Anda di halaman 1dari 7

Laporan Membaca Novel

Pulang
Karya : Tere Liye

Oleh:
Amarilis Khairina Madhiyah

XII MIPA 5
SMAN 39 JAKARTA
Tere Liye merupakan salah satu penulis Indonesia asal Sumatera Selatan
yang telah melahirkan lebih dari 25 karya. Tere Liye merupakan lulusan dari
Fakultas Ekonomi Universitas ndonesia. Walaupun ia sudah banyak menghasilkan
buku fiksi yang sukses di pasaran, ia tetap bekerja sebagai akuntan karena
baginya, menulis cerita hanya sekedar hobi. Tere Liye memiliki rentang genre
yang luas mulai dari romantis hingga politik.
Saya tertarik untuk membaca novel Pulang karena kover dan judul pada
novel ini menarik sehingga membuat saya penasaran untuk membaca isi novel ini.
Terlebih, novel ini sudah dinyatakan sebagai best seller yang dapat dilihat dari
jumlah cetakannya yang tidak sedikit. Akan tetapi, pada sinopsis di cover
belakang kurang menjelaskan tentang isi kandungan novel ini. Akan lebih
menarik jika sinopsis novel ini diperpanjang dan testimoni/pandangan dari
pembaca dikurangi.
Novel Pulang merupakan novel fiksi bergenre ekonomi berbalut aksi yang
menceritakan kehidupan seorang anak bernama bujang yang berasal dari
pendalaman Sumatra. Novel ini menghadirkan suasana kehidupan keluarga
pengendali shadow economy di ibu kota yang penuh dengan aksi. Dengan alur
yang maju mudur mengajak pembaca untuk menikmati keseruan cerita.
Novel Pulang memiliki identitas buku sebagai berikut:
Judul buku : Pulang
Penulis : Tere Liye
Tebal buku : 400 + iv hal. ; 13,5x 20,5 cm
Berat buku : 500 gram
Penerbit : Republika Penerbit
Kota terbit : Jakarta
Editor : Triana Rahmawati
Cetakan xiv : Februari 2016
No. ISBN : 9786020822129
Pada gambar kover buku terlihat seperti kertas hijau yang dirobek pada
bagian tengah dan terdapat pemandangan matahari terbenam ditengah lubang
tersebut. Kover ini kurang menggambarkan isi cerita buku yang mana hanya
melukiskan salah satu latar didalam buku. Berbeda dengan gambar kover,
pemilihan font pada judul sangat sesuai dengan isi cerita, seperti memperlihatkan
perjuangan dan pertarungan dalam cerita.
Pengarang sangat bagus dalam pemilihan dan susunan kata sehingga
menarik dan tidak bosan untuk dibaca, namun sebagian besar kata yang digunakan
tidaklah umum maka akan lebih baik jika penulis menggunakan kata-kata yang
umum sehingga pembaca akan lebih mudah mengerti.
Yang tak kalah bagusnya adalah latar pada novel tersebut, karena sang
penulis berasal dan tumbuh besar di pendalaman Sumatra maka ia dapat
menggambarkan latar tempat dengan detail sehingga pembaca seperti berada di
tempat tersebut. Seperti pada halaman kedua pada bagian atas: “Sejak pagi,
kampung tanah kelahiranku ramai. Dua bulan lagi ladang padi tadah hujan akan
panen. Pucuk padi menghijau terlihat di lereng-lereng bukit. Hutan lebat
mengadang di atasnya. Berselimut kabut. Dedaunan masih basah, embun
menghias tepi-tepinya. Udara terasa dingin, uap keluar setiap kali
menghembuskan napas. Tiga mobil dengan roda berkemul lumpur merapat di
depan rumah bapak. Hanya mobil tertentu yang bisa melewati jalanan terjal Bukit
Barisan, lepas hujan deras tadi malam.”
Tema yang diusung pada novel ini sangatlah unik yaitu persoalan ekonomi
yang dihubungkan dengan tukang pukul. Terdapat pula beberapa nilai religious
dan kepahlawanan dalam novel ini. Pengarang yang merupakan tamatan Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia dapat menjabarkan ilmu ekonomi (shadow
economy) menjadi mudah dicerna oleh pembaca.

Tentunya pada novel terdapat banyak latar tempat, contohnya pada latar
rumah panggug pada halaman 7 akhir “semua orang makan siang di hamparan
tikar teras rumah paggung.” Penulis menggambarkan luasnya rumah panggung
yang terlihat sederhana dan tradisional seperti yang ada di pendalaman.

Pada latar waktu penulis dapat melukiskan matahari terbit dengan sangat
cantik, seperti pada halaman 336 atas “ dan dari kejauhan, semburat merah mulai
Nampak di kaki langit, melukis angkasa degan warna warni indah saat matahari
menetas. Sunrise.” Seolah-olah pembaca dapat membayangkan betapa indahnya
matahari terbit tanpa harus melihat yang asli.

Latar suasana pada novel ini tentu saja sangat terasa terutama pada suasana
sedih yang ada pada halaman 319 paragraf ke dua “aku menangis tersedu tanpa air
mata, tanpa suara.” Pembaca dapat terhanyut dalam kesedihan yang dirasakan
oleh tokoh utama saat orang terdekatnya telah tiada. Bukan novel pulang jika taka
da latar yang menegangkan, contohnya pada suasana terdesak pada halaman 401
tengah ”lima menit pertarungan tiga lawan satu, lenganku terluka disabet khanjar.
Yuki terbanting ke lantai terkena tendangan Basyir, sementara Kiko mundur dua
langkah, Basyir baru saja menarik lepas sabit berantainya, senjata Kiko tergeletak
di belakang.” Geram rasanya saat membaca cuplikan tersebut, terutama saat
adegan pertarungan puncak.
Novel ini dibuka dengan ketegangan. Pada bab pertama dibuka dengan
adegan pertarungan antara Bujang dengan seekor monster, babi hutan raksasa .
Bujang tampil amat heroik. Mengalahkan sang monster. Sejak pergulatan itu,
Bujang tak lagi memiliki rasa takut.
Pada bab-bab berikunya mulailah dikenalkan secara lebih mendalam tokoh
Bujang beserta orang terdekatnya. Bapaknya bernama Samad yang merupakan
mantan tukang pukul nomor satu Keluarga Tong. Mamaknya bernama Midah, ia
merupakan putri dari Tuanku Imam, pemuka agama di Pulau Sumatra. Pernikahan
kedua insan dari strata dan kultur berbeda itu menyebabkan mereka harus terusir
dari kampung, lantas menetap di pendalaman rimba sumatra.
Keseruan kisah novel ini terus berlanjut. Kini pembawa dibawa menuju
waktu 20 tahun kemudian. Saat Bujang, anak Talang itu berubah menjadi pribadi
yang sangat mantap secara akademis, kokoh, dan bermata tajam. Ia menemui
calon presiden terkuat. Memperingatkannya agar tak mengubah apapun. Tak
mengusik bagaimanapun bisnis Keluarga Tong yakni bisnis shadow economy.
Selepas itu alur kembali berkelindan ke masa lalu. Saat kali pertama
Bujang sampai di kota. Bertemu banyak kawan baru. Salah satunya Basyir,
seorang anak muda yang terobsesi menjadi seperti ksatria penunggang kuda suku
Bedouin. Kini jelas apa tujuan Bujang diajak oleh Tauke Muda. Ia akan dilatih
seperti bapaknya, menjadi tukang pukul nomor satu Keluarga Tong.
Novel beralur maju mundur ini terus mengajak pembaca menikmati
keseruan cerita. Pertarungan demi pertarungan yang mengesankan. Juga perihal
ekspansi Keluarga Tong yang perlahan merangkak naik level dari
penguasa shadow economy tingkat provinsi menjadi penguasa shadow
economy nasional bahkan internasional. Hingga di satu titik. Saat Keluarga Tong
di puncak kejayaan, pengkhianat muncul dari dalam keluarga sendiri.

Struktur pada novel ini dibuka dengan abstraksi. Abstraksi adalah inti cerita
yang akan dikembangkan atau gambaran awal dalam cerita. Pada novel Pulang
abstraksi terdapat pada halaman pertama yang menjelaskan bahwa tokoh utama
tidak memiliki rasa takut :“ jika setiap manusia memiliki lima emosi, yaitu
bahagia, sedih, takut, jijik,dan kemarahan, aku hanya memiliki empat emosi. Aku
tidak mempunyai rasa takut.”

Orientasi adalah hal-hal yang berhubungan dengan suasana yang menjelaskan


mengenai latar waktu dan suasana, atau tentang penokohan dan perwatakan. Pada
novel ini orientasi terdapat pada halaman 40 tentang perginya bujang dari
kampung dan menjadi salah satu bagian dari Keluarga Tong dan mulai mengenal
Basyir:“ Nah, Bujang. Inilah rumah barumu sekarang. Apapun yang dimiliki
keluarga ini milikmu, Bujang. Dan ada pun yang kau miliki adalah milik keluarga
ini.” Dan pada halaman 41 bawah “ Basyir menjadi sahabatku sejak hari pertama
di rumah Tauke. Usianya enam belas. Beda satu tahun denganku. Tubuhnya tinggi
besar-beda sejengkal dariku, serta berkulit gelap, perawakan khas Arab.” Pada
orientasi ini, pembaca dikenalkan dengan suasana kehidupan tukang pukul, dan
penokohan karakter utama.
Komplikasi adalah urutan kejadian yang dihubungkan oleh sebab akibat,
dimana setiap peristiwa terjadi karena adanya sebab dan megakibatkan munculnya
peristiwa yang lain. Komplikasi yang ada pada novel ini terdapat pada tengah
halaman 294 pada saat terjadi penghianatan dari dalam keluarga yaitu Basyir
karena dendamnya kepada Tauke besar yang dibantu oleh musuh keluarga
sendiri : “ lima menit berlalu. Secepat apa pun aku menebas pedang, sekuat
apapun aku memukul basyir, aku tetap kalah cepat, kalah kuat disbanding
gerakannya. Aku dan Joni terus melangkah mundur, terdesak hingga mendekati
ranjang Tauke.” Dan pada halaman 300 tengah “Putra tertua Keluarga Lin
menatap lubang dinding, tersenyum penuh kemenangan.”

Terdapat juga konflik batin yang dialami oleh tokoh utama yang terlihat pada
halaman 386, ketika tokoh utama menanyakan pada dirinya seidiri apakah dia
takut “ apakah aku takut? Aku memejamkan mata . Apakah aku takut? Iya, aku
takut.” Namun, pada konflik batin ini, penulis kurang menegaskan saat tokoh
utama berbicara pada dirinya sendiri.
Evaluasi merupakan bagian konflik pada tahap komplikasi terarah menuju
suatu titik tertentu. Evaluasi yang ada pada novel ini setelah Bujang, Tauke dan
Parwez ditemukan di halaman rumah teman lama dan pergi menuju tempat yang
aman: “tuanku Imam menunjuk ke samping, “maafkan aku, Agam. Kami sudah
berusaha maksimal, tapi Tauke tidak tertolong. Dia sudah sangat payah saat tiba di
halaman.” (hal. 317)

“ nasihat dan cerita lembut Tuanku Imam telah menumbuhkan sesuatu di


hatiku. Sama persis saat dulu menatap mata merah si babi hutan dengan
moncong berliendir. Bedanya waktu itu keberanian itu datang dengan
gumpal hitam pekat. Pagi ini, keberanian itu datang dengan cahaya terag.
Aku takut, itu benar. Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus mengalahkan
Basyir. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin. Sisanya akan kuserahkan
kepada pemegang takdir kehidupan- seusatu yang tak pernah kupahami
dan kulakukan selama ini. “ (hal. 345)

Resolusi adalah munculnya solusi atas konflik yang sedang terjadi.


Resolusi yang ada pada novel ini terdapat pada halaman 348 ketika Bujang
memanggil orang-orang yang setia dan menyusun rencana untuk membalas
dendam kepada pengkhianat : “kita tidak berdua, Parwez. Kita punya banyak
sekali orang-orang yang bersedia membantu. Hanya kesetiaan pada prinsiplah
yang akan memanggil kesetiaan terbaik. Pagi ini aku akan memanggil semuanya.”
Dan pada halaman 350 untuk merencanakan penyerangan balas dendam “ aku
sedang bersembunyi, menyusun rencana. Aku membutuhkan bantuanmu, White.
Kau harus segera ke Ibu Kota, siang ini juga. Bawa seluruh senjata dan amunisi
yang kau punya. Juga panggil teman-temanmu mantan mariner yang masih aktif
menerima misi berbahaya.”
Koda adalah bagian akhir atau penutup cerita dalam novel. Koda pada
novel ini terdapat pada halaman 400 akhir bab 25 (pulang
): “ mamak, bujang pulang hari ini. Tidak hanya pulang bersimpuh dipusaramu,
tapi juga pulang kepada panggilan Tuhan. Sejauh apa pun kehidupan
menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu
memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang.”
Penulis sangat piawai membentuk pesan moral pada novel ini. Contohnya
pada halaman 190 bagian atas yang berisi nilai agama untuk tidak mengkonsumsi
alkohol : “ Aku menggeleng tegas. Tidak. “sial sekali. Bahkan setelah tujuh tahun,
dia tetap tidak berubah soal minuan ini.” Yang lain menimpali, “Dia tidak tahu
betapa nikmatnya tuak ini.”” Tokoh utama tidak akan meminum minuman keras
karena permintaan ibunya yang dapat dilihat pada halaman 77 bagian atas : “Itu
pesan terakhir mamakku. Maka tidak setetes pun aku meminumnya hingga mati.”
Ini membuktikan terdapatnya nilai moral untuk berbakti kepada orang tua.

Terdapat juga amanat untuk tetap hidup dalam keoptimisan dan bangkit
dari keterpurukan seperti yang terletak pada akhir halaman 345 : “akan selalu ada
hari-hari menyakitkan dan kita tidak tahu kapan hari itu menghantam kita. Tapi
akan selalu ada hari-hari berikutnya, memulai bab yang baru bersama matahari
terbit.”

Sudut pandang yang digunakan adalah orang pertama pelaku utama yang
dapat dilihat pada halaman 20 bagian akhir: “Aku tidak takut. Aku bersiap
melakukan pertarungan hebat yang akan dikenang. Hari saat aku menyadari
warisan leluhurku yang menakjubkan, bahwa aku tidak lagi mengenal definisi rasa
takut.” Kata aku (bujang) merujuk pada orang pertama,dan pada novel ini
mengulas tentang kehidupan bujang sehingga bujang adalah tokoh utamanya.

Pada novel Pulang ini Tere menggunakan beberapa majas seperti majas
simile, hiperbola,antithesis dan personifikasi. Majas simile adalah majas yang
membandingkan sesuatu hal dengan hal yang lainnya dengan menggunakan kata
penghubung atau kata banding, contoh majas simile terdapat pada: halaman 178
paragraf terakhir:“bagi penembak, pistol ibarat kekasih hati” halaman 190 pada
bagian tengah:“ kebahagiaan hari itu bagai pasir yang disiram air, hilang tak
berbekas.”

Majas hiperbola adalah majas pertentangan yang melebih-lebihkan apa yang


sebenarnya dimaksud. Contoh majas hiperbola terdapat pada halaman 84 bagian
atas “ saat napasku semakin tersengal, peluh membanjiri pakaianku” dan pada
halaman 85 “tubuhku remuk, penuh lebam biru.”
Majas antithesis adalah majas yang membandingkan dua hal yang
berlawanan,contoh majas antithesis terdapat pada bagian tengah halaman 268 “
sakit selama dua minggu itu sedikit banyak membuatku mulai membuka diri.”
Dan pada bagian akhir halaman 301 “lebih banyak hanya memanggilku Bujang,
atau memanggil julukanku, Si Babi Hutan.”.

Majas personifikasi adalah majas yang memabandingkan suatu benda


dengan sifat-sifat manusia. Contoh majas personifikasi dapat dilihat pada halaman
97 bagian bawah “ siang itu gerimis membungkus kota” halaman 98 pada bagian
atas “ wajah-wajah suram menyiratkan kesedihan yang menggantung di lokasi
pemakaman keluarga Tong.” dan pada halaman 104 bagian tengah “ Cahaya api
unggun menimpa wajahnya yang masih nampak gagah.”. Majas-majas yang
digunakan berhasil menarik pembaca untuk terus membaca novel ini.
Novel Pulang ini telah diracik secara apik oleh penulis. Mulai dari suasana
yang dapat membuat pembaca merasakan pedihnya kehilangan orang-orang
terdekat, dikhianati oleh sahabat sendiri, hingga keteganggan dan pertarungan-
pertarungan seakan pembaca diajak berfantasi dengan hebat.
Selain itu, alur yang maju mundur menambah rasa penasaran pembaca.
Baik masa lalu sang tokoh maupun masa depannya. Alur campuran itu pun
membuat satu kesatuan satu sama lain.
Dengan tema yang unik dan kesederhanaan penulis, akan membuat
pembaca untuk terus membaca kelanjutan cerita. Ada baiknya baik jika pengarang
lebih memperluas pembahasan tentang shadow economy di dalam negeri yang
kurang dijelaskan pada novel.
Novel ini dirokemendasikan bagi siapapun yang ingin mengetahui kata
pulang sesungguhnya. Tak sekedar pulang dalam artian hanya pulang kembali ke
rumah. Namun menggandung kata pulang yang dalam, pulang menuju hakikat
kehidupan, pulang kembali kepadaNya, Pulang dengan kerinduan dalam damai.
Namun, novel ini tidak disarankan untuk anak yang dibawah umur dikarenakan
adanya adegan kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai