Anda di halaman 1dari 13

Teror Lelembut

Gunung Karang
(Part 2)
Penyebab Nurul Kesurupan
Konten ini diproduksi oleh Mbah Ngesot
Seperti biasa setelah berjemaah ashar, para santri
pondok pesantren Al Barokah berbondong-
bondong pergi ke surau untuk ngaji kitab kuning.
Kiai Muntaqo (pimpinan pondok pesantren)
menabuh kentungan sebanyak tiga kali petanda
kalau pengajian segera dimulai. Dia lalu jalan
dengan santai menuju surau sambil menenteng
kitab kuning. Di dalam surau itu tampak santri putra
dan putri sudah berkumpul.
“Assalamualaikum…,” kata Kiai Muntaqo.
Semua santri itu menjawabnya dengan serentak.
Kiai Muntaqo langsung membuka kitab kuningnya
dan menerangkan bait demi bait makna kitab itu.
Para santri sibuk mencatat apa dijelaskan gurunya.
Di tengah-tengah pengajian, tiba-tiba Nurul
bertingkah aneh. Dia tidak mencatat perkataan
gurunya, melainkan diam saja sambil tertunduk.
Pulpen digenggam dengan sangat keras, bahkan
sampai patah.
“Nurul kamu kenapa?” tanya salah satu temannya.
Nurul yang saat itu berkerudung hitam tidak
menjawab apa pun. Dia tetap tertunduk, air liur tiba-
tiba menetes dari mulutnya.
“Abi lihat Nurul!” kata salah satu santriawati, ia
terkejut saat melihat kedua mata Nurul yang
berubah menjadi hitam semua. Tidak salah lagi
kalau Nurul ini kerasukan setan.
Saat itu juga Nurul berdiri, wajahnya dipenuhi urat
yang menonjol berwarna hijau.
“Astagfirullah…,” Kiai Muntaqo mengelus dadanya.
Kiai muda itu pun bergumam membaca ayat suci Al-
Quran, “Qul a’udzu birobinnas. Malikinnas,
Ilahinnas…,”
Belum sempat dia menyelesaikan bacaanya. Jin
jahat yang ada di dalam tubuh Nurul berteriak lalu
mendekat ke arah Kiai Muntaqo.
“Minsyari waswasil khonas, alladzi yuwaswisu fi
sudurinnas. Minnal jinnati wannas…,” Nurul malah
melanjutkan bacaan gurunya itu dengan suara
besar dan menggema, dia lalu tertawa terbahak-
bahak.
Santri berhamburan keluar surau. Mereka semua
ketakutan kecuali Faisal, dia adalah kakaknya
Nurul. Dengan napas yang terengah-engah, Faisal
mendekati adiknya.
“De…?” kata Faisal, intonasi suaranya sangat
ketakutan.
“Faisal keluar dari surau ini!” pinta Kiai Muntaqo.
Tapi Faisal tak mau meninggalkan adiknya dalam
kondisi seperti itu.
“De…, sadar De…!” teriak Faisal.
Nurul membalikkan badan lalu menatap Faisal
dengan tatapan tajam. Dengan sekejap mata, Nurul
mencekik leher kakaknya, ia pun mengangkat tubuh
Faisal. Seketika Peci Faisal jatuh, kedua tangannya
menggapai-gapai, dia kesulitan bernapas. Buru-
buru Kiai Muntaqo menyeruduk tubuh Nurul.
Mereka pun terpental, Faisal mengaduh kesakitan
saat kepalanya membentur tembok, sedangkan
Nurul masih mengamuk. Kiai Muntaqo segera
membaca kalimat-kalimat ruqiah di telinga Nurul
membuat wanita itu berteriak seperti kesakitan,
matanya melotot, sesekali dia mencaci Kiai
Muntaqo.
Tak lama berselang, tubuh Nurul melunak. Kedua
matanya perlahan terpejam, dia pun tak sadarkan
diri. Kiai Muntaqo menyuruh Faisal untuk
mengambil air, buru-buru Faisal pergi ke dapur dan
kembali dengan membawa segelas air putih. Air itu
dibacakan doa-doa, lalu diusapkan ke wajah Nurul
yang tampak pucat. Nurul pun dibawa ke
asramanya.
Sudah dua tahun belakangan ini Nurul sering sekali
kesurupan. Ada jin jahat yang nempel di tubuhnya.
Dia sudah beberapa kali diruqiah, tapi tak kunjung
sembuh. Dalam sebulan, Nurul bisa kesurupan dua
sampai empat kali. Penyakit kesurupan itu
disebabkan oleh kakeknya Nurul. Dulu kakeknya
punya ilmu hitam dan memelihara banyak jin jahat.
Sekarang salah satu jin yang pernah dipelihara
kakeknya itu malah menempel di tubuh Nurul.
Padahal Nurul ini masih muda, umurnya baru
delapan belas tahun, sedangkan kakaknya si Faisal
berumur dua puluh empat tahun. Mereka berdua
sudah tiga tahun nyantri di pondok pesantren Al-
Barokah. Selama dua tahun belakangan ini Faisal
selalu mencari cara untuk menyembuhkan penyakit
adiknya. Namun, tetap saja tidak berhasil, adiknya
masih sering kesurupan.
***
Malam itu Nurul masih tak sadarkan diri di dalam
asramanya. Dari tadi sore, Nurul dirawat oleh
sahabatnya yaitu si Ririn. Ya memang hanya dia
santriawati yang berani mendekati Nurul,
sedangkan yang lain takut karena Nurul sering
kesurupan. Bahkan ada beberapa santriawati yang
pindah pesantren gara-gara takut sama si Nurul.
Tengah malam saat semua orang di pesantren itu
tidur, Nurul tiba-tiba bangun. Cara bangunnya tidak
wajar, dia duduk begitu saja tanpa dibantu kedua
tangannya. Nurul seperti dikendalikan makhluk
gaib. Tatapannya kosong, wajahnya pucat sekali,
dia masih mengenakan kerudung warna hitam
kesukaannya. Nurul menoleh ke arah Ririn yang
sedang tidur pulas.
“Ririn…,” panggil Nurul.
Ririn pun bangun. Ia mengucek kedua matanya lalu
menoleh ke Nurul.
“Kamu udah sadar?” tanya Ririn.
Nurul mengangguk.
“Rin anterin aku yuk,” pinta Nurul.
“Ke mana?” Ririn bangun, kini ia dalam posisi
duduk.
“Ke belakang asrama, nyari kalungku. Kalungku
hilang Rin. Pasti jatuh pas wudhu. Itu kalung
pemberian ibuku,” kata Nurul.
“Ya sudah ayo kita cari,” Ririn membuka lemarinya,
dia meraih senter dan mengenakan kerudung.
Setibanya di belakang asrama, Nurul malam
mematug. Dia tidak mencari kalungnya yang hilang.
“Nurul…,” sapa Ririn dengan ragu-ragu. Dia mulai
curiga kalau temannya itu kerasukan lagi.
Nurul pun balik badan, tampak wajahnya yang
menakutkan sama seperti saat kesurupan tadi sore,
Ririn menjerit ketakutan. Dan dalam sekejap mata,
Nurul menjenggut rambut temannya itu. Lalu
menariknya ke atas pohon mahoni. Wanita itu
merayap seperti binatang, dia benar-benar sudah
dirasuki jin jahat. Ririn berteriak sekuat tenaga
sambil menangis, dia menggantung di atas dahan
pohon itu, sementara Nurul mengerang-erang
seperti binatang buas, tangan kanannya menjinjing
rambut Ririn.

Nantikan kelanjutan cerita Teror Lelembut Gunung


Karang selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai