“Ketika harapan, cinta, kepercayaan, dan keburuntungan berkumpul. Maka takdir akan
berpangku padamu.” Suara tersebut kembali membisik ke telinga pria yang sedang tertidur di
dalam gua.
Ia terbangun dan mendapati bahwa api di mulut gua masih menyala dan belum sempat
dipadamkan. Dilihatnya Zuuri sedang tertidur pulas sembari melepaskan gelembung udara
dari bibir kirinya. Gadis manis dengan rambut biru dan manik berwarna senada dengan pupil
yang berbentuk seperti semanggi berdaun lima.
Ia pun mengambil sejumlah dedaunan yang telah ditata rapi hingga membentuk sebuah
selimut. Membenarkan posisi tidur Zuuri dan menyelimutinya. Diusapnya kepala Zuuri lantas
mendaratkan kecupan manis di dahinya.
“Kau selalu sama seperti ini. Diam dan tak pernah bersuara. Kapan aku bisa mendegar
suaramu?” Zuuri mengangguk, seakan menegaskan bahwa ia akan segera bersuara.
Pria berkalung emas dengan mata horus tersebut berjalan keluar gua. Ia menatap kobaran
api yang tak kalah merah dengan manik. Pupil yang berbentuk maltase melebar dan ciut
dalam beberapa waktu. Deburan ombak di bawah jurang menderu dengan begitu kencang.
Siulan angin tenang dari arah pantai menyejukkan tiap jiwa-jiwa para petualang lemah yang
rindu akan pulang.
“Yuu. Apa yang kamu lakukan?”
Yuu membalikkan badan. Ia tak mendapati siapa pun datang di sekitarnya. Ia duduk
termenung di bibir jurang. Menjatuhkan kedua kakinya membentuk sudut siku dan sesekali
menggoyangkan ke depan dan belakang beberapa kali.
“Yuu ....”
“Dewi ... aku melihat hal yang sama lagi.”
Seketika suara di seberang api unggun membentuk sebuah siluet gadis dengan sayap
lebar khas dewi dalam anime. Sosok tersebut mengambar di udara dan berada tepat di
seberang Yuu. Ia menampakkan wujudnya, dewi dengan rambut panjang putih kebiruan.
Memiliki sayap berbulu putih lembayung serta sepasang tangan yang mirip dengan manusia
biasa. Satu hal yang merusak fokus Yuu adalah bagian dadanya.
“Apa kau liat-liat Yuu!” terika sang dewi menutupi bagian dadanya. Yuu mengeluarkan
sebuah papan tipis dari balik tas punggungnya. Ia menggesekkan jarinya pada papan tersebut
sembari memejamkan.
“Eh ... eh ... apa yang kau lakukan Yu!”
Yuu tersenyum. “Ini lebih baik,” ucapnya lembut. Sang dewi terbang menghampiri Yuu
dan menempelkan dadanya di wajah Yuu. “Apakah ukuran up size ini baik?” Ia
menggoyangkan beberapa kali, membuat Yuu sesak.
“Iya. Iya. Kukembalikan,” timpal Yuu gusar. Mengembalikan ukuran dada sang dewi
kembali ke bentuk normal. Persis seperti anak umur sepuluh tahun yang baru pubertas.
Sang dewi lantas memeluk Yuu erat sembari bergoyang ke kanan dan kiri.
“Lantas apa yang kau lamunin Yuu?” tanya sang dewi yang mengeluarkan air dari kipas
di tangan kanannya.
“Apakah ini akan berakhir? Ketika harapan, cinta, kepercayaan, dan keburuntungan
menyatu. Maka takdir akan berpangku padaku.” Yuu berdeham sejenak, “mengapa harus aku
yang menormal semua ke-sablengan ini!”
Sang dewi lantas meraba wajah Yuu lembut.
***
Semburat jingga mewarna langit malam di ibukota. Hiruk pikuk warga yang beristirahat
kembali memadati pelantaran tengah kota. Sembari menyalakan obor dan terus berteriak
dengan teramat brutal.
“Gadis ini adalah anak dalam ramalan. Seorang yang akan mengubah takdir kita!
Membinasakan ras kita! Dan merestorasi tatanan kehaluan dunia ini! Kita tak bisa
membiarkan ia terus hidup!” teriak seorang pria tua.
“Bakar! Bakar! Bakar!” teriak warga saling sahut menyahut satu sama lainnya.
Gadis tersebut hanya bisa menangis. Sudah berapa kali ia berteriak minta tolong, tapi tak
seorang pun yang mau membantunya. Kedua orang tuanya tewas dibunuh warga yang murka
karena tak mau menyerahkan gadis tersebut. Bahkan mereka dibacok tepat di depan
hadapannya, hingga menumpahkan darah pada mainan dadu yang sedang dimainkannya.
Gadis itu disalib pada sebuah batu. “Kita harus hancurkan ia bersama dengan Millenium
of Hope!”
“Kita bakar saja ia bersama dengan gadis tersebut!”
“To ... long!” teriak gadis tersebut lirih.
“Tak akan ada yang mau menolongmu, Zuur,” sahut seorang pria yang menggunakan
topi caping.
Warga yang disekitar pria tersebut mundur menjauhinya dari Zuuri. Ia heran bukan
kepalang mengapa mereka menjauh. Belum sempat pria tersebut bertanya, ia sadar dan
menutup mulutnya sembari duduk dan memohon ampunan kepada dewi.
“A ... apa yang kulakukan!” teriak sang pria bersamaan dengan tubuh bagian bawahnya
yang mematung dan hancur.
“To ... long! Siapa saja tolong aku!” Ia berteriak sembari berusaha untuk mengejar
warga. Namun, kedua tumpuan kakinya telah menjadi sempihan debu. Hingga dalam
beberapa waktu telah menghancurkan sebagian tubuhnya.
“Lepaskan aku. Maka akan kubantu kau.” Pria tersebut merangkak ke arah Zuuri. Ia
berusaha untuk melepaskan ikatan Zuuri dengan gigi, karena tangannya telah hancur
bersamaan dengan waktu.
Warga yang melihat lantas berusaha untuk menghentikan pria tersebut. Namun, semua
terlambat karena Zuuri telah terlepas.
“Sekarang hentikan kutukan ini!” Zuuri menatap pria tersebut sinis.
“Mana jan....” Sang pria berubah menjadi debu dalam kalimat terakhir yang diucap.
Begitu juga dengan Zuuri yang mendadak pingsan.
Seorang anak muda berambut acak seketika melompat dan menahan tubuh Zuuri agar
tidak terjatuh. Anak tersebut lantas mengambil Zuuri bersamaan dengan Millenium of Hope,
Board.