Anda di halaman 1dari 5

perabaanmu lebih peka dari para dewa pendengaranmu dapat menangkap musik dan

ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa keraput.


Mama sama sekali sudah berhenti makan. Sendok berisi itu tetap tergantung di
bawah dagunya. "Memang dalam sepuluh tahun belakangan ini lebih banyak cerita
kubaca. Rasanya setiap buku bercerita tentang daya-upaya seseorang untuk keluar
atau mengatasi kesulitannya. Cerita tentang kesenangan selalu tidak menarik. Itu
bukan cerita tentang manusia dan kehidupannya, tapi tentang surga, dan jelas ridai*
terjadi di atas bumi kita ini."
Mama meneruskan makannya. Perhatianku telah kukerahkan untuk menangkap
setiap katanya. Pada waktu ini ia sungguh seorang guru tidak resmi dengan ajaran
yang cukup resmi.
Ternyata selesai makan ia masih meneruskan:
"Karena itu kau pasti tertarik pada Robert. Ia selalu men-cari-cari kesulitan dan tidak
dapat keluar daripadanya. Kira-kira itu yang dinamakan: tragis. Sama seperti
ayahnya. Barangkali melalui tulisanmu - kalau dia mau membacanya - dia akan bisa
berkaca dan melihat dirinya sendiri. Mungkin bisa mengubah kelakuannya. Siapa
tahu ? Hanya, pintaku, sebelum kau umumkan biarlah aku diberi hak untuk ikut
membacanya lebih dulu. Itu kalau kau tak berkeberatan tentu. Barangkali saja
gambaran dan anggapan keliru bisa lebih dihindari."
Memang- aku sedang mempersiapkan tulisan tentang Robert. Peringatan Nyai agak
mengejutkan. Aku rasai ia sebagai mata elang yang pengawas. Pandangannya kurasai
menyerbu mahligai ha^-hakku sebagai perawi cerita. Terbitnya ceritaku yang,
pertama telah menaikkan semangatku. Tapi tulisan tentang Robert tak.bisa lebih
maju karena tiupan semangat sukses. Mama dengan mata elangnya telah
menyebabkannya tersekat di tengah jalan.
Semua yang tercurah semasa makan itu membikin diri tenggelam dalam renungan.
Jfcarangtfentu ia sudah sangat banyak membaca. Kira-kira Tuan Herman Mellema
tadinya seorang guru yang benar-benar bijaksana dan penyabar. Nyai seorang murid
yang baik, dan mempuyai kemampuan berkembang sendiri setelah mendapaUcan
modal pengertian dari tuannya. Apa yaig tak kudapatkan dan sekolah dapat aku
paneni di tengah keluTr ga seorang gundik. Siapa bakal menyangka ? Mungkin imraL
seorang yang lebih mengerti Robert Mellema. Pesannya tentang pemuda pembenci
Pnbumi itu menunjukkan kedalaman keoriha tman tentang sulungnya.
Tentang pemuda jangkung itu aku belum lagi banyak mengenal. Baragkali ia pun
banyak membaca seperti ibunya Maia lah yang dibenkannya padaku ternyata bukan
bacaan sembara-ngan Boleh jadi berasal dan perpustakaan rumah, atau diambilnya
dan tangan opaspos dan tidak diserahkan pada Mama Bisa jadi juga pemuda itu tidak

! 86!
pernah menamatkannya. Aku tak tahu betul Karangan-karangan di dalamnya semua
tentang negeri penduduk dan persoalan Hindia Belanda. Sebuah di antaranya
tentang Jepang dengan hubungannya - sedikit atau banyak -dengan Hindia.
Tulisan itu memperkaya catatanku tentang negeri Jepang yang banyak dibicarakan
dalam bulan-bulan terakhir ini Tak ada di antara teman sekolahku mempunyai
perhatian pada nege-n dan bangsa ini sekali pun barang dua kali pernah disinggung
dalam diskusi-sekolah. Teman-teman menganggap bangsa ini masih terlalu rendah
untuk dibicarakan. Secara selintas mereka menyamaratakan dengan pelacur-
pelacurnya yang memenuhi Kembang Jepun, warung-warung kecil, restoran dan
pangkas rambut, verkoper, dan kelontongnya yang sama sekali tak dapat
mencerminkan suatu Pabrfk yang menantang ilmu dan pengetahuan modern
Dalam suatu diskusi-sekolah, waktu guruku, Tuan Lasten-aienst, mencoba menarik
perhatian para siswa, orang lebih banyak tinggal mengobrol pelan. Ia bilang: di
bidang ilmu Jepang juga mengalami kebangkitan. Kitasato telah menemukan kuman
pes, Shiga menemukan kuman dysenteri - dan dengan demikian Jepang tefcih juga
berjasa pada ummat manusia. Ia membandingkannya dengan sumbangan bangsa
Belanda pada peradaban. Melihat aku mempunyai perhatian penuh dan membikin
catatan Lastendienst bertanya padaku dengan nada mendakwa: eh, Minke wakil
bangsa Jawa dalam ruangan ini, apa sudah di sumbangkan bangsamu pada ummat
manusia ? Bukan saja aku menggeragap mendapat pertanyaan dadakan itu, Koleh
jadi seluruh dewa dalam kotak wayang ki dalangjikan hilang semangat hanya untuk
menjawab. Maka jalan paling ampuh untuk tidak menjawab adalah menyuarakan
kalimat ini: Ya, Meneer Lasten-dienst, sekarang ini saya belum bisa menjawab. Dan
guruku itu menanggapi dengan senyum manis - sangat manis.
Itu sedikit kutipan dari catatanku tentang Jepang. Dengan adanya tulisan dari
majalah pemberian
Robert catatanku mendapatkan tambahan yang lumayan banyaknya Tentang
kesibukan di Jepang untuk menentukan strategi pertahanannya Aku taK banyak
mengerti tentang hal demikian Justru karena itu aku catat. Paling tidak akan menjadi
bahan bermegah dalam diskusi-sekolah.
Dikatakan adanya persaingan antara Angkatan Darat dengan Angkatan Laut Jepang.
Kemudian dipilih strategi maritim untuk pertahanannya. Dan Angkatan Darat
dengan tradisi samurainya yang berabad merasa kurang senang.
Bagaimmana tentang Hindia Belanda sendiri ? Di dalamnya dinyatakan: Hindia
Belanda tidak mempunyai Angkatan Laut; hanya Angkatan Darat. Jepang terdiri dari
kepulauan. Hindia Belanda setali tiga uang. Mengapa kalau Jepang mengutamakan
laut Hindia mengutamakan darat ? Bukankah masalah pertahanan (terhadap luar)

! 87!
sama saja ? Bukankah jatuhnya Hindia Belanda ke tangan Inggris nyaris seabad yang
lalu juga karena lemahnya Angkatan Laut di Hindia ? Mengapa itu tak dijadikan
pelajaran ?
Dari majalah itu juga aku tahu: Hindia Belanda tidak mempunyai Angkatan Laut.
Kapal perang yang mondar-mandir di Hindia bukanlah milik Hindia Belanda, tetapi
milik kerajaan Belanda. Daendels pernah membikin Surabaya menjadi pangkalan
Angkatan Laut pada masa Hindia Belanda tak punya armada satu pun! Nyaris
seratus tahun setelah itu orang tak pernah memikirkan gunanya ada Angkatan Laut
tersendiri untuk Hindia. Tuan-tuan yang terhormat mempercayakan pertahanan laut
Inggris di Singapura dan pertahanan laut Amerika di Filipina.
Tulisan itu membayangkan sekiranya terjadi perang dengan Jepang. Bag'aimana
akan halnya Hindia Belanda dengan perairan tak terjaga ? Sedang Angkatan Laut
Kerajaan Belanda hanya, kadang-kadang saja datang meronda ? Tidakkah
pengalaman tahun 1811 bisa berulang untuk kerugian Belanda ?
Aku tak tahu apakah Robert pernah membaca dan mempelajarinya. Sebagai pemuda
yang ingin berlanglang buana sebagai pelaut boleh jadi ia telah mempelajarinya. Dan
sebagai pemuja darah Eropa kiranya dia mengandalkan keunggulan ras putih.
Tulisan itu juga mengatakan: Jepang mencoba meniru Inggris di perairan. Dan
pengarangnya memperingatkan agar menghentikan ejekan terhadap bangsa itu
sebagai monyet peniru. Pada setiap awal pertumbuhan, katanya, semua hanya
meniru. Setiap kita semasa kanak-kanak juga hanya meniru Tetapi kanak-kanak itu
pun akan dewasa, mempunyai perkembangan sendiri..............
Sedang pembicaraan yang dapat kusadap antara Jean Marais dengan Telinga tentang
perang dapat kucatat demikian:
Jean Marais: peranan berpindah-pindah, dari generasi ke generasi yang lain, dari
bangsa yang satu ke bangsa yang lain Dahulu kulit berwarna menjajah kulit putih.
Sekarang kulit putih menjajah kulit berwarna.
Telinga: Tak pernah kulit putih dialahkan kulit berwarna dalam tiga abad ini. Tiga
abad! Memang bisa terjadi kulit putih mengalahkan kulit putih yang lain. Tapi kulit
berwarna takkan dapat mengalahkan yang putih. Dalam lima abad mendatang ini
dan untuk selamanya. .
Dan Robert ingin jadi awak kapal sebagai orang Eropa. Dia bermimpi belayar dengan
Karibou, di bawah naungan Inggris -negeri tak berapa besar, dengan matari tak
pernah tenggelam....

7. RASANYA BELUM LAGI LAMA AKU TERTIDUR. Pukulan gugup pada

! 88!
pintu kamarku membikin aku menggeragap bangun.
"Minke, bangun," suara Nyai.
Kudapati Mama berdiri di depan pintuku membawa Win. Rambutnya agak kacau.
Bunyi ketak-ketik pendule merajai ruangan di pagi gelap itu. ' "Jam berapa, Ma ?"
"Empat. Ada yang mencari kau.
Di sitje telah duduk seorang dalam kesuraman. Makin dekat lilin padanya makin
jelas: agen polisi! Ia berdiri menghormat, kemudian langsung bicara dalam Melayu
berlidah Jawa: "Tuan Minke ?"
"Benar."
"Ada surat perintah untuk membawa Tuan. Sekarang juga, ia ulurkan surat itu. Yang
dikatakannya benar. Panggilan dan Kantor Polisi B., dibenarkan dan diketahui oleh
Kantor Polisi Surabaya. Namaku jelas tersebut di dalamnya. Mama juga telah
membacanya. . .
"Apa yang sudah kau perbuat selama mi, Nyo ? tanyanya.
"Tak sesuatu pun," jawabku gugup. Namun aku jadi ragu pada perbuatanku sendiri.
Kuingat dan kuingat, kubariskan semua dari seminggu lewat. Kuulangi: "Tak sesuatu
pun, Ma."
Anneiies datang. Ia bergaun panjang dari beledu hitam. Rambutnya kacau. Matanya
masih layu. Mama menghampiri aku:
"Agen itu tak pernah menyatakan kesalahanmu. Dalam surat juga tidak tertulis." Dan
kepada agen polisi itu: "Dia berhak mengetahui soalnya."
"Tak ada perintah untuk itu, Nyai. Kalau tiada tersebut di dalamnya jelas perkaranya
memang belum atau tidak boleh diketahui orang, termasuk oleh yang bersangkutan."
"Tidak bisa begitu," bantahku, "aku seorang Raden Mas, tak bisa diperlakukan asal
saja begini," dan aku menunggu jawaban. Melihat ia tak tahu bagaimana mesti
menjawab aku teruskan, "Aku punya Forum Privilegiatum”
"Tak ada yang bisa menyangkal, Tuan Raden Mas Minke." "Mengapa anda
perlakukan semacam ini ?" "Perintah untukku hanya mengambil Tuan. Pemberi
perintah tak akan lebih tahu tentang semua perkara, Tuan Raden Mas," katanya
membela diri. "Silakan Tuan bersiap-siap. Kita akan segera berangkat. Jam lima
sudah harus sampai di tujuan."
"Mas, mengapa kau hendak dibawa ?" tanya Annelies ketakutan. Aku rasai gigilan
dalam suaranya.
"Dia tak mau mengatakan," jawabku pendek. "Ann, urus pakaian Minke dan bawa
kemari," perintah Nyai, "dia akan dibawa entah untuk berapa hari. Kan dia boleh
mandi dan sarapan dulu ?"
"Tentu saja, Nyai, masih ada sedikit waktu." Ia memberi waktu setengah jam.

! 89!
Di ruangbelakang kudapati Robert sedang menonton kejadian itu dari tempatnya. Ia
hanya menguap menyambut aku. Di dalam kamarmandi mulai kutimbang-timbang
kemungkinan: Robert penyebab gara-gara ini, menyampaikan lapuran palsu yang
bukan-bukan. Semalam dan kemarin malam dia tidak muncul untuk makan. Satu
demi satu ancamannya terkenang kembali. Baik, kalau benar kau yang membikin
semua keonaran ini. Aku takkan melupakan kau, Rob.
Kembali ke ruangdepan kopi telah tersedia dengan kue.
Agen polisi itu sedang menikmati sarapan pagi. Ia kelihatan lebih sopan setelah
mendapat hidangan. Dan nampak tak pirnya sikap permusuhan pribadi terhadap
kami semua. Malah ia bercerita sambil tertawa-tawa.
"Tak ada terjadi sesuatu yang buruk, Nyai," katanya akhirnya, "Tuan Raden Mas
Minke paling lama akan kembali dalam dua minggu ini."
"Bukan soal dua minggu atau sebulan. Dia ditangkap di rumahku. Aku berhak tahu
persoalannya," desak Nyai "Betul-betul aku tak tahu. Maafkan. Itu sebabnya
pengambilan dilakukan pada begini hari, Nyai, biar tak ada yang tahu
"Tak ada yang tahu ? Bagaimana bisa ? Kan Tuan telah menemui penjaga rumah
sebelum dapat bertemu denganku 7 "Kalau begitu urus saja penjaga itu biar tidak
bicara. "Tak bisa aku dibikin begini," kata Mama, "penjelasan akan kupinta dari
Kantor Polisi." .
"Itu lebih baik lagi. Nyai akan segera mendapat penjelasan.
Dan pasti benar."
Annelies yang masih berdiri menjinjing kopor mendekati aku, tak bisa bicara. Kopor
dan tas diletakkan di lantai. Tanganku diraih dan dipegangnya. Tangannya agak
gemetar.
"Sarapan dulu, Tuan Raden Mas," agen itu memperingatkan. "Di Kantor Polisi
barangkali tak ada sarapan sebaik ini. Tidak ? Kalau begitu mari kita berangkat."
"Aku akan segera kembali, Ann, Mama. Tentu telah terjadi kekeliruan. Percayalah."
Dan Annelies tak mau melepaskan tanganku.
Agen polisi itu mengangkatkan barang-barangku dan dibawa keluar. Annelies tetap
mengukuhi tanganku waktu aku mengikuti agen keluar rumah. Aku cium pada
pipinya dan kulepaskan pegangannya. Dan ia masih juga tak bicara.
"Semoga selamat-selamat saja, Nyo," Nyai mendoakan. "Sudah, Ann, berdoalah
untuk keselamatannya."
Dokar yang menunggu ternyata bukan kereta polisi - dokar preman biasa. Kami naik
dan berangkat ke jurusan Surabaya. Agen ini akan bawa aku ke B. Dan dalam gelap
pagi itu kubayangkan setiap rumah yang pernah kulihat di B. Yang mana di antara
semua itu menjadi tujuan ? Kantor Polisi ? Penjara ? Losmen ? Rumah-rumah

! 90!

Anda mungkin juga menyukai