Anda di halaman 1dari 7

1

TERNYATA tidak semua langit berwarna biru.Tidak semua awan berwarna putih. Di
atas padang pasir ini ada langit yang berwarna hitam, seperti jelaga. Ada awan yang
bergerak lamban berwarna merah terang seperti lahar gunung berapi. Merahnya
warna awan itu bertaburan menyebar ke seluruh bentangan langit hitam.Langit
seperti terbakar. Menyeramkan sekali. Padang pasir yang ada di bawahnya tidak
seperti padang pasir di Gurun Sahara. Pasir yang menyebar memenuhi alam mistik
ini berwarna hitam bening, bak serpihan kaca yang habis terbakar. Paduan warna
pasir dan langit membuat alam ini selalu dalam suasana redup. Karena, di sini
ternyata tidak ada matahari. Di langit yang menjadi atap gurun hanya ada sepasang
bulan kembar. Sepasang rembulan itu berwarna perak bakar. Putih kehitam-hitaman.
Letaknya saling berseberangan. Pancaran cahayanya tidak seterang bulan purnama,
tapi cukup untuk menerangi permukaan langit dan alam mistik di bawahnya. "Kita
berhenti di sini." "Kenapa berhenti? Apakah kita sudah sampai?" "Belum. Tapi ada
sesuatu yang hams kita lakukan di sini, heh... heh... heh... heh..." "Hey, Pak Tua...
kamu jangan coba-coba memperdaya diriku, ya?!" "Ooo, jelas itu tidak mungkin, Nyai
Dewi. Mana berani aku memperdaya dirimu, karena aku sudah banyak dengar
tentang kesaktianmu sebagai Dewi Ular, yang sakti mandraguna, yang..." "Dan,
kamu juga jangan menyanjungku, Pak Tua!" potong Kumala Dewi dengan tegas dan
berwibawa sekali. "Ake bukan dewi yang gila hormat dan gila sanjungan. Paham?!"
"Iya, iya... aku paham. Paham sekali, heh, heh, heh, heh... !" Pak Tua yang berjubah
coklat kehitaman itu memperlihatkan sikap hormat dan rasa segannya, karena ia tak
ingin bentrok dengan bidadari yang cantik dan sangat sexy itu. Untuk itu ia sangat
hati-hati sekali tiap bicara di depan gadis berpakaian ketat serba hijau itu. Dan,
agaknya Dewi Ular punya alasan sendiri mengapa dia harus bersikap tegas dan
berwibawa di depan lelaki tua bermata cekung itu. Dengan jenggot pendeknya yang
berwarna uban, dan dengan badannya yang sering terbungkuk-bungkuk, ia tak akan
dapat menyembunyikan kebusukan hatinya dengan bermodal penampilan seperti itu.
Sebab, sewaktu-waktu Dewi Ular bisa mendengarkan suara hatinya, atau bila perlu
membaca jalan pikirannya. "Tempat apa ini?" tanya Kumala, tapi dilanjutkan dengan
ucapan batinnya, "Getaran energi gaibnya kuat sekali. Pasti .. di sini ada iblis." "Ini
yang dinamakan Tanah Ladang Mistik. Dari sinilah cikal bakal seluruh kekuatan mistik
yang sekarang beredar di mana-mana." "Lalu, kenapa kau membawaku kemari, Pak
Tua?" "Kita akan melintasi Ladang Mistik ini. Tapi harus minta izin dulu sama
penguasanya. Kalau tidak, kita bisa dianggap musuhnya." "Siapa penguasa di sini?"
"Penguasanya adalah Ratu Tanah Mistik, yang lebih dikenal lagi dengan nama: Nyai
Jalangayu." Pak Tua mendekat dan berbisik "Dia memang ayu. Cantik sekali. Tapi, dia
juga ganas dan keji." Dewi Ular tetap berdiri dengan tegar dan tenang. Matanya yang
indah berbulu lentik itu melirik Pak Tua yang ada di samping kanannya. "Kau kenal
dia, bukan?" "Yaaah, kalau cuma kenal siapa pun yang pernah lewat sini pasti kenal
dia. Tapi, sebenarnya...", "Kenal dekat, kan?" "Oo, bukan begitu maksudku. Aku
hanya..." "Pasti kamu tahu banyak tentang dia. Aku yakin begitu." "Hmm,eh... tidak
terlalu banyak kok. Sumpah!" "Jadi, sebenarnya kau ini bukan sekedar pengembara
alam gaib, seperti pengakuanmu tadi. Kau lebih dari sekedar pengembara." Pak Tua
bermata cekung salah tingkah. Mulai tampak bingung menghindari tatapan mata
Dewi Ular yang lembut, teduh, tapi ketajamannya seakan-akan mampu menembus
hingga ke dasar jantung. "Jujurlah padaku, siapa kau sebenarnya, Pak Tua?" "Hee,
hee, hee, heeh... maaf kalau aku tadi lupa menyebutkan namaku, Nyai Dewi. Aku
adalah..." Tiba-tiba tangan Kumala menyambar jubah Pak Tua dan menariknya
dengan sangat kuat. Wuuut.-.. ! Pak Tua tersungkur hingga wajahnya nyaris terbenam
seluruhnya dalam pasir hitam: Pada saat menarik tubuh Pak Tua, kedua kaki Kumala
melompat ke atas dan tubuhnya pun melambung di udara dalam gerakan bersalto ke
belakang. Jegaaaaar ..... ! ! Ledakan keras itu terjadi akibat sinar merah sekecil jarum
menghantam permukaan pasir, jauh di seberang sana. Sinar merah yang sangat
lembut dan kecil itulah yang membuat Dewi Ular menyambar jubah Pak Tua sambil

menyelamatkan diri. Beruntung sekali tadi Kumala mengetahui kedatangan sinar itu.
Andai tidak, mungkin ia dan Pak Tua akan hancur berkeping-keping terkena sinar
tersebut. "Hampir saja!" gumam hati Kumala sambil menghembuskan napas
panjang. Merasa lega. "Kalau saja deteksi gaibku tak menangkap gerakan energi
sinar itu, entahlah apa jadinya. Sinar itu kecil sekali, hampir tak terlihat dengan mata
telanjang begini." "Nyai Dewi, lekas cari tempat untuk sembunyi... !" seru Pak Tua
dalam keadaan tegang. Matanya yang cekung memandang ke sana-sini penuh rasa
cemas. Kumala Dewi juga menatap ke sana-sini, mencari si pelaku, namun ia tak
temukan siapa pun di padang pasir hitam itu. Tak ada tempat untuk bersembunyi.
Tak ada pohon atau batu buat melakukan penyerangan diam-diam seperti tadi. Lalu,
di mana kirakira si penyerang tadi menyembunyikan diri ? . "Nyai Dewi, lekaslah
berlindung. Pasti itu tadi peringatan dari Ratu Tanah Mistik agar kita pergi secepatnya
dari sini." "Mau berlindung ke mana?" gumam suara Kumala pelan dengan mata
melirik tajam ke sana-sini. "Berlindung diii. . . atau buatlah perlindungan dalam
bentuk apa saja! Buatlah dengan kesaktianmu, Nyai Dewi...!" Timbul keheranan kecil
di hati Kumala Dewi melihat reaksi takutnya Pak Tua itu. Padahal tadi sewaktu dia
coba-coba melawan kesaktian Kumala, dia tampak berani dan nekat sekali. Tapi
sekarang dia sangat ketakutan dan cemas sekali, padahal baru satu sinar menyerang
mereka dan bertubi-tubi datangnya. "Apakah penguasa tempat ini kesaktiannya lebih
tinggi dariku, sampai si Pak Tua menjadi sangat ketakutan begitu?!" pikir Kumala
sambil tetap waspada, sementara Pak Tua berlindung di belakangnya. Angin datang.
Berhembus dari arah kanan. Dengan cepat Dewi Ular berbalik mengadap ke arah
kanannya. Angin itu berhembus agak kencangohingga membuat rambut panjang
Kumala beterbangan meriapriap. Pak Tua kebingungan karena ujung rambut Kumala
mengenai mukanya. Terasa sakit bagai terkena lecutan kecil. Pak Tua pun menyingkit
ke samping seraya berbisik dengan napas cepat. "Ini tanda-tanda kehadirannya.
Lakukan sesuatu buat melindungi diri kita, Nyai. Lakukanlah... !" Dewi Ular tetap
diam. Sengaja tak melakukan. apapun. Hanya matanya yang dipertajam meman
dang ke arah datangnya angin. Namun sebenarnya ia menggunakan kesaktian
dewaninya yang dikenal dengan nama: Aji Mata Dewa. "Jangan biarkan angin ini
menjadi serabut mata pisau! Badan kita bisa habis dicabik-cabiknya, Nyai.Angin ini
sebentar lagi akan tajam !" Bisikan suara Pak Tua tak terdengar di telinga Kurnala,
meski pun jaraknya hanya beberapa jengkal. Hal itu disebabkan karena Kumala
memusatkan perhatian pada kekuatan matanya, sampai akhirnya ia dapat
menemukan lapisan udara yang aneh di depannya. Udara yang dipandang dengan Aji
Mata Dewa itu berbentuk seperti permukaan air yang sangat jernih. " Ooh, di situ dia
bersembunyi," gumam hati Kumala. Dengan cepat Dewi Ular mengibaskan tangan
kanannya, seperti melempar belati dari arah kiri ke depan. Wuuut... ! Dari kedua
jarinya melesatlah seberkas sinar hijau. menyerupai mata pisau kecil. Claaap... !
Belum sempat menyentuh lapisan udara yang dituju, tiba-tiba muncul sinar merah
dari balik udara tersebut, lalu beradu dengan sinar hijaunya Dewi Ular. Craaallp ..... !
Jlegggaaaaaarr-r .....!! Ladakan lebih kuat terjadi. Tanah pasir di sekitar tempat
mereka berada menjadi bergetar. Pasir-pasirnya menyembur naik. Kumala dan Pak
Tua terdorong mundur oleh angin ledakan tadi. Namun mereka tak sampai terjatuh.
Hanya sama-sama memalingkan wajah ke belakang, karena angin ledakan terasa
panas, meski tak menyengat.
Ketika mereka berpaling kembali ke arah semula, pandangan mata mereka
menjadi silau, namun hanya sekejap. Cahaya menyerupai kilatan lampu blitz itu
segerapadam. Dan, tampaklah sosok wanita berparas cantik sudah berdiri di sana
dengan kaki tak menyentuh. hamparan pasir. Wanita itu mengenakan jubah merah
beludru yang terbuka di bagian depannya.Dapat terlihat pula penutup dada dan
penutup bagian bawahnya yang berwarna hitam berhias manik-manik putih. Karena
jubah panjangnya tersingkap ke belakang, maka wanita itu tampak seperti
mengenakan bikini. Pahanya yang mulus dan perutnya yang berpusar kecil dapat
terlihat jelas. Termasuk belahan dada montoknya. "Ooo, ini rupanya yang disebut-

sebut Ratu Tanah Mistik?" pikir Kumala Dewi dengan sikap tenang. Sementara itu Pak
Tua tampak semakin gugup dan bingung menyembunyikan dirinya di belakang tubuh
sintal Dewi Ular. Wanita cantik yang mengambang di udara setinggi satu meter dari
permukaan pasir itu menatap tajam ke arah Kumala Dewi. Ketajaman matanya
memancarkan sifat keji dan keganasan dalam dirinya. Dewi Ular membalas tatapan
mata itu dengan biasa-biasa saja. Tapi secara diam-diam ia juga mengerahkan
kesaktiannya untuk mengimbangi energi gaib yang dipancarkan melalui pandangan
mata tajam itu. Dari jarak sekitar 50 meter ia mendekat dalam gerakan melayang.
Perlahan-lahan merendah dan akhirnya kedua kakinya menyentuh hamparan pasir
hitam. Lalu, berhenti dalam jarak sekitar 15 langkah dari tempat Dewi Ular berdiri.
Suaranya pun mulai terdengar agak besar. Hampir menyerupai suara lelaki. "Untuk
apa kau bersembunyi di sana, Maling busuk?!" Dewi Ular berkerut dahi dan berkata
dalam hati, "Siapa yang dimaksud dengan Maling busuk? Oo, Pak Tua ini rupanya."
"Sudah kubilang, ke mana pun kau bersembunyi akutetap dapat melihat batang
hidungmu, Baronggo!" Kumala kembali membatin. "Ooo, Pak Tua ini bernama
Baronggo. Rupanya ia punya alasan sendiri mengapa sangat ketakutan berada di sini.
Ia punya masalah pribadi dengan perempuan itu. Dia merasa bersalah, sehingga
sangat ketakutan!" Tangan perempuan cantik berjubah merah pakai kerah tinggi itu
bergerak pendek, seperti mendorong sesuatu di depan pusarnya. Suuut... ! Kumala
diam saja, karena tak merasakan ada energi yang menyerang. Hanya hembusan
angin kecil biasa yang ia rasakan. Tetapi, tahu-tahu Pak Tua di belakangnya tersentak
dan mengerang kesakitan. "Uuhk... !Aahhhhkkk... !" Dewi Ular berpaling ke balakang,
melihat Pak Tua memegangi perutnya sambil menggeliat kesakitan, dengan badan
makin bungkuk, sampai jatuh berlutut. Tersedak tiga kali, seperti mau batuk tapi
susah. Ketika ia tersedak keempat kalinya, keluarlah gumpalan darah segar dari
mulutnya. Darah kental itu bergerak-gerak di pasir. Kemudian dari kedalaman darah
muncul binatang kecil yang membuat Kumala tersentak kaget dalam hati.
"Kelabang?!" Ya. Kelabang kecil seukuran kelingking itu bergerak meninggalkan
gumpalan darah, kemudian terbenam masuk ke dalam pasir. Sementara itu, Pak Tua
tampak lega, terengah-engah tanpa menyeringai kesakitan iagi sejak ia berhasil
menyemburkan darah kental berisi kelabang tadi. Dalam hatinya Kumala berkata,
"Boleh juga ilmunya. Dia menyerang Pak Tua yang ada di belakangku, tapi sama
sekali tidak mengenaiku. Energi gaibnya dapat menembus badanku tanpa terasa
sedikit pun." Kumala Dewi kembali memandang ke arah semula ketika perempuan
berambut putih perak itu berseru dengan nada menggeram. "Aku bisa mengirimimu
seribu kelabang saat ini juga, Baronggo!" "Jaa... jangan, Nyai! Jangan lampiaskan
amarahmu padaku, karena aku punya penjelasan sendiri yang harus kau dengar,
Nyai Jalang Ayu! Dengar dulu penjelasanku... !" "Aku tidak butuh penjelasanmu!"
sentaknya dengan mata sedikit lebih lebar. Menyeramkan. Ia bahkan menuding
Kumala Dewi tapi bicaranya kepada Baronggo. "Biar kau datang ke sini membawa dia
sebagai pembelamu, tapi aku tak akan gentar sedikit pun menghadapi gadis ingusan
macam dia, Baronggo! , Ngerti?!" "Iiy, iya... ngerti! Tapi maksudku bukan begitu, Nyai
Ratu." Kumala Dewi melangkah ke sisi samping dengan tetap kalem. Tindakan itu
dilakukan untuk memberi kesan pada Nyai jalang Ayu bahwa dia tidak bermaksud
mencampuri urusan mereka. Dengan berpindahnya posisi berdiri Kumala, maka jalur
pandang keduanya menjadi bebas. Tak terhalang tubuh Kumala, seperti tadi. Nyai
Jalang Ayu mengikuti gerakan Kumala dengan tatapan mata penuh permusuhan.
Ketika gerakan itu berhenti, Kumala ganti menatapnya dengan teduh.Tak
memancarkan permusuhan sedikit pun dari sorot matanya. Bahkan sempat
menyunggingkan senyum tipis ketika bicara dengan kalem. "Silakan," seraya
tangannya diayunkan ke arah Baronggo, seperti mempersilakan seseorang untuk
masuk ke rumahnya. "Sambungnya lagi, "... aku sudah tidak menghalangi kalian,
bukan? Silakan hajar dia kalau memang kau ingin menghajarnya. Karena aku bukan
pembelanya, dan aku tidak mau terlibat dalam urusan kalian!" "Lalu, untuk apa kau
datang kemari?!" ketus Nyai Jalang Ayu. "Aku mau menuju ke suatu tempat. Pak Tua

ini memanduku. Menurutnya kami harus melintasi tempat ini kalau ingin sampai ke
tujuan kami." "Omong kosong! Kau pasti bersekongkol dengan maling busuk itu! Kau
yang mengatur semua siasat busuknya selama ini, bukan?!" Tanah berpasir hitam itu
mulai bergetar. Tidak terlalu keras getarannya, tapi cukup terasa di kaki Kumala.
Getaran itu timbul setiap kali Nyai Jalangayu bicara dengan nada tinggi. Kumala Dewi
mulai dapat mengukur seberapa tingkat kesaktian Ratu Tanah Mistik itu, karena
emosi kemarahannya mampu membuat tanah di sekitarnya bergetar. Tuduhan itu
ditanggapi dengan tetap tenang oleh Dewi Ular. Lagi-lagi ia tersenyum tipis sebelum
mengawali bicaranya."Kuharap, Nyai jangan melontarkan tuduhan seperti itu.lagi
padaku. Aku dan Pak Tua itu baru kenal beberapa saat tadi. Bahkan aku baru tahu
kalau dia bernama Baronggo, ya dari perkataan Nyai sendiri tadi. Aku dan dia punya
urusan sendiri, Nyai." "Urusan bagi-bagi hasil curian, begitu?!"Bergetar lagi tanah
berpasir di sekitar mereka. "Curian? Apa dia mencuri sesuatu darimu?!" "Apakah kau
belum tahu kalau dia adalah pencuri biadab! Dia dapat julukan Durjana Sesat, karena
kerjanya mencuri dan memperkosa roh-roh wanita yang mati muda!" "Ooh ?! "
Kumala segera berpaling menatap Pak Tua yang kini sudah dalam posisi berdiri
dengan wajah tertunduk. "Kau pura-pura belum tahu atau memang bodoh,
hah?!"Tanah pasir bergetar lagi. Kumala selalu saja menghentikan getaran tersebut
dengan menyalurkan hawa saktinya secara diam-diam melalui kedua kaki. "Maaf,
boleh aku bertanya padamu, Nyai?" Kumala sengaja tak menanggapi sindiran Nyai
Jalang Ayu, karena ia menjadi sangat ingin tahu setelah merasa apa yang
dicurigainya sejak tadi ternyata benar. "Kalau kau tak keberatan, aku cuma mau
bertanya... apa sebenarnya yang ia curi darimu?" "Jantung muridku!" "Jantung ,,,,, ?!
Dia mencuri jantung muridmu?!" "Ya. Tapi aku memergokinya, dan ia tinggalkan
jantung itu, lalu ia kabur dariku ketika aku sibuk memasang jantung dan
menghidupkan kembali muridku " "Aku bukan mau mencuri, Nyai," sahut Baronggo.
"Aku mau cari tahu, bagaimana kau bisa memasang jantung manusia pada raga
muridmu yang sudah membusuk itu?" Plaaak... ! Tiba-tiba terdengar suara tamparan
keras tanpa terlihat gerakan tangan Nyai Jalang Ayu.. Tahu-tahu Pak Tua itu memekik
dan jatuh terpuruk sambil mengerang kesakitan. Tangannya mengusap-usap pipinya.
Tampak sepintas. pipi kiri Baronggo menjadi biru kehitam-hitaman. Ada asap tipis
mengepul dari pipi itu. "Kurasa dia cuma pamer kesaktian di depanku," kata Kumala
dalam hati.Sebelumnya ia menutup jalur gaib sesaat, supaya suara hatinya tidak
didengar oleh indera keenam orang lain. Nyai Jalang Ayu menghampiri Baronggo dan
berkata, "Kalau kau tidak bermaksud mencuri, kau tak akan lari terbirit-birit begitu
melihat kedatangaku , Iya, kan ..!" Baronggo yang ketakutan dan masih duduk di
tanah itu tidak terlalu diperhatikan Kumala Dewi. Yang paling diperhatikan Kumala
saat itu adalah tempat di mana tadi Nyai Jalangayu berdiri. Bekas telapak kakinya
mengepulkan asap dan menyebarkan bau sangit. Melihat pasir terbakar, Kumala
Dewi tersenyum lagi. Tipis dan tetap kalem. Ia semakin yakin, bahwa pada saat itu
Nyai Jalangayu memang pamer kesaktian secara tak langsung. Tujuannya untuk
melakukan shockterapy pada siapa pun yang ada di situ agar ciut nyalinya jika harus
adu kekutan dengan Ratu Tanah Mistik.
"Hmh, payah. Permainan kuno masih saja dimainkan," gumam hati Kumala yang
sedikit pun tak merasa takut jika harus berhadapan dengan Nyai Jalangayu. Tapi ia
berusaha untuk tidak terjadi permusuhan, karena sebelumnya tak pemah ada konflik
pribadi antara dirinya dengan Ratu Tanah Mistik itu. Hanya saja, kalau memang Nyai
Jalang Ayu tak bisa diajak berdamai, maka Kumala Dewi pun siap melayani apa yang
diinginkan oleh Ratu Tanah Mistik itu. "Bagaimana pun juga, aku masih
membutuhkan Pak Tua itu," kata hati Kumala."Kalau dia mati atau hancur karena
kemarahan Nyai Jalang Ayu, bagaimana aku bisa menemukan Dewa Jenaka? Pak Tua
itu yang tahu di mana paman Dewa Jenaka berada." Itulah titik persoalan yang
sebenarnya. Kumala membutuhkan Dewa Jenaka untuk membebaskan Rayo Pasca
dari ancaman yang amat memalukan.Rayo, kekasihnya, saat ini sedang hamil.
Kehamilan itu disebabkan ulah Dewa Jenaka yang memindahkan kandungan

seseorang ke dalam perut Rayo Pasca. Hal itu dilakukan agar Dewi Ular mau dibawa
ke Kahyangan, di mana sang Dewa Penyebar Tawa itu bertindak sebagai utusan yang
menjemput Kumala dari alam kehidupan manusia, (Baca serial Dewi Ular dalam
episode: "Misteri Santet Iblis'). Jika Kumala pada waktu itu tidak mau memenuhi
undangan pihak Kahyangan, maka Dewa Jenaka tidak akan membebaskan Rayo dari
bencana kehamilan yang memalukan itu.
Karena, kehamilan itu tak dapat diganggu gugat oleh siapa pun kecuali Dewa Jenaka
yang menanganinya. Kumala Dewi terpaksa bersedia dijemput dan dibawa ke
Kahyangan. Tapi dalam perjalanan ke sana, mereka terpisah dan akhirnya Dewa
Jenaka tak diketahui keberadaannya. (Baca serial Dewi Ular dalam episode: "Lorong
Tembus Kubur"). Dewi Ular terpaksa pergi sendiri ke Kahyangan, namun ia hanya
sampai Parit Kematian, yaitu perbatasan wilayah Kahyangan. Ia menolak keinginan
pihak Kahyangan, yang bermaksud menobatkan dirinya sebagai Senopati Perang
dengan upacara besar-besaran. Kumala Dewi pun pergi meninggalkan perbatasan
Kahyangan sebagai bukti atas penolakannya itu.Dalam perjalanannya pulang itulah,
Kumala Dewi melihat Pak Tua sedang memainkan kipasnya yang sekali dihentakkan
bisa timbulkan ledakan cutup dahsyat. Kipas itu berwarna biru cerah dari semacam
kain beludru, berhias bulu-bulu hewan warna indah. Kumala Dewi langsung
menghampiri Pak Tua berjubah coklat dengan kepala tertutup kain jubahnya juga.
Melihat kehadiran Kumala langsung saja Pak Tua pasang lagak dan memainkan kipas
tersebut. Kumala berhasil melumpuhkannya dalam waktu singkat . Kipas itu segera
dirampas Kumala, karena ia tahu persis kipas itu milik Dewa Bahakara alias Dewa
Jenaka. Ia sangat hapal ciri-ciri kipas tersebut.Pak Tua pun didesak sampai akhirnya
mengaku mendapat kipas itu dari seorang lelaki bertampang tua, berbadan kurus
dan mengenakan pakaian seperti dewa; jubah biru beraris-garis putih, rambutnya
panjang, warna uban. Tak salah lagi, itu ciri-ciri Dewa Jenaka, pikir Kumala. Pak Tua
pun semakin dikorek keterangannya. Karena merasa tak mampu melawan Kumala, ia
pun menjelaskan apa yang dilihatnya pada diri Dewa Jenaka itu . Menurutnya, pemilik
kipas dalam keadaan tak berdaya di suatu tempat. Kehilangan seluruh kesaktiannya
akibat suatu pertarungan hebat dengan lawan. Sisa kesaktiannya masih tersimpan di
kipas, sementara kipas itu tak terjangkau oleh tangannya, sebab di atas tubuh
kurusnya sang lawan meletakkan sebuah batu.
"Batu itu kecil, hanya seukuran kepala bayi. Tapi beratnya bukan main. Aku tak
sanggup mengangkatnya," tutur Baronggo dengan serius. Kata dia, orang kurus yang
sudah tak mampu berbuat apa-apa lagi itu menyuruhnya pergi ke mana saja samba
membawa kipasnya. Maka, Baronggo pun pergi membawa kipas itu sampai akhirnya
bertemu dengan Kumala Dewi. Meski pun Baronggo yang mengaku sebagai
pengembara alam gaib itu tidak tahu siapa lawan Dewa Jenaka, tapi dia mengaku
masih ingat tempat di mana kipas itu diperolehnya. "Maukah kau mengantarku ke
sana, Pak Tua?" Setelah kehabisan alasan untuk menolak Pak Tua pun akhirnya
bersedia mengantar ke tempat tersebut. Dalam perjalanan itulah Pak Tua
mengetahui bahwa gadis cantik jelita berbadan harum itu ternyata adalah Dewi Ular
yang namanya sedang jadi bahan pembicaraan oleh para penghuni alam gaib, alam
kubur dan alam-alam lainnya. Pak Tua merasa bangga dapat menjadi pemandunya
Dewi Ular. Bahkan ia merencanakan untuk mengambil jalan terdekat dengan melalui
wilayah kekuasaan Ratu Tanah Mistik. Kisah itu sempat diceritakan kepada Nyai
Jalangayu. Tentunya tidak semua yang diceritakan. Hanya garis besarnya saja. Katakata Kahyangan pun tak terucap oleh Kumala. Oleh sebab itulah, Nyai Jalang Ayu
belum tahu siapa sebenarnya gadis yang berani bersikap tenang di hadapannya .
"Itulah sebabnya aku 'butuhkan dia, Nyai Jalangayu," kata Kulnala Dewi.Saat itu ia
sedang berusaha menghentikan siksaan sang Nyai atas diri si Durjana Sesat.
Ditambahkan pula olehnya, "Kalau sampai Pak Tua ini mati atau hancur akibat
siksaanmu, maka aku akan kehilangan pemandu untuk menemukan pamanku yang
dalam keadaan tak berdaya itu, Nyai. Jadi, dengan segala hormat kumohon hentikan

siksaanniu." "Hey, aku penguasa di sini! Aku berhak melakukan apa saja yang mau
kulakukan! Tahu?!"
Kumala Dewi masih tetap bersikap merendah dansabar."Ya, aku tahu kau penguasa di
sini, tapi aku memohon dengan sangat hormat, tolong lepaskan dia! Ampuni
kesalahan dia. Paling tidak untuk kali ini saja, Nyai." "Kalau aku tidak mau
mengabulkan permohonanku, kamu mau apa, hah?! Mau apa?!"Suaranya makin
tinggi. Tanah di sekelilingnya makin bergetar. Matanya yang membelalak kini
menatap Kumala dalam ketajaman mistis. Artinya, pandangan mata itu membuat
seluruh bagian kepala Dewi Ular terasa panas. Makin lama semakin panas. Kumala
Dewi tetap balas menatapnya walau pun keringat mulai bercucuran dari seluruh
bagian kepalanya. Sambil beradu pandang dan saling kerahkan kesaktian, Kumala
Dewi berkata dalam hatinya."Dia benar-benar ingin menjajalku rupanya. Terpaksa aku
layani sebentar, supaya ia puas telah mencoba mengadu kekuatan dengan Dewi Ular.
Oh, ya... tapi sepertinya dia belum tahu siapa diriku. Dari tadi baik aku maupun Pak
Tua tidak ada yang menyebutnyebut nama Dewi Ular kan? Hmm, biarlah... mungkin
lebih baik dia tidak perlu tahu siapa aku, biar tak ragu untuk memamerkan
kesaktiannya." Adu pandangan mata itu mereka lakukan dalam jarak sekitar enam
meter. Masing-masing mengerahkan hawa saktinya lewat pandangan mata. Meski
pun keringat Kumala semakiTY bercucuran, tapi ekspresi wajahnya tetap tenang.
Tidak tegang seperti Nyai Jalangayu. Padahal Nyai Jalangayu wajahnya masih bersih
tanpa peluh. Anehnya, wajah berhidung mancung mirip bule itu justru lebih dulu
kelihatan pucat dan semakin lama semakin pucat. Seperti selembar kertas
kosong.Sementara itu, meski pun tadi Kumala sempat terdesak mundur satu langkah,
tapi wajahnya masih tampak segar. Keringat yang mengucur telah membuat alam
sekitarnya menjadi beraroma wangi. Sebagai anak dewa yang masih perawan ,
keringat Kumala berbau harum sekali. Tidak ada parfum yang bisa menyamai
keharuman keringat anak dewa itu. Dan keharuman itu sendiri mempunyai pengaruh
gaib, antara lain membuat perasaan takut seseorang menjadi berani, hati yang
gelisah menjadi tenang, dan emosi kemarahan menjadi reda. Tapi agaknya pengaruh
itu tidak berlaku bagi Nyai Jalangayu. Emosi kemarahannya masih membara. Hasrat
bermusuhan masih tampak jelas. Naluri ingin membunuhnya pun semakin kuat.
Terlihat dari bola matanya mulai tampak cahaya merah kecil. Cahaya itu berbinarbinar dan semakin membuat darah di kepala Kumala Dewi menjadi lebih panas lagi.
Kumala segera menggunakan Aji Cakra Salju. Dalam sekejap saja hawa panasnya
hilang, dan berbalik menyerang Nyai Jalangayu. "Gila! Ilmu apa ini yang ia gunakan
menyerangku?!" geram hati Nyai Jalangayu."Oohh, badanku menjadi dingin semua?!
Ooh, 000h... aku tidak bisa bergerak. Jariku tak bisa kugerakkan. Bahkan... bahkan
lidah dan bibirku tidak bisa bergerak sedikit pun?! Aduh... ?! Gawat! Pandanganku
jadi semakin gelap?! Semakin... semakin... aaahk ..!! " Nyai Jalangayu hanya bisa
terpekik dalam hati. Itu pun hanya satu kali. Pak Tua yang dari tadi terbengong
memperhatikan kedua Wlanita cantik beradu kesaktian, kali ini bola matanya menjadi
makin terbelalak lebar. Karena dengan jelas sekali ia melihat tubuh Nyai Jalangayu
mulai berembun, lalu tertutupi kerak putih yang sebenarnya adalah bunga es. Dan,
pada akhirnya Nyai Jalangayu diam tak bergerak dalam keadaan seperti patung yang
terbuat dari es balok.Kumala Dewi mengedipkan matanya. Tenang dan tetap kalem.
Ia menatap Pak Tua, dan Pak Tua gemetar ketakutan. "Kita lanjutkan perjalanan kita,
Pak Tua!"
Seribu kata tak terucap dari mulut Pak Tua. Mengangguk sulit, menelan ludahnya sendiri pun tak bisa.
Bukan hanya rasa kagum pada Kumala yang ada dalamhatinya, tapi juga rasa takut terhadap kesaktian
Dewi Ular apabila ia melakukan kesalahan dalam perjalanannya nanti.Maka, muncullah dalam benaknya
sebuah siasat untuk melarikan diri dari jeratan mata gaib Dewi Ular.
***
2
WANITA muda yang baru menikah dua tahun yang lalu itu masih sering menitikkan
air matanya. Terutama jika malam telah tiba dan kesunyian mencekam jiwa, maka

hadirlah duka di hati Ranni yang rindu akan tangisan bayi. Fardan, suaminya yang
memiliki ketampanan khas pria Timur Tengah itu memang tak henti-hentinya
mencoba menghibur hati sang istri.Tapi hati Ranni tetap duka karena bayangan dosa
yang sebenarnya bukankarena kesalahannya. "Dua tahun kita menunggu kehadiran
buah hati kita, tapi baru sekarana kudapatkan tanda-tanda kehadirannya.Tahukan
kamu...," ujarnya di pelukan sang suami. "Aku merasa senang sekali, gembira sekali,
ketika dokter menyatakan aku positip hamil. Saat itu aku terasa terbang dan ingin
melonjak-lonjak bersamamu..." "Ya, aku juga merasakan hal yang sama, Ranni. Aku
juga..." " Kamu tahu apa yang membuatku sangat bahagia waktu itu?" Ranni
mendongak menatap wajah sang suami. "... Waktu itu aku merasa menjadi seorang
istri yang paling beruntung. Selainmemiliki suami yang penuh kasih sayang dan
kehangatan cinta, aku juga memiliki titisan darah cinta kita berdua, yaitu seorang
bayi yang pada saatnya nanti akan kulahirkan: Aku bangga sekali jika dapat
memberikan sesuatu yang paling istimewa untukmu, Sayang. Karena aku tahu, kau
sangat menginginkan seorang anak dariku. Dan, anak itu adalah bukti cintaku
padamu..." Fardan memeluk istrinya erat-erat. Haru hati sang suami mendengar
ungkapan duka sang istri yang merasa gagal menggapai harapan cinta. Padahal
menurut Fardan, semua ini bukan kesalahan istrinya. Tapi menurut Ranni, semua ini
adalah kesalahan dirinya yang tak pandai menjaga janin dalam kanduligannya
dengan doa atau sejenisnya. "Dengar, Sayang... kalau peristiwa hilangnya bayi kita
akibat keguguran, aku baru akan menyalahkan dirimu, kuanggap sebagai seorang
istri yang tak pandai merawat kandungan nya. Tapi masalah yang kita hadapi ini
bukan semata-mata keteledoranmu, bukan karena kebodohanmu, tapi karena
sesuatu yang bersifat mistik. Jadi, kamu nggak perlu merasa bersalah. Siapa pun
orangnya, sepandai apapun seorang wanita merawat kehamilannya, maka ia nggak
akan bisa mempertahankan janinnya kalau kekuatan mistik yang mengambilnya."
"Bagaimana jika bukan karena kekuatan mistik?" "Oo, mustahil sekali. Tanpa ada ikut
campurnya kekuatan gaib, nggak mungkin kandunganmu hilang tanpa bekas, tanpa
pendarahan dan tanpa alasan medis lainnya." "Jadi, kamu percaya betul dengan apa
yang dikatakan Mak Ayu tempo hari itu?" "Ya, aku percaya." "Dan, ketika kau datang
ke-sana dia bilang dalam waktu paling lama 3 hari kandunganku akan kembali, kau.
percaya?" Fardan diam tertegun. Menarik napas panjang. Dia memahami tuntutan
janji sang istri yang disampaikan secara diplomatis itu. Sebab, paranormal wanita
yang pernah mereka mintai bantuannya itu menjanjikan waktu 3 hari untuk
kembalinya kandungan Ranni. Sedangkan sekarang sudah hari keempat dari janji itu.
"Besok aku akan ke sana menemui Mak Ayu untuk menanyakan hasilnya. Kamu
tenang aja. Jangan banyak pikiran. Semuanya akan segera berakhir dengan
kemenangan di pihak kita, Sayang..." "Andai dia tak mampu buktikan janjinya,
bagaimana?"
Sekali lagi Fardan terbungkam, karena memang tak tahu harus berbuat apa seandainya janji Mak Ayu
tak terbukti. Mungkin ia akan marah sekali, karena ia sudah berikan apa yang Mak Ayu inginkan sebagai
syarat mistik. (hal 20)

Anda mungkin juga menyukai