Anda di halaman 1dari 10

Petualangan di KAPAL PESIAR

Scan by BBSC - OCR by Raynold


Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com

Bab 1 RENCANA LIBURAN YANG HEBAT

��"ADA sesuatu yang dirahasiakan Ibu," kata Philip Mannering. "Aku tahu pasti. Sikapnya
aneh sekali akhir-akhir ini!"

"Memang," jawab Dinah, adiknya. "Dan setiap kali aku menanyakan rencana kita untuk
liburan ini, jawabannya selalu berbunyi, 'Lihat saja nanti!' Kita diperlakukannya
seperti baru berumur sepuluh tahun!"

"Mana Jack?" tanya Philip. "Coba kita tanyakan padanya, barangkali ia tahu kenapa Ibu
begitu."

"Ia keluar tadi bersama Lucy-Ann," jawab Dinah. "Nah, itu mereka datang! Kudengar
jeritan Kiki."

Jack Trent masuk bersama Lucy-Ann, adiknya. Kedua anak itu mirip sekali! Sama-sama
berambut merah, berbola mata hijau - dan muka penuh bintik.

"Halo!" sapa Jack sambi I nyengir. "Sayang kalian tadi tidak ikut! Ada anjing
menggonggongi Kiki. Burung konyol ini lantas hinggap di pagar, lalu mengeong-ngeong
seperti kucing. Belum pernah kulihat anjing yang begitu kaget!"

�Ya, ia lari pontang-panting ketakutan!" kata Lucy-Ann. Ia menggaruk-garuk jambul Kiki.


Burung kakaktua itu mengeong-ngeong lagi. Rupanya ia tahu bahwa anak-anak sedang
mempercakapkan dirinya. Kemudian ia mendesis-desis. Persis kucing yang sedang marah!
Anak- anak tertawa mendengarnya.

"Kalau kau begitu pada anjing tadi, pasti ia akan mati tercengang," kata Jack. "Dasar
Kiki - orang takkan bisa bosan jika kau ada."

Kini Kiki mengayun-ayunkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan, sambil berbunyi seperti
menyanyi dengan pelan. T api lalu disusul dengan suara terkekeh-kekeh.

"Nah, nah - sekarang kau pamer," kata Philip. "Jangan acuhkan dia lagi. Nanti berisik -
lalu Ibu datang sambil marah-marah!"

"0 ya, aku jadi ingat lagi - kenapa Ibu sekarang begitu misterius, ya?" kata Dinah.
"Kauperhatikan tidak, Lucy-Ann?"

"Yah -" kata Lucy-Ann sambil menimbang-nimbang. "Bibi Allie memang agak aneh sikapnya
akhir-akhir ini, seperti menyimpan rahasia tertentu. Seperti kalau ada yang akan
berulang tahun, begitu! Kurasa ia punya rencana tertentu untuk liburan ini."

Jack mengeluh.

"Aduh, sial- padahal aku sudah punya rencana asyik! Benar-benar asyik! Sebaiknya aku
cepat- saja menceritakan rencanaku itu, sebelum didului Bibi Allie."

�"Apa rencanamu?" tanya Dinah berminat Jack selalu ada-ada saja rencananya yang asyik,
walau tidak sering jadi dilaksanakan.

"Begini! Bagaimana jika kita melancong ramai-ramai naik sepeda, dengan membawa tenda.
Kita berkemah, berpindah-pindah," kata Jack. "Nah-asyik, kan?"

Anak-anak yang lain malah mencibir.

"Itu sudah kauusulkan liburan yang lalu, begitu pula liburan sebelum itu," kata Dinah.
" Waktu itu Ibu tidak setuju. Jadi kemungkinannya kecil bahwa ia mau mengizinkan
sekarang. Rencanamu itu bukan jelek sebenarnya - tapi Ibu tidak mau tahu lagi, karena
begitu sering kita mengalami petualangan yang tegang apabila kita pergi sendiri."

"Kenapa dia tidak ikut saja, kalau begitu?" kata Lucy-Ann menyarankan.

"Sekarang kau konyol," tukas Dinah. "Ibu baik hati - tapi orang dewasa suka rewel
tentang berbagai hal. Misalnya saja begitu kelihatan mulai mendung, kita disuruhnya
cepat-cepat memakai mantel hujan. 'Ayo, pakai jas kalian!', begitu matahari sudah
terbenam. Jika Ibu ikut, aku takkan heran jika kita semua dibekali payung yang harus
diikatkan ke sepeda."

Anak-anak tertawa geli.

"Kalau begitu lebih baik jangan kita ajak ,dia, � kata Lucy-Ann. "Sayang!"

"Sayang-sayang," oceh Kiki dengan segera, seakan-akan sependapat dengan Lucy-Ann.


"Bersihkan kaki dan tutup pintu, mana sapu tanganmu, Anak nakal!"

"Betul, Kiki!" kata Philip. "Memang itulah kata-kata yang selalu diucapkan orang dewasa
- bahkan yang paling baik hati sekalipun!"

�Tapi Bill tidak begitu," kata Lucy-Ann dengan cepat "Kalau Bill - ia benar-benar
baik!"

Semua sependapat dengannya. Bill Cunningham -- atau Bill Smugs, seperti disebutnya
sendiri sewaktu pertama kali berjumpa dengan keempat remaja itu - sahabat karib mereka.
Sudah sering mereka mengalami petualangan bersama dia. Kadang-kadang mereka dulu yang
menjumpai kejadian yang tidak disangka-sangka, lalu Bill ikut terlibat. Tapi kadang-
kadang yang terjadi sebaliknya. Bill terjerumus ke dalam petualangan seru, yang
kemudian melibatkan anak-anak pula. Kelihatannya di mana ada Bill serta anak-anak,
selalu saja kemudian timbul petualangan. Begitulah kata Bu Mannering.

"Aku juga punya gagasan untuk liburan kita," kata Philip. "Rencanaku itu berkemah di
tepi sungai, sambil mengamat-amati kehidupan anjing air. Aku belum pernah memelihara
anjing air. Mereka menarik sekali. Aku -- " "Ya, pantas jika kau yang mempunyai gagasan
seperti itu," kata Dinah agak kesal. "Karena kau sendiri tergila-gila pada segala macam
hewan, mulai dari kutu sampai - sampai..."

"Gajah," kata Jack menimpali dengan santai.

�"Ya, dari kutu sampai gajah. Kausangka semua pasti juga begitu," kata Dinah
menyelesaikan kalimatnya. "Liburan macam apa itu! - Mencari anjing air yang basah
berlendir, dan yang mestinya kalau malam diajak masuk ke dalam tenda - dan belum lagi
hal-hal lain yang sama menjijikkan! Huhh!"

"Jangan begitu," kata Philip membantah. "Anjing air sama sekali tidak menjijikkan.
Malah bagus sekali! Kau harus melihat mereka, berenang dengan lincah di bawah permukaan
air. Kecuali itu, aku sama sekali tidak tergila-gila pada kutu. Atau nyamuk. Atau lalat
kuda! Aku memang menganggap serangga seperti itu menarik - tapi kau tidak bisa
mengatakan aku ingin memelihara mereka."

"Alaaa, ngomong," tukas Dinah." Bagaimana dengan serangga yang waktu itu kaubuatkan
kurungan, tapi kemudian lari ke luar? Lalu kumbang tanduk itu, yang bisa disuruh macam-
? Belum lagi --"

"Nah, nah, sudah mulai lagi sekarang!" kata Jack. Ia melihat bahwa sejenak lagi pasti
akan pecah pertengkaran antara Philip dengan adiknya yang cepat panas itu. "Pasti
sekarang kita akan disuguhi rentetan binatang apa saja yang pernah dipelihara Philip!
Eh - itu Bibi Allie datang! Yuk, kita tanyakan pendapatnya tentang rencana kita untuk
liburan ini. Rencanamu dulu, Philip!"
Bu Mannering masuk sambil membawa buku kecil. Ia memandang keempat remaja itu sambil
tersenyum. Kiki menegakkan jambul, karena gembira.

"Bersihkan kaki dan tutup pintu," ocehnya dengan suara ramah. "Satu, dua, tiga - DOR!"
Ia menirukan bunyi letusan pistol, sehingga Bu Mannering terlonjak kaget.

"Jangan kaget, Bu! Ia memang suka begitu sekarang sejak ikut menonton pertandingan
olahraga di sekolah. ia mendengar aba-aba yang diserukan saat pertandingan lari, yang
disusul dengan bunyi tembakan pistol start," kata Philip menjelaskan sambil tertawa
lebar. "Pernah ia menirukan bunyi letusan ketika kami sedang bersiap-siap. Jadinya kami
langsung lari, padahal belum diberi aba-aba! Wah - Kiki terkekeh-kekeh setelah itu.
Burung bandel!" .

"Polly nakal, kasihan Polly, kasihan, kasihan" kata Kiki. Jack menepuk paruhnya.

"Ayo, diam! Kakaktua hanya boleh kelihatan, tidak boleh bersuara. Bibi, kami baru saja
mengobrol tentang rencana liburan kali ini. Aku berpendapat, pasti asyik apabila Bibi
mengizinkan kami melancong naik sepeda. Begitu saja, tanpa tujuan tertentu, dan setiap
malam berkemah di mana kami kebetulan berada. Aku tahu, Bibi sudah pernah tidak
mengizinkan, tapi kali ini -"

"Kukatakan �Tidak boleh', lagi," kata Bu Mannering. Sikapnya tegas.

"Kalau begitu bagaimana jika kami berkemah di tepi sungai, Bu? Soalnya, aku ingin
mempelajari kehidupan anjing air," kata Philip, tanpa mengacuhkan Dinah yang langsung
merengut. "Soalnya ��

�"Tidak boleh, Philip," kata ibunya dengan nada setegas tadi. "Kau sudah tahu, apa
sebabnya aku tidak mau mengizinkan kalian berlibur dengan cara begitu. Kusangka kalian
sudah tidak akan merengek-rengek lagi mengenainya."

"Tapi apa sebabnya kami tidak diizinkan, Bibi Allie," keluh Lucy-Ann. "Kan sama sekali
tidak berbahaya!"

"Nah, Lucy-Ann - kau kan tahu sendiri, begitu kalian lenyap dari penglihatanku saat
awal liburan, kalian langsung - ya, betul, langsung - terjerumus ke dalam petualangan
yang serba menyeramkan. Sekali ini aku sudah bertekad takkan membiarkan kalian pergi
sendiri, baik ke mana pun. Jadi percuma saja membujuk-bujuk." Bu Mannering
mengucapkannya dengan sikap galak.

"Aduh - kenapa begitu, Bu," kata Philip kecut. "Ibu ini, seakan-akan kami dengan
sengaja mencari-cari petualangan. Padahal sama sekali tidak! Dan aku ingin tahu � kami
akan terjerumus ke dalam petualangan yang seperti apa, saat berkemah di pinggir sungai?
Kalau Ibu mau, bisa saja mengontrol ke sana setiap petang."

"Ya - dan sore pertama aku ke sana, tahu-tahu kalian sudah lenyap - dan kemudian
ternyata terlibat dalam urusan menghadapi .perampok, mata-mata, atau entah penjahat
yang mana lagi," kata ibunya. "Ingat saja lagi beberapa libur kalian! Tersesat ke dalam
tambang tembaga kuno di pulau yang tak dihuni orang... lalu terkurung di dalam sel
bawah tanah di puri yang sudah runtuh, berurusan dengan komplotan mata-mata...."

"Ya, betul- dan pernah pula kami keliru masuk pesawat terbang, lalu sampai di Lembah
Petualangan," kata Lucy-Ann sambil mengingat-ingat kembali. "Waktu itulah kami kemudian
menemukan patung-patung kuno yang dicuri lalu disembunyikan di dalam gua! Hii - mata
patung-patung itu berkilat-kilat, sampai semula kusangka hidup. Tapi ternyata tidak!
Namanya juga patung."

"Lalu kita ke Pulau Burung, di mana kita kemudian berjumpa dengan Bill," kata Jack.
'Wah, saat itu asyik! Masih ingat tidak, Philip - dua ekor burung puffin jinak, yang
selalu ikut dengan kita?"

"Enggas Enggos," sela Kiki dengan cepat


"Betul, Kiki," kata Philip. "Mereka kita beri nama Enggas dan Enggos. Lucu sekali
mereka itu!"

"Bisa saja kalian waktu itu sebenarnya hendak mengamat-amati burung, tapi yang
ditemukan kawanan penjahat," kata ibunya. "Penyelundup senjata! Uh - itu kan berbahaya
sekali!"

"Bagaimana dengan liburan musim panas yang lalu, Bu, � kata Dinah. �Waktu itu Ibu
sendiri juga nyaris terlibat dalam petualangan!"

"Bulu kudukku masih merinding. jika mengingatnya," kata Bu Mannering bergidik. "Gunung
seram dengan rahasianya yang aneh - serta Raja Gunung yang sinting! Nyaris saja kalian
tidak bisa melarikan diri dari situ. Tidak! Keputusanku sudah pasti - kalian tidak akan
kuperbolehkan lagi pergi sendiri. Aku harus ikut!"

Anak-anak terdiam. Mereka semua sayang pada Bu Mannering. Tapi mereka juga ingin bisa
melancong sendiri selama beberapa waktu.

"Bibi Allie - kalau Bill ikut dengan kami - kalau begitu boleh, kan?" kata Lucy-Ann
membujuk. "Kalau ada dia, aku selalu merasa aman."

"Bill tidak bisa dijadikan andalan bahwa kalian takkan mengalami petualangan yang tidak
enak," kata Bu Mannering. "Aku tahu, menurut kalian dia itu hebat - dan dibandingkan
dengan orang lain yang mana pun juga, aku lebih percaya padanya. Tapi begitu kalian ada
bersama dia, selalu ada-ada saja yang terjadi. Jadi untuk liburan kali ini aku sudah
punya rencana yang benar-benar aman. Dan Bill tidak termasuk dalam rencanaku itu. Jadi
ada kemungkinan kali ini kita bebas dari bahaya mana pun, begitu. pula kejadian-
kejadian luar biasa."

"Bagaimana rencananya, Bu,� tanya Dinah. Ia merasa gelisah. "Ibu kan tidak bermaksud
mengajak kita semua ke pantai, dan di sana tinggal di hotel? Mereka pasti tidak mau
menerima Kiki."

"Kalian akan kuajak pesiar di laut, naik kapal besar," kata Bu Mannering. Ia tersenyum.
"Aku tahu, kalian pasti senang mendengarnya. Pesiar begitu asyik sekali! Nanti kita
akan singgah- di berbagai tempat, melihat berbagai hal yang asing dan serba menarik.
Sedang kalian akan bisa kuawasi terus, karena tidak mungkin berpencaran ke mana-mana.
Selama beberapa waktu kita akan tinggal di atas kapal. Kalau mampir di salah satu
pelabuhan, nanti kita akan turun ke darat secara berombongan. Dengan begitu takkan
mungkin terjadi petualangan yang aneh-aneh."

Keempat remaja itu berpandang-pandangan sesaat, diperhatikan oleh Kiki.

"Kedengarannya asyik juga, Bu!" kata Philip, yang paling dulu memberi reaksi. "Sungguh!
Kita belum pernah naik kapal besar. Tapi kalau kupikirkan, tidak ada binatang..."

"Aduh, Philip!" seru Dinah dengan kesal. "Tidak bisakah kau pergi tanpa kebun
binatangmu? Terus terang saja ya - aku selalu lega kalau tahu bahwa kau tidak membawa-
bawa tikus, atau kadal, atau cecak ular! Ya, Bu - aku setuju sekali dengan rencana itu.
Terima kasih! Itu baru rencana hebat namanya!"

''Ya - memang mengasyikkan," kata Jack. "Nanti akan banyak sekali burung yang bisa kita
lihat. "

"Selama bisa mengamat-amati burung, Jack sudah pasti senang," kata Lucy-Ann sambil
tertawa. "Untung aku dan Dinah tidak ikut tergila-gila pada sesuatu, karena Philip
sudah sibuk dengan kecintaannya pada binatang apa saja, dan Jack yang pikirannya selalu
pada burung! Ya, Bibi Allie, rencana Bibi itu hebat sekali. Kapan kita berangkat?"

"Minggu depan," jawab Bu Mannering. "Dengan begitu masih banyak waktu untuk berkemas.
Cuaca akan panas selama kita siar dengan kapal, jadi kita harus banyak membawa pakaian
tipis. Sebaiknya yang berwarna putih - karena tidak terlalu menyerap panas. Dan kalian.
jangan lupa memakai topi pelindung terhadap sinar matahari. Jadi jangan berkeluh-kesah
sekarang tentang itu!"

"Bill tidak ikut, Bu?" tanya Philip.

"Tidak," kata ibunya dengan tegas. "Rasanya memang kurang enak, karena ia baru saja
selesai dengan tugasnya, dan sekarang sebenarnya ingin cuti. Tapi sekali ini ia tidak
bisa ikut dengan kita. Aku ingin mengalami liburan yang tenang, tanpa petualangan."

"Kasihan Bill," kata Lucy-Ann.. "Tapi kurasa ia mungkin juga senang, sekali-sekali
berlibur tanpa kita. Wah - akan asyik kita nanti!"

"Syik!" oceh Kiki menimbrung, lalu menjerit "Syiksyik!"


Bab 2 VIKING STAR

�SETELAH itu dimulailah persiapan menghadapi acara pesiar dengan kapal. Asyik!
Berbelanja pakaian tipis dan topi bertepi lebar, film untuk memotret, buku-buku pedoman
wisata serta berbagai peta. Pesiar itu lumayan juga lamanya. Kapal yang akan mereka
tumpangi menyinggahi Portugal, kepulauan Madeira, Maroko, Prancis, Italia, lalu
kepulauan Aegea. Benar-benar menyenangkan!

Akhirnya semua sudah siap. Segala-galanya sudah masuk ke dalam kopor. Karcis kapal
sudah dikirimkan. Urusan paspor selesai. Anak-anak berteriak-teriak melihat foto mereka
dalam paspor. Huh - jelek sekali!

Kiki ikut menjerit-jerit. Burung itu paling senang melakukannya, tapi selalu dilarang.
Karena itu ia langsung ikut, sebab semuanya juga menjerit

"Diam, Kiki!" kata Jack. Ditolakkannya burung itu. dari bahunya. "Kau ini memang
keterlaluan, menjerit begitu dekat di kupingku! Bisa tuli aku nanti! Bibi Allie -
bagaimana dengan 'Kiki, apakah tidak diperlukan paspor pula untuknya?�

�"Tentu saja tidak," jawab Bu Mannering. "Aku bahkan ragu, apakah kita nanti
diperbolehkan membawa dia!"

Jack terpana sesaat

"Wah - kalau ia tidak boleh ikut, aku tidak jadi pergi!" katanya kemudian. "Aku tidak
sampai hati! Meninggalkannya ia pasti akan merasa sengsara."

"Baiklah kutulis surat dulu, menanyakannya, kata Bu Mannering. �Tapi kalau jawabannya
tidak, kau jangan rewel ya, Jack! Aku sudah repot-repot mengatur perjalanan ini. Aku
tidak ingin kau mengacaukannya lagi, hanya karena urusan Kiki. Menurutku, ia takkan
diperbolehkan ikut - karena kurasa para penumpang lainnya tentu akan protes jika ada
yang membawa burung seberisik dia."

�"Tapi Kiki juga bisa tenang, kalau mau," kata Jack. Kasihan - justru saat itu Kiki
iseng, terceguk-ceguk. Bunyi itu yang paling tidak disukai Bu Mannering.

"Berhenti, Kiki!" katanya. Kiki langsung berhenti. Ditatapnya Bu Mannering dengan sikap
merajuk. Kemudian ia batuk-batuk. Batuk pelan seperti, orang tua. Ia menirukan tukang
kebun.

Bu Mannering merapatkan bibir, menahan tertawa yang sudah hampir tersembur ke luar.

"Kiki ini benar-benar konyol," katanya. "Sinting! Nah - mana daftar pekerjaan yang
masih harus kulakukan sebelum kita berangkat?"

"Satu, dua, tiga -" Jack cepat-cepat membungkam Kiki, sebelum burung itu sempat
menirukan bunyi tembakan. Jack berbicara dengan serius, setelah Bu Mannering
meninggalkan ruangan.
"Kiki, mungkin kau nanti terpaksa kutinggal, karena aku tidak bisa mengacaukan segala-
galanya hanya karena ingat padamu. Tapi jangan sedih dulu - aku akan berusaha sebaik
mungkin agar kau bisa ikut"

"Hidup Ratu!" kata Kiki. Menurut perasaannya itu pasti saat penting, kalau melihat air
muka Jack "Kasihan Polly, Polly nakal!"

Hari-hari terakhir sebelum berangkat rasanya berlalu dengan lamban. Lucy-Ann mengeluh,

"Kenapa ya, waktu rasanya lama sekali jika ada sesuatu yang diharapkan cepat tiba? Huh,
menjengkelkan! Rasanya seperti takkan pernah hari Kamis!"

�Jack tidak seribut anak-anak lain. Soalnya surat Bu Mannering sudah ada balasannya. Di
situ dikatakan bahwa burung kakaktua tidak diizinkan dibawa berlayar. Anak-anak kecewa.
Apalagi Jack! Tapi ia tidak mengomel, atau merengek-rengek. Bu Mannering merasa kasihan
padanya, lalu menawarkan akan meminta pada seorang wanita kenalannya untuk mengurus
Kiki selama itu.

"Terima kasih, Bibi Allie - tapi biar saya sendiri yang mengatur urusan itu," kata
Jack.

Karenanya Bu Mannering lantas tidak menyinggung-nyinggung lagi. Ia diam saja, juga


ketika Kiki duduk di atas meja makan sambil mencongkeli kismis dari kue yang
dihidangkan, sebelum ada yang sempat melihat.

Hari Rabu mereka beramai-ramai naik mobil ke Southampton. Anak-anak ikut mobil yang
dikemudikan Bu Mannering sendiri, sedang barang-barang dimuat dalam mobil lain. Mereka
sibuk sekali saat itu Setiap orang mendapat tugas membawa sesuatu. Lucy-Ann berulang
kali memandang ke arah barang yang harus dibawanya. untuk meyakinkan bahwa barang itu
masih ada.

Mereka akan menginap semalam di hotel, lalu pukul setengah sembilan keesokan paginya
naik ke kapal, saat air pasang naik. Kapal berangkat pukul sebelas, menuju Prancis.

Malam itu mereka makan enak di hotel. Kemudian Bu Mannering mengajak nonton film,
karena tahu bahwa anak-anak pasti belum bisa tidur apabila disuruh tidur pada waktu
yang biasa.

"Bolehkah aku pergi ke rumah bekas kawan sekolahku, Bibi Allie?" kata Jack meminta
izin. "Ia tinggal di kota ini. Aku ingin mampir sebentar di tempatnya."

�Tentu saja boleh," kata Bu Mannering. "Tapi jangan pulang terlalu malam, ya! Kau juga
ingin ikut dengan Jack, Philip?"

"Temanmu yang mana, Jack?" tanya Philip pada Jack yang sementara itu sudah berjalan ke
luar. Jack menggumamkan sesuatu di ambang pintu.

"Apa katanya?" kata Philip.

"Kedengarannya seperti, 'Porky'," kata Dinah.

"Porky? Siapa itu?" kata Philip heran. "Ah - pasti anak yang juga suka pada burung.
Mendingan nonton film kalau begitu. Ibu kan mengajak melihat film yang banyak binatang
liarnya itu!"

Jack belum kembali, ketika mereka berangkat. Tapi sewaktu mereka pulang, ia sudah ada
di kamar, membaca-baca buku pedoman wisata yang dibeli Bu Mannering.

"Nah, bagaimana? Kau berjumpa dengan Porky?" kata Philip. Anak itu heran melihat Jack
malah mengerutkan kening. Kenapa Jack begitu? Pasti ada lagi sesuatu yang
direncanakannya secara diam-diam! Philip cepat-cepat mengalihkan pembicaraan. Ia
bercerita tentang film yang baru saja ditonton.

�"Ayo, tidur sekarang," kata Bu Mannering. "Jangan berbicara lagi, Philip! Semua tidur
- dan ingat, besok tepat pukul tujuh pagi sudah harus bangun."

Ternyata semua sudah bangun, jauh sebelum pukul tujuh. Anak-anak perempuan sibuk
mengobrol sendiri, sedang Jack juga bercakap-cakap dengan Philip. Philip bertanya
tentang malam sebelumnya.

"Kenapa kau menyuruh aku diam sewaktu kutanyakan apakah kau berhasil menemui Porky?"
tanyanya, "Dan - siapa itu, Porky?"

"Itu - anak yang nama sebenarnya D �ogsney," kata Jack. "Kita biasa menjulukinya Porky,
karena hog dan pork kan sarna-sarna 'babi'. Ia sudah lama pindah sekolah. Itu, yang
selalu ingin meminjam Kiki. Masa tidak ingat?"

"Aah. Porky-ya, sekarang aku ingat lagi," kata Philip. "Aku sudah hampir lupa padanya.
Tapi kenapa kau mendatanginya, Jack? Kau kelihatannya seperti menyimpan rahasia." .

"Jangan tanyakan, karena aku tidak mau menjawab," kata Jack.

"Aduh, kau ini - begitu misterius sikapmu," kata Philip. "Tapi kurasa pasti ada
sangkut-pautnya dengan Kiki. Setiap kali ditanyakan kau apa �kan burungmu itu, kau
selalu saja mengelak. Kami tidak mendesak lebih lanjut, karena beranggapan bahwa kau
tentunya sedang sedih memikirkan nasibnya."

�"Kalau begitu jangan desak aku sekarang," kata Jack. "Saat ini aku tidak ingin
mengatakan apa-apa. "

"Baiklah," kata Philip pasrah. �Tapi aku tahu, kau menyimpan rencana. Yuk - kita bangun
saja sekarang. Memang belum pukul tujuh, tapi sayang kan jika kita berbaring terus di
tempat tidur. Cuaca di luar cerah sekali."

Pukul setengah sembilan lewat sedikit. Me �reka sudah ada di atas kapal, lalu langsung
menuju ke kabin mereka. Bu Mannering memesan tiga kabin yang berdampingan. Satu kabin
antuk satu orang baginya sendiri, dan dua kabin dengan dua tempat tidur untuk anak-
anak.

Lucy-Ann senang sekali melihat kabin yang akan ditempati olehnya bersama Dinah.

'Wah! Persis seperti kamar biasa, tapi kecil," katanya. "Kabin kalian juga seperti ini,
Jack? Lihatlah, di sini bahkan ada keran air panas dan air dingin. "

"Di kabin kami ada kipas angin," kata Philip, yang saat itu muncul di ambang pintu.
"Sudah kami hidupkan. Enak - hawa di dalam menjadi sejuk karenanya. Tapi kalian juga
punya itu!"

"Eh - batas air ternyata tidak jauh di bawah tingkap ini," kata Dinah sambil menjenguk
ke luar lewat lubang jendela kapal. "Kalau laut berombak besar nanti, tempat kita ini
pasti tergenang air yang masuk!"

"Ah - sebelumnya pasti sudah dikunci baik-baik," kata Philip. "Untung kita berada di
dekat batas air. Dalam cuaca sepanas sekarang ini, di sini lebih sejuk daripada di
kabin yang lebih tinggi letaknya. Hmm - asyik! aku ingin kita lekas-lekas berangkat!"

Setelah itu mereka pergi melihat kabin Bu Mannering yang lebih kecil ukurannya. Tapi
selebihnya sama dengan kabin-kabin mereka. Dan situ mereka keluar, melihat-lihat
keadaan kapal. Kapal pesiar itu besar, tapi tidak sangat besar. Warnanya putih mulus.
Segala-galanya putih: cerobong asap, pagar pinggiran, dan sisinya.

Namanya tertulis pada semua sekoci putih yang digantungkan pada tonggak-tonggak besar
melengkung yang terdapat di tepi geladak. �Viking Star �. Lucy-Ann mengucapkan nama itu
berulang-ulang.

"Kurasa besok pasti ada latihan bahaya," kata Bu Mannering yang ikut melihat-lihat
bersama keempat remaja itu.

"Dalam lemari kabin ada jaket pelampung. Kulihat tadi," kata Lucy-Ann. "Bagaimana cara
memakainya, ya?"

"Jaket itu kaususupkan lewat kepala, sehingga dada dan punggung tertutup. Sesudah itu
ikatkan tali yang ada di situ erat-erat, melilit tubuh," kata Bu Mannering memberi
penjelasan. "Besok kau harus memakainya, saat ada latihan bahaya."

Kedengarannya mengasyikkan! Mereka berjalan terus, berkeliling kapal. Segala-galanya


menarik bagi mereka. Di kapal ada geladak tempat berolahraga. Sudah ada orang bermain
lempar gelang di situ. Dua orang lagi bermain tenis.

�"Bayangkan - bisa main tenis di atas kapal!" kata Dinah kagum.

"Di bawah ada ruang tempat memutar film," kata Bu Mannering. "Dan juga ruang tempat
menulis surat, ruang duduk dengan perpustakaan, serta ruang makan yang luas sekali!"

"Wah! Lihat, itu - bahkan kolam renang pun ada di sini!" seru Jack dengan terheran-
heran, ketika mereka sampai di sisi sebuah kolam renang yang bagus, di ujung kapal.
Airnya biru jernih.

Tiba-tiba peluit kapal berbunyi dua kali. Nyaring sekali! Lucy-Ann kaget. Nyaris saja
ia tercebur ke dalam. kolam.

"Kau kaget, ya?" kata Bu Mannering sambil tertawa. "Aku juga!"

"Keras sekali bunyinya!" kata Lucy-Ann. "Untung saja Kiki tidak ada di sini. Kalau ia
ikut -ikut berbunyi seperti peluit tadi - gawat!"

"Diam, Goblok!" tukas Dinah dengan suara pelan. "Jangan ingatkan Jack bahwa Kiki tidak
ikut!"

Lucy-Ann menoleh sebentar, mencari Jack. Tapi anak itu tidak ada di situ.

"Ke mana dia?" tanyanya pada Dinah. Ternyata tidak ada yang melihatnya pergi.

�Tentunya ada di dekat-dekat sini," kata Philip. "He, rupanya sebentar lagi kita
berangkat. Lihatlah, tangga sudah diangkat Sebentar lagi kita berlayar!"

"Yuk, kita berdiri di sisi sebelah dermaga, lalu melambai-lambai pada' orang-orang yang
ada di bawah," kata Lucy-Ann. ia bersandar ke pagar, sambil memperhatikan orang-orang
yang berkerumun di dermaga. Mereka itu para pengantar. Ramai sekali mereka berseru-seru
sambil melambai-lambai. Tiba-tiba Lucy-Ann terpekik.

"Eh - lihatlah. Itu! Itu, di sana! Ada orang dengan burung kakaktua yang persis Kiki!
Sungguh, persis sekali. Mana Jack. Ini harus kukatakan padanya. Sialan - ke mana dia?"

Mesin kapal sudah mulai berputar. Anak-anak merasakan lantai geladak di bawah telapak
kaki bergetar. Lucy-Ann memicingkan mata, berusaha memperhatikan kakaktua yang
dikatakannya mirip Kiki itu dengan lebih jelas.

"Itu memang Kiki!" teriaknya. "Kiki! Kiki! Selamat tinggal, Kiki! Itu kan kau, Kiki!"

Kaki burung itu dirantai ke pergelangan tangan seorang remaja. Anak-anak tidak bisa
mengetahui apakah kakaktua itu mengeluarkan suara atau tidak, karena suasana di sekitar
situ hiruk-pikuk. Tapi tampangnya memang mirip sekali dengan Kiki.

"Kita berlayar! Kapal sudah mulai menjauhi dermaga, � seru Philip bersemangat. "Hore,
kita berangkat!"

Ia sibuk sekali melambai-lambai. Dilambainya siapa saja yang kebetulan memandang ke


arahnya. Lucy-Ann ikut melambai, tapi sambi! memperhatikan kakaktua tadi, yang makin
lama makin kecil kelihatannya, sementara kapal bergerak semakin jauh ke tengah. Burung
itu mengepak-ngepakkan sayap, sehingga remaja yang memegangnya kerepotan. Apalagi
karena dipatuk-patuk.

Tiba-tiba burung itu terbang membubung. Rantai pengikatnya putus. Atau mungkin juga
terlepas. Entahlah! Pokoknya burung itu terbang melintasi air yang memisahkan kapal
dari dermaga, sambil menjerit-jerit.

"Ya, ya, itu memang Kik!" seru Lucy-Ann. "Di mana kau, Jack! Jaaack!"

Bab 3 MENYESUAIKAN DIRI

�DINAH, Philip, dan Lucy-Ann bergegas-gegas pergi mencari Jack. Burung tadi sudah
sampai di kapal, dan kini tidak kelihatan lagi. Ketiga remaja itu merasa pasti bahwa
burung itu Kiki. Dan menurut dugaan Philip, Jack" pasti nanti tidak begitu kaget
seperti mereka.

Tapi Jack tidak bisa ditemukan. Huhh, menjengkelkan! Mereka mencarinya ke mana-mana.
Akhirnya Lucy-Ann teringat pada kabin.

"Mungkin ia ada di kabin kalian," katanya pada Philip. 'Walau aku tidak mengerti kenapa
ia malah mengurung diri di situ saat kapal meninggalkan pelabuhan! Dan mana kakaktua
tadi? Tahu-tahu sudah menghilang pula!"

Mereka menuruni tangga geladak, lalu menuju ke gang di sisi mana kabin-kabin mereka
berada. Dengan cepat pintu kabin yang ditempati Jack bersama Philip dibuka, lalu mereka
masuk beramai-ramai sambil berebut-rebut hendak bercerita.

"Kau ada di sini, Jack? Coba terka, apa yang baru saja kami li -"

��Ketiga-tiganya tertegun, kaget melihat apa yang nampak di dalam. Jack duduk di
pembaringannya, sedang Kiki bertengger di atas bahunya. Burung itu menggumam pelan
sambil menarik-narik telinga Jack dengan lembut

"Wah!" kata Philip sambil melongo. �Ternyata burung itu ada di sini. Dia itu Kiki kan?"

"Tentu saja, Goblok!" kata Jack. "Ini yang namanya kebetulan, ya? Porky membawanya ke
dermaga untuk mengucapkan selamat jalan padaku. Tapi tahu-tahu Kiki meronta sehingga
rantai yang mengikat kakinya putus, dan ia langsung terbang kemari. Kiki pintar sekali
- ia masuk lewat lubang tingkap itu!"

"Porky? Teman sekolahmu dulu itu? Kau menitipkan Kiki padanya?" tanya Lucy-Ann bertubi-
tubi. Ia heran sekali. �Tapi kapan kau mengantarkannya?"

"Kemarin, ikut mobil kita," kata Jack sambil menutupi telinganya, supaya jangan
dicubit-cubit terus oleh Kiki. "Ia ada di dalam keranjang piknik yang kubawa. Ia
tenang sekali selama perjalanan. Saat itu aku sudah khawatir saja, jangan-jangan salah
seorang dari kalian minta diambilkan sesuatu dari dalam keranjang, karena merasa
lapar!"

"Tapi apakah Porky tidak bingung, karena Kiki minggat?" kata Dinah.

"Dan dari mana Kiki bisa mengetahui bahwa kau ada di kabin ini?" tanya Lucy-Ann, yang
masih tetap heran. Ia menyambung, "Ah - mungkin karena ia mendengar aku memanggil-man �1
adi! Ya, betul - pasti itu sebabnya! Ia mendengar aku memanggil, 'Kiki, Kiki!'
Panggilanku itu menyebabkan dia meronta-ronta sehingga rantai pengikatnya putus. Ia
terbang kemari -lalu secara kebetulan menemukan lubang tingkap kabin ini!"
"Sebaiknya kauceritakan saja itu pada Bibi Allie," kata Jack sambil nyengir.
"Penjelasanmu itu bagus -- lebih bagus daripada cerita yang hendak kukatakan padanya."

Anak-anak yang lain memandangnya dengan mulut ternganga.

"Kau ini penipu ulung, Jack," kata Philip beberapa saat kemudian. "Semuanya ini sudah
kauatur dari semula. Mengaku sajalah! Ya - bahkan rantai yang putus tadi itu juga sudah
kaurencanakan, begitu pula bahwa Kiki kemudian melihat atau mendengarmu d �i sini."

Jack nyengir lagi.

"Ah � menurutku ide Lucy-Ann tadi sudah bagus, yaitu bahwa Kiki meronta-ronta mendengar
panggilannya � sehingga rantai pengikat putus, lalu ia terbang kemari. Pokoknya ia
sekarang ada di sini, dan akan tetap di sini. Tapi kurasa lebih baik ia kutaruh saja
terus di dalam kabin."

Kiki menikmati perhatian yang dicurahkan keempat remaja itu padanya. Sebentar-sebentar
ia menelengkan kepala, memperhatikan bunyi mesin kapal, ia belum pernah mendengar bunyi
seperti itu. Dicobanya menirukan, tapi tidak bisa mirip.

"Kau jangan macam-macam sekarang," kata Jack memperingatkan. "Kau tidak ingin diseret
menghadap nakhoda, kan?"

"Cul si kadal muncul," oceh Kiki sambil mencubit telinga Jack. Tiba-tiba burung itu
bersin.

"Mana sapu tanganmu!" kata Jack. "Wah, Kiki, aku takkan mampu berangkat jika kau tidak
bisa ikut"

Keempat remaja itu merasa senang, karena Kiki sudah ada dengan selamat di tengah mereka
lagi. Mereka menyampaikan kabar itu dengan berhati-hati sekali pada Bu Mannering. Ia
kesal mendengarnya, tapi nampaknya sama sekali tidak menduga bahwa kedatangan Kiki di
kapal sebenarnya bukan kejadian yang tidak disengaja.

�Yah � kalau ia sudah ada di sini, mau apa lagi," katanya mendesah. "Tapi kurung dia
terus di dalam kabin, Jack! Bisa repot nanti jika ada penumpang yang protes karena
merasa terganggu oleh Kiki. Kalau tidak kau jaga ketat, ada kemungkinan Kiki nanti
dikandangkan di ruang awak kapal."

Karena itu Kiki dikurung terus di dalam kabin. Hari pertama dalam pelayaran itu Kiki
bingung. Burung itu tidak tahu pasti apakah ia yang merasa gamang, atau memang terus-
menerus terjadi gempa kecil-kecilan, ia tidak tahu bahwa saat itu ia berada di dalam
sebuah kapal besar. Ia heran merasakan oleh gerak kapal itu, walaupun sebenarnya ia
sudah cukup sering naik perahu.

Hari pertama itu terasa indah dan panjang. Viking Star melaju di atas permukaan air
yang biru dan tenang. Mesin-mesinnya mendengung pelan. Dengan segera daratan Inggris
sudah jauh di belakang. Kapal meluncur menuju Lisboa, ibu kota Portugal yang merupakan
persinggahan pertama.

Anak-anak menikmati kesibukan sehari-hari di atas kapal: makan di ruang makan yang
luas, memilih apa saja yang disukai dari daftar hidangan yang panjang; pergi ke geladak
tempat berolahraga, bermain tenis atau berlari mengejar gelang karet sambil menjaga
keseimbangan tubuh. Bahkan saat pergi tidur pun terasa mengasyikkan, karena itu berarti
membaringkan diri di tempat tidur sempit seperti bangku, memadamkan lampu di atas
kepala, merasakan kesejukan angin yang dihembuskan kipas listrik, serta mendengar bunyi
ombak berkecipak tidak jauh di bawah tingkap kabin.

"Nikmat sekali!" kata Lucy-Ann sesaat sebelum tertidur. "Mudah-mudahan saja perjalanan
ini tidak kembali menjelma menjadi petualangan. Aku senang jika keadaan tetap begini.
Sudah cukup asyik!"

Anda mungkin juga menyukai