Anda di halaman 1dari 11

Pukat

Tere Liye
Pukat
Tere Liye

Pukat Tere Liye


"Jangan pernah membenci Mamak kau, jangan sekali-kali. Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia
lakukan demi kau, Amelia, Burlian dan Ayuk Eli, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum
sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta serta rasa sayangnya kepada kalian..."

Meski dibesarkan dalam kesederhanaan, keterbatasan, berbaur dengan kepolosan dan kenakalan. Mamak
selalu menanamkan arti kerja-keras, kejujuran, harga diri serta perangai tidak tercela. Dan di sini, kasih
sayang keluarga adalah segalanya. Selamat datang di dunia anak-anak yang tidak pernah kalian bayangkan.

Pukat Details

Date : Published March 2010 by Penerbit Republika (first published 2010)


ISBN :
Author : Tere Liye
Format : Paperback 351 pages
Genre : Novels, Fiction, Family

Download Pukat ...pdf

Read Online Pukat ...pdf

Download and Read Free Online Pukat Tere Liye


From Reader Review Pukat for online ebook
drg Rifqie Al Haris says

Jika kemarin aku sudah menuliskan untuk novel Burlian, sekarang giliran buku ke-3 nya yang akan aku
review. Kali ini tokoh sentralnya adalah Pukat. Anak ke-2 dari anak-anak mamak. Pukat adalah anak yang
cerdas. Bahkan ada sedikit terselip cerita detektif dimana Pukat berhasil menidentifikasi siapa pelaku
pembajakan kereta.

Novel ini masih saja kaya akan pesan moral. Tidak ketinggalan juga akan banyak sekali informasi mengenai
kearifan sosial budaya tempat Pukat tinggal. Semangat kekeluargaan yang sederhana dan harmonis membuat
buku ini sangat cocok sebagai bacaan segala usia.

Beberapa kisah yang mengharukan tentang kasih sayang seorang ibu agaknya memperkuat keindahan novel
ini. Khas Tere Liye.

miss says

Hmmn.. Burlian & Pukat.. Apa bedanya ya? Seperti satu orang, bukan kakak adik..

Empat bintang..
Karena banyak nilai moral yg bisa dipetik, yg selama ini terlupakan..
Ya.. Kebaikan2 kecil yg mulai menghilang..

"Kitalah yg paling tahu spt apa kita, spanjang kita jujur thd diri sendiri. Spanjang kita tbuka dg pndapat org
lain, mau mendengarkan masukan & punya sdkt selera humor, menertawakan diri sendiri. Dg itu semua kita
bisa terus mmperbaiki perangai"
P.94

Hairi says

Menggigit, riang, mengenyangkan, bikin senyum2, ketawa-ketiwi.

Saya suka banget ama buku ini. Tak banyak.. atau bahkan hampir tidak ada buku yang bisa menghibur saya
di saat saya dalam periode bete stadium akut, tapi buku ini bisa.. *takjub*. Terima Kasih Pukat telah menjadi
teman yang sangat menyenangkan dalam masa-masa itu.. :)

Suka cerita waktu Raju, temannya si Pukat jatuh cinta. Aiiih... Cinta emang bumbu yang paling lariss deh.
Tapi ini beda, cinta monyet gitu. Dan saya tesenyum lebaaar waktu menemukan alasan Raju kenapa dia
akhirnya berhenti untuk mencintai seorang wanita. Alasannya... Lucu banget.. khas anak kecil :p
Kau tahu kenapa kebanyakan orang menganggap kecantikan seorang perempuan lebih penting dibandingkan
perangai yang baik? Karena di dunia ini, lelaki bodoh jumlahnya lebih banyak dibandingkan lelaki buta.(hal.
178)

Trus.. Bagaimana saat Raju dan Pukat bertengkar.. Ditulis dengan bahasa yang segar tapi sukses membuat
saya tertampar. Bagaimana saya tidak jatuh cinta pada buku ini? :p

Kalau kau tidak suka dengan seseorang dalam hal-hal tertentu, bagaimana mungkin kau dengan mudah jadi
menyingkirkan kedekatan dan rasa suka di banyak hal lainnya? (hal. 86)

Walaupun saya sempat terganggu dengan 'dimatikannya' Raju, lha kok sama gitu dengan buku terdahulu
(Burlian)? Sama-sama ada temannya yang mati. Tapiii... lagi-lagi saya harus mengingat dan menerapkan satu
hal, "Jangan menyimpulkan sesuatu jika belum membacanya sampai akhir."

Berbagai hal yang mendidik juga ditemukan di buku ini.. tapi penulisnya menyampaikan tidak seperti
menggurui. Keren banget deh, seperti belajar sambil bermain. Bagaimana mengingatkan kita untuk tidak
memakan bangkai saudaranya sendiri, bagaimana mengingatkan kita betapa mahalnya sebutir beras, tentang
kejujuran juga tentang cinta seorang Ibu daann... ada tips buat menulis khas Tere Liye ;)

Jika kau terbiasa memiliki keluarga, teman dan lingkungan sekitar yang baik, saling mendukung, maka kau
akan tumbuh dengan sifat yang baik dan elok pula. Tidak jahat, tidak merusak. Siapa yang paling tahu kau
memiliki sifat apa? Tentu saja kau sendiri. (Hal. 94)

Oya, novel ini juga menggambarkan betapa harmonisnya sebuah masyarakat di satu kampung. Gotong
royongnya itu loh.. Kereeen... :D

Ah... suka.. suka.. suka... *upin-ipin mode on*

Titi Estiningrum says

akhirnya kebeli juga si pukat ni... karena dah nahan-nahan sejak pameran buku Ikapi di bandung februari
lalu.
menurutku, pukat tidak seseru burlian. bagus sih..., tetap ada 'sentuhan tere' seperti yang kurasakan di buku-
buku lain yang sudah kubaca.
buku ketiga tentang anak-anak mamak, tentang si pukat yang pintar, dengan segala kepintarannya sampai-
sampai bercerita pun penuh rahasia. (grrh... penasaran kenapa si Raju masih hidup).
yang kusuka dari buku ini adalah, pukat bener-bener seperti apa adanya anak-anak, ternyata pukat 'berkelahi'
dengan temannya (kirain klo anak pintar gak bakalan berkelahi), trus ada bandel-bandelnya anak-anak yang
nggak kapok-kapok(lihat deh, sudah pernah tersesat di tengah belitan akar rotan, e.. masih juga terjebak di
tengah api pas membuka ladang, dikejar babi hutan),
suka juga sosok mamak-nya tere, di burlian titi nggak menemukan mamak marah sampai tega nggak ngasih
makan malam, atau tega meminta anak-anak menghabiskan sarapan yang bersisa, pas jam makan
siang.(bayangkan, nasinya sudah dicampur kecap asin lho...)
oya agak aneh juga ya, kok pasangan nasinya kecap asin, klo di jawa tengah pasangannya kecap manis
soalnya.
apa lagi yah... kenapa jadi lupa gini..
oya, kenapa dan bagaimana si pukat sukses kenapa nggak diceritain lebih detail ya.. apa karena memang
berfokus pada masa kanak-kanak mereka ?
trus pake ada gerhana matahari segala, ini kira-kira setting tahun berapa yak, secara masih ada pisang goreng
harga 100 rupiah.
terus kemudian, ada harta karun di atap masjid, kenapa baru ketahuan. trus celengan Nek Kiba, itu apaan kok
bisa bersinar-sinar gitu...
apapun itu, titi tetap suka buku tere dengan sentuhan humanisnya. bener-bener menginspirasi.... ditunggu
Ayuk Eliana-nya

Fariza says

Berbeza dengan Burlian, Pukat sangat bijak. Tidak banyak bertanya dan punya jawapan kepada kebanyakan
soalan dan menjadikannya sebagai pelajar favorite.

Saya menyangka Tere Liye akan membuat plot yang sama di mana salah seorang kawan Pukat akan mati
juga seperti Ahmad dalam buku Burlian. Namun begitu, saya begitu gembira apabila Raju masih hidup dan
berkahwin dengan Saleha. Sedikit 'twist' yang menarik.

Paling saya suka Watak Wak Yati berkembang banyak dalam Pukat berbanding Burlian. Menarik.

Septika says

Saya sudah terkontaminasi virus ‘Tere Liye’ ahahaaa… Buku2 bang Tere sukses menghipnotis saya,
termasuk buku ‘Pukat’ ini,,kembali saya beri 4 bintang *plok..plok..plok*

Pukat merupakan buku ke-3 dari serial anak2 mamak, tetapi menjadi buku ke-2 yang terbit setelah Burlian.
Untuk urutan terbit buku2 dalam serial anak2 mamak ini, sungguh saya masih bingung, kenapa penulisnya
tidak menerbitkan sesuai dengan urutan kelahiran anak2 mamak, dari yg tertua Eliana-Pukat-Burlian-Amelia,
tetapi justru acak: Burlian-Pukat-rencananya Amelia dulu-terakhir Eliana. Lepas dari urutan penerbitan
buku2 itu,,saya tetap bersemangat mengikuti serial ini,,lagipula buku ke-2 bukanlah sambungan dari buku
sebelumnya,,hanya tokoh2nya yang sama,,sehingga kita bisa saja membaca Pukat dulu baru kemudian
Burlian,,tanpa merasa kebingungan.

Buku ini menampilkan tokoh utama seorang anak laki2 dari pedalaman Sumatera yang duduk di kelas 6 SD.
Pukat mempunyai seorang kakak –Eliana yang bersekolah di SMP di kota kabupaten-, dan dua orang adik
–Burlian (kelas 5) dan Amelia (kelas 4). Walaupun mereka hidup jauh di desa kecil,,tetapi mereka tetap
merasakan keriangan masa-masa indah kanak-kanak,,yang diisi dengan sekolah plus PR yang setumpuk dari
Pak Bin, bermain bola air sambil mandi di sungai setiap sore, kenakalan2 sehingga diomeli mamak setiap
pagi-siang-sore, dan keharusan membantu bapak-mamak di ladang-hutan.

Pukat diberi predikat ‘anak pintar’ oleh orang tuanya dan penduduk kampung lainnya. Dia dianggap sebagai
anak yang tahu jawaban dari semua pertanyaan dan teka-teki. Pukat lebih senang bertindak sebagai
pengamat, dan berpikir untuk menemukan sebuah jawaban, berbeda dengan adiknya Burlian yang banyak
bertanya sampai malas berpikir sendiri. Hanya satu teka-teki dari Wak Yati yang tidak bisa dijawab Pukat.
“Langit tinggi bagai dinding, lembah luas ibarat mangkok, hutan menghijau seperti zamrut, sungai mengalir
ibarat naga, tak terbilang kekayaan kampung ini. Sungguh tak terbilang. Maka yang manakah harta karun
yang paling berharganya?”
Wak Yati membuat Pukat berjanji akan segera datang secepat mungkin untuk menemuinya jika sudah tahu
jawabannya, bahkan jika nantinya harus menyebutkan jawaban tersebut di atas pusara Wak Yati.

Begitulah Pukat dan saudara2nya, meski dibesarkan dalam kesederhanaan dan segala keterbatasan, Mamak
mereka selalu menanamkan pentingnya kejujuran, kerja keras, harga diri dan perbuatan baik. Banyak nilai-
nilai kehidupan yang sudah sering ditinggalkan sekarang ini,, dijabarkan dengan baik melalui interaksi antar
tokoh2 di buku ini tanpa terkesan menggurui. Salah satu contohnya yaitu di bab ‘Petani adalah Kehidupan-
3’, yaitu melalui kata2 bapak kepada Pukat dan Burlian saat berada di ladang.

“Petani adalah kehidupan. Proses panjang menghargai kasih sayang alam dan lingkungan sekitar. Proses
panjang dari rasa syukur kepada yang maha kuasa. Padi2 ini tumbuh subur, tapi hanya dengan kebaikan
Tuhan-lah, esok lusa akan muncul bilur2 padi. Kita tidak akan pernah bisa menumbuhkan padi, membuatnya
berbuah, kita hanya bisa membantu prosesnya.” ---hal.313

“Tetapi apapun yang terjadi, kita sudah melaksanakan prosesnya dengan baik. Sekarang tinggal menunggu
dan berharap. Itulah kebijaksanaan tertua yang dimiliki leluhur kita. Menunggu dan berharap. Selalulah
meminta pertolongan dengan 2 hal itu. Menunggu itu berarti sabar. Berharap itu berarti doa.” --- hal 314

Atau melalui teka-teki Wak Yati:


“Waktu adalah segalanya, tidak ada yang memilikinya. Tidak ada yang bisa meminjamkannya. Bagaimana
cara menghabiskan waktu dengan baik, tanpa beban dan tanpa keluhan?
Jawabannya: berpikir,,bekerja keras,,dan bermain!!” --- hal 176

Kasih sayang keluarga juga sangat terasa dalam aliran kata-kata di buku ini, terlebih lagi kasih sayang
mamak, seperti kata bapak:
“Jangan pernah membenci Mamak kau, jangan sekali-kali… karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah
ia lakukan demi kalian, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa
cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian.”

Jadi teringat dengan ibuku,,yang entah sudah berapa ribu kali aku tidak menuruti kata2 ibu (terutama waktu
kecil,,sering kabur lewat jendela saat waktunya tidur siang hehee),,dan sampai segede ini belum bisa
membanggakan & membahagiakan beliau?
Ibuuuu…maapin anakmu ini. I lope u full……ibu #1 di dunia ^.^?
Indarpati Indarpati says

Awal aku tertarik membaca tulisan Tere Liye gara-gara seorang sahabat ngefans berat sama dia. Hanya,
berbeda dengan Tasaro yang ramah n enak jika diajak 'ngobrol' penggemarnya, katanya si Tere ini agak
jutek. Nah, justru kata jutek inilah yang membuatku ingin tahu tulisannya. Dan saudara-saudara, aku ternyata
selama ini terkecoh sama nama penanya. Kukira si Tere Liye ini cewek. Nyatanya nama aslinya Darwis.
Cowok bo'!
Oke, back to book!
Karena ini serial ketiga dari anak-anak mamak, tak bisalah aku membandingkan dengan cerita sebelumnya.
Yang jelas, buku ini menyajikan sisi lain dari anak-anak Indonesia yang kaya. Anak-anak yang dibesarkan
oleh alam dan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang.
Sebagai seorang ibu, aku merasa menyatu sama mamak. Sama-sama galak dan tegas, maksudnya. hehehe...
Aku setuju ketika mamak tetap menghukum Pukat, si anak pintar itu, meski kehujanan dan kelaparan. Aku
juga setujuu cara emak memberi pelajaran anak-anak untuk menghargai makanan.
sedikit yang mengganggu di buku ini adalah adanya beberapa typo.
Nggg... review lengkapnya kapan2 aja ah. Ini mah curhat aja. Yang jelas, aku jadi pengin baca tulisan Tere
yang lain. Nunggu buku diskonan aja. :)

Monaria Yulius says

five star!!!
angkat topi buat tere liye atas karyanya. tidak seperti novel burlian sebelumnya, dimana saya penasaran dan
ingin membaca lebih jauh kisah burlian. di novel pukat ini. hal yang paling berkesan adalah
masalah untung rugi,
kecerdikan pukat dgn bubuk kopi di gerbong kereta,
lubang pembuangan terkotor dan
"petuah" penulis yang sangat menohok saya diakhir kisah sekaligus mengajari saya dan pembaca. jangan
seperti burlian. pesan penulis. jangan membaca saja novel ini sampai habis, tapi berpikir.
saya sangat tertohok sekaligus tertawa di akhir kisah karena ulah penulis ini tentang raju.

Fizah says

“Lubang pembuangan terkotor di dunia adalah mulut kita. Nek Kiba menghela nafas pelan, Mulut kitalah
yang setiap hari mengeluarkan bau paling memualkan, mulut kitalah yang tega mengunyah bangkai, mulut
kitalah yang menelan lantas memuntahkan kotoran busuk. Oi, andaikata kalian bisa menjaganya, tetap
kebanyakan dari kalian tidak bisa menghindari mulut mengeluarkan sampah-sampah tidak berguna, meski
tidak bau dan tidak mengganggu. Kalian tetap sering mengeluarkan ucapan mubazir, perkataan sia-sia.
Apalagi yang sama sekali tidak bisa menjaganya. Sungguh itulah lubang pembuangan terkotor di dunia”.

“Jual beli itu dihalalkan. Siapa yang menjual dengan baik, memberikan barang dengan benar, tanpa menipu,
senang hati melebihkan timbangan, member bonus tambahan, niscaya dia mendapatkan keuntungan yang
berlipat-lipat” dan juga “Rasa senang yang muncul tidak bisa dibeli dengan uang segunung”.

“Jangan pernah membenci Mamak kau, jangan sekali-kali Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia
lakukan demi kau, Amelia, Burlian dan Ayuk Eli, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum
sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian…”.

“Kiba, tidak ada yang paling menyedihkan didunia ini selain kehilangan kejujuran, harga diri, dan martabat.
Kita sudah kehilangan semuanya. Bapak kau pergi selamanya. Harta benda, Kebun ladang, Pendidikan,
semuanya. Berjanjilah Kiba, berjanjilah walau hidup kita susah, sebutir beras pun tidak punya, kau tidak
akan pernah mencuri, tidak akan merendahkan harga dirimu demi sesuap makanan”.

Uci Febria says

Buku ketiga ??? Sebenarnya agak ragu juga menuliskan buku ini sebagai buku ketiga, karena yang saya tahu
cuma dua seri Burlian dan Pukat. Buku pertamanya apa?? Saya sudah coba mencari informasi buku
pertamanya di buku Pukat ini tetapi saya tidak menemukan informasi yang saya inginkan.

Serial Anak-anak Mamak ini ternyata tidak jauh berbeda dengan buku kedua Burlian. Hanya tokoh utamanya
saja yang berbeda.Suasana yang saya dapatkan hampir sama dengan yang saya dapatkan saat membaca
Burlian. Dari awal sampai pertengahan halaman saya masih bisa menikmati. Semua sisi lain Pukat yang
tidak diceritakan di buku Burlian diungkapkan disini. Yang saya temukan adalah ternyata karakter Burlian
dan Pukat itu hampir sama. Burlian mempunyai banyak kelebihan begitu juga Pukat. Burlian pernah berbuat
kesalahan sama Emak, begitu juga Pukat. Burlian punya sahabat karib yang akhirnya meninggalkannya,
begitu juga Pukat. Ya walaupun mungkin nasibnya Raju tidak sama dengan Akhmad.

Bagian yang paling tidak saya sukai adalah paragraf terakhir. Kalau paragraf ini dihilangkan, kejutan yang
dihadirkan penulis di akhir cerita mungkin akan lebih menyenangkan. :)

Farid Ikhsan says

Sebuah bacaan yang bergizi, dan karenanya, saya ingin menambahkannya ke dalam daftar koleksi
perpustakaan saya. Sebuah bacaan alternatif di tengah-tengah hiburan yang kian menggelisahkan. Banyak
sekali pesan moral di sini, mengajarkan anak-anak (juga kita) tentang prinsip-prinsip kebijaksanaan hidup.
Dan yang palig berkesan bagi saya adalah teka-teki Wak Yati, Apakah Warisan paling berharga dari
kampung kita? Sebuah teka-teki yang jika Pukat berhasil memecahkannya, ia akan Wak Yati meminta Pukat
untuk segera menemuinya, meski jika waktu itu harus ia jawab di makam Wak Yati.

Sebuah teka-teki yang saya iyakan dalam hati, kerena harta itu benar-benar berharga...

2 jempol untuk novel ini.


Ananda Sivi says

Alahmdulillah, Pukatnya selesai sudah.


Subhanallah.. nggak kalah hebat sama Burlian.
Pukat yg memang kakaknya Burlian pikirannya pun lebih 'kakak' dan lagi, dia juga anak yg cerdas n pintar!
ceritanya masih seputar pengalaman anak-anak mamak. dgn sudut pandang Pukat cerita ini lebih beda dari
Burlian.
Tetap sarat makna dan mengajari kita berbagai hal yg kadang justru kita sepelekan,
seperti kejujuran, persahabatan, kasih sayang, dan arti seorang ibu.

Indah Azlina says

“Baiklah, mungkin ada gunanya juga kau tidur di luar malam ini. Berfikir. Pikirkan kalimat Bapak ini, kau
tahu, kenapa setiap anak harus mendengarkan nasehat, larangan, atau apa saja dari Mamak-nya? Sungguh
bukan karena Mamak pernah jadi anak kecil, sedangkan kau belum pernah jadi orang dewasa. Bukan karena
ukuran usia atau kedewasaan…. Tetapi jikau kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lakukan demi kau,
Amelia, Burlian dan Ayuk Eli, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari
pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian.”

Serial anak-anak Mamak dalam “Pukat”, menceritakan sekelumit petualangan Pukat, saudara-saudaranya,
dan teman-teman sebayanya dengan segala keluguan dan kenakalannya, namum memendam nilai-nilai luhur
yang sangat amat patut untuk dilestarikan. Kejujuran, kasih sayang dan persahabatan yang dibungkus dengan
kenakalan dan keterbatasan anak-anak.

Kisah Pukat memberikan inspirasi banyak hal tentang dunia anak yang dipenuhi naluri belajar sambil
bersenang-senang. Pukat di gambarkan sebagai sosok yang pintar dan mempunyai cita-cita menjadi seorang
Peneliti. Burlian digambarkan sebagai seorang anak yang hanya sibuk bertanya, bertanya dan bertanya .
terlepas dari itu semua, kisah ini penuh kejutan-kejutan hingga di lembaran terakhir. Puas rasanya menyantap
buku ini. Terlalu banyak pesan moral yang sangat penting, walau untuk orang seusiaku, karena buku ini
diperuntukkan bagi pembaca lintas usia. Salah satunya, cerita ini hadir sebagai sebuah karya sastra yang
menampilakan kehidupan para tokoh yang tumbuh bersama alam. Ah, pokoknya, intinya, Novel ini
RECOMMENDED AND MUST READ!!!

Ali Rachmat says

Pukat, anak yang cerdas adalah anak kedua dari serial anak-anak mamak, tetapi buku ketiga dari seril
tersebut...
banyak Nilai moral yang bisa di ambil dari serial anak-anak mamak ( Pukat ).

Berikut beberapa kata-kata yang terdapat di dalam novel PUKAT :


"Kau tahu kenapa kebanyakan orang menganggap kecantikan seorang perempuan lebih penting
dibandingkan perangai yang baik? Karena di dunia ini, lelaki bodoh jumlahnya lebih banyak dibandingkan
lelaki buta."

“Kiba, tidak ada yang paling menyedihkan didunia ini selain kehilangan kejujuran, harga diri, dan martabat.
Kita sudah kehilangan semuanya. Bapak kau pergi selamanya. Harta benda, Kebun ladang, Pendidikan,
semuanya. Berjanjilah Kiba, berjanjilah walau hidup kita susah, sebutir beras pun tidak punya, kau tidak
akan pernah mencuri, tidak akan merendahkan harga dirimu demi sesuap makanan”.

“Jangan pernah membenci Mamak kau, jangan sekali-kali Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia
lakukan demi kau, Amelia, Burlian dan Ayuk Eli, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum
sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian…”.

"Jika kau terbiasa memiliki keluarga, teman dan lingkungan sekitar yang baik, saling mendukung, maka kau
akan tumbuh dengan sifat yang baik dan elok pula. Tidak jahat, tidak merusak. Siapa yang paling tahu kau
memiliki sifat apa? Tentu saja kau sendiri."

"Orang-orang yang jujur, menjaga kehormatannya, dan selalu berbuat baik kepada orang lain, maka meski
hidupnya tetap sederhana dan terlihat biasa-biasa saja, maka sejatinya dia telah menggenggam dunia."

"Sepanjang kita terbuka dengan pendapat orang lain mau mendengarkan masukan dan punya sedikit selera
humor, menertawakan diri sendiri. Dengan itu semua kita bisa terus perbaiki perangai diri."

"Berpikirlah sedikit, rangkaikan sendiri kejadian-kejadia yang ada, lantas dengan cerdas mengambil
kesempulan. Jangan macam Burlian yang hanya sibuk bertanya, bertanya dan bertanya"

“Lubang pembuangan terkotor di dunia adalah mulut kita. Nek Kiba menghela nafas pelan, Mulut kitalah
yang setiap hari mengeluarkan bau paling memualkan, mulut kitalah yang tega mengunyah bangkai, mulut
kitalah yang menelan lantas memuntahkan kotoran busuk. Oi, andaikata kalian bisa menjaganya, tetap
kebanyakan dari kalian tidak bisa menghindari mulut mengeluarkan sampah-sampah tidak berguna, meski
tidak bau dan tidak mengganggu. Kalian tetap sering mengeluarkan ucapan mubazir, perkataan sia-sia.
Apalagi yang sama sekali tidak bisa menjaganya. Sungguh itulah lubang pembuangan terkotor di dunia”.

Cik Aini says

Berbeza dengan Burlian di mana setiap bab merupakan satu kisah kecil satu kehidupan, Pukat disajikan oleh
penulis sebagai satu cerita/ wadah kehidupan dari kaca mata Pukat (abang Burlian). Sungguh lebih banyak
kisahnya yang panjang-panjang, yang banyak menyebabkan saya berfikir.

Pukat digelar anak pandai, namun pandainya tidak begitu ditonjolkan, kecuali di awalan cerita di mana
mereka dapat memerangkap pencuri di dalam keretapi.

Masih ada unsur lelucon di dalam kisah ini, cinta pertama Raju yang pertama kali terlihat Saleha, hingga
menjadi gila bayang, ataupun kisah Pukat membantu Ibu Ahmad menjaga gerai. Sebagai seorang abang,
boleh dikira dalam kenakalan Pukat, Pukat lebih matang berbanding Burlian, dan dalam kematangan itulah,
ceritanya lebih berkisar kepada penat lelah seorang petani membuka hutan untuk dijadikan sawah, ataupun
kisah Wak Yati yang disayangi mereka. Dan penghujung kehidupan Wak Yati, yang digambarkan sederhana
tetapi terkesan di hati.

Jujurnya Pukat mengajar kita menghargai sesuatu! walaupun sekecil mana usaha yang dicurahkan.

Saya tertawa kecil membaca saat Pukat mendengar kata Wak Yati (Pukat, Tere-Liye, 2010)

Beratus kisah puteri jelita, tidak akan berhenti hingga kiamat nanti. Berjuta wanita hendak cantik, tidak akan
pernah sedar sehingga ketuaan datang tidak tertahankan. Kau tahu kenapa?

Kerana di dunia ini, lelaki bodoh jumlahnya lebih banyak dibandingkan lelaki buta :-)

Anda mungkin juga menyukai