Anda di halaman 1dari 5

pencuri dan perampas?

"

"Kita kan sudah berpengalaman, berdasarkan petualangan yang kita alami selama ini,"
kata Dinah. "Tapi kurasa kita mulai tahu bagaimana harus bersikap menghadapi orang-
orang seperti itu!"

"O ya," kata Jack, yang masih memikirkan gagasannya tadi, "jika peta ini kita bagi-bagi
menjadi empat potong, kita akan bisa minta tolong pada empat orang yang berlainan untuk
membacakan tulisan yang tertera pada bagian kita masing-masing. Orang-orang itu takkan
melihat peta seutuhnya. Jadi mereka tetap tidak tahu apa-apa � tapi kita sendiri bisa
menggabung-gabungkan keterangan yang kita peroleh, sehingga mendapat gambaran yang
lengkap tentang makna peta kita."

"Itu gagasan yang sangat cerdik, Jack," kata Philip setelah menimbang-nimbang sesaat
"Tapi walau begitu � lebih baik Pak Eppy jangan kita datangi sama sekali."

"Kenapa tidak?" kata Jack. "Dari sepotong saja ia takkan bisa menarik kesimpulan apa-
apa. Tidak perlu kita katakan padanya bahwa kita memiliki seluruh peta. Kalau kupikir-
pikir, tidak ada jeleknya jika kita pertama-tama mendatanginya dulu. ia pasti akan
bisa mengatakan apakah peta ini palsu atau tidak! Jika ternyata palsu, kita tidak usah
repot-repot lagi mencari tiga orang lain untuk minta dibacakan tulisan yang tertera
pada ketiga potongan lainnya."

"Mungkinkah ia akan menduga apa yang kita duga saat ini? Maksudku, bahwa peta ini
merupakan denah tempat harta Andra disembunyikan," kata Philip yang masih menyangsikan
gunanya menghubungi Pak Eppy tentang peta itu.

"Kita jangan memberikan potongan yang ada tulisan 'Andra' padanya," kata Jack. "Kita
juga jangan mengatakan apa-apa mengenai ketiga potongan lainnya, begitu pula di mana
kita menemukan potongan yang kita tunjukkan padanya. Kita katakan saja potongan itu
secara kebetulan saja kita temukan di salah satu tempat � tapi tidak tahu lagi di mana!
Lucy-Ann sebaiknya jangan mengatakan apa-apa. Ialah yang tahu di mana kapal itu
dibelinya, sedang kita tidak! Jadi kita bisa secara jujur mengatakan, 'Tidak, Pak �
kami tidak tahu dari mana potongan kertas ini berasal. Tahu-tahu saja muncul' �
begitu!"

"Mudah-mudahan saja ia mau percaya," kata Dinah. "ia kelihatannya tidak pernah mau
percaya kalau Lucian mengatakan apa-apa padanya."

"Yah � anak tolol itu," kata Jack.

"Lucian sebenarnya lebih baik daripada anggapan kalian," kata Lucy-Ann membela. "Jangan
lupa, karena dialah aku bisa membeli kapal-kapalan ini. Tanpa dia, aku takkan tahu di
mana ada orang yang memiliki kapal dalam botol."

"Nantilah � kalau kita berhasil menemukan harta itu, ia akan kita bagi sedikit," kata
Jack bermurah hati.

"Wah � kita akan mencari harta itu?" kata Lucy-Ann. "Tapi bagaimana dengan Bibi Allie?
Apa yang akan dikatakannya nanti? Apakah Viking Star tidak keberatan jika kita pergi
mencari harta karun?"

"Aduh, kau ini," tukas Jack. "Bagaimana kita sudah mengatur apa-apa, selama kita belum
mengetahui apa yang sebenarnya tertulis di peta ini? Kurasa Bibi Allie pasti akan ikut
asyik, apabila mendengar tentang penemuan kita ini!".

"Ah, kurasa tidak," kata Lucy-Ann. "Malah sebaliknya, ia akan jengkel sekali. Kita akan
langsung diajak pulang! Aku tahu pasti, ia takkan mau mengizinkan kita sibuk kian
kemari, mencari pulau dan harta kuno. ia sudah bosan dengan hal-hal begitu."

"Kalau begitu jangan kita beri tahu saja dulu, sampai segala-galanya sudah jelas. Dan
jika saat itu tiba, akan kita panggil Bill," kata Jack dengan tegas. Lucy-Ann langsung
bersemangat kembali, ia bersedia menghadapi apa pun juga, asal Bill Cunningham ada
bersama mereka.

Keempat remaja itu duduk di tempat tidur. Mereka capek, setelah begitu asyik berunding.
Mereka kepanasan. Untung di dalam ada kipas angin yang berputar menghembuskan hawa
sejuk ke sekeliling ruangan. Tiba-tiba mereka terlonjak kaget, karena ada bunyi yang
jauh lebih nyaring daripada bunyi kipas angin.

"Itu Kiki! ia menirukan bunyi peluit kereta api cepat'" kata Jack. "Yuk, kita jemput
dia, sebelum nakhoda sendiri datang memeriksa. Aduh � ia berteriak lagi! Rupanya ia
sudah bosan, terkurung sendiri di kabin sebelah!"

Keempat remaja itu bergegas masuk ke sana, karena ingin membungkam Kiki sebelum ada
yang memprotes. Mereka melihat Kiki berdiri di atas meja rias, menghadap cermin, ia
berteriak-teriak pada bayangannya sendiri. Burung kakaktua itu sebenarnya sudah sering
melihat cermin. Tapi ia kadang-kadang masih suka marah apabila melihat ada kakaktua
lain di depannya, yang tidak bisa dipatuk.

"Berhenti, Kiki! Burung nakal!" seru Jack dari ambang pintu kabin. "Kuikat paruhmu
nanti! Burung jahat, Polly nakal!"

"Selamat ulang tahun!" oceh Kiki sambil memandang Philip. Jack sama sekali tidak
diacuhkannya Kemudian ia menirukan bunyi sumbat botol ditarik ke luar, disusul bunyi
cairan dituangkan. Menggeleguk-geleguk!

"Ah, ia haus rupanya," kata Jack. "Maaf, ya � aku lupa bahwa kau pasti kepanasan di
sini." Diambilnya gelas kumur lalu diisinya dengan air. Kiki minum dengan cepat Miki
datang, lalu ikut minum.

"Kita ini keterlaluan � asyik sendiri, sampai melupakan mereka berdua," kata Philip.
"Kalau di kabin kita selalu ada air tersedia untuk mereka, tapi di kabin ini tidak!
Kasihan Kiki! Miki yang malang!"

"Tol-lol," kata Kiki dengan sopan, ia menirukan bunyi orang terceguk. "Maaf! Miki-
Kiki, Miki- Kiki, Miki Ki �"

"Sudah, sudah!" tukas Jack. "Tidak lucu! Kau ikut saja sekarang, berjalan-jalan di
geladak, menghirup udara segar sebentar. Setelah itu tidur!"

Anak-anak naik ke geladak bersama Miki dan Kiki. Para penumpang yang berpapasan
tersenyum melihat mereka, karena senang pada anak-anak serta kedua binatang peliharaan
mereka yang kocak-kocak. Setiap kali berpapasan dengan seseorang, Kiki selalu menirukan
bunyi terceguk dan menyusulkannya dengan seruan, Bukan main! Maaf! Burung itu tahu
bahwa orang-orang pasti tertawa mendengarnya. Dan Kiki memang suka pamer.

Udara malam di luar terasa sejuk. Anak-anak tidak banyak berbicara. Semua sibuk dengan
pikiran masing-masing. Botol � kapal-kapalan � peta yang akan dijadikan empat potong �
mencari keterangan tentang tulisan yang tertera di situ � lalu mencari... harta Andra!

Malam itu mereka tidak bisa tidur dengan tenang. Semua merasa kepanasan. Mereka
membalik-balik tubuh di tempat tidur. Miki dan Kiki bertengger di ambang tingkap,
mencari hawa sejuk. Jendela itu kini selalu dibiarkan terbuka, karena kedua binatang
itu tidak pernah menampakkan sikap hendak keluar lewat situ. Lucy-Ann berbaring dengan
mata nyalang, ia merasa gelisah. Hatinya bergairah, tapi dicampur perasaan agak cemas,
ia mengenal perasaan begitu � yang biasanya muncul setiap ada petualangan baru. ia
memanggil-manggil Dinah sambil berbisik-bisik.

"Ssst � kau sudah tidur, Dinah? He � mungkinkah kita ini akan memasuki petualangan baru
lagi? Bilang tidak, ya!"

"Kalau ternyata memang begitu, itu salah siapa?" balas Dinah. ia ternyata belum tidur
pula. "Siapa yang membeli kapal-kapalan itu?"
"Aku," kata Lucy-Ann. "Ya�jika kita terjerumus lagi ke dalam petualangan, kali ini
sebabnya karena aku membeli kapal dalam botol. Ya � kapal petualangan!"
Bab 9, RAHASIA KAPAL PETUALANGAN

Keesokan harinya Jack dan Philip mulai menyadari kesulitan-kesulitan yang akan
dihadapi, jika mereka hendak menyelidiki makna peta kuno yang mereka temukan.
Persoalannya ternyata tidak segampang anggapan mereka malam sebelumnya. Hal-hal yang
semula mereka remehkan, seperti kemungkinan Bu Mannering akan berkeberatan, kini nampak
merupakan penghalang yang sulit diatasi. Segala gagasan yang sudah disepakatkan tidak
lagi terasa sangat baik. Bukan itu saja, tapi malah nampak mustahil. Benar-benar
mengecewakan! Tapi ketika peta dikeluarkan lagi, timbul kembali semangat yang malam
sebelumnya terasa sangat menggelora. Sebelum tidur, Philip memasukkan peta itu ke dalam
sampul lalu diselipkannya di bawah bantal. Dan setelah menghadapinya lagi, anak-anak
segera mencapai kata sepakat. Mereka harus berusaha mengetahui apakah peta itu tidak
palsu, begitu pula apa makna tulisan-tulisan yang tertera di situ. Setelah itu � segala
kemungkinan bisa saja terjadi!

Keempat remaja itu mengatur rencana. Pertama-tama, peta harus dipotong menjadi empat
bagian. Tiap-tiap potongan ditaruh di dalam sampul kecil, yang kemudian dimasukkan ke
dalam sampul yang lebih besar. Masing-masing anak harus menyimpan potongan peta yang
merupakan bagiannya baik-baik. Bisa selalu dibawa-bawa, atau ditaruh di tempat aman di
dalam kabin. Itu yang pertama-tama harus dilakukan. Kemudian salah seorang dari mereka
menunjukkan potongan petanya kepada Pak Eppy, untuk menanyakan pendapatnya. Tapi yang
ditunjukkan tentu saja bukan potongan yang ada tulisan nama 'Andra', melainkan yang
lain!

"Dan Lucy-Ann nanti tidak boleh ikut, saat kita pergi menanyakan," kata Philip
menentukan. "Sebab jika Pak Eppy bertanya dari mana kita mendapat peta itu, kita bisa
dengan jujur mengatakan tidak tahu! Tapi Lucy-Ann tidak bisa � karena mukanya pasti
akan memerah atau begitu, sehingga kita akan langsung ketahuan."

"Aku takkan begitu!" kata Lucy-Ann membantah, ia tidak ingin tersingkir dari hal-hal
yang mungkin akan menarik. "Ah, pasti! Kau terlalu jujur," kata Philip. "Jangan
memandang begitu dong, Lucy-Ann � itu kan malah sifat yang sangat baik � dan kami tidak
ingin kau berubah sedikit pun. Cuma urusan sekarang ini penting sekali artinya bagi
kita. Aku khawatir segala-galanya akan kacau, jika kau ikut datang."

"Baiklah kalau begitu," kata Lucy-Ann sambil mendesah. "Mungkin kau benar. Aku ingin
Pak Eppy itu sekali-sekali mau melepaskan kaca mata gelapnya! Aku tidak bisa tahu pasti
bagaimana orangnya, jika tidak bisa melihat matanya."

"Kurasa orangnya baik, cuma agak cepat marah," kata Jack. "ia bersikap baik terhadap
istrinya, sedang pada Bibi Allie selalu sopan sekali. Kalau pada Lucian memang galak �
tapi jika si Kelinci malang itu keponakan kita, kurasa kita pun akan bersikap begitu
pula."

"Sekarang pun kita sudah begitu," kata Lucy-Ann. "Misalnya, kita selalu mendesak-
desaknya agar mau berenang di kolam kapal. Padahal kita tahu, ia takut air."

"Itu kan cuma untuk melihat alasan apa lagi yang akan diajukannya," kata Jack. "Anak
itu pintar sekali mencari-cari alasan."

"Yah, kembali pada peta ini � kapan enaknya kita membawanya pada Pak Eppy?" tanya
Philip. "Lalu kalau ia kemudian mengatakan bahwa peta ini asli, kemudian bagaimana
selanjutnya? Adakah orang lain di kapal ini yang bisa kita tanyakan tentang potongan
peta yang berikut?"

"Ada � pelayan geladak, ia orang Yunani," kata Dinah. "Kurasa ia pasti bisa membaca
tulisan-tulisan itu. Lalu masih ada pula wanita Yunani penjaga toko di geladak tempat
berjalan-jalan. Mestinya ia pun bisa membantu kita!"
"Nah, kita sudah agak maju sekarang," kata Philip senang. "Bagaimana kalau kita
sekarang mulai saja memotong peta kita menjadi empat bagian?"

"Aku punya gunting yang tajam sekali," kata Lucy-Ann. "Sebentar, kuambilkan dulu ke
sebelah � sambil melihat apa yang sedang dilakukan Miki dan Kiki di sana. Pasti iseng
lagi!"

"Tapi jangan bawa kemari selama kita sibuk dengan peta," kata Jack. "Aku khawatir,
jangan-jangan Miki nanti menyambar lalu membuangnya ke luar lewat lubang tingkapan.
Kemarin ia sudah berbuat begitu. Kartu pos yang baru selesai kutulis, dibuangnya dengan
begitu saja ke air!"

"Uhh, amit-amit," kata Dinah, sambil membayangkan peta mereka yang berharga itu
melayang terbang, ia bergegas menutup Ungkapan. "Untuk berjaga-jaga," katanya.

Jack dan Philip tertawa. Agak lama juga Lucy-Ann pergi. Anak-anak yang lain sudah tidak
sabar lagi menunggu. "Apa sih, yang dilakukannya di sana. Lama sekali!"

Ketika Lucy-Ann kembali, ia membawa Kiki.

"Terpaksa," katanya, " ia tadi memojokkan Miki di sudut kabin sambil menandak-nandak.
Seperti biasa, kalau Kiki sedang marah, ia juga menggeram-geram, menirukan suara anjing
galak. Kasihan Miki, ia meringkuk ketakutan. Karena itu agak lama tadi, karena harus
membujuk-bujuknya sebentar."

"Maksudmu, kau tadi bermain-main dulu dengan mereka berdua," kata Jack menggerutu.
"Kami yang sudah tidak sabar lagi menunggu di sini! Mana guntingnya?"

"Sialan � sampai lupa," kata Lucy-Ann. Ia bergegas ke sebelah lagi dengan muka bersemu
merah. Tapi kali ini ia kembali dengan segera, membawa gunting. Kiki sementara itu
sudah bertengger dengan puas di bahu Jack. Ia bernyanyi-nyanyi pelan. Sikapnya tenang
sekali. Burung kakaktua itu tahu bahwa ia tadi nakal.

Jack mengambil gunting dari tangan Lucy-Ann. Dengan hati-hati diguntingnya peta menjadi
dua bagian yang sama besar. Anak-anak memperhatikan dengan napas tertahan. Kertas usang
itu berkeretak kena gunting. Potongan yang sudah separuh digunting lagi menjadi dua
bagian. Peta yang semula utuh kini sudah menjadi empat bagian, terletak di bufet kabin.
Empat bagian dari suatu dokumen yang menarik � jika dugaan anak-anak ternyata memang
benar!

"Sekarang kita masukkan ke dalam empat sampul kecil, yang kemudian masuk lagi ke sampul
yang lebih besar," kata Dinah. Ia mencari-cari sebentar di dalam map kertas tulis Jack
dan Philip, lalu mengeluarkan empat sampul kecil. Masing-masing potongan peta
dimasukkan ke dalam sebuah sampul. Setelah itu diambil lagi empat sampul yang lebih
besar, dan empat sampul kecil tadi dimasukkannya ke dalamnya. Beres! Langkah pertama
sudah dilakukan.

"Nanti kalau maknanya sudah kita ketahui semuanya, potongan-potongan ini bisa kita
sambungkan lagi dengan lem," kata Philip. "Sekarang � kapan enaknya kita mendatangi Pak
Eppy? Dan dengan cara bagaimana kita membuka percakapan?"

"Kalau waktunya, kurasa sekarang pun bisa," kata Jack. "Biasanya ia ada di kursi
geladaknya yang biasa � dan mungkin tidak sedang tidur, karena baru saja sarapan pagi!"

"Eh � bagaimana, perlukah kita bercerita pada Lucian tentang urusan ini?" tanya Lucy-
Ann.

"Kau ini bagaimana sih? Tentu saja tidak!" tukas Jack. "Lucian sama sekali tidak bisa
diandalkan. Dibentak pamannya sedikit saja, ia pasti akan membeberkan segala-gala yang
diketahuinya � ditambah dengan banyak lagi yang merupakan khayalannya sendiri!"
Akhirnya diambil keputusan bahwa potongan peta yang dipegang Jack-lah yang akan
ditunjukkan pada Pak Eppy. Nama 'Andra' tidak tertera di situ. Begitu pula nama pulau
yang tergambar. Ini menurut dugaan anak-anak. Soalnya karena pada salah satu bagian
gambar pulau tertera sejumlah hiroglif.

"Hiro � hiro � apa itu, Jack?" tanya Lucy-Ann, ketika abangnya menyebut kata itu.
"Kedengarannya seperti nama obat!"

"Hiroglif? Ini � tanda-tanda aneh ini, yang tidak kita ketahui maknanya," kata Jack.
"Tanda- tanda yang melambangkan kata-kata. Mungkin juga lambang-lambang rahasia."

"Lambang rahasia? Wah � asyik!" kata Lucy-Ann. "Di mana ya enaknya, aku menyimpan
bagianku?"

"Yang jelas tidak di dalam map kertas surat atau. tempat lain yang sama menyoloknya,
Lucy- Ann," kata Philip. "Kalau aku, aku sudah tahu di mana akan kusembunyikan sampul
bagianku."

"Di mana?" tanya anak-anak yang lain.

Mereka memperhatikan dengan penuh minat, sementara Philip pergi ke bufetnya. Bufet itu
disekrupkan ke dinding. Semua perabot yang ada di dalam kabin disekrupkan ke dinding
atau lantai, supaya jangan tergelincir saat kapal sedang oleng. Antara dinding dan
bufet itu ada celah sempit. Philip membungkuk, lalu menyelipkan sampulnya ke dalam
celah itu.

"Beres!" katanya dengan puas. "Celah itu takkan pernah dibersihkan, karena terlalu
sempit. Sampulmu akan kausimpan di mana, Jack?"

"Akan kubawa-bawa terus," kata Jack. "Celana pendekku dilapisi kain tipis. Aku akan
meminta tolong pada Lucy-Ann untuk membedah jahitan sebelah atasnya sedikit, supaya
sampulku bisa kuselipkan ke situ. Kalau sudah ada di dalam, akan kupenitikan Tapi
sekarang belum, karena masih harus kutunjukkan dulu pada Pak Eppy."

Tempat penyembunyian yang dipilih Dinah benar-benar hebat. Anak-anak diajaknya ke


kabinnya. Di belakang kipas angin ada papan tempat alat itu terpasang. Dinah
menyelipkan sampulnya ke celah yang ada antara papan dengan dinding kabin. Sebelumnya,
ia tentu saja harus mematikan kipas angin dulu. Setelah sampul masuk, dihidupkan
kembali. Anak-anak sependapat bahwa tempat penyembunyian itu benar-benar sempurna.
Takkan ada yang akan mencari sesuatu di belakang kipas angin yang berputar terus siang-
malam!

"Bagus!" kata Jack. "Kau memilih tempat mana, Lucy-Ann?"

"Cari tempat yang tidak bisa dicapai oleh Miki," kata Philip memperingatkan. "Awas, ia
memperhatikan! ia tidak bisa mengambil sampul yang disimpan Dinah, karena takut kena
kipas angin, ia takkan berani merogoh-rogoh ke belakang situ!"

"Bagaimana kalau kuselipkan di bawah karpet?" kata Lucy-Ann.

�Wah, jangan!" kata Jack. "Nanti terasa oleh pelayan kabin saat membersihkan, lalu
diambil."

"Nanti dulu � kurasa aku tahu tempat yang baik! Bagaimana kalau di belakang laci?" kata
Lucy-Ann. Ditariknya salah satu laci bufetnya, lalu diletakkan di lantai, ia mengambil
sebuah paku payung dari kotak penanya. Dengan paku itu ditempelkannya sampul yang harus
disimpannya ke punggung laci tadi. "Nah, sekarang takkan mungkin ada orang bisa
melihatnya, kecuali jika laci ini ditarik ke luar sama sekali," katanya.

"Dan untuk apa orang melakukannya?"

�Ya, tempat itu cukup baik," kata Jack. Dinah dan Philip juga setuju. "Miki takkan bisa

Anda mungkin juga menyukai