Anda di halaman 1dari 18

Siji

Author: Danastri Ailsa Widyaretha

“argh,” terdengar erangan kecil, seorang gadis baru terbangun dari pingsannya. Dengan
kedua telapak tangannya memegang kepala. Keringat membasahi keningnya yang mengkerut,
kunciran rambut yang semula diikat kuda sudah menjadi acak-acakkan. Terdapat robekkan kecil
di beberapa bagian rompi gadis itu,perlahan ia menurunkan kedua tangannya. Matanya
memandang bingung melihat tempat yang nampak asing baginya.

Lalu ia melihat ke sekeliling, ia mengernyit bingung melihat pemandangan yang


disuguhkan di depannya. Ada sekitar lima orang anak yang tergeletak di lantai. Gadis itu
perlahan bangkit dan berjalan dengan kaki yang terseok-seok kearah dua orang anak perempuan.
Langkah demi langkah ia ambil,membuatnya semakin dekat dengan lokasi yang akan ia tuju.
Langkah kaki nya berhenti tepat di depan dua orang gadis dengan kondisi yang sama sepertinya
pada awalnya,tidak sadarkan diri. Semakin ia menelusuki fitur wajah dari dua gadis itu, ternyata
mereka memilik rupa yang sama, rambut bewarna perak yang terkuncir dua dan memakai kemeja
dengan motif yang sama. Gadis itu kemudian berjongkok dan menepuk pelan pipi salah satu dari
mereka yang memakai kemeja bewarna biru.

“Hey,bangun!” serunya menepuk-nepuk pelan, pada tepukkan pertama tak ada reaksi dari
gadis yang ada di hadapannya. Ia mencoba menepuk sekali lagi. Pada percobaan kedua, sang
gadis memberikan sebuah respon, yaitu sebuah erangan kecil,

“Ugh” kedua kelopak mata gadis itu terbuka, perlahan bangkit dan terduduk, gadis itu
memegangi kepalanya. Ia kemudian memincingkan kedua matanya,
“Err, siapa kamu?” Tanya sang gadis berkuncir dua dengan posisi yang masih sama
seperti sebelumnya. “ Kau lebih baik bangunkan saudaramu terlebih dahulu! Setelah itu kita
bangunkan yang lain,baru kita pahami situasi yang terjadi saat ini” balasnya kemudian bangkit
dan menuju kearah anak-anak yang masih tergeletak.

“Jadi, namaku Zero, pertama aku tak tau tempat apa ini. Kedua, perkenalkan diri kalian
masing masing” Ucap Zero memulai perbincangan.

“Namaku Noel. Ini kembaranku, Noella. Sama seperti dirimu, Zero! kami tak tau tempat
apa ini” ujar gadis berkuncir kuda yang tadi dibangunkan oleh Zero.

“Singkat saja, Aku adalah Joe, kebetulan aku mengenal mereka berdua” Kini majulah
seorang pemuda berambut cokelat muda, kulitnya bewarna kuning langsat, tersenyum secerah
matahari.

“ Yang mukanya jutek itu adalah, Zerland. Sedangkan si pemalu itu namanya Cloe”
lanjut Joe sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah seorang pemuda berambut merah darah
yang membuang muka dengan tangan terlipat diatas dada kemudian ke arah gadis berambut
hitam sebahu yang menutupi kedua mukanya dengan telapak tangannya.

“ Baiklah,sekarang saatnya mencari tahu tempat apa sebenarnya ini” putus zero kemudian
mengalihkan pandangannya menatap sekitar. Saat sedang asyik menelusuri tiap sudut ruangan,
pandangannya tertuju pada sebuah tombol bewarna merah. Ia tanpa sadar melangkahkan
kakinya menuju ke arah tombol itu, langkah yang diambil tiba-tiba olehnya itu membuat yang
lain terkejut dan mengikuti ke arah yang sama.

“Tombol? mau kau pencet itu Zero?” Tanya Noel yang barusan sampai,diikuti oleh yang
lain. Zero yang masih fokus dengan tombol itu hanya menganggukan kepalanya. Tangannya
terulur dan tanpa ragu memencet tombolnya, seakan yakin bahwa dengan memencetnya maka
akan muncul petunjuk jalan keluar.
“Kau- kenapa asal memencet saja?! Kau kira kau ini pemimpin?” protes laki laki Zerland
yang hanya dibalas tatapan datar oleh Zero,

“Memang aku” jawab singkat Zero kemudian pandagannya kembali menatap lurus ke
depan. “ Kau!!!” seru Zerland sambil menahan luapan emosinya.

“Sayangnya, aku setuju jika Zero yang menjadi pemimpinya” Timpal Noel tersenyum
sambil melangkah kesisi Zero, “Ya, aku setuju!” seru Noella dan Joe bersamaan. Sedangkan
Cloe hanya menganggukan kepalanya sebagi jawabannya tanpa mengubah arah pandangannya,
ya sedari tadi ia terus menunduk dan menatap lantai.

“5 lawan 1. Kurasa kau sudah tau hasilnya,Zerland!” balas zero tanpa menatap laki –laki
yang kini mengepalkan tangannya, dan muka yang memerah, bukan akibat tersipu malu maupun
demam, namun merah karna menahan amarahnya. “Terserah” jawabnya singkat

“Haha, muka mu ketika marah terlihat lucu sekali” kekeh Joe ketika melihat raut muka
Zerland, Ia dan Zerland sedari dulu adalah rival, saat ini Joe merasa puas akan kekalahan
rivalnya ini, apalagi kalah melawan seorang gadis. Ia menatap Zerland dengan senyuman penuh
kemenangan.

“Diam!” seru Zero menyela Zerland yang akan membalas ejekkan Joe.Tiba-tiba muncul
sebuah layar monitor dihadapan Zero dan Noel, yang saat itu posisinya persis di depan tombol.

Layar itu menyala dengan terangnya, saking silaunya sinarnya membuat mereka semua
harus menghalau sinarnya agar tidak mengenai mata dengan lengan mereka masing-masing.

Perlahan-lahan sinar itu kembali meredup dan daun telinga dari masing-masing orang
menangkap sebuah suara yang menyapa mereka, “ Selamat datang di dungeon ,” ucap suara yang
memiliki intonasi seperti sebuah robot yang muncul dari dalam monitor. Ekspresi terkejut,kagum
terukir di wajah mereka berenam, segera Noel menetralkan rasa terkejutnya dan mengajukan
sebuah pertanyaan,

“Kau! Bisa kau jelaskan tempat apa ini, dan cara agar kami bisa pulang?”, sedangkan
yang lain sudah sadar dari keterkejutannya kemudian terdiam menunggu jawaban dari lawan
bicara mereka, sebuah sistem.
“Saya adalah perangkat A6, kalian panggil saya AL. Saya akan bertugas mengawasi dan
membimbing kalian selama ada di dungeon ini. Tiket keluar hanya bisa didapat dengan cara
menyelesaikan misi tiap tingkatan.Yang nanti hasilnya akan menjadi unsur dari pembuatan tiket
keluar ” Mereka mendengar penjelasan dengan seksama tanpa terlewat satu kata pun yang
diucapkan oleh AL.

“Dungeon ini terbagi menjadi 2 tingkatan saja, saya akan memberikan senjata yang bisa
menyelesaikan misi yang ada di dungeon ini” Ucap AL mengakhiri penjelasannya.

Wush! Secara ajaib, tepat di samping mereka mengambang berbagai senjata yang
memiliki fisik dan fungsi yang berbeda beda, Zerland yang mendapatkan sebuah pedang jepang
kuno atau yang biasa disebut katana bersarung merah seperti warna rambutnya, Noel yang
diberkati sebuah tongkat sihir yang terbuat dari kayu s’relav. Berbeda dengan kembarnnya, di
samping Noella mengambang sebuah Buku kuno yang di sampulnya terlukis motiv daun Clover
yang mempunyai lima helai daun, walau berbeda kategori, namun sepertinya senjata mereka
masih terlihat sedikit berkaitan. Joe dengan sebuah panah bewarna biru,sebiru permata safir.
Sedangkan Cloe mendapatkan sebuah belati yang memiliki unsur zaman kuno yang kuat, seekor
naga bewarna emas yang melingkari belati tersebut. Namun terlepas dari semua itu,senjata yang
Zero dapatkan dapat menimbulkan sebuah tanda tanya di benak siapapun yang melihatnya,

“Pft, hey ketua, apakah sebuah pena kecil itu dapat disebut senjata?” ejek Zerland sambil
menunjuk pena yang masih mengambang, sama sekali belum disentuh oleh Zero sediktpun.

“Zerland berhentilah bersikap seolah senjatamu adalah yang terbaik” ketus Noella
menimpali ejekan Zerland.

“Yang lemah membela yang tidak berguna,sungguh pertemanan yang sangat


mengharukan. Hahaha” tawa Zerland pecah dimana hal itu semakin membarakan kekesalan
Noella.

Zero yang tadinya hanya diam, menolehkan kepalanya dan kedua bola matanya menatap
lurus ke arah mata Zerland. Bibirnya terangkat membentuk sebuah seringai,

“ Bukankah AL sendiri yang berkata bahwa ia akan memberikan sebuah ‘senjata’ kepada
kita? Ini sama saja seperti kau telah meragukan apa yang telah diberikan oleh AL” semprot Zero
“skakmat” gumam Joe pelan sambil menahan tawanya, Ucapan zero membuat Zerland
diam seribu bahasa. Tepat apa yang dikatakan oleh Joe, Zerland terkena sebuah skakmat dari
Zero.

“Apa sudah cukup bergaduhnya? Baiklah,aku akan mulai mengaktifkan sistem dari
dungeon ini, dalam hitungan mundur,” potong AL, menghentikan keributan sejenak, mereka
mulai fokus ke depan dan menata mental mereka untuk menghadapi tantangan yang kini sudah
menunggu mereka.

“10....9....8…7….6….5….4” Mendekati detik detik terakhir, di lubuk hati mereka,


terkukir sebuah kalimat, “ Aku pasti akan menyelesaikannya,apapun yang terjadi!” sebuah
kaliamat singkat dengan sejuta harapan, mereka siap menghadapi badai yang telah menanti
kehadiran mereka,

“3….” Apapun yang akan menghadang. Sesusah apapun itu, mereka berkomitmen untuk
gigih dalam menghadapinya

“2…” semua resiko akan mereka tanggung, baik pahit,perih,manis,asin,kecut.

“1…” wush.Dalam sejekap tempat yang tadinya menjadi tempat pijakkan mereka hanya
tersisa debu yang beterbangan, Layar yang tadinya menyala segera meredup sinarnya dan
kemudian mati, seluruh ruangan menjadi gelap.

“Selamat datang ke lantai pertama” sapa sebuah suara ketika enam orang muncul dengan
sejekap. “ sungguh ajaib ” gumam keenam orang itu. Hal yang pertama kali dilihat setelah
membuka mata adalah sebuah ruangan dengan nuansa yang cukup ‘unik’, seperti banyak tembok
yang diberi warna bebeda.

“Misi pertama kalian adalah menyelesaikan puzzle” ucap singkat AL, setelah itu suaranya
tak lagi terdengar.

“Ha? Puzzle… tapi dimana? Aku sama sekali tidak melihatnya” Noella melihat
sekeliling, namun matanya sama sekali tidak menangkap adanya sebuah puzzle,
Sedangkan yang lain juga ikut mencari keberadaan dari puzzle yang dimaksut,
“Tunggu…AL hanya berkata bahwa kita harus menyelesaikan sebuah puzzle, tapi apakah
‘puzzle’ yang dimaksut adalah puzzle yang menyusun potongan gambar?” ungkap Zero,
tangannya nampak memegang dagunya, sedangkan yang lain juga ikut terdiam memikirkan apa
yang Zero ungkapkan.

Zero memfokuskan pikirannya kembali, kalimat yang diucapkan AL terus terngiang-


ngiang di benaknya, mencoba mencari segela kemungkinan yang ada. Matanya beralih
memandang sekitarnya. Tiba-tiba saja ia berseru dengan kencang, “Right, aku tau!” Seruan Zero
itu membuat yang lain spontan menatap kearahnya dengan berbagai macam ekspresi,

“ Anu…. apa yang kau tau Zero-chan?” tanya Cloe dengan nada yang sangat pelan,
diangguki oleh yang lain. “ Coba kalian lihat sekeliling.Di tembok ada bagian bewarna kan?”
Zero berkata seraya menunjuk hal yang dimaksut, “ bagian tembok yang bewarna-warni jika
diibaratkan, itu seperti potongan-potongan gambar yang ada di sebuah puzzle” jelas Zero yang
dibalas oleh ekspresi yang seolah mengatakan, “Oh,jadi seperti itu” dari kelima temannya

“Jadi,apa rencana mu?” tanya Zerland, kali ini ia tidak ingin memicu konflik dengan
Zero.Seringai terbit di bibir merah Zero, “ Kita akan menggunakan tongkat sihir Noel untuk
memindahkan tembok bewarna dan menyusun ulang di tembok kosong sebelah sana.” Zero
membeberkan rencananya sembari memberi arahan yang singkat.

Akhirnya mereka berenam segera mulai memasang ulang tembok bewarna layaknya
bermain bongkar pasang yang ada di puzzle. Dengan bantuan tongkat sihir Noel, penataan pola
jauh terasa lebih mudah. Benar seperti dugaan Zero, setelah ditata, tembok bewarna berubah
membentuk sebuah pola gambaran. Di gambar itu terdapat sebuah gambar bintang yang
dibingkai sebuah lingkaran. Tak sesuai dugaan mereka, mereka berpikir jika hasil akhir dari sang
puzzle akan bergambar hewan atau orang, yang biasa menjadi symbol sebuah dungeon.

Saat semuanya masih terlarut dalam kebingungan dan keheranan mereka, tiba-tiba
terdengar sebuah jeritan yang memekikkan telinga,
“Argh! Tolongg!!” kaget dengan suara jeritan itu, Zero menoleh dan mencari sumber
suara bunyi jeritan tadi. Matanya terbelalak kaget ketika mendapati sosok yang badanya perlahan
tenggelam di atas sebuah lubang hitam.

“Noel!!!!!” Pekik Zero belari ke arah Noel, Noella yang medengar jeritan minta tolong
kakaknya juga pekikkan Zero, juga ikut belari secepat kilat. Kristal Kristal bening berhasil lolos
dari kedua manik mata Noella.

“Kakak!! Bertahanlah!!” racau Noella mempercepat langkahnya. Joe,Zerland,Cloe segera


mengambil langkah besar menyusul Zero dan Noella, panik dengan jelas terlukis di wajah
mereka.

“Noel,bertahanlah! AL, apa yang terjadi pada Noel? Cepat bantu kami” pinta
Zero,suaranya menggema di seluruh ruangan, ia memanggil AL berharap bahwa Noel bisa
diselamatkan.

“AL” teriak Zero memanggil AL untuk kesikian kalinya, raut wajahnya kini menjadi
masam dan tak enak dipandang.

“Bodoh! Itu adalah hasil dari misi pertama kalian. Itu berati jika dia berhasil di telan oleh
lubang hitam itu, maka unsur pertama dari tiket keluar akan terpenuhi”

“APA KAU GILA AL?!” geram Noella dengan tangan yang terkepal erat, pikirannya
menjadi kacau, amarahnya telah meluap-luap.

“Hah? aku tak gila. Ah! Aku lupa memberi tahu kalau unsur tiket keluar adalah 4 nyawa
tuan pemilik senjata suci yang aku berikan tadi” perkatan AL membuat suasana yang tadinya
sudah keruh menjadi semakin keruh.Ketegangan datang menyelimuti diri mereka,mencoba
mencerna kalimat yang baru diucapkan oleh AL.

“1 unsur telah terpenuhi, sisa 3 unsur lagi. Bersiap siaplah kalian! karna unsur yang
dipilih selanjutnya akan menjadi sebuah kejutan” Perlahan suara AL meredup dan menghilang,
namun lain halnya dengan mereka berenam, ketegangan tak kunjur sirna. Perasaan
panik,marah,kuatir teraduk menjadi satu.
“Hiks..hiks…hiks, kakak” isak Noella yang melihat badan Noel kini sudah setengah yang
ditelan. “N-noel, maaf. Maafkan aku! jika aku tak gegabah maka kau takkan menjadi seperti ini”
Zero terduduk, ia menunduk. Tangannya mengepal erat, air matanya menetes jatuh perlahan ke
tanah. Beribu hujatan ia layangkan untuk dirinya sendiri.

Cloe sesunggukan, Joe dan Zerland hanya menunduk. Noel yang melihat keadaan suram
terjadi karna dirinya, tersenyum. Bibirnya terangkat,

“Hey, tak perlu bersedih. Dan kau jangan cengeng seperti bayi, Noella” ejek Noel melihat
adik dengan rupa yang sama dengannya,menangis.Mendengar hal itu tangis Noellla pecah
memenuhi sudut-sudut ruangan. Sedangkan Noel hanya terkekeh kecil melihat tingkah
kembarannya itu.

“kak, hiks…sempat-sempatnya kau bercanda…hiks..” Noel yang mendengar ucapan


Noella tersenyum, “ Aku lebih kecewa jika kalian menganggap bahwa apa yang terjadi padaku
adalah sebuah kecelakaan. Aku ingin kalian menganggap apa yang terjadi pada diriku ini adalah
sebuah takdir dan hasil yang memuaskan! Bukankan kalian ingin keluar dari sini?”

“Keluar bersama-sama, Noel!” potong Zerland yang sedari tadi hanya diam, kepalanya
terangkat. Wajahnya terlihat kacau, matanya memerah menahan tangis

“Hahaha! Sejak kapan kau bisa memikirkan orang lain Zerland? Dengar, jika aku harus
gugur disini, hanya ada satu permintaan yang aku minta”

“ Katakanlah lah kak! Kau mau ayam panggang? Atau kau mau bermain petak umpet”
sela Noella yang dihadiahi jitakan di dahi oleh Noel,

“Pletak! Bukan itu bodoh! Sudah diam, dengarkan sampai selesai” ketus Noel. Zero, Joe,
Cloe dan Zerland tak tau harus menangis atau tertawa menyaksikan interaksi dua bersaudara
dihadapan mereka ini. Membuat mereka menjadi heran, bisa-bisanya mereka sempat bercanda
dikondisi yang sedang panas dingin ini.

“ Hiduplah” ucap Noel dengan lantang, yang lain terkejut akan permintaan Noel,
perasaan hangat menyeruak di dalam hati mereka. Disaat sang dewi kematian akan
menjemputnya ia malah memohon kebahagiaan orang lain.
pilu tangis menggema diseluruh sudut ruangan, bahkan tangisan Zero semakin kencang.

“Aku bahagia dapat bertemu dengan kalian semua walau hanya sebentar. Dan satu lagi
aku titip orang cengeng ini” ungkap Noel sembari memandang ke arah lima orang yang
memandangnya dengan linangan air mata. Di detik-detik terakhirnya, sebuah senyuman selebar
bulan sabit dan secerah mentari yang menyinari langit terpampang jelas di wajahnya.

“Kakak!!!” jerit pilu Noella, “Aku mau menyusul kakak” mendengar perkataan Noella,
dengan sigap Zero menahannya. “Lepaskan aku Zero!” racau Noella meronta mencoba
melepaskan diri dari dekapan Zero,

“ Apa kau mau membuang harapan dan permintaan terakhir Noel?!” tanya Zero
mencoba menenangkan perempuan yang ada di dekapannya. Hingga akhirnya Noel benar-benar
tertelan oleh lubang hitam itu.

Suasana menjadi sunyi, Mereka menunduk tak ada satupun dari mereka yang berbicara.
Semuanya diam membisu.

“Ayo” Joe membuka suaranya dan mengajak teman-temannya untuk berhenti meratapi
apa yang telah berlalu, Zerland berbalik dan melangkahkan kakinya diikuti oleh Cloe.

“Noella, ayo” ajak Zero seraya menepuk pundak Noella. Noella segera menghapus air
matanya dan segera menyusul. Zero terdiam sebentar, “ Aku akan memenuhi harapanmu, Noel”
tekad telah terukir di hati Zero, tidak hanya Zero, namun di hati semuanya.Noel pasti akan
bahagia jika mengetahui bahwa teman-temannya sudah betekad untuk memenuhi harapannya.

Kini mereka melanjutkan perjalanan,beruntungnya bahwa dungeon ini hanya memilki


satu arah saja, jadi sudah jelas arah yang akan mereka tuju. Zero dan yang lain terus menyusuri
lorong dungeon,langkah mereka terhenti ketika telinga merespon adanya suara yang sangat
mereka benci, AL

“Selamat atas keberhasilan yang pertama, dan misi kedua kali ini adalah misi terakhir di
lantai ini” ucap AL dengan nada datarnya,seperti biasa

“Misi kali ini adalah……” ucapan AL terputus sebentar kemudian AL melanjutkan


perkataannya “mencari siapa penjaganya” sama seperti sebelumnya, ucapan AL mungkin terlihat
jelas namun susah untuk mempahami maksut yang ‘sebenarnya’. Mereka lebih meningkatkan
kewaspadaan takut tragedi yang sama akan terulang kembali,

“Jika kami sudah menemukannya?” tanya Zero. “Letakkan penjaga nya diatas lingkaran
hitam itu. Jangan memcoba membodohiku! Karna lingkaran hanya aktif jika penjaga yang asli
diletakkan di atasnya” Ujar AL

“Sepertinya ini adalah permainan mencari siapa penjahatnya” ungkap Joe “Seperti yang
aku pikirkan, tapi bagaimana cara kita mengetahui siapa penjaganya?” Itulah yang menjadi
pertanyaannya.

“Zero, sedari awal aku mencurigai dirimu” Zerland mulai mengungkapkan pendapatnya.
“Kenapa harus aku?” tanya Zero, matanya memandang lurus ke arah Zerland

“Diawal, sikapmu sangat cuek dan rasional.Namun,sekarang kau menjadi lebih


emosional, jika tebakan ku tidak salah seorang akan lebih mudah melepaskan emosi aslinya
ketika ia sedang bahagia”

“Dan aku rasa kau lah ‘penjaga’ yang dimaksut, Zero” lanjut Zerland sembari menatap
Zero dengan tatapan setajam burung rajawali.

“Jelas rasa curigaku tertuju padamu. Pertama, kau selalu memulai perselisihan
denganku.Kedua, kau sekarang dengan yakinnya menuduh ku padahal dengan ‘bukti’ yang kau
beri masih belum bisa dipertimbangkan” timpal Zero memainkan jarinya

“Kalian berdua!” panggil Noella namun tak di gubris oleh Zero maupun Zerland yang
masih sibuk berdebat. “Bisa diam tidak?! Aku mau menyampaikan kalau Joe dan Cloe
menghilang” Teriak Noella menghentikan pertengkaran kedua mahluk di depannya, “Apa?!”
seru Zero dan Zerland secara bersamaan, “Sudah, ayo kita cari mereka berdua” ajak Noella dan
diangguki Zerland dan Zero.

“Hey,penjaga” panggilan itu ditujukan Zerland untuk Zero, Zero hanya diam dan
memilih untuk tak menanggapinya
“Cih, kau!” “ Tolong!!” sebelum Zerland menyelesaikan kalimatnya terdengar teriakkan
minta tolong dari arah depan mereka. Zero mengerutkan keningnya,ia merasa familiar dengan
suara teriakkan yang barusan memasuki telinganya.

“ suara ini….Cloe!” pekik Zero kemudian belari menuju ke arah suara itu berasal.
Zerland dan Noella memandang satu sama lain kemudian segera menyusul ke arah yang sama.

“Cloe” panggil Zero dengan nafas yang terengah-engah, Zero membeku melihat situasi
yang terjadi di depannya, ingin rasanya untuk tidak mempercayai apa yang dilihatnya saat ini,
namun semua fakta menghantam keinginan itu, tak peduli sebesar apa pun itu.

“Apa yang terjadi Ze- Joe! Apa kau lakukan” Pekik Noella keras sehingga menyadarkan
Joe,Cloe maupun Zero.

Joe yang awalnya menodongkan anak panahnya ke Cloe kini menurunkan anak
panahnya, keringat tercucur deras di keningnya. Ia mengacak-ngacak rambut cokelat mudanya

“Owh,jadi kau adalah ‘penjaga’ nya Joe?” tutur Zero, Noella segera menghampiri Cloe
dan membantunya untuk bangkit

“Ini…..aku bisa jelaskan” Joe menunduk,tubuhnya gemetaran. Mulutnya sama sekali tak
bisa mengucapkan sepatah kata pun. “Zero! Cepat kau bawa ‘penjaga’ itu, lalu segera taruh dia
di atas lingakarannya” ujar Zerland seraya berbalik dan berjalan pergi

“Cih, dia berlagak seperti seorang pemimpin” batin Zero. Tak lama setelah itu sampailah
mereka di titik dimana lingkaran yang dimaksut berada. Zero mendorong Joe agar masuk
kedalam formasi tengah lingkarannya. Seketika lingkaran itu bercahaya, sedikit demi sedikit
tulisan-tulisan kuno yang ada lingkaran itu menyala, dan tubuh Joe menjadi transparan. Zero
menatap Joe, ia memandang Joe dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebelum tubuh Joe benar
benar menghilang, mulutnya memanggil Zero dengan pelan, sehingga hanya Zero yang
mendengarnya. Saat akan mengucapkan sesuatu, Joe telah menghilang

“Misi ini sudah selesai” gumam Zero kemudian bersama Zerland,Noella juga Cloe
meninggalkan lingkaran itu dan melangkah maju melanjutkan perjalanan, secara tiba-tiba
munculah sebuah sulur yang mengikat kaki Cloe. Hal itu menimbulkan kepanikan diantara
Zero,Zerland dan Noella

“Zerland, potong sulurnya dengan katana mu!” Perintah Zero dan segera dituruti oleh
Zerland. Katana tajam Zerland dengan cepat memotong sulur yang mengikat Cloe. Bukannya
terbelah sulur itu semakin kencang mengikat Cloe, tak cukup sampai disitu tumbuh sulur baru
yang mengikat Zerland juga.

“Selamat, kalian telah menyelesaikan misi terakhir dan menambah unsur baru. Saya akan
mempersiapkan keberangkatan kalian ke lantai terakhir” Ucap AL yang membuat suasana
menjadi semakin panik dan tegang.

“Pergilah!” Zerland kini berhenti meronta dan membiarkan sulur itu terus melilitnya,
sama hal nya dengan Cloe

Syet, secara ajaib muncul sebuah portal dihadapan Zero dan Noella, “Tapi…” dengan
segala keraguan Zero melangkah. Zero sebenarnya tak ingin meninggalkan zerland maupun Cloe
karna walau hanya baru bertemu sebentar saja, bagi Zero mereka bedua,tidak! Semuanya adalah
teman yang sangat berharga. Saat ia sedang terjebak dalam segala macam keraguan,terdengar
suara yang menarik dirinya untuk segera keluar dari zona keraguannya, suara yang dialiri dengan
keyakinan yang kuat.

“Hey! Jangan ragu untuk meninggalkan kami. Ingat lah ucapan Noel sebelumnya” ucap
Zerland dengan meninggikan suaranya, “ aku tak mau dikasihani olehmu” lanjutnya lagi.
Pandangan Zero bertemu dengan Zerland, tak ada sedikitpun keraguan dimatanya. Zero
membuang nafasnya kemudian mengambilnya lagi. Lalu ia menganggukkan kepalanya dan
tersenyum, “sesuai perintahmu” gumamnya pelan kemudian berbalik dan melangkah masuk ke
dalam portal. Noella menantap sendu kedua temannya, “terima kasih” pamitnya sebelum ia
mengikuti jejak Zero,Noella sudah berusaha menahan air matanya namun tetap saja ada sebutir
yang lolos.

“Gadis cengeng” ejek Zerland “Sudah kau masuk portal saja! shu shu” usir Zerland yang
membuat Cloe terkekeh, “pergilah, Noella” pinta Cloe sembari menyunggingkan senyum
manisnya. Noella mengangguk dan segera memasuki portal.
“Zero” panggil Noella dengan pelan yang hanya dibalas deheman oleh Zero. “ Jika saja
salah satu dari kita akan gugur….” Ucapan Noella terputus ketia ia mendapati bahwa Zero
tengah menatapnya dengan tatapan tajam.

“Jangan berpikiran hal yang aneh-aneh seperti itu, yakinlah bahwa kita akan pasti selamat
dan mewujudkan imipan yang lain juga kakakmu” tegas Zero lalu mencengkram bahu Noella
seraya meyakinkan dan meneguhkan mental Noella.

Noella hanya tersenyum kemudian ia memeluk Zero. Sedangkan yang dipeluk dengan
senang hati membalas pelukkan dari gadis berambut perak.

“Apa kau siap Noella?” tanya Zero dengan mental yang sudah ditata, matanya menatap
tajam kedepan, “Ayo kita selesaikan semua ini” lanjutnya kemudian keluar dari portal.

________________________

“ Saatnya giliranmu untuk membereskan tikus-tikus yang datang itu, X” Ujar seseorang
di balik bayangan, sedangkan lawan bicaranya tengah fokus memandangi Sesuatu dan tak
menanggapi.

“X, kau dengar tidak?” orang itu meninggikan suaranya, “Diamlah! Aku tau apa yang
harus kulakukan” Ketusnya lalu menghilang

“Cih,sesama jenis kenapa harus berlagak sok” gerutu orang itu.

_________________________

Munculah sebuah portal di dinding secara tiba-tiba, dan keluarlah dua orang gadis
dari dalam portal itu. Gadis yang pertama berambut biru tua dengan mata seindah dan sejernih
air laut, serta bibir merah semerah apel. Di susul gadis berambut perak yang bersinar dengan
pupil mata bewarna merah jambu.

Mereka melangkahkan kakinya maju tanpa ada sedikitpun keraguan, “Hah! Cepat sekali
aku harus beraksi” Ucap sebuah suara yang meghentikan langkah dari kedua gadis itu

“Siapa kamu? Tunjukkan dirimu sekarang juga!” Teriak gadis berambut biru tua
yang tak lain adalah Zero sambil memperluas dan memperketat jangkauan pandangannya,
otomatis gadis berambut perak disampingnya adalah Noella. “Hihi,sepertinya kalian cukup
menarik” balas suara itu

Wush. Muncul bagai sebuah angin yang menerobos masuk jendela, sosok bertopeng naga
dengan pakaian serba hitamnya,

“Selamat datang di lantai terakhir, misi terakhir kalian adalah mengalahkannya,


perkenalkan dia adalah X” suara AL terdengar yang membuat Zero dan Noella bersiap-siap
memasuki mode tempur.

“Selamat makan” gumam X seraya tersenyum dibalik topeng yang menutupi wajahnya.
Dengan sekali gerakkan, X melesat dengan cepat. Sekarang ia sudah berada di hadapan Noella,
Noella dengan cepat membuka buku nya, dan membaca sebuah mantra,

“Uvellosiovna” Ucapnya dengan lantang, kemudian keluarlah sebuah pedang katana


dari dalam buku itu .Sring! Suara dentingan pedang yang saling beradu menggema, namun X
terlihat lebih handal sehingga hal itu nampak merugikan bagi pihak Zero dan Noella.

Disisi Zero, ia sedang memikirkan sebuah rencana di otak cantiknya itu. Bibirnya
terangkat membentuk sebuah seringai yang mengerikan, ia berseru dengan kencang,

“Noella, maaf aku harus pergi” kemudian belari meninggalkan pertarungan antara Noella
dengan X. “Lihatlah,teman yang bergantung padamu dan menemani mu pergi meninggalkanmu”
tawa X meledak dan ia menatap kasihan kepada Noella, “karna aku kasihan kepadamu, aku akan
membuatnya merasakan kematian terlebih dahulu baru dirimu” lanjut X dan berbalik arah dan
mengejar Zero,“Kena” batin Noella.

X semakin mempercepat langkahnya kala melihat punggung seorang yang tengah


dicarinya, “ketemu” kata X dengan riangnya bagaikan anak kecil yang habis diberikan permen
oleh Ibunya, X kemudian melompat dan menerjang kearah Zero dengan sebilah pedang,

Jleb! Pedang X menancap tepat didada kanan Zero.Namun seketika sosok Zero berubah
menjadi tanah liat yang hancur berkeping-keping.

Jleb! Sebuah tombak menembus dada kana X, mau tak mau darah keluar dari mulut X
dan bagian yang tertusuk, X jatuh tersungkur. “K-kau sejak kapan memakai sebuah bunshin
tanah liat?” geram X marah. “Heh,semenjak kau sibuk bertarung dengan Noella, dan bagaimana
aku bisa menggunakan bunshin tanah liat? Itu semua karna hal ini” Zero kemudian
mengeluarkan sebuah pena dari balik rompinya.

“Zero!!” teriak Noella dari arah belakang dan segera memeluk Zero, Zero balas memeluk
Noella, air mata bahagia berlinang di pipi mungil mereka berdua, “Hiks….Hiks….akhirnya”
ucap Noella dengan terisak-isak, kemudian mereka menatap X yang sekarang tergeletak
bersimpah darah di tanah, mereka terdiam sejenak untuk berdoa. Setelah itu mereka
melangkahkan kaki ke arah yang berlawanan.

Rasa bahagia dan lega menyelimuti hati mereka, sebuah akhir yang ditunggu-tunggu oleh
mereka berdua, akhirnya mereka bisa membawa harapan teman-temannya untuk terus hidup

Langkah kaki mereka terhenti ketika sampai ditempat awal mereka datang, mereka dapat
mendengar suara AL yang kembali memasuki indra pendengar mereka, “ Misi telah lengkap,
silahkan masuk kedalam ruangan A1 dan pencet tombol yang telah tersedia” Zero dan Noella
bergegas memasuki ruangan yang didepannya terdapat tulisan ‘A1’. Sampailah mereka di depan
dua buah tombol bewarna merah, yang mengingatkan Zero akan tombol yang menjadi awal
mula, titik awal dari semua yang telah terjadi.

Tanpa basa-basi Zero maupun Noella memencet tombol tersebut. Tepat setelah
memencet tombol tersebut seluruh ruangan bergetar,barang barang berjatuhan, sebuah medan
magnet yang kuat menarik Zero. Gelap semuanya menjadi gelap.

Zero POV

Urgh, kepalaku berdenyut. Aku coba mengerjapkan kedua mataku dan menyesuaikan
pencahayaan pandanganku. Hal yang pertama kali aku lihat adalah sebuah kaca yang
menamengiku ku. Ini….ini adalah sebuah tabung, mengapa aku bisa berada disini? Batinku
heran. Tubuhku mati rasa, sama sekali tak bisa digerakkan. Tunggu, dimana Noella? Aku
mencoba melirik kanan maupun sisi kiriku namun aku sama sekali tak mendapati adanya Noella,
“Tak usah repot mencari teman mu, dia sudah mati” telingaku merespon sebuah suara
yang terdengar familiar bagiku. Dari kegelapan munculah sebuah sosok, yang rupanya sangat
aku kenali. Bagai petir yang menyambarku di siang bolong, ini….tidak mungkin kan?
Bagaimana bisa….sosok yang tengah memandangku dengan tatapan datar dan merendahkan
adalah Cloe?

“Ya,ini aku. Asalkan kau tahu semua yang terjadi pada kalian, adalah takdir yang telah
aku rancang! Pertama aku akan menyamar menjadi salah satu dari kalian. Kemudian dengan
segala sandiwara yang aku buat, makaa aku akan memenangkan game yang aku rancang ini,
Hahahah” Tawa menyeramkan keluar dari mulut Cloe, aku masih membeku tak percaya dengan
apa yang terjadi.

Aku masih bingung dengan satu hal, jika ini game yang buat Cloe, kenapa kau ingin
memainkannya? Pertanyaan itu hanya dapat ku utarakan dalam hati.

“ Tapi…Tapi karna persahabatan konyol kalian juga karna otak pintarmu membuatku
harus berpura pura mati, bahkan terluka. Meski bukan kemenangan seperti ini yang aku
inginkan, aku sudah puas dengan mendengar jeritan penderitaan kalian, hahaha” Kilatan benci
tergambar jelas di mataku, aku melayangkan beribu-ribu umpatan pada Cloe dan mencoba
bergerak ingin menghajar wanita gila di depanku ini

“ Kau tau Zero? Aku menciptakan dan rela melakukan ini semua hanya karena, aku
bosan dengan sistem game online. Kurang seru jika yang merasakan kebanggaan dan
kemenangan, adalah karaker yang di game. Lebih baik kita sendiri yang berperan sebagai
karakternya dan merasakan itu semua.

Oh ya! Aku juga berterimaksih pada Joe yang hanya membisu saat kalian salah paham
dengannya. Ah aku lupa, jika aku sendirilah yang membuatnya kehilangan kemampuan
bicaranya. Aku khawatir ia akan membocorkan semua rencana ku karna berhasil mempergoki
ku memberi perintah pada AL” Jelas Cloe sembari bersenandung ria,
aku terdiam mendengar semua yang di ucapan yang dilontarkan Cloe, “Joe….maaf…
maafkan aku” sesalku sebesar-besarnya dalam hati.

“Ah! Apa kau masih ingat dengan X? sebenarnya dia adalah orang yang senasib
denganmu. Dimana ia adalah orang terpintar namun masih begitu naif. Dan satu lagi, hal yang
AL belum bilang kepada kalian, bahwa untuk menciptakan tiket keluar membutuhkan 4 unsur
pemakai senjata suci, dan satu lagi….1 jiwa ‘eraujo’, dimana jiwa itu adalah jiwamu sendiri. Dan
kau tahu, Zero? Aku hanya membuat satu tiket keluar saja, yaitu hanya untuk diriku,hahaha”

Amarahku semakin memuncak, ku kerahkan seluruh tenagaku untuk keluar dari tabung
sialan ini.

“Nah,sekarang menurutlah dan biarkan aku memiliki jiwamu seutuhnya dan jadilah ‘X’
ku selanjutnya. Lihat! Mangsa baru sudah datang, Zero. Mari kita nikmati permainan “SIJI”
ini,” Tiba tiba ada sebuah rasa sakit yang datang menusuk tulang belakang kepalaku, kepalaku
menjadi berputar-putar, dadaku terasa sesak seolah oksigen ku ditarik kembali, “H-hen-tik-kan
in-I, clo-e” kegelapan datang menghampiriku meski aku sudah mencoba lari darinya, samar-
samar aku mendengar sebuah suara lembut yang memanggil diriku.

The game will never End-

Ahay! Hayo siapa yg bingung ama ceritanya?:v awokaowk maaf ye ide author lagi mampet! Lain
kali author kasih cerita yang lebih bagus lah intiny.

Bonus:

#siapa yg ngira Zero laki-laki?:v

See’ll you later,

Anda mungkin juga menyukai