
“Bagian ekornya, Nyonya?
“Seekor kuda?”
“Bagian kepalanya.”
“Bagian sebelah m ana dari sebatang pohon lum ut-lum ut
terus tum buh?”
“Bagian sebelah utaranya.”
“Bila lim a belas ekor sapi m erum put di lereng sebuah bukit,
berapa ekor dari m ereka m akan dengan kepala m enghadap ke
satu arah?”
“Sem uanya, Nyonya, lim a belas ekor”
“Tepat sem ua, agaknya kau betul-betul pernah hidup di
daerah pertanian. Tadinya kukira kau m enipuku lagi. Siapa
nam am u yang sebenarnya?”
“George Peters, Nyonya.”
“Nah, cobalah m en gin gat-in gat n am am u den gan betul,
George. J angan-jangan bila ditanya lagi kau bilang nam am u
George Alexan der. Dan jangan berlaku sebagai gadis di depan
wanita. Kau sam a sekali tak bisa m eniru seorang gadis, bila di
http://facebook.com/indonesiapustaka

hadapan kaum pria m ungkin m asih bisa, tapi di depan wanita


tidak. Diberkati uban kiranya engkau, Nak, bila kau m em asukkan
benang ke lubang jarum , jangan kau gerakkan jarum ke arah
benang, tapi benang ke arah jarum . Begitulah cara seorang wanita,
sedang kebalikannya adalah cara lelaki m em asukkan benang
ke jarum . Waktu kau m elem par, berdirilah berjinjit, ayunkan
Petualangan Huckleberry Finn 81

tanganm u dari atas kepala sekaku m ungkin, jangan kenakan


sasaranm u, lebih baik bila yang kau lem parkan itu jatuh enam
atau tujuh kaki dari sasaran. Gerakkan tanganm u kaku-kaku
dari bahu, seolah-olah ada engsel di tem pat itu untuk m em utar
lengan, itulah cara perem puan m elem par dengan tangannya. Dan
juga ingatlah, bila seorang gadis hendak m enerim a sesuatu yang
dilem parkan ke pangkuannya, ia m alah m erenggangkan pahanya,
m em buka, tidak seperti kau tadi m enangkupkan paha. Sejak kau
m em asukkan benang tadi aku sudah tahu bahwa kau seorang
anak lelaki, lain-lainnya kucobakan untuk m eyakinkan diriku.
Nah, berangkatlah kini ke pam anm u, Sarah Mary William s George
Alexander Peters, dan bila kau m endapatkan kesulitan, cepat-
cepat kirim berita pada Nyonya Edith Loftus, itulah nam aku, dan
akan kucoba nanti untuk m enolongm u. Ikutilah terus jalan di tepi
sungai ini, dan kali pakailah sepatu, jalan ini terlalu berbatu-batu
hingga sam pai di Goshen pastilah kakim u akan hancur.”
Aku m engikuti jalan sungai yang ditunjukkannya itu sejauh
kira-kira lim a puluh yard, kem udian aku m engam bil jalan berputar
dan m enyelinap ke dalam perahuku yang sedikit berada di bawah
rum ah nyonya tadi. Aku m eninggalkan pantai dengan tergesa-
gesa. Aku m em udik sungai sam pai cukup jauh untuk m encapai
kepala Pulau J ackson, lalu kuseberangkan perahu. Kubuka topiku
agar kepalaku lebih bebas. Kira-kira di tengah sungai kudengar
lonceng berbunyi. Aku berhenti untuk m endengarkan. Sayup-
sayup terdengar di atas air sungai sebelah kali. Sesam painya
di kepala pulau, aku tak m em buang waktu untuk m engatur
http://facebook.com/indonesiapustaka

napas, walaupun aku sangat terengah-engah, aku cepat-cepat


m enyelusup m asuk ke hutan, ke tem pat dulu aku berkem ah
sebelum bertem u J im . Cepat-cepat kubuat sebuah api unggun
besar di tem pat kering dan ketinggian.
Kem udian aku m elom pat ke dalam perahu, kukayuh ke
tem pat persem bunyian kam i, satu setengah m il di sebelah hilir,
82 Mark Twain

sekuat aku bisa. Aku m elom pat ke daratan, m enem bus rim ba dan
m enaiki bukit tem pat gua kam i berada. J im sedang tidur nyenyak.
Kubangunkan dia, “J im , bangun! Cepat! Tak ada waktu lagi! Kita
dikejar!”
J im tak bertanya, tak berkata sepatah pun. Setengah jam kam i
m em indahkan sem ua m ilik kam i ke atas rakit. Cara J im bekerja
m enunjukkan betapa besar rasa takutnya. Selesai berkem as,
rakit kam i m elun cur keluar dari tem pat persem bun yian di
antara sem ak-sem ak dedalu. Selam a bekerja tadi kam i hanya
m enggunakan lilin, itu pun hanya terbatas di dalam gua. Api
unggun di luar gua telah kum atikan ketika aku tiba tadi.
Aku berdayung m enjauhi pantai. Tak kulihat apa-apa, tak
kulihat sebuah perahu pun. Nam un aku tak yakin. Bulan tiada.
Rakit kam i terus m eluncur, hanyut dalam kegelapan, m elam paui
kaki pulau. Tak sepatah kata keluar dari m ulut kam i.
http://facebook.com/indonesiapustaka
JANGAN CARI KESULITAN

KIRA-KIRA PUKUL satu m alam barulah kam i m elam paui Pulau


J ackson, dan rakit kam i hanyut perlahan sekali. Bila sebuah
perahu m endekati kam i, m enurut rencana kam i berdua akan
m elom pat dari rakit ke perahu dan cepat-cepat berkayuh ke
pantai Illinois. Untung saja tak sebuah perahu pun terlihat sebab
ternyata senapan, kail, dan sem ua m akanan tak berada di rakit.
Kam i tadi terlam pau tergesa-gesa. Sungguh tidak bijaksana untuk
m enaruh sem ua barang di rakit, sedang perahu kosong.
Bila benar ada orang m endatangi pulau kam i, pastilah m ereka
akan m endatangi unggun yang kubuat, dan m enunggu di sekitar
http://facebook.com/indonesiapustaka

tem pat itu untuk bisa m enyergap J im . Biar m ereka sem alam an
m enunggui api unggun itu. Pokoknya m ereka jauh dari kam i. Dan
bila tipuanku dengan api unggun itu tak berhasil, jangan salahkan
aku. Tak bisa kupikirkan tipuan yang lebih keji dari itu.
Ketika fajar m enyingsing, kam i berlabuh di sebuah gosong
pasir yang penuh ditum buhi oleh pohon kapas. Gosong pasir itu
84 Mark Twain

berada di tikungan sungai, di pantai Illinois. Rakit dan perahu


kam i ikat, dan dengan kapak kam i potong dahan-dahan pohon
kapas untuk m enutupi rakit sehingga dari kejauhan tak akan
tam pak, sedang yang tam pak seolah-olah di tem pat itu baru
terjadi tanah longsor.
Di pantai Missouri tanah berbukit-bukit, di pantai Illinois
hutan rim ba. Arus lalu lintas di tem pat itu berada di tepi daerah
Missouri, jadi kam i tak usah m en gkhawatirkan kalau-kalau
kam i kepergok orang. Sepanjang hari kam i berada di tem pat itu,
m em perhatikan rakit-rakit dan kapal-kapal uap yang m enghilir
sungai m eluncur di tepian Missouri, dan kapal-kapal uap yang
m em udik sungai m elawan arus di tengah sungai. Kuceritakan
pada J im pengalam anku waktu bercakap-cakap dengan wanita
sem alam . Kata J im wanita itu sungguh-sungguh cerdik. Bila
wanita itu sendiri yang m engejar kam i, kata J im , pastilah ia tak
akan tertipu oleh api unggunku, pasti ia akan datang dengan
m em bawa an jin g pen cari jejak. Men gapa ia tak m en yuruh
suam inya m em bawa anjing, tanyaku. J im berani bertaruh bahwa
pasti pada waktu orang-orang itu akan berangkat, si wanita
cerdik tersebut akan m engingatkan m ereka untuk m em bawa
anjing, itulah sebabnya m ereka terlam bat datang, m ereka harus
m em injam anjing-anjing itu dulu. Kalau tidak, pasti kam i tak
akan bisa lolos dengan dem ikian m udah, sam pai berhasil berada
enam atau tujuh belas m il di bagian hilir sungai.
Ketika hari m ulai gelap, kam i m enongolkan kepala keluar dari
sem ak-sem ak, m elihat ke segala arah. Am an! J im m em bongkar
http://facebook.com/indonesiapustaka

beberapa papan lantai rakit untuk m em buat sem acam gubuk di


atas rakit itu, tem pat berteduh bila hari panas atau hujan, juga
untuk tem pat m enyim pan barang-barang. Lantai gubuk itu berada
satu kaki di atas lantai rakit, sehingga barang-barang di atasnya
tak tercapai oleh sem buran air yang disebabkan oleh lalunya
sebuah kapal uap. Tepat di tengah gubuk kam i beri lapisan tanah
Petualangan Huckleberry Finn 85

setinggi lim a atau enam inci, dengan bingkai di sekelilingnya agar


lapisan tanah tersebut tak buyar. Lapisan tanah tersebut akan
kam i gunakan sebagai tem pat api unggun untuk pem anas tubuh
bila udara dingin. Cahaya api kam i perhitungkan tak akan bisa
terlihat dari jauh karena tertutup oleh dinding gubuk. Kam i juga
m em buat sebuah dayung kem udi, untuk persediaan bila dayung
yang lam a patah. Sebuah tongkat yang bercabang ujungnya kam i
dirikan di lantai rakit, untuk m enggantungkan lentera. Lentera
itu akan m enghindarkan kam i dari bahaya tertubruk oleh kapal
uap yang sedang m enghilir sungai. Untuk kapal yang sedang
berlayar ke m udik, kam i tak usah khawatir sebab air m asih tinggi,
pangkalan sungai tiada, dan kapal-kapal itu tak m enggunakan
aluran lalu lintas perahu tetapi m engam bil jalan di tengah sungai.
Malam kedua, kam i berhanyut-hanyut selam a tujuh atau
delapan jam , dengan arus yang berkecepatan kira-kira em pat m il
per jam . Kerja kam i selam a itu hanyalah m enangkap ikan, om ong-
om ong, dan sekali-sekali berenang-renang untuk m enghilangkan
rasa kantuk. Keagungan sungai raksasa yang m engalir tenang itu
serta langit luas berbintang di atas kam i bila kam i telentang di
lantai rakit m em buat kam i jadi pendiam , setengah takut. Kam i
jarang sekali tertawa keras. Sedikit sekali bicara. Udara dan cuaca
baik sekali, kam i tak m endapat gangguan pada m alam -m alam
berikutnya.
Tiap m alam kam i lewati kota-kota. Kadang-kadang jauh
sekali di punggung bukit-bukit, yang terlihat jelas. Malam kelim a
kam i lewati kota St. Louis. Betapa cem erlangnya! Seakan lam pu-
http://facebook.com/indonesiapustaka

lam pu seluruh dunia terkum pul di tem pat itu. Pernah kudengar
orang berkata di St. Petersburg bahwa St. Louis berpenduduk
dua puluh atau tiga puluh ribu orang. Dulu aku tak percaya, tapi
setelah m elihat lam pu-lam pu kota, terpaksa aku percaya. Kam i
m elewati kum pulan ribuan cahaya yang indah itu sekitar pukul
dua m alam . Sunyi sekali waktu itu, tak terdengar satu suara pun.
86 Mark Twain

Tiap m alam setelah m elewati St. Louis, kira-kira pukul


sepuluh, aku m enyelinap ke darat, m em asuki desa-desa kecil,
untuk m em beli bahan m akanan seharga sepuluh atau lim a belas
sen. Kadang-kadang kusam bar juga ayam -ayam yang belum
pulang ke kandangnya. Itu sesuai dengan nasihat bapakku,
yaitu am billah ayam bila ada kesem patan , sebab bila kita
sendiri tak m em erlukannya, toh bisa kita berikan pada orang
lain yang m ungkin m em butuhkan ayam tersebut, yang berarti
orang itu akan berutang budi pada kita, utang budi yang tak
akan terlupakan. Tapi selam a ini belum pernah aku m elihat
Bapak m em berikan ayam hasil curiannya pada orang lain, selalu
dihabiskannya sendiri.
Pagi-pagi m en jelan g terbitn ya m atahari biasan ya juga
kugun akan un tuk m en jelajah di ladan g-ladan g, m em in jam
sem angka, labu, atau jagung-jagung m uda atau hasil ladang
lainnya yang bisa dim akan. Mem injam itu istilah Bapak, dan
katanya hal tersebut bukanlah perbuatan jahat, sebab walaupun
kita m engam bil tanpa seizin yang em punya, dalam hati kita punya
m aksud untuk m em bayarnya kelak. Tapi kata Nyonya J anda,
perbuatan sem acam itu adalah suatu pencurian, dan terlarang
bagi orang-orang yang sopan. J im berpendapat bahwa baik
Nyonya J anda m aupun Bapak benar, jadi harus diam bil jalan
tengah. Dari daftar kebutuhan yang ada, kam i akan m em injam
dua atau tiga m acam jika ada kesem patan, setelah itu kam i
berjanji untuk tidak lagi m em injam benda-benda itu sehingga
kam i punya alasan untuk m em injam benda-benda lainnya. Suatu
m alam kam i rundingkan m asak-m asak apa yang tidak akan kam i
http://facebook.com/indonesiapustaka

pinjam , satu per satu kam i pertim bangkan dari daftar hasil kebun
yang panjang. Akhirnya m enjelang pagi kam i putuskan bahwa
kam i tak akan m em injam apel kepiting dan persim on. Aku am at
gem bira akan putusan tersebut, sebab aku tak suka akan apel
kepiting dan buah persim on baru akan m asak kira-kira tiga bulan
yang akan datang.
Petualangan Huckleberry Finn 87

Bila ada kesem patan, kam i juga m enem bak unggas-unggas


air yang terlalu pagi bangun atau terlalu sore tidur. Kehidupan
kam i di rakit itu boleh dikata cukup m enyenangkan.
Malam kelim a di dekat St. Louis lewat tengah m alam kam i
ditim pa badai hebat. Badai teriring kilat dan halilintar, sem entara
hujan juga turun dengan lebatnya. Kam i berlindung dalam
gubuk, m em biarkan rakit kam i berjalan sem aunya. Bila saja
kilat m enyam bar, kam i bisa m elihat jelas sungai raksasa itu yang
dipagari oleh tebing-tebing tinggi di sisinya. Tiba-tiba aku m elihat
seseuatu. “Lihat J im , itu!” teriakku pada J im . Sebuah kapal uap
terdam par di batu karang! Kam i sedang hanyut tepat ke arah kapal
rusak itu. Cahaya kilat m em buat kam i bisa m elihatnya dengan
sangat jelas. Kapal tersebut sangat m iring, sebagian geladak
atasnya m asih berada di atas air. Cahaya kilat m enam pakkan
cerobong asap yang bersih serta sebuah kursi dengan sebuah topi
tergantung di sandarannya dekat lonceng besar.
Di m alam yang gelap dan hujan badai terdapat sebuah kapal
rusak yang tam paknya kosong dan ditinggalkan, hati anak-anak
m ana yang tak akan penuh keinginan untuk m enyelidiki kapal
rusak yang penuh rahasia itu. Aku ingin naik ke kapal tersebut,
m elihat-lihat apa yang ada. Aku berkata pada J im , “Mari kita
naik, J im .”
Mula-m ula J im sam a sekali tak m au. “Aku tak in gin
m em buang waktu di kapal rusak itu. Keadaan kita sam pai saat
ini cukup baik. J angan cari-cari kesulitan. Mungkin sekali di situ
ada penjaganya.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Penjaga nenekm u!” tukasku. “Tak ada lagi yang perlu dijaga
di kapal itu kecuali ruang pandu dan ruang pesta. Dan siapa m au
berjaga di perahu itu yang setiap saat bisa pecah, hanyut dan
hancur?” J im diam saja. “Dan lagi,” kataku selanjutnya, “m ungkin
kita bisa m em injam barang-barang dari kam ar kapten. Serutu
yang berharga lim a sen satu, m isalnya. Kapten kapal uap selalu
88 Mark Twain

kaya, gaji m ereka enam puluh dolar sebulan, dan m ereka tak
sayang untuk m engham bur-ham burkan uang itu. Bawa sebatang
lilin lagi, J im , aku tak akan m erasa puas sebelum m enyelidiki
kapal ini. Coba, m ungkinkah Tom Sawyer m elepaskan begitu saja
kesem patan seperti ini? Tak m ungkin. Keadaan seperti ini akan
dianggapnya sebagai suatu petualangan yang tak ada bandingnya,
dan ia pasti naik ke kapal itu walaupun jiwanya akan terancam
karenanya. Dan betapa ia akan m enantang bahaya untuk dirinya!”
J im m enggerutu, tapi akhirnya ia setuju. Kam i m eram bat
dalam kegelapan, m eyusuri sisi kapal m enuju ruang pesta yang
berjendela banyak itu, m eraba-raba dengan kaki keadaan yang
begitu gelap. Segera juga kam i berhasil m encapai ujung depan
tingkap kaca ruang itu. Kam i naik ke atas tingkap itu dan
beberapa langkah kem udian sam pai ke pintu kam ar kapten. Rakit
telah kam i ikat di derek sebelah kanan kapal uap itu. Pintu kam ar
kapten terbuka, dan astaga! Kam i dengar suara-suara m anusia
dari ujung ruang pesta! Bahkan terlihat kelipan lilin!
J im berbisik m en gatakan bah wa perutn ya tiba-tiba
sangat terasa sakit. Ia ingin turun ke rakit, dan m inta agar aku
m engikutinya. Aku pun takut juga, tapi baru saja akan m elangkah
kudengar dari ujung ruangan itu suara m enjerit, “J angan, oh,
jangan, kawan! Aku bersum pah tak akan m em buka rahasia!”
Sebuah suara lain, yang juga nyaring, terdengar berkata,
“Kau dusta, J im Turner. Kau selalu bertingkah begini. Kau selalu
m inta bagian lebih banyak dan selalu m endapatkannya, karena
kau berjanji untuk tidak m em buka rahasia. Tetapi kam i telah
http://facebook.com/indonesiapustaka

bosan pada sum pahm u itu. Kaulah anjing yang paling berbahaya
dan paling tak bisa dipercaya di negeri ini.”
Waktu itu J im sudah tak ada di dekatku, ia telah pergi ke rakit,
agaknya. Hatiku dipenuhi oleh rasa ingin tahu, kukatakan pada
diriku sendiri tentunya Tom Sawyer tak akan m undur ketakutan
dalam keadaan seperti ini, dan aku pun tidak. Aku m erangkak di
Petualangan Huckleberry Finn 89

gang, dalam kegelapan, sam pai aku hanya dipisahkan oleh sebuah
kam ar dari ruang bersilang tem pat senang-senang itu. Di dalam
ruang tersebut kulihat seorang lelaki terbaring di lantai, diikat
kaki-tangannya. Di depannya berdiri dua orang lelaki lain, seorang
m em bawa lentera yang lem ah nyalanya, seorang m em bawa pistol.
Yang m em bawa pistol berkata sam bil m engacungkan pistolnya ke
kepala orang yang terbaring, “Lega sekali bisa m em bunuhm u, dan
m em ang itulah yang akan kulakukan, pengkhianat busuk!”
Orang yang terbaring itu m erintih-rintih, “Oh, jangan, Bill,
aku tak akan m em buka rahasia.”
Si pem bawa lentera tertawa, “Tepat sekali, kau m em ang
tak akan bisa m em buka rahasia lagi. Den gar, betapa ia
m inta dikasihani! Tapi kalau saja bukan kita yang lebih dulu
m engalahkannya, pasti kita berdua telah dibunuhnya tanpa
sebab. Hanya karena kita m inta hak kita! Kukira kau tak akan
bisa m engancam orang lagi, J im Turner. Sim pan pistolm u, Bill!”
“Un tuk apa, J ake Packard? Aku in gin m em bun uhn ya,
bukankah ia juga membunuh si Tua Hatield tanpa belas kasihan
sedikit pun? Orang ini wajib kita bunuh!”
“Tapi aku tak ingin terbunuh, aku punya alasan untuk itu.”
“Kiranya Tuhan m em berkati engkau, J ake Packard! Takkan
kulupakan engkau seum ur hidupku!” seru orang yang terba ring di
lantai m engiba-iba.
Packard tak m em perhatikannya, ia m enggan tungkan lentera
di paku kem udian m elangkah ke arah aku bersem bunyi, m em beri
isyarat pada Bill untuk ikut. Aku terpaksa m erangkak secepatnya
http://facebook.com/indonesiapustaka

m undur, nam un kapal itu begitu m iring hingga am at sukar bagiku


untuk bisa bergerak cepat. Terpaksa aku m asuk sebuah kam ar
untuk m enghindari tubrukan dengan kedua orang itu. Keduanya
berjalan dengan m eraba-raba dalam gelap, dan ternyata Packard
m asuk juga ke kam ar yang kum asuki sam bil berkata, “Mari,
m asuk kem ari!”
90 Mark Twain

Bill m enyusul m asuk. Tapi sebelum m ereka berdua m asuk,


aku telah m em anjat ke bagian atas sebuah tem pat tidur bersusun.
Betapa m enyesal aku telah naik ke kapal rusak itu. J ake dan Bill
berdiri di tepi tem pat tidur, bersandar dan berbicara. Aku tak
bisa m elihat keduanya, tapi bisa kukira-kira di m ana m ereka
berada dari bau wiski yang agaknya baru saja m ereka m inum .
Aku gem bira bahwa aku tak m inum wiski, nam un seandainya
aku m inum pun m ereka tak akan m engetahui tem patku, sebab
aku sam a sekali tak bernapas. Aku takut sekali! Lagi pula orang
tak akan bisa bernapas bila m endengarkan percakapan kedua
orang itu. Mereka berbicara perlahan, bersungguh-sungguh.
Bill in gin sekali m em bun uh Turn er. Katan ya, “Dia pern ah
berkata akan m em buka rahasia kita, suatu kali hal itu pasti
dilakukannya. Bilapun kita beri dia bagian kita sem ua, itu tak
akan m enghalanginya untuk m engadukan kita begitu dia bebas.
Biarlah kubunuh saja dia.”
“Aku pun berm aksud begitu,” sahut Packard tenang.
“Terkutuk! Kukira tadi kau tak ingin ia dibunuh. Kalau
begitu, m ari kita bereskan saja sekarang.”
“Tun ggu dulu, aku belum selesai berkata. Den garkan .
Menem baknya m em ang cukup gam pang. Tapi ada jalan yang
lebih baik dan tak terlalu ribut. Lagi pula apa gunanya m enam bah
daftar kesalahan kita bila hal itu bisa kita hindari.”
“Mem ang, tapi bagaim ana m aksudm u? Bagaim ana cara kita
m em bunuhnya?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Begini. Kita bereskan sem ua barang-barang yang ada di


kapal ini dan kita sem bunyikan di pantai. Kita pergi diam -diam .
Kita tunggu di pantai. Dalam dua jam saja kapal ini akan hancur
dan hanyut. Nah! Ia akan m ati terbenam . Dan itu lebih baik
daripada kita yang m em bunuhnya secara langsung. Aku sam a
sekali tak setuju untuk m em bunuh seseorang, jika m asih ada
Petualangan Huckleberry Finn 91

cara lain untuk m em atikannya. Dengan pem bunuhan yang tak


langsung, pikiran kita tak dipenuhi rasa sesal nanti. Bukankah
begitu?”
“Ya, benar, tetapi bagaim ana kalau setelah dua jam kapal ini
tak hancur atau hanyut?”
“Tak ada ruginya bagi kita untuk m enunggu dua jam , bukan?”
“Baiklah kalau begitu. Marilah!”
Mereka berdua keluar dari kam ar itu. Dengan tubuh penuh
keringat dingin aku m eluncur turun dan bergegas ke haluan.
Gelap pekat di tem pat itu, dengan suara serak aku berbisik, “J im ,”
dan J im m enyahut dengan suara seperti m erintih, kiranya ia tepat
berada di sikuku.
“Cepat, J im , tak ada waktu lagi untuk m erintih-rintih! Mereka
adalah sekelom pok pem bunuh. Kita harus cepat-cepat m encari
perahu m ereka untuk kita hanyutkan agar m ereka tak bisa lari
dari kapal ini. Mereka akan m em bunuh kawan m ereka sendiri!
Bila kita bisa m enem ukan perahu m ereka, kita bisa m em buat
m ereka sem ua terjepit, sehingga polisi tak usah bersusah payah
m enangkap m ereka. Cepat, ayo! Akan kucari di sisi kanan, dan
kau cari di sisi kiri kapal. Mulailah dari tem pat kita m enam batkan
rakit dan....”
“Oh, ya Tuhan! Rakit? Rakit kita telah lenyap, talinya putus
dan rakitnya hanyut, Tuhan, dan kita terdam par di tem pat seperti
ini!”
http://facebook.com/indonesiapustaka
RAMPASAN HALAL DARI KAPAL
UAP WALTER SCOTT

NAPASKU TERHENTI, dan ham pir saja aku pingsan. Terdam par
di sebuah kapal rusak dengan sekelom pok bandit kejam ! Tapi
tak ada waktu untuk bersedih. Kam i terpaksa harus m enem ukan
perahu para penjahat itu untuk kam i gunakan sendiri. Dengan
gem etar, kam i m enyusuri tepi kanan kapal. Betapa lam batnya
kam i berjalan. Rasanya sem inggu baru kam i sam pai keburitan.
Tapi tak kam i tem ukan perahu itu. J im berbisik ia terlalu lem ah
untuk m eneruskan pencarian, sem ua tenaganya habis. Tapi
kupaksa ia untuk berjalan terus, sebab kalau tidak nasib kam i akan
http://facebook.com/indonesiapustaka

sangat sial. Kam i m ulai m erangkak-rangkak lagi. Kam i m encapai


bagian buritan r uang peranginan. Kam i harus m erangkak di atas
jendela-jendela atap ruang itu, lalu bergantungan di jendela-
jendela tersebut, sebab tem pat itu sudah berada di perm ukaan
air. Akhirnya kam i sam pai di pintu ruang silang dan di situ kam i
tem ukan perahu para bandit tersebut! Ham pir kelewatan. Betapa
Petualangan Huckleberry Finn 93

lega hatiku. Sedetik lagi pasti kam i telah berada di dalam nya,
m endadak pintu terbuka, salah seorang dari para penjahat itu
m enjengukkan kepala, hanya kira-kira dua kaki dari tem patku.
Kukira m am pus sudah aku, tapi orang itu segera m asuk lagi dan
berteriak, “Sem bunyikan lentera itu, Bill!”
Orang itu m elem parkan sebuah karung entah berisi apa ke
dalam perahu, kem udian ia sendiri m asuk duduk di perahu. J elas
orang itu Packard. Bill keluar kini, Packard berbisik, “Ayo, cepat,
kita berangkat.”
Aku begitu lem as hingga ham pir saja terjatuh ke air. Tapi Bill
berkata, “Tunggu, apakah dia telah kau geledah?”
“Belum . Kau?”
“Belum . Dia m asih m engantongi uang bagiannya.”
“Kalau begitu, ayolah, rugi kita pergi tanpa m engam bil
uangnya.”
“Tapi bisa-bisa dia curiga.”
“Biarlah. Betapapun harus kita kerjakan itu. Ayo!”
Keduanya naik kem bali ke kapal, m asuk kam ar. Pintu kam ar
tertutup sendiri oleh m iringnya kapal, dan sekejap saja aku telah
m elom pat ke dalam perahu, disusul oleh J im yang m enggulingkan
diri m asuk. Pisau kukeluarkan kuputus talinya, dan perahu itu
m eluncur lepas!
Kam i tak m enyentuh pendayung, tak berani bersuara, m alah
ham pir sam a sekali tak bernapas. Cepat sekali kam i hanyut, tanpa
suara, m elam paui kotak pendayung kapal, m elam paui buritan
dan dalam satu atau dua detik saja kam i telah berada seratus
http://facebook.com/indonesiapustaka

yard di bawahnya, kapal itu telah lenyap ditelan kegelapan. Kam i


selam at!
Waktu kam i berada kira-kira tiga atau em pat ratus yard dari
kapal rusak itu, sekilas tam pak kerlipan cahaya lentera. Pasti
penjahat-penjahat itu kini tahu bahwa m ereka juga terjebak
seperti si J im Turner.
94 Mark Twain

Kem udian J im m ulai m em egang pendayung, kam i coba


m engejar rakit kam i. Dan saat itu aku baru m engkhawatirkan
nasib orang-orang di dalam kapal rusak itu, tadi sam a sekali tak
terpikir olehku. Terbayang olehku betapa seram nya kea daan
m ereka walaupun m ereka itu penjahat yang tak kenal am pun,
pem bunuh-pem bunuh. Terpikir olehku, bagaim ana pula kelak
aku bila seandainya m endapatkan nasib serupa? Aku berkata
pada J im , “Bila kita lihat cahaya api, kita m endarat seratus yard
di atas atau di bawahnya, di tem pat kita bisa m enyem bunyikan
perahu in i. Aku akan m en coba un tuk m en yuruh seseoran g
m enolong para penjahat itu agar m ereka bisa dihukum gantung
secara wajar.”
Tapi usulku itu ternyata tak bisa segera dilaksanakan, badai
dan hujan turun lagi, lebih dahsyat dari sem ula. Hujan begitu lebat
hingga walaupun ada cahaya di pantai tak akan terlihat oleh kam i.
Lagi pula m estinya sem ua orang telah pergi tidur. Kam i terus
berhanyut, m encari cahaya api dan m encari rakit kam i. Setelah
agak lam a, hujan m ulai m ereda, tapi awan tebal m asih m enutupi
langit. Kilat m asih sam bung-m enyabung. Karena cahaya kilat
kam i m elihat sesuatu benda hitam di depan kam i. Cepat berkayuh
ke arah benda itu.
Dugaan kam i benar, benda itu rakit kam i. Betapa gem bira
kam i bisa berpijak lagi di rakit itu. Dan tak lam a pula kam i lihat
kelipan cahaya di bagian hilir, di tepi sebelah kanan. Aku berkata
pada J im aku akan pergi ke tem pat cahaya itu. Perahu yang
kam i tum pangi ham pir penuh oleh barang-barang ram pasan
para penjahat tadi. Barang-barang itu kam i lem parkan sem ua
http://facebook.com/indonesiapustaka

ke atas rakit, kem udian kusuruh J im untuk berhanyut terus, dan


bila telah m encapai kira-kira dua m il ia kusuruh m enepi serta
m enyalakan api sam pai aku datang. Aku berdayung dalam perahu
m enuju ke arah api yang kulihat tadi. Setelah dekat tam pak lagi
beberapa nyala api, di punggung bukit. Agaknya yang kudekati
itu adalah sebuah desa. Aku m enepi di atas cahaya api di pantai
Petualangan Huckleberry Finn 95

itu, kem udian kuangkat dayungku serta aku berhanyut m engikuti


arus. Lam pu yang kulihat tadi ternyata sebuah lentera di tongkat
penggantung sebuah kapal tam bang yang bergeladak kem bar.
Aku m enge lilingi kapal itu untuk m encari di m ana penjaganya
tidur, dan kutem ui dia m eringkuk di haluan, tidur dengan kepala
tertopang di antara lututnya. Kuguncangkan pundaknya dua atau
tiga kali dan aku berpura-pura m enangis.
Pen jaga itu tersen tak ban gun , n am un waktu dilihatn ya
bahwa yang m em bangunkannya hanyalah seorang anak, kem alas-
m alasan ia m enggeliat dan m enguap, baru kem udian bertanya,
“Halo, ada apa? J angan m enangis, Nak. Kenapa kau ini?”
“Bapak, Em ak, Kakak, dan....” aku terisak-isak.
“Oh, jangan m enangis lagi. Kita sem ua m asing-m asing punya
kesulitan sendiri-sendiri. Percayalah, apa pun kesukaranm u, pasti
akan beres juga nanti. Kenapa bapak, em ak, dan saudaram u?”
“Mereka... m ereka... oh, apakah kau penjaga kapal tam bang
ini?”
“Ya,” katan ya den gan ban gga, “akulah kapten pem ilik,
m ualim , pandu kapal, penjaga, kepala kelasi, dan kadang-kadang
juga m erangkap sebagai penum pang dan m uatan. Aku tidak sekaya
seperti si Tuan J im Hornback yang dengan leluasa bisa m em beri
derm a pada setiap orang yang datang padanya, tetapi sudah
sering kukatakan aku takkan m au bertukar nasib dengannya;
kehidupan yang paling cocok bagiku adalah kehidupan sebagai
orang kapal. Tak bisa kupikirkan bagaim ana jadinya bila seperti
Hornback, sepi, walaupun ia kaya raya. Kataku....”
“Mereka sedang dalam bencana, dan....” tukasku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Siapa?”
“Bapak, Em ak, Kakak, dan Nona Hooker. Bila kau bisa
m em bawa kapal ini ke sana....”
“Ke m ana?”
“Ke kapal rusak itu.”
“Kapal rusak yang m ana?”
96 Mark Twain

“Hanya ada satu kapal rusak di sini, yang m ana lagi?”


“He, jangan-jangan kapal Walter Scott?”
“Benar.”
“Astaga! Untuk apa m ereka sem ua itu naik ke kapal rusak
tersebut?”
“Mereka tidak dengan sengaja naik ke kapal itu.”
“Tentu saja, hanya orang gila yang sengaja naik ke kapal
rusak itu. Mereka takkan punya harapan selam at bila tak segera
ditolong. Bagaim ana m ereka bisa berada di kapal itu?”
“Mudah saja. Nona Hooker sedang berkunjung ke kota dekat
situ....”
“Ya, Pangkalan Booth, lalu...?”
“Nona H ooker sedang berkunjung ke Pangkalan Booth.
Tepat waktu m atahari terbenam ia dan budak negronya, seorang
perem puan, berm aksud untuk m enyeberang, akan m enginap
di rum ah kawan -kawan n ya, en tah siapa aku lupa. Mereka
m enyeberang dengan naik kapal tam bang untuk m enyeberangkan
kuda. Di te ngah sungai, dayung kem udi m ereka hilang, kapal
m ereka berputar dan hanyut dengan buritan m ereka di depan.
Setelah dua m il m ereka m enubruk kapal rusak itu. Kuda-kuda,
tukang tam bang, dan budak negro itu hilang. Nona Hooker
sem pat m enyam bar sebuah tiang dan naik ke kapal rusak tadi.
Sejam setelah m alam tiba, kam i yang naik kapal tongkang untuk
berdagang, m enubruk kapal itu pula karena hari, sangat gelap.
Sem ua selam at kecuali Bill Whippie, oh, dan dia adalah m akhluk
Tuhan yang paling baik, alangkah senangnya bila aku saja yang
jadi korban.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Astaga! Ini peristiwa terseram yang kuketahui. Lalu apa


yang kalian perbuat?”
“Kam i berteriak-teriak sekuat m ungkin, tapi sungai terlalu
luas hingga tak terdengar agaknya oleh orang-orang di tepi.
Bapak berkata, seseorang harus ke tepi sungai untuk m encari
pertolongan. Hanya akulah yang bisa berenang, jadi aku yang
Petualangan Huckleberry Finn 97

terpilih. Nona Hooker berkata kalau aku tak segera m endapatkan


pertolongan, aku harus cepat-cepat ke tem pat ini untuk m encari
pam annya yang pasti akan sudi m enolongnya. Aku m encapai tepi
sungai kira-kira satu m il dari kapal rusak itu, dan sudah banyak
yang kujum pai, tetapi sem ua tak m au m enolong, kata m ereka,
‘Apa, di tengah m alam dan arus seperti ini? Pekerjaan gila, pergi
saja ke kapal tam bang.’ Nah, kini m aukah Pam an segera pergi ke
kapal rusak itu?”
“Dem i Tuhan, tentu saja aku m au, Nak. Tetapi siapa kira nya
yang akan m em bayar? Mungkinkah bapakm u....”
“Oh, jangan khawatir. Kata Nona Hooker, Tuan Hornback,
pam annya, pasti akan....”
“Astaga! H orn back itu pam an n ya? Lihat! Cepat lari ke
cahaya lam pu yang di sana itu, nah, sesam painya di sana kau
belok ke arah barat. Seperem pat m il dari tem pat itu kau akan
m endapatkan sebuah rum ah penginapan. Katakan pada tukang
kereta di rum ah penginapan itu untuk m em bawam u cepat-cepat
ke rum ah Hornback, katakan ia yang akan m em bayar ongkosnya.
J angan berlalai-lalai lagi, pasti dia sangat m em butuhkan kabar
ini. Katakan padanya, keponakannya pasti sudah kuselam atkan
sebelum ia sam pai ke kota. Ayo, cepat berangkat, aku akan ke
rum ah di perem patan jalan itu untuk m em bangunkan tukang
m esinku.”
Aku pura-pura lari ke arah lam pu yang ditunjukkannya. Tapi
begitu ia berbelok di pengkolan, cepat-cepat aku berlari kem bali
m asuk ke perahuku dan berdayung ke arah m udik sam pai
http://facebook.com/indonesiapustaka

kira-kira enam ratus yard. Aku bersem bunyi di antara perahu-


perahu tukang kayu, sebab aku akan selalu gelisah sebelum
kulihat sendiri kapal tam bang itu berangkat. Sesungguhnya aku
sudah m erasa sedikit puas, sebab kurasa perbuatan baik yang
kulakukan untuk para penjahat itu tak akan banyak orang lain
yang m au m engerjakannya. Betapa senangnya bila Nyonya J anda
98 Mark Twain

m engetahui perbuatanku ini. Pastilah ia akan bangga karena aku


telah m enolong para penjahat itu, sebab para penjahat dan orang-
orang sesat sem acam itu sangat diperhatikan oleh Nyonya J anda
dan orang-orang baik sebangsanya.
Tapi tak lam a kem udian kapal rusak itu telah hanyut,
bagaikan bayangan m engikuti arus! Tak terasa keringat dinginku
terbesit. Kukayuh perahuku m endekati kapal hanyut itu. Tapi
segera juga kuketahui aku tak akan bisa berbuat apa-apa, sudah
terlalu dalam terbenam . Pasti tak akan ada yang hidup lagi di
dalam nya. Aku m engitarinya dengan perahu, sebentar-sebentar
berseru m em anggil. Nam un sepi saja, tak ada jawaban. Aku
sangat terharu m em ikirkan nasib para penjahat itu, tapi tak lam a,
kupikir bila aku bisa m enahan penderitaan serupa yang m ereka
alam i, pastilah m ereka juga tahan.
Kem udian tam pak kapal tam ban g tadi m elepaskan diri
dari pantai, cepat-cepat kutujukan perahu ke tengah sungai,
kem udian berhanyut m enyerong. Ketika kukira aku telah berada
di luar jarak pandangan orang-orang di kapal itu, aku berhenti
m endayung. Kulihat kapal tam bang tadi m engitari kapal rusak
tersebut, agaknya m encari m ayat Nona Hooker sebab kapten
kapal tahu bahwa Tuan Hornback pasti akan sangat m enghargai
barang-barang bekas m ilik keponakannya. Tapi segera juga kapal
tam bang itu tak m eneruskan pencariannya dan kem bali ke pantai.
Kukayuh perahuku ke hilir, dengan didorong pula oleh arus.
Rasanya lam a sekali baru tam pak olehku cahaya lentera
J im . Dan ketika sudah tam pak rasanya lentera itu seribu m il dari
http://facebook.com/indonesiapustaka

tem patku. Fajar telah ham pir m enyingsing waktu aku m encapai
tem pat J im . Kam i m em bawa rakit kam i ke sebuah pulau. Setelah
m enyem bunyikan rakit serta m enenggelam kan perahu ram pasan,
kam i berdua tidur bagaikan orang m ati.
BIJAKSANAKAH SULAIMAN?

KAMI MENYELIDIKI barang apa saja yang telah diram pas


oleh para penjahat itu. Banyak sekali. Beberapa pasang sepatu,
selim ut, pakaian dan benda-benda lainnya, banyak sekali buku,
sebuah kaca spion, dan tiga kotak cerutu. Belum pernah kam i
sekaya ini dalam hidup kam i m asing-m asing. Cerutunya sungguh
sedap. Di sore hari kam i berbaring-baring di rum put, bersenang-
senang sam bil sekali-sekali kubacakan cerita-cerita dan buku
untuk J im . Kuceritakan pada J im sem ua yang terjadi di kapal
rusak dan di pelabuhan kapal tam bang.
Kukatakan bahwa sem ua pengalam anku itu adalah suatu
petualangan yang hebat. Tapi J im tak m enghendaki petua langan.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Katanya ia sudah ham pir m ati waktu m engetahui bahwa rakit


kam i lepas. Dengan terdam par di kapal rusak itu bagaim anapun
juga ia tak akan selam at. Bila tidak m ati terbenam , harus ada
orang yang m enolongnya. Dan bila ada orang m enolongnya, pasti
orang itu akan m em bawanya kem bali pulang untuk m endapat
hadiah, dan ia akan dijual ke daerah Selatan.
100 Mark Twain

Kukira betul juga kata J im . Mem ang sering kali cara berpikir
J im baik sekali, otaknya sangat luar biasa bagi seorang budak.
Aku banyak m em bacakan J im cerita-cerita tentang raja,
pange ran, dan para bangsawan lainnya. Kuceritakan betapa
indah pakaian m ereka, betapa banyaknya lagak m ereka dan
betapa m ereka m enyebut satu sam a lainnya sebagai paduka tuan,
tuanku, duli yang m aham ulia, dan sebagainya, dan bukan hanya
“tuan” saja. Mata J im m elotot, ia sangat tertarik. Katanya, “Tak
kukira raja itu begitu banyak. Belum pernah kudengar ada raja
lain kecuali Sulaim an, dan raja-raja di perm ainan kartu. Berapa
gaji seorang raja?”
“Gaji?” aku bertanya, “astaga, m ereka bisa m engam bil uang
sesukanya. Seribu dolar sebulan bila m ereka m au. Sem ua benda
jadi m ilik m ereka.”
“Senang sekali. Lalu apa kerja m ereka, Huck?”
“Mereka sam a sekali tak usah bekerja, tolol benar kau ini.
Mereka hanya duduk-duduk saja.”
“Benarkah?”
“Ten tu saja ben ar. Mereka han ya duduk-duduk saja,
kecuali bila ada perang, m ereka ikut bertem pur. Kebanyakan
m ereka hanya berm alas-m alasan saja, atau berburu dengan
m em pergunakan elang atau... ssst! Kau dengar suara itu?”
Kam i berdua m elongok dari sem ak-sem ak. Ternyata suara
tadi hanyalah suara roda pendayung sebuah kapal uap yang baru
saja m em belok. Kam i kem bali ke tem pat kam i tadi.
“Ya,” kataku, “dan pada saat-saat lain bila m ereka telah bosan
http://facebook.com/indonesiapustaka

segala-galanya m ereka m engajak parlem en bertengkar. Kalau ada


yang tak setuju dengan m ereka, pasti dipenggal kepalanya. Tapi
yang sering kali dilakukan raja-raja itu berkeliaran di tem pat
harem nya.”
“Di m ana?”
“Harem .”
Petualangan Huckleberry Finn 101

“Apakah harem itu?”


“Tem pat raja m enyim pan istrinya. Tak tahukah kau tentang
harem ? Raja Sulaim an juga punya, ia punya kira-kira sejuta istri.”
“Astaga, oh ya, aku tahu kini. Harem itu tem pat asram a,
ya? Dengan tem pat anak-anak yang selalu ram ai. Dan para istri
itu selalu bertengkar sepanjang hari, untuk m enam bah ribut
suasana. Hm , dan kata orang, Sulaim an adalah orang yang
paling bijaksana di dunia. Aku tak percaya kini. Bijaksanakah
orang yang m au hidup di tengah-tengah segala m acam keributan
yang ditim bulkan oleh para istri itu? Sam a sekali tidak. Seorang
yang bijaksana pasti akan m endirikan pabrik ketel uap dengan
uangnya, dan bila ia ingin istirahat ia bisa m enutup pabriknya
itu.”
“Betapapun, ia m em ang orang yang paling bijaksana di dunia
ini. Sebab begitulah kata Nyonya J anda padaku, dikatakannya
sendiri.”
“Tak peduli apa kata Nyonya J anda, Sulaim an bukanlah
orang yang paling bijaksana. Sering kali ia m enunjukkan cara-
cara yang am at gila. Pernah kau dengar cerita tentang bayi yang
akan dipotongnya m enjadi dua?”
“Ya, Nyonya J anda yang m enceritakan padaku.”
“Nah, bukankah itu cara yang paling gila? Coba perhatikan.
Tanggul itu, anggap seorang wanita. Dan kau, wanita yang
lainnya. Aku jadi Raja Sulaim an. Dan uang dolar ini bayi yang
kalian perebutkan. Kalian sam a-sam a berkeras untuk m em iliki
uang ini. Dan apa yang kukerjakan? Apakah aku bertanya-tanya
http://facebook.com/indonesiapustaka

pada para tetangga, m enanyakan pada siapa sebenarnya uang ini


harus kuberikan dengan utuh se per ti yang akan diperbuat oleh
seseorang yang berotak waras? Tidak. Kupotong uang ini m enjadi
dua, separuh kuberikan padam u, separuh kuberikan perem puan
lainnya itu. Kini yang ingin kutanyakan, untuk apa uang yang
hanya separuh itu? Tak ada gunanya sam a sekali. Dan untuk apa
102 Mark Twain

bayi yang hanya separuh? Walaupun sejuta aku tak akan m au


m enerim a bayi separuh badan.”
“Minta am pun, J im , kau sam a sekali tak m engerti inti sari
cerita itu, sam a sekali tak m engerti!”
“Siapa tak m en gerti? Aku? Ayolah, jan gan kau bicara
tentang inti sari cerita. Aku bisa m em bedakan perbuatan orang
waras dan perbuatan orang gila. Kedua orang perem puan itu
m em perebutkan seorang bayi, dan bukanlah separuh bayi. Orang
yang m endam aikan pertengkaran sem acam itu dengan m em belah
dua bayinya betul-betul orang gila. J angan bicarakan Sulaim an
denganku, Huck, aku tahu benar siapa dia.”
“Tetapi kau salah m enangkap inti cerita itu, J im .”
“Tak peduli inti sarinya! Aku tahu apa yang kutahu. Dan
kau harus ingat bahwa inti sarinya lebih dalam lagi terkandung
dalam cerita itu. Inti sarinya terletak bagaim ana Sulaim an hidup.
Coba! Bila seseorang hanya m em punyai satu atau dua orang anak,
apakah ia m udah saja m em berikan anaknya itu? Pasti tidak, tak
m am pu ia berbuat begitu. Ia bisa m enghargai anak-anaknya.
Lalu bagaim ana seseorang yang m em punyai kira-kira lim a juta
anak? Pasti sangat berbeda. Dengan m udah ia akan m em otong
seorang anaknya seperti ia m em otong seekor kucing. Baginya
m asih banyak yang lain, kurang satu atau dua tak akan terasa bagi
Sulaim an. Itulah inti sari cerita!”
Tak pernah kukenal seorang negro seperti J im . Bila ia telah
m em iliki suatu pendapat, tak bisa diubah lagi pandangan itu.
J im adalah orang negro yang paling m em benci Sulaim an. J adi
http://facebook.com/indonesiapustaka

terpaksa aku m engalah, m enceritakan raja-raja lainnya dan tak


m enyinggung-nyinggung Sulaim an lagi. Kuceritakan padanya
tentang Raja Louis XVI, yang dipotong kepalanya di Prancis
berpuluh-puluh tahun yang lalu. J uga tentang anaknya, putra
m ahkota yang m asih kecil, yang dipenjarakan dan kata orang
telah m angkat.
Petualangan Huckleberry Finn 103

“Kasihan betul anak itu,” kata J im .


“Tetapi ada juga yang bilang bahwa ia berhasil m elarikan diri
dan m enetap di Am erika sini.”
“Bagus sekali. Tapi pasti ia kesepian, bukankah di sini tak ada
raja, Huck?”
“Tidak ada.”
“J adi ia tak akan m erasa kerasan. Dan apa kerjanya di sini?”
“Aku tak tahu. Ada para bangsawan pelarian itu yang m enjadi
polisi. Ada pula yang m enjadi guru bahasa Prancis.”
“He, Huck, apakah orang-orang Prancis bahasanya tidak
seperti kita?”
“Tidak, J im . Kau tak akan bisa m engerti sepatah kata pun
bahasa m ereka.”
“Mengapa dem ikian?”
“Aku tak tahu. Tapi begitulah. Aku pernah m em baca sedikit
bahasa Prancis. Coba, bila seseorang m endekatim u dan bertanya,
‘Pallii vufransi?’ Apa yang kau kerjakan?”
“Kuhantam saja kepalanya, yaitu bila orang itu tak berkulit
putih. Tapi kukira tak akan ada orang negro yang m engataiku
seperti itu.”
“Astaga, ia tak m engataim u apa-apa. Itu berarti: Apakah kau
bisa bahasa Prancis?”
“Nah, m engapa tak dikatakannya secara terus terang?”
“Itulah yang dikatakannya. Itulah cara orang Prancis m enga-
takannya.”
“Aneh sekali. Tak ingin aku m endengarkannya lebih lanjut.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Gila!”
“Perhatikan, J im , apakah bahasa kucing sam a dengan bahasa
kita?”
“Tentu saja tidak, kucing tak bisa berbicara seperti kita.”
“Nah, dapatkah sapi berbicara seperti kita?”
“Tidak bisa juga.”
104 Mark Twain

“Apakah seekor kucin g bicara seperti seekor sapi atau


sebaliknya?”
“Tidak.”
“Sungguh wajar, bahwa binatang-binatang itu bahasanya
beda satu sam a lain, bukan?”
“Yah.”
“Wajar bukan, bahwa seekor sapi atau kucing bahasanya lain
dari kita?”
“Yah, tentu saja.”
“Nah, m engapa kalau begitu kau anggap gila bila seorang
Prancis bahasanya lain dari kita? J awablah, J im !”
“Tunggu Huck. Apakah seekor kucing itu m anusia?”
“Tidak.”
“Nah, jadi tak wajarlah bagi kucing untuk berbicara dalam
bahasa m anusia. Apakah sapi itu m anusia, atau sapi itu kucing?”
“Keduanya bukan.”
“Nah, jadi keduanya tak punya hak untuk bicara seperti
lainnya dan sebaliknya. Kini, apakah seorang Prancis itu m anusia?”
“Ya.”
“Nah, itulah. Di situlah letak gilanya. Bila ia seorang m anusia,
m engapa ia tak berbicara seperti kita? Kau jawab itu, Huck.”
Tak gun a bagiku un tuk m em boroskan n apas berbicara
dengan J im . Kita tak akan m enang bertengkar dengannya. J adi
terpaksa aku tutup m ulut.
http://facebook.com/indonesiapustaka
MENGGODA JIM

KAMI KIRA tiga m alam lagi kam i akan sam pai ke Cairo, daerah
terakhir Illinois, di m ana sungai Ohio bergabung dengan sungai
Mississippi. Cairo-lah tujuan perjalanan kam i. Di sana kam i bisa
m enjual rakit kam i untuk m endapatkan ongkos bagi perjalanan
dengan kapal uap m em udik sungai Ohio, ke daerah-daerah
di m ana perbudakan dilarang. Di daerah itu kam i tak akan
m endapatkan kesukaran lagi.
Malam kedua kabut tebal m enutupi. Kam i m em utuskan
untuk berlabuh saja, sebab tak ada gunanya berhanyut-hanyut
dalam kabut. Den gan m em bawa tali pen am bat rakit aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

berkayuh ke darat. Tapi tak kudapati pohon-pohon besar untuk


m engikatkan tali rakit itu, terpaksa kubelitkan tali itu pada
sebatang pohon kecil di tepi sungai. Mendadak saja sebuah arus
kuat m enyentakkan rakit dan sebelum aku bisa berbuat apa-apa
rakit itu telah hanyut, talinya m encabut pohon kecil itu sam pai
ke akar-akarnya, lenyap ditelan kabut. Aku begitu terkejut dan
106 Mark Twain

ketakutan hingga selam a ham pir setengah m enit aku sam a sekali
tak bergerak. Ketika aku sadar, rakit itu sam a sekali tak terlihat,
dalam kabut setebal ini orang hanya bisa m elihat sam pai jarak dua
puluh yard. Cepat-cepat aku m elom pat ke dalam perahu, berlari
ke buritan, m enyam bar dayung, dan m enghujam kan dayung itu
ke air. Tapi perahu itu sam a sekali tak bergerak, baru aku sadar
bahwa tali pengikat perahu belum kulepaskan! Aku bangkit lagi,
kulepaskan tali perahu, tapi tanganku begitu gem etar hingga lam a
sekali baru berhasil.
Segera setelah perahuku lepas, aku berkayuh sekuat tenaga
m engejar ke m ana rakit kam i tadi m enghilang. Selam a aku
m enyusuri tepi gosong tem pat kam i tadi akan berlabuh tak
begitu sulit bagiku untuk berperahu cepat-cepat, tapi begitu
ujung gosong kulewati dan aku m em asuki gum palan kabut putih,
m ataku tak lebih dari m ata seorang buta.
Berdayung tak bijaksana bagiku, bisa-bisa aku terdam par ke
pantai, ke gosong atau benda-benda lain hingga perahuku rusak.
Lebih baik aku diam saja dan m em biarkan perahuku hanyut.
Tapi dalam saat-saat seperti itu akan sangat sukar untuk hanya
berdiam diri. Aku berteriak m em anggil J im . Dari kejauhan
di sebelah hilir sayup-sayup suara teriakan balasan. Tim bul
harapanku. Cepat-cepat aku berkayuh ke arah suara teriakan itu,
m em asang telinga untuk m endengarkan lagi. Ketika teriakan itu
terdengar lagi, ternyata aku telah berada di sebelah kanannya.
Kem udian terdengar lagi, kini aku disebelah kirinya! Dan sam a
sekali tak bertam bah dekat, sebab walaupun aku berkali-kali
http://facebook.com/indonesiapustaka

berganti arah dan m em percepat kayuhanku, suara itu selalu


m enjauh terdengar.
Kuharap saja si tolol J im itu m au m em buat ribut terus-
m enerus dengan m em ukuli piring seng, m isalnya, hingga aku tak
usah m erasa bingung pada saat-saat ia tak berteriak. Setelah lam a
bersusah payah, tiba-tiba kudengar teriakan-teriakan itu ada di
Petualangan Huckleberry Finn 107

belakangku! Pikiranku betul-betul kacau kini. Kalau bukan aku


yang telah berputar, pastilah itu teriakan orang lain. Kuangkat
pendayungku. Kudengar teriakan itu lagi, m akin m endekat,
tapi tem patnya berpindah-pindah terus. Aku berteriak-teriak
m enjawab, sam pai tiba-tiba terdengar teriakan itu berada di
depanku. Kini kutahu bahwa arus telah m em utarkan ujung
perahuku. Dan tak akan m enyulitkan bagiku bila teriakan yang
kudengar itu betul-betul teriakan J im . Dalam kabut setebal ini
aku tak bisa yakin akan apa yang kudengar m aupun yang kulihat.
Suara teriakan itu terdengar terus. Sem enit kem udian aku
bagaikan dilem parkan ke sebuah tepian terjal dengan ba yangan
pohon-pohon raksasa di atasnya. Arus yang sangat cepat kini
m erenggut aku ke kiri lewat banyak sekali bonggol-bonggol yang
berdesau-desau suaranya oleh kerasnya arus.
Sekejap kem udian suara ribut tadi lenyap kem bali. Kini sunyi
sepi lagi, serta kabut putih saja yang tam pak. Aku m enahan napas,
m em asang telinga. Yang kudengar hanyalah debaran jangungku.
Habis harapanku kini. Aku tahu sudah apa yang terjadi.
Tepian terjal tadi bukanlah tepi sungai, tapi pantai sebuah pulau,
dan J im dihanyutkan ke sisi lain pulau itu. Sudah pasti yang
kulewati tadi bukannya gosong pasir yang biasanya bisa kita lalui
de ngan hanya m em butuhkan waktu paling lam a sepuluh m enit.
Di tepinya tadi tam pak pohon-pohon besar, pastilah pulaunya
cukup besar, m ungkin panjangnya lim a atau enam m il dengan
lebar setengah m il.
Kira-kira lim a belas m enit aku berdiam diri. Aku berhanyut-
hanyut m engikuti arus dengan kecepatan kira-kira em pat atau
http://facebook.com/indonesiapustaka

lim a m il per jam . Tapi hal itu tak terasa. Seolah-olah aku terdiam
tak bergerak. Dan bila perahuku m elewati sebuah bonggol,
rasanya bukan perahuku yang berjalan, tetapi bonggol itulah.
Setelah itu, selam a kira-kira setengah jan, sekali-sekali aku
berteriak-teriak. Akhirnya kudengar juga teriakan balasan, jauh
sekali. Kucoba untuk m engejarnya, tapi tak bisa, sebab ketika itu
108 Mark Twain

juga aku m em asuki daerah gosong, di m ana-m ana kulihat sam ar-
sam ar gosong-gosong itu, kadang-kadang selatnya am at sem pit.
Gosong-gosong yang tak terlihat bisa kupastikan ada karena
kudengar suara arus berdesau di daun-daunan yang tum buh di
gosong itu. Segera juga tak bisa kuikuti lagi suara teriakan di
kejauhan tadi, lagi pula aku m erasa tak ada gunanya m engikuti
suara tadi, sebab tak bisa kubayangkan bagaim ana suatu suara
bisa berpindah tem pat dengan sangat cepat dan sering.
Kem udian aku terpaksa jadi sibuk sekali, m en ghin dari
tubrukan dengan pulau-pulau kecil yang banyak sekali. Aku
takut bila tertubruk oleh pulau-pulau itu. Kukira rakit yang
dikem udikan J im itu lebih berbahaya. Rakit itu bisa hanyut lebih
cepat daripada perahu. Rakit tadi agaknya tak tercapai lagi oleh
suaraku.
Tapi pada waktu perahuku telah berada di tem pat terbuka
lagi, m asih belum juga terdengar olehku teriakan J im . Mungkin ia
m enubruk bonggol kayu hingga rakitnya pecah dan ia tak tertolong
lagi. Aku begitu lelah hingga aku tak peduli lagi. Kuangkat
dayungku dan aku berbaring di dasar perahu. Sesungguhnya aku
tak ingin tidur, nam un tak bisa kucegah lagi, aku m erasa sangat
m engantuk. Maksudku hanya akan tidur sebentar saja.
Ketika aku bangun, kabut lenyap, langit jernih dan bintang-
bintang berkelipan, agaknya tidurku lebih lam a dari yang kuduga.
Perahuku sedan g m en gitari suatu belokan sun gai, den gan
buritannya di depan. Mula-m ula aku tak tahu aku berada di m ana,
kukira tadi yang kualam i hanyalah im pian dan bila aku teringat
http://facebook.com/indonesiapustaka

kem bali, sem uanya seolah-olah terjadi sem inggu yang lalu.
Kulihat sungai m akin bertam bah luas di tem pat itu, tepinya
dipagari oleh pohon-pohon raksasa bagaikan tem bok kukuh
dalam cahaya bintang. Kulihat di sebelah hilir, sangat jauh,
sebuah titik hitam . Cepat-cepat aku berkayuh ke titik itu yang
ternyata hanyalah dua batang kayu penggergajian yang diikat
Petualangan Huckleberry Finn 109

m enjadi satu. Kulihat titik yang lain, kukejar, kulihat yang lain
lagi, dan kali ini dugaanku benar, rakit kam i!
Sesam painya di rakit, kulihat J im sedang duduk dengan
kepala bertopang pada lutut, tidur. Tangan kanannya m em eluk
tangkai dayung kem udi, sedang dayung lainnya patah. Rakit itu
penuh dengan daun-daun, ranting-ranting dan lum pur. J adi dia
juga repot sekali m enem bus pulau-pulau kecil yang kulalui tadi.
Kuikatkan perahu pada rakit. Aku berbaring tepat di bawah
hidun g J im , m en ggeliat dan m en guap serta m em ukuln ya
dan berkata “Halo, J im , tertidurkah aku? Mengapa tak kau
bangunkan?”
“Tuhan Maha Besar! Astaga! Kaukah ini, Huck? Kau tidak
m ati? Kau tidak terbenam ? Kau kem bali lagi? Aduhai, ham pir-
ham pir tak bisa kupercaya, Sayang, biarkan aku m elihat m ukam u,
Huck, biarkan aku m enjam ahm u. Ya, kau tidak m ati, kau m asih
hidup, dan sehat, kau betul-betul Huck yang baik! Syukurlah!
“Astaga, kau ini kenapa, J im ? Mabuk?”
“Mabuk? Apakah aku m abuk? Sem patkah aku m abuk?”
“Mengapa pem bicaraanm u aneh-aneh?”
“Aneh bagaim ana?”
“Bagaim ana? Wah, bukankah kau berbicara tentang aku
kem bali dan sebagainya seolah-olah aku telah m eninggalkan rakit
ini?”
“Huck... Huck Finn, pandang m ataku, pandang m ataku.
Apakah kau tadi tidak pergi?”
“Baru saja pergi? Apa m aksudm u? Aku tak pernah pergi ke
http://facebook.com/indonesiapustaka

m ana-m ana. Ke m ana aku bisa pergi?”


“Lihat kem ari, Tuan. Ada yang tak beres. Apakah aku ini aku,
atau siapakah aku ini? Apakah aku ini di sini atau di m ana? Itulah
yang ingin kuketahui.”
“Kalau tak salah kau m em ang di sini, J im , tapi kukira otakm u
sudah tak beres.”
110 Mark Twain

“Betulkah? Kini jawablah. Bukankah kau telah pergi dengan


m em bawa tali takit untuk m enam batkannya pada sebuah gosong?”
“Tidak. Gosong yang m ana? Di sini tak ada gosong sam a
sekali.”
“Kau tak m eliaht gosong satu pun? Lihat padaku. Bukankah
tali itu putus dan rakit ini hanyut dibawa arus? Dan kutinggalkan
kau di dalam kabut?
“Kabut yang m ana?”
“Kabut yan g... kabut yan g turun sepan jan g m alam in i.
Bukankah kau berteriak-teriak, dan bukankah aku berteriak-
teriak hingga kita saling tak tahu arah lagi di antara pulau-pulau
kecil, m asing-m asing tak tahu di m ana berada? Dan bukankah
aku m enubruk pulau-pulau itu hingga ham pir saja rakit ini
pecah? Bukankah begitu, Tuan, bukankah begitu?”
“Kau m em buatku bingung, J im . Aku tak pernah m elihat
adanya kabut, atau pulau-pulau, atau... pokoknya sem ua yang kau
katakan tadi aku tak tahu. Aku duduk di sini, berbicara de nganm u
sepanjang m alam sam pai kau tertidur sepuluh m enit yang lalu,
dan kukira aku pun tertidur pula setelah itu. Tam paknya m em ang
tak m ungkin kau m abuk, jadi tentu kau berm im pi.”
“Tapi bagaim ana aku bisa m em im pikan sem ua itu dalam
sepuluh m enit.”
“J elas kau m im pi, sebab apa yang kau katakan tak pernah
terjadi.”
“Tapi, Huck, sem uanya jelas sekali dalam pengliha tanku....”
“Tak peduli bagaim ana jelasnya, tapi tak ada buktinya hal itu
http://facebook.com/indonesiapustaka

terjadi. Aku tahu betul hal itu sebab sepanjang m alam aku ada di
sini.”
Selam a lim a m en it J im terdiam , term en un g berpikir.
Kem udian ia berkata, “Wah, kalau begitu benarlah aku berm im pi,
Huck, tapi dem i Tuhan, m im pi tadi m alam sangat nyata terasa.
Dan tak pernah aku berm im pi sam pai badanku lelah begini.”
Petualangan Huckleberry Finn 111

“Itu tak aneh, J im , m im pi kadang-kadang m em ang am at


m elelahkan . Agakn ya m im pim u itu san gat ajaib, J im , coba
ceritakan.”
J im m ulai bercerita. Sem uan ya diceritakan n ya, dari
perm ulaan, hanya banyak sekali kejadian-kejadian yang dibesar-
besarkannya. Selesai bercerita, ia ingin m enafsirkan im pian itu,
sebab im pian seperti itu pastilah dikirim kan padanya sebagai suatu
peringatan. Gosong pertam a yang akan kupakai sebagai tam bahan
rakit dikatakannya sebagai seseorang yang akan m enolong kam i,
sedang arus sungai adalah orang lain yang m em isahkan kam i
dari orang tadi. Teriakan-teriakan yang didengarnya adalah
peringatan-peringatan yang sese kali akan datang pada kam i,
yang bila tidak kam i ikuti akan m em bawa kesialan. Gosong-
gosong serta pulau-pulau kecil itu adalah kesulitan-kesulitan yang
akan kam i dapat dalam berhadapan dengan orang-orang yang
suka bertengkar dan orang-orang berhati jahat. Tapi bila kam i
berdua tak m enyanggah kem auan m ereka, dan selalu m engikuti
peringatan m ereka, m aka kam i akan selam at m elewati kabut.
Sam pai ke sungai luas lagi diartikannya sebagai tiba di negara-
negara bebas perbudakan tanpa m endapat banyak kesulitan lagi.
Pada waktu aku sam pai ke rakit itu, hari m asih gelap,
tapi sehabis J im m engoceh, hari terang dan tam pak jelas kini
ranting-ranting, daun-daun, lum pur serta dayung yang patah.
Kutunjukkan sem ua itu pada J im dan bertanya, “Bagus sekali
caram u m engartikan, J im , lalu ini sem ua apa artinya?”
J im m em perhatikan sam pah itu, kem udian m em perhatikan
http://facebook.com/indonesiapustaka

aku dan balik m em perhatikan sam pah lagi. Im pian yang telah
diceritakannya tadi agaknya kuat sekali tertanam di otaknya
hingga sukar baginya untuk m encabut kem bali. Tapi ketika sem ua
itu telah ditelaahnya, tanpa tersenyum ia m em andang m ataku
tepat-tepat dan berkata, “Artinya? Baiklah, akan kuceritakan.
Waktu aku telah lelah m engem udikan rakit ini, dan telah lelah
112 Mark Twain

m em anggilm u, aku tidur. Hatiku bagaikan pecah, terlalu sedih


m em ikirkan kehilanganm u. Sam a sekali aku tak peduli akan kese-
lam atan diriku atau rakit ini. Dan ketika aku terbangun, kulihat
kau telah berada di sini, selam at. Aku begitu gem bira hingga
air m ataku bercucuran, m au rasanya aku berlutut di kakim u,
m encium kakim u; aku begitu bersyukur atas keselam atanm u. Tapi
yang kau pikirkan hanyalah bagaim ana kau bisa m em perm ainkan
J im tua yang tolol ini dengan berdusta. Yang kau lihat ini adalah
sam pah, dan itulah nam a yang cocok bagi orang yang m em buat
m alu sahabat karibnya.”
Perlahan J im bangkit, m asuk ke dalam gubuk tanpa berkata-
kata lagi. Tapi m em ang tak perlu ia berkata-kata lagi, cukup sudah
bagiku. Kata-katanya m em buatku m erasa sangat kejam padanya,
m au rasanya aku m encium kakinya agar ia m au m elupakan
sem ua kata-kataku.
Lim a belas m enit kuperlukan untuk m em beranikan diriku,
m em inta m aaf pada orang negro itu. Ya, aku m erendahkan diriku
di depan budak itu, tapi aku tak pernah m enyesal karenanya. Tak
pernah lagi aku m engganggunya, dan bila saja aku tahu ia akan
begitu sedih, aku pun tak akan m enipunya dengan om ong kosong
tentang im pian itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKIBAT MELANGGAR
PANTANGAN TERHADAP
KULIT ULAR

SEPANJ ANG HARI kam i tidur, baru berangkat lagi setelah


m alam tiba. Kam i berakit di belakang sebuah rakit raksasa yang
m em punyai em pat pendayung besar, jadi kira-kira ada tiga puluh
orang di atasnya. Di atas rakit raksasa itu ada em pat buah gubuk
yang terpisah-pisah, dengan sebuah tem pat api unggun di tengah-
tengahnya dan pada tiap ujung terdapat sebatang tiang bendera.
Pasti bangga m enjadi pekerja di rakit besar itu.
Kam i m elewati sebuah tikungan besar di sungai itu. Langit
m ulai m endung dan hawa terasa panas. Sungai m asih m elebar,
http://facebook.com/indonesiapustaka

dengan hutan lebar di kedua sisinya. Di kedua tepi itu tak sekali
pun terlihat cahaya api atau daerah yang tak berhutan. J im dan
aku berbicara tentang Cairo, tanpa m engetahui apakah kam i
telah sam pai di kota itu. Menurut pendapatku m ungkin kam i
tak akan tahu, sebab kudengar di kota itu hanya ada dua belas
114 Mark Twain

rum ah, jadi bila kam i lewat pada waktu m alam dan di antara
rum ah-rum ah itu tak ada yang m enyalakan lam punya, pastilah
kam i tak akan tahu. Tapi m enurut J im , kota itu terletak pada
pertem uan dua batang sungai, jadi m udah diketahui. Mungkin
juga, kataku, kam i m elewati pertem uan kedua sungai itu, tapi
kam i beranggapan bahwa yang kam i lewati hanyalah ujung
sebuah pulau, dan sesungguhnya kam i m asih berada di sungai
itu juga. Ini m em buat J im gelisah. Aku juga. Apa yang akan
kam i perbuat? Aku m engusulkan untuk m enuju ke pantai bila
kelihatan cahaya, lalu berkata pada orang pantai itu, bahwa aku
m endahului bapak yang m em bawa perahu kedai dan tidak tahu
m asih berapa jauh lagi Cairo. J im setuju akan usulku itu, m aka
selesailah pem bicaraan kam i, lalu kam i berbaring-baring sam bil
m engisap pipa.
Kini yang kam i kerjakan hanyalah m em perhatikan kalau-
kalau ada kota di tepi sungai. J im m erasa seluruh nasibnya
bergantung pada hal tersebut. Pada saat kota itu tam pak, ia
akan m enjadi orang bebas. Tetapi bila kota itu terlam paui, ia
akan kem bali ke daerah perbudakan lagi dan tak akan punya
kesem patan lagi untuk bebas.
J im jadi sangat gelisah, setiap saat ia bangkit, berseru, “Itu!
Cairo!”
Tetapi ternyata bukan. Yang dilihatnya hanyalah kunang-
kunang. Terpaksa J im duduk lagi, gelisah seperti sem ula. begitu
dekat ke kebebasan m em buatnya gem etar bagaikan dem am . Dan
m endengarkan celoteh budak negro itu m em buat aku gelisah
http://facebook.com/indonesiapustaka

juga. Ia sudah ham pir m erdeka, dan siapa yang m em buatnya


bebas? Aku! Hati nuraniku m engatakan bahwa m em bebaskan
budak itu adalah suatu kesalahan besar. Tadinya m em ang tak
terpikirkan hal itu olehnya. Tapi kini pikiran itu m enyiksa diriku.
Aku m encoba m engurangi rasa salahku dengan m enyatakan pada
diriku sendiri, bahwa aku tidak m elarikan J im dari pem iliknya
Petualangan Huckleberry Finn 115

yang sah, tetapi tak ada gunanya. Setiap saat hatiku berkata, “Kau
tahu dia m elarikan diri. Mestinya kau harus m enyerahkannya
pada sese orang di pantai.” Dem ikianlah, tak pernah aku bisa
m engalahkan suara hatiku. Setiap saat hati kecilku berkata, “Apa
sebenarnya yang telah diperbuat oleh Nona Watson padam u
hingga kau tega m elihat budak negronya m elarikan diri, tepat di
depan hidungm u tanpa m encegahnya? Apa yang telah dikerjakan
oleh wanita tua yang m alang itu hingga kau bisa berbuat sekejam
itu? Nona Watson telah m engajarm u m enulis dan m em baca.
Mengajarm u bersikap sopan santun. Mengajarkan sem ua hal
yang baik-baik. Itu lah yang diperbuatnya bagim u. Dan apa
balasanm u?”
Mau rasanya aku m ati m engenangkan kejahatan yang kubuat
itu. Aku berjalan m ondar-m andir di rakit itu, dalam hati m em aki-
m aki diriku sendiri, sem entara J im juga berjalan m ondar-m andir
dengan arah yang berlawanan. Kam i berdua sangat gelisah. Setiap
kali J im m elonjak dan berseru, “Itu Cairo!”, aku m erasa seolah-
olah tubuhku ditem bus sebutir peluru, dan bila saja yang dilihat
J im itu betul-betul Cairo, rasanya aku akan m ati tegak.
Sem entara aku sibuk berbicara sendiri dalam hati, J im
berbicara keras-keras tentang rencana m asa depannya. Bila ia
telah sam pai ke negeri bebas, ia akan m enabung setiap sen yang
didapatnya, hingga cukup untuk m enebus istrinya yang m enjadi
budak di sebuah desa pertanian dekat tem pat asal Nona Watson.
Setelah itu, setelah istrinya bebas, m ere ka berdua akan bekerja
keras untuk m enebus kedua anaknya. Dan bila m ajikan anak-
http://facebook.com/indonesiapustaka

anak itu tak m au m enjual m ereka. J im akan m inta tolong pada


kaum Pem bebas Budak untuk m encurinya.
Terasa beku hatiku m endengar kata-katanya itu. Dahulu tak
m ungkin J im berani berbicara seperti itu. Lihatlah betapa besar
perubahannya karena tahu bahwa sebentar lagi akan bebas. Tepat
seperti peribahasa, “Berilah seorang negro sejengkal, dan ia akan
116 Mark Twain

m engam bil sehasta.” Inilah akibat kurang pikirku. Budak negro


ini, yang telah kutolong untuk m elarikan diri, tanpa m alu-m alu
m engatakan bahwa ia akan m encari anak-anaknya. Anak-anak
yang dim iliki oleh orang yang tidak aku kenal, seseorang yang
belum pernah m enyakiti hatiku sam a sekali.
Betapa m enyesal aku m endengar kata-kata J im . Betapa
rendah nya hati J im . Hati kecilku begitu tersiksa hingga akhir-
nya aku berkata padanya dalam hati, “J angan siksa diriku lagi,
m asih belum terlam bat, aku akan berkayuh ke tepi pada lam pu
pertam a yang kulihat dan akan kubuka rahasia J im .” Seketika
aku m erasa agak senang. Sem ua kerisauan hatiku lenyap. Aku
pun ikut m em perhatikan kalau-kalau terlihat cahaya di pantai,
dan rasanya aku pun ikut m enyanyi dalam hati. Akhirnya tam pak
sebuah kerlipan lam pu. J im berseru, “Kita selam at, Huck, kita
selam at! Ayo, pergilah ke sana, cepat! Itulah Cairo, akhirnya
sam pai kita ke Cairo! Aku tahu pasti!”
“Aku akan m elihat ke sana, J im . Mungkin juga itu bukan
Cairo.”
J im cepat-cepat m em persiapkan perahu. Dialasinya tem pat
duduk perahu dengan baju tebal. Sam bil m em berikan dayung
padaku, ia berkata, “Segera aku akan berteriak kegirangan, dan
akan kukatakan padam u bahwa atas jerih payah Huck-lah aku
jadi orang m erdeka. Tanpa Huck aku tak akan bisa bebas. Huck
yang m em bebaskan. J im tak akan pernah m elupakanm u, Huck.
Kau sahabat terbaik J im dan kaulah satu-satunya sahabat J im
kini.”
Tadi aku ingin sekali bergegas ke pantai untuk m em buka
http://facebook.com/indonesiapustaka

rahasia J im , tapi kata-kata J im ini m em buatku bim bang lagi. Aku


tak tahu apakah aku gem bira atau sedih waktu perlahan kudayung
perahuku m eninggalkan rakit. Ketika aku berada kita-kira lim a
puluh yard dari rakit, kudengar J im berkata-kata sendiri, “Huck
yang dapat dipercaya telah berangkat kini, satu-satunya orang
kulit putih yang baik dan m enepati janjinya pada J im si tua ini.”
Petualangan Huckleberry Finn 117

Kata-kata ini m em buat hatiku m akin bim bang. Nam un aku


m engeraskan hatiku, tak ada jalan lain, J im harus kuserahkan
pada orang di pantai itu. Tepat saat itu sebuah biduk dengan dua
orang lelaki bersenjata di dalam nya m endekat. Mereka berhenti,
aku pun berhenti. Salah seorang di antara m ereka bertanya
padaku, “Apa itu di sana?”
“Bagian dari rakit,” jawabku.
“Kau dari sana?”
“Ya, Tuan.”
“Ada orang di dalam nya?”
“Hanya seorang, Tuan.”
“Hm , m alam ini ada lim a orang budak negro m elarikan diri.
Orang di rakitm u itu putih atau hitam ?”
Aku tak segera m enjawab. Kucoba, tapi tak sepatah kata
pun keluar. Kukuatkan hatiku untuk m em buka rahasia J im , tapi
nyatanya aku tak berhati jantan untuk itu, aku sepenakut kelinci.
Nyata bagiku bahwa tubuhku terasa lem as, m aka tak kucoba
untuk m enguatkan hati lagi, dan aku m enjawab, “Putih, Tuan.”
“Agaknya lebih baik bila kam i pergi ke sana untuk m elihat
sendiri.”
“Aku pun berharap dem ikian, Tuan,” kataku, “sebab orang
itu adalah bapakku, dan m ungkin Tuan-tuan m au m enolongku
m enarik rakit itu ke tepi dekat cahaya api itu. Bapak sakit, begitu
juga Em ak dan Mary Ann.”
“Oh, astaga, kam i sedang tergesa-gesa, Nak. Tapi baiklah,
agaknya kau terpaksa kam i tolong. Ayo, kita ke sana!”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Aku m em belokkan perahu, dan berkayuh ke arah rakit,


diikuti oleh kedua orang itu. Ketika kam i telah berdayung dua
kali, aku berkata, “Bapak akan sangat gem bira atas pertolongan
Tuan-tuan ini. Setiap orang yang kupinta pertolongan untuk
m enarik rakit kam i selalu pergi m enjauh. Aku sendiri tak akan
bisa m engerjakan seorang diri.”
118 Mark Twain

“Hm , orang-orang tak berperikem anusiaan. Tapi aneh juga.


Sebenarnya kenapakah bapakm u, Nak?”
“Ia... ia... sedang sakit... oh, tidak, tidak apa-apa, Tuan.”
Mereka berdua berhenti berdayung. Waktu itu kam i telah
dekat sekali ke rakit. Salah seorang di antara kedua orang
itu berkata, “Nak, agaknya kau berdusta. Kenapa sebenarnya
bapakm u? Katakan sebenarnya!”
“Aku akan berkata sebenarnya, Tuan, sejujurnya... tapi,
harap jangan tinggalkan kam i. Bapakku kena... kena... Tuan-tuan,
bila saja Tuan lebih dahulu ke pantai, akan kulem parkan tali rakit
pada Tuan-tuan, jadi Tuan-tuan tak usah m endekat ke rakit.”
”Mundurkan, J ohn, m undur!” seorang berseru, dan perahu
m ereka m undur. “J angan m endekat, Nak, tetaplah di bawah
a ngin. Astaga, pastilah angin telah m em bawa benih penyakit pada
kam i. Bapakm u kena cacar, bukan? Mengapa tak kau katakan
sedari tadi? Kau ingin seluruh daerah ini kejangkitan wabah
cacar?”
“Ti– tidak, Tuan ,” suaraku kubuat gem etar, “tadin ya
kukatakan hal itu pada sem ua orang, akibatnya tak ada yang m au
m endekati kam i.”
“Kasihan, tapi betul juga tindakan m ereka. Kam i sa ngat
m enyesal akan keadaanm u, Nak, tapi kau harus tahu bahwa
kam i tak ingin kejangkitan cacar itu. Dengar, jangan coba-coba
m erapatkan rakitm u itu ke pantai tanpa bantuan, salah-salah
akan pecah rakit itu terdam par. Berhanyutlah terus, kira-kira dua
puluh m il dari sini, di tepi kiri, terdapat sebuah kota. Agaknya
http://facebook.com/indonesiapustaka

akan kau capai tem pat itu di siang hari nanti. Mintalah tolong
pada orang-orang di sana, tapi jangan katakan ayahm u kena
cacar, katakan saja bahwa ia sakit dem am . J angan berbuat tolol
lagi. Kam i berm aksud baik padam u, jadi bikinlah jarak dua puluh
m il di antara kita. Tak ada gunanya engkau m endarat di cahaya
api itu, itu han yalah tum pukan kayu perusahaan. Oh, ya, kukira
Petualangan Huckleberry Finn 119

ayahm u m iskin dan sedang sial juga. Nih, kutaruh uang em as


dua puluh dolar di papan ini, kau bisa m engam bilnya nanti bila
hanyut kem ari. Aku m enyesal sekali tak bisa m enolongm u, tapi
penyakit cacar tak boleh dianggap enteng.”
“Tunggu, Parker,” sela tem annya. “Ini sum banganku untuk
anak itu, dua puluh dolar juga. Selam at jalan, Nak, lakukan
nasihat Tuan Parker itu dan kau akan selam at.”
“Benar, Nak, selam at jalan, selam at berpisah. Bila kau tem ui
salah seorang budak negro yang lari itu, cepat cari pertolongan
untuk m enangkapnya, kau akan m endapat hadiah.”
“Selam at tinggal, Tuan, tak akan kubiarkan seorang budak
negro yang m elarikan diri lepas dari tanganku,” sahutku.
Mereka pergi, dan aku naik kem bali ke rakit setelah m engam -
bil uang yang em pat puluh dolar itu. Sedih hatiku, sebab ternyata
aku telah berbuat salah lagi. Rasanya tak akan bisa aku m enem puh
jalan yang benar, sebab bila sejak kecil aku tak bisa berbuat benar,
m aka kelak bila aku dalam keadaan terjepit aku tak akan bisa
m endapatkan dukungan sedikit pun untuk berbuat benar, dan
m am puslah aku. Tapi terpikir juga olehku, bila kuserahkan J im
apakah hatiku akan tenang, lebih senang dari keadaan sekarang?
Tidak, pasti aku juga akan segelisah ini. J adi apa gunanya
m encoba berbuat baik bila dengan berbuat baik itu kita m asih
m enghadapi kesulitan, sedang dengan berbuat salah kesulitan itu
tak ada, sem entara hasil yang bisa dicapai oleh keduanya sam a?
Pikiranku buntu. Aku tak bisa m enjawab pertanyaan itu. Maka
lebih baik tak usah kupikirkan lagi, selain m engerjakan apa saja
http://facebook.com/indonesiapustaka

yang paling m udah di kelak kem udian hari.


“Aku di sini, Huck! Apakah m ereka sudah jauh? J angan
keras-keras berbicara.”
Ternyata ia berada di dalam sungai, di bawah dayung besar
buritan dengan hanya lubang hidungnya yang m uncul di atas air.
Kukatakan bahwa orang-orang itu telah jauh. Ia naik kem bali dan
120 Mark Twain

berkata, “Aku m endengarkan sem ua pem bicaraanm u, Huck. Aku


m enyelinap ke air, dan bila m ereka ke rakit aku akan berenang ke
tepi untuk kem udian berenang kem bali ke rakit bila m ereka telah
pergi. Tapi dem i Tuhan, kau betul-betul telah m am pu m enipu
m ereka, Huck! Sangat cerdik sekali! Dengar, Nak, kau telah
m enolong J im tua ini, dan J im tak akan bisa m elupakanm u untuk
hal itu, Sayang.”
Kam i m em bicarakan tentang uang yang kam i dapat. Keuntu-
ngan yang cukup besar, m asing-m asing dapat dua puluh dolar.
Dengan uang itu, kata J im , kam i bisa m em beli karcis sebagai
penum pang geladak pada kapal uap, bahkan m asih banyak
sisanya untuk berpergian ke negara-negara bebas. Ia berkata
dua puluh m il tak begitu jauh bagi perjalanan rakit kam i, tapi
alangkah lebih m enyenangkan bila jarak itu telah kam i lalui.
Men jelan g fajar kam i berlabuh. Rakit kam i tam batkan .
J im sangat hati-hati dalam m enyem bunyikan rakit. Sepanjang
hari ia m em bereskan barang-barang, m engum pulkannya dalam
bungkusan-bungkusan besar, bersiap-siap untuk m enginggalkan
rakit.
Aku m eninggalkan rakit dengan naik perahu untuk m e-
nanyakan nam a kota itu. Segera saja aku bertem u dengan seorang
lelaki yang sedang naik perahu juga, sedang m em asang um pan
pada serentengan m ata kail. Aku berhenti di sam ping perahunya
untuk bertanya, “Tuan, apakah itu kota Cairo?”
“Cairo? Bukan. Agaknya kau seorang yang am at tolol.”
“Kota apa itu, Tuan?”
“Bila kau ingin tahu, pergi ke sana dan tanya sendiri. Bila kau
http://facebook.com/indonesiapustaka

ganggu aku lagi dengan ketololanm u setengah m enit saja, akan


kau dapatkan yang tak kau inginkan.”
Aku kem bali ke rakit. J im sangat kecewa, tapi aku berkata
m ungkin kota berikutnya adalah Cairo.
Sebelum m atahari terbit, kam i m elewati sebuah kota lagi,
dan aku sudah akan berangkat untuk bertanya tetapi tak jadi
Petualangan Huckleberry Finn 121

sebab kulihat kota itu berada di atas tebing tinggi. Tak ada tebing
tinggi di sekitar Cairo, kata J im . Dan m em ang begitu seingatku.
Hari itu kam i berlabuh di sebuah gosong yang am at dekat dengan
tepi sungai. Suatu kecurigaan m uncul di hatiku, dan aku berkata
pada J im , “J im , m ungkin kita telah m elam paui Cairo waktu kabut
tebal turun itu.”
“J angan berkata tentang Cairo lagi, Huck. Negro yang m alang
seperti aku ini m em ang tak akan pernah m endapat kesenangan.
Kukira nasib sial yang ditim bulkan oleh karena kau berm ain-
m ain dengan kulit ular di Pulau J ackson itu belum juga habis,”
“Oh, J im aku sungguh m enyesal, betul-betul m enyesal aku
telah m em egang kulit ular itu.”
“Bukan kesalahanm u, Huck, kau m em ang tak tahu. J a ngan
kau sesali dirim u.”
Waktu hari siang apa yang kam i takutkan terbukti. J elas
sekali ada dua m acam air di sungai kini, air jernih sungai Ohio
di tepi kiri dan di luarnya air berlum pur cokelat dari su ngai
Mississippi. Sungai Ohio telah bergabung dengan Mississippi!
J adi pasti sudah bahwa Cairo telah kam i lewati.
Kam i berunding lagi. Bahaya bagi kam i untuk berjalan kaki.
Dan tak m ungkin rakit kam i bawa m em udik sungai. J adi, tak
ada jalan lain kecuali m enunggu hari gelap, kem udian berperahu
m udik, m enyerahkan diri pada nasib. Kam i tidur sepanjang
hari di antara sem ak-sem ak pohon kapas untuk m engum pulkan
tenaga. Dan ketika kam i kem bali ke rakit hari telah gelap, ternyata
perahu kam i lenyap!
http://facebook.com/indonesiapustaka

Beberapa saat kam i tak bisa berbicara. Kam i cukup tahu


bahwa ini pun hasil kerja si kulit ular. Apa gunanya dipercakap-
kan lagi? Bila kam i m encari-cari sebab kesalahan kam i, tak akan
ada gunanya, m alah m enam bah sial saja. Nasib sial akan terus
m enim pa kam i bila kam i tak bisa m enutup m ulut untuk tidak
m engeluh.
122 Mark Twain

Akhirnya kam i m erundingkan apa yang akan kam i perbuat


kini. Kam i sam pai pada keputusan untuk terus m enghilir su ngai
sam pai kam i punya kesem patan untuk m em beli perahu. Tak guna
m em injam perahu bila yang punya tiada seperti kebiasaan Bapak,
sebab orang yang kehilangan perahu itu pasti akan m encoba
m encari kam i.
J adi kam i berangkat lagi dengan rakit m alam itu.
Bila kalian tak percaya akan pantangan m engenai kulit ular,
bisa kalian baca seterusnya apa yang terjadi pada kam i. Dan
setelah itu kalian pasti percaya.
Tem pat untuk m em beli perahu adalah di tem pat tam ba ngan
rakit di pantai. Tapi kam i tak m elihat rakit tertam bat, jadi selam a
lebih dari tiga jam kam i hanya berhanyut terus. Langit m endadak
m endung, hingga m alam am at gelap, sungai bagaikan diliputi
kabut. Kita tak bisa m elihat jelas bentuk sungai, dan tak bisa
m engira-ngira jarak. Agaknya m alam telah sangat larut ketika
m endadak saja m uncul sebuah kapal uap m em udik sungai. Kam i
nyalakan lentera agar orang-orang kapal itu m elihat kam i. Kapal
uap yang m em udik biasanya tak m endekati jalur yang akan kam i
lalui, sebab m ereka m encari tem pat-tem pat yang lem ah arusnya
di antara batu-batu karang. Tetapi m alam -m alam gelap seperti
ini m ereka tak pilih-pilih lagi, m ereka m enggunakan kekuatannya
untuk m enentang sungai raksasa ini.
Kam i telah m endengar suaranya, tapi baru bisa m elihat waktu
kapal itu telah sangat dekat. Dan dia m engarah tepat kepada kam i!
Mem ang sering kali juru m udi kapal uap itu bergurau, m encoba
http://facebook.com/indonesiapustaka

kepan daian m ereka un tuk m en dekati sebuah rakit sedekat


m ungkin hingga kadang-kadang jentera dayung m ereka m elanda
sam pai patah dayung rakit, kem udian pandu kapal m elongokkan
kepala sam bil tertawa m em banggakan kepandaiannya. Dan kapal
ini begitu dekat, kam i kira juru m udinya juga sedang m ain-m ain.
Nam un nyata sekali haluannya tak berubah sedikit pun. Kapal
Petualangan Huckleberry Finn 123

uap ini sangat besar, dan agaknya sedang tergesa-gesa, ia datang


bagaikan sebuah m endung besar yang dikelilingi oleh ulat-ulat
bercahaya. Mendadak saja yang berada di hadapan kam i adalah
sesuatu benda m ahabesar dengan deretan panjang pintu-pintu
perapian yang terbuka dan m em perlihatkan api m em bara panas,
sedang haluannya sudah berada di atas kam i. Kam i dengar suatu
teriakan yang tertuju kepada kam i, serta suara lonceng berdering
tanda bahwa m esin harus dim atikan, hiruk-pikuk m akian serta
siulan uap—ternyata J im terlem par ke sam ping, aku terlem par ke
sisi lain. Kapal uap itu telah m enerjang rakit kam i tepat di tengah
lunas.
Aku m enyelam , m enyelam dalam -dalam , kalau bisa sam pai
m encapai dasar sungai, sebab roda pendayung kapal uap itu
bergaris tengah sem bilan m eter dan pasti akan berputar di atasku.
Biasanya aku tak tahan berada di dalam air selam a satu m enit,
tapi kai ini agaknya aku berada di dalam air selam a satu setengah
m enit. Kem udian aku tergesa-gesa m elonjak ke perm ukaan air,
dadaku serasa akan pecah. Kusem burkan air dari m ulutku, dan
aku m egap-m egap kehabisan napas. Arus am at deras, sebab kapal
uap itu pa ling-paling hanya m em atikan m esin selam a sepuluh
detik sebab biasanya orang-orang kapal m em andang rendah pada
orang-orang rakit. Kini kapal tersebut telah ditelan kegelapan
m alam , dayungnya m em buat air bergolak. Tak kulihat lagi tapi
suaranya m asih bisa kudengar.
Aku berteriak-teriak m em anggil J im sekira dua belas kali,
tapi rasanya tak ada jawaban. Aku m enyam bar-nyam bar sebuah
http://facebook.com/indonesiapustaka

papan yan g m en yen tuhku waktu aku sedan g m en gam ban g.


Dengan m em egang papan sebagai pelam pung, aku berenang ke
arah pantai. Tetapi ternyata aku berada di sebuah belokan arus
yang m enuju ke tepi kiri, terpaksa kuikuti arus yang kuat itu.
Belokan arus itu panjangnya kira-kira dua m il, lam a sekali
terasa baru kucapai pantai. Aku m endarat dengan selam at.
124 Mark Twain

Kupanjat tebing sungai. Hari terlalu gelap, aku ham pir tak bisa
m elihat apa-apa. Aku terpaksa m eraba-raba kira-kira sepanjang
seperem pat m il atau lebih, hingga tanpa kusadari aku berada di
depan sebuah rum ah kuno yang am at besar, terdiri dari dua buah
rum ah yang digandengkan m enjadi satu. Aku sudah berm aksud
un tuk m en in ggalkan tem pat tersebut ketika m en dadak saja
ban yak sekali an jin g m un cul m elom patiku, m en yalak dan
m enggonggong. J alan terbaik bagiku adalah tak beranjak sedikit
pun dari tem patku berdiri.
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKU TINGGAL PADA KELUARGA
GRANGERFORD

KIRA-KIRA SEMENIT kem udian seseorang berseru dari jendela


tanpa m enongolkan kepala, “Diam , anak-anak! Siapa itu?”
“Aku!” jawabku.
“Aku siapa?”
“George J ackson, Tuan.”
“Mau apa kau?”
“Tak apa-apa, Tuan. Aku hanya akan lewat saja, tapi anjing-
anjing itu m enahanku.”
“Untuk apa kau berkeliaran di sini m alam -m alam begini,
http://facebook.com/indonesiapustaka

he?”
“Aku tak berkeliaran, Tuan, aku jatuh dari kapal uap.”
“Oh, begitukah? Ayo, nyalakan lam pu. Siapa nam am u?”
“George J ackson, Tuan. Aku hanya seorang anak.”
“Dengar. Bila kau berkata sebenarnya, kau tak usah takut,
tak akan ada yang m enyakitim u. Tapi jangan coba-coba bergerak,
126 Mark Twain

jangan beranjak dari tem patm u berdiri. He, kalian, bangunkan


Bob dan Tom serta am bil senjata. George J ackson, kau bertem an?”
“Tidak, Tuan.”
Kudengar beberapa orang bergerak di dalam rum ah. Sebuah
lam pu m enyala, dan suara tadi berkata, “J angan taruh lam pu itu
di situ, Betsy, tolol engkau! Taruh di lantai di depan pintu. Bob,
bila kau dan Tom telah siap, am bil tem patm u m asing-m asing.”
“Siap.”
“Baiklah. George J ackson , ken alkah kau pada keluarga
Shepherdson?”
“Tidak Tuan, belum pernah kudengar nam a m ereka.”
“Hm , m ungkin betul, m ungkin juga kau berdusta. Nah, sem ua
siap kini. Majulah, George J ackson. Dan ingat, jangan bergerak
terlalu tergesa-gesa, pelan-pelan saja. Bila kau bertem an, biarkan
tem anm u itu tinggal di tem patnya, bila ia ikut m uncul, ia akan
ditem bak. Majulah. Perlahan. Dorong pintu di depanm u sam pai
cukup untukm u m enyelinap m asuk. Kau dengar sem ua itu?”
Aku bergerak pelan sekali, selangkah dem i selangkah aku
m aju, sunyi sekali, yang terdengar hanyalah detakan jantungku.
An jin g-an jin g yan g m en gerum un iku juga telah diam sejak
dibentak tadi, kini m ereka terus m engikuti setiap langkahku.
Ketika aku m encapai am bang pintu yang terbuat dari tiga buah
balok kayu, kudengar dari dalam palang pintu dan kunci dibuka.
Kudorong pintu perlahan sekali sam pai kudengar seseorang
berkata, “Nah, cukup. Perlihatkan m ukam u!” Aku m enjengukkan
kepalaku ke dalam .
http://facebook.com/indonesiapustaka

Lilin terletak di lantai, beberapa orang m em perhatikanku


dan aku m em perhatikan pula m ereka selam a seperem pat m enit.
Tiga lelaki berbadan besar m engacungkan senapan m ereka ke
arahku, m em buatku sukar bernapas. Yang tertua ram butnya telah
kelabu, um urnya kira-kira enam puluhan, yang lainnya sekitar
tiga pu luhan, sem uanya gagah dan tam pan; tam pak juga seorang
Petualangan Huckleberry Finn 127

nyonya tua yang cantik dan di belakanganya dua orang wanita lagi
yang tak bisa kulihat jelas. Tuan tua tadi berkata, “Nah, kukira
sem ua beres. Masuklah.”
Begitu aku m asuk, orang tua itu m em asang palang pintu
dan gerendelnya, m engajak kedua lelaki yang lebih m uda untuk
m asuk dengan m em bawa senapan m asing-m asing. Kam i sem ua
pergi ke sebuah ruang besar dengan perm adani baru, berkum pul
di sebuah sudut di luar daya tem bak dari jendela depan. Sam a
sekali tak ada jen dela sam pin g. Dalam cahaya lilin sem ua
m em perhatikan aku dan sem ua berkata, “Wah, ia betul-betul
bukan keluarga Shepherdson, tak ada sedikit pun tanda-tanda
keluarga itu padanya.” Si tuan tua m inta m aaf padaku sebelum
ia m enggeledah aku untuk m engetahui apa kah aku tak m em bawa
senjata. Ia tak m em eriksa isi sakuku, hanya m eraba-raba saja
dari luar kem udian berkata bahwa kini sem uanya beres. Ia
m enyuruh aku tenang-tenang saja, seolah-olah di rum ah sendiri,
dan disuruhnya aku bercerita tentang diriku. Tapi nyonya tua tadi
berkata, “Astaga, Saul, anak m alang itu basah kuyup, dan apakah
kau tak m engira ia lapar?”
“Benar, Rachel, aku lupa.”
“Betsy!” nyonya itu m em anggil seorang wanita negro. “Cepat,
cari m akanan untuknya, anak m alang. Dan salah satu di antara
kalian, gadis-gadis, bangunkan Buck dan katakan... oh, ini Buck
datang. Buck, bawa anak ini ke kam arm u, beri dia pakaianm u
yang kering.”
Tam paknya Buck sebaya denganku, um urnya sekitar tiga
belas atau em pat belas tahun, walaupun tubuhnya agak lebih
http://facebook.com/indonesiapustaka

besar dariku. Dia tidak m engenakan apa-apa selain kem eja,


ram butnya awut-awutan. Sam bil m enguap dan m enggosok-gosok
m atanya, serta m enyeret sepucuk bedil ia m endekat dan bertanya,
“Tak ada orang-orang Shepherdson?”
Sem ua m enjawab tidak, ternyata keributan tadi hanyalah
karena salah sangka.
128 Mark Twain

“Hm , bila ada orang-orang Shepherdson, pastilah aku akan


m em bunuh paling sedikit satu.”
Sem ua tertawa, Bob berkata, “Wah, Buck, bila saja kau tak
cepat datang, pasti kam i sem ua telah dikuliti m ereka.”
“Aku tak pernah diberi tahu bila ada apa-apa. Sungguh tak
adil, tak pernah aku diberi kesem patan.”
“J angan khawatir, Buck, anakku,” kata si tua, “kau akan
m enda patkan kesem patan nanti, jangan kau uring-uringan tak
karuan. Kini lakukan perintah ibum u tadi.”
Aku dibawa Buck naik ke kam arnya di tingkat dua. Diberinya
aku sehelai kem eja kasar, selem bar celana dan sebuah jaket.
Sem entara aku berganti pakaian, Buck bertanya siapa nam aku.
Tapi sebelum aku m enjawab, ia telah bercerita tentang seekor
burung dan seekor kelinci yang ditangkapnya kem arin dulu.
Kem udian ia bertanya di m ana Musa pada waktu lilin padam . Aku
tidak tahu, aku sam a sekali belum pernah m endengar cerita Musa
dan lilin itu.
“Coba terka,” kata Buck.
“Bagaim ana aku bisa m enerka bila belum pernah m endengar
hal itu?”
“Tetapi kau bisa m enerka sem aum u, bukan? Mudah saja.”
“Baiklah, tapi katakan, lilin yang m ana?”
“Lilin m ana saja.”
“Aku tak tahu. Di m ana Musa?”
“Wah! Tentu saja ia berada di kegelapan pada waktu lilin
padam . Di m ana lagi?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Nah, bila kau telah tahu, m engapa kau tanyakan padaku?”


“Minta am pun, ini suatu teka-teki, tak tahukah kau? Eh,
berapa lam a kau akan tinggal di sini? Tinggallah selam anya. Kita
akan punya banyak waktu untuk bersenang-senang. Sekolah
sedan g libur. Apakah kau m em pun yai seekor an jin g? Aku
m em punyai anjing yang cerdik, ia bisa m em bawa kem bali kayu
Petualangan Huckleberry Finn 129

yang kita lem parkan ke sungai. Apakah kau senang m enyisir


ram butm u di hari-hari Minggu? Dan berdandan? Aku sam a sekali
tak suka, tapi ibu m em aksaku. Terkutuk celana ini, kukira aku
terpaksa m em akainya kini, sesungguhnya aku tak suka m em akai
celana, terlalu panas! Kau siap? Baiklah. Mari kita turun, Sobat.”
J agung rebus, kornet, m entega, dan susu kental tersedia
untukku di m eja, m akanan yang belum pernah kum akan selam a
ini. Buck, ibunya, dan sem ua keluarganya m engisap pipa, kecuali
budak wanita negro dan kedua orang gadis tadi. Sem entara aku
m akan, m ereka m engisap pipa dan m ena nyaiku. Kini kulihat
bahwa kedua gadis itu m em akai selim ut, m em bungkus tubuhnya;
ram but m ereka panjang. Menjawab pertanyaan m ereka aku
bercerita bahwa keluargaku tinggal di sebuah tanah pertanian
di Arkan sas. Kukatakan saudaraku perem puan , Mary An n ,
m elarikan diri untuk kawin dan tak ketahuan di m ana tinggalnya
kini. Saudaraku Bill m enyusul m ereka tapi tak juga kem bali,
sedang Tom dan Mort m eninggal dunia hingga yang tinggal di
rum ah hanyalah aku dan Bapak. Bapak sakit keras karena terlalu
m em ikirkan kesukaran yang dihadapinya hingga akhirnya dia
pun m eninggal dunia. Kukatakan karena tanah pertanian itu
bukan m ilik kam i, terpaksa aku m engam bil barang-barang yang
tinggal sedikit, kem udian naik kapal uap m em udik sungai, tapi
terjatuh di tem pat itu. Sem ua yang duduk di situ m engatakan aku
bisa tinggal dengan m ereka selam a aku suka. Hari telah ham pir
pagi, sem ua orang pergi tidur. Aku tidur dengan Buck. ketika aku
terbangun di pagi harinya, aku lupa nam a yang kupakai. Sejam
http://facebook.com/indonesiapustaka

aku berusaha m engingat-ingat nam a itu sam pai Buck terbangun


dan aku bertanya padanya, “Buck, dapatkah kau m engeja?”
“Tentu saja dapat,” jawabnya.
“Aku berani bertaruh kau tak bisa m engeja nam aku.”
“Aku bertaruh bisa.”
“Baiklah, coba eja nam aku!”
130 Mark Twain

“G-e-o-r-g-e J -a-x-o-n, nah, betul?”


“Wah, benar. Kukira tadi kau tak bisa. Itu bukan nam a
yang m udah untuk dieja, setidak-tidaknya tanpa dipelajari lebih
dahulu.”
Diam -diam kucatat dan kupelajari nam a itu. Siapa tahu, suatu
hari aku akan disuruh orang m engejanya, dan akan kueja nam a
itu secepat m ungkin seolah-olah aku telah biasa m engerjakannya.
Keluarga itu sangat baik hati, dan rum ahnya juga sangat bagus.
Belum pernah aku m elihat rum ah sebagus dan bergaya seperti
itu. Tidak seperti rum ah lainnya. Pada pintu depannya terdapat
tom bol pem utar dari tem baga untuk m em bukanya seperti rum ah
di kota. Rum ah-rum ah biasa m em akai kan cing pintu besi atau
kayu dengan tali kulit, di kam ar tam u tak ada tem pat tidur atau
bekas-belas tem pat tidur. Dasar tem pat perapiannya dari batu
bata yang selalu dibersihkan dengan air dan digosok dengan bata,
hingga selalu m erah, m alah kadang-kadang dicat pula dengan
warna coklat Spanyol, seperti dikerjakan orang di kota. Kerangka
besinya cukup besar untuk m enahan sebatang balok besar. Di
atas selubung cerobong asap, tergantung sebuah lonceng, di
pertengahan kaca terdapat gam bar sebuah kota dengan gam bar
m atahari sebagai pusat jarum , bandulnya bergoyang-goyang di
belakangnya. Senang sekali m endengarkan lonceng itu berdetak,
sekali-sekali datang seorang penjaga yang m em bersihkan dan
m em perbaiki, dan lonceng itu bisa berdentang sam pai seratus
lim a puluh kali. Berapa pun akan dibeli, lonceng itu tak akan
dijual.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Di kedua sisi lonceng itu, terdapat m asing-m asing seekor


burun g kakaktua yan g terbuat dari batu kapur, tapi dicat
cem erlang. Dekat salah seekor kakaktua itu terdapat seekor
anjing terbuat dari tem bikar, dan di dekat kakaktua lain, ada
seekor ku cing juga dari tem bikar. Bila anjing atau kucing itu kita
pijit, m ereka akan m endecit tanpa m em buka m ulut atau m erubah
Petualangan Huckleberry Finn 131

air m ukanya. Suara decit itu datang dari bawah. Di belakang


benda-benda itu terdapat sebuah kipas dari bulu kalkun yang
terbuka lebar. Di atas m eja di tengah kam ar tam u terdapat sebuah
keranjang berisi buah-buahan dari tem bikar; lebih m erah, lebih
kuning dan lebih indah dari buah-buahan yang asli, tetapi nyata
sekali bahwa itu sem ua hanya tiruan sebab di beberapa tem pat
tem bikarnya telah terkelupas hingga terlihat kapur atau entah apa
di bawahnya.
Alas m eja ini terbuat dari kain m inyak, dengan lukisan
garuda dari cat m erah dan biru. Katanya alas itu datang dari
Philadelphia. Di tiap sudut m eja ditum puk buku dalam susunan
yan g sam a tin ggi. Salah satu di an taran ya adalah sebuah
kitab Injil yang besar, penuh gam bar. Ada juga buku yang
berjudul Kem ajuan Kaum Ziarah tentang seorang lelaki yang
m eninggalkan keluarganya, entah kenapa. Sering juga kubaca
buku itu. Ceritanya m enarik, tapi bahasanya sulit dim engerti.
Buku yang lain berjudul Persem bahan Persahabatan, isinya
hal yang indah-indah dan syair-syair. Syairnya tak kubaca. J uga
ada buku yang berisi pidato-pidato Henry Clay, dan karangan
Dokter Gunn yang berjudul Obat Keluarga yang m enceritakan
bagaim ana cara kita m erawat orang sakit atau m ati. Ada lagi
sebuah buku nyanyian gereja, dan m asih banyak lagi. Kursi-kursi
lipat yang ada di ruang itu serba bagus, tem pat duduknya tidak
m engendur ke bawah seperti keranjang.
Di dinding tergantung banyak lukisan, kebanyakan lukisan
tentang Washington, Lafayettes dan pertem puran, serta sebuah
http://facebook.com/indonesiapustaka

lukisan tentang penandatanganan naskah proklam asi dan bebe-


rapa lukisan wajah Ratu Mary. Di sam ping itu ada pula beberapa
beberapa lukisan krayon, kapur berwarna, yang dibuat oleh salah
seorang putri keluarga itu yang telah m eninggal dunia. Lukisan-
lukisan itu dibuat pada waktu si gadis berum ur lim a belas tahun.
Sangat berbeda dari lukisan yang pernah kulihat, terlalu banyak
132 Mark Twain

warna hitam dari biasanya. Di antaranya terdapat sebuah lukisan


seorang wanita berpakaian serba hitam , dengan pita hitam di
bawah ketiaknya, lengan bajunya m engelem bung bagaikan kubis
di tengah-tengah, topi kain hitam dengan tudung m uka hitam ,
pergelangan kakinya putih, bersilang, dililiti pita hitam dan
m em akai sandal hitam lancip seperti tatah. Wanita itu m em eluk
sebuah nisan di bawah pohon dedalu dengan tangan kanan,
tangan kirinya m em bawa sehelai sapu tangan putih dan sebuah
tas sutra. J udul lukisan itu tertulis di bawahnya: “Aduhai, Aku
Tak Akan Bisa Melihatm u Lagi.”
Sebuah lukisan lagi m enggam barkan seorang wanita m uda
yang ram butnya disisir lurus ke belakang, disanggul dengan
sebuah sisir hingga m irip punggung kursi. Wanita itu m enangis,
m engusap m atanya dengan sapu tangan. Di tangan satunya
seekor burung telentang dengan kaki kaku ke atas. Di bawah
lukisan tertulis: “Aduhai, Aku Tak Akan Bisa Mendengarkan
Kicauanm u Lagi.”
Pada lukisan lainnya tergam bar seorang wanita m uda di
jendela, m em andang bulan dengan air m ata m em basahi pipi.
Tangannya yang satu m em egang sepucuk surat yang terbuka, di
tepinya tam pak tanda lilin cap berwana hitam . Tangan yang lain
m enekan sebuah m edalion berantai ke bibirnya. Tulisan di bawah
lukisan ini berbunyi: “Aduhai, Kau Pergi, Ya, Kau Telah Pergi.”
Lukisan -lukisan itu cukup in dah, tetapi berdiri bulu
tengkukku bila m em perhatikannya lam a-lam a. Sem ua orang
bersedih hati karena gadis itu m eninggal, sebab si gadis banyak
http://facebook.com/indonesiapustaka

sekali m em punyai lukisan, dan m elihat hasil yang telah ada sem ua
orang tahu betapa m ereka seakan dirugikan karena lukisan-
lukisan itu tak terselesaikan. Tapi m enurut pendapatku, m elihat
gejalanya si gadis akan lebih m erasa senang di dalam kubur. Dia
sedang m engerjakan apa yang disebut orang sebagai hasil karyanya
yang terbesar ketika jatuh sakit. Setiap hari, setiap m alam , si
Petualangan Huckleberry Finn 133

gadis berdoa agar ia diperkenankan m enyelesaikan lukisan itu


sebelum m eninggal, nam un agaknya kesem patan untuk itu sudah
tiada. Lukisan yang belum jadi itu m em perlihatkan seorang
gadis bergaun putih, bersandar di pagar sebuah jem batan siap
untuk m elom pat ke sungai, dengan ram but terurai ke belakang
dan wajah m enengadah ke arah bulan dan air m ata m engalir di
pipinya. Gadis itu m em punyai sepasang ta ngan bersilang di dada,
sepasang lagi terjulur ke depan, dan sepasang pula m eraih ke
arah bulan agaknya untuk m elihat pasangan tangan yang m ana
yang cocok agar yang lain bisa dihapus. Tetapi karena pelukisnya
m eninggal dunia sebelum lukisan itu selesai, m aka tangan-tangan
itu tak ada yang terhapus. Lukisan tersebut digantungkan di din-
ding sebelah alas bantal alm arhum , di kam ar tidurnya. Setiap hari
ulang tahun alm arhum , bunga-bunga digantungkan di sekeliling
lukisan itu. Pada saat-saat lain, lukisan itu ditutup dengan tirai
hitam . Gadis dalam lukisan itu wajahnya cukup m anis, tapi
lengan yang terlalu banyak m am buatnya m irip laba-laba.
Waktu hidupnya, si gadis m em buat suatu buku tem pel. Yang
ditem pelkan di situ adalah berita-berita kem atian, kecelakaan
m aut, dan kejadian-kejdian sedih lainnya yang term uat dalam
surat kabar Presby terian Observer. Berita-berita itu kem udian
dibuatnya syair, dikarangnya sendiri. Syair-syairnya bagus. Di
bawah ini contoh syair yang dibuatnya tentang seorang anak
bernam a Stephen Dowling Bots yang jatuh ke dalam sum ur dan
m ati terbenam :
http://facebook.com/indonesiapustaka

ODE BAGI ALMARHUM STEPHEN DOW LING BOTS.


Bila jatuh sakit Stephen si m uda,
Hingga m aut m enjelangny a
Dan adakah hati y ang berduka,
serta berderai air m ata?
Tidak, bukan dem ikian nasibny a,
134 Mark Twain

Stephen Dow ling Bots si m uda


W alau hati di sekelilingny a berduka,
Bukan karena sakit ny aw any a tercantum .
Bukan batuk kering m em buatny a m ati,
Oleh cam pak kulitny a tiada digerogoti;
Bukan peny akit y ang m enodai nam a suci,
Dari si m uda Stephen Dow ling Bots.
Bukan cinta tak terbalas m em beri pukulan m aut
Pada kepalany a y ang beram but keriting,
Bukan pula kesakitan hebat di dalam perut
Mem atikan si m uda Bots, Stephen Dow ling.
O, tidak, dengarkan kini dengan m ata basah,
Tentang kisahny a aku akan bertutur.
Dari dunia dingin ini ny aw any a telah terpisah,
Karena tubuhny a tercebur ke dalam sum ur.
Dia cepat diangkat dan ditolong,
Tetapi terlam bat sudah say ang,
Ny aw any a telah terbuang m elay ang,
Ke dunia y ang lebih indah dan agung.

Bila saja Em m eline Grangerfords (nam a gadis yang telah


m eninggal itu) bisa m em buat syair seperti di atas sebelum ia
berum ur em pat belas tahun, entah apa yang bisa dikerjakannya
adaikan ia tidak m eninggal dunia. Kata Buck, kakaknya itu bisa
m engucapkan sebuah syair baru seolah-olah tanpa berpikir.
Bila Em m eline tidak bisa m encari suatu kalim at yang bersajak
http://facebook.com/indonesiapustaka

dengan kalim atnya yang terdahulu, m aka dihapusnya kalim at


yan g terdahulu itu digan ti kalim at lain , begitulah syairn ya
diram pungkan. Ia tak banyak m em ilih, bisa m em buat syair
tentang apa saja asal bernada kesedihan. Tiap kali ada seseorang
m eninggal dunia, entah pria, wanita atau anak-anak, Em m eline
selalu hadir pertam a kali dengan ‘persem bahannya’ sebelum
Petualangan Huckleberry Finn 135

alm arhum dingin tubuhnya. Syair-syair itu disebutnya sebagai


‘persem bahan’. Para tetangga sam pai punya peribahasa bila ada
orang m ati selalu: ‘Mula-m ula tuan dokter, kem udian Em m eline,
baru tukang urus m ayat yang datang’. Hanya sekali pengurus
m ayat datang lebih dahulu dari Em m eline, ini m em buat Em m eline
begitu m arah hingga ia m engarang sebuah syair bernada keras
atas nam a orang yang m eninggal itu, yang bernam a Whisters.
Em m eline jadi am at berubah setelah peristiwa tersebut. Ia tak
pernah m engeluh, nam un seakan-akan tak punya keinginan
untuk hidup lagi. Gadis m alang. Sering kali aku pergi ke bekas
kam arnya yang tak pernah ditem pati lagi. Bila lukisan-lukisannya
m em buatku sedikit ketakutan, kukeluarkan buku tem pelnya,
kubaca sem ua tulisan yang ada di situ. Aku m enyukai sem ua
anggota keluarga itu, baik yang sudah m ati m aupun yang m asih
hidup. Tak ingin aku m em benci pada salah seorang di antara
m ereka. Em m eline yang m alang itu selalu m em buat syair untuk
orang-orang m ati sem asa hidupnya, m aka tak adillah bila tak
ada yang m em buat syair untuk Em m eline kini. Maka kucoba
m em buat beberapa baris syair, tapi selalu gagal.
Kam ar Em m eline selalu bersih dan rapi, setiap benda tetap
berada seperti pada waktu ia m asih hidup. Tak seorang pun
diperbolehkan tidur di kam ar itu. Walaupun banyak budak negro,
Nyonya Grangerford yang tua itu sendirilah yang m em bersihkan
kam ar itu. J uga serin g kali n yon ya tersebut m en jahit atau
m em baca Injilnya di situ.
Kem bali ke ruang tam u yang kuceritakan tadi. J endela-
http://facebook.com/indonesiapustaka

jendelanya ditutupi dengan gorden yang indah, warnanya putih


dengan lukisan istana-istana yang dindingnya penuh dengan
tum buh-tum buhan m eram bat, dan ternak yang sedang m inum .
Di kam ar itu juga terdapat sebuah piano kecil yang sudah tua,
agaknya di dalam nya terdapat beberapa piring seng, begitulah
bunyinya. Tidak ada yang begitu indah bagiku seperti waktu gadis-
136 Mark Twain

gadis Grangerford itu m enyanyikan lagu “Hubungan Terakhir


Telah Putus” atau berm ain piano dengan lagu “Pertem puran di
Praha.” Dinding dalam sem ua dilapis dengan kertas, lantainya
ham pir sem ua beralas perm adani. Dinding luar dicat putih.
Rum ah besar itu terdiri dari dua rum ah dihubungkan jadi
satu, gang di antara kedua rum ah itu diberi atap dan lantai.
Kadang-kadang m eja m akan dipindahkan ke gang itu di tengah
hari, sejuk untuk duduk-duduk di tem pat tersebut. Senang sekali
hidupku di tengah keluarga itu, Makanannya sangat enak dan tak
terbatas jum lahnya.
http://facebook.com/indonesiapustaka
MENGAPA HARNEY PERGI
MENGAMBIL TOPINYA

KOLONEL GRANGERFORD benar-benar seorang besar. Begitu


juga sem ua keluarganya. Ia lahir dalam keluarga yang terhorm at,
in ilah yan g m em buatn ya berbeda dari oran g keban yakan ,
seperti pernah dikatakan oleh Nyonya J anda yang m erupakan
contoh kebangsawanan utam a di kota kam i. Bahkan Bapak juga
m engatakan dem ikian, walaupun ia tak lebih berharga dari seekor
kucing lum pur.
Kolon el Gran gerford oran gn ya tin ggi, ram pin g, warn a
kulitnya pucat, tak ada warna m erahnya sam a sekali. Setiap pagi
http://facebook.com/indonesiapustaka

m ukanya tercukur bersih. Mukanya kurus, bibirnya am at tipis,


begitu juga cuping hidungnya. Hidungnya m acung, alis m atanya
tebal, m atanya am at hitam , tersem bunyi dalam rongga m ata yang
m elekuk dalam hingga seakan-akan m ata itu m elihatnya keluar
dari sebuah gua. Dahinya lebar, ram butnya abu-abu, panjang
lurus hingga ke bahu. Tangannya panjang, kurus. Setiap hari ia
138 Mark Twain

selalu m em akai kem eja dan jas lengkap dari kain linen putih-
bersih, begitu putih hingga m enyakitkan m ata. Tiap hari Minggu
ia m em akai jas panjang biru dengan kancing-kancing tem baga.
Ia selalu m em bawa tongkat kayu m ahoni yang berkepala perak.
Ia tak pernah m em buang-buang waktu dan om ong besar. Hati-
nya am at baik—kita bisa m erasakan hal itu hingga m enaruh
kepercayaan padanya. Kadang-kadang ia tersenyum , dan betapa
senangnya m elihat senyum an itu. Tetapi bila ia m arah, dan
m atanya bercahaya-cahaya, baiklah kita cepat-cepat m em anjat
pohon yang tertinggi, baru kem udian m enyelidiki m engapa ia
m arah. Ia tak pernah m enyuruh orang bersikap sopan santun,
setiap orang yang berada di dekatnya m au tak m au terpaksa
berbuat sopan. Sem ua orang senang bila ia ada di dekat m ereka,
seakan-akan ialah m atahari keluarga itu—yang kum aksud seolah-
olah kehadirannya m em buat cuaca selalu baik. Bila ia m arah,
m aka selam a setengah m enit suram lah keadaan seluruh keluarga
itu, tapi cukup selam a itu saja, sem inggu setelah itu tak akan ada
yang berani berbuat salah.
Bila ia dan Nyonya Grangerford m uncul di ruang m akan
pagi hari, sem ua yang telah hadir berdiri dari kursi m asing-
m asing, dan tak duduk lagi sebelum keduanya duduk. Kem udian
Tom dan Bob pergi ke rak din din g tem pat guci m in um an
ditaruh. Mereka m encam pur suatu m inum an pahit di gelas dan
m em berikannya pada ayah m ereka yang m em egang gelas itu
terus sam pai m inum an Tom dan Bob selesai dicam pur. Kem udian
Tom dan Bob m em bungkuk ke arah ibu dan ayahnya sam bil
http://facebook.com/indonesiapustaka

berkata, “Horm at kam i untuk bapak berdua, Tuan dan Nyonya.”


Tuan dan Nyonya Grangerford m em bungkuk juga sedikit dan
m engucapkan terim a kasih, dan serentak orang-orang itu m inum
sam pai habis gelas di tangan m asing-m asing. Setelah itu Tom dan
Bob m engisi gelas m ereka dengan sesendok air, gula, dan sedikit
Whiski atau brandi apel, m em berikan peles-peles itu padaku dan
Petualangan Huckleberry Finn 139

Buck. Kam i pun m inum sam bil m em beri horm at pada Tuan dan
Nyonya Grangerford.
Bob adalah anak tertua, Tom adiknya, keduanya bertubuh
tinggi besar dan berwajah cokelat, tam pan. Mata dan ram but
m ereka hitam . Ram butnya juga sepanjang bahu. Pakaian m ereka
pun selalu putih bersih seperti ayah m ereka. Dan m ereka selalu
m em akai topi panam a lebar.
Setelah Tom , Nona Charlotte yang berum ur dua puluh lim a
tahun. Ia bertubuh tinggi sem am pai, sikapnya agung. Bila tidak
m arah, hatinya sangat baik, tapi bila m arah cukup m enakutkan
seperti ayahnya. Nona Charlotte sangat cantik.
Begitu juga adiknya, Nona Sophia, tapi cantiknya berbeda.
Nona Sophia lem but dan m anis bagaikan m erpati, um urnya baru
dua puluh tahun.
Setiap oran g m em pun yai seoran g budak n egro—Buck
juga. Budak negro yang diberikan padaku ham pir tak ada yang
dikerjakannya, sebab aku tak biasa dibantu dalam m engerjakan
apa-apa. Sebaliknya budak negro Buck, boleh dikata tak pernah
istirahat, ada saja perintah Buck padanya.
Sesungguhnya m asih ada lagi anak keluarga itu, tiga orang
anak lelaki yang terbunuh dan Em m eline.
Tuan Grangerford m em iliki banyak sekali tanah pertanian
dan lebih dari seratus oran g budak n egro. Kadan g-kadan g
sekelom pok orang datang bertam u, m enunggang kuda; m ereka
datang dari daerah kira-kira sepuluh atau lim a belas m il jauhnya
dari rum ah. Biasanya m ereka tinggal lim a atau enam hari. Dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

selam a itu ram ai sekali tem pat kam i, pesta perahu di sungai dan
danau, piknik di siang hari di hutan, dan pesta di rum ah pada
m alam hari. Ham pir sem ua yang datang adalah sanak keluarga
Tuan dan Nyonya Grangerford. Sem ua pria tak lupa m em bawa
senjata m ereka. Betul-betul keluarga besar yang gagah-gagah dan
tam pan-tam pan.
140 Mark Twain

Di daerah itu ada keluarga besar lain berdarah bangsawan.


Mereka terdiri dari lim a atau enam keluarga, sebagian besar
bernam a Shepherdson. Mereka kaya, agung, dan terpandang
seperti keluarga Grangerford. Kedua keluarga besar itu m em per-
gunakan pelabuhan kapal uap yang sam a, yaitu kira-kira dua
m il di bawah rum ah kam i. J adi kadang-kadang bila aku pergi
bersam a anggota keluarga Grangerford ke pelabuhan, aku bisa
m elihat anggota keluarga Shepherdson di sana m enaiki kudanya
yang bagus-bagus.
Suatu hari aku dan Buck sedang berburu di hutan ketika
kudengar suara derap kaki kuda. Segera juga tam pak seorang
pem uda sangat tam pan m em acu kudanya di jalan, ia duduk
tegak di punggung kuda itu bagaikan seorang perajurit. Senjata-
nya m elintang di atas pelananya. Aku tahu siapa dia. Itulah si
m uda Harney Shepherdson. Kudengar senapan Buck m eledak
di telingaku, dan topi Herney terbang dari kepala nya. Cepat ia
m enyam bar senapannya dan m em acu kudanya ke arah kam i
berdua bersem bunyi. Kam i tak m enantinya, berlari m enerobos
hutan. Hutan di tem pat itu tak begitu lebat, sekali-sekali aku
berpaling untuk m enghindari peluru. Dua kali kulihat Harney
m en un jukkan sen apan n ya tepat ke kepala Buck. Tapi tak
terdengar tem bakan, Harney m em utar kudanya dan kem bali.
Agaknya untuk m engam bil topinya, tapi aku tak tahu pasti. Kam i
berdua terus berlari sam pai ke rum ah. Selam a kira-kira sem enit,
m ata Tuan Grangerford tua bagaikan m enyala—agaknya karena
gem bira—karena m endengarkan cerita Buck. Kem udian m ata itu
http://facebook.com/indonesiapustaka

kem bali tenang dan ia berkata, “Aku sam a sekali tak m enyukai
caram u m enem bak dari balik sem ak-sem ak, Buck. Mengapa tak
kau hadang dia di tengah jalan, Anakku?”
“Orang-orang Shepherdson tak pernah m enyerang de ngan
berterang terang, Ayah. Mereka selalu m enem bak dari perlin-
dungan.”
Petualangan Huckleberry Finn 141

Nona Charlotte m endengarkan Buck bercerita dengan kepala


tegak bagaikan seorang ratu, cuping hidungnya m elebar dan
m atanya bercahaya-cahaya. Kedua kakak lelakinya berwajah
suram , tak berkata sepatah pun. Nona Sophia tam pak sangat
pucat, tapi wajahnya m enunjukkan rasa lega lagi ketika ternyata
bahwa Harney tak m enanggung cedera sam a sekali.
Segera setelah aku hanya berdua dengan Buck di dekat
tem pat penyim panan jagung di bawah pepohonan, aku bertanya,
“Apakah kau ingin m em bunuh Harney, Buck?”
“Tentu saja.”
“Apa salahnya padam u?”
“Salahnya? Ia tak bersalah apa-apa padaku.”
“Lalu, m engapa kau ingin m em bunuhnya?”
“Tak apa-apa, hanya ada dendam kesum at antara keluarga
kam i.”
“Apakah dendam kesum at itu?”
“Wah, di m anakah kau ini dibesarkan? Tak tahukah kau arti
dendam kesum at?”
“Mendengar saja baru kali ini, katakan apa itu dendam
kesum at.”
“Begini,” kata Buck, “dendam kesum at itu sebagai berikut.
Seorang lelaki bertengkar dengan orang lain, dan m em bunuhnya.
Saudara orang yang terbunuh itu kem udian m em bunuh orang
pertam a tadi. Kem udian saudara-saudara kedua belah pihak sa-
ling berbunuh-bunuhan, akhirnya kem enakan dan sanak keluarga
lainnya ikut cam pur, dem ikian seterusnya sam pai seluruh anggota
http://facebook.com/indonesiapustaka

keluarga terbunuh habis, baru dendam kesum at itu selesai. Tapi


hal itu akan m em akan waktu lam a sekali.”
“Apakah den dam kesum at an tara keluargam u den gan
keluarga Shepherdson telah berlangsung lam a, Buck?”
“Aku hanya bisa m engira-ngira. Mulainya tiga puluh tahun
yang lalu kalau tak salah. Ada kesulitan tentang se suatu, yang
142 Mark Twain

diputuskan di pengadilan. Putusan pengadilan itu m erugikan salah


satu pihak, m aka pihak itu m em bunuh pihak yang dim enangkan,
sesuatu yang wajar.”
“Apa yang diperebutkan, Buck? Tanah?”
“Mungkin. Aku tak tahu.”
“Siapa yang m ulai m enem bak? Orang Grangerford atau
Shepherdson?
“Bagaim ana kutahu? Hal itu terjadi lam a sekali sebelum aku
lahir.”
“Tak adakah yang tahu?”
“Oh ya, Ayah m ungkin tahu. Dan beberapa orang tua lainnya.
Tapi sudah tak ketahuan apa yang diperebutkan m ula-m ula.”
“Banyakkah yang terbunuh, Buck?”
“Ya, cukup ban yak terjadi pen guburan . Tapi tak selalu
tem bakan m em bawa m aut. Dalam tubuh ayah terpendam be-
berapa butir peluru, tapi tak diperhatikannya, lagi pula beratnya
pun tak seberapa. Bob pernah diiris-iris dengan pisau bowis, dan
Tom pernah pula luka.”
“Adakah yang m ati tahun ini, Buck?”
“Ya. Di pihak kam i seorang dan di pihak m ereka seorang.
Tiga bulan yang lalu sepupuku, Bud, berum ur em pat belas
tahun, berkuda di hutan di seberang sungai tanpa m em bawa
senjata, suatu perbuatan yang tolol. Di suatu tem pat yang sepi
ia m endengar suara kuda m engejarnya. Ia m enoleh, ternyata si
tua Baldy Shepherdson, m em acu kudanya sam bil m engacungkan
senjata, ram but putihnya berkibar-kibar di tiup angin. Bud m alah
http://facebook.com/indonesiapustaka

m em acu kudanya m engira ia bisa m engalahkan si orang tua dalam


berpacu. Mestinya ia bisa selam at bila turun dari kuda dan berlari
ke dalam sem ak-sem ak. Mereka berpacu sam pai m elam paui jarak
lim a m il sedang si orang tua m akin lam a m akin dekat. Akhirnya
Bud tahu bahwa usahanya sia-sia. Ia berhenti, berpaling agar
luka peluru terletak di bagian depan tubuhnya. Si tua itu betul-
Petualangan Huckleberry Finn 143

be tul m enem baknya. Tapi ia tak m endapat kesem patan ba nyak


untuk m enikm ati kem enangannya, karena dalam m inggu itu juga
keluarga kam i telah berhasil m em bunuhnya.”
“Kukira orang tua itu seorang pengecut, Buck.”
“Oh, tidak. Sam a sekali tidak. Tidak ada seorang pun keluarga
Shepherdson yang pengecut. Begitu juga keluarga Grangerford.
Seperti si tua Baldy Shepherdson itu, suatu hari ia bertarung
dengan tiga orang Grangerford selam a sete ngah jam , dan keluar
sebagai pem enang. Mereka bertem pur dengan berkuda. Si tua
itu turun dari kuda dan bersem bunyi di balik setum pukan kayu
serta m em pergunakan kudanya sebagai tam eng. Ketiga orang
Grangerford tadi terus m engitarinya, m enghujani peluru. Si tua
dan kudanya pulang dengan tubuh penuh lubang, tapi m asih
bisa hidup terus, walupun cacat. Ketiga orang Grangerford tadi
terpaksa dijem put pulang. Salah satu di antaranya tewas, sedang
keesokan harinya seorang lagi m eninggal dunia. Tidak, Tuan,
bila kau m encari pengecut, jangan dicari di antara keluarga
Shepherdson, m ereka sam a sekali tak m em elihara orang-orang
m acam itu.”
Hari Minggu berikutnya kam i sem ua pergi ke gereja, m asing-
m asing naik kuda. Gereja itu tiga m il dari rum ah. Sem ua lelaki
m em bawa senapan. Buck juga. Dan senapan-senapan itu juga
dibawa m asuk ke dalam gereja, ditaruh di antara kaki atau
disan darkan di din din g yan g dekat. Ke luarga Shepherdson
yang juga hadir berbuat serupa. Khotbah pendeta tentang cinta
persaudaraan dan yang sem acam itu. Hal yang m em bosankan,
tapi sem ua orang m engatakan bahwa khotbahnya bagus sekali.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Sem ua orang m em bicarakan khotbah tersebut dalam perjalanan


pulang, berbicara tentang im an, am al, berkat pem berian Tuhan
dan takdir, dan entah apa lagi. Rasanya hari m inggu itu adalah
hari yang paling m engesalkan bagiku.
Kira-kira sejam setelah m akan siang, sem ua orang tidur.
Ada yang tidur di kursi, ada yang di kam ar m asing-m asing. Sepi
144 Mark Twain

rasanya. Buck dan seekor anjing tidur di rum put, di terik m atahari.
Aku pergi ke kam arku untuk tidur pula. Kulihat Nona Sophia
yang cantik itu berdiri di pintu m enarik tanganku, m asuk ke
dalam kam arnya dan m enutup pintu perlahan-lahan. Ia bertanya
apakah aku senang padanya, kujawab, “Ya.” Ia bertanya lagi
apakah aku m au m engerjakan sesuatu untuknya tanpa m em beri
tahu siapa pun. Aku jawab, “Ya.” Kem udian ia berkata bahwa ia
telah kelupaan, buku Injilnya tertinggal di bangku gereja, terselip
di antara dua buah buku lain. Aku disuruhnya pergi diam -diam ke
gereja tanpa diketahui siapa pun, m engam bilkan buku itu dan tak
boleh berkata pada siapa saja.
Tanpa berpikir lagi, aku m enyelinap keluar rum ah, pergi ke
gereja. Gereja am at sepi, tak seorang pun kulihat. Hanya satu
atau dua ekor babi, binatang-binatang itu m asuk karena hawa di
luar panas dan pintu gereja tak terkunci. Manusia pergi ke gereja
hanya pada saat-saat m ereka harus hadir, tapi babi tidaklah
dem ikian.
Aneh sekali, pikirku, m engapa seorang gadis begitu sangat
m em ikirkan kitab Injilnya. Kuangkat kitab itu, kugoncangkan.
Selem bar kertas kecil dengan tulisan pensil: “setengah tiga”
terjatuh. Kugeledah kitab Injil itu, tapi tak ada isinya yang lain.
Tak bisa kupikirkan arti tulisan itu, jadi kuletakkan kem bali
ke dalam kitab dan kubawa pulang. Nona Sophia m enantikan
kedatan gan ku di pin tu kam arn ya. Dibawan ya aku m asuk,
pintu ditutup. Ia m encari-cari di dalam kitab Injil itu sam pai
diketem ukannya kertas kecil tadi. Segera setelah ia m em baca
http://facebook.com/indonesiapustaka

tulisan di kertas itu tam pak sekali wajahnya jadi gem bira. Dan
tiba-tiba aku dipeluknya erat-erat, sam bil m em bisikkan bahwa
aku adalah anak yang terbaik di dunia serta m enyuruhku selalu
tutup m ulut. Selam a satu m enit, m erah sekali pipinya, dan ia
tam pak sangat cantik. Aku begitu tercengang hingga tak bisa
berkata apa-apa. Kem udian kutanyakan apa isi kertas itu. Ia
Petualangan Huckleberry Finn 145

bertanya apakah aku telah m em bacanya, kujawab, “Sedikit,”


hanya tulisan kasar. Baru ia berkata bahwa kertas itu hanyalah
penunjuk halam an. Aku disuruhnya pergi berm ain.
Aku pergi ke sungai, m em ikirkan hal yang baru kualam i tadi.
Segera saja kuperhatikan bahwa budak negroku m engikuti aku.
Ketika kam i telah jauh dari rum ah, ia m enoleh ke sana-kem ari,
kem udian lari m endekat dan berkata, “Tuan George, m aukah
Tuan pergi ke rawa denganku, akan kutunjukkan serum pun
teratai.”
Aneh sekali, kem arin ia juga ingin m enunjukkan rum pun
teratai itu padaku. Seharusnya ia tahu bahwa aku bukanlah orang
yang begitu gem ar akan bunga teratai. Apa sebenarnya yang
dim aksudkannya?
“Baiklah. Tunjukkan jalannya,” kataku.
Aku m engikutinya kira-kira sejauh seten gah m il, negro
itu kem udian berbelok m asuk rawa. Kam i berjalan dengan air
setinggi m ata kaki, kira-kira juga setengah m il. Dan sam pailah
kam i di sebuah dataran, bertanah kering di tengah rawa itu,
penuh ditum buhi oleh pohon-pohonan dan sem ak-sem ak. Negro
itu berkata, “Teruslah beberapa langkah, Tuan George, di balik
sem ak-sem ak itu. Aku telah m elihatnya kem arin, aku tak ingin
m elihatnya lagi.”
Ia berjalan terus, sebentar saja hilang di antara pohon-
pohon. Aku m em asuki sem ak-sem ak lebat di tanah datar tadi, dan
setelah beberapa saat sam pai di sebuah tem pat terbuka kira-kira
seluas sebuah kam ar tidur, dengan keem pat sisinya tertutup rapat
http://facebook.com/indonesiapustaka

oleh berbagai sulur-suluran. Dan di tem pat terbuka itu berbaring


seorang negro, tidur... dan, astaga, si J im !
Aku m em bangunkannya, kukira pastilah ia terkejut m elihatku
kem bali. Tapi tidak. Ia ham pir m enangis karena gem biranya, tapi
tidak terkejut. Katanya ia berenang tepat di belakangku pada
waktu rakit kam i tertubruk kapal m alam itu. Ia bisa m endengar
146 Mark Twain

ketika aku m em anggilnya, tapi tak berani m enyahut sebab ia


tak ingin ditolong orang, yang berarti ia akan tertangkap dan
dikem balikan ke perbudakan lagi. Kata J im , “Aku m enderita
sedikit luka, dan tak bisa berenang de ngan cepat. J adi m akin
lam a aku m akin jauh darim u. Waktu kau m endarat, kupikir aku
bisa m engejarm u di daratan tanpa harus berteriak. Tapi waktu
m elihat rum ah itu aku terpaksa berjalan perlahan. Aku begitu
jauh di belakangm u hingga tak tahu apa yang kau bicarakan. Aku
takut pada anjing-anjing itu, dan waktu keadaan sepi kem bali
kutahu pastilah kau berada di dalam rum ah, jadi aku pergi ke
hutan dan bersem bunyi m enunggu pagi.
Pagi harin ya, oran g-oran g n egro pergi ke ladan g m en-
jum paiku. Ditunjukkan m ereka tem pat ini padaku, di m ana
an jin g-an jin g tak akan bisa m en em ukan karen a tem pat in i
dikelilingi air. Tiap m alam orang-orang negro itu m em bawa
m akanan untukku dan m enceritakan keadaanm u.”
“Mengapa tak kau suruh J ack m em anggilku sebelum ini?”
“Tak ada gunanya m engganggum u, Huck, sebelum kita bisa
m enyiapkan sesuatu. Aku telah m em beli beberapa alat m asak dan
bahan m akanan bila ada kesem patan. Dan sem entara itu pun aku
m em perbaiki rakit kita.”
“Rakit yang m ana?”
“Rakit kita yang dulu.”
“He, bukankah rakit kita itu hancur berantakan?”
“Tidak, hanya rusak salah satu ujungnya, tak begitu berat
rusaknya. Hanya barang kita ham pir lenyap sem uanya. Bila saja
kita tak m enyelam begitu dalam dan berenang begitu jauh, dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

m alam tak begitu gelap, dan kita tak begitu ketakutan serta tak
begitu tolol, pastilah kita m asih bisa m elihat rakit itu. Tapi ada
juga baiknya, kini rakit itu sudah baik lagi seperti baru. Dan kita
pun telah bisa m engganti barang-barang yang hilang.”
“Tapi bagaim ana kau bisa m endapatkan rakit itu kem bali,
J im ?”
Petualangan Huckleberry Finn 147

“Bagaim ana aku bisa m endapatkannya kem bali sedangkan


aku berada di dalam hutan? Bukan aku yang m enangkapnya.
Beberapa orang negro m enem ukannya tersangkut di antara
beberapa bonggol. Mereka kem udian m enyem bunyikan rakit itu
di sungai kecil, di antara sem ak-sem ak dedalu. Mereka terlalu
ram ai m em pertengkarkan siapa di antara m ereka yang paling
berhak atas rakit itu, hingga aku sem pat m endengar kejadian
tersebut. Aku m em ecahkan persoalan m ereka de ngan m engatakan
bahwa tak ada seorang pun yang berhak atas rakit itu kecuali kau
dan aku. Kutanyakan apakah m ereka berani m eram pas hak m ilik
seorang tuan kulit putih kecil dan m enerim a cam bukan sebagai
ganjarannya. Aku beri m ereka m asing-m asing sepuluh sen, dan
selesailah persoalan itu dengan m enggem birakan segenap pihak.
Mereka itu puas dan berharap sem oga banyak lagi rakit hanyut
hingga m ereka bisa bertam bah kaya. Mereka itu sangat baik
padaku, apa yang kum inta tak pernah perlu diulang. Dan si J ack
itu juga negro yang baik, sangat cerdik.”
“Mem ang. Tak pernah dikatakannya bahwa kau ada di sini. Ia
hanya berkata bahwa di sini banyak rum pun teratai, jadi bila ada
apa-apa ia tak ikut cam pur. Ia bisa berkata bahwa tak pernah ia
m elihat kita berdua. Dan m em ang benar katanya itu.”
Aku tak ingin berbicara banyak tentang hari berikutnya.
Biarlah kejadian hari itu kuceritakan saja dengan singkat. Aku
terbangun m enjelang pagi, dan sudah akan kem bali tidur lagi
ketika aku sadar bahwa keadaan rum ah terlalu sunyi, sunyi luar
biasa, seakan-akan seluruh isi rum ah telah pergi. Kem udian
http://facebook.com/indonesiapustaka

kulihat Buck tak ada di tem patnya. Terpaksa bangun, dan aku
m enuruni tangga ke ruang bawah dengan pikiran penuh perta-
nyaan. Sunyi senyap di dalam dan di luar rum ah. Apa artinya ini?
Dekat tem pat tum pukan kayu, aku bertem u dengan J ack. Aku
bertanya, “Ada apa ini?”
“Tak tahukah, Tuan George?”
148 Mark Twain

“Tidak, aku tak tahu.”


“Wah, Nona Sophia telah m elarikan diri! Kabur! Ia m ening-
galkan rum ah kira-kira tengah m alam tadi, tak ada yang tahu
dengan pasti, ia lari agar bisa kawin dengan si m uda Harney
Shepherdson. Begitulah dugaan sem ua orang. Setengah jam yang
lalu baru diketahui, dan m ereka tak m enyia-nyiakan waktu lagi.
Ribut sekali, sem ua orang m enyiapkan senjata dan kuda! Kaum
wanita berangkat untuk m em beri tahu sem ua keluarga, Tuan
Saul dan para putranya berangkat ke sungai m encoba m enyergap
Nona Sophia. Kukira akan hebat nanti jadinya!”
“Buck pergi tanpa m em bangunkan aku!”
“Tentu saja. Mereka tak ingin bila Tuan terlibat. Tuan Buck
waktu m engisi senapannya bersum pah untuk m em bawa m ayat
seorang Shepherdson pulang. Dan bila ia dapat kesem patan, pasti
sum pahnya itu terpenuhi, sebab banyak sekali anggota keluarga
Shepherdson.”
Aku cepat-cepat berlari ke arah sungai. Tak lam a kudengar
s uara tem bakan di kejauhan. Begitu toko kayu dan tum pukan
kayu tem pat kapal uap berlabuh tam pak, aku m enyelinap m asuk
ke bawah pohon-pohon dan sem ak-sem ak, sam pai ke sebuah
tem pat yang kukira cukup baik bagiku. Kupanjat sebatang pohon
dan duduk pada sebuah cabangnya yang kira-kira tak tercapai
oleh peluru-peluru nyasar. Agak jauh dari pohon itu terdapat
sebuah tum pukan kayu setinggi kira-kira em pat kaki. Tadinya aku
akan bersem bunyi di tem pat itu, untunglah tak jadi.
Di depan toko kayu, em pat atau lim a orang berkuda m ondar-
m an dir, berteriak-teriak dan m em aki-m aki, m en coba un tuk
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enem bak m ati dua orang pem uda yang berada di belakang
tum pukan kayu di sam ping pelabuhan.
Orang-orang berkuda itu tak berhasil dalam usahanya. Setiap
kali salah seorang m enam pakkan diri di tepi sungai, ditem bak.
Kedua anak m uda di belakang tum pukan kayu itu berjongkok
saling m em belakangi, jadi bisa m elihat ke segala arah.
Petualangan Huckleberry Finn 149

Setelah agak lam a oran g-oran g berkuda tadi berhen ti


m ondar-m andir dan berteriak-teriak. Mereka berkuda ke arah
kedai. Pada saat itu salah seorang dari antara kedua pem uda di
belakang tum pukan kayu tadi berdiri dan m e nem bak. Seorang di
antara para penunggang kuda terjatuh dari pelananya. Tem annya
m elom pat turun untuk m enolong orang yang terkena peluru itu
dan m enggotongnya m asuk ke dalam toko. Saat itu dipergunakan
oleh kedua an ak m uda tadi un tuk berlari. Mereka ham pir
m encapai pohon tem patku bersem bunyi ketika orang-orang tadi
m elihat keduanya. Serentak sem ua m enaiki kuda m asing-m asing
dan m engejar. Nam un kedua orang anak tadi sem pat m encapai
tum pukan kayu di depan pohonku.
Kini aku bisa m elihat bahwa salah seorang dari kedua anak
m uda tadi adalah Buck, sedang lainnya seorang pem uda ram ping
berum ur kira-kira sem bilan belas tahun.
Beberapa saat oran g-oran g berkuda itu m en gham bur-
ham burkan peluru m ereka, kem udian pergi m en in ggalkan
tem pat itu. Segera setelah m ereka tak m elihat aku m em anggil
Buck, m engatakan tem patku. Mula-m ula ia tak tahu di m ana
aku berada. Ia sangat terkejut, m enyuruh aku m em asang m ata
dan m em beri tahukan padanya bila orang-orang itu kem bali,
pasti m ereka sedang m engatur suatu siasat, tak akan lam a pasti
kem bali. Ingin sekali aku m eninggalkan pohon itu, tapi aku tak
berani turun. Buck m enangis, katanya ia dan sepupunya, J oe
(yaitu pem uda yang m enem aninya itu), akan m em enangkan
pertem puran hari itu. Ayah dan kedua kakaknya telah tewas,
http://facebook.com/indonesiapustaka

begitu juga dua atau tiga orang di pihak m usuh. Keluarga


Shepherdson telah m em asang perangkap untuk m ereka.
Mestinya ayah dan saudara-saudaranya haruslah m enye-
rahkan keluarga m ereka yang lain, karena kaum Shepherdson
terlalu kuat. Aku bertanya apa jadinya dengan Harney dan
Nona Sophia. Kata Buck, m ereka berdua selam at sam pai ke
150 Mark Twain

seberang. Aku gem bira, tapi m enyesal juga m endengarkan betapa


Buck m erasa kecewa waktu beberapa hari yang lalu ia tak bisa
m em bunuh Harney.
Tiba-tiba, dor! dor! dor! tiga atau em pat senjata m eletus.
Kiranya orang-orang tadi m enyelinap m asuk hutan tanpa kuda
m ereka, hinggga m ereka kini berada di belakang Buck berdua!
Kedua orang anak itu m elom pat dan lari ke sungai, keduanya
luka. Mereka berdua berenang m engikuti arus sem entara orang-
orang tadi berlari di sepanjang tepi sungai sam bil m enem bak dan
berteriak-teriak, “Bunuh m ereka! Bunuh m ereka!”
Rasanya lem ah seluruh tubuhku, ham pir saja aku jatuh dari
pohon. Betapa senangnya bila hari itu aku tak pergi ke tepi sungai
untuk m enyaksikan sem ua kejadian itu. Tak akan pernah bisa
kulupakan, dan sam pai sekarang sering kali sem ua itu m uncul
kem bali dalam m im piku.
Aku berada di atas pohon itu sam pai hari gelap, aku
m erasa takut turun. Kadang-kadang kudengar suara tem bak-
m enem bak di kejauhan, di hutan. Dua kali kulihat rom bo ngan
kecil penunggang kuda berpacu lewat depan toko kayu dengan
bersenjata. Aku begitu sedih, aku berjanji untuk tidak pulang lagi
ke rum ah keluarga Grangerford. Lagi pula aku m erasa bahwa
sem ua ini gara-gara aku. Kini aku m engerti arti kertas kecil di
buku Injil Nona Sophia. Pastilah itu berarti bahwa Nona Sophia
harus m ene m ui Harney Shepherdson di suatu tem pat pada pukul
setengah tiga m alam . Bila saja kukatakan tentang isi surat kecil
itu pada ayahnya, dan kuceritakan tentang tingkah lakunya yang
aneh, pastilah Tuan Grangerford bisa m engurungnya di dalam
http://facebook.com/indonesiapustaka

kam ar dan kejadian ini tak akan terjadi.


Aku turun dari pohon, m erangkak-rangkak di tepi sungai
sam pai kutem ukan m ayat Buck dan tem annya. Kutarik kedua
m ayat itu ke daratan, dan kututupi m uka m ereka cepat-cepat.
Waktu m enutupi m uka Buck terpaksa aku m enitikkan air m ata,
m engenangkan betapa baik sikapnya terhadapku.
Petualangan Huckleberry Finn 151

Hari telah gelap. Aku tak ingin m endekati rum ah. Masuk
m enem bus hutan m enuju rawa-rawa. Tapi ternyata J im tak ada di
tem pat persem bunyiannya. Tergesa-gesa aku m enuju anak sungai
tem pat J im m enyem bunyikan rakit, karena aku ingin segera
m eninggalkan daerah itu. Rakit itu telah tiada! Aduhai, betapa
pedih! Aku tak bisa bernapas. Kem udian aku berteriak keras.
Terdengar suara tak lebih dari dua puluh lim a kaki dari tem patku
berdiri m enyahut, “Astaga! Kaukah itu, Sayang? J angan ribut!”
Suara J im ! Belum pernah ada suara yang begitu m elegakan
hatiku. Aku berlari di tepi anak sungai itu dan m elom pat ke
atas rakit. J im m em eluk dan m endekap tubuhku, ia juga sangat
gem bira m elihatku.
“Kiranya Tuhan m em berkati engkau, Nak!” kata J im . “Aku
tadi begitu yakin bahwa kau m ati lagi. J ack tadi kem ari, kata nya
m ungkin kau juga tertem bak sebab kau tak m uncul lagi di rum ah.
Dan baru saja aku akan m em bawa rakit ini ke m ulut anak sungai,
untuk bersiap-siap m eluncur pergi segera setelah J ack m em bawa
berita bahwa kau betul-betul m ati. Tuhan! Aku betul-betul
gem bira bisa bersam am u lagi, Sayang!”
“Baiklah, sem uanya beres. Mereka tak akan m enem ukanku,
dan m ereka pasti m engira bahwa aku terbunuh dan hanyut—ada
sesuatu di atas sana yang pasti m eyakinkan m ereka tentang itu—
jadi jangan buang waktu lagi, J im , cepat dorong m asuk ke sungai
besar, secepat kau bisa.”
Aku gelisah terus sam pai kam i m encapai kira-kira dua m il
di hilir dan m engapung di tengah-tengah Mississippi. Kem udian
http://facebook.com/indonesiapustaka

kam i pasang lentera kam i, dan kam i m erasa bebas dan selam at
lagi. Karena sejak kem arin aku belum m akan, J im m engeluarkan
jagung, m entega, daging, kubis, dan sayu ran. Alangkah enaknya
m akanan itu, bila m em asaknya cukup tepat. Kam i m akan sam bil
berbicara dan bersen an g-sen an g. Aku begitu gem bira bisa
m eninggalkan pertem puran karena dendam kesum at itu, dan
152 Mark Twain

J im gem bira bisa keluar dari persem bunyiannya di tengah-tengah


rawa. Kam i setuju bahwa tak ada yang lebih m enyenangkan
daripada hidup di rakit. Tem pat-tem pat lain bagi kam i terasa
terlalu m engekang dan m enyesakkan dada. Di rakit, tidak! Di
rakit kam i m erasa bebas, lega, dan senang.
http://facebook.com/indonesiapustaka
SANG PANGERAN DAN SANG
RAJA IKUT RAKIT KAMI

DUA ATAU tiga hari tiga m alam berlalu. Lam bat, tenang, halus,
dan indah. Sungai itu m akin ke hilir m akin lebar, kadang-kadang
sam pai satu setengah m il. Kam i berlayar pada m alam hari, siang
berhenti, bersem bunyi. Segera setelah m alam akan berakhir,
kam i berhenti berlayar, m enam batkan rakit di bawah sebuah
gosong yang bersem ak lebar. Rakit kam i tutupi dengan tum pukan
dahan-dahan patah dan sem ak-sem ak. Kem udian kam i pasang
rangkaian m ata kail. Setelah itu kam i berenang-renang di sungai,
untuk m enyegarkan tubuh. Selesai m andi kam i duduk di pasir
http://facebook.com/indonesiapustaka

yang airnya setinggi m ata kaki, m enunggu m unculnya m atahari.


Waktu itu sem uanya sunyi, tak terdengar sedenting suara pun,
seolah-olah seluruh dunia tidur. Hanya kadang-kadang terdengar
suara katak. Mula-m ula yang terlihat adalah garis sam ar-sam ar,
yaitu puncak pepohonan di tepi seberang. Lainnya tak tam pak.
Kem udian secercah cahaya kepucatan m uncul di tepi langit.
154 Mark Twain

Kepucatan ini m akin lam a m akin luas, sem entara warna sungai
berubah dari hitam m enjadi abu-abu dan bisa kita lihat beberapa
titik hitam hanyut di atasnya, jauh sekali, perahu-perahu dagang.
J uga benda-benda hitam panjang, rakit-rakit. Kadang-kadang
bisa kam i dengar suara deritan dayung, atau cam puran suara-
suara m anusia, suara itu dibawa sam pai jauh oleh keheningan
sungai. Kem udian terlihat garis-garis di perm ukaan sungai,
yang m enandakan bahwa di tem pat ada bonggol-bonggol yang
diterjang oleh arus deras. Kabut tipis naik dari perm ukaan air,
langit di tim ur m em erah. Saat itu kam i sudah bisa m elihat sungai
dengan jalas, dan bahkan sebuah rum ah kayu di seberang, yang
agaknya tem pat pengum pulan kayu. Kayu-kayu itu biasanya
ditum puk oleh pem iliknya sedem ikian rupa hingga bisa m enipu
pem beli—tam paknya banyak nam un di dalam nya kosong. Setelah
itu terasa angin dingin lem but bertiup, begitu dingin, segar dan
m anis oleh bau hutan dan bunga-bunga liar. Tetapi kadang-
kadang juga tak sesegar itu baunya, m ungkin juga di seberang
sungai tertum puk bangkai-bangkai ikan atau sam pah, sehingga
baunya cukup m enusuk hidung. Lalu m uncullah m atahari, sem ua
terang benderang, dan burung-burung pun bernyanyi.
Dengan m unculnya m atahari kam i m engira bahwa asap yang
m engepul sedikit saja tak akan diperhatikan orang dari kejauhan.
Kam i m engangkat rangkaian m ata kail kam i, m engam bil ikannya
dan m em asak sarapan. Setelah itu kam i m erenungi kesunyian
sungai. Berm alas-m alasan hingga akhir nya tertidur. Bila kam i
terbangun, kam i m elihat apa yang telah m em bangunkan kam i.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Mungkin sebuah kapal uap yang sedang m em udik sungai, begitu


jauh dari kam i hingga kam i tak bisa m engetahui jelas kapal itu,
kecuali jentera dayungnya di sam ping atau di buritan. Setelah itu,
m ungkin sejam kam i tak m endengarkan apa-apa lagi, tak m elihat
apa-apa lagi, sepi lagi. Kem udian sebuah rakit m enghanyut di
kejauhan, dan m ungkin seseorang sedang m em buat kayu api,
Petualangan Huckleberry Finn 155

m em ecah balok kayu dengan kapak, seperti biasa dilakukan di


atas setiap rakit. Kam i bisa m elihat kilatan kapak itu m enghantam
kayu, tapi tak terdengar suatu suara pun. Kem udian setelah kapak
itu diangkat lagi dan berada di atas kepala si pengapak, baru suara
tadi kam i dengar “thung!” Lam a juga suara m eram bat. Begitulah
setiap hari kam i berm alas-m alasan. Sekali kam i diterjang oleh
kabut tebal. Sem ua penum pang rakit dan perahu kecil yang
berada di sungai itu m em ukuli piring-piring seng agar tak
tertubruk oleh kapal uap. Sebuah perahu, atau m ungkin juga
sebuah rakit, lewat dekat sekali tem pat kam i hingga kam i bisa
m endengar suara pem bicaraan, tertawa dan m em aki-m aki, jelas
sekali. Tapi kam i sam a sekali tak bisa m elihat m ereka. Takut juga
sedikit, seolah-olah sem ua itu hantu. J im yakin bahwa yang kam i
dengar adalah suara-suara hantu, tapi aku berkata,
“Tak m ungkin, hantu tak akan berkata: Terkutuk kiranya
kabut terkutuk ini!”
Begitu m alam tiba kam i berangkat lagi. Kam i bawa rakit
kam i ke tengah sungai, setelah itu kam i biarkan saja ia hanyut,
ke m ana ia dibawa arus. Kam i m engisap pipa, duduk berjuntai
di tepi rakit dengan kaki kam i di dalam air, berbicara tentang
apa saja—kam i selalu telanjang, siang atau m alam , bila nyam uk
m engizinkan—pakaian baru yang dibuatkan oleh keluarga Buck
untukku terlalu bagus. Aku tak peduli akan pakaian.
Kadang-kadang lam a sekali hanya kam i berdua yang ada di
sungai raksasa itu. Kam i bisa m elihat tepi sungai dan pulau-pulau
di kejauhan, dan kadang-kadang sebuah titik cahaya, sinar lilin
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enem bus kaca jendela sebuah rum ah. Kadang-kadang ada juga
titik cahaya di atas air, di rakit atau di perahu. Ada juga kam i
m endengar suara biola atau nya nyian. Sungguh indah kehidupan
di sebuah rakit. Seluruh langit seolah-olah m enjadi m ilik kam i.
Sering kam i tidur telentang m em perhatikan bintang-bintang di
langit, m em bicarakannya apakah kira-kira bintang-bintang itu
156 Mark Twain

dicipta ataukah jadi dengan sendirinya. J im berpendapat bintang-


bintang itu dicipta, tapi aku m engira pastilah bintang-bintang itu
jadi sendirinya, sebab pastilah m em akan waktu yang sangat lam a
untuk m encipta begitu banyak. J im berkata m ungkin sekali bulan
telah m enelurkan bintang-bintang itu. Kupikir m asuk akal juga
kata J im itu, jadi tak kubantah lagi. Aku pernah m elihat seekor
katak bertelur banyak sekali, m ungkin sebanyak bintang-bintang
di langit itu. Kam i juga m enyaksikan bintang jatuh berkilat ke
bum i. J im m enduga pastilah itu bintang-bintang yang m em busuk
dan terpaksa dibuang dari sarangnya.
Sekali-dua kali di m alam hari kam i m elihat sebuah kapal
uap, m elancar di kegelapan. Sekali-sekali kapal uap itu m enge-
luarkan bunga-bunga api dari cerobong asapnya; bunga-bunga
api itu telah m em belok, cahayanya tak tam pak dan suaranya tak
terdengar lagi, sungai sunyi kem bali. Baru kem udian om bak yang
disebabkan oleh kapal uap itu m encapai kam i, m engguncangkan
rakit sedikit. Setelah itu tak ada yang bisa kam i pakai untuk
m engukur waktu yang berlalu, tak ada suara lagi kecuali kadang-
kadang bunyi katak.
Setelah tengah m alam , orang-orang di tepi sungai pergi tidur,
selam a dua atau tiga jam kem udian sem uanya gelap, tak ada lagi
kelipan lilin di jendela. Kelipan lilin itulah yang m enjadi jam kam i,
bila kelipan pertam a m uncul, itu berarti pagi ham pir tiba dan
kam i m encari tem pat tam bahan rakit dan tem pat persem bunyian.
Suatu hari m enjelang pagi aku m enem ukan sebuah biduk.
Dengan biduk itu aku m enyeberangi arus ke pantai, yang hanya
http://facebook.com/indonesiapustaka

berjarak dua ratus yard, kem udian berdayung m asuk ke sebuah


anak sungai. Aku berdayung sam pai kira-kira satu m il di antara
pohon-pohon sanobar untuk m encari sem ak-sem ak m urbei. Baru
saja aku m elewati sebuah jalan kecil yang m elintasi anak sungai
itu, kulihat dua orang berlari di jalan tersebut, berlari dengan am at
tergesa-gesa. Aku sudah ketakutan, sebab bila orang m engejar
Petualangan Huckleberry Finn 157

orang lain, pastilah yang dikejar itu kalau bukan aku m estinya
J im . Aku sudah akan m elarikan diri dari tem pat itu, tetapi
m ereka terlalu dekat dan m ereka berseru m inta tolong. Walaupun
m ereka tak berdosa, m ereka dikejar-kejar orang banyak bahkan
de ngan anjing pula, begitu kata m ereka. Kiranya m ereka akan
m elom pat m asuk ke dalam perahu, tetapi aku m elarangnya,
“J angan m elom pat m asuk! Aku belum m endengar suara kuda
ataupun anjing, jadi kalian m asih ada waktu untuk lari ke sem ak-
sem ak itu. Larilah agak jauh, baru m asuk ke sungai dan perahuku
ini. Dengan begitu anjing-anjing itu akan tertipu”
Mereka m engerjakan perintahku. Segera setelah m ereka
naik, aku berdayung tergesa-gesa ke tem pat persem bunyian kam i.
Lim a atau sepuluh m enit kem udian kam i dengar suara-suara
anjing dan orang-orang di kejauhan. Kam i dengar m e reka telah
sam pai ke tepi anak sungai itu, tapi kam i tak bisa m elihatnya.
Agaknya m ereka berhenti dan m em eriksa sekitar tem pat tadi.
Dan m akin jauh kam i berdayung, m akin tak terdengar lagi suara-
suara itu. Waktu kam i berada kira-kira satu m il dari tem pat itu
dan telah m encapai sungai, keadaan telah sunyi. Kam i berdayung
ke rakit kam i yang tersem bunyi di antara sem ak-sem ak pohon
kapas. Selam at!
Salah seorang yang kutolong itu berum ur kira-kira tujuh
puluh lebih, kepalanya botak, jenggotnya telah putih. Ia m em akai
topi tua, m em akai baju wol biru kum al, celana blue-jean com pang-
cam ping dan sepatu laras. Di tangannya tersam pir sebuah jas
panjang tua dari blue-jean berkancing tem baga. Kedua orang
itu m asing-m asing m em bawa sebuah koper kain yang agaknya
http://facebook.com/indonesiapustaka

penuh.
Tem annya berum ur kira-kira tiga puluh tahun, pakaiannya
juga tak keruan. Selesai m akan pagi kam i berbicara, dan ternyata
kedua orang itu saling tak m engenal.
“Apa sebabnya kau dikejar?” tanya si botak pada yang
satunya.
158 Mark Twain

“Aku m enjual obat untuk m enghilangkan karang gigi. Dan


obat itu m em ang m anjur, bisa m enghilangkan karang gigi, tapi
biasanya lapisan giginya juga ikut hilang. Agaknya aku kelam aan
satu m alam , aku sedang m enyelinap pergi ketika aku bertem u
denganm u di jalan tepi kota itu. Kau katakan kau dikejar dan
m inta tolong padaku. Aku m enjawab bahwa aku sendiri juga
sedang dalam kesulitan, jadi terpaksa lari bersam am u. Nah,
itulah ceritaku. Dan kau?”
“Di kota itu aku m enyelenggarakan khotbah anti m inum an
keras selam a kira-kira sem inggu. Aku berhasil m erebut setiap
hati wanita, tua, m uda, kecil, besar, sebab kubikin sem ua pecandu
m inum an keras kelabakan. Tiap selesai khotbah aku biasanya
m endapatkan uang sum bangan sam pai lim a atau enam dolar tiap
m alam —karcisnya berharga sepuluh sen tiap orang, anak-anak
dan budak negro bebas—keuntu nganku m akin m enanjak tiap
m alam , tapi kem udian tersiar desas-desus bahwa aku m elewatkan
waktu luangku dengan diam -diam m enghabiskan seguci m inum an
keras. Pagi ini seorang negro m em bangunkan aku, berkata bahwa
orang-orang telah bersiap dengan kuda dan anjing, sete ngah
jam lagi m ereka akan datang untuk m enangkapku. Mereka
berm aksud m elum uri diriku dengan ter, m elekatkan bulu-bulu,
dan m engikatku di roda pedati. Tanpa m enunggu waktu sarapan,
aku lari. Aku tak begitu lapar.”
“Kukira kita bisa bergabung. Bagaim ana?” kata si m uda.
“Aku tak m enolak. Apa biasanya pekerjaanm u?”
“Biasanya tukang cetak, Bisa juga m em buat obat-obatan
paten. Pem ain sandiwara—lakon-lakon sedih. Kadang-kadang
http://facebook.com/indonesiapustaka

jadi ahli hipnotis dan ahli ilm u tengkorak bila diperlukan.


Sebagai selingan m engajar m enyanyi dan ilm u bum i di sekolah.
J uga m em beri ceram ah, oh, apa saja yang kebetulan sem pat
kukerjakan. Kau?”
“Kadang-kadang aku m enjadi dokter. Menyem buhkan ta-
ngan adalah kegem aranku, m enyem buhkan penyakit kanker atau
Petualangan Huckleberry Finn 159

lum puh. Aku pun bisa m eram al bila ada yang m em beritahukan
kejadian-kejadian yang harus kuram al. Aku pun bisa berkhotbah,
di pertem uan-pertem uan atau penyebaran agam a.”
Untuk beberapa lam a tak ada yang berbicara kem udian si
m uda m enarik napas panjang dan m engeluh, “Aaaah!”
“Mengapa kau m engeluh?” tanya si botak.
“Oh, betapa turunnya derajat hidupku, sehingga aku harus
bergaul dengan orang-orang yang rendah tingkatannya.” Ia m ulai
m engusap sudut m atanya dengan robekan kain.
“Oh, kau kira kam i sem ua ini tak pantas jadi kawanm u?”
tanya si botak dengan agak m engejek.
“Ya, ya, cukup pan tas un tukku, cukup pan tas sebagai
hukum anku. Sebab aku tahu bahwa yang m em buatku turun dari
tingkat hidup yang begitu tinggi hingga begini rendahnya adalah
aku sendiri. Aku tak m enyalahkan kalian, Tuan-tuan, jauh dari
itu. Aku tak m enyalahkan siapa pun. Sudah na sib ku. Biarlah
dunia yang kejam ini m enyiksaku. Tapi kutahu pasti, ada sebuah
kuburan yang disediakan untukku di suatu tem pat. Biarlah dunia
seperti yang sudah-sudah m engam bil sem ua m ilikku, orang-
orang yang kucinta, harta, sem ua, tapi kubur itu tak akan bisa
diam bilnya. Suatu hari aku akan berbaring di dalam nya, dan
m elupakan segala-galanya, dan hatiku yang kacau ini akan bisa
beristirahat.” Ia terus saja m engusap-usap m atanya.
“Terkutuk kiranya hatim u yang kacau,” tukas si botak, “untuk
apa kau tum pukkan kekacauan hatim u pada kam i? Kam i tak
berbuat apa-apa padam u.”
“Aku tahu. Aku pun tak m enyalahkan kalian, Tuan-tuan.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Akulah yang salah, akulah yang m enyebabkan kejatuhanku.


Sudah sepantasnya bila aku m enderita, sangat pantas, aku tak
akan m engeluh lagi.”
“Menjatuhkanm u dari m ana? Dari m ana kau jatuh?”
“Ah, ya, kau pasti tak akan m au percaya. Tak akan ada yang
percaya, tapi apalah. Rahasia kelahiranku....”
160 Mark Twain

“Rahasia kelahiranm u! Maksudm u...?”


“Tuan-tuan,” kata orang yang lebih m uda itu dengan tenang,
“akan kubuka rahasia in i pada kalian sebab aku m en aruh
kepercayaan pada kalian. Nah, m enurut hukum , sebetulnya aku
adalah seorang pangeran.”
Mata J im m elotot. Agaknya m ataku pun dem ikian juga. Dan
si botak berkata, “Tidak! Bagaim ana m ungkin?”
“Ya. Ayah kakekku, an ak tertua Pan geran Bilgewater,
m elarikan diri ke negara ini pada akhir abad yang lalu, untuk
m enghirup udara kebebasan. Ia kawin di sini, m ati, m eninggalkan
seorang anak. Pada saat yang sam a ayahnya pun m angkat. Adiknya,
putra kedua pangeran yang m angkat itu, m eram pas sem ua gelar
dan harta m ilik, sem entara bayi yang sesungguhnya berhak atas
sem ua itu tak diperhatikan orang. Aku turunan langsung dari bayi
itu, akulah Pangeran Bilgewater yang sebenarnya. Dan lihat aku
kini, dihina, diram pas hakku, dikejar, pakaian com pang-cam ping,
patah hati, dan terpaksa harus berkawan dengan orang-orang
jahat di rakit!”
J im sangat iba hatinya. Begitu juga aku. Kam i m encoba
m enghiburnya. Tapi tak guna. Ia tak bisa dihibur. Ia berkata bila
saja kam i m au m engakuinya sebagai seorang pangeran, hatinya
sudah cukup lega. Kam i setuju, m inta supaya diajari bagaim ana
caranya. Ia berkata kam i harus m em bungkuk bila berbicara
den gan n ya, dan m em an ggiln ya sebagai “Yan g Mulia”, atau
“Tuanku,” atau “Tuan Pangeran”, dan ia tak akan berkeberatan
bila kam i m em anggilnya “Bilgewater” saja sebab itu bukan
http://facebook.com/indonesiapustaka

nam a, m elainkan gelar. Dan salah seorang di antara kam i harus


m enunggunya waktu ia m akan, m engerjakan sem ua apa yang
dipintanya.
Mudah sekali, jadi kam i setuju untuk m engerjakan hal
itu. Selam a m akan siang J im berdiri terus didekatnya, sekali-
sekali bertanya, “Apakah Yang Mulia m enghendaki ini sedikit
Petualangan Huckleberry Finn 161

atau itu sedikit?” dan sebagainya. Tam paknya J im juga senang


m elakukannya.
Tapi kam i perhatikan si botak m akin lam a m akin pendiam ,
dan tam pak tak bersenang hati karena kam i m encurahkan sem ua
perhatian pada sang pangeran. Agaknya si botak itu sedang
m em ikirkan sesuatu. Menjelang sore, ia berkata pada sang
pangeran, “Dengar, Bilgewater, aku sangat bersedih hati akan
nasibm u. Tapi bukan hanya engkau yang m endapat kesulitan
serupa.”
“Oh, ya?”
“Ya. Bukan engkau saja yang direnggut dari kedudukan tinggi
dengan cara tidak sah.”
“Aaah!”
“Bukan hanya engkau yang m em punyai rahasia kelahiran!”
Dan dem i Tuhan, si botak betul-betul m enangis!
“Tunggu! Apa m aksudm u?”
“Bilgewater, dapatkah kau percaya?” tanya si orang tua,
m asih tersedu-sedu.
“Sam pai m atiku!” sang pangeran m encengkeram tangan si
tua. “Katakan, rahasia kelahiranm u!”
“Akulah putra m ahkota yang hilang itu, Bilgewater.”
Aku dan J im betul-betul m elotot kini. Sang pangeran bertanya
lagi, “Kau siapa?”
“Ya, kawan, aku berkata sebenarnya. Yang kau hadapi saat ini
adalah putra m ahkota yang hilang itu, Louis ketujuh belas, putra
Louis keenam belas dan perm aisurinya, Marie Antoinette, Raja
http://facebook.com/indonesiapustaka

dan Ratu Prancis!”


“Kau? Setua ini! Oh, tidak! Kau m aksud dirim u ini alm arhum
Raja Karel Martel. Um urm u pastilah sudah m endekati enam
ratus tahun.”
“Karena terlalu banyak m enderita, Bilgewater, karena terlalu
banyak penderitaan. Itulah sebabnya ram butku telah putih dan
162 Mark Twain

kepalaku botak. Ya, Tuan-tuan, di hadapan Tuan-tuan, bercelana


blue-jean dan dalam pen deritaan dikucilkan , diin jak-in jak,
akulah, Raja Prancis!”
Si tua itu begitu sedih tam paknya, m enangis tersedu-sedu,
hingga aku dan J im ikut bersedih dan tak tahu apa yang akan
kam i buat. Kam i pun m erasa gem bira dan bangga sebab rakit
kam i sem pat disinggahi turunan raja besar itu. Seperti tadi kam i
perbuat kepada sang pangeran, kam i pun m encoba m enghibur
sang raja. Tapi ia berkata bahwa tak ada gunanya ia dihibur,
ia lebih suka m ati dan m elupakan segala penderitaannya. Tapi
kadang-kadang terhibur juga hatinya sedikit bila ia diperlakukan
sebagai yan g sudah m en jadi hakn ya, m isaln ya bila oran g
berbicara padanya orang tersebut harus berlutut dengan satu
kaki dan m em anggilnya “Sri Baginda”, m elayaninya pertam a kali
pada waktu m akan, dan tak duduk di hadapannya sebelum ia
m engizinkan. Maka J im dan aku m em perlakukannya seperti yang
dikehendakinya itu, m engerjakan segala perintahnya dan berdiri
terus sam pai ia m em erintah kam i duduk. Agaknya ini m em buat
hatinya senang. Tetapi sang pangeran m asam saja rupanya, sam a
sekali tak m erasa puas, dengan peristiwa yang baru terjadi itu.
Walaupun dem ikian sang raja tetap m em perlakukannya dengan
sangat ram ah. Sang raja berkata bahwa kakek dari kakek sang
pangeran selalu dikenang oleh ayahnya, begitu juga sem ua
pangeran Bilgewater yang lain, sering diundang ke istananya.
Tetapi sang pangeran tetap cem berut, sam pai sang raja berkata,
“Tam paknya kita akan lam a di rakit ini bersam a-sam a, Bilgewater.
Mengapa kau berm uram saja? Hanya akan m em buat keadaan
http://facebook.com/indonesiapustaka

tak m enyenangkan bagi kita sem ua. Bukan salahku aku tidak
dilahirkan sebagai pangeran, juga bukan salahm u kau tidak
dilahirkan sebagai raja, untuk apa terlalu dipikirkan? Pergunakan
kesem patan sebaik-baiknya, itulah sem boyanku. Keadaan yang
kita tem ui ini bukannya tidak m enye nangkan. Makanan tersedia,
hidup m udah. Ayolah, Pangeran, m ari kita bersahabat.”
Petualangan Huckleberry Finn 163

Sang pangeran m enjabat uluran tangan sang raja, dan J im


dan aku jadi gem bira. Rasa tidak senang pun lenyap, dan kam i
m erasa berterim a kasih sebab akan tidak enak bagi kam i bila di
rakit itu terdapat rasa perm usuhan. Sebab di tem pat sekecil rakit
itu sem ua orang harus m erasa senang dan bersahabat terhadap
kawan.
Tak usah lam a-lam a, aku tahu sudah bahwa kedua orang
itu hanyalah sepasang penipu, bukannya raja atau pangeran,
m elainkan pem bual dan pem bohong yang paling jahat. Tapi
aku tak m em buka m ulut tentang itu, tak kukatakan pada siapa
pun. Itu adalah cara yang terbaik, dengan begitu tak akan ada
pertengkaran dan tak akan ada kesulitan di antara kam i. Bila
m ereka ingin dipanggil sang raja dan sang pangeran, aku tak
berkeberatan asal di antara kam i selalu ada perdam ainan. Tak
ada gunanya m em beri tahu J im . Salah satu hal yang kupelajari
dari Bapak adalah: cara terbaik untuk hidup bersam a orang-orang
sem acam dia adalah m em biarkan m ereka berbuat sekehendak
hatinya sendiri.
http://facebook.com/indonesiapustaka
APA YANG DIKERJAKAN SANG
RAJA DI PARKVILLE

BANYAK SEKALI yang ditanyakan m ereka pada kam i; m ereka


ingin tahu m engapa rakit kam i tutupi begitu rupa, bersem bunyi di
siang hari dan tidak m elakukan perjalanan. Apakah J im seorang
budak yang m elarikan diri?
“Astaga!” seruku, “m ungkinkah seorang negro yang m elarikan
diri ke arah selatan?”
Tidak, itu m em ang tak m ungkin. Kukira aku harus m enga-
rang cerita untuk m enutupi hal yang sebenarnya, jadi aku berkata,
“Keluargaku tinggal di daerah Pike, di Missouri. Aku lahir di
sana. Sem ua keluarga m eninggal dunia keculi aku, Bapak, dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

adikku Ike. Bapak berm aksud tinggal bersam a Pam an Ben, yang
m em punyai sebidang tanah em pat puluh em pat m il di sebelah
hilir New Orleans. Bapak sangat m iskin, banyak hutangnya lagi.
J adi ketika sem ua hutang itu dilunasinya, kam i tak punya apa-
apa lagi kecuali uang enam belas dolar dan budak negro kam i,
J im . Uang itu tak cukup untuk ongkos naik kapal uap, untuk
Petualangan Huckleberry Finn 165

jarak seribu em pat ratus m il itu, dalam kelas m ana pun. Pada
waktu air sungai naik, Bapak beruntung m endapat rakit ini. Kam i
berpendapat bisa pergi ke Orleans dengan naik rakit. Tapi nasib
baik Bapak tak lam a, sebuah kapal uap m enubruk bagian depan
rakit. Itu terjadi pada suatu m alam gelap. Kam i sem ua m elom pat
ke sungai dan m enyelam di bawah jentera dayung. J im dan
aku selam at. Bapak waktu itu sedang m abuk, sedang Ike baru
berum ur em pat tahun, jadi keduanya tak m uncul lagi. Hari-hari
berikutnya, aku dan J im selalu m endapat kesulitan, orang-orang
berdatangan untuk m engam bil J im dariku, m ere ka m engira
J im adalah seorang pelarian. Karena itulah kam i tak pernah
m elakukan perjalanan di siang hari. Di m alam hari tak ada yang
m engganggu kam i.”
“Biarlah kupikirkan suatu cara agar kita bisa m engadakan
perjalanan di siang hari bila diperlukan,” kata sang pangeran,
“akan kupikirkan hal ini, dan akan kutem ukan cara pem ecahan-
nya. Untuk hari ini biarlah beristirahat.”
Menjelang m alam langit gelap, agaknya akan turun hujan.
Kilat tam pak m enyam bar-nyam bar di kaki langit, dan dedaunan
m ulai gem etar, pastilah keadaan cuaca akan san gat buruk.
Sang raja dan sang pangeran m ulai m em e riksa isi gubuk kam i,
untuk m elihat bagaim ana rupa tem pat tidurnya. Tem pat tidurku
berkasur jeram i, lebih baik dari tem pat tidur J im yang berkasur
kulit jagung. Kasur kulit jagung selalu ada bonggol jagungnya,
yang kadang-kadang bisa m enyakitkan badan, lagi pula bila kita
m em utar tubuh, kasur itu bersuara gem ersik hingga kita kadang-
kadang bisa terbangun karenanya. Sang pangeran berkata bahwa
http://facebook.com/indonesiapustaka

ia akan m em akai tem pat tidurku, tetapi dicegah sang raja yang
berkata, “Kukira perbedaan derajat antara kita berdua cukup
besar untuk m engingatkan bahwa kasur kulit jagung itu cocok
untukku. Yang Mulia kuharap m au tidur di kasur kulit jagung itu.”
J im dan aku sudah khawatir kalau-kalau keduanya akan
bertengkar. Betapa gem biranya kam i berdua waktu sang pangeran
166 Mark Twain

m enjawab, “Mem ang sudah nasib dan sudah peruntunganku


untuk selalu diinjak-injak oleh sepatu besi penindasan. Nasib sial
telah m enjinakkan sem angatku yang tadinya berkobar-kobar. Aku
m engalah, aku m enyerah, ini m em ang takdir. Aku seorang diri di
dunia ini, biarlah aku m enderita, aku sanggup m enanggungnya.”
Begitu hari gelap kam i berangkat. Sang raja m enyuruh
kam i tetap m engam bil jalan sungai, dan tak m enyalakan lentera
sebelum jauh dari kota. Kam i selam at m encapai kum pulan
cahaya itu—kota yang ditakuti kedua penum pang kam i—dan
m elewatinya dengan jarak kira-kira setengah m il dari tepi sungai.
Tiga perem pat m il di bawah kota itu lentera tanda kam i pasang.
Kira-kira pukul sepuluh hujan lebat bercam pur petir halilintar
turun. Sang raja m enyuruh kam i berdua berjaga-jaga sam pai
cuaca baik kem bali. Ia dan sang pangeran m asuk ke dalam gubuk
untuk tidur. Biasanya sam pai jam dua belas m em ang giliranku
berjaga, lagi pula walaupun aku m asih m em punyai tem par tidur,
rasanya aku tak akan tidur, hujan badai seperti ini sangat jarang
kujum pai. Minta am pun, betapa angin m enjerit-jerit. Dan tiap
setengah detik kilat m enyam bar, m enerangi sem ua benda, hingga
setiap gosong di daerah sekitar setengah m il dari rakit terlihat
jelas, begitu pula pulau-pulau yang terlihat tam pak kelabu seperti
berdebu tertutup tirai hujan, dan pohon-pohon bertem perasan
ditim pa angin. Kem udian m enyusul suara halilintar Dheeer!
Dhun g! Dhun g! Gludug-gludug-gludug-gludug-dun g-dun g-
dung-dung suara guntur m enggelegar m akin lam a m akin jauh
hingga akhirnya lenyap, disu sul oleh... by ar! Kilat dan langit
m en ggelegar lagi. Om bak m ulai m em besar, kadan g-kadan g
http://facebook.com/indonesiapustaka

ham pir m erenggut tubuhku, tapi tak kupedulikan sebab aku


telanjang bulat. Kam i pun tak usah khawatir akan bonggol-
bonggol atau batu karang, kilat begitu sering hingga sem uanya
bisa jelas terlihat dan bisa dihindari.
Giliran jaga pertengahan m alam juga giliranku. Tapi waktu
itu aku sudah terlalu m engantuk, jadi J im m enawarkan diri
Petualangan Huckleberry Finn 167

untuk m engganti. J im selalu baik hati. Aku m erangkak m asuk ke


gubuk. Tapi ternyata kaki sang raja dan sang pange ran m elintang
ke sana-kem ari tak keruan hingga tak ada tem pat lagi bagiku.
Terpaksa aku tidur di luar, hujan tak m enggangguku sebab
airnya hangat kurasa, dan lagi om baknya tak begitu besar lagi.
Tapi kira-kira pukul dua om bak m ulai m engganas kem bali. J im
sudah ham pir m em bangunkan aku, nam un tak jadi, disangkanya
om bak belum cukup m em bahayakan. Ternyata dugaannya keliru,
sebuah om bak besar m enam par rakit dan m erenggutku ke sungai.
Ham pir J im m ati karena tertawa geli m elihat kejadian itu.
Mem ang J im seorang negro yang paling m udah tertawa.
Aku m engam bil giliran jagaku. J im berbaring dan segera
m endengkur. Akhirnya hujan badai itu teduh juga. Pada kelipan
pertam a lam pu di tepi sungai m enyala, kubangunkan J im . Berdua
kam i m elabuhkan rakit di tem pat persem bunyian yang kam i
tem ukan.
Selesai m akan pagi, sang raja m engeluarkan seperangkat
kartu yang telah kum al. Ia dan sang pangeran berm ain seven-
up dengan taruhan lim a sen tiap perm ainan. Lam a-kelam aan
m ereka bosan m ain, keduanya kem udian ‘m erancang siasat’
bersam a. San g pan geran m en gam bil tasn ya, m en geluarkan
beberapa lem bar pengum um an tem pel, dan m em bacanya keras-
keras. Salah satu kertas itu berbunyi, “Dr. Arm and de Montalban
dari Paris, guru besar term asyhur dalam bidang ilm u tengkorak,
akan m em beri kuliah di Anu pada tanggal titik-titik bulan titik-
titik, dengan karcis seharga sepuluh sen, dan akan m enjual daftar
http://facebook.com/indonesiapustaka

ram alan watak dengan harga dua puluh lim a sen selem bar.”
Kata sang pangeran yang m enjadi dokter itu adalah dia sendiri.
Pada pengum um an lainnya ia ditulis sebagai “pem ain dram a
Shakespeare yang term asyhur di seluruh dunia, Garrick si Muda
dari Drury Lane, London.” Banyak lagi nam a sam arannya di surat-
surat selebaran lainnya, yang m enyebutkan ia bisa m engerjakan
168 Mark Twain

berbagai hal yang serba ajaib, m isalnya m enem ukan em as dan


sum ber air dengan m em pergunakan ‘tongkat ajaib’, ‘m antra
gaib’, dan sebagainya. Akhirnya ia berkata pada sang raja, “Tetapi
perm ainan sandiwara adalah yang paling m enarik. Pernahkah
kau m ain di panggung, Sri Baginda?”
“Belum ,” jawab sang raja.
“Kau akan m ain di panggung, Bangsawan Malang, sebelum
um urm u bertam bah tiga hari,” kata sang pangeran. “Kota pertam a
yang kita jum pai nanti akan m enyaksikan pertunjukan kita. Akan
kita sewa sebuah gedung pertunjukan, kita pertontonkan adu
pedang dahsyat dari kisah ‘Richard III’ dan adegan balkon dari
kisah ‘Rom eo dan J uliet’. Bagaim ana?”
“Aku setuju saja am bil bagian dalam apa saja yang bisa
m endatangkan uang, Bilgewater, tapi harus diingat bahwa aku
belum pernah m ain sandiwara, dan belum pernah nonton. Waktu
ayahku sering m engadakan pertunjukan di istana, aku m asih
terlalu kecil. Dapatkah kau m engajariku?”
“Mudah!”
“Baiklah kalau begitu. Aku pun ingin sekali m encoba hal yang
baru. Marilah kita m ulai.”
Sang pangeran m enceritakan sem ua hal tentang Rom eo
dan J uliet. Katanya ia biasa m enjadi Rom eo, jadi sang raja yang
m enjadi J uliet.
“Tetapi, katam u J uliet itu seorang gadis m uda belia, Pange-
ran, bukankah akan aneh sekali bila seorang gadis m uda berkepala
botak serta berjenggot putih seperti aku ini?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tidak, jangan khawatir. Orang-orang tolol di daerah ini tak


akan pernah m em ikirkan hal itu. Lagi pula aku akan m em akai
pakaian khusus untuk perm ainan itu, jadi tak akan banyak
keanehannya. Waktu itu J uliet berada di balkon, m enikm ati
cahaya bulan sebelum ia pergi tidur. Ia m em akai baju tidur dan
topi tidur yang berenda-renda. Inilah pakaian untuk adegan itu.”
Petualangan Huckleberry Finn 169

Sang pangeran m engeluarkan beberapa lem bar pakaian.


Di antaranya dua atau tiga pasang pakaian dari kain m ori
layar yang katanya adalah pakaian kebesaran Richard III dan
sepasang pa kaian tidur dari katun putih beserta topi tidurnya.
Sang raja puas m elihat pakaian yang harus dikenakannya itu.
Sang pangeran m engeluarkan bukunya, m em bacakan bagian
yang harus dihapalkan sang raja dengan gaya gagah, m ondar-
m andir dan bergaya, m enunjukkan bagaim ana bagian itu harus
dim ainkan. Kem udian diberikannya buku ini pada sang raja
untuk dipelajari.
Tiga m il di sebelah bawah sebuah tikungan sungai terdapat
sebuah kota kecil. Sehabis m akan siang, sang pangeran berkata
ia telah m enem ukan akal agar kam i bisa berlayar di siang hari
tanpa m em bahayakan J im , jadi ia akan pergi ke kota untuk
m engadakan rencana. Sang raja juga ingin pergi ke kota untuk
m engetahui kalau-kalau ia bisa m encari keuntungan. Kam i telah
kehabisan kopi, jadi J im m engusulkan agar aku juga ikut kedua
orang itu ke kota untuk m em belinya.
Kam i pergi ke kota itu dengan naik perahu. Sam pai di sana
ternyata kota sangat sepi, jalan-jalan kosong, bagaikan kota m ati
atau seperti suasana hari Minggu. Kam i m ene m ukan seorang negro
sakit yang sedang m enjem ur diri di sebuah halam an belakang. Ia
berkata, sem ua orang kecuali yang sakit atau yang m asih bayi,
atau terlalu tua, pergi ke pertem uan keagam aan di tem pat terbuka
kita-kira dua m il di dekat hutan. Sang raja m enanyakan dengan
jelas arah tem pat itu. Ia berm aksud m enghadiri pertem uan
http://facebook.com/indonesiapustaka

tersebut, aku pun diajaknya.


Sang pangeran m em butuhkan sebuah kantor percetakan.
Tak lam a kam i tem ukan tem pat itu, sedikit kotor di atas sebuah
toko kayu, sedang tukang kayu dan tukang cetaknya pergi ke
pertem uan. Pintu-pintunya tak ada yang dikunci. Tem pat itu
kotor, penuh sam pah dan bekas-bekas tinta. Dindingnya penuh
170 Mark Twain

ditem peli pengum um an bergam bar tentang kuda atau budak


negro yang m elarikan diri. Sang pangeran m em buka jasnya,
berkata bahwa ia bisa ditinggal kini, sem ua beres. Aku dan sang
raja berangkat ke tem pat pertem uan kegam aan itu.
Kam i sam pai di tem pat yang kam i tuju setelah berjalan kira-
kira setengah jam . Hari panas, keringat kam i bercucuran. Tem pat
itu telah penuh m anusia, kira-kira seribu orang yang datang dari
daerah sekitar dua puluh m il dari tem pat itu. Hutan telah penuh
dengan kuda, kereta dan gerobak. Kuda-kuda itu diikat di m ana
saja, m akan dari bak m akan sam bil m enghentak-hentakkan kaki
m engusir lalat. Banyak sekali gubuk-gubuk didirikan, dari batang
kayu dihujam kan ke tanah dan diberi atap ranting, untuk m enjual
lim un, roti, sem angka, jagung, dan sebangsanya.
Gubuk-gubuk yang sam a tapi jauh lebih besar digunakan
untuk berkhotbah. Di bawah atap gubuk-gubuk ini orang ba nyak
berkum pul, duduk di bangku-bangku panjang dari batang kayu.
Pendetanya berkhotbah di atas panggung. Para wanita m em akai
topi kain, ada yang m em akai gaun dari kain lena yang m irip wol,
ada yang dari kain cita, dan beberapa gadis m em akai pakaian dari
kain m ori. Beberapa orang pem uda tak bersepatu, dan sebagian
dari anak kecil yang ada di situ hanya berbaju saja, lain tidak.
Kaum wanita yang sudah tua m endengarkan khotbah sam bil
m erajut, sedang kaum m uda banyak juga yang m enggunakan
kesem patan yang ada untuk berpacaran.
Pada gubuk besar pertam a yang kam i datangi, pendetanya
sedang m em im pin nyanyian. Ia m engucapkan dua baris syair
http://facebook.com/indonesiapustaka

lagi, sem ua orang m enyanyikannya, agung sekali m endengarkan


lagu itu karena begitu banyak orang yang m enyanyikannya de-
ngan penuh sem angat. Selesai dua baris itu dinyanyikan, pendeta
m en gu capkan dua baris lagi dan seterusn ya. Karen a suara
nyanyian itu, m akin lam a m akin banyak orang yang terbangun
dari tidurnya, dan m akin keras pula m ereka bernyanyi. Menjelang
Petualangan Huckleberry Finn 171

akhir lagu beberapa orang m engeluh, beberapa lagi berteriak-


teriak. Kem udian pendeta m ulai berkhotbah, khotbahnya penuh
sem angat, kadang-kadang tubuhnya m eliuk ke kiri, kadang-
kadang ke kanan atau ke depan. Tangan dan tubuhnya tak
pernah tinggal diam , ia m eneriakkan khotbahnya itu keras-
keras. Sekali-sekali diangkatnya Injil, lalu dibuka dan seolah-olah
m enyebarkan isinya ke sem ua hadirin sam bil berteriak-teriak,
“Itulah ular som bong di padang belantara! Waspadalah, dan
hiduplah!” Para pendengar setiap kali juga berseru, “Puji Tuhan!
A-a-am in!” Begitulah seterusnya. Pendeta m akin bersem angat
berkhotbah dan hadirin m akin banyak yang berkeluh kesah,
m enangis dan m eneriakkan am in.
“Ayo, datanglah ke bangku doa! Datanglah, kau yang penuh
dosa! (Am in!) Datanglah, yang sakit dan kesakitan! (Am in!)
Datanglah, yang lum puh, bisu, dan buta! (Am in!) Datanglah,
yang m iskin dan kekurangan! (Am in!) Datanglah yang tenggelam
dalam m alu! Datanglah kau yang hancur hatim u dan m enderita!
Datanglah dengan jiwa patah! Datanglah dengan hati penuh
dosa! Datan glah den gan pakaian yan g com pan g-cam pin g,
kotor, dan dengan dosa-dosam u! Air yang akan m em bersihkan
dosam u berlim pah, pintu surga tetap terbuka, oh, m asuklah dan
beristirahatlah!” (A-a-am in! Puji Tuhan! Puji Tuhan! Haleluya!)
Begitulah seterusnya. Suara pendeta itu tak terdengar lagi,
tenggelam dalam riuh rendah suara teriakan dan tangis. Dari
berbagai tem pat orang-orang berdiri, berdesak-desakan m aju ke
bangku doa; pipi m ereka basah oleh air m ata. Mere ka bergerom bol
di bangku depan, m enyanyi, berteriak dan m elem parkan tubuh ke
http://facebook.com/indonesiapustaka

tanah, sem ua tam pak bagaikan gila dan liar.


Tiba-tiba sang raja juga kejangkitan, m enangis dengan suara
yang jauh lebih keras dari suara sem ua orang. Kem udian ia
m enyer bu ke atas panggung. Ketika pendeta m enyuruh berbicara
pada orang-orang yang ada di situ, m aka sang raja tam pil
berbicara.
172 Mark Twain

Menurut ceritanya, ia seorang bajak India. Musim sem i


yang lalu anak buahnya berkurang banyak disebabkan oleh
suatu pertem puran. Ia kini dalam perjalanan pulang untuk
m encari beberapa tenaga baru untuk dijadikan bajak laut. Ia
am at bersyukur m alam kem arin diram pok, dan diturun kan
dari kapal uap tanpa uang sesen pun. Ia gem bira. Kejadian itu
m erupakan kejadian yang paling m enguntungkan baginya sebab
kini ia telah berubah, ia bagaikan dilahirkan kem bali. Baru kali
inilah ia m erasa bahagia dalam hidupnya. Dan walaupun tak
punya uang sam a sekali ia akan segera berangkat, bekerja untuk
m encari dana agar ia bisa cepat kem bali ke Sam udra Hindia.
Seluruh kehidupannya akan diabdikannya untuk m enunjukkan
jalan yang benar pada peram pok-peram pok di tem pat itu. Ia
yakin bisa m engerjakan hal itu lebih baik dari orang lain, sebab
ia telah kenal betul akan segala kehidupan bajak laut di sam udra
itu. Walaupun akan m em akan waktu lam a sekali baginya untuk
m encapai tem pat itu tanpa m em punyai uang, ia akan sam pai
juga ke sana nanti. Dan setiap kali ia berhasil m enyadarkan
seorang bajak laut, ia akan berkata “J angan berterim a kasih
padaku, jangan anggap aku berjasa. Berterim akasihlah pada
orang-orang baik hati di Parkville, pada penduduk yang hadir
pada perkum pulan keagam aan di sana, m erekalah saudara dan
pelindung sem ua bajak laut, dan pendeta m ereka adalah sahabat
sejati para bajak laut!”
Sang bajak m engakhiri ceritanya dengan m enangis tersedu-
sedu, begitu juga para pen den garn ya. Kem udian seseoran g
berteriak, “Kum pulkan uan g un tukn ya! Kum pulkan uan g
http://facebook.com/indonesiapustaka

untuknya!” Kira-kira setengah lusin orang berteriak setuju dan


akan m engerjakan usul tadi, tetapi seseorang lainnya berseru,
“Biarkan dia m engedarkan topinya!” dan sem ua orang berteriak
serupa, bahkan tuan pendeta juga.
San g raja berjalan berkelilin g di an tara oran g ban yak,
m en yodor kan topin ya sam bil m en gusap-usap m atan ya,
Petualangan Huckleberry Finn 173

m em berkati, m em uji dan berterim a kasih pada orang-orang yang


begitu baik hati pada para pelaut yang sangat jauh dari tem pat
itu. Orang-orang itu bergantian m em asukkan uang ke dalam
topi sang raja. Sesekali gadis-gadis yang tercantik, dengan pipi
basah air m ata, m endekatinya, m inta diperbolehkan m encium nya
agar m ereka bisa selalu m engingatnya. Raja selalu m engabulkan
perm intaan itu, m alah beberapa orang di antara gadis-gadis
itu dicium dan dipeluknya sam pai lim a atau enam kali. Banyak
yang m inta agar ia tinggal di tem pat itu selam a sem inggu, dan
sem ua orang m engun dangnya untuk tinggal di rum ah m asing-
m asing sebagai tam u kehorm atan, tapi sang raja m enolak dengan
m engatakan bahwa karena pertem uan itu adalah pertem uan
keagam aan terakhir, ia tak akan bisa m enyum bangkan tenaganya
lagi. Dan lagi ia sudah sangat ingin untuk bisa segera berangkat
ke Sam udra Hindia guna m enyelam atkan jiwa para peram pok.
Waktu kam i tiba kem bali di rakit, kam i hitung pendapatan
sang raja hari itu. Ternyata ia berhasil m engum pulkan delapan
puluh tujuh dolar tujuh puluh lim a sen. Ditam bah dengan sebuah
guci yang berisi tiga galon wiski, yang ditem ukannya di bawah
sebuah gerobak di dalam hutan dalam perjalanan pulang. Kata
sang raja, hasil itu lebih banyak berlipat ganda daripada bila dia
sendiri yang berkhotbah.
Sebelum sang raja datang, sang pangeran m engira dialah
yang m endapat hasil terbanyak. Di tem pat percetakan yang
ditem uinya itu, ia telah m engerjakan pesanan dua orang petani—
surat sebaran tentang kuda—dan m engantongi uangnya, em pat
http://facebook.com/indonesiapustaka

dolar. Ia juga m enerim a pesanan pem asa ngan iklan untuk koran
setem pat. Mestinya iklan itu berharga sepuluh dolar, pem asangnya
dibujuknya untuk m em bayar kontan hanya dengan em pat dolar
saja. Uang langganan koran itu dua dolar setahun. Pada petani
yang kebetulan lewat, ia berhasil m enawarkan langganan setahun
dengan uang langganan setengah dolar, kontan. Dengan jalan
174 Mark Twain

tersebut ia m endapatkan tiga orang langganan. Tadinya orang-


orang itu akan m em bayar dengan kayu dan bawang putih sebagai
biasanya. Tapi sang pangeran m engatakan bahwa ia baru saja
m em beli perusahaan surat kabar itu, dan ia m enjalankan usahanya
hanya dengan pem bayaran kontan walaupun untuk itu ia harus
m enekan harga serendah-rendahnya. Ia m enyiapkan huruf-huruf
sebuah sajak terdiri dari tiga bait untuk dicetak di koran. Sajak
yang dikarangnya pada saat itu juga berjudul “Ya, Hancurkanlah,
Dunia yang Kejam , Hati yang Hancur Ini,” indah susunannya
dan isinya m engandung kesedihan, disiapkannya untuk dicetak
di koran tanpa ia m em inta uang im balan. Seluruhnya ia berhasil
m engum pulkan uang sem bilan setengah dolar, suatu hasil yang
dianggapnya lum ayan juga.
Ditunjukkannya juga suatu hasil kerja yang dibuatnya tanpa
m em inta upah, sebab hasil kerja itu untuk kam i. Selem bar surat
sebaran, dengan gam bar seorang negro m em bawa bungkusan
kain di ujung tongkat yang dipanggulnya, bertulisan “Hadiah
$ 20 0 .” Di bawah gam bar itu tertera gam baran tentang diri J im ,
sangat jelas sekali, cocok dengan keadaan sebenarnya. Ditulis
juga bahwa J im telah m elarikan diri dari perusahaan pertanian di
St. J aques, em pat puluh m il di sebelah hilir New Orleans, m usim
dingin yang lalu diduga J im m elarikan diri ke daerah Utara,
barang siapa yang berhasil m enangkap dan m engem balikan J im
akan diberi hadiah 20 0 dolar, sedang ongkos perjalanan akan
diganti.
“Kini,” kata sang pangeran, “kita bisa m engadakan perjalanan
http://facebook.com/indonesiapustaka

siang hari bila perlu, setelah m alam ini. Bila saja kita lihat
sese orang m endekati kita, kita ikat kaki dan tangan J im , kita
baringkan dia di gubuk, dan kita tunjukkan surat sebaran ini. Kita
katakan kita m enangkapnya di bagian atas sungai. Terpaksa kita
antarkan dengan rakit karena kita terlalu m iskin untuk m em bayar
ongkos naik kapal uap, rakit ini saja kita pinjam dari kawan kita.
Petualangan Huckleberry Finn 175

Kita pergi ke Selatan untuk m engam bil hadiah kita. Rantai dan
borgol sesungguhnya lebih pantas, tetapi bertentangan dengan
cerita bahwa kita m iskin. Seakan-akan J im m em akai perhiasan.
Tali tepat sekali, sem uanya harus serasi, begitulah akal dalam
perm ainan sandiwara.”
Kam i sem ua harus m engakui bahwa sang pangeran betul-
betul cerdik. Kini tak akan ada kesulitan untuk berlayar siang
hari. Kam i kira m alam itu kam i akan cukup jauh di luar jangkauan
keributan yang diakibatkan oleh hasil kerja sang pangeran di
kantor percetakan. Sejak m alam itu kam i bisa m engadakan
perjalanan bila saja kam i m au, baik siang m aupun m alam .
Kam i sam a sekali tak m enam pakkan diri sam pai ham pir pukul
sepuluh m alam ; saat itu rakit m ulai kam i dorong m em asuki arus.
Kam i m engam bil tem pat hanyut jauh di depan kota Parkville, dan
tak m em asang lentera sebelum kota itu lenyap dari pandangan
m ata.
Waktu J im m em bangunkanku untuk berjaga jam em pat pagi,
ia bertanya, “Huck, m ungkinkah kita akan bertem u dengan raja-
raja lagi dalam perjalan ini?”
“Tidak,” jawabku, “kukira tidak.”
“Hm , baiklah kalau begitu. Satu atau dua orang raja m asih
bisa kuterim a, tapi lebih dari itu, am pun! Raja agaknya sangat
m abuk, sedang pangeran begitu juga.”
Ternyata J im telah m encoba m inta agar sang raja berbicara
bahasa Prancis agar ia tahu bagaim ana suara bahasa tersebut.
Tapi raja m enjawab bahwa ia telah terlalu lam a berada di
http://facebook.com/indonesiapustaka

Am erika, dan m enderita terlalu banyak kesulitan hingga ia lupa


sam a sekali pada bahasa aslinya.
SUATU KESUKARAN DI
ARKANSAS

HARI TELAH siang, tapi kam i tak berhenti, tak m encari tem pat
untuk bersem bunyi. Waktu sang raja dan sang pangeran akhir-
nya bangun dan keluar dari gubuk, m ereka tam pak am at kum al.
Tapi setelah m ereka m encebur ke sungai dan berenang-renang,
m ereka tam pak segar kem bali. Selesai m akan pagi raja duduk di
sudut rakit, m encopot sepatu dan m enggulung celananya ke atas.
Ia duduk berjuntai, kakinya direndam di air. Sam bil m engisap
pipa ia m enghapalkan bagian yang harus diucapkannya dalam
kisah “Rom eo dan J uliet”. Setelah ia hafal, ia berlatih bersam a
http://facebook.com/indonesiapustaka

sang pangeran. Sang pangeran terpaksa harus m engajarinya lagi


cara m engu capkan kata-katanya. Diajarinya juga cara m engeluh,
m endekapkan tangan di dada. Setelah agak lam a, sang raja baru
bisa m engerjakannya dengan baik. “Hanya,” kata sang pangeran,
“caram u m em an ggil Rom eo m asih salah. J an gan m elen guh
Rom eo, seperti lem bu jantan, tapi harus lem but, bernada sedih
Petualangan Huckleberry Finn 177

dan m esra, begini– Ro-om eo! begitulah, dan bila ia tertawa ia


tidak m eringkik seperti keledai.”
Setelah itu keduanya m engeluarkan sepasang pedang kayu
yang dibuat sang pangeran dari kayu oak. Mereka berlatih
m ain anggar. Sang pangeran m enjadi Richard III, cara m e reka
bertem pur di atas rakit itu sungguh sedap untuk dilihat. Tapi tiba-
tiba sang raja tergelincir jatuh ke sungai. Mereka m enghentikan
latihan, beristirahat dan m em percakapkan sem ua pengalam an
m asing-m asing selam a berada di sepanjang sungai ini.
Selesai m akan siang, sang pangeran berkata, “Nah, cepat,
kita harus m em buat pertunjukan ini sebagus m ungkin. Kukira
lebih baik bila kita tam bahi sedikit. Kita harus m em punyai acara
untuk ‘encore’, lagi.”
“Apakah ‘onkor’ itu, Bilgewater?”
“Penonton m inta kita berm ain sekali lagi, karena bagusnya
perm ainan kita. Aku akan m em enuhi dengan m elakukan tarian
Skot atau m enirukan suara terom pet tanduk para pelaut. Dan kau–
hm , tunggu– oh, ya, kau bisa m engerjakan ‘solilokui’ Ham let?”
“Apanya Ham let?”
“Solilokui, percakapan seorang diri. Kau tahu, percakapan
seorang diri Ham let ini adalah hasil karya terbaik Shakespeare.
San gat in dah, halus dan m ulia! Selalu m en awan hati para
penonton. Sayang aku tak punya bukunya, aku hanya m em punyai
sebuah karya Shakespeare, tapi tak apa, pasti bisa kususun dari
ingatanku. Biarlah aku berjalan m ondar-m andir sejenak, dan lihat
nanti, apakah aku bisa m enggalinya dari gudang kenanganku.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

San g pan geran betul-betul berjalan m on dar-m an dir,


m engerahkan pikiran, kening berkerut sekali-kali. Kadang-kadang
ia m engangkat alis, m em eras tangannya di dahi, terhuyung
ke belakang dan m engerang. Ia juga m engeluh dan pura-pura
m eneteskan air m ata. Senang sekali m elihat tingkah lakunya.
Akhirn ya ia berhasil m en gin gat-in gat sem uan ya. Ia berdiri
178 Mark Twain

dengan gagah, sebuah kaki terkangkang ke depan, tangan terjulur


ke atas, kepala ditarik ke belakang m enentang langit. Dan dengan
suara lantang ia m ulai m erisau, m em bentak dan m engertakkan
gigi. Berbagai tingkah nam pak selam a berpidato itu, berteriak,
m eregan gkan tubuh, m em busun gkan dada, pokokn ya hebat
betul, lebih hebat dari pem ain sandiwara yang m ana pun juga
yang pernah kulihat. Inilah pidato yang diucapkannya—aku bisa
m enghafalkannya dengan m udah karena terlalu seringnya ia
m engajari sang raja:

Jadi ‘ada’ atau ‘tak ada’, itulah keny ataan hidup y ang kejam
Mem buat kekacauan sepanjang um ur.
Siapa m au m enerim a nasib, sam pai Hutan Birnam m eram -
bat ke Dunsinane,
Tapi ketakutan akan sesuatu sesudah ajal
Mengganggu keny eny akan tidur,
Jalan kedua y ang ditem puh alam agung,
Lebih baik m em bidikkan panah keuntungan y ang m enga-
gum kan
Daripada m inta tolong pada orang y ang tak kita kenal.
Itulah y ang harus kita pikirkan lagi:
Ban gun k an Dun can den gan k etuk an m u! Alan gk ah
senangny a bila kau bisa;
Sebab, siapa bisa m enanggung cam buk dan kem arahan
sang w aktu,
Dosa si pen in das, rasa tak ken al m alu si som bon g,
http://facebook.com/indonesiapustaka

penundaan hukum , kem atian y ang disebabkan oleh ketakutan,


Pada sisa-sisa m ay at, di tengah m alam , kala kuburan
ternganga
Dalam pakaian hitam m uram y ang dilazim kan,
Hany a daerah y ang belum dikenal itu, para pengun jung tak
pernah kem bali,
Petualangan Huckleberry Finn 179

Meny em burkan w abah ke dunia,


Sehingga orang-orang y ang berteguh hati, bagai kucing
m alang tak bisa berkutik
Mem busuk oleh kedukaan,
Dan sem ua m ega y ang m erendah m enutupi puncak rum ah
itu,
Oleh sebab y ang sam a buy ar berpencaran
Kehilangan day a gerak,
Inilah kesem purnaan y ang harus kita capai dengan
tulus. Tapi, diam lah, Ophelia cantik:
Jangan buka rahang pualam m u y ang berat itu,
Tapi pergilah ke biara– cepat!

Sang raja sangat suka akan pidato itu, sehingga tak berapa
lam a ia telah bisa m enguasainya. Agaknya m em ang dialah yang
paling cocok untuk peranan itu. Hebat sekali tam paknya waktu
sang raja m engucapkan pidato itu dengan gaya yang berkobar-
kobar.
Segera sang pangeran m encetakkan surat selebaran tentang
pertunjukan yang akan diadakan. Setelah itu, dua atau tiga hari
kam i berhanyut-hanyut, suasana di atas rakit kam i sangat sibuk.
Selalu saja ada latihan m ain anggar dan sandiwara. Suatu pagi,
waktu kam i telah berada di jantung negara bagian Arkansas, kam i
m elihat sebuah kota kecil di pengkolan sungai. Kam i berlabuh tiga
perem pat m il di atas kota itu, di m uara sebuah anak sungai yang
tertutup rapat oleh pohon sipres. Kecuali J im , sem ua pergi ke
kota dengan naik perahu, untuk m elihat kem ungkinan sandiwara
http://facebook.com/indonesiapustaka

kam i bisa dipertunjukkan di sana.


Kam i sangat beruntung. Sore itu akan ada pertunjukan
sirkus, jadi para penduduk desa telah m ulai berdatangan ke kota,
de ngan naik berbagai m acam gerobak atau kuda. Sirkus itu akan
m eninggalkan kota m enjelang m alam , jadi banyak kesem patan
bagi sandiwara kam i.
180 Mark Twain

Sang pangeran m enyewa gedung pengadilan, dan berkeliling


kota m enem pelkan surat selebaran. Surat selebaran itu berbunyi
sebagai berikut:

Pertunjukan Karya Shakespeare!!!


Sangat Mem ikat Hati!
Hanya Satu Malam !
Oleh Para Pem ain Dram a Yang Term asyhur:
David Garick Muda
dari Gedung Sandiwara Drury Lane, London
dan
Edm und Kean Tua, dari Gedung Sandiwara Royal Haym arket,
di Whitechapel, J alan Poding, Piccadilly, London dan Gedung
Sandiwara Kerajaan di Daratan Eropa, dalam adegan indah
dram a Shakespeare berjudul:

Adegan Balkon
dalam
Rom eo dan J uliet!
Rom eo .................................................. Tuan Garick
J uliet .................................................... Tuan Kean
Dibantu oleh seluruh anggota perkum pulan!
Perlengkapan baru, hiasan panggung baru!

J uga:
http://facebook.com/indonesiapustaka

Pertarungan yang m enegangkan, m enyeram kan seru dan


gem ilang, dengan adegan adu anggar dalam :
Richard III!!!
Richard III ........................................... Tuan Garick
Richm ond ........................................... Tuan Kean
Petualangan Huckleberry Finn 181

J uga:
(atas perm intaan istim ewa)
Pem bicaraan Seorang Diri Ham let yang Abadi!
Oleh Kean yang Tersohor!
Dim ainkan olehnya 30 0 m alam berturut di Paris!
Hanya untuk satu m alam saja,
Berhubung telah adanya pesanan yang m endesak
untuk m ain di Eropa!
Karcis m asuk 25 sen, anak-anak dan pelayan 10 sen.

Selesai m enem pelkan surat-surat selebaran itu kam i ber-


jalan-jalan. Toko dan rum ah sem uanya terlihat sudah am at tua,
kering dan ham pir roboh. Agaknya bangunan-bangunan itu tak
pernah dicat. Kebanyakan didirikan di atas panggung setinggi
tiga atau em pat kaki, agar tak bisa dicapai air bila sungai banjir.
Rum ah-rum ah kebanyakan punya kebun kecil m engelilinginya.
Tapi kebun-kebun itu tak m enghasilkan apa-apa kecuali akar
jim son dan bunga m atahari; di sana-sini tam pak tum pukan abu,
sepatu rom bengan, botol-botol pecah, gom balan dan barang-
barang kaleng yang tak terpakai lagi. Pagarnya dibuat dari
berbagai m acam papan, dipaku entah berapa kali, condong dan
m iring dengan pintu pagar yang selalu hanya berengsel satu,
dari kulit. Di antara pagar itu pernah dikapur, tapi agaknya telah
lam a sekali, m ungkin sebelum benua Am erika diketem ukan oleh
Colom bus. Biasa nya selalu ada babi di kebun, dan ada orang yang
sedang m enghalau babi itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Sem ua toko berdiri pada sebuah jalan. Toko-toko itu selalu


m em asang tenda putih buatan sendiri di depannya, dan orang-
orang desa selalu m enggunakan tiang-tiang tenda ini untuk
m enam batkan kuda m ereka. Di bawah tenda selalu terlihat banyak
sekali kotak kosong, yang digunakan oleh para penganggur untuk
beristirahat, sem entara m ereka m engerat kotak-kotak itu dengan
182 Mark Twain

pisau, m engunyah tem bakau, m enguap, m enggeliat—kum pulan


orang-orang yang betul-betul bebal. Orang-orang itu biasanya
m em akai topi jeram i selebar payung, tapi tak ada yang m em akai
jas atau jaket, dan biasanya m em anggil satu sam a lain dengan
Bill, Buck, Hank, J oe, atau Andy. Mereka berbicara seperti
orang m alas, m enggum am , tapi m enggunakan banyak sekali
m aki-m akian. Di dekat setiap tiang tenda berdiri salah seorang
di antara para pem alas itu, berdiri bersandar dengan tangan di
saku celana atau terulur m inta tem bakau atau untuk m enggaruk-
garuk. Percakapan m ereka selalu tentang tem bakau sugi seperti
berikut:
“Beri aku sekunyahan tem bakau, Hank.”
“Tak bisa. Kepunyaanku tinggal sekunyahan. Mintalah pada
Bill.”
Mungkin Bill m em berinya; m ungkin juga ia berdusta dan
m enga takan tak punya. Para penganggur itu kebanyakan tak
pernah punya uang sesen pun, atau segum pal tem bakau yang
betul-betul m iliknya. Kebanyakan tem bakau yang m ereka kunyah
m ereka dapat dari pin jam an den gan berkata, “Pinjam i aku
sekunyahan tem bakau, J ack, aku baru saja m em injam kan pada
Ben Thom pson sisa tem bakauku,” yang sesungguhnya adalah
dusta sem ata. Dusta itu hanya bisa m enipu seorang asing, tapi
J ack bukanlah orang asing, jadi m enjawab, “Kau m em berinya
sekunyahan tem bakau? Aku lebih percaya kalau yang m em berikan
itu adalah nenek kucing adikm u. Bayar kem bali tem bakau yang
kau pinjam dariku, Lafe Buckner, dan akan kuberi kau sebagian
http://facebook.com/indonesiapustaka

kecil darinya, satu atau dua ton, tanpa harus kau kem balikan
lagi.”
“Tapi bukankah pernah aku m em bayar kem bali pinjam an
tem bakaum u?”
“Yah, hanya enam kunyahan. Kau pinjam tem bakau, dan kau
bayar tem bakau m entah.”
Petualangan Huckleberry Finn 183

Sugi tem bakau yang dijual di toko m erupakan segum pal


tem bakau hitam . Sedan g yan g dim am ah oleh oran g-oran g
ini adalah daun tem bakau asli yang digulung. Bila ada yang
m em injam sekunyahan, biasanya sugi tem bakau itu tak dipotong
dua dengan pisau. Mereka m enggigit sugi itu, m engerat dengan
gigi, sem entara yang punya m enarik dengan tangan. Sering kali
setelah terputus, yang punya m elihat tem bakau di tangannya
dengan sedih dan berkata m enyindir, “Oh, biarlah aku yang
m endapatkan yang sekunyahan itu, kau suginya saja.”
J alan dan lorong kota sem ua hanyalah lum pur sem ata,
lum pur sehitam ter dan ham pir sekaki dalam nya di beberapa
tem pat, dan dua atau tiga inci dalam nya di sem ua tem pat. Di
m ana-m ana terlihat babi berkeliaran. Kadang-kadang seekor
babi betina dengan sekelom pok anak seenaknya tidur di jalanan,
sehingga orang terpaksa m engitarinya bila m elalui tem pat itu. Babi
itu enak saja m enutup m ata, m enggoyangkan telinga sem entara
anak-anaknya m enyusu, tam paknya si babi sangat berbahagia
seolah-olah ia m akan gaji. Bila salah seorang penganggur m elihat
ada babi, biasanya ia berseru, “Ayo! Kejar! Gigit! Ayo, Macan!”
Terpaksa si babi harus bangkit, lari, sam bil m enjerit dikejar
seekor atau dua ekor anjing, sem entara tiga atau em pat lusin
ekor anjing lainnya berdatangan. Peristiwa begini m em buat para
penganggur tadi bangkit dari kem alasannya, m em perhatikan
sam pai binatang-binatang itu lenyap, tertawa terbahak-bahak
dan senang karena beberapa saat keadaan jadi sangat ribut.
Kem udian m ereka kem bali lem as lagi sam pai ada pertarungan
anjing. Tak ada yang bisa m em buat orang-orang ini bangkit
http://facebook.com/indonesiapustaka

dan bergem bira kecuali pertarungan anjing—atau m enyiram


anjing gelandangan dengan turpentin dan m em bakarnya, atau
m engikatkan kaleng pada ekor anjing hingga anjing itu ham pir
m ati m elarikan diri dari suara yang m em buru di belakangnya.
Di tepi sungai, banyak rum ah yang didirikan di atas tebing.
Rum ah-rum ah ini sudah doyong, ham pir terguling m asuk ke
184 Mark Twain

dalam sungai. Penghuninya sudah pindah sem ua. Ada juga


rum ah yang m asih ditem pati, berada di atas tebing sedang bagian
bawahnya sudah dikikis air hingga m erupakan gua. Sungguh
berbahaya tinggal di rum ah seperti itu, sebab sering kali terjadi
tanah longsor. Kadang-kadang tanah selebar seperem pat m il
dikikis habis oleh sungai dalam sem usim panas. Kota itu seperti
selalu digerogoti sebab sungai tak berhenti m engikisnya.
Makin dekat tengah hari, m akin banyak orang desa yang
datang. Kereta dan kuda m em enuhi jalan. Orang-orang itu
kebanyakan m em bawa m akanan sendiri, lalu m akan di kereta
m asing-m asing. Wiski juga banyak dim inum , dan kusaksikan
ada tiga perkelahian. Kem udian seseorang berseru, “Si tua Boggs
datang! Ia datang untuk m abuk lagi, seperti biasa, sekali sebulan!
Ia datang, kawan!”
Oran g-oran g yan g tadi berm alas-m alasan itu tam pak
gem bira. Agaknya m ereka sudah sering m em perm ainkan Boggs.
Salah seorang berkata:
“Entah siapa yang akan diancam nya kali ini. Kalau ia betul-
betul m em bunuh sem ua orang yang diancam nya selam a dua
puluh tahun ini, ia akan m enjadi sangat terkenal.”
“Senang diancam oleh Boggs,” kata yang lainnya lagi, “itu
berarti kita tak akan m ati seribu tahun lagi.”
Boggs m em acu kudanya m endekat, berteriak dan m enjerit-
jerit bagaikan orang Indian dan berseru, “Minggir! Minggir! Aku
haus darah, harga peti m ati akan naik!”
Tam paknya ia m abuk sekali. Bergoyang-goyang di atas pelana.
Um urnya kira-kira lim a puluh tahun, wajahnya sangat m erah.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Sem ua orang berteriak padanya, m enertawakannya dan m eng-


o lok-olokkannya. Boggs m em balas olok-olokan itu, dan berjanji
untuk m enghajar m ereka m enurut urutan yang tepat nanti. Kini
ia akan m enghadapi pekerjaan besar, ia akan m em bunuh Kolonel
Sherburn; sedang sem boyannya: “Daging dulu, m akan dengan
sendok kem udian.”
Petualangan Huckleberry Finn 185

Ia m elihatku, m endekat dan bertanya, “Dari m ana kau


datang, Nak? Kau telah siap untuk m ati?”
Ia m eneruskan perjalanannya. Aku m erasa takut, tapi sese-
orang berkata, “Ia tak bersungguh-sungguh. Tapi ia adalah orang
tolol yang paling baik hatinya. Selalu dem ikian tingkahnya bila
sedang m abuk. Di seluruh Arkansas, tak pernah m enyakiti orang,
baik dalam keadaan m abuk ataupun sadar.”
Boggs berhen ti di depan sebuah toko yan g terbesar,
m em bungkukkan kepala hingga ia bisa m enengok ke dalam lewat
tirai tenda toko itu dan berteriak, “Keluarlah, Sherburn! Keluarlah
dan tem ui orang yang telah kau tipu! Kaulah anjing yang kucari,
dan kau pasti akan kubunuh nanti!”
Tak henti-hentinya ia m em aki-m aki Sherburn, m e m ang-
gilnya dengan kata kotor apa saja yang diingatnya. J alan itu
pen uh den ga n oran g yan g m en den garkan kata-kata Boggs,
m enertawakannya dan m enunggu apa yang akan terjadi. Akhirnya
seorang lelaki gagah, berum ur kira-kira lim a puluh lim a tahun—
pakaiannya jauh lebih baik dari pakaian sem ua orang di kota itu—
keluar dari toko tadi. Sem ua orang di depan toko itu m enyingkir ke
tepi, m em berinya jalan. Orang itu berkata, tenang dan perlahan,
kepada Boggs, “Aku telah bosan akan tingkahm u, Boggs. Kuberi
waktu padam u sam pai pukul satu. Sam pai pukul satu, ingat itu,
tak akan lebih lam a lagi. Bila sesudah waktu itu kau m engoceh
tentang diriku lagi, walaupun hanya sepatah kata, tak ada tem pat
yang bisa kau pakai bersem bunyi dariku.”
Kem udian ia berpalin g dan m asuk kem bali ke dalam
http://facebook.com/indonesiapustaka

toko. Sem ua orang terdiam , tak ada seorang pun yang tertawa.
Boggs m asih juga m engikuti Sherburn dan m engolok-oloknya
sekeras suara. Ia berkuda sepanjang jalan, kem bali ke depan
toko lagi, m asih juga m em aki-m aki Sherburn. Beberapa orang
m engerum uninya, m inta agar ia bungkam . Orang-orang itu
berkata pada Boggs bahwa jam satu tinggal lim a belas m enit lagi,
186 Mark Twain

jadi ia harus segera pulang. Sem ua itu tiada hasilnya. Sekuat


tenaga Boggs m em aki-m aki, m em banting topinya ke lum pur agar
diinjak-injak oleh kudanya. Setelah itu ia berpacu ke ujung jalan,
ram but kelabunya m elam bai-lam bai. Setiap orang berusaha keras
m em bujuknya, m encoba m enyuruh ia turun dari kudanya agar
ia bisa dikunci dalam suatu kam ar sam pai sadar dari m abuknya.
Sem ua tak berhasil. Ia berpacu lagi ke ujung jalan dan m em aki-
m aki Sherburn. Akhirnya seseorang berkata,
“Pan ggil an akn ya, cepat! J em put an ak perem puan n ya!
Kadang-kadang ia m au m endengarkan kata-kata anaknya itu.
Hanya dialah yang bisa m em bujuknya.”
Seseorang berlari untuk m em anggil anak Boggs. Aku sudah
akan m eninggalkan tem pat itu tapi kem udian berhenti berjalan.
Lim a atau sepuluh m enit kem udian Boggs m uncul lagi. Kali ini
ia berjalan kaki. Berjalan terhuyung-huyung m enyeberangi jalan
ke arahku, tak bertopi, diapit oleh dua orang tem annya yang
m em apah lengannya, setengah m enghela. Boggs diam saja, m alah
kelihatan gelisah. Ia tak bertahan waktu dihela, bahkan ikut
m em percepat langkah juga. Seseorang berseru:
“Boggs!”
Aku m enoleh, yang berteriak itu Kolonel Sherburn. Ia berdiri
tenang di tengah jalan, tangannya teracung, m enggenggam pistol.
Pistol itu belum terarah, larasnya teracung ke langit. Pada saat
yang sam a, kulihat seorang gadis berlari m endatangi, diiringi
oleh dua orang pria. Boggs dan kedua tem annya berpaling untuk
m elihat siapa yang m em anggilnya. Melihat pistol itu kedua
http://facebook.com/indonesiapustaka

kawan Boggs m elom pat ke pinggir. Pistol berlaras dua itu turun
perlahan sam pai m em bentuk suatu garis datar, picunya siap
untuk ditarik. Boggs m engangkat kedua tangannya dan berseru,
“Oh, Tuhan ! J an gan m en em bak!” Dor! Tem bakan pertam a
m eletus, Boggs terhuyung ke belakang, m eraih-raih udara. Dor!
Tem bakan kedua, Boggs terjengkang jatuh ke belakang, berat
Petualangan Huckleberry Finn 187

sekali tubuhnya m enghem pas tanah, tangannya terbuka lebar ke


sam ping. Gadis yang lari tadi tiba di tem pat itu, ia m elem parkan
tubuhnya m em eluk tubuh ayahnya sam bil m enjerit, m enangis,
“Oh dia telah m em bun uhn ya! Dia m em bun uhn ya!” Oran g-
orang bergegas berkerum un, saling bertolak untuk m endapatkan
tem pat terdepan. Sem ua m engulurkan kepala, m endesak m aju,
sem entara orang yang telah berada di depan m endorong m undur
orang di belakang sam bil berseru, “Mundur! Mundur! Biar
lapang. Beri dia udara!”
Kolon el Sherburn m em buan g pistoln ya, berpalin g dan
m eninggalkan tem pat itu.
Boggs dibawa ke sebuah kedai obat kecil; orang-orang terus
m engikutinya, dan agaknya seluruh isi kota juga berdatangan
untuk m elihat. Aku bersicepat, bisa m endapat tem pat lega di
jendela, hingga aku bisa berada dekat sekali dengan Boggs dan
bisa m elihat ke dalam . Ia dibaringkan di lantai, berbantalkan
sebuah buku Injil besar. Dadanya ditutupi pula dengan buku
Injil yang lain. Mereka telah m erobek bajunya hingga terbuka,
dan aku bisa m elihat lubang di m ana salah sebuah peluru
Sherburn m engeram . Boggs m egap-m egap kira-kira dua belas
kali, napasnya m em buat Injil di dadanya terangkat dan turun
tiap kali ia m enarik dan m enghem buskan napas. Akhirnya ia tak
bergerak lagi. Ia m ati. Orang-orang m erenggut anaknya yang
m asih m em eluknya sam bil m enjerit dan m enangis. Anak itu
berum ur kira-kira enam belas tahun, berwajah m anis dan lem but,
tapi tam pak sangat pucat dan ketakutan.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Segera juga seisi kota datang ke tem pat itu. Berdesak-desak,


berhim pit-him pit, saling bertolak untuk m encapai jendela agar
bisa m elihat ke dalam . Tapi orang-orang yang telah berada di
tem pat itu tak m au pergi, sehingga orang-orang di belakang
berteriak-teriak, “Kawan-kawan, kau sudah cukup lam a m elihat.
Tak adil bila kalian berada di tem pat itu terus, tanpa m em beri
188 Mark Twain

kesem patan pada orang lain. Orang lain juga punya hak untuk
m elihat, sam a dengan engkau!”
Terjadi perten gkaran perebutan tem pat, terpaksa aku
m enyelinap keluar, takut kalau-kalau terjadi perkelahian. J alan
itu kini penuh m anusia, sem uanya ribut sendiri-sendiri. Sem ua
yang m enyaksikan penem bakan itu m enceritakan kejadiannya,
dan m asing-m asing dikelilingi oleh banyak sekali pendengar,
yang m endengarkan dengan leher terjulur. Seseorang bertubuh
tinggi kurus, beram but gondrong, bertopi tinggi putih, dan
m em bawa sebatang tongkat dengan kepala bengkok m enandai
tem pat-tem pat di m ana Boggs dan Sherburn berdiri. Sem ua
orang terus m engikuti segala gerak-gerik orang itu, setiap kali
m enganggukkan kepala sebagai tanda bahwa m ereka m engerti,
m em bungkuk dengan tangan bersandar pada lutut waktu orang
itu m enandai tem pat-tem pat tadi dengan tongkatnya. Kem udian
orang tersebut berdiri tegak dan kaku di tem pat Sherburn berdiri,
m engerutkan ke ning dengan daun topinya turun hingga ke m ata
dan berteriak, “Boggs!” tongkatnya yang sudah teracung turun
m endatar, ia berteriak, “Dor!” terhuyung ke belakang, berteriak
“Dor!” lagi, dan m enjatuhkan diri telentang. Orang-orang yang
m enyaksikan kejadian sebenarnya m engatakan bahwa orang
tersebut tepat sekali m enirukan kejadian tadi, tepat seperti
sesungguhnya. Kita-kira dua belas orang m engeluarkan botol
m inum an keras m asing-m asing untuk diberikan pada orang itu.
Kem udian ada orang yang berkata bahwa Sherburn harus
dihukum gantung. Dalam sem enit saja sem ua orang m engatakan
http://facebook.com/indonesiapustaka

hal yang sam a. Sem ua jadi seperti gila, sem ua bergerak ke arah
rum ah Sherburn, berteriak dan m enyam bar setiap tali jem uran
yang m ereka jum pai untuk dipakai sebagai tali gantungan.
MENGAPA SHERBUN TAK JADI
DIGANTUNG

MEREKA MEMBANJ IR ke arah rum ah Sherburn, berteriak-


teriak bagaikan orang Indian. Sem ua benda hancur berantakan.
Anak-anak berlarian, m enjerit-jerit, m encoba m enghindar. Setiap
jendela di rum ah tepi jalan itu penuh dengan kepala wanita,
dan pohon-pohon penuh dengan anak-anak negro. J uga di balik
pagar, wanita dan anak-anak berkum pul. Nam un bila gerom bolan
m anusia kalap itu m endekat, sem ua buyar m enjauh. Ham pir
sem ua wanita dan gadis m enangis m enjadi-jadi, ham pir m ati
ketakutan.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Pagar rum ah Sherburn segera dipenuhi oleh orang-orang


itu, suara nya ribut sekali. Halam an rum ah itu panjangnya hanya
enam m eter. Beberapa orang berteriak, “Hancurkan pagarnya!
Hancurkan pagarnya!” Terdengar ribut, gem ertak dan berderak
saat pagar itu dihancurkan dengan paksa. Bagitu pagar roboh,
orang-orang itu m eluap m asuk halam an.
190 Mark Twain

Tepat saat itu, Sherburn keluar dari jendela tingkat atas


rum ahnya dan berdiri di atas atap seram bi depan. Ia m em bawa
sepucuk senapan berlaras dua, berdiri tegak, acuh tak acuh, tak
berkata sepatah pun. Melihat Sherburn m uncul, keributan di
halam an terhenti, orang-orang m undur.
Sherburn m asih diam berdiri saja di tem patnya, m em andang
ke bawah. Kesunyian m encengkam hati. Sherburn perlahan
m en ga lihkan pan dan gan n ya, m en gawasi sem ua oran g di
bawahnya. Tiap kali seseorang bertem u pandang dengannya,
orang itu m encoba m enentang pandangan tersebut, tapi akhirnya
terpaksa m en un dukkan m ata, tak kuat. Oran g-oran g m ulai
gelisah. Tiba-tiba Sherburn tertawa, bukan tertawa nyaring, tetapi
serak dan seram . Dan ia berkata, perlahan penuh penghinaan:
“Huh! Kalian akan m enggantung orang? Lucu sekali! Lucu
sekali bila kalian punya keberanian untuk m enggantung seorang
lelaki! Karena kalian berani m elum urkan ter dan m elekatkan
bulu-bulu pada orang-orang perem puan yang terlantar dan tak
m em punyai pem bela, lalu kalian berpikir kalian cukup berani
untuk m enyiksa seorang lelaki? Wah, ketahuilah, seorang lelaki
selalu akan selam at, walaupun m enghadapi puluhan ribu orang
m acam kalian asalkan hari siang dan kalian tak berada di
belakang. Tak kenalkah aku pada kalian? Hm , aku m engenali
kalian luar-dalam . Aku lahir dan dibesarkan di daerah Selatan,
dan aku pernah hidup di daerah Utara. J adi aku bisa m engetahui
keadaan sem uanya. Sem ua orang rata-rata berhati pengecut. Di
daerah Utara orang m au saja diinjak-injak, m enghibur diri dengan
http://facebook.com/indonesiapustaka

berdoa di rum ah agar ia diberi kekuatan batin untuk m enanggung


siksaan itu. Di daerah Selatan, hanya dengan seorang diri saja
bisa m enodong sebuah kereta penuh lelaki di siang hari bolong.
Koran-koran m enyebut kalian orang-orang berani. Begitu sering
m ereka m enyebut hingga kalian m erasa lebih berani dari orang-
orang lain. Sesungguhnya kalian sam a beraninya dengan orang-
Petualangan Huckleberry Finn 191

orang lain, tak lebih. Mengapa anggota pengadilan kalian tak


berani m enggantung seorang pem bunuh? Sebab m ereka takut
kalau-kalau kawan dari orang yang digantung itu akan m enem bak
m ereka dari belakang dalam kegelapan yang m em ang pasti
akan terjadi. Karena itu selam anya pengadilan m em bebaskan
pem bunuh. Dan pada m alam harinya seorang jantan dengan
diikuti oleh seratus penakut bertopeng, m engam bil orang yang
dibebaskan oleh pengadilan itu untuk digantung. Kesalahan
kalian kali ini ialah, kalian tidak diiringi oleh seorang yang betul-
betul lelaki, betul-betul jantan. Dan juga kalian tidak datang di
hari gelap dan lupa m em bawa topeng. Kalian telah m em bawa
separuh lelaki itu, Buck Harkness itu, dan bila ia tak m engajak
kalian, kalian pasti sudah lari m engepit ekor! Sebenarnya kalian
tak ingin datang kem ari. Rata-rata orang takut akan kesulitan dan
bencana. Kalian tak inginkan kesulitan dan bencana. Tapi bila
seorang banci seperti Buck Harkness itu berteriak ‘Gantung dia!
Gantung dia!’ kalian takut untuk m undur, takut kalau terbuka
kedok kalian sebagai pengecut. Maka kalian pun m em balas
teriakan itu, dengan berpegang pada jas orang. Yang paling
harus dikasihani di dunia ini adalah suatu gerom bolan liar,
seperti juga sebuah pasukan yang juga m enyerupai gerom bolan
liar. Gerom bolan liar itu tak bertarung dengan keberanian hati
m asing-m asing, tetapi dengan keberanian karena m ereka terdiri
dari banyak orang. Itu bila suatu pasukan tentara. Dalam suatu
gerom bolan liar seperti kalian, tanpa seorang lelaki sebagai
pem im pin, kea daannya betul-betul kasihan! Kini, apa yang harus
http://facebook.com/indonesiapustaka

kalian kerjakan adalah, gulung ekor kalian, jepitkan di antara


kaki, dan pulan glah, bersem bun yilah dalam luban g-luban g
sarang kalian. Bila kalian akan diadakan penggantungan, adakan
di waktu m alam , yang sesuai dengan watak orang daerah Selatan
ini. Datang juga dengan bertopeng, dan suruh seseorang yang
betul-betul lelaki untuk m em im pin kalian. Sekarang, pergi! Bawa
192 Mark Twain

juga ban ci-banci kalian bersam am u!” Sherburn m engangkat


senjatanya, m enyiapkan picunya.
Serentak sem ua orang m undur dan buyar, bertebaran ke
segala arah. Buck Harness juga ikut pergi, tam pak m alu-m alu.
Bila aku m au, aku berani tinggal terus di tem pat itu. Tapi aku kira
tak ada gunanya, jadi aku pun ikut pergi.
Aku pergi ke tem pat sirkus. Mondar-m adir di bagian belakang
sam pai penjaganya lengah. Kem udian aku m enyeruak m asuk
lewat bagian bawah tenda. Aku m asih m em iliki uang dua puluh
dolar em as dan beberapa dolar lagi, tapi kukira lebih baik bila
uang itu aku sim pan saja, sebab kita tak tahu kapan kita sangat
m em butuhkan uang nanti, apalagi di negeri asing ini. Kita harus
hati-hati. Bukan aku tak m au m engeluarkan uang untuk m elihat
sirkus, tapi bila m asih ada jalan lain untuk apa m em buang-buang
uang.
Sirkus itu betul-betul hebat. Tak ada yang m engalahkan
waktu sem ua pen un ggan g kuda m asuk ke dalam lapan gan
berdua-dua, pria dan wanita berpasangan. Para pria hanya
m em akai celana dan baju dalam , tanpa sepatu tanpa sanggurdi,
tangannya dile takkan di atas paha, kelihatannya tak sedikit pun
m erasakan kesukaran dalam m engendarai kuda. Kira-kira ada
dua puluh orang pria. Wanitanya berkulit segar, sem ua cantik-
cantik sekali bagaikan sekum pulan ratu, pakaiannya berharga
jutaan dolar, penuh dengan kerlipan intan perm ata. Indah sekali.
Tak pernah aku m elihat keindahan seperti itu. Kem udian satu per
satu m ereka berdiri, sem entara kuda terus berlari m ereka m eliuk-
liukkan tubuh, gerakannya lem but dan indah. Para pem ain pria
http://facebook.com/indonesiapustaka

bertubuh tinggi-tinggi, tegap, tam pan, kepala m ereka naik turun


m engikuti gerakan kuda. Dan gaun para pem ain wanita bagaikan
daun bunga-bunga m awar berkibaran atau payung-payung yang
sangat indah.
Kuda m ereka berlari m akin cepat. Para penunggangnya
m e nari-nari di atas punggung kuda m asing-m asing. Mula-m ula
Petualangan Huckleberry Finn 193

m engan gkat satu kaki, kem udian ganti kaki yang lain. Kuda berlari
m akin cepat. Pelatih berdiri di tengah gelanggang, m elecutkan
cam buknya sam bil berseru, “Hai! Hai!” Di belakangnya seorang
badut m elucu. Kini sem ua orang m elepaskan tali kendali kuda
m asin g-m asin g. Para pen un ggan g wan ita m en ggen ggam kan
tangan, dirapatkan di paha. Para pria bersedekap, sem entara
kuda-kuda berpacu bagaikan gila. Dan satu per satu keluar
dari gelan ggan g, setiap kali m em bun gkuk m em beri horm at
den gan gerakan yan g in dah. Suara tepuk tan gan gem uruh
m engguncangkan tenda perm ainan sirkus itu.
Pertun jukan -pertun jukan lain n ya tak kalah hebat. Dan
badutnya betul-betul sangat lucu. Apa saja yang dikatakan pelatih
padanya selalu dijawabnya cepat, tepat, dan lucu. Bagaim ana
ia m em ikirkan begitu banyak jawaban yang tiba-tiba dan tepat,
aku tak bisa m em buat jawaban seperti itu. Mendadak dari
tem pat penonton m uncul seorang pem abuk. Ia ingin naik kuda
juga, katanya ia pun bisa naik kuda seperti para pem ain. Para
petugas sirkus m encoba m enyuruhnya kem bali ke tem patnya,
tapi ia tak m au. Terjadi pertengkaran hingga pertunjukkan
berhenti. Sem ua penonton jadi kesal, berteriak-teriak m em aki
pem abuk itu. Si pem abuk m akin m arah, ia berteriak-teriak
m engejek. Para penonton m ulai m arah juga, beberapa orang
lelaki m elom pat turun ke gelanggang sam bil berteriak, “Pukul
dia! Lem par ke luar!” Ribut sekali, beberapa orang wanita m ulai
m enjerit. Pem ilik sirkus itu m engharap jangan terjadi keributan.
Ia m au m em beri kesem patan naik kuda pada si pem abuk asal
http://facebook.com/indonesiapustaka

saja orang itu berjanji untuk tidak ribut lagi, dan bila ia jatuh
janganlah m enyalahkan orang-orang sirkus. Sem ua penonton
tertawa, berpendapat bahwa keputusan itu m em ang baik. Begitu
pem abuk tadi berada di pelan a, kuda yan g ditun ggan gin ya
m elom pat-lom pat bagaikan gila, dipegang dengan susah payah
oleh dua orang petugas sirkus. Si pem abuk m erangkul leher kuda,
194 Mark Twain

tiap kali kuda itu m elonjak, kedua kakinya terlem par ke udara.
Sem ua penonton berdiri, berteriak-teriak, tertawa hingga air
m ata bercucuran. Kedua petugas sirkus tadi agaknya kewalahan,
pegangnya lepas, dan kudanya berlari bagaikan anak panah lepas
dari busurnya. Kuda tadi perpacu m engelilingi gelanggang, dengan
si pem abuk bergantung di lehernya, kaki kirinya bergantian
ham pir m enyentuh tanah di kiri atau kanan sisi kuda. Para
penonton bagaikan gila m elihat itu. Bagiku kejadian itu tak lucu
sam a sekali, tubuhku gem etar m engkhawatirkan keselam atan
penunggang kuda tolol itu. Tapi akhirnya si pem abuk berhasil
m eraih tali kendali walaupun tubuhnya m asih terjuntai. Dan
tiba-tiba ia m elom pat berdiri di atas pelana! Sem entara itu,
kudanya berlari bagaikan kebakaran ekor. Si penunggang terus
saja berdiri, tak peduli betapa tingkah kudanya, seolah-olah ia tak
pernah m abuk dalam hidupnya dan kem udian m ulai m encopoti
pakaiannya. Ternyata ia m em akai pakaian berlapis-lapis. Ada
kira-kira tujuh belas pasang pakaian dilepaskan dari tubuhnya.
Ketika pakaian-pakaian itu habis tam pak ia bertubuh bagus,
langsing, dengan pakaian ketat yang sangat indah ! Kudanya
m akin ganas karena dicam buk dan setelah beberapa lam a ia
m em bungkuk m em beri horm at, keluar dari gelanggang, m asuk
ke tem pat ganti pakaian. Kem bali tenda besar itu bergetar oleh
jeritan para penonton yang m erasa gem bira dan tertipu.
Tetapi yan g tam pak san gat kecewa adalah si pelatih.
Ternyata pem abuk tadi salah seorang anak buahnya! Agaknya
ia m engarang lelucon itu tanpa m em beri tahu siapa pun. Bila
http://facebook.com/indonesiapustaka

saja aku yang m enjadi pelatih itu, tak bisa kubayangkan m aluku,
diupah seribu dolar pun aku tak akan m erasa gem bira lagi. Aku
tak tahu, m ungkin ada sirkus lain yang lebih indah dari sirkus
yang kutonton itu, tapi bagiku sirkus ini tak ada bandingannya
lagi. Aku berjanji bila kapan berjum pa lagi dengan rom bongan
sirkus ini, aku akan m em bayar ongkos m asuk.
Petualangan Huckleberry Finn 195

Malam harin ya, giliran kam i m en gadakan pertun jukan .


Nam un yang m enonton hanyalah dua belas orang, hasilnya hanya
cukup untuk m enutup biaya. Lagi pula para penonton itu tertawa
terus, hingga sang pangeran m arah. Betapapun, sem ua orang
m eninggalkan tem patnya sebelum pertunjukan selesai, kecuali
seorang anak yang tertidur.
Sang pangeran berkata agaknya orang-orang tolol Arkansas itu
tak bisa m enghargai Shakespeare. Agaknya m ereka m eninginkan
suatu kom edi m urahan. Baiklah, kata sang pangeran selanjutnya,
aku akan m em enuhi selera m ereka.
Pagi harinya sang pangeran m em beli kertas-kertas pem -
bungkus dan cat hitam . Di tiap kertas yang berukuran besar itu ia
m em buat suatu pengum um an. Kam i m enem pelkan pengum um an
itu di beberapa tem pat di desa. Dengan huruf besar-besar tertulis
pada kertas-kertas itu:

DI GEDUNG PENGADILAN!
HANYA UNTUK TIGA MALAM!
Para pem ain sandiwara yang term asyhur di seluruh dunia:
DAVID GARRICK SI MUDA!
DAN
EDMUND KEAN SI TUA!
Anggota perkum pulan sandiwara di
London dan Daratan Eropa,
Mem persem bahkan suatu cerita tragedi m engharukan

J ERAPAH SANG RAJ A


http://facebook.com/indonesiapustaka

atau
KEAJ AIBAN KERAJ AAN!!!
Ongkos m asuk 50 sen.

KAUM WANITA DAN ANAK-ANAK


DILARANG KERAS MASUK/ MENONTON.
196 Mark Twain

Baris terakhir itu ditulis dengan huruf-huruf raksasa.


“Nah,” kata sang pangeran waktu m enuliskan baris terakhir
tadi, “bila ini tidak m em buat m ereka terpikat, anggap saja aku tak
pernah m enginjakkan kaki di Arkansas!”
http://facebook.com/indonesiapustaka
KENEKATAN SANG RAJA DAN
SANG PANGERAN

SEPANJ ANG HARI raja dan pangeran am at sibuk, m em per siapkan


panggung, tirai, dan m em asang sebaris lilin untuk penerangan
panggung. Dan m alam nya, gedung itu segera penuh sesak dengan
penonton, sem uanya lelaki. Setelah tem pat itu tak dapat m em uat
lagi, sang pangeran m enutup pintu, dan m asuk ke panggung lewat
jalan belakang. Di depan layar panggung ia berpidato. Mem uji-
m uji lakon yang akan dim ainkannya, m engatakan bahwa lakon
itu adalah lakon yang paling m enyeram kan. J uga ia m em bual
tentang Edm und Kean si Tua, yang akan m em egang peran utam a
http://facebook.com/indonesiapustaka

dalam lakon tersebut. Akhirnya, ketika sem ua orang sudah sangat


ingin m enyaksikan lakon yang dibualkannya itu, ia m enggulung
layar ke atas. Masuklah sang raja, m erangkak bertingkah bagaikan
kuda. Ia telanjang bulat, seluruh tubuhnya dicat berbagai warna,
garis-garis dan lingkaran-lingkaran, cem erlang seperti pelangi.
Dan, tak usah kukatakan lagi bagaim ana ia berdandan, tapi
198 Mark Twain

betul-betul am at lucu. Para penonton rasanya akan m ati karena


tertawa. Setelah agak lam a sang raja bertingkah gila di atas
panggung, ia m asuk ke dalam . Para penonton terus saja tertawa
terbahak-bahak, bertepuk tangan, berteriak-teriak sam pai sang
raja keluar lagi untuk bertingkah kem bali. Dua kali lagi sang raja
terpaksa keluar untuk m em enuhi perm intaan para penonton
yang terus saja tertawa. Mem ang, rasanya seekor sapi pun akan
tertawa m elihat tingkah laku bajingan tua itu.
Kem udian sang pangeran m enurunkan layar, m em bungkuk
pada para pen on ton , dan berkata bahwa tragedi itu akan
dipertontonkan dua m alam lagi. Terpaksa, sebab akan diper-
tunjukkan di London dan karcis-karcisnya telah terjual habis. Ia
m em bungkuk lagi dan berkata agaknya pertunjukkannya telah
m em buat para penonton cukup terhibur m enyaksikan, karena
itu ia m ohon agar sem ua m engatakan tentang pertunjukan tadi
pada yang belum m enonton, dan m enganjurkan agar m ereka juga
m enonton.
Dua puluh suara bertanya, “Apa? Apakah pertunjukan sudah
habis? Hanya itu tadi?”
Sang pangeran berkata, “Ya.” Keributan terjadi. Setiap orang
berseru dengan m arah, “Kita tertipu!” Mereka sudah bergerak ke
panggung untuk m erenggut para dram awan itu. Tetapi seorang
bertubuh besar, tam pan, m elom pat berdiri ke atas sebuah bangku
dan berteriak, “Tunggu! Dengar kataku, Tuan-tuan!” Orang-
orang diam , untuk m endengarkan. “Kita telah tertipu, m em ang,
tertipu dengan licik sekali. Tapi kita tak ingin m enjadi bahan
http://facebook.com/indonesiapustaka

tertawaan seluruh kota karenanya. Bila orang lain tahu kejadian


ini, seum ur hidup kita akan m enjadi ejekan sem ua orang, karena
ketololan kita hingga sam pai tertipu. J adi kita harus m enutup
m ulut tentang hal ini. Harus kita puji pertunjukan ini sehingga
orang-orang lain pun tertipu juga. J adi setelah itu seluruh isi
kota m engalam i nasib yang sam a. Sam a-sam a tolol dan tertipu.
Petualangan Huckleberry Finn 199

Bukankah betul kataku ini?” (“Betul! Betul! Tuan Hakim benar!”


teriak sem ua orang.) “Nah, kalau begitu, jangan katakan pada
siapa pun bahwa kita telah tertipu. Pulanglah. Nasihatkan pada
sem ua orang agar m enonton pertunjukan ini!”
Hari berikutnya, yang tedengar di kota itu hanyalah tentang
kebagusan pertun jukan san g pan geran . Malam n ya, ruan gan
penuh sesak lagi, dan kam i berhasil m enipu para penonton
seperti m alam sebelum nya. Selesai pertunjukan kam i pulang ke
rakit, untuk m akan m alam . Kira-kira te ngah m alam , J im dan
aku diperintahkan m em bawa rakit itu ke tengah, berhanyut dan
berlabuh lagi kira-kira dua m il di bawah kota.
Malam ketiga, ruang itu penuh sesak lagi, dan yang datang
bukan orang-orang baru, tapi orang-orang yang telah nonton
pada m alam -m alam sebelum nya. Aku dan sang pangeran berdiri
dekat pintu, m enarik ongkos m asuk. Kulihat orang-orang yang
m asuk sem uanya m em bawa sesuatu, dalam kantung baju atau
di balik jaket m asing-m asing. Dan benda-benda yang dibawa
m ereka itu bukanlah wangi-wangian, aku tahu pasti, jauh dari itu.
Hidungku m encium banyak sekali telur busuk, kubis busuk, dan
yang sem acam itu. Dan aku berani bertaruh, pasti ada enam puluh
em pat bangkai kucing lewat m asuk. Sebentar aku m asuk ke ruang
cam pur aduk. Waktu ruang sudah tak bisa m em uat orang lagi,
sang pangeran m engupah seorang pem uda untuk m enjaga pintu,
kem udian ia pergi ke bagian belakang gedung, ke pintu m asuk
panggung. Aku m engikutinya. Tetapi begitu kam i m em belok di
sudut, dan berada dalam kegelapan, ia berkata, “Kini berjalanlah
http://facebook.com/indonesiapustaka

cepat-cepat hingga kau lewati sem ua rum ah, kem udian larilah ke
rakit seolah-olah dikejar hantu!”
Aku m enuruti perintah itu. Ia pun berbuat serupa. Kam i
berdua tiba di rakit pada saat yang sam a. Dan kurang dari dua
detik, rakit kam i telah m eluncur ke hilir, tanpa m em asang lentera,
m akin lam a m akin ke tengah sungai, tak seorang pun berkata-
200 Mark Twain

kata. Kukira sang raja akan repot sekali sendirian m enghadapi


para penonton itu, tapi ternyata tidak. Segera juga ia m erangkak
keluar dari gubuk dan bertanya, “Bagaim ana hasilnya m alam ini,
Pangeran?”
Ternyata ia sam a sekali tidak pergi ke kota.
Kam i sam a sekali tak m em asang lentera sebelum jarak
sepuluh m il kam i lam paui. Setelah itu, lam pu kam i pasang, dan
kam i m akan m alam . Sang raja dan sang pangeran tak henti-
hentinya tertawa, m engingat bagaim ana m ereka m em perdaya
orang banyak itu. Sang pangeran berkata:
“Sudah kukira, penonton rom bongan pertam a akan m enutup
m ulut. Mereka pasti akan m em biarkan dulu orang-orang lain
tertipu juga. Tolol sekali. Aku pun tahu juga bahwa pada m alam
ketiganya m ereka akan m em balas, m engira bahwa m alam itu tiba
giliran m ereka. Mem ang m alam itu giliran m ereka. Ingin sekali
aku m engetahui bagaim ana m ereka m em pergunakan kesem patan
itu. Agaknya m ereka akan berpikir, banyak sekali perbekalan
yang m ereka bawa.”
Kedua bajingan itu berhasil m engum pulkan em pat ratus
enam puluh lim a dolar dalam tiga m alam . Belum pernah kulihat
orang m engum pulkan uang sebanyak itu dalam waktu yang
begitu singkat.
Waktu sang raja dan sang pangeran telah m endengkur, J im
bertanya padaku, “Apakah kau tak m erasa heran akan tingkah
laku kedua bangsawan tinggi itu, Huck?”
“Tidak,” jawabku.
“Mengapa tidak, Huck?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Sebab m em ang begitulah para bangsawan. Mereka selalu


kegila-gilaan.”
“Tetapi Huck, raja dan pangeran ini kerjanya hanyalah
m enipu orang saja. Mereka hanyalah penipu belaka.”
“Itulah yang ingin kukatakan. Sem ua raja hanyalah bajingan-
bajingan belaka, setidak-tidaknya sejauh yang aku ingat.”
Petualangan Huckleberry Finn 201

“Benarkah dem ikian, Huck?”


“Baca sekali saja tentang raja-raja itu, kau akan percaya.
Misalnya Henry VIII. Dibandingkan dengannya, raja kita ini
hanyalah seorang pengawas Sekolah Minggu saja. Dan lihat saja
Charles II, Louis XIV, Louis XV, dan J am es II. J uga Edward II,
Richard III, dan em pat puluhan lagi, di sam ping raja-raja Saxon
yang m erajalela dalam zam annya. Wah, kau akan heran m elihat
Henry VIII waktu ia sedang berkuasa. Ia m em ang am at kuasa.
Ia kawin setiap hari, dan keesokan harinya dipenggalnya kepala
istrinya itu. Dan dikerjakannya ini sem ua seperti ia m em esan telur
saja. ‘Panggil Nell Gwynn!’ perintahnya. Nell Gwynn m enghadap.
Esok harinya, ‘Penggal kepala nya!’ dan dipenggallah kepala Nell
Gwynn. ‘Panggil J ane Shore!’ katanya. J ane Shore datang. Esok
harinya, ‘Penggal kepalanya,’ dipenggallah kepala J ane Shore.
‘Bunyikan lonceng untuk Rosam un Cantik!” Rosam un Cantik
m en jawab pan ggilan itu. Esok harin ya ‘Pen ggal kepalan ya!’
Dan setiap istrinya diharuskan m enceritakan suatu dongeng
padanya tiap m alam . Dikum pulkannya dongeng- dongeng itu
hingga m encapai jum lah seribu satu dongeng, dijadikan buku
dan diberi judul Buku Hari Kiam at, yang m erupakan suatu judul
yang cocok sekali. Kau sam a sekali tak tahu tingkah laku raja-
raja, J im , aku telah banyak sekali m em baca tentang m ereka.
Kukira kedua orang yang ada pada kita ini, tingkah lakunya boleh
dianggap sangat suci, dibandingkan dengan raja-raja dalam
sejarah. Coba, waktu Henry ingin berperang dengan negara kita,
apa yang diperbuatnya? Apakah ia m em beri surat tantangan
http://facebook.com/indonesiapustaka

agar kita m endapat kesem patan m enyusun kekuatan? Tidak.


Tiba-tiba saja ia m em buang sem ua teh yang ada di pelabuhan
Boston ke laut, m engum um kan suatu Proklam asi Kem erdekaan,
dan m enantang kita untuk bertem pur terus. Itulah caranya, tak
pernah m em beri kesem patan pada siapa pun. Ia m enaruh curiga
pada ayahnya, Pangeran Wellington. Nah, apa yang diperbuatnya?
202 Mark Twain

Minta agar ayahnya itu m em bela diri? tidak, dibenam kannya


ayahnya itu ke dalam sebuah tong berisi anggur, persis kalau
kita m em benam kan kucing di sungai. Bila ada orang m enaruh
uang di dekatnya, apa yang dikerjakannya? Dicopetnya uang
tersebut. Bila ia dibayar untuk m engerjakan sesuatu, dan orang
yang m em bayar itu tak m enungguinya, apa yang dikerjakannya?
Ia tak akan m engerjakan pekerjaan tadi. Setiap kali ia m em buka
m ulut, yang keluar hanyalah dusta sem ata. Itulah Henry. Bila
yang ada pada kita Henry, dia pasti m enipu penduduk kota itu
lebih buruk lagi. Aku tak berm aksud m engatakan bahwa raja kita
ini bagaikan anak dom ba yang suci, m aksudnya m ereka bukanlah
apa-apa bila dibandingkan dengan bajingan besar m acam Henry.
Kesim pulannya, seorang raja adalah raja, tak akan bisa berubah
lagi, jadi kita harus m aklum . Mereka sem ua berhati jahat.
Mem ang begitulah bakat m ereka.”
“Tapi yang dua ini busuk sekali, Huck, tingkah lakunya.”
“Mereka sem ua begitu, J im . Kita tak bisa m em buat seorang
raja berbau wangi, begitu dikatakan dalam sejarah.”
“Kalau sang pangeran, kadang-kadang baik juga hatinya.”
“Seorang pangeran m em ang berbeda, tapi tak besar bedanya.
Pangeran kita ini m em ang terlalu lunak. Bila seorang pangeran
m abuk, tak bisa kita bedakan yang m ana pangeran yang m ana
raja.”
“Betapapun aku tak ingin m enerim a keluarga bangsawan
lagi, Huck, ini saja sudah ham pir tak tahan aku.”
“Aku pun begitu juga, J im . Tapi apa boleh buat, m ereka telah
http://facebook.com/indonesiapustaka

jadi tanggungan kita, jadi kita harus selalu ingat bahwa m ereka
raja dan pangeran, kita harus m aklum akan segala tindakannya.
Alangkah senangnya bila kita berada di suatu negara yang sam a
sekali tak punya raja.”
Apa gunanya m em beri tahu J im bahwa kedua orang ini sebe-
tulnya bukan raja dan pangeran yang sebenarnya? Tak akan ada
Petualangan Huckleberry Finn 203

faedahnya. Lagi pula m ereka m em ang tak beda dengan raja dan
pangeran sebenarnya.
Aku tidur. J im tak m em bangunkanku waktu giliranku berjaga
tiba. Ia sering begitu. Waktu aku bangun tepat sebelum m atahari
terbit, ia m asih duduk di tem patnya, kepala di antara lutut,
m engeluh dan bersedih. Aku pura-pura tidak tahu. Aku tahu, ia
m em ikirkan istri dan anak-anaknya, jauh di sebelah hulu sungai.
Ia rindu pada m ereka, belum pernah ia m engadakan perjalanan
sedem ikian jauh. Dan aku yakin seperti orang kulit putih, J im
pun m encintai keluarganya. Mem ang tam paknya tak m asuk akal,
tapi begitulah. Sering di waktu m alam bila dikiranya aku tidur
ia berkeluh kesah, “Elizabeth-ku sayang, J honny kecilku yang
m alang! Rasanya tak tertahan lagi bagiku. Mungkin kita tak akan
berjum pa lagi, tak akan lagi!” J im m em ang seorang negro yang
sangat baik.
Tapi kali ini entah bagaim an aku berhasil m engajaknya
berbicara ten tan g istri dan an ak-an akn ya. Dan akhirn ya ia
berkata, “Apa yang m em buatku sedih kali ini, tadi kude ngar suara
seper ti seseorang sedang m em ukul, m enam par, di rum ah di tepi
pantai itu. Aku jadi teringat betapa kejinya aku m em perlakukan
Elizabeth, anakku yang m asih kecil. Waktu itu ia sedang berum ur
em pat tahun, baru saja sem buh dari m alaria yang am at berat.
Suatu hari ia berdiri dekatku, dan aku berkata padanya, ‘Tutup
pintu!’, tapi ia sam a sekali tak beranjak dari tem patnya, m alah
tersenyum -senyum padaku. Aku jadi m arah, kubentak ia dengan
suara keras, ‘Tak dengarkah kau? Tutup pintu!’ Ia m asih saja diam ,
http://facebook.com/indonesiapustaka

terus tersenyum . Marahku tak tertahan lagi, sam bil m em bentak


‘Kuhajar kau, tak m enuruti kataku!’ kutam par sisi kepalanya
hingga ia jatuh terguling. Setelah itu aku pergi ke kam ar yang
lain. Waktu aku kem bali lagi setelah sepuluh m enit, kulihat pintu
m asih saja terbuka, dan anak itu duduk di depan pintu tersebut,
m enundukkan kepala, bersedih, pipinya basah oleh air m ata.
204 Mark Twain

Betapa m arahnya aku. Kudekati anak itu, akan kuhajar, tapi tepat
saat itu—pintu itu m enutup ke arah dalam —tepat saat itu angin
bertiup keras, m enghem paskan pintu hingga tertutup dengan
keras di belakang Elizabeth. Suaranya keras sekali, tapi anak itu
bergerak pun tidak! Sesak napasku. Dan aku... aku... oh, entah
apa yang kurasakan waktu itu. Diam -diam aku m asuk, m engam bil
jalan berkeliling hingga aku sam pai ke belakang pintu di belakang
Elizabeth. Tubuhku gem etar. Kubuka pintu perlahan, kujulurkan
kepalaku tanpa suara di belakang anak itu, dan m endadak
kubentak dia ‘Baaa!’ sekeras aku bisa. Tapi, ia tak bergerak sam a
sekali! Oh, Huck, seketika itu juga aku m enangis, kupeluk dia dan
aku berkata. ‘Oh, anakku sayang, anakku m alang! Sem oga Tuhan
Yang Maha Kuasa m engam puni si J im tua ini, sebab ia tak akan
bisa m engam puni dirinya sendiri, selam a ia hidup!’ Oh, ternyata
ia telah jadi bisu tuli, Huck, karena penyakit m alaria, jadi bisu
tuli! Dan aku m alah m enghajarnya!”
http://facebook.com/indonesiapustaka
SANG RAJA JADI PENDETA

H ARI BERIKUTNYA, m en jelan g m alam , kam i berlabuh di


sebuah gosong yang penuh sem ak dedalu di tengah sungai. Di
kedua sisi sungai terdapat desa. Sang pangeran dan sang raja
m erundingkan siasat untuk m enipu orang-orang kedua desa itu.
J im berkata pada sang pangeran, m inta agar dia jangan terlalu
lam a ditinggalkan, sebab tak tertahankan baginya lam a-lam a
sendirian di rakit dengan kaki tangan terikat. Mem ang, setiap
kali J im kam i tinggalkan, kam i ikat dia, untuk berjaga-jaga
kalau ada seseorang m endatangi rakit kam i. Kalau ia tak terikat,
m aka orang akan m enyangka bahwa ia bukanlah seorang negro
http://facebook.com/indonesiapustaka

pelarian yang sudah tertangkap. Sang pangeran berkata m em ang


tak enak diikat sepanjang hari, ia berjanji untuk m em ikirkan cara
pem ecahan kesulitan J im itu yang terbaik.
Sang pangeran ternyata m em ang sangat cerdik, sebentar saja
telah ditem ukannya cara itu. J im disuruhnya m em akai pakaian
sandiwara Raja Lear—sebuah gaun panjang terbuat dari kain m ori
206 Mark Twain

layar, disuruhnya juga J im m em akai ram but palsu putih panjang


lengkap dengan jenggot berjulai, keduanya dibuat dari ram but
kuda. Dengan alat rias sandiwaranya, sang pangeran m engecat
m uka, tangan, telinga, dan leher J im dengan warna biru. Setelah
selesai, J im tam pak seperti orang yang telah terbenam selam a
sem bilan hari. Mengerikan sekali tam paknya. Sang pangeran
kem udian m enulis di sebuah papan:

ORANG ARAB SAKIT!!!


TAK BERBAHAYA BILA TAK KUMAT GILA.

Papan itu dipakukan pada sebatang tongkat, dan didirikan


em pat atau lim a kaki di depan gubuk. J im m erasa puas. Baginya
itu lebih baik daripada berbaring terikat tiap hari, dan gem etar
tiap ada suatu suara. Sang pangeran berkata kini J im boleh
berbuat apa saja bila ditinggal. Bila seseorang datang m endekat,
J im hanya harus m elom pat keluar dari gubuk, berteriak sekali
atau bertingkah bagaikan binatang buas. Menurut perkiraan
sang pangeran pastilah pendatang itu akan lari ketakutan dan tak
berani m endekati lagi. Aku pun m engira dem ikian. Tapi kiraku
orang itu tak akan m enunggu sam pai J im berteriak. J im bukan
saja kelihatan seperti orang m ati, lebih dari itu.
Kedua bangsat itu ingin m encoba m em ainkan ‘Keajaiban
Kerajaan’ lagi, sebab sandiwara itu banyak m endatangkan uang.
Tapi m ereka khawatir kalau-kalau beritanya telah sam pai ke
tem pat itu. Lam a m ereka berunding, tak m enem ukan cara lain
untuk m endapatkan uang. Akhirn ya sang pangeran berkata
http://facebook.com/indonesiapustaka

ia akan pergi ke desa itu di tepi sungai yang term asuk da e rah
Arkansas untuk m elihat-lihat dulu sam bil m encari akal. Sang
raja pun berkata ia akan m engunjungi desa lain, tanpa rencana,
m enyerahkan nasib pada takdir untuk m enuntunnya ke suatu
sum ber keuntungan, dengan jalan penipuan m estinya, pikirku.
Pada pem berhentian terakhir sebelum ini, kam i sem ua telah
Petualangan Huckleberry Finn 207

m em beli baju baru. Kini sang raja m em akai pakaian barunya,


dan aku pun disuruhnya berbuat serupa. Aku terpaksa m enuruti
perintah itu. Pakaian sang raja serba hitam , dalam pakaian itu
ia tam pak tam pan dan gagah. Belum pernah aku m enyaksikan
betapa pakaian bisa m engubah orang. Sebelum nya ia tam pak
seperti bangsat tua yang paling kum al. Tapi kini bila ia m engangkat
topi kulit beaver putihnya, m em bungkuk m em beri horm at, ia
tam pak agung dan suci, bagaikan Nabi Nuh yang baru turun
dari perahunya. J im m em bersihkan perahu, aku m enyiapkan
dayungku. Di sebelah hilir, kira-kira tiga m il di atas desa yang
akan kam i tuju, sebuah kapal uap besar sedang berlabuh. Sudah
berada di tem pat itu kira-kira dua jam yang lalu, m em uat barang.
Kata sang raja, “Melihat caraku berpakaian, pastilah aku datang
dari St. Louis atau Cincinnati, atau kota besar lainnya. Karena
itu, dayunglah ke arah kapal uap itu, Huckleberry, kita akan naik
kapal itu ke desa.”
Aku tak usah diperintah dua kali untuk naik kapal uap.
Perahu kudayung hingga m encapai tepi sungai kira-kira setengah
m il di atas desa, setelah itu aku berdayung ke arah udik di
bagian arus yang tenang. Tak berapa lam a kam i m elihat seorang
pem uda desa yang tam paknya bodoh, duduk di batang kayu
rebah m engusap keringat di m ukanya. Hari m em ang panas, dan
pem uda itu agaknya baru saja beristirahat dari m enjinjing dua
buah koper kain besar yang terletak di dekatnya.
“Belokkan ke darat,” perintah sang raja. Perintah itu ku-
laksanakan. Sang raja bertanya pada pem uda tadi, “Kau m au ke
http://facebook.com/indonesiapustaka

m ana, anak m uda?”


“Ke pelabuhan kapal uap. Aku akan pergi ke Orleans.”
“Ayo, naik,” ajak sang raja. “Oh, tunggu, biar pelayanku ini
m enolongm u m engangkat koper-koper itu. Turunlah ke darat dan
bantu tuan itu, Adolphus.” Tanpa diberi tahu aku m engerti bahwa
saat itu nam aku adalah Adolphus.
208 Mark Twain

Perintahnya itu pun kukerjakan. Kem udian kam i bertiga


berangkat m em udik sungai. Anak m uda itu kelihatan sangat
berterim a kasih, katanya berat sekali m em bawa barang-barang
dalam hawa sepanas itu. Ia bertanya ke m ana sang raja akan pergi.
Sang raja berkata ia datang dari atas sungai, m endarat di desa di
seberang sungai pagi tadi. Kini ia akan berkunjung ke seorang
tem an yang berada di sebuah tanah pertanian beberapa m il di
sebelah udik. Anak m uda itu berkata, “Pertam a kali kulihat Tuan,
aku berkata pada diriku sendiri, ‘Itulah Tuan Wilks, tak salah lagi,
ia ham pir datang tepat pada waktunya.’ Tetapi kem udian aku
berkata lagi, ‘Tak m ungkin itu Tuan Wilks, m asakan ia berdayung
ke hulu sungai’ Tuan bukannya dia, bukan?”
“Bukan, nam aku Blodgett. Elexander Blodgett. Tuan Pendeta
Elexander Blodgett lebih tepat, kukira, sebab aku adalah salah
seorang pelayan Tuhan. Betapapun aku ikut m erasa sedih bahwa
Tuan Wilks tak bisa datang tepat waktunya, sebab m ungkin ka-
rena keterlam batannya itu ia akan kehilangan sesuatu. Mudah-
m udahan saja tidak.”
“Mem ang ia tak kehilangan suatu harta karenanya, sebab
harta itu lam bat atau cepat pasti akan diperolehnya. Tetapi
ia tidaklah bisa m en yaksikan kem atian saudaran ya, Peter.
Mungkin juga ia tak akan peduli karenanya, tak ada orang yang
bisa m engetahui hal itu dengan tepat, hanya saudaranya tadi,
Peter, sangat ingin m elihatnya lagi sebelum ajalnya sam pai.
Peter m enjelang ajalnya, selam a tiga m inggu, tak lain yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

dipercakapannya kecuali saudaranya itu. Mereka berpisah pada


waktu m asih sesam a kanak-kanak. Begitu juga saudaranya yang
lain, William , yang m enderita cacat bisu-tuli. William berum ur
kira-kira tiga puluh atau tiga puluh lim a tahun. Peter dan George
sajalah yang m eninggalkan tanah kelahirannya dan datang ke
negeri ini. George satu-satunya saudara m ereka yang kawin. Ia
Petualangan Huckleberry Finn 209

dan istrinya m eninggal dunia tahun lalu. Kini yang m asih hidup
tinggal Harvey dan William s, dan, seperti kataku tadi, m ereka
terlam bat datang kem ari.”
“Apakah m ereka telah diberi kabar?”
“Oh, ya, sebulan atau dua bulan yang lalu, waktu Peter
pertama kali menderita sakit. Waktu itu Peter mendapat irasat
bahwa kali ini ia tak akan bisa sem buh lagi. Ia telah sangat tua,
anak-anak George terlalu m uda untuk m enem aninya dengan
baik, kecuali Mary J ane si ram but m erah. Agaknya setelah
George dan istrinya m eninggal dunia, Peter m erasa kesepian
dan tak ingin hidup lebih lam a lagi. Keras sekali keinginannya
untuk bertem u kem bali dengan Harvey, dan William juga, sebab
ia term asuk orang yang tak sam pai hati untuk m em buat surat
wasiat. Ia m eninggalkan suatu surat untuk Harvey, dan di surat
itu dikatakannya pada Harvey di m ana ia m enyem bunyikan
uangnya dan bagaim ana ia ingin harta bendanya dibagikan
sehingga sem ua anak gadis George terjam in hidupnya, sebab
George tak m eninggalkan warisan sedikit pun. Hanya surat itulah
yang ditulis oleh Peter.”
“Kenapa kira-kira Harvey belum juga datang? Di m ana ia
tinggal?”
“Oh, ia tinggal di Inggris, Shefield, jadi pendeta di sana.
Sam a sekali belum pernah ke negeri ini. Agaknya ia tak punya
waktu, lagi pula boleh jadi surat untuknya itu tak sam pai.”
“Kasihan Peter, tak tercapai keinginannya untuk m elihat
kem bali saudara-saudaranya. Kau akan pergi ke Orleans?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Ya, tapi itu hanya sebagian saja dari perjalananku. Aku akan
pergi naik kapal laut, hari Rabu depan, ke Rio de J a neiro, ke
rum ah pam anku.”
“J auh sekali perjalanan yang akan kau tem puh. Tapi pasti
m enyenangkan, ingin juga aku ikut. Apakah Mary J ane itu yang
tertua? Berapa um ur yang lain?”
210 Mark Twain

“Mary J ane sem bilan belas, Susan lim a belas. J oanna kira-
kira em pat belas. J oanna itulah yang sering m enyum bangkan
tenaga untuk pekerjaan am al, bibirnya sum bing.”
“Kasihan, dan kini m ereka tak bertem an lagi di dunia yang
kejam ini.”
“H m , tapi keadaan m ereka cukup baik. Peter pun ya
banyak sekali sahabat yang pasti tak akan m em biarkan para
keponakannya itu m enderita. Misalnya saja Hobson, si Pendeta
Baptis. Kem udian Pendeta Lot Hovey. J uga Ben Rucker, Abner
Shackleford, Dokter Robinson, dan ahli hukum Levi Bell. Dan
istri-istri sem ua orang itu, juga Nyonya J anda Bartley, itulah
sahabat-sahabat Peter yang terkarib. Ia sering m enulis tentang
m ereka dalam surat-suratnya ke Inggris, jadi Harvey pasti akan
tahu siapa saja yang bisa dianggapnya sahabat bila ia tiba di sini.”
Si tua itu terus saja bertanya, hingga seolah-olah m em om pa
habis segala yang diketahui si pem uda. Ia bertanya tentang
ham pir sem ua orang dan sem ua hal yang ada di kota, juga
tentang keluarga Wilks. Ia juga bertanya tentang pekerjaan Peter
(tukang sam ak), George (tukang kayu), dan Harvey (pendeta),
dan tentang banyak hal lagi. Kem udian ia bertanya, “Mengapa
kau berjalan kaki ke hulu untuk naik kapal uap itu?”
“Kapal itu kapal besar dari Orleans. Aku takut ia tak m au
berhenti di desa. Kapal besar biasanya tak m au berhenti bila kita
panggil. Kapal Cincinnati m ungkin m au berhenti, tapi ini kapal
St. Louis.”
“Apakah Peter Wilks itu kaya?”
“Oh, ya, sangat kaya. Ia punya banyak sekali rum ah dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

tanah. Menurut dugaan, uangnya ada sekitar tiga atau em pat ribu
dolar, yang disem bunyikan entah di m ana.”
“Kapan dia m eninggal?”
“Malam tadi.”
“Penguburannya besok, m ungkin?”
“Ya, m enjelang tengah hari.”
Petualangan Huckleberry Finn 211

“Oh, sedih sekali. Tapi suatu waktu kita m em ang harus pergi.
J adi kita harus bersiap-siap, bila kita telah bersiap, kita tak usah
khawatir lagi.”
“Ya, Tuan, itulah cara terbaik. Ibuku selalu m engatakan
begitu juga.”
Waktu kam i m encapai kapal uap itu, ia ham pir selesai
m enaikkan m uatan. Tak berapa lam a ia berangkat. Sang raja sam a
sekali tak berkata apa-apa tentang kapal itu, jadi itu berarti bahwa
akhirnya aku tak bisa naik kapal. Seperginya kapal tadi, sang raja
m enyuruhku berdayung terus ke arah hulu kira-kira satu m il, ke
sebuah tem pat yang sepi. Ia naik ke darat dan berkata:
“Cepat pulang dan panggil sang pangeran, bawa kem ari,
suruh ia m em bawa tas-tas yang baru juga. Bila ia telah pergi
ke seberang, susul, sedang apa pun juga ia harus segera datang
kem ari. Berangkatlah!”
Aku tahu apa yang akan dikerjakannya. Tapi aku tak berkata
sepatah pun. Waktu sang pangeran telah kubawa ke tem pat itu,
perahu kam i sem bunyikan baik-baik. Sang raja dan sang pangeran
duduk di atas sebatang pohon rebah. Sang raja m enceritakan
setiap patah kata yang diucapkan oleh anak m uda tadi. Dan selam a
itu ia berbicara m eniru gaya orang Inggris. walaupun canggung,
tam paknya ia berhasil. Aku tak bisa m enirukannya, dan aku tak
akan m encoba, nam un betul-betul baik sekali ia m em ainkan
peran nya. Kem udian ia bertanya pada sang pangeran, “Bisakah
kau m eniru seseorang yang bisu dan tuli, Pangeran?”
Kata san g pan geran , tan ggun g beres saja, ia sudah
http://facebook.com/indonesiapustaka

berpengalam an dalam m em bawakan peran bisu-tuli di panggung


sandiwara. Kini m ereka tinggal m enantikan lewatnya sebuah
kapal uap.
Pertengahan sore, dua buah kapal uap lewat, tapi kapal-
kapal itu datang dari tem pat yang tak berapa jauh. Akhirnya
sebuah kapal besar m uncul, raja dan pangeran m elam bai-lam bai,
212 Mark Twain

m em beri tanda bahwa m ereka ingin m enum pang. Kapal itu


m engirim kan sekocinya untuk m enjem put m ereka, dan aku
juga. Ternyata itu adalah kapal Cincinnati. Ketika orang kapal
tahu bahwa kam i hanya ingin m enum pang em pat atau lim a m il
ke hilir, m ere ka m arah besar, m em aki-m aki dan m engancam
tak akan m au m enurunkan kam i. Sang Raja tenang-tenang
saja berkata, “Bila serom bongan tuan besar sanggup m em bayar
m asing-m asing satu dolar untuk tiap m il, diam bil dan diantar
dengan sekoci, apakah kapal uap itu sanggup m em bawanya?”
Orang-orang kapal itu hilang m arahnya m endengar itu,
dan setuju untuk m em bawa kam i. Sesam painya kam i di desa,
kam i diantarnya ke pantai dengan sekoci. Di tepi sungai telah
m enunggu kira-kira dua lusin m anusia, m ereka berkum pul di
tem pat itu, tertarik akan penum pang yang diantarkan dengan
sekoci ke darat dari sebuah kapal besar.
Waktu sang raja bertanya pada m ereka, “Adakah di antara
Tuan-tuan ini yang bisa m enunjukkan rum ah Tuan Peter Wilks?”
Orang-orang itu saling pandang dan saling m enganggukkan
kepala, seolah-olah berkata: “Benar kataku, bukan?” Kem udian
salah seorang m enjawab pertanyaan sang raja dengan suara yang
dilem butkan, “Maaf, Tuan, yang bisa kam i kerjakan hanyalah
m enunjukkan rum ah di m ana ia pernah hidup kem arin.”
Sang raja bagaikan disam bar petir, m enyatukan diri ke
pelukan orang yang berkata itu, dengan janggut bersandar ke
bawahnya, ia m enangis, “Aduh! Oooh! Saudaraku yang m alang, ia
telah pergi, kam i tak sem pat m elihatnya lagi, oh, oh, ini tak bisa
kam i tanggungkan lagi!”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Si tua berpaling, m em buat suara tak keruan dan m em beri


tanda-tanda kegila-gilaan pada sang pangeran dengan tangannya.
Ya am pun, sang pangeran tam pak sangat terkejut hingga tas
yang dipegangnya terjatuh! Ia pun m enangis keras sekali. Aku
tak habis m engerti bagaim ana kedua orang itu begitu pandai
m em bawakan perannya.
Petualangan Huckleberry Finn 213

Orang-orang berkerum un m engelilingi kedua penipu itu,


m encoba m enghibur m ereka. Beberapa orang m em biarkan dirinya
jadi sandaran tubuh kedua orang tadi yang terus saja m enangis.
Beberapa orang lagi m enceritakan keadaan saudaranya di saat-
saat terakhir hidupnya. Setiap kali sang raja m enerjem ahkan
cerita-cerita itu kepada san g pan ge ran den gan tan da-tan da
gerakan tangan. Kedua orang itu m enghabiskan air m ata m ere-
ka, m eratapi kem atian si tukang sam ak Peter Wilks seolah-olah
m ereka m eratapi kem atian kedua belas orang Rasul. Betul-betul
tak akan m ungkin aku m enem ui kejadian serupa itu untuk kedua
kalinya. Perbuatan m ereka cukup untuk m em buat setiap orang
m alu bila ia term asuk golongan m anusia.
http://facebook.com/indonesiapustaka
HUJAN AIR MATA

KABAR TENTANG kedatangan m ereka itu cepat sekali tersebar ke


seluruh kota. Dari segala jurusan tam pak orang-orang berlarian
m endekat; ada yang berlari sam bil m engenakan pakaiannya.
Segera saja kam i berada di tengah-tengah segerom bolan orang,
suara langkah m ereka bagaikan derap langkah para prajurit.
Setiap jendela dan halam an rum ah penuh m anusia, dan setiap saat
seseorang berteriak bertanya dari balik pagar, “Itulah m ereka?”
“Benar!”
Waktu kam i telah sam pai di rum ah yang kam i tuju, jalan di
depannya penuh sesak dengan m anusia. Di depan pintu berdiri
http://facebook.com/indonesiapustaka

tiga orang gadis. Mary J ane m em ang beram but m erah, tapi ia
sangat cantik, wajahnya bagaikan bercahaya, begitu gem bira
para pam annya datang. Sang raja m engem bangkan tangannya,
dan Mary J ane m elom pat ke dalam pelukannya, sem entara si
sum bing m elom pat pada sang pangeran. Dan m ulailah hujan air
m ata. Sem ua orang m enangis, sedikitnya sem ua wanita, m enangis
Petualangan Huckleberry Finn 215

gem bira karena keluarga yang terpisah jauh kini bertem u kem bali
dengan m esra.
Sang raja diam -diam m em beri isyarat pada sang pange ran—
aku m elihat isyarat itu—kem udian m elihat berkeliling, sam pai
dilihatnya peti m ayat di sudut kam ar, di atas dua buah kursi. Dia
dan sang pangeran, saling bergandengan sem entara tangan yang
lain m enutup m ata, berjalan perlahan dan khidm at m endekati peti
m ati itu. Sem ua orang m enyisih, sem ua suara terhenti, beberapa
orang berseru, “Sssst!” Sem ua pria m encopot topi m asing-m asing,
m enundukkan kepala. Begitu sunyi keadaannya, hingga bilapun
ada jarum jatuh pasti akan terdengar. Sang pangeran dan sang raja
m elihat ke dalam peti m ati, sekejap kem udian m ereka m enangis
m eraung-raung, begitu keras agaknya hingga bisa terde ngar di
Orleans. Mereka saling peluk kini, saling m enopang dagu pada
bahu, dan ya am pun, belum pernah aku m elihat dua orang lelaki
m encucurkan air m ata begitu deras, selam a tiga atau em pat
m enit, seperti kedua orang itu. Dan harus diingat bahwa sem ua
hadirin juga berbuat serupa, betul-betul tem pat itu jadi lem bab
oleh air m ata! Kem udian sang raja dan sang pangeran berlutut di
kedua sisi peti m ati itu, m enum pangkan dahi m ereka pada bibit
peti dan pura-pura berdoa. Ini lebih m em buat suasana kesedihan
m akin berat m enim pa hadirin, kini sem ua orang tanpa kecuali
m enangis keras sekali tersedu-sedu. Gadis-gadis tadi juga, dan
ham pir sem ua wanita bangkit bediri, tanpa bersuara m endekati
ketiga gadis tersebut, dengan khidm at m encium dahi m ereka,
m enengadah ke langit sebentar dengan air m ata bercucuran. Tak
http://facebook.com/indonesiapustaka

pernah aku m elihat sesuatu yang begitu m em ualkan.


Setelah agak lam a sang raja bangkit, m endekati para tam u dan
dengan suara terputus-putus m engucapkan pidato. Pidato yang
penuh air m ata dan om ong-kosong, tentang cobaan berat yang
harus diderita olehnya dan saudaranya yang kehilangan saudara
tercinta. Penderitaan batin karena ternyata setelah m elakukan
216 Mark Twain

perjalanan em pat ribu m il, ia tak bisa m enjum pai saudaranya itu
dalam keadaan hidup. Tapi penderitaannya itu sangat diperingan
oleh keakraban sem ua orang yang m encoba m enghiburnya, serta
oleh air m ata suci yang m ereka cucurkan. Ia berterim a kasih
pada m ereka, rasa terim a kasih tulus yang keluar dari hatinya
dan hati alm arhum , sebab tak bisa ia m engucapkan rasa terim a
kasih tersebut, tak ada kata-kata yang bisa m enggam barkannya.
Dem ikian seterusnya, kata-katanya m alahan m em buat hatiku
am at sakit. Sam pai akhirnya ia m engucapkan “Am in” m enutup
pidatonya, kem bali m enangis m eraung-raung.
Begitu sang raja selesai berpidato, seseorang di antara hadirin
itu m ulai m enyanyi, diikuti oleh sem ua orang dengan penuh pera-
saan. Menyenangkan sekali kedengarannya, se perti saat hendak
pulang dari gereja. Lagunya m em ang indah, dan sesudah m elihat
om ong-kosong yang dikatakan oleh sang raja, lagu tadi terdengar
begitu jujur dan sedap didengar.
Sang raja m ulai berbicara lagi. Katanya ia dan sem ua kepona-
kannya akan sangat gem bira bila beberapa sahabat karib keluarga
alm arhum m au hadir di rum ah itu untuk m akan m alam nanti,
m em bantu m em persiapkan jenazah. Bila saja alm arhum yang
terbaring di situ bisa berkata, ia akan tahu siapa yang diundang,
sebab nam a-nam a m ereka sudah sering disebut dalam surat-
suratnya, seperti: Tuan Pendeta Hobson, Pendeta Lot Hovey,
Tuan Ben Rucker, Abner Shackleford, Levi Bell, Dokter Robinson,
sem ua beserta istri m ereka, dan Nyonya J anda Bartley.
Pendeta Hobson dan Dokter Robinson sedang m elakukan
http://facebook.com/indonesiapustaka

suatu pekerjaan di pinggir kota—m aksudku, dokter m engirim kan


seorang pasiennya ke tem pat lain, sedang pendeta m em beri
petunjuk pada pasien tadi akan jalan yang harus ditem puhnya.
Ahli Hukum Levi Bell sedang pergi ke Louisville untuk urusan
dinas. Yang lain hadir di situ, sem ua m aju dan berjabat tangan
dengan sang raja, berterim a kasih padanya dan berbicara sedikit.
Petualangan Huckleberry Finn 217

Kem udian m ereka berjabat tangan dengan sang pangeran, yang


tak berkata apa-apa, hanya tersenyum dan m enganggukkan kepala
bagaikan sekum pulan orang tolol, sem entara sang pangeran
m em buat berbagai tanda dengan tangannya dan m ulutnya m enge-
luarkan suara “Goo-goo... goo-goo-goo” terus-m enerus.
San g raja tak berhen ti di situ saja, ia berhasil m en a-
nyakan tentang ham pir sem ua orang dan sem ua anjing di kota,
m enanyakan dengan m em anggil nam a m ereka. J uga tentang
beberapa kejadian kecil yang terjadi di kota, pada keluarga George
atau Peter. Ia selalu berkata bahwa sem ua itu dike tahuinya dari
surat Peter. Tapi itu hanyalah dusta. Aku tahu benar, sem uanya
diketahuinya dari orang m uda goblok yang kam i bawa ke kapal
uap tadi.
Kem udian Mary J ane m engam bil surat yang ditinggalkan
alm arhum . Sang raja m em baca surat itu keras-keras, sam bil
m enangis. Surat tadi m enerangkan bahwa rum ah tinggal dan
uang sejum lah tiga ribu dolar em as diberikan kepada ketiga orang
gadis itu. Perusahaan penyam akan (yang m asih m endatangkan
hasil), beberapa buah rum ah dan tanah (seharga tujuh ribu
dolar), serta uang tiga ribu dolar diberikan kepada Harvey dan
William . Dikatakan juga bahwa keenam ribu dolar em as itu
disem bunyikan di gudang bawah tanah. Kedua bajingan berkata
m ereka akan m engam bil uang tersebut agar sem uanya diketahui
oleh um um , bahwa pem bagian harta akan berlangsung dengan
seadil-adilnya. Aku disuruhnya ikut untuk m em bawa lilin. Setelah
pintu gudang kam i tutup, m ereka m encari dan m enem ukan
http://facebook.com/indonesiapustaka

karung berisi uang em as itu. Dicurahkan m ereka isinya ke lantai.


Indah sekali kelihatannya taburan uang em as itu, dan m ata sang
raja bercahaya-cahaya.
“Oh, ini betul-betul di luar dugaan! Di luar dugaanku! Wah,
Bilge, ini m engalahkan hasil kita dalam perm ainan sandiwara
ajaib dulu, bukan?”
218 Mark Twain

Sang pangeran m em benarkan. Mereka berm ain-m ain dengan


uang em as itu, m enggerincingkannya ke lantai, dan sang raja
berkata, “Tak ada gunanya berbicara banyak, m em ang kita sangat
beruntung m enjadi saudara seorang kaya, dan m enjadi wakil
dari para ahli warisnya. Itulah yang harus kita kerjakan, Bilge.
Ini hasilnya kalau kita m em percayakan nasib pada takdir. Selalu
jalan yang paling baik yang pernah kucoba selam a ini.”
Orang biasa akan m erasa puas dengan m elihat tum pukan
itu; tak begitu dengan m ereka, m ereka harus m enghitungnya.
Dan ternyata jum lahnya kurang em pat ratus lim a belas dolar dari
jum lah yang disebutkan, yaitu enam ribu.
“Terkutuk dia. Dipakai untuk apa yang em pat ratus lim a
belas dolar itu?”
Mereka m erasa khawatir sebentar, m enyelidiki ke segala
tem pat. Kem udian sang pangeran berkata, “Ia sedang sakit, dan
agaknya salah hitung, begitulah kukira. Cara yang terbaik adalah
kita biarkan saja, dan tak m engatakan pada siapa pun. Kita toh
sudah dapat cukup banyak.”
“Ya, m em ang kita sudah dapat cukup banyak. Tapi bukan itu
yang kupikirkan. Kita harus berbuat pura-pura sangat jujur dan
adil, serta terbuka. Kita harus m em bawa uang ini ke atas sana dan
m enghitungnya di depan orang banyak, agar m ereka tak m enaruh
curiga. Alm arhum m engatakan bahwa jum lahnya enam ribu
dolar, apa kata orang nanti bila– ”
“Tun ggu,” kata san g pan geran , “baik kita tam bah i
http://facebook.com/indonesiapustaka

kekurangannya.” Ia m engeluarkan uang em as dari kantungnya.


“Pikiran yang sangat bagus, Pangeran, kau betul-betul punya
otak cem erlang,” kata sang raja, “ternyata keajaiban m enolong kita
lagi.” Ia pun m engeluarkan uang em asnya. Karena pengeluaran
itu, boleh dikata kedua orang tersebut tak punya uang lagi, nam un
kini jum lah uang di hadapan m ereka tepat enam ribu dolar.
Petualangan Huckleberry Finn 219

“Dengar,” kata sang pangeran, “aku punya pikiran lain. Kita


bawa sem ua ini ke atas, m enghitungnya di depan orang banyak,
dan m em berikan sem uanya pada ketiga orang gadis itu.”
“Astaga, Pangeran! Ingin sekali aku m em elukm u! Pikiran
yang terhebat yang bisa dipikirkan m anusia. Betul-betul kau
punya otak yang paling luas biasa. Oh, inilah cara terbaik untuk
m enghilangkan segala kecurigaan yang m asih ada. Biarlah m ereka
m encurigai kita kini, tapi caram u ini akan bisa m enghapuskan
sem ua!”
Kam i naik ke atas. Sem ua orang berkum pul m engelilingi m eja.
Sang raja m enghitung uang yang baru didapatnya. Menum puknya
tiap tiga ratus dolar, m enjadi dua puluh tum pukan rapi. Sem ua
m em andang tum pukan itu dengan pandangan lapar, beberapa
orang m enjilat-jilat bibir. Selesai dihitung, uang tadi dim asukkan
kem bali ke dalam karung. Sang raja m em busungkan dada lagi,
siap untuk m engucapkan pidato.
“Kawan -kawan sem ua. Saudara kam i yan g terbarin g di
sana itu telah sangat berm urah hati pada orang-orang yang
ditinggalkannya di lem bah duka. Ia telah berm urah hati pada
an ak-an ak in i, yan g dicin tai dan dilin dun gin ya, yan g telah
ditinggalkan ayah dan ibu m ereka. Ya, kita yang tahu benar sifat
alm arhum , akan m erasa yakin bahwa sebenarnya alm arhum
ingin berbuat lebih m urah hati lagi. Tapi ia m erasa takut, takut
perbuatannya akan m elukai hati saudara-saudara yang am at
dicintainya, yaitu Harvey dan William . Bukankah dem ikian? Tak
perlu bagiku m em ikirkan pertanyaan itu lebih lanjut, sebab aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

yakin dem ikianlah halnya. Nah, saudara-saudara, m acam apakah


ini yang begitu tak berjantung untuk m enghalangi m aksud yang
begitu m ulia? Pam an-pam an m acam apakah kam i ini yang tega
m eram pok—ya, sekali lagi m eram pok—tiga orang anak-anak
m anis yang begitu dicintai oleh alm arhum ? Aku am at kenal
akan hati William —setidak-tidaknya dem ikianlah dugaanku—
220 Mark Twain

ia– tunggu, baik kutanya dia,” sang raja berpaling pada sang
pangeran, m em beri berbagai isyarat dengan tangannya. Sang
pan geran m em perhatikan isyarat-isyarat itu, beberapa saat
wajahnya tak berubah, seakan-akan tak m engerti. Kem udian
tiba-tiba wajah itu jadi gem bira, ia m elom pat, m engeluar kan
suara tak keruan, dengan gem bira m em eluk sang raja lim a
belas kali. Sesudah dilepaskan sang pangeran, sang raja berkata,
“Aku telah tahu, kukira itu tadi cukup m eyakinkan sem ua orang
tentang pendapatnya. Nah, inilah, Mary J ane, Susan, dan J oanna,
am billah uang ini– am bil sem uanya! Ini adalah pem berian dari
dia yang terbaring di sana itu, sudah dingin kini, tapi pasti juga
akan ikut bergem bira akan peristiwa ini.”
Mary J an e m em eluk san g raja, Susan dan si Sum bin g
m em eluk san g pangeran . Belum pern ah aku m elihat oran g
berpelukan dan bercium an begitu gem bira. Sem ua orang m ulai
m encucurkan air m ata lagi, dan sem ua orang ingin berjabat
tangan dengan kedua bajingan itu sam pai agaknya tangan m ereka
akan putus. Setiap kali berjabat tangan orang-orang itu berkata,
“Betapa sucinya jiwa Tuan, betapa indahnya, oh, betapa agungnya
perbuatan Tuan!”
Setelah itu sem ua orang ribut m em bicarakan alm arhum lagi.
Tentang kebaikan hatinya, dan tentang betapa sedihnya m ereka
ditinggalkan alm arhum . Tanpa diketahui siapa pun seseorang
bertubuh besar dan berahan g m en on jol m asuk, m em asan g
telinga dan m em perhatikan sem ua yang sedang terjadi. Ia tak
berkata sepatah pun, dan tak ada orang yang m enyapanya
sebab waktu itu sang raja sedang berbicara lagi dan sem ua
http://facebook.com/indonesiapustaka

orang sibuk m endengarkan. Sang raja sedang berkata, “...karena


m ereka adalah sahabat-sahabat karib alm arhum . Karena itulah
m ereka sem ua kuundang untuk m akan m alam nanti. Tetapi
besok, kuingin agar sem ua datang, sem ua saja, sebab alm arhum
m enghorm ati sem ua orang, m enyukai sem ua orang, m aka sangat
wajar bila orgies– pesta pem akam annya– terbuka bagi um um .”
Petualangan Huckleberry Finn 221

Begitulah, ia terus saja m engoceh dan berceloteh, agaknya


sangat senang m endengarkannya sendiri. Setiap ada kesem patan
ia selalu m engatakan ‘orgies’ lagi, sam pai sang pangeran tak
tahan lagi. Ia m enulis pada secarik kertas: “OBSEQUIES– upacara
pem akam an– goblok, pandir, bebal!” Kertas itu dilipatnya kecil-
kecil, dengan m engeluarkan suara goo-goo-goo ia m engeluarkan
kertas tadi pada sang raja lewat atas kepala orang-orang di
sekelilingnya. Sang raja m em bacanya, m em asukkan kem bali
ke sakun ya dan berkata, “William yan g m alan g, walaupun
cacat, hatinya betul-betul m ulia. Ia m inta padaku agar sem ua
orang diundang ke pem akam an, m inta padaku agar diharapkan
kehadirannya. Tapi ia tak usah khawatir, m em ang m aksudku
dem ikian.”
Ia terus berbicara, sangat tenang, dan kem bali m engucapkan
‘orgies’ lagi. Waktu ia m engucapkan kata itu untuk ketiga kalinya,
ia m enam bahkan, “Aku m em akai istilah ‘orgies’, bukan karena itu
adalah istilah yang biasa dipakai, istilah yang biasa dipakai adalah
‘obsequies’, tetapi karena orgies lebih tepat untuk digunakan.
Obsequies kini tak pernah dipakai di Inggris, tak digunakan lagi.
Kini di Inggris dipergunakan kata orgies. Orgies dipakai sebab
lebih m enggam barkan apa yang kita m aksud. Kata itu berasal
dari kata Yunani: orgo, yang berarti di luar, terbuka atau tersinar;
dan kata Yunani: jeesum , yang berarti m enanam , m enutupi, jadi:
m em asukkan. Nah, nyata kini bahwa orgies pem akam an berarti
pem akam an terbuka atau pem akam an um um .”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Tak pernah aku berjum pa dengan orang begitu licik! Orang


tinggi besar yang baru datang tadi tiba-tiba tertawa terbahak-
bahak keras sekali. Sem ua orang terkejut, sem ua orang berseru,
“Astaga, Dokter, jangan berbuat tak sopan!”
Abner Shackleford berkata pada orang itu, “Hei, Robinson,
belum lah kau dengar berita? Inilah Harvey Wilks!”
222 Mark Twain

Senyum sang raja m elebar, ia m engacungkan tangannya


dan berkata gem bira, “Oh, inikah sahabat karib dan perawat
kesehatan saudaraku? Aku...”
“J angan sentuh aku!” bentak dokter itu. “Kau kira kau
berbicara seperti orang Inggris, he? Tiruan terburuk yang pernah
kudengar! Dan kau m engaku jadi saudara Peter Wilks! Kalian
penipu!”
Ribut seketika! Sem ua orang m engelilingi dokter itu, m encoba
m enenangkannya. Sem ua m encoba m enerangkan padanya lebih
dari em pat puluh hal untuk m enunjukkan bahwa kedua orang
ini saudara Peter. Harvey ini juga tahu nam a sem ua orang, nam a
sem ua anjing. Mereka m em ohon dan m em ohon agar dokter itu tak
m enyakiti hati Harvey dan perasaan ketiga orang gadis itu. Tapi
sem ua tak berguna. Dokter tadi dengan nekat tak m au percaya,
katanya setiap orang yang m engaku orang Inggris tapi tak bisa
m enirukan bahasanya sebaik dia adalah bajingan dan penipu.
Gadis-gadis itu bergantung di kedua tangan sang raja. Mereka
m ena ngis. Tiba-tiba Dokter Robinson berpaling pada m ereka
dan berkata, “Aku sahabat ayah kalian, pun sahabat kalian.
Kuperingatkan kalian sebagai seorang sahabat. Sebagai seorang
sahabat yang jujur dan tak m enginginkan kalian terjerum us
dalam kesulitan dan kesusahan. J angan percaya pada kedua
orang ini, jangan bergaul dengan m ereka, gelandangan tolol
dengan bahasa Inggris dan Yunani gila, seperti katanya tadi. Ia
adalah pem alsu yang paling goblok yang pernah kujum pai. Ia
datang kem ari dengan nam a-nam a yang entah diam bilnya dari
http://facebook.com/indonesiapustaka

m ana. J uga beberapa kejadian. Dan itu kalian sangka sebagai


bukti. Kalian tertipu, dem ikian juga beberapa kawan di sini yang
secara tolol telah m em bantu kedua penipu ini m eyakinkan kalian.
Seharusnya kawan-kawan harus berpikir lebih dalam . Mary J ane
Wilks, kau tahu aku sahabatm u, kau tahu aku sahabatm u yang
tak pernah m engenal pam rih dalam bersahabat denganm u. Kini
Petualangan Huckleberry Finn 223

dengarkan. Usir kedua penipu yang tak patut dikasihani ini, aku
m inta kau m engerjakan kataku ini. Maukah kau?”
Mary J ane m enegakkan kepala, ia jadi bertam bah cantik
berlipat ganda. Katanya, “Inilah jawabku!” Diangkatnya karung
uang berisi enam ribu dolar tadi dan ditaruhnya di tangan sang
raja, dan berkata, “Am billah yang enam ribu dolar ini. Atur
pem akam annya bagi kam i, aku dan adik-adikku, sesuka Pam an.
Kam i tak m em butuhkan tanda terim a kasih untuk uang ini.”
Kem udian ia m em eluk sang raja di satu sisi, Susan dan si
Sum bing di sisi yang lain. Sem ua orang bertepuk tangan dan
m enghentakkan kaki ke lantai hingga gem uruh suaranya. Sang
raja tersenyum bangga.
Dokter Robinson berkata, “Baiklah kalau begitu. Aku cuci
tangan akan peristiwa ini. Tapi ingat. Suatu waktu akan datang
m asanya, kalian akan jadi sakit setiap kali kalian ingat peristiwa
hari ini.” Ia berpaling, keluar.
“Baiklah, Dokter,” sang raja berkata m engejek, ”J ika ada
yang sakit, kam i akan m em anggil Tuan!” Sem ua orang tertawa
m endengar jawaban ini yang dianggap sangat tepat.
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKU MENCURI HASIL
RAMPOKAN SANG RAJA

SETELAH SEMUA orang pergi, sang raja bertanya pada Mary


J ane tentang kam ar m ereka. Mary J ane berkata ada sebuah
kam ar kosong yang bisa dipakai oleh Pam an William , kam arnya
sendiri diberikannya pada Pam an Harvey. Kam arnya itu lebih
besar dari kam ar lainnya, ia akan tidur bersam a adiknya di
sebuah dipan. Di loteng terdapat sebuah bilik kecil dengan sebuah
kam ar jeram i. Sang raja berkata bilik di loteng itu cukup untuk
pelayannya, yaitu aku.
Mary J an e m en un jukkan kam ar-kam ar, yan g walaupun
http://facebook.com/indonesiapustaka

sederhana tapi sangat m enyenangkan. Bila pakaian dan beberapa


baran gn ya yan g lain m en ggan ggu Pam an H arvey, ia akan
m engam bil sem uanya itu. Tapi sang raja berkata bahwa ia tak
terganggu oleh barang-barang itu. Baju, gaun, dan pakaian lain
m ilik Mary J ane itu digantung berderet di dinding, ditutupi oleh
tirai yang terbuat dari kain m ori, terjuntai hingga ke lantai. Di
Petualangan Huckleberry Finn 225

suatu sudut terdapat koper ram but yang sudah tua, dan di sudut
lainnya sebuah kotak gitar. J uga terlihat benda-benda tetek
bengek yang selalu m em enuhi kam ar seorang gadis. Kata sang
raja barang-barang itu m alah m em buatnya m erasa kerasan, jadi
tak usah dipindah tem patnya. Kam ar sang pangeran lebih kecil,
tetapi cukup bagus. Begitu pun kam arku.
Malam n ya kam i m en gadakan suatu perjam uan m akan
m alam . Meriah sekali. Sem ua yang diundang datang. Aku berdiri
di belakang sang raja dan sang pangeran, m elayani m ereka, orang-
orang lain dilayani oleh budak-budak negro. Mary J ane duduk di
kepala m eja, Susan di sam pingnya. Mereka tak habis-habisnya
berkata bahwa biskuitnya jelek, m akanan sim panannya tak enak,
ayam panggangnya liat, dan cacat-cacat lainnya, cara yang biasa
digunakan oleh kaum wanita untuk m em ancing-m ancing pujian.
Para tam u yang tahu bahwa sem ua yang terhidang itu tak bisa
dicela lagi berkata, “Oh, bagaim ana kau bisa m em buat biskuit
sebagus ini?” dan ”Dari m ana kau beli acar yang lezat ini?”
dan lain-lain om ong-kosong yang selalu diucapkan orang pada
jam uan sem acam itu.
Waktu jam uan m akan selesai, aku dan si Sum bing m akan
di dapur, m akan yang tersisa dari jam uan tersebut, sem entara
saudara-saudaranya m em bantu para pelayan m em bersihkan alat-
alat m akan. Si Sum bing m enguras segala pengetahuan tentang
Inggris. Dan kerap kali aku m engalam i detik-detik berbahaya.
“Pernahkah kau m elihat Sang Raja?” tanyanya.
“Siapa? William IV? Tentu saja. Ia anggota gereja kam i.” Aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

tahu bahwa William telah m angkat bertahun-tahun yang lalu, tapi


tak kukatakan hal itu. Ketika kukatakan bahwa sang Raja pergi ke
gereja kam i, ia bertanya:
“Apa? Setiap Minggu ia datang?”
“Ya, setiap Minggu. Bangkunya tepat bersebe rangan dengan
bangku kam i, di sebelah m im bar.”
226 Mark Twain

“Bukankah ia tinggal di London?”


“Mem ang. Di m ana lagi?”
“Tapi, bukankah kau tinggal di Shefield?”
Aku terjebak. Aku pura-pura tercekik karena m enelan tulang
ayam , agar punya kesem patan untuk berpikir. Kem udian aku
berkata:
“Yang kumaksud, bila ia ada di Shefield setiap Minggu selalu
pergi ke gereja kam i. Yaitu pada m usim panas. Waktu itu ia ke
Shefield untuk mandi air laut.”
“Oh, bualmu! Sheield tidak berada di tepi laut!”
“Siapa yang m engatakan begitu?”
“Kau!”
“Tak pernah aku berkata begitu.”
“Pernah.”
“Tidak.”
“Pernah.”
“Aku tak m engatakan begitu.”
“Lalu apa yang kau katakan?”
“Aku berkata ia datang ke Shefield untuk mandi air laut.”
“Nah, bagaim ana ia bisa m andi air laut bila tidak di tepi
laut?”
“Lihat kem ari,” kataku. “Pern ahkah kau m elihat air di
Congress yang ditaruh di dalam tong?”
“Tentu.”
“Nah, apakah kau haus ke Congress untuk m endapatkan air
itu?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tentu saja tidak.”


“Begitu juga William IV. Untuk m andi air laut ia tak usah
pergi ke laut.”
“Kalau tidak, bagaim ana?”
“Ia m engam bil air laut itu seperti orang-orang sini m engam bil
air Congress, bertong-tong. Di istananya di Sheield disediakan
Petualangan Huckleberry Finn 227

perapian untuk m em anaskan air itu. Di tepi laut tak akan bisa
orang m em anaskan begitu banyak air. Tak ada alatnya, sedang
William ingin agar air lautnya panas.”
“Aku m engerti kini. Kenapa tak kau katakan sedari tadi, jadi
tak usah m em buang-buang waktu.”
Dengan perkataannya itu tahulah aku telah lolos dari lubang
jarum . Hatiku tenteram lagi, dan gem bira. Kem udian si Sum bing
bertanya lagi, “Apakah kau juga pergi ke gereja?”
“Ya, setiap Minggu.”
“Di m ana kau duduk?”
“Di bangku kam i.”
“Bangku siapa?”
“Bangku kam i. Bangku pam anm u, Harvey.”
“Bangkunya? Untuk apa bangku baginya?”
“Untuk duduk. Untuk apa lagi?”
“Wah, bukankah ia ada di m im barnya?”
Terkutuk! Aku lupa bahwa ia seorang pendeta. Aku terjebak
lagi. J adi terpaksa berpura-pura tertelan tulan g lagi un tuk
berpikir. Kem udian kataku, “Astaga, kau kira di gereja kam i
hanya ada seorang pendeta?”
“Untuk apa banyak-banyak?”
“Untuk apa? Berkhotbah di depan raja hanya dengan seorang
pendeta? Belum pernah kulihat seorang gadis seperti engkau. Ada
tujuh belas orang pendeta di gereja kam i.”
“Tujuh belas! Ya am pun! Tak akan tahan aku m enghadiri
gereja seperti itu, walaupun terpaksa habis dalam sem inggu.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Wah, m ereka tak berkhotbah sem ua dalam sehari itu. Hanya


seorang.”
“Nah, lalu apa kerja yang lainnya?”
“Oh, tak ban yak kerjan ya. Berkelilin g, m en gum pulkan
sum bangan, dan kerja sam pingan lainnya. Tapi kebanyakan
m ereka hanya m enganggur.”
228 Mark Twain

“Lalu untuk apa sebanyak itu?”


“Agar lebih sem purna. Astaga, apakah kau tak tahu apa-apa
sam a sekali?”
”Aku tak in gin m en getahui ketololan sem acam itu.
Bagaim ana kah pelayan diperlakukan di Inggris? Lebih baik
daripada perla kuan orang di sini terhadap budak-budak negro?”
“Tidak! Seorang pelayan sam a sekali tak dianggap m anusia di
sana. Mereka diperlakukan lebih jelek daripada anjing.”
“Tidak diberi hiburan seperti kita di sini, m isalnya Natal,
m inggu tahun baru, dan ulang tahun kem erdekaan tanggal em pat
J uli?”
“Oh, nyata sekali bahwa kau belum pernah ke Inggris. Mereka
sam a sekali tak punya hari libur dari awal tahun sam pai akhir.
Mereka tak boleh ke sirkus, ke gedung sandiwara, ke pertunjukan
orang negro, atau ke m ana saja.”
“J uga ke gereja?”
“J uga ke gereja!”
“Tapi kau selalu pergi ke gereja.”
Astaga, aku lupa bahwa aku jadi pelayan si tua itu. Cepat-
cepat kubuat jawaban berbelit-belit untuk m enerangkan bahwa
aku ini bujang, yang banyak berbeda dari seorang pelayan biasa.
Seorang bujang m alah diharuskan pergi ke gereja, m au atau tidak,
dan harus duduk bersam a keluarga tuannya. Tapi agaknya sulit
sekali m eyakinkan anak itu. Ia bertanya, “Dem i kejujuran, apakah
kau tidak m enceritakan kebohongan saja sem ua ini padaku?”
“Dem i kejujuran!”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Sam a sekali kau tak berdusta?”


“Sam a sekali. Tak pernah aku berdusta sekali pun.”
“Letakkan tanganm u di buku ini, katakan bahwa kau tak
berdusta.”
Kulihat buku yang dim aksud hanyalah buku kam us, jadi
kuletakkan tanganku pada buku itu dan kukatakan apa yang
Petualangan Huckleberry Finn 229

dim intanya. Mendengar itu J oanna terlihat sedikit lega, dan


berkata, “Baiklah, kalau begitu akan kupercayai beberapa bagian
dari ceritam u. Mudah-m udahan Tuhan m em perkenankan aku
percaya.”
“Apa yang tak bisa kau percayai, J o?” tanya Mary J ane yang
datang bersam a Susan. “Salah sekali dan tak baik bila kau berkata
begitu padanya. Ia seorang asing di sini, jauh dari keluarganya.
Maukah kau diperlakukan seperti itu?”
“Begitulah kau selalu, Maim . Selalu m enolong seseorang
sebelum orang itu terluka hatinya. Ia tak kuapa-apakan. Kukira
ia m enceritakan beberapa isapan jem pol, dan kukatakan aku tak
m au percaya cerita seluruhnya.”
“Tak peduli apakah kau m enyakiti hatinya, sedikit atau ba-
nyak. Ia berada di rum ah kita dan seorang asing, tak pantas bila
kau berkata begitu. Coba, kalau kau jadi dia, bukankah kau akan
m alu? Karena itu kau tak boleh m engatakan sesuatu yang bisa
m em buat m alu orang lain.”
“Tapi, Maim , ia berkata....”
“Tak peduli apa katanya, itu tak penting. Yang penting kau
harus m em perlakukannya dengan baik. Kau tak boleh m enga-
takan apa-apa yang m em buatnya teringat bahwa ia tak berada di
negerinya sendiri dan tak berada di antara bangsanya.”
Aku berkata pada diriku sendiri, inilah gadis yang akan
kubiar kan diram pok oleh kedua binatang m elata itu.
Susan ikut-ikutan m em arahi J oanna, hingga si Sum bing itu
m ati kutu.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Kataku pada diriku lagi, inilah yang kubiarkan lagi diram pok
bajingan tua itu.
Kem bali Mary J ane am bil giliran, kini dengan nasihat-
n asihat yan g m an is dan lem but, yan g m em an g m erupakan
kebiasaannya bila berbicara. Serangan terakhir ini m erem ukkan
hati si Sum bing. Terpaksa ia m enangis.
230 Mark Twain

“Sudahlah,” kata kedua saudaranya, “kini m intalah m aaf


padanya.”
Si Sum bing m em inta m aaf padaku, tulus sekali. Senang
untuk m endengarkan kata-katanya. Betapa senangnya bila aku
bisa m eceritakan seribu dusta lagi agar ia m au m inta m aaf pula.
Dan terpikir pula olehku, ini satu lagi yang kubiarkan
diram pok uangnya. Selesai J oanna m inta m aaf, bertiga m ereka
berusaha m enyenangkan hatiku, agar aku kerasan dan tahu
bahwa aku berada di antara sahabat-sahabat. Makin lam a aku
m akin benci pada diriku sendiri, terasa betapa berdosa dan
jahatnya aku ini. Aku m engam bil keputusan, apa pun yang akan
terjadi, akan kuam bil uang itu dari sang raja dan sang pangeran.
Den gan keputusan itu aku m elepaskan diri dari ketiga
gadis itu dengan dalih akan pergi tidur, artinya aku akan tidur
tapi entah kapan. Setelah sendirian, kupikirkan apa yang akan
kukerjakan. Apakah tidak lebih baik bila diam -diam aku pergi ke
Dokter Robinson dan m em buka rahasia para penipu itu? Tidak,
tak akan baik jadinya. Dokter itu m ungkin akan m engatakan
siapa yang telah m em buka rahasia, dan sang raja serta sang
pangeran pasti akan m em balas dendam padaku. Bagaim ana
kalau diam -diam aku m em beritahukan Mary J ane? Tidak, aku
tak berani. Wajah gadis itu sangat polos. Sang pangeran dan sang
raja pasti akan tahu bahwa sesuatu yang tak beres telah terjadi,
dan m ereka akan pergi dengan m em bawa uang ram pokannya.
Bila Mary J ane m inta bantuan untuk m enangkap kedua penipu
itu, pasti aku akan ikut m enerim a hukum an sebelum ia sem pat
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enerangkan duduk perkaranya. Tidak, bahwa ada satu cara


yang baik. Entah bagaim ana aku harus m encuri uang itu, tanpa
ada yang m encurigaiku. Sang raja dan sang pangeran tak akan
tergesa-gesa m eninggalkan tem pat ini, sebab m ereka pasti tak
akan sam pai hati m eninggalkan sum ber kekayaan yang dem ikian
baiknya, m ereka akan m em eras habis sem ua yang ada. J adi
Petualangan Huckleberry Finn 231

akan banyak kesem patan bagiku untuk m engam bil uang itu.
Akan kucuri dan kusem bunyikan di suatu tem pat. Kelak bila
aku telah jauh berada di hilir sungai, aku akan berkirim surat
pada Mary J ane m enunjukkan tem pat persem bunyian uangnya.
Tapi agaknya lebih baik bila uang itu kusem bu nyikan m alam ini.
Aku tak bisa m enduga berapa banyak yang sudah diketahui oleh
Dokter Robinson, m ungkin ia berhasil m enakut-nakuti kedua
penipu itu hingga m ereka m elarikan diri lebih cepat.
J adi, sekaranglah saatnya untuk m encari dan m enggeledah
kam ar m ereka. Gang di tingkat atas gelap, tapi bisa kutentukan
kam ar sang pangeran. Aku m eraba-raba di dalam nya sam pai
aku teringat bahwa tak m ungkin sang raja m au m enitipkan
uangnya pada orang lain, jadi kutinggalkan kam ar sang pangeran,
pergi ke kam ar raja. Di sana aku pun m eraba-raba dalam gelap.
Rasanya tanpa m enggunakan lilin tak m ungkin tujuanku tercapai,
tetapi tentu saja aku tak berani m enyalakan lilin. J adi aku cari
cara yang lebih m udah, yaitu m enunggu sam pai m ereka m asuk
dan m engintai di m ana tem pat m ereka m enyem bunyikan uang
itu. Baru saja aku berpikir begitu, kudengar suara langkah
kaki m endekat. Kupikir aku harus segera m enyusup ke bawah
tem pat tidur. Tapi ternyata tem pat tidur itu tidak di tem pat
yang kuperkirakan. Tanganku bukan m enyentuh tem pat tidur,
m elainkan m enyentuh tirai kain yang dipakai untuk m enutupi
pakaian Mary J ane. Tak ada waktu lagi, aku m enyuruk m asuk di
antara gaun-gaun yang banyak itu dan m enahan napas.
Sang raja dan sang pangeran m asuk, m enutup pintu. Yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

dikerjakan sang pangeran m ula-m ula ialah m elihat ke bawah


tem pat tidur. Gem bira sekali aku tadi tak bersem bunyi di sana.
Mem ang bawah tem pat tidur adalah tem pat yang terpikir m ula-
m ula bila kita akan bersem bunyi. Kedua orang itu duduk, dan
sang raja bertanya, “Ada apa? Cepat katakan dengan ringkas,
sebab lebih baik bila kita berada di bawah sana m em buat orang
232 Mark Twain

m akin berduka daripada kita di sini sehingga orang-orang itu bisa


m em bicarakan kita.”
“Begini, Capet. Aku m erasa khawatir. Dokter itu m engganggu
pikiranku. Aku punya usul yang baik.”
“Apa itu, Pangeran?”
“Lebih baik bila kita m eninggalkan tem pat ini jam tiga
nanti, cepat-cepat m enghilir sungai dengan apa yang telah kita
dapat. Lagi pula uang itu kita dapat dengan cara halal, diberikan
ke kepala kita, bahkan boleh kata dilem parkan ke kepala kita,
walaupun sebelum nya kita punya rencana untuk m encurinya
kem bali. Aku m engusulkan m eninggalkan tem pat ini dengan
segera.”
Aku jadi bingung. Satu atau dua jam yang lalu tak banyak
tim bul persoalan, tetapi rencana yang begitu m endadak itu
m em buat rencanaku sendiri buyar. Sang raja m em bentak, “Apa?
Tanpa m enjual harta yang lain? Pergi bagaikan sepasang orang
tolol yang m eninggalkan harta berharga delapan atau sem bilan
ribu dolar yang sudah m enunggu untuk diciduk? Sem uanya
m udah dijual pula.”
Sang pangeran m enggerutu, katanya sekarang uang em as
sudah cukup baginya, ia tak ingin lebih kaya lagi. Ia tak ingin
m eram pok para yatim piatu itu sam pai licin tandas.
“Oh, om on gm u!” tukas san g raja. “Kita tak m eram pok
m ereka sam pai licin tandas. Yang kita curi dari m ereka hanya
uang ini. Orang yang m em beli harta benda itulah nanti yang
akan m enanggung rugi, sebab segera setelah ternyata bahwa kita
bukanlah pem ilik yang sebenarnya—yang akan segera diketahui
http://facebook.com/indonesiapustaka

begitu kita lenyap—penjualan akan batal m enurut hukum , sem ua


akan dikem balikan pada pem iliknya. Anak yatim piatu ini akan
m endapatkan kem bali rum ahnya, dan itu cukup bagi m ereka.
Mereka m asih m uda dan kuat, m asih bisa bekerja untuk m encari
nafkah. Pikir saja, m asih banyak orang yang tak sebaik m ereka
keadaan hidupnya.”
Petualangan Huckleberry Finn 233

Akhirnya sang raja berhasil m eyakinkan sang pangeran,


walaupun sang pangeran m asih berpendapat sangat tolol untuk
tinggal di tem pat itu lebih lam a dengan terus diba yang-bayangi
oleh Dokter Robinson.
“Terkutuklah dokter itu. Tapi untuk apa kita pedulikan dia?
Bukankah kita telah m endapat dukungan dari banyak sekali
orang di kota ini? Bukankah jum lah yang percaya pada kita jauh
lebih banyak daripada yang tidak percaya?”
Mereka berdua siap untuk turun ke bawah, ketika sang
pangeran berkata, “Tunggu, kukira tem pat kita m enyim pan uang
itu tak begitu baik.”
Bagus, pikirku. Kukira tadi aku tak akan m udah m enem ukan
di m ana m ereka yang m enyim pan uang itu.
“Mengapa?”
“Mulai besok Mary J ane akan selalu berpakaian berkabung.
J adi ia tak akan m em akai pakaian-pakaian bagus ini. Pasti ia akan
m enyuruh budak negronya untuk m em bereskan pakaian-pakaian
ini dan m em asukkannya ke dalam peti. Apa kau kira seorang
negro bisa m enjum pai sekarung uang tanpa m em injam beberapa
dolar darinya?”
“Otakm u berjalan dengan baik, Pangeran,” kata sang raja.
Ia m eraba-raba di bawah tirai dua atau tiga kaki dari tem patku
bersem bunyi. Aku m erapatkan diri ke dinding, m encoba untuk
berdiam diri walau kurasakan seluruh tubuhku gem etar. Apa yang
akan dilakukan m ereka bila aku ketahuan, apa yang kukatakan
pada m ereka bila aku tertangkap, apa yang akan kukerjakan.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Tapi sang raja telah m enem ukan kantung uangnya sebelum aku
selesai berpikir, dan agaknya ia tak m enaruh curiga bahwa aku
berada di situ. Kantung itu dim asukkannya ke dalam kasur jeram i
yang terletak di bawah kasur bulu, m em asukkannya satu atau
dua kaki di antara jeram i-jeram i itu. Mereka puas dengan tem pat
itu, sebab seorang budak hanya akan m em bereskan kasur bulu,
234 Mark Twain

sedang kasur jeram i hanya akan dibalik dua kali dalam setahun,
jadi tak ada bahaya uang itu akan ditem ukan tanpa sengaja.
Tapi aku lebih sigap. Sebelum kedua orang itu m encapai
pertengahan tangga ke bawah, kantung uang itu telah kuam bil.
Aku m eraba-raba dalam kegelapan m enuju bilikku di loteng,
m enyem bunyikan uang itu di sana sebelum aku m endapatkan
tem pat persem bunyian lain yang lebih baik. Kukira tem pat
persem bun yian yan g baik ialah di luar rum ah, sebab bila
kehilangan ini sudah diketahui, kedua orang itu pasti akan
m enggeledah seluruh rum ah. Aku tahu itu. Aku tidur tanpa
m em buka pakaianku. Tapi aku tak bisa tertidur, begitu gelisah
aku untuk m enyelesaikan rencanaku. Akhirnya kudengar raja
dan pangeran naik ke tingkat atas. Aku berguling dari kasurku,
m eletakkan daguku di puncak tangga bilik, m enunggu kalau-
kalau terjadi sesuatu. Tetapi tak terjadi apa-apa.
Aku terus berjaga sam pai rum ah benar-benar sunyi. Lalu aku
turun tanpa m engeluarkan suara.
http://facebook.com/indonesiapustaka
MAYAT PETER MENYIMPAN
UANGNYA KEMBALI

AKU MERAMBAT hingga ke pintu kam ar kedua orang itu, dan


m em asang telinga. Mereka berdua telah tidur. Aku berjingkat,
berhati-hati sekali, dan m encapai tingkat bawah de ngan selam at.
Tak ada suara apa pun. Aku m engintai m elalui sebuah celah di
pintu ruang tengah. Kulihat orang-orang yang m enjaga m ayat
sudah tidur pulas di kursi m a sing-m asing. Pintu ke ruang tam u
tem pat peti m ayat, terbuka. Aku m elewati ruang tengah, yaitu
ruang m akan m alam tadi. Kulihat tak ada seorang pun di ruang
tam u kecuali m ayat Peter, jadi aku m asuk ruang tam u itu m enuju
http://facebook.com/indonesiapustaka

ke pintu. Tapi ternyata pintu depan terkunci dan kuncinya tak


ada di tem patnya. Tepat saat itu kudengar seseorang m enuruni
tangga di belakangku. Aku m elihat ke sekeliling ruang tam u itu,
m encari tem pat persem bunyian untuk uangku. Satu-satunya
yang tam pak olehku hanyalah peti itu. Tutup peti m ati itu tergeser
kira-kira satu kaki, hingga terlihat wajah alm arhum , tertutup
236 Mark Twain

oleh selem bar kain basah, dan kain kafannya. Aku selundupkan
kantung uang tadi jauh di bawah tutup peti m ati, di bawah tangan
alm arhum yang bersilang. Berdebar hatiku, tersentuh olehku
tangannya yang dingin itu. Aku berlari kem udian, ke balik pintu.
Yan g datan g tern yata Mary J an e. Perlahan sekali ia
m endekati peti m ati dan berlutut, m elihat pada wajah pam annya.
Ia m engangkat sapu tangan, m ulai m enangis, walaupun tak ku-
dengar suaranya dan ia m em belakangiku. Aku m enye linap keluar,
waktu m elewati kam ar m akan kupikir aku harus m eyakinkan diri
bahwa para penjaga tadi tak m elihatku m asuk. Kuintai m ereka
dari celah pintu. Tapi sem ua beres. Tak ada di antara m ereka yang
bergerak.
Aku m enyelinap m asuk ke bilikku, pikiranku kacau sebab
rencanaku buyar berantakan setelah aku bersusah payah dan
m enem puh bahaya untuk m elaksanakannya. Bila saja uang itu
tak akan berpindah dari tem patnya, bereslah, bila aku telah
berada seratus m il atau dua ratus m il di hilir aku bisa m enulis
surat pada Mary J ane agar ia m em buka kem bali kubur pam annya
untuk m endapatkan uangnya. Tapi rasanya tak akan terjadi
seperti rancanganku. Uang itu akan ditem ukan pada saat tutup
peti m ati itu akan dipaku. J adi setelah aku bersusah payah, uang
itu akan kem bali ke tangan raja, dan akan lebih sulit lagi untuk
dicuri. Tentu saja aku ingin turun kem bali untuk m em indahkan
uang tersebut, tapi aku tak berani. Menit-m enit berlalu dengan
cepat, hari m ulai m endekati pagi, para penjaga pasti sudah ada
yang terba ngun, besar kem ungkinan aku akan tertangkap dengan
http://facebook.com/indonesiapustaka

enam ribu dolar di tanganku karena tak ada yang m em erintahkan


padaku untuk m enyim pan uang itu. Aku tak ingin terlibat dalam
kejadian seperti itu.
Ketika pagi harinya aku turun, ruang tam u telah ditutup, para
penjaga telah pergi. Tak ada seorang pun kecuali anggota keluarga
dan Nyonya J anda Bertley serta gerom bolanku. Kuperhatikan
Petualangan Huckleberry Finn 237

wajah m ereka untuk m engetahui apakah telah terjadi sesuatu


yang luar biasa. Tapi tak tam pak apa-apa pada wajah m ereka.
Menjelang tengah hari, pengurus jenazah dan pem bantunya
datang. Mereka m enaruh peti m ayat itu di tengah ruangan, di atas
dua buah kursi. Mereka juga m engatur sem ua kursi dalam rum ah
itu berderet-deret, berlapis-lapis. Kursi-kursi tetangga dipinjam
untuk keperluan serupa hingga ruang m akan, ruang tam u dan
seram bi penuh. Kulihat, tutup peti m ayat m asih tetap seperti tadi
m alam , tapi aku tak berani m elihat ke dalam nya, sebab terlalu
banyak orang.
Orang-orang m ulai berdatangan. Kedua bajingan dan para
gadis Wilks duduk di barisan kursi terdepan, dekat kepala peti
m ayat. Selam a satu setengah jam orang berjalan perlahan satu
persatu m enengok jenazah alm arhum . Ada yang m eneteskan air
m ata, hening dan khidm at. Hanya terdengar sedu sedan para
gadis Wilks itu dan kedua orang penipu di sam ping m ereka,
kelim a orang itu m enundukkan kepala, m enutupi m ata dengan
sapu tangan. Suara lainnya hanyalah suara geseran kaki dan
suara orang m em bersitkan hidung. Agaknya orang paling senang
m em bersitkan hidun g pada upacara-upacara pem akam an
daripada di tem pat-tem pat lain dengan perkecualian di gereja.
Waktu tem pat duduk telah penuh sem ua, pengurus jenazah
m enyelinap ke sana-kem ari, m engatur agar sem ua orang bisa
duduk dengan senang dan lega, m engatur sem ua persiapan, de-
ngan gerak geriknya yang selem but gerak-gerik kucing. Pengurus
jenazah itu tak pernah m engeluarkan perkataan sepatah pun,
http://facebook.com/indonesiapustaka

digiringnya orang-orang ke tem pat-tem pat yang telah disediakan,


pendatang-pendatang terlam bat dijejal-jejalkannya di tem pat
yang tadinya tam pak tak m uat lagi, dibukanya jalan-jalan yang
dibutuhkan oleh orang-orang yang berkelom pok. Sem ua itu
diker jakan n ya han ya den gan an ggukan dan isyarat tan gan ;
tangan yang m em akai sarung tangan hitam . Setelah sem ua
238 Mark Twain

dirasanya beres, baru ia m engam bil tem patnya sendiri, bersandar


ke dinding. Tak pernah kulihat orang yang begitu lincah tapi
lem but, bisa bergerak licin dan selalu waspada. Dan tak ada orang
yang tersenyum padanya.
Sebuah harm on ika yan g telah agak sum ban g suaran ya
dipinjam dari tetangga. Ketika sem uanya siap, seorang wanita
m uda duduk dan m ulai m em ainkannya. Suara harm onika itu
berderit-derit bagaikan suara oran g sakit. Den gan diirin gi
harm onika itu, sem ua orang m enyanyi. Menurut pendapatku,
hanya Peter-lah yang beruntung karena tak harus m enyanyi
m en gikuti harm on ika itu. Selesai m en yan yi, Tuan Pen deta
Hobson m em ulai khotbahnya, perlahan dan penuh khidm at.
Tepat pada saat yang sam a suatu keributan m aha hebat terdengar
dari arah gudang di bawah tanah. Suara seekor anjing, tapi
ributnya tak kepalang tanggung, dan tak m au berhenti pula.
Sang pendeta terpaksa m enunggu, term enung dekat kepala peti
m ayat, sebab suaranya tak akan terdengar karena terbenam
oleh suara ribut anjing itu. Sem ua bingung, tak tahu apa yang
akan dikerjakan. Tetapi segera terlihat pengurus jenazah yang
berkaki panjang itu m em beri isyarat ‘J angan khawatir, serahkan
saja padaku’ pada Tuan Pen deta. Tan pa bersuara ia m ulai
m enyusuri tem bok, hanya bahunya saja yang terlihat di atas
kepala orang banyak itu. Ia terus m enyusuri tem bok ruangan itu,
sem entara keributan m akin lam a m akin hebat di dalam gudang
di bawah tanah. Akhirnya dua dinding telah dilewati si pengurus
jenazah, dan ia lenyap m asuk ke dalam gudang. Kira-kira dua
http://facebook.com/indonesiapustaka

detik kem udian sem ua orang m endengar suara gedebuk, diikuti


oleh suara lolongan dan dengkingan yang luar biasa kerasnya.
Sesudah itu keadaan sunyi senyap. Tuan Pendeta m eneruskan
khotbahnya, m enyam bung kata-kata khidm atnya yang terputus
tadi. Satu atau dua m enit berlalu, baru pengurus jenazah tadi
m uncul, punggung dan bahunya tam pak m eluncur di atas kepala
Petualangan Huckleberry Finn 239

orang banyak, m enyusuri tiga dinding ruangan itu, baru ia


berdiri tegak setinggi tubuh yang sebenarnya, dengan m enutupi
m ulut dengan tangan, ia m enjulurkan kepala hingga m encapai
dekat telinga tuan pendeta, berbisik dengan suara keras hingga
sem ua orang m endengar, “Anjing itu m e nangkap seekor tikus!”
Ia m em bungkuk lagi, m eluncur sepanjang dinding kem bali ke
tem pat duduknya. Bisikannya tadi untuk m em uaskan hati sem ua
orang yang m em ang ingin tahu apa yang m enyebabkan anjing
di gudang itu begitu ribut. Suatu perbuatan sederhana, yang tak
m em buat rugi siapa pun, tapi berdasarkan perbuatan sederhana
itulah seseorang akan m enjadi terkenal. Setelah waktu itu tak ada
yang lebih dihorm ati orang di kota kecil itu kecuali si pengurus
jenazah.
Khotbah pem akam an cukup baik, nam un terlalu panjang
dan m elelahkan. Setelah khotbah selesai, sang raja ikut-ikut
berkhotbah dengan om ong kosongnya seperti biasa. Akhirnya
selesai juga pidaton ya, si pen gurus jen azah m en yelin ap ke
dekat m ayat, m ulai m em asang sekerup dan m em utarnya hingga
terpancang kuat. Aku gelisah, kuperhatikan baik-baik pengurus
jenazah itu. Tapi ia tak banyak tingkah, m endorong tutup peti
hingga rapat, dan m em asang sekerupnya. Astaga, jadi aku tak
tahu apakah uang m asih ada di sana atau tidak. Bagaim ana
kalau seseorang telah m engam bil uang itu dengan diam -diam ?
Apakah aku m asih perlu atau tidak m enulis surat pada Mary
J ane? Misalkan ia m enerim a suratku, kem udian m enggali kubur
pam annya, tapi ternyata uang itu tak ada, apa pikirannya tentang
diriku? Terkutuk! Pasti aku akan diburu dan dipenjarakan. Yah,
http://facebook.com/indonesiapustaka

paling baik aku tutup m ulut saja, tak m enulis apa-apa. Rencanaku
betul-betul kacau, kini m akin berantakan lagi. Betapa senangnya
bila aku tak begitu usil untuk ikut cam pur urusan ini.
Peter selesai dikubur, kam i pulang. Aku m ulai m em per-
hatikan setiap wajah lagi. Terpaksa, aku gelisah terus. Tetapi
wajah-wajah itu tak m engisyaratkan apa-apa padaku.
240 Mark Twain

Sore harinya sang raja berkunjung pada para tetangga,


bercengkeram a dengan m ereka dan m em buat dirinya m akin
dikenal. Ia juga m engatakan pada sem ua orang bahwa jem aatnya
di In ggris akan gelisah m en un ggun ya, karen a itu ia akan
m em bereskan sem ua persoalan harta warisan Peter, kem udian
bergegas pulang. Ia sangat m enyesal tak bisa tinggal terlalu lam a,
begitu juga sem ua orang yang diajaknya bicara. Orang-orang itu
juga ingin agar sang raja dan sang pangeran tinggal lebih lam a
di situ, nam un m ereka m aklum bahwa hal itu tak m ungkin.
Sang raja berkata tentu saja ia dan William akan m engajak Mary
J ane, Susan, dan J oanna pulang ke Inggris. Ini m em buat sem ua
orang gem bira, sebab dengan begitu para gadis itu akan terjam in
hidupnya, lagi pula m ereka akan hidup di antara sanak keluarga
m ereka sendiri. Ketiga gadis itu juga sangat gem bira, hingga
m ere ka sam a sekali lupa akan segala kesedihan yang pernah
m ereka derita. Gadis-gadis itu m alah m endesak sang raja untuk
m enjual sem ua benda warisan secepat dan sekehendak penipu-
penipu itu. Begitu gem bira dan bahagia ketiga gadis tadi, sakit
rasanya hatiku m engetahui bahwa sebenarnya m ereka ditipu
m entah-m entah. Tapi aku tak punya cara baik untuk m engubah
apa yang sedang terjadi.
Ya am pun, betul-betul saat itu juga raja m engum um kan
bahwa rum ah, sem ua budak negro, dan sem ua harta benda
akan dilelang. Hari penjualannya dua hari setelah pem akam an,
tapi yang berm inat bisa m em beli barang-barang yang m ereka
kehendaki sebelum waktu itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Sehari setelah upacara pem akam an , kegem biraan para


gadis itu m endapat goncangan pertam a. Dua orang saudagar
budak datang, sang raja m enjual sem ua negro yang ada de ngan
harga yang pantas dan akan dibayar dengan wesel tiga hari
kem udian. Dua anak negro dikirim ke Mem phis, ibu m ereka ke
Orleans. Mengharukan sekali perpisahan antara budak negro
Petualangan Huckleberry Finn 241

itu dengan ketiga gadis m ajikan m ereka. Sem ua m enangis tak


henti-hentinya, m em buat hatiku jadi m akin tak enak. Gadis-gadis
itu tak pernah m enyangka bahwa keluarga budak m ereka akan
dicerai-beraikan atau dijual ke luar kota. Tak akan terhapus dari
kenanganku betapa gadis-gadis m alang dan budak-budaknya itu
saling m em eluk dan m enangis bersam a. Hatiku sudah tak tahan
lagi, dan pasti aku akan m em buka rahasia bila saja aku tahu
bahwa pem belian itu tidak sah, jadi tak lam a lagi pasti orang-
orang negro itu akan berkum pul kem bali.
Penjualan itu m em buat sedikit keributan di kota. Banyak
orang cukup berani m enyatakan bahwa m em isahkan keluarga
budak negro itu keji sekali. Nam a kedua penipu jadi sedikit suram ,
tapi si bajingan itu tak akan am bil pusing, tak m au m endengarkan
nasihat sang pangeran yang betul-betul sangat gelisah.
Hari berikutnya adalah hari lelangan um um . Pagi-pagi, raja
dan pangeran naik ke bilikku dan m em bangunkanku. Dari wajah
m ereka aku tahu ada sesuatu yang tak beres.
“Apakah kau pergi ke kam arku m alam kem arin dulu?” tanya
raja.
“Tidak, Sri Baginda,” jawabku dengan panggilan yang selalu
kupakai bila kam i hanya bertiga.
“Kem arin atau m alam tadi, kau ke sana?”
“Tidak, Sri Baginda.”
“Betul? Kau tak berdusta?”
“Dem i Tuhan, Tuanku,” jawabku berdusta, “aku berkata
sebenarnya. Sejak Nona Mary J ane m enunjukkan kam ar itu pada
http://facebook.com/indonesiapustaka

Tuanku dan Tuan Pangeran, tak pernah aku m enginjak kam ar


itu.”
“Kau m elihat seseorang m asuk ke sana?” tanya sang pange-
ran.
“Tidak, Yang Mulia, seingatku tidak.”
“Berpikirlah dulu sebelum m enjawab.”
242 Mark Twain

Aku berpikir-pikir, dan m enem ukan suatu jalan, kataku,


“Yah, kulihat orang-orang negro itu m asuk ke sana beberapa kali.”
Kedua orang itu terlonjak sedikit, tam paknya sam a sekali
hal itu tak pernah m ereka duga, tapi kem udian m ereka berbuat
seolah-olah telah m enduganya. Sang pangeran bertanya, “Apa?
Sem uanya pernah m asuk ke sana?”
“Tidak, setidak-tidaknya tak pernah m ereka m asuk bersam a-
sam a, m aksudku aku tak pernah m elihat m ereka keluar bersam a-
sam a, kecuali sekali.”
“Hah? Kapan itu?”
“Pada hari pem akam an. Pagi hari. Tidak pagi-pagi benar,
sebab aku ban gun terlam bat. Waktu aku sedan g m en urun i
tangga, kulihat m ereka.”
“Benar? Teruskan, teruskan! Apa yang m ereka kerjakan?
Bagaim ana m ereka bertindak?”
“Mereka tidak m engerjakan apa-apa. J uga tak bertindak
apa-apa, sejauh yang kulihat. Mereka berjalan berjingkat, jadi
kukira agaknya m ereka akan m em bersihkan kam ar Sri Bagin da
tapi Baginda belum bangun, jadinya m ereka m enyelinap keluar
karena takut kalau-kalau tidur Baginda terganggu.”
“Astaga, ini nam anya kesialan!” seru sang raja. Kedua orang
tam pak seakan -akan sakit m en dadak dan lin glun g. Mereka
term enung, m enggaruk-garuk kepala beberapa saat, dan tiba-
tiba sang pangeran tertawa m enggum am dan berkata, “Betul-
betul pandai budak-budak itu bersandiwara! Mereka berbuat
seolah-olah sedih karena harus pergi dari daerah ini. Dan aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

pun sam pai percaya bahwa m ereka sedih, begitu juga engkau,
begitu juga sem ua orang. J angan berkata padaku lagi bahwa
orang negro tak punya bakat untuk m ain sandiwara. Cara m ereka
berm ain hari itu betul-betul bisa m enipu sem ua orang! Menurut
hem atku, orang-orang negro bisa dipergunakan dengan baik. Bila
saja aku punya m odal dan punya gedung sandiwara, aku tak akan
Petualangan Huckleberry Finn 243

m em butuhkan cerita lain kecuali kejadian hari itu dan kita jual
sem ua orang itu cum a-cum a! Ya, secara cum a-cum a, sebab kita
belum m endapatkan wesel itu.”
“Wesel itu ada di bank, siap untuk kita am bil. Tak usah
khawatir.”
“Kalau begitu, baiklah, kita harus bersyukur.”
Dengan pura-pura m alu aku bertanya, “Apakah ada yang
tidak beres?”
San g raja berpalin g padaku dan m em ben tak, “Bukan
urusanm u! Kau tutup m ulut saja, dan urus sendiri urusanm u bila
kau m em punyai urusan. Selam a kau ada di sini, jangan lupa itu,
dengar?”
Kem udian ia berkata pada sang pangeran, “Terpaksa harus
kita terim a saja kesialan ini, dan tak berkata apa-apa pada siapa
pun.”
Waktu m ereka m enuruni tangga, pangeran tertawa bergum am
lagi, “Penjualan cepat dan sedikit laba! Usaha yang sangat bagus,
ya!”
San g raja berpalin g, m en ggeram , “Aku sudah berusaha
sebaik-baiknya dalam m enjual barang-barang warisan itu dengan
cepat. Bila labanya tak ada, kurang banyak, dan tak ada yang bisa
kita bawa, apakah itu kesalahanku saja, dan kau tak bersalah
sam a sekali?”
“Setidak-tidaknya barang-barang itu akan m asih ada di
dalam rum ah ini, sedang kita sudah jauh dari tem pat ini, bila saja
nasihatku ada yang m au m endengarnya.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Sang raja m em bentaknya lagi, seolah-olah tak m em bahaya-


kan dirinya, kem udian kem bali m em arahi aku lagi. Dim arahinya
aku karena tak segera m em beritahukan padanya bahwa orang-
orang negro itu keluar dari kam arnya dan bertingkah sangat
m encurigakan, katanya, setiap orang tolol akan segera tahu
bahwa ada yang tak beres. Kem udian sang raja m em aki-m aki
244 Mark Twain

dirinya sendiri, m engatakan bahwa ini sem ua disebabkan karena


ia tidur terlalu larut sehingga paginya ia terlalu lam bat bangun.
Ia tak akan berbuat begitu lagi. Begitulah, kedua orang itu terus
saja bertengkar. Aku sangat gem bira bisa m elem parkan segala
kesalahan pada oran g-oran g n egro itu tan pa m ereka harus
m enerim a hukum an.
http://facebook.com/indonesiapustaka
DUSTA TAK MENGUNTUNGKAN

WAKTU UNTUK bangun tiba. Aku turun dan m enuju ke tangga


yang m enuju ke bagian bawah rum ah. Waktu m elewati kam ar
ketiga gadis Wilks, kulihat pintu terbuka. Tam pak olehku Mary
J ane duduk bersim puh dekat koper ram butnya, m em bereskan
pakaian, bersiap-siap untuk pergi ke Inggris. Tapi ia tak berbuat
sesuatu waktu aku lewat itu. Di pangkuannya terlipat sebuah gaun,
tangannya m enutupi m uka, m enangis. Aku terharu sekali m elihat
keadaannya, kukira sem ua orang akan m em punyai perasaan yang
serupa dalam keadaan itu. Aku m asuk dan berkata, “Nona Mary
J ane. Kau tak tahan m elihat orang lain bersedih. Aku begitu pula,
http://facebook.com/indonesiapustaka

walaupun tak selam anya. Coba katakan apa yang m enyedihkan


hatim u.”
Mary J ane m enceritakan kesedihannya. Seperti telah kuduga,
orang-orang negro itulah penyebabnya. Katanya perjalanan yang
m enyenangkan ke Inggris ini tak m enarik hatinya lagi. Ia tak tahu
bagaim ana ia akan m erasa bahagia di Inggris, bila ia tahu bahwa
246 Mark Twain

keluarga negro itu tak akan bisa berkum pul lagi untuk selam a-
lam anya. Agaknya m akin lam a gadis itu bertam bah sedih juga,
sam pai akhirnya tangisnya m enjadi-jadi, ia m engangkat tangannya
dan berkata, “Aduhai, rasakan pecah hatiku m em ikirkan betapa
m ereka, bahkan tak akan bisa lagi bertem u m uka, untuk selam a-
lam anya!”
“Tetapi m ereka akan berkum pul lagi dan hanya dalam waktu
dua m inggu lagi, aku tahu betul itu!” kataku.
Astaga! Aku telah lancang bicara! Dan sebelum aku bisa
m en ghin dar, aku telah dipelukn ya, dan ia m in ta agar aku
m engatakan kalim at tadi sekali lagi dan sekali lagi dan sekali lagi.
Sesaat aku sangat bingung. Kum inta agar dia m em beri kesem -
patan padaku untuk berpikir. Mary J ane m enunggu, tak sabar,
gelisah dan tam pak sangat cantik, tetapi tam pak juga bahagia
dan lega seperti orang yang sakit gigi selesai dicabut. Kupikir,
seseorang yang m enceritakan keadaan sebenarnya pada waktu
ia sudah am at tersudut, akan m enghadapi bahaya, walaupun aku
begitu yakin, sebab belum berpengalam an dalam hal itu. Tapi
dalam keadaan ini, agaknya lebih m engun tungkan bila kukatakan
hal yan g seben arn ya daripada harus berdusta. Aku harus
m em ikirkan lagi persoalan ini bila ada waktu, sebab rum it sekali
tam paknya– belum pernah aku m enghadapi persoalan serum it
ini. Akhirnya kuputuskan untuk m encobanya, akan kucoba untuk
tidak berdusta kali ini, walaupun keadaannya seperti kita duduk
di atas tong m esiu yang kita sulut sum bunya untuk m elihat
sam pai di m ana kita akan terlem par oleh ledakannya.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Nona Mary J ane, apakah ada suatu tem pat di luar kota ini
yang bisa nona tinggali untuk kita-kira tiga atau em pat hari?”
tanyaku.
“Ya. Tem pat Tuan Lothrop. Kenapa?”
“J angan bertanya m engapa dulu. Bila kukatakan padam u
bahwa orang-orang negro itu akan berkum pul kem bali pa ling
Petualangan Huckleberry Finn 247

lam bat dua m inggu lagi dan kubuktikan bagaim ana aku bisa
seyakin itu, m aukah kau pergi ke rum ah Tuan Lothrop dan tinggal
selam a em pat hari?”
“Em pat hari!” kata Mary J ane. “Setahun pun aku sanggup.”
“Baiklah. Aku hanya m em butuhkan kesediaanm u saja untuk
bisa kupercaya. Kesediaanm u lebih berharga daripada sum pah
orang lain.” Mary J ane tersenyum dengan pipi m em erah hingga
tam pak sangat cantik. Aku berkata lagi, “Bila kau tak berkeberatan,
akan kututup pintu dan kukunci.”
Selesai m en utup dan m en gun ci pin tu, aku duduk lagi,
dan berkata, “J angan kau berteriak, jangan kau m enjerit. Kau
m enerim a kabar ini dengan bersikap jantan. Akan kukatakan
suatu kebenaran, dan kau harus bersiap saja untuk itu, Nona
Mary J ane, sebab ini adalah kabar paling buruk dan sangat pahit,
tapi terpaksa kukatakan juga. Pam an-pam an ini sebenar nya
bukanlah pam anm u! Mereka hanyalah sepasang penipu ulung.
Nah, itulah bagian yang terburuk dari kabar ini. Kini kau bisa
m enerim a yang lainnya dengan lebih m udah.”
Tentu saja kata-kataku itu sangat m engguncangkan hatinya,
tapi tak ada jalan m undur lagi bagiku, jadi kuceritakan saja
sem uanya. Makin lam a m atanya m akin berapi-api. Kuceritakan
sem uanya, dari saat kam i m em bawa si orang tolol ke kapal uap
sam pai saat ia m elem parkan dirinya ke dalam pelukan sang raja
di pintu depan dan sang raja m encium nya enam atau tujuh belas
kali saat itu. Mary J ane m elom pat dengan wajah sem erah langit
di senja hari, “Bangsat itu! Ayo, jangan buang waktu sedikit pun,
http://facebook.com/indonesiapustaka

kita lum uri m ereka dengan aspal dan kita lekati dengan bulu, lalu
kita buang ke sungai!”
“Ayolah, tapi kapan? Sebelum kau pergi ke rum ah Tuan
Lothrop atau....”
“Oh!” Mary J ane terkejut, duduk lagi. “Apa yang kupikirkan!
J angan pedulikan kata-kata tadi, kum ohon ja ngan-jangan kau
248 Mark Twain

tak akan m em pedulikan kata-kataku tadi, bukan?” Diletakkannya


tangannya yang selem but sutra itu pada tanganku, begitu rupa
hingga kujawab aku akan m erasa lebih baik m ati daripada
m en gin gat-in gat kata-katan ya tadi. “Aku begitu tak bisa
m engendalikan am arahku.” kata Mary J ane selanjutnya, “kini
teruskan. Aku tak akan berbuat tanpa otak lagi, dan apa saja
katam u akan kukerjakan.”
“Baiklah,” aku berkata, “kedua orang itu betul-betul suatu
kom plotan yang paling jahat, dan aku terpaksa ikut m ereka untuk
sem entara waktu, tak peduli aku m au atau tidak—lebih baik tak
kukatakan padam u sebabnya. Bila kau berm aksud m em bekuk
keduanya, aku tahu kota ini akan m em bebaskan aku dari cengke-
ram an keduanya. Tapi akan ada orang lain yang tak kau kenal
yang akan m endapat kesulitan besar karenanya. Kita harus
m enolong orang itu, bukan? Tentu saja, jadi tak boleh kedua
orang itu kita bekuk sekarang juga.”
Waktu aku berkata itu, aku m endapat suatu cara bagaim ana
aku dan J im bisa m em bebaskan diri dari kedua orang penipu itu,
m em buat m ereka terpenjara di kota ini, sem entara aku dan J im
kabur. Tapi aku tak ingin kabur hari itu juga, di siang hari. Tak
ingin aku m enjalankan rakit di siang hari dengan hanya aku saja
yang harus m enjawab pertanyaan-pertanyaan bila kam i kupergok
orang. J adi terpaksa rencanaku baru bisa dijalankan nanti m alam .
“Nona Mary J ane, akan kukatakan apa yang harus kita
kerjakan. Kau pun tak usah tinggal terlalu lam a di rum ah Tuan
Lothrop. Berapa jauhkah rum ahnya itu dari sini?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Kira-kira em pat m il, di desa.”


“Cukup, kukira. Pergilah ke sana, dan jangan m em buka
rahasia ini sam pai kira-kira jam sem bilan m alam nanti. Saat ini
suruhlah orang m engantarkanm u pulang, katakan ada sesuatu
yang terpaksa kau kerjakan m alam ini juga. Bila kau sam pai
ke rum ah ini sebelum pukul sebelas, pasang lilin di jendela ini.
Petualangan Huckleberry Finn 249

Bila aku tak m uncul sam pai pukul sebelas, dan bila tak m uncul-
m uncul lagi, itu berarti aku telah pergi dan tak akan m endapat
bahaya lagi. Saat itulah kau sebarkan rahasia ini, dan kau
penjarakan kedua penipu itu.
“Bagus! Akan kukerjakan rencana itu.”
“Dan bila ternyata aku tak bisa lari, tertangkap bersam a
m ere ka, kau harus m em belaku dengan berkata bahwa telah
kuceritakan sem ua ini sebelum rahasia m ereka terbongkar. Kalau
bisa kau harus m enyelam atkan aku.”
“Menyelam atkanm u? Tentu saja! Akan kujaga jangan sam pai
sehelai ram butm u disentuh orang,” sahut Mary J ane dengan
cuping hidung berkem bang dan m ata m enyala.
“Bila aku berhasil lari, aku tak akan ada di sini untuk
m em buktikan bahwa kedua orang ini hanyalah penipu belaka.
Walaupun aku ada di sini, aku pun tak akan bisa m engerjakan hal
itu, tak akan ada yang m em percayaiku. Aku hanya bisa bersum pah
bahwa m ereka itu penipu dan gelandangan. Tapi ada orang-orang
yang bisa m em beri bukti lebih baik lagi, orang-orang yang tak
akan begitu m udah diragukan kata-katanya. Akan kutunjukkan
bagaim ana kau bisa m enghubungi orang-orang tersebut. Coba,
m inta pena dan kertas. Nah: “Keajaiban Kerajaan, Bricksville”.
Sim pan kertas ini, jangan sam pai hilang. Bila pengadilan ingin
tahu lebih banyak tentang kedua orang ini, suruh seseorang pergi
ke Bricksville, katakan pada orang-orang di sana bahwa orang-
orang yang m em ainkan ‘Keajaiban Kerajaan’ ada di sini dan
m inta beberapa orang saksi. Rasanya dalam sekejap m ata seisi
http://facebook.com/indonesiapustaka

kota itu akan ada di sini, Nona Mary, dan m ereka akan datang
dengan penuh kem arahan pula.”
Kukira sudah beres sem uanya, jadi aku pun berkata: “J angan
khawatir lagi, Nona Mary, biarkan pelelangan ini berlangsung
terus. Tak akan ada yang harus m em bayar sam pai sehari setelah
lelang karena sem pitnya waktu. Kedua penipu itu tak akan pergi
250 Mark Twain

dari sini sebelum uangnya m ereka dapat sem ua. Dan bila rencana
kita berjalan lancar, m ereka tak akan m endapatkan uang sam a
sekali. Orang-orang negro itu juga akan m engalam i hal yang
sam a– penjualannya akan dinyatakan tak berlaku, m ereka akan
kem bali lagi kem ari. Uang untuk orang-orang negro itu tak akan
bisa m ereka am bil, Nona Mary, m ereka kini sangat tersudut.”
“Baiklah kalau begitu. Aku akan segera sarapan dan langsung
pergi ke rum ah Tuan Lothrop.”
“J angan begitu, Nona Mary J ane, jangan. Pergilah sebelum
sarapan.”
“Mengapa?”
“Tahukah kau kenapa harus pergi dulu?”
“Oh, ya, tak terpikir olehku, dan setelah kupikirkan rasanya
aku tak tahu. Kenapa?”
“Sebab Nona bukanlah orang yang pandai bersandiwara.
Mukam u bagaikan buku yang terbuka, setiap orang dengan
m udah bisa m engetahui apa yang sedang kau pukirkan. Kau kira
kau bisa m enghadapi kedua orang pam anm u itu waktu sarapan,
di m ana m ereka akan m em beri cium an selam at pagi padam u
dan....”
“Oh, jangan teruskan lagi. Ya, aku akan pergi sebelum
sarapan. Aku akan gem bira karenanya. Tapi bagaim ana saudara-
saudaraku?”
“Mereka tak akan apa-apa, m ereka harus m en an ggun g
kegilaan ini untuk beberapa saat lagi. Kedua orang itu akan curiga
bila kalian bertiga pergi bersam a-sam a. Aku tak ingin kau pam it
http://facebook.com/indonesiapustaka

pada m ereka, pada saudara-saudaram u, atau siapa pun juga di


kota ini. Bila seseorang m enyapa engkau dan bertanya bagaim ana
kabar pam an-pam anm u, wajahm u jangan sam pai m enyatakan
ada sesuatu yang tak beres. J adi pergilah sekarang juga, Nona
Mary J ane, akan kuurus saudara-saudaram u. Akan kusuruh
Nona Susan m enyam paikan salam horm at dan cintam u pada
Petualangan Huckleberry Finn 251

kedua pam anm u, dan akan kukatakan bahwa kau pergi beberapa
jam untuk beristirahat atau untuk m engunjungi seorang tem an
sam pai m alam nanti.”
“Katakan bahwa aku m en gun jun gi seoran g tem an , tapi
jangan katakan aku berkirim salam horm at dan cintaku pada
kedua bangsat itu.”
“Baiklah,” kataku, “tak apalah m enipunya sedikit.” Berbohong
sedikit tak apa, m alah bohong yang sedikit itulah yang biasanya
m elicinkan jalan di daerah Selatan ini. Dus taku akan m em buat
hati Mary J ane lega dan aku sendiri tak akan rugi karenanya.
Kem udian aku berkata, “Ada satu hal lagi, kantung uang itu.”
“Telah dim iliki m ereka. Betapa m alunya aku bila m engingat
bagaim ana cara m ereka m em iliki kantung uang itu.”
“Dalam hal ini kau keliru. Kantung uang tersebut tak ada
pada m ereka.”
“Astaga, lalu siapa yang m em bawanya?”
“Aku juga tak tahu. Dulu aku tahu, sebab kucuri dari m ereka.
Kucuri untuk kuberikan padam u. Aku tahu di m ana kusem bu-
nyikan, tapi aku takut kalau kantung itu kini tak ada di tem pat itu
lagi. Aku am at m enyesal, Nona Mary J ane, am at sangat m enyesal
sekali. Telah kuusahakan sekuatku, dem i Tuhan! Ham pir saja aku
tertangkap basah oleh m ereka, dan terpaksa kutaruh di tem pat
yang m ula-m ula kutem ui, kem udian aku lari. Ternyata tem pat itu
bukanlah tem pat yang baik.”
“Oh, jan gan m en yesali dirim u, tak kuperken an kan kau
m enyesali dirim u, kau terpaksa, jadi bukan salahm u. Di m ana
http://facebook.com/indonesiapustaka

kau sem bunyikan waktu itu?”


Aku tak ingin Mary J ane jadi sedih lagi. Tak dapat aku
m em aksa diriku berkata, yang akan m em buat ia m em bayangkan
m ayat itu m em eluk kantung uang di perutnya. Sem enit aku diam
saja, kem udian kataku, “Lebih baik tak kukatakan padam u, Nona
Mary J ane, bila Nona tak berkeberatan. Tapi akan kutulis pada
252 Mark Twain

secarik kertas dan bisa kau baca nanti dalam perjalanan ke rum ah
Tuan Lothrop, bagaim ana?”
“Baiklah.”
Kutulis: “Kutaruh di dalam peti m ati. Saat itu kau sedang
m enangis, di tengah m alam . Aku berada di belakang pintu, dan
sangat sedih m elihat keadaannya.”
Air m ataku tergen an g sedikit m en gen an g ia m en an gis
seorang diri di tengah m alam itu, sedang kedua setan penipu itu
tidur nyenyak di bawah atap rum ahnya, kulihat bahwa m atanya
pun penuh air m ata. Dijabatnya tanganku dan katanya, “Selam at
berpisah. Akan kukerjakan sem ua yang kau nasihatkan. Bila aku
tak bertem u lagi denganm u, aku tak akan lupa padam u, dan
sam pai kapan pun aku akan selalu m engenangm u. Aku pun akan
berdoa untukm u!” Lalu ia berangkat.
Berdoa untukku! Kukira bila ia tahu betapa banyak dosaku,
pastilah ia akan m encari pekerjaan yang lebih ringan daripada
berdoa untukku. Tetapi kukira ia akan betul-betul m engerjakan
apa yang dikatakannya, tak peduli betapa beratnya. Bahkan
kukira ia cukup pun ya kekerasan hati un tuk m en doakan
keselam atan Yudas, bila saja hal itu terpikir olehnya—ia tak
akan pedulikan segala rintangan yang ada. Menurut pendapatku,
hanya Mary J ane gadis yang berhati baja di dunia ini. Ini bukan
san jun gan , begitulah m em an g. Apalagi kalau diban din gkan
tentang kecantikan serta kebaikan hati, tak akan ada yang bisa
m engalahkan Mary J ane. Sejak ia keluar dari kam ar itu, tak
pernah lagi aku bertem u dengannya. Tapi jutaan kali gam baran
http://facebook.com/indonesiapustaka

wajahnya m uncul dalam kenanganku, saat ia keluar dan saat ia


berkata bahwa ia akan berdoa untukku. Bila kutahu bahwa doaku
bisa diterim a Tuhan, m aka sudah pasti aku pun akan berdoa
untuknya, apa pun rintangan yang akan kuhadapi.
Agaknya Mary J ane keluar lewat pintu belakang, tak seorang
pun m elihatnya. Ketika aku bertem u Susan dan si Sum bing, aku
Petualangan Huckleberry Finn 253

bertanya, “Siapa itu yang tinggal di seberang sungai, yang sering


kalian kunjungi?”
“Banyak sekali, tapi yang paling sering ialah keluarga Proctor.”
“Tepat, itulah nam anya.” kataku. “Ham pir aku lupa. Nona
Mary J ane berpesan bahwa ia akan ke tem pat m ereka, ia sangat
tergesa-gesa hingga tak sem pat berpam it pada kalian. Salah
seorang di antara m ereka sakit.”
“Yang m ana?”
“Aku tak tahu. Aku tahu, tapi lupa, kalau tak salah nam a-
nya....”
“J angan-jangan Hanner?”
“Astaga, m em ang itulah. Hanner yang sakit, aku ingat kini.”
“Ya am pun, m inggu kem arin ia m asih segar bugar. Beratkah
sakitnya?”
“Bukan berat lagi. Kata Non a J an e sem alam -m alam an
keluarganya tak bisa tidur, berjaga-jaga. Dan m ereka berpikir
Hanner tak m ungkin hidup lam a lagi.”
“Aduh! Sakit apa dia?”
Tak terpikir olehku nam a penyakit yang cukup berat, langsung
kujawab saja, “Penyakit gondok.”
“Gondok nenekm u! Masakan orang sakit gondok diajak
berjaga-jaga sepanjang m alam !”
“Mengapa tidak? Ini adalah gondok jenis baru. Berbeda
dengan gondok lainnya, kata Nona Mary J ane.”
“Apa bedanya?”
“Bercam pur dengan penyakit-penyakit lain.”
“Penyakit apa saja?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Banyak, cam pur sakit cam pak, batuk kering, sakit perut,
sakit kuning, dem am otak, dan entah apa lagi.”
“Astaga! Dan itu dinam akan sakit gondok?”
“Begitulah kata Nona Mary J ane.”
“Men gapa pen yakit yan g begitu ban yak itu din am akan
gondok?”
254 Mark Twain

“Sebab m em an g gon dok. Bukan kah sem ua itu dim ulai


dengan gondok?”
“Tapi toh itu tolol sekali. Misaln ya seseoran g teran tuk
kakinya, jari jem polnya sakit. Kem udian ia tanpa sengaja m inum
racun, jatuh ke dalam sum ur, lehernya patah dan otaknya hancur,
m am pus. Lalu ada orang bertanya, kenapa orang itu m ati.
Seseorang m enjawab, ia m ati karena ibu jari kakinya terantuk.
Bukankah itu suatu jawaban yang tolol? Bukankah dalam hal
ini juga suatu ketololan bila penyakit yang begitu banyak itu
dinam akan gondok? Menularkah penyakit itu?”
“Men ular? Wah, om on gm u! Bila kau berjalan dalam
kegelapan, di depanm u terletak sebuah garu, kalau kau tak
terinjak salah satu giginya, kau akan terinjak gigi yang lain
bukan? Dan kalau kau sudah terinjak salah satu giginya, kau
tak akan bisa m elepaskan diri tanpa seluruh garu itu tertarik
olehm u, bukan? Nah, dem ikian juga gondok jenis baru ini, boleh
dikatakan sem acam garu—bukan garu yang lam ban kerjanya lagi,
sekali kena tak kan m udah lepas.”
“Mengerikan sekali kalau begitu,” kata si sum bing, ”akan
kukatakan pada Pam an Harvey dan....”
“Oh ya, tentu saja, tentu saja. Akan kukatakan pada Pam an
Harvey!” aku m engejeknya. “Oh ya, tentu saja, aku tak akan
m em buang-buang waktu lagi.”
“Lalu kenapa?”
“Pikirkan dulu. Bukankah pam anm u harus segera ke Inggris?
http://facebook.com/indonesiapustaka

Dan kau kira m ereka akan tega m eninggalkan engkau sem ua


di sini? Kau kira m ereka akan m em biarkan kalian m engadakan
perjalanan ke Inggris? Tanpa ditem ani m ereka? Kau tahu m ereka
tak akan berbuat begitu. Nah, pam anm u Harvey adalah seorang
pendeta, bukan? Apakah seorang pendeta akan m enipu seorang
juru tulis kapal? Hanya untuk m em ungkinkan Nona Mary J ane
Petualangan Huckleberry Finn 255

naik ke kapal? Kau tahu, hal itu tak akan m ungkin terjadi. Pa ling-
paling yang akan diperbuatnya adalah berkata ‘Sayang sekali, tapi
rasanya gerejaku di Inggris terpaksa m enungguku lebih lam a lagi,
sebab keponakanku ada kem ungkinan telah kejangkitan salah
satu penyakit gondok, jadi sudah m enjadi kewajibanku untuk
m enunggu di sini sam pai tiga bulan, untuk m engetahui apakah
keponakanku kejangkitan atau tidak.’ Tapi tak usah kau pikirkan
lagi, cepatlah pergi ke pam anm u Harvey....”
“Bah! Dan karena itu kam i harus m enghabiskan waktu di sini
m enunggu sam pai ada kepastian bahwa Mary J ane kejangkitan
atau tidak, sedang sesungguhnya kam i akan sudah berada di
Inggris?”
“Setidak-tidaknya kau bisa m engatakan kejadian ini pada
para tetangga.”
“Kau ini betul-betul tolol! Tak tahukah kau bahwa m ereka
pasti akan m em beri tahu Pam an Harvey? J alan yang terbaik
adalah tidak m em beri tahu siapa pun tentang hal ini.”
“Kukira kau betul, ya, aku yakin kau benar.”
“Tapi kukira kita harus m em beri tahu Pam an Harvey bahwa
Mary J ane pergi untuk beberapa waktu, supaya dia tidak gelisah?”
“Ya, Nona Mary J ane m em ang berpesan padaku. Katanya,
‘Suruh adik-adikku m en yam paikan salam dan horm at, dan
cintaku serta cium untuk Pam an Harvey dan Pam an William ,
katakan aku pergi ke seberang, ke rum ah Tuan-tuan—siapa yang
sering ditulis dalam surat pam anm u Peter—itu keluarga kaya
http://facebook.com/indonesiapustaka

yang....”
“Maksudm u keluarga Lothrop, bukan?”
“Oh, ya sulit betul nam a-nam a di sini, susah diingat! Ya,
Nona Mary J ane berkata ia akan pergi ke rum ah Tuan Lothrop,
m inta agar m ereka datang waktu lelang. Ia akan m inta agar
Tuan Lothrop m em beli rum ah ini, sebab m enurut pendapatnya,
256 Mark Twain

pam annya Peter akan lebih senang bila rum ah ini dim iliki
keluarga itu daripada orang lain. Ia akan berada di sana sam pai
m ereka m enyanggupi perm intaannya itu. Dan bila ia tak terlalu
lelah, ia akan pulang m alam ini. Tapi kalau terpaksa besok pagi
ia akan kem bali kem ari lagi. Nona Mary J ane berpesan kalian
tak boleh m engatakan apa-apa tentang keluarga Proctor, hanya
tentang keluarga Lothrop saja, yang sam a benarnya, sebab toh ia
m em ang akan m engunjungi m ereka juga untuk berbicara tentang
rum ah ini. Aku tahu betul, sebab ia sendiri yang berkata begitu.”
“Baiklah!” kedua orang gadis itu m enunggu pam an-pam an
m ereka untuk m enyam paikan salam horm at, cinta, dan cium
Mary J ane, dan m engatakan pesan gadis itu.
Sem ua beres kini. Susan dan si Sum bing tak akan bicara
apa-apa sebab m ereka ingin pergi ke Inggris. Sang raja dan sang
pangeran lebih senang bila Mary J ane tak ada, daripada gadis itu
sem pat dipengaruhi oleh Dokter Robinson. Aku gem bira, kukira
rencanaku berjalan sangat lancar, bahkan Tom Sawyer agaknya
tak akan bisa m em buat suatu rencana secerdik itu. Tentu saja ia
akan m em beri gaya yang cukup m engagum kan pada rencananya,
suatu hal yang tak dapat kutiru sebab aku tak terbiasa akan hal
itu.
Lelang diadakan di lapangan, m enjelang sore. Sang raja hadir
juga, bergaya sepenuh hati di sam ping tukang lelang, setiap saat
m engocehkan sesuatu ungkapan dari Kitab Suci, atau kata-kata
m utiara lainnya. Sang pangeran m em bawakan tingkah bisu-
tulinya, berusaha keras untuk m enarik perhatian um um .
http://facebook.com/indonesiapustaka

Lam a-kelam aan barang yang akan dijual berangsur habis,


tinggal beberapa bidang tanah kecil di perkuburan. Sang raja juga
ingin m enjual tanah-tanah itu. Tak pernah aku m elihat seseorang
rakus seperti dia.
Di saat-saat lelan g ham pir berakhir, sebuah kapal uap
berlabuh. Dua m enit kem udian datanglah segerom bolan orang,
Petualangan Huckleberry Finn 257

berteriak-teriak, tertawa-tawa, berseru-seru: “In ilah, in ilah


lawan m u! Ini ada sepasang lagi ahli waris si tua Peter! Ayo,
pasang taruhan, pilih m ana yang asli!”
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKU MENGHINDARI BADAI

ORANG-ORANG ITU m engiringi seorang tuan tua yang tam pan


dan rapi serta seorang yang lebih m uda, juga tam pan dan rapi,
tangannya digantung dengan kain pem bebat. Ya am pun, betapa
orang-orang itu berteriak-teriak dan tertawa bising sekali. Tapi
aku tak tahu di m ana letak kelucuannya, dan kukira sang raja
dan sang pangeran akan m erasa sangat cem as. Tapi ternyata
tidak. Mereka sam a sekali tidak terlihat pucat sedikit pun. Sang
pangeran berbuat seolah-olah tak tahu sam a sekali apa yang
terjadi, terus saja bertingkah bisu-tuli dan tam pak bahagia
dan lega. Sem entara itu sang raja hanya term enung, wajahnya
http://facebook.com/indonesiapustaka

m uram , seolah-olah hatinya sangat sedih m em ikirkan betapa


jahatnya orang-orang yang m em perlakukan dirinya. Oh, pandai
sekali sang raja berm ain sandiwara. Banyak sekali pem uka
kota yang berkerum un di sekitar sang raja untuk m enunjukkan
di pihak m ana m ereka berada. Tuan tua yang baru datang itu
tam pak sangat heran, kem udian ia m ulai bicara, dan suaranya
Petualangan Huckleberry Finn 259

tepat seperti orang Inggris, bukan seperti cara bicara sang raja,
walaupun sang raja juga bagus bicaranya tapi hanya tiruan.
Tak bisa kutuliskan di sini kata-kata tuan itu, atau m enirukan
bunyinya, tapi waktu ia berbicara pada orang banyak kata-
katanya sebagai berikut: “Ini betul-betul sesua tu yang tak kuduga
sebelum nya, harus kuakui secar jujur. Aku tak bersiap-siap untuk
m enghadapi keadaan seperti ini, sebab aku dan saudaraku ini
juga baru saja m endapat sedikit kesulitan, ia terjatuh hingga
lengannya patah dan barang-barang kam i keliru diturunkan
di kota di sebelah atas kota ini. Aku saudara Peter Wilks yang
bernam a Harvey, dan ini saudaranya yang bernam a William , yang
tak bisa m endengar dan tak bisa bicara—dan kini tak pula bisa
m em beri isyarat, sebab terpaksa hanya m enggunakan sebelah
tangan saja. Kini betul-betul m engatakan apa adanya, dan sehari
dua lagi bila barang-barang kam i tiba, akan kam i buktikan hal itu.
Tapi sam pai saat itu aku tak akan banyak bicara lagi, aku akan
pergi ke hotel, dan m enunggu.”
Tuan itu dan si bisu-tuli berbalik untuk pergi, dan sang raja
tertawa m engejek, “Tangannya patah, m udah sekali bukan? Dan
m em perm udah ia berm ain sandiwara, agaknya ia belum begitu
tahu cara berisyarat. Barang-barangnya keliru diturunkan! Sangat
bagus sekali, sangat cerdik, setidak-tidaknya dalam keadaan
seperti ini!”
Ia tertawa lagi, begitu juga sem ua orang, kecuali tiga atau
em pat orang, atau m ungkin setengah lusin orang. Salah satu di
antara yang tak tertawa itu adalah Dokter Robinson; seorang tuan
http://facebook.com/indonesiapustaka

lagi berwajah tajam , m em bawa tas kain m odel kuno terbuat dari
kain perm adani, yang agaknya juga baru turun dari kapal uap,
kini berbicara perlahan dengan Dokter Robinson, sekali-sekali
m enoleh pada sang raja dan m enganggukkan kepala. Itulah Levi
Bell, si ahli hukum yang baru pulang dari Louisville. Seorang
lagi yang bertubuh tinggi besar, wajahnya kasar, yang tadi
260 Mark Twain

dengan penuh perhatian m endengarkan kata-kata si tuan tua,


kini ganti m endengarkan kata-kata sang raja. Begitu sang raja
selesai berbicara, raksasa ini bertanya: “He, lihat kem ari, bila kau
m em ang Harvey Wilks, kapan kau tiba di kota ini?”
“Sehari sebelum pem akam an, kawan,” jawab sang raja.
“Waktunya, kutanya waktunya.”
“Sore hari, kira-kira sejam atau dua jam sebelum m atahari
terbenam .”
“Kau naik apa?”
“Naik kapal Susan Powell dari Cincinnati.”
“Kalau begitu, m engapa kau berada di Ujung, pagi hari, naik
perahu!”
“Aku tak berada di Ujung, pagi hari itu.”
“Dusta!”
Beberapa orang m elom pat m endekati si raksasa, m inta agar
tak berbicara begitu pada seorang tua yang juga seorang pendeta.
“Pendeta om ong kosong! Ia seorang penipu dan pem bohong!
Ia berada di Ujung pagi itu. Aku ingin tinggal di Ujung. Nah, aku
ada di sana, dan ia ada di sana. Aku lihat di sana. Ia naik perahu,
dengan Tom Collins dan seorang anak lagi.”
Dokter Robinson m aju, bertanya, “Tahukah kau siapa anak
itu, Hines? Bisa kau kenali lagi bila kau lihat dia?”
“Kukira bisa, aku tak tahu. Nah, itu dia! Aku bisa m engenali-
nya dengan m udah.”
Akulah yang ditunjuknya. Dokter Robinson berkata, “Kawan-
kawan! Aku tak tahu apakah orang-orang yang baru datang tadi
http://facebook.com/indonesiapustaka

palsu, tapi aku yakin bahwa pasangan yang ini pasti palsu. Aku
pikir m enjadi tugas kita untuk m engurus agar m ereka tak bisa
kabur dari sini sebelum perkara ini selesai. Marilah Hines, dan
sem uanya juga. Kita bawa orang-orang ini ke hotel, dan kita
hadapkan dengan pasangan yang baru datang. Kukira kita akan
m engetahui sesuatu sebelum pem eriksaan kita ini berakhir.”
Petualangan Huckleberry Finn 261

Sem ua orang bersorak gem bira, kecuali sahabat-sahabat


sang raja m ungkin. Kam i sem ua berangkat. Waktu itu sudah
m enjelang m atahari terbenam . Dokter Robinson m enggandeng
tanganku, ia cukup ram ah, tapi sam a sekali tak dilepaskannya
tanganku.
Kam i sem ua berkum pul di sebuah ruang besar di hotel,
dan kedua orang yang baru datang itu disuruh hadir. Lilin-lilin
dinyalakan. Mula-m ula Dokter Robinson berbicara, “Aku tak
ingin berlaku terlalu kejam pada kedua orang ini, tapi aku kira
m ereka hanyalah sepasang penipu. Bila benar, sangat boleh jadi
m ereka m em punyai pem bantu-pem bantu yang tak kita ketahui.
Bila itu benar, bukankah sangat m ungkin para pem bantu m ereka
ini kabur dengan m em bawa kantung uang Peter Wilks? Sangat
m ungkin. Bila kedua orang ini bukan penipu, pasti m ereka
tak akan berkeberatan untuk m enyuruh am bil uang itu dan
m em perbolehkan kita m enyim pannya sam pai terbukti bahwa
m ereka benar. Bukankah begitu?”
Sem ua oran g setuju. Kupikir pastilah gerom bolan ku
sudah sangat tersudut dari m ula pertam anya. Tapi sang raja
tak terlihat kaget, ia tam pak sedih dan berkata, “Tuan-tuan,
alangkah senangnya bila uang itu m asih ada padaku, sebab aku
tak berkeberatan sam a sekali akan pem eriksaan ini, yang adil,
terbuka dan teliti. Tapi, ooh, uang itu tak ada lagi padaku, kalau
tak percaya boleh digeledah seluruh isi rum ah.”
“Di m ana kalau begitu uang tersebut?”
“Waktu keponakanku m em berikannya padaku, kusim pan
http://facebook.com/indonesiapustaka

di dalam kasur jeram i tem pat tidurkku, tak ingin kusim pan di
bank, sebab kam i hanya sebentar saja di sini. Lagi pula kukira
tem pat penyim pananku itu cukup am an, sam a sekali tak terpikir
olehku bahwa budak-budak negro di sini tidaklah sejujur pelayan-
pelayan kam i di Inggris. Orang-orang negro itu m encurinya,
pagi berikutnya, waktu aku ke ruang bawah. Waktu aku m enjual
262 Mark Twain

m ereka, aku belum tahu akan kehilangan itu. Pelayanku bisa


m enceritakan hal itu, Tuan-tuan.”
Dokter Robinson dan beberapa orang berseru, “Bah!” dan
kulihat sem ua oran g tak m em percayai kata-kata san g raja.
Seseorang bertanya padaku apakah kulihat orang-orang negro
itu m encuri uang tersebut. Kujawab tidak, tapi kulihat m ereka
berjingkat keluar dari kam ar. Kukatakan, aku tak m encurigai
m ereka, kukira orang-orang negro takut kalau-kalau tuanku
terbangun. Hanya itulah yang ditanyakan orang-orang padaku,
kem udian tiba-tiba Dokter Robin son berpalin g padaku dan
bertanya, “Apakah kau juga orang Inggris?”
Kujawab, “Ya,” ini m em buat ia dan banyak orang lain tertawa
dan berseru, “Cih!”
Pem eriksaan dim ulai. Kam i betul-betul m engalam i saat-saat
gawat, pertanyaan bertubi-tubi, jam -jam berlalu tanpa ada yang
m em perhatikan, tak seorang pun ingat akan m akan m alam —
m ereka sam a sekali tak m au m elepaskan kam i dari cengkeram an.
Sang raja diperiksa untuk bercerita, kem udian tuan tua yang
baru datang itu. Dan sem ua orang kecuali beberapa orang tolol
akan yakin bahwa tuan tua itu m engatakan hal yang sebenarnya,
sedangkan sang raja hanya berdusta. Akhirnya aku juga disuruh
bercerita, apa saja yang kuketahui. Sang raja m elirik tajam ,
jadi tahulah aku pihak m ana yang harus kupilih. Aku bercerita
tentang Shefield, bagaimana kami hidup di sana, dan tentang
keluarga Wilks di Inggris, dan seterusnya. Tapi aku tak usah
bercerita terlalu lam a, sebab Dokter Robinson tertawa terus dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

akhirnya ahli hukum Levi Bell berkata padaku: “Duduk sajalah,


Nak, jangan paksakan dirim u. Kukira kau tak biasa berdusta, tak
terlalu baik kau m elakukannya. Tapi agaknya ada bakatm u, jadi
yang kau perlukan hanyalah latihan yang cukup banyak.”
Aku tak peduli akan pujiannya, nam un gem bira juga hatiku
sebab aku tak diganggu lagi. Dokter Robinson berkata pada ahli
Petualangan Huckleberry Finn 263

hukum itu, “Andaikata kau sejak sem ula ada di kota ini, Levi
Bell....”
Sang raja m enukas pem bicaraannya, m engulurkan tangan
pada Levi Bell dan berkata, “Astaga! J adi inikah sahabat karib
saudaraku yang m alang itu, yang sering ditulisnya dalam surat-
suratnya?”
Kedua orang itu berjabat tangan dengan hangat. Si ahli
hukum tersenyum dan tam pak lega, keduanya berbicara beberapa
saat. Kem udian m ereka pergi ke sam ping dan berbicara berbisik-
bisik, akhirnya terdengar si ahli hukum berkata, “Baiklah, beres
sudah. Tulis pesanm u itu, juga pesan saudaram u William , akan
kukirim kan sekarang juga hingga m ereka akan tahu bahwa
segalanya telah beres.”
Seseorang m em berikan kertas dan setangkai pena. Sang raja
duduk, m em iringkan kepala dan m enggigit lidahnya, m enulis
sesuatu, kem udian m em berikan pena itu pada sang pangeran.
Dan kali ini sang pangeran tam pak sedikit pucat. Tapi diam bilnya
juga pena itu dan m ulai m enulis. Levi Bell berpaling pada
pasangan tuan yang baru datang tadi dan berkata, “Tuan dan
saudaram u juga harus m enulis di sini, sebaris atau dua baris, dan
tanda tangani pula.”
Si tuan tua m enulis, tapi tak ada orang yang bisa m em baca
tulisan itu. Levi Bell tam pak sangat heran, katanya, “Minta
am pun! Ini di luar dugaan!” Ia m engeluarkan beberapa lem bar
surat tua dari sakunya, m em eriksa tulisannya, m em eriksa tulisan
si tuan tua dan m em eriksa tulisan sang raja dan sang pangeran,
http://facebook.com/indonesiapustaka

kem udian ia berkata, “Surat-surat ini dari Harvey Wilks. Dan lihat
kedua tulisan ini, sem ua orang akan bisa m elihat bahwa orang-
orang ini bukanlah yang m enulis surat-surat Harvey Wilks (sang
raja dan sang pangeran tam pak sekali kaget karena telah tertipu
oleh si ahli hukum ). Kini lihat tulisan tuan tua ini. Sem ua orang
juga akan tahu bahwa bukan dia yang m enulis surat-surat Harvey
264 Mark Twain

Wilks—m alah tulisannya boleh dikata bukan tulisan, m elainkan


hanya cakar ayam saja. Kini m ari kita lihat surat-surat dari....”
“Tunggu!” si tuan tua m enukas. “Beri kesem patan padaku
untuk m enerangkan. Tak seorang pun bisa m em baca tulisanku
kecuali saudaraku William ini, jadi ialah yang biasanya m enuliskan
surat-suratku. Tulisan yang tuan bawa itu adalah tulisannya,
bukan tulisanku.”
“Waaah!” kata si ahli hukum . “Ini betul-betul sulit. Aku
pun punya surat-surat dari William di sini, jadi coba suruh dia
m enulis sebaris saja supaya bisa kam i lihat dan kam i banding....”
“Ia tak bisa m enulis dengan tangan kirinya,” kata si tuan tua,
kalau ia bisa m enggunakan tangan kanannya, akan terlihat bahwa
ialah yang m enulis surat-surat William dan suratku juga. Coba
perhatikan kedua surat itu, pasti akan nyata bahwa keduanya
ditulis oleh tangan yang sam a.
Si ahli hukum m engerjakan perm intaannya, dan berkata,
“Kukira m em ang benar, walaupun tak nyata, tapi terlihat lebih
banyak persam aan tulisan daripada yang kuperhatikan sebelum
peristiwa ini. Wah, wah, wah, tadinya kukira dengan ini persoalan
bisa selesai, tapi ternyata tidak. Setidak-tidaknya baru selesai
sebagian. Suatu hal telah terbukti, kedua orang ini bukanlah
Harvey dan William Wilks!” Ia m enganggukkan kepala pada sang
raja dan sang pangeran.
Coba, apa yang terjadi? Si keledai tua itu tak m au m enyerah!
Sam a sekali tidak. Katanya, percobaan tulisan tadi bukanlah
suatu cara yang adil. Katanya, William m em ang seorang yang
paling suka bercanda, sejak m ula pertam a ia m em egang pena,
http://facebook.com/indonesiapustaka

sudah disangkanya bahwa William tak akan m encoba untuk


m enulis dengan baik. Begitulah, terus saja ia m engoceh, hingga
m akin lam a m akin m eyakin kan bahwa m em an g dirin yalah
Harvey Wilks yang asli. Tetapi si tuan tua tadi m enukas, berkata,
“Terpikir olehku sesuatu yang m em ungkinkan bisa dipakai untuk
m enyelesaikan persoalan ini. Apakah di sini ada orang-orang,
Petualangan Huckleberry Finn 265

yang telah m enolong m enyiapkan tubuh saudaraku, m enyiapkan


tubuh alm arhum Peter Wilks untuk dim akam kan?”
“Ya,” seseorang m enjawab, “aku dan Ab Turner, kam i berdua
ada di sini.”
Si tuan tua berpaling pada sang raja, bertanya, “Mungkin
tuan bisa m engatakan padaku, apa yang tergam bar dengan rajah
di dada Peter Wilks?”
Pertanyaan yang tiba-tiba itu sam a sekali tak m em buat sang
raja terkejut! Menurut pendapatku pertanyaan serupa itu pastilah
akan m em buat si tua itu terguling, sebab bagaim ana ia bisa
m engetahui. Wajah sang raja agak m em ucat, tanpa diketahuinya.
Sunyi sekali seketika di ruangan itu. Sem ua orang m engeluarkan
kepala dan m em perhatikan sang raja, jawaban apakah yang
hendak diberikan. Sem ua m endengarkan penuh perhatian akan
apa yang dikatakannya nanti. Pikirku, kini pastilah ia m enyerah,
tak berguna lagi untuk berdusta. Tapi betulkah begitu? Ham pir
tak bisa dipercaya, ia tidak juga m enyerah! Agaknya ia ingin
agar pem eriksaan ini berlarut-larut hingga sem ua orang lelah
dan pulang, dan nanti bila orang-orang tinggal sedikit, ia dan
sang pangeran akan m elarikan diri. Sesaat sang raja terdiam ,
kem udian sam bil tersenyum ia berkata, “Hm , pertanyaan yang
sangat sukar, he? Ya, Tuan, aku tahu apa yang tergam bar di
dadanya. Sebatang anak panah, kecil, tipis, biru. Itulah. Dan bila
tak dilihat dari dekat, gam bar itu tak akan tam pak. Nah, apa yang
katam u sekarang, he?”
Ya am pun, betapa berani penipu itu. Si tuan tua cepat
http://facebook.com/indonesiapustaka

berpaling pada Ab Turner dan kawannya, dengan m ata bercahaya


seolah-olah kini ia berhasil m engalahkan sang raja. Ia berkata,
“Kau dengar kata-katanya! Betulkah tergam bar seperti itu di dada
Peter Wilks?”
Kedua orang itu berkata keras, “Kam i tak m elihat tanda se-
perti itu.”
266 Mark Twain

“Bagus!” kata si tuan tua. “Nah, yang kau lihat di dadanya


adalah huruf-huruf P, B (singkatan nam a tengahnya yang tak
dipakainya lagi sejak m uda), dan W, kecil-kecil dan sam ar-sam ar,
di antara huruf-huruf itu ada garis-garis pendek, jadi seperti ini
P—B—W,” dituliskannya pada secarik kertas. “Nah, bukankah
dem ikian yang kalian lihat?”
“Tidak!” jawab Ab Turner dan kawannya, “di dadanya tak ada
gam bar apa pun juga!”
J awaban ini m em buat sem ua orang gem par! Mereka dengan
suara bulat berseru serem pak, “Sem uanya penipu! Mari kita
benam kan! Mari kita tenggelam kan! Mari kita ikat di roda
pedati!” Ribut sekali, sem ua orang berteriak-teriak. Tapi si ahli
hukum m enghentikan sem ua itu dengan m elom pat ke atas m eja
dan berteriak keras sekali, “Tuan-tuan! Tuan-tuan! Dengarkan!
Sepatah kata saja, hanya sepatah kata saja, harap diam ! Masih
ada satu cara untuk m em buktikan. Mari kita gali lagi m ayat Peter
Wilks, dan kita lihat!”
Sem ua orang setuju.
“Hooreee!” sorak-sorai orang-orang dan m ereka sudah akan
berangkat waktu Levi Bell dan Dokter Robinson berseru, “Tunggu!
Tunggu! Tahan sem ua orang ini, keem patnya dan si anak itu juga!
Bawa m ereka ikut kita!”
Aku sangat ketakutan. Tapi tak bisa lolos lagi. Kam i sem ua
dicengkeram , dipaksa ikut ke pekuburan, yang jauhnya satu
setengah m il di sebelah hilir. Rasanya sem ua isi kota ikut
rom bongan itu, derap kakinya sangat ribut. Waktu itu kira-kira
http://facebook.com/indonesiapustaka

pukul sem bilan m alam .


Ketika m elewati rum ah, tim bul sesalku m engapa Mary J ane
kusuruh pergi. Bila saja ia ada, dengan m engejapkan m ata saja
pasti ia akan m enolongku.
Kam i m em bajiri jalan di tepi sungai, berbuat liar sekali
bagaikan sekelom pok binatang buas. Keadaan m akin seram
Petualangan Huckleberry Finn 267

sebab langit m ulai m endung, kilat m ulai bersam baran. Angin


m ulai berdesau di antara dedaunan. Inilah kesulitan yang paling
buruk dan pa ling m enakutkan dari segala yang pernah kualam i.
Aku bagaikan terpukau. Sem ua berjalan jauh dari apa yang telah
kurencanakan. Tidak seperti yang kuharapkan, tak lagi bisa aku
ikut m enonton keram aian yang m estinya terjadi bila aku m au, tak
ada Mary J ane yang bisa m enolongku dalam keadaan terdesak.
Kini antara aku dan kem atian hanyalah terpisah oleh gam bar
rajah di dada sesosok m ayat. Bila gam bar rajah itu tak ada?
Tak berani kupikirkan apa yang akan terjadi, tapi aku pun tak
bisa m em ikirkan hal lainnya. Hari m akin gelap juga, m estinya itu
m erupakan saat yang tepat untuk m eloloskan diri, tapi tanganku
dicengeram oleh raksasa itu, Hines, dan untuk m elepaskan diri
dari cengkeram an itu rasanya sam a dengan m elepaskan diri dari
cengkeram an Goliath. Ia m enyeretku, hingga aku terpaksa lari
untuk m engikuti kecepatan langkahnya.
Gerom bolan kam i m em bajiri tem pat pem akam an. Sesam pai-
nya di kuburan, baru sem ua orang sadar bahwa walaupun m ereka
m em punyai sekop seratus kali dari jum lah yang diperlukan, tapi
tak seorang pun yang punya pikiran untuk m em bawa lentera. Tapi
itu tak jadi halangan. Sekop-sekop m ulai terhunjam ke tanah,
dengan penerangan kilat dari langit. Sem entara itu seseorang
disuruh lari untuk m engam bil lentera.
Orang-orang itu m enggali bagaikan gila. Malam sangat gelap,
hujan m ulai turun. Angin berem bus kencang, kilat m akin sering
m enyam bar, halilintar m enggelegar. Sem ua itu tak ada yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

m em perhatikan. Yang terpikir hanyalah apa yang akan m ereka


lihat. Bila kilat m enyam bar, sesaat terlihat wajah orang-orang itu,
dan gum palan tanah yang terlem par keluar dari kuburan, sesaat
kem udian hitam pekat, tak terlihat apa-apa.
Akhirnya peti m ati berhasil diangkat keluar, sekeru-sekerup
tutupnya m ulai dibuka. Alangkah ributnya! Sem ua berdesak-
268 Mark Twain

desakan m aju, saling dorong, saling sikut untuk bisa m elihat lebih
dekat. Seram sekali, berdesak-desakan dalam keadaan begitu
gelap. Tanganku sangat sakit dalam cengkeram an Hines yang
juga berdesak-desakan, lupa bahwa aku m asih ada di dunia ini.
Hines sam pai terengah-engah kehabisan napas.
Mendadak sebuah kilat m enyam bar, m enyinarkan cahaya
yang terang benderang sesaat. Seseorang berteriak, “Astaga!
Kantung uang em as itu ada di dadanya!”
Seperti oran g-oran g lain n ya, H in es m en jerit kaget,
m elepaskan tanganku dan sekuat tenaga m enyeruak di antara
orang banyak untuk bisa m enyaksikan kebenaran teriakan tadi.
Tak bisa digam barkan bagaim ana aku m enyelinap keluar dari
gerom bolan itu dan lari dalam kegelapan m enuju ke jalan.
Hanya aku sendiri yang berda di jalan itu, dan rasanya aku
terbang, begitu cepat aku berlari. J alan am at gelap, sebentar-
sebentar diterangi kilat. Hujan m enderu, angin m enghem pas,
halilintar m enyam bar. Sem ua tak kupedulikan, aku lari terus.
Kota sepi, tak seorang pun terlihat dalam hujan badai
ini, jadi aku tak perlu m encari jalan-jalan sam ping, terus saja
berlari di jalan besar. Mendekati rum ah keluarga Wilks, aku
m em asang m ata. Tak ada cahaya sam a sekali di rum ah itu, hatiku
sedikit kecewa, tak tahu kenapa. Tapi akhirnya waktu rum ah itu
ham pir kulewati, kulihat sekilas cahaya di jendela kam ar Mary
J ane! Dadaku rasanya akan m eledak karena gem bira. Sebentar
kem udian rum ah itu telah jauh di belakangku, ditelan kegelapan.
Tak akan kulihat lagi rum ah itu selam anya di dunia ini.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Begitu kurasa aku telah cukup jauh ke hulu untuk bisa


m encapai gosong tem pat persem bunyian rakit kam i, aku m ulai
m em asang m ata m encari-cari perahu yang tak terikat untuk
kupinjam . Pertam a kali cahaya kilat m enunjukkan perahu yang
hanya terikat dengan tali, aku m elom pat ke dalam nya, sesaat
kem udian telah m eluncur ke tengah sungai. Rakit itu tersem bunyi
Petualangan Huckleberry Finn 269

jauh di te ngah sungai, tapi aku tak m em buang-buang waktu,


berdayung sekuatku. Maka ketika aku sam pai, rasanya tak akan
kuat lagi aku berdiri bila tak m engum pulkan napas dulu. Nam un
itu tak kulakukan, aku m elom pat ke rakit dan berseru, “Keluar,
J im , luncurkan rakit! Bersyukurlah kita telah lepas dari m ereka!”
J im keluar, m en dekatiku den gan tan gan terbuka lebar,
begitu gem bira hatinya. Nam un ketika tam pak olehku wajahnya
di kilatan cahaya, hatiku serasa terlonjak ke m ulut, dan aku
terlem par ke air. Aku telah lupa bahwa ia m erupakan gabungan
si tua Raja Lear dan orang Arab yang m ati terbenam . betul-betul
m em buatku tak bisa bernapas! J im cepat m engangkat aku dari
air, dan sudah hendak m em eluk dan m engucapkan syukur lagi,
sebab ia juga sangat gem bira kam i bisa lolos dari sang raja dan
sang pangeran. Cepat-cepat aku berkata, “Besok saja, J im ! Besok
saja! Lepaskan ikatan, luncurkan cepat!”
Dalam dua detik saja kam i telah m eninggalkan tem pat itu,
dan betul-betul gem bira karena bisa bebas lagi! Kini sungai luas
itu m enjadi m ilik kam i lagi. Tak terasa aku m elonjak-lonjak
kegirangan. Tapi baru dua kali aku m elonjak, kudengar suatu
suara yang sangat kukenal. Aku m enahan napas, m em asang
telinga, dan m enunggu. Benar saja, waktu kilat m enyam bar
kulihat m ereka datang, berkayuh m ati-m atian hingga perahu
m ereka m eluncur cepat. Sang raja dan sang pangeran!
Aku terkulai ke geladak, tak bisa berbuat apa-apa. Masih
untung aku bisa m enahan diri untuk tidak m enangis.
http://facebook.com/indonesiapustaka
EMAS MENOLONG KEDUA
PENIPU

BEGITU IA m elom pat ke geladak rakit, sang raja m encengkeram


leher bajuku dan m enggeram , “Mencoba m eninggalkan kam i, he,
anjing! Bosan kam i kawani lagi, he?”
“Tidak, Sri Baginda,” jawabku, “tidak... aduh, jangan, Sri
Baginda!”
“Cepat kalau begitu, un tuk apa kau m elun curkan rakit
tanpa m enunggu kam i? Katakan, kalau tidak kuguncangkan isi
perutm u!”
“Akan kuceritakan sebenarnya, Sri Baginda. Orang yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enahanku sangat baik hatinya, dan selalu berkata bahwa ia


punya anak sebesar aku yang m ati tahun lalu. Ia tak tega m elihatku
dalam keadaan yang begitu berbahaya. J adi waktu sem ua orang
terkejut m elihat em as itu, dan berdesakan untuk m elihat peti
m atinya, ia berbisik padaku ‘Larilah, pasti kau akan digantung!’
Tak bisa kuberbuat lain, dan aku tak m au digantung bila saja
Petualangan Huckleberry Finn 271

m asih ada kesem patan untuk lari. J adi aku berlari tanpa berhenti
lagi sam pai kutem ui sebuah perahu. Dan waktu aku sam pai di
sini, kusuruh J im bergegas, kalau tidak aku akan ditangkap dan
digantung. Aku berkata padanya m ungkin sekali paduka dan sang
pangeran telah tak bernyawa lagi saat itu. Aku betul-betul sedih,
begitu juga J im . Alangkah gem biranya kam i waktu paduka dan
sang pangeran m uncul. Kalau tak percaya, boleh tanya J im .”
J im m em benarkan kata-kataku, tapi sang raja m em bentaknya,
dan berkata, “Oh, begitukah kejadiannya, he?” dan diguncangnya
aku keras-keras lagi, dan m en gan cam akan m em ben am kan
aku. Tapi sang pangeran m enyela, “Lepaskan anak itu, tolol!
Apakah kau akan berbuat lain seandainya kau dia? Apakah kau
m encarinya dulu waktu kau akan m elarikan diri? Aku tak ingat
kau berbuat begitu.”
Sang raja m elepaskan aku, dan m em aki-m aki kota yang
baru kam i tinggalkan dan sem ua orang yang ada di dalam nya.
Tapi kem bali sang pangeran m enyela, “Tutup m ulut, lebih baik
kau m aki dirim u sendiri, sebab kaulah yang paling berhak
untuk dim aki. Sejak perm ulaan kau tak pernah berbuat tidak
tolol, kecuali waktu kau dengan tenang dan berani m engatakan
tentang gam bar panah biru itu. Hanya itulah yang betul-betul
cerdik, betul-betul hebat, dan itu jugalah yang m enolong kita.
Kalau tidak, m ungkin kita akan dipenjarakan sam pai barang-
barang orang Inggris itu tiba, dan kem udian, rum ah penjara!
Kecerdikanm u m em buat m ereka sem ua pergi ke pekuburan, dan
kantung uang itu tak m elepaskan pegangan terhadap kita untuk
http://facebook.com/indonesiapustaka

bisa m elihat, m alam ini kita sudah tidur di tiang gantungan, lam a
sekali, lebih lam a daripada yang kita perlukan.”
Selam a sem enit m ereka diam , berpikir. Kem udian seoalah
acuh tak acuh sang raja berkata: “Hm ! dan kita kira orang-orang
negro itulah yang m encuri.”
Dadaku berdebar keras seketika.
272 Mark Twain

“Ya,” sahut sang pangeran, perlahan, acuh tak acuh dan


sedikit m engejek, “kita kira.”
Setelah setengah m enit, sang raja m enggeram . “Setidak-
tidak nya akulah yang punya perkiraan begitu.”
“Sebaliknya, akulah!” sahut sang pangeran dengan lagu yang
sam a.
“Dengar Bilgewater,” kata sang raja sedikit m arah, “apa
m aksudm u?”
“Kebetulan kau bertan ya begitu, kau tak berkeberatan
bukan kalau aku bertanya serupa padam u?” balas sang pangeran
m endesis.
“Bah!” sahut sang raja, sangat m enghina, “tapi aku tak tahu
m ungkin waktu itu kau sedang tidur dan tak tahu apa yang sedang
kau kerjakan.”
“Oh, terus terang saja!” sang pangeran m arah kini. “Kau kira
aku ini tolol? Kau kira aku tak tahu siapa yang m enyem bunyikan
uang itu di dalam peti m ati?”
“Ya, Tuan! Aku tahu bahwa kau tahu. Sebab kau sendiri yang
m enyem bunyikan uang itu di sana!”
“Kau berdusta!” san g pan geran m en ubruk san g raja,
m encengkeram lehernya sam pai ia berteriak, “Aduh, lepaskan!
Lepaskan leherku! Kutarik kem bali kata-kataku!”
“Akui dulu bahwa kaulah yang m enyem bunyikan uang di
sana. Dengan m aksud suatu hari kau akan m eninggalkanku,
kem bali ke tem pat itu dan m enggalinya hinga sem ua bisa kau
m iliki sendiri.”
“Tunggu, Pangeran, tunggu! J awablah pertanyaanku ini
de ngan sejujur-jujurnya, bila bukan kau yang m encuri dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enyem bunyikan di peti m ati, jawablah, aku percaya akan kata-


katam u serta kutarik sem ua kata-kataku kem bali.”
“Kau bajingan tua! Kau tahu bukan aku yang m encuri! Nah!”
“Aku percaya padam u, Pangeran. Tapi jawab pertanyaanku
ini, satu saja, jangan m arah dulu. Apakah tak terpikir olehm u
untuk m encuri dan m enyem buyikan uang itu?”
Petualangan Huckleberry Finn 273

Sang pangeran terdiam sejenak, kem udian berkata, “Hm ,


tak peduli aku bila tim bul m aksudku yang sedem ikian, pokoknya
m aksud itu tak kukerjakan. Tapi kau bukan saja terpikir olehm u,
tapi juga kau kerjakan!”
“Mati pun aku m au bila aku yang m engerjakan, Pangeran.
Mem ang terpikir olehku, tapi kau, m aksudku orang lain, telah
m endahuluiku.”
“Dusta! Kau yang m engerjakan, dan kau harus m engaku,
kalau tidak....”
Napas sang raja tersengal-sengal, kem udian ia berteriak,
“Cukup! Aku m engaku!”
Aku sangat gem bira m endengar ia m engaku, hatiku jadi
lebih lega. Sang pangeran m elepaskan tangannya dan berkata,
“Bila kau pungkiri lagi, kubenam kan kau! Bagus sekali untukm u,
m erengek-rengek ingin m enelan sem ua kekayaan, cocok sekali
dengan caram u bertindak. Belum pernah aku m engenal orang
seserakah engkau. Dan kupercayai kau seolah-olah kau ayahku
sendiri. Kau haruslah m alu, tenang-tenang saja m elem parkan
segala kesalahan pada orang-orang negro yang tak berdosa,
tanpa sedikit pun m enunjukkan rasa kasihan. Malu sekali aku
sam pai bisa kau tipu begitu rupa. Terkutuk engkau! Kini aku tahu
m engapa kau begitu ingin m enam bah kekurangan pada uang
itu, kau ingin m encaplok juga uang yang kudapat dari ‘Keajaiban
Kerajaan’ dan lainnya juga. Kau ingin m encaplok sem uanya!”
“Tapi, Pangeran,” sahut sang raja m alu-m alu dan m asih
tersedu-sedu, “bukan aku yang punya pikiran untuk m engganti
http://facebook.com/indonesiapustaka

kekurangan jum lah uang di kantung uang itu, m alahan kaulah!”


“Diam ! Aku tak ingin dengar suaram u lagi! Kini kau tahu
akibat keserakahanm u! Orang-orang itu m endapatkan kem bali
uangnya, ditam bah dengan uang kita, sem ua, kecuali dua atau
tiga sen lainnya. Pergi tidur kau, bila kau berani m engatakan
tentang kekurangan uang di kantung itu, awas!”
274 Mark Twain

Sang raja m erayap m asuk ke gubuk, m enghibur diri dengan


m inum an keras. Tak lam a ia disusul oleh sang pangeran yang
juga m eneguk isi botolnya sendiri. Tak sam pai setengah jam ,
kedua orang itu telah bersahabat karib lagi. Makin banyak m ereka
m inum , m akin erat persahabatan m ereka, hingga akhirnya m ereka
m endengkur dengan saling berpelukan. Mereka sangat m abuk.
Tapi sang raja tidak cukup m abuk untuk berani m enyangkal
bahwa bukan ia yang m enyem bunyikan uang ram pasan m ereka.
Aku jadi lega dan puas karenanya. Tentu saja waktu keduanya
telah tidur nyenyak, aku bercerita panjang lebar kepada J im
tentang sem ua kejadian di kota itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
DUSTA TAK DAPAT DIDOAKAN

BERHARI-HARI KAMI terus berlayar, sam a sekali tak berhenti.


Kini kam i berada jauh di daerah Selatan, udara sangat panas, dan
kam i telah am at jauh sekali dari rum ah. Kam i jum pai kini pohon-
pohon yang berlum ut Spanyol, berjurai-jurai bagaikan jenggot
kelabu, panjang-panjang. Baru kali itu kulihat lum ut m acam itu,
hutan tam paknya jadi lebih seram . Kedua penipu itu kini m erasa
bahwa m ereka telah cukup jauh untuk bisa m em ulai kegiatan lagi.
Mula-m ula m ereka m em beri kuliah ten tan g bahayan ya
m inum an keras, tapi hasilnya tak cukup untuk m em buat m ereka
m abuk. Di desa berikutnya m ereka m encoba m endirikan suatu
http://facebook.com/indonesiapustaka

sekolah dansa. Nam un m ereka ternyata tak bisa berdansa lebih


baik daripada seekor kanguru, baru saja akan m ulai m em beri
contoh suatu langkah, para hadirin m engusir m ereka. Di tem pat
lain lagi m ereka m encoba m em beri pelajaran cara m engucapkan
kata-kata, nam un belum sam pai pelajaran berakhir sem ua orang
bangkit m em aki-m aki m ereka. Mereka juga diusir dari tem pat ini.
276 Mark Twain

Mereka m encoba berkhotbah, m ain hiptonis, jadi dokter,


m eram al dan entah apa lagi setiap ada kesem patan. Tapi agaknya
nasib sial selalu m em buntuti m ereka, hingga akhirnya m ereka
betul-betul bangkrut, terpaksa tak keluar lagi dari rakit. Tiap hari
bepikir dan berpikir, kadang-kadang setengah hari tak berbicara
sepatah pun, tam pak sedih dan putus asa.
Tapi lam a-kelam aan terjadi suatu perubahan. Kedua orang
m ulai sering berbicara berbisik-bisik di dalam gubuk, kadang-
kadang sam pai dua atau tiga jam sekali waktu. J im dan aku jadi
gelisah. Kam i pikir pastilah m ereka sedang m erencanakan suatu
rencana yang lebih jahat dari sebelum nya. Kam i perbincangkan
diam -diam , kira-kira apa yang akan m ereka kerjakan. Akhirnya
kam i sam pai pada kesim pulan bahwa m ereka akan m eram pok
rum ah atau toko atau akan m em buat uang palsu, atau yang
sem acam itu. Karena itu kam i jadi sangat ketakutan, kam i berjanji
untuk tidak ikut cam pur dalam urusan serupa itu, apa pun yang
terjadi. Bila ada kesem patan, betapapun kecilnya kesem patan itu,
akan kam i tinggalkan kedua orang itu.
Suatu pagi, pagi-pagi sekali, kam i sem bunyikan rakit kam i
di sebuah tem pat terlindung kira-kira dua m il di bawah sebuah
kota kecil bernam a Pikesville. Sang raja naik ke darat, untuk
m em asang telinga apakah berita tentang ‘Keajaiban Kerajaan’
telah m encapai tem pat itu. (“Maksudm u m encari rum ah untuk
kau ram pok,” kata hatiku, “dan kalau kau selesai m eram pok
dan kem bali kem ari, kau akan bingung, tak tahu apa yang telah
terjadi akan diriku, J im dan rakit ini, dan kau akan kebingungan
http://facebook.com/indonesiapustaka

bagaim ana harus m em bawa lari hasil curianm u itu.”) Kam i


disuruhnya tinggal dulu bersem bunyi di rakit. Bila sam pai tengah
hari ia tak kem bali, berarti segalanya beres, aku dan pangeran
disuruhnya m enyusul ke darat.
Kam i m enunggu. Sang pangeran tam pak sangat gelisah,
wajahnya m uram selalu. Kam i dibentak-bentaknya, tak pernah
Petualangan Huckleberry Finn 277

ada hasil kerja kam i yang sesuai dengan keinginannya. Apa saja
kerja kam i pasti disalahkannya. Sesuatu sedang akan terjadi,
pikirku. Aku gem bira waktu tengah hari tiba dan sang raja tak
m uncul. Agaknya akan ada perubahan bagi kam i, dan m ungkin
inilah kesem patan yang telah kam i nanti-nantikan. Sang pangeran
dan aku naik ke darat, pergi ke desa untuk m encari sang raja.
Setelah agak lam a m encari, kam i tem ukan sang raja di kam ar
belakang sebuah kedai m inum m urahan, sedang m abuk, digoda
oleh ba nyak sekali orang-orang penganggur.
Sang raja m em aki-m aki dan m engancam para penggodanya,
tapi ia sudah terlalu ban yak m in um hin gga bergerak pun
am at sukar. San g pan geran m ulai ikut m em aki-m akin ya,
m en gatakan n ya sebagai keledai tua yan g tolol. San g raja
m em balas. Keduanya segera bertengkar ram ai. Aku m enyelinap
keluar, dan berlari secepat kakiku bisa sepanjang jalan di tepi
sungai. Inilah kesem patan yang kam i nantikan itu! Kuputuskan
bahwa akan berabad-abad lagi baru sang raja dan sang pangeran
bisa bertem u dengan aku dan J im lagi. Aku sam pai di rakit
dengan napas ham pir habis tapi hati penuh kegem biraan, aku
berteriak, “Lepaskan tam batan, J im ! Kini kita bebas!”
Tapi tak ada yang m enjawab, tak ada yang keluar dari gubuk.
J im telah pergi! Aku berteriak, dan berteriak sekali lagi. Aku
berlari ke sana-kem ari di dalam hutan, sekali-sekali berseru dan
m enjerit, tapi tak ada hasilnya, J im betul-betul tiada. Aku duduk
m enangis. Tak bisa kutahan lagi tangisan itu. Tapi aku tak bisa
duduk diam terlalu lam a. Kutinggalkan hutan, berjalan di pinggir
http://facebook.com/indonesiapustaka

sungai, m em ikirkan apa yang harus kukerjakan. Aku bertem u


dengan seorang anak sebayaku, kutanyakan apakah ia bertem u
dengan seorang negro, ia m enjawab, “Ya.”
“Di m ana?” tanyaku.
“Di tem pat Silas Phelps. Dua m il di sebelah hilir. Ia negro
pelarian, dan kini tertangkap. Kau m encarinya?”
278 Mark Twain

“Tentu saja tidak. Aku bertem u dengannya di dalam hutan,


sejam atau dua jam yang lalu, ia m engancam akan m engeluarkan
isi perutku bila aku berteriak. Disuruhnya aku berbaring dan tak
beranjak dari tem patku. Terpaksa kukerjakan. Lam a sekali aku di
dalam hutan, takut keluar.”
“Kau tak perlu takut lagi, ia telah tertangkap. Ia lari dari
suatu daerah di Selatan.”
“Bagus sekali kalau ia sudah tertangkap.”
“Tentu saja. Disediakan hadiah dua ratus dolar untuk siapa
yang bisa m enangkapnya. Enak sekali, dapat uang sebanyak itu
dengan m udah.”
“Ya, enak sekali. Bila saja aku cukup besar, akulah yang akan
m endapat hadiah itu. Siapa yang m enangkapnya?”
“Seorang lelaki tua, orang asing, dan dijualnya hak atas negro
itu dengan harga em pat puluh dolar, sebab ia harus bepergian ke
hulu sungai dan tak bisa m enunggu. Coba pikirkan, kalau aku,
walau tujuh tahun pun akan kutunggu sam pai hadiah itu bisa
kuterim a.”
“Aku pun begitu pula. Tapi m ungkin juga kesem patan untuk
m endapatkan hadiah itu sangat kecil, m ungkin ada sesuatu yang
tak beres dalam hal ini.”
“Beres sekali. Aku sen diri ikut m em baca pen gum um an
tentang negro itu. Pengum um an itu tepat sekali m enggam barkan
si negro. Dikatakan juga tem pat asalnya, dari sebuah tem pat
dekat New Orleans. Tidak, Tuan, tak ada kesulitan. Tak ada
kecurigaan tentang kem ungkinan kecurangan di sini. Eh, coba
http://facebook.com/indonesiapustaka

beri aku sekunyah tem bakau. Punya?”


Aku tak punya, m aka anak itu segera pergi. Aku kem bali
ke rakit, duduk di dalam gubuk dan berpikir-pikir. Tapi tak ada
yang bisa kupikirkan. Aku berpikir hingga kepalaku sakit, tak bisa
kulihat jalan keluar dari kesulitan ini. Setelah perjalanan yang
dem ikian jauhnya, setelah kam i bersusah payah m elayani kedua
Petualangan Huckleberry Finn 279

bangsat itu, ternyata jerih payah kam i hilang percum a. Sem ua


im pian kam i hilang m usnah. Tak kukira m ereka sam pai hati
m enipu J im dem ikian kejam , m em buatnya m enjadi budak untuk
seluruh sisa hidupnya, di antara orang-orang asing pula, hanya
dengan uang em pat puluh dolar!
Sekali pernah akan berkata pada diriku sendiri, bila m em ang
J im terpaksa harus jadi budak, m aka baginya lebih baik seribu
kali jadi budak di rum ah tem pat ia bisa dekat dengan keluarganya,
daripada di negeri asing. Kuputuskan berkirim surat kepada
Tom Sawyer, agar ia m em beri tahu pada Nona Watson di m ana
J im berada. Tapi keputusan itu segera pula kucabut karena dua
alasan: Nona Watson akan m arah dan jijik pada J im , karena
kejahatan dan rasa tak tahu terim a kasih, jadi pasti segera saja
ia akan dijual ke hilir sungai; bilapun tidak begitu, seorang negro
yang tak kenal terim a kasih akan dibenci dan dihina oleh seluruh
isi kota, hingga J im akan selalu m enderita batin karenanya. Lagi
pula apa yang akan terjadi pada diriku! Akan tersiar luas bahwa
Huck Finn m enolong seorang negro m elarikan diri! Rasanya m alu
yang kutanggung akan lebih berat daripada bila aku harus m enjilat
sepatu orang-orang kotaku. Begitulah kebiasaan dunia, seseorang
berbuat sesuatu yang m em alukan, dan ia tak ingin m enanggung
akibatnya, berpikir bahwa selam a ia bisa bersem bunyi m aka
ia tak usah m alu. Tepat seperti keadaanku. Makin kupikirkan
m akin kurasa hati nuraniku m enyiksa, m akin nyata betapa jahat,
tak tahu m alu dan keras kepala aku ini. Dan seketika aku sadar
bahwa ini sem ua adalah tam paran keras dari Yang Maha Kuasa,
http://facebook.com/indonesiapustaka

yang selalu m em perhatikan segala tingkah laku m akhluknya,


sebagai hukum an atas perbuatanku m encuri budak seorang
wanita tua yang tak pernah m enggangguku. Inilah bukti bahwa
Dia yang selalu waspada tak akan m em perkenankan segala
kejahatan berlangsung. Mengingat ini sem ua, lem as rasanya
seluruh tubuhku. Aku begitu ketakutan. Kucoba m enghibur diri
280 Mark Twain

dengan berkata bahwa m em ang aku telah salah didik dari sem ula,
jadi bukan aku yang harus m em ikul segala tanggung jawab, tetapi
sesuatu di hatiku selalu m em bantah ‘Kau punya kesem patan
untuk belajar di Sekolah Minggu, dan bila kau belajar dengan baik
pasti kau tahu bahwa hadiah untuk perbuatanm u ini adalah api
yang abadi!’
Aku gem etar. Ham pir kuputuskan untuk berdoa, untuk
m encoba apakah aku bisa m engubah diriku sendiri. Aku berlutut.
Tapi tak sepatah kata pun keluar dari m ulutku. Mengapa? Karena
aku tahu, tak guna untuk m enyem bunyikan sesuatu dari Dia. Dan
juga dariku. Aku tahu betul m engapa doaku tak bisa keluar. Sebab
hatiku bercabang. Aku berpura-pura m elepaskan diri dari dosa,
tetapi jauh di dalam hati kusim pan suatu dosa yang paling besar.
Aku m encoba m em buat m ulutku m engatakan aku akan berjalan
di jalan yang benar, berkirim surat pada pem ilik J im dan m enga-
takan di m ana ia berada. Kutulis surat itu. Kem udian terkenang
aku betapa baik sikap J im terhadapku, dan saat-saat bahaya yang
kam i alam i berdua. Ia selalu m em anggilku dengan kata-kata kasih
sayang, selalu berbuat apa saja yang bisa m enyenangkan hatiku;
akhirnya terkenang olehku waktu aku m engatakan pada dua
orang yang m endekati rakit, bahwa di rakit ada penyakit cacar.
Betapa gem biranya J im waktu itu, dikatakannya bahwa akulah
sahabatnya yang terbaik, satu-satunya sahabat di dunia ini, dan
tepat saat itu terpandang olehku surat yang baru saja ditulis.
Ham pir saja. Kuam bil kertas itu, kubaca sekali lagi. Tanganku
gem etar, sebab aku harus m en en tukan an tara dua pilihan ,
http://facebook.com/indonesiapustaka

kutahan itu. Aku pelajari baik-baik kedua pilihan tersebut, sam bil
m enahan napas, kem udian aku berkata, “Baiklah kalau begitu,
aku akan pergi ke neraka!”
Kurobek surat tersebut. Pikiran jahat, dan kata-kata jahat,
tapi sudah terlanjur kuucapkan. Tak akan kuubah lagi kata-kata
itu, tak akan kupikirkan lagi apakah aku akan m enjadi anak
Petualangan Huckleberry Finn 281

baik. Kukosongkan pikiran sem acam itu dari otakku. Aku akan
kem bali ke jalan yang jahat, tak ada pilihan lain, sebab begitulah
aku dibesarkan. Untuk m em ulai lagi, aku akan m encuri J im dari
perbudakan lagi. Bila ada pikiran yang lebih jahat lagi, pasti akan
kukerjakan pula, sebab kupikir kini tak usah kepalang tanggung,
kalau m au jadi nakal, harus yang paling nakal pula.
Aku m em ikirkan jalan untuk m encuri J im . Beberapa cara
kutinjau, sam pai akhirnya kudapat suatu cara yang agaknya tepat.
Aku m encari-cari pulau hutan di sebelah hilir. Aku m enunggu
sam pai cukup gelap, untuk m enghanyutkan rakitku ke pulau
itu. Kusem bunyikan rakit sesam painya di sana, dan aku tidur.
Aku bangun lagi sebelum fajar m enyingsing. Setelah sarapan
kukenakan pakaianku yang baru, pakaian lainnya kubungkus
dengan kain. Aku naik perahu m enuju pantai, m endarat di bawah
tem pat yang kukirakan tanah m ilik Phelps. Kusem bunyikan
bungkusan pakaianku di hutan. Kuisi perahuku dengan batu
dan kuten ggelam kan di tem pat yan g bisa kutem ui kem bali
bila kuperlukan , kira-kira seperem pat m il di sebelah hilir
penggergajian kayu yang berm esin uap di tepi sungai itu.
Aku pergi ke jalan, m enyusuri jalan itu hingga kulihat sebuah
papan nam a yang berbunyi ‘Penggergajian Phelps’. Kem udian
kulihat rum ah-rum ah pertanian di tanah Phelps itu, dua atau
tiga ratus yard dari tem pat itu. Kupasang m ataku baik-baik. Tak
tam pak seorang m anusia pun di tanah pertanian itu, walaupun
kini hari telah siang. Tapi m alah kebetulan, sebab saat itu aku
tak ingin dilihat orang, aku hanya ingin m engetahui letak tanah
http://facebook.com/indonesiapustaka

pertanian itu. Menurut rencanaku, aku akan m asuk ke tanah


pertanian itu dari arah desa, jadi dari hulu. Puas m elihat-lihat
di kota kulihat sang pangeran, sedang m em akukan selem bar
pengu m um an untuk pertunjukan ‘Keajaiban Karajaan’ lagi—tiga
kali pertunjukan—seperti dulu. Berani benar m ereka, penipu-
penipu itu! Aku kepergok, tak ada waktu untuk m enyingkir
282 Mark Twain

lagi. Sang pangeran tam pak terkejut, berkata, “Halo! Dari m ana
kau datang?” kem udian dengan gem bira ia bertanya, “Di m ana
rakitnya? Kau sem bunyikan di tem pat yang baik?”
“He, aku ingin bertanya tentang rakit itu, Yang Mulia.”
“Kau pikir tahukah aku di m ana rakit itu?” kini ia tak tam pak
gem bira lagi. “Apa yang m em buatm u berpikir begitu?”
“Waktu kem arin kulihat sang raja m abuk di kedai itu,
kupikir akan lam a sekali untuk m enunggu hingga ia sadar.
Untuk m enghabiskan waktu aku berkeliaran di kota. Seseorang
m enjanjikanku sepuluh sen untuk m endayungkan perahunya
ke seberang sungai dan kem balinya m em bawa seekor biri-biri.
Aku setuju, dan ikut orang itu. Waktu kam i tarik kam bing itu ke
dalam perahu, aku m enarik dan orang itu m endorong, tali yang
kupegang lepas, kam bing itu lari. Terpaksa harus kam i kejar
sam pai lelah, sebab kam i tak m em bawa anjing. Baru tertangkap
setelah hari gelap, kam i bawa ke seberang dan aku kem bali ke
rakit. Waktu kulihat rakit tak ada, aku berpikir ‘m ereka dalam
bahaya, dan terpaksa pergi, dan m ereka m em bawa negroku,
satu-satunya negro yang kupunyai di dunia ini. Kini aku di negeri
asing, tak punya harta m ilik lagi, tak punya pekerjaan, m aka
terpaksa aku m enangis. Aku tidur di hutan sepanjang m alam . Apa
yang terjadi dengan rakitku? Dan J im yang m alang itu?”
“Aku tak tahu, setidak-tidaknya tentang rakit itu. Si tua tolol
itu berhasil m engadakan suatu penjualan dan ia m endapat uang
em pat puluh dolar. Waktu kita tem ukan dia di kedai, sem ua
http://facebook.com/indonesiapustaka

uangnya habis dipakai bertaruh, kecuali yang telah dibelikanya


wiski. Dan ketika ia kubawa pulang larut m alam kem arin, kam i
tem ui rakit telah tiada, kam i berkata ‘Bajingan cilik itu telah
m encuri rakit kam i, m eninggalkan kam i, dan lari ke hilir sungai.”
“Aku tak akan m eninggalkan negroku, bukan? Negro m ilikku
satu-satunya di dunia, satu-satunya m ilikku!”
Petualangan Huckleberry Finn 283

“Tak pernah terpikir hal itu oleh kam i. Kam i kira ia juga
negro kam i, ya, begitulah. Kau tahu sendiri kam i telah m enem puh
banyak kesulitan untuknya. J adi waktu kam i lihat rakit sudah
tak ada dan kam i pun tak punya uang, tak ada yang bisa kam i
kerjakan selain m encoba m em ainkan ‘Keajaiban Kerajaan’ lagi.
Dan tenggorokanku sejak kem arin telah sekering tabung m esiu.
Mana uangm u yang sepuluh sen itu? Berikan padaku.”
Aku m asih punya uang yang cukup banyak, jadi kuberikan
yang sepuluh sen itu, tapi kum inta dengan sangat agar ia m em beli
m akanan saja, dan m em beriku sedikit sebab uang itulah uangku
yang terakhir dan aku tak m akan sejak kem arin. Ia diam saja,
tiba-tiba berpaling padaku dan bertanya, “Kau kira, m ungkinkah
negro itu m em buka rahasia kam i? Kam i kuliti dia bila ia berani
berbuat begitu.”
“Bagaim ana ia berani? Bukankah ia m elarikan diri?”
“Tidak! Si tua tolol itu telah m enjualnya, dan tak m au
m em bagi hasil penjualannya denganku.”
“Menjualnya?” tanyaku. Aku m ulai m enangis. “Ia negroku!
Dan penjualan itu berarti uangku. Di m ana dia? Kem balikan
negroku!”
“Kau tak akan bisa m en gam bil kem bali n egrom u itu!
J adi jangan m enangis lagi! Dan, eh, tunggu! Kau pikir kau
akan m em buka rahasia kam i? Terkutuk, bagaim ana aku bisa
m em percayaim u?”
Ia m em andangku dengan pandangan m ata yang sangat
m enakutkanku. Aku terus saja tersedu-sedu dan m enjawab, “Aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

tak ingin m em buka rahasia siapa pun, dan aku tak punya waktu
untuk itu. Aku harus m encari negroku.”
Sang pangeran tam pak gelisah, m em andang terus dengan
kertas-kertas pen gum um an di tan gan n ya, dahin ya berkerut.
Akhirnya ia berkata, “Baiklah, kukatakan sesuatu padam u. Kam i
harus berada di kota ini kira-kira tiga hari. Bila aku berjanji
284 Mark Twain

bahwa baik kau m aupun negrom u itu tak akan m em buka rahasia
kam i, akan kuberi tahu di m ana bisa kau tem ui negro itu.”
Aku berjanji. Dan ia berkata, “Seorang petani bernam a Silas
Ph—” ia tertegun. Kukira tadinya ia akan m engatakan hal yang
sebenarnya, nam un agaknya pikirannya berubah. J adi ia tak
m em percayaiku, ia ingin agar aku tak berada di tem pat itu paling
sedikit untuk tiga hari. Segera ia m eneruskan kata-katanya,
”Yang m em belinya bernam a Abram Foster, Abram G. Foster, ia
tinggal em pat puluh m il di pedalam an, di jalan yang m enuju ke
Lafayette.”
“Baiklah. Aku akan bisa m encapai tem pat itu dengan berjalan
selam a tiga hari. Aku akan berangkat nanti sore.”
“Tidak, berangkatlah sekarang juga. Dan jangan m em buang-
buang waktu lagi, atau m engoceh di sepanjang jalan. Tutup
m ulutm u erat-erat dan terus saja berjalan. Dengan begitu kau tak
akan dapat kesulitan dari kam i. Dengar?”
Itulah perintah yang sudah lam a kunanti-nantikan. Aku ingin
bebas untuk m enjalankan rencanaku.
“Cepat pergi!” katanya. “Bisa kau katakan apa saja pada Tuan
Foster. Mungkin ia bisa percaya bahwa kaulah pem ilik J im —ada
orang tolol yang tak m em butuhkan surat-surat sah—sedikitnya
begitulah yang kudengar tentang kota-kota di Selatan ini. Katakan
padanya bahwa pengum um an dan hadiah tentang J im hanyalah
palsu, m ungkin ia bisa percaya bila kau katakan alasannya.
Pergilah kini, katakan apa saja, tapi jangan kau buka m ulutm u
http://facebook.com/indonesiapustaka

antara tem pat ini dan tem pat tujuanm u.”


Aku berangkat, ke arah pedalam an. Aku m erasa bahwa sang
pangeran terus m em perhatikanku. Tapi aku tahu akhirnya ia
akan lelah. Aku terus berjalan di jalan yang lurus itu sam pai kira-
kira satu m il, kem udian berhenti dan berjalan kem bali dengan
lewat hutan ke arah tem pat pertanian keluarga Phelps. Kukira
Petualangan Huckleberry Finn 285

paling baik bila rencanaku kukerjakan sekarang juga, sebelum


m ulut J im terbuka. Aku tak ingin J im m em buka rahasia sebelum
sang raja dan sang pangeran sem pat m eloloskan diri. Aku tak
ingin m endapat kesulitan dari orang-orang m acam m ereka itu.
Aku ingin sekali bebas dari m ereka.
http://facebook.com/indonesiapustaka
AKU MENDAPAT NAMA BARU

RUMAH PERUSAHAAN pertanian itu sangat sunyi bagaikan


suasana di hari Minggu, hawanya panas, m atahari terik. Sem ua
pekerja telah pergi ke ladang. Terdengar sem acam suara kum bang
m endengung, yang m em buat suasana seakan-akan sem ua orang
di situ telah m ati. Bila ada angin berem bus hingga daun-daun
berdesau, akan kita rasakan suatu suasan a seperti suasan a
berkabung, sebab kita akan m engira bahwa jiwa orang m ati
berbisik-bisik, orang-orang yang telah m ati puluhan tahun, dan
m em bicarakan diri kita. Pada um um nya keadaan sem acam itu
m em buat seseorang m erasa ingin m ati pula.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Pertanian m ilik Phelps ini seperti pertanian kapas kecil


lainnya, tak ada bedanya. Halam an rum ahnya berpagar kayu,
luasnya dua are. Balok-balok kayu digergaji tidak sam a panjang
dan diatur berderet bersandar pada pagar tersebut, untuk tangga
bila kita ingin m elewati pagar atau untuk tem pat para wanita
m enopang bila ingin naik kuda. Di halam an yang luas itu di sana-
Petualangan Huckleberry Finn 287

sini tam pak beberapa petak rum put, tapi sebagian besar gundul,
bagaikan sebuah topi tua tengkurap tanpa tepi. Rum ah balok
kem bar disatukan, untuk tinggal orang-orang kulit putih. Celah-
celah dindingnya dilapis tanah liat atau sem en kem udian dikapur.
Dapurnya dari balok bulat, dihubungkan ke rum ah dengan
gang lebar yang beratap. Di seberang rum ah pengasap terlihat
berderet tiga buah pondok kayu untuk para budak negro. J auh di
dekat pagar belakang terlihat sebuah pondok lagi. Ada beberapa
bangunan lainnya di seberang halam an. Ada periuk besar untuk
m em buat sabun di dekat gubuk kecil tadi. Di dekat pintu dapur
terlihat sebuah bangku yang di atasnya terletak em ber dan
kantung air. Nam pak anjing tidur di sinar m atahari. Beberapa
ekor anjing lainnya tidur di m ana-m ana. Di sudut terdapat tiga
batang pohon naungan, beberapa sem ak arbei di dekat pagar.
Di luar pagar tam pak sebuah kebun, sepetak kebun sem angka,
kem udian ladang-ladang kapas, selanjutnya hutan.
Aku m elom pati pagar den gan m en ggun akan tan gga di
pagar belakang, dekat tem pat abu, kem udian berjalan ke arah
dapur. Beberapa saat kem udian kudengar suara roda pintalan,
m elengking naik turun, m em buat aku sangat ketakutan sebab
suara itu m em buat suasana begitu seram .
Tapi aku terus saja berjalan, tak punya rencana yang pasti,
m enyerahkan nasib ke tangan Tuhan. Aku percaya bila tiba
waktunya nanti Yang Maha Kuasa akan m enuntutku dengan kata-
kata yang tepat.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Baru saja aku m encapai setengah jalan, anjing-anjing itu


terbangun dan berlari m endekatiku. Tentu saja aku berhenti,
m enghadapi m ereka dan diam tak bergerak. Ributnya m ereka
itu! Dalam seperem pat detik saja aku m enjadi sem acam sum bu
roda-roda yang terbuat dari kum pulan anjing itu. Lim a belas
ekor m elingkariku rapat-rapat, leher dan hidung m ereka terjulur,
288 Mark Twain

m elolong. Masih banyak lagi yang datang m endekat, dari setiap


arah anjing-anjing berlarian berterbangan m endatangi.
Seoran g wan ita n egro berlari keluar dapur, m em bawa
sebatang tongkat penggiling, berteriak, “Pergi! Kau, Can! Kau,
Belan g! Pergi!” Den gan tan gkas ton gkatn ya itu diayun kan ,
m em ukuli anjing anjing itu. Anjing-anjing itu berdengkingan,
lari bertebaran. Sebentar kem udian m ereka kem bali, m enggerak-
gerakkan ekor, m engajak bersahabat denganku. Anjing-anjing
m em ang tak terlalu berbahaya.
Di belakan g wan ita n egro itu m un cul seoran g an ak
negro perem puan dan dua orang anak negro lelaki. Mereka
bergantungan di gaun ibunya, m engintai ke arahku dengan m alu-
m alu seperti kebiasaan anak negro. Dari dalam rum ah, seorang
wanita kulit putih berlari keluar, m endekat. Ia berum ur kira-kira
em pat puluh lim a atau lim a puluh tahun, tak bertopi, m em bawa
tongkat pem intal. Di belakangnya berlarian anak-anak kulit putih,
berbuat seperti anak-anak negro tadi. Wanita itu tersenyum lebar,
m endekat dan bertanya, “Kau ini, bukan?”
Tanpa kupikir aku m enjawab, “Ya, Nyonya.”
Aku disam butn ya, dipeluk erat-erat. Kedua tan gan ku
dijabatnya, diguncang-guncangkan. Air m atanya m engalir, dan
rasanya ia tak puas-puas m em eluk dan m engguncang diriku,
seraya katanya, “Kau sam a sekali tak m irip ibum u seperti yang
kuduga sem ula, tapi tak apa. Aku sangat gem bira m elihatm u!
J angan takut, aku tak akan m em akanm u! Anak-anak, inilah
http://facebook.com/indonesiapustaka

sepupum u, Tom . Ayo, katakan selam at datang!”


Tetapi anak-anak itu m alah m enyem bunyikan kepala, dan
m em asukkan tan gan ke dalam m ulut m asin g-m asin g serta
bersem bunyi di belakang wanita itu. Maka nyonya itu berkata
lagi, “Lize, cepat, siapkan sarapan yang hangat untuknya juga,
atau m ungkin kau sudah sarapan di kapal?”
Petualangan Huckleberry Finn 289

Aku m enjawab sudah. Ia m engajakku ke rum ah, m enyeret


tanganku, dan anak-anak itu m engikuti. Sesam painya di rum ah,
aku didudukkan di sebuah kursi lipat, ia duduk di bangku
kecil rendah di depan kakiku, m em egangi kedua tanganku dan
m em andangiku sepuas-puasnya.
“Kini bisa kupandangi wajahm u dengan puas, oh, betapa aku
telah lam a sekali m erindukanm u. Akhirnya setelah ham pir habis
harapanku, kau datang juga. Kam i telah m enunggu sejak dua hari
yang lalu. Kenapa kau terlam bat? Kapalm u kandas?”
“Ya, Nyonya, kap....”
“J angan panggil aku nyonya, panggil aku Bibi Sally. Di m ana
kandasnya?”
Sesaat aku tak tahu apa yang akan kukatakan, sebab aku tak
tahu apakah kapal itu sedang dalam perjalanan ke hilir atau ke
m udik. Tapi aku m engira bahwa kapal yang dim aksud itu sedang
m em udik sungai, dari New Orleans. Tapi perkiraan itu tak bisa
m enolongku, sebab aku tak tahu nam a gosong-gosong pasir
di sebelar hilir kota. Terpaksa harus kubuat suatu nam a atau
kukatakan saja aku lupa, atau... aku dapat akal, kataku, “Bukan
karena kandas kam i terlam bat, tetapi karena pecahnya salah satu
silinder uap.”
“Astaga! Ada yang luka?”
“Tidak, Nyonya, hanya seorang negro terbunuh.”
“Masih untung. Kadang-kadang kecelakaan itu m em bawa
korban banyak. Dan tahun yang lalu, di hari Natal, pam anm u naik
kapal dari New Orleans. Kapalnya bernam a Lally Rook, silinder-
http://facebook.com/indonesiapustaka

nya pecah, m elukai seseorang. Mungkin orang itu kem udian m ati.
Ia seorang Baptist. Pam anm u Silas kenal seseorang di Baton
Rouge dan kenal akan keluarga orang itu. Ya, aku ingat sekarang,
orang itu m em ang m ati. Lukanya m em busuk. Dipotong, tapi tak
m enolong nyawanya. Ya, lukanya m em busuk. Seluruh tubuhnya
jadi biru, ia m ati dengan harapan keselam atan yang dijanjikan
290 Mark Twain

Tuhan. Hebat sekali tubuhnya waktu m ati itu. Pam anm u setiap
hari pergi ke kota untuk m enjem putm u. Saat ini ia juga pergi ke
sana, sudah sejam yang lalu. Sebentar lagi ia akan tiba kem bali.
Mungkin kau bertem u dengannya di jalan, seorang lelaki agak tua
dengan....”
“Tidak aku tak m elihat siapa pun, Bibi Sally. Kapal berlabuh
tepat pada saat m atahari terbit. Kutinggalkan pakaian di perahu
derm aga dan aku berjalan-jalan ke kota serta ke daerah pedalam an
untuk m enghabiskan waktu dan agar tak terlalu pagi sam pai
kem ari. J adi aku kem ari lewat jalan balakang.”
“Kepada siapa kau berikan barang-barangm u?”
“Tak seorang pun.”
“Wah, Nak, pasti dicuri orang nanti.”
“Tak m ungkin, kusem bunyikan dengan sangat baik.”
“Mengapa sepagi itu kau sudah dapat sarapan?”
Bahaya, pikirku, tapi kujawab saja, “Kapten kapal m elihat aku
berdiri seorang diri, disuruhnya aku m akan dulu sebelum pergi ke
darat. Aku diberinya m akan di ruang m akan para perwira.”
Aku begitu gelisah hingga tak bisa m endengarkan dengan
baik. Selam a itu pikiranku tertuju pada anak-anak yang ada di
situ. Bila saja aku bisa m em bawa m ereka m enyingkir sebentar
untuk kutanyai siapa sebenarnya aku ini, m ungkin akan sedikit
lega hatiku. Tapi aku sam a sekali tak dapat kesem patan. Segera
juga nyonya itu m em buat keringat dinginku berpancaran, “Tapi
kita sudah terlalu jauh m enyim pang. Kau sam a sekali belum
berkata apa-apa tentang Sis, atau keluarga yang lain. Kini biarlah
aku yang tutup m ulut dan kau yang berbicara, ceritakan sem uanya
http://facebook.com/indonesiapustaka

saja, ceritakan tentang m ereka sem ua, setiap orang. Ceritakan


bagaim ana keadaan m ereka, apa yang m ereka kerjakan kini, apa
yang m ereka inginkan agar kau ceritakan padaku dan sem ua saja
yang terpikir olehm u.”
Aku betul-betul tersudut, sam a sekali tak bisa bergerak.
Sam pai saat ini Yang Maha Kuasa telah m endam pingiku, tapi
Petualangan Huckleberry Finn 291

kini aku dintinggalkan-Nya sendiri. Aku sadar, tak berguna


m em bohong terus, aku terpaksa m enyerah. Pikirku, sekali ini
terpaksa lagi aku m engandalkan pada kebenaran. Aku sudah
m em buka m ulut hendak m engaku, tetapi m endadak disergapnya
tanganku, didorongnya aku ke belakang tem pat tidur dan katanya,
“Itu dia datang! Tundukkan kepalam u, lebih rendah lagi. Nah,
cukup, kau tak bisa dilihat lagi. J angan sam pai ia m elihatm u. Dia
akan kuperm ainkan. Anak-anak, jangan berkata sepatah pun!”
Keadaan ku lebih run yam lagi tapi kupikir tak usah
khawatir, kini yang kukerjakan hanyalah bersem bunyi baik-baik,
m enyiapkan diri untuk nanti bila halilintar m enyam bar.
Aku m elihat sekilas seorang tuan tua m asuk, kem udian ia
tertutup oleh tem pat tidur. Nyonya Phelps m elom pat pada tuan
itu, katanya, “Sudah datang dia?”
“Belum !” jawab suam inya.
“Minta am pun! Apa yang m ungkin terjadi padanya?”
“Tak bisa kubayangkan. Tapi betul-betul aku jadi sangat
gelisah.”
“Gelisah! Aku sudah ham pir jadi gila! Ia pasti datang hari ini.
Aku tahu betul! Pasti kau berselisih jalan dengannya.”
“Tak m ungkin aku berselisih jalan dengannya, Sally, kau tahu
itu.”
“Tapi, aduh, aduh, apa nanti kata Sis! Pasti ia datang hari ini!
Pasti kau tak m elihatnya! Ia....”
“Oh, jangan m em buat hatiku bertam bah sedih! Aku sangat
sedih. Aku sam a sekali tak tahu apa yang telah terjadi, habis
akalku, dan aku tak akan m alu m engaku bahwa aku pun m erasa
http://facebook.com/indonesiapustaka

takut. Tapi yang pasti ia tak datang hari ini. Sebab tak m ungkin
aku tak m elihatn ya. Sally, betul-betul m en gerikan , san gat
m engerikan, agaknya kapal itu m endapat suatu kecelakaan....”
“Wah, Silas! Lihat itu! Di jalan! Ada orang datang!
Tuan Silas Phelps m elom pat ke jendela di kepala tem pat
tidur. Ini m em beri kesem patan pada Nyonya Phelps. Cepat-cepat
292 Mark Twain

ia m em bungkuk di kaki tem pat tidur, m enyeretku keluar. Waktu


Tuan Phelps berpa ling, Nyonya Phelps tersenyum lebar dan
m atanya bercahaya-cahaya bagaikan rum ah terbakar. Tuan tua
itu m elongo, kem udian bertanya, “Siapa itu?”
“Coba terka!”
“Aku tak tahu. Siapa dia?”
“Tom Sawyer!”
Astaga! Ham pir saja aku roboh! Tapi tak ada waktu untuk
m en ukar siasat, Tuan Phelps telah m en yam bar tan gan ku,
m enjabat erat-erat dan m engguncang-guncang terus. Selam a
itu Nyonya Phelps m enari-nari di sekeliling kam i, tertawa dan
m enangis. Kem udian m ereka m enghujani aku dengan berbagai
pertanyaan tentang Sid dan Mary dan keluarga Sawyer lainnya.
Kegem biraan m ereka sam a sekali tak bisa dibandingkan
den gan kegem biraanku. Bagaikan lahir kem bali, aku begitu
gem bira bisa m engetahui siapa aku sebenarnya. Selam a dua
jam kedua orang itu bagaikan beku m endengarkan ceritaku,
sam pai sakit rahangku karena telah bercerita. Kuceritakan segala
peristiwa yang terjadi pada keluargaku—m aksudku keluarga
Sawyer. J uga kini aku bisa bercerita panjang lebar bagaim ana
kam i di kapal m engalam i silinder pecah di m uara Sungai Putih.
Tiga hari kapal terpaksa berhenti untuk m em perbaikinya. Cerita
itu cukup m eyakinkan sebab orang-orang itu tak akan tahu
apakah cukup waktu tiga hari untuk m em perbaiki sebuah tabung
uap. Bahkan akan lebih bagus bila tadi kukatakan bahwa kapal
kam i disam bar halilintar.
Selesai bercerita itu, hatiku terbagi dua, separuh lega separuh
http://facebook.com/indonesiapustaka

gelisah. Lega karena untuk m em erankan Tom Sawyer tak akan


ada kesukaran bagiku. Gelisah karena sayup-sayup kudengar
suara m esin kapal uap sedang m enghilir sungai. Bagaim ana kalau
Tom Sawyer naik kapal itu? Bagaim ana kalau ia m uncul di pintu
dan m eneriakkan nam aku sebelum sem pat aku m engejapkan
m ata padanya?
Petualangan Huckleberry Finn 293

Itu tak boleh terjadi, sam a sekali tidak. Aku harus m enjem put
dia. Maka aku berkata pada keluarga itu hendak pergi ke pelabuhan
untuk m engam bil barang-barangku. Tuan Phelps ingin pergi
bersam aku, tapi kucegah, kukatakan aku bisa m engendalikan
kuda dan aku tak ingin ia bercapai-lelah untukku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
RIWAYAT SANG RAJA DAN SANG
PANGERAN BERAKHIR SEDIH

DENGAN NAIK kereta, kukendalikan sendiri, aku berangkat


m enuju kota. Baru separuh jalan, kulihat sebuah kereta lain
m endatangi, dan benar juga, Tom Sawyer yang ada di dalam nya.
Aku berhenti, m enunggu hingga kereta itu dekat. Setelah dekat
aku berteriak, “Berhenti dulu!” Kusir m enghentikan kereta,
Tom Sawyer m elongo terus lalu, dua tiga kali ia m enelan ludah
baru kem udian berkata, “J angan ganggu aku. Tak pernah kau
kuganggu, untuk apa kau kem bali dan m enggangguku?”
“Aku tidak kem bali, aku tak pernah pergi,” jawabku.
Mendengar suaraku, ia agak berkurang takutnya, tapi rasanya
http://facebook.com/indonesiapustaka

belum begitu puas, katanya, “J angan m em perm ainkanku, sebab


aku pun tak akan m em perm ainkanm u. Berkatalah benar, kau
bukan hantu?”
“Bukan.”
“Hm , aku... aku... hm , kalau begitu baiklah, tapi aku tak bisa
m engerti, apakah kau tak terbunuh sam a sekali?”
Petualangan Huckleberry Finn 295

“Tidak. Aku sam a sekali tak terbunuh. Kutipu sem ua orang.


Kem arilah dan sentuh tanganku, biar kau percaya.”
Tom m endekatiku, dan m enyentuhku. Kini ia benar-benar
percaya. Begitu gem bira ia m elihatku hidup kem bali hingga
tak tahu apa yang akan dikerjakannya. Dan saat itu juga ia
in gin tahu segala yan g telah terjadi, sebab pen galam an ku
m erupakan suatu petualangan besar yang penuh rahasia baginya,
sesuatu yang sa ngat digem arinya. Tapi kukatakan hal itu bisa
diceritakan nanti saja, kusuruh kusirnya m enunggu sem entara
kam i m enyingkir agak jauh. Kuceritakan persoalan yang sedang
kuhadapi, kutanyakan apa yang harus kam i kerjakan. Ia m inta
agar kuberi waktu sem enit untuk berpikir. Setelah waktu itu
berlalu, ia berkata, “Beres! Aku tahu. Bawa koperku, anggap saja
itu punyam u. Kem balilah, hanya jangan cepat-cepat agar kau tiba
di rum ah tepat pada waktu yang seharusnya kupergunakan untuk
pergi ke pelabuhan dan kem bali. Aku akan pergi ke kota dan
kem bali lagi ke sana nanti, aku akan tiba di rum ah itu kira-kira
seperem pat jam setelah kau. Dan m ula-m ula kau harus pura-pura
tak m engenalku.”
“Baiklah. Tapi tunggu dulu. Ada lagi satu persoalan, suatu
persoalan yang hanya aku yang m engetahui. Ada seorang negro
di sini yang akan kucari dari perbudakan, nam anya J im . Milik
Nona Watson.”
“Apa? Bukankah J im ....” ia tertegun, berpikir-pikir.
“Aku tahu apa yang akan kau katakan,” kataku. “Kau pasti
akan berkata bahwa yang kukerjakan itu adalah suatu pekerjaan
yang paling hina, tapi aku tak peduli. Aku m em ang hina, dan aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

akan m encuri dia, aku hanya ingin agar kau tutup m ulut saja dan
m em egang rahasia ini. Maukah kau?”
Matanya bercahaya, sahutnya, “Aku akan m enolong engkau
m encurinya.”
Kalaupun aku tertem bak, aku tak akan seterkejut itu. Kata-
kata yang paling m engejutkan, dan percayalah, harga diri Tom
296 Mark Twain

Sawyer turun banyak sekali dalam pandanganku. Hanya aku tak


bisa m em percayai kata-katanya. Tom Sawyer, seorang pencuri
negro!
“Bah,” kataku, “pasti kau berolok-olok.”
“Aku tak berolok-olok.”
“Baiklah. Aku tak peduli, apakah kau berolok-olok atau
tidak. Aku hanya ingin, bila kau nanti m endengar sesuatu tentang
seorang negro yang m elarikan diri, jangan lupa untuk ingat
bahwa kau tak tahu apa-apa tentang dia, aku pun begitu juga.”
Tom m en gam bil kopern ya, dipin dahkan ke keretaku.
Kem udian kam i berpisah. Tapi tentu saja aku lupa sam a sekali
untuk m enjalankan kereta pelan-pelan, sebab aku begitu gem bira
dan terlalu banyak pikiran. Aku sam pai di rum ah jauh lebih cepat
dari seharusnya untuk jarak itu. Tuan Phelps ada di pintu, dan
ia berkata heran, “Astaga, hebat sekali! Siapa m engira kuda ini
bisa begitu cepat? Mestinya kita hitung waktunya tadi. Dan ia tak
berkeringat sam a sekali, seram but pun tidak. Hebat sekali. Kini
seratus dolar pun tak akan kuberikan kuda itu, tidak, walaupun
sebelum nya sudah kutawarkan lim a belas dolar, sebab kukira
itulah m em ang harganya.”
Hanya itu yang dikatakannya. Ia adalah orang yang paling tak
punya prasangka, orang yang paling baik yang pernah kujum pai.
Tak heran, sebab bukan saja ia seorang petani, tapi m erangkap
m enjadi pendeta pula. Ia m em punyai sebuah gereja kecil, di
belakang tanah pertaniannya, dibangun sendiri dan biayanya
http://facebook.com/indonesiapustaka

ditanggungnya sendiri. Ia pun tak m inta bayaran untuk khotbah-


khotbahnya yang m em ang bernilai. Banyak sekali pendeta petani
seperti itu, di daerah Selatan ini.
Kira-kira setengah jam kem udian Tom m uncul, berhenti
dekat tangga pagar depan. Bibi Sally m elihatnya dari jendela,
sebab tem pat itu hanya sejauh lim a puluh yard dari jendela.
Petualangan Huckleberry Finn 297

“Wah, ada orang datang! Siapa itu? Aku yakin dia orang asing.
J im m y,” serunya dengan gugup, “cepat suruh Lize m enyiapkan
piring satu lagi untuk m akan siang.”
Sem ua orang bergegas ke pintu depan, sebab seorang asing
tidaklah bisa didapat sekali dalam setahun, jadi perhatian pada
seorang asing lebih besar daripada terhadap dem am kuning.
Tom telah m elewati pagar, m enuju rum ah, keretanya berputar
dan berpacu ke arah desa, sem entara kam i sem ua berjejal-jejal di
pintu. Tom m em akai pakaian baru, dan ditonton banyak orang,
sesuatu yang paling disukainya. Dalam keadaan serupa itu tak
sukar baginya untuk bergaya. Ia tidak berjalan m alu-m alu, tapi
tenang dan seolah-olah ia adalah orang penting. Sesam painya
di depan kam i, hati-hati ia m engangkat topinya, seolah-olah
topi itu sedang di tiduri sekelom pok kupu-kupu dan ia tak m au
m em bangunkan m ereka. Kem udian ia bertanya, “Apakah ini
rum ah Tuan Archibald Nichols?”
“Bukan, Nak,” kata Tuan Phelps. “Sayang sekali kusirm u telah
m enipum u. Rum ah Nichols m asih tiga m il lagi. Mari m asuk.”
Tom berpaling, m elihat ke jalan, “Ah, terlam bat ia sudah
jauh.”
“Ya, ia telah jauh, Nak, dan kau harus m asuk serta m akan
siang dengan kam i. Nanti kam i antarkan kau ke rum ah Nichols.”
“Oh, tak usah repot-repot. Tak terpikirkan hal itu olehku.
Aku akan berjalan saja, jarak tiga m il bukanlah jarak yang terlalu
jauh.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tapi tak akan kam i perkenankan kau berjalan kaki, itu


bertentangan dengan keram ahan orang Selatan. Ayo, m asuklah!”
“Ya, m asuklah!” ajak Bibi Sally, “sam a sekali tak m erepotkan
kam i. Kam i harus tinggal sebentar di sini. J alan ke rum ah Nichols
sangat berdebu, kau tak boleh berjalan kaki ke sana. Dan lagi,
telah kuperintahkan untuk m enam bah piring di m eja m akan
298 Mark Twain

waktu kulihat kau datang, jadi, jangan m em buat kam i kecewa.


Masuklah, dan jangan kikuk lagi.”
Tom m engucapkan terim a kasih dengan gaya yang indah,
m eyerah atas keram ahan dan m asuk. Di dalam , ia berkata bahwa
ia datang dari Hicksville, Ohio, nam anya William Thom pson—
diucapkannya nam a itu sam bil m em bungkuk m em beri horm at.
Begitulah, kam i duduk di ruang tam u. Tom berbicara panjang
lebar tentang Hicksville, yang hanya ada dalam khayalannya.
Aku gelisah, aku tak tahu bagaim ana dengan cara ini ia bisa
m enolongku sam pai tiba-tiba ia berdiri dan m encium Bibi Sally
tepat di m ulutnya, kem udian kem bali duduk dan m eneruskan
ceritanya. Tapi Bibi Sally m elom pat berdiri, m enghapus m ulutnya
dengan punggung tangan dan berseru, “Kurang ajar!”
Tom berbuat seolah -olah terh in a, berkata, “Nyon ya
m em buatku heran!”
“Kau heran? Hah, kau kira aku ini siapa? Mau rasanya kau
ku.... He, apa m aksudm u m encium ku?”
“Aku tak berm aksud apa-apa Nyonya,” kata Tom m alu, “aku
tak berm aksud buruk. Ku... ku... kukira Nyonya akan m erasa
senang karenanya.”
“Anak tolol!” Bibi Sally m enyam bar tongkat pem intal, ham pir
saja ia tak kuat m enahan hati untuk m em ukul Tom . “Mengapa
kau berpikir aku akan m erasa senang karena kau cium ?”
“Aku tak tahu. Hanya, m ereka... m ereka... m ereka berkata
begitu padaku.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Mereka m engatakan padam u aku akan m erasa senang?


Siapa pun yang m engatakan itu pastilah orang gila lagi. Tak
pernah kudengar yang sem acam ini. Siapa m ereka itu?”
“Sem ua orang! Mereka sem ua berkata begitu, Nyonya.”
Payah sekali Bibi Sally m en ahan am arah, dan setelah
m enyabarkan diri untuk tidak m encakar m uka Tom ia berkata,
Petualangan Huckleberry Finn 299

“Siapa yang kau m aksud dengan sem ua orang? Katakan nam a-


nya! Kalau tidak akan berkurang seorang gila di dunia ini.”
Tom berdiri, tam pak kecewa ia m em perm ainkan topinya.
“Maafkan aku, ini sam a sekali di luar dugaan. Kata m ereka, cium -
lah dia, dia pasti senang. Sem ua m engatakannya, setiap orang.
Tapi m aafkan aku, Nyonya, aku tak akan m encium Nyonya lagi,
betul-betul tidak.”
“Kau tak akan, bukan? Sudah pasti kau tak akan berani
m encobanya lagi.”
“Tidak, Nyonya, aku tak akan m encium Nyonya lagi, kecuali
bila Nyonya yang m inta dulu.”
“Sam pai aku m inta dulu! Ya am pun! Tak pernah kualam i
kegilaan ini selam a hidupku! Walaupun tinggal kau satu-satunya
m anusia di bum i ini, tak akan kum inta cium darim u atau dari
orang-orang sem acam engkau!”
“Oh, heran sekali. Aku tak bisa m engerti. Kata m ereka kau
akan senang, dan kukira Nyonya akan m erasa senang. Tapi....”
Ia berhenti berbicara, m enoleh perlahan ke sekitarnya, seolah-
olah m encari pandang bersahabat dari orang-orang di situ.
Terpandang olehnya m ata Tuan Phelps, dan ia bertanya, “Apakah
Tuan tidak sependapat denganku bahwa ia akan senang bila
kucium ?”
“Wah, tidak. Aku... aku... hm , tidak, kukira tidak.”
Dengan air m uka seperti sem ula ia m enoleh ke arah ku dan
berkata, “Tom , apakah kau tidak m engira bahwa Bibi Sally akan
m em buka tangan nya, m em elukku dan berkata, Sid Sawyer....”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Astaga!” Bibi Sally m eraih Tom .


“Kau anak kurang ajar! Begitu rupa m enipu orang....” Ia
akan m em eluk Tom , tapi Tom m engelakkan diri sam bil berseru,
“Tidak! Tidak sebelum Bibi m inta dulu!”
Bibi Sally tak m em buan g waktu, m in ta pada Tom ,
kem udian ia m em eluk serta m encium nya habis-habisan sebelum
300 Mark Twain

m em berikannya pada Pam an Silas untuk m enghabiskan apa


yang m asih ada. Dan setelah agak reda Bibi Sally berkata, “Ya,
am pun! Belum pernah aku m engalam i seperti ini! Betul-betul
m enakjubkan! Kam i sam a sekali tak tahu bahwa kau akan turut
kem ari. Sis tak pernah m enulis bahwa kau akan ikut.”
“Mem ang tadinya hanya Tom yang pergi,” kata Tom , “tapi
aku terus saja m em ohon untuk ikut, dan pada akhirnya aku
diperbolehkan Bibi. Dalam perjalanan Tom dan aku m erancang
sesuatu yang tak terduga-duga untuk Bibi, yaitu dia dulu yang
datang dan aku kem udian, berbuat seolah-olah orang asing.
Tapi agaknya itu suatu kesalahan besar, Bibi Sally. Tem pat ini
bukanlah tem pat yang sehat bagi seorang asing.”
“Bukan , han ya un tuk oran g-oran g kuran g ajar, Sid.
Seharusnya kau harus ditam pari, belum pernah aku sem arah
itu tadi. Tapi aku tak peduli lagi kini, aku tak peduli apa pun
nam anya, seribu satu hal m acam itu bisa kutanggungkan asal
saja kau bisa sam pai di sini dengan selam at. Betapa ram ainya
kita tadi! Aku tak m enyangka, betul-betul aku bagaikan terpukau
waktu kau m encium ku!”
Kam i m akan siang di gang lebar yang m enghubungkan
rum ah den gan dapur. Dan m akan an yan g terhidan g cukup
banyak dim akan oleh tujuh anggota keluarga bersam a-sam a!
Dagingnya juga segar, bukan seperti di rum ah tangga biasa
dengan daging yang telah disim pan di dalam lem ari sem alam
suntuk, hingga pagi harinya terasa seperti m akanan bagi orang
pem akan m anusia. Pam an Silas berdoa panjang sekali, nam un tak
http://facebook.com/indonesiapustaka

apa, doa itu tak m em buat m akanan dingin, seperti biasa terjadi
bila doa-doa diucapkan.
Sepanjang sore kam i bercakap-cakap lagi. Tom dan aku selalu
m em asang telinga, nam un tak sepatah kata pun tentang negro
pelarian diucapkan, dan kam i takut untuk m em ulai pem bicaraan
ke arah itu. Tapi waktu m akan m alam salah seorang anak
Petualangan Huckleberry Finn 301

keluarga Phelps itu bertanya, “Ayah, bolehkan Tom , Sid, dan aku
m enonton pertunjukan nanti m alam ?”
“Tidak,” jawab Silas, “kukira tak akan ada pertunjukan. Dan
walaupun ada, kau tak akan diperbolehkan m asuk. Negro pelarian
itu bercerita padaku dan pada Burton tentang pertunjukan itu,
yang hanya suatu tipuan saja. Burton akan m em beri tahu sem ua
orang, jadi kukira m alam ini juga para penipu itu akan diusir dari
kota.”
Apa yang kukhawatirkan terjadi. Dan aku tak bisa m en-
cegahnya.
Tom dan aku tidur sekam ar dan setem pat tidur. Kam i
katakan am at lelah; segera setelah m akan m alam selesai kam i
ucapkan selam at m alam dan kam i pergi ke tem pat tidur kam i, di
tingkat atas. Pintu kam i kunci dan kam i keluar dari jendela, turun
ke tanah dengan m em anjat penangkal petir, berangkat ke kota.
Kukira tak akan ada orang yang akan m em beri tahu pada sang
raja dan sang pangeran akan bahaya yang m engancam m ereka.
Bila aku tak cepat, m ereka pasti akan m endapat kesulitan besar.
Sam bil berjalan, Tom m em beritahukan apa yang terjadi
setelah orang m enyangka aku terbunuh. Segera setelah kejadian
itu lenyap, Bapak tak pernah m uncul lagi. Dan seluruh kota jadi
ribut ketika J im m elarikan diri. Aku bercerita pada Tom tentang
penipu-penipu ‘Keajaiban Kerajaan’ kam i, serta perjalananku
dengan rakit seringkas m ungkin. Waktu kam i sam pai di tengah
kota, kira-kira pukul setengah sem bilan, kam i lihat segerom bolan
orang berteriak-teriak dengan m em bawa obor, sam bil m em ukul-
http://facebook.com/indonesiapustaka

m ukul piring seng dan m eniup terom pet. Ribut sekali. Tom dan
aku m elom pat ke pinggir, untuk m em biarkan m ereka lewat.
Dan kam i lihat sang pangeran dan sang raja terkangkang pada
sebatang kayu palang. Aku tahu m ereka adalah sang raja dan
sang pangeran, walaupun seluruh tubuhnya telah dilum uri ter
dan dilekati bulu ayam , sam a sekali seperti bukan m anusia. Sedih
302 Mark Twain

hatiku. Aku kasihan pada kedua bangsat itu. Bagaim anapun tak
bisa aku m erasa benci pada m ereka. Keduanya sangat m engerikan
kini. Manusia kadang-kadang bisa berbuat kejam sekali pada
sesam anya.
J adi kam i sudah terlam bat, tak bisa m enolong m ereka. Kam i
bertanya pada seseorang yang kebetulan di belakang. Ia berkata
sem ua orang pergi ke gedung pertunjukan dengan pura-pura
tak tahu apa-apa. Mereka m enuggu sam pai sang raja berbuat
gila-gilaan di panggung. Seorang m em beri isyarat, sem ua orang
m elom pat ke panggung dan m eringkus kedua bangsat itu.
Tom dan aku berjalan perlahan pulang. Aku tak segem bira
tadi, aku m erasa sedih, seolah-olah akulah yang harus disalahkan
dalam kejadian ini. Walaupun aku tak berbuat apa-apa. Tapi
m em ang begitulah, tak peduli kita berbuat salah atau benar,
hati nurani kita tak pernah m em benarkan. Bila aku m em punyai
seekor anjing kuning yang sam a sekali tak tahu akan hati nurani
seseorang, akan kuracun dia. Hati nurani m enem pati tem pat yang
paling atas dalam hidup m anusia, tapi sesungguhnya tak berguna
sam a sekali. Tom Sawyer setuju sepenuhnya dengan pendapatku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
KAMI MENGHIBUR HATI JIM

KAMI TAK lagi berbicara, tenggelam dalam pikiran m asing-


m asing. Tiba-tiba Tom berkata, “Dengar, Huck! Sungguh tolol
kita. Aku berani bertaruh aku tahu di m ana J im berada.”
“Masa! Di m ana?”
“Di gubuk dekat pem buangan abu. Dengar! Waktu kita
m akan siang tadi, kau lihat seorang negro pergi ke tem pat itu
dengan m em bawa m akanan, bukan?”
“Ya.”
“Kau pikir untuk apa m akanan itu?”
“Untuk anjing.”
“Aku pun berpikir begitu. Tapi bukan untuk anjing.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Mengapa?”
“Sebab kulihat ada sem angkanya.”
“Mem ang begitu, aku juga lihat itu. Wah, waktu itu tak terpikir
olehku bahwa tak m ungkin seekor anjing m akan sem angka. Itulah
bukti bahwa walaupun m ata kita terbuka lebar, tapi kadang-
kadang kita tak bisa m elihat.”
304 Mark Twain

“Hm , negro itu m em buka kunci rantai pintu waktu ia m asuk,


dan m engunci lagi waktu ia keluar. Waktu kita selesai m akan, ia
m em berikan sebuah kunci pada pam an. Kunci yang sam a, pasti.
Sem angka m enunjukkan orang, kunci m enunjukkan tawanan.
Dan di tanah pertanian yang kecil ini tak m ungkin ada dua orang
tawanan, apalagi di tem pat orang yang baik hati ini. Tawanan itu
J im . Baiklah, aku gem bira sekali bisa m enem ukan dia dengan cara
detektif. Cara lainnya tak kuhargai sesen pun. Kini berpikirlah,
rancangkan suatu siasat untuk m encuri J im , dan aku berbuat
begitu juga. Kita pilih rancangan yang terbaik.”
Betapa cerdiknya Tom ! Bila aku m em punyai kepala Tom
Sawyer, tak akan kujual kepala itu walaupun aku ditawari jadi
pangeran, jadi perwira kapal uap, jadi badut sirkus, atau jadi
apa saja yang terpikir olehku. Aku m ulai berpikir, hanya untuk
m elewatkan waktu saja, aku tahu pasti rancangan yang terbaik
datang dari dia. Tak lam a Tom bertanya, “Siap?”
“Ya,” jawabku.
“Baiklah, beberkan rencanam u.”
“Rencanaku begini. Bisa kita selidiki apakah J im betul ada di
tem pat itu. Kem udian kita am bil perahu, dan kita bawa kem ari
rakitku. Malam gelap pertam a yang kita alam i, kita curi kunci
pintu dari saku Pam an Silas waktu ia tidur, kem udian kita pergi
ke sungai dengan J im , berhanyut ke hilir, m engadakan perjalanan
m alam hari saja, siang hari kita sem bunyi seperti yang telah
kulakukan sebelum nya dengan J im . Nah, bukankah rencana itu
bisa dilakukan?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Dilakukan? Tentu saja, m udah sekali, sem udah tikus-tikus


berkelahi. Tetapi terlalu sederhana, tak ada apa-apanya. Apa
faedah rencana yang terlalu sederhana seperti itu. Wah, Huck,
walaupun berhasil, rencana seperti itu tak akan m enjadi bahan
pem bicaraan orang, segera dilupakan seperti kalau ada m aling
m asuk pabrik sabun!”
Petualangan Huckleberry Finn 305

Sudah kuduga dari sem ula, jadi aku diam saja. Aku tahu,
kalau rencananya dibeberkan, tak akan ada keberatan seperti itu.
Betul juga diceritakan rencananya. Sekejap saja aku tahu
bahwa rencana itu dalam hal gaya berharga lim a belas kali dari
rencanaku. Sam a seperti rencanaku, J im akan bisa bebas lagi,
ditam bah kem ungkinan bahwa kam i sem ua akan terbunuh.
Aku puas, kukatakan lebih dahulu rencana itu, sebab aku tahu
pasti rencana itu akan terus m engalam i perubahan-perubahan
sem entara dijalankan dengan tam bahan-tam bahan m enyeram kan
bila ada kesem patan. Nanti akan ternyata bahwa dugaan ini betul.
Tetapi aku m erasa pasti akan suatu hal, yaitu bahwa Tom
betul-betul akan m em bantu aku m encuri seorang negro dari
perbudakan. Ham pir tak bisa kupercaya. Tom term asuk keluarga
yang terhorm at di kota asal kam i. Nam anya akan jatuh begitu
juga keluarganya bila ia betul-betul m em bantu aku m encuri J im .
Ia juga cerdik, bukan seorang tolol. Ia tahu m ana yang benar,
m ana yang salah. Ia baik hati, tidak kejam . Tapi kini tanpa m alu-
m alu ia ikut dalam perkara ini, yang pasti akan m em beri m alu
padanya, pada keluarganya. Aku tak m engerti sam a sekali. Tak
m asuk akal, dan kukatakan pula hal itu padanya. Sebagai seorang
sahabatnya kuperingatkan akan akibat yang harus ditanggungnya
nanti. Tapi ia m enukasku dengan bertanya, “Kau kira aku tak tahu
akan apa yang kukerjakan? Bukankah biasanya aku tahu apa yang
kukerjakan?”
“Ya.”
“Bukankah aku pernah berkata bahwa aku akan m em bantum u
http://facebook.com/indonesiapustaka

m encuri J im ?”
“J im ?”
“Ya, apa lagi?”
H an ya itulah yan g dikatakan , dan kukatakan . Tak ada
gunanya berkata lebih banyak lagi, sebab bila ia berkata akan
m engerjakan sesuatu, pastilah dikerjakannya. Hanya aku tak
306 Mark Twain

m engerti bagaim ana ia m au m engerjakan sesuatu sehina ini. Tapi


biarlah aku tak akan peduli lagi. Bila ia m em ang ingin apa dayaku.
Sam pai di rum ah, rum ah telah gelap dan sunyi. Kam i pergi
ke gubuk dekat pem buangan abu untuk m em eriksanya. Kam i
m enyeberangi halam an, untuk m elihat apa yang akan diperbuat
oleh anjing-anjing di halam an itu. Mereka telah m engenal kam i,
dan tak m engeluarkan suara selain yang biasa dikeluarkan oleh
anjing-anjing desa di m alam hari. Sam pai di gubuk itu, kam i
periksa bagian depan dan kedua sisinya. Di sini, sebelah Utara,
terdapat lubang jendela yang ditutup dengan papan-papan yang
dipakukan ke dinding, jauh dari tanah. Kataku, “Ini dia. Lubang
itu cukup besar untuk keluar J im bila papannya kita rusak.”
“Terlalu m udah, sem udah m ain kucing-kucingan. Aku harap
kita bisa m enem ukan cara yang lebih sulit dari itu, Huck.”
“Bagaim ana kalau dindingnya kita gergaji, seperti waktu aku
m elarikan diri dulu?”
“Itu lebih bagus. Cukup penuh rahasia, sulit dan bagus. Tapi
akan kita cari jalan yang dua kali lebih bagus dari itu. Kita punya
banyak waktu. Mari kita lihat belakangnya.”
Di belakang, di antara gubuk dan pagar belakang terdapat
sebuah sengkuap yang bersandar ke dinding gubuk, sengkuap
itu berdinding papan hingga m enjadi sem acam gudang kecil.
Panjangnya sam a dengan panjang gubuk, tapi lebih sem pit,
lebarnya kita-kira hanya enam kaki. Pintunya di sebelah selatan,
digem bok. Tom m endekat ke periuk pem buat sabun, m encari-
cari sebentar dan kem bali dengan m em bawa tongkat besi yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

digunakan untuk m engangkat tutup periuk. Dengan besi itu Tom


m engungkit paku tem pat gem bok hingga rantainya terjatuh.
Kam i buka pintu dan m asuk. Dalam nyala korek api, kam i lihat
bahwa gudang itu tak ada pintu penghubungnya dengan gubuk
balok kayu. Tak ada lantainya, isinya hanyalah beberapa benda
karatan, bajak, sekop, linggis, dan bajak yang sudah patah. Nyala
Petualangan Huckleberry Finn 307

korek padam , kam i keluar, kam i pakukan kem bali tem pat gem bok
seperti sem ula. Tom gem bira. Katanya, “Kini beres sudah. Kita
gali dia keluar. Mem akan waktu kira-kira sem inggu.”
Kam i pergi ke rum ah. Aku m asuk lewat pintu belakang,
sem ua pintu tidak dikunci, hanya dikaitkan dengan tali kulit rusa.
Tetapi cara itu tidaklah m enarik dalam pandangan Tom Sawyer.
Tak ada jalan lain baginya kecuali m em anjat penangkal petir. Tiga
kali ia jatuh waktu baru m encapai setengah jalan, yang terakhir
kepa lanya ham pir pecah. Ia sudah putus asa, tetapi setelah
beristirahat dicobanya sekali lagi, dan kali ini ia berhasil.
Pagi sekali kam i bangun, pergi ke pondok-pondok orang negro
untuk m em belai-belai anjing-anjing penjaga dan berkenalan
dengan negro yang m em beri m akan J im , bila benar J im yang ada
dalam pondok itu. Budak-budak itu baru saja selesai sarapan,
akan berangkat ke ladang. Negro yang kem arin m em beri m akan
J im , jika benar-benar J im yang diberi m akan, sedang m enaruh
roti, daging dan lainnya pada sebuah piring seng. Sem entara
sem ua berangkat, ia m engam bil kunci dari rum ah.
Negro itu m ukanya lucu sekali, ram butnya diikat kecil-kecil
dengan benang, untuk m enghalau roh-roh jahat. Katanya m alam -
m alam ini ia selalu diganggu roh-roh jahat, m em buatnya m elihat
berbagai peristiwa aneh. Tak pernah ia begitu sering diganggu
oleh roh-roh jahat selam a ini. Begitu senangnya ia m enceritakan
segala kesulitan sam pai lupa ia akan pekerjaannya. J adi Tom
m enukasnya dengan pertanyaan, “Untuk apa m akanan ini? Untuk
anjing?”
Sebuah senyum an m akin lam a m akin m elebur di wajah
http://facebook.com/indonesiapustaka

negro itu, sam pai akhirnya ia m enjawab, “Ya, Tuan Sid, seekor
anjing. Anjing aneh lagi. Ingin m elihatnya?”
“Ya.”
Aku m enggam it Tom dan berbisik, “Kau akan ke sana pagi
ini? Ini bukan rencana kita.”
“Mem ang bukan, tetapi inilah rencana kita saat ini.”
308 Mark Twain

Terkutuk dia, aku terpaksa ikut walaupun hatiku gelisah. Di


dalam pondok itu gelap, kam i ham pir tak bisa m elihat apa-apa.
Tapi J im betul-betul ada di situ, ia bisa m elihat kam i dan berseru,
“Wah, Huck! Dan astaga! Bukankah ini Tuan Tom ?”
Tepat seperti yang kuduga akan terjadi. Aku tak tahu apa yang
akan kukerjakan, sebab negro pem bawa m akanan tadi m elom pat
m asuk dan bertanya, “Ya am pun! Apakah dia m engenal Tuan-
tuan?”
Kini kam i bisa m elihat dengan baik Tom m enatap pan dangan
negro itu, seolah-olah heran, bertanya, “Siapa kenal pada kam i?”
“Negro pelarian ini!”
“Kukira tidak. Bagaim ana sam pai kau berpikir begitu?”
“Bagaim ana? Bukankah baru saja ia berseru bahwa ia kenal
Tuan-tuan?”
Tom tam pak m akin bin gun g. “An eh sekali. Siapa yan g
berseru? Kapan ia berseru? Apa yang ia serukan?” Ia berpaling
padaku, dengan am at tenang bertanya, “Apakah kau m endengar
seseorang berseru?”
Tentu saja hanya ada satu jawaban untuk itu, jadi aku berkata,
“Tidak. Aku tak m endengar seorang pun berseru apa-apa.”
Tom berpaling pada J im , m em perhatikannya seolah-olah tak
pernah ia m elihatnya, dan bertanya, “Apakah kau berseru?”
“Tidak, Tuan, aku tidak berkata apa-apa, Tuan.”
“Sepatah pun tidak?”
“Tidak, Tuan, sepatah pun tidak.”
“Pernahkah kau m elihat kam i sebelum nya?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tidak, Tuan, sepanjang pengetahuanku tidak.”


Kini Tom berpaling pada negro pem bawa m akanan, yang
tam pak sangat sedih dan gelisah, bertanya, “Kenapa kau ini?
Mengapa kau pikir ada seseorang berteriak?”
“Oh, pastilah hantu-hantu itu lagi, Tuan, m au rasanya aku
m ati. Mereka selalu m en ggan gguku, Tuan , m en akut-n akuti
Petualangan Huckleberry Finn 309

hingga aku ham pir m ati. J angan katakan pada siapa pun, Tuan,
Tuan Silas pasti akan m em arahiku, sebab ia bilang tak ada hantu-
hantu di dunia ini. Bila saja Tuan Silas ada di sini, apa yang akan
dikatakannya? Pasti tak bisa ia m em bantah adanya hantu kali
ini. Tapi m em ang begitu selalu, orang-orang yang tak percaya,
tak akan pernah punya kesem patan untuk m em buktikan bahwa
m ereka keliru. Mereka tak akan m au m em buktikannya sendiri,
dan bila diberi tahu, m ereka tak akan percaya.”
Tom m em beri negro itu uang sepuluh sen, berjanji untuk
tak m engatakan kejadian itu pada siapa pun dan m enyuruhnya
m em beli ben an g un tuk m en gikat ram butn ya, kem udian ia
berpaling pada J im dan katanya, “Mudah-m udahan Pam an Silas
m enggantung negro ini, seandainya aku berhasil m enangkap
seorang negro yang begitu tak tahu terim a kasih hingga tega
m elarikan diri, pasti kugantung dia.” Waktu negro itu pergi keluar
untuk m elihat apakah uang yang diterim anya dari Tom itu tidak
palsu, Tom berbisik pada J im , “Pura-puralah tak kenal kam i. Bila
m alam -m alam kau dengar suara orang m enggali, kam ilah itu,
akan kam i bebaskan kau.”
J im han ya pun ya waktu sekejap un tuk m en jabat dan
m engguncang tangan kam i, sebab negro tadi segera kem bali.
Kam i katakan pada negro itu bilam ana saja ia ingin, kam i akan
m enem aninya ke gubuk itu. Negro itu m erasa senang, terutam a
bila hari gelap, saat hantu-hantu paling kejam m enyiksanya, ia
senang sekali bila berkawan ke tem pat itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
RENCANA GELAP DAN RUMIT

SEJ AM LAGI waktu sarapan . Kam i pergi ke hutan . Tom


berkata bahwa untuk m eninggalkan kam i m em erlukan sedikit
cahaya. Sebuah lentera cahayanya terlalu terang, dan m ungkin
m em bahayakan kam i. Kam i harus m engum pulkan banyak sekali
kayu-kayu busuk yang disebut api rubah, yang dalam kegelapan
bisa m em ancarkan suatu sinar lem but seperti sinar kunang-
kunang.
Kam i berhasil m engum pulkan sebanyak yang bisa kam i bawa
dengan tangan. Kam i sem bunyikan di antara sem ak-sem ak. Kam i
istirahat, tapi Tom tam pak belum puas katanya, “Wah, rencana
kita m asih terlalu m udah, terlalu biasa. Nyata sekali sangat
http://facebook.com/indonesiapustaka

sulit untuk m em buat suatu rencana yang pelik. Tak ada penjaga
yang harus dibius, alangkah senangnya bila ada penjaga. Seekor
anjing pun tiada, untuk diberi obat tidur. Dan J im diikat dengan
rantai yang panjangnya sepuluh kaki, satu kakinya saja, ke kaki
tem pat tidurnya. Bila saja kita angkat kaki tem pat tidur itu, J im
bebas sudah. Pam an Silas pun percaya pada sem ua orang, kunci
Petualangan Huckleberry Finn 311

diberikannya pada negro tolol itu, dan tak seorang pun yang
m enga wasinya. Dengan m udah J im bisa m enerobos jendelanya,
tapi tak guna untuk berpergian dengan rantai sepuluh kaki.
Terkutuk, Huck, ini adalah keadaan yang paling tolol yang pernah
kujum pai. Kita terpaksa harus m em buat sem ua hal jadi sukar.
Terpaksa, harus kita kerjakan sebaik-baiknya dengan bahan yang
ada. Tapi ini juga suatu kehorm atan bagi kita, lebih baik bila
kita m em bebaskan J im dengan m enem puh berbagai kesulitan
yang kita buat sendiri, dan bukan dibuat oleh orang-orang yang
sesungguhnya wajib m em buatnya. Kita harus m erencanakan
segala kesulitan dari akal kita sendiri! Kita harus m em buat
segala hal berbahaya bagi kita. Contohnya tentang lentera itu,
kita harus berbuat seolah-olah berbahaya m em akai lentera. Tapi
sesungguhnya walaupun kita m em akai seribu obor besar, tak
akan ada bahaya bagi kita sam a sekali. Oh ya, sebelum lupa, kita
harus m encari gergaji.”
“Untuk apa gergaji itu?”
“Untuk apa? Bukankah kita harus m enggergaji kaki tem pat
tidur J im agar rantainya lepas?”
“Tapi baru saja kau katakan bahwa dengan m engangkat
tem pat tidur itu saja bebaslah J im .”
“Tolol benar kau ini, Huck. Kau selalu bisa saja m encari
jalan yang paling m udah untuk m em ecahkan sesuatu persoalan.
Apakah kau sam a sekali tak pernah m em baca buku? Apakah
kau tak pernah dengar nam a pahlawan-pahlawan seperti Baron
Trenck, atau Casanova atau Benvenuto Chelleny atau Henry IV
http://facebook.com/indonesiapustaka

atau lainnya? Siapa pernah m endengar ada tawanan lolos dengan


begitu m udah? Tidak. Menurut cara para ahli dalam hal ini kaki
tem pat tidur itu harus kita gergaji jadi dua, kem udian dipasang
kem bali seperti sem ula. Serbuk-serbuk bekas pen ggergajian
harus kita telan, agar sam a sekali tak bisa diketem ukan. Bekasnya
kita tutupi dengan tanah dan lem ak, hingga bahkan m ata yang
312 Mark Twain

paling tajam pun tak akan bisa m elihatnya. Sem ua m engira


bahwa kaki tem pat tidur itu sam a sekali m asih tidak berubah.
Nanti, bila tiba saatnya untuk lari, kita tendang kaki itu, dan
lepaslah rantai. Tinggal kita sangkutkan tangga tali ke dinding
pagar, m enuruninya dan m enjejakkan kaki kita di parit yang
m engelilingi benteng itu—dan tangga tali sem bilan belas kaki
m asih terlalu pendek—kuda dan para pem bantu kita telah sedia.
Mereka m engangkat kita, m enaikkan kita ke atas kuda dan
berpacu kita pulang ke tanah asal kita, ke Langudoc atau Navarre
atau tem pat-tem pat lain. Hebat sekali, Huck! Bila saja gubuk bilik
kayu ini dikelilingi parit dalam . Kalau saja waktunya cukup, bisa
kita buat parit itu.”
“Untuk apa parit bila ia akan kita buatkan terowongan di
bawah tanah untuk keluar?”
Tom tak m en den gar kata-kataku. Ia telah lupa segala-
galanya. Ia bertopang dagu, berpikir. Akhirnya ia m engeluh,
m enggelengkan kepala, m engeluh lagi dan berkata, “Rasanya tak
perlu, tidak itu sam a sekali tak perlu.”
“Apa yang tak perlu?” tanyaku.
“Menggergaji kaki J im .”
“Astaga! Tentu saja tak perlu itu. Kenapa kau ingin m eng-
gergaji kakinya?”
“Sebab beberapa orang ahli telah m elakukannya. Mereka tak
bisa m em buka rantainya, jadi m ereka potong saja tangan m ereka
dan lari. Agaknya m em otong kaki lebih hebat lagi. Tapi biarlah.
Tak terlalu m utlak, lagi pula J im hanyalah seorang negro, ia tak
akan m au m engerti apa alasannya, jadi biarlah, walaupun begitu
http://facebook.com/indonesiapustaka

adat di Eropa. Tapi kita harus m erobek-robek sprei, lalu kita buat
tali tangga. Mudah saja. Kita kirim tangga tali itu kepada J im
dengan jalan m em asukkannya ke dalam kue untuknya, begitulah
biasa dilakukan orang. Banyak pula kue yang lebih tidak enak
daripada kue tangga tali yang kita buat.”
“Ya am pun, Tom Sawyer! Untuk apa tangga tali itu bagi J im ?”
Petualangan Huckleberry Finn 313

“Ia harus m enggunakannya! Tolol sekali kau ini, Huck,


katakan saja kau tak tahu apa-apa dalam persoalan ini. J im harus
m em punyai sebuah tangga tali, sem ua tawanan m em ilikinya.”
“Ya, tapi apa yang bisa dibuat oleh J im dengan tangga tali?”
“Apa yang dibuatnya dengan tangga tali itu? Bukankah ia
bisa m enyem bunyikannya di bawah tem pat tidurnya? Itulah yang
biasa dikerjakan orang, jadi J im pun juga harus begitu. Huck,
agaknya kau tak m au m engikuti cara-cara yang telah um um .
Bukankah tangga tali itu bisa dipakai sebagai kunci rahasia
pelariannya? Sebagai jejak? Bukankah orang-orang yang akan
m engejarnya selalu m em butuhkan suatu jejak? Begitulah. J adi
untuk apa kau tak m au m eninggalkan jejak? Sungguh bagus!
Belum pernah aku m endengar hal seperti itu.”
“Bila m em ang begitu cara yang sudah um um , baiklah, biarlah
J im m endapatkan sebuah tangga tali, aku bukanlah orang yang
suka m enentang apa yang sudah um um . Tapi, Tom Sawyer,
bila kita gunakan sprei kita, kita robek-robek untuk kita jadikan
tangga tali, pasti kita akan berurusan dengan Bibi Sally. Menurut
pendapatku, tangga dari dahan-dahan kayu tak sem ahal itu
harganya, tak perlu m erusak barang, dan cukup bagus untuk isi
sebuah kue serta cukup baik untuk disem bunyikan di bawah kasur
seperti juga sebuah tangga kain. J im juga tak punya pengalam an,
jadi toh ia tak tahu apa bedanya tanggal tali dan....”
“Minta am pun, Huck! Bila aku sebodoh engkau, aku akan
tutup m ulut saja. Siapa pernah m endengar seorang tawanan
penting m eloloskan diri dengan m enggunakan tangga kayu?
Betul-betul tak m asuk akal!”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Baiklah, Tom , terserah engkaulah. Tapi bila saja kau m au


m enerim a nasihatku, lebih baik bukan sprei yang kita gunakan,
biarlah kupinjam sprei dari dari tali jem uran.”
Tom berkata usulku itu baik juga, dan ini m em buat ia
m endapat suatu pikiran lagi, katanya, “Pinjam juga sebuah
kem eja.”
314 Mark Twain

“Untuk apa kem eja itu, Tom ?”


“Untuk catatan harian J im .”
“Catatan harian nenekm u. J im tak bisa m enulis.”
“Mungkin ia tak bisa m enulis, tapi bukankah ia bisa m em buat
tanda-tanda di kem eja itu, bila kita m em buatkannya pena dari
sendok tem baga atau penangkap besi tong.”
“Wah, Tom , kita bisa m em buatkannya pena dari bulu angsa,
lebih baik lagi.”
“Tawanan tak m em punyai angsa, tak ada angsa yang ber-
keliaran di dalam selnya, tolol! Mereka selalu m em buat pena
dari bahan yang paling keras, paling sukar, potongan tem pat lilin
kuningan atau sebangsanya yang bisa m ereka dapat. Berm inggu-
m inggu dan berbulan-bulan m ereka m em buatnya sebab harus
m ereka asah di dinding. Walaupun m ereka bisa m endapatkan
pena bulu angsa, tak m ungkin m ereka m em akainya.”
“Lalu, dari apa tintanya kita buat?”
“Banyak yang m em akai karat besi dan air m ata. Tapi itu
terlalu um um , dan biasa dipakai oleh kaum wanita. Ahli-ahli
yang terbaik m enggunakan darah m ereka sendiri. J im bisa
m engerjakan itu. Bila ia ingin m engirim kan pesan-pesan pendek
penuh rahasia agar dunia tahu di m ana ia dipenjara, ia bisa
m enulis pesan itu di balik piring seng dan m elem parkannya
keluar jendela. Si Topeng Besi punya kebiasaan ini.”
“J im tak punya piring seng, ia diberi m akan dengan talam .”
“Kita akan m em berinya piring seng.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tak akan ada orang yang bisa m em bawa piring-piring itu.”


“Itu bukan urusannya, Huck Finn. Ia hanya m enulis di piring
dan m elem parkannya ke luar. Tak ada yang harus m em bacanya.
Kebanyakan kita m em ang tak akan bisa m em baca tulisan seorang
tawanan.”
“Ya, tapi piring orang lain, bukan?”
Petualangan Huckleberry Finn 315

“Lalu kenapa? Apa peduli seorang tawanan tentang piring


orang lain.”
Kata-katan ya terputus sebab terom pet un tuk sarapan
berbunyi. Kam i berlari ke rum ah.
Pagi itu aku berhasil m em injam selem bar kain sprei dan
sehelai kem eja dari tali jem uran. Barang-barang itu kum asukkan
dalam sebuah karung. Kayu api rubah juga kum asukkan dalam
baran g itu. Tadi kugun akan kata ‘m em in jam ’ sebab itulah
istilah yang selalu digunakan Bapak. Tapi kata Tom itu bukan
m em injam , tapi m encuri. Karena ia m ewakili tawanan, m aka
m en curi dihalalkan , dan oran g pun tak akan m en yalahkan
seorang tawanan yang m encuri untuk bisa lari. Itu sudah hak
seorang tawanan, kata Tom , jadi selam a kam i m ewakili seorang
tawanan kam i punya hak penuh untuk m encuri apa saja di tem pat
ini, yang kira-kira berguna untuk m elarikan diri dari penjara.
Bila kam i tak m ewakili seorang tawanan, m aka lain halnya. Kata
Tom , hanya seorang yang berhati jahat saja yang m au m encuri,
padahal dia bukanlah seorang tawanan. J adi kam i berhak untuk
m encuri apa saja yang bisa kam i curi. Tapi satu hari, setelah
penentuan tentang hak curi seorang tawanan itu, aku m encuri
sem angka dari ladang para budak negro. Tom m em arahiku
habis-habisan. Disuruhnya aku m em beri orang-orang negro itu
uang sepuluh sen tanpa m em beri tahu untuk apa uang tersebut.
Kata Tom , yang boleh kita curi adalah sesuatu yang sangat kita
perlukan. Aku berkata bahwa aku m em erlukan sem angka itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Tapi kata Tom sem angka itu kuperlukan bukan untuk m elarikan
diri dari penjara, itulah perbedaannya. Bila aku m encuri sebilah
pisau dan kuselundupkan pada J im untuk m em bunuh penjaga,
itu dibenarkan. Aku tak m au m em perbincangkan hal itu lagi,
walaupun aku m asih belum m engerti apa untungku m enjadi wakil
seorang tawanan, bila se tiap kali aku harus m em pertim bangkan
316 Mark Twain

baik dan buruk pada saat aku punya kesem patan untuk m encuri
buah sem angka.
Seperti yang kukatakan tadi, pagi itu kam i tunggu hingga
sem ua orang pergi bekerja dan tak seorang pun tam pak di
halam an. Tom m em bawa karung tua tem pat barang-barang itu
ke sengkuap di belakang pondok J im , sem entara aku berdiri di
kejauhan untuk berjaga-jaga. Setelah agak lam a Tom keluar dan
kam i duduk-duduk di tum pukan kayu api. Tom berkata, “Sem ua
beres kini, kecuali alat-alatnya, tetapi itu m udah nanti.”
“Alat-alat?” tanyaku.
“Ya.”
“Alat-alat untuk apa?”
“Untuk m enggali. Untuk apa lagi? Kau kira kita akan m enggali
tanah dengan gigi kita?”
“Apakah alat-alat di sengkuap itu, linggis, sekop, dan lainnya
tak bisa dipakai, walaupun m em ang telah sedikit rusak?”
Ia m em andangku dengan pandangan m engasihani seolah-
olah ketololanku cukup untuk m em buatnya m enangis.
“Huck Finn, Huck Finn. Pernahkah kau dengar tentang
seorang tawanan yang m am punyai sekop dan cangkul serta alat-
alat m o dern lainnya untuk m em buat terowongan buat m elarikan
diri? Kini aku akan bertanya padam u, bila kau punya otak untuk
berpikir, pahlawan m acam apa yang m em pergunakan sekop dan
pacul untuk m elarikan diri? Wah, kenapa tidak dipinjam i kunci
saja dia! Cangkul dan sekop, hm , seorang raja pun tak akan diberi
alat-alat m acam itu.”
“Kalau begitu, alat apa yang akan kita gunakan?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Dengan pisau roti.”


“Untuk m enggali fondasi di bawah pondok itu?”
“Ya.”
“Itu pekerjaan yang tolol sekali, Tom .”
“Tak peduli tolol atau tidak, itulah cara yang benar, cara yang
um um dipakai. Tak ada cara lain yang pernah kudengar, sedang
Petualangan Huckleberry Finn 317

sem ua buku tentang hal ini telah kubaca. Mereka selalu m enggali
dengan pisau roti, dan tak m enem bus tanah, harus kau ingat itu,
biasanya m enem bus batu karang! Mereka baru berhasil setelah
m enggali berm inggu-m inggu dan berbulan-bulan. Malah seorang
tawanan di sel terbawah di Castle Deef, di Pelabuhan Marseilles,
m enggali dengan cara yang sam a sam pai berapa tahun, coba, kau
kira?”
“Aku tak tahu.”
“Terka saja.”
“Aku tak tahu. Mungkin sebulan setengah.”
“Tiga puluh tujuh tahun, dan ia keluar di daratan Cina.
Itulah! Alangkah senangnya bila fondasi dasar benteng ini terbuat
dari batu karang.”
“J im tak kenal siapa pun di Cina.”
“Lalu kenapa? Orang yang kuceritakan tadi juga tak kenal
orang lain. Tetapi kau selalu m enyim pang dari persoalan yang
pokok. Mengapa kau tak m engikuti jalan pikiran yang benar?”
“Baiklah, aku tak peduli di m ana ia keluar, asal saja ia keluar.
J im sudah terlalu tua untuk m enggali dengan pisau roti. Ia tak
akan berum ur cukup panjang untuk itu.”
“Um urnya cukup. Kau kira untuk m enggali lantai tanah saja
m em erlukan waktu tiga puluh tujuh tahun?”
“Berapa lam anya, Tom ?”
“Kita tak boleh terlalu lam a, sebab m ungkin tak akan m e-
m akan waktu lam a bagi Pam an Silas untuk m endengar berita
dari New Orleans bahwa J im tidak berasal dari sana. Setelah ia
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enerim a berita itu m ungkin ia akan m em asang iklan tentang J im .


J adi kita tak boleh terlalu lam a m enggalinya. Sebetulnya paling
baik bila kita m enggunakan waktu dua tahun, tetapi tak dapat.
Karena keadaan begitu tidak m eyakinkan, kita atur dem ikian: kita
m enggali secepat m ungkin, dan setelah terowongan selesai kita
anggap bahwa kita telah m em pergunakan waktu tiga puluh tujuh
318 Mark Twain

tahun. Bila saja ada bahaya, J im bisa cepat-cepat kita keluarkan.


Sebelum itu, tidak. Ya, kukira itulah jalan yang terbaik.”
“Ya, Tom , itu baru m asuk akal.” kataku. “Berpura-pura
tidak m erugikan siapa pun, berpura-pura tidak m enim bulkan
kesulitan, dan bila kau tak berkeberatan, m au rasanya aku
berpura-pura bahwa kita m enggunakan waktu seratus lim a puluh
tahun. Tak akan m em beratkanku. Baiklah kalau begitu, aku akan
m em injam dua bilah pisau roti.”
“Pinjam tiga bilah. Yang satu kita jadikan gergaji.”
“Tom , bila saja tak m enyim pang dari yang um um , bolehkah
aku m engusulkan untuk m enggunakan gergaji tua yang m enancap
di papan di belakang rum ah pengasapan itu?”
“Berat sekali m em beri pelajaran padam u, Huck,” kata Tom
dengan sedih. “Lari sajalah, am bil tiga bilah pisau roti.”
Aku kerjakan perintah itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
MENCOBA MENOLONG JIM

SEGERA SETELAH kam i kira sem ua orang tidur, kam i turun ke


luar dengan m enggunakan penangkal petir. Kam i m asuk ke dalam
sengkuap di belakang pondok J im , pintu kam i tutup. Kayu api
rubah kam i keluarkan. Kam i akan m ulai bekerja dari pertengahan
balok terbawah dinding pondok J im ; kam i bersihkan tem pat
itu, kira-kira sepanjang em pat atau lim a kaki. Kata Tom , kam i
kini tepat berada di belakang tem pat tidur J im . Bila terowongan
selesai kam i buat, m aka m ulut terowongan itu akan berada di
bawah tem pat tidur, jadi tak akan ada yang m engetahui. Alas
tem pat tidur J im ham pir m encapai tanah. Sam pai m enjelang
tengah m alam kam i m enggali dengan pisau roti kam i. Segera juga
http://facebook.com/indonesiapustaka

tangan kam i lecet-lecet, sem entara hasil kerja kam i belum juga
tam pak.
“Ini bukan pekerjaan tiga puluh tujuh tahun, Tom Sawyer,”
kataku, “ini akan m em akan waktu tiga puluh delapan tahun.”
Tom tak m en yahut. Ia han ya m en arik n apas pan jan g,
berhenti bekerja dan berpikir-pikir. Kem udian ia berkata, “Tak
320 Mark Twain

ada gunanya, Huck, tak akan berhasil. Bila kita yang m enjadi
tawanan, pasti akan berhasil, sebab kita punya banyak sekali
waktu, tak usah tergesa-gesa. Lagi pula kita hanya akan punya
kesem patan m enggali beberapa m enit saja sehari, pada waktu
penjaga diganti, jadi tak m ungkin tangan kita lecet-lecet begini,
dan kita bisa terus m enggali sepanjang tahun, bertahun-tahun,
m engerjakannya tepat seperti seharusnya. Tapi kini, kita harus
cepat-cepat, kita tak boleh m em buang-buang waktu. Sem alam lagi
seperti ini, akan terpaksa beristirahat sem inggu untuk m enunggu
sam pai tangan kita sem buh, tanpa istirahat itu jangan harap kita
bisa m em egang sebilah pisau roti.
“Lalu apa yang kita kerjakan, Tom ?”
“Kuberi tahu kau. Sesungguhnya ini bukan jalan yang benar,
m enyalahi cara yang ada, dan aku sam a sekali tak setuju. Tapi
terpaksa, hanya ada satu jalan. Kita akan m enggali dengan
cangkul, dan berpura-pura m enggunakan pisau roti.”
“Ini baru usul yang bagus!” kataku gem bira, “otakm u m akin
lam a m akin waras, Tom Sawyer. Cangkul adalah alat yang
tepat, tak peduli m enyalahi tata cara atau tidak. Aku sendiri
tak peduli tentang tata cara itu. Bila aku ingin m encuri seorang
negro, sebuah sem angka, atau sebuah buku Sekolah Minggu, aku
tak peduli bagaim ana caranya, asal keinginanku tercapai. Yang
kuingin kan adalah negro itu, yang kuinginkan adalah sem angka
itu, atau yang kunginkan adalah buku Sekolah Minggu itu. Bila
alat yang paling m udah didapat adalah cangkul, m aka aku akan
m em pergunakan cangkul itu untuk m enggali negro itu atau
http://facebook.com/indonesiapustaka

sem angka itu atau buku Sekolah Minggu itu. Masa bodoh apa kata
para ahli tentang perbuatanku.”
“Hm , cukup alasan kenapa kita harus m em akai cangkul dan
berpura-pura dalam hal ini, bila tak ada alasan, aku tak akan
setuju, dan aku tak akan tinggal diam saja m elihat peraturan yang
ada dilanggar, sebab benar adalah benar dan salah adalah salah.
Petualangan Huckleberry Finn 321

Seseorang tak berhak untuk berbuat salah, bila ia tahu m ana yang
salah dan m ana yang benar. Mungkin cukup baik bagim u untuk
m enggali J im . Tanpa berpura-pura, sebab agaknya kau tak tahu
antara benar dan salah, tapi aku tidak, sebab aku tahu yang lebih
baik daripada suatu ketololan. Nah, berikan aku sebilah pisau
roti.”
Pisau roti itu terletak di dekatnya. Kuberikan pisauku.
Dibuangnya pisau itu dan berkata lagi, “Beri aku sebilah pisau
roti.”
Aku bingung, tapi kem udian berpikir, dan tahu apa yang
harus kuperbuat. Aku m encari-cari di antara barang-barang
rongsokan di tem pat itu sam pai kutem ukan sebuah cangkul,
kuberikan pada Tom . Tom m enerim anya dan m ulai bekerja tanpa
berkata-kata lagi.
Begitulah ia selalu. Teliti dan tetap tepat pada pendiriannya.
Aku pun m engam bil sebuah sekop. Selam a setengah jam
kam i bekerja keras. Terpaksa berhenti karena tak kuat lagi. Tapi
kini nyata hasilnya, sebuah lubang telah terbuat, Kam i pulang.
Aku telah berada di kam ar, aku m asuk lewat pintu belakang.
Dari jendela kulihat Tom berusaha untuk naik lewat penangkal
petir. Tapi tak pernah berhasil, sebab tangannya yang lecet-lecet
itu tak m em ungkinkan ia bisa berpegangan dengan kuat. Akhir-
nya ia berseru padaku, “Aku tak bisa naik. Kau punya pikiran
bagaim ana baiknya aku naik?”
“Ya,” sahutku. “Tapi kukira m enyim pang dari kebiasaan dan
peraturan. Naiklah m elalui tangga, lewat pintu belakang, dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

berpura-puralah kau naik lewat penangkal petir.”


Usulku itu dikerjakannya.
Hari berikutnya, Tom berhasil m encuri sebuah sendok tim ah
dan sebuah tem pat lilin kuningan untuk m em buat pena bagi J im .
J uga dicurinya enam buah lilin. Sem entara itu aku berkeliaran
di dekat pondok-pondok budak negro, waktu ada kesem patan
322 Mark Twain

kucuri tiga buah piring seng. Kata Tom , itu tak cukup. Kujawab
dengan m engatakan tak akan ada orang yang m em baca piring-
piring itu setelah dilem par J im ke luar, sebab jatuhnya pasti
di dalam sem ak-sem ak di bawah lubang jendela J im , jadi bisa
kita am bil lagi untuk diberikan kem bali pada J im . Tom puas,
kem udian berkata lagi, “Kini harus kita pikirkan bagaim ana cara
m engirim kan barang-barang ini kepada J im .”
“Tentu saja lewat lubang yang akan selesai kita gali nanti,”
jawabku.
Tom hanya m erengut, berkata bahwa usul ini tolol sekali. Ia
berpikir-pikir, kem udian berkata bahwa ia telah m enem ukan dua
atau tiga cara yang baik, tapi belum waktunya untuk ditentukan
m ana yang akan dipakai. Kini yang perlu adalah m em beri tahu
J im lebih dahulu.
Malam nya kam i turun lewat penangkal petir kira-kira pada
pukul sepuluh. Kam i bawa sebatang lilin yang kam i curi. Dari
bawah lubang jendela pondok J im kam i dengar J im m endengkur
keras. Kam i m elem parkan lilin tadi m asuk lewat lubang jendela itu.
J atuhnya lilin tak m em utuskan dengkuran J im . Setelah itu kam i
m ulai bekerja lagi. Dua setengah jam kem udian terowongan itu
selesai sudah. Kam i m erangkak m asuk, m uncul di bawah tem pat
tidur J im . Kam i m eraba-raba lantai, sam pai kam i tem ukan lilin
tadi. Kam i nyalakan, dan kam i berdiri di sam paing tem pat tidur
m em perhatikan J im . J im tam pak sehat dan terurus. Hati-hati
kam i bangunkan dia. Ia begitu gem bira hingga ham pir m enangis,
kam i dipanggilnya dengan kata-kata sayang, dan disuruhnya
http://facebook.com/indonesiapustaka

kam i m encari tatah untuk m em utuskan rantai di kakinya. Tapi


Tom m enunjukkan bahwa usul J im itu sam a sekali m enyalahi
peraturan. Diceritakannya seluruh rencana itu bisa saja diubah
setiap saat bila J im terancam bahaya. J im kam i yakinkan bahwa
ia pasti akan kam i bebaskan, jadi tak usah khawatir lagi. J im
akhirnya setuju juga akan rencana kam i itu. Beberapa lam a kam i
Petualangan Huckleberry Finn 323

bercakap-cakap m em bicarakan m asa lam pau. Kem udian Tom


m enanyakan banyak hal pada J im . Kata J im setiap hari atau dua
hari sekali Pam an Silas m engajaknya berdoa bersam a, sedang
Bibi Sally sering m engunjunginya untuk m elihat apakah ia cukup
terurus, cukup m akan. Kedua orang itu sangat baik padanya, kata
J im . Tom berkata, “Kini aku tahu cara yang terkirim lewat Pam an
Silas dan Bibi Sally.”
“J angan, jangan kerjakan yang sem acam itu. Pikiran tergila
yang pernah kudengar!” kataku. Tapi Tom tak m em pedulikan,
terus saja ia m enguraikan rencananya. Begitulah caranya kalau
rencananya sudah pasti.
Tom berkata pada J im bahwa tangga tali dan barang-barang
besar lainnya akan diselundupkannya lewat Nat, negro yang
selalu m em bawa m akanan untuk J im . J adi J im harus selalu
waspada, jangan tam pak terkejut, dan jangan sam pai Nat m elihat
ia m engam bil barang-barang itu. Barang-barang kecil akan kam i
selipkan di saku jas Pam an Silas, J im harus m encopetnya.
Lainnya akan kam i ikat di tali celem ek Bibi Sally, atau di saku
celem ek itu bila ada kesem patan. Diceritakan Tom juga kegunaan
barang-barang itu. Sedangkan J im harus m em buat catatan harian
di kem eja putih yang diberikannya, m enulis dengan darah dan
sebagainya. Sem ua di ceritakannya. J im sam a sekali tak m engerti
kegunaan sem ua itu, tapi karena kam i berkulit putih jadi ia
m engira bahwa sem ua itu m em ang sangat diperlukan serta harus
dikerjakannya. J im puas, berjanji untuk m engerjakan segala
perintah Tom .
http://facebook.com/indonesiapustaka

J im banyak sekali m em punyai sisa bonggol jagung dan


tem bakau, jadi senang sekali kam i berada di tem pat itu. Kem udian
m erangkak keluar m elalui lubang dan pulang, dengan tangan
kam i seolah-olah baru dikunyah-kunyah anjing. Tom gem bira
hatinya. Katanya inilah perm ainan yang paling m enyenangkan
dalam hidupnya, juga paling banyak m em pergunakan akal. Bila
324 Mark Twain

saja kehendaknya bisa berlaku, pastilah sepanjang hidup kam i


akan terus m ewariskan rencana-rencana itu untuk dikerjakan
oleh anak-anak kam i. Tom percaya bahwa m akin lam a J im akan
m akin m enyukai peran yang dilakukannya. Bila J im bisa ditawan
untuk delapan puluh tahun, m aka kam i akan m em buat sejarah,
dan nam a kam i akan tergabung pada kelom pok nam a-nam a
orang term ashyur.
Pagi harinya kam i pergi ke tem pat kayu api. Kam i potong-
potong tem pat lilin dengan kapak hingga jadi beberapa potong
kecil. Potongan-potongan itu serta sendok tim ah dim asukkan
Tom ke dalam sakunya. Kam i pergi ke pondok orang-orang
negro. Sem entara aku m em ikat perhatian Nat, Tom m em asukkan
potongan tem pat lilin ke dalam sebuah kue jagung yang sudah
terletak di atas talam m akanan untuk J im . Kam i m engantarkan
Nat untuk m elihat bagaim ana J im m enerim a kam i itu. Bagus
sekali. Waktu J im m enggigit kue itu, ham pir saja sem ua giginya
hancur. Tapi air m uka J im tak berubah sedikit pun, ia hanya
berbuat seolah-olah tergigit sebutir kerikil yang biasa terjadi bila
m akan kue atau roti. Tapi setelah peristiwa itu, J im tak pernah
m enggigit langsung m akanannya, selalu lebih dulu dicocoknya
tiga atau em pat kali dengan garpunya.
Waktu kam i sem ua berdiri di dalam pondok yang rem ang-
rem ang itu, tiba-tiba alas tem pat tidur J im m enggelem bung,
dan seekor anjing keluar dari bawah tem pat tidur. Kem udian
m uncul lagi yang lain, hingga sekejap saja di tem pat itu telah
http://facebook.com/indonesiapustaka

ada sebelas ekor an jin g, berdesak-desak hin gga sukar bagi


kam i untuk bernapas. Astaga, agaknya kam i lupa m enutup
pintu sengkuap, dan anjing-anjing itu m asuk lewat lubang yang
kam i gali! Nat hanya berteriak sekali, “Hantu!” dan roboh ke
lantai, m engerang-erang bagaikan orang sekarat. Tom m em buka
pintu pondok, m enyam bar sepotong daging dari piring J im dan
Petualangan Huckleberry Finn 325

m elem parkannya ke luar. Anjing-anjing itu m engejar daging


tersebut. Dua detik kem udian Tom juga keluar dan beberapa saat
setelah itu kem bali m asuk, m enutup pintu. Aku yakin ia tadi keluar
untuk m enutup pintu sengkuap. Kini ia m engurus Nat, m em bujuk
serta m em belai-belainya, m enanyakan apakah ia m elihat sesuatu
lagi. Nat bangkit, m engedip-ngedipkan m ata dan berkata, “Tuan
Sid, pasti Tuan akan m engatakan bahwa aku seorang yang sangat
tolol. Tapi berani m ati aku baru saja m elihat sejuta ekor anjing,
atau iblis atau entah apa. Aku tidak berdusta, Tuan Sid. Aku
bahkan telah m enyentuh, aku m enyentuh m ereka, Tuan, m ereka
m engelilingiku. Oh, kenapa aku tadi tidak m enerkam salah satu
di antara m ereka, coba saja, sekali saja aku bisa m encengkeram
m ereka. Tapi aku ingin agar m ereka tak m engganggu aku lagi.”
“Dengar kataku, Nat, dengar apa yang terpikir olehku,” kata
Tom . “Coba, m engapa hantu-hantu itu selalu datang kem ari
tepat pada waktu sarapan negro itu? Karena m ereka lapar,
itulah sebabnya. Buat sebuah kue hantu, dan m ereka tak akan
m engganggum u lagi.”
“Tapi, Tuan Sid, bagaim ana aku bisa m em buat sebuah kue
hantu bila aku tak tahu caranya? Belum pernah kudengar tentang
kue hantu.”
“Kalau begitu, biarlah kubuatkan engkau sebuah.”
“Betul begitu, sayang? Betul akan kau buatkan, Tuan Sid? Oh,
rela aku m encuci tanah tem patm u berpijak.”
“Akan kubuatkan, hanya untukm u, sebab kau begitu baik
hati m em perbolehkan kam i m elihat negro ini. Tapi kau harus
http://facebook.com/indonesiapustaka

berhati-hati. Bila kam i sedang m em buat kue hantu itu, kau tak
boleh m enghadap kam i. Dan apa pun yang kam i taruh di talam
m akanan, anggap saja tidak ada. Dan jangan m elihat kalau J im
sedan g m en gan gkat m akan an dari talam n ya, sebab sesuatu
akan terjadi, entah apa. Yang paling penting, jangan kau pegang
barang-barang untuk para hantu itu.”
326 Mark Twain

“Mem egangnya, Tuan Sid? Apa yang Tuan katakan ini?


Walaupun diupah sepuluh ratus ribu juta dolar, aku tak akan m au
m erabanya.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
JIM MENDAPAT KUE HANTU

BERES SUDAH. Kam i pergi ke tem pat tum pukan sam pah di
halam an belakang. Tem pat itu penuh dengan sepatu-sepatu
tua, botol-botol pecah, barang-barang seng yang telah rusak,
dan sebagainya. Kam i aduk-aduk hingga kam i tem ukan sebuah
baskom seng. Kam i tutup lubang-lubang pada baskom itu sedapat-
dapatnya, sebab baskom itu akan kam i gunakan untuk m em buat
roti. Kam i sim pan baskom tadi di gudang di bawah tanah setelah
kam i isi dengan tepung curian. Kem udian kam i m enunggu waktu
sarapan. Tom m enem ukan dua batang paku besar, yang katanya
cukup baik untuk m enuliskan kesedihan seorang tawanan di
http://facebook.com/indonesiapustaka

dinding penjaranya. Salah sebuah paku itu dim asukkannya ke


dalam saku celem ek Bibi Sally yang tergantung di sebuah kursi.
Satunya lagi kam i selipkan di pita yang m elilit topi Pam an Silas
yang waktu itu terletak di atas bufet. Kam i dengar dari anak-anak
bahwa ayah m ereka akan m engunjungi si negro pelarian pagi ini.
Waktu pergi ke m eja m akan Tom berhasil m em asukkan sendok
328 Mark Twain

tim ahnya ke saku jas Pam an Silas. Kam i duduk, m enunggu


datangnya Bibi Sally.
Bibi Sally datang dengan m uka m erah, m arah, dan begitu
m urka hingga ham pir tak bisa m enunggu doa selesai diucapkan.
Segera setelah doa selesai ia m engaduk kopi dengan satu tangan
dan m engetuk kepada seorang anak yang terdekat dengan jari
tangan yang lain sam bil berkata, “Telah kucari ke m ana-m ana,
tapi sam a sekali tak bisa kum engerti apa yang telah terjadi
dengan bajum u!”
Hatiku bagaikan rontok jatuh di antara paru-paru, jantung
dan isi perutku. Pada saat yang sam a sebutir jagung m asuk
tersekat dalam ternggorokanku. Aku terbatuk hingga butir jagung
itu terlem par ke luar, m elintasi m eja, m endarat tepat di m ata
seorang anak yang saat itu juga m elingkar bagaikan cacing di
m ata kail. Tom juga pucat sesaat, dan selam a seperem pat m enit
ribut sekali di m eja itu. Bila saja ada yang m enawarku, separuh
harga saja aku akan m au asal aku bisa bebas dari m eja itu. Tapi
setelah itu keadaan tenang kem bali, kekacauan tadi disebabkan
persoalan yang diajukan Bibi Sally begitu m endadak.
“Mem ang aneh sekali,” kata Pam an Silas, “aku tak m engerti
juga. Aku tahu betul baju itu telah kutanggalkan sebab....”
“Sebab yang kau pakai hanyalah sehelai kem eja! Dengarkan
saja kata-katanya! Aku tahu bahwa kau telah m enanggalkan
baju itu, dengan cara yang lebih baik daripada cara otakm u yang
tum pul itu, sebab kem arin kulihat baju tersebut di tali jem uran,
kulihat dengan m ata kepalaku sendiri! Tapi kini baju itu hilang!
Dan terpaksa kau harus memakai baju lanel merah itu sampai
http://facebook.com/indonesiapustaka

aku punya waktu untuk m em buatkan sebuah baju baru lagi


untukm u. Baju yang ketiga dalam waktu dua tahun! Waktuku
habis hanya untuk m em buat bajum u saja, dan entah kau apakan
saja sem ua bajum u itu. Sesungguhnya kau sudah harus bisa
m engurus baju itu lebih baik!”
Petualangan Huckleberry Finn 329

“Aku tahu, Sally, telah kucoba dengan sebaik-baiknya. Tapi


jangan hanya m enyalahkan aku, sebab aku hanya berurusan
den gan baju bila sedan g kupakai! Kukira aku tak pern ah
m enghilangkan sebuah baju yang sedang kupakai, satu pun tak
pernah.”
“Bukan salahm u bila kau tak pernah m enghilangkan baju
yang sedang kau pakai, Silas, bila kau bisa pasti sudah kau
hilangkan juga. Dan bukan hanya baju yang hilang, sebuah
sendok juga. Tadinya ada sepuluh buah sendok, kini tinggal
sem bilan. Mungkin bajum u dibawa lari anak sapi, tapi aku
m erasa yakin bahwa sendok itu bukanlah hilang karena dibawa
anak sapi. Bukan itu saja yang hilang....”
“Apa lagi, Sally?”
“Apa lagi! Enam batang lilin! Mungkin tikus-tikus yang
m encuri lilin itu, aku heran, m engapa sam pai saat ini rum ah
kita ini belum dihabiskan m ereka karena kau selalu m enunda-
nunda untuk m enutupi lubang-lubang tikus itu. Bila tikus-tikus
itu sedikit cerdik m ereka akan lebih selam at m em buat sarang
di ram butm u, Silas, sebab kau tak akan m enyadarinya. Tapi aku
tahu betul kau tak akan bisa m enyalahkan tikus-tikus itu.”
“Sally, aku m em an g bersalah, kuakui itu. Aku selalu
berhalangan, tapi tak akan kubiarkan esok hari berlalu tanpa
kututupi lubang-lubang tikus itu.”
“Oh, jangan tergesa-gesa, tahun depan saja tak apa. Matilda
An gelin a Aram in ta PH ELPS!” tudun g jari besi Bibi Sally
m enghantam jari anaknya yang sedang terulur untuk m encuri
http://facebook.com/indonesiapustaka

gula dari tem pat gula. Tangan itu tertarik kem bali secepatnya.
Lize, budak wanita negro, saat itu m uncul dan berkata, “Nyonya,
sehelai sprei hilang.”
“Sprei hilang? Ya am pun!” seru Bibi Sally.
“Hari ini juga akan kusum bat lubang-lubang tikus itu,” kata
Pam an Silas dengan sedih.
330 Mark Twain

“Oh, tutup m ulut!” bentak Bibi Sally. “Kau kira tikus-tikus itu
yang m encuri sprei tersebut? Di m ana hilangnya, Lize?”
“Saya tak tahu, Nyonya. Kem arin m asih ada di tali jem uran,
tapi kini tak ada lagi. Lenyap.”
“Pastilah kiam at akan tiba! Belum pernah aku alam i kejadian
seperti ini. Baju, sprei, sendok, enam batang li....”
“Nyonya,” seorang gadis, pem bantu rum ah tangga, m uncul,
“tem pat lilin hilang satu.”
“Pergi kau dari sini sebelum kupukul dengan penggorengan
kau!”
Bibi Sally bagaikan m endidih karena m arahnya. Hatiku tak
keruan. Bila ada kesem patan, aku telah lari dan bersem bunyi
ke hutan sam pai cuaca baik kem bali. Ia terus saja m engom el,
m engobrak-abrik keadaan dunia ini seorang diri sem entara yang
lain tak berani bercuit sedikit pun, tunduk dan m akan dengan
diam -diam . Tiba-tiba rentetan kata-kata Bibi Sally terhenti,
m ulutnya m enganga, kedua tangan terangkat. Pam an Silas dengan
wajah tolol m em perhatikan sendok yang baru saja dikeluarkan
dari sakunya. Bila aku jadi Pam an Silas, rasanya aku baru akan
lega bila bisa m enyingkir saat itu juga ke Yerusalem atau tem pat
jauh lainnya.
“Sudah kuduga!” seru Bibi Sally, “selam a ini sendok itu ada
di sakum u! Dan pasti barang-barang lainnya juga ada di sana.
Bagaim ana sendok itu bisa berada di sakum u?”
“Aku sam a sekali tak tahu, Sally,” jawab Pam an Silas dengan
sangat bingung, “kalau tahu pasti sudah kukatakan. Sebelum
sarapan tadi aku sedang m em pelajari Kisah Rasul-rasul ayat
http://facebook.com/indonesiapustaka

tujuh belas. Mungkin tanpa kusadari kutaruh sendok ini di


sakuku, sedang yang akan kum asukkan sebenarnya adalah Kitab
Injilku. Nanti kulihat. Bila Injilku m asih di tem pat sem ula, berarti
Injil itu belum kum asukkan ke dalam saku. Itu berarti bahwa Injil
itu kuletakkan dan sendok ini kum asukkan. J adi....”
“Oh, dem i Tuhan! Biarkan aku beristirahat! Pergi kalian,
Petualangan Huckleberry Finn 331

pergilah kalian sem uanya, jangan dekati aku lagi sebelum hatiku
tenang kem bali.”
J an gan kan kata-kata itu diucapkan , walaupun baru
dipikirkan pasti perintah sem acam itu akan terdengar jelas
olehku. Dan m isalkan aku sudah m ati, rasanya aku akan bangkit
dan m elakukan perintah tersebut. Waktu kam i m elintas ruang
tam u, Pam an Silas sedang m engangkat topinya. Paku yang kam i
selipkan jatuh ke lantai. Diam bilnya paku tersebut, diletakkan
di atas perapian tanpa berkata sepatah pun, dan ia keluar. Tom
m elihatnya, teringat akan peristiwa sendok tadi, katanya, “Ia
tak bisa dipercaya, tak guna m engirim sesuatu m elalui dia.
Tapi betul-betul ia telah m enolong kita karena sendok itu,
walaupun di luar pengetahuannya. Baiklah, kita tolong dia tanpa
sepengetahuannya pula. Kita sum bat lubang-lubang tikus itu.”
Ternyata lubang-lubang tikus itu banyak sekali, di dalam
gudang di bawah tanah. Sejam baru kerja kam i selesai, tapi kerja
kam i itu betul-betul m em uaskan, kuat dan rapi. Baru saja selesai,
kam i dengar seseorang m enuruni tangga ke tem pat itu. Cepat-
cepat kam i m atikan lilin dan bersem bunyi. Yang datang itu Pam an
Silas, sebelah tangan m em bawa lilin, tangan lainnya m em bawa
kain-kain untuk sum bat, berjalan dengan m ata kosong seakan-
akan m elam un. Dari satu lubang ia pergi ke lubang berikutnya,
sam pai sem ua lubang selesai diperiksanya. Akhirnya ia berdiri
diam , kira-kira lim a m enit term enung sem entara tangannya
m em bersihkan lilin-lilin yang m enetes. Setelah itu ia berpaling,
terdengar ia berkata seorang diri, “Tak bisa kum engerti. Tak bisa
http://facebook.com/indonesiapustaka

kuingat, kapan aku m enyum bat lubang-lubang itu. Kini aku bisa
m engatakan pada Sally bahwa aku tak bisa disalahkan dalam hal
tikus-tikus itu. Tapi biarlah sudah. Andaikata kukatakan, tak akan
m em perbaiki suasana.”
Perlah an ia m en aiki tan gga kem bali, sam bil terus
m enggum am . Ia seorang tua yang sangat baik hatinya.
332 Mark Twain

Tom m erasa repot juga karen a sen dokn ya tak ada, ia


berpikir m encari cara untuk m engam bil lagi sendok itu. Akhirnya
didapatnya cara yang dianggapnya bagus, dan aku diberi tahu.
Kam i keluar dari gudan g, berm ain -m ain dekat keran jan g
sendok. Waktu Bibi Sally m asuk, Tom pura-pura m enghitung
sendok-sendok itu dengan m enjajarkannya ke sam ping. Aku
m enyelusupkan sebuah di antaranya ke dalam lengan bajuku, dan
Tom berkata, “Wah, sendoknya m asih saja kurang satu. Ini hanya
sem bilan!”
“Pergi kau berm ain!” bentak Bibi Sally, “jangan ganggu aku
lagi. Aku lebih tahu, telah kuhitung sendiri.”
“Aku telah m en ghitun gn ya dua kali, Bibi, dan han ya
sem bilan.”
Kesabarannya tam pak habis, tapi dihitungnya juga sendok-
sendok itu. “Astaga! Mem ang hanya sem bilan! Ke m ana yang...
persetan, biarlah kuhitung lagi.”
Kuluncurkan keluar sendok yang ada di lengan bajuku, dan
selesai m enghitung Bibi Sally berkata, “Hh, sialan betul, kau. Ini,
bukankah ini sepuluh?” Tam paknya ia kesal dan m arah sekaligus.
“Tapi, Bibi, kukira tak ada sepuluh sendok di situ?”
“Otak udang! Bukankah kau lihat aku m enghitungnya tadi?”
“Aku tahu, tapi....”
“Biar kuhitung lagi.”
Aku sem bunyikan satu lagi, hingga kini tinggal sem bilan
seperti tadi. Betapa kacaunya Bibi Sally, ham pir-ham pir gila!
Berkali-kali dihitun gn ya sen dok-sen dok itu, kadan g-kadan g
http://facebook.com/indonesiapustaka

begitu bingung hingga keranjang sendok dihitungnya juga sebagai


sendok. Begitulah, tiga kali m enghitung hasilnya benar, dan tiga
kali lagi salah. Bibi tak tahan lagi, dibantingnya tem pat sendok
ke dinding di depannya, sam bil m em bentak kam i, m enyuruh
kam i pergi. Kalau sam pai kam i m engganggunya lagi sebelum
m akan siang, kam i akan dikulitinya, katanya. J adi kam i berhasil
Petualangan Huckleberry Finn 333

m endapatkan kem bali sendok yang kam i perlukan, yang kam i


m asukkan ke saku celem ek Bibi Sally waktu ia sedang m em beri
perintah untuk kabur pada kam i itu. Sebelum tengah hari J im
m enerim a kirim an kam i itu, juga paku besar yang kam i m asukkan
ke kantung Bibi sebelum sarapan tadi. Kam i m erasa am at lega
kini. Hasil yang kam i dapat berharga dua kali lipat daripada jerih
payah yang kam i keluarkan, sebab kini Bibi Sally tak akan berani
lagi m enghitung sendoknya, walaupun diancam hukum an m ati
sekalipun. Lagi pula biarpun ia berani m enghitung, ia tak akan
percaya akan hasil hitungannya itu, walau pun benar. Bila selam a
tiga hari ia bisa kam i goda dalam m enghitung sendok, pasti ia
akan m engancam akan m em bunuh sem ua orang yang berani
m enyuruh ia m enghitung sendok.
Malam itu kam i kem balikan sprei ke tali jem uran, dan
m encuri sprei lainnya dari lem ari. Selam a dua hari kam i ulang-
ulan g, m en curi dan m en gem balikan lagi serta sebalikn ya,
hingga akhirnya Bibi Sally tak tahu lagi berapa sprei yang
dipunyainya—tak peduli lagi—dan tak akan m enyiksa hatinya
dengan m enghitung-hitung sprei lagi sepanjang hidupnya. Lebih
baik m ati daripada m enghitung sprei, katanya.
Kini kam i tak bisa dicurigai lagi. Sprei, baju, sendok, dan
lilin dibereskan oleh anak sapi, tikus dan kebingungan Bibi Sally
dalam m enghitung, sedang tentang tem pat lilin itu kam i tak
pedulikan, akhirnya Bibi akan lupa juga.
Tapi pem buatan kue untuk J im betul-betul bukan suatu
pekerjaan ringan. Kam i m em asaknya di dalam hutan. Akhirnya
http://facebook.com/indonesiapustaka

kam i berhasil juga den gan m em uaskan , tapi m en ghabiskan


waktu lebih dari sehari. J uga lebih dari tiga baskom tepung kam i
habiskan, di sam ping kulit beberapa anggota badan kam i hangus,
m ata m erah karena asap. Soalnya kam i ingin m em buat sebuah
kue besar yang di dalam nya kosong. Berulang kali kue yang telah
jadi luluh lantak hingga terpaksa kam i buat lagi. Tapi akhirnya
334 Mark Twain

kam i m endapat suatu cara yang tepat, yaitu akan kam i m asak
tangga tali kam i bersam a-sam a dengan tepungnya. Sem alam
suntuk kam i m erobek-robek sprei untuk dijadikan serpihan-
serpihan kecil yang kem udian kam i pilin. Mem buatnya di dalam
pondok J im , dengan bantuan penuh dari J im . Menjelang pagi,
jadilah sebuah tangga tali yang am at bagus. Kam i anggap telah
m enghabiskan waktu sem bilan bulan untuk m em buat tangga
tersebut.
Menjelang tengah hari kam i bawa tangga tali itu ke hutan,
untuk di m asak di dalam kue. Tapi ternyata tak m uat. Mem ang
karena terbuat dari sehelai sprei besar, rasanya tangga tali itu
akan cukup untuk m em buat em pat puluh buah kue, sedang
sisanya m asih cukup untuk sup atau sosis atau apa saja yang kam i
kehendaki. Bahkan tak akan habis rasanya untuk m akan siang.
Tapi kam i tak m em butuhkan m akanan lainnya itu. Yang
kam i butuhkan hanyalah kue itu, jadi kam i am bil saja tangga tali
secukupnya, sisanya kam i buang. Kue-kue yang gagal dan yang
berhasil tidaklah kam i m asak di baskom , sebab kam i takut kalau
soldernya leleh oleh panas api. Kam i pakai pem anas kuningan
m ilik Pam an Silas. Baskom pem anas itu sangat dihargainya,
sebab benda itu m erupakan warisan turun-tem urun, pernah
dim iliki oleh salah seorang nenek m oyangnya yang berlayar
dengan William si Penakluk, dari Inggris ke negeri ini, dengan
n aik kapal Maylower atau kapal kun o lain n ya, lupa aku
nam anya. Baskom pem anas ini disim pannya di loteng, dengan
barang-barang lain yang dianggapnya berharga. Berharga bukan
http://facebook.com/indonesiapustaka

karena kegunaannya, sebab sem uanya tak bisa digunakan lagi,


tapi karena kunonya. Diam -diam kam i am bil baskom pem anas
bertangkai kayu panjang itu, kam i bawa ke hutan. Kue pertam a
yang kam i buat sam a sekali tak berupa kue, sebab kam i belum
berpengalam an. Tapi kue yang terakhir indah sekali. Baskom
pem anas itu kam i lapisi adonan, kam i panaskan di atas bara.
Petualangan Huckleberry Finn 335

Tangga tali kam i m asukkan, kam i beri lapisan adonan lagi di


atasnya, tutup kam i pasang, di atas tutup kam i beri bara panas.
Kam i tak kepanasan sebab kam i tinggal m em egang tangkai
baskom yang lim a kaki panjangnya itu sam bil berteduh. Lim a
belas m enit kem udian selesailah sudah, sangat m em uaskan untuk
dilihat. Tapi siapa pun yang m em akannya paling sedikit harus
m enyediakan dua tong besar cukit gigi sebab sudah pasti giginya
akan dibelit-belit oleh tangga tali itu. Dan sudah pasti juga ia akan
m enderita sakit perut bahkan sam pai akhir hidupnya.
Nat sam a sekali tak m elihat waktu kue itu kam i taruh di
talam m akanan J im . Di bawah m akanan itu kam i taruh pula tiga
buah piring seng, jadi kini barang-barang J im lengkap sudah.
Segera setelah J im sedirian, dipecahkannya kue itu, tangga
talinya diam bil dan disem bunyikan di bawah kasur. Berbagai tanda
digoreskannya di bawah kasur yang kem udian dilem parkannya ke
luar lewat lubang jendela.
http://facebook.com/indonesiapustaka
DI SINI HATI SEORANG TAWANAN
PECAH

MEMBUAT PENA adalah pekerjaan yang paling sukar, begitu juga


m em buat gergaji. Tapi m enurut J im lebih sukar lagi m em buat
tulisan, yaitu tulisan yang harus digoreskannya di din ding. Tom
m engharuskan J im berbuat dem ikian, sebab tak pernah ada
kejadian seorang tawanan penting tak m enulis sesuatu di dinding
dan m enggam barkan lam bang kebangsawanannya.
“Lihat saja Putri J ane Grey,” kata Tom , “atau Giliford Dudley.
Atau si tua Northum erland. Huck, m eskipun bagaim ana sukarnya,
harus juga dikerjakan, sebab bagaim ana kau bisa cari jalan lain?
http://facebook.com/indonesiapustaka

J im harus m eninggalkan coretan tulisan dan lam bangnya. Sem ua


berbuat bagitu.”
“Tapi, Tuan Tom , aku sam a sekali tak punya lam bang.” kata
J im .
“Ya, J im benar, Tom , ia tak punyai lam bang,” kataku,
“m engerti saja tidak.”
Petualangan Huckleberry Finn 337

“Aku tahu. Tapi berani bertaruh sebelum ia keluar dari sini


ia akan m em punyai sebuah lam bang,” kata Tom . “Sebab larinya
dari sini dengan m engikuti segala peraturan yang ada, tanpa
m enyalahi peraturan sedikit pun.”
Dem ikian lah, sem en tara aku dan J im m asin g-m asin g
m em buat pen a den gan m en ggosokkan sen dok kun in gan ke
sebuah batu bata, Tom m em ikirkan rancangan lam bang untuk
J im . Akhirnya ia berkata bahwa ia telah m endapat banyak
sekali ilham untuk lam bang-lam bang itu hingga bingung m ana
yang akan dipilihnya. Tapi ada satu yang kira-kira pantas untuk
dipilih, katanya, “Lam bang itu akan berbentuk sebuah perisai.
Di bagian kanan bawah kita lukiskan sebuah lengkungan or,
di bagian fess gam bar jin jahat, dalam m urrey dengan seekor
anjing sebagai lam bang tuduhan um um . Di bawah kakinya kita
gam barkan rantai sebagai lam bang perbudakan. Seekor burung
dalam vert, dan tiga garis m enyolok dalam latar belakang azure.
J im tadi berdiri m enantang, dan kita buat dengan gam bar tim bul.
Di bagian crest, kita gam barkan seorang negro pelarian, sable,
bungkusan pakaiannya di ujung tongkat pada bar sinister, dua
gule m enjaga penduduknya, m elam bangkan Huck dan aku, dan
sem boyan lam bang itu berbunyi: Maggiore fretta, m inore otto.
Kudapat dari sebuah buku, artinya: Makin tergesa-gesa, m akin
lam bat.”
“Minta am pun, tapi apa arti kata-kata yang lain itu?” ta nyaku.
“Tak ada waktu untuk m enerangkan. Kita harus segera
m enyelesaikan pekerjaan kita.”
“Biarlah sebagian saja, m isalnya, apakah arti fess itu?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

”Fess... fess... kau tak usah tahu arti fess. Akan kuterangkan
pada J im cara m em buatnya.”
“Wah, Tom , m asak kau tak m au m enerangkan padaku?” aku
bertanya terus. “Baiklah, apakah bar sinister?”
“Oh. Aku tak tahu. Bagaim anapun J im harus m em punyai
sebuah lam bang seperti juga para bangsawan lainnya.”
338 Mark Twain

Begitulah kebiasaan Tom , bila tak berkenan di hatinya


untuk m enerangkan sesuatu, walaupun sem inggu kita kejar terus
dengan pertanyaan, tak akan diterangkannya.
J adi rancangan lam bang itu sudah bisa dianggap selesai.
Kini ia m em ikirkan rancangan terakhir, m erencanakan pesan-
pesan m engharukan yang harus ditulis oleh J im di dinding
pondok. Katanya sem ua tawanan selalu m eninggalkan pesan
seperti itu, jadi J im juga tak terkecuali. Tom cepat saja berhasil
m engarang beberapa kalim at, dituliskannya pada secarik kertas
dan dibacakan pada kam i, dem ikian:

1. Di sini hati seorang taw anan pecah.


2. Di sini seorang taw anan y ang m alang, dilupakan oleh
dunia dan sem ua sahabatny a, m ati m erana karena kesedihan.
3. Di sini sebuah hati y ang selalu kesepian hancur, jiw a y ang
telah beristirahat setelah m enjalani m asa tahanan seorang diri
selam a tiga puluh tujuh tahun.
4. Di sini tak berkaw an dan tak bertem pat tinggal, setelah
tiga puluh tujuh tahun m enjalani m asa tahanan y ang pahit,
seorang bangsaw an asing, putra kandung Louis XIV, m angkat.

Suara Tom gem etar waktu m em bacakan sem ua itu, ham pir
saja ia m eneteskan air m ata. Selesai m em baca ia tak tahu
m an a yan g akan dipilihn ya un tuk ditulis oleh J im , sem ua
begitu bagus. Akhir nya ia m em utuskan m enyuruh J im m enulis
sem uanya. Menurut J im , ia akan m em erlukan waktu setahun
http://facebook.com/indonesiapustaka

untuk m enuliskan itu sem ua di dinding balok itu dengan sebatang


paku. Dan lagi ia tak bisa m enulis, tapi Tom berkata ia akan
m enuliskan sem ua kata-kata tadi dalam huruf cetak, jadi J im
tinggal m encontoh saja. Segera juga ia berkata lagi, “Tunggu,
setelah kupikir-pikir, din ding balok ini tak sesuai dengan m aksud
kita. Tawanan kerajaan tak pernah ditawan dalam sebuah penjara
Petualangan Huckleberry Finn 339

berdinding balok, bia sanya dindingnya terbuat dari batu, dan


pada batu itulah m ereka m eninggalkan pesan-pesannya. Baiklah,
kalau begitu akan kita bawa sebuah batu kem ari, dan J im harus
m enuliskan kata-kata tadi pada batu itu.”
J im berkata batu lebih buruk daripada dinding balok, untuk
m enuliskan sem ua itu ia akan m em butuhkan waktu cukup lam a
hingga ia tak akan bisa keluar dari penjara dengan selam at.
Tom m en ghiburn ya den gan m en gatakan bahwa aku akan
m em bantunya m enulis. Tom m em eriksa apa kem ajuan yang
kam i capai dalam pem buatan pena. Mem ang pekerjaan berat,
bila ada kem ajuan tak terlihat sam a sekali, kecuali tanganku yang
sudah sakit bertam bah sakit lagi. Melihat itu Tom berkata, “Aku
tahu bagaim ana cara m em ecahkan persoalan ini. Pesan-pesan itu
akan kita tulis di batu, begitu juga lam bangnya. Sam bil m enyelam
m inum air. Di penggergajian kulit ada sebuah batu asah, batu
gerinda besar. Cukup besar untuk keperluan kita tadi, lagi pula
kita bisa jadikan batu asahan untuk m em buat pena.”
Suatu pikiran yang baik, dan ternyata kem udian batu gerinda
itu juga sangat hebat. Tapi kam i telah sepakat untuk m encurinya,
tak bisa ditawar-tawar lagi. Belum lewat tengah m alam . Kam i
keluar, m eninggalkan J im bekerja sendiri. Mudah sekali m encuri
batu gerinda itu, tapi sukar m em bawanya ke pondok. Mula-m ula
kam i gelindingkan, suatu pekerjaan yang sulit. Setelah bersusah
payah, sering kali batu gerinda itu ham pir m enim pa kam i. Bila
saja tertim pa, pasti hancur tulang-tulang kam i. Tom berkata
sebelum m encapai pondok pasti salah seorang di antara kam i
http://facebook.com/indonesiapustaka

akan jadi korban. Baru setengah jalan kam i terpaksa takluk,


tenaga habis dan tubuh m andi keringat. Kam i segera sadar
bahwa tanpa bantuan, kerja kam i akan sia-sia. Kam i panggil J im
untuk m em bantu. Mudah saja J im m engangkat tem pat tidurnya,
m elepaskan gelang rantai di kaki tem pat tidurnya, m elepaskan
gelang rantai di kaki tem pat tidur itu. Rantainya yang panjang
340 Mark Twain

dibelit-belitkannya di leher, kem udian kam i m erangkak keluar


lewat terowongan yang kam i gali. Dengan bantuan J im m udah
saja kam i m enggelindingkan batu gerinda besar itu ke pondok.
Yang bekerja hanya aku dan J im , Tom m em beri perintah. Mem ang
dalam m em beri perintah Tom m engalahkan sem ua anak. Ia tahu
cara m engerjakan apa saja.
Terowongan yang kam i buat sangat besar, tapi ternyata
tidak cukup besar untuk lewat batu gerinda itu. J im segera
m engam bil cangkul dan m em buat lubang itu lebih besar lagi
hingga batu gerinda bisa m asuk. Tom m enggoreskan kalim at-
kalim at yang dikarangnya tadi di batu gerinda tersebut, kem udian
J im m enatah bekas goresan Tom dengan paku dan sebuah kunci
pintu besi besar sebagai palu. J im harus bekerja terus sam pai
lilinnya m ati. Bila lilin padam , ia boleh tidur, batu gerinda itu
harus disem bunyikannya di bawah kasurnya. Kam i m enolong J im
m em asukkan gelang rantainya kem bali ke kaki tem pat tidur, dan
bersiap-siap untuk pulang. Tapi Tom m em ikirkan sesuatu lagi,
dan bertanya pada J im , “J im , di sini ada laba-laba?”
“Tidak, Tuan, dan aku bersyukur karena itu.”
“Baiklah. Akan kam i carikan bebrapa ekor untukm u.”
“Selam atlah kiranya kau, Sayang. Aku sam a sekali tak ingin
ada laba-laba di sini. Aku takut pada laba-laba, lebih baik
berkawan dengan ular keluntang daripada dekat dengan laba-
laba.”
Tom berpikir lagi sebentar, “Baik juga itu. Dan kukira itu
juga pernah dilakukan orang. Masuk akal. Ya, pikiran yang sangat
http://facebook.com/indonesiapustaka

bagus. Di m ana bisa kau pelihara?”


“Pelihara apa, Tuan Tom ?”
“Ular-ular keluntang itu.”
“Astaga, Tuan Tom ! Bila ada ular keluntang m asuk kem ari,
aku akan m elarikan diri keluar dengan jalan m enubruk dinding
balok itu, yakin, dengan kepalaku!”
Petualangan Huckleberry Finn 341

“J im , setelah beberapa lam a, engkau tak akan takut pada


ular-ular itu. Kau bisa m enjinakkannya.”
“Menjinakkan ular!”
“Ya, m udah sekali. Setiap binatang selalu punya rasa terim a
kasih untuk kebaikan hati kita, karena belaian kita, dan m ereka
tak akan punya kehendak untuk m enyakiti orang yang m em belai-
belai m ereka. Setiap buku akan m em benarkan kata-kataku ini.
Kau bisa m encobanya. Hanya itulah yang kum inta, coba saja
untuk dua atau tiga hari. Kau akan heran bagaim ana ular-ular
itu akan m encintaim u, tak ingin jauh lagi darim u, dan m alah
m em biarkan dirinya kau lingkarkan di leher serta kau m asukkan
kepalanya ke dalam m ulutm u.”
“Oh, Tuan Tom , jangan berkata begitu. Aku tak tahan m en-
dengarnya. Dia m em perbolehkan aku m em asukkan kepalanya
ke dalam m ulutku, sebagai rasa terim a kasih, bukan ? Aku
yakin ia akan m enunggu lam a sekali sam pai aku m inta agar ia
m em asukkan kepalanya ke dalam m ulutku. Aku pun tak ingin dia
tidur bersam aku.”
“J im , jangan begitu tolol. Seorang tawanan harus m em punyai
hewan peliharaan. Mem ang, sam pai saat ini belum ada yang
m encoba m em elihara ular keluntang, karena itu sebagai orang
pertam a kau akan m enjadi sangat term asyhur.”
“Tuan Tom , aku tak ingin kem asyhuran sem acam itu. Bila
ular itu m enggigit dagu J im , di m ana letak kem asyhuran itu?
Tidak, Tuan, aku tak ingin berbuat serupa itu.”
“Terkutuk, tapi bukankah kau bisa m encobanya? Aku hanya
http://facebook.com/indonesiapustaka

ingin agar kau m encobanya, bila gagal tak usah kau teruskan.”
“Soalnya bukan gagal atau tidak, Tuan Tom , sekali ular
keluntang itu m enggigitku, beres sudah, tak usah Tuan repot-
repot lagi. Apa pun yang Tuan kehendaki akan kukerjakan, tapi
kalau Tuan dan Huck m em bawa ular keluntang kem ari, lebih baik
aku saja yang pergi.”
342 Mark Twain

“Baiklah! Baiklah! Keras kepala benar kau ini. Akan kam i


carikan ular tali untukm u, kita ikatkan kancing baju di ekornya
dan kita anggap saja ular keluntang. Rasanya hanya itu yang bisa
kita kerjakan dalam hal ini.”
“Kalau hanya m em elihara ular tali aku tak keberatan, tapi
sebenarnya tanpa ular itu pun aku m asih bisa hidup. Berat juga
kiranya jadi tawanan ini.”
“Mem ang berat, sebab kau jadi tawanan m enurut cara yang
benar. Ada tikus di sini, J im ?”
“Tidak, Tuan, seekor pun tidak.”
“Akan kam i bawakan beberapa ekor untukm u.”
“Wah, Tuan Tom , aku tak inginkan tikus! J angan-jangan
aku diganggu m ereka terus, bila aku tidur pasti m ereka berlarian
di tubuhku, m enggigit kakiku. Tidak, Tuan, lebih baik aku akan
m em elihata ular tali, tapi jangan suruh aku m em elihara tikus.”
“Sem ua tawanan yang baik m em elihara tikus, J im , jadi kau
pun harus. J angan m em bantah lagi. Tak pernah ada tawanan yang
tak m em elihara tikus. Tak pernah ada. Tikus-tikus itu m ereka
latih, m ereka belai-belai, m ereka ajar berbagai kepan daian ,
hingga m e reka sangat bersahabat dengan si tawanan. Tapi kau
harus m ain m usik untuk m ereka. Ada alat m usik apa di sini?”
“Biasanya aku m ain m usik dengan m eniup secarik kertas
yang kutem patkan di sisir. Dan aku juga punya sebuah kecapi
yahudi. Tapi agaknya tikus tak suka m endengar suara kecapi.”
“Siapa bilan g. Tikus tak peduli alat m usik apa yan g
disem bunyikan. Kecapi cukup baik bagi seekor tikus. Sem ua
binatang suka akan m usik, terutam a dalam penjara. Teristim ewa
http://facebook.com/indonesiapustaka

bila m usik yang dim ainkan m usik sedih. Bukankah hanya m usik
sedih yang bisa kau m ainkan dengan kecapi yahudi? Tikus-tikus
pasti akan datang, ingin tahu m engapa kau bersedih. Ya, beres
sudah kau kini. Sebelum tidur atau sesudah bangun duduklah
sebentar, m ainkan lagu “Mata Rantai Terakhir Patah Sudah”.
Tak sam pai dua m enit, m ata tikus, ular, dan laba-laba akan
Petualangan Huckleberry Finn 343

datang untuk m engetahui m engapa kau bersedih. Mereka akan


m engerum u nim u, bergem bira ria.”
“Ya, m ereka akan bergem bira ria, Tuan Tom , tapi apakah J im
ini juga akan gem bira ria? Sam a sekali tak m asuk di akal. Tapi
baiklah, bila aku harus m em buat binatang-binatang itu tem an,
baiklah, akan kuhibur m ereka daripada aku harus bertengkar
dengan m ereka.”
Tom berpikir-pikir sebentar, kalau-kalau ada yang kelewatan.
Kem udian ia berkata, “Oh ya, ham pir lupa. Kau bisa m enanam
bunga di sini, J im ?”
“Aku tak tahu, m ungkin bisa, Tuan Tom . Tapi tem pat ini
begitu gelap, dan aku tak tahu apa gunanya bunga, kecuali
m em buat capai dan lelah saja.”
“Bagaim anapun, coba saja. Beberapa orang tawanan berhasil
m engerjakannya.”
“Pokok kem bang m ullen yang seperti ekor m acan itu m ungkin
bisa tum buh di sini, Tuan Tom , tapi rasanya tak sebanding
hasilnya dengan tenaga yang dipakai untuk m enanam nya.”
“Om ong kosong. Akan kam i bawakan kau pokok m ullen itu
yang m asih kecil. Kau tanam di sudut itu, kau pelihara baik-baik.
J angan sebut m ullen, dalam penjara nam anya yang benar adalah
pitchiola. Dan harus kau siram i dengan air m atam u.”
“Astaga, Tuan Tom , saban hari aku diberi banyak sekali air
sum ur.”
“Kau tak boleh m enggunakan air sum ur, harus kau siram i
dengan air m ata. Itulah kebiasaan yang berlaku.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tuan Tom , kau kira aku bisa m em buat pokok m ullen itu
tum buh dua kali lebih cepat dengan air sum ur daripada pokok
m ullen yang dipelihara dengan air m ata.”
“Bukan begitu, tapi suatu keharusan, peraturan.”
“Pasti m ati pokok itu di tanganku, Tuan Tom , sebab aku
sangat jarang sekali m enangis.”
344 Mark Twain

Tom term enung, berpikir-pikir. Kem udian ia berkata bahwa


J im harus m encoba m encucurkan air m ata dengan bantuan
bawang putih. Tom berjanji akan m enaruh sebutir bawang di kopi
J im besok pagi. J im m enyahut ia lebih suka bila kopinya ditaruhi
tem bakau saja. J im juga berkeluh-kesah berkepanjangan karena
ia harus banyak bekerja, m enanam m ullen, m em ainkan kecapi
untuk tikus, m em belai-belai dan m em bujuk laba-laba, ular dan
sebagainya, selain itu ia juga harus m em buat pena. m encukil
tulisan di batu gerinda, m enulis catatan harian, dan lainnya,
yang betul-betul sangat berat terasa olehnya. Menjadi tawanan
lebih ban yak m em pun yai tan ggun g jawab, kesulitan , serta
kekhawatiran daripada bekerja apa saja yang pernah dialam inya.
Begitu banyak keluh-kesah J im hingga habis kesabaran Tom . Kata
Tom , J im m em iliki kesem patan-kesem patan paling indah yang
bisa dipunyai oleh seorang tawanan di m ana pun juga di dunia
ini, m endapat kesem patan besar untuk m enjadi term asyhur,
tetapi agaknya kesem patan-kesem patan itu akan terbuang sia-sia.
Mendengar itu J im m enyatakan penyesalannya, ia berjanji untuk
tidak berkeluh-kesah lagi. Aku dan Tom pergi pulang.
http://facebook.com/indonesiapustaka
TOM MENULIS SURAT KALENG

PAGI HARINYA kam i pergi ke desa, m em beli perangkap tikus


yang terbuat dari kawat. Kam i bawa perangkap tikus itu ke
gudang di bawah tanah, kam i pasang di depan lubang yang paling
banyak tikusnya. Sum bat lubang itu kam i buka, dan dalam sejam
saja kam i berhasil m enangkap lim a belas ekor tikus besar-besar.
Kam i bawa perangkap tikus yang telah penuh itu ke kam ar Bibi
Sally, kam i taruh di bawah tem pat tidurnya, sebab kam i kira
itulah tem pat persem bunyian yang paling baik. Tapi sem entara
kam i m encari laba-laba, putra Pam an Silas yang m asih kecil,
yang bernam a Thom as Franklin Benjam in J efferson Eleander
http://facebook.com/indonesiapustaka

Phelps m asuk ke kam ar ibunya, dan m enem ukan perangkap


tikus tadi. Dibukanya pintu perangkap untuk m elihat apakah
tikus-tikus itu m au keluar. Dan ternyata m em ang tikus-tikus itu
m au keluar. Waktu itulah Bibi Sally m asuk. Ketika kam i pulang
dari m encari laba-laba, kam i dapati Bibi Sally m arah-m arah di
atas tem pat tidur sam bil m enjerit-jerit sekeras suaranya. Untuk
346 Mark Twain

kelalaian kam i itu, kam i diberi hadiah gebukan dengan tongkat


pem ukul. Baru setelah bersusah-payah selam a dua jam kam i bisa
m endapatkan lim a belas atau enam belas ekor tikus, tikus-tikus
kecil. Betul-betul sialan Si Thom as Franklin itu. Belum pernah
aku m elihat tikus-tikus sebagus hasil tangkapan kam i yang
pertam a tadi.
Kam i m em punyai persediaan cukup berbagai jenis binatang
seperti laba-laba, katak, ulat, dan binatang-binatang kecil lainnya.
Kam i sudah ham pir berhasil m endapatkan sarang lebah, tapi
gagal karena lebah-lebah sedang berada di dalam nya. Kam i
tunggu saja sehingga lebah-lebah itu keluar, sebab hanya ada dua
kem ungkinan: kam i m em buat m ereka lelah di dalam sarang, atau
m ereka yang m em buat kam i lelah duduk m enunggu. Ternyata
m ereka yang m enang, terpaksa kam i pergi dengan seluruh tubuh
kesem utan, dan untuk beberapa lam a terasa sakit pantat kam i
bila duduk. Kam i cukup berhasil m engum pulkan ular. Kam i
m enangkap kira-kira dua lusin ekor ular tali dan ular rum ah.
Kam i taruh ular-ular itu di dalam sebuah karung, kam i sim pan di
kam ar kam i sebab waktu m akan m alam telah tiba. Kam i sangat
lelah, dan lapar. Selesai m akan, kam i dapati tak ada seekor ular
pun dalam karung, ternyata karung itu kurang rapat m uncungnya
hingga ular-ular tadi keluar sem ua. Tapi tak apa sebab pasti ular-
ular itu belum keluar dari rum ah. J adi beberapa di antara m ereka
pasti bisa kam i tangkap lagi. Benar dugaan kam i. Sekali-sekali
jatuh seekor ular dari rusuk atap, dan pada um um nya ular-ular
itu jatuh ke piring, atau ke punggung kam i atau leher, atau
http://facebook.com/indonesiapustaka

tem pat-tem pat yang bukan sem estinya. Ular-ular itu kulitnya
indah sekali, dan sam a sekali tak berbahaya, nam un Bibi Sally
sam a sekali tak am bil pusing, segala m acam ular sam a baginya,
dan bagaim anapun ia selalu m em benci m ereka. Bila ada seekor
ular m enjatuhinya, tak peduli ia sedang m em egang apa, barang
yang dipegangnya itu pasti dibantingkannya dan ia angkat kaki
Petualangan Huckleberry Finn 347

secepat m ungkin. Belum pernah aku m elihat seorang wanita


seperti itu. Setiap kali berteriak, kita bisa m endengarkan teriakan
itu dari J erikho, Israel. Bagaim anapun dipaksa, ia tak akan m au
m em egang ular-ular itu dengan jepit. Bila didapatinya seekor ular
di tem pat tidurnya, ia akan m elom pat turun dan lari, m enjerit-
jerit seolah-olah rum ah sedang terbakar. Ketakutannya benar-
benar m engganggu pikiran Pam an Silas, hingga Pam an Silas
berkata alangkah baiknya bila ular tak pernah diciptakan Tuhan.
Bahkan sem inggu setelah rum ah bersih dari ular, Bibi Sally
tak pernah bisa tenang. Bila ia sedang term enung m em ikirkan
sesuatu, kem udian kita sentuh lehernya dengan bulu, sudah
pasti ia akan m elonjak dan lari. Sungguh ganjil. Tapi kata Tom
m em ang begitulah kebiasaan wanita, katanya wanita diciptakan
m em punyai sifat begitu, entah dengan m aksud apa.
Setiap kali ada ular jatuh di dekat Bibi Sally, pasti kam i
dapat gebukan. Katanya gebukan itu bukanlah apa-apa bila di-
bandingkan dengan gebukan yang akan kam i terim a bila kam i
m em bawa ular lagi ke dalam rum ah. Aku tak peduli gebukan itu,
sebab m em ang ham pir tak terasa, tapi aku betul-betul sedih karena
ular-ular itu lari setelah jerih payah kam i m engum pulkan m ereka.
Tapi akhirnya terkum pul juga binatang-binatang yang kam i
perlukan. Dan betul-betul hebat pondok J im bila ia m em ainkan
m usik dan binatang-binatang m engerum uninya. J im tak senang
pada laba-laba, dan laba-laba juga tak senang pada J im , m aka
m ereka selalu m encari kesem patan untuk m engganggu J im . Kata
J im , kini ham pir tak ada tem pat baginya untuk tidur, begitu
http://facebook.com/indonesiapustaka

penuh ruangan itu dengan batu jentera, ular, dan tikus. Walaupun
tak sesem pit itu, pastilah sukar baginya untuk tidur, sebab
pondok itu kini tak pernah tenang lagi, terus saja ram ai. Sebabnya
ialah karena binatang-binatang itu tak pernah tidur dalam waktu
yang bersam aan, bila ular-ular tidur tikus-tikus m engganggu, dan
bila tikus-tikus tidur, ular-ular berjaga-jaga. J adi J im selalu saja
348 Mark Twain

berhadapan dengan salah satu dari kelom pok binatang itu; selalu
saja ada yang lagi di bawahnya, di depannya, atau berm ain sirkus
di dadanya. Dan bila ia berm aksud pindah tem pat tidur, laba-laba
akan m enyerangnya pada saat ia bergeser. Kata J im , bila ia bisa
keluar, tak m au lagi ia jadi tawanan, walaupun digaji berapa saja.
Tiga m inggu selesailah segala pekerjaan kam i. Kem eja Pam an
Silas telah kam i kirim kan pada J im dengan m elalui sebuah kue.
Kini setiap kali seekor tikus m enggigit J im , ia bangun dan m enulis
catatan hariannya sem entara tintanya m asih segar. Pena telah
jadi, begitu juga kesan-kesan dan lam bang telah diukirkan di batu
gerinda. Kaki tem pat tidur J im telah kam i gergaji, m enjadi dua,
serbuknya kam i m akan, dan hebat sekali sakit perut yang tim bul
karenanya. Kam i kira kam i akan m ati, tetapi ternyata tidak.
Serbuk gergaji itu adalah serbuk yang paling tak tercernakan. Tom
juga berkata begitu. Tapi seperti kataku tadi, sem ua pekerjaan
kam i beres sudah. Dan kam i telah kehabisan tenaga, terutam a
J im . Pam an Silas telah dua kali m enulis surat pada perusahaan
pertanian di sebelah hilir New Orleans, m inta agar m ereka
m engam bil negro m ereka yang tertangkap di sini. Tetapi tentu
saja surat-surat itu tak dapat jawaban, sebab m em ang alam at yang
ditulis di surat itu tak ada. Pam an Silas m engam bil keputusan
untuk m em asang iklan di beberapa surat kabar St. Louis dan New
Orleans. Waktu dikatakannya keinginan m em asang iklan di surat
kabar St. Louis itu, hatiku berdebar keras, dan aku berpendapat
bahwa kini kam i tak boleh m em buang-buang waktu lagi. Tom
berkata bahwa tiba saatnya kini untuk m enulis surat-surat kaleng.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Surat kaleng? Apa itu?” tanyaku.


“Peringatan pada sem ua orang bahwa sesuatu akan terjadi.
Banyak caranya. Tetapi selalu saja ada seseorang yang m engetahui
rahasia seorang tawanan dan m em beritahukan kepada penjara.
Waktu Louis XVI akan m elarikan diri dari Toolertes, seorang
gadis pelayan m em buka rahasianya. Itu cara yang baik, begitu
Petualangan Huckleberry Finn 349

juga cara dengan m em pergunakan surat kaleng. J adi kita akan


m em pergunakan kedua cara tersebut. Sudah pula jadi kebiasaan
ibu si tawanan bertukar pakaian dengannya. Si ibu tinggal di
dalam dan si tawanan lari dengan m em akai pakaian ibunya. Kita
pun akan berbuat begitu.”
“Tapi dengar, Tom . Untuk apa kita m em peringatkan orang-
orang bahwa sesuatu akan terjadi? Biarlah m ereka m enem ukan
sendiri bahwa ada hal penting akan terjadi, itu urusan m ereka.”
“Ya, aku tahu, tapi kita tak bisa m engandalkan m ereka. Dari
perm ulaan, kitalah yang harus m engerjakan segala sesuatunya.
Orang-orang ini begitu m udah percaya dan tolol sekali, sesuatu
pun tak ada yang m enerbitkan kecurigaan m ereka. J adi bila
m ereka tak kita peringatkan, tak akan ada yang m enghalang-
halangi kita, dan setelah kita bersusah payah m erancangkan
pelarian ini akhirnya tak akan terjadi apa-apa, tak ada kesulitan
apa pun, nihil.”
“Bagiku lebih baik bila kita tak m endapatkan kesulitan,
Tom .”
“Cih!” kata Tom , seakan-akan jijik.
“Aku tak akan m engeluh, Tom , apa pun yang kau inginkan
akan sesuai den gan kein gin an ku. Lalu bagaim an a kau bisa
m em peroleh seorang gadis pelayan?”
“Kau yang akan jadi gadis pelayan itu. Tengah m alam kita
curi pakaian gadis pelayan Bibi Sally.”
“Wah, Tom , esok hari akan terjadi keributan kalau begitu.
Sebab sangat m ungkin sekali pakaian itu satu-satunya pakaian
yang dim ilikinya.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Aku tahu, tetapi kau hanya m em erlukan pakaian itu untuk


selam a lim a belas m enit, yaitu untuk m em bawa surat kaleng itu
dan m em asukkan ke bawah pintu depan.”
“Baiklah. Akan kulakukan itu. Tapi bukankah dengan ber-
pakaian biasa aku juga bisa m em bawa serta m em asukkan surat
itu?”
350 Mark Twain

“Bukankah dengan begitu kau sam a sekali tak tam pak seperti
seorang gadis pelayan?”
“Ya, tetapi juga tak ada yang m enyaksikan apakah aku
kelihatan seperti gadis pelayan atau tidak.”
“Itu bukan soaln ya. Yan g harus kita kerjakan adalah
m engikuti segala peraturan yang ada, dan tak m em pedulikan
apakah ada yang m elihat atau tidak. Apakah kau sam a sekali tak
punya pendirian?”
“Baiklah, aku tak akan m em bantah lagi. Aku jadi pelayan itu.
Lalu siapa yang akan jadi ibu J im ?”
“Akulah ibunya. Akan kucuri sebuah gaun Bibi Sally.”
“Kalau begitu kau harus tinggal dalam pondok J im bila J im
dan aku lari?”
“Bukan begitu. Akan kuisi pakaian J im dengan jeram i, dan
kubaringkan di tem pat tidurnya untuk m em erankan ibunya. Ia
akan m em akai gaun yang sebelum nya kupakai dan kita m elarikan
diri bersam a-sam a. Bila seorang tawanan term asyhur m elarikan
diri disebut orang suatu penghindaran, begitu juga bila seorang
raja m elarikan diri, m isalnya. Hal yang sam a bila anaknya
m elarikan diri, baik anak sah atau tak sah.”
Maka Tom m enulis surat kaleng yang dim aksudkannya.
Malam itu, den gan m en gen akan pakaian si gadis pelayan ,
ku m asukkan surat tadi ke bawah pintu depan seperti yang
diperintahkan Tom . Surat itu berbunyi:

Aw as! Bahay a akan tiba. W aspadalah selalu.


http://facebook.com/indonesiapustaka

Sahabat tak dikenal.

Malam berikutnya kam i tem pelkan sebuah gam bar di pintu


depan, gam bar yang dibuat Tom dengan darah, gam bar tengkorak
dan tulang bersilang. Malam berikutnya lagi kam i tem pelkan
gam bar peti m ati di pintu belakang. Belum pernah kulihat
Petualangan Huckleberry Finn 351

suatu keluarga yang begitu gelisah. Mereka ketakutan, seakan-


akan rum ah itu penuh dengan hantu yang m engancam m ereka
dari balik setiap barang, dari bawah setiap tem pat tidur dan
bergelayutan di udara. Bila sebuah pintu terhem pas, Bibi Sally
m elom pat dan berseru: “Ouh!” Bila ada suatu barang jatuh, ia
m elom pat dan berseru: “Ouh!” Bila ia kita sentuh pada saat ia
terlena, ia pun berbuat serupa. Ia tak bisa tenang ke m ana pun
ia m enghadap, sebab ia selalu m engira bahwa ada sesuatu di
belakangnya. J adi ia selalu berputar-putar secara tiba-tiba, sem bil
berseru: “Ouh!” Sebelum ia m encapai dua pertiga putaran, ia
telah berputar kem bali dan berseru lagi. Ia tak berani tidur, tetapi
juga tak berani berjaga. J adi sem uanya berjalan seperti yang kam i
rancangkan. Kata Tom , tak pernah ia m elihat suatu rencana yang
berjalan begitu m em uaskan. Sem ua itu m enunjukkan bahwa
rencana kam i tepat pada sasarannya.
Kin i tiba saatn ya un tuk pukulan yan g terakhir, yan g
m enentukan. Pagi berikutnya, sebelum fajar m enyingsing, kam i
m em persiapkan sepucuk surat lagi. Tapi agak bingung juga kam i
bagaim ana m enyam paikan surat itu, sebab kini baik pintu depan
m aupun pintu belakang dijaga m asing-m asing oleh seorang
negro. Tom turun lewat penangkal petir untuk m elihat-lihat.
Ternyata negro yang berjaga di pintu belakang tertidur. Tom
m enyelipkan surat itu di belakang tengkuk negro itu. Surat tadi
berbunyi:

Jangan m em buka rahasiaku. Aku ingin m enjadi sahabatm u.


http://facebook.com/indonesiapustaka

Ada segerom bolan pem bun uh dari daerah In dian y an g


berm aksud untuk m em bebaskan negro pelarian y ang kini kau
taw an. Selam a ini gerom bolan y ang sudah sangat nekat itu
m encoba untuk m enakut-nakutim u, agar kau sekeluarga tak
ada y ang berani keluar rum ah dan m enghalang-halangi tujuan
m ereka. Aku salah seorang anggota gerom bolan itu, tetapi aku
352 Mark Twain

telah beragam a dan ingin kem bali m enurut kehidupan y ang tak
bergelim ang dosa. Akan kubocorkan rahasia gerom bolan kejam
itu. Mereka akan m eny elundup dari arah utara, m eny usur
pagar, di tengah m alam tepat. Dengan sebuah kunci palsu
m ereka akan m asuk ke pondok negro itu dan m em bebaskanny a.
Tugasku berjaga-jaga, di kejauhan. Bila ada bahay a, aku
diharuskan m eniup suatu terom pet seng. Tetapi aku tak akan
m elakukan itu. Aku akan m engem bik seperti dom ba segera
setelah m ereka m asuk ke dalam pondok. Saat itu pastilah
m ereka sedang sibuk m elepaskan rantai y ang m engikat kaki
si negro, saat y ang tepat bagi kalian untuk m eny elinap m asuk
dan m engunci pintuny a serta m em bunuh m ereka sesuka hati
kalian. Jangan berbuat sesuatu y ang bertentangan dengan
nasihatku ini, sebab ini hany a akan m em buat m ereka curiga
dan m em batalkan segala rencanany a. Aku tak m enginginkan
hadiah, aku hany a ingin berbuat sesuatu y ang kuanggap benar.
Sahabat tak dikenal.
http://facebook.com/indonesiapustaka
KEKALUTAN DAN RENCANA
YANG SANGAT BERHASIL

SELESAI MAKAN pagi, aku dan Tom pergi ke sungai. Dengan


m em bawa bekal un tuk m akan sian g, kam i berm ain -m ain ,
berperahu, m engail, dan m enyiapkan rakit untuk keperluan
m alam nanti. Kam i pulang pada waktu m akan m alam . Keluarga
Phelps tam pak sangat bingung dan khawatir, hingga seolah-
olah m ereka tak tahu apakah m ereka berdiri dengan kaki atau
dengan kepala. Segera setelah kam i selesai m akan m alam , kam i
diperintahkan untuk tidur, tanpa m em beri tahu kesulitan apa
yang sedang m ereka hadapi. J uga tak ada yang bercerita tentang
http://facebook.com/indonesiapustaka

surat yang diketem ukan di leher negro penjaga m alam , tapi


rasanya m em ang tak perlu, sebab kam i telah tahu, begitu juga
orang lain. Kam i berada di pertengahan tangga waktu Bibi Sally
berpaling pada kam i sebentar lalu pergi entah ke m ana. Cepat-
cepat kam i turun ke gudang di bawah tanah, m em buka lem ari
dan m engam bil bahan m akanan sebanyak-banyaknya untuk kam i
354 Mark Twain

bawa ke kam ar. Kira-kira setengah sebelas m alam kam i bangkit


dari tem pat tidur. Tom m engenakan baju Bibi Sally yang telah
dicurinya. Ia siap akan berangkat dengan m em bawa m akanan
tadi, tapi dilihatnya ada yang kurang. “Mana m enteganya?”
“Kutaruh di atas kue jagung, segum pal besar.”
“Agaknya tertinggal, tak ada di sini.”
“Tak apa-apa bukan, tanpa m entega.”
“Mem ang tak enak tanpa m entega. Pergilah kau ke gudang,
dan am bil. Kem udian susul aku. Aku akan pergi dulu sebab aku
harus m em buat orang-orangan dari jeram i untuk m enggantikan
ibu J im dan segera setelah aku sam pai di san a aku akan
m engem bik.”
Ia pergi keluar, aku pergi ke gudang. Gum palan m entega
itu ternyata m asih di tem patnya sem ula. Kuam bil juga potongan
kue jagung. Kum atikan lilin dan aku m enaiki tangga bertingkat,
tiba-tiba m uncul Bibi Sally dengan m em bawa lilin. Cepat-cepat
kue jagung dan m entega itu kutaruh di bawah topi, di atas kepala.
Kubenam kan topiku dalam -dalam . Saat itu Bibi Sally m elihatku
dan bertanya, “Kau dari gudang?”
“Ya, Bibi.”
“Mengapa kau di sana?”
“Tidak apa-apa.”
“Tidak apa-apa?”
“Sam a sekali tidak, Bibi.”
“Lalu apa m aksudm u ke gudang m alam -m alam begini?”
“Aku tidak tahu, Bibi.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Kau tidak tahu? J angan jawab seperti itu, Tom . Aku ingin
tahu apa yang kau kerjakan di gudang itu.”
“Aku tak berbuat apa-apa, Bibi Sally, dem i Tuhan tidak.”
Biasanya aku akan dilepaskan begitu saja. Tapi kukira setelah
terjadi beitu banyak kejadian ganjil, Bibi Sally akan curiga sekali.
Dengan suara yang tak bisa ditawar-tawar lagi ia berkata, “Pergi
Petualangan Huckleberry Finn 355

ke ruang tam u, dan tetap di tem pat itu sam pai aku datang lagi.
Kukira kau baru saja berbuat sesuatu yang bukan urusanm u. Aku
akan segera m enem ukan apa yang telah kau kerjakan di sana.”
Aku m em buka pintu ruang tam u, dan Bibi yang ke gudang.
Astaga, ternyata ruang tam u itu telah penuh orang! Kira-kira
lim a belas orang ada di situ, m asing-m asing m em bawa senjata.
Tubuhku jadi begitu lem as hingga aku terpaksa m enjatuhkan diri
ke sebuah kursi. Orang-orang itu duduk berkeliling, berbicara
dengan suara perlahan. Tam pak sem ua orang gelisah, tapi berbuat
seolah-olah m ereka tenang saja. Tapi aku tahu benar m ereka
gelisah, sebab sebentar-sebentar m ereka m encopot dan m em akai
kem bali topi m ereka, geruk-garuk kepala, pindah tem pat duduk,
dan berm ain-m ain dengan kancing bajunya. Aku sendiri tak
bisa duduk tenang, dan tak berani m em buka topiku. Alangkah
senangnya bila Bibi Sally cepat datang dan m enggebukiku hingga
persoalan ini selesai dan aku bisa cepat-cepat pergi ke Tom
untuk m engatakan bahwa rencana kam i berhasil baik, tapi kam i
bagaikan m engusik sebuah serang lebah. Akan kukatakan agar ia
tak m em buang-buang waktu lagi, sebelum kelom pok orang-orang
itu bergerak dan m engepung kam i.
Akhirnya Bibi Sally datang juga. Berbagai-bagai pertanyaan
diajukan padaku, dan sem ua kujawab dengan m em bohong, karena
pikiranku begitu kacau. Aku sangat takut sebab beberapa orang
telah m engusulkan untuk berangkat dan m enunggu kedatangan
rom bongan penjahat itu, sebab tengah m alam tinggal beberapa
m enit lagi. Beberapa orang lainnya m inta agar m ereka m enunggu
http://facebook.com/indonesiapustaka

tanda suara em bikan dom ba. Sem entara itu Bibi Sally juga m asih
m en yeran gku den gan berbagai pertan yaan , hin gga gem etar
seluruh tubuhku m enahan kegelisahan. Hawa di tem pat itu terasa
m akin panas hingga akhirnya m entega di bawah topiku m ulai
m eleleh, m encari, m eram bati belakang kepalaku, lewat belakang
telinga ke leher. Waktu seseorang berkata, “Baiklah, kalau begitu
356 Mark Twain

aku akan berangkat sekarang juga, kutunggu di dalam pondok itu


dan akan kutem bak penjahat-penjahat itu waktu m ereka m asuk,”
ham pir saja aku terguling jatuh. “He! Anak itu dem am otak, dem i
Tuhan! Dan otaknya m erem bes keluar!” seru orang-orang.
Sem ua orang berlarian. Akhirnya Bibi Sally datang juga,
lalu m endekatiku, m enyam bar topiku hingga tam pak kini roti
dan sisa m enteganya. Melihat ini Bibi Sally jadi tertawa gem bira,
m erangkul dan m em elukku erat-erat sam bil berkata, “Oh, betapa
kau sudah m engejutkan hatiku! Dan betapa gem bira aku karena
dugaanku yang buruk tak terbukti. Kam i sedang m engalam i
kesialan yang datang bertubi-tubi bagaikan hujan lebat, Nak,
kukira tadi kesialan itu akan bertam bah dengan kehilangan
engkau, sebab cairan itu betul-betul m irip sekali dengan otak.
Seandainya otakm u.... Ya am pun! Ya am pun! Mengapa tak kau
katakan dari tadi bahwa kau ke gudang itu m engam bil roti dan
m entega. Aku tak akan am bil pusing, Nak. Kini pergilah ke
kam arm u, dan jangan kau terlihat lagi olehku sebelum pagi tiba!”
Sekejap saja aku telah berada di kam arku dan m eluncur ke
tanah lewat penangkal petir, berlari dalam kegelapan m enuju
pondok J im . Aku m asuk ke dalam sengkuap, m enerobos m asuk
terowongan. Begitu tergesa-gesa aku hingga kata-kataku sukar
terucapkan. Dengan tergesa-gesa kuterangkan pada Tom apa
yang terjadi. Kudesak agar kam i segera berangkat, tak m em buang
waktu sem enit pun sebab rum ah telah penuh orang bersenjata!
“Betul begitu?” m ata Tom bercahaya. ”Wah, Huck, bila kita
bisa m em perpanjang waktunya, pastilah aku bisa m endatangkan
lebih dari dua ratus orang. Bila saja....”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Cepat! Cepat!” tukasku, “m ana J im ?”


“Di dekat sikum u. Bila kau ulurkan tanganm u, kau akan bisa
m enyentuhnya. Dia telah berpakaian. Sem ua telah siap. Kini kita
akan m enyelinap keluar dan akan kubunyikan em bikan dom ba.”
Tapi saat itu kam i dengar suara langkah orang banyak
m endatangi. Kem udian suara orang m em eriksa gem bok pintu,
Petualangan Huckleberry Finn 357

dan seseorang berkata, “Apa kataku! Kita terlalu cepat kem ari.
Mereka belum datan g. Pin tu m asih terkun ci. Begin i saja,
beberapa orang di antara kalian m asuk ke dalam , dan kukunci
lagi pintunya, kalian tunggu hingga penjahat-penjahat itu m asuk.
Lainnya m em encar, pasang telinga kalau-kalau m ereka datang.”
Mereka betul-betul m asuk, tapi begitu gelap pondok itu
hingga kam i tak terlihat. Ham pir saja kam i terinjak waktu
m asuk ke bawah tem pat tidur. Tanpa suara kam i m ulai m asuk
terowongan, satu per satu. J im dulu, lalu aku, baru kem udian
Tom , sesuai urutan yang telah dirancangkan Tom . Kam i telah
berada di dalam sengkuap. Di luar, kam i dengar suara kaki orang-
orang itu. Kam i m erangkak ke pintu, Tom m engintai ke luar
lewat lubang di pintu itu. Tapi tak bisa m elihat apa-apa sebab di
luar pun sangat gelap. Tom m enunggu hingga suara kaki-kaki itu
m enjauh, kem udian digam itnya J im , berbisik m em beri tanda,
agar J im m enyelinap keluar, disusul oleh aku, dan Tom terakhir.
Tom m enem pelkan telinganya di lubang pintu, m em asang telinga.
Lam a juga suara kaki-kaki itu berkeliaran di sekeliling pondok.
Nam un akhirnya Tom m em beri tanda. Kam i m enyelinap keluar,
m em bungkuk-bungkuk, m enahan napas, tak m engeluarkan suara
sedikit pun. Satu per satu kam i m enuju pagar. J im dan aku
selam at m elewa tinya. Tapi celana Tom terkait pada secerpih kayu
di pagar. Sese orang datang m endekat, terpaksa Tom m enarik saja
celananya itu. Serpihan kayu itu patah berderak. Tom m elom pat
turun m engejar kam i pada saat seseorang berseru, “Siapa itu?
J awab, kalau tidak kutem bak.”
Kam i tak m enjawab, m alah lari secepat kam i dapat. Terdengar
http://facebook.com/indonesiapustaka

keributan, disusul oleh letusan banyak sekali senapan. Kam i rasa


peluru berdesingan di sekeliling kam i. Terdengar seseorang
berteriak lagi, “Itu m ereka pergi ke sungai! Kejar! Lepaskan
anjing!”
Mereka m engejar beram ai-ram ai. Kam i bisa m endengar
de ngan jelas, m ereka m em akai sepatu bot dan berteriak-teriak.
358 Mark Twain

Kam i bertelanjang kaki dan sam a sekali tak m em buka m ulut.


Kam i m engikuti jalan yang m enuju ke penggergajian. Ketika
kam i kira m ereka sudah terlalu dekat, kam i m asuk ke dalam
sem ak-sem ak di tepi jalan. Mereka lewat, dan kam i keluar,
berlari di belakang m ereka. Tadi anjing-anjing dibungkam agar
para penjahat tidak takut, nam un kini sem ua anjing dilepaskan.
Anjing-anjing itu m enyerbu kam i dengan suara gegap gem pita.
Tapi m ereka sudah kenal pada kam i. Kam i berhenti m enunggu
m ereka. Waktu anjing-anjing itu m elihat bahwa kam i bukan
orang asing, dan kecewa karena keributan m ereka sia-sia, m ereka
berhenti sebentar untuk m em andang ram ah pada kam i, lalu
m enyerbu rom bongan orang-orang yang bersorak-sorai tadi.
Kam i sendiri lari ke arah m udik, m engikuti para pengejar hingga
sam pai ke dekat penggergajian kayu. Kam i m asuk ke dalam
sem ak-sem ak, m enerobosnya hingga sam pai ke tem pat perahu
yang kam i sem bunyikan. Kam i berdayung sekuat tenaga, secepat
m ungkin ke tengah sungai, tapi tetap m enjaga agar tak terdengar
bunyi apa-apa. Baru kem udian dengan tenang dan hati lega
kam i berdayung ke arah tem pat rakit di pulau. Kam i m asih
saja m endengar teriak serta salak anjing dari kejauhan, sam pai
akhirnya suara-suara itu tak terdengar lagi. Tiba di rakit, aku
berkata pada J im , “J im , kini kau jadi orang m erdeka lagi, dan
kuharap kau tak akan pernah lagi kem bali ke perbudakan.”
“Dan betapa bagusnya pem bebasanku ini, Huck. Direncana-
kan dengan bagus dan dilaksanakan dengan bagus juga. Tak akan
ada orang lain yang bisa m em buat rencana begitu indah dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

rum it seperti ini.”


Kam i sangat gem bira, tapi yang paling gem bira adalah Tom ,
sebab sebutir peluru telah bersarang di betisnya.
H ilan g kegem biraan J im dan aku waktu tahu hal itu.
Tam pakn ya luka Tom san gat m en yakitkan , dan darahn ya
m engucur. Kam i baringkan ia di dalam gubuk, kam i robek sehelai
Petualangan Huckleberry Finn 359

baju sang pangeran untuk bebat, tapi Tom berkata, “Berikan


padaku kain-kain itu, biar kubebat sendiri. J angan m em buang-
buang waktu, jangan berhenti di sini, setelah kita berhasil
m enghindar dengan begitu bagus. Pegang kem udi, lepaskan
tam batan, m ari berangkat. Kawan-kawan, betapa gem ilangnya
hasil kerja kita ini! Betul-betul gem ilang! Bila kita berada di zam an
Louis XVI, tak m ungkin ia sam pai diberi gelar ‘Putra Orang Suci
Louis, naik ke surga’, seperti disebutkan dalam riwayat hidupnya.
Tidak, Tuan, dengan perbuatan kita ini m aka Louis tak akan
m endapat pujian apa-apa, ia akan terdesak oleh kita, terdesak
hingga keluar perhitungan! Kita belum m engerahkan segenap
kekuatan kita lagi! Ayo, kawan, pegang kem udi! Pegang kem udi!”
Tapi J im dan aku tak m en ghiraukan n ya, kam i berdua
berun ding dan berpikir. Setelah sem enit aku berkata pada J im ,
“Katakan, J im .”
“Begini, Huck,” jawab J im , “m isalkan saja Tuan Tom yang
sedang kita bebaskan dari tawanan. Salah seorang dari kita kena
peluru. Apakah Tuan Tom akan berkata ‘J angan hiraukan yang
kena peluru, ayo lari, selam atkan aku. J angan cari dokter untuk
m engobati dia!’ Apakah begitu yang akan dilakukan oleh Tom
Sawyer? Pasti tidak, berani bertaruh! Nah, apakah J im akan
berkata seperti itu? Tidak, Tuan, aku tak akan beranjak dari
tem pat ini sebelum ia dirawat dokter, walaupun untuk itu aku
harus m enunggu sam pai em pat puluh tahun!”
Aku tahu sekalipun J im kulitnya hitam , tapi hatinya putih.
Sudah kuduga ia akan berkata begitu, jadi aku berkata pada Tom
bahwa aku akan m enjem put dokter. Tom ribut sekali m enentang
http://facebook.com/indonesiapustaka

pendapat kam i, tapi J im dan aku tak m au m engalah. Tom


akan m erangkak keluar untuk m elepaskan tam batan rakit, kam i
halang-halangi dia. Dim aki-m akinya kam i habis-habisan, tapi tak
kam i pedulikan.
Waktu ia m elihat aku m en yiapkan perahu, ia berkata,
“Baiklah, bila kau m asih m au pergi juga, tahu cara-cara yang
360 Mark Twain

harus kau ikuti sepenuhnya bila kau sam pai di desa. Setelah
m asuk ke rum ah dokter, tutup pintunya, dan bebat m ata dokter
itu. Suruh dia bersum pah untuk m erahasiakan tem pat ini, dan
taruh sekantung em as di tangannya. Tuntun dia berputar-putar
lewat gang-gang gelap, baru kau bawa dia ke perahu. Kau bawa
kem ari, tetapi dengan lebih dulu m engam bil jalan berputar-
putar pula di antara pulau-pulau itu. Geledah dia agar ia tak bisa
m enandai rakit ini dengan kapur. Nah, begitulah cara yang paling
tepat dalam keadaan seperti ini.”
Kusanggupi saja perm intaan itu. Aku berpesan kepada J im
agar bersem bunyi di hutan pulau itu bila dokter datang, dan tak
keluar lagi. Aku berangkat ke desa.
http://facebook.com/indonesiapustaka
PASTILAH DIBANTU
PARA HANTU

DOKTER ITU sudah tua, seorang tua yang tam paknya berhati
sangat baik. Waktu aku datang ke rum ahnya, ia sedang tidur,
tapi segera bangun setelah di dengarnya ada yang m em butuhkan
tenaganya. Aku berkata bahwa aku dan saudaraku berburu di
Pulau Spanyol sore kem arin, dan m alam ini berkem ah di sebuah
rakit yang kam i tem ukan di pulau itu. Tengah m alam saudaraku
m erendam senjatanya, hingga m eletus dan peluru bersarang di
betisnya. Aku m inta dia segera ikut denganku untuk m erawat
saudaraku itu, tan pa m en gatakan apa-apa ten tan g kejadian
http://facebook.com/indonesiapustaka

itu pada siapa pun, sebab m alam ini kam i akan pulang dan
m engejutkan keluarga kam i.
“Siapa keluargam u?” tanya dokter itu.
“Keluarga Phelps, di sebelah hilir.”
“Oh,” dia diam sejenak, bertanya lagi, “bagaim ana saudaram u
tadi tertem bak?”
362 Mark Twain

“Dia m im pi. Dan im pian itulah yang m enem baknya.”


“Mim pi aneh.”
Dokter itu m enyalakan lentera, m engam bil tasnya, dan
berangkat bersam aku. Waktu m elihat perahuku, ia jadi ragu-
ragu, katanya perahu itu m em ang cukup besar untuk seorang,
tapi tak cukup besar untuk dua orang.
“Tak usah takut, Tuan,” kataku, “perahu ini cukup untuk tiga
orang. Kam i bertiga m em akainya.”
“Bertiga? Siapa saja?”
“Aku, Sid dan... dan... dan senjata-senjata kam i.”
“Oh.”
Dijulurkannya kakinya ke tubir perahu, digoyang-goyangkan.
Ia m enggelengkan kepala, m encari perahu yang lebih besar. Tapi
sem ua perahu dirantai. J adi perahu itu akan digunakan sendiri
oleh dokter tersebut. Aku bisa m enunggu di tepi sungai itu sam pai
ia kem bali, atau aku bisa m encari perahu lain yang m ungkin tak
dirantai, atau bisa juga aku pulang ke rum ah untuk m enyiapkan
agar m ereka lebih terkejut lagi waktu saudaraku pulang nanti,
dem ikian nasihatnya.
Aku m enggelengkan kepala, lebih baik aku m enunggu saja.
Kuterangkan pada dokter itu bagaim ana cara m enem ukan rakit
kam i. Ia berangkat.
Begitu dokter itu sudah agak jauh, terpikir olehku bahwa
m ungkin sekali luka Tom tak akan bisa segera disem buhkan.
Bagaim ana kalau untuk m enyem buhkan luka itu diperlukan tiga
atau em pat hari? Apa yang akan kam i kerjakan? Pasti dokter
http://facebook.com/indonesiapustaka

itu m em buka rahasia kam i. Tidak, aku tahu apa yang harus
kukerjakan. Aku akan m enunggu di tepi itu. Bila dokter itu datang
dan berkata bahwa ia m asih harus m erawat Tom lagi, aku pun
akan pergi bersam anya, tak peduli aku harus berenang untuk
itu. Kem udian aku akan m engikatnya di rakit, dan kam i bawa ia
ikut m enghilir. Nanti bila ia sudah berhasil m enyem buhkan Tom ,
Petualangan Huckleberry Finn 363

akan kam i bayar dia sesuai dengan perm intaannya, atau kam i
berikan sem ua m ilik kam i padanya.
Putusanku tetap, aku naik ke tum pukan kayu untuk tidur.
Waktu aku terbangun, m etahari telah berada di atas kepalaku!
Cepat-cepat aku berlari ke rum ah dokter, tapi ternyata ia belum
pulang. Agaknya keadaan Tom buruk sekali, jadi aku harus cepat-
cepat ke rakit kam i. Aku berlari. Dan di tikungan aku m enubruk
perut seseorang, Pam an Silas!
“Astaga, Tom !” seru Pam an Silas, “anak nakal, ke m ana kau
dan Sid? Ke m ana saja kau pergi? Bibim u sangat gelisah.”
“Kam i tak apa-apa. Kam i m engikuti orang-orang itu dan
anjing-anjing. Tetapi kam i tertinggal. Kam i kira m ereka lari ke
sungai. Kam i m enyeberang dengan naik perahu, tetapi ternyata di
sana sepi. Kam i m enyusur ke arah hulu, sam pai kam i lelah. Kam i
tidur di perahu, baru bangun sejam yang lalu. Kam i m enyeberang
kem ari untuk m engetahui berita tentang negro yang lari itu. Sid
pergi ke kantor pos untuk m aksud yang sam a, aku pulang dulu
untuk m engam bil m akanan, nanti kam i pulang.”
Pam an m engajakku ke kantor pos untuk m encari ‘Sid’. Seperti
yang kudalihkan, Sid tak ada di tem pat itu. Pam an m endapat
sepucuk surat dari kantor pos. Kam i m enunggu beberapa lam a
di kantor pos itu. Kem udian pam an berkata, biar Sid berjalan
kaki pulang atau naik perahu kalau ia selesai bergelandangan,
sedang kam i akan naik kereta pulang. Tak bisa kubujuk ia agar
aku diperbolehkannya m enunggu di kantor pos. Aku harus pulang
agar Bibi Sally tak m erasa khawatir lagi.
Sesam pain ya di rum ah, Bibi begitu gem bira hin gga ia
http://facebook.com/indonesiapustaka

m enangis dan tertawa bersam aan, m em elukku dan m em ukuliku,


pukulan-pukulan yang ham pir tak terasa itu. Katanya bila nanti
Sid pulang ia pun akan m enerim a pukulan serupa pula.
Rum ah penuh sesak dengan para tetangga yang datang
dengan istri m ereka untuk m akan siang bersam a. Hiruk-pikuk
sekali, sem ua orang berbicara tak m au bergantian.
364 Mark Twain

Si Nyonya Tua Hotchkiss adalah pem bicara yang paling


m en jen gkelkan yan g pern ah ketem ui, lidahn ya tak pern ah
berhenti bergoyang. Katanya, “Wah, Nyonya Phelps, aku telah
m enggeledah pondok itu, kukira pastilah negro itu gila. Aku
berkata begitu pada Nyonya Dam rell, bukankah begitu, Nyonya
Dam rell? Kataku: ‘Negro itu gila,’ kataku. Itulah yang kukatakan
waktu itu. Kalian sem ua jadi saksi, aku berkata bahwa negro
itu gila, sem ua hal m em buktikan bahwa ia gila. Coba saja batu
gerinda itu. Bagaim ana m ungkin seorang waras m enulis kalim at-
kalim at begitu rupa? Seperti yang tertulis di batu gerinda itu? Di
sini seseorang telah hancur hatinya. Dan di sini si anu ditawan
tiga puluh tujuh tahun dan seterusnya... anak sah dari Louis entah
siapa, dan om ong-om ong lainnya. Ia am at gila, itulah kata-kata
perm ulaanku, kata-kata pertengahanku, dan kata-kataku yang
terakhir... kapan saja aku akan berkata bahwa negro itu gila—
segila Nebukadnezar, kataku.”
“Dan coba lihat tangga yang terbuat dari robekan kain itu,
Nyonya Hotchkiss,” sebut si nyonya tua Dam rell, “dem i Tuhan,
aku tak tahu untuk apa benda itu.”
“Tepat, ya, seperti itulah kata-kata yang kuucapkan baru
sem enit yang lalu pada Nyonya Utterback, bukankah begitu,
Nyonya Utterback? Dia bertanya untuk apa tangga kain itu, tanya
dia; dan kataku, ya, lihat tangga itu, kataku—dem i Tuhan untuk
apa tangga yang terbuat dari kain itu, kataku. Dia berkata lagi,
Nyonya Hotchkiss, katanya....”
“Tetapi bagaim ana bisa ia m em asukkan batu gerinda sebesar
http://facebook.com/indonesiapustaka

itu ke sana? Siapa yang m enggali terowongan itu? Dan siapa....”


“Itulah kata-kataku tadi, Saudara Penrod! Aku tadi berkata—
tolong am bilkan air gula itu—kataku tadi pada Nyonya Dunlap,
baru saja, ‘Bagaim ana bisa batu gerinda besar itu dibawa m asuk
ke sana?’ kataku. Tanpa bantuan, kalian harus ingat itu, tanpa
bantuan! Itulah yang aneh. ‘J angan katakan padaku,’ kataku, ia
Petualangan Huckleberry Finn 365

tak m endapat bantuan untuk itu. Pasti ia banyak sekali m endapat


bantuan, pasti lebih selusin orang m em bantunya dan bila saja
kutahu siapa saja yang m em bantunya, ia akan kukuliti hidup-
hidup, lagi pula, kataku....”
“Selusin, katam u, bahkan em pat puluh orang rasanya tak
akan bisa m engerjakan apa saja yang ada di pondok itu. Lihat
saja gergaji dari pisau roti itu, dan yang lainnya, betapa rapi
buatannya. Lihat saja bagaim ana kaki tem pat tidur digergaji
dengan gergaji dari pisau itu, sem inggu kerja untuk enam orang!
Lihat saja orang-orangan yang dibuat dari jeram i di tem pat tidur,
lihat....”
“Kali ini kau yang m engatakannya, Saudara Hightower!
Tepat seperti yang kukatakan pada Saudara Phelps barusan, kalau
tak percaya tanya saja padanya. Dia bertanya padaku, apa yang
kau pikirkan tentang ini, Nyonya Hotchkiss? tanyanya. Berpikir
tentang apa, Saudara Phelps? tanyaku. Tentang kaki tem pat tidur
yang digergaji seperti itu, katanya. Berpikir tentang itu? kataku.
Aku yakin aku belum pernah m elihat sebuah kaki tem pat tidur
terpotong dengan sendirinya seperti itu, pasti ada orang yang
m enggergajinya, kataku; itulah pikiranku, diterim a atau tidak tak
apa, m ungkin juga tak berharga pikiran itu, kataku, tapi itulah
kenyataannya, itulah pendapatku, kataku, dan bila ada yang
punya pendapat lebih baik, katakan saja, kataku. Itulah yang
kukatakan. Aku berkata pada Nyonya Dunlap, kataku....”
“Wah, aku yakin benar pastilah tiap hari banyak negro berada
di tem pat itu selam a em pat m inggu ini untuk m engerjakan sem ua
itu, Nyonya Phelps. Lihat ke m eja itu, setiap inci dipenuhi dengan
http://facebook.com/indonesiapustaka

tulisan-tulisan rahasia Afrika, yang ditulis dengan darah! Aku


yakin segerom bolan besar orang negro tiap m alam ada di tem pat
itu. Mau aku m em beri uang dua dolar pada siapa saja yang bisa
m em bacakan tulisan rahasia dengan darah itu dan untuk negro
yang m enulisnya, aku akan m enyediakan cam buk untuk m ereka,
cam bukan hingga m ereka....”
366 Mark Twain

“Dia ditolong, Saudara Maples? Anda tak akan berpikir begitu


bila anda ada di rum ah ini beberapa waktu berselang. Sem ua
yang bisa dicuri, dicuri, walaupun sem ua orang di dalam rum ah
ini berjaga-jaga. Kem eja itu dicuri dari tali jem uran. Dan sprei
untuk m em buat tangga tali itu, entah berapa kali telah m ereka
curi, kadang-kadang hilang, kadang-kadang ada. J uga tepung,
lilin, tem pat lilin, sendok, baskom pem anas, dan seribu m acam
benda lainnya yang kini tak kuingat lagi, juga baju kain m oriku.
Padahal siang-m alam aku, Silas, Tom , dan Sid selalu berjaga-jaga,
seperti yang kukatakan tadi. Tapi tak seorang pun di antara kam i
m engetahui siapa yang m engerjakan sem ua pencurian itu. Dan
kini, pada m enit-m enit terakhir, gerom bolan pem bebas negro itu
telah berhasil m enipu kita, bukan saja hanya kita yang tertipu,
tetapi juga rom bongan penjahat dari daerah Indian itu. Mereka
berhasil m encuri negro itu dari bawah hidung kita, walaupun kita
jaga dengan enam belas orang dan dua puluh dua ekor anjing.
Kukatakan, ini betul-betul suatu kejadian yang am at luar biasa.
Bahkan hantu pun tak akan bisa m engerjakan sebaik ini, dan
secerdik ini. Dan aku yakin pasti penolong negro itu adalah hantu-
hantu, sebab, kalian tahu anjing-anjing kam i, tak ada anjing yang
lebih baik dari m ereka di daerah ini, tapi anjing-anjing itu sam a
sekali tak pernah m enem ukan jejak m ereka! Kalian terangkan hal
itu padaku, bila dapat, siapa saja!”
“Wah itu m em ang....”
“Astaga, belum pernah aku....”
“Am pun! Aku tak akan....”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Pencuri juga....”
“Dem i Tuhan, aku tak akan berani, aku tak akan berani
tinggal di rum ah....”
“Takut? Oh, tak terkira lagi takutku. Aku tak berani tidur, tak
berani bangun, tak berani m erebahkan diri, atau duduk, Nyonya
Ridgeway. Bahkan m ereka berani m encuri. Wah, wah, bisa
Petualangan Huckleberry Finn 367

kalian kirakan betapa takutnya aku tengah m alam tadi, kukira


m ereka akan m encuri salah satu dari keluarga kam i. Agaknya
aku sudah tak bisa berpikir dengan waras lagi, begitu takutnya
aku. Kini, di siang hari ini, tam paknya perbuatanku sangat tolol,
tapi tengah m alam tadi terpikir olehku, dua orang keponakanku
sedang tidur di ruang atas, di kam ar yang sepi, bagaim ana kalau
m ereka dicuri? Waktu itu tak berpikir lagi aku naik ke atas, dan
kukunci pintu m ereka dari luar. Benar! Kukira orang lain juga
akan berbuat serupa, dalam keadaan seperti aku. Sebab bila kita
ketakutan, saban hari ketakutan dan keadaan kita m akin lam a
m akin buruk, akal kita tak keruan, dan kita m ulai m engerjakan
hal-hal yang kegilaan, akhirnya kita akan berpikir dem ikian:
andaikan aku seorang anak lelaki, tinggal senidrian di kam ar yang
sunyi itu, pintunya tak terkunci, dan, dan....” Bibi Sally berhenti
berbicara, pandang m atanya keheranan, ia berpaling perlahan
sam pai akhirnya terpandang olehnya aku. Aku terpaksa bangkit
dan berjalan-jalan.
Aku akan bisa m enerangkan pada Bibi Sally, m engapa aku
tidak ada di kam ar itu pagi ini, untuk itu aku harus m enyendiri
sesaat dan berpikir. Tapi aku tak berani terlalu jauh pergi, sebab
pasti Bibi akan m enyuruh orang m enyusulku. Waktu tam u-
tam u telah pulang, aku m asuk ke rum ah, m engatakan pada Bibi
bahwa keributan orang-orang tadi m alam m em buat aku dan
Sid terbangun. Pintu terkunci, sedang kam i ingin m elihat apa
yang jadi sum ber keributan, jadi kam i turun ke bawah lewat
penangkal petir, tapi karenanya kam i berdua luka sedikit hingga
http://facebook.com/indonesiapustaka

berjanji untuk tidak turun lagi lewat jalan itu. Aku m elanjutkan
ceritaku itu dengan cerita yang telah kukatakan pada Pam an
Silas sebe lum nya. Bibi Sally berkata bahwa ia bisa m engam puni
kam i, sebab m em ang wajar tindakan seperti yang kam i lakukan
itu dilakukan oleh anak-anak seum ur kam i, sem ua anak lelaki
m em ang penuh pikiran gila, sepanjang pengetahuannya. J adi
368 Mark Twain

sepanjang tak ada yang cedera, ia m erasa harus bersyukur karena


kam i m asih hidup bersam a, tak usah lagi ia cerewet akan hal-hal
yang telah lam pau. Bibi Sally m encium ku, m em belai kepalaku,
kem udian ia term enung-m enung. Tapi tak lam a, tiba-tiba ia
m elom pat, berseru, “Astaga! Hari telah ham pir m alam , Sid belum
juga pulang! Apa yang terjadi dengan anak itu?”
Kukira itu suatu kesem patan yang baik, cepat-cepat aku
berkata, “Biar aku ke kota untuk m encarinya, Bibi.”
“Tidak! Tak boleh, kau jangan pergi. Cukup satu saja yang
hilang kali ini. Bila sam pai m akan m alam ia belum datang, biar
pam anm u yang m enyusulnya.”
Sam pai m akan m alam ternyata betul-betul ‘Sid’ tak m uncul.
Begitu m akan m alam selesai, Pam an Silas berangkat.
Menjelang jam sepuluh m alam Pam an pulang, lebih khawatir
lagi, sebab ternyata ia sam a sekali tak bisa m enem ukan jejak Tom .
Kekhawatiran Bibi Sally jadi berlipat ganda, pam an m enghiburnya
dengan m engatakan m em ang begitulah kenakalan anak lelaki,
dan supaya Bibi tak usah khawatir, besok pagi ia pasti m uncul
dalam keadaan sehat walaiat. Bibi Sally merasa bahwa kata-kata
Pam an benar juga. Betapa pun m alam nanti ia tak akan tidur,
kalau-kalau Tom pulang, dan ia akan terus m enyalakan lam pu.
Waktu aku pergi tidur, Bibi Sally m engantarku, dengan
m am bawa lilinnya. Diaturnya tidurku, dan sikapnya bagaikan
seorang ibu yang sangat m enyayangiku. Aku jadi m erasa sangat
m enyesal dan berdosa, tak berani aku m em andang m atanya. Ia
duduk di tepi tem pat tidur, berbicara lam a sekali, m em percakapkan
http://facebook.com/indonesiapustaka

betapa baik hati Sid. Rasanya tak puas-puas Bibi m em uji dia, dan
sekali-sekali bertanya padaku apakah m ungkin ia tersesat, luka,
atau m ungkin terbenam , m ungkin saat itu juga ia sedang terbaring
basah kuyup dan tak bergerak lagi, entah di m ana, sedang dalam
pederitaan atau m ungkin juga telah m ati. Bibi Sally m eneteskan
air m ata m em bayangkan kem ungkinan itu. Kukatakan pada Bibi,
Petualangan Huckleberry Finn 369

Sid pasti selam at, dan besok pagi pasti telah ada di rum ah. Bibi
jadi sangat gem bira, m erem as tanganku dan m encium ku, serta
m enyuruhku berkata seperti tadi sekali lagi sebab kata-kata tadi
sangat m enghiburnya.
Waktu Bibi Sally akan m eninggalkan kam arku, ia m enatap
m ataku, dengan pandang tetap dan lem but, seraya katanya,
“Pintum u tak akan kukunci, Tom , begitu juga jendela, sedang di
luar itu penangkal petir m asih bisa kau gunakan. Tapi aku m ohon
jangan hendaknya kau pergi, Tom , jangan. Maukah kau berjanji
padaku, Tom ? Dem i aku?”
Dem i Tuhan aku sangat ingin sekali pergi m elihat keadaan
Tom , dan sudah berm aksud untuk pergi. Tapi m endengar kata-
kata Bibi itu, niatku kubatalkan. Diupah berapa pun tak akan m au
aku m enyalahi janjiku pada wanita tua itu.
Bibi Sally m em enuhi pikiranku, Tom juga dem ikian, jadi
tak bisa aku tidur nyenyak. Dua kali aku telah keluar jendela,
m eluncur hingga ke tanah, m enyelinap ke depan rum ah. Kulihat
Bibi duduk di dekat jendela, lilinnya m enyala, dan m atanya terus
tertuju ke jalan, air m ata m em basahi pipinya. Betapa senangnya
bila aku bisa m enghiburnya, tapi aku tak bisa. Bisaku hanya
bersum pah dalam hati bahwa aku tak akan m em buatnya sedih
lagi. Ketiga kalinya aku terbangun dan turun ke luar, fajar telah
m enyingsing.
http://facebook.com/indonesiapustaka
MENGAPA JIM TAK JADI
DIGANTUNG

SEBELUM SARAPAN, Pam an Silas pergi ke kota lagi, tapi m asih


juga tak m endapat kabar sedikit pun tentang Tom . Kem udian
Pam an dan Bibi duduk berdua di m eja, sam a-sam a term enung,
tak berkata sepatah pun, dan tam pak sangat bersedih. Kopi
m ereka sam pai dingin, dan m ereka tak m au m akan sam a
sekali. Setelah lam a berdiam diri, Pam an Silas bertanya, “Sudah
kuberikan padam u surat itu?”
“Surat apa?”
“Yang kem arin kudapat dari kantor pos.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tidak, kau tak m em berikan surat apa pun.”


“Kalau begitu aku lupa.”
Pam an m encari-cari di sem ua sakunya, kem udian bangkit
entah ke m ana, kem bali lagi dengan m em bawa sepucuk surat
yang diberikannya pada Bibi. Bibi m em baca dan berseru, “Astaga,
dari St. Petersburg, dari Sis!”
Petualangan Huckleberry Finn 371

Kukira aku harus berjalan-jalan lagi sedikit untuk m em ikirkan


suatu siasat, tapi aku tak bisa beranjak dari tem patku duduk.
Nam un sebelum Bibi sem pat m em buka surat itu, ia bangkit
terkejut dan lari. Surat itu jatuh. Aku juga m enyusul Bibi, sebab
kulihat Tom Sawyer dibawa m asuk halam an, digotong di atas
kasur, diikuti oleh dokter yang m erawatnya, dan J im yang m asih
m em akai pakaian Bibi Sally, tangannya diikat di punggungnya,
dan banyak lagi orang yang m engiringkan. Sam bil lari, kusam bar
surat tadi, kusem bunyikan di tem pat yang paling dekat denganku,
dan aku m engejar Bibi. Bibi Sally m elem parkan diri ke tubuh
Tom , m enangis, dan berkata, “Oh, dia telah m ati, dia telah m ati,
aku tahu dia m ati!”
Saat itu Tom m em alin gkan kepalan ya sedikit, dan
m em bisikkan sesuatu yang tak bisa diartikan, tanda bahwa
kesadarannya sedang terganggu. Bibi Sally m enengadah dengan
tangan terangkat tinggi-tinggi dan berseru, “Dia m asih hidup,
terim a kasih ya Tuhan! Cukup itu bagiku!” Dicium nya Tom cepat-
cepat, kem udian berlari ke dalam rum ah, m engeluarkan perintah
ke sana-kem ari dan pada siapa saja untuk m enyiapkan sebuah
kam ar bagi Tom .
Aku m engikuti orang banyak itu, untuk m elihat apa yang
akan m ereka perbuat pada J im , sem entara dokter dan Pam an
Silas m engikuti Tom m asuk ke dalam rum ah. Orang-orang itu
sangat m arah. Beberapa orang berm aksud untuk m enggantung
J im , untuk dijadikan contoh bagi orang-orang negro di daerah
itu agar tak berbuat onar seperti J im , dengan m enim bulkan
http://facebook.com/indonesiapustaka

keributan begitu besar dan m em buat sebuah keluarga ketakutan


siang dan m alam . Beberapa orang lagi tak setuju m aksud ini,
sebab J im bukanlah negro daerah itu, dan pem iliknya suatu hari
akan datang. Bila ia digantung, m aka sem ua orang akan terpaksa
m em bayar ganti kerugian nanti. Alasan ini m em buat orang-orang
yang paling ingin m enggantung seorang negro sedikit m ereda
372 Mark Twain

am arahnya. Mem ang, orang-orang berbuat salah biasanya paling


segan untuk m em bayar ganti kerugian.
Betapapun J im terus saja dim aki-m aki, dan ditem pelengnya
beberapa kali. J im diam saja, dan tak sekali pun m enunjukkan
tanda bahwa ia kenal denganku. Ia dibawa kem bali ke pondoknya
sem ula, disuruh m em akai kem bali pakaiannya, dan dirantai lagi,
tidak dirantai pada tem pat tidurnya, tapi pada sebuah gelang besi
yang dihunjam kan ke balok dasar dinding pondok itu. Bukan
hanya kakinya, tangannya pun diikat dengan rantai besar, dan
ia harus puas dengan roti dan air saja sam pai nanti tuannya
datang atau sam pai ia dijual di pasar lelang. Lubang yang kam i
gali telah ditutup, dan m enurut rencana setiap m alam dua orang
petani akan ditugaskan m enjaga J im dengan bersenjata, serta
seekor anjing penjaga yang am at galak diikatkan di tem pat itu
setiap siang. Setelah selesai m engerjakan segala persiapan untuk
rencana m ereka itu, sem ua orang kem bali m em aki-m aki J im
sebagai salam perpisahan. Tepat waktu itu dokter yang m engobati
Tom keluar, m em perhatikan m ereka dan berkata, “J an gan
berlaku terlalu kasar padanya, Tuan-tuan, sebab ia bukanlah
seorang negro yang jahat. Waktu aku sam pai ke tem pat anak
itu terbaring, ternyata aku tak bisa m engam bil pelurunya tanpa
bantuan lain. Anak itu keadannya juga sangat parah, jadi tak bisa
kutinggalkan untuk m encari bantuan, sem entara m akin lam a
m akin tak keruan ia m engigau, sam pai-sam pai akhirnya ia tak
m em perbolehkan aku m endekatinya. Ia berkata bila aku m em beri
tanda pada rakitnya m aka aku akan dibunuhnya. Banyak lagi
http://facebook.com/indonesiapustaka

om ongannya yang kegila-gilaan seperti itu, dan aku sam a sekali


tak bisa berbuat apa-apa padanya. Maka aku berkata, bahwa
aku akan m encari bantuan, apa pun yang akan terjadi. Begitu
selesai aku berkata, negro ini m erangkak m asuk, m enawarkan
bantuannya. Dan ia betul-betul m em bantuku dengan sangat
baik. Tentu saja aku segera tahu pasti bahwa dialah negro yang
Petualangan Huckleberry Finn 373

m elarikan diri itu. Dan betapa terjepitnya keadaanku! Sepanjang


m alam dan siang! Betul-betul terjepit! Aku m asih punya pasien
lain, yang harus kulihat saat itu juga. Bila aku pergi, pasti negro
pelarian itu akan lenyap dan aku akan disalahkan orang. Tapi
tak sebuah perahu pun terlihat lewat cukup dekat hingga bisa
kupanggil. Begitulah keadaanku sam pai pagi ini. Selam a itu tak
pernah kulihat seorang juru rawat yang sebaik dan sepatuh negro
ini, walaupun untuk itu ia m em pertaruhkan kebebasannya. Dia
juga am at lelah, nyata sekali ia baru saja bekerja keras. Aku suka
pada negro itu karena alasan-alasan tadi. Tuan-tuan, seorang
negro seperti dia berharga paling rendah seribu dolar, ditam bah
perawatan yang baik juga. Kebutuhanku waktu itu cukup, anak
itu juga berangsur baik, nanti bila ia m endapat perawatan di
rum ah, lebih baik lagi m ungkin. Karena keadaan yang sunyi aku
terpaksa gelisah, sebab tanggunganku jadi berganda, m enjaga si
anak dan m enjaga si negro. Baru pada pagi ini ada sebuah perahu
lewat, dan untung sekali negro itu sedang tidur terduduk karena
lelahnya. Diam -diam ia kuikat, m udah saja. Dan karena si anak
sedang tidur pula, dayung kubebat dengan kain agar tak bersuara
sem entara perahu m enarik rakitnya. Waktu terbangun, negro ini
sam a sekali tak m elawan atau berkata sepatah pun. Ia negro yang
baik, Tuan-tuan, itulah pendapatku.”
Seseorang m enyahut, “Kedengarannya bagus sekali, dokter,
aku percaya.”
Oran g-oran g lain n ya juga m em perlun ak sikap m ereka.
Betapa berterim a kasih aku pada dokter itu, sudah sejak sem ula
http://facebook.com/indonesiapustaka

kuduga bahwa ia baik hati. Orang-orang itu sem ua sepakat


bahwa J im sedikit banyak telah berjasa, dan wajib m enjadapat
sedikit keringanan. Saat itu pula sem ua orang berjanji tidak akan
m em aki-m aki J im lagi.
Orang-orang itu pergi setelah m engunci pintu bilik J im .
Alangkah baiknya bila untuk kebaikan hati J im itu ia tidak hanya
374 Mark Twain

m endapat keringanan seperti yang diucapkan orang-orang tadi,


tapi sam pai juga pada pelepasan rantai-rantai yang berat dan
pem berian m akanan yang tidak hanya terdiri dari roti dan air,
tapi juga daging dan sayur. Tapi kukira tidaklah baik bila aku
ikut cam pur. Lagi pula aku juga lupa untuk m engatakan bahwa
Sid tertem bak waktu aku dan Sid berperahu m engejar negro
pelarian. Aku cukup punya banyak waktu. Bibi Sally ham pir tak
pernah keluar dari kam ar Tom , sedang setiap kali aku m elihat
Pam an Silas terhuyung-huyung keluar dari kam ar itu aku selalu
m enghindar.
Pagi harinya kudengar keadaan Tom bertam bah baik. Bibi
Sally telah m eninggalkan kam ar itu untuk tidur. Aku m enyelinap
ke kam ar Tom , dan bila ia bangun kam i berdua akan m erencanakan
suatu dongeng yang cukup m asuk akal. Tapi ternyata ia tidur,
tidur nyenyak. Wajahnya pucat, tak m erah m em bara seperti pada
waktu ia tiba. Aku duduk di dekat tem pat tidur, m enunggu ia
bangun. Kira-kira setengah jam kem udian Bibi Sally m enyelinap
m asuk. Aku tersudut! Tapi ia tak berkata apa-apa, m em beri
isyarat agar aku tak ribut, lalu duduk di sam pingku. Ia berbisik
m en gatakan bahwa kin i hatin ya ten an g lagi. Keadaan Tom
berangsur baik. Ia tidur sangat tenang dan lam a; Bibi berani
bertaruh sepuluh lawan satu bila nanti Tom bangun, pikirannya
akan kem bali waras seperti biasa.
Begitulah, kam i berdua diam -diam m enunggu, dan akhirnya
Tom bergerak sedikit, m em buka m ata, m elihat berkeliling dan
berseru, “Halo! Astaga, aku di rum ah! Apa yang terjadi? Di m ana
http://facebook.com/indonesiapustaka

rakit kita?”
“Beres,” sahutku.
“Dan J im ?”
“Begitu juga,” kataku, tak berani terlalu jelas. Tapi Tom tak
m em perhatikan suaraku, m alah berkata, “Bagus! Hebat! Kini
sem ua beres dan kita selam at! Sudah kau katakan pada Bibi?”
Petualangan Huckleberry Finn 375

Aku akan berkata ‘ya’, tapi Bibi m enyela, “Tentang apa, Sid?”
“Tentang bagaim ana sem ua itu kam i laksanakan.”
“Sem ua apa?”
“Wah, ya sem uanya. Hanya ada satu hal yang paling luar
biasa akhir-akhir ini, yaitu bagaim ana kam i m em bebaskan budak
pela rian itu, kam i yang m em bebaskan, aku dan Tom .”
“Astaga! Mem bebaskan budak. Apa yang kau bicarakan, Nak,
pasti kau bingung lagi, pasti kau m engigau lagi!”
“Tidak! Aku tahu apa yang kukatakan! Kam i betul-betul telah
m em bebaskan negro itu. Aku dan Tom . Kam i yang m erancangkan
segala siasat, kam i yang m engerjakan siasat-siasat itu. Dan betapa
bagusnya rencana-rencana tersebut!” Tom tak bisa dihentikan
lagi, ceritanya m eluncur tak terputuskan dari m ulutnya. Bibi Sally
m endengarkan terus dengan penuh perhatian, dan kupikir lebih
baik bila aku tak coba-coba ikut bercerita. “Minta am pun Bibi,
berat sekali kerja yang kam i lakukan. Berm inggu-m inggu. Berjam -
jam tiap m alam , waktu seisi rum ah tidur sem ua. Kam i juga harus
m encuri lilin, sprei, baju bibi, sendok, piring seng, pisau roti,
baskom pem anas, batu gerinda, dan m asih banyak lagi. Bibi tak
akan tahu bagaim ana beratnya m em buat gergaji, pena, tulisan
di batu gerinda itu, dan lain-lainnya, dan juga Bibi tak akan bisa
m em perkirakan betapa kam i sangat gem bira m engerjakan sem ua
itu. Kam i juga yang m em buat gam bar peti m ati dan lainnya, juga
surat-surat kaleng itu. Kam i harus naik turun lewat penangkal
petir, m em buat terowongan di bawah pondok J im dengan jalan
m em asukkannya dalam sebuah kue, kam i kirim kan sendok dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

barang-barang kecil dengan jalan m em asukkannya ke dalam saku


celem ek Bibi....”
“Ya am pun!”
“...dan kam i penuhi pondok itu dengan tikus, ular dan
bin atan g-bin atan g lain n ya un tuk m en em an i J im . Kem udian
Bibi m enahan Tom di sini dengan m entega di bawah topinya
376 Mark Twain

hingga ham pir-ham pir saja sem ua rencana kam i gagal, sebab
orang-orang telah datang sebelum kam i sem ua keluar dari dalam
pondok. Kam i terpaksa bergerak cepat, hingga m ereka bisa
m endengar dan m enem bak serta m engejar kam i. Aku tertem bak.
Kam i bersem bunyi di pinggir jalan, sam pai para pengejar itu
lewat. Ketika anjing-anjing m endatangi kam i, m ereka tak tertarik,
m alah m engejar kelom pok orang-orang yang sangat ribut itu.
Kam i berhasil m asuk ke perahu, dan selam at m encapai rakit.
J im kini bebas, dan sem ua ini kam i kerjakan sendiri! Bukankah
sangat luar biasa, Bibi!”
“Belum pernah aku m endengar hal sem acam ini seum ur
hidupku! J adi sem ua ini gara-gara kau! Bajingan cilik! Sem ua
ketegangan dalam rum ah ini, penyebab kegilaan sem ua orang,
yang m enakut-nakuti kam i hingga ham pir m ati, sem ua ini kau!
Kalau kuturuti hatiku, kukuliti kau sekarang juga! Hh, dan setiap
m alam aku di sini... oh, cepatlah sem buh, bangsat cilik, agar kau
bisa tahu rasa nanti!”
Tapi Tom begitu ban gga dan gem bira hin gga ia sam a
sekali tak m em perhatikan Bibi Sally, terus saja ia m engoceh,
sam bil sekali-sekali Bibi Sally m enyela, dan m enyeburkan api
kem arahan n ya, kadan g-kadan g m ereka berdua sam a-sam a
berbicara, ributnya m engalahkan suatu rapat para kucing. Dan
akhirnya Bibi Sally berkata, “Baiklah, baiklah, kini kau bisa
m enikm ati kegem biraanm u, tapi awas kalau kau berani sekali lagi
m engusik-usik dia lagi....”
“Mengusik siapa?” Tom m em utuskan ceritanya, senyum nya
segera lenyap, digantikan rasa heran.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Siapa lagi kalau bukan negro pelarian itu? Kau kira siapa?”
“Tom ,” Tom berpaling dan m em andangku dengan pandang
tajam , “bukankah katam u tadi J im selam at? Apakah ia tertangkap
lagi?”
“Dia?” tanya Bibi Sally. “Negro yang lari itu? Pasti, tak usah
khawatir, ia telah tertangkap lagi, ditahan lagi di dalam pondok,
Petualangan Huckleberry Finn 377

hanya diberi m akan roti dan air, diikat dengan rantai besar
sam pai tuannya datang atau ia terjual di pelelangan.”
Tom bangkit, berdiri tegak di tem pat tidur, m atanya bagaikan
berapi, cuping hidungnya kem bang kem pis, berkata keras padaku,
“Mereka tak punya hak untuk m enawannya! Cepat! J angan buang
waktu lagi! Lepaskan dia! Dia bukan budak, dia bebas, sebebas
setiap m akhluk yang berjalan di atas bum i ini!”
“Apa yang kau m aksud, Nak?”
“Setiap kataku bukanlah isapan jem pol, Bibi Sally! Bila tak
ada yang berangkat untuk m em bebaskan J im , aku yang akan
pergi. Aku m engenalnya sejak aku kecil, begitu juga Tom ini.
Nona Watson m eninggal dua bulan yang lalu, dia begitu m alu
karena punya m aksud untuk m enjual J im ke daerah Selatan, hal
ini dikatakannya sendiri, dan dalam surat wasiatnya disebutkan
bahwa J im dinyatakan bebas dari perbudakan.”
“Lalu untuk apa kau ingin m em bebaskannya lagi, kalau kau
tahu bahwa dia sudah bebas?”
“Itulah soalnya, tapi m em ang akan begitulah pertanyaan dari
seorang wanita. Wah, Bibi, Bibi tak tahu bagaim ana hausnya aku
akan petualangan, rasanya m au aku m enyeberangi danau darah
asal saja.... Astaga, Bibi Polly!”
Benar-benar Bibi Polly! Muncul berdiri di pintu, m anis dan
tersenyum bahagia bagaikan patung m alaikat yang terbuat dari
kue. Bibi Polly!
Bibi Sally m elom pat, m em eluk saudaranya itu. Mem eluknya
erat-erat hingga kukira copotlah kepala Bibi Polly. Tak lupa
http://facebook.com/indonesiapustaka

air m ata m ulai m em banjir. Dan sem entara m ereka sibuk, aku
m endapat waktu cukup untuk bersem bunyi di bawah tem pat
tidur, sebab kukira ini keadaan akan sangat gawat bagi kam i.
Aku m engintai ke luar, kulihat Bibi Polly m elepaskan diri dari
pelukan saudaranya, m em andang tajam pada Tom lewat atas
kacam atanya, pandang tajam seakan hendak m enghancurkan
378 Mark Twain

Tom . Baru kem udian ia berkata, “Ya, ya, kukira lebih baik bila kau
palingkan kepalam u, Tom , m em ang lebih baik begitu.”
“Oh, astaga!” seru Bibi Sally, “apakah wajahnya begitu
berubah? Ia bukan Tom , ia Sid. Tom ... Tom ... wah, di m ana Tom
tadi? Baru saja ia ada di sini.”
“Kau m aksud di m ana Huck Finn, itulah yang kau m aksud.
Rasanya setelah sekian lam a m em besarkan seorang bangsat cilik
seperti Tom ini tak akan bisa aku lupa padanya, aneh sekali bila
itu terjadi. Keluar dari bawah tem pat tidur, Huck Finn!”
Aku keluar. Tapi tanpa tenaga rasanya.
Bibi Sally m erupakan orang yang paling bingung di dunia
ini waktu itu, kecuali Pam an Silas, tentu. Pam an Silas jadi
seperti orang m abuk waktu sem uanya diterangkan padanya. Dan
sepanjang hari tak tahu ia apa yang diperbuatnya; m alam harinya
waktu diadakan pertem uan doa, ia berkhotbah sedem ikian
m em bingungkan sehingga kewarasan otaknya diragukan orang,
bahkan orang yang tertua sekalipun tak bisa m engerti isi doa itu.
Bibi Polly m enceritakan apa dan siapa aku ini sebenarnya.
Kem udian ganti aku bercerita, bagaim ana sam pai aku berada
dalam keadaan yang sangat terjepit hingga waktu Nyonya Phelps,
Bibi Sally, m enyela, berkata, “Oh, kau boleh terus m em anggilku
Bibi Sally, aku telah terbiasa kini, dan tak perlu diubah lagi,”
sehingga waktu Bibi Sally m enyangkaku Tom Sawyer, aku terpaksa
tak m enolak, tak ada jalan lain kecuali m enerim a saja anggapan
itu, lagi pula aku tahu Tom tak akan m enyalahkanku. Sebab aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

tahu ia am at suka pada hal-hal yang rum it dan penuh rahasia, dan
pasti ia akan m em buatnya suatu petualangan untuk m em uaskan
hatinya. Dugaanku betul, ia datang dan m engaku sebagai Sid
untuk m em peringan tanggung jawab yang harus kupikul.
Bibi Polly m em benarkan kata-kata Tom tentang isi wasiat
Nyonya Watson yang m em bebaskan J im selam a-lam anya dari
Petualangan Huckleberry Finn 379

perbudakan. J adi benarlah, Tom telah bersusah payah m em eras


tenaga dan pikiran untuk m em bebaskan seorang negro yang
sebenarnya sudah bebas! Makanya walaupun kubujuk-bujuk dulu
tetap saja ia berkinginan m em bebaskan J im tanpa takut nanti
nam anya dan nam a keluarganya runtuh di m ata orang banyak.
Bibi Polly berkata, waktu Bibi Sally berkirim surat bahwa
Tom dan Sid telah tiba dengan selam at, ia berkata pada dirinya
sendiri, “Lihatlah! Seharusnya telah kuduga sejak sem ula, ku-
lepaskan anak itu pergi jauh seorang diri, dan entah apa yang
sedang diperbuatnya kini di tem pat yang jauh itu. Terpaksa
aku m engadakan perjalanan sebelas ratus m il, hanya untuk
m engetahui bangsat cilik itu kini sedang berbuat apa, sebab kau
tak pernah m enjawab surat-suratku.”
“Tapi, aku tak pernah m enerim a surat darim u,” sela Bibi
Sally.
“Ah, m asa! Dua kali aku berkirim surat, m enanyakan apa
yang kau m aksudkan dengan m engatakan bahwa Sid ada di sini.”
“Surat-surat itu tak pernah kuterim a.”
Bibi Polly perlahan m em alingkan kepalanya, m em andang
tajam pada Tom dan m em bentak, “Kau, Tom !”
“Ada apa?” tanya Tom terputus-putus.
“J angan bertanya ada apa, kau anak kurang ajar, berikan
surat-surat itu!”
“Surat-surat m ana, Bibi?”
“Surat-suratku! Bila tidak kau akan ku....”
“Ada di koperku! Nah, jangan gusar lagi. Surat-surat itu
http://facebook.com/indonesiapustaka

belum kubuka, m asih seperti waktu kudapat dari kantor pos. Aku
tahu surat-surat itu akan m em buat keadaan kam i m akin panas,
jadi bila saja Bibi tak tergesa-gesa datang aku akan....”
“Kau betul-betul harus kukuliti hidup-hidup! aku juga
berkirim surat m engatakan bahwa aku akan datang, m ungkin ia
juga yang....”
380 Mark Twain

“Tidak, surat terakhirm u itu datang kem arin, aku belum


m em bacanya, tapi sudah kuterim a.”
Aku berani bertaruh dua dolar, pasti Bibi Sally tak tahu di
m ana surat itu kini. Tapi kukira lebih baik bila aku diam saja.
http://facebook.com/indonesiapustaka
TAK ADA LAGI YANG HARUS
DITULIS

SAAT AKU sem pat berdua dengan Tom , kutanyakan padanya


tentang m aksud sebenarnya dengan ‘waktu penghiburan’, apa
m aksudnya, dan apa yang akan kam i perbuat andaikan rencana-
nya itu berhasil dengan sem purna, dan ia berhasil m em bebaskan
J im , kam i bertiga akan berhanyut dengan rakit sam pai ke m uara
sungai, bertualang terus di sepanjang perjalanan. Bila kam i
telah m encapai m ulut sungai, akan diberitahukannya pada J im
bahwa sebenarnya sejak sem ula ia telah bebas, kem udian akan
dibawanya J im dengan naik kapal uap di kelas satu pulang ke
St. Petersburg, serta akan diberinya J im uang sebagai pengganti
http://facebook.com/indonesiapustaka

waktunya yang hilang karena petualangan kam i. Sebelum nya


Tom akan m enulis surat ke rum ah, hingga kedatangan J im akan
disam but m eriah oleh orang-orang negro di kota itu, dengan
arak-arakan obor dan orkes tiup, pastilah dengan begitu J im akan
m encapai gelar ‘pahlawan’, begitu juga kam i. Tapi kukira lebih
baik bila akhir kejadian itu seperti yang telah terjadi saja.
382 Mark Twain

Tak m em buan g waktu lagi J im dibebaskan dari segala


ran tainya. Dan waktu Bibi Polly, Pam an Silas, dan Bibi Sally
m engetahui betapa baiknya J im m em bantu dokter m erawat Tom ,
m ereka sangat m em anjakan negro itu. Segala yang diperlukan
J im diberi, m akan ia boleh sebanyak-banyaknya dan sekehendak
seleranya, serta tak diperbolehkan J im bekerja sedikit pun.
J im boleh pula m enunggu Tom di kam arnya, dan bertiga kam i
berbicara panjang lebar. Tom m em beri J im uang em pat puluh
dolar, untuk kesudiannya m enjadi tawanan kam i dengan penuh
sabar dan m engerjalan segala apa yang kam i kehendaki. Uang
itu m em buat J im ham pir m ati kegirangan, katanya, “Nah, Huck,
apa kataku, kau ingat waktu kita di Pulau J ackson, dan kukatakan
bahwa karena dadaku berbulu lebat aku akan kaya, entah kapan?
Dan benar sekali, ini buktinya. Aku katakan padam u bahwa
aku pernah kaya, dan akan kaya lagi, dan ini buktinya. Kini
jangan bantah lagi aku m enerangkan tanda-tanda ajaib yang bisa
m eram alkan nasib kita, sebab aku yakin pertanda-pertanda itu
benar, buktinya ini, Huck!”
Tom pun ya ren can a baru, ia m en gajak aku dan J im
m engem bara ke daerah Indian, m enyelinap lari dari rum ah
Pam an, m engum pulkan perbekalan, kem udian bertualang di
antara orang-orang Indian untuk selam a dua atau tiga m inggu. Aku
setuju saja, tetapi aku katakan aku tak punya uang untuk m em beli
perbekalan, dan kukira uangku di rum ah telah dihabiskan oleh
Bapak, setelah diam bilnya dari Hakim Thatcher dihabiskannya
untuk m abuk-m abuk.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tidak,” kata Tom . “Uangm u m asih ada, enam ribu dolar


dan banyak lagi lebihnya. Bapakm u tak pernah m uncul kem bali.
Setidak-tidaknya waktu aku berangkat kem ari, belum ada berita
tentang dia.”
“Ia tak akan kem bali lagi, Huck,” kata J im penuh arti.
“Kenapa, J im ?” tanyaku.
Petualangan Huckleberry Finn 383

“J angan tanya kenapa, Huck, tapi ia tak akan kem bali lagi.”
Kudesak terus dia hingga akhirnya ia berkata, “Kau ingat
rum ah yang hanyut waktu kita berada di Pulau J ackson dulu?
Kau ingat di rum ah itu ada orang m ati, tertutup selim ut, aku
m asuk m endahuluim u untuk m elihat siapa dia, dan kem udian
tak kuperkenankan kau m elihatnya? Nah, kini kau boleh yakin
bahwa uangm u m asih tetap seperti dulu, sebab orang m ati itu
adalah bapakm u.”
Tom kini sudah ham pir sem buh. Peluru yang m engenai
betisnya kini digantungkannya di leher pada rantai arlojinya.
H abis sudah, tak ada lagi yan g harus kutulis, dan in i
m em buatku gem bira, sebab ternyata kini bahwa m em buat buku
itu suatu pekerjaan yang am at sulit. Kalau dari dulu aku tahu,
aku tak akan m enulis lagi. O, ya, agaknya aku akan terpaksa lari
m eninggalkan daerah ini lebih dulu dari Tom atau J im , sebab Bibi
Sally telah m enyatakan m aksudnya untuk m engam bilku sebagai
anak dan m endidikku jadi orang beradab. Rasanya aku tak akan
tahan bila keinginan Bibi Sally terpenuhi. Aku pernah m engalam i
hal yang sam a dengan Nyonya J anda Douglas.
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka
marK TWaIn
PeTUaLanGan hUCKLeBerrY FInn

K
arya klasik Amerika karangan Mark Twain ini merupakan
sekuel buku Petualangan Tom Sawyer. Huckleberry Finn si
gelandangan diangkat anak oleh Nyonya Janda dan dididik
menjadi orang terhormat. Tapi Huck idak betah dengan segala tata
krama yang dianggapnya terlalu kaku. Ditambah dengan kedatangan
kembali ayahnya yang pemabuk, Huck memutuskan untuk kabur.
Dimulailah petualangan Huck bersama Jim, seorang budak negro
yang juga sedang melarikan diri. Mereka berlayar menyusuri Sungai
Mississippi, bertemu dengan orang-orang baru, dan berkali-kali lolos
dari maut.
http://facebook.com/indonesiapustaka

SASTRA

KPG: 59 16 01203

KPG (KEPUSTAKAAN POPULER GRAMEDIA)


Gedung Kompas Gramedia, Blok 1 Lt. 3, Jl. Palmerah Barat 29-37,Jakarta 10270
Telp. 021-53650110, 53650111 ext. 3359; Fax. 53698044, www.penerbitkpg.com
KepustakaanPopulerGramedia; @penerbitkpg; penerbitkpg

Anda mungkin juga menyukai