Anda di halaman 1dari 10

"Aku cuma main-main saja, Lucy-Ann," kata Philip.

"Tapi terus terang, idemu itu bagus


sekali. Kita datang untuk melihat foto-foto wanita itu, kemudian secara sambil lalu
bertanya tentang makna tulisan pada potongan peta kita."

"Kalau begitu sekarang saja kita ke sana!" kata Lucy-Ann sambil memandang jam. "Saat
begini para penumpang biasanya tidur siang! Jadi besar kemungkinannya wanita itu
sendiri saja di tokonya."

Anak-anak pergi beramai-ramai. Philip berangkat dulu seorang diri. Katanya hendak
melihat di mana Pak Eppy saat itu. Jangan sampai ia mengintip-intip tanpa ketahuan!
Tidak lama kemudian Philip sudah kembali lagi.

"ia tidur di kursi malasnya, di atas dek," katanya melaporkan. "Kulihat kepalanya
direbahkan ke belakang. Tangannya tidak memegang buku."

"Dari mana kau bisa tahu bahwa ia tidur?" tanya Jack. "Kan tidak bisa kaulihat apakah
matanya terbuka atau terpejam, karena ia selalu memakai kaca mata gelapnya."

"Memang � tapi ia kelihatannya seperti sedang tidur," kata Philip. "Sikap tubuhnya
santai sekali! Tapi sudahlah, kita ke wanita Yunani itu saja sekarang."

Wanita itu tersenyum lebar, ketika melihat anak-anak menghampiri tokonya. Nampak
sederet giginya yang putih bersih, ia senang didatangi anak-anak, apalagi karena
membawa Kiki dan Miki.

"Nah, Kiki dan Miki � apa lagi keisengan kalian kali ini?" katanya sambil menggelitik
Miki dan mengetuk-ngetuk dada Kiki.

"Satu, dua, tiga �"

"DOR!" teriak Kiki, menirukan letusan pistol. Memang bunyi itulah yang dipancing wanita
tadi. ia sudah kenal sekali kebiasaan Kiki. ia pasti terpingkal-pingkal, jika burung
kakaktua itu terceguk-ceguk, batuk, atau bersin.

"Suruh dia bersin," katanya. "Aku paling suka kalau ia bersin!"

Kiki langsung menurut, ia menirukan berbagai bunyi orang bersin, sampai Miki tercengang
melihatnya. Setelah itu wanita tadi mengeluarkan foto anak-anaknya, lalu bercerita
tentang ketiga anak perempuan itu. Menurut Dinah, pasti di dunia ini tidak ada anak
lain seperti mereka bertiga. Manis, patuh, baik-baik, cantik � dan membosankan! Tapi
tentu saja itu tidak dikatakannya keras-keras, melainkan hanya dipikir saja! Jack
merasa, kini tiba giliran mereka berbicara, ia menyenggol Philip, yang dengan segera
mengeluarkan potongan petanya.

"Anu, Bu � tahukah Anda arti tulisan-tulisan ini?" katanya pada wanita Yunani itu.
"Kami menemukannya di salah satu tempat Bisakah Anda mengatakan gambar apa ini � dan
apa arti tulisan-tulisan ini?" Wanita Yunani itu mengamat-amati potongan peta itu
dengan cermat.

"Ini gambar denah," katanya. "Tapi cuma sepotong saja. Sayang! Yang ada pada potongan
kertas ini sebagian dari pulau bernama Thamis � atau mungkin juga Themis � aku tidak
bisa mengatakannya dengan pasti. Ini � ini tulisannya, dalam aksara Yunani! Kalian
tentu saja tidak bisa membacanya, karena kalian memakai aksara Latin! Ya � ini bagian
dari sebuah pulau. Tapi aku tidak tahu di mana letaknya."

"Ada lagi yang masih bisa Anda katakan tentang peta itu?" tanya Dinah.

"Ada sesuatu yang penting di pulau itu," kata wanita tadi. "Barangkali sebuah kuil? �
Aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti. Di sini ada tanda sebuah bangunan � atau
bisa juga berarti kota. Aku juga tidak bisa mengatakannya dengan pasti. Coba seluruh
peta ada, aku akan bisa mengatakan lebih banyak."
Anak-anak begitu asyik, sehingga tidak mendengar orang yang datang menghampiri dengan
langkah menyelinap. Tiba-tiba mereka menoleh dengan kaget, ketika nampak bayangan orang
menggelapi. Napas Lucy-Ann tersentak. Orang itu Pak Eppy, seperti biasa dengan kaca
mata gelap.

"Ah! Ada sesuatu yang menarik � coba kulihat sebentar," katanya dengan santai. Sebelum
ada yang sempat berbuat apa-apa untuk mencegah, ia sudah menyambar potongan kertas dari
tangan wanita Yunani itu lalu mengamat-amatinya. Philip berusaha merebut kembali, tapi
Pak Eppy lebih waspada, ia pura-pura bercanda. Dipegangnya kertas itu tinggi-tinggi.

"Eh, anak nakal! Pak Eppy tidak boleh melihat!"

"Anak nakal!" oceh Kiki dengan segera. Miki mengira bahwa orang itu mengajak main
rebut-rebutan. Tiba-tiba monyet kecil itu meloncat tinggi-tinggi, menyambar kertas tadi
lalu kembali ke bahu Philip. Tapi hanya sekejap saja, karena setelah itu ia meloncat
lagi ke bubungan toko. ia menongkrong di situ dengan potongan kertas di tangan, sambil
ribut berceloteh. Pak Eppy tahu bahwa untuk saat itu ia kalah.

"Monyet kocak!" katanya dengan nada ramah, tapi yang sekaligus terdengar marah. "Yah �
lain kali saja kita melihatnya!"

Setelah itu ia bergegas pergi ke geladak, meninggalkan anak-anak yang masih tetap
melongo.

Gudang Download Ebook: www.zheraf.net


http://zheraf.wapamp.com

Bab 13, SELAMAT BERPISAH, PAK EPPY!

Dinah yang paling dulu pulih dari rasa kagetnya.

"Eh, nekat!" tukasnya. "He, Philip! Tidak mungkin ia tidur tadi, sewaktu kau melihatnya
duduk santai di kursi malas! Rupanya ia melihatmu memandang ke arahnya, lalu langsung
menduga bahwa kau hendak melakukan sesuatu! Begitu kau pergi, ia langsung mencari
kita!"

"Sialan," gumam Philip dengan jengkel. "Sekarang sudah dua potongan dilihatnya, ia
kini tahu pulau mana yang tergambar, karena namanya tertulis pada potongan yang kedua
tadi. Dasar kita sedang sial!"

Keempat remaja itu meninggalkan wanita Yunani yang masih terheran-heran. Dengan sebal
mereka menuju ke haluan kapal. Enak rasanya kena angin yang membelai muka di situ. Miki
sudah turun lagi begitu Pak Eppy pergi. Potongan peta yang dirampasnya diambil oleh
Philip, lalu disimpan. Tapi hal yang hendak dicegah sudah terjadi. Pak Eppy sudah
melihatnya!

"Kalau dugaan kita tentang harta ada benarnya, Pak Eppy sekarang bisa beraksi karena
sudah cukup banyak yang dilihatnya," kata Jack. Suaranya murung. "Selama ini tindakan
kita tidak bisa dibilang cerdik. Bahkan sebaliknya!"

"Begitu saja kita membiarkan rahasia kita diketahui orang lain," kata Dinah mengeluh.
"Kemampuan kita mundur!"

"Tapi bagaimana juga, aku tidak melihat apa yang bisa kita lakukan, seandainya harta
karun itu benar-benar ada," kata Lucy-Ann dengan tiba-tiba. "Maksudku � katakanlah,
kita mengetahui dengan pasti di mana harta itu � kita tetap saja tidak bisa pergi
mencarinya! Jadi lebih baik kita mengalah saja. Jika Pak Eppy ingin mencarinya, biar
saja!"

"Wah! Kau ini benar-benar bermurah hati, melepaskan harta yang mungkin bisa menjadi
milik kita � dan mengatakan Pak Eppy boleh mengambilnya kalau mau!" kata Jack dengan
kesal. "Padahal itu cuma karena kau tidak mau lagi terlibat ke dalam petualangan!"

"Bukan main!" teriak Kiki saat itu.

Anak-anak langsung berhenti berbicara, karena teriakan tadi merupakan isyarat bahwa
Lucian datang. Anak itu muncul di haluan sambil tersenyum ramah, ia kelihatannya sudah
lupa pada perjumpaannya yang terakhir dengan anak-anak di kabinnya, ketika ia sedang
menangis. Mukanya masih agak bengap. Tapi sikapnya sudah riang kembali.

"Halo!" sapanya. "Ke mana saja kalian selama setengah jam yang lalu? Aku mencari ke
mana-mana! He, mau lihat � ini, aku diberi Paman!" ia menunjukkan sejumlah uang
Yunani. "Kurasa ia menyesal karena mendamprat aku tadi," katanya. "Pokoknya, ia
sekarang ramah sekali terhadapku. Bibi sampai bingung melihatnya."

Keempat temannya dapat memahami kenapa Pak Eppy begitu gembira sekarang. Mereka saling
berpandang-pandangan sambil tersenyum kecut. Pak Eppy sudah berhasil memperoleh apa
yang diingini � atau setidak-tidaknya, sebagian lagi! Karena itulah ia merasa senang.
Saat itu terpikir oleh Jack, kemungkinan orang itu selalu mendapat apa yang diingininya
� masa bodoh dengan jalan yang bagaimana! Jack agak gelisah memikirkan kemungkinan itu.
Ia merasa lebih baik jika dicari tempat penyembunyian yang lebih baik daripada di dalam
kabin mereka, untuk menaruh potongan-potongan peta yang selebihnya. Tapi untuk apa
repot-repot? Mereka pasti tidak bisa berbuat apa-apa tentang harta karun itu. Mana
mungkin? Ia tahu pasti, Bu Mannering takkan mengizinkan. Untuk itu harus ada orang
dewasa yang mengawasi. Jack menyesali tidak ikutnya Bill dalam perjalanan itu. Tiba-
tiba ia mendapat gagasan baru.

"Aku ada perlu sebentar," katanya. "Sebentar saja!"

Ia tidak menunggu lagi, tapi cepat-cepat pergi bersama Kiki. ia bermaksud hendak
mencari pulau yang bernama Thamis atau Themis di peta besar. Barangkali saja ada di
situ! Kan menarik, jika ternyata memang ada � apalagi jika letaknya dekat alur
pelayaran kapal Viking Start.

Jack pergi ke perpustakaan kapal, untuk menanyakan apakah di situ ada peta kepulauan
Aegea. Pustakawan yang menjaga di situ menyerahkan sebuah atlas, sambil memandang Kiki
dengan sikap tidak senang, ia tidak suka jika ada kakaktua yang berisik di
perpustakaannya yang selalu tenang.

"Buang ingusmu!" oceh Kiki padanya. "Bersihkan kaki! Sudah berapa kali kukatakan tutup
pintu? Puh! Hahh!"

Pustakawan itu diam saja. Tapi dari sikapnya nampak bahwa ia tersinggung. Belum pernah
ada orang yang berani berbicara begitu terhadapnya. Apalagi burung kakaktua!

"Satu, dua, tiga �!" Kiki mengakhiri seruan itu dengan tiruan bunyi pistol meletus,
sampai pustakawan tadi terlonjak dari tempat duduknya.

"Maaf, Pak," kata Jack cepat-cepat, karena takut disuruh keluar. Ditepuknya paruh Kiki.
"Mana sopan santunmu, Kiki! Keterlaluan!"

"� Laluan!" oceh Kiki menirukan dengan suara sedih, lalu menyedot-nyedot hidung,
menirukan gaya pustakawan itu.

Sementara itu Jack sudah sibuk menghadapi peta. Kiki tidak diacuhkannya lagi. Agak lama
juga ia mencari-cari tulisan �Thamis'. Akhirnya ditemukan �tepat di bawah hidungnya!
Pulau itu ternyata tidak besar, dan ada tanda di situ yang menunjukkan kota. Letaknya
di pantai. Kecuali itu masih ada beberapa tanda kecil. Itu mestinya desa-desa. Tapi di
pulau itu hanya ada sebuah kota. Ke situlah rupanya armada kapal harta itu pergi �
ribuan tahun yang lalu! Mereka masuk ke pelabuhan saat malam buta, lalu berlabuh di
dekat kota. Bagaimana cara mereka membongkar harta yang diangkut? Adakah orang lain
yang terlibat dalam rahasia itu? Lalu di manakah harta itu disembunyikan? Pasti
disembunyikan dengan baik sekali, kalau melihat kenyataan bahwa tidak seorang pun
berhasil menemukannya kembali! Jack membiarkan khayalannya melayang, sementara ia asyik
menekuni peta kepulauan itu. Akhirnya ia mendesah. Bunyinya langsung ditirukan oleh
Kiki. Jack ingin sekali bisa mendatangi Thamis � ke kota yang terletak di pinggir laut.
Asal bisa melihat saja � ia pasti sudah puas! Tapi pasti Pak Eppy yang akan bisa
melakukannya, ia mengenal baik setiap pulau, ia juga yang mampu menyewa kapal, untuk
mendatanginya satu per satu. Jack menutup atlas sambil mendesah. Disingkirkannya
khayalan tadi jauh-jauh. Hanya orang dewasa saja yang bisa melakukan ekspedisi mencari
harta karun. Akal sehatnya mengatakan bahwa segala rencananya bersama anak-anak yang
lain hanya impian belaka. Impian indah � tapi tetap impian!

Dengan langkah lambat ia pergi dari perpustakaan, kembali ke geladak atas. Saat itu
kapal sudah menghampiri sebuah pulau lagi. Nanti akan melintas dekat sekali, supaya
para penumpang bisa melihat pemandangan pantai yang romantik. Tapi mereka tidak singgah
di situ. Setidak-tidaknya begitulah sangkaan Jack. Tapi ketika pulau sudah dekat, ia
melihat kesibukan yang menyebabkan ia mengira tadi salah sangka. Kalau kapal itu sudah
singgah, maka kemungkinannya akan ada orang turun. ia menduga demikian, karena melihat
ada perahu motor meluncur dari pantai ke arah kapal. Saat itu mesin kapal dihentikan.
Jack bersandar di pagar tepi geladak, memperhatikan perahu motor yang merapat. Perahu
itu berdampingan dengan Viking Star, bergerak naik-turun dengan pelan mengikuti gerak
laut. Tangga tali diulurkan dari sisi Viking Star. Seseorang menuruninya. Orang itu
melambai ke arah geladak, sambil menyerukan sesuatu dalam bahasa asing. Jack terkejut
ketika menyadari bahwa orang itu Pak Eppy! ia tadi berseru, mengucapkan selamat
tinggal pada istri serta keponakannya. Setelah itu ia meloncat masuk dengan tangkas ke
perahu motor. Kopornya yang besar diturunkan dengan tali. Setelah menerima kopor itu,
Pak Eppy mendongak lalu melambai-lambai lagi ke atas. Kaca mata gelapnya kemilau,
memantulkan sinar matahari. Jack memandang ke bawah sambil cemberut ia merasa tahu apa
sebabnya Pak Eppy turun dari kapal. Orang itu pasti sudah cukup banyak mengetahui,
sehingga bisa mempersiapkan diri untuk mengadakan pencarian harta karun Andra. Pak Eppy
hendak pergi ke Thamis, untuk mencari harta kuno yang secara kebetulan ditemukan
jejaknya oleh Jack serta anak- anak yang lain. Harta itu akan menjadi miliknya!

Sedang Jack kemungkinannya tidak akan pernah tahu apa yang kemudian terjadi. Apakah
harta itu ditemukan, dan terdiri dari apa saja. Rasanya seperti membaca buku yang
sangat mengasyikkan � tapi baru dibaca setengahnya, buku itu diambil orang! Perahu
motor mulai bergerak, meninggalkan kapal. Pak Eppy tidak kelihatan lagi. Jack
meninggalkan pinggiran kapal, pergi mencari anak-anak yang lain. ia ingin mengetahui
apakah mereka juga tahu bahwa Pak Eppy pergi. Ketiga anak itu ditemukannya di dalam
kabin. Mereka sedang sibuk mengurus Miki. Monyet kecil itu rupanya memakan sesuatu yang
tidak baik untuknya. Anak-anak begitu cemas melihat Miki menderita, sampai tidak
menyadari bahwa mesin kapal berhenti, dan kini sudah dihidupkan lagi.

"Nah, sekarang dia sudah sehat kembali," kata Dinah, saat Jack masuk ke dalam kabin.
"Lain kali jangan rakus, Miki!" Anak-anak kaget sekali melihat tampang Jack. Begitu
murung kelihatannya!

"Ada apa?" tanya Philip dengan segera. "Huuhh � habis perkara," desah Jack sambil
menghenyakkan diri di tempat tidur terdekat. "Mau tahu, siapa yang baru saja
meninggalkan kapal dengan perahu motor?"

"Siapa?" tanya anak-anak.

"Pak Eppy!" kata Jack. " ia bergegas pergi, hendak mencari harta karun itu! ia
berangkat untuk mengadakan persiapan untuk itu! Pulau ini dikenal baik olehnya, dan ia
menduga bahwa harta karun Andra mestinya ada di situ. Pasti ia sekarang ke sana, untuk
mencarinya!"

"Wah, payah!" keluh Philip. "Cepat sekali ia bertindak, kalau begitu! Rencana kita
buyar, karena kecerobohan kita sendiri."

"Kita lupakan saja segala rencana kita yang muluk-muluk," kata Dinah. "Aduh, sayang ya!
Padahal aku sudah bersemangat sekali!"
"Pasti sewaktu aku melihatnya keluar dari bilik radio, ia baru saja mengirim berita ke
darat, minta dijemput dengan perahu motor," kata Philip. "Dan itu dilakukannya ketika
baru melihat potongan peta yang pertama. Setelah melihat yang kedua, kini ia pasti
benar-benar yakin!"

"Kita memang sedang sial," kata Lucy-Ann. "Biasanya kita tidak seceroboh ini! Eh �
siapa itu?" Saat itu terdengar langkah orang berjalan di gang, menghampiri kabin.

"Bukan main!" kata Kiki dengan segera. Dan benarlah �pintu kabin terbuka, dan Lucian
masuk sambil mengucapkan kata-kata yang biasa.

"Bukan main! Mau tahu, apa yang baru saja terjadi?"

"Kau bebas dari omelan pamanmu," kata Dinah dengan cepat. Lucian tertawa lebar.

"Betul, Paman sudah turun! Katanya ia tidak bisa lebih lama lagi ikut pesiar, karena
ada pesan penting untuknya yang meminta ia datang dengan segera. Lega perasaanku
sekarang, karena ia tidak ada lagi di sini."

"Ya, pamanmu itu memang bukan orang yang menyenangkan," kata Jack. "Untung saja dia
bukan pamanku. Tingkah lakunya ada yang tidak bisa dibilang simpatik."

"Memang," kata Lucian. ia kini merasa bebas berbicara seenaknya. "Bayangkan � ia


menyuruh aku mengambilkan kapal-kapalan kalian, tanpa mengatakan apa-apa pada kalian!
Bayangkan! Bagaimana pendapat kalian tentang perbuatan begitu?"

"Brengsek!" kata Jack tegas. "Lalu kauambil?"

"Tentu saja tidak!" kata Lucian dengan segera. Nada suaranya begitu tersinggung,
sehingga anak-anak merasa bahwa anak itu mengatakan yang sebenarnya. "Kalian sangka aku
ini apa?" sambung Lucian.

Anak-anak tidak mengatakan anggapan mereka mengenai dirinya. Mereka tidak ingin merusak
kegembiraannya saat itu. "Sekarang kita bisa bersenang-senang, karena pamanku tidak ada
lagi," kata Lucian dengan gembira, ia memandang berkeliling dengan wajah berseri-seri.

"Apakah pamanmu itu ada atau tidak, bagi kami sama sekali tidak ada bedanya," kata
Jack. "Sudahlah, aku tidak ingin berbicara lebih panjang tentang dia! Orang seperti itu
� untuk apa dibicarakan. Menyebalkan! Nah � itu bunyi gong, memanggil kita makan,
Lucian. Cepat, ganti pakaian! Siang tadi kau kan tidak makan, jadi pasti sekarang sudah
lapar sekali."

"Memang," kata Lucian, lalu bergegas pergi dengan gembira. Tapi anak-anak yang tinggal
di dalam kabin nampak sebaliknya. Tampang mereka lesu sekali.

"Yah � kelihatannya petualangan kita sekali ini sudah berakhir sebelum benar-benar
terjadi," kata Philip sambil mengeluh
Bab 14 , KABAR DARI BILL

Tapi keesokan harinya terjadi sesuatu yang sama sekali tidak terduga sebelumnya. Saat
itu kapal sedang mengarungi perairan berwarna biru lembayung. Dan seperti hari-hari
sebelumnya, matahari bersinar cerah di tengah langit yang dihiasi awan putih berarak.
Burung camar terbang mengelilingi sambil berteriak-teriak. Bermacam-macam burung laut
mengambang terapung-apung di atas permukaan air, atau membubung tinggi di atas kapal.
Para penumpang bersantai-santai di kursi malas, asyik membaca atau tidur-tiduran,
menunggu minuman dingin yang akan diantar pelayan. Bahkan anak-anak pun ikut bermalas-
malas di kursi masing-masing, capek setelah bermain tenis sepanjang pagi.

Kiki bertengger di punggung kursi malas yang diduduki Jack. Matanya terpejam, ia
capek, sehabis asyik terbang mengikuti burung-burung camar sambil berteriak-teriak
menirukan suara mereka, sehingga burung-burung itu kebingungan dibuatnya. Sedang Miki
sudah tidur nyenyak, meringkuk di bawah naungan sekoci. Saat itu muncul remaja pelayan
kapal yang biasanya bertugas mengantarkan pesan, ia membawa sampul panjang yang
terletak di atas baki. Sambil berjalan, ia berseru-seru.

"Telegram untuk Bu Mannering! Ada telegram untuk Bu Mannering!"

Philip menyentuh ibunya, sambil melambai memanggil pelayan itu. Bu Mannering menoleh,
ia heran mendengar namanya dipanggil-panggil. Pelayan tadi datang menghampiri, lalu
menyodorkan sampul yang di atas baki padanya. Bu Mannering membukanya dengan cepat. Ia
heran, kenapa tiba-tiba ada telegram untuknya. Kemudian ia membacakan telegram itu
dengan suara nyaring, supaya anak-anak bisa ikut mengetahui isinya.

"Bibi sakit titik minta kau datang titik harap pulang dengan segera koma kugantikan
menjaga anak-anak titik kirim telegram balasan titik Bill titik" Sesaat semuanya
terdiam, karena agak kaget.

"Aduh � kenapa harus terjadi hal seperti ini saat kita sedang berlayar," keluh Bu
Mannering. "Bagaimana sekarang? Pulang dengan segera itu dari mana? Naik apa? Lagi
pula, bagaimana dengan kalian nanti jika aku tidak ada?"

"Sudahlah � tenang saja, Bu," kata Philip. "Biar aku saja yang menguruskan. Akan
kutanyakan pada Perwira Dua, apa yang sebaiknya dilakukan. Aku kenal baik padanya."

"Sedang tentang kami, Bibi Allie tidak usah khawatir," kata. Jack. "Kan tidak bisa
terjadi apa- apa, karena kami di kapal terus! Bibi kan tidak menghendaki kami ikut
pulang."

"Tentu saja tidak! Apalagi pesiar ini kan tidak murah," kata Bu Mannering. Wajahnya
masih tetap nampak gelisah. "Ah, aku paling tidak suka jika ada kejadian tiba-tiba
seperti ini! Sungguh!"

"Tenang sajalah dulu, Bu," kata Dinah. "Ibu kan bisa pulang dengan pesawat terbang dari
tempat persinggahan berikut, jika di situ ada lapangan terbang. Besok Ibu akan sudah
sampai di Inggris. Dan menurut Bill, ia akan menggantikan Ibu menjaga kami di sini.
Mungkin ia akan menjemput Ibu di Croydon, apabila pesawat yang Ibu tumpangi mendarat di
sana. Ibu akan diantarkannya dulu ke stasiun, lalu setelah itu ia berangkat menyusul
kami, naik pesawat terbang pula. Ia pasti akan menyukai pesiar ini. Dan Ibu mungkin
pula akan kembali lagi kemari."

"Wah, kurasa tidak � jika Bibi Polly ternyata cukup gawat sakitnya," kata Bu Mannering.
" ia kan selalu baik terhadapku � pada kalian juga �jadi aku harus menungguinya sampai
ia sudah betul-betul sembuh kembali. Ah � tapi tidak enak rasanya meninggalkan kalian
sendiri."

Bu Eppy yang duduk bersebelahan dengan Bu Mannering ikut mendengar pembicaraan itu
"Saya bisa membantu mengawasi keempat anak ini sampai kenalan Anda itu tiba," katanya
mencampuri. "Saya kan sudah biasa menjaga, dan Lucian sebaya dengan mereka. Bagi saya,
itu bukan apa-apa."

"Anda baik hati," kata Bu Mannering. ia bangkit dari kursi malasnya, dibantu Philip.
"Kurasa aku sebenarnya tidak perlu cemas memikirkan mereka � karena mereka sudah cukup
besar! Tapi di pihak lain, keempat anak ini gampang sekali terlibat dalam hal-hal yang
tidak enak!"

Setelah itu ia pergi bersama Philip, mendatangi Perwira Dua. Dengan bantuan petugas
kapal itu, segera sudah, tersusun rencana kepulangan Bu Mannering ke Inggris. Kapal
akan mengubah alur pelayarannya sedikit dan singgah di sebuah pulau yang ada lapangan
udaranya. Saat itu juga akan dikirim telegram ke sana, agar dipersiapkan pesawat
terbang yang akan membawa Bu Mannering.

"Kita bisa menunggu di pulau itu sampai kenalan Anda tiba," kata Perwira Satu, setelah
mendatangi nakhoda kapal sebentar untuk berunding. "Kami hanya perlu mengubah rencana
sedikit saja � yang memang tidak begitu ketat � seperti Anda ketahui pula. Nah �
sekarang bagaimana jika kita mengirim telegram pada Pak Cunningham, supaya ia tahu
kapan harus menjemput Anda di Croydon?"

Ternyata segala urusan itu bisa diatur dengan cepat dan mudah.

"Aku tadi sama sekali tidak perlu merasa cemas dan bingung," kata Bu Mannering pada
anak- anak. "Untung ada Philip � sekarang semua urusan sudah beres! Aku akan berangkat
besok � dan malam hari itu juga Bill mungkin sudah sampai. Syukurlah!"

Dinah dan Lucy-Ann membantunya berkemas, sementara Viking Star meluncur menuju sebuah
pulau besar, di mana ada pelabuhan udara. Anak-anak melihat pesawat-pesawat terbang
turun dan naik, karena pelabuhan udara itu terletak di dekat pantai. Sebuah perahu
motor datang menjemput Bu Mannering.

"Jangan nakal-nakal, ya," katanya saat hendak turun. "Jaga diri kalian baik-baik,
jangan sampai mengalami bahaya atau kesulitan. Kalau Bill sudah datang, tolong katakan
padanya bahwa aku takkan bisa memaafkannya jika nanti terjadi lagi sesuatu yang
membahayakan keselamatan kalian!"

Anak-anak melambai-lambai dari atas kapal, sementara perahu motor meluncur kembali ke
pelabuhan. Mereka mengikutinya dengan bantuan teropong. Mereka melihat Bu Mannering
naik ke dermaga, sementara kopor-kopornya dibawakan tukang angkut barang.

"Sekarang ia masuk ke taksi," kata Jack. "Ia menuju ke pelabuhan udara. Sebentar lagi
pasti sudah ada di udara!"

Setengah jam kemudian nampak sebuah pesawat terbang tinggal landas, lalu membelok ke
arah kapal yang dikitarinya dua kali. Kemudian pesawat itu mengarah ke barat.

"Itu pesawat yang ditumpangi Ibu," kata Philip. "Kurasa aku melihatnya tadi, melambai-
lambai. Moga-moga ia sampai ke tujuan dengan selamat. Sekarang kita tinggal menunggu
Bill datang."

Setelah itu semuanya membungkam. Mereka memikirkan hal yang sama, tapi semua segan
mengatakannya secara terang-terangan. Jack mendeham beberapa kali.

"Eh � anu � karena keadaan sekarang sudah begini � eh..." ia tertegun. Anak-anak yang
lain bersikap menunggu.

"Ya, bagaimana?" pancing Dinah.

"Anu � aku tadi berpikir-pikir," kata Jack terbata-bata, "begini �yah � karena Bill
sebentar lagi datang..." ia berhenti lagi.

Dinah tercekikik. "Biar aku saja yang mengatakan," katanya. "Aku tahu, karena kurasa
kita semua berpikiran sama saat ini. Bill sebentar lagi datang! Jadi kita bisa
bercerita padanya tentang peta kuno dan harta karun Andra itu � dan juga tentang Pak
Eppy! Barangkali saja�barangkali, kataku �barangkali Bill bisa melakukan sesuatu
mengenainya!"

"Ya, betul!" kata Jack. "Aku tadi agak sulit mengatakannya, tanpa terdengar seperti
bersikap tak acuh terhadap urusan yang sedang dihadapi Bibi Allie! Tapi keadaannya kan
sudah berubah sekarang. Bisa saja Bill berpendapat bahwa sudah sepantasnya jika kita
melakukan sesuatu."

"Ya � asyik!" kata Philip sambil menarik napas panjang. "Tepat saat kita sudah putus
harapan!"

"Memang � kalau Ibu, kita tidak bisa ikut melibatkannya dalam petualangan," kata Dinah.
"Tapi Bill kan lain! Maksudku � aku tahu, ia pun tidak menghendaki kita terjerumus ke
dalam petualangan � tapi kan mungkin saja ia berpendapat bahwa kita di pihak lain tidak
boleh diam saja."

"Dan setidak-tidaknya kita kini bisa tahu lagi bagaimana perkembangan selanjutnya!"
kata Jack puas. "Nanti kita bisa asyik, menunjukkan kapal-kapalan serta peta itu pada
Bill � sambil menceritakan segala-galanya!"

Saat itu Lucian datang menghampiri. Tampangnya serius sekali. "Bukan main � aku ikut
prihatin jadinya! Moga-moga ibumu selamat sampai ke tujuan, Philip, dan bibinya bisa
sembuh kembali. Moga-moga kejadian ini tidak merusak kesenangan kalian selama sisa
pelayaran ini. Sungguh, aku benar-benar ikut prihatin!"

'Terima kasih," kata Philip. "Tapi kami sudah biasa begini!"

"Eh � ngomong-ngomong, aku sampai lupa menyampaikan ini," sambung Lucian. "Maaf deh!
Pamanku menyerahkan ini padaku sebelum ia turun kapal. Katanya, harus kuberikan pada
kalian. Aku tidak tahu apa isinya."

Jack menerima sampul yang diserahkan Lucian padanya. Sebelum membukanya pun ia sudah
bisa menebak isinya. Dan ternyata Jack benar. Sampul itu berisi peta yang 'dipinjam'
Pak Eppy, beserta surat singkat.

"Ini, kukembalikan lagi. Terima kasih! Ternyata tidak begitu menarik. P. Eppy." Jack
tertawa hambar. "Tidak begitu menarik, tulisnya di sini. Hahh! Pasti ia sudah
menyalinnya dengan rapi. Kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya!"

Peta itu ditaruhnya di tempat yang aman, yaitu diselipkan di balik lapisan celana
pendeknya. Jack mengucap syukur bahwa Pak Eppy belum melihat bagian peta yang setengah
lagi. Tapi mungkin juga ia sama sekali tidak perlu melihatnya! Mungkin sekarang saja ia
sudah bisa menduga tempat harta karun itu � jika ia benar-benar hapal pulau itu! Kalau
begitu halnya, takkan lama lagi harta karun Andra masih ada di tempat yang sekarang.

Waktu terasa seperti merambat hari itu. Bu Eppy agak mengesalkan, karena ia
melaksanakan janjinya dengan serius, yaitu menjaga anak-anak. Begitu saat makan siang
tiba, ia langsung sibuk mencari anak-anak. ia bahkan memesan pada pelayan agar keempat
remaja itu didudukkan semeja dengannya. Tapi Jack langsung protes.

"Terima kasih, Bu Eppy � tapi kami menunggu kedatangan teman kami, Bill Cunningham,"
katanya dengan sopan tapi tegas. "Mungkin malam ini ia akan sudah tiba � atau paling
lambat besok pagi. Jadi kami tetap saja di meja kami, supaya bisa makan bersama Bill
jika ia sudah tiba. Terima kasih, Bu!"

Lucian kecewa, lalu merajuk, ia bahkan tidak tersenyum geli ketika terjadi
pertengkaran antara Kiki dan Miki. Keduanya berebut pisang, yang akhirnya terenggut
menjadi dua potong. Sehabis makan malam anak-anak pergi ke geladak, mengharapkan
kedatangan Bill. Menurut Perwira Dua, tidak ada pesan apa-apa. Jadi kemungkinannya
besar bahwa Bill datang.

"Kalau datangnya baru besok, tentunya ia sudah mengirim telegram" kata petugas kapal
itu. "ia tahu bahwa kita menunggunya di sini. Tapi jika aku jadi kalian, lebih baik
tidur dulu � karena ada kemungkinan baru tengah malam nanti dia datang!"

Tapi anak-anak tidak mau. Mereka duduk-duduk di geladak, sambil memperhatikan matahari
terbenam. Awan yang putih berubah warna, menjadi merah Jingga. Dengan lambat tapi pasti
langit menjadi gelap di sebelah timur. Air laut makin lama makin gelap, dan akhirnya
sewarna dengan langit malam. Bintang-bintang mulai bermunculan. Lucy-Ann sudah hampir
tertidur di kursi malas, ketika Jack tiba-tiba menyenggolnya.

"He, bangun! Ada pesawat datang � mungkin itu Bill!" Dengan segera Lucy-Ann bangun,
lalu pergi ke pagar kapal bersama anak-anak yang lain. Pesawat yang datang itu nampak
turun, mendekati landas pendaratan di pelabuhan udara pulau. Pasti itu Bill! Dan
setengah jam kemudian terdengar bunyi mesin perahu motor dihidupkan di pelabuhan.
"Itu Bill datang!" seru Lucy-Ann bersemangat Perahu motor itu semakin mendekat dan
akhirnya berhenti di sisi kapal. Dari kapal dilemparkan tangga tali ke bawah. Lucy-Ann
sudah tidak bisa menahan diri lagi.

"Bill!" Teriaknya dari atas. "Andakah itu, Bill? Bill!"

"Ahoy, kalian yang di atas!" seru seseorang dari perahu motor. Anak-anak sudah hapal
sekali suara itu. "Ya, di sini Bill!"

Bill memanjat tangga tali. Begitu sampai di geladak, anak-anak berhamburan menyongsong
lalu mengerumuninya, ia dirangkul, dipeluk, dan dimacam-macamkan lagi.

"Halo, Bill! Wah, Bill � senang rasanya Anda ada di sini! Sekarang semuanya pasti
beres."

"Ya � segala-galanya beres!" kata Bill Cunningham, sambil menjunjung Lucy-Ann tinggi-
tinggi. "Aku juga senang, bertemu kembali dengan kalian. Kita akan bersenang-senang
sekarang!"
Bab 15, ANAK-ANAK BERCERITA

Bill haus dan lapar sekali. Anak-anak mengiringinya ke ruang duduk. Mereka senang dan
bersemangat Ketika sudah duduk, Bill memesan roti dengan isi ayam dan ham serta segelas
minuman dingin. Anak-anak juga dipesankan roti.

"Tapi sebetulnya tidak baik jika kalian selarut ini masih makan lagi, sebab nanti mimpi
yang bukan-bukan karena kekenyangan," kata Bill memperingatkan. "Jadi jangan salahkan
aku ya � jika kalian nanti dikejar-kejar beruang, jatuh dari pesawat terbang, atau
kapal kalian terdampar nanti!"

"Tidak mungkin,", kata Lucy-Ann. "Tapi kalau mimpi buruk nanti pun tidak apa. Kan
sekarang Anda sudah ada, jadi pasti dalam mimpiku itu Anda kemudian muncul untuk
menyelamatkan diriku!"

Pelayan datang mengantarkan makanan yang dipesan, ia tersenyum ramah, ia juga membawa
dua piring berisi pisang. Masing-masing satu, untuk Kiki dan Miki. Kiki kagum melihat
pisangnya ditaruh di atas piring. Setiap kali sehabis mematuknya, pisang itu
diletakkannya kembali. Anak-anak tertawa geli melihat tingkahnya.

"Wah, Kiki sudah sopan sekali sekarang," kata Bill sambil menggigit roti sandwich-nya.
"Hmm, sedap! Sudah berapa jam perutku tidak terisi! Nah � bagaimana kabarnya, Anak-
anak?"

"Banyak sekali yang hendak kami ceritakan, Bill," kata Jack. "Menarik, deh! Kami secara
kebetulan mengetahui suatu hal yang sangat asyik!"

"Ya, ya, aku tidak heran," kata Bill. "Tapi jangan sangka kalian bisa menyeret aku ke
dalam petualangan gila-gilaan lagi kali ini! Sudah cukup sering aku ikut terlibat dalam
urusan kalian yang aneh-aneh! Aku kemari ini, ingin menikmati pesiar yang tenang dan
santai!"

Tiba-tiba ia dikagetkan oleh suara jeritan Kiki.

"Miki! Kau merampas pisang Kiki!" kata Jack. "Pukul dia, Philip. Kalau tidak, sebentar
lagi pasti akan pecah perang di antara mereka berdua. Ya, Kiki � nantilah, kupesankan
pisang lagi untukmu. Kasihan! Itulah, kalau sok sopan. Sudah bagus-bagus kau meletakkan
pisangmu kembali ke piring setiap kali sudah menyuap � eh, si Miki Bandel datang
merampas!"

"Lucu monyet kecil ini," kata Bill. Digelitiknya Miki di bawah dagu. "Tentunya punyamu
ya, Philip! Aku tidak bisa mengerti, kenapa selalu ada saja binatang yang ikut
denganmu, ke mana pun kau pergi. Coba kuingat-ingat sebentar � kau pernah memelihara
anak ajak � kadal � cecak ular � anak kambing berbulu putih mulus � dua ekor burung
puffin � tikus putih � dan sekarang monyet! Yah, aku tidak berkeberatan � selama yang
kaupelihara bukan kuda Nil atau sekawanan singa!"

Anak-anak sebenarnya ingin cepat-cepat bercerita tentang peta harta karun. Tapi mereka
merasa lebih baik Bill diberi kesempatan makan dulu. Sambil makan Bill bercerita bahwa
ia masih sempat menjemput Bu Mannering di pelabuhan udara di Inggris, lalu mengantarnya
sampai stasiun. Setelah itu Bill berangkat naik pesawat terbang pribadinya.

"Seorang diri?" tanya Jack.

�Tidak, dengan teman � Tim Curling! Kurasa kalian belum kenal dengan dia," kata Bill.
"Kau tidak mau lagi rotimu itu, Lucy-Ann? Baiklah, kalau begitu biar aku saja yang
menghabiskannya. Hmm � ya, Tim juga ikut, dan tadi kutinggal untuk mengurus pesawat
terbang, ia bermaksud hendak menyewa perahu motor, lalu berkeliling-keliling di sini."

"Ah � aku juga kepingin," kata Dinah.

"O ya?" Bill tercengang. "Kusangka kalian senang berada di kapal besar yang nyaman ini.
Kalian kan sudah sering naik sampan, perahu layar, dan perahu motor � jadi sekali-
sekali enak juga naik kapal sebesar ini."

"Memang, tapi � Bill, Anda mau tahu kabar kami?" kata Jack bersemangat Bill mengunyah
potongan roti yang penghabisan, lalu meneguk minumannya sampai habis, ia menguap lebar-
lebar, yang langsung ditirukan Kiki.

"Apakah itu tidak bisa besok saja?" katanya, ia tertawa ketika melihat tampang anak-
anak yang kecewa, lalu menyambung.

"Ya, baiklah! Ceritakan saja!"

"Ambil kapal-kapalan kita, Lucy-Ann," kata Jack. "Cepat! Keempat potong peta sudah ada
padaku. Kalau kau sudah kembali, baru kita mulai."

Lucy-Ann bergegas pergi. Tidak lama kemudian ia sudah kembali, dengan napas terengah-
engah, ia memegang kapal-kapalan. Bill mengambil benda itu, lalu mengamat-amatinya.

"Ini barang berharga," katanya. "Bagus sekali buatannya. Di mana kalian memperolehnya?"

Dengan segera keluarlah cerita tentang Lucy-Ann yang bersama Lucian menemukan botol
berisi kapal-kapalan, lalu membelinya untuk hadiah bagi Philip pada hari ulang
tahunnya. Sambil berbisik-bisik supaya tidak terdengar orang lain, anak-anak bercerita
tentang botol yang pecah, lalu tentang bagaimana mereka menemukan kertas tergulung di
dalam kapal- kapalan itu. Kemudian Jack mengeluarkan kertas yang ternyata peta itu,
yang masih berupa empat potongan terpisah. Bill memandangnya sebentar dengan penuh
minat. Kemudian ia berdiri.

"Kita ke kabinku," katanya. "Kurasa lebih baik di sana saja kita meneruskan
pembicaraan. Ini benar-benar luar biasa."

Anak-anak sangat bergembira melihat tanggapan Bill terhadap kisah mereka. Mereka
berbondong-bondong menuruni tangga yang menuju ke kabin. Beramai-ramai mereka memasuki
kabin Bu Mannering, yang kini ditempati Bill. Semuanya duduk di atas tempat tidur,
bersesak-sesak. Bill duduk di tengah-tengah.

"Tolong geserkan Miki sedikit," katanya. "Aku kepanasan, karena napasnya menghembus ke
tengkukku. Nah � sekarang, mana peta tadi? Sekilas saja kulihat bahwa barang itu sudah
tua sekali. Tapi kenapa terpotong empat?"

Anak-anak menceritakan sebabnya. Mereka menceritakan hikayat kuno tentang harta Andra
yang hilang. Mereka bercerita tentang tingkah laku Pak Eppy yang aneh, lalu kepergian

Anda mungkin juga menyukai