Anda di halaman 1dari 3

Tere Liye

28 Juli 2019 pukul 14.06 · 


https://www.facebook.com/175057005878209/posts/2534498003267419/

*Tamus (cerita ini juga mengandung spoiler)


Kabut putih menyelimuti lereng gunung. Di bawah lembah, kelok sungai-sungai besar terlihat
dalam remang. Bulan sabit menggantung di langit, ditutupi separuhnya oleh awan hitam.
Hawa dingin menusuk tulang. Hutan lengang, tidak ada hewan yang tertarik keluar malam ini.
Serangga bersembunyi di sarangnya. Juga serigala, burung hantu dan hewan lainnya. Tapi tidak
di sebuah ceruk gua. Dua orang berjaga di pintu masuknya, tidak peduli cuaca dingin.
Di dalam ceruk gua, dua orang lainnya berdiri menunggu sejak tadi. Salah-satu dari mereka
mengeluarkan cahaya biru dari tangan, membuat sekeliling gua hangat. Sedangkan yang lain
berdiri tak bergerak. Matanya terpejam.
Plop. Terdengar suara seperti butir air meletus. Pintu portal muncul.
"Tuan Tamus, mereka telah tiba." Ucap salah-satu penjaga di depan ceruk.
Orang yang terpejam membuka matanya. Wajah tirusnya terlihat menakutkan. Mata hitam
tajamnya berputar. Dia mengenakan pakaian serba hitam. Tubuhnya tinggi kurus.
Portal itu terus membesar, tiga puluh detik, dari pintu portal melangkah keluar dua orang
pengawal lainnya, menyeret seseorang--wanita separuh baya yang masih mengenakan seragam
rumah sakit. Dia sepertinya suster, atau bidan, petugas kesehatan.
"Kami berhasil menemukan bidan itu, Tuan Tamus." Lapor pengawal yang baru datang,
mendorong kasar wanita tua bersamanya. Membuat wanita itu terjatuh di lantai gua.
"Bukankah itu penduduk klan rendah, klan Bumi?" Orang yang mengeluarkan cahaya biru dari
tangannya lebih dulu bertanya. Menatap sedikit keheranan.
"Ya." Jawab Tamus singkat. Suaranya terdengar bagai dari sumur dalam. Mengerikan.
"Kita melibatkan Klan Bumi sekarang?"
"Tidak. Klan hina itu tidak memiliki apapun yang pantas dilibakan. Hanya milyaran penduduk tak
berguna. Tapi wanita ini mengetahui sebuah informasi yang penting, Fala-tara-tana."
Tamus melangkah mendekati wanita separuh baya di lantai. Tangannya terangkat. Tubuh
wanita sontak terhentak, kepalanya mendongak.
"Bicara padaku, wanita tua!" Desis Tamus.
Lengang. Wanita itu tersedak. Lidahnya kelu. Sejak tadi dia tidak mengerti apa yang terjadi.
Orang-orang yang menghilang. Portal. Semua ini membuatnya takut.
"Dia tidak bicara sejak kami menculiknya dari rumah sakit, Tuan Tamus." Orang yang
membawanya memberitahu, "Tapi kami menemukan ini, mungkin bermanfaat." Orang itu
menyerahkan sebuah buku catatan. Seperti diary.
Tamus menggeram. Mengangkat tangannya ke udara, buku itu melayang mendekat. Dia
semakin lihai melakukan teknik kinetik, teknik dari Klan Matahari. Kemampuannya meningkat
pesat.
Halaman buku diary itu terbuka.
Mata hitam gelap Tamus bergerak membaca tulisannya:
“Tanggal 21 Mei, 2002.
Pukul 22.00. Malam ini aku memulai piket seperti biasanya. Shift malam hari. Jadwal kerja
biasa, hari biasa, dan aktivitas biasa. Rumah sakit cukup ramai, antrian poliklinik terlihat,
apoteker sibuk, para perawat sibuk. Aku masuk ke ruangan tugasku. Mengisi buku piket. Mulai
berjaga. Seharusnya aku tidak masuk, karena ini hari liburku, tapi teman bidan, aduh, dia
mendadak minta ijin, dan aku harus menggantikan posisinya berjaga.
Pukul 22.45. Ada panggilan darurat. Aku bergegas menuju
ruangan. Ada seorang perempuan muda, dengan badan lemah, tubuh kurus, hendak
melahirkan. Tidak ada siapa-siapa di sana, tidak ada keluarganya, tidak ada yang mengantar, dia
datangsendiri, susah payah. Aku tidak sempat bertanya siapa nama gadis itu, dia datang dari
mana. Wajahnya pucat—meski tetap terlihat cantik. Rambutnya panjang. Kondisinya buruk, aku
harus segera membantu.
Pukul 23.05. Situasi memburuk, gadis itu mengalami pendarahan dan bayinya sungsang.
Dengan nafas tersengal, dia memegang tanganku, “Selamatkan anakku, aku mohon.” Aku
mengangguk. Aku berjanji akan mengerahkan seluruh kemampuanku. Saat aku mulai bekerja,
entah apa yang terjadi, ruangan itu mendadak lebih dingin, butiran salju turun dari plafon. Aku
ingat sekali, itu bukan lagi malam yang biasa-biasa saja. Gadis itu bukan pasien yang biasa saja.
Tapi konsentrasiku pada bayi-nya. Tidak sempat bertanya.
Pukul 23.55. Setelah berkutat antara hidup dan mati, bayi itu
dilahirkan dengan selamat. Perempuan. Nampak sehat dan lucu. Ibunya sempat memeluk
bayinya. Tapi tenaganya sudah sampai di ujung, kondisinya tidak tertolong, pendarahan hebat.
Dia sempat mengambil sesuatu dari kantung pakaiannya. “Serahkan pin ini kepada siapapun
yang akan merawat anakku, agar kelak dia mewarisinya. Berikan dia nama Raib. Dia adalah
Putri. Ditubuhnya mengalir sesuatu yang amat istimewa.”
Pukul 23.59. Gadis muda itu wafat. Tubuhnya membeku dingin. Aku ingat sekali, lantai ruangan
itu dipenuhi onggokan salju. Dua perawat yang hendak mengurus jasad gadis itu saling
bertatapan bingung, darimana asal salju ini. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Semua itu tidak
masuk akal, tapi aku tidak mengerti. Bayi mungil itu menangis, membuatku bergegas
menggendongnya. Malang sekali nasibnya, Ibunya telah wafat. Entah ada di mana Ayahnya.
Bayi perempuan itu sebatang kara.
Persis tiba di ujung kalimat itu, Tamus menggeram marah. Dia mengibaskan tangannya, buku di
udara langsung hancur tercerai-berai seketika. Bidan yang duduk di lantai gua terbanting jatuh.
BUM! Tamus menghantamkan tangannya ke sembarang arah. Membuat dinding gua bergetar
hebat.
"Murid tidak tahu terima-kasih itu! Dia telah menipuku!" Dengus Tamus.
"Apa maksudmu, Tamus? Bukankah kita sedang mencari tahu di mana Si Tanpa Mahkota
dipenjara sekarang? Kenapa kita mencari hal lain?" Tanya Fala-tara-tana IV.
"Tidak! Si Tanpa Mahkota adalah sejarah. Dia hanya peduli kekuatannya sendiri. Kita harus
mencari sekutu baru. Yang memiliki visi sama. Dunia paralel hanya untuk para pemilik
kekuatan, bukan milik orang-orang lemah. Tidak ada tempat untuk penduduk tanpa teknik
bertarung, menjijikkan melihat mereka." Tamus masih menggeram marah. Membuat salju
berguguran di sekitar mereka.
"Muridku, Selena, dia telah menipuku. Dia bilang orang-tua anak itu mati saat kecelakaan
pesawat. Catatan ini menunjukkan sebaliknya. Selena mengetahui sebuah rahasia besar. Dia,
dia boleh jadi telah berhasil menemukan Nebula. Tapi dia tidak pernah menceritakannya."
"Nebula?" Fala-tara-tana IV terdiam. "Astaga? Klan itu?"
"Aku terlalu mempercayai murid tidak tahu terima-kasih itu. Dia benar-benar pintar menutupi
kebohongan di depanku hingga tidak terdeteksi. Orang tua anak itu, adalah kunci segalanya.
Aku luput melihatnya. Terlalu sibuk mencari cara membuka penjara Bayangan, terlalu sibuk
mengeluarkan Si Tanpa Mahkota, lupa jika jawaban semuanya ada di anak itu. Ada di depan
mata kita selama ini."
"Apakah maksudmu anak yang disebut pemilik keturunan murni itu?"
"Ya. Anak yang menyebalkan itu." Tamus meremas jemarinya, wajahnya kesal sekali, "Mereka
hanya remaja kemarin sore. Tapi mereka selalu beruntung. Aku ingin sekali meremukkan
mereka semua, terutama anak laki-laki itu, dengan rambut kusutnya, seolah paling pintar, akan
kubuat dia membeku jika dia ada di sini sekarang."
Fala-tara-tana IV menjentikkan tangannya, potongan kertas dari buku diary yang tersisa terlihat
melayang, ""Ditubuhnya mengalir sesuatu yang amat istimewa." Apa maksud kalimat ini,
Tamus? Apakah terkait dengan keturunan murninya?"
"Tidak. Aku yakin tidak hanya itu sekarang." Wajah tirus Tamus terlihat semakin menakutkan,
"Anak itu memiliki sesuatu yang lain. Aku seharusnya menyadarinya sejak dulu. Mata anak itu.
Mata anak itu menyimpan sesuatu. Kekuatan ganjil dunia paralel. Dan orang-tuanya, adalah
kunci menuju ke sana. Temukan Nebula, kita akan menemukan sekutu hebat di sana. Siapapun
dia. Berapapun harganya. Bahkan jika itu harus dibayar dengan hancur leburnya dunia paralel."
"Kita berangkat sekarang, Fala-tara-tana IV. Cukup sudah kita bersembunyi di Distrik Sungai-
Sungai Jauh ini. Saatnya menyusun rencana baru." Tamus melangkah.
"Bagaimana dengan bidan itu, Tuan Tamus?" Pengawalnya bertanya.
"Bukan urusanku. Dia terlalu banyak menyaksikan rahasia dunia paralel. Tinggalkan saja di sini--
aku tidak peduli."
Plop. Tamus menjentikkan tangannya, membuka portal. Dia melesat melintasinya. Disusul oleh
Fala-tara-tana IV.
*Tere Liye

Anda mungkin juga menyukai